Anda di halaman 1dari 43

ANALISIS PERBANDINGAN HUKUM SEWA RAHIM DALAM FATWA

MAJELIS ULAMA INDONESIA 6 MEI 2006 TENTANG TRANSFER


EMBRIO KE RAHIM TITIPAN DAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 61
TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI

Oleh:
Al Umammah
1183040012

JURUSAN PERBANDINGAN MADZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2022

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di antara tanda-tanda kebesaran Allah adalah diciptkannya
manusia secara berpasang-pasangan. Allah menciptakan manusia ke dalam
dua jenis yaitu laki-laki dan perempuan, yang dimana tujuan diciptakannya
dua jenis manusia tersebut ialah untuk menghasilkan suatu keturunan yang
nantinya akan hidup untuk mengemban amanat sebagai pemimpin di muka
bumi Allah.
Islam adalah agama keluarga, keluarga muslim adalah benih dari
masyarakat islam. Untuk membentuk suatu keluarga Allah memerintahkan
kepada hamba-Nya untuk menikah. Hal tersebut sebagaimana telah Allah
perintahkan dalam QS. An Nuur ayat 32

۟ ُ‫صلِ ِحينَ ِم ْن ِعبَا ِد ُك ْم َو مٓاِئ ُك ْم ۚ ن يَ ُكون‬


ُ ‫وا فُقَ َرٓا َء يُ ْغنِ ِه ُم ٱهَّلل ُ ِمن فَضْ لِ ِهۦ ۗ َوٱهَّلل‬ ۟ ‫َوَأن ِكح‬
َّ ٰ ‫ُوا ٱَأْل ٰيَ َم ٰى ِمن ُك ْم َوٱل‬
‫ِإ‬ َ ‫ِإ‬
‫ٰ َو ِس ٌع َعلِي ٌم‬

“Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan


juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu,
baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan
memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Maha
Luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”.1

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Sallam juga memerintahkan


kepada umatnya untuk menikah. Sebagaimana beliau bersabda

ِ ْ‫صنُ لِ ْلفَر‬
‫ َو َم ْن لَ ْم‬،‫ج‬ َ ْ‫ص ِر َوَأح‬
َ َ‫ فَِإنَّهُ َأغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوج‬
ِ ‫يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
‫يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِالصَّوْ ِم فَِإنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬

“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu


kebutuhan pernikahan maka menikahlah. Karena menikah itu dapat

1
An-Nur 24: 32

2
menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa
belum mampu menkah maka hendaknya dia berpuasa, karena itu
merupakan obat baginya”. (HR. Muslim)2

Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada manusia untuk


menikah karena dengan menikah mampu membentengi seseorang dari
perbuatan zina. Oleh karena itu islam juga menyebut pernikahan sebagai
penyempurna dari separuh agama umatnya.
Bersamaan dengan itu dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat khususnya di Indonesia, setiap orang diberikan hak untuk
membentuk suatu kelurga dan melanjutkan keturunan mereka melalui
perkawinan yang sah, hal tersebut sebagaimana terdapat dalam pasal 28B
Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berbunyi “Setiap orang berhak membentuk dan melanjutkan keturnan
melalui perkawinan yang sah”.
Pernikahan berasal dari kata nikah yang secara bahasa diartikan
sebagai mengumpulkan, saling memasukan, dan digunakan untuk arti lain
bersetubuh.3 Dalam hukum islam Pernikahan disebut juga perkawinan.
Menurut Sayyid Sabiq, perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang
berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun
tumbuhan.4
Dalam Bab II pasal 2 Kompilasi Hukum Islam mendefinisikan
perkawinan sebagai suatu akad yang sangat kuat atau mitssaqan ghalidzan
untung mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.5
Dijelaskan juga dalam pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang

2
Wahbah Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adilaatuhu. Beirut: Dar Al Fikr.1989. hlm 29; lihat
pula Fiqih Islam. Depok: Gema Insani. hlm 40
3
Wahbah Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adilaatuhu. Beirut: Dar Al Fikr. 1989. hlm 29; lihat
pula Abdul Rahman Ghazaly. Fiqih Munakahat. Jakarta: Prenada Media Grup. 2019. hlm
5
4
Sayyid Sabiq. Fiqh As Sunnah. Beirut: Dar Al Fikr. hlm 1989. hlm 5; lihat pula Abdul
Rahman Ghazaly. Fiqih Munakahat. Jakarta: Prenada Media Grup. 2019. hlm. 7
5
Kompilasi Hukum Islam Pasal 2

3
wanita sebagai suami isteri denga tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.6
Tujuan dari perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia
dengan rasa kasih sayang yang tumbuh di antara keduanya. Dua insan
yang mengikatkan dirinya denga perkawinan tentu saja menginkan
memperoleh keturunan. Hal ini sebagai salah satu fungsi dari perkawinan.
Dalam QS. An-Nahl ayat 72 Allah berfirman
‫هّٰللا‬
‫اط ِل‬ ِ ۗ ‫َّج َع َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْز َوا ِج ُك ْم بَنِ ْينَ َو َحفَ َدةً َّو َر َزقَ ُك ْم ِّمنَ الطَّيِّ ٰب‬
ِ َ‫ت اَفَبِ ْالب‬ َ ‫َو ُ َج َع َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا و‬
‫ت هّٰللا ِ هُ ْم يَ ْكفُرُوْ ن‬ ِ ‫يُْؤ ِمنُوْ نَ َوبِنِ ْع َم‬

“Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu
sendiri, menjadikan bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu,
serta menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik. Mengapa terhadap
yang batil mereka beriman, sedangkan terhadap nikmat Allah mereka
ingkar?”.7

Kehadiran anak menjadi pelengkap dalam rumah tangga.


Kehadiran seorang anak juga sebagai penerus keturunan keluarga dari
pihak ibu maupun pihak ayah.8 Sehingga tidak sedikit pasangan yang telah
berumah tangga memohon kepada Allah agar dikaruniai anak. Hal ini
merupakan salah satu naluri manusia sebagaimana Allah mengisahkan
kisah nabi Zakaria ‘Alaihi Sallam dalam QS. Al Imran ayat 38
َ َّ‫ك ُذ ِّريَّةً طَيِّبَةً ۖ ِإن‬
‫ك َس ِمي ُع ال ُّدعَا ِء‬ َ ‫ك َدعَا َز َك ِريَّا َربَّهُ ۖ قَا َل َربِّ هَبْ لِي ِم ْن لَ ُد ْن‬
َ ِ‫هُنَال‬
“Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-Mu,
sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa”.9
Namun tidak semua pasangan yang telah menikah dapat memiliki
keturunan hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor dari pasangan suami

6
Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 1
7
An-Nahl 16: 72
8
Soetjiningsih. Kepuasan Perkawinan Pada Pasangan Yang Belum Memiliki Anak.
Intuisi: Jurnal Psikologi Ilmiah. Vol. 9. No. 2. 2017. hlm. 72
9
Al-Imran 3: 38

4
istri tersebut, baik dari suami maupun istri yang salah satunya atau dua-
duanya mempunyai kelainan pada alat reproduksinya.10
Ketidakmampuan memiliki keturunan dikenal sebagai infertilitas.
Menurut badan pusat statistik (BPS) dalam empat tahun terakhir
infertilitas di indonesia mencapai 20% dan terus meningkat setiap
tahunnya.11
Infertilitas dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan. Infertilitas
terbagi menjadi dua jenis yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder.
Infertilitas primer adalah keadaan di mana istri belum pernah hamil
sebelumnya, walaupun telah bersenggama dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Sedangkan Infertilitas sekunder
yaitu apabila istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi
kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada
kemungkinan kehamilan selama 12 bulan.12
Infertilitas dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Infertilitas pada
wanita secara umum disebabkan oleh menoupouse dini, kerusakan pada sel
telur (tuba), sindrom ovarium polikistik (PCOS), Edrometriosis, Ovarium
jaringan parut, Adhesi Pelvis, masalah Tiroid, hingga gaya hidup
seseorang juga mempengaruhi kesuburan bagi wanita.13 Sedangkan
Infertilitas pada pria penyebab terbanyak yang diketahui yaitu varikokel,
hormon yang rendah, kelainan bawaan seperti testis tidak turun, adanya
tumor, sumbatan saluran sperma dan penyakit lainnya.14

10
Rizqi. Analisa Yuridis Terhadap Perjanjian Sewa Rahim dalam Perspektif Hukum
Perdata dan Hukum Islam. Dinamika: Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum. Vol. 26. No. 2020.
hlm. 650-651
11
Sarah Ervina Dara Siyahailatua. Masalah Infertilitas Meningkat, Jaga Kesuburan Sejak
Remaja. 2020. https://gaya.tempo.co/read/1367970/masalah-infertilitas-meningkat-jaga-
kesuburan-sejak-remaja. Diakses pada 2 Oktober 2022
12
Prawirohardjo. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. 2007. hlm. 497
1313
Revina Tjitjih. 10 Penyebab Umum Pereempuan Sulit Hamil. 2016.
https://bidanku.com/10-penyebab-umum-perempuan-sulit-hamil. Diakses pada 2 Oktober
2022
14
Maharani. Ini Penyebab Infertilitas Pada Pria. 2014.
http://health.kompas.com/read/2014/12/11/1754023/Ini.Penyebab.Infertilitas.pada.Pria.
diakses pada tanggal 2 Oktober 2022

5
Masalah mengenai infertilitas telah dijelaskan di dalam Al Qur’an.
Allah berfirman dalam QS. Asy-Syura ayat 50

‫اَوْ يُ َز ِّو ُجهُ ْم ُذ ْك َرانًا َّواِنَاثًا ۚ َويَجْ َع ُل َم ْن يَّ َش ۤا ُء َعقِ ْي ًما ۗاِنَّهٗ َعلِ ْي ٌم قَ ِد ْي ٌر‬

“Atau Dia menganugerahkan (keturunan) laki-laki dan perempuan, serta


menjadikan mandul siapa saja yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia
Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.”15
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam bidang
kedokteran saat ini telah menawarkan solusi untuk membantu pasangan
yang memiliki masalah infertilitas agar dapat juga melanjutkan keturunan.
Cara yang dapat dilakukan oleh sepasang suami istri yang tidak
bisa memiliki keturunan yaitu dengan melakukan pengawetan sperma dan
metode pembuahan di luar rahim atau yang lebih dikenal dengan sebutan
In Vitro Fertilzation (IVF), yaitu penyatuan atau pembuahan benih laki-
laki dengan benih wanita pada suatu cawan petri (di laboratorium), dimana
setelah terjadinya penyatuan tersebut (zygote, akan diimplantasikan atau
ditanam kembali di rahim wanita, yang biasanya pada wanita yang punya
benih tersebut atau dikenal sebagai program bayi tabung. Selain bayi
tabung zygote juga bisa ditamkan pada rahim wanita lain yang tidak
mempunyai hubungan sama sekali dengan sumber benih tersebut. Untuk
hal ini dilakukan melalui suatu perjanjian sewa (Surrogacy) yang dikenal
dengan istilah Surrogate Mother (ibu pengganti).16 Sewa rahim menjadi
sebuah alternatif ketika istri memiliki kecacatan dalam rahimnya, sehingga
rahimnya tidak bisa untuk mengandung dan melahirkan bayinya.17
Surrogate mother atau sewa rahim adalah menggunakan rahim
wanita lain untuk mengandung benih wanita (ovum) yang telah
disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma) dan janin itu dikandungkan
15
Asy-Syura 42: 50
16
Desriza Ratman. Surrogate Mother Dalam Perspekstif Etika dan Hukum. Jakarta: Elex
Media Komputindo. 2012. hlm. 2
17
Pendapat Bryan A. Garner. Black’s Law Dictionary, 8th Edition. St. Paul: West
Thomson. 2004. Sebagaimana dikutip oleh Sonny Dewi Judiasih dkk. Aspek Hukum
Sewa Rahim dalam Perspektif Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama. 2016.
hlm. 11

6
oleh wanita tersebut hingga lahir.18 Dalam proses surogasi terjadilah
kesepakatan sewa rahim yaitu seorang suami istri mengadakan perjanjian
dengan perempuan lain yang bersedia rahimnya disewa atau dipakai untuk
mengandung dan melahirkan anak dari pasangan suami istri tadi dalam
jangka waktu yang telah disepakati, yang dimaksud dengan kontrak
surogasi (ibu pengganti) adalah kontrak atau perjanjian yang dibuat antara
orang tua pemesan dengan ibu surogat, di mana ibu surogat akan
mengandung, melahirkan dan menyerahkan anak tersebut kepada orang
tua pemesan berdasarkan jangka waktu yang telah disepakati antara
keduanya.19
Terkait dengan sewa rahim (surrogate mother) ada tiga jenis sewa
rahim. Pertama adalah Traditional Surrogacy merupakan sebuah
inseminasi yang menggunakan sel telur dari ibu pengganti itu sendiri dan
anak yang dilahirkannya untuk pasangan lain.20
Kedua yaitu Gestational Surrogacy, proses ini benar-benar hanya
menyewa rahim dari ibu pengganti saja, karena sel telur yang telah di
buahi oleh sperma dari pasangan suami istri yang menyewa rahim itu.
Jenis ini adalah jenis umum dari surrogacy. 21
Ketiga yaitu Intended Mother, merupakan seorang wanita yang
lajang atau sudah menikah yang menyewa rahim dari wanita lain yang
juga menyetujui untuk dihamili dengan janin dari sel telurnya sendiri
maupun hasil dari hasil donasi melalui suatu perjanjian bisnis.22
Penyewaan rahim dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai
berikut;
1. Benih istri (ovum) disenyawakan dengan benih suaimi (sperma),
kemudian dimasukan ke dalam rahim wanita lain. Kaidah ini digunakan
18
Nabahan, Zabidi. Penyewaan Rahim Menurut Pandangan Islam. Bamdumg: Pustaka
Utama. 2007. hlm. 2
19
Nia. Nasab Bayi Tabung Dalam Prespektif Hukum Islam Dan Maqasid Syari’ah.
Al-'Adalah: Jurnal Syariah Dan Hukum Islam. Vol. 04 No 2. 2019. hlm. 149
20
Viqria. Analisis Sewa Rahim (Surrogate Mother) Menurut Hukum Perdata Dan Hukum
Islam. Jurnal Dharmasisya. Vol. 1. No. 3. 2022. hlm. 1695
21
Ibid. hlm. 1696
22
Ibid. hlm. 1697

7
dalam keadaan istri memiliki benih yang baik, tetapi rahimnya dibuang
karena pembedahan, kecacatan akibat penyakit yang kronik atau sebab-
sebab yang lain.
2. Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah
disenyawakan dibekukan dan dimasukan ke dalam rahim wanita lain
selepas kematian pasangan suami istri itu.
3. Ovum istri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan suaminya)
dan dimasukan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini apabila suami
mandul dan istri ada halangan atau kecacatan pada rahimnya tetapi benih
istri dalam keadaan baik.
4. Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain, kemudian
dimasukan kedalam rahim wanita lain. Keadaan ini berlaku apabila istri
ditimpa penyakit pada ovarium dan rahimnya tidak mampu memikul tugas
kehamilan, atau istri telah mencapai tahap putus haid (menopause).
5. Sperma suami dan ovum istri disenyawakan, kemudian dimasukan ke
dalam rahim istri yang lain dari suami yang sama. Dalam keadaan ini istri
yang lain sanggup mengandungkan anak suaminya dari istri yang tidak
boleh hamil.23
Pada awalnya praktik surrogate mother dilakukan ketika pihak istri
tidak bisa mengandung dikarenakan sesuatu hal terjadi pada rahimnya.
Perkembangan praktik perjanjian sewa rahim, selanjutnya mengalami
pergeseran makna dan substansi, yang mana pihak penyewa bukan lagi
karena alasan medis, tetapi sudah beralih ke alesan kosmetik dan estetika,
sementara bagi pihak yang rahimnya disewa akan menjadikannya sebagai
suatu ladang bisnis baru dengan menyewakan rahimnya sebagai alat untuk
mencari nafkah terutama pada masyarakat ekonominya rendah.24
Seperti yang telah disampaikan sebelumnya bahwa tujuan dari
sewa rahim adalah untuk memperoleh keturunan dari benih sendiri dengan

23
Judiasih, dkk. Aspek Hukum Sewa Rahim dalam Perspektif Hukum Indonesia.
Bandung: Refika Aditama. 2016. hlm. 12
24
Desriza Ratman. Surrogate Mother Dalam Perspekstif Etika dan Hukum. Jakarta:Elex
Media Komputindo. 2012. hlm. 38

8
menggunakan bantuan teknologi medis dikarenakan rahim istri tidak dapat
memproses janinnya. Akan tetapi dalam kasus sewa rahim perlu dibedakan
antara hajat dengan darurat, bahwa sewa rahim tidak bisa dikatakan
kondisi yang darurat.
Praktik sewa rahim pada awalnya banyak terdapat pada negara-
negara yang sistem hukumnya memperbolehkan terjadinya donasi sel
gamet, yaitu sel sperma dan sel ovum sehingga kasus penyewaan rahim
dimungkinkan bisa terjadi pada negara-negara tersebut seperti yang
diutarakan oleh Schenker dan Frenkel, dalam Medico-Legal Aspects of
IVT-ET Practise, yaitu USA, Inggris, Austria, Australia, Jerman,
Denmark, Finlandia, Prancis, Israel, Jepang, Norwegia, Singapura (donasi
sperma), serta negara-negara USA, Inggris, Austria, Australia, Israel
(donasi ovum).25

Agnes Widanti seorang pakar hukum kesehatan Universitas


Katolik Soegidjapranata di Semarang, mengatakan bahwa sebenarnya
sudah ada praktek sewa rahim di Indonesia namun tidak ada yang berani
bersikap terbuka karena belum diatur secara jelas dalam Perundang-
Undangan.26
Di Indonesia pada tahun 2009 telah terjadi praktik sewa rahim
(surrogate mother). Pernah diberitakan oleh media, artis yang bernama
Zarima Mirafsur telah menyewakan rahim nya kepada pasangan suami
isteri pengusaha asal Surabaya dengan imbalan sejumlah uang, mobil dan
rumah.27
Praktik sewa rahim sudah banyak dilakukan secara diam-diam. Di
Papua banyak dilakukan sewa menyewa rahim, hanya sewa menyewa itu
tidak pernah dipermasalahkan karena dilakukan dalam lingkup keluarga.

25
Ameln. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya. 1991. hlm. 124
26
Viqria. Analisis Sewa Rahim (Surrogate Mother) Menurut Hukum Perdata Dan Hukum
Islam. Jurnal Dharmasisya: Vol. 1. No. 3. 2022. hlm. 1695
27
Desriza Ratman. Surrogate Mother Dalam Perspektif Etika Dan Hukum: Bolehkah
Sewa Rahim Di Indonesia?. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2012. hlm. 39

9
Sewa menyewa rahim bukan persoalan biologis semata, tetapi juga
kehidupan dan kemanusiaan.28
Terkait larangan menanamkan sel sperma dan ovum yang telah
berkembang menjadi embrio dalam rahim wanita lain diatur pada pasal 43
ayat (3) huruf b PP Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
yang menyatakan bahwa embrio dilarang ditanamkan pada rahim
perempuan lain.29
Adapun menurut perspektif hukum islam Para ulama
mengharamkan sewa rahim jika menggunakan rahim wanita selain isteri,
mencampurkan benih antara suami dan wanita lain, mencampurkan benih
isteri dengan laki-laki lain, atau memasukan benih yang dibuahi setelah
kematian suami-isteri. Bahkan jika wanita tersebut adalah isteri lain dari
suaminya sendiri.30
Menurut Yusuf Qaradhawi menaruh benih yang telah dibuahi
kepada rahim istri lain tidak diperbolehkan. Pasalnya, dengan cara ini
tidak diketahui siapakah sebenarnya dari kedua isteri ini yang merupakan
ibu dari bayi yang akan dilahirkan kelak juga kepada siapakah nasab
(keturunan) sang bayi disandarkan, kepada pemilik sel telur atau si pemilik
rahim.31
Menurut Fatwa MUI pada tanggal 26 Mei 2006, berkaitan dengan
masalah bayi tabung, Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa bahwa
Bayi tabung dari pasangan suami-isteri dengan titipan rahim isteri yang
lain (misalnya dari isteri kedua dititipkan pada isteri pertama) hukumnya
haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah32, sebab hal ini akan
28
Thamrin. Aspek Hukum Bayi Tabung dan Sewa Rahim. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
2014. hlm. 44-45
29
Yulistian, dkk. Hak Waris Anak yang Dilahirkan Melalui Perjanjian Surogasi. Jurnal
Interpretasi Hukum. Vol. 2. No. 1. 2021. hlm. 202
30
Viqria. Analisis Sewa Rahim (Surrogate Mother) Menurut Hukum Perdata dan Hukum
Islam. Jurnal Dharmasisya Vol. I. No. 3. 2022. hlm. 1694
31
Yusuf Qordowi. Fikih Kontemporer Jilid 3. Jakarta: Gema Insani Press. 2001. hlm. 658
32

Menurut Wahbah Zuhaili Sadd az Zariah adalah melarang dan menolak segala sesuatu
yang dapat menjadi sarana kepada keharaman, untuk mencegah kerusakan dan bahaya.

10
menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah
warisan (khususnya antara anak yang dilahirkan dengan ibu yang
mempunyai ovum dan ibu yang mengandung kemudian melahirkannya,
dan sebaliknya).33
Hasil dari ijtihad tersebut mengharamkan penggunaan teknik bayi
tabung yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri
yang kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim wanita
lain.34
Secara hukum Islam penyewaan rahim dilarang, sebab menanam
benih pada rahim wanita lain haram hukumnya sebagaimana sabda
Rasulullah SAW

‫ما من ذنب بعد الشرك أعظم من نطفة وضعها رجل في رحم ال يح ّل له‬.
"Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dibandingkan seseorang
yang menaruh spermanya di rahim wanita yang tidak halal baginya.”(H.R
Imam Nasa’i)

Dalam riwayat lain Rasulullah bersabda:

ِّ‫َل يَ ِّحلُّ لِّ ِّمرٍئ يُْؤ ِّم نُ بِّاهللِّ َو ْاليَوْ ِّم ْال ِّخ ِّر َأ ْن يَ ْسقِّ َي َما َءهُ زَرْ َع َغ ْي ِّره‬
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Alloh dan hari akhir
menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri
orang lain).” (H.R. Abu Daud)35

Dijelaskan juga dalam kaidah ushul yaitu:


‫اع التَّحْ ِر ْي ُم‬ َ ‫اََأْلصْ ُل فِي اَأْلب‬
ِ ‫ْض‬
“Pada dasarnya dalam urusan kelamin (percampuran) hukumnya
haram.”

Wahbah zuahili dalam Hifdhotul Munawaroh. Sadd Al- Dzari’at Dan Aplikasinya Pada
Permasalahan Fiqih Kontemporer. Jurnal Ijtihad. Vol. 12. No. 1. 2018. hlm. 66
33
Fatwa Majelis Ulama Indonesia 6 Mei 2006 tentang Transfer Embrio ke Rahim Titipan
34
Thamrin. Aspek Hukum Bayi Tabung dan Sewa Rahim Perspektif Hukum Perdata dan
Hukum Islam. Yogyakarta: Aswaja Pressindo. 2014. hlm. 93-96
35
Sunan Abu Dawud. hlm.1983

11
Perbuatan tersebut secara tegas dilarang oleh Rasulullah karena
perbuatan tersebut sama halnya dengan berzina. Rasululullah telah
memerintahkan kepada umatnya untuk menjaga lima perkara yang ada
pada dirinya, yaitu menjaga agama, menjaga keturunan, menjaga harta,
menjaga akal, dan menjaga diri.

Melakukan perbuatan sewa rahim merupakan salah satu bentuk


dari ketidak mampuan menjaga diri dengan baik. Sebab apa yang terdapat
dalam tubuh kita bukan milik seutuhnya melainka titipan dari Allah untuk
dijaga sebaik mungkin dari perbuatan yang terlarang. Sebagaimana
Rasulullah bersbda :
ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫ْت َرسُوْ َل هللا‬ ُ ‫ َس ِمع‬: ‫ال‬ َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬ ِ ‫ص ْخ ٍر َر‬ َ ‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ْب ِن‬
َ‫ فَِإنَّ َما َأ ْهلَك‬،‫ َو َما َأ َمرْ تُ ُك ْم بِ ِه فَْأتُوا ِم ْنه َما ا ْستَطَ ْعتُ ْم‬،ُ‫ َما نَهَ ْيتُ ُك ْم َع ْنهُ فَاجْ تَنِبُوْ ه‬: ‫َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَقُوْ ُل‬
‫اختِالَفُهُ ْم َعلَى َأ ْنبِيَاِئ ِهم‬
ْ ‫الَّ ِذ ْينَ َم ْن قَ ْبلَ ُك ْم َك ْث َرةُ َم َساِئلِ ِه ْم َو‬

Dari Abu Hurairah ‘Abdurrahman bin Shakr radhiyallahu ‘anhu,


ia berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallambersabda, “Apa saja yang aku larang, maka jauhilah. Dan apa saja
yang aku perintahkan, maka kerjakanlah semampu kalian. Sesungguhnya
yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah banyak
bertanya dan menyelisihi perintah nabi-nabi mereka.” (HR. Bukhari dan
Muslim)36
Pemanfaatan rahim di luar perkawinan merupakan perbuatan yang
diharamkan, hal ini disebabkan oleh banyaknya mudharat yang
ditimbulkan jika dibandingkan dengan manfaatnya. Dalam teori maslahah
menghindari keburukan lebih diutamakan dibanding mencari kebaikan
atau manfaat. Hal ini sebagaimana tertuang dalam kaidah ushul yaitu
‫ح‬ َ ‫ب ْال َم‬
ِ ِ‫صال‬ ِ ‫َدرْ ُء ْال َمفَا ِس ِد ُمقَ َّد ُم َعلَى َج ْل‬

36
Muhammad Abduh Tuasikal. Hadits Arbain 09: Jalankan Semampunya.
rumaysho.com. 2018. https://rumaysho.com/18210-hadits-arbain-09-jalankan-
semampunya.html. Diakses pada 7 November 2022

12
“Menghindari mafsadah (madharat/bahaya) harus didahulukan atas
mencari/menarik maslahah (kebaikan/manfaat)”37
Dalam kasus sewa rahim ini, penulis beranggapan bahwa
keinginan untuk memiliki anak bukanlah suatu hal yang darurat, dan hal
tersebut hanya sebuah keinginan manusiawi, yang apabila tidak dilakukan
tidak akan menimbulkan sesuatu yang berbahaya, dan sebaliknya apabila
dilakukan maka akan menimbulkan berbagai persoalan, seperti kerancuan
status anak baik dalam hal nasab, kewalian dan kewarisan, dan beban
psikologis dari pihak suami, istri juga wanita yang di sewa rahimnya.
Karena sewa rahim akan memunculkan masalah baru yang lebih rumit,
maka sewa rahim di hukumi haram.
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan, maka
penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS
PERBANDINGAN HUKUM SEWA RAHIM DALAM FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA 6 MEI 2006 TENTANG TRANSFER
EMBRIO KE RAHIM TITIPAN DAN PERATURAN PEMERINTAH
NO. 61 TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN REPRODUKSI ”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas. Maka
secara terperinci, masalah yang akan diteliti adalah Analisis Perbandingan
Hukum Sewa Rahim Dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia 6 Mei 2006
Tentang Transfer Embrio Ke Rahim Titipan Dan Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi.
Adapun uraian yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kedudukan hukum terhadap sewa rahim dalam Fatwa
Majelis Ulama Indonesia 6 Mei 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 61
tahun 2014?

37
Ashar. Aplikasi al-Qawā’id al-Khamsu terhadap Wacana Fiqhi Islam Menurut Mażhab
Syāfi- ī. Jurnal Mazahib : Vol. 9. No. 2. 2011. hlm. 155

13
2. Bagaiamana akibat hukum sewa rahim dalam Fatwa Majelis Ulama
Indonesia 6 Mei 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014?
3. Bagaimana relevansi antara Fatwa Majelis Ulama Indonesia 6 Mei
2006 dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui tinjauan hukum sewa rahim dalam Fatwa Majelis
Ulama Indonesia 6 Mei 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun
2014.
2. Untuk dapat memahami akibat hukum sewa rahim dalam Fatwa
Majelis Ulama Indonesia 6 Mei 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 61
tahun 2014.
3. Untuk dapat mengetahui relevansi antara Fatwa Majelis Ulama
Indonesia 6 Mei 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
ajar baik di kalangan mahasiswa atau di kalangan umum untuk
menambah wawasan keilmuan yang berkaitan dengan sewa rahim.

2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai salah satu informasi dalam menyelesaikan permasalahan yang
berkaitan dengan sewa rahim.

14
E. Kerangka Berpikir
Sewa menyewa dalam bahasa Arab diistilahkan dengan al-ijarah,
yang artinya upah, sewa, jasa atau imbalan. 38 Dalam fikih muamalah,
ijarah mempunyai dua pengertian yaitu (1) perjanjian sewa menyewa
barang, dan (2) perjanjian sewa menyewa jasa.39
Menurut Sayyid Sabiq pengertian sewa menyewa ialah sebagai
suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.40
Sedangkan M. Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan akad ijarah ialah
penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat dengan
imbalan, sama dengan menjual manfaat.41
Oleh karena itu, dapat dinyatakan ijarah adalah suatu akad sewa
menyewa barang yang pada hakikatnya mengambil suatu manfaat atas
barang yang telah disewa dengan ganti upah.42 Ketetapan hukum ijarah
menurut ulama adalah kemanfaatan yang bersifat mubah sesuai dengan
keberadaan manfaat.43
Sewa menyewa umumnya terjadi terhadap benda dan jasa yang
dapat diambil manfaatnya. Namun di zaman moderen ini sewa menyewa
telah meluas cakupannya sampai kepada masalah sewa rahim yang
menimbulkan pro kontra di masyarakat. Pada dasarnya sewa menyewa
dihukumi mubah terhadap benda yang bisa dilihat pada saat akad
dilangsungkan seperti rumah, kendaraa, atau barang lainnya. Tetapi ijarah
dilarang terhadap benda-benda yang diharamkan, salah satunya adalah
rahim. Karena sekalipun rahim dapat diambil manfaatnya namun rahim
bukanlah suatu objek sewa menyewa.
Sewa rahim dalam bahasa inggris dikenal surrogote mother yang
berarti ibu pengganti. Surrogote mother adalah wanita yang menggunakan
38
Hasan. Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Fiqh Muamalah). Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada. 2003. hlm. 227
39
Farid. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2020. hlm. 269
40
Sayid Sabiq. Fiqh al-Sunnah. Jilid II. Kairo: Daar al-Fath. 1990. hlm. 15
41
Ash Shiddieqy. Hukum-hukum Fiqh Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra. 1997. hlm.
425
42
Farid. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika. 2020. hlm. 269
43
Ibid. hlm. 273

15
rahimnya untuk hamil dari janin yang dikandungnya tersebut milik wanita
lain dan setelah bayi itu lahir hak kepemilikan atau hak asuh bayi tersebut
diserahkan kepada wanita lain tersebut atau ayah dari bayi tersebut.44
Menurut Nabahah (2007: 2), sewa rahim merupakan proses
mendapatkan keturunan selain melalui bayi tabung yang menggunakan
rahim wanita lain untuk mengandungkan benih ovum dan sperma (embrio)
dari pasangan suami istri, hingga si anak lahir. Setelah anak itu lahir,
diberikan kembali kepada pasangan suami istri yang memiliki benih untuk
memelihara dan menganggap anak tersebut sebagai anak mereka.45
Adanya fenomena praktik sewa rahim yang dilakukan oleh
masyarakat, menimbulkan banyak persoalan-persoalan hukum yang harus
direspon oleh semua pihak. Ada beberapa hal yang perlu di cermati untuk
menentukan hukum yang sesuai dengan tujuan hukum yaitu dengan
memperhatikan kemaslahatan serta mempertimbangkan dampak buruknya
karena dalam prosesnya sewa rahim melibatkan beberapa pihak yang
saling berhubungan, yakni pemilik sperma, pemilik ovum (pemilik sel
telur), dan pemilik rahim. Terutama persoalan mengenai akibat hukum
dari praktik sewa rahim seperti kerancuan dalam hal nasab yang berkaitan
juga dengan masalah kewarisan. Oleh karena itu, peranan pemerintah
dalam mengatasi permasalahan yang muncul dari pelaksanaan sewa rahim
perlu digunakan, mengingat Indonesia adalah negara hukum sebagaimana
hal tersebut ditegaskan dalam undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat 3.
Dengan demikian maka dalam setiap kehidupan bermasyarakat
didasarkan atas hukum yang berlaku. Setiap produk hukum yang
dihasilkan bertujuan untuk memelihara ketertiban hukum. Dalam hal ini
dapat dilihat bahwa implikasi dari pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar
1945 yaitu masyarakat harus tunduk kepada hukum yang berlaku.

44
Desriza Ratman. Surrogate Mother Dalam Perspekstif Etika dan Hukum. Jakarta:Elex
Media Komputindo. 2012. hlm. 56
45
Nabahan Zabidi. Penyewaan Rahim Menurut Pandangan Islam. Bandumg: Pustaka
Utama. 2007. hlm. 2

16
Setiap negara memilki sistem hukum yang berbeda-beda. Indonesia
adalah negara yang memilki lebih dari satu sistem hukum. Berlakunya
sistem hukum dipengaruhi oleh sub-sub sistem, yang dalam pandangan
Friedman terdiri atas substansi hukum, struktur hukum, dan budaya
hukum. Ketiga subsistem tersebut menjadi indikator keberhasilan
penerapan hukum di masyarakat.46
Menurut Neni Sri Imaniyati dan Panji Adam. Sistem hukum adalah
kesatuan utuh dan tatanan-tatanan yang terdiri dari bagian-bagian yang
satu sama lain saling berhubungan dan berkaitan secara erat. 47 Sebagai
negara hukum, indonesia menganut tiga sistem hukum yaitu sistem hukum
civil, sistem hukum adat, dan sistem hukum islam. Hal ini sebagai bentuk
penyesuaian dengan kultur masyarakat indonesia. Sistem hukum civil
memiliki karakter “hukum tertulis”. Sistem hukum adat adalah sistem
hukum yang tumbuh dan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan
masyarakat.48
Hukum islam merupakan bagian dari keluarga sistem hukum, yang
berasal dari ajaran agama islam. Hukum islam bersumber dari Al Qur’an,
hadist, serta kesepakatan para ulama. Jika ditinjau dari bentuknya, hukum
islam bisa berupa ketentuan tertulis maupun ketentuan tidak tertulis.
Ketentua tertulis seperti Al Qur’an atau jika melihat pada produk hukum
nasional kita bisa merujuk pada kompilasi hukum islam (KHI) dan fatwa
majelis ulama Indonesia (MUI). Sedangkan untuk ketentuan tidak tertulis,
hukum islam memiliki beberapa instrumen yang dianut oleh masyarakat
tertentu layaknya hukum adat.49

46
Windari. Pengantar Hukum Indonesia. Depok: Rajawali Pres. 2017. hlm. 37
47
Neni Sri Imaniyati, Panji Adam. Pengantar Hukum Indonesia, Sejarah dan Pokok-
Pokok Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. 2017. hlm. 51
48
Zaka Firma Aditya,Dkk. Romantisme Sistem Hukum Di Indonesia: Kajian Atas
Kontribusi Hukum Adat Dan Hukum Islam Terhadap Pembangunan Hukum Di
Indonesia. Jurnal Rechtsvinding: Media Pembinaan Hukum Nasional. Vol. 8. No. 1.
2019. hlm.39
49
Aulia, Al Fatih. Perbandingan Sistem Hukum Common Law, Civil Law, dan Islamic
Law Dalam Perspektif Sejarah dan Karakteristik Berpikir. Jurnal Legality. Vol 25 No 1.
2017. hlm. 99

17
Percampuran sistem hukum (mixed legal system) ini merupakan
perkembangan dan klasifikasi klasik dari suatu sistem hukum. Terdapat
beberapa contoh percampuran sistem hukum dan menyebutkan
percampuran sederhana antara sistem hukum civil, sistem hukum adat, dan
sistem hukum agama. Di indonesia kehadiran sistem hukum adat dan
sistem hukum islam dapat mengatasi kesenjangan dari dianutnya sistem
hukum.50
Adanya Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 dan Fatwa
Majelis Ulama Indonesia 26 Mei 2006 merupakan bentuk perwujudan dari
sistem yang dapat melahirkan produk hukum berdasarkan fenomena yang
terjadi di tengah masyarakat. Fenomena yang terjadi di tengah masyarakat
sering kali menimbulkan suatu perubahan hukum.
Menurut Satjipto Rahardjo, perubahan hukum merupakan suatu hal
yang sangat penting, perubahan hukum berfungsi menjembatani
keinginan-keinginan manusia agar tidak timbul perilaku yang anarkis,
destruktif, kondisi chaos, dan sebagainya. Perubahan-perubahan sosial
dalam kondisi sosial, teknologi, pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap dapat
mengarah kepada perubahan hukum. Dalam hal ini, hukum bersifat reaktif
dan mengikuti perubahan sosial. Dari situlah kemudian dapat dipahami
bahwa perubahan hukum merupakan suatu konsekwensi yang terjadi pada
sistem hukum.51
Adapun Musthafa Syalabi menegaskan bahwa adanya perubahan
hukum adalah karena perubahan maslahat (tabaddul al-aẖkâm bi tabaddul
al-mashlaẖah) dalam masyarakat. Adanya an-nasakh (penghapusan suatu
hukum terdahulu dengan hukum yang baru), at-tadarruj fi at-tasyrî’
(pentahapan dalam penetapan hukum) dan nuzûl al-aẖkâm yang selalu
mengikuti peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa pewahyuan,

50
Zaka Firma Aditya, dkk. Romantisme Sistem Hukum Di Indonesia: Kajian Atas
Kontribusi Hukum Adat dan Hukum Islam terhadap Pembangunan Hukum Di Indonesia.
Jurnal Rechtsvinding: Media Pembinaan Hukum Nasional. Vol. 8. No. 1. 2019. hlm.39
51
Ahmad Rais. Perubahan Hukum Dan Perubahan Sosial. Academia

18
semuanya merupakan dalil yang jelas menunjukkan bahwa perubahan
hukum mengikuti perubahan maslahat yang ada.52
Hukum islam memiliki elastisitas hukum yang dapat menunjukkan
bahwa hukum Islam bisa beradaptasi dengan perubahan sosial. Ada dua
ketentuan bagi hukum Islam yang bersifat dinamis (elastis); pertama,
hukum Islam yang diambil dari Dalil Dzanni yang menerima perubahan,
dan kedua, hukum Islam yang dihasilkan dari ijtihad akibat perubahan
zaman.53 Sebagaimana dalam kaidah hukum islam disebutkan
‫الينكرتغيرأالاحكاماالشرعيةبتغيراالزمان واالمكان واالحوال‬
“Perubahan hukum Islam sebab perubahan tempat dan waktu.”54
Ulama fikih bersepakat bahwa hukum Islam yang bisa berubah
karena perubahan tempat, waktu dan keadaan adalah hukum-hukum
ijtihadi (hukum yang dihasilkan dari ijtihad).55 Di antara contoh hukum
ijtihadi adalah, hukum yang didasarkan pada maslahah tertentu. Jika
maslahah yang menjadi dasar munculnya hukum sudah tidak ada, maka
hukum pun akan berubah karena tidak ada illat atau alasan yang menjadi
dasar bagi hukum tersebut.56
Tujuan utama hukum Islam adalah mewujudkan maslahat untuk
kehidupan manusia, maka dapat dikatakan bahwa penetapan hukum Islam
sangat berkaitan dengan dinamika kemaslahatan yang berkembang dalam
masyarakat.57
Maslahat atau maslahah dalam bahasa arab berarti perbuatan yang
mendorong kepada kebaikan manusia. Menurut Al Ghazali maslahah
52
Syalabi, Muhammad Mustafa. Ta’lîl Al-Aẖkâm. Beirut: Dâr An-Nahdhah Al-‘Arâbiyah.
1981. hlm. 307
53
Murtadho Ridwan. Implementasi Kaidah Perubahan Hukum Islam Sebab Perubahan
Tempat Dan Waktu Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan.
Vol. 2. No. 2. 2018. hlm. 21
54
Ibid. hlm. 21
55
Ibid. hlm. 22
56
Murtadho Ridwan. Implementasi Kaidah Perubahan Hukum Islam Sebab Perubahan
Tempat Dan Waktu Perspektif Ekonomi Islam. Jurnal Kajian Ekonomi dan Perbankan.
Vol. 2. No. 2. 2018. hlm. 23
57
Bazro Jamhar. “Konsep Maslahat dan Aplikasinya dalam Penetapan Hukum Islam:
Studipemikiranushûl Fiqh Sa’id Ramadhan Al-Bûthi”. Sinopsis Institut Agama Islam
Negeri Wali Songo Semarang. 2012. hlm. 7

19
berarti sesuatu yang mendatangkan manfaat dan menjauhkan mudarat.
Sedangkan Al Syatibi mengartikan maslahah dari segi tergantungnya
tuntutan syara kepada maslahah, yaitu kemaslahatan yang bertujuan dari
penetapan hukum syara.58
Terkait praktik sewa rahim di Indonesia melahirkan adanya
peraturan-peraturan yang menegaskan bahwa inseminasi buatan dengan
cara menggunakan rahim wanita lain dilarang. Sebagaimana dijelaskan
dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Peraturan Pemerintah No. 61
Tahun 2014. Dari kedua sumber tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya
dua aturan yang dalam satu sistem hukum, yaitu aturan berdasarkan
pandangan hukum islam dan aturan berdasarkan hukum positif. Dari ke
dua aturan tersebut dapat melahirkan suatu perbandingan hukum.
Soerjono soekanto dalam bukunya yang berjudul pengantar
perbandingan sistem hukum, salah satu lingkup perbandingan hukum yaitu
descriptive comparative law merupakan suatu studi yang bertujuan untuk
mengumpulkan bahan-bahan tentang sistem hukum pelbagai masyarakat,
dengan penekanan pada analisis deskriptif yang didasarkan pada lembaga-
lembaga hukum.59
Terkait dengan praktik sewa rahim masih banyak di kalangan
masyarakat yang belum memahami kedudukan dan akibat hukum dari
perbuatan tersebut. Negara dengan hukum yang baik dan benar tentu akan
mengatur bagaimana rakyatnya harus bertindak sebagai warga negara yang
baik dan patuh terhadap hukum dan mengatur bagaimana pemerintah
harus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Sewa Menyewa

58
Amir syarifuddin. Ushul Fiqh. Jilid 2. Jakarta: Kencana. 2008. hlm. 368-369
59
Gozali. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum. Bandung: Nusa Media. 2018. hlm. 21

20
Sewa Rahim

Fatwa MUI 26 Mei 2006 PP No. 61 Tahun 2014

Kedudukan Hukum Akibat Hukum Relevansi

F. Hasil Penelitian Terdahulu


Penelitian ini tidak lepas dari penelitian-penelitia terdahulu sebagai
bahan perbandingan. Adapun hasil dari penelitian-penelitian terdahulu di
antaranya:

No Nama dan Judul


Persamaan Perbedaan
Penelitian
1 Desriza Ratman, Menjelaskan definisi Dalam penelitian ini
“Surrogate Mother sewa rahim, proses penulis membahas
Dalam Perspektif dan tujuan penyewaan kedudukan hukum sewa
Etika Dan Hukum: rahim, serta rahim berdasarkan
Bolehkah Sewa keberlakuan hukum di Fatwa MUI dan
Rahim Di Indonesia mengenai Peraturan Pemerintah
Indonesia?” sewa rahim. no. 61 tahun 2014.

21
2 Nurantiana, Ahyuni Persamaan dengan Perbedaan dalam
Yunus, dan Ilham jurnal ini yaitu sama- penelitian ini adalah
Abbas,“Status sama membahas penulis membahas
Kewarisan Anak tentang status hukum akibat hukum sewa
yang Lahir dari anak dan hak waris rahim yang meliputi
Hasil Sewa Rahim anak hasil sewa rahim. nasab anak sewa rahim,
(Surrogate Mother) waris anak sewa rahim,
Menurut Hukum dan perwalian bagi anak
Perdata dan sewa rahim.
Kompilasi Hukum
Islam”
3 Adinda Akhsanal status hukum terhadap Perbedaan dengan
Viqria, “Analisis anak yang dilahirkan penelitian ini adalah
Sewa Rahim melalui sewa rahim terletak pada dasar
(Surrogate Mother) menurut hukum Islam hukum yang digunakan.
Menurut Hukum Peneliti sebelumnya
Perdata dan membahas hukum sewa
Hukum Islam” rahim secara umum
menurut hukum perdata
dan hukum islam.
Sedangkan penulis
membahas sewa rahim
secara khusus
berdasarkan Fatwa MUI
dan Peraturan
Pemerintah no. 61
tahun 2014.
4 Ashar, Secara umum Perbedaan penelitian
“Pemindahan penelitian ini penulis dengan
Embrio Ke Rahim membahas sewa penelitian sebelumnya
Wanita Lain dalam proses sewa rahim dan terletak pada

22
Perspektif Hukum kedudukan hukumnya pembahasan yang mana
Islam dan Hukum baik dalam perspektif penulis membahas
Positif” hukum islam. kedudukan sewa rahim
dalam Fatwa MUI dan
Peraturan Pemerintah
no. 61 tahun 2014
disertai relevansi dari
keduanya.
5 Muhammad Ali Persamaan terdapat Perbedaannya terletak
Hanafiah Selian, dalam pembahasan pada dasar hukum yang
“Surrogate Mother; mengenai tinjauan digunakan. Peneliti
Tinjauan Hukum hukum islam sebelumnya
Perdata dan Islam” mengenai sewa rahim menggunakan pendapat
ulama As-Sayyid Sabiq
dan undang-undang
Nomor 36 tahun 2009
tentang Kesehatan
Pasal 127 ayat (1)
sedangkan dalam
penelitian ini penulis
menyandarkan dasar
hukum islam kepada
Fatwa MUI dan hukum
positif menggunakan
Peraturan Pemerintah
no. 61 tahun 2014.

Berdasarkan perincian di atas penulis memiliki fokus penelitian


yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Dari pandangan penulis
penelitian mengenai hukum sewa rahim relevansi dalam Fatwa Majelis

23
Ulama Indonesia 6 Mei 2006 dan Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 2014
belum ada yang mengkaji secara utuh dan spesifik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

24
A. Tinjauan Umum Hukum Sewa Menyewa
1. Definisi Sewa Menyewa

Istilah sewa menyewa berasal dari bahasa belanda yaitu huur onver
huur yang artinya pemakaian sesuatu dengan membayar uang.60 Dalam
kamus besar bahasa indonesia sewa menyewa berasal dari kata sewa
yang memiliki arti pemakaian sesuatu dengan membayar uang.61

Dalam pasal 1548 KUH Perdata mendefinisikan sewa menyewa


sebagai suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan suatu
barang selama waktu tertentu dengan pembayaran harga yang oleh
pihak terakhir disanggupi pembayarannya.62

Menurut I Ketut Oka Setiawan sewa menyewa adalah perjanjian


konsensual, artinya perjnajian itu telah sah mengikat para pihak setelah
mereka mencapai kata sepakat tentang dua hal yaitu barang dan harga.
Dalam hal ini barang yang diserahkan bukan untuk dimiliki melainkan
untuk dinikmati kegunaanya.63

Sedangkan menurut Subekti dalam Sukardi (2015:54)


mendefinisikan bahwa sewa menyewa merupakan suatu perjanjian
dengan mana pihak yang satu mengikat dirinya untuk memberikan
kenikmatan dari sesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dengan
pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak terakhir disanggupi
pembayarannya dan dikenal dengan nama sewa menyewa64

60
A. Pradnyaswari. Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa
Menyewa Kendaraan. Hlm. 2
61
Kamus Besar Bahasa Indonesia. hlm. 1439
62
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1548
63
I Ketut Oka Setiawan. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika. 2015. hlm. 179
64
Sukardi. Tinjauan Yuridis Pengakhiran Sewa Menyewa Rumah yang Dibuat Secara
Lisan di Kelurahan Sungai Beliung Kecamatan Pontianak Barat. 2015.
https://Jurnaliainpontianak.Or.Id/Index.Php/Almaslahah/Article/View/686. Diakses Pada
15 November 2022

25
Selain itu dalam hukum islam, sewa menyewa disebut sebagai
ijarah. Secara bahasa, al-ijarah berasal dari kata al-ajru yang berarti
al-iwad, yakni ganti dan upah, sewa jasa, atau imbalan. 65. Sedangkan
menurut istilah ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa
atas barang ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk
mendapatkan manfaat barang, maka disebut sewa-menyewa.
Sedangkan jika digunakan untuk mendapatkan manfaat tenaga kerja,
disebut upah-mengupah. Pada ijarah, tidak terjadi perpindahan
kepemilikan objek ijarah. Objek ijarah tetap menjadi milik pihak yang
menyewakan.66

Ulama fiqih memberikan definisi lebih lanjut tentang ijarah.


Ulama malikiyah dan Hanabilah menyatakan bahwa ijarah adalah
menjadikan milik suatu kemnafaatan yang mubah dalam waktu
tertentu dengan pengganti.67 Ulama Hanafiyah menyatakan bahwa al
ijarah adalah transaksi terhadap setiap manfaat dengan imbalan
(iwad). 68
sedangkan Ulama Syafiiyah menyatakan al ijarah adalah
akad suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan
mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti
tertentu.69

Menurut Amir Syarifuddin, al-ijarah secara sederhana dapat


diartikan dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan
tertentu. Apabila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau
jasa dari suatu benda disebut ijarah al-‘ain, seperti sewa menyewa
rumah untuk ditempati. Apa bila yang menjadi objek transaksi manfaat

65
Hendi Suhendi. Fiqih Mu’amalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2005. hlm. 114.
66
Nadhira Wahyu Adityarani, Lanang Sakti. Tinjauan Hukum Penerapan Akad Ijarah
Dan Inovasi Dari Akad Ijarah Dalam Perkembangan Ekonomi Syariah Di Indonesia.
Jurnal Fundamnetal Justice. Vol. 1. No. 2. 2020. hlm. 45
67
Rachmat Syafe’i. Fiqih Mu’amalah. hlm. 121-122
68
Siah Khosyi’ah. Fiqh Muamalah Perbandingan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014.
hlm. 142
69
Akhmad Farroh Hasan. Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer. Malang:
UIN Maliki Press. 2018. hlm. 50

26
atau jasa dari tenaga seseorang disebut ijarah al-dzimah atau upah
mengupah, seperti upah mengetik skripsi. Sekalipun objeknya berbeda
keduanya dalam konteks fikih disebut al-ijarah.70

Berdasarkan pendapat syekh syihab al-Din dan syaikh umairah,


ijarah adalah akad atas manfaat yang diketahui dan disengaja untuk
memberi dan membolehkan denga imbalan yang diketahui saat itu.71
Hasbi Ash Shiddiqie juga mempunyai pandangan terhadap ijarah,
beliau berpendapat bahwa ijarah ialah akad yang objeknya berupa
penukaran manfaat untuk masa tertentu, yaitu pemilikan manfaat
dengan imbalan, sama halnya dengan menjual manfaat.72

Dijelaskan juga definisi ijarah dalam Kompilasi Hukum Ekonomi


Syariah buku II pasal 20 ayat (9), ijarah adalah sewa barang dalam
jangka waktu tertentu dengan pembayaran.73 Dijelaskan juga dalam
Fatwa Dsn Mui No. 09 Tahun 2000, ijarah adalah akad pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu
melalui pembayaran sewa/upah. Tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.74

Maka, berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sewa


menyewa adalah salah satu bentuk kegiatan perjanjian yang mengikat
antara dua pihak atas suatu objek baik itu berupa benda ataupun jasa
dengan ketentuan adanya upah yang dibayarkan dari objek tersebut
sesuai dengan batas waktu penyewaan yang telah disepakati antar
keduanya.

2. Kedudukan Hukum Sewa Menyewa

70
Amir Syarifudin. Garis-Garis Besar Fiqih. Jakarta:Kencana. 2003. hlm.216
71
Akhmad Farroh Hasan. Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer. Malang:
UIN Maliki Press. 2018. hlm. 50
72
Ibid. hlm. 50
73
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 Ayat 9
74
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 09/Dsn-MUI/IV/ 2000

27
Secara hukum sewa menyewa memiliki kedudukan hukum yang
pasti. Baik dalam hukum positif maupun dalam hukum islam. Hal itu
dikarenakan sewa menyewa merupakan kegitan yang dapat
memberikan manfaat satu sama lain sehingga pada umumnya sewa
menyewa bersifat boleh dan juga bersifat mengikat. Oleh karenanya
para pihak yang telah bersepakat melakukan transaksi sewa menyewa
tidak boleh membatalkan secara sepihak kecuali ada hal-hal yang
merusak transaksi sewa menyewa seperti cacatnya objek sewa atau
hilangnya objek manfaat dari objek sewa tersebut.
Di indonesia sewa menyewa diatur dalam pasal 1548 sampai 1600
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sewa menyewa juga
merupakan salah satu bagian dari perikatan yang bersumber dari
perjanjian hal ini sebagaimana tertuang dalam pasal 1313 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Selain diatur dalam hukum positif, sewa menyewa juga diatur
dalam hukum islam. Dalam hukum islam sewa menyewa termasuk ke
dalam jenis muamalah (hubungan sosial antar manusia). pembahasan
sewa menyewa dalam hukum islam terdapat dalam fiqih muamalah.
Dalam fiqih muamalah terdapat kaidah umum mengenai kegiatan
muamalah
‫ت اِإْل بَا َحة ِإاَّل َأن يَ ُد َّل َدلِ ْي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬
ِ ‫اَأْلصْ ُل فِ ْي ْال ُم َعا َماَل‬
“Segala jenis muamalah adalah boleh kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”
Dilihat dari kaidah fiqih tersebut menandai bahwa praktik sewa
menyewa yang merupakan bagian dari muamalah pada dasarnya boleh
dilakukan. Kaidah tersebut berlandaskan pada firman Allah yang
terdapat dalam al quran pada surat at thalaq ayat 6
ِ ‫ضيِّقُوْ ا َعلَ ْي ِه ۗ َّن َواِ ْن ُك َّن اُواَل‬
‫ت‬ َ ُ‫ض ۤارُّوْ ه َُّن لِت‬ ُ ‫اَ ْس ِكنُوْ ه َُّن ِم ْن َحي‬
َ ُ‫ْث َس َك ْنتُ ْم ِّم ْن ُّوجْ ِد ُك ْم َواَل ت‬
‫ض ْعنَ لَ ُك ْم فَ ٰاتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره ۚ َُّن َوْأتَ ِمرُوْ ا بَ ْينَ ُك ْم‬
َ ْ‫ض ْعنَ َح ْملَه ۚ َُّن فَا ِ ْن اَر‬
َ َ‫َح ْم ٍل فَا َ ْنفِقُوْ ا َعلَ ْي ِه َّن َح ٰتّى ي‬
‫ض ُع لَ ٗ ٓه اُ ْخ ٰر ۗى‬ِ ْ‫ف َواِ ْن تَ َعا َسرْ تُ ْم فَ َستُر‬ٍ ۚ ْ‫بِ َم ْعرُو‬

28
“Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang
sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan
(anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka upahnya,
dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik;
dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.”(Q.S. At Thalaq:6)75
Pada dasarnya sewa menyewa atau ijarah dianjurkan dalam islam,
namun perlu ditinjau kembali secara operasionalisasinya karena ada
beberapa aspek yang menyebabkan ijarah menjadi terlarang. Beberapa
hal yang harus diperhatikan menyangkut ijarah agar terhindar dari
larangan hukum, yaitu sebagai berikut.
1) Objek al ijarah berbentuk jasa dari benda, seperti menyewa
rumah, mobil, atau yang lainnya, jelas statusnya, baik dari segi
syara’ maupun dari segi kepemilikannya. Di samping itu objek
al ijarah harus langsung dimanfaatkan, artinya barang sewaan
harus langsung diserahkan.
2) Pihak yang berkontrak harus mengerti isi kontrak, misalnya
mengetahui awal kontrak dan waktu berakhirnya kontrak. Hal
ini harus dilakukan secara verbal dengan adanya saksi dan
sebaiknya dalam bentuk tertulis. Ulama fiqih sepakat bahwa
orang yang mengadakan akad harus memahami apa yang
mereka lakukan dalam melakukan kontrak.
Shigat atau syarat al ijarah harus sejalan karena dengan adanya
shigat, keduanya terikat dengan syarat yang dibuat dan harus sesuai
dengan asas manfaat al ijarah agar terhindar dari ketidaktahuan
tentang objek sewa itu sendiri.76
75
At Talaq : 6
76
Siah Khosyi’ah. Fiqh Muamalah Perbandingan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014.
hlm. 143

29
Berdasarakan uraian di atas maka dapat dipahami bahwa segala
bentuk sewa menyewa baik itu pada barang maupun jasa selama tidak
ada dalil yang mengharamkannya atau unsur-unsur yang dapat
memberikan kerugian di antara kedua pihak.
3. Unsur-Unsur Sewa Menyewa
Dalam melakukan praktik sewa menyewa ada beberapa unsur yang
harus dipenuhi. Unsur-unsur dalan sewa menyewa di antaranya adalah
sebagai berikut:77
a. Adanya pihak yang menyewakan dan pihak yang menyewa
b. Adanya kesepakatan antara ke dua belah pihak
c. Adanya objek sewa menyewa
d. Adanya kewajiban dari pihak yang akan menyewakan untuk
menyerahkan kenikmatan kepada pihak penyewa atas suatu benda
atau jasa
e. Adanya kewajiban dari penyewa untuk menyerahkan uang sewa
kepada pihak yang menyewakan.
Sedangkan dalam fiqih muamalah unsur sewa menyewa umumnya ada
empat. Menurut hanafiyah unsur-unsur sewa menyewa hanya shigat
ijab dan kabul, sedangkan menurut mayoritas ulama unsur sewa
menyewa (ijarah) ada empat yaitu
1) Penyewa
Untuk memenuhi rukun penyewa maka penyewa harus sesuai
dengan syarat yang berlaku yaitu baligh, berakal, cerdas, memiliki
kecakapan untuk mengendalikan harta. Ulama hanafiyah
mensyaratkan berakal dan mumayiz dan tidak disyaratkan baligh.
Sedangkan malikiyah dan syafiiyah mensyaratkan mukalaf yaitu
baligh dan berakal. Dalam KHES pasal 257 dijelaskan bahwa
untuk menyelesaikan suatu proses akad ijarah, pihak-pihak yang

77
Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
2010. hlm. 58-59

30
melakukan akad harus mempunyai kecakapan melakukan
perbuatan hukum.
2) Objek sewa
Mayoritas ulama sepakat bahwa objek sewa harus jelas manfaatnya
sehingga tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari. Selain
itu objek sewa dapat berupa barang ataupun jasa. Dalam KHES
pasal 274 disebutkan bahwa benda yang menjadi objek ijarah harus
halal atau mubah, benda yang diijarah harus digunakan untuk hal-
hal yang dibenarkan menurut syariat, dan setiap benda yang dapat
dijadikan objek jual beli dapat dijadikan ijarah.
3) Shigat ijab dan kabul
Dalam hukum perikatan islam, ijab diartikan dengan suatu
pernyataan janji dari pihak pertama untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu. Sedangkan qobul ialah suatu pernyataan yang
diucapkan dari pihak yang berakad untuk penerimaan dari pihak
yang pertama.78 Dalam pelaksanaan shigat ijab dan kabul harus
dilaksanakan secara jelas dan dipahami oleh kedua belah pihak.
Menurut fatwa DSN MUI akad shigat dan kabul boleh dilakukan
secara lisan, tertulis, maupun dengan isyarat serta dapat dilakukan
secara elektronik sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dijelaskan juga dalam Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah (KHES) pasal 256 bahwa akad ijarah dapat dilakukan
dengan tatap muka maupun jarak jauh.79
4) Upah
Upah adalah sesutu yang diberikan kepada penerima upah atas jasa
yang telah diberikan atau diambil manfaatnya oleh pemberi upah.
Dalam memberikan upah ada beberapa syarat yang perlu
diperhatikan yaitu sebagai berikut:

78
Akhmad Farroh Hasan. Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer. Malang:
UIN Maliki Press. 2018. hlm. 54
79
Andri Soemitra. Hukum Ekonomi Syariah Dan Fiqh Muamalah: Dilembaga Keuangan
Dan Bisnis Kontemporer. Jakarta: Kencana. 2017. hlm. 117-121

31
a. Jumlahnya diketahui secara jelas dan detail
b. Pegawai khusus seperti hakim tidak boleh mengambil uang dari
pekerjaannya, karena dia sudah mendapatkan gajih khusus dari
pemerintah.
c. Uang yang harus diserahkan bersaaman dengan penerimaan
barang yang disewa. Jika lenkap manfaat sewanya, maka
upahnya harus lengkap.80

4. Jenis-Jenis Sewa Menyewa


Dalam hukum perdata terdapat dua jenis sewa menyewa, yaitu
sewa menyewa tertulis dan sewa menyewa lisan. Pertama sewa
menyewa tertulis yaitu perjanjian sewa yang dilakukan secara tertulis
di atas kertas. Perjanjian sewa tulis diatur dalam pasal 1570 KUH
Perdata. Kedua sewa menyewa lisan yaitu perjanjian sewa yang
dilakukan secara lisan cukup diucapkan oleh kata. Perjanjian sewa
lisan ini diatur dalam pasal 1571 KUH Perdata.81
Dalam fiqh muamalah sewa menyewa digolongkan kepada
beberapa jenis, diantaranya:82
1) ‘Amal Atau Asykhas
Akad sewa atas jasa seseorang. Ijarah jenis ini digunakan
untuk memperoleh jasa dari seseorang dengan membayar
upah atas jasa yang diperoleh.
2) ‘Ayn (Muthlaqah) Atau ‘Ala Al A’yan
Akad sewa atas manfaat barang. Ijarah yang digunakan
untuk penyewaan aset dengan tujuan untuk mengambil
manfaat dari aset. Objek sewa pada ijarah ini adalah barang

80
Akhmad Farroh Hasan. Fiqih Muamalah Dari Klasik Hingga Kontemporer. Malang:
UIN Maliki Press. 2018. hlm. 54-55
81
A. Pradnyaswari. Upaya Hukum Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa
Menyewa Kendaraan. hlm. 124
82
Andri Soemitra. Hukum Ekonomi Syariah Dan Fiqh Muamalah: Dilembaga Keuangan
Dan Bisnis Kontemporer. Jakarta: Kencana. Hlm. 116

32
dan tidak ada klausul yang memberikan pilihan kepada
penyewa untuk membeli aset selama masa sewa atau pada
akhir masa sewa.
3) Muntahiya Bittamlik
Yaitu transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa
dengan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek
sewa yang disewakan dengan opsi perpindahan hak milik
objek sewa baik denga jual beli ataupun pemberian (hibah)
pada saat tertentu sesuai dengan akad. Atau ijarah yang
dikenal juga sebagai sewa beli karena adanya perpaduan
antara jual beli dan sewa.
4) Ijarah Maushufah Fi Al Dzimmah
Akad ijarah atas manfaat suatu barang atau jasa yang pada
saat akad hanya disebutkan sifat-sifat dan spesifikasinya
baik kuantitas maupun kualitanya.
5) Ijarah Tasyghiliyyah
Akad ijarah atas manfaat barang yang tidak disertai dengan
janji pemindahan hak milik atas barang sewa kepadanya.

B. Tinjauan Umum Sewa Rahim


1. Definisi Sewa Rahim
Sewa rahim dalam bahasa inggris dikenal dengan surrogate
mother yang memiliki arti “ibu pengganti”. Surrogate mother atau
sewa rahim secara harfiah disamakan dengan istilah “ibu pengganti”
atau “ibu wali” yang didefinisikan secara bebas sebagai seorang wanita
yang mengikatkan diri melalui suatu perjanjian dengan pihak lain
(suami-istri) untuk menjadi hamil terhadap hasil pembuahan suami-
istri tersebut yang ditanamkan ke dalam rahimnya, dan setelah
melahirkan diharuskan menyerahkan bayi tersebut kepada pihak
suami-istri tersebut berdasarkan perjanjian yang dibuat.83
83
Fred Ameln. Kapita Selekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafikatama Jaya. 1991. hlm.
24. ( Ida Bagus Abhimantara. 2018. Akibat Hukum Anak Yang Lahir Dari Perjanjian

33
Deriza Ratman menyebut sewa rahim dengan istilah surrogate
mother atau dalam arti lain ibu pengganti dan memberikan pengertian
surrogate mother sebagai seseorang yang memberikan tempat untuk
orang lain.84
Menurut Nabahah (2007: 2), sewa rahim merupakan proses
mendapatkan keturunan selain melalui bayi tabung yang menggunakan
rahim wanita lain untuk mengandungkan benih ovum dan sperma
(embrio) dari pasangan suami istri, hingga si anak lahir. Setelah anak
itu lahir, diberikan kembali kepada pasangan suami istri yang memiliki
benih untuk memelihara dan menganggap anak tersebut sebagai anak
mereka.85

Terkait dengan sewa rahim terdapat beberapa jenis sewa rahim,


yaitu
1) Traditional Surrogacy
Tradional surrogacy adalah salah satu jenis surogasi alami.
dengan dengan menggunakan sel telur dan rahim wanita lain.
Dalam metode ini, ibu pengganti memiliki hubungan biologis
atau genetik dengan bayi yang dikandungnya. Hal ini
dikarenakan sperma dari ayah kandung ditempatkan di salauran
vagina atau langsung di dalam rahim ibu pengganti dan
mencapurkan denga sel telur ibu pengganti. Jenis surrogasi ini
ilegal dibanyak negara dan memiliki banyak komplikasi
hukum. Traditional surrogacy biasanya lebih murah karena
tidak diperlukan In Vitro Fertilization (IVF)86
Surrogate Mother. Jurnal Notaire: Vol. 1 No. 1. Hal. 41)
84
Deriza Ratman. Surrogate Mother dalam Prespektif Etika dan Hukum, Bolehkah Sewa
Rahim di Indonesia. Jakarta : Elex Media Komputindo. 2012. hlm 3.
85
Nabahan Zabidi. Penyewaan Rahim Menurut Pandangan Islam. Bamdumg: Pustaka
Utama. 2007. hlm. 2

Shambhu Charan Modal, et al. Genetic And Gestational Surrogacy: An Overview.


86

Walailak Journal Science And Technology. Vol. 9. No. 3. 2012. hlm. 190

34
2) Gestational Surrogacy
Gestasional Surrogacy adalah ketika seseorang mengandung
dan melahirkan bayi untuk orang atau pasangan lain melalui
metode IVF (In Vitro Fertilization). IVF dilakukan saat embrio
yang telah dibuat di laboratorium menggunakan sel telur dan
sperma dari orang tua yang dituju atau sel telur dan/atau donor
sperma. Embrio kemudian dipindahkan ke rahim ibu pengganti.
Dalam bentuk ini ibu pengganti hanya menyewakan rahimnya
saja.87
3) Intended Mother
Intended mother adalah salah satu jenis suroogasi yang
melibatkan pembayaean perawatan medis kepada ibu pengganti
dari masa kehamilan sampai pasca kelahiran. Sebagian besar
Intended Mother menggunakan perjanjian yang sangat rinci
dalam menentukan segala sesuatunya mulai dari hak asuh dan
pengasuhan hingga layanan perawatan kesehatan paca
melahrikan.
4) Altruistic Surrogacy
Altruistic Surrogasi adalah jenis surrogacy yang dilakukan
tanpa adanya imbalan. Ibu pengganti melakukannya secara
sukarela dan pada umumnya mereka melakukan hal ini karena
ingin membantu pasangan yang sulit memiliki anak karena
kondisi rahim yang memiliki masalah medis.88

Penyewaan rahim dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk sebagai


berikut;

87
Anonim. Gestational Surrogacy. Cleveland Clinic.
https://my.clevelandclinic.org/health/articles/23186-gestational-surrogacy. Diakses pada
22 November 2022
88
Anonim. What The Different Types Of Surrogacy. Surrogate First. 2021.
https://Surrogatefirst.Com/Blogs/Surrogacy/Types-Of-Surrogacy . Diakses pada 22
November 2022

35
1. Benih istri (ovum) disenyawakan dengan benih suaimi (sperma),
kemudian dimasukan ke dalam rahim wanita lain. Kaidah ini
digunakan dalam keadaan istri memiliki benih yang baik, tetapi
rahimnya dibuang karena pembedahan, kecacatan akibat penyakit
yang kronik atau sebab-sebab yang lain.

2. Sama dengan bentuk yang pertama, kecuali benih yang telah


disenyawakan dibekukan dan dimasukan ke dalam rahim wanita
lain selepas kematian pasangan suami istri itu.

3. Ovum istri disenyawakan dengan sperma lelaki lain (bukan


suaminya) dan dimasukan ke dalam rahim wanita lain. Keadaan ini
apabila suami mandul dan istri ada halangan atau kecacatan pada
rahimnya tetapi benih istri dalam keadaan baik.

4. Sperma suami disenyawakan dengan ovum wanita lain,


kemudian dimasukan kedalam rahim wanita lain. Keadaan ini
berlaku apabila istri ditimpa penyakit pada ovarium dan rahimnya
tidak mampu memikul tugas kehamilan, atau istri telah mencapai
tahap putus haid (menopause).

5. Sperma suami dan ovum istri disenyawakan, kemudian


dimasukan ke dalam rahim istri yang lain dari suami yang sama.
Dalam keadaan ini istri yang lain sanggup mengandungkan anak
suaminya dari istri yang tidak boleh hamil.

Berdasarkan uraian di atas, sewa rahim merupakan bentuk


perjanjian antara pasangan suami istri dengan wanita lain yang
bersedia dititipkan embrio ke dalam rahimnya sampai janin dalam
rahim tersebut lahir. Wanita yang menyewakan rahimnya kepada
orang lain disebut sebagai ibu pengganti atau surrogate mother.
Selama mengandung sampai melahirkan, ibu pengganti akan
dipenuhi segala kebutuhannya oleh pasangan yang menyewa
rahimnya. Setelah melahirkan ibu pengganti ini harus menyerahkan

36
anak yang dilahirkannya kepada pasangan yang menggunakan
jasanya. Adapun pemberian upah kepada ibu pengganti mengikuti
perjanjian yang telah disepakati sebelumnya bersama pihak
penyewa dan ibu sewa.89

2. Sejarah Sewa Rahim


Praktik sewa rahim merupakan salah satu bentuk inseminasi buatan
yang berangkat dari sebuah praktik In Vitro Fertilization (IVF) atau
yang sering dikenal dengan bayi tabung. Sehingga adanya sewa rahim
tidak lepas dari perkembangan bayi tabung dengan motede In Vitro
Fertilization (IVF.)
Sejarah In Vitro Fertilization (IVF) berawal pada tahun 1975
adalah pertama kalinya bayi berhasil lahir melalui metode in vitro
fertilization. Dalam ivf dimana sperma dan sel telur disatukan dalam
sebuah tabung khusus di laboratorium sampai terjadinya
pembuahan. Sel telur yang telah dibuahi itu kemudian ditanamkan
pada rahim seorang wanita dengan implantasi yang tepat sehinga sel
telur itu dapat tumbuh di dalam rahim seperti biasa, dan bisa
melahirkan bayi yang sehat diusia sembilan bulan kehamilan.90
Dengan metode ivf ini dapat membantu pasangan yang mengalami
masalah infertilisasi tetapi sebaliknya memiliki rahim yang sehat untuk
memungkinkan terjadinya kehamilan. Sedangkan bagi pasangan yang
memiliki masalah terhadap rahimnya ataupun yang masih belum
memiliki pilihan untuk menggunakan rahimnya sendiri metode ivf
memunculkan perkembangan ide dengan mengadakan praktik sewa
rahim dan mengesahkan kontrak surogasi pertama pada tahun 1976.91

89
Judiasih, dkk. Aspek Hukum Sewa Rahim dalam Perspektif Hukum Indonesia.
Bandung: Refika Aditama. 2016. hlm. 12
90
Anonim. The History Of Surrogacy. 2019. https://stork-service.com/the-history-of-
surrogacy/. Diakses pada 21 November 2022
91
ibid

37
Kasus sewa rahim pertama kali terjadi pada tahun 1984 di
Amerika Serikat. Pasangan bernama Bill dan Betsy Stern di New
Jersey, AS, setuju untuk melakukan pengaturan ibu pengganti dengan
Mary Beth Whitehead. Di tahun 1985 saat bayi telah dilahirkan
Whitehead berubah pikiran dan menolak menandatangani kontrak apa
pun yang menyerahkan hak orang tua kepada keluarga Stern. 92
Kasus bayi Melissa, atau "Baby M," dibawa ke pengadilan New
Jersey. Pada putusan tingkat pertama baby M dinyatakan sebagai anak
dari pemilk benih sperma dan sel telur. Selanjutnya pada pengadilan
tingkat ke dua menyatakan baby m adalah anak dari ibu pengandung,
di mana putusan memenangkan Mary Beth White, dan dia diizinkan
untuk mempertahankan hak sebagai orang tua atas anak
tersebut. Sementara hak asuh Baby M diberikan kepada ayah
kandungnya, Bill Stern, Betsy Stern tidak diakui sebagai orang tua,
dan Mary Beth White diberikan hak kunjungan kepada anak
kandungnya.93
Kejadian lain surrogate mother dilakukan pada tahun 1987 di
Afrika Selatan. Seorang ibu pengganti, Edith Jones, melahirkan anak
kembar tiga hasil transplatasi janin putrinya, Suzanne dan suaminya.
Kelahiran menggunakan in vitro fertilazation ini dilakukan karena
Suzanne tak memiliki rahim sejak lahir. Proses pembuahan dilakukan
di rumah sakit BMI Park, Nottingham.94
Di wilayah Asia, praktik sewa rahim pertama dilakukan di India
pada tahun 2002. Ibu pengganti komersial atau praktik 'Sewa Rahim'
secara informal, dilegalkan di India.  Hal itu dilakukan untuk
mempromosikan pariwisata medis di India dan setelah keputusan ini,
92
Ahmad Solihin. Studi Kritis Fatwa Lajnah Bahtsul Masa’il Nahdatul Ulama’ Nomor
400 Tentang Menitipkan Sperma Dan Indung Telur Kepada Rahim Perempuan Lain
(Sewa Rahim). Sakina: Journal Of Family Studies. Vol. 6 No. 1. 2022. hlm. 3
93
Ibid. hlm. 4
94
Nur Fitri Hariani,dkk. Hubungan Hukum Anak Hasil Surrogate Mother Dengan Ayah
Biologis Perspektif Hukum Islam (Telaah Putusan Mahkamah Konstitusi (Mk) No.
46/Puu-Viii/2020). Jurnal Al-Qaḍāu Vol. 8 No. 2. 2021. hlm. 123

38
India menjadi "pusat ibu pengganti". Alasan utamanya adalah biaya
yang rendah dibandingkan dengan yang ada di AS yang harganya
mencapai sekitar $100.000 dan juga tidak adanya undang-undang yang
ketat.95
Selain terjadi di negara-negara lain rupanya praktik sewa rahim
pernah terjadi di indonesia. Pada tahun 2009 telah diberitakan oleh
media, artis yang bernama Zarima Mirafsur telah menyewakan rahim
nya kepada pasangan suami isteri pengusaha asal Surabaya dengan
imbalan sejumlah uang, mobil dan rumah.96
Hal yang sama pun pernah terjadi tepatnya di Papua. Seorang
ponakan menyewa rahim tantenya agar dapat mendapatkan keturunan.
Praktik sewa rahim di amerika dan eropa, praktik sewa rahim
merupakan hal yang telah lumrah dilakukan. Yang paling baru adalah
yang dilakukan oleh oleh kim kardashian dan kanye west. Sebelumnya
mereka telah melakukan sewa rahim untuk anak ketiga mereka
kemudian mereka berencana lagi untuk menggunakan jasa sewa rahim
untuk anak keempat mereka.97
Di indonesia, secara formal sampai saat ini praktik surrogate
mother (sewa rahim) belum dilakukan. Namun dalam praktiknya
banyak perilaku yang mengarah kepada dilakukannya dapat dilihat
dengan ditemukannya wanita muda yang berasal dari indonesia yang
menyatakan dirinya bersedia menjadi surrogate mother.98
Saat ini praktik surrogacy sudah dipraktikkan secara luas di seluruh
dunia. Beberapa negara yang melegalkan sewa rahim di antaranya

95
Siskha Goyal. Surrogacy In India. Jagranjosh. 2020.
https://www.jagranjosh.com/general-knowledge/surrogacy-in-india-1597665040-1
Diakses Pada 22 November 2022
96
Desriza Ratman. Surrogate Mother Dalam Perspektif Etika Dan Hukum: Bolehkah
Sewa Rahim Di Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2012. hlm. 39
97
Fadhila Aulia Widia Putri. Sewa Rahim. Id. Theasianparent.com. 2020.
https://Id.Theasianparent.com
Diakses pada 22 November 2022
98
Sonny Dewi Judiasih, dkk. Aspek Hukum Sewa Rahim Dalam Perspektif Hukum
Indonesia.Bandung: Refika Aditama. 2016. hlm. 4-5

39
kanada, australia, denmark, armenia, georgia, rusia, ukraia. Bahkan
beberapa negara juga mengizinkan adanya sewa rahim walaupun tidak
memiliki hukum formal yang mengatur praktik tersebut seperti kenya,
malaysia, dan nigeria. Sedangkan negara yang melarang praktik sewa
rahim di antaranya prancis, jerman, italia, portugal, bulgaria, termasuk
juga indonesia.99

3. Faktor Penyebab Adanya Sewa Rahim


Sewa rahim terjadi karena pihak istri tidak bisa hamil karena
masalah yang terjadi pada rahimnya maka dari itu perannya diberikan
pada perempuan lain untuk menggantikan fungsinya sebagai seorang
ibu yang mengandung dan melahirkan, baik dengan imbalan materi
ataupun sukarela.
Sewa rahim erat kaitannya dengan infertilitas. Infertilitas
merupakam kondisi yang mengindikasikan kepada pasangan yang sulit
untuk mendapatkan keturunan. Ada berbagai hal yang menyebabkan
terjadinya infertilitas baik pada pria maupun pada wanita.
Menurut Kartono dalam Rudy Novianto (2019:26) menjelaskan
bahwa infertilitas pada pria dapat terjadi karena testis meproduksi
sperma dalam jumlah yang sangat sedikit atau sperma yang diproduksi
memiliki keadaan yang tidak normal sehingga tidak mampu membuahi
sel telur. Kondisi ini disebut sebagai subfertil. Pada pasangan yang
suaminya mengalami kondisi subfertil, apabila ingin mempunyai
keturunan maka dapat dibantu dengan teknologi bayi tabung.100
Kartono juga menjelaskan lebih lanjut terkait infertilitas pada
wanita dapat disebabkan karena adanya kelainan pada sel telur,
penyakit kista, tumor, dan kelainan pada rahim. Kelainan pada rahim
wanita dapat terbagi menjadi lima jenis. Pertama, hypoplasia uteri
99
Siskha Goyal. Surrogacy In India. Jagranjosh. 2020.
https://www.jagranjosh.com/general-knowledge/surrogacy-in-india-1597665040-1
Diakses Pada 22 November 2022
100
Rudy Novianto. “Kebijakan Kriminal Sewa Rahim Sebagai Upaya Kehamilan di Luar
Cara Alamiah”. Tesis Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin. 2019. hlm. 26

40
yaitu keadaan rahim yang tidak tumbuh sempurna dari awal. Kedua,
rahim mempunyai satu leher tetapi dalam rongga rahim terdapat
beberapa sekat yang membagi rongga tersebut menjadi dua bagian
sehingga rahim seperti terbelah dua. Ketiga, adanya pelekatan dinding
rahim. Keempat, adanya kelainan endometriosis yaitu adanya jaringan
dari lapisan dalam dinding rahim yang tumbuh di luar rahim. Kelima,
terdapat tumor pada dinding rahim.101
Berdasarkan uraian di atas apabila pasangan yang istrinya
mengalami masalah pada rahimnya tetapi memiliki kualitas yang baik
pada sel telurnya dan ingin memiliki keturunan yang memilki
hubungan genetik dengannya tetapi kondisi rahimnya tidak
memungkinkan maka sewa rahim kerap menjadi solusi untuk
mengatasi hal tersebut.
Seiring berkembangnya jaman terdapat pergeseran substansi dari
yang awalnya sebagai dari adanya ketidak sempurnaan medis (karena
bawaan lahir atau karena sakit). Namun yang mana pihak penyewa
bukan lagi karena alasan medis tetapi karena beralih ke alasan
kecantikan biasanya ada yang sengaja tidak mau hamil dikarenakan
takut bentuk tubuhnya berubah dan wajahnya tidak cantik lagi, dan
bagi pihak yang disewa merasa ada suatu luang untuk berbisnis dengan
cara menyewakan rahimnya sebagai alat mencari nafkah.102
Selain karena adanya masalah medis dalam perkembangannya
homoseksual juga melakukan proses surrogacy. Jumlah homoseksual
individual atau pasangan yang mencari untuk menyewa surrogate
mother secara konsisten dilaporkan tidak lebih dari satu persen, tapi
tiga agensi telah mencari surrogate untuk sepasang homoseksual
perempuan. Sekitar 25% adalah katolik, proporsi yang sama dengan
yahudi, dan sekitar 42% protestan.103

101
Ibid. hlm 27
102
Sonny Dewi Judiasih, dkk. Aspek Hukum Sewa Rahim Dalam Perspektif Hukum
Indonesia. Bandung: Refika Aditama. 2016. hlm. 2
103
Ibid. hlm 5-6

41
Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa adanya praktik sewa
dipengaruhi oleh berbagai faktor selain dari masalah medis. Ada
beberapa hal yang mendorong seseorang melakukan sewa rahim
seperti faktor ekonomi, faktor kecantikan dan faktor sosial yang
dilakukan oleh sekelompok homoseksual.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metodologi Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Adapun yang
dimaksud dengan penelitian hukum normatif yaitu meneliti hukum dari
perspektif internal dengan objek penelitiannya adalah aturan-aturan hukum
yang menjadi aspek hukum dalam sewa rahim. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan cara
menganalisis data primer dan data sekunder untuk memperoleh data yang
berbeda dari berbagai sumber dan menjabarkannya secara deskriptif.

B. Jenis dan Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan
yaitu:
1. Data Primer
Data primer yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari
peraturan yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang akan

42
dibahas. Seperti Fatwa Majelis Ulama Indonesia, Peraturan
Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014, Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, dan Undang-Undang Kesehatan Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang memberikan penjelasan terhadap
data primer yang berupa buku, artikel, dan karya ilmiah.

C. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data pada penelitian studi kepustakaan
(library research) yaitu dengan melakukan penelusuran dan menelaah
literatur yang berkaitan dengan pembahasan penelitian. Data-data yang
berhubngan berasal dari buku-buku, jurnal, dan artikel baik yang bersifat
online maupun offline yang kemudian dianalisis dengan analisis yang yang
bersikat deskriptif.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif analisis dan metode komparatif. Deskriptif analisis adalah
melakukan analisis hanya sampai pada tahap deskripsi, yaitu menganalisis
dan menyajikan fakta secara sistematik. 104 Pembahasan permasalahn
dilakukan dengan menjabarkan permasalahan, menelaah, memberikan
pandangan, dan pemecahan terhadap masalah yang dikaji yang kemudian
ditarik suatu kesimpulan. Sedangkan metode komparatif adalah teknik
membandingkan suatu objek yang satu dengan objek yang lainnya.

104
Saifuddin Azwar. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2013. hlm.
6

43

Anda mungkin juga menyukai