Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

As-Sunnah secara etimologi adalah jalan yang ditempuh, sedangkan


secara terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
shalallahu alahi wasalam, baik berupa perbuatan, perkataan atau pernyataan
di dalam masalah-masalah yang berhubungan dengan hukum syariat. 1 Ḥadiṡ
menurut bahasa adalah baru (lawan dari lama), sedangkan menurut istilah
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shalallahu alahi
wasalam, baik berupa ucapan, perbuatan atau penetapan. 2

Ḥadiṡ Nabi merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, setelah Al-
Qur’an. Hal ini dikarenakan ḥadiṡ merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam
praktik atau penerapan ajaran Islam secara faktual dan ideal. Mengingat
bahwa pribadi Nabi merupakan perwujudan dari Al-Qur’an yang ditafsirkan
untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan
seharihari. 3 Dilihat dari periwayatannya, ḥadiṡ berbeda dengan Al-Qur’an.
Al-
Qur’an semuanya diriwayatkan secara muttawātir, sehingga tidak diragukan
lagi kebenaran atau keṣaḥīhannya. Adapun ḥadiṡ Nabi, sebagiannya
diriwayatkan secara muttawātir dan sebagian lainnya secara ahād. Dengan
demikian, jika dilihat dari periwayatannya ḥadiṡ muttawātir tidak perlu
diteliti lagi karena tidak diragukan kebenarannya, adapun ḥadiṡ ahad,
masih

1
M Nāṣiruddīn Al Albānī, Ḥadiṡ Sebagai Landasan Akidah Dan Hukum, (Jakarta : Pustaka
Azzam, 2002), hlm. 19-20
2
M. Fadlil Said An Nadwi, Qowā’idul Asāsīyah Fi ‘Ilmi Musṭālaḥil Ḥadiṡ, (Surabaya : Al-
Hidayah, 2007), hlm. 12
3
Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami ḥadiṡ Nabi SAW, (Bandung : Karisma, 1993), hlm.
17
2

memerlukan penelitian. Dengan penelitian itu, akan diketahui, apakah ḥadiṡ


yang bersangkutan dapat diterima periwayatannya ataukah tidak.

Sebagai sumber hukum Islam, ḥadiṡ juga banyak memuat berbagai


aspek kehidupan manusia, di antaranya adalah hukum tentang keluarga. Di
antara masalah yang timbul dalam kehidupan keluarga adalah masalah
pernikahan, kelahiran, serta kematian. Di antara aturan yang telah ditetapkan
oleh Nabi dalam ḥadiṡnya adalah sunnah dalam menyambut buah hati yang
baru dilahirkan, seperti mentaḥnik, mencukur rambut, mengaqiqahi, dan
sunnah-sunnah yang lainnya.

Kita mengetahui bahwa tidaklah Allah ta’ala menciptakan makhluk

melainkan untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-


Nya: ‫ََو َخل‬
‫ما ق ُت‬

‫ا ْل ْ َّن واِ ل ْ نْ س إ َّل ْ ْعب ُدوِ ن‬


َ َ ْْ َ ْ
‫ َيل‬¹ْ
Artinya : “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia, kecuali untuk beribadah
kepada-Ku” (QS Adz-Dzariyaat : 56)

Salah satu bentuk cinta kepada Allah yaitu dengan mentaati


perintahperintahNya, sedangkan mencintai Rasulullah yaitu dengan
mengikuti sunnah-sunnah beliau dan tidak melakukan segala sesuatu yang
tidak ada dasarnya. 4
Sehingga mengikuti sunnah Rasulullah termasuk
ibadah
kepada Allah, dan salah satunya yaitu dengan menikah. Nabi shalallahu alaihi
ِ ‫ف ْيل ت‬
wasalam bersabda :
َ َ ‫إذَا َت َزو َ َك َّم َ ِدي‬
‫ف‬ ، ‫ج ال َ ْعب ُد ف ل ن ْص ف ِن‬
‫ِق ا ََلل‬ َ َ
‫ال‬ ‫َْق د‬
‫ْص ِف‬ ‫الباقي‬
3

‫الن‬ Artinya : “Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh

4
Muḥammad bin Jamil Zainu, Sudah Benarkah Aqidahmu Wahai Saudaraku, (Sukoharjo :
Maktabah Al-Ghuroba’, 2013), hlm. 83
4

agamanya. Karenanya bertakwalah kepada Allah pada separuh yang


Baihaqi) (HR ‫أرب ٌع ِم ْن ُسن ِن املر َسل َني ا َل ْْ ْْايُء َوال َّت َعط ُر‬
”.lainnya
ُ
‫َ وال ِ َس وا ُك‬
‫َوال ن َكا ُح‬
Artinya : “Empat perkara yang termasuk sunnah para Rasul, yaitu sifat malu,
memakai wewangian, bersiwak dan menikah.” (HR Turmudī dan
Aḥmad)

Dan Allah ta’ala telah berfirman :

‫َل َْْ م ْأ َزوا ًجا‬


‫َو َل ق ْد أر َ لْس ن ا ر ُساًل ِمن َ َك و‬
‫َوذ ريًة‬ ‫ق َج َ لْع نا‬
‫ْبل‬
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu
dan Kami memberikan mereka isteri-isteri dan keturunan.” (QS Ar
Ra’du : 38)

Dengan demikian, ada dimensi ibadah dalam sebuah pernikahan,


sehingga hubungan suami isteri dalam pernikahan harus dijaga agar
terwujudnya rumah tangga yang islami. Sebagaimana firman Allah ta’ala :

‫َها و َج َع َل ب‬
‫ْي ن ُكم‬ ْ ‫َوِم َي َْتِ ه َخل َق ل ُكم ِم ْن أن ُ ف ِس ُك ْم ْأ َزواجًا‬
‫ي‬ ‫ل ت ْس ُكنوا إ‬ ‫ْن آ أ ْن‬
‫ل‬
‫ٍت ل َت َف َّكرو َن‬ َْ ‫َّ َم وَّدةً ََو ْر ح ْْةً إ َّن ِف ذل َك َل َْ َي‬
‫ وم ي‬.ْ َ‫ق‬
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum : 21)

Dari ayat-ayat di atas kita mengetahui, bahwasannya Allah telah


menciptakan wanita-wanita dari golongan kita, agar kita menikahinya
sehingga lahirlah keturunan manusia dari generasi ke generasi.

Kelahiran buah hati adalah salah satu anugrah yang diberikan Allah
untuk setiap pasangan karena akan menambah kebahagiaan dan kerukunan
rumah tangga. Maka pantaslah ketika bayi lahir, kita memanjatkan syukur
dengan cara mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam yaitu
dengan melakukan taḥnik dan mendoakan keberkahan untuknya. 5
Sebagaimana ḥadiṡ yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radhyiallahu anha, yang
5
berbunyi :

5
Abu Muḥammad Ibnu Shalih bin Hasbullah (ed), Tuntunan Praktis dan Padat bagi Ibu
Hamil dari A sampai Z, (Bogor : Pustaka Ibnu Umar, 2010), hlm. 67-68
6

ُ ‫ُك ه‬ ٍ ‫َصلى‬ ‫ْ َعائ َشَة ر ِض ْ َه ْ َت ِْ الن‬


‫َف‬ ُ
‫ال ب ي‬ ‫ِب‬ ‫ي ن ا قال ت‬
َ ‫ن‬
‫َل ِْ ُْن‬ ‫أ‬ ‫ا ل َع‬ ‫َل‬
‫ُ َْ َع ْليِ ه َو َسل َم ب َص‬ َْ ‫َ ُّل‬ ‫َع‬
‫اب‬
‫َع ْليِ ه فأ ْت َب َعهُ املاَء‬
َ

Artinya : Dari ‘Aisyah radyiallahu anha, ia berkata : “Seorang bayi dibawa


kehadapan Nabi shalallahu alaihi wasalam yang kemudian beliau
mentaḥniknya, ketika bayi itu kencing, beliau memercikinya dengan
air.” (HR Bukhārī) 6

Dari ḥadiṡ di atas kita mengetahui bahwa ketika bayi dilahirkan,


Rasulullah mentaḥniknya lalu mendoakan keberkahan atas diri bayi tersebut.
Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī rahimahullah (wafat pada tahun 852 H), dalam kitab
Fatḥul Bārī menyebutkan : “Taḥnik ialah mengunyah sesuatu kemudian
meletakkannya ke mulut bayi lalu menggosok-gosokkan ke langit-langit
mulutnya. Dilakukan demikian kepada bayi agar ia terlatih terhadap
makanan dan untuk menguatkannya. Yang patut dilakukan ketika mentaḥnik
hendaklah mulut tersebut dibuka sehingga sesuatu yang telah dikunyah
masuk ke dalam perutnya. Utamanya ketika mentaḥnik ialah dengan
menggunakan kurma kering. Jika tidak mendapatkan kurma kering, maka
dengan kurma basah. Jika tidak ada kurma dengan sesuatu yang manis dan
tentunya madu lebih utama dari yang lainnya.” 7

Akan tetapi saat ini masalah taḥnik menjadi pro dan kontra di
kalangan kaum muslimin. Bagi mereka yang kontra, mereka menolak taḥnik
dengan berbagai alasan, di antaranya karena tidak mengetahui adanya ḥadiṡ
mengenai taḥnik atau tidak mengetahui derajat ḥadiṡ ini sehingga tidak mau
mengamalkannya dan ada sebagian dari mereka merasa bahwa taḥnik itu
‘menjijikkan’ sehingga khawatir jika bayi tersebut tertular oleh penyakit.
Adapun mereka yang pro dengan taḥnik, mereka terbagi menjadi dua
pemahaman, yang pertama sekedar menjalankan sunnah Rasulullah
shalallahu alaihi wasalam dengan ikhlas tanpa ada embel-embel apapun, dan
yang kedua menjalankan sunnah Rasulullah karena melihat taḥnik dalam
ilmu kesehatan. Kelompok yang kedua ini berpendapat bahwa, taḥnik
termasuk pengobatan Nabi, sehingga bermanfaat bagi kesehatan dan berguna
untuk meningkatkan kekebalan tubuh bayi yang baru dilahirkan.
7

6
Abu ‘Abdillah Muḥammad bin Ismā’il Al Bukhārī, Ṣaḥiḥ Bukhāri Juz 3, (Beirut : Darul
Fikr, t.th.), hlm. 325
7
Ibnu Ḥajar al-‘Asqalānī, Fatḥul Bārī Juz 9, (Beirut : Darul Ma’rifah, 1379), hlm. 558
8

Akan tetapi saat ini karena perkembangan teknologi dan ilmu


pengetahuan modern yang semakin berkembang, akhirnya ditemukannya
vaksin (di indonesia dikenal dengan sebutan imunisasi), yang mana vaksin
tersebut beguna untuk memberi antibodi bagi bayi dari serangan penyakit.
Kelompok yang kedua tersebut, menolak vaksin karena vaksin mengandung
enzim / senyawa babi, yang berbahaya bagi tubuh khususnya bagi bayi yang
baru lahir dan berpendapat bahwa imunisasi termasuk konspirasi Amerika
dan Yahudi untuk melumpuhkan dan menhancurkan generasi Islam. 8 Karena
alasan itulah, mereka menolak vaksin / imunisasi dan berpendapat bahwa
taḥnik adalah imunisasi Islam ala Rasulullah shalallahu alaihi wasalam atau
dikenal dengan sebutan ṭibbun nabawī.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti ḥadiṡ-ḥadiṡ


yang berkaitan dengan taḥnik dan melakukan penelitian baik dari segi sanad
maupun dari segi matan, agar mengetahui derajat keshahihan ḥadiṡ tersebut
dan mencari dan menggali pemahaman taḥnik menurut ilmu kesehatan
sehingga dapat mengetahui kandungan taḥnik yang sebenarnya.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka penulis memfokuskan


permasalahan penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana kualitas ḥadiṡ tentang taḥnik ?


2. Bagaimana pemahaman ḥadiṡ tentang taḥnik ?
3. Bagaimana tinjauan taḥnik menurut ilmu kesehatan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dari berbagai pokok masalah di atas, maka penelitian ini memiliki


tujuan dan manfaat sebagai berikut :
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui kualitas ḥadiṡ-ḥadiṡ taḥnik, baik dari segi sanad
maupun matan dan untuk mengetahui pemahaman taḥnik.
b. Untuk mengetahui pemahaman taḥnik menurut ilmu kesehatan.

8
Ummu Salamah (Dewi Hestyawati), Vaksinasi Dampak, Konspirasi & Solusi Sehat ala
Rasulullah, (Ciputat : Nabawiyah Press, 2012), hlm. 113-117
9

2. Manfaat Penelitian
a. Bagi penulis, dengan penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan memperluas keilmuan khususnya dalam meneliti
keshahihan ḥadiṡ taḥnik baik dari segi sanad maupun matan.
b. Agar dapat mengetahui pemahaman taḥnik yang benar, sesuai
dengan isi dari kandungan ḥadiṡ tersebut.
c. Agar dapat mengetahui kandungan taḥnik menurut ilmu kesehatan
sehingga dapat diketahui, apakah taḥnik bisa menjadi pengganti
imunisasi ataukah tidak.

Anda mungkin juga menyukai