NIM :195800018
1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam:
“Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan
puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau berkata, ‘Nikahkanlah aku
dengan saudara perempuanmu, maka aku akan nikahkan saudara perempuanku dengan
dirimu.” [1]
Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas
kawin ataukah tidak.[3]
2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga oleh
suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita
tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali)
setelah masa ‘iddah wanita itu selesai.
Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil [4] dan muhallala lahu.” [5][6]
3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang
laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan,
sebulan, atau lebih.
Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah.
Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!
ثُ َّم لَ ْم ن َْخرُجْ ِم ْنهَا َحتَّى نَهَانَا َع ْنهَا،َح ِح ْينَ َدخ َْلنَا َم َّكة
ِ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ْال ُم ْت َع ِة عَا َم ْالفَ ْت
َ َِأ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللا.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya.” [Al-
Baqarah : 235
ت َحتَّ ٰى يُْؤ ِم َّن ۚ َوَأَل َمةٌ ُمْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ َأ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى يُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد ِ َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا
ٰ
َ ك َولَوْ َأ ْع َجبَ ُك ْم ۗ ُأولَِئ
ِ َّار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو ِإلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِِإ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن
اس لَ َعلَّهُ ْم ِ َّك يَ ْد ُعونَ ِإلَى الن ٍ ُمْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر
َيَتَ َذكرُونَّ
“Dan janganlah kaum nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan
yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman
lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” [Al-
Baqarah : 221]
الَ يُجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َو َع َّمتِهَا َوالَ بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َوخَالَتِهَا.
“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara
wanitadengan bibinya (dari pihak ibu).” [10]
ۗ ِ اج َعا ِإ ْن ظَنَّا َأ ْن يُقِي َما ُحدُو َد هَّللاَ طلَّقَهَا فَاَل جُ نَا َح َعلَ ْي ِه َما َأ ْن يَتَ َر
َ فَِإ ْن طَلَّقَهَا فَاَل تَ ِحلُّ لَهُ ِم ْن بَ ْع ُد َحتَّ ٰى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َرهُ ۗ فَِإ ْن
َ َوتِ ْل
َك ُحدُو ُد هَّللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَ ْعلَ ُمون
“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri)
untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang
berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]
Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin kembali
kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus sudah
bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah ‘iddah ia boleh kembali
kepada suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam,
“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.” [12]
ت َأ ْي َمانُ ُك ْم
ْ َات ِمنَ النِّ َسا ِء ِإاَّل َما َملَ َك
ُ صنَ َْو ْال ُمح
“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami…” [An-Nisaa’ : 24]
“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan
perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-
laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang
mukmin.” [An-Nuur : 3]
Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan seorang pelacur.
Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki
pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
ق ٌ ت ۚ ُأو ٰلَِئكَ ُمبَ َّرءُونَ ِم َّما يَقُولُونَ ۖ لَهُ ْم َم ْغفِ َرةٌ َو ِر ْز
ِ ات لِلطَّيِّبِينَ َوالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَا
ُ َت ۖ َوالطَّيِّب
ِ ات لِ ْل َخبِيثِينَ َو ْال َخبِيثُونَ لِ ْلخَ بِيثَا
ُ َْال َخبِيث
َك ِري ٌم
“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk
perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk
laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).
Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki
yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]
Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur dan
ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.
Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina
kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama
adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang
terakhir halal.”[13]
13. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi:
dua, tiga, atau empat…” [An-Nisaa’ : 3]
Ketika ada seorang Shahabat bernama Ghailan bin Salamah masuk Islam dengan isteri-
isterinya, sedangkan ia memiliki sepuluh orang isteri. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan untuk memilih empat orang isteri, beliau bersabda,
Juga ketika ada seorang Shahabat bernama Qais bin al-Harits mengatakan bahwa ia akan
masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan orang isteri. Maka ia mendatangi Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan men-ceritakan keadaannya. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa seizin
walinya. Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”