Syarat Nikah
1. Beragama Islam
Syarat calon suami dan istri adalah beragama Islam serta jelas nama dan orangnya. Bahkan, tidak sah
jika seorang muslim menikahi nonmuslim dengan tata cara ijab kabul Islam.
2. Bukan mahram
Bukan mahram menandakan bahwa tidak terdapat penghalang agar perkawinan bisa dilaksanakan.
Selain itu, sebelum menikah perlu menelusuri pasangan yang akan dinikahi.Misalnya, sewaktu kecil
dibesarkan dan disusui oleh siapa. Sebab, jika ketahuan masih saudara sepersusuan maka tergolong
dalam jalur mahram seperti nasab yang haram untuk dinikahi.
Sebuah pernikahan wajib dihadiri oleh wali nikah. Wali nikah harus laki-laki, tidak boleh perempuan
merujuk hadis:"Dari Abu Hurairah ia berkata, bersabda Rasulullah SAW: 'Perempuan tidak boleh
menikahkan (menjadi wali)terhadap perempuan dan tidak boleh menikahkan dirinya." (HR. ad-
Daruqutni dan Ibnu Majah).
Namun jika ayah dari mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh lelaki dari jalur ayah,
misalnya kakek, buyut, saudara laki-laki seayah seibu, paman, dan seterusnya berdasarkan urutan nasab.
Jika wali nasab dari keluarga tidak ada, alternatifnya adalah wali hakim yang syarat dan ketentuannya
pun telah diatur.
4. Dihadiri saksi
Syarat sah nikah selanjutnya adalah terdapat minimal dua orang saksi yang menghadiri ijab kabul, satu
bisa dari pihak mempelai wanita dan satu lagi dari mempelai pria.Mengingat saksi menempati posisi
penting dalam akad nikah, saksi disyaratkan beragama Islam, dewasa, dan dapat mengerti maksud akad.
Jumhur ulama melarang nikah saat haji atau umrah (saat ihram), merujuk Islami.Hal ini juga ditegaskan
seorang ulama bermazhab Syafii dalam kitab Fathul Qarib al-Mujib yang menyebut salah satu larangan
dalam haji adalah melakukan akad nikah maupun menjadi wali dalam pernikahan:
( بوكالة أو والية )و،الثامن (عقد النكاح) فيحرم على المحرم أن يعقد النكاح لنفسه أو غيره
"Kedelapan (dari sepuluh perkara yang dilarang dilakukan ketika ihram) yaitu akad nikah. Akad nikah
diharamkan bagi orang yang sedang ihram, bagi dirinya maupun bagi orang lain (menjadi wali)"
6. Bukan paksaan
Syarat nikah yang tak kalah penting adalah mendapat keridaan dari masing-masing pihak, saling
menerima tanpa ada paksaan. Ini sesuai dengan hadis Abu Hurairah ra:"Tidak boleh seorang janda
dinikahkan hingga ia diajak musyawarah atau dimintai pendapat, dan tidak boleh seorang gadis
dinikahkan sampai dimintai izinnya." (HR Al Bukhari: 5136, Muslim: 3458).Demikian rukun dan syarat
nikah yang perlu diketahui pasangan yang hendak melangsungkan pernikahan.
1. Nikah Syighar
Definisi nikah ini sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
Hadits-hadits shahih di atas menjadi dalil atas haram dan tidak sahnya nikah syighar. Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam tidak membedakan, apakah nikah tersebut disebutkan mas kawin ataukah tidak.
2. Nikah Tahlil
Yaitu menikahnya seorang laki-laki dengan seorang wanita yang sudah ditalak tiga oleh suami
sebelumnya. Lalu laki-laki tersebut mentalaknya. Hal ini bertujuan agar wanita tersebut dapat dinikahi
kembali oleh suami sebelumnya (yang telah mentalaknya tiga kali) setelah masa ‘iddah wanita itu
selesai.Nikah semacam ini haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
3. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah disebut juga nikah sementara atau nikah terputus. Yaitu menikahnya seorang laki-laki
dengan seorang wanita dalam jangka waktu tertentu; satu hari, tiga hari, sepekan, sebulan, atau
lebih.Para ulama kaum muslimin telah sepakat tentang haram dan tidak sahnya nikah mut’ah. Apabilah
telah terjadi, maka nikahnya batal!Telah diriwayatkan dari Sabrah al-Juhani radhiyal-laahu ‘anhu, ia
berkata,
“Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya aku pernah mengijinkan kalian untuk bersenang-senang
dengan wanita (nikah mut’ah selama tiga hari). Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal
tersebut (nikah mut’ah) selama-lamanya hingga hari Kiamat.”
ت َحتَّ ٰى يُْؤ ِم َّن ۚ َوَأَل َمةٌ ُمْؤ ِمنَةٌ خَ ْي ٌر ِم ْن ُم ْش ِر َك ٍة َولَوْ َأ ْع َجبَ ْت ُك ْم ۗ َواَل تُ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِر ِكينَ َحتَّ ٰى يُْؤ ِمنُوا ۚ َولَ َع ْب ٌد ُمْؤ ِم ٌن َخ ْي ٌر ِم ْن ِ َواَل تَ ْن ِكحُوا ْال ُم ْش ِركَا
ٰ ُأ
ِ َّار ۖ َوهَّللا ُ يَ ْدعُو ِإلَى ْال َجنَّ ِة َو ْال َم ْغفِ َر ِة بِِإ ْذنِ ِه ۖ َويُبَيِّنُ آيَاتِ ِه لِلن
َاس لَ َعلَّهُ ْم يَتَ َذ َّكرُون َ ك َولَوْ َأ ْع َجبَ ُك ْم ۗ ولَِئ
ِ َّك يَ ْد ُعونَ ِإلَى الن ٍ ُم ْش ِر
“Dan janganlah kaum nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya
perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik meskipun ia menarik hatimu. Dan
janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka
beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun
ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke Neraka, sedangkan Allah mengajak ke Surga dan ampunan
dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil
pelajaran.” [Al-Baqarah/2 : 221]
6. Nikah Dengan Wanita-Wanita Yang Diharamkan Karena Senasab Atau Hubungan Kekeluargaan Karena
Pernikahan.
ضا َع ِة َ ض ْعنَ ُك ْم َوَأ َخ َواتُ ُك ْم ِمنَ ال َّر َ ْت َوُأ َّمهَاتُ ُك ُم الاَّل تِي َأر ِ َات اُأْل ْخُ خ َوبَن ِ َات اَأْل ُ ت َعلَ ْي ُك ْم ُأ َّمهَاتُ ُك ْم َوبَنَاتُ ُك ْم َوَأخَ َواتُ ُك ْم َو َع َّماتُ ُك ْم َوخَ ااَل تُ ُك ْم َوبَنْ حُرِّ َم
َُور ُك ْم ِم ْن نِ َساِئ ُك ُم الاَّل تِي َدخَ ْلتُ ْم ِب ِه َّن فَِإ ْن لَ ْم تَ ُكونُوا َد َخ ْلتُ ْم بِ ِه َّن فَاَل ُجنَا َح َعلَ ْي ُك ْم َو َحاَل ِئ ُل َأ ْبنَاِئ ُك ُم الَّ ِذين
ِ ات نِ َساِئ ُك ْم َو َربَاِئبُ ُك ُم الاَّل تِي فِي ُحج ُ ََوُأ َّمه
ِم ْن َأصْ اَل بِ ُك ْم َوَأ ْن تَجْ َمعُوا بَ ْينَ اُأْل ْختَ ْي ِن ِإاَّل َما قَ ْد َسلَفَ ۗ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َغفُورًا َر ِحيم
8. Nikah Yang Menghimpun Wanita Dengan Bibinya, Baik Dari Pihak Ayahnya Maupun Dari Pihak ibunya.
الَ يُجْ َم ُع بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َو َع َّمتِهَا َوالَ بَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َوخَالَتِهَا
“Tidak boleh dikumpulkan antara wanita dengan bibinya (dari pihak ayah), tidak juga antara
wanitadengan bibinya (dari pihak ibu).”