Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH FIKIH

“TAQLID, TALFIQ DAN ITTIBA’ ”

Dosen pembimbing : Abd. Rozzaq, S.H.I., M.Pd

Disusun oleh

KELOMPOK 4:
NOFIATUN HASANAH ( 211101070017)
SITI NABILA (212101070018)
AHMAD MAULANA ZAKARIYYA (212101070019)
SITI ROMLAH (212101070025)

PRODI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KH. ACHMAD SIDDIQ JEMBER
2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah SWT tuhan semesta alam yang telah memberikan
hidayah dan rahmatnya, sehingga pembuatan makalah ini dapat diselesaikan oleh Penulis.
Sholawat serta salam tak lupa kita haturkan kepada Nabi Muhammad SAW Sebagai Pemimpin
umat yang telah membawa kita dari zaman yang gelap menuju zaman yang terang.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Abd. Rozzaq, S.H.I., M.Pd selaku Dosen Mata kuliah Fikih. Kami mengucapkan terima kasih
Kepada dosen mata kuliah Fikih yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan.

Memohon maaf apabila ada kekurangan ataupun kesalahan. Kritik dan saran sangat
diharapkan agar tugas ini menjadi lebih baik. Semoga makalah ini berguna dimasa yang akan
datang.

JEMBER, 1 SEPTEMBER 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................

A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................2

A. TAQLID.........................................................................................2
1.Pengertian Taqlid.........................................................................2
2. Hukum Taqlid.............................................................................2

B. TALFIQ...........................................................................................3

1. Pengertian Talfiq........................................................................3
2. Ruang lingkup Talfiq..................................................................3
3. Hukum Talfiq..............................................................................4
C, ITTIBA’...........................................................................................4

BAB III PENUTUP.........................................................................................6 

A. Kesimpulan......................................................................................6 
B. Saran.................................................................................................6 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................7

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

. Ilmu Ushul Fiqh merupakan metode dalam menggali dan menetapkan hukum, ilmu ini
sangat berguna untuk membimbing para mujtahid dalam mengistimbatkan hukum syarI’
secara benar dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Melalui ushul fiqh dapat
ditemukan jalan keluar dalam menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatannya bertentangan
dengan dalil lainnya. Dalam ushul fiqh juga dibahas masalah talfiq, taklid, dan ittiba’,
Ketiganya memiliki arti yang berbeda dan maksudnya pun berbeda. Makalah ini mencoba
menguraikan masalah yang berkenaan dengan Ijtihad, Mujtahid, Taqlid, Fatwa, dan ittiba’
yang ramai dan tetap hangat untuk didiskusikan, dan pembahasan ini sangat kita butuhkan,
terutama juga masyarakat kita di Indonesia, oleh karena itu kita dituntut agar mengetahui,
meneliti dan mendalami ilmu usul fiqh terutama untuk materi ini, sehingga kita tidak
canggung ketika dihadapkan permasalahan atau pertanyaan tentang masalah ini. Makalah ini
hanyalah sebagai pengantar, agar nantinya kita bisa lebih mendalami dengan mengkaji
khazanah-khazanah keilmuan yang ada di negeri ini

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan materi yang akan dibahas dapat dirumuskan beberapa masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Taqlid?
2. Apa arti dari Talfiq?
3. Apa yang dimaksud dengan Ittiba’?

1.3 TUJUAN
1. Dapat memahami dan mempelajari tentang Taqlid
2. Mengetahui Arti dari Talfiq
3. Untuk Memahami dan mengetahui Ittiba’

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. TAQLID
1. Pengertian Taqlid
Taqlid sendiri berasal dari bahasa arab, menurut bahasa Taqlid ialah bentuk
masdar dari kata qallada-yuqalidu-Taqlidan yang artinya meniru atau mengikuti ataupun
mengulangi. Sedangkan menurut istilah, Taqlid adalah suatu ungkapan yang
mencerminkan sikap seseorang yang meniru atau mengikuti pendapat atau perbuatan-
perbuatan orang lain tanpa mengetahui sumber hukum atau dalil-dalilnya serta apakah
dalil tersebut kuat atau tidak.

2. Hukum Taqlid
Pada mulanya, menurut hukum Islam Taqlid itu ialah suatu hal yang tercela dan
dilarang karena hanya mengikuti atau meniru perbuatan seseorang, karena hal itu akan
membuat orang yang mempraktikkan Taqlid menjadi orang yang terlalu bersemangat
untuk mempraktikkannya.
Menurut para ulama ada tiga hukum untuk menghukumi Taqlid, Yaitu:
a. Taqlid yang diharamkan
1. Taqlid hanya mengikuti adat atau pedapat nenek moyang terdahulu yang
bertentangan dengan al-qur’an dan hadist. Larangan ini terdapat pada surat al-azhab
ayat 64-67.
2. Taqlid kepada seseorang yang tidak tahu apakah perkataannya itu pantas untuk
diikuti. Tindakan seperti ini tidak dibenarkan seperti pada surat al-baqarah ayat 165-
166.
3. Mengikuti perkataan atau pendapat seorang yang pendapatnya itu sudah dipastikan
salah. Dalam konteks ini Allah berfirman dalam surat at-Taubah ayat 31.

Contoh Taqlid yang diharamkan : ikut serta dalam ritual yang diturunkan dari leluhur
yang bertentangan dengan syariat islam.

2
b. Taqlid yang diwajibkan
Ialah Taqlid kepada seseorang yang perkataannya dijadikan sebagai dasar hujjah,
yaitu perkataan dan perbuatan Rasulullah Saw.
Contoh : bertanya kepada ulama jika ada hal yang tidak diketahui.

c. Taqlid yang dibolehkan


Ialah Taqlid yang diberlakukan kepada mujtahid yang tidak sampai batas sebagai
mujtahid mutlak, mereka mempunyai syarat sendiri untu berijtihad.
Contoh : Taqlid kepada beberapa mujtahid lainnya karena tidak ditemukannya dalil
yang kuat untuk memecahkan masalah.

B. TALFIQ
1. Pengertian Talfiq
Talfiq secara bahasa adalah menyatukan antara yang satu dengan yang lainnya.
Sedangkan secara istilah dapat diartikan dengan merangkap dua pendapat atau lebih
dalam sebuah permasalahan, sehingga munculnya pendapat ketiga yang antara kedua
pendapat tersebut sama-sama tidak mengakui kebenarannya.

Di dalam pengertian talfiq para ahli ushul fiqh memberikan beberapa pengertian
yakni Menetapkan suatu perkara yang tidak dikatakan oleh seorang mujtahid.
Maksudnya melakukan suatu perbuatan dan mengambil satu masalah dengan dua
pendapat dari mujtahid yang berbeda, hingga membentuk pendapat baru yang tidak
ditetapkan oleh ke dua mujtahid tersebut. Bisa dikatakan talfiq jika seseorang itu meniru
dan melakukannya di dalam sebuah permaslahan dengan menggunakan dua pendapat
secara bersamaan, yang mana akan memunculkan sebuah pendapat baru. Dalam
permasalahan talfiq, para mujtahid menganjurkan bagi kita agar dapat menghindari talfiq
tetapi menjalankan ittiba’.

2. Ruang Lingkup Talfiq


Ruang lingkup talfiq yaitu hanya terbatas pada suatu permasalahan ijtihad yang
bersifat meragukan. Sesuatu yang sudah jelas dalam al-qur’an dan diketahui agama atau
diterima keharamannya maka tidak termasuk dalam ruang lingkup talfiq. Seperti halnya

3
keharaman meminum khamer, bahwansannya sudah di jelaskan dalam al-qur’an yaitu
diharamkan meminum khamer, maka dalam hal tersebut tidak ada ruang talfiq yang akan
memunculkan pendapat baru bahwasannya khamer itu halal.

3. Hukum Talfiq (menurut pembebanan hukum syari’at )


Menurut pembebanan hukum syari’at itu dibagi menjadi 3 cabang yaitu:
1. Bertujuan untuk kebikan dan ketentraman seorang hamba
2. Atas dasar orang yang menjaga diri dari ma’siat dan kehati-hatiannya
3. Berdiri atas dasar toleransi dan demi kemudahan perbedaan keadaan mukallaf

C. ITTIBA’

Dari segi bahasa, ittiba’ berasal dari bahasa arab fiil yakni kerja ittaba’a-
yattabi’u-ittiba’an yang memiliki makna “ menurut” atau “ mengikuti”. dan jika kita
definisikan yakni menerima perktaan orang lain, dan kamu mengetahui alasan
perkataannya sebab ada dalil yang sangat kuat. Dan jika dari segi istilah kalangan
ushuliyyin mengemukakan bahwa ittiba’adalah sikap mengikuti atau menerima semua
yang diperintahkan, dilarang atau dibenarkan rasulullah. Sedangkan orang yang diikuti
disebut muttabi’.

Secara umum ittiba’ terbagi menjadi 2 bagian yakni :

1. Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya, yang mana ittiba’ jenis pertama ini merupakan
pekerjaan wajib bagi setiap mukallaf. Yang mana tercantum dalam firman Allah dalam
surat Al-A’raf ayat 3. Dalam ayat tersebut terdapat perintah bahwasanya kita
diperintahkan untuk mengikuti perintah-Nya. Kita telah mengikuti bahwa tiap-tiap
oerintah adalah wajib, dan tidak dapat dalil perubahan.

2. Ittiba’ terhadap selain Allah, yakni mengikuti para ulama’ dan mujahid. Dengan adanya
ittiba’ ini menyebabkan munculnya beberapa pendapat secara beragam. Imam Ahmad
bin hambal brpendapat bahwasanya ittiba’ hanya boleh kepada Rasul. Sedangkan
pendapat yang lain mengemukakan bahwa boleh ittiba’ kepada ulama’ yang
dikategorikan sebagai warosatul anbiya’.

4
Pendapat yang memperbolehkan ini memperkuat argumentasi dengan
menjadikannya ayat 43 surat an-Nahl sebagai dasarya dalam ayat ini, Allah berfirman
yang mana Artinya “ maka bertanyalah kepada orang-orang yang punya ilmu
pengetahuan jika kamu tidak mengetahuinya”.

Sebagian ulama’ menilai, bahwa maksud dari kata ahl dzikri dalam ayat itu adalah
orang-orang yang ahli Al-Qur’an dan Hadist, serta bukan pengetahuan berdasakan
pengalaman semata. Dikhawatirkan orang yang membangun pengetahuan atas dasar
pengalaman banyak melakukan penyimpangan ketika melakukan penafsiran terhadap al-
Qur’an dan hadist rasul. Karena kita tidak boleh mengikuti orang-orang seperti ini.

Berbeda dengan mujtahid seorang muttabi’ tidak memenuhi syarat-syatar tertentu


untuk berittiba’. Bila seseorang tidak sanggup untuk menyelesaikan suatu permasalahan
keagamaan secara mandiri, maka ia wajib bertanya kepada seorang mujtahid dan juga
kepada orang-orang yang benar-benar mengetahui islam agar tidak terjadi
penyimpangan sekaligus bisa mengamalkan ajaran islam dengan penuh keyakinan.

5
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Taqlid adalah suatu ungkapan yang mencerminkan sikap seseorang yang meniru
atau mengikuti pendapat atau perbuatan-perbuatan orang lain tanpa mengetahui sumber
hukum atau dalil-dalilnya serta apakah dalil tersebut kuat atau tidak. Menurut Ulama ada
3 Hukum untuk menghukumi Taqlid diantaranya yaitu, Taqlid yang diharamkan, Taqlid
yang diwajibkan, Taqlid yang dibolehkan.

Kemudian Talfiq merupakan penetapan suatu perkara yang tidak dikatakan oleh
seorang mujtahid. Menurut Hukum Talfiq itu dibagi menjadi 3 cabang yaitu, Bertujuan
untuk kebikan dan ketentraman seorang hamba, Atas dasar orang yang menjaga diri dari
ma’siat dan kehati-hatiannya yang terakhir Berdiri atas dasar toleransi dan demi
kemudahan perbedaan keadaan mukallaf.

Ittiba’adalah sikap mengikuti atau menerima semua yang diperintahkan, dilarang


atau dibenarkan rasulullah. Sedangkan orang yang diikuti disebut muttabi’. Untuk Ittiba’
sendiri secara umum dibagi menjadi 2 bagian yaitu, Ittiba’ kepada Allah dan Rasul-Nya
Dan Ittiba’ terhadap selain Allah, yakni mengikuti para ulama’ dan mujahid

B. SARAN
Untuk Menambah Wawasan Bagi Para Pembaca Tentang memahami Taqlid,
Talfiq dan Ittiba’Para penulis memberikan saran untuk membaca sekaligus memahaminya
agar ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat dan berguna bagi masyarakat dan negara.

6
DAFTAR PUSTAKA

Mujtaba, S. (2010). Ilmu Fiqih (Sebuah Pengantar). Mangli Jember: STAIN Jember Press.
Qahirah: Madinah Nashr, 2005) Zaqzuq,
Mahmud Hamdi, Mausu‟ah At-Tasyri‟ Al-Islami, (al-Qahirah: At-Tijariyah, 2006)
Duski Ibrahim, ushul al-fiqh (2019)
Zuhaily, Wahbah, Al-Fiqhu Al-Islami Wa Adillatuhu, (Damaskus: Dar El-Fikr, 2008)
Asmaret, D. (2018). Ontologi Hukum Islam. Jurnal Al-Himayah, Volume 2 No. 1, 59-76.

Anda mungkin juga menyukai