Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.
Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah kepada Allah di
Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasuk orang-orang yang sesat.
Abu Umaamah At Taimiy bertanya kepada Ibnu Umar,
=ال قُ ْلنَ=ا بَلَىَ َوس= ُك ْم قَ ار َوتَحْ لِقُونَ ُر ُء َ ت َوتَْأتُونَ ْال ُم َعرَّفَ َوتَرْ ُمونَ ْال ِج َم ِ ْس تَطُوفُونَ بِ ْالبَ ْي
َ ِإنَّا نُ ْك ِري فَهَلْ لَنَا ِم ْن َح ٍّج قَا َل َألَي
صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَ َسَألَهُ َع ِن الَّ ِذي َسَأ ْلتَنِي فَلَ ْم يُ ِج ْبهُ َحتَّى نَ َز َل َعلَ ْي ِه ِجب ِْري ُل َعلَ ْي ِه
َ فَقَا َل ابْنُ ُع َم َر َجا َء َر ُج ٌل ِإلَى النَّبِ ِّي
* ال َأ ْنتُ ْم ُحجَّا ٌج َ َصلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَق َ ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح َأ ْن تَ ْبتَ ُغوا فَضْ اًل ِم ْن َربِّ ُك ْم ) فَ َدعَاهُ النَّبِ ُّي
َ ال َّساَل م بِهَ ِذ ِه اآْل يَ ِة ( لَي
.)(احمد
“Sesungguhnya kami ini orang yang suka melakukan sewa-menyewa, apakah kami akan
mendapatkan (pahala) hajji?” Ibnu Umar menjawab, “Bukankah kamu thawaf di
baitullah, mendatangi Mu’arraf, kamu melempar jamrah dan mencukur kepala?” Ia
menjawab, “Ya”, Ibnu Umar pun berkata, “Pernah datang seseorang kepada Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam menanyakan tentang yang kamu tanyakan, Beliau pun
tidak menjawab sampai Jibiril turun dengan membawa ayat ini “Laisa ‘alakum
junaahun…dst." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun memanggil orang itu dan
berkata,”Kalian adalah hujjaj (orang-orang yang berhajji)." (HR. Pentahqiq Musnad
Ahmad berkata, "Isnadnya shahih.")
Namun apabila yang lebih berat niatnya adalah yang bukan ibadah, maka ia tidak
memperoleh ganjaran di akhirat, tetapi balasannya hanya diperoleh di dunia, bahkan
dikhawatirkan akan menyeretnya kepada dosa. Sebab ia menjadikan ibadah yang
mestinya karena Allah, namun malah dijadikan sarana untuk mendapatkan dunia yang
rendah nilainya. Abu Hurairah meriwayatkan, bahwa ada seorang yang berkata:
ص=لَّى اللَّهم َعلَ ْي= ِه َ ِ =ال َر ُس=و ُل هَّللا َ َض ال= ُّد ْنيَا فَق ً يَا َرسُو َل هَّللا ِ َر ُج ٌل ي ُِري ُد ْال ِجهَا َد فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َوهُ َو يَ ْبتَ ِغي َع َر
ِ ض=ا ِم ْن َع= َر
ول َ = =ال يَ==ا َر ُس َ َّصلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَلَ َعل
َ =َك لَ ْم تُفَهِّ ْمهُ فَق َ َِو َسلَّ َم اَل َأجْ َر لَهُ فََأ ْعظَ َم َذل
َ ِ ك النَّاسُ َوقَالُوا لِل َّر ُج ِل ُع ْد لِ َرسُو ِل هَّللا
ِ ول هَّللا ِ ض ال ُّد ْنيَا فَقَا َل اَل َأجْ َر لَ=هُ فَقَ=الُوا لِل َّرج
ِ =ُ=ل عُ= ْد لِ َر ُس ِ هَّللا ِ َر ُج ٌل ي ُِري ُد ْال ِجهَا َد فِي َسبِي ِل هَّللا ِ َوهُ َو يَ ْبتَ ِغي ع ََرضًا ِم ْن َع َر
صلَّى اللَّهم َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَقَا َل لَهُ الثَّالِثَةَ فَقَا َل لَهُ اَل َأجْ= َر لَ=هُ * (اب==وداود وحس==نه األلب==اني في ص==حيح س==نن ابي داود رقم َ
)2196
“Wahai Rasulullah, ada seseorang yang ingin berjihad di jalan Allah dan ingin
mendapatkan harta dunia?” Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dia
tidak mendapatkan pahala”, orang-orang pun merasakan keberatan, dan berkata,
“Kembalilah kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mungkin saja, kamu belum
memberikan penjelasan yang rinci.” Maka orang itu berkata, “Wahai Rasulullah, ada
seseorang yang ingin berjihad di jalan Allah dan ingin mendapatkan harta dunia?”
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Dia tidak mendapatkan pahala”,
sampai-sampai si penanyapun bertanya lagi hingga ketiga kalinya, namun Beliau tetap
bersabda, “Dia tidak mendapatkan pahala.” (HR. Abu Dawud dan dihasankan oleh
Syaikh Al Albani)
Apabila ada yang bertanya, “Bagaimana cara untuk mengetahui apakah lebih banyak
tujuan untuk beribadah ataukah selain ibadah ?” Jawab, “Caranya ialah, apabila ia
tidak menaruh perhatian kecuali kepada ibadah saja, berhasil ia kerjakan atau tidak.
Maka hal ini menunjukkan niatnya lebih besar tertuju kepada ibadah, dan apabila
sebaliknya maka ia tidak mendapatkan pahala.”
20. Tidak boleh seseorang meninggalkan suatu amal karena takut riya’, Fudhail bin ‘Iyaadh
mengatakan, “Meninggalakan suatu amal karena manusia adalah riya’, beramal
karena manusia adalah syirk, sedangkan ikhlas semoga Allah menjagamu dari
keduanya.”
Imam Nawawiy berkata tentang maksud perkataan Fudhail bin ‘Iyadh tersebut,
“Barang siapa yang hendak mengerjakan amal saleh lalu ia meninggalkannya karena
takut riya’ kepada manusia maka sesungguhnya ia telah berbuat riya’ karena
meninggalkanya itu. Hal itu, karena meninggalkan suatu perbuatan karena manusia
dan segala sesuatu (yang dilkakukan) karena manusia adalah riya’, sebagaimana
beramal karena manusia adalah riya’ atau syirk, begitu pula meninggalkan (suatu
amalan) karena manusia adalah riya’ juga.”
21. Keutamaan hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya. Hijrah artinya berpindah dari negeri
kufur (negeri yang tampak semarak syi’ar-syi’ar kekufuran dan tidak bisa ditegakkan
syi’ar-syi’ar Islam, seperti azan, shalat berjamaah, shalat Jum’at, dan shalat ‘Ied) ke
negeri Islam, hukumnya ada dua:
a. Wajib, yaitu apabila seseorang tidak bisa menegakkan/menjalankan agamanya.
b. Sunat, yaitu apabila seseorang bisa menegakkan agamanya.
Hijrah itu berarti meninggalkan. Secara istilah, hijrah adalah berpindah dari negeri kafir
ke negeri Islam. Hijrah itu hukumnya wajib bagi muslim ketika ia tidak mampu
menampakkan lagi syiar agamanya di negeri kafir. Hijrah juga bisa berarti berpindah
dari maksiat kepada ketaatan.
Hijrah tetap berlaku sampai hari Kiamat. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam
bersabda,
ْ الَ تَ ْنقَ ِط ُع ْال ِهجْ َرةُ َحتَّى تَ ْنقَ ِط َع التَّوْ بَةُ َو الَ تَ ْنقَ ِط ُع التَّوْ بَةُ َحتَّى ت
َطلُ َع ال َّش ْمسُ ِم ْن َم ْغ ِربِهَا
“Hijrah tidaklah terputus sampai tobat terputus, dan tobat tidaklah terputus sampai
matahari terbit dari barat.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dan dishahihkan oleh Syaikh
Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 7469)
Telah terjadi beberapa macam hijrah dalam Islam, yaitu:
a. Berpindah dari negeri syirk ke negeri Islam, sebagaimana hijrah dari Mekah ke
Madinah.
b. Berpindah dari negeri yang berbahaya ke negeri yang aman, sebagaimana hijrah ke
Habasyah.
c. Meninggalkan apa yang dilarang Allah, sebagaimana dalam sabda Rasullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ُْال ُم ْسلِ ُم َم ْن َسلِ َم ْال ُم ْسلِ ُمونَ ِم ْن لِ َسانِ ِه َويَ ِد ِه َو ْال ُمهَا ِج ُر َم ْن هَ َج َر َما نَهَى هَّللا ُ َع ْنه
“Orang muslim (yang paling utama) adalah seseorang yang kaum muslim lainnya
selamat dari gangguan lidah dan tangannya, dan orang yang berhijrah adalah orang
yang meninggalkan apa yang dilarang Allah.” (HR. Bukhari)
Referensi:
1. Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah. Cetakan Tahun 1420 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-
Sa’di. Penerbit Dar Al-Haramain.
2. At-Ta’liqat ‘ala ‘Umdah Al-Ahkam. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh
‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Dar ‘Alam Al-Fawaid.
3. Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Ibnu Rajab Al-Hambali.
Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
4. Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, Tahun 1432 H. Syaikhul Islam Ahmad bin
Taimiyah Al-Harrani. Penerbit Dar Al-Wafa’.
5. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah fi Al-Ahadits Ash-Shahihah An-Nabawiyyah. Cetakan
kedua, Tahun 1423 H. Al-Imam Ibnu Daqiq Al-‘Ied. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
6. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsuraya.
7. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh Shalih bin
‘Abdul ‘Aziz bin Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh. Penerbit Dar Al-‘Ashimah.