Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

“BID’AH”

Dosen Pengampu Mata Kuliah:

Disusun Muhammad Iqbal,S.H.I, M.H.I

Disusun Oleh:

Putri Aprisilia(60100122082)

Muh Fahmi Aslamsyah.S(60100122075)

Jurusan Teknik Arsitektur

Fakultas Sain Dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Segala ucap syukur alhamdulillah kepada ALLAH S.W.T yang telah

melimpahkan rahmat dan ridha-Nya sehingga Penulis bisa menyusun makalah ini

yang berjudul “ BID’AH“ sebagai tugas mata kuliah ILMU FIKIH.

Penulis berharap semoga dengan disusunnya makalah ini akan memberikan

manfaat bagi Penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

            Penulis menyadari pasti ada kekurangan dan kelemahan yang terdapat

pada makalah ini karena keterbatasan pengetahuan yang Penulis miliki. Untuk itu,

penyusun terbuka terhadap kritik dan saran sehingga bisa menambah

kesempurnaan dan memberikan kami tambahan pengetahuan.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Makassar,17 oktober 2022

penulis
DAFTAR ISI
Cover……………………………………………………………….……………....i
Kata Pengantar………………………………………………….………………....ii
Daftar Isi……………………………………………………………......………...iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Lata Belakang………………………………………………………………...1
B. Rumusan Masalah……….…….……………………………………….…….4
C. Tujua Pembahasan…..……………...………………………………….……..4

BAB II PEMBASAN
1. Pengertian Bid’ah…...…………………………………………………..…... 5
A. Bid’ah Secara Bahasa………...……………………………….……..…. 5
B .Bid’ah Secara Istilah…..…...………...………………………...……….. 7
2. Macam-Macam Bid’ah……...……….………………….…………………... 8
3. Hal-Hal yang harus dilakuka nuntuk menghindar iBid’ah…..……………...
11
4. Hukum Bid’ah………….………….……………………………..…………12

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan…...………….…………………..…………………………… 18
B. Saran……………………………………………………………………….19
C. Daftar Pustaka.…...……….………………………...………..…….…….. 20
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam memberikan tuntunan kepada manusia dalam hal

pergaulan,bahwa pergaulan itu hendaknya didasarkan atas moral atau budi

pekerti yang luhur,bukan atas dasar kemuliaan status sosial maupun materi

dan sesungguhnya dalam kehidupan ini sangat dibutuhkan adanya pengenalan

antara manusia yang satu dengan yang lain.

Selaras dengan ungkapan sebuah syair:”Aku mengenali kejelekan

bukan untuk kejelekan, namun agar berjaga-jaga darinya siapa yang tak kenal

kebaikan dari kejelekan, ia akan terjerumus ke dalamnya.”

Dengan demikian tidak cukup bagi seseorang dalam beribadah hanya

mengetahui sunnah saja, akan tetapi juga harus mengenali lawannya yakni

bid’ah, seperti dalam hal keimanan tidak cukup mengerti tauhid saja tanpa

mengetahui syirik. Allah subhanahu wa ta’ala telah mengisyaratkan hal ini

dalam firmanNya (yang artinya), “Karena itu barangsiapa yang ingkar

kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah

berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus.” (Al

Baqoroh: 256).
Tak dapat disangkal lagi bila fenomena yang ada menunjukkan tak

sedikit dari kaum muslimin yang begitu hobi melakukan praktek bid’ah dan

khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah dan khurafat itu dikemas

sedemikian rupa agar tampak seolah-olah suatu ibadah yang disyariatkan,

lebih tampil menarik dan mampu memikat perhatian banyak orang. Lebih

dari itu ternyata bid’ah dan khurafat kini gemar dikampanyekan orang-orang

yang bergamis dan berjenggot, tetapi mana gamis dan mana jenggot?! -yang

jelas keduanya tengah didzalimi-. Ironinya model-model yang seperti inilah

yang dijadikan tokoh-tokoh penting bangsa ini, naik daun dan melambung

namanya di hadapan rakyat yang awam akan ilmu agamanya.

Sementara Allah berfirman (yang artinya), “Dan bahwa (yang Kami

perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia, dan

janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu

mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan

Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” (QS Al An’am: 153).

Bidah merupakan pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui

batasan-batasan hukum Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas

bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.Menuduh

Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat

Islam masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi

secara umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah dalam perkara

ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa

hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah tepat
pula penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah atau

agama sebagaimana pandangan orang banyak, namun masih relevan jika

dikaitkan dengan hal-hal baru selama itu berupa urusan keduniawian murni

misal dulu orang berpergian dengan unta sekarang dengan mobil, maka mobil

ini adalah bid’ah namun bid’ah secara bahasa bukan definisi bid’ah secara

istilah syariat dan contoh penggunaan sendok makan, mobil, mikrofon,

pesawat terbang pada masa kini yang dulunya tidak ada inilah yang

hakekatnya bid’ah hasanah.

Al-qur’an dan Al-Hadist sangat kaya dengan berbagai ajaran untuk

pedoman iman dan kehidupan ini. Para penganut ajaran sesat biasanya

memberi tekanan khusus pada satu atau dua ajaran, lalu diinterpretasikan

sedemikian rupa dan ditambah dengan ajaran-ajaran pemimpinnya sehingga

menjadi satu doktrin utama dalam aliran itu.

Terilhami oleh suatu ungkapan “saya mendengar dan melihat saya ingat,

saya berbuat lalu saya mengerti”, maka penulis berasumsi bahwa dengan

kajian tentang “BID’AH” ini menjadikan masyarakat dengan

mendengar,melihat dan berbuat dapat mengerti.

Dan banyak perkataan terlontar, dari orang yang belum paham (atau

mungkin salah paham) tentang bid’ah. Inti perkataannya menunjukkan bahwa

bid’ah itu sesuatu yang boleh dikerjakan. Untuk itulah pada makalah ini

penulis akan membahas berbagai kerancuan yang sering terdengar di

kalangan masyarakat dan melalui makalah ini diharapkan akan dihasilkan

suatu kajian tentang “ BID’AH”.


1.2. Perumusan  Masalah

Berdasarkan latar belakang pemasalahan di atas, maka Penulis dalam

menyusun makalah ini dapat mengambil beberapa permasalahan, yaitu

1. Apa yang di maksud dengan “BID’AH”?

2. Ada berapa macamkah “BID’AH”?

3. Bagaimana cara menghindarkan diri dari perbuatan “BID’AH”?

4. Apa sajakah hukum BID’AH”?

1.3. Tujuan

            Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan Penulis menyusun makalah ini

adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengertian bid’ah

2. Untuk mengetahui macam-macam bid’ah dalam agama Islam

3. Untuk mengetahui cara menghindarkan diri dari bid’ah

4. Untuk mengetahui hukum bid’ah dalam agama islam


BAB  II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian  Bid’ah

2.1.1. Menurut Bahasa

Bid’ah menurut bahasa, diambil dari bida’ yaitu mengadakan sesuatu tanpa

ada contoh. Sebelumnya Allah berfirman.

“Artinya : Allah pencipta langit dan bumi” [Al-Baqarah : 117]

Artinya adalah Allah yang mengadakannya tanpa ada contoh sebelumnya.

Ibtida’(membuat sesuatu yang baru) ada dua makna;

1. Membuat sesuatu yang baru dalam hal adat(urusan keduniaan),seperti

penemuan-penemuan modern,hal semacam ini boleh saja karena hukum

asal dalam adat itu adalah mubah.

2. Membuat sesuatu yang baru dalam agama,dan hal ini haram

hukumnya.karena hukum asal dalam agama adalah tawqif(terbatas pada

apa yang diajarkan oleh syari’at).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Artinya :

Barangsiapa yang mengadakan hal yang baru (berbuat yang baru) di dalam

urusan kami ini yang bukan dari urusan tersebut, maka perbuatannya di

tolak (tidak diterima)”. Dan di dalam riwayat lain disebutkan

Artinya : “Barangsiapa yang berbuat suatu amalan yang bukan

didasarkan urusan kami, maka perbuatannya di tolak”.


Hukum dari bidaah ini adalah haram. Perbuatan dimaksud ialah perbuatan

baru atau penambahan dalam hubungannya dengan peribadatan dalam arti

sempit (ibadah mahdhah), yaitu ibadah yang tertentu syarat dan rukunnya.

      Pemakaian kata tersebut di antaranya ada pada :

ِ ْ‫ت َواَألر‬
Firman Allah ta’ala : ‫ض‬ َ ‫بَ ِدي ُع ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

      ” (Dialah Allah) Pencipta langit dan bumi.” (Q.s.2:117)

Firman Allah ta’ala : ‫نت بِ ْدعا ً ِّم ْن الرُّ س ُِل‬


ُ ‫قُلْ َما ُك‬

    ” Katakanlah (hai Muhammad), “ Aku bukanlah rasul yang pertama di

antara rosul-rosul.” (Q.s:46:9)

Dari makna bahasa diambil oleh para ulama.

ٌ
‫فالن بدعة‬ ‫اِبتدع‬

     Maknanya: Dia telah merintis suatu cara yang belum pernah ada yang

mendahuluinya.

‫ع‬nٌ ‫هذاأمرٌبدي‬

Maknanya: sesuatu yang dianggap baik yang kebaikannya belum pernah ada

yang menyerupai sebelumnya.

1. Jadi membuat cara-cara baru dengan tujuan agar orang lain mengikuti

disebut bid’ah (dalam segi bahasa).

2. Sesuatu perkerjaan yang sebelumnya belum pernah dikerjakan orang

juga disebut bid’ah (dalam segi bahasa).

3. Terlebih lagi suatu perkara yang disandarkan pada urusan ibadah

(agama) tanpa adanya dalil syar’i (Al-Qur’an dan As-Sunnah) dan tidak
ada contohnya (tidak ditemukan perkara tersebut) pada jaman Rosulullah

shallallahu ‘alayhi wa sallam maka inilah makna bid’ah sesungguhnya.

2.1.2. Bid’ah  Menurut  Istilah

Bid’ah menurut istilah (syar’i/terminologi) adalah : sesuatu yang diada-

adakan menyerupai syariat tanpa ada tuntunannya dari Rasulullah yang

diamalkan seakan-akan bagian dari ibadah. Dalam hal ini Rasūlullôh

Shallallahu ’alaihi wa Salam bersabda : ”Barangsiapa yang mengamalkan

suatu amalan yang tiada ada tuntunannya dariku, maka tertolak” (HR

Bukhari Muslim) dan hadits : ”Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan

neraka tempatnya.” Adapun menurut etimologi (bahasa), makna bid’ah

adalah al-ikhtira’, sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contohnya

sebelumnya. Seperti firman Alloh : ”Allôhu Badî’us Samâwât..” (Allôh-

lah yang menciptakan langit, maksudnya mengadakan langit tanpa ada

contoh sebelumnya). Termasuk makna etimologi ini adalah, ucapan

Sahabat ’Umar : ”sebaik-baik bid’ah adalah ini” ketika beliau

memerintahkan untuk sholat tarawih berjama’ah…

Untuk memudahkan pemahaman, berikut ini beberapa poin penting

mengenai bid’ah :

1. Makna bid’ah secara bahasa diartikan mengadakan sesuatu tanpa ada

contoh sebelumnya.

2. Makna bid’ah secara istilah adalah suatu cara baru dalam beragama yang

menyerupai syari’at dimana tujuan dibuatnya adalah untuk berlebih-

lebihan dalam beribadah kepada Allah.


3. Tiga unsur yang selalu ada pada bid’ah adalah; (a) mengada-adakan, (b)

perkara baru tersebut disandarkan pada agama, (c) perkara baru tersebut

bukan bagian dari agama.

4. Setiap bid’ah adalah sesat.

2.2. Macam-macam BID’AH

1. Izzu bin Abdu Assalam dalam bukunya Qawaidu Alahkam fi mashalihi

alanam hal:204, ia menganggap bahwa segala sesuatu yang belum dan

tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW adalah Bid’ah yang

terbagi menjadi lima bagian, Bid’ah Wajiba (Wajib), Bid’ah

Muharramah (Haram), Bid’ah Makruha (Makruh), Bid’ah Mandubah

(Sunnah) dan Bid’ah Mubaha (boleh) dan untuk mengetahuinya maka

bidah tersebut haruslah diukur berdasarkan Syar’i, apabila bid’ah

tersebut termasuk ke dalam sesuatu yang diwajibkan oleh syar’i berarti

bida’ah itu wajib, apabila termasuk perbuatan yang diharamkan berarti

haram dan seterusnya. Defenisi ini kemudian diperkuat oleh Imam

Nawawi dalam Fath Albari karangan Ibnu hajar hal:394, bahwa segala

sesuatu yang belum dan tidak pernah ada pada zaman Nabi adalah

bid’ah namun ada yang terpuji dan ada pula yang tercela.

2. Imam Nawawi dalam kitabnya Alazkar, mengatakan bahwa bid’ah itu

terbagi menjadi:

a. Bid’ah Wajiba
Contoh:mempelajari ilmu Nahwu untuk lebih memahami kalamullah

dan sunnah rasul adalah sesuatu yang wajib dipelajari dan untuk

menjaga syariat maka bid’ah itu adalah wajib

b. Muharramah

Contoh:Mazhab-mazhab yang sesat, seperti Qadariyah, jabariah dan

Khawarij, juga termasuk menciptakan sesuatu yang mendatangkan

mudharat bagi diri dan orang lain.

c. Mandubah

Contoh Bid’ah Mandubah: Pembangunan sekolah, jembatan, shalat

tarawih berjamaah di mesjid dan lain-lain.

d. Mubaha

Contoh Bid’ah mubaha: menambah kelezatan makanan dan minuman

serta memperindah pakaian

Dan beliau pun berbicara mengenai berjabat tangan setelah menunaikan

shalat, dimana berjabat tangan adalah sunnah pada setiap kali bertemu,

namun orang-orang terbiasa dengan berjabat tangan dan menjadikannya

adat hanya pada setiap kali selesai shalat subuh dan ashar saja, padahal

tidak mempunyai dasar dalam syara’, namun tidak apa-apa karena asal

hukum berjabatan tangan adalah sunnah.

3. Dalam kitab Annihayah,Ibnu Atsir berkata: Bid’ah itu terbagi menjadi dua

yaitu Bid’ah hasanah dan dhalalah, jika bertentangan dengan perintah

Allah dan rasulnya maka bid’ah itu termasuk golongan sesat dan tercela

(bid’ah dhalalah) conthnya :


a. Mendekatkan diri kepada Allah swt dengan cara menjadi Rahib.

b. Menyerahkan hukum agama kepada ‘aqal-fikiran manusia, dan

menolak nash-nash yang terang dari Allah dan Rasul-Nya.

c. Menyamakan urusan riba dengan jual beli dengan dalih sama2

mencari keuntungan.

namun jika sesuai dengan nilai-nilai yang telah dianjurkan oleh agama

maka bid’ah itu tergolong kedalam bid’ah yang terpuji, bahkan menurut beliau,

bid’ah hasanah pada dasarnya adalah sunnah. hal serupa pun dikemukakan oleh

Ibnu Mandzur, dan di dalam Alquran Allah berfirman: yangdi artikan bahwa

sesuatu yang baru selama tidak bertentangan dengan agama meskipun tidak ada

dasar hukumnya adalah baik dan terpuji dan mendapat pahala. Contohnya :

a. Membaca shalawat dan salam sehabis adzan dengan nyaring, dan

menjadikannya sebagai lafaz adzan.

b. Membaca adzan dan iqamat dengan suara keras pada saat

menguburkan mayat.

c. Membaca istighfar sehabis sholat berjamaah dengan suara nyaring dan

dibacakan bersama-sama.
2.3. Hal-hal yang harus dilakukan untuk menghindarkan diri dari

perbuatan BID’AH

2.3.1 Menghadapai bid’ah yang menyesatkan ini, kita wajib melakukan

sesutu untuk menghentikannya. Cara efektif dalam menghadapi

bid’ah adalah lewat bentuk-bentuk pengingkaran/penolakan

dengan hikmah (bijak), bashirah (ketajaman mata hati), dialog

yang sehat dan metode-metode lain yang tidak menimbulkan

bid’ah yang lebih besar dari yang hendak dihapuskan.

2.3.2 Metode efektif menghadapi bid’ah adalah metode yan dapat diukur

tingkat pencapaiannya dengan biaya yang paling ringan dan korban

yang paling minimal. Sarana dan cara menghadapi bid’ah  tidak

baku dan kaku, tetapi berkembang sesuai dengan situasi, ruang dan

waktu  bid’ah itu muncul.

2.3.3 Rasulullah saw telah memberikan teladan dalam menghadapi

bid’ah dengan hikmah dan bashirah agar tidak menimbulkan

bid’ah yang lebih besar lagi. Dalam ruang dan waktu yang berbeda

diperlukan sikap yang berbeda. Rasulullah membedakan sikapnya

dalam menghadapi bid’ah di Makkah, di Madinah dan di Makkah

seusai Fathu Makkah. Hal ini bisa kita lihat dari  sikap Nabi

terhadap berhala yang ada di sekitar Ka’bah, antara sebelum hijrah

dan sesudah fathu Makkah. Dan  adakah yang lebih bid’ah

dibandingkan dengan berhala di sekeliling Ka’bah.


2.3.4 Selain itu hanya iman yang bisa mengatasi berbagai Bid’ah dan

semua kemelut dalam kehidupan ini,karena ilmu dan teknologi

yang canggih sekalipun tidak berdaya menghadapi kepentingan-

kepentingan duniawi.Kegelisahan,keraguan,kecurigaan hanya akan

hilang oleh iman.

2.4 Hukum Bid’ah

HUKUM BID’AH DALAM AD-DIEN

Segala bentuk bid’ah dalam Ad-Dien hukumnya adalah haram dan sesat,

sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

ٌ‫ضالَلَة‬
َ ‫ور فَِإ َّن ُك َّل ُمحْ َدثَ ٍة بِ ْد َعةٌ َو ُك َّل بِ ْد َع ٍة‬ ‫َو ُمحْ َدثَا ِ ُأل‬
ِ ‫ت ا ُم‬

“Janganlah kamu sekalian mengada-adakan urusan-urusan yang baru,

karena sesungguhnya mengadakan hal yang baru adalah bid’ah, dan

setiap bid’ah adalah sesat“. [Hadits Riwayat Abdu Daud, dan At-

Tirmidzi ; hadits hasan shahih].

Dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

‫ْس َعلَ ْي ِه َأ ْم ُرنَا فَهُ َو َر ٌّد‬


َ ‫َم ْن َع ِم َل َع َمالً لَي‬

“Barangsiapa mengadakan hal yang baru yang bukan dari kami maka

perbuatannya tertolak“.
Dan dalam riwayat lain disebutkan :

َ ‫َث فِى َأ ْم ِرنَا هَ َذا َما لَي‬


‫ْس ِم ْنهُ فَهُ َو َر ٌّد‬ َ ‫َم ْن َأحْ د‬

“Barangsiapa beramal suatu amalan yang tidak didasari oleh urusan kami

maka amalannya tertolak“.

Maka hadits tersebut menunjukkan bahwa segala yang diada-adakan

dalam Ad-Dien (Islam) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat dan

tertolak.

Artinya bahwa bid’ah di dalam ibadah dan aqidah itu hukumnya haram.

Tetapi pengharaman tersebut tergantung pada bentuk bid’ahnya, ada

diantaranya yang menyebabkan kafir (kekufuran), seperti thawaf

mengelilingi kuburan untuk mendekatkan diri kepada ahli kubur,

mempersembahkan sembelihan dan nadzar-nadzar kepada kuburan-

kuburan itu, berdo’a kepada ahli kubur dan minta pertolongan kepada

mereka, dan seterusnya. Begitu juga bid’ah seperti bid’ahnya perkataan-

perkataan orang-orang yang melampui batas dari golongan Jahmiyah dan

Mu’tazilah. Ada juga bid’ah yang merupakan sarana menuju kesyirikan,

seperti membangun bangunan di atas kubur, shalat berdo’a disisinya. Ada


juga bid’ah yang merupakan fasiq secara aqidah sebagaimana halnya

bid’ah Khawarij, Qadariyah dan Murji’ah dalam perkataan-perkataan

mereka dan keyakinan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan ada juga bid’ah

yang merupakan maksiat seperti bid’ahnya orang yang beribadah yang

keluar dari batas-batas sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

dan shiyam yang dengan berdiri di terik matahari, juga memotong tempat

sperma dengan tujuan menghentikan syahwat jima’ (bersetubuh).

Catatan :

Orang yang membagi bid’ah menjadi bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah

syayyiah (jelek) adalah salah dan menyelesihi sabda Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya setiap bentuk bid’ah

adalah sesat“.

Karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghukumi

semua bentuk bid’ah itu adalah sesat ; dan orang ini (yang membagi

bid’ah) mengatakan tidak setiap bid’ah itu sesat, tapi ada bid’ah yang

baik !

Al-Hafidz Ibnu Rajab mengatakan dalam kitabnya “Syarh Arba’in”

mengenai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Setiap bid’ah

adalah sesat”, merupakan (perkataan yang mencakup keseluruhan) tidak

ada sesuatupun yang keluar dari kalimat tersebut dan itu merupakan dasar
dari dasar Ad-Dien, yang senada dengan sabdanya : “Barangsiapa

mengadakan hal baru yang bukan dari urusan kami, maka perbuatannya

ditolak“. Jadi setiap orang yang mengada-ada sesuatu kemudian

menisbahkannya kepada Ad-Dien, padahal tidak ada dasarnya dalam Ad-

Dien sebagai rujukannya, maka orang itu sesat, dan Islam berlepas diri

darinya ; baik pada masalah-masalah aqidah, perbuatan atau perkataan-

perkataan, baik lahir maupun batin.

Baca Juga  Hubungan Bid'ah Dan Maslahat Mursalah

Dan mereka itu tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakan

bahwa bid’ah itu ada yang baik, kecuali perkataan sahabat Umar

Radhiyallahu ‘anhu pada shalat Tarawih : “Sebaik-baik bid’ah adalah

ini”, juga mereka berkata : “Sesungguhnya telah ada hal-hal baru (pada

Islam ini)”, yang tidak diingkari oleh ulama salaf, seperti mengumpulkan

Al-Qur’an menjadi satu kitab, juga penulisan hadits dan penyusunannya”.

Adapun jawaban terhadap mereka adalah : bahwa sesungguhnya

masalah-masalah ini ada rujukannya dalam syari’at, jadi bukan diada-

adakan. Dan ucapan Umar Radhiyallahu ‘anhu : “Sebaik-baik bid’ah

adalah ini”, maksudnya adalah bid’ah menurut bahasa dan bukan bid’ah

menurut syariat. Apa saja yang ada dalilnya dalam syariat sebagai

rujukannya jika dikatakan “itu bid’ah” maksudnya adalah bid’ah menurut


arti bahasa bukan menurut syari’at, karena bid’ah menurut syariat itu

tidak ada dasarnya dalam syariat sebagai rujukannya.

Dan pengumpulan Al-Qur’an dalam satu kitab, ada rujukannya dalam

syariat karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan

penulisan Al-Qur’an, tapi penulisannya masih terpisah-pisah, maka

dikumpulkan oleh para sahabat Radhiyallahu anhum pada satu mushaf

(menjadi satu mushaf) untuk menjaga keutuhannya.

Juga shalat Tarawih, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah

shalat secara berjama’ah bersama para sahabat beberapa malam, lalu

pada akhirnya tidak bersama mereka (sahabat) khawatir kalau dijadikan

sebagai satu kewajiban dan para sahabat terus sahalat Tarawih secara

berkelompok-kelompok di masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam

masih hidup juga setelah wafat beliau sampai sahabat Umar Radhiyallahu

‘anhu menjadikan mereka satu jama’ah di belakang satu imam.

Sebagaimana mereka dahulu di belakang (shalat) seorang dan hal ini

bukan merupakan bid’ah dalam Ad-Dien.

Begitu juga halnya penulisan hadits itu ada rujukannya dalam syariat.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untuk

menulis sebagian hadits-hadist kepada sebagian sahabat karena ada

permintaan kepada beliau dan yang dikhawatirkan pada penulisan hadits


masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum adalah

ditakutkan tercampur dengan penulisan Al-Qur’an. Ketika Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat, hilanglah kekhawatiran tersebut

; sebab Al-Qur’an sudah sempurna dan telah disesuaikan sebelum wafat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka setelah itu kaum

muslimin mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa

sallam, sebagai usaha untuk menjaga agar supaya tidak hilang ; semoga

Allah Ta’ala memberi balasan yang baik kepada mereka semua, karena

mereka telah menjaga kitab Allah dan Sunnah Nabi mereka Shallallahu

‘alaihi wa sallam agar tidak kehilangan dan tidak rancu akibat ulah

perbuatan orang-orang yang selalu tidak bertanggung jawab.

[Disalin dari buku Al-Wala & Al-Bara Tentang Siapa Yang harus

Dicintai & Harus Dimusuhi oleh Orang Islam, oleh Syaikh Shalih bin

Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, terbitan At-Tibyan Solo, hal 47-55,

penerjemah Endang Saefuddin.]

Referensi : https://almanhaj.or.id/439-pengertian-bidah-macam-macam-

bidah-dan-hukum-hukumnya.html
BAB  III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Bid’ah adalah sebuah pendapat mengada-adakan sesuatu yang belum jelas

kebenarannya menurut syari’at.

2. Bidah terbagi menjadi 2 macam yaitu bid’ahyang hukumnya mubah/di

perbolehkan selagi tidak bertentangan dengan Al-quran dan hadist.

Dan bid’ah yang hukunya haram/tidak di perbolehkan karena merupakan

pelanggaran yang sangat besar dari sisi melampaui batasan-batasan hukum

Allah dalam membuat syariat, karena sangatlah jelas bahwa hal ini

menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat. Menuduh Rasulullah

Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa syariat Islam

masih kurang dan membutuhkan tambahan serta belum sempurna. Jadi

secara umum dapat diketahui bahwa semua bid’ah dalam perkara

ibadah/agama adalah haram atau dilarang sesuai kaedah ushul fiqih bahwa

hukum asal ibadah adalah haram kecuali bila ada perintah dan tidaklah

tepat pula penggunaan istilah bid’ah hasanah jika dikaitkan dengan ibadah

atau agama sebagaimana pandangan orang banyak.

3. Iman yang kuat memiliki fungsi dan hikmah yang besar bagi kehidupan

untuk melenyapkan Bid’ah.


3.2. Saran

1. Setelah disadari bahwa Bid’ah kesalahan yang besar yang menyalahi

hukum-hukum Allah dan tidak diajarkan dalam agama Islam maka

hendaklah masyarakat mampu meramu pendidikan agama Islam yang

sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang diajarkan dalam agama islam.

2. Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih dapat

mencari tahu  tentang bid’ah yang diwajibkan dan diharamkan.

3. Masyarakat hendaknya mampu mengadakan penelitian-penelitian

sederhana yang bertujuan untuk menemukan formula-formula baru

bagi system pembelajaran agam islam yang lebih inovatif untuk

meningkatkan  mutu pendidikan tentang agama islam yang menambah

dan memperkuat iman kita terhadap Allah.


DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, 2010, Jakarta: Amzah.

Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, 2008, Jakarta: Kencana.

Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, 2008, Bandung: Pustaka Setia.

Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqh, 2010, Bandung: Pustaka Setia.

Saeful Hadi, Ushul Fiqih,2009, Yogyakarta: Sabda Media

Isnan Ansory, Bid’ah Apakah Hukum syariah?, rumah fiqh publishing, setiabudi

jakarta Selatan, 10 Oktober 2018

Ramli, Idrus, Membedah Bid’ah dan Tradisi. Khalista, Surabaya 2012

Abdusshomad, Muhyiddin, Fiqih Tradisionalis, Jawaban Pelbagai Persoalan

Keagamaan sehari- hari, Pustaka Bayan. Khalista, Surabaya, 2010

http://sidogiri.net/2014/10/bidah-hasanah-dari-masa-ke-masa/

https://reevy.wordpress.com/2010/09/24/beberapa-contoh-bid%E2%80%99ah-

yang-tercela-menurut-al-hafidz-as-suyuthi-rahimahullah/

http://www.muslimedianews.com/2015/02/contoh-contoh-bidah-hasanah-

menurut.html

https://almanhaj.or.id/439-pengertian-bidah-macam-macam-bidah-dan-hukum-

hukumnya.html

Anda mungkin juga menyukai