Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

BID’AH
Dosen Pengampu Drs. H. ABD. RAHMAN ABBAS, M. Si

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 :

1. MARYAM
( 2021030300006 )
2. SYAFI’I
( 2021030300014 )

PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MADURA
TAHUN 2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul
“Bid’ah”.
Makalah ini merupakan suatu hasil dari upaya penulis atas dapat menyampaikan ide
dan gagasannnya tentang bahaya bid’ah yang terjadi di era sekarang ini.
Makalah diharapkan dapat menggugah kesadaran kita dan generasi muda, akan bahaya
yang ditimbulkan oleh bid’ah bagi pelakunya maupun bagi agama dan umat Islam, serta
dapat meningkatkan keimanan kita melalui pengamalan Islam secara murni dan konsekwen,
dengan mematuhi perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah SAW.
Sepenuhnya penulis menyadari, bahwa masih terdapat berbagai kekurangan dalam
penyusunan karya ilmiah yang telah dikerjakan. Segala kritik dan saran sangat penulus
harapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita
semua. Amiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Pamekasan, 3 April 2022


Penyusun

KELOMPOK 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bid’ah................................................................................................
2.2 Macam-Macam Bid’ah........................................................................................
2.3 Bahaya Bid’ah.....................................................................................................

BAB III PENUTUP


4.1 Kesimpulan..................................................................................................................
4.2 Saran....................................................................................................................
4.3 Daftar pustaka..............................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sesuatu yang diadakan (baru) dan bertentangan dengan kitab suci al Quran, sunnah
rasul, ijma' para ulama, atau atsar (para shahabat), maka itulah bid'ah dan ini dilarang.
Sedangkan suatu kebaikan yang tidak bertentangan sedikitpun dengan al Quran,
sunnah, ijma' atau atsar maka yang demikian itu adalah terpuji.
Bid’ah adalah mengadakan suatu perkara yang baru dalam agama. Adapun
mengadakan suatu perkara yang tidak diniatkan untuk agama tetapi semata diniatkan
untuk terealisasinya maslahat duniawi seperti mengadakan perindustrian dan alat-alat
sekedar untuk mendapatkan kemaslahatan manusia yang bersifat duniawi
tidak    dinamakan bid’ah.
Bid’ah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak ditentukan
oleh nash secara khusus.Bid’ah dalam agama terkadang menambah dan terkadang
mengurangi syariat sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan
pembatasan yaitu apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun bila
motivasi penambahan selain agama, bukanlah bid’ah. Contohnya meninggalkan
perkara wajib tanpa udzur, maka perbuatan ini adalah tindakan maksiat bukan bid’ah.
Demikian juga meninggalkan satu amalan sunnah tidak dinamakan bid’ah.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa Yang Dimaksud Dengan Bid’ah?
2. Sebutkan Macam-Macam Bid’ah? 
3. Apa Bahaya Dari Bid’ah?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Bid’ah


1. Menurut Bahasa
Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa ada
contoh. Sebelumnya Allah berfirman.

Artinya : “Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]

Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.


Bid’ah juga disebut dengan Ibtida’(membuat sesuatu yang baru) ada dua makna :
1. Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat(urusan keduniaan), seperti penemuan-
penemuan modern,hal semacam ini boleh saja karena hukum asal dalam adat itu
adalah mubah.
2. Membuat sesuatu yang baru dalam agama,dan hal ini haram hukumnya.karena
hukum asal dalam agama adalah tawqif (terbatas pada apa yang diajarkan oleh
syari’at).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Barangsiapa
yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam urusan kami ini
yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di tolak (tidak
diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan
Artinya : “Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan didasarkan
urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.
Hukum dari bid’ah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan baru
atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti
sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.
Pemakaian kata tersebut di antaranya ada pada :
1. ِ ْ‫ت َواَألر‬
Firman Allah ta’ala : ‫ض‬ َ ‫بَ ِدي ُع ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬
” (Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)
2. Firman Allah ta’ala : ‫ُل‬
    ِ ‫الرُّ س‬ ‫نت بِ ْدعا ً ِّم ْن‬
ُ ‫قُلْ َما ُك‬

5
”Katakanlah (hai Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di antara
rosul-rosul.” (Q.s:46:9)

3.  Dari makna bahasa diambil oleh para ulama.


ٌ
‫فالن بدعة‬ ‫اِبتدع‬
Maknanya : Dia telah merintis suatu cara yang belum pernah ada yang
mendahuluinya.

a)  Jadi membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti disebut
bid’ah (dalam segi bahasa).
b) Sesuatu perkerjaan yang sebelumnya belum pernah dikerjakan orang juga
disebut bid’ah (dalam segi bahasa).
c) Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah (agama)
tanpa adanya dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak ada contohnya
(tidak ditemukan perkara tersebut) pada jaman Rosulullah shallallahu ‘alayhi
wa sallam maka inilah makna bid’ah sesungguhnya.
2.  Bid’ah  Menurut  Istilah
Bid’ah menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-adakan
menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang diamalkan seakan-
akan bagian dari ibadah. Dalam hal ini Rasūlullôh Shallallahu ’alaihi wa Salam
bersabda : ”Barangsiapa yang mengamalkan suatu amalan yang tiada ada
tuntunannya dariku, maka tertolak” (HR Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap
bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan neraka tempatnya.” Adapun menurut etimologi
(bahasa), makna bid’ah adalah al-ikhtira’, sesuatu yang diada-adakan tanpa ada
contohnya sebelumnya. Seperti firman Alloh : ”Allôhu Badî’us Samâwât..” (Allôh-
lah yang menciptakan langit, maksudnya mengadakan langit tanpa ada contoh
sebelumnya). Termasuk makna etimologi ini adalah, ucapan Sahabat ’Umar :
”sebaik-baik bid’ah adalah ini” ketika beliau memerintahkan untuk sholat tarawih
berjama’ah.
Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting mengenai
bid’ah :
1.  Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada
contoh sebelumnya.

6
2. Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang
menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-
lebihan dalam beribadah kepada Allah.
3. Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b)
perkara baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut
bukan bagian dari agama.

2.2 Macam-Macam Bid’ah


1. Izzu bin Abdu Assalam dalam bukunya Qawaidu Alahkam fi mashalihi
alanam hal:204, ia menganggap bahwa segala sesuatu yang belum dan tidak
pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW adalah Bid’ah yang terbagi menjadi
lima bagian, Bid’ah Wajiba (Wajib), Bid’ah Muharramah (Haram), Bid’ah
Makruha (Makruh), Bid’ah Mandubah (Sunnah) dan Bid’ah Mubaha (boleh)
dan untuk mengetahuinya maka bidah tersebut haruslah diukur berdasarkan
Syar’i, apabila bid’ah tersebut termasuk ke dalam sesuatu yang diwajibkan
oleh syar’i berarti bida’ah itu wajib, apabila termasuk perbuatan yang
diharamkan berarti haram dan seterusnya. Defenisi ini kemudian diperkuat
oleh Imam Nawawi dalam Fath Albari karangan Ibnu hajar hal:394, bahwa
segala sesuatu yang belum dan tidak pernah ada pada zaman Nabi adalah
bid’ah namun ada yang terpuji dan ada pula yang tercela.
2.  Imam Nawawi dalam kitabnya Alazkar, mengatakan bahwa bid’ah itu
terbagi menjadi:
a. Bid’ah Wajiba
Contoh:mempelajari ilmu Nahwu untuk lebih memahami kalamullah
dan sunnah rasul adalah sesuatu yang wajib dipelajari dan untuk
menjaga syariat maka bid’ah itu adalah wajib
b.  Muharramah
Contoh:Mazhab-mazhab yang sesat, seperti Qadariyah, jabariah dan
Khawarij, juga termasuk menciptakan sesuatu yang mendatangkan
mudharat bagi diri dan orang lain.
c.  Mandubah
Contoh Bid’ah Mandubah: Pembangunan sekolah, jembatan, shalat
tarawih berjamaah di mesjid dan lain-lain.
d.   Mubaha

7
Contoh Bid’ah mubaha: menambah kelezatan makanan dan minuman
serta memperindah pakaian
Dan beliau pun berbicara mengenai berjabat tangan setelah menunaikan
shalat, dimana berjabat tangan adalah sunnah pada setiap kali bertemu,
namun orang-orang terbiasa dengan berjabat tangan dan menjadikannya adat
hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar saja, padahal tidak
mempunyai dasar dalam syara’, namun tidak apa-apa karena asal hukum
berjabatan tangan adalah sunnah.
3. Dalam kitab Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bid’ah itu terbagi menjadi dua
yaitu Bid’ah hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah Allah
dan rasulnya maka bid’ah itu termasuk golongan sesat dan tercela (bid’ah
dhalalah) conthnya :
a. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menjadi Rahib.
b. Menyerahkan hukum agama kepada ‘aqal-fikiran manusia, dan
menolak nash-nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.
c.  Menyamakan urusan riba dengan jual beli dengan dalih sama2
mencarikeuntungan.
Namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianjurkan oleh agama
maka bid’ah itu tergolong kedalam bid’ah yang terpuji, bahkan
menurut beliau, bid’ah hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal
serupa pun dikemukakan oleh Ibnu Mandzur, dan di dalam Alquran
Allah berfirman: yangdi artikan bahwa sesuatu yang baru selama tidak
bertentangan dengan agama meskipun tidak ada dasar hukumnya
adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala. Contohnya :
a.  Membaca shalawat dan salam sehabis adzan dengan nyaring, dan
menjadikannya sebagai lafaz adzan.
b.  Membaca adzan dan iqamat dengan suara keras pada saat
menguburkan mayat.
c.  Membaca istighfar sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring
dan dibacakan bersama-sama.

8
2.3 Bahaya Bid’ah
1.  Bahaya bagi pelakunya
a. Ditolak amalannya
Betapa melelahkan dia ibadah, namun itu sia-sia baginya. Dari
‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa Rasulullah Shallalahu ‘Alaihi wa
Sallam bersabda:
 ٌّ‫س فِي ِه فَ ُه َو َرد‬ َ ‫َث فِي َأ ْم ِرنَا َه َذا َما لَ ْي‬ َ ‫َمنْ َأ ْحد‬
“Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan (agama) kami ini,   dengan
apa-apa yang bukan darinya maka itu tertolak.” (HR. Bukhari No. 2550 dan
Muslim No. 1718)
Dalam riwayat lain, juga dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
 ٌّ‫س َعلَ ْي ِه َأ ْم ُرنَا فَ ُه َو َرد‬
َ ‫َو َمنْ َع ِم َل َع َماًل لَ ْي‬
 “Dan barangsiapa yang melakukan amalan yang tidak terdapat dalam
urusan (agama) kami maka itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Disebut sebagai pelaku kesesatan dengan ancaman neraka


Dari Jabir bin Abdillah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
‫ي ُم َح َّم ٍد‬ُ ‫ْي َه ْد‬ ِ ‫سنَ ا ْل َهد‬ َ ‫َاب هَّللا ِ َوَأ ْح‬ ُ ‫ث ِكت‬ ِ ‫ق ا ْل َح ِدي‬
َ ‫ص َد‬ ْ ‫ِإنَّ َأ‬ 
ٌ‫ضاَل لَة‬ َ ‫َوش َُّر اُأْل ُمو ِر ُم ْح َدثَاتُ َها َو ُك ُّل ُم ْح َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك ُّل بِ ْد َع ٍة‬
‫ضاَل لَ ٍة فِي‬
َ ‫َو ُك ُّل‬
                                                 ‫النَّار‬
“Sesungguhnya, sebenar-benarnya perkataan adalah kitabullah, dan sebaik-
baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan seburuk-buruknya
perkara adalah hal yang diada-adakan, dan setiap yang diada-adakan adalah
bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan adalah di
neraka.” (HR. An Nasa’i)

c. Tidak dterima tobatnya kecuali dia meninggalkan bid’ahnya


Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda:
 ‫عن صاحب كل بدعة‬ ‫إن هللا حجب التوبة‬
 “Sesungguhnya Allah menutup taubat dari pelaku setiap bid’ah.” (HR. Ath
Thabarani )

d. Dia akan terus mendapatkan dosa jika bid’ahnya itu diikuti orang lain.  Dari
Jarir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:

9
ُ ُ‫سيَِّئةً فَ ُع ِم َل بِ َها بَ ْع َدهُ ُكتِ َب َعلَ ْي ِه ِم ْث ُل ِو ْز ِر َمنْ َع ِم َل ِب َها َواَل يَ ْنق‬
  ْ‫ص ِمن‬ َ ً‫سنَّة‬
ُ ‫ساَل ِم‬
ْ ‫سنَّ ِفي اِإْل‬ َ ْ‫َو َمن‬
‫َأ ْوزَ ا ِر ِه ْم ش َْي ٌء‬

“Barangsiapa dalam Islam membuat kebiasaan buruk, maka tercatat baginya


dosa dan dosa orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa mengurangi
dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)

e. Pelaku bid’ah diancam dengan laknat Allah


Dari Ibrhahim At-taimi dia berkata: “Bapakku telah menceritakan
kepadaku, dia berkata: Ali Radhiallahu wa Anhu berkhutbah kepada kami
di atas mimbar dari batu bata dan beliau membawa sebuah pedang, yang
pada pedang tersebut terdapat sebuah lembaran yan tergantung, kemudian
Ali berkata: “Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala kami tidak mempunyai
kitab yang di baca kecuali kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan apa yang
ada di lembaran ini.” Kemudian Ali membukanya, maka didalam lembaran
itu tertulis:…maka barang siapa yan membuat perkara-perkara baru
(bid’ah) di madinah niscaya dia mendapatkan laknat Allah Subhanahu wa
Ta’ala, malaikat-malaikatnya dan seluruh Manusia.” (Bukhari dan
Muslim)

f. Pelaku bid’ah akan di usir dari telaga Rasululah Shallallahu ‘Alahi wa


Sallam pada hari kiamat. Rasululah Shallallahu ‘Alahi wa
Sallam bersabda: “Sesung-guhnya aku mandahului dan menanti kamu di
telaga. Barang siapa yang melewatiku niscaya dia minum, dan barang
siapa yang minum niscaya dia tidak akan haus selama-lamanya.
Sesungguhnya sekelompok orang akan mendatangiku, aku mengenal
mereka, dan mereka mengenalku, kemudian dihalangi antara aku dengan
mereka, maka aku berkata: “Sesungguhnya mereka dari pengikutku” tetapi
di jawab “Sesungguhnya engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-
adakan secara baru setelahmu.” Maka aku (Nabi Shallallahu ‘Alahi wa
Sallam) berkata: “jauh ! jauh!! Bagi orang-orang yang merubah agama
setelahku.” (HR. Bukhari -Muslim)
2. Bahaya Bagi Agama
1) Membuat bid’ah berarti membuat hukum syariat baru, padahal yang
berwenang secara mutlak dalam  membuat hukum dan syariat hanyalah  
Allah dan RasulNya Shallallahu ’Alaihi wa Sallam. Dengan  demikian

10
pembuat bid’ah telah memposisikan diri sebagai pesaing dan perampas
hak mutlak Allah dan Rasul-Nya  dalam membuat hukum dan syariat.
2) Membuat bid’ah berarti mengada-ada dan berdusta atas nama Allah dan
RasulNya.
3) Setiap bid’ah mengandung muatan tuduhan bahwa syariat Allah masih
kurang, sehingga harus ditambah dengan ”syariat” baru yang dibuat-buat
oleh pencetus dan pelaku bid’ah
4) Setiap bid’ah mengandung muatan pendustaan terhadap Al Qur’an (QS.
5:3)
5) Setiap bid’ah mengandung muatan tuduhan bahwa
Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam itu bodoh karena ada yang
luput dari perhatian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga
harus ditambahkan, dan  mengesankan seakan ahli bid’ah itu lebih
mengetahui syariat daripada beliau Shallallahu ’Alaihi Wa Sallam.
6) Ada dan maraknya bid’ah mengakibatkan umat Islam merasa tidak
butuh kepada Al Qur’an dan sunnah Rasul Shallallahu ’Alaihi Wa
Sallam.

2.4 Pemaparan tentang bahayanya bid’ah


a. Kebid’ahan adalah kesesatan, orang yang melakukannya berarti
melakukan kesesatan menurut nash Kitab dan Sunnah, yang demikian
itu karena apa yang dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah haq, sedang Allah telah berfirman (yang artinya), "Maka tidak
ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan. Maka bagaimanakah
kamu dipalingkan (dari kebenaran)?" (QS Yunus: 32). Rosulullah
menyatakan (yang artinya), "Setiap kebid’ahan adalah sesat."
b. Kebid’ahan adalah sikap menyimpang dan keluar dari mengikuti Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dimana Allah berfirman (yang
artinya), "Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah,
ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS Ali Imran: 31).
Maka siapa yang melakukan kebid’ahan, beribadah kepada Allah

11
dengannya, sungguh dia telah keluar dari mengikuti Nabi yang berarti
keluar dari apa yang disyariatkan Allah.
c. Kebid’ahan melenyapkan pembuktian syahadat "Muhammadar
Rosulullah" karena yang menjadi konsekuensi dari syahadat tersebut
adalah berkomitmen penuh terhadap syariatnya, tidak menambahi atau
mengurangi. Adapun kebid’ahan menggugurkan komitmen yang agung
ini.
d. Kebid’ahan mengandung celaan terhadap Islam, sebab orang yang
melakukan suatu kebid’ahan secara tidak langsung dia menganggap
Islam belum sempurna, sementara Allah telah berfirman (yang
artinya), "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam
itu jadi agama bagimu." (QS Al Maidah: 3).

e. Kebid’ahan mengandung celaan terhadap diri Rosulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam, karena bid’ah yang dianggap ibadah secara tidak
langsung pelakunya menuduh bahwa Rosul tidak mengetahuinya atau
Rosul mengetahuinya tapi menyembunyikannya, keduanya perkara yang
sangat berbahaya.
f. Kebid’ahan penyebab perpecahan umat Islam, karena jika pintu bid’ah
dibuka lebar-lebar di hadapan umat Islam, tentu masing-masing akan
membuat bid’ah, akibatnya apa yang terjadi di tengah-tengah umat
sekarang ini dimana tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang
ada padanya. Allah berfirman (yang artinya), "Tiap-tiap golongan
merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka." (QS Ar
Rum: 32).
Tiap-tiap golongan mengklaim bahwa "kebenaran ada pada kami dan
kesesatan ada pada selain kami"
Jadi jika umat Islam melakukan kebid’ahan-kebid’ahan maka merekapun
akan terpecah-belah.
g. Kebid’ahan bila merebak di tengah-tengah umat, maka akan
melenyapkan sunnah, umat akan menjadi asing terhadap sunnah
karenanya, meski didapati orang-orang yang melakukan bid’ah mengira
tujuannya baik dan amalannya baik namun tepatlah atas mereka firman
12
Allah (yang artinya), "Katakanlah: Apakah akan kami beritahukan
kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?
Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-
baiknya." (QS            . Al- Kahfi : 103-104).

Sebab-sebab yang menyebabkan terjadinya kebid’ahan sangatlah banyak


yang semuanya kembali pada tiga sebab yang utama:
1) Kebodohan akan sumber-sumber hukum dan wasilah untuk
memahaminya, sumber hukum syar’i adalah Kitabullah dan Sunnah
Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan yang diikutsertakan ke
dalam keduanya dari perkara ijma’ dan qiyas.
2) Mengikuti hawa nafsu dalam mengambil hukum, sehingga hawa nafsu
dijadikan landasan utama sedangkan dalil dipaksa untuk mengikuti
kemauan.
3) Berbaik sangka terhadap akal dalam hal penetapan syariat, padahal
Allah menjadikan bagi akal batasan-batasan dalam mengetahui sesuatu
dan tidak menjadikannya sebagai jalan untuk mengetahui segala sesuatu.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Bid’ah merupakan sesuatu yang baru yang diciptakan tanpa ada contoh
sebelumnya.
2. Bid’ah tidak mempunyai dasar yang ditunjukkan syariat. Adapun apa yang
ditunjukkan oleh kaidah-kaidah syariat bukanlah bid’ah, walaupun tidak ditentukan
oleh nash secara khusus..
3. Bid’ah terbagi atas beberapa macam-macam, diantaranya menurut asal terjadinya,
yang terbagi menjadi bid’ah haqiqiyah dan Idhafiyah.
4. Bid’ah dalam agama terkadang menambah dan terkadang mengurangi syariat
sebagaimana yang dikatakan oleh Suyuthi di samping dibutuhkan pembatasan yaitu
apakah motivasi adanya penambahan itu agama. Adapun bila motivasi
penambahan selain agama, bukanlah bid’ah.
5. Semua bid’ah adalah tercela dan memiliki bahaya yang ditimbulkan bila bid’ah
tersebut dilakukan.
3.2 SARAN
Berdasarkan pembahasan yang telah dikemukakan di atas, penulis mengajukan
beberapa saran, sebagai berikut:
1. Diharapkan umat Islam memahami syariat Islam dan menjadikan Al Qur’an
dan As sunnah sebagai pedoman dalam melakukan semua aktivitas dalam
beribadah kepada allah.
2. Diharapkan umat Islam segera meninggalkan bid’ah, karena bid’ah adalah
kesesatan yang keluar dari mengikuti Nabi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Asyur,Musthafa.1995. “Amalan Baru Dalam Pandangan Iman As Suyuti”. Surabaya: Darul


Hikmah.
Dr.Muhammad.2006. “Dzikir Berjamaah antara sunah dan bid’ah”. Solo : Daru alhidayah an-
Nabawi
Hasan,Ali.2000.”Membedah akar bid’ah”.J akarta Timur: Pustaka Al Kautsar.
http://majalahnikah.com/index.php?option=com_content&viewarticle&id=14:kedudukan-
bidah-dan-maksiat-dalam-agama&catid=18:shirathalmustaqim&Itemid=28 Dikases
Pada Tanggal 19 Oktober 2019 Pukul 23.00
http://www.eramuslim.com/ustadz/aqd/8627070701-bid039ah-hukumnya-mubah-atau-wajib-
adakah.htm Dikases Pada Tanggal 17  Oktober 2019 Pukul 22.00
https://singgihcongol.wordpress.com/artikel-2/makalah-bidah/ Dikases Pada Tanggal 18
Oktober 2019 Pukul 17.00

15

Anda mungkin juga menyukai