Anda di halaman 1dari 14

A.

PENGERTIAN MENIKAH DALAM ISLAM

Lafadz nikah pada dasarnya mengandung tiga macam pengertian, yaitu dari segi bahasa, dari ahli
ushul, dan menurut para ulama’ fiqh. Menurut bahasa, nikah artinya berkumpul. Menurut ahli usul dari
golongan Syafi’iyah, nikah adalah akad yang dengannya menjadi halal hubungan kelamin antara pria dan
wanita. Sedang secara majazi, nikah artinya “setubuh”. Menurut Zainuddin Al-Malibari, nikah adalah
suatu akad yang berisi kebolehan melakukan persetubuhan dengan menggunakan lafadz nikah atau
tazwij.
Menurut pasal 1 Undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, Perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada intinya perkawinan atau pernikahan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki
dan perempuan untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan untuk berketurunan, yang
dilaksanakan menurut ketentuan syariat Islam.

B. MOTIVASI MENIKAH DALAM ISLAM

Menikah merupakan salah satu anjuran yang dicontohkan oleh Rasulullah


Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam kepada umatnya. Ada banyak ayat di dalam kitab suci Al-
Qur’an mengenai anjuran untuk menikah. Salah satu ayat yang sering dijadikan dasar untuk
menikah karena setiap makhluk diciptakan berpasang – pasangan seperti yang tercantum pada Al –
Qur’an. Berikut beberapa Ayat Pernikahan Dalam Islam, seperti surat Az- Zariyat Ayat 49 sebagai
berikut :

َ‫َو ِم ْن ُك ِّل َش ْي ٍء خَ لَ ْقنَا َزوْ َجي ِْن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُون‬

“Dan segala sesuatu Kami Ciptakan Berpasang – pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.”

Di dalam Ayat Pernikahan Dalam Islam lainnya juga dijelaskan bahwa pasangan-pasangan
ini adalah laki – laki dan perempuan. Di tengah maraknya kisah cinta sesama jenis yang muncul dan
terlihat jelas di masyarakat, maka patut diketahui bahwa pasangan yang diridhoi oleh Allah adalah
pasangan yang terdiri dari laki – laki dan perempuan, bukan pasangan sesama jenis seperti yang
tercantum dalam ayat berikut.
‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجااًل َكثِيرًا َونِ َسا ًء ۚ َواتَّقُوا هَّللا َ الَّ ِذي تَ َسا َءلُونَ بِ ِه‬
َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬ ٍ ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّ ِذي خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
َ َ‫س َوا ِح َد ٍة َو َخل‬
‫َواَأْلرْ َحا َم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬

“Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu Yang menciptakan kamu dari satu jiwa dan darinya
Dia menciptakan jodohnya, dan mengembang-biakan dari keduanya banyak laki-laki dan
perempuan; dan bertakwalah kepada Allah swt. yang dengan nama-Nya kamu saling bertanya,
terutama mengenai hubungan tali kekerabatan. Sesungguhnya Allah swt. adalah pengawas atas
kamu”. (An Nisa: 1)

‫فَ َج َع َل ِم ْنهُ ال َّزوْ َج ْي ِن ال َّذ َك َر َواُأْل ْنثَ ٰى‬

“Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki dan perempuan.” (QS.Al-Qiyamah:39)

Menikah  juga adalah salah satu cara untuk menghindari maksiat di antara laki – laki dan
perempuan yang sudah baligh menurut pergaulan dalam islam. Akan lebih baik apabila
bisa Menikah Muda Menurut Islam.
ۚ ‫ت َأ ْي َمانُ ُك ْم‬
ْ ‫اح َدةً َأوْ َما َملَ َك‬
ِ ‫ث َو ُربَا َع ۖ فَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل تَ ْع ِدلُوا فَ َو‬
َ ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ النِّ َسا ِء َم ْثن َٰى َوثُاَل‬
َ َ‫وَِإ ْن ِخ ْفتُ ْم َأاَّل تُ ْق ِسطُوا فِي ْاليَتَا َم ٰى فَا ْن ِكحُوا َما ط‬
‫ٰ َذلِكَ َأ ْدن َٰى َأاَّل تَعُولُوا‬
“…maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga atau empat…”(QS. an-Nisa:
3)

Karena dengan menikah, setiap sentuhan yang dilakukan antara sepasang suami – istri
menjadi halal dan mendapatkan pahala. Sehingga, pacaran dalam islam yang diperbolehkan adalah
setelah menikah. Bukan pacaran sebelum menikah yang bisa mendekatkan diri pada zina.
Kewajiban menikah yang sudah ada di dalam Al-Qur’an juga sangat jelas dan bisa dijadikan dasar
dan pedoman untuk memulai sebuah ikatan pernikahan. Untuk bisa mendapatkan keluarga sakinah
mawaddah wa rahmah ini memang membutuhkan kontribusi dari kedua belah pihak yakni suami
dan istri untuk bisa membagi perannya dalam menjalankan bahtera rumah tangga. berikut Ayat
Pernikahan Dalam Islam terkait yaitu:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui.”(QS. an-Nur: 32).
Karena, dalam setiap pernikahan ini bisa menghadapi persoalan yang berbeda – beda, maka
penyelesaiannya harus dikembalikan lagi pada Al-Qur’an dan Hadits.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari
golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-
banyakkan umat. Siapa memiliki kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak
hendaknya berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng.”

Pernikahan dalam islam memiliki definisi penyatuan dua lawan jenis anak adam (laki – laki
dan perempuan) dalam sebuah ikatan ritual agama yang menghalalkan hubungan biologis di antara
keduanya serta menyatukan antara kedua keluarga pasangan, suku, dan negara.

Pernikahan yang terjadi ini juga tidak boleh terjadi selain dengan sesama manusia. Tidak
diperbolehkan manusia menikah dengan bangsa jin, apalagi melampiaskan hawa nafsu kepada
hewan. Dalam suatu ikatan ritual agama yang menghalalkan hubungan biologis antara keduanya
juga menunjukkan bahwa menikah itu adalah ibadah. Karena itu, dari awal pernikahan itu harus
dilandasi dengan niat ibadah sehingga suka duka yang terjadi bisa dilalui bersama.

Tujuan dalam pernikahan :

1. Melaksanakan Sunnah Rasul

Tentu saja tujuan pernikahan yang utama ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat. Namun sebagai
seorang muslim tentu saja kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dan ada
baiknya kita mengikuti apa yang dicontohkan dan diajarkan oleh Rasulullah. Dan pernikahan
merupakan salah satu sunnah dari Rasulullah.

2. Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang Asasi

Sangat dianjurkan bagi mereka yang telah mampu untuk menikah. Hal ini karena pernikahan
merupakan fitrah manusia serta naluri kemanusiaan itu sendiri. Karena naluri manusia dipenuhi pula
dengan hawa nafsu, maka lebih baik untuk dipenuhi dengan jalan yang baik dan benar yaitu melalui
penikahan.

Apabila naluri tersebut tidak terpenuhi, maka dapat menjerumuskan seseorang kepada jalan yang
diharamkan oleh Allah SWT yaitu berzina. Salah satu fitrah manusia ialah berpasang-pasangan
antara laki-laki dan perempuan, maka akan saling melengkapi, berbagi dan saling mengisi satu sama
lain.

3. Penyempurna Agama

Dalam Islam, menikah merupakan salah satu cara untuk menyempurnakan agama. Dengan menikah
maka separuh agama telah terpenuhi. Jadi salah satu dari tujuan pernikahan ialah penyempurnakan
agama yang belum terpenuhi agar semakin kuat seorang muslim dalam beribadah.

Rasullullah Shallallaahu'alaihi wa sallam bersabda:"Apabila seorang hamba menikah maka telah


sempurna separuh agamanya, maka takutlah kepada Allah SWT untuk separuh sisanya" (HR. Al
Baihaqi dalam Syu'abul Iman).

4. Menguatkan Ibadah sebagai Benteng Kokoh Akhlaq Manusia

Dalam Islam, pernikahan merupakan hal yang mulia, karena pernikahan merupakan sebuah jalan
yang paling bermanfaat dalam menjaga kehormatan diri serta terhindar dari hal-hal yang dilarang
oleh agama.

Hal ini pula sesuai dengan HR. Muslim No. 1.400 di mana Rasullullah Shallallaahu 'alaihi wa
sallam bersabda:"Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah,
maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, lebih membentengi farji
(kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum
itu dapat membentengi dirinya."

Dan sasaran utama dalam pernikahan dalam Islam ialah untuk menundukkan pandangan serta
membentengi diri dari perbuatan keji dan kotor yang dapat merendahkan martabat seseorang. Dalam
Islam, sebuah pernikahan akan memelihara serta melindungi dari kerusakan serta kekacauan yang
ada di masyarakat.

5. Memperoleh Ketenangan
Dalam Islam, sebuah pernikahan sangat dianjurkan karena tujuan pernikahan nantinya akan ada
banyak manfaat yang didapat. Perasaan tenang dan tentram atau sakinah akan hadir selepas
menikah.

Namun dalam sebuah pernikahan jangan hanya mengandalkan perasaan biologis serta syahwat saja,
karena hal ini tidak akan sanggup untuk menumbuhkan ketenangan di dalam diri seseorang yang
menikah.

6. Memperoleh Keturunan

Sesuai dengan Surat An Nahl Ayat 72, Allah SWT telah berfirman, yang artinya:"Dan Allah
menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan
cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?"

Maka dapat dilihat tujuan pernikahan dalam Islam lainnya ialah untuk memperoleh keturunan.
Tentunya dengan harapan keturunan yang diperoleh ialah keturunan yang sholeh dan sholehah, agar
dapat membentuk generasi selanjutnya yang berkualitas.

7. Investasi di Akhirat

Anak yang diperoleh dari sebuah pernikahan tentunya sebagai investasi kedua orangtua di akhirat.
Hal itu karena anak yang sholeh dan sholehah akan memberikan peluang bagi kedua orangtuanya
untuk memperoleh surga di akhirat nanti. Berbekal segala ilmu dalam beragama yang diperoleh
selama di dunia, bekal doa dari anak merupakan hal yang dapat diharapkan kelak.
C. PERSIAPAN-PERSIAPAN DALAM PERNIKAHAN
I. Perngertian persiapan dalam pernikahan

Pernikahan atau yang dalam syariat Islam disebut dengan istilah nikah adalah salah satu azas
dan kebutuhan dalam hidup bermasyarakat. Islam memandang bahwa suatu pernikahan
bukan hanya merupakan jalan yang mulia untuk berumah tangga dan memiliki keturunan,
tetapi juga merupakan pintu perkenalan antar suatu suku bangsa atau masyarakat yang satu
dengan suku atau bangsa masyarakat yang lainnya, sebagaimana yang difirmankan Allah
SWT dalam firman-Nya berikut ini.

‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َوُأ ْنثَ ٰى َو َج َع ْلنَا ُك ْم ُشعُوبًا َوقَبَاِئ َل لِتَ َعا َرفُوا ۚ ِإ َّن َأ ْك َر َم ُك ْم ِع ْن َد هَّللا ِ َأ ْتقَا ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َعلِي ٌم َخبِي ٌر‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (QS Al Hujurat : 13)

Dengan demikian, pernikahan merupakan suatu sunnatullah yang umum yang berlaku bagi
manusia dan pernikahan adalah cara yang diberikan Allah SWT untuk melestarikan hidup
umat manusia. Persiapan nikah adalah salah satu hal yang penting untuk melanjutkan
hubungan ke jenjang pernikahan dan mencakup beberapa aspek diantaranya adalah persiapan
calon mempelai, persiapan hukum dan syariah serta persiapan anggaran yang dibutuhkan.

II. Persiapan Pernikahan Dalam Islam

 Persiapan Fisik
Seorang calon mempelai yang akan menikah hendaknya telah siap fisik dan tubuhnya dengan
kata lain, ia telah mencapai akil baligh dan telah siap memenuhi tugasnya sebagai seorang
istri maupun sebagai seorang suami. Sebelum melangsungkan pernikahan sebaiknya periksa
kesehatan tubuh terlebih dahulu terutama yang menyangkut masalah reproduksi karena salah
satu tujuan pernikahan adalah nantinya pasangan akan memiliki keturunah. Oleh sebab itu,
jika ada masalah pada fisik dan organ tubuh yang berkaitan dengan hal tersebut maka
sebaiknya diatasi terlebih dahulu.

 Persiapan Mental
Calon mempelai semestinya sudah siap melangsungkan pernikahan dan telah menyadari
bahwa ia akan menikah dan memiliki kehidupan yang baru. Agar tidak stress atau mengalami
masalah setelah menikah maka sebaiknya mempelai mempersiapkan mentalnya agar ia
mampu menerima segala tanggung jawab sebagai seorang suami maupun seorang istri.
Memaksakan diri untuk menikah saat mental belum siap dapat menyebabkan munculnya
masalah dikemudian hari.

Hal ini biasanya terjadi pada mereka yang menikah muda dan belum memiliki kesiapan
mental untuk menjalani kehidupan berumah tangga. Jika sebelum menikah, seseorang bebas
melakukan apa saja dan mengatur hidupnya, setelah menikah ia tidak hanya bertanggung
jawab pada dirinya sendiri melainkan juga terhadap pasangannya.

 Persiapan Spiritual
Menikah tidak hanya suatu hal yang membutuhkan persiapan mental dan fisik saja melainkan
dibutuhan juga kesiapan spiritual. Seseorang yang menikah hendaknya meminta petunjuk
kepada Allah SWT dan mendekatkan diri pada-Nya agar pernikahan yang nantinya ia jalani
adalah sesuai dengan syariah yang diberikan bagi umat islam. Inilah mengapa seseorang yang
akan menikah juga dianjurkan untuk melakukan shalat istikharah dan rajin melaksanakan
ibadah lainnya seperti berpuasa agar ia benar-benar merasa mantap untuk menikah.

 Persiapan Ekonomi
Pasangan yang akan menikah tentunya mesti memikirkan juga kehidupan mereka setelah
menikah, oleh sebab itu sebaiknya sebelum melaksanakan pernikahan baik pria dan wanita
telah memiliki kesiapan materiil terutama bagi pihak mempelai pria yang nantinya akan
mencari nafkah bagi keluarganya.

Dengan demikian, sebelum menikah sebaiknya seseorang telah memiliki pekerjaan yang
nantinya dapat mendukung kehidupan berumah tangga meskipun hal ini tidak menjadi suatu
patojkan karena Allah sendiri berjanji akan menggabungkan rizki dan melimpahkannya bagi
mereka yang akan menikah.

 Persiapan Sosial
Persiapan sosial yang dimaksud adalah segala hal yang menyangkut kedudukan seseorang di
masyarakat, dalam hal ini seseorang yang akan menikah sebaiknya memeiliki hubungan yang
baik dengan masyarakat terutama di tempat nantinya pasangan yang akan menikah itu tinggal.
Pernikahan nantinya tidak hanya menyangkut mempelai saja melainkan juga melibatkan
partisipasi masyarakat  disekitarnya.

 Persiapan Hukum dan Syariah

Persiapan lain yang tidak kalah penting adalah persiapan pernikahan secara syariah dan
hukum. Sebelum menikah, pasangan harus terlebih dahulu mengurus segala dokumen
kenegaraan yang diperlukan untuk menikah dan mendaftarkannya di KUA atau kantor urusan
agama. Selain itu, pasangan yang akan menikah juga harus mempersiapkan segala syarat dan
rukun yang diperlukan pada saat pernikahan.

Adapun diantara syarat dan rukun yang harus ada dalam pernikahan adalah adanya wali dari
pihak mempelai wanita dan saksi yang akan hadir dalam pernikahan. Segala sesuatu yang
menyangkut hal tersebut harus dipersiapkan dengan baik karena apabila jika tidak terpenuhi
maka status pernikahan seseorang tidaklah sah baik di mata agama maupun di mata hukum
yang berlaku.

 Persiapan Anggaran dan Materi

Persiapan yang harus diperhatikan selanjutnya adalah persiapan anggaran atau dana yang
akan digunakan pada saat menikah. Meskipun hal ini tidaklah wajib atau tidaklah harus
seseorang menggelar pesta yang meriah untuk pernikahannya, namun tetap saja dalam
melangsungkan pernikahan, ada biaya yang harus dikeluarkan misalnya untuk kepengerusan
dokumen, acara akad nikah, dan lain sebagainya. Jika seseorang akan menggelar suatu pesta
pernikahan yang nantinya akan mengundang masyarakat untuk menyaksikan pernikahannya
maka ia harus mempertimbangkan segala sesuatunya dengan baik dan sebaiknya tidak
berlebih-lebihan karena perbuatan tersebut tidak disukai Allah SWT.

D. TATA CARA PERNIKAHAN DALAM ISLAM


1) Minta Pertimbangan
Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk
menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut
yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita
yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur
dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta
pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.

2) Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia
melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam
mengambil keputusan.
Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk
dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan
untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang
mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting.
Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya
Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.

3) Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka
hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari
wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui
untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi
dua syarat sebagai berikut, yaitu:
a. Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki
dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut
haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal
suami atau ipar dan lain-lain).
b. Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang
meminang pinangan saudaranya.
Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka
tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga
saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk
meminangnya.
4) Melihat Wanita yang Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang
dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya,
agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan
pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu
hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa
melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu
Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832).
Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di
antaranya adalah:
a. Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
b. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang
meminangnya.

5) Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya ijab qabul.
Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya
menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan
bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan
yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai
perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan
yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil
perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan
menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihiwa
sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu."
Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan
berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat
padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan
engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah
mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat
Al-Quran dan Sahl menerimanya.
c. Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya
menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu
dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar
kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta
tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.
Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah,
shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
d. Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.
1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada
adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya
ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara
lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.
e. Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR.
Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh
Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan
khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.

6) Walimah
Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa
sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah,
sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang
tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya."
(HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no.
6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar).
Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat
kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau
menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau
menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu.
Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu
'alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar
maka beliau keluar dan bersabda:
"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar."
(HR. An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fis
Shahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii).

Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai
berikut:

a. Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya) seperti yang
dibawakan oleh Anas radliallahu 'anhu, katanya:
Dari Anas radliallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam
telah menikahi Shafiyah dengan maskawin pembebasannya (sebagai tawanan
perang Khaibar) dan mengadakan walimah selama tiga hari." (HR. Abu Yala,
sanadhasan, seperti yang terdapat pada Al-Fath 9/199 dan terdapat di dalam Shahih
Bukhari 7/387 dengan makna seperti itu. Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-
Muthaharah oleh Al-Albani hal. 65)

b. Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya sesuai


denganwasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan makananmu
kecuali seorang yang bertaqwa." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan
Al-Hakim dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 7341 dan
Misykah Al-Mashabih 5018).

c. Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf
ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-
Baihaqi dan lain-lain dari Anas radliallahu 'anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
"Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan
dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854) Akan tetapi
dari beberapa hadits yang shahih menunjukkan dibolehkan pula mengadakan
walimah tanpa daging. Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan nyanyi-
nyanyian dan menabuh rebana (bukan musik) dengan syarat lagu yang dinyanyikan
tidak bertentangan dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui seorang pria Anshar.
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa kalian tidak
menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang pada hiburan." (HR. Bukhari
9/184-185 dan Al-Hakim 2/184, dan Al-Baihaqi 7/288). Tuntunan Islam bagi para
tamu undangan yang datang ke pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua
mempelai dan keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah
shallallahu alaih wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai,
beliau mengucapkan doa: "Mudah-mudahan Allah memberimu berkah. Mudah-
mudahahan Allah mencurahkan keberkahan kepadamu dan mudah - mudahan Dia
mempersatukan kalian berdua dalam kebajikan." (HR. Said bin Manshur di dalam
Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud 1/332 dan At-Tirmidzi 2/171 dan yang
lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 89)

E. MEWUJUDKAN KELUARGA SAMAWA


 Pilih pasangan yang shaleh atau shalehah yang taat menjalankan perintah Allah dan
sunnah Rasulullah SWT.
 Pilihlah pasangan dengan mengutamakan keimanan dan ketaqwaannya dari pada
kecantikannya, kekayaannya, kedudukannya.
 Pilihlah pasangan keturunan keluarga yang terjaga kehormatan dan nasabnya.
 Niatkan saat menikah untuk beribadah kepada Allah SWT dan untuk menghidari
hubungan yang dilaran Allah SWT
 Suami berusaha menjalankan kewajibannya sebagai seorang suami dengan dorongan
iman, cinta, dan ibadah. Seperti memberi nafkah, memberi keamanan, memberikan
didikan islami pada anak istrinya, memberikan sandang pangan, papan yang halal,
menjadi pemimpin keluarga yang mampu mengajak anggota keluaganya menuju ridha
Allah dan surga -Nya serta dapat menyelamatkan anggota keluarganya dario siksa api
neraka.
 Istri berusaha menjalankan kewajibann ya sebagai istri dengan dorongan ibadah dan
berharap ridha Allah semata. Seperti melayani suami, mendidik putra-putrinya tentan
agama islam dan ilmu pengetahuan, mendidik mereka dengan akhlak yang mulia,
menjaga kehormatan keluarga, memelihara harta suaminya, dan membahagiakan
suaminya.
 Suami istri saling mengenali kekurangan dan kelebihan pasangannya, saling
menghargai, merasa saling membutuhkan dan melengkapi, menghormati, mencintai,
saling mempercai kesetiaan masing-masing, saling keterbukaan dengan merajut
komunikasi yang intens.
 Berkomitmen menempuh perjalanan rumah tangga untuk selalu bersama dalam
mengarungi badai dan gelombang kehidupan.
 Suami mengajak anak dan istrinya untuk shalat berjamaah atau ibadah bersama-sama,
seperti suami mengajak anak istrinya bersedekah pada fakir miskin, dengan tujuan
suami mendidik anaknya agar gemar bersedekah, mendidik istrinya agar lebih banyak
bersukur kepada Allah SWT, berzikir bersama-sama, mengajak anak istri membaca al-
qur’an, berziarah qubur, menuntut ilmu bersama, bertamasya untuk melihat
keagungan ciptaan Allah SWT. Dan lain-lain.
 Suami istri selalu meomoh kepada Allah agar diberikan keluarga yang sakinah
mawaddah wa rohmah.
 Suami secara berkala mengajak istri dan anaknya melakukan instropeksi diri untuk
melakukan perbaikan dimasa yang akan datang. Misalkan, suami istri, dan anak-
anaknya saling meminta maaf pada anggota keluarga itu pada setiap hari kamis malam
jum’at. Tujuannya hubungan masing-masing keluarga menjadi harmonis, terbuka,
plong, tanpa beban kesalahan pada pasangannnya, dan untuk menjaga kesetiaan
masing-masing anggota keluarga.
 Saat menghadapi musibah dan kesusahan, selalu mengadakan musyawarah keluarga.
Dan ketika terjadi perselisihan, maka anggota keluarga cepat-cepat memohon
perlindungan kepada Allah dari keburukan nafsu amarahnya.

Anda mungkin juga menyukai