BID’AH
Dosen Pengampu Drs. H. ABD. RAHMAN ABBAS, M. Si
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :
1. MARYAM
( 2021030300006 )
2. SYAFI’I
( 2021030300014 )
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Bid’ah”.
Makalah ini merupakan suatu hasil dari upaya penulis atas dapat menyampaikan ide
dan gagasannnya tentang bahaya bid’ah yang terjadi di era sekarang ini.
Makalah diharapkan dapat menggugah kesadaran kita dan generasi muda, akan bahaya
yang ditimbulkan oleh bid’ah bagi pelakunya maupun bagi agama dan umat Islam, serta
dapat meningkatkan keimanan kita melalui pengamalan Islam secara murni dan konsekwen,
dengan mematuhi perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Sepenuhnya penulis menyadari, bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dalam
penyusunan karya ilmiah yang telah dikerjakan. Segala kritik dan saran sangat penulus
harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
KELOMPOK 2
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bid’ah................................................................................................
2.2 Macam-Macam Bid’ah........................................................................................
2.3 Bahaya Bid’ah.....................................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuatu yang diadakan (baru) dan bertentangan dengan kitab suci al Quran, sunnah
rasul, ijma' para ulama, atau atsar (para shahabat), maka itulah bid'ah dan ini dilarang.
Sedangkan suatu kebaikan yang tidak bertentangan sedikitpun dengan al Quran,
sunnah, ijma' atau atsar maka yang demikian itu adalah terpuji.
Bid’ah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Adapun
mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan
untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan perindustrian dan alat-alat
sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi
tidak dinamakan bid’ah.
Bid’ah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak ditentukan
oleh nash secara khusus.Bid’ah dalam agama terkadang menambah dan terkadang
mengurangi syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan
pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun bila
motivasi penambahan selain agama, bukanlah bid’ah. Contohnya meninggalkan
perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bid’ah.
Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak dinamakan bid’ah.
4
BAB II
PEMBAHASAN
5
”Katakanlah (hai Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di antara
rosul-rosul.” (Q.s:46:9)
a) Jadi membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti disebut
bid’ah (dalam segi bahasa).
b) Sesuatu perkerjaan yang sebelumnya belum pernah dikerjakan orang juga
disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
c) Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah (agama)
tanpa adanya dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya
(tidak ditemukan perkara tersebut) pada jaman Rosulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam maka inilah makna bid’ah sesungguhnya.
2. Bid’ah Menurut Istilah
Bid’ah menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-adakan
menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-
akan bagian dari ibadah. Dalam hal ini Rasūlullôh Shallallahu ’alaihi wa Salam
bersabda : ”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tiada ada
tuntunannya dariku, maka tertolak” (HR Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap
bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan neraka tempatnya.” Adapun menurut etimologi
(bahasa), makna bid’ah adalah al-ikhtira’, sesuatu yang diada-adakan tanpa ada
contohnya sebelumnya. Seperti firman Alloh : ”Allôhu Badî’us Samâwât..” (Allôh-
lah yang menciptakan langit, maksudnya mengadakan langit tanpa ada contoh
sebelumnya). Termasuk makna etimologi ini adalah, ucapan Sahabat ’Umar :
”sebaik-baik bid’ah adalah ini” ketika beliau memerintahkan untuk sholat tarawih
berjama’ah.
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting mengenai
bid’ah :
1. Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada
contoh sebelumnya.
6
2. Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang
menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-
lebihan dalam beribadah kepada Allah.
3. Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b)
perkara baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut
bukan bagian dari agama.
7
Contoh Bid’ah mubaha: menambah kelezatan makanan dan minuman
serta memperindah pakaian
Dan beliau pun berbicara mengenai berjabat tangan setelah menunaikan
shalat, dimana berjabat tangan adalah sunnah pada setiap kali bertemu,
namun orang-orang terbiasa dengan berjabat tangan dan menjadikannya adat
hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar saja, padahal tidak
mempunyai dasar dalam syara’, namun tidak apa-apa karena asal hukum
berjabatan tangan adalah sunnah.
3. Dalam kitab Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bid’ah itu terbagi menjadi dua
yaitu Bid’ah hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah Allah
dan rasulnya maka bid’ah itu termasuk golongan sesat dan tercela (bid’ah
dhalalah) conthnya :
a. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menjadi Rahib.
b. Menyerahkan hukum agama kepada ‘aqal-fikiran manusia, dan
menolak nash-nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.
c. Menyamakan urusan riba dengan jual beli dengan dalih sama2
mencarikeuntungan.
Namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianjurkan oleh agama
maka bid’ah itu tergolong kedalam bid’ah yang terpuji, bahkan
menurut beliau, bid’ah hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal
serupa pun dikemukakan oleh Ibnu Mandzur, dan di dalam Alquran
Allah berfirman: yangdi artikan bahwa sesuatu yang baru selama tidak
bertentangan dengan agama meskipun tidak ada dasar hukumnya
adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala. Contohnya :
a. Membaca shalawat dan salam sehabis adzan dengan nyaring, dan
menjadikannya sebagai lafaz adzan.
b. Membaca adzan dan iqamat dengan suara keras pada saat
menguburkan mayat.
c. Membaca istighfar sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring
dan dibacakan bersama-sama.
8
2.3 Bahaya Bid’ah
1. Bahaya bagi pelakunya
a. Ditolak amalannya
Betapa melelahkan dia ibadah, namun itu sia-sia baginya. Dari
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
ٌّس فِي ِه فَ ُه َو َرد َ َث فِي َأ ْم ِرنَا َه َذا َما لَ ْي َ َمنْ َأ ْحد
“Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan (agama) kami ini, dengan
apa-apa yang bukan darinya maka itu tertolak.” (HR. Bukhari No. 2550 dan
Muslim No. 1718)
Dalam riwayat lain, juga dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
ٌّس َعلَ ْي ِه َأ ْم ُرنَا فَ ُه َو َرد
َ َو َمنْ َع ِم َل َع َماًل لَ ْي
“Dan barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak terdapat dalam
urusan (agama) kami maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
d. Dia akan terus mendapatkan dosa jika bid’ahnya itu diikuti orang lain. Dari
Jarir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
9
ُ ُسيَِّئةً فَ ُع ِم َل بِ َها بَ ْع َدهُ ُكتِ َب َعلَ ْي ِه ِم ْث ُل ِو ْز ِر َمنْ َع ِم َل ِب َها َواَل يَ ْنق
ْص ِمن َ ًسنَّة
ُ ساَل ِم
ْ سنَّ ِفي اِإْل َ َْو َمن
َأ ْوزَ ا ِر ِه ْم ش َْي ٌء
10
pembuat bid’ah telah memposisikan diri sebagai pesaing dan perampas
hak mutlak Allah dan Rasul-Nya dalam membuat hukum dan syariat.
2) Membuat bid’ah berarti mengada-ada dan berdusta atas nama Allah dan
RasulNya.
3) Setiap bid’ah mengandung muatan tuduhan bahwa syariat Allah masih
kurang, sehingga harus ditambah dengan ”syariat” baru yang dibuat-buat
oleh pencetus dan pelaku bid’ah
4) Setiap bid’ah mengandung muatan pendustaan terhadap Al Qur’an (QS.
5:3)
5) Setiap bid’ah mengandung muatan tuduhan bahwa
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam itu bodoh karena ada yang
luput dari perhatian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga
harus ditambahkan, dan mengesankan seakan ahli bid’ah itu lebih
mengetahui syariat daripada beliau Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam.
6) Ada dan maraknya bid’ah mengakibatkan umat Islam merasa tidak
butuh kepada Al Qur’an dan sunnah Rasul Shallallahu ’Alaihi Wa
Sallam.
11
dengannya, sungguh dia telah keluar dari mengikuti Nabi yang berarti
keluar dari apa yang disyariatkan Allah.
c. Kebid’ahan melenyapkan pembuktian syahadat "Muhammadar
Rosulullah" karena yang menjadi konsekuensi dari syahadat tersebut
adalah berkomitmen penuh terhadap syariatnya, tidak menambahi atau
mengurangi. Adapun kebid’ahan menggugurkan komitmen yang agung
ini.
d. Kebid’ahan mengandung celaan terhadap Islam, sebab orang yang
melakukan suatu kebid’ahan secara tidak langsung dia menganggap
Islam belum sempurna, sementara Allah telah berfirman (yang
artinya), "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam
itu jadi agama bagimu." (QS Al Maidah: 3).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bid’ah merupakan sesuatu yang baru yang diciptakan tanpa ada contoh
sebelumnya.
2. Bid’ah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak ditentukan
oleh nash secara khusus..
3. Bid’ah terbagi atas beberapa macam-macam, diantaranya menurut asal terjadinya,
yang terbagi menjadi bid’ah haqiqiyah dan Idhafiyah.
4. Bid’ah dalam agama terkadang menambah dan terkadang mengurangi syariat
sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu
apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun bila motivasi
penambahan selain agama, bukanlah bid’ah.
5. Semua bid’ah adalah tercela dan memiliki bahaya yang ditimbulkan bila bid’ah
tersebut dilakukan.
3.2 SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, penulis mengajukan
beberapa saran, sebagai berikut:
1. Diharapkan umat Islam memahami syariat Islam dan menjadikan Al Qur’an
dan As sunnah sebagai pedoman dalam melakukan semua aktivitas dalam
beribadah kepada allah.
2. Diharapkan umat Islam segera meninggalkan bid’ah, karena bid’ah adalah
kesesatan yang keluar dari mengikuti Nabi.
14
DAFTAR PUSTAKA
15