Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim( SEKILAS PROFIL RAWI
A. AMIR AL-MUKMININ UMAR IBN AL-KHATTHAB
Profil beliau sangat masyhur bahwa beliau adalah
sahabat Baginda saw dan beliau adalah khalifah kedua dari khulafarasyidin. Beliaulah orang yang pertama meriwayatkan hadis ini langsung dari Baginda saw. B. IMAM AL-BUKHARI Nama asli beliau ra adalah; al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Bardizbah al-Ju’fiy al-Bukhari. Beliau ra dilahirkan setelah shalat Jumat tanggal 13 bulan Syawal pada tahun 194 H. pada masa kerajaan Bani Abasyiah, dimana saat itu puncak kejayaan masa-masa kekhalifahan Islam.
Ayahnya wafat saat beliau ra masih kecil, kemudian tumbuh besar di
bawah asuhan sang ibu.
Beliau belajar menulis di negeri Bukhara. Saat usianya sepuluh
tahun beliau bersama sang ibu melaksanakan ibadah haji, lalu beliau ra menetap di Makkah untuk mencari dan belajar ilmu. Dalam soal ilmu, beliau saat itu lebih gandrung terhadap Hadis. Dan beliau sangat terdepan rangkingnya dalam soal hafalan dan kemantapan hadisnya.
Beliau ra sangat zuhud dan warak dalam menjalani hidupnya. Beliau
— berpulang ke rahmatullah pada hari jumat selesai shalat Isya di hari raya I’ed al-Fitri pada tahun 256 H. C. IMAM MUSLIM Beliau ra bernama; Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim al-Qusyairi Abu al-Hasan al-Naisabury. Lahir pada tahun 204. H.
Beliau adalah salah satu murid imam bukhari
Beliau juga mengambil hadis dari; Qutaibah, al-Qonaby, Imam Ahmad bin Hambal, Ismail bin Abi Uwais, Abu Bakar dan Usman Ibn Abi Syaibah dan banyak lagi.
Beliau juga banyak memiliki murid yang menjadi pembesar ulama
Islam. Di antaranya adalah; Abu Isa at-Tirmidzi, Abu Awanah Yakub bin Ishak al-Isfirayany, Abu Amr Ahmad bin al-Mubarak al- Mustamaly, Abu Hamid Ahmad bin Hamdun al-Amasy, dan lainnya.
Imam wafat di daerah Naisabur pada tahun 261 H. Pada hari
minggu petang. Dan dikebumikan pada hari senin pada tanggal 25 bulan Rajab dalam usia 55 tahun. ASBABUL WURUD Al-Imam at-Thabrâny ra meriwayatkan dalam kitab “Mu’jam Kabir” dengan sanad atau sandaran rawi hadis yang “Tsiqqôh”, dari sahabat Ibn Mas’ud ra. Berkata;
di kalangan kami terdapat seorang lelaki yang berniat
menyunting seorang wanita yang bernama; Ummu Qais. Lalu wanita itu menolak untuk dipersuntingnya kecuali hingga datang saat Hijrah ke Madinah. Maka, hijrahlah lelaki itu, dan kemudian berhasil mempersuntingnya sesuai permintaan wanita yang bernama Ummu Qais itu. Lalu kami menjulukinya dengan; “Muhajir Ummu Qais”. KEDUDUKAN NIAT DALAM ISLAM
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hadits ini
sepertiga Islam. Mengapa demikian?
Menurut Imam Baihaqi, karena tindakan seorang hamba
itu terjadi dengan hati, lisan dan anggota badannya, dan niat yang tempatnya di hati adalah salah satu dari tiga hal tersebut dan yang paling utama. PENGERTIAN NIAT النية في اللغة تعني القصد واإلرادة والعزم Niat secara bahasa berarti bermaksud, berkeingingan dan tekad
النية في االصطالح قصد الشيىء مقترنا بالفعل
Niat secara istilah adalah menyengaja untuk melakukan suatu amal perbuatan TEMPAT NIAT Semua ulama bersepakat bahwa tempat niat adalah hati. Niat dengan hanya melafalkannya di lisan saja belum dianggap cukup. Melafalkan niat bukanlah suatu syarat, namun ia disunnahkan oleh ulama madzhab Syafi’i dengan maksud untuk membantu hati dalam menghadirkan niat. Dengan kata lain, supaya ucapan lisan dapat membantu ingatnya hati. Bagi madzhab Maliki, yang terbaik adalah meninggalkan melafalkan niat, karena tidak ada dalil yang bersumber dari Rasulullah saw. dan sahabatnya bahwa mereka melafalkan niat. Begitu juga, tidak ada infor-masi yang mengatakan bahwa imam madzhab empat berpendapat demikian. WAKTU NIAT
. ووقتها في اول العبادة اال الصيام و بعض النوافل
Secara umum waktu niat adalah di awai melakukan
ibadah, kecuali puasa dan beberapa amalan sunnah FUNGSI NIAT
1) Pembeda antara ibadah yang satu dengan yang
lainnya. Misalnya antara shalat fardhu dengan shalat sunat, shalat Zhuhur dengan shalat Ashar, puasa wajib dengan puasa sunnah, dst.
2) Pembeda antara kebiasaan dengan ibadah. Misalnya
mandi karena hendak mendinginkan badan dengan mandi karena janabat, menahan diri dari makan untuk kesembuhan dengan menahan diri karena puasa. HUKUM FIQIH TERKAIT NIAT
Ibnu Hajar Al ‘Asqalaaniy berkata:
“Para fuqaha (ahli fiqh) berselisih apakah niat itu rukun (masuk ke dalam suatu perbuatan) ataukah hanya syarat (di luar suatu perbuatan)?
Yang kuat adalah bahwa niat adalah rukun dalam
suatuibadah. IBADAH YANG TIDAK DI SYARATKAN NIAT
, عدم اشتراط الني ة ف ي عبادة ال تكون عادة أو ال تلتب س بغيره ا
Tidak disyaratkan niat pada ibadah yang tidak mempunyai
persamaan dengan kebiasaan seperti beriman kepada Allah, membaca alquran, berzikir karena ibadah tersebut mempunyai bentuk tersendiri yang tidak sama dengan kebiasaan. PELAJARAN DARI HADIS
Suatu amalan tidak diakui oleh syara’ kecuali apabila disertai
dengan niat.
Suatu amalan harus diniati secara tepat dan menjelaskan
perbedaannya dengan amalan-amalan yang lain. Oleh sebab itu tidaklah cukup niat melakukan shalat secara umum, melainkan harus ada penentuan shalat Zhuhur, Ashar, atau Shubuh misalnya. Ini adalah kesepakatan semua ulama.
Barangsiapa berniat melakukan amal saleh, kemudian ada
sesuatu yang menghalanginya untuk merealisasikan niatnya itu seperti sakit atau mati, maka dia tetap mendapatkan pahala. ب لَ ُهِول اللَّ ِه صلَّى اللَّه علَي ِه وسلَّم ِإ َذا م ِرض الْعب ُد َأو سا َفر ُكت َ ُ قال َر ُس َ َ َ ْ َْ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ يحا ِ ِمثْل ما َكا َن يعمل م ِقيما ص ح ً َ ً ُ ُ َ َْ َُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Apabila
seorang hamba sakit atau bepergian (safar), dicatat (amalannya) seperti apa yang dikerjakannya ketika dia bermukim dan sehat.’” (HR Bukhari) Barangsiapa berniat melakukan kejelekan namun dia tidak jadi melakukannya, maka dosa tersebut tidak dicatat.
Rasulullah SAW Bersabda :
إن هللا تجاوز عن أمتي ما حدثت به أنفسها ما لم تعمل أو تتكلم
"Sesungguhnya Allah SWT mengampuni umatku dari apa saja
yang terbetik dalam hatinya, selagi belum terucap atau belum terlaksana." Keikhlasan dalam beribadah dan dalam melakukan amalan- amalan syara’ adalah asas untuk mendapatkan pahala di akhirat, kebahagiaan dan kesejahteraan di dunia.
Semua amal yang bermanfaat, atau pekerjaan yang mubah,
atau meninggalkan sesuatu yang dilarang apabila disertai dengan niat yang baik dan dimaksudkan untuk melaksanakan perintah Allah, maka hal tersebut dianggap ibadah dan akan mendapatkan pahala dari Allah.
Apabila tujuan ketika mengerjakan sesuatu adalah untuk
disenangi orang, supaya terkenal atau untuk mendapatkan kemanfaatan duniawi sebagaimana yang dilakukan oleh Muhajir Ummi Qais, maka orang yang melakukannya tidak akan mendapat pahala di akhirat.