aturan tentang berumah tangga). ... Fiqih Munakahat meliputi uraian ketentuan tentang,
antar lain: syarat-rukun nikah, perjanjian nikah, hak dan kewajiban suami istri, dan putusnya
perkawinan serta akibat hukumnya.
Ruang lingkup fiqih munakahat ini ada tiga, yaitu :
Meminang / khitbah. Meminang merupakan tahap awal dalam perkawinan, dimana
dalam fiqih munakahat mengatur bagaimana cara taaruf, kriteria pemilihan serta
cara yang benar dalam menkhitbah serta cara membatalkan khitbah sesuai dengan
syariat islam.
Pernikahan. ...
Talak.
Tujuan Menikah dalam Islam Menurut Alquran dan Hadis, Sudah Tahu?
Menikah itu ibadah terpanjang
Instagram.com/zariffilm
Dalam agama Islam, pernikahan merupakan ibadah yang mulia dan suci. Untuk itu, menikah
tidak boleh dilakukan secara sembarangan karena ini merupakan bentuk ibadah terpanjang
dan selayaknya dapat dijaga hingga maut memisahkan.
Pernikahan sejatinya bukan hanya menyatukan dua insan untuk membangun biduk rumah
tangga saja. Ada beberapa tujuan pernikahan yang seharusnya dipahami oleh umat Muslim.
Berdasarkan Alquran dan hadis Nabi, inilah tujuan menikah dalam Islam.
ِ ْصنُ لِ ْلفَر
ُ َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِالصَّوْ ِم فَإِنَّهُ لَه،ج َ ْص ِر َوأَح
َ َ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِ ْلب، ْب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوج
ِ يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا
و َجا ٌء.
ِ
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya)
َ ِق لَ ُك ْم ِم ْن أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا لِتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َم َو َّدةً َو َرحْ َمةً إِ َّن فِي َذل
ٍ ك آَل َيَا
َت ِلقَوْ ٍم يَتَفَ َّكرُون َ ََو ِم ْن آَيَاتِ ِه أَ ْن َخل
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri
dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-
Nya di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum:21).
Senada dengan apa yang disampaikan Al-Aqsqar, Wahbah Al-Zuhaili menyebut Allah pasti
akan menciptakan kesalingan dalam cinta antara laki-laki dan suami. Itu agar tercipta
ketenangan di antara keduanya. Tidak lain demikian sebagai tanda kekuasaan-Nya.
Melalui penjelasan para ulama atas ayat di atas jelas bahwa manusia pasti akan dipertemukan
jodoh dan pasangannya. Tidak perlu khawatir tidak mendapatkan jodoh. Tugas manusia
adalah berusaha dan berdoa agar dipertemukan jodoh dan pasangan yang terbaik. Amin
TUJUAN PERNIKAHAN
yang pertama disebutkan surat ar-Rum [3] ayat 21 adalah sakinah (litaskunu) yakni diam
atau tenang setelah sebelumnya goncang. Pernikahan dapat melahirkan ketenangan batin
dan ketenteraman baik dari segi fisik maupun psikologis.
Pernikahan adalah ibadah yang penting dan sakral dalam ajaran Islam. Pernikahan merupakan
ikatan atau kesepakatan janji yang dilaksanakan dua orang untuk meresmikan hubungan
perkawinan. Dalam bahasa Arab, pernikahan berasal dari kata al-nikah yang memiliki
arti watha’ yakni jimak atau hubungan seksual. Selain itu, kata al-nikah juga memiliki makna
akad yang berarti ikatan atau kesepakatan.
Sebuah pernikahan bukan hanya persoalan menyatukan dua insan dan dua hati, melainkan
juga persoalan menunaikan tujuan pernikahan itu sendiri, yakni menyempurnakan agama,
melaksanakan titah ilahi serta sunah nabi dalam rangka menjaga keturunan, meraih
kebahagiaan, dan lain sebagainya. Tujuan pernikahan ini penting untuk ditegaskan agar setiap
pasangan bisa mengingatnya dan mewujudkannya.
Dalam ajaran Islam, secara umum setiap muslim disunahkan untuk melaksanakan
pernikahan. Namun hukum menikah ini nantinya bersifat tentatif sesuai kondisi masing-
masing individu. Oleh karena itu, bagi seorang muslim sebaiknya ia mengevaluasi dirinya
berdasarkan norma tersebut tentang apakah ia sudah layak untuk menikah atau belum agar
tidak terjadi problem-problem di kemudian hari.
ُص ْو ِم فَإِنَّه
َّ ستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه ِبال
ْ َ َو َمنْ لَ ْم ي،ج َ ص ِر َوأَ ْح
ِ صنُ لِ ْلفَ ْر ُّ فَإِنَّهُ أَ َغ،ستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ا ْلبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّو ْج
َ َض لِ ْلب ْ ب َم ِن ا
ِ شبَا
َّ ش َر ال
َ يَا َم ْع
Artinya:
“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka
menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena
shaum itu dapat membentengi dirinya.” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).
Secara singkat, hukum pernikahan ada 5, yakni: 1) wajib bagi mereka yang telah memiliki
kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial serta sulit baginya
untuk menghindari zina. Pada posisi ini, ia diwajibkan menikah agar tidak terjerumus kepada
kemaksiatan; 2) sunah bagi mereka yang mampu dan siap berumah tangga, namun masih
dapat menahan diri dari perbuatan zina.
Selanjutnya, 3) mubah bagi orang yang bertujuan menikah untuk memenuhi syahwat semata,
bukan bertujuan membina rumah tangga. Namun ia bertanggung jawab dan tidak
menelantarkan istrinya; 4) makruh bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan untuk
menafkahi pasangan atau memiliki penyakit tertentu yang dapat membuatnya tidak bisa
memenuhi kebutuhan biologis pasangan; 5) dan haram bagi mereka yang bertujuan untuk
menyakiti pasangan (Fath al-Qarib).
Tafsir Surat Ar-Rum [30] Ayat 21: Tujuan Pernikahan Menurut Al-Qur’an
Salah satu ayat Al-Qur’an yang membahas tentang tujuan pernikahan adalah surat ar-Rum [3]
ayat 21 yang berbunyi:
ٍ س ُكنُ ْٓوا اِلَ ْي َها َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َر ْح َمةً ۗاِنَّ فِ ْي ٰذلِكَ اَل ٰ ٰي
٢١ َت لِّقَ ْو ٍم يَّتَفَ َّك ُر ْون ْ َاجا لِّت
ً س ُك ْم اَ ْز َو َ ََو ِمنْ ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَنْ َخل
ِ ُق لَ ُك ْم ِّمنْ اَ ْنف
Menurut as-Sa’adi, ayat ini berbicara mengenai tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah swt
yang menunjukkan bentuk kasih sayang kepada hamba-hamba-Nya melalui penciptaan
pasangan. Bersama pasangan, manusia dapat saling mengasihi dan menyayangi. Selain itu,
memiliki pasangan juga dapat membuat seseorang merasakan ketenangan, kedamaian, dan
ketenteraman. Oleh karena itu, hubungan suami istri lebih spesial dibandingkan hubungan
antara manusia lainnya.
Sedangkan menurut Quraish Shihab, surat ar-Rum [3] ayat 21 merupakan kelanjutan ayat-
ayat sebelumnya yang berbicara mengenai kekuasaan dan keesaan Allah swt. Rangkaian ayat
ini secara implisit menegaskan bahwa tanda-tanda kekuasaan dan keesaan Allah meliputi
segala hal, mulai dari kehidupan dan kematian (ayat 19), penciptaan manusia (ayat 20),
penciptaan pasangan bagi manusia ( ayat 21), hingga penciptaan alam dan keragaman
semesta (ayat 22).
Dan sasaran utama tujuan pernikahan dalam Islam ialah untuk menundukkan pandangan
serta membentengi diri dari perbuatan keji dan kotor yang dapat merendahkan martabat
seseorang. Dalam Islam, sebuah pernikahan akan memelihara serta melindungi dari
kerusakan serta kekacauan yang ada di masyarakat.
Menikah juga membuat seorang muslim terhindar dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW dalam sebuah hadis bersabda:
"Wahai para pemuda, jika kalian telah mampu, maka menikahlah. Sungguh menikah itu lebih
menentramkan mata dan kelamin. Bagi yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa
bisa menjadi tameng baginya." (HR. Bukhari No. 4779).
Penyempurna Agama
Tujuan pernikahan dalam Islam yang pertama adalah sebagai penyempurna agama. Menikah
merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan agama. Dengan menikah maka separuh
agama telah terpenuhi. Jadi salah satu dari tujuan pernikahan ialah penyempurnakan agama
yang belum terpenuhi agar semakin kuat seorang muslim dalam beribadah.
"Apabila seorang hamba menikah maka telah sempurna separuh agamanya, maka takutlah
kepada Allah SWT untuk separuh sisanya" (HR. Al Baihaqi dalam Syu'abul Iman).
Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya ialah melaksanakan sunah rasul, sebagai panutan
dalam menjalan kehidupan. Namun sebagai seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.
Pernikahan merupakan salah satu sunnah dari Rasulullah. Hal ini senada dengan sabda Nabi
Muhammad SAW berikut:
Artinya: "Dari Aisyah r.a., ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Menikah itu termasuk dari
sunahku, siapa yang tidak mengamalkan sunahku, maka ia tidak mengikuti jalanku.
Menikahlah, karena sungguh aku membanggakan kalian atas umat-umat yang lainnya, siapa
yang mempunyai kekayaan, maka menikahlah, dan siapa yang tidak mampu maka hendaklah
ia berpuasa, karena sungguh puasa itu tameng baginya.” HR. Ibnu Majah.
Selain itu, menikah juga dapat mencetak generasi keturunan yang dapat menciptakan
ketenangan lahir dan batin. Dalam Al-Quran terdapat doa yang menggambarkan setiap
pasangan ingin memiliki keluarga yang diharapkan. Berikut artinya:
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS.
Al-Furqon ayat 74).
ada tradisi yang total ditolak oleh Nabi dan digantikan dengan
tradisi baru dan inilah yang sebut dengan penolakan total atau koreksi total
(total refuse or total correction). Untuk menggambarkan hal ini bisa dilihat dalam
kasus berikut ini.
َ
Home Ekonomi Syariah Tafsir Khutbah Hikmah Sirah Nabawiyah Bahtsul Masail Ubudiyah
Gallery Lainnya HOME KHUTBAH HIKMAH EKONOMI SYARIAH BATHSUL
MASAIL UBUDIYAH FIQIH DIFABEL WARISAN ZAKAT NIKAH VIDEO FOTO
DOWNLOAD NIKAH/KELUARGA 4 Bentuk Perkawinan pada Zaman Jahiliyah Rabu 24
Juli 2019 19:30 WIB BAGIKAN: Selain mengokohkan bangunan tauhid, Islam juga hadir
menyempurnakan ajaran-ajaran umat sebelumnya sekaligus menghapus tradisi-tradisi buruk
mereka. Salah satunya adalah tradisi buruk dalam pernikahan masyarakat jahiliyah. Lantas
seperti apakah tradisi dan praktik pernikahan di zaman jelang Nabi diutus itu? Dalam al-
Hawi al-Kabir, al-Mawardi menuturkan, ada empat bentuk pernikahan pada zaman jahiliyah,
yakni: (1) pernikahan al-wilâdah, (2) pernikahan al-istibdhâ‘, (3) pernikahan al-rahth, dan (4)
pernikahan al-râyah (lihat: al-Mawardi, al-Hâwî al-Kabîr, jilid 9, hal. 6).
ADVERTISEMENT Keempat bentuk pernikahan ini berdasarkan hadits ‘Aisyah yang
diriwayatkan al-Bukhari dalam Shahîh-nya. فَنِ َكا ٌح ِم ْنهَا نِ َكا ُح:الجا ِهلِيَّ ِة َكانَ َعلَى أَرْ بَ َع ِة أَ ْن َحا ٍء
َ أَ َّن النِّ َكا َح فِي
ِ َّالن Artinya, “Sesungguhnya pernikahan pada zaman jahiliyah ada empat bentuk. Satu
اس اليَوْ َم
bentuk di antaranya adalah pernikahan seperti orang-orang sekarang,” (HR al-Bukhari).
Pertama, pernikahan al-wilâdah. Dalam pernikahan ini, seorang laki-laki atau seorang
pemuda datang kepada orang tua sang gadis untuk melamarnya. Kemudian ia menikahinya
disertai dengan maharnya. ADVERTISEMENT Ini merupakan pernikahan yang dibenarkan
karena bertujuan untuk mendapatkan keturunan. Dan pernikahan ini pula yang pernah
disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam salah satu haditsnya, “Aku
dilahirkan dari sebuah pernikahan (yang dibenarkan), bukan dari perzinaan.” Karena memang
Allah senantiasa mengantarkan bakal nabi-Nya dari tulang rusuk yang cerdas kepada rahim
yang bersih (lihat: al-Mawardi, al-Hâwî al-Kabîr, jilid 9, hal. 6). ADVERTISEMENT
Kedua, pernikahan al-istibdhâ‘. Dalam pernikahan ini, seorang suami meminta istrinya pergi
kepada laki-laki terpandang dan meminta dicampurinya. Setelah itu, si suami menjauhinya
dan tidak menyentuhnya lagi hingga terlihat hamil oleh laki-laki tersebut. Hal itu dilakukan
semata karena menginginkan keturunan yang bagus dan luhur. Ketiga, pernikahan al-rahth.
Dalam pernikahan ini, sekelompok laki-laki—kurang dari sepuluh orang—bersama-sama
menikahi satu orang perempuan dan mencampurinya. Setelah hamil dan melahirkan, si
perempuan mengirim utusan kepada mereka. Tak ada satu pun di antara mereka yang
menolak datang dan berkumpul. Di hadapan mereka, si perempuan mengatakan, “Kalian tahu
apa yang terjadi di antara kalian denganku. Kini aku telah melahirkan. Dan ini adalah
anakmu, hai fulan (sambil menyebut namanya).” Si perempuan menasabkan anaknya kepada
seorang laki-laki dan laki-laki itu tidak bisa menolaknya. Keempat, pernikahan al-râyah.
Dalam pernikahan ini, sejumlah laki-laki datang ke tempat para perempuan sundal. Sebagai
tandanya, perempuan-perempuan itu menancapkan bendera (al-râyah) di depan pintu rumah
mereka. Sehingga, siapa pun laki-laki yang melintas dan menginginkannya, tinggal masuk ke
dalam rumah. Jika salah seorang perempuan itu hamil dan melahirkan, para laki-laki tadi
akan dikumpulkan. Mereka akan membiarkan seorang qa’if, seorang yang pandai mengamati
tanda-tanda anak (dari turunan siapa). Setelah itu, sang qa’if akan menasabkan anak tersebut
kepada seorang laki-laki yang juga disetujui si perempuan. Tidak ada seorang pun di antara
mereka yang bisa menolak anak tersebut. Di penghujung hadits itu, ‘Aisyah menyatakan:
ADVERTISEMENT اس اليَوْ َم ِ َّ هَ َد َم نِ َكا َح ال َجا ِهلِيَّ ِة ُكلَّهُ إِاَّل نِ َكا َح الن،ِّصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِال َحق َ فَلَ َّما بُ ِع
َ ث ُم َح َّم ٌد
Artinya, “Ketika diutus membawa kebenaran, Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam
membatalkan semua pernikahan jahiliyah itu kecuali pernikahan seperti yang dilakukan
orang-orang sekarang.” Tiga bentuk terakhir dari pernikahan di atas kemudian diharamkan
dalam syariat Islam. Hanya saja, dalam al-Mausû‘ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah,
ditambahkan satu bentuk lagi pernikahan yang diharamkan dalam syariat, yaitu pernikahan
syighar, yakni seorang laki-laki menikahkan putri atau saudari perempuannya dengan laki-
laki lain, dengan tujuan agar dirinya bisa menikahi putri laki-laki lain tersebut tanpa mahar
(lihat: Tim Kementerian Perwakafan dan Urusan Keislaman, al-Mausû‘ah al-Fiqhiyyah al-
Kuwaitiyyah [Darus Salasil: Kuwait], 1427 H, cetakan kedua, jilid 41, 326). Demikianlah
bentuk-bentuk pernikahan pada zaman jahiliyah. Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua
sekaligus bisa menjauhi praktik-praktik pernikahan ala jahiliyah yang diharamkan syariat.
Wallahu a’lam. Ustadz M. Tatam Wijaya, Alumni Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah
Sukaraja, Sukabumi; Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur,
Jawa Barat TAGS: pernikahan jahiliyah BAGIKAN: ARTIKEL TERKAIT Pantaslah
Kita Dilarang Berzina, Ini Sebabnya Perihal Perkawinan Sedarah Warga Sulsel, MUI: Haram
dan Harus Dilarang Rais 'Aam PBNU Mantu, Presiden Jokowi Hadir Jadi Saksi Pesantren
Diharap Bantu Sosialisasi Mudaratnya Pernikahan Dini ‘MUI Thailand’ Larang Pernikahan
Anak di Bawah Usia 17 Tahun TERPOPULER REKOMENDASI 1 Bulan Safar: Latar
Belakang Nama dan Mitos Kesialan di Dalamnya Jumat 10 September 2021 2 Shalawat
Kamaliyah: Lafal dan Keutamaannya Kamis 9 September 2021 3 Hukum Forex Online di
Pasar Derivatif: Benarkah Ulama Salaf Mengharamkannya? Sabtu 11 September 2021 4
Khutbah Jumat: Perbaiki Makananmu, Terkabulah Doamu Kamis 16 September 2021 5 4
Etika Cerai dalam Pandangan Islam Senin 13 September 2021 TOPIK Bulan Safar, Rebo
Wekasan, dan Hal-hal yang Penting Diperhatikan Kumpulan Khutbah Jumat Bulan
Muharram Kumpulan Khutbah Menyambut Hari Kemerdekaan Penjelasan dan Ragam Tafsir
Mimpi dalam Islam Hikayat Bani Israil dari Masa ke Masa WAWANCARA RISALAH
REDAKSI Taliban Cenderung Berubah Moderat, Faktor NU Sangat Besar Selasa 24 Agustus
2021 76 Tahun Merdeka, Pentingnya Mekanisme Pelibatan Masyarakat dalam Kebijakan
Selasa 17 Agustus 2021 Melindungi Anak dari Eksploitasi di Masa Pandemi Senin 26 Juli
2021 Potret Pendidikan Indonesia di Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal Senin 3 Mei
2021 Perjuangan Satgas NU Melawan Laju Pandemi Covid-19 Rabu 21 April 2021 TERKINI
Bagaimana Implikasi Teknologi USG terhadap Masa Iddah? Kamis 16 September 2021
Mengatur Ulang Arah Deradikalisasi Kamis 16 September 2021 Anita Wahid Pertanyakan
Komitmen Presiden Jokowi soal Pemberantasan Korupsi Kamis 16 September 2021 Santri
Tutup Kuping dari Suara Musik Dianggap Radikal, KH Taufik Damas: Lebay Kamis 16
September 2021 Dosen Unusia Sebut Kritik Mahasiswa untuk Pejabat Publik Sebagai
Kewajaran Kamis 16 September 2021 SENI BUDAYA Tari Topeng Cirebon: Kesenian yang
Jadi Media Dakwah Selasa 14 September 2021 Alumni, Pesantren, dan Lebaran Santri Rabu
8 September 2021 Apakah Dunia Bisa Ideal? Sabtu 4 September 2021 Selera Musik Para
Kiai Nahdlatul Ulama Sabtu 28 Agustus 2021 Tarekat, Tirakat, Terikat Selasa 10 Agustus
2021 SEJAWAT Beranda Tentang NU Redaksi Kontak Kami Download NU Online English
© 2020 NU Online | support@nu.or.id
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/109000/4-bentuk-perkawinan-pada-zaman-jahiliyah
=