Anda di halaman 1dari 7

‫‪Khutbah Nikah‬‬

‫‪PENYATUAN RASA INSAN BERCINTA MENUJU PUNCAK CINTA KEPADA RABB‬‬


‫‪SEMESTA‬‬

‫‪Lutfi Fauzan‬‬

‫‪Assalaamualaikum wr wb,‬‬

‫َاْلَح ْم ُد ِهلل َنْح َم ُد ُه َو َنْس َتِع ْيُنُه َو َنْس َتْغ ِفُرُه َو َنُعْو ُذ ِباِهلل ِم ْن‬
‫ُش ُر ْو ِر َاْنُفِس َنا َو ِم ْن َسِّيَئاِت َاْع َم اِلَنا‬
‫َم ْن َيْه ِد ُهللا َفَال ُم ِض َّل َلُه َو َم ْن ُيْض ِلْلُه َفَال َهاِدَى َلُه َاْش َهُد‬
‫َاْن َالالَه ِاَّال ُهللا َو َاْش َهُد َاَّن ُم َح َّم ًد ا َع ْبُد ُه َو َرُس ْو ُلُه َاْر َس َلُه‬
‫ِباْلُهَد ى َو ِد ْيِن اْلَح ِّق ِلُيْظِهَرُه َع َلى الِّد ْيِن ُك ِّلِه َو َلْو َك ِرَه‬
‫اْلَك اِفُر ْو َن‬
‫َالّلُهَّم َص ّل َو َس ّلْم َو َبا ِرْك َع لى ُم َح َّم ٍد َو َع لى‬
‫اِله َو َاْص َح اِبه‬
‫َياَاُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهللا َح َّق ُتَقاِتِه َو َال َتُم وُتَّن ِاَّال َو َاْنُتْم‬
‫ُم ْس ِلُم وَن‬
‫َياَاُّيَها الَّناُس اَّتُقوا َرَّبُك ْم اَّلِذ ي َخ َلَقُك ْم ِم ْن َنْفٍس َو اِح َد ٍة‬
‫َو َخ َلَق ِم ْنَها َز ْو َج َها َو َبَّث ِم ْنُهَم ا ِرَج اًال َك ِثيًر ا َو ِنَس اًء َو اَّتُقوا‬
‫َهللا اَّلِذ ي َتَتَس اَء ُلوَن ِبِه َو ْاَالْر َح اَم ِاَّن َهللا َك اَن َع َلْيُك ْم َر ِقيًبا‬
‫َياَاُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا اَّتُقوا َهللا َو ُقوُلوا َقْو ًال َسِد يًد ا‬
‫ُيْص ِلْح َلُك ْم َاْع َم اَلُك ْم َو َيْغ ِفْر َلُك ْم ُذ ُنوَبُك ْم َو َم ْن ُيِط ْع َهللا‬
‫َو َرُس وَلُه َفَقْد َفاَز َفْو ًز ا َع ِظ يًم ا‬
‫‪Pernikahan, secara syar’i adalah ibadah; dan secara ma’nawi merupakan‬‬
‫‪penyatuan dua potensi fitrah yang berbeda untuk diikat dan dihimpun dalam‬‬
‫‪kebersamaan menuju kesempurnaan penjadian selaku hamba yang serba-‬‬
serbi wajib menurut terhadap kehendak-Nya. Atas dasar ini, menjadi penting
dalam penyikapan, agar kiranya sejak dari niat, mempelai berdua selalu
meletakkan peristiwa ini sebagai wujud kecintaan dan pelaksanaan ketaatan
kepada Allah swt dan Rasul-Nya. Perni-kahan adalah sebuah amanah
langsung dari Allah dan RasulNya, dan setiap amanat menuntut tanggung
jawab. Betapa luar biasanya aqad nikah ini, sekalipun dengan ucapan yang
sederhana, dengan adanya aqad nikah, perbuatan yang semula diharamkan
menjadi halal, perbuatan yang semula bernilai maksiyat, berubah menjadi
ibadah. Dalam kaitan nikah ini Allah berfirman:

‫َو َاَخ ْذ َن ِم ْنُك ْم ِم يَثاًقا َغ ِليًظا‬


“…. Dan mereka (isteri-isteri) telah mengambil dari kalian penjanjian yang
kuat.” (QS. An-Nisa’: 21)
Pernikahan adalah sebuah perjanjian teguh (mitsaqan ghalizha). Kata-
kata mitsaqan ghalizha ini hanya disebut tiga kali dalam Al-Qur’an.
Penyebutan lain berkenaan dengan perjanjian Allah dengan Bani Israil untuk
bersumpah setia dan taat kepada Allah sedang gunung Thursina diangkat di
atas kepala mereka (QS. An-Nisa: 154). Penyebutan yang lain berkenaan
dengan perjanjian Allah dengan para Nabi yang tergabung dalam Ulul
Azmi (Nuh as, Ibrahim as, Musa as, Isa as, dan N. Muhammad saw) untuk
menegakkan dan menyebarkan kalimat Allah di muka bumi (QS. Al-Ahzab:
7). Jelaslah bahwa pernikahan ini bukan suatu senda gurau karena sejajar
dengan perjanjian Allah dengan Bani Israil dan sejajar pula dengan
perjanjian Allah dengan para Nabi yang mulya.
Dalam perjalanannya Bani Israil gagal menunaikan amanah karena adanya
ketidakjujuran dan khianat terhadap amanat, sedangkan para Nabi berhasil
dengan izin Allah karena dilandasi sifat kejujuran (shiddiq) dan berlaku benar
dalam menu-naikan amanah. Dengan demikian pernikahan itu bisa gagal
ataupun berhasil sangat bergantung pada sifat yang melandasi ikatan dan
bangunan keluarga berdua.
Mengingat agungnya tali ikatan ini, maka ketika ia telah terbuhul tekadkan-
lah dalam hati berdua, sejak dari awal, untuk menjaga amanah ini hingga
akhir hayat nanti . Ini menjadi amat penting dalam proses kehidupan berdua
selanjutnya. Dengan menempatkan niat dan tekad itu, semoga kiranya Allah
swt selalu berkenan hadir dalam kehidupan kalian berdua, baik di kala
gembira maupun di saat duka.

Penghargaan Islam terhadap ikatan pernikahan amat besar, sehingga ikatan


itu ditetapkan sebanding dengan separuh agama. Anas bin Malik ra berkata :
“Telah bersabda Rasulullah saw:
Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari agamanya.
Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang
separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
Betapa Allah memulyakan hamba-hamba-Nya yang mengikuti sunnah Rasul-
Nya ini sehingga Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang
nikah, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya:

‫َو َانِك ُحوا ْاَالَياَم ى ِم ْنُك ْم َو الَّصاِلِح يَن ِم ْن ِع َباِد ُك ْم َوِاَم اِئُك ْم ِاْن َيُك وُنوا ُفَقَر اَء ُيْغ ِنِه ْم ُهللا ِم ْن َفْض ِلِه َو ُهللا َو اِس ٌع َع ِليٌم‬

Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan orang-


orang yang layak (bernikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (Q.S.24 : 32).
Sebagai ketetapan fitrah, nikah adalah jalan/thariqah dan sebuah lembaga
yang telah disyariatkan bahkan sejak nabi Adam as. Firman Allah:

‫َياآَد ُم اْس ُك ْن َاْنَت َو َز ْو ُجَك اْلَج َّنَة َو ُك َال ِم ْنَها َر َغًدا َح ْيُث ِش ْئُتَم ا َو َال َتْقَرَبا َهِذِه الَّش َجَر َة َفَتُك وَنا ِم ْن الَّظاِلِم يَن‬

“…. Hai Adam, diamilah dengan tenteram olehmu dan isterimu taman syurga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja
kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu
termasuk orang-orang yang zhalim.” (Q.S.2: 35)
Dari segi dimensi-dimensinya, pernikahan adalah ikatan kasih sayang. Al-
Qur’an mengajarkan kepada kita semua bahwa melalui pernikahan
seharusnyalah terwujud suasana kasih sayang, kebahagiaan, sebuah oase
surgawi di dunia. Keluarga adalah sebuah wahana untuk mewujudkan
kebahagiaan. Berkeluarga merupakan komitmen untuk mewujudkan
kebahagiaan itu. Sungguh tidak mudah mendefinisikan kebahagiaan namun
jelas bahwa ia berlawanan dengan kekecewaan, kesedihan, kegelisahan,
kelesuan, kegalauan dan sejenisnya.

‫َوِم ْن آَياِتِه َاْن َخ َلَق َلُك ْم ِم ْن َانُفِس ُك ْم َاْز َو اًجا ِلَتْس ُكُنوا ِاَلْيَها َوَجَعَل َبْيَنُك ْم َم َو َّدًة َوَر ْح َم ًة ِاَّن ِفي َذ ِلَك َالَياٍت ِلَقْو ٍم َيَتَفَّك ُروَن‬

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)
Rahasia agung hubungan suami-isteri bagi orang yang beriman adalah
sebagai jalan penyatuan rasa yang melalui sentuhan pengalaman itu
diharapkan hamba mampu menjalin penyatuan rasa dan bercinta dengan
Rabbnya. Rasulullah saw menyatakan rumah tangganya adalah syurganya ,
dan Beliau berharap agar umatnya merasakan pula suasana syurgawi itu.
Oleh sebab itu Rasulullah saw menyatakan:

“Nikah itu adalah sunnahku, karena itu barang siapa yang membenci
sunnahku, ia bukan sebahagian golonganku” (Hadits),
dan pada Sabdanya yang lain:

“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perba-


nyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya
jumlah kalian di tengah umat yang lain.” (Hadits)
Juga Sabda Rasulullah saw:

Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka, yaitu seo–rang
mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya supaya merdeka,
dan seorang yang menikah karena ingin memelihara kehor–matannya”. (H R
Ahmad, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim).
Dimensi yang lain dari pernikahan adalah rahmah. Agama Islam mengatur
tanggung jawab dan peran dari pasangan suami-isteri secara seimbang
dalam kehidupan berkeluarga. Sempurnakan dan tunaikanlah hal tersebut
dalam perjalanan kalian membangun rumah tangga yang semoga
dengan begitu kalian akan dirahmati dan diberkahi oleh Allah swt. Tanggung
jawab sebagai kepala keluarga berada di pundak suami dengan tanggung
jawab terbesar dan terberat menjaga agar bahtera keluarga selalu berjalan
menuju visi abadi: kebahagiaan dunia akhirat dan terhindar dari siksa neraka
dalam keadaan ridha dan diridhai.

Teladan mulia bagi istri tentunya adalah Ibunda Khadijatul Kubra, yang
selalu memberikan keteduhan, kelembutan, dan dorongan yang tiada henti
kepada suami untuk tetap istiqamah sehingga betapapun berat tantangan
dalam rangka menuju visi abadi itu selalu dapat diatasi dengan baik dan
penuh tanggung jawab.

Suatu ketika, seorang sahabat bertanya kepada Aisyah ra. Ia bertanya apa
yang paling berkesan dalam kehidupan keluarga Rasulullah saw. Aisyah diam
sejenak, kemudian berujar suatu ketika Rasulullah hendak Shalat Tahajud,
Beliau meminta izin kepada Aisyah untuk menghadap ke Allah. Demikian
santun Rasulullah terhadap isterinya sehingga untuk beribadah pun merasa
per lu meminta izin kepada isteri. Selanjutnya Aisyah ditanya bagaimana
akhlaq Rasulullah keseluruhannya? Aisyah menjawab, “semuanya
mengagumkan”. Mengambil teladan ini, maka sekiranya Allah mentaqdirkan
saudara Adi dipanggil Allah lebih dahulu, kemudian kami bertanya kepada
isteri saudara, “bagaimana perlakuan suamimu selama ini”? Berbahagialah
engkau saudara Adi apabila isteri saudara menjawab, “Semuanya
mengagumkan”. Rasulullah bersabda, “yang paling mulia diantara kalian
adalah yang paling baik akhlaqnya terhadap isterinya”.

Pada kali yang lain, Aisyah menampakkan kecemburuan kepada Rasulullah


karena selalu mengingat-ingat dan menyebut nama Khadijah ra. Aisyah ra
mengatakan,”bukankah ia hanya wanita tua”? Seketika Rasulullah marah dan
bersumpah, “Demi Allah, tidak ada wanita yang lebih baik dari dia. Dialah
yang membelaku di saat semua orang memusuhiku, dia yang menolongku di
saat aku kesulitan, dia yang menghiburku di saat aku sedih, mengorbankan
hartanya, dan dia memberiku keturunan yang tidak diberikan oleh isteriku
yang lain. Dari teladan ini, maka betapa bahagianya saudari Gresent,
sekiranya Allah mentaqdirkan saudari dipanggil lebih dulu, dan kami
bertanya kepada saudara Adi, “Bagaimana sikap isterimu selama
bersamamu, inginkah kami carikan pengganti untukmu, dengan spontan
suami saudari menjawab, “wanita mana yang akan pantas untuk meng-
gantikannya, adakah yang lebih baik dari dia”? Dijelaskan oleh Allah “Adapun
wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi memelihara diri bila
suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara mereka”. (An-Nisaa :
34). “Apabila seorang isteri meninggal dunia, dan suaminya ridha
terhadapnya maka sang isteri itu dijamin masuk syurga” (Al-Hadits). Dan
pada sabdanya yang lain, “Apabila isteri telah menunaikan shalat 5 waktu
dan puasa di bulan Ramadhan sedangkan ia taat kepada suaminya (selama
suami juga taat kepada Allah) maka kelak Allah berfirman kepadanya:
silakan engkau masuk ke dalam syurgaku lewat pintu mana saja yang
engkau sukai” (Al-Hadits).
Ingatlah selalu bahwa salah satu fungsi pasangan suami isteri
itu menurut Al-Qur’an (2:187) adalah seperti pakaian:
‫ُهَّن ِلَباٌس َلُك ْم َو َاْنُتْم ِلَباٌس َلُهَّن‬

…. mereka dalah pakaian bagimu dan kamupun pakaian bagi mereka….


Fungsi pakaian selain untuk keindahan adalah juga untuk menu-tupi aurat,
maka suami istri harus saling menutupi kelemahan pasang-annya. Adapun
sebaik-baik pakaian adalah pakaian taqwa. Seandainya kalian melihat
kelemahan pada pasangan kalian maka berdoalah agar di balik kelemahan
itu terdapat kebaikan yang tidak terkira. Ingatlah firman Allah swt
(Q.S.4:19): “Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah,
karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu hal saja, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Hamba yang telah Allah persatukan dalam pertalian nikah Ijab-Qabul, berarti
masing-masing telah bersedia dihadapkan pada keberbedaan yang menuntut
penyatuan dalam segala hal. Kandas dan hancurnya kehidupan di rumah
tangga lebih banyak disebabkan kegagalan dalam penyatuan keberbedaan.
Sedang keberbedaan tak dapat dihindari karena bagaimanapun juga antara
laki-laki dan wanita 2 makhluq dengan sifat-potensi yang berbeda; masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri, ini bukan berarti
perbedaan tidak dapat lebur dalam penyatuan, ada jalan mulia yang Allah
rentangkan menuju penyatuan yang tidak hanya sebatas penyatuan sesama
makhluq (suami-istri) melainkan dapat mencapai tingkat penyatuan diri
dengan Allah dalam pengertian cinta, penyaksian dan kehendak
(bukan wihdatul wujud). Jalan yang Allah maksudkan adalah hubungan intim
suami-istri, itulah salah satu jalan mulia yang Allah rentangkan bila tepat
dalam menjalankan, sebaliknya jalan itu akan tetap menjadi sia-sia bilamana
salah dalam menjalankan. Secara umum hubungan suami-istri banyak
terpandang sebatas nilai ibadah, sehingga masing-masing pihak (suami-istri)
menjalankan hal tersebut sebatas kewajiban dengan harapan ke depan
diperoleh nilai pahala. Hal tersebut tidaklah salah, meskipun banyak yang
melakukan karena terpaksa (terutama dari pihak istri), sementara dari pihak
suami berbuat karena tuntutan hasrat biologis semata. Bila hal ini yang
terjadi akan banyak kesulitan dihadapi dalam meleburkan keberbedaan
menuju penyatuan.
Banyak manusia khususnya ummat Islam yang tidak menyadari betapa luhur
dan agungnya nilai tersembnyi di balik hubungan intim suami-istri bila
dii’tikadkan secara benar dengan salah satu kuncinya jika dijalankan dengan
ketulus-sucian. Dari ketulus-sucian akan menggugah potensi rasa berjalan
dengan kelembutan; dari kelembutan melahirkan tumbuhnya rasa cinta dan
kasih-sayang di dalam hati. Bagaimana seorang suami dapat merasakan
kelembutan rasa cinta dan kasih-sayang dari dalam hati seorang isteri bila
perasaan tak mampu menyentuh rasa isteri, demikian pula sebaliknya sang
isteri tidak dapat merasakan hal yang sama jika perasaan hati tak mampu
menyentuh rasa suami. Sampai kapanpun rasa tidak akan pernah dapat
bersentuhan bila keadaan rasa tumbuh dalam keadaan keras-membatu,
karena semua yang bersifat keras bila saling bersentuhan yang terjadi saling
benturan. Lain halnya bila yang bersentuhan adalah kelembutan, yang
terjadi saling kelekatan atau penyatuan. Ketika hubungan suami-istri
berlangsung dengan ketulus-sucian seketika potensi rasa bergerak dengan
kelembutan terjadilah saling sentuhan, kelekatan dan penyatuan rasa
meleburkan semua keberbedaan. Dalam keadaan tidak disadari ketika rasa
saling bersentuhan dan berlebur dalam penyatuan dari fihak suami bergerak
potensi ‘aqal yang tertangkap oleh rasa isteri; demikian pula sebaliknya dari
fihak istri bergerak potensi kehalusan rasa yang tertangkap oleh ‘aqal suami.
Terjadilah saling lintas potensi rasa dan ‘aqal yang dengannya melahirkan
manusia cerdik-cerdas-sehat-kuat. Ketika rasa dan aqal saling bergandengan
erat tak terpisahkan satu persatu hijab hati terbuka. Selanjutnya sunatullah
akan membawa rasa-hati tersebut menjelajahi alam isyarat yang berada di
lubuk hati hingga akhirnya sampailah di istana Allah, mulailah sang hamba
merasakan tetesan cinta dari Allah hingga akhirnya sang hamba larut-terbuai
dalam peraduan cinta bersama Allah.

Sampai kapanpun tidak akan terjadi hubungan cinta antara hamba dengan
Pencipta, jika penyatuan rasa antara sesama makhluq tidak bisa dicapai.
Itulah sebabnya salah satu rahasia agung dari pernikahan suci membawa-
menuntun manusia menuju penyatuan cinta dengan Allah, dalam hal ini yang
paling berperan dalam penyatuan rasa antarsesama maupun antara hamba
dengan Allah adalah kelembut-halusan rasa. Ketika seorang hamba mulai
merasakan atau memperoleh tetesan cinta dari Allah dengan sendirinya
terjadi saling-sapa dan saling memberi kepercayaan serta menjauhkan diri
dari kedustaan. Disinilah hati seorang hamba teruji keterbukaan dan
kejujurannya, akankah dirinya khianat ataukah amanah baik terhadap
sesama maupun terhadap Rabbnya. Apa jadinya bila dalam rumah tangga
masing-masing pihak saling berdusta, pertanda jalannya rumah tangga
dalam kendali Iblis menuju kehancuran, nyatalah betapa besarnya peran
keterbukaan dan kejujuran dalam kehidupan suami-istri. Yahudi dan
keterunannya terlaknat salah satunya suka berkhianat terhadap amanah dan
merubah-rubah dari pesan kebenaran. Oleh karena itu, pelihara dan pegung
teguh amanah yang dilekatkan di pundakmu ini.

Undangan yang hadir disini akan mendo’akan kalian berdoa

‫بَاَر َك ُهّللا َلَك َو بَاَر َك َع َلْيَك َوَج َم َع َبْيَنُك َم ِفْي َخ ْيٍر‬


“BAARAKALLAHU LAKA WA BAARAKA’ALAIKA
WAJAMA’ABAINAKUMAA FII KHOIR”
Semoga Allah melimpahkan barakah kepada kamu dan menurunkan
kebahagiaan atasmu, serta menghimpun kamu berdua dalam kebaikan.
‫َرَّبَنا َهْب َلَنا ِم ْن َاْز َو اِج َنا َو ُذ ّرَّياِتَنا ُقَّر َة َاْع ُيٍن َو اْج َعْلَنا ِلْلُم َّتِقيَن ِاَم اًم ا‬
Ya Allah, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri dan keturunan yang
menyejukkan sebagai cindera matahati kami, dan jadikanlah kami Imam
bagi orang-orang yang bertaqwa”. (Q.S.25: 74)

‫َأُقوُل َقْو ِلي َهَذ ا َو َأْس َتْغ ِفُر َهللا ِلْي َو َلُك ْم َفاْس َتْغ ِفُرْو ُه ِاَّنُه ُهَو اْلَغُفوُر الَّرِح ْيُم‬

Anda mungkin juga menyukai