Anda di halaman 1dari 7

NAMA : Retno Agustina

NIM :195800018

PRODI :PVKK- Tata Boga

BENTUK-BENTUK PERNIKAHAN TIDAK SAH DALAM ISLAM

Pernikahan merupakan suatu akad untuk menghalalkan hubungan antara laki-laki


dan perempuandalam rangka mewujudkan kebahagiaan hidup berkeuarga yang
diridhoi oleh Allah SWT.
Dari pengertian itu dapat kita ketahui bawasanya untuk menciptakan kehidupan
keluarga yang bahagi, kemudoian menghalalkan hubungan antara laki-laki dan perempuan,
membangun rumah tangga yang tentram atas dasar cinta dan kasih saying.
Dalam agama islam sudah jelas mana pernikahan yang dilarang dan mana yang
diperbolehkan. Adapun yang dimaksud pernikahan yang dilarang yakni bentuk-bentuk
perkawinan yang tidak boleh dilakukan seperti kawin Mut'ah, kawi Syighor dan lain-lain.
Bentuk perkawinan tersebut merupakan bawaan yang berasal dari zaman jahiliyah yang
mana pada zaman ini orang=orang bagaikan binatang yang memiliki rinsip siapa kuat
dialah yang berkuasa.
Adapun pernikahan yang diperbolehkan yaitu pernikahan yang sesauai dengan
syari'atseperti ada kedua mempelai, saksi dan wali serta mahar dan apabila salah sayu
diantara syarat-syarat terssebut tidak dipenuhi maka pernikahannya tidak sah atau batal.

1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam:

‫ك َوُأزَ ِّوجُكَ ُأ ْختِي‬


َ َ‫ ز َِّوجْ نِي ا ْبنَتَكَ َوُأ َز ِّوجُكَ ا ْبنَتِي َأوْ ز َِّوجْ نِي ُأ ْخت‬:‫ َوال ِّشغَا ُر َأ ْن يَقُوْ َل ال َّر ُج ُل لِل َّر ُج ِل‬.

“Nikah syighar adalah seseorang yang berkata kepada orang lain, ‘Nikahkanlah aku dengan
puterimu, maka aku akan nikahkan puteriku dengan dirimu.’ Atau berkata, ‘Nikahkanlah aku
dengan saudara perempuanmu, maka aku akan nikahkan saudara perempuanku dengan
dirimu.” [1]

Dalam hadits lain, beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:


‫َار فِي ْاِإل ْسالَ ِم‬
َ ‫الَ ِشغ‬.

“Tidak ada nikah syighar dalam Islam.” [2]

Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas
kawin ataukah tidak.[3]

2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga oleh
suami sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita
tersebut dapat dinikahi kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali)
setelah masa ‘iddah wanita itu selesai.

Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْال ُم َحلِّ َل َو ْال ُم َحلَّ َل لَه‬


َ ِ‫لَ َعنَ َرسُوْ ُل هللا‬.“

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil [4] dan muhallala lahu.” [5][6]

3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang
laki-laki dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan,
sebulan, atau lebih.

Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah.
Apabilah telah terjadi, maka nikahnya batal!

Telah diriwayatkan dari Sabrah al-Juhani radhiyal-laahu ‘anhu, ia berkata,

‫ ثُ َّم لَ ْم ن َْخرُجْ ِم ْنهَا َحتَّى نَهَانَا َع ْنهَا‬،َ‫ح ِح ْينَ َدخ َْلنَا َم َّكة‬
ِ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم بِ ْال ُم ْت َع ِة عَا َم ْالفَ ْت‬
َ ِ‫َأ َم َرنَا َرسُوْ ُل هللا‬.

“Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan kami untuk melakukan


nikah mut’ah pada saat Fat-hul Makkah ketika memasuki kota Makkah. Kemudian sebelum
kami mening-galkan Makkah, beliau pun telah melarang kami darinya (melakukan nikah
mut’ah).” [7]

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ك ِإلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ ِ ‫ت لَ ُك ْم فِي ْا ِال ْستِ ْمت‬


َ ِ‫ َوِإ َّن هللاَ قَ ْد َح َّر َم َذل‬،‫َاع ِمنَ النِّ َسا ِء‬ ُ ‫ت َأ ِذ ْن‬
ُ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ! ِإنِّي قَ ْد ُك ْن‬.
“Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku pernah mengijinkan kalian untuk bersenang-
senang dengan wanita (nikah mut’ah selama tiga hari). Dan sesungguhnya Allah telah
mengharamkan hal tersebut (nikah mut’ah) selama-lamanya hingga hari Kiamat.” [8]

4. Nikah Dalam Masa ‘Iddah.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ُ‫اح َحتَّ ٰى يَ ْبلُ َغ ْال ِكتَابُ َأ َجلَه‬


ِ ‫ْز ُموا ُع ْق َدةَ النِّ َك‬
ِ ‫َواَل تَع‬

“Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah, sebelum habis masa ‘iddahnya.” [Al-
Baqarah : 235

5. Nikah Dengan Wanita Kafir Selain Yahudi Dan Nasrani.[9]


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ت َحتَّ ٰى يُْؤ ِم َّن ۚ َوَأَل َمةٌ ُمْؤ ِمنَةٌ َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ َأ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى يُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد‬ ِ ‫َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر َكا‬
ٰ
َ ‫ك َولَوْ َأ ْع َجبَ ُك ْم ۗ ُأولَِئ‬
ِ َّ‫ار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو ِإلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِِإ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن‬
‫اس لَ َعلَّهُ ْم‬ ِ َّ‫ك يَ ْد ُعونَ ِإلَى الن‬ ٍ ‫ُمْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر‬
َ‫يَتَ َذكرُون‬َّ

“Dan janganlah kaum nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan
yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman
lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke
Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah)
menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.” [Al-
Baqarah : 221]

6. Nikah Dengan Wanita-Wanita Yang Diharamkan Karena Senasab Atau


Hubungan Kekeluargaan Karena Pernikahan.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ْ‫ت َوُأ َّمهَاتُ ُك ُم الاَّل تِي َأر‬


‫ض ْعنَ ُك ْم َوَأخَ َواتُ ُك ْم‬ ِ ‫َات اُأْل ْخ‬ ُ ‫خ َوبَن‬ ِ ‫َات اَأْل‬ُ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم ُأ َّمهَاتُ ُك ْم َوبَنَاتُ ُك ْم َوَأ َخ َواتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َو َخااَل تُ ُك ْم َوبَن‬ ْ ‫ُح ِّر َم‬
ْ ْ
َ ‫ُور ُك ْم ِم ْن نِ َساِئ ُك ُم الاَّل تِي َد َخلتُ ْم بِ ِه َّن فَِإ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا َد َخلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجن‬ ‫ُأ‬
‫َاح‬ ِ ‫ات نِ َساِئ ُك ْم َو َربَاِئبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُحج‬ ُ َ‫َّضا َع ِة َو َّمه‬ َ ‫ِمنَ الر‬
ُ َ َ ‫هَّللا‬ َّ َ ْ َ ‫اَّل‬ ْ َ
‫بِك ْم َو ن ت َمعُوا بَينَ ا ختي ِن ِإ َما قد َسلفَ ۗ ِإن َ كانَ غفورًا َر ِحي ًما‬ ْ ‫ُأْل‬ ْ ْ‫َج‬ ْ ‫َأ‬ ُ ‫اَل‬ ْ‫ص‬‫َأ‬ ْ َّ ُ ْ ‫َأ‬ ‫اَل‬
‫َعليك ْم َو َح ِئ ُل بنَاِئك ُم ال ِذينَ ِمن‬ ُ ْ َ

“Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara


perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu,
anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perem-
puanmu, ibu-ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuan yang satu susuan denganmu,
ibu-ibu isterimu (mertua), anak-anak perempuan dari isterimu (anak tiri) yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum mencampurinya
(dan sudah kamu ceraikan) maka tidak berdosa atasmu (jika menikahinya), (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan) mengumpulkan (dalam
pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” [An-Nisaa’ : 23]

7. Nikah Dengan Wanita Yang Haram Dinikahi Disebabkan Sepersusuan,


Berdasarkan Ayat Di Atas.

8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak


Ayahnya Maupun Dari Pihak ibunya.
Berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

‫الَ يُجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َو َع َّمتِهَا َوالَ بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َوخَالَتِهَا‬.

“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara
wanitadengan bibinya (dari pihak ibu).” [10]

9. Nikah Dengan Isteri Yang Telah Ditalak Tiga.


Wanita diharamkan bagi suaminya setelah talak tiga. Tidak dihalalkan bagi suami untuk
menikahinya hingga wanitu itu menikah dengan orang lain dengan pernikahan yang wajar
(bukan nikah tahlil), lalu terjadi cerai antara keduanya. Maka suami sebelumnya diboleh-kan
menikahi wanita itu kembali setelah masa ‘iddahnya selesai.

Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

ۗ ِ ‫اج َعا ِإ ْن ظَنَّا َأ ْن يُقِي َما ُحدُو َد هَّللا‬َ ‫طلَّقَهَا فَاَل جُ نَا َح َعلَ ْي ِه َما َأ ْن يَتَ َر‬
َ ‫فَِإ ْن طَلَّقَهَا فَاَل تَ ِحلُّ لَهُ ِم ْن بَ ْع ُد َحتَّ ٰى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َرهُ ۗ فَِإ ْن‬
َ ‫َوتِ ْل‬
َ‫ك ُحدُو ُد هَّللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَ ْعلَ ُمون‬

“Kemudian jika ia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya sebelum ia menikah dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang
lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (suami pertama dan bekas isteri)
untuk menikah kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum
Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang diterangkan-Nya kepada orang-orang yang
berpengetahuan.” [Al-Baqarah : 230]

Wanita yang telah ditalak tiga kemudian menikah dengan laki-laki lain dan ingin kembali
kepada suaminya yang pertama, maka ketententuannya adalah keduanya harus sudah
bercampur (bersetubuh) kemudian terjadi perceraian, maka setelah ‘iddah ia boleh kembali
kepada suaminya yang pertama. Dasar harus dicampuri adalah sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam,

‫ َحتَّى تَ ُذوْ قِى ُع َس ْيلَتَهُ َويَ ُذوْ قِى ُع َس ْيلَت َِك‬،َ‫ال‬.

“Tidak, hingga engkau merasakan madunya (bersetubuh) dan ia merasakan madumu.”[11]


10. Nikah Pada Saat Melaksanakan Ibadah Ihram.
Orang yang sedang melaksanakan ibadah ihram tidak boleh menikah, berdasarkan sabda Nabi
shallal-laahu ‘alaihi wa sallam:

ُ‫اَ ْل ُمحْ ِر ُم الَ يَ ْن ِك ُح َوالَ يَ ْخطُب‬.

“Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah atau melamar.” [12]

11. Nikah Dengan Wanita Yang Masih Bersuami.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ت َأ ْي َمانُ ُك ْم‬
ْ ‫َات ِمنَ النِّ َسا ِء ِإاَّل َما َملَ َك‬
ُ ‫صن‬َ ْ‫َو ْال ُمح‬

“Dan (diharamkan juga kamu menikahi) perempuan yang bersuami…” [An-Nisaa’ : 24]

12. Nikah Dengan Wanita Pezina/Pelacur.


Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ِ‫ك ۚ َوحُرِّ َم ٰ َذل‬


َ‫ك َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِين‬ ٌ ‫ال َّزانِي اَل يَ ْن ِك ُح ِإاَّل زَ انِيَةً َأوْ ُم ْش ِر َكةً َوال َّزانِيَةُ اَل يَ ْن ِك ُحهَا ِإاَّل زَ ا ٍن َأوْ ُم ْش ِر‬

“Pezina laki-laki tidak boleh menikah kecuali dengan pezina perempuan, atau dengan
perempuan musyrik; dan pezina perempuan tidak boleh menikah kecuali dengan pezina laki-
laki atau dengan laki-laki musyrik; dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang
mukmin.” [An-Nuur : 3]

Seorang laki-laki yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan seorang pelacur.
Begitu juga wanita yang menjaga kehormatannya tidak boleh menikah dengan laki-laki
pezina. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:

‫ق‬ ٌ ‫ت ۚ ُأو ٰلَِئكَ ُمبَ َّرءُونَ ِم َّما يَقُولُونَ ۖ لَهُ ْم َم ْغفِ َرةٌ َو ِر ْز‬
ِ ‫ات لِلطَّيِّبِينَ َوالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَا‬
ُ َ‫ت ۖ َوالطَّيِّب‬
ِ ‫ات لِ ْل َخبِيثِينَ َو ْال َخبِيثُونَ لِ ْلخَ بِيثَا‬
ُ َ‫ْال َخبِيث‬
‫َك ِري ٌم‬

“Perempuan-perempuan yang keji untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk
perempuan-perempuan yang keji (pula), sedangkan perempuan-perempuan yang baik untuk
laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik untuk perempuan-perempuan yang baik (pula).
Mereka itu bersih dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rizki
yang mulia (Surga).” [An-Nuur : 26]

Namun apabila keduanya telah bertaubat dengan taubat yang nashuha (benar, jujur dan
ikhlas) dan masing-masing memperbaiki diri, maka boleh dinikahi.

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma pernah berkata mengenai laki-laki yang berzina
kemudian hendak menikah dengan wanita yang dizinainya, beliau berkata, “Yang pertama
adalah zina dan yang terakhir adalah nikah. Yang pertama adalah haram sedangkan yang
terakhir halal.”[13]
13. Nikah Dengan Lebih Dari Empat Wanita.
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:

َ ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثن َٰى َوثُاَل‬


‫ث َو ُربَا َع‬ َ َ‫وَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل تُ ْق ِسطُوا فِي ْاليَتَا َم ٰى فَا ْن ِكحُوا َما ط‬

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi:
dua, tiga, atau empat…” [An-Nisaa’ : 3]

Ketika ada seorang Shahabat bernama Ghailan bin Salamah masuk Islam dengan isteri-
isterinya, sedangkan ia memiliki sepuluh orang isteri. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan untuk memilih empat orang isteri, beliau bersabda,

ِ َ‫َأ ْم ِس ْك َأرْ بَعًا َوف‬.


‫ار ْق َساِئ َره َُّن‬

“Tetaplah engkau bersama keempat isterimu dan ceraikanlah selebihnya.” [14]

Juga ketika ada seorang Shahabat bernama Qais bin al-Harits mengatakan bahwa ia akan
masuk Islam sedangkan ia memiliki delapan orang isteri. Maka ia mendatangi Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan men-ceritakan keadaannya. Maka Nabi shallallaahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,

‫اختَرْ ِم ْنه َُّن َأرْ بَعًا‬.


ْ

“Pilihlah empat orang dari mereka.” [15]

14. Pernikahan tanpa Wali.

yaitu pernikahan yang dilakukan seorang laki-laki dengan seorang wanita tanpa seizin
walinya. Rasulullah Saw. bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali.”

Anda mungkin juga menyukai