Anda di halaman 1dari 24

MUNAKAHAT

FIQH MUNAKAHAT

Makalah
Disusun guna memenuhi tugas

Mata Mata
Kuliah:
kuliah:Agama
Fiqh Islam
Dosen Pengampu: Drs. H. Agus Sholeh, M.Ag.

Oleh:
Ali Mu’ad
M.ARIF FADHILLAH
1403076015
Miftahul Ulum 1403076025
NIM: 19101511006
Eko Saputro 1403076028
Akhmad Syafi’i Ma’arif 1403076033

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JABAL GHAFUR
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
TAHUN 2020
SEMARANG
2016
A. PENDAHULUAN
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk berkasih
sayang dan untuk mendapatkan ketenteraman antara seorang laki-laki dan wanita.1
Pernikahan juga merupakan Sunnah para Rasul.2 Barangsiapa yang tidak senang dengan
sunnah pernikahan, maka ia bukan termasuk golongan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam.3
Sebagai seorang muslim yang senang dengan ajaran Islam dan menjunjung tinggi
syariat-Nya, mari kita menata diri sejak dini. Caranya Insya Allah mudah. Prinsipnya
sa’atan wa sa’atan ‘setahap demi setahap’ atau ‘selangkah demi selangkah’. Dasar anjuran
untuk menikah berdasarkan Al-Qur’an4 dan As-Sunnah sangat banyak, salah satunya
adalah firman Allah pada QS. An-Nuur [24] ayat 32 yang berbunyi:

َّ ‫هِ ِ ا َو‬
ُ‫اّلل‬ َّ ‫ني ِم أن ِعبَ ِاد ُك أم َوإِ َمائِ ُك أم ۚ إِن يَ ُكونُوا فُ َقَراءَ يُ أغنِ ِه ُم‬
‫اّللُ ِمن فَ أ‬ ِِ َّ ‫َنكحوا أاْلََيمى ِمن ُكم و‬
َ ‫الصاِل‬ َ ‫َوأ ُ َ َ ٰ أ‬
ِ
﴾٣٢﴿ ‫َو ِاس ٌع َعِ ٌيم‬
Artinya: Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-
Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Kemudian salah satu sabda dari Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam adalah:

ِ ‫ول اَ َّّللِ ص ى هللا ع ي وس م ( َي م أع َشر اَلشَّب‬


ِ ‫ا‬ ُ ‫ود رضي هللا عن قَ َال لَنَا َر ُس‬ ٍ ‫عن عب ِد اَ َّّللِ ب ِن مسع‬
َ َ َ َ ُ‫أ َ أ‬ ‫َ أ َأ‬
ِ ‫ ومن َ يستَ ِطع فَعَي‬, ‫ وأَحصن لِأَرِج‬, ‫ض لِأبص ِر‬ ِ َ‫! م ِن استَط‬
‫ فَِإنَّ ُ أَ َغ ُّ َ َ َ أ َ ُ أ َ َ أ أ َ أ أ َ أ‬, ‫اع مأن ُك ُم اَلأبَاءَ َة فَ أيَ تَ َزَّو أج‬
َ ‫َ أ‬
ِ ‫لصوِم ; فَِإنَّ لَ ِوجاء ) متََّق عَي‬ ِ
‫ُ ُ َ ٌ ُ ٌ َأ‬ ‫ِب َّ أ‬
Artinya: Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu
‘alaihi wa Sallam bersabda pada kami: “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu

1
Lihat QS. Ar-Room [30] ayat 21.
2
Lihat QS. Ar-Ra’d [13] ayat 38.
3
Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam setelah memuji
Allah dan menyanjung-Nya bersabda: “Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka, dan mengawini perempuan.
Barangsiapa membenci sunnahku, ia tidak termasuk ummatku.” (HR. Bukhari Juz 5 : 4776 dan HR. Muslim Juz
2 : 1401, Muttafaq ‘alaih).
4
Lihat QS. Adh-Dhaariyat [51] ayat 49; QS. Yaseen [36] ayat 36; QS. An-Nahl [16] ayat 72; QS. Ar-Room
[30] ayat 21; QS. At-Taubah [9] ayat 71; QS. An-Nisaa [4] ayat 1, dan 3; QS. An-Nuur [24] ayat 26; QS. Al-Ahzab
[33] ayat 36.

1
telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan
dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu.”5

B. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, perumusan masalah dalam makalah
ini meliputi:
1. Apa pengertian, tujuan, manfaat, dan hikmah dalam pernikahan ?
2. Bagaimana hukum menikah dan macam-macam pernikahan yang dilarang menurut
syariat Islam ?
3. Siapa sajakah wanita-wanita yang haram untuk dinikahi ?
4. Apa yang harus kita ketahui mengenai tahapan dalam pernikahan ?

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian, Tujuan, Manfaat, dan Hikmah dalam Pernikahan
a. Pengertian Pernikahan
Nikah menurut bahasa al-jam’u dan al-dhamu yang artinya kumpul. Makna
nikah (Zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga
bisa diartikan (wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri. Definisi yang
hampir sama bahwa kata nikahun yang merupakan masdar dari kata dari kata kerja
(fi’il madhi) nakaha, sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan sebagai
perkawinan.6
Istilah kawin digunakan secara umum, sehingga digunakan istilah nikah
karena mengandung keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama
menurut agama. Nikah dapat diartikan sebagai akad atau ikatan bisa juga diartikan
sebagai bersetubuh.7

b. Tujuan Menikah
Pernikahan dalam Islam bukan semata demi memenuhi nafsu seksualitas
semata, akan tetapi mempunyai tujuan utama sebagaimana dalam surat Ar-Rum
[30] ayat 21, Allah berfirman:

5
HR. Bukhari Juz 5 : 4779 dan Muslim Juz 2 : 1400, Muttafaq ’alaih.
6
Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 7.
7
Tihami, Fikih Munakahat ..., hlm. 7.

2
‫اجا لِتَ أس ُكنُوا إِلَأي َها َو َج َع َل بَأي نَ ُكم َّم َوَّد ًة َوَر أَمَ ً ۚ إِ َّن‬ ِ ِ ِِ ‫وِمن‬
ً ‫آَيت أَ أن َخَ َق لَ ُكم م أن أَن َُس ُك أم أ أَزَو‬
َ ‫َ أ‬
﴾٢۱﴿ ‫ت لَِق أوٍم يَتَ َ َّك ُرو َن‬ ٍ ‫ك ََلَي‬ ِٰ
َ َ ‫ِِف َذل‬
Artinya: Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir.

Dari ayat di atas, paling tidak ada tiga tujuan utama dari menikah. Pertama,
untuk menenangkan dan menenteramkan jiwa (litaskunu ilaiha). Ketenangan jiwa
dan pikiran merupakan hal yang sangat penting bagi keberhasilan dan kesuksesan
seseorang. Seseorang akan mempunyai peluang yang sangat besar untuk maju dan
berhasil manakala hati, pikiran dan jiwanya sudah tenang. Dengan menikah,
bayangan-bayangan dan khayalan-khayalan masa muda, tertumpah sudah.
Bahkan, karena kini dia sudah mempunyai "tempat" khusus, gejolak itu tidak akan
terlalu membludak manakala melihat wanita lain yang menggoda. Rasulullah
bersabda:

‫ وتدبر‬،‫ إن املرأة تقبل ىف صورة شيطان‬:‫اّللُ َعَأي ِ َو َسَّ َم قل‬


َّ ‫صَّي‬
َ ‫َع أن أَِِب ُهَريأ َرة ان النَِِب‬
‫ فإن ذلك يرد ما ىف‬، ‫ ف يأت أه‬، ‫ فإذا رأى أحدكم من امرأة ما يعجب‬،‫ىف صورة شيطان‬
‫نَس‬
Artinya: Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya wanita itu baik ketika
menghadap ataupun membelakangi dalam bentuk syaithan (menggoda). Apabila
salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari wanita,
maka segeralah datangi keluarganya, karena dengan demikian dapat menolak apa
yang sedang bergejolak di dalam dirinya.8

Kedua, dengan menikah juga untuk menimbulkan rasa mawaddah, cinta kasih
kepada keluarga. Setiap manusia memiliki keinginan untuk mencintai dan

8
HR. Muslim

3
mengasihi orang yang didambakannya. Manakala cinta kasihnya ini tidak
disalurkan kepada orang tertentu, maka ia akan mencari benda lain atau hal lain
untuk menumpahkan cinta kasihnya itu.
Ketiga, dengan menikah juga untuk menimbulkan rasa kasih sayang, rahmah.
Sebagaimana rasa mawaddah, manusia juga mempunyai naluri untuk menyayangi
sesamanya. Sayang, rahmah, tidak sama dengan mencintai. Sayang, rahmah, jauh
di atas mencintai. Rasa sayang biasanya muncul dari lubuk hati yang paling dalam.
Ia lahir bukan karena dorongan nafsu seksual, kebutuhan biologis atau hal-hal
lahiriyah lainnya. Ia betul-betul tumbuh dari dalam jiwa setelah bergaul dan lama
mengenal pasangannya. Naluri rasa sayangnya ini akan ditumpahkan untuk
keluarganya terutama untuk istri dan anak-anaknya. Suatu hari Aqra' bin Habis
melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang mencium cucunya, Hasan
bin Ali. Aqra kemudian berkata: "Saya mempunyai sepuluh putra putri, tapi saya
tidak pernah mencium mereka satupun". Mendengar itu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:

‫إن من ال يرحم ال يرحم‬


Artinya: Sesungguhnya orang yang tidak pernah menyayangi, dia tidak akan
disayangi.9

Demikian, di antara tujuan menikah dalam Islam sebagaimana yang tertera


dalam Al-Qur'an surat Ar-Rum [30] ayat 21. Wallahu 'alam.10

c. Hikmah dan Manfaat dalam Pernikahan


Sebagaimana diketahui bersama bahwa manusia dan makhluk lainnya
mempunyai gharizah seksual yang tinggi. Tidak disangsikan bahwa kebutuhan
biologis ini dari waktu ke waktu dan dari tahun ke tahun terus naik dan dahsyat.
Ditahan dan dibiarkan, tentu bukan sebuah jalan keluar.
Dilampiaskan semena-mena sebagaimana hewan, juga bukan sebuah solusi
yang baik. Untuk itu, Islam memberikan aturan dalam rangka melampiaskan
kebutuhan biologis ini melalui nikah. Dengan pernikahan, kebutuhan biologis
yang sudah menggebu itu akan disalurkan secara baik dan benar sehingga

9
HR. Bukhari.
10
Aep Saepulloh Darusmanwiati, Serial Fiqh Munakahat, (Kairo: indonesianschool.org, 2005), hlm. 5-6.

4
diharapkan orang tersebut menjadi tenang dan rehat. Karena kini, ia telah
mempunyai tempat yang bersih dan sah untuk menumpahkan kebutuhan
biologisnya. Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqhus Sunnah mengatakan bahwa
dengan menikah badan menjadi tenang, jiwa juga damai, pandangan terpelihara
dan kasih sayang bisa diwadahi secara benar. Oleh karena itu, sejatinya orang
yang sudah menikah menjadi orang yang tenang baik dalam jasmani, pandangan
maupun jiwanya.
Selain untuk memberikan ketenangan lahir bathin, menikah juga berguna
untuk memperbanyak keturunan dan melanjutkan kehidupannya. Karena itu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah hadits bersabda:

.‫ِن ُم َكاثٌِر بِ ُك ُم أاْل َُم َم‬ِِ


‫تَ َزَّو ُجوا الأ َوُد أوَد الأ َولُأوَد فَإ أ‬
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Nikahilah wanita
yang penyayang dan subur, karena aku ingin membanggakan (jumlah) kalian dari
umat-umat (nabi terdahulu).11

Bahkan, menurut hasil penelitian salah satu badan di PBB yang dikeluarkan
pada hari Sabtu tanggal 6 Juni 1959, sebagaimana dikutip oleh Sayyid Sabiq
dalam Fiqhus Sunnah-nya, bahwa usia orang-orang yang sudah menikah lebih
lama dan panjang ketimbang yang tidak atau belum menikah. Penelitian ini
dilakukan di seluruh pelosok dunia pada tahun 1956. Hasil penelitian ini, hemat
penulis, sangatlah logis, karena orang yang sudah menikah dapat melampiaskan
kebutuhan biologisnya sehingga jiwanya tidak "berontak" lagi malah lebih tenang.
Berbeda dengan para bujang yang belum tersalurkan sama sekali, jiwa dan
badannya akan terus "bergejolak", tidak tenang. Dan ketika dia tidak
menyalurkannya secara benar melalui pernikahan, maka jiwanya tetap bergejolak
dan tidak tenang sehingga hal ini akan sangat berpengaruh dalam langkah dan
kehidupannya. Menumpahkan dan melampiaskan bukan pada tempat yang benar,
juga bukan jalan terbaik, karena dia tidak akan mengetahui bersih, sehatnya
"tempat" yang "dikunjungi"nya itu. Bahkan, tidak menutup kemungkinan,
"tempat" tersebut telah 'dikunjungi' pula oleh orang lain yang membawa penyakit
kelamin yang sangat ganas. Untuk itu, adalah wajar apabila penelitian tersebut

11
HR. Ahmad, Baihaqi Juz 7 : 13254, dengan sanad yang shahih dan Abu Dawud : 2050.

5
mengatakan bahwa umumnya usia yang sudah menikah jauh lebih panjang
ketimbang yang tidak atau belum menikah.12

2. Hukum Menikah dan Macam-macam Pernikahan yang Dilarang


a. Hukum Menikah
Hukum nikah (perkawinan), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara
manusia dengan sesamanya yang menyangkut penyaluran kebutuhan biologis
antarjenis, dan hak serta kewajiban yang berhubungan dengan akibat perkawinan
tersebut.13
Dalam masalah hukum menikah terdapat perbedaan pandangan ulama atas
tiga pendapat14, yakni:
1) Pendapat pertama memandang bahwa menikah, hukumnya wajib. Pendapat
ini dipelopori oleh Daud az-Zahiri dan Ibnu Hazm.
2) Pendapat kedua ini memandang bahwa menikah, hukumnya sunnah.
demikian menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
3) Pendapat ketiga memandang bahwa menikah hukumnya mubah. Pendapat ini
dipelopori oleh Imam Syafi’i.
Dari pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa hukum asal menikah
adalah mubah.15 Para ulama telah bersepakat bahwa pernikahan berdasarkan
syariat di dalam Islam dan menikah menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan
Hanabilah hukumnya terbagi menjadi empat16, yaitu:
1) Wajib, menikah wajib hukumnya bagi seseorang yang memiliki syahwat
besar dan khawatir dirinya akan terjerumus pada perzinaan, jika ia tidak
segera menikah. Dengan pernikahan akan dapat menjaga kehormatannya.17

2) Mustahab (dianjurkan), menikah mustahab hukumnya bagi seorang yang


berhasrat, namun ia tidak dikhawatirkan terjerumus pada perzinaan.

12
Aep Saepulloh Darusmanwiati, Serial Fiqh..., hlm. 4-6.
13
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Rajawali Press, 2009),
hlm. 8-9.
14
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan Masalah Pernikahan, Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003), hlm.
132-134.
15
Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat ..., hlm. 11.
16
Abu Hafizhah Irfan, Fiqih Munakahat, (Pasuruan: Pustaka Al-Bayyinah, 2015), hlm. 3.
17
Abdullah Ibnu Mas’ud Radliyallaahu ‘anhu berkata Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda
pada kami “Wahai generasi muda, barangsiapa di antara kamu telah mampu berkeluarga hendaknya ia kawin,
karena ia dapat menundukkan pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa belum mampu hendaknya
berpuasa, sebab ia dapat mengendalikanmu.(HR. Bukhari Juz 5 : 4779 dan Muslim Juz 2 : 1400, Muttafaq ’alaih).

6
Meskipun demikian menikah lebih utama baginya daripada ia melakukan
ibadah-ibadah sunnah. Ini adalah pendapat Jumhur ulama, kecuali Imam Asy-
Syafi’i Rahimallah Karena menikah merupakan penyempurna setengah
agama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

‫الديأ ِن فَ أيَ تَّ ِق هللاَ فِأي َما بَِق َي‬


ِ ‫إِ َذا تَزَّوج الأعب ُد فَ َق ِد است أكمل نِصف‬
َ ‫أَ َ َ أ‬ ‫َ َ َأ‬
Artinya: Jika seorang hamba telah menikah, maka sungguh ia telah
menyempurnakan setengah dari agamanya. Hendaklah ia bertaqwa kepada
Allah dalam menjaga sisa(nya).18

3) Makruh, menikah makruh hukumnya bagi seorang yang belum berkeinginan


untuk menikah dan ia juga belum mampu untuk menafkahi orang lain. Maka
hendaknya ia mempersiapkan bekal untuk menikah terlebih dahulu. Dalam
QS. An-Nuur [24] ayat 33 Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

‫ين يَأب تَ غُو َن‬ ِ َّ ِ ِ ‫اّلل ِمن فَ أ‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ


َ ‫ه ا َوالذ‬ َُّ ‫احا َح َّ َّٰت يُ أغنيَ ُه ُم‬
ً ‫ين َال ََي ُدو َن ن َك‬ َ ‫َولأيَ أستَ أعَف الذ‬
‫اّللِ الَّ ِذ‬
َّ ‫وهم ِمن َّم ِال‬ ِ ِ ِ ِ ‫الأ ِكت‬
ُ ُ‫وه أم إِ أن َع أمتُ أم في ِه أم َخأي ًرا ۖ َوآت‬
ُ ُ‫ت أأَْيَانُ ُك أم فَ َكاتب‬
‫ا ِ ِمَّا َمَ َك أ‬
َ َ
ۚ ‫اِلَيَاةِ الدُّنأيَا‬
‫ض أ‬ ِ ُّ ‫آَت ُكم ۚ وَال تُ أك ِرهوا فَت ياتِ ُكم عَى الأبِغَ ِاء إِ أن أَرد َن ََت‬
َ ‫صنًا لتَ أب تَ غُوا َعَر‬َ ‫َأ‬ َ ‫ُ ََ أ‬ َ ‫َ أ‬
﴾٣٣﴿ ‫ور َّرِح ٌيم‬ ِ ِ ِ َّ ‫هه َّن فَِإ َّن‬
ٌ َُ ‫اّللَ من بَ أعد إِ أكَراه ِه َّن َغ‬ ُّ ‫َوَمن يُ أك ِر‬
Artinya: Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian,
hendaklah kamu buat perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada
kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta
Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. Dan janganlah kamu paksa budak-
budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri
mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari keuntungan duniawi. Dan
barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa
itu.

18
HR. Thabrani

7
4) Haram, Menikah haram hukumnya bagi seorang yang akan melalaikan
istrinya dalam hal jima’ dan nafkah, atau karena ketidakmampuannya dalam
hal tersebut.

b. Macam-macam Pernikahan yang Dilarang


1) Nikah Mut’ah
Nikah Mut’ah merupakan pernikahan sementara yang disepakati antara
dua pihak.19 Dalam surat Al-Mukminun [23] ayat 5-7 Allah Subhanahu wa
ta’ala berfirman:

ِ ِ ِ ِ ِ َّ
ُ ‫ت أأَْيَانُ ُه أم فَِإن‬
‫َّه أم‬ ‫﴾ إَِّال َعَ ٰى أ أَزَواج ِه أم أ أَو َما َمَ َك أ‬٥﴿ ‫ين ُه أم ل َُ ُروج ِه أم َحافظُو َن‬َ ‫َوالذ‬
ِ
﴾٧﴿ ‫ادو َن‬ ُ ‫ك ُه ُم الأ َع‬ َ ِ‫ك فَأُوٰلَئ‬
َ ‫﴾ فَ َم ِن ابأتَ غَ ٰى َوَراءَ َٰذل‬٦﴿ ‫ني‬ ِ
َ ‫َغأي ُر َم ُوم‬
Artinya: Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya (5) Kecuali terhadap
istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka
dalam hal ini tiada tercela (6) Barangsiapa mencari yang di balik itu maka
mereka itulah orang-orang yang melampaui batas (7).

Ayat ini menjelaskan bahwa hubungan kelamin hanya diperbolehkan


kepada wanita yang berfungsi sebagai istri atau jariah. Sedangkan wanita
yang diambil dengan jalan mut’ah tidak berfungsi sebagai istri atau jariah. Ia
bukan jariah, karena akad mut’ah bukan akad jual beli. Ia tidak berfungsi
sebagai istri karena akad mut’ah bukan akad nikah.20
Nikah mut’ah pernah diperbolehkan pada awal Islam untuk kebutuhan
darurat saat itu, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
mengharamkannya untuk selama-lamanya hingga Hari Kiamat. Bahkan
beliau mengharamkannya dua kali; pertama pada waktu Perang Khaibar
tahun 7 H21 dan yang kedua pada Fathu Makkah tahun 8 H.22

19
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga Pedoman berkeluarga dalam Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 135.
20
Ibrahim Hosen, Fiqih Perbandingan ..., hlm. 227.
21
Diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib radliyallahu ‘anhuma. Bahwasannya Rasulullah a melarang (nikah)
mut‟ah pada hari (Perang) Khaibar dan (melarang) memakan (daging) keledai jinak (HR. Bukhari Juz 4 : 3979,
dan Muslim Juz 3 : 1407).
22
Diriwayatkan dari Ar-Rabi’ bin Sabrah Al-Juhani radliyallahu ‘anhuma Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu ’alaihi wasallam melarang nikah mut’ah. Beliau bersabda, ”Ketahuilah sesungguhnya nikah mut’ah
diharamkan sejak hari ini hingga Hari Kiamat. Dan barangsiapa yang telah memberikan sesuatu (mahar kepada
wanita dari nikah mut’ah), maka janganlah diambilnya (kembali).” (HR. Muslim Juz 2 : 1406).

8
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa nikah mut’ah dilarang dan
demi kebaikan manusia, karena dengan ini hilanglah keturunan, pemanfaatan
perempuan hanya terbatas untuk pemenuhan syahwat oleh laki-laki dengan
merendahkan kepribadian perempuan, maka wajib keharamannya.23

2) Nikah Asy-Syighar
Nikah Asy-Syighar yaitu seorang wali yang menikahkan ke walinya
seorang laki-laki dengan syarat ia menikahkannya juga sebagai kewaliannya;
baik mereka menyebutkan maharnya atau tidak. Ini berdasarkan hadis Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:24

ِ ‫الشغَا ِر زاد ابن َُمَ ٍٍرو‬


ِ ‫اّلل عَي ِ وسَّم عن‬ َِّ ‫عن أَِِب هري رةَ قَ َال نَهي رسو ُل‬
‫الشغَ ُار‬ َ ‫َ َ أُ أ‬ ‫صَّي َُّ َ أ َ َ َ َ أ‬ َ ‫اّلل‬ ‫َ َ ُأ‬ َ ‫َ أ ُ َأ‬
ِ َّ ‫أَ أن ي ُقوَل‬
‫ُخ ِِت‬
‫كأأ‬َ ‫ك َوأ َُزِو ُج‬ ‫ك ابأنَِِت أ أَو َزِو أج ِِن أ أ‬
َ َ‫ُخت‬ َ ‫ك َوأ َُزِو ُج‬
َ َ‫ َزِو أج ِِن ابأنَ ت‬:‫الر ُج ُل ل َّر ُج ِل‬ ‫َأ‬
Artinya: Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melarang syighar, Ibnu Namir menambahkan,
syighar yaitu seorang laki-laki yang mengatakan ‘Nikahkanlah aku dengan
anak perempuanmu, maka aku akan menikahkanmu dengan anak
perempuanku’, atau ‘Nikahkanlah aku dengan saudara perempuanmu, maka
aku akan menikahkanmu dengan saudara perempuanku.25

3) Nikah Al-Muhallil
Nikah Muhallil yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang
wanita yang sudah ditalak tiga oleh suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut
mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat dinikahi kembali
oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa
‘iddah wanita itu selesai. Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk
dalam perbuatan dosa besar, berdasarkan riwayat Ibnu Mas’ud:26

ِ ِ ِ
ُ َ‫صَّى هللاُ َعَأي َو َسَّ َم الأ ُم َح َل َوالأ ُم َحَّ َل ل‬
َ ‫لَ َع َن َر ُس أو ُل اّلل‬

23
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga ..., hlm. 135-136.
24
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga ..., hlm. 136.
25
HR. Muslim Juz 2 : 1416, Nasa’i Juz 6 : 3338, dan Ibnu Majah : 1884.
26
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga ..., hlm. 137.

9
Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat muhallil27 dan
muhallal lahu28.29

4) Nikah Al-Muhrim
Nikah Al-Muhrim adalah seorang laki-laki yang menikah, sedangkan ia
dalam keadaan ihram untuk haji atau umrah sebelum tahallul. Hukum
pernikahan ini haram, yakni mengharuskan batal.30 Diriwayatkan dari
‘Utsman bin ‘Affan radliyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

ِ
ُ ُ‫َال يَأنك ُح الأ ُم أح ِرُم َوَال يُأن َك ُح َوَال َأَيط‬
.‫ب‬
Artinya: Seorang yang sedang ihram tidak diperbolehkan untuk menikah,
dinikahkan, dan melamar.31

5) Nikah Masa ‘Iddah


Nikah masa ‘iddah yaitu laki-laki menikahi perempuan yang masih
‘iddah32 baik karena perceraian ataupun kematian. Pernikahan ini haram
hukumnya,33 yaitu hendaknya mereka berdua dipisahkan karena batalnya
akad dan ketetapan mahar tetap bagi perempuan meski ia tidak bercampur
dengannya.34 Hal itu juga berdasarkan firman Allah Subhanahu wa ta’ala
dalam surah Al-Baqarah [2] ayat 235:

﴾٢٣٥﴿....ۚ‫َجَ ُۥ‬
‫أ‬ ‫ب‬َِ ‫اح ح ََّّت ي ۡب ُ َغ ۡٱل‬
‫ت‬ٰ ‫ك‬ ِ ‫ك‬َ ِ‫ۚ وَال تَ ۡع ِزمواأ ع ۡق َد َة ٱلن‬....
َ ُ ٰ
َ َ ُ ُ َ
Artinya: Dan janganlah kamu berazam (bertetap hati) untuk beraqad nikah,
sebelum habis ´iddahnya.

27
Muhallil adalah seorang laki-laki menikahi wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya dan telah selesai
masa ‘iddahnya, dengan niat agar wanita tersebut menjadi halal bagi suami yang pertama.
28
Muhallal lahu adalah laki-laki yang memerintahkan muhallil untuk menikahi mantan istrinya yang telah
ditalak tiga, agar istri tersebut boleh dinikahinya kembali.
29
HR. Abu Dawud : 2076
30
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga ..., hlm. 137-138.
31
HR. Muslim Juz 2 : 1409, Tirmidzi Juz 3 : 840, Nasa’i Juz 5 : 2842, dan Abu Dawud : 1841.
32
‘Iddah adalah masa wanita menunggu dan menahan diri dari menikah setelah wafatnya suami atau
perpisahan dengannya. ‘Iddah hukumnya adalah wajib atas wanita jika terpenuhi sebab-sebabnya.
33
Lihat QS. Al-Baqarah [2] ayat 231, 232, 234, dan 235; QS. Al-Ahzab [33] ayat 49; QS. At-Talaaq [65]
ayat 1, 2, dan 4.
34
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga ..., hlm. 138.

10
6) Nikah Tanpa Wali
Nikah tanpa wali yaitu laki-laki yang menikahi perempuan tanpa izin
walinya. Nikah ini batil karena kurangnya rukun pernikahan yaitu wali.35
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radliyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

‫ت بِغَ أٍِر إِ أذ ِن َولِيِ َها فَنِ َكا ُح َها َِب ِط ٌل فَنِ َكا ُح َها َِب ِط ٌل فَنِ َكا ُح َها َِب ِط ٌل‬ ٍ
‫أَُّْيَا أامَرأَة نَ َك َح أ‬
Artinya: Wanita mana saja yang menikah tanpa seizin walinya, maka
nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil.36

7) Nikah dengan Perempuan Kafir Selain Ahli Kitab


Haram bagi seorang muslim untuk menikahi dengan kafir atau majusi
baik ia menyembah api, komunisme, atau berhala.37 Berdasarkan surat Al-
Baqarah [2] ayat 221 Allah ta’ala berfirman:

ِ ‫نكحوا الأم أش ِرَك‬


‫ات َح َّ َّٰت يُ أؤِم َّن ۚ َوَْل ََم ٌ ُّم أؤِمنَ ٌ َخأي ٌر ِمن ُّم أش ِرَك ٍ َولَ أو أ أَع َجبَ أت ُك أم ا َوَال‬ ِ
ُ ُ َ‫َوَال ت‬
‫ك‬َ ِ‫ني َح َّ َّٰت يُ أؤِمنُوا ۚ َولَ َعأب ٌد ُّم أؤِم ٌن َخأي ٌر ِمن ُّم أش ِرٍك َولَ أو أ أَع َجبَ ُك أم ا أُوٰلَئ‬ ِ ِ
َ ‫تُنك ُحوا الأ ُم أش ِرك‬
ِ ‫آَيتِِ لِ ن‬
‫َّاِ لَ َعَّ ُه أم‬ َ ‫ني‬
ِِ ِ ِ ‫اّلل ي أدعو إِ ََل أ‬
ُ ِ َ‫اْلَنَّ َوالأ َم أغََرةِ ِبِِ أذن ۖ َويُب‬ ُ َ َُّ ‫يَ أدعُو َن إِ ََل النَّا ِر ۖ َو‬
﴾٢٢١﴿ ‫يَتَ َذ َّك ُرو َن‬
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari
wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu
menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
menerangkan ayat-ayatNya (perintah-perintahNya) kepada manusia supaya
mereka mengambil pelajaran.

35
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga ..., hlm. 138-139.
36
HR. Ahmad, Tirmidzi Juz 3 : 1102, Abu Dawud : 2083, dan Ibnu Majah : 1879.
37
Ali Yusuf As-Subki, Fiqh Keluarga ..., hlm. 139.

11
3. Wanita-wanita yang Haram untuk Dinikahi (Mahram)
Mahram adalah wanita yang haram untuk dinikahi. Wanita yang akan dinikahi
oleh seorang laki-laki haruslah wanita yang tidak termasuk dalam golongan mahram.
Mahram terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Wanita yang Haram dinikahi selamanya (Mahram Muabbad)
Mahram muabbad adalah wanita yang haram dinikahi untuk selama-lamanya.
Antara seseorang dengan mahram muabbadnya diperbolehkan untuk bercampur
baur (ikhtilath), berdua-duaan (khalwat), menemani dalam safar, dan berjabat
tangan. Mahram mu’abbad ada tiga, antara lain:
1) Karena hubungan keturunan (nasab)
Para ulama‟ telah bersepakat bahwa mahram karena nasab ada tujuh,
yaitu:
a) Ibu terus ke atas, yang masuk dalam kategori ini adalah semua wanita
yang memiliki hubungan melahirkan walaupun jauh, yaitu; ibu, nenek
dari bapak maupun dari ibu, ibunya nenek, dan seterusnya ke atas.
b) Anak perempuan terus ke bawah, yang masuk dalam kategori ini adalah
semua wanita yang memiliki hubungan kelahiran, yaitu; anak
perempuan, cucu perempuan dari anak perempuan, cucu perempuan dari
anak laki-laki, dan seterusnya ke bawah.
c) Saudara perempuan dari semua arah, yaitu; saudara perempuan kandung,
saudara perempuan sebapak, dan saudara perempuan seibu.
d) Bibi dari pihak bapak terus ke atas, yaitu; saudara perempuan bapak,
saudara perempuan kakek, dan seterusnya ke atas.
e) Bibi dari pihak ibu terus ke atas, yaitu; saudara perempuan ibu, saudara
perempuan nenek, dan seterusnya ke atas.
f) Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara laki-
laki) terus ke bawah.
g) Anak perempuan saudara wanita (keponakan dari pihak saudara wanita)
terus ke bawah.
Sehingga dengan demikian seluruh kerabat seseorang dari nasab adalah
haram untuk dinikahinya, kecuali sepupu, yaitu; anak-anak perempuan paman
dari pihak bapak, anak-anak perempuan paman dari pihak ibu, anak-anak
perempuan bibi dari pihak bapak, dan anak-anak perempuan bibi dari pihak

12
ibu. Empat wanita inilah yang halal untuk dinikahi. Hal ini berdasarkan
firman Allah Ta’ala pada QS. An-Nisaa [4] ayat 23:

‫ات‬ُ َ‫َِ َوبَن‬ ِ ‫ات أاْل‬ُ َ‫َخ َواتُ ُك أم َو َع َّماتُ ُك أم َو َخ َاالتُ ُك أم َوبَن‬
َ ‫ت َعَأي ُك أم أ َُّم َهاتُ ُك أم َوبَنَاتُ ُك أم َوأ‬ ‫ُح ِرَم أ‬
‫ات نِ َسائِ ُك أم َوَرَِبئِبُ ُك ُم‬ ِ ‫الرض‬
ُ ‫اع َوأ َُّم َه‬
ِ
َ َ َّ ‫َخ َواتُ ُكم م َن‬ َ ‫الَّلِِت أ أَر‬
َ ‫ض أعنَ ُك أم َوأ‬ َّ ‫ت َوأ َُّم َهاتُ ُك ُم‬ ِ ‫أاْلُخ‬
‫أ‬
ِِ ِ ِِ َّ ‫الَّلِِت ِِف ُح ُجوِرُكم ِمن نِ َسائِ ُك ُم‬
َ َ‫الَّلِِت َد َخ أتُم ِب َّن فَإن ََّأ تَ ُكونُوا َد َخ أتُم ِب َّن فَ ََّل ُجن‬
‫اح‬ َّ
ِ ‫عَي ُكم وح ََّلئِل أَب نَائِ ُكم الَّ ِذ‬
‫ني إَِّال َما قَ أد‬ ِ ‫ُختَ أ‬ َ ‫َص ََّلبِ ُك أم َوأَن َأَت َمعُوا بَ أ‬
‫ني أاْل أ‬ ‫ين م أن أ أ‬ َ ُ ‫َأ أ ََ ُ أ‬
‫يما‬ ِ َّ ‫ف ا إِ َّن‬
ً ‫اّللَ َكا َن َغ َُ ًورا َّرح‬ َ َ‫َس‬
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu
yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika
kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka
tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak
kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau;
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

2) Karena hubungan pernikahan (mushaharah)


Mahram karena hubungan pernikahan ada empat, yaitu:
a) Istrinya bapak (ibu tiri) terus ke atas. Para ulama’ telah bersepakat bahwa
wanita yang telah diikat dengan akad pernikahan oleh bapak, maka
haram untuk dinikahi anaknya walaupun belum terjadi jima’. Hal ini
berdasarkan firman Allah Ta’ala pada QS. An-Nisaa [4] ayat 22:

ِ َ‫نكحوا ما نَ َكح آِب ُؤُكم ِمن النِس ِاء إَِّال ما قَ أد سَف ۚ إِنَّ َكا َن ف‬
‫اح َش ً َوَم أقتًا‬ ِ
ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ‫َوَال ت‬
‫َو َساءَ َسبِ ًيَّل‬

13
Artinya: Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya
perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh).

b) Istrinya anak (menantu) terus ke bawah. Para ulama’ telah bersepakat


bahwa istri anak kandung menjadi haram bagi bapak hanya dengan akad
nikah anaknya.38 Termasuk pula dalam kategori ini adalah istrinya cucu
dari anak laki-laki maupun perempuan, dan seterusnya ke bawah.
c) Ibunya istri (mertua) terus ke atas. Mertua menjadi haram untuk dinikahi
oleh seorang laki-laki setelah akad yang dilakukan dengan anaknya, ini
adalah pendapat Jumhur ulama’.39 Termasuk pula dalam kategori ini
adalah neneknya istri dari ibu dan neneknya istri dari bapak, demikian
seterusnya ke atas.
d) Anaknya istri dari suami lain (anak tiri) terus ke bawah. Anak tiri menjadi
mahram setelah terjadi jima’ dengan ibunya. Sehingga jika seorang laki-
laki telah mengadakan akad nikah dengan ibunya namun belum terjadi
jima’, maka ia boleh menikahi anak perempuan istrinya tersebut. Ini
adalah pendapat Jumhur ulama’.40 Termasuk dalam kategori ini adalah
cucu perempuan istri dari anak perempuannya maupun dari anak laki-
lakinya, demikian seterusnya ke bawah.

3) Karena persusuan (radha’ah)


Ada dua syarat yang harus terpenuhi agar susuan dapat menjadikan
mahram. Syarat tersebut adalah:
a) Minimal disusui sebanyak lima kali susuan yang mengenyangkan. Ini
adalah pendapat Jumhur ulama’, diantaranya; mazhab Asy-Syafi’i,
pendapat yang dipilih oleh Imam Ahmad, Ibnu Hazm, Atha’, dan Thawus
rahimahullah. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah
radliyallahu ‘anha, ia berkata:

38
Lihat QS. An-Nisaa [4] ayat 23.
39
Lihat QS. An-Nisaa [4] ayat 23.
40
Lihat QS. An-Nisaa [4] ayat 23.

14
ٍ ‫ات مع ُوم‬
ٍ ‫ات ُُيَ ِرأم َن ُُثَّ نُ ِس أخ َن ِبَ أم‬ ٍ ‫آن ع أشر ر‬ ِ ِ
ْ َ َ ُ َ ِ ‫َكا َن فأي َما أُنأ ِزَل م َن الأ ُق أر‬
َ ‫ض َع َ أ أ‬
ِ ‫ات فَتُوِِف رسو ُل هللاِ صَّى هللا عَي ِ وسَّم وه َّن فِيما ي أقرأُ ِمن الأ ُقر‬
.‫آن‬ ٍ ‫مع ُوم‬
‫َ ُ َ أ َ َ َ َُ أَ َ َ َ أ‬ ‫ُ َ َ ُأ‬ َ‫َأ أ‬
Artinya: Pada awalnya (persusuan) yang menjadikan mahram dalam Al-
Qur’an adalah sepuluh kali susuan yang dikenal. Kemudian dihapus
dengan lima kali susuan yang dikenal. Lalu Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam wafat, dan lima kali susuan (itulah yang tetap)
sebagaimana ayat Al-Qur’an dibaca.41

Dan pula diriwayatkan dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha ia


berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

.‫ َوَكا َن قَ أب َل الأ َِطَ ِام‬، ِ ‫اع ِ إَِّال َما فَتَ َق أاْلَ أم َعاءَ ِِف الََ أد‬
َ‫ض‬ َّ ‫َال ُُيَ ِرُم ِم َن‬
َ ‫الر‬
Artinya: Penyusuan tidak menjadikan mahram kecuali apa yang
mengenyangkan seorang bayi ketika menyusuinya, dan dilakukan
sebelum disapih42.43

b) Penyusuan terjadi pada dua tahun pertama dari usia anak. Ini adalah
pendapat Jumhur ulama’, diantaranya; Imam Malik, Asy-Syafi’i,
Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur, dan Al-Auza’i rahimahullah.44 Berkata Ibnu
‘Abbas radliyallahu ‘anhuma

‫ني‬ ‫اع إِالَّ َما َكا َن ِ أِف أ‬


ِ ‫اِلَأولَ أ‬ َ‫ض‬ َ ‫الَ َر‬
Artinya: Tidak dianggap persusuan kecuali dalam masa dua tahun
(pertama).45

Mahram karena persusuan sama dengan mahram karena nasab. Dan


persusuan menjadikan wanita yang menyusui sama kedudukannya

41
HR. Muslim Juz 2 : 1452, Nasa’i Juz 6 : 3307, Tirmidzi Juz 3 : 1150, dan Abu Dawud : 2062.
42
Sapih = menyarak (menghentikan anak menyusu).
43
HR. Tirmidzi Juz 3 : 1152, Ibnu Hibban 4224 dan Ath-Thabarani dalam Al-Ausath no. 7513
44
Lihat QS. Al-Baqarah [2] ayat 233.
45
HR. Baihaqi Juz 7 : 15446.

15
seperti ibunya. Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma ia
berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

ِ ‫ض ِاع َما ُأُيرُم ِمن النَّس‬


‫ب‬ َّ ‫ُأُيَرُم ِم َن‬
َ ‫الر‬
‫َ َ أ‬
Artinya: (Yang) diharamkan karena persusuan (adalah) apa-apa yang
diharamkan karena nasab.46

Dengan demikian, di antara mahram karena persusuan adalah:


a) Wanita yang menyusui (ibu susuan) terus ke atas. Termasuk dalam
kategori ini adalah nenek susuan baik dari pihak ibu susuan maupun
bapak susuan, ibu dari nenek susuan, dan seterusnya ke atas.
b) Anak perempuan wanita yang menyusui (saudara susuan) terus ke
bawah. Baik yang dilahirkan sebelum dan sesudah susuan. Termasuk
pula dalam kategori ini adalah cucu perempuan dari anak perempuan
maupun anak laki-laki ibu susuan, dan seterusnya ke bawah.
c) Saudara perempuan sepersusuan Yaitu setiap anak yang menyusu kepada
ibu susuan, meskipun waktu menyusuinya berbeda.
d) Saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi susuan dari pihak ibu
susuan)
e) Saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi susuan dari pihak bapak
susuan)
f) Anak perempuan dari anak perempuan ibu susuan (keponakan susuan)
g) Anak perempuan dari anak laki-laki ibu susuan (keponakan susuan)
h) Istri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan) Termasuk dalam masalah ini
adalah istri dari kakek susuan, dan seterusnya ke atas.
i) Istri dari anak susuan (menantu dari anak susuan) Termasuk dalam
masalah ini adalah istri cucu dari anak susuan.
j) Ibu susuan dari istri (mertua susuan) Termasuk dalam masalah ini adalah
nenek susuan dari istri, dan seterusnya ke atas.
k) Anak susuan dari istri (anak tiri susuan) Termasuk dalam masalah ini
adalah cucu perempuan dari anak perempuan susuan, dan seterusnya ke
bawah.

46
HR. Bukhari Juz 2 : 2502, dan Muslim Juz 2 : 1447.

16
b. Wanita yang Haram dinikahi sementara (Mahram Muaqqad)
Mahram muaqqat adalah wanita yang haram dinikahi untuk sementara waktu.
Yang termasuk mahram muaqqat adalah:
1) Mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan.
Para ulama’ telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan dua wanita yang
bersaudara dalam satu pernikahan.47 Jika istrinya telah meninggal dunia atau
ditalak, maka diperbolehkan untuk menikahi saudara perempuannya istri.
2) Mengumpulkan wanita dengan bibinya dalam satu pernikahan. Para
ulama’ telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan wanita dengan
bibinya dalam satu pernikahan. Baik itu bibi haqiqi (sebenarnya) maupun bibi
majazi, seperti; saudara perempuan kakek dari bapak, saudara perempuan
kakek dari ibu, saudara perempuan nenek dari bapak, saudara perempuan
nenek dari ibu, dan seterusnya ke atas. Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radliyallahu ‘anhuma, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:

.‫ني الأ َم أرأَةِ َو َخالَتِ َها‬ ِ ِ


َ ‫ني الأ َم أرأَة َو َع َّمت َها َوَال بَ أ‬
َ ‫َال َأَي َم ُع بَ أ‬
Artinya: Janganlah seorang mengumpulkan antara wanita dengan
‘ammah48nya dan janganlah pula seorang mengumpulkan seorang wanita
dengan khalah49nya.50

Jika istrinya telah meninggal dunia atau ditalak, maka diperbolehkan untuk
menikahi bibinya istri.

3) Mengumpulkan lebih dari empat wanita dalam satu masa yang sama.
Bagi seorang yang telah memiliki empat orang istri, maka ia diharamkan
untuk menikah dengan istri kelima.51 Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar
radliyallahu ‘anhuma

47
Lihat QS. An-Nisaa [4] ayat 23.
48
‘Ammah adalah bibi dari pihak bapak.
49
Khalah adalah bibi dari pihak ibu.
50
HR. Bukhari Juz 5 : 4820 dan Muslim Juz 2 : 1408
51
Lihat QS. An-Nisaa [4] ayat 3.

17
ِ ِ ِ ‫أَ َّن َغي ََّل َن بن سَم َ الََّ َق َِي أَسَم ولَ ع أشر نِسوةٍ ِِف أ‬
ُّ َِّ‫اْلَاه يَّ فَأَ أسَ أم َن َم َع ُ فَأََمَرهُ الن‬
‫ِب‬ َ‫أ أ َ َ ُ َ ُ أ‬ َ َ َ‫أ أ‬
.‫صَّى هللاُ َعَأي ِ َو َسَّ َم أَ أن يَتَ َخيَّ َر أَأربَ ًعا ِمأن ُه َّن‬
َ
Artinya: Sesungguhnya Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam,
sementara ia memiliki sepuluh orang istri yang semuanya juga masuk Islam
bersamanya. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkannya
untuk memilih empat orang (istri) dari mereka.52

4) Wanita yang telah bersuami, hingga ia ditalak atau ditinggal mati oleh
suaminya dan telah habis masa ‘iddahnya.53
5) Wanita dalam masa ‘iddah, hingga ia selesai masa ‘iddahnya.54
6) Wanita dalam keadaan ihram (haji atau umrah), hingga ia bertahallul55
7) Isteri yang telah ditalak tiga, hingga ia dinikahi oleh orang lain dan telah
diceraikan oleh suami yang baru tersebut56
8) Wanita musyrik, hingga ia masuk Islam57
9) Wanita pezina, hingga ia bertaubat dan beristibra’58 59
Jika wanita pezina tersebut telah bertaubat dengan taubat nashuha, maka
hilanglah sifat yang menjadikan haram untuk dinikahi. Karena Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda;

.ُ َ‫ب ل‬ ِ َّ ِ ِ‫اَلتَّائ‬
َ ‫ َك َم أن َال ذَنأ‬،‫ب م َن الذنأب‬
ُ
Artinya: Seorang yang bertaubat dari perbuatan dosa(nya), seperti orang yang
tidak mempunyai dosa.60

Dan disyaratkan bagi wanita tersebut untuk mengosongkan rahimnya


(ber‟istibra‟) dengan satu kali haidh. Hal ini berdasarkan keumuman hadits

52
HR. Tirmidzi Juz 3 : 1128.
53
Lihat QS. An-Nisaa [4] ayat 24.
54
Lihat QS. Al-Baqarah [2] ayat 235.
55
Diriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan radliyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: “Seorang yang sedang ihram tidak diperbolehkan untuk menikah, dinikahkan, dan melamar.” (HR.
Muslim Juz 2 : 1409, Tirmidzi Juz 3 : 840, Nasa’i Juz 5 : 2842, dan Abu Dawud : 1841).
56
Lihat QS. Al-Baqarah [2] ayat 230.
57
Lihat QS. Al-Baqarah [2] ayat 221.
58
Istibra’ adalah kosongnya rahim
59
Lihat QS. An-Nuur [24] ayat 3.
60
HR. Ibnu Majah : 4250, hadits ini hasan.

18
yang diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudhri radliyallahu ‘anhuma, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang tawanan wanita:

ِ ِ ِ
.ً ‫ه‬ َ ‫ َوَال َغأي ُر َحام ٍل َح ََّّت ََتأي‬،‫ه َع‬
َ ‫ض َحأي‬ َ َ‫َالتُ أوطَأُ َحام ٌل َح ََّّت ت‬
Artinya: Wanita yang hamil tidak boleh dinikahi hingga melahirkan, dan
wanita yang tidak hamil tidak boleh dinikahi hingga satu kali haidh.61

4. Tahapan dalam Pernikahan


a. Nazhar
Nazhar adalah melihat wanita calon istri. Para ulama’ telah bersepakat atas
diperbolehkannya bagi seorang laki-laki yang akan menikah untuk melihat wanita
yang akan dinikahinya.62 Di antara hikmah nazhar adalah agar lebih
melanggengkan kasih sayang di antara kedua pasangan63.64

b. Khitbah
Khithbah artinya melamar seorang wanita untuk dinikahi. Melamar bukanlah
syarat sah pernikahan, namun ia merupakan sarana menuju pernikahan. Seorang
laki-laki dapat melamar wanita kepada walinya. Ketika seorang wanita telah
dilamar oleh seorang laki-laki yang baik agama dan akhlaknya dan wanita tersebut
telah menyetujuinya, maka hendaklah walinya segera menikahkan mereka. Hal
ini untuk menghindari munculnya fitnah.65
Menurut etimologi Kata “Peminangan berasal dari kata “meminang atau
melamar artinya meminta wanita untuk dijadikan seorang istri (pendamping

61
HR. Ahmad, dan Abu Dawud : 2157.
62
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhuma, ia berkata Aku pernah bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, lalu datang seorang laki-laki memberitahukan kepada beliau bahwa ia hendak menikah dengan
wanita dari kalangan Anshar. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Apakah
engkau telah melihatnya?” Ia berkata, “Belum.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Pergilah
dan lihatlah, sesungguhnya di mata orang-orang Anshar ada sesuatu.” (HR. Muslim Juz 2 : 1424, dan Nasa’i Juz
6 : 3246).
63
Diriwayatkan dari Al-Mughirah bin Syu’bah radliyallahu ‘anhuma: Sesungguhnya ia melamar seorang
wanita. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (kepadanya), “Lihatlah wanita tersebut, karena dengan
melihat akan lebih melanggengkan kasih sayang di antara kalian berdua.” (HR. Tirmidzi Juz 3 : 1087).
64
Abu Hafizhah Irfan, Fiqih Muslimah, (Pasuruan: Pustaka Al-Bayyinah, 2015), hlm. 233.
65
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda: Jika seorang (datang) kepadamu untuk melamar (anak perempuanmu), yang (ia telah) engkau ridhai
agama dan akhlaknya, maka (segera) nikahkanlah ia. Jika tidak, (maka) akan terjadi fitnah di muka bumi dan
kerusakan yang besar. (HR. Tirmidzi Juz 3 : 1084, hasan).

19
hidup). Sedangkan menurut terminologi , peminangan ialah kegiatan atau upaya
untuk ke arah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dan wanita.
Melamar bukanlah syarat sah dalam pernikahan, sehingga pelanggaran dalam
hal khithbah tidak menjadikan batalnya pernikahan. Ini adalah pendapat Jumhur
ulama’.66

c. Akad Nikah
Pada Ulama Mazhab sepakat bahwa pernikahan baru dianggap sah jika
dilakukan dengan akad, yang mencangkup ijab dan qabul antara wanita yang
dilamar dengan lelaki yang melamarnya, atau antara pihak yang menggantikannya
seperti wakil dan wali, dan dianggap tidak sah hanya semata-mata berdasarkan
suka sama suka tanpa adanya akad.
Ijab merupakan pernyataan pertama untuk menunjukkan kemauan
membentuk hubungan istri dari pihak perempuan. Sedangkan qabul merupakan
pernyataan kedua yang diucapkan oleh pihak yang mengadakan akad berikutnya
untuk menyatakan rasa ridha dan setuju.

‫ حدثنا هشام عن‬.‫ حدثنا خالد بن اِلارث‬. ‫حدثِن عبيدهللا بن عمر بن ميسرة القوارير‬
‫ حدثنا أبو هريرة ؛ أن رسول هللا ص ى هللا ع ي وس م‬. ‫ حدثنا أبو س م‬.‫ُيىي بن أِب كٍَر‬
! ‫ َي رسول هللا‬:‫ وال تنكح البكر حَّت تستأذن" قالوا‬.‫ "ال تنكح اْلمي حَّت تستأمر‬:‫قال‬
."‫وكيف إذهنا ؟ قال " أن تسكت‬
Artinya: Seorang janda tidak boleh dinikahkan, hingga dimintai persetujuannya.
Dan seorang gadis tidak boleh dinikahkan, hingga diminta izinnya. Para sahabat
bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah izinnya?” Beliau bersabda,
“Diamnya (adalah izinnya)”.67

Mahar
Dalam buku karya Tihami yang telah kami kutip bahwasanya, mahar secara
etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah pemberian wajib
dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk
menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada suaminya. Atau, suatu

66
Abu Hafizhah Irfan, Fiqih Muslimah ..., hlm. 235.
67
HR. Bukhari Juz 5 : 4843 dan Muslim Juz 2 : 1419, Muttafaq ‘alaih.

20
pemberian yang wajib diberikan bagi calon suami kepada calon istrinya. Dalil
yang mensyariatkan mahar ada pada beberapa hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam di antaranya:

‫عن عامر بن ربيع ان امرأة من بىن فزارة تزوجت ع ى نع ني فقال رسول هللا ص ى هللا‬
‫ فأجا زه (رواه اَمد و ابن‬.‫ نعم‬:‫ فقالت‬,‫ أرضيت عن نَسك ومالك بنع ني‬:‫ع ي وس م‬
‫ماج والرتمذى‬
Artinya: Dari ‘Amir bin Robi’ah, Sesungguhnya seorang perempuan dari Bani
Fazaroh kawin atas maskawin sepasang sandal. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Lalu bertanya kepada perempuan tersebut: Apakah engkau ridha
dengan maskawin sepasang sandal? Perempuan tersebut menjawab: Ya.
Rasulullah akhirnya meluluskannya”.68

Ibnu Al-Jauzi berkata, “Ayat ini69 menunjukkan bahwa mahar boleh tidak
disebutkan dalam akad nikah”. Akan tetapi, demi menghindari perbedaan
pendapat dan pertikaian, mahar itu lebih baik disebutkan di saat pelaksanaan akad
nikah.70

d. Walimah
Walimah (‫ﻠﻭﻠﻴﻤﺔ‬١) artinya al-jam’u yaitu kumpul, sebab suami dan istri
berkumpul. Walimah (‫ﻠﻭﻠﻴﻤﺔ‬١) berasal dari bahasa Arab ‫ﻠﻭﻠﻴﻡ‬١ artinya makanan
pengantin. Maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta
perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau
lainnya.71
Hukum mengadakan walimatul ‘urs adalah Sunnah Muakkadah (sangat
ditekankan). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengadakan walimatul ‘urs
dalam pernikahannya dan beliau juga memerintahkan para sahabatnya radliyallahu
‘anhuma yang menikah untuk mengadakan walimatul ‘urs. Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda kepada ‘Abdurrahman bin ‘Auf radliyallahu ‘anhuma, ketika
ia menikah:

68
HR. Ahmad
69
QS. Al-Baqarah [2] ayat 236.
70
Abu Malik Kamal, Fiqh Sunnah Wanita, (Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2007), hlm. 175.
71
Slamet Abidin, Fiqih Munakahat. (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), hlm. 149.

21
ٍ‫أَولِمولَوبِشاة‬
َ ‫أ أَ أ‬
Artinya: Selenggakanlah walimah, walaupun (hanya) dengan seekor kambing.72

Walimatul ‘urs haram hukumnya jika hanya mengundang orang-orang kaya


saja tanpa mengundang orang-orang miskin.73

D. KESIMPULAN
Dari pembahasan tersebut di atas, dapat disimpulkan:
1. Pernikahan dalam Islam bukan semata demi memenuhi nafsu seksualitas semata, akan
tetapi mempunyai tujuan utama seperti yang termaktub dalam QS. Ar-Rum [30] ayat
21.
2. Ada beberapa nikah yang dilarang, seperti nikah mut’ah, asy-syighar, al-muhallil, al-
ihram, ketika iddah, dan tanpa wali serta menikahi wanita kafir bukan ahli kitab.
3. Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan;
saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan;
saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-
saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang
perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-
ibu istrimu (mertua); anak-anak istrimu yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan istrimu itu (dan sudah
kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu)
istri-istri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan).
4. Tahapan-tahapan dalam pernikahan antara lain: nazhar, khitbah, akad nikah,
kemudian walimatul ‘ursy.

E. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan, semoga dapat menambah
pengetahuan, wawasan serta bermanfaat bagi kita semua. Kami menyadari akan
ketidaksempurnaan makalah ini, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari teman-
teman sangat bermanfaat untuk memperbaiki makalah selanjutnya.

72
HR. Bukhari Juz 2 : 1943 dan Muslim Juz 2 : 1427
73
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhuma, ia berkata: Sejelek-jelek makanan adalah makanan
walimah (yang) diundang (hanya) orang-orang yang kaya (saja), (sementara) orang-orang miskin ditinggalkan
(tidak diundang).” (HR. Bukhari Juz 5 : 4882, dan Muslim Juz 2 :1432).

22
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet, 1999, Fiqih Munakahat, Bandung: CV. Pustaka Setia.


Ayyub, Syaikh Hasan, Alih Bahasa: Abdul Ghofar, 2011, Fiqih Keluarga, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar.
Darusmanwiati, Aep Saepulloh, 2005, Serial Fiqh Munakahat, Kairo: indonesianschool.org.
Hosen, Ibrahim, 2003, Fiqih Perbandingan Masalah Pernikahan, Jilid 1, Jakarta: Pustaka
Firdaus.
Irfan, Abu Hafizhah, 2015, Fiqih Munakahat, Pasuruan: Pustaka Al-Bayyinah.
Irfan, Abu Hafizhah, 2015, Fiqih Muslimah, Pasuruan: Pustaka Al-Bayyinah.
Kamal, Abu Malik, 2007, Fiqh Sunnah Wanita, Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Pratama, Moch. Rachdie, dan Runinda Pradnyamita, 2006, Bagaimana Merajut Benang
Pernikahan Secara Islami, Cinere, Ummu Salma.
Tihami, 2014, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Tihami, dan Sohari Sahrani, 2009, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta:
Rajawali Press.
Yusuf, Ali, 2010, Fiqh Keluarga Pedoman berkeluarga dalam Islam, Jakarta: Amzah.

23

Anda mungkin juga menyukai