Oleh Kelompok I :
Dosen Pengampu :
Segala puji bagi Allah Swt. sebagai wujud rasa syukur atas karunia-
karunia-Nya. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan ke hadirat
junjungan kita Nabi Muhammad Saw., keluarga, dan para sahabatnya. Berkat
pertolongan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Bid’ah” ini dengan baik tanpa halangan suatu apapun.
Tidak lupa kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Semoga dengan adanya makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami
mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari pembaca untuk makalah
ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat kesalahan dan kekurangan pada makalah ini kami
mohon maaf.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan...........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Konsep Bid'ah...............................................................................................2
B. Argumen Kebenaran Tentang Konsep Bid'ah Hasanah................................8
C. Beberapa Contoh Amaliah dan Tradisi Sunnah yang Dibid'ahkan.............13
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
Kesimpulan.........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ingar-bingar perang urat saraf yang menguras energi umat Islam akhir-
akhir ini adalah debat yang tidak diketahui hulu-hilirnya, yaitu terkait sunnah
dan bid’ah. Ilustrasinya, kubu A mengklaim suatu aktivitas sebagai sunnah,
sedangkan kubu B menuduh aktivitas tersebut sebagai bid’ah. Bid‘ah sendiri
secara bahasa berasal dari bahasa Arab akar kata bada‘a yang artinya
mengadakan (membuat) sesuatu yang baru. Secara istilah, bahwa bid’ah
merupakan sesuatu yang baru yang tidak ada di zaman Rasul, atau sesuatu hal
yang tidak dilakukan Rasul.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep bid'ah dan pembagiannya?
2. Bagaimana argumen kebenaran tentang konsep bid'ah hasanah?
3. Apa saja contoh-contoh amaliah dan tradisi sunnah yang dibid'ahkan?
C. Tujuan
1. Agar dapat memahami konsep bid'ah dan pembagiannya.
2. Agar dapat mengetahui argumen kebenaran tentang konsep bid'ah
hasanah.
1
3. Agar dapat mempelajari beberapa contoh amaliah dan tradisi sunnah
yang dibid'ahkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Bid'ah
Istilah bid'ah sering kali disandingkan dengan istilah sunnah. Hadlratus
Syeikh Hasyim Asy'ari dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jama'ah
mengutip tulisan Syekh Zarruq dalam kitab Uddatul Murid, bahwa secara
syara’, istilah bid'ah merupakan munculnya perkara baru dalam agama yang
kemudian mirip seprti bagian ajaran agama tersebut, padahal baik secara
formal maupun hakekat dia bukan bagian darinya. Penjelasan tersebut tentu
sesuai dengan hadits Rasulullah Saw. sebagai berikut:
Perihal hadits Rasulullah SAW itu, Guru Besar Hadits dan Ulumul
Hadits Fakultas Syariah Universitas Damaskus Syekh Mushtofa Diyeb Al-
Bugha membuat catatan singkat berikut ini.
(ما ليس فيه) مما. (أمرنا هذا) ديننا هذا وهو اإلسالم.(أحدث) اخرتع
ال يوجد يف الكتاب أو السنة وال يندرج حتت حكم فيهما أو يتعارض مع
. (رد) باطل ومردود ال يعتد به.)أحكامها ويف بعض النسخ (ما ليس منه
2
terdapat dalam Al-Quran atau sunah, tidak berlindung di bawah
payung hukum keduanya atau bertolak belakang dengan hukumnya),
maka tertolak (batil, ditolak, tidak diperhitungkan).2
َك اَن َرُس وُل الَّل ِه َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو َس َّلَم َيُق وُل: َقاَل،َعْن َج اِبِر ْبِن َعْبِد الَّلِه
"َمْن َيْه ِدِه الَّل ُه َفاَل: َّمُث َيُق وُل، ْحَيَم ُد الَّلَه َو ُيْثيِن َعَلْي ِه َمِبا ُه َو َأْه ُلُه:يِف ُخ ْطَبِتِه
، ِإَّن َأْص َد َق اَحْلِديِث ِكَت اُب الَّل ِه، َو َمْن ُيْض ِلْلُه َفاَل َه اِدَي َل ُه،ُمِض َّل َل ُه
َو ُك ُّل ْحُمَد َثٍة ِبْد َعٌة َو ُك ُّل، َو َش ُّر اُأْلُموِر ْحُمَد َثاُتَه ا، َو َأْح َسَن اَهْلْد ِي َه ْد ُي َحُمَّم ٍد
Para ulama mengungkapkan, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua
perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah. Hal ini disebabkan
2
Alhafiz Kurniawan, “Inilah Kriteria Bid‘ah Dhalalah dan Bid‘ah Hasanah”, NU Online
(https://islam.nu.or.id/bahtsul-masail/inilah-kriteria-bidah-dhalalah-dan-bidah-hasanah-2dwZw)
diakses pada 1 Oktober 2023
3
Ibid
3
dari kemungkinan ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai
dengan ruh syari’ah atau salah satu cabangnya (furu’).
Bid’ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada
sebelumnya, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. Al-Baqarah 2: 117
َبِد ْيُع الَّسٰم ٰو ِت َو اَاْلْر ِۗض َو ِاَذ ا َقٰٓض ى َاْم ًرا َفِاَّنَم ا َيُقْو ُل َلٗه ُك ْن َفَيُك ْو ُن
Adapun bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-
adakan oleh ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi Saw. Timbul suatu
pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulama’ yang tidak
ada pada zaman Nabi Saw. pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu!
Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bid’ah itu
baik dan kapan bid’ah itu jelek? Menurut Imam Syafi’i, sebagai berikut;
ِب ِب ِن
َفَم اَو اَفَق الُّس َّنَة ْحَمُم ْو َدٌة َو َم اَخ اَلَف َه ا َفُه َو، ْحَمُم ْو َدٌة َو َم ْذ ُمْو َم ٌة: اْل ْد َع ُة ْد َعَتا
.َم ْذ ُمْو َم ٌة
Bid’ah ada dua, bid’ah terpuji dan bid’ah tercela, bid’ah yang sesuai
dengan sunnah itulah yang terpuji dan bid’ah yang bertentangan
dengan sunnah itulah yang tercela4
4
KH. A.N. Nuril Huda, “Penjelasan Tentang Bid'ah Hasanah dan Bid'ah Sayyiah”. NU Online
(https://jabar.nu.or.id/ngalogat/penjelasan-tentang-bid-ah-hasanah-dan-bid-ah-sayyiah-Np39G)
diakses pada 1 Oktober 2023
4
ما أحدث مما ال أصل له: واملراُد بالبدعة:وقال احلافظ ابن رجب احلنبلي
َمْن َس َّن ىِف ْاِال ْس َالِم ُس َّنًة َح َس َنًة َفَل ُه َأْج ُر َه ا َو َأْج ُر َمْن َعِم َل َهِبا ِم ْن َغِرْي َاْن
ِه ِي ىِف ِال ِم ِر ِه ِم
َيْنُقَص ْن ُأُجْو ْم َش ْيًئا َو َمْن َس َّن ْا ْس َال ُس َّنًة َس َئًة َفَعَلْي ِو ْز ُر َه اَو ِو ْز ُر
.َمْن َعِم َل َهِبا ِم ْن َغِرْي َاْن َيْنُقَص ِم ْن َأْو َز اِر ِه ْم َش ْيًئا
Barang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam
maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya
dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang
siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan
mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan
tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit pun.5
5
Ibid
5
.- َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم- اْلِبْد َع ُة ِفْع ُل َم ا ْمَل ُيْع َه ْد يِف َعْص ِر َرُس وِل الَّل ِه
ِبْد ٍة، ِبْد ٍة ْنُد و ٍة، ِبْد ٍة َّر ٍة، ِبْد ٍة اِج ٍة: ِه َق ِس ٌة إىَل
َع َو َب َو َع َحُم َم َو َع َم َب َو َع َو َي ُمْن َم
َو الَّطِر ي ُق يِف َم ْع ِر َف ِة َذِل َك َأْن ُتْع َر َض اْلِبْد َع ُة َعَلى، َو ِبْد َع ٍة ُمَباَح ٍة،َم ْك ُر وَه ٍة
َو ِإْن َدَخ َلْت يِف، َف ِإْن َدَخ َلْت يِف َق اِعِد اِإْل َجياِب َفِه َو اِج َب ٌة:َق اِعِد الَّش ِر يَعِة
َي َو َو
، َو ِإْن َدَخ َلْت يِف َقَو اِع ِد اْلَم ْن ُد وِب َفِه َي َم ْنُد وَب ٌة،َقَو اِع ِد الَّتْح ِرِمي َفِه َي َحُمَّر َم ٌة
َو ِإْن َدَخ َلْت يِف َقَو اِعِد اْلُم َباِح،َو ِإْن َدَخ َلْت يِف َقَو اِعِد اْلَم ْك ُر وِه َفِه َي َم ْك ُر وَه ٌة
6
bid'ah sayyi'ah, bahkan dibagi dalam macam-macam kategori seperti yang
dikemukakan oleh 'Izzuddin bin 'Abdissalam dan lainnya pada bahasan
berikut.7
7
KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, “Risalah Aswaja Dari Pemikiran, Doktrin, Hingga Model
Ideal Gerakan Keagamaan”, Ar-Ruzz Media, Yogyakarta, 2015, hlm 52-54
7
budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah atau akidah
Islamiyah yang sudah jelas (bukan yang masih diperselisihkan).
kafir" dan hal itu dilarang oleh agama ( ِم ْنُه ْم ِب ٍم
)َمْن َتَش َّبَه َق ْو َفُه َو. Tetapi,
sekarang justru para pemimpin Islam, termasuk dari Nahdlatul Ulama (NU),
juga biasa memakai dasi.8
Titik fokus perbedaan dalam memahami hadis di atas terletak pada kata
""ُك ٌّل. Satu pihak memahami kata “ ”ُك ٌّلbermakna "seluruh" sehingga seluruh
bentuk bid'ah adalah sesat. Pihak yang lain memahami kata " "ُك ٌّلbermakna
"sebagian besar".
8
Ibid, hlm 54
9
Ibid, hlm 46
8
Berikut beberapa argumen dari para ulama :
tegas menyatakan bahwa redaksi tersebut (َض َالَلٌة ) ُك ُّل ِبْد ٍة
َع َو berbentuk
kulliyah ‘ammah (umum dan mencakup) yang dibatasi oleh kata alat
yang menunjukkan komprehensivitas dan keumuman, yaitu kata " "ُك ٌّل.
Mengingat redaksi tersebut berasal dari Nabi Saw. yang -dalam konteks
ini- memiliki tiga kesempurnaan: nasihat dan kemauan yang sempurna;
penjelasan dan kefasihan yang sempurna; dan ilmu pengetahuan yang
sempurna, maka redaksi di atas tiada lain menunjukkan kepada apa yang
dimaksud oleh makna-makna hadis itu sendiri. Lantas, apakah bid'ah
terbagi menjadi tiga bagian atau lima bagian selamanya tidak benar,
demikian pula apakah semua yang diklaim oleh sebagian ulama bahwa di
sana ada bid'ah hasanah (bid'ah yang baik). Maka, jawabannya tidak
lepas dari dua hal. Pertama, bukan bid'ah, tetapi disangka bid'ah. Kedua,
bid'ah yang buruk, tetapi diketahui keburukannya. 10
2. Al-Habib Zainal ‘Abidin Al-'Alawy menolak keras pandangan di atas.
"Para ulama memberikan penjelasan bahwa hadis ini termasuk hadis
umum yang di-takhshish. Yang dimaksud hal-hal yang diadakan
(muhdatsât) dalam hadis di atas adalah hal-hal baru yang dibuat-buat
yang batil dan bid'ah-bid'ah yang yang tercela yang tidak memiliki dasar
dalam hukum syara'. Bid'ah inilah yang dilarang. Berbeda dengan bid'ah
yang memiliki dasar dalam hukum syara'. Bid'ah ini adalah bid'ah
terpuji, karena ia adalah bid'ah hasanah dan termasuk sunnah Khulafaur
Rasyidin serta sunnah imam-imam yang mendapatkan petunjuk.
Ungkapan setiap bid'ah ( ِبْد َع ٍة )ُك ُّل tidak menghalangi bahwa hadis itu
adalah hadis 'amm yang di-takhshish. Bahkan, kata kullu ini termasuk
takhshish, seperti firman Allah Swt.:
10
Ibid, hlm 47
9
‘Yang menghancurkan segala sesuatu dengan perintah Tuhannya’ (QS
Al-Ahqaf [46]: 25), maksud potongan ayat ini adalah segala sesuatu yang
dapat dirusak. Adapun yang tidak dapat dirusak, berarti tidak termasuk
pada ungkapan ini”.11
3. Argumentasi yang lugas juga dikemukakan oleh tokoh NU dari Jember,
KH Muhyiddin 'Abdush-shamad sebagai berikut. Nabi Saw.
menggunakan redaksi "ٌّل "ُك dalam hadis ini yang secara harfiah
(sebagian). Dengan kata lain, redaksi " "ُك ٌّلpada satu kesempatan
11
Ibid, hlm 47-48
12
Ibid, hlm 48
13
Ibid, hlm 52
14
Ibid, hlm 52
10
6. Menurut Al-Syathibi, bid'ah adalah suatu cara dalam agama yang
diciptakan untuk menyamai aturan syara' dengan tujuan untuk
dilakukan sebagaimana melakukan perintah-perintah syara. Misalnya,
menetapkan cara-cara tertentu seperti berdzikir bersama dengan satu
macam suara; menjadikan hari lahir Nabi Saw. sebagai hari besar:
menetapkan ibadah-ibadah tertentu pada waktu-waktu tertentu yang
tidak ditetapkan oleh syariah, seperti puasa nishfu Sya'ban dan shalat
pada malam nishfu Sya'ban. Lebih dari itu, Al-Syathibi menyebut
bahwa yang dimaksud dengan redaksi Hadis "semua bid'ah adalah
sesat" terbatas pada masalah ibadah; sedangkan di luar ibadah, ada
bid'ah- bid'ah lain yang dinilai baik. Pendapat seperti ini juga
dikemukakan oleh ulama lain seperti Ibnu Taymiyah, Ibnu Rajab Al-
Hanbali, dan lain-lain.15
7. Sementara itu, 'Izzat 'Ali 'Id Athiyyah dalam disertasinya mengatakan,
"Senyatanya bahwa di antara sesuatu yang baru itu ada yang
bertentangan dengan agama, atau menyalahi hukum-hukum agama, atau
sama sekali tidak ada unsur agamanya (tapi dianggap masalah agama),
maka hal-hal semacam itulah yang tidak dapat diterima dan disebut
sesat (dhalalah). Namun, ada juga sesuatu yang baru yang tidak
bertentangan dengan agama. dan tidak keluar dari bingkai agama, dan
masih berada pada batas prinsip-prinsip yang ditunjukkan oleh aturan
dasar atau nash-nash yang ada, maka hal-hal tersebut dapat diterima.
Adanya hadis yang menyatakan "semua bid'ah adalah sesat" itu tidak
berdiri sendiri, tetapi dalam konteks perintah untuk menjaga Sunnah
Rasulillah dan Khulafaur Rasyidin, Jadi, bid’ah yang dimaksud (hadis
tersebut) adalah bid’ah yang jelas-jelas bertentangan dengan al-Sunnah,
yang menyimpang dari kepatuhan pada al-Sunnah. Hal itu tidak berarti
menafikan adanya sebagian bid'ah yang tidak berlawanan dengan al-
Sunnah dan tidak keluar dari batas kepatuhan terhadap syariah. Dalam
hal seperti itu, bid'ah tersebut termasuk bid'ah hasanah".16
15
Ibid, hlm 54-55
16
Ibid, hlm 55-56
11
8. Telaah linguistik yang sama juga diterapkan dalam memahami redaksi
hadis ( ِبْد َع ٍة )َو ُك ُّل. Meskipun memakai redaksi " "ُك ُّل, bukan berarti
seluruh bid'ah adalah haram. Hanya sebagian saja yang haram dan
sebagian lagi tidak haram. Dalam ilmu manthiq, teori ini disebut
dengan
keseharian umat Islam. Apalagi ada kaidah fiqih " ِباإلْج ِتَه اِد ِت
"اإلْج َه اُد اَل ُيْنَق ُض,
dalam konteks ini dapat dimaknai bahwa hasil ijtihad para ulama di atas tidak
dapat dikalahkan' atau dibatalkan oleh hasil ijtihad para ulama lain yang tidak
sependapat dalam pembagian bid'ah. Oleh karena itu, tidak perlu khawatir
dalam melakukan amaliah-amaliah yang sudah disajikan dalil-dalilnya secara
lengkap oleh para ulama dalam berbagai karya tulis mereka, seperti ziarah
17
Ibid, hlm 50
12
kubur, tawasul, tahlilan, istighatsah, mentalqin mayat, peringatan mauld Nabi
Saw., mengadakan walimah haji, hingga berjabat-tangan setelah shalat.18
18
Ibid hlm, 56
19
Husnul Haq, “Hukum Tahlilan Menurut Mazhab Empat”, NU Online
(https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-tahlilan-menurut-mazhab-empat-bpZVe) diakses pada 1
Oktober 2023
13
ِص َذِل َك إىَل اْل ِّيِت،اَأْلْذَك ا إىَل َغِرْي َذِل َك ِم ِمَج يِع َأ اِع اْلِّرِب
َم َو َي ُل ْنَو ْن َر
14
َّل ِه ِض ِك ٍت ِش ِج ٍء ْأ
َو َك اَن َعْب ُد ال َر َي.َي ْيِت َمْس َد ُقَب ا ُك َّل َس ْب َم ا ًيا َو َر ا ًب ا
.اُهلل َعْنُه َم ا َيْف َعُلُه
Dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, ia berkata: Nabi
shallallahu alaihi wasallam selalu mendatangi masjid Quba’
setiap hari Sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendara.
Abdullah ibnu Umar radhiyallahu anhuma juga selalu
melakukannya.
c) Ketiga, bersedekah untuk mayit, berupa pemberian makanan untuk
peserta tahlilan.
Para ulama sepakat bahwa bersedekah untuk mayit hukumnya boleh,
dan pahala sedekah sampai kepadanya. Mereka berpedoman pada
hadits riwayat Aisyah radhiyallahu anha:
َي ا َرُس وَل الَّل ِه ِإَّن: َأَّن َرُج ًال َأَتى الَّنَّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو َس َّلَم َفَق اَل
ُأِّم َي
َأَفَلَه ا َأْج ٌر ِإْن. َو ْمَل ُت وِص َو َأُظُّنَه ا َل ْو َتَك َّلَم ْت َتَص َّد َقْت،اْفُتِلَتْت َنْف َس َه ا
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Bid’ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh
ulama’ yang tidak ada pada zaman Nabi Saw. Bid‘ah adalah suatu
perbuatan yang tidak dijumpai di masa Rasulullah SAW. Bid‘ah itu
sendiri terbagi atas bid‘ah wajib, bid‘ah haram, bid‘ah sunah, bid‘ah
makruh, dan bid‘ah mubah.
2. Bid’ah dibagi menjadi bid’ah hasanah dan bid’ah dhalalah. Semua hal
yang sesuai dengan prinsip-prinsip al-Sunnah, yang sejalan dengan
kaidah-kaidahnya, atau yang dapat dikiaskan padanya adalah Bid'ah
Hasanah; sedangkan semua hal yang bertentangan dengan al-Sunnah
adalah Bid'ah Sayyi'ah/Dhalalah.
3. Salah satu contoh dari bid’ah hasanah adalah tahlilan, yang merupakan
kegiatan membaca serangkaian ayat Al-Qur’an dan kalimat thayyibah
(tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir), di mana pahala bacaan tersebut
dihadiahkan untuk para mayit yang disebutkan oleh pembaca atau oleh
pemilik hajat.
16
DAFTAR PUSTAKA
17