Dosen Pengampu:
Al-Ustadz. Dr. Aqdi Rofiqi Asnawi, M.A
Oleh:
Hanung Abudzar Gifari
Imam Padhlurrahman Hanif
KUMPULAN AYAT
a. Ayat-ayat Pernikahan
1. Q.S Adz-Dzariyat 49
2. Q.S An-Nisa’ 1
3. Q.S Al-Qiyamah 39
4. Q.S Ar-Ruum 21
َ U ِ اِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُك ْم َّم َو َّدةً َّو َرحْ َمةً ۗاِ َّن فِ ْي ٰذلUق لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِس ُك ْم اَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُ ْٓوا
ٍ ك اَل ٰ ٰي
ت َ ََو ِم ْن ٰا ٰيتِ ٖ ٓه اَ ْن خَ ل
َلِّقَوْ ٍم يَّتَفَ َّكرُوْ ن
Terjemah Kemenag 2019
5. Q.S An-Nuur 32
ُ لِ ٖ ۗه َوهّٰللاUض
ْ َر ۤا َء يُ ْغنِ ِه ُم هّٰللا ُ ِم ْن فU
َ Uَ فُقUوْ اUUُ ْم اِ ْن يَّ ُكوْ نUۗا ِٕى ُكUۤ Uا ِد ُك ْم َواِ َمUUَصلِ ِح ْينَ ِم ْن ِعب
ّ ٰ َواَ ْن ِكحُوا ااْل َيَامٰ ى ِم ْن ُك ْم َوال
َوا ِس ٌع َعلِ ْي ٌم
32. Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga
orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki
maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada
mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.
6. Q.S An-Nahl 72
هّٰللا
ِ ۗ َدةً َّو َرزَ قَ ُك ْم ِّمنَ الطَّي ِّٰبUUUَاج ُك ْم بَنِ ْينَ َو َحف
ت ِ َل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْز َوUUUا َّو َج َعUUUً ُك ْم اَ ْز َواجUUUل لَ ُك ْم ِّم ْن اَ ْنفُ ِسUUU
َ َو ُ َج َع
َت هّٰللا ِ هُ ْم يَ ْكفُرُوْ ۙن
ِ اَفَبِ ْالبَا ِط ِل يُْؤ ِمنُوْ نَ َوبِنِ ْع َم
72. Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau istri) dari jenis kamu sendiri,
menjadikan bagimu dari pasanganmu anak-anak dan cucu-cucu, serta
menganugerahi kamu rezeki yang baik-baik. Mengapa terhadap yang batil mereka
beriman, sedangkan terhadap nikmat Allah mereka ingkar?
7. Q.S Faathir 11
َ ُل ِم ْن اُ ْن ٰثى َواَل تUا تَحْ ِمUUا َو َمUUۗ Uطفَ ٍة ثُ َّم َج َعلَ ُك ْم اَ ْز َوا ًج
ۗ ٖ U ُع اِاَّل بِ ِع ْل ِمUَض
اUUه َو َمU ٍ َوهّٰللا ُ خَ لَقَ ُك ْم ِّم ْن تُ َرا
ْ ُّب ثُ َّم ِم ْن ن
ك َعلَى هّٰللا ِ يَ ِس ْي ٌر
َ ِب اِ َّن ٰذل ٍ ۗ يُ َع َّم ُر ِم ْن ُّم َع َّم ٍر َّواَل يُ ْنقَصُ ِم ْن ُع ُم ِر ٖ ٓه اِاَّل فِ ْي ِك ٰت
b. Ayat-ayat Poligami
1. Q.S An-Nisa 3
3. Jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), nikahilah perempuan (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Akan tetapi, jika kamu khawatir tidak akan
mampu berlaku adil, (nikahilah) seorang saja atau hamba sahaya perempuan yang
kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat untuk tidak berbuat zalim.
ِة ۗ َواِ ْنUَ َذرُوْ هَا َك ْال ُم َعلَّقUَل فَتU ْ وْ َح َرUUَ ۤا ِء َولU ِدلُوْ ا بَ ْينَ النِّ َسU اَ ْن تَ ْعUت َِط ْيع ُْٓواUَولَ ْن ت َْس
ِ U َّل ْال َم ْيUوْ ا ُكUUُتُ ْم فَاَل تَ ِم ْيلUص
تُصْ لِحُوْ ا َوتَتَّقُوْ ا فَاِ َّن هّٰللا َ َكانَ َغفُوْ رًا َّر ِح ْي ًما
129. Kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(-mu)
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. Oleh karena itu, janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. Jika kamu mengadakan islah (perbaikan) dan memelihara diri
(dari kecurangan), sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
c. Ayat-ayat Perceraian
1. Q.S Al-Baqarah 227
ق فَاِ َّن هّٰللا َ َس ِم ْي ٌع َعلِ ْي ٌم
َ الطَّاَلUَواِ ْن َع َز ُموا
227. Jika mereka berketetapan hati untuk bercerai, sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.
228. Para istri yang diceraikan (wajib) menahan diri mereka (menunggu) tiga kali
qurū’ (suci atau haid). Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahim mereka, jika mereka beriman kepada Allah dan hari
Akhir. Suami-suami mereka lebih berhak untuk kembali kepada mereka dalam
(masa) itu, jika mereka menghendaki perbaikan. Mereka (para perempuan)
mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut. Akan
tetapi, para suami mempunyai kelebihan atas mereka. Allah Mahaperkasa lagi
Mahabijaksana.
وْ ه َُّن َشئًْـاU ُذوْ ا ِم َّمٓا ٰاتَ ْيتُ ُمU لُّ لَ ُك ْم اَ ْن تَْأ ُخUا ٍن ۗ َواَل يَ ِحUْر ْي ۢ ٌح بِاِحْ َس
ِ ف اَوْ تَس
ٍ ْك بِ َم ْعرُو ٌ Uۢ ق َمر َّٰت ِن ۖ فَاِ ْم َسا
ُ اَلطَّاَل
َ Uه ۗ تِ ْلUٖ Uَِت ب
ْ دUََاح َعلَ ْي ِه َما فِ ْي َما ا ْفت هّٰللا هّٰللا
ك َ آِاَّل اَ ْن يَّخَافَٓا اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد ِ ۗ فَاِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل يُقِ ْي َما ُح ُدوْ َد ِ ۙ فَاَل ُجن
ٰ ك هُم ٰۤ ُ هّٰللا
َالظّلِ ُموْ ن ُ Uَ ول ِٕى ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ فَاَل تَ ْعتَ ُدوْ هَا ۚ َو َم ْن يَّتَ َع َّد ُح ُدوْ َد ِ فَا
229. Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali. (Setelah itu suami dapat) menahan
(rujuk) dengan cara yang patut atau melepaskan (menceraikan) dengan baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu (mahar) yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali keduanya (suami dan istri) khawatir tidak mampu
menjalankan batas-batas ketentuan Allah. Jika kamu (wali) khawatir bahwa
keduanya tidak mampu menjalankan batas-batas (ketentuan) Allah, maka
keduanya tidak berdosa atas bayaran yang (harus) diberikan (oleh istri) untuk
menebus dirinya.68) Itulah batas-batas (ketentuan) Allah, janganlah kamu
melanggarnya. Siapa yang melanggar batas-batas (ketentuan) Allah, mereka itulah
orang-orang zalim.
َ Uَفَاِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ت َِحلُّ لَهٗ ِم ۢ ْن بَ ْع ُد َح ٰتّى تَ ْن ِك َح َزوْ جًا َغ ْي َر ٗه ۗ فَاِ ْن طَلَّقَهَا فَاَل ُجن
ٓا اِ ْنUUٓا اَ ْن يَّتَ َرا َج َعUUاح َعلَ ْي ِه َمU
َظَنَّٓا اَ ْن يُّقِ ْي َما ُح ُدوْ َد هّٰللا ِ ۗ َوتِ ْلكَ ُح ُدوْ ُد هّٰللا ِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْ ٍم يَّ ْعلَ ُموْ ن
230. Jika dia menceraikannya kembali (setelah talak kedua), perempuan itu tidak
halal lagi baginya hingga dia menikah dengan laki-laki yang lain. Jika (suami
yang lain itu) sudah menceraikannya, tidak ada dosa bagi keduanya (suami
pertama dan mantan istri) untuk menikah kembali jika keduanya menduga akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah ketentuan-ketentuan Allah yang
diterangkan-Nya kepada orang-orang yang (mau) mengetahui.
ض َرارًا ِ ف َواَل تُ ْم ِس ُكوْ ه َُّن ٍ Uۗ ْف اَوْ َس ِّرحُوْ ه َُّن بِ َم ْعرُو ٍ َْواِ َذا طَلَّ ْقتُ ُم النِّ َس ۤا َء فَبَلَ ْغنَ اَ َجلَه َُّن فَا َ ْم ِس ُكوْ ه َُّن بِ َم ْعرُو
ٓاUU رُوْ ا نِ ْع َمتَ هّٰللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َمU ُز ًوا َّو ْاذ ُكUُت هّٰللا ِ ه ِ ٰا ٰيU ُذ ْٓواUهٗ ۗ َواَل تَتَّ ِخU ْد ظَلَ َم نَ ْف َسUَكَ فَقUUِلِّتَ ْعتَ ُدوْ ا ۚ َو َم ْن يَّ ْف َعلْ ٰذل
ࣖ ب َو ْال ِح ْك َم ِة يَ ِعظُ ُك ْم بِ ٖه ۗ َواتَّقُوا هّٰللا َ َوا ْعلَ ُم ْٓوا اَ َّن هّٰللا َ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم
ِ اَ ْن َز َل َعلَ ْي ُك ْم ِّمنَ ْال ِك ٰت
232. Apabila kamu (sudah) menceraikan istri(-mu) lalu telah sampai (habis)
masa idahnya, janganlah kamu menghalangi mereka untuk menikah dengan
(calon) suaminya70) apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan
cara yang patut. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu
yang beriman kepada Allah dan hari Akhir. Hal itu lebih bersih bagi (jiwa)-mu
dan lebih suci (bagi kehormatanmu). Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak
mengetahui
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Hukum Peradata
1. Pengertian Hukum Perdata
Hukum secara Etimologi adalah diambil dari bahasa arab berasal dari bahasa arab
yang berbentuk mufrad (tunggal). Kata jamaknya diambil alih dalam bahasa indonesia
menjadi “hukum”. Hukum juga dinamakan recht yang berasal dari kata rechtum, di
ambil dari bahasa latin yang berarti pimpinan atau tuntunan atau pemerintahan.
Adapun Hukum Secara Terminologi dapat diartikan sebagai sebuah ketentuan atau
peraturan-peraturan yang harus di laksanakan dan bagi yang melanggarnya akan
mendapatkan hukuman atau sanksi.1
Adapun Pengertian dari Hukum Perdata di bagi menjadi dua pengertian yaitu :
1. Pengertian Hukum Perdata dalam arti Luas adalah Semua Hukum Atau Privat
Materiil, yaitu seluruh hukum Pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan
perseorangan.
2. Pengertian Hukum Perdata Dalam Arti Sempit adalah seluruh peraturan-
peraturan yang terdapat dalam KUH Per KUHD, beserta peraturan undang-
undang tambahan lainnya (seperti hukum agrarian, adat, Islam, dan
perburuhan)
Subekti Mengatakan bahwa istilah hukum Perdata adakalanya di pakai dalam arti
yang sempit, sebagai lawan Hukum Dagang seperti si sebutkan pada Pasal 102
Undang Undang Dasar Sementara, yang menitahkan Pembukuan (Kodifikasi) hukum
di Indonesia terhadap hukum perdata dan hukum dagang, hukum pidana sipil dan
hukum pidana militer, buku acara perdata dan hukum acara pidana, dan susunan serta
kekuasaan pengadilan. 2
Adapun Akibat dari Hukum Perkawinan terhadap Suami Istri dalam UU No. 1/
1974 adalah sebagai berikut :
a) Suami istri memikul kewajiban hukum untuk menegakkan rumah tangga yang
menjadi sendi dasar susunan masyarakat.
b) Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir-batin yang satu kepada yang lain.
c) Hak dan kedudukan istri seimbang dengan suami dalam kehidupan rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat.
1
Lubis Ibrahim, Pengertian Hukum (Medan: Majannai, 2002), 27.
2
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum perdata Islam di Indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2011), 11.
3
Sudarsono, Hukum Kekeluargaan Nasional (Jakarta: Rineka.Cipt, 1991), 42.
d) Suami istri sama-sama berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
e) Suami adalah kepala rumah tangga dan istri adalah ibu rumah tangga. Suami
wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan rumah
tangga sesuai dengan kemampuannya dan istri wajib mengurus rumah tangga
dengan sebaik-baiknya.
f) Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, yang ditentukan
secara Bersama
B. Hukum Pernikahan
2. Pengertian Pernikahan.
Secara Etimologi Pernikahan adalah diambil dari bahasa arab (Zawaj dan Nikah)
dan keduanya mempunyai arti (Ad-Dhommu dan Al-Wat’u) berkumpul atau
bersetubuh.4
Adapun Pernikahan secara Terminologi adalah adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dengan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan kepada tuntunan
agama atau status perjanjian atau akad antara seorang laki-laki dan wanita untuk
menghalalkan hubungan badaniah sebagaimana suami istri yang sah serta
mengandung syarat dan rukun yang di tentukan oleh syariat Islam.5 Adapun Rumusan
Atau Definisi Perkawinan dari beberapa Sarjana Atau Pakar Ilmu Antara Lain:
a) Menurut Beni Ahmad Syaebani dan Syamsul Falah dalam bukunya Hukum
Perdata Islam di Indonesia; Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang
pria dengan seorang Wanita sebagai sumi istri dengan tujuan membentuk
keluarga (Rumah Tangga) yang Bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. 6
b) Menurut M. Letter dalam Bukunya Tuntunan Rumah Tangga Muslim dan
Keluarga Berencana; Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha
esa”.7
4
Said Umar, Hukum Islam di Indonesia Tentang Perkawinan (Surabaya: Cempaka, 2000), 27.
5
Yunus Mahmud, Hukum Perkawinan Dalam Islam (Jakarta: Al Hidayah, 1968), 1.
6
Saebani dan Falah, Hukum perdata Islam di Indonesia, 2011, 30.
7
Leter M., Tuntunan Rumah Tangga Muslim dan Keluarga Berencana (Padang: angkasa Raya,
1985), 10.
c) Menurut Harun Nasution; “Pernikahan adalah sebuah perjanjian, aqad atau
sebuah kontrak, dan perjanjian hanya dapat tercapai antara dua pihak yang
telah saling kenal dan saling tau. Perjanjian antara dua pihak yang tidak saling
mengenal, tidak dapat diikat. Dan perjanjian yang sudah diikat tidak mudah
untuk dibatalkan”. 8
d) Menurut Tri Wulan Titik; “Perkawinan adalah persekutuan hidup antara
seorang pria dan seorang wanita yang dikukuhkan secara formal dengan
Undang-Undang, yaitu yuridis dan kebanyakan juga religius menurut tujuan
suami istri dan Undang-Undang, dan dilakukan untuk selama hidupnya
menurut lembaga perkawinan”.9
C. Hukum Poligami
1. Pengertian Poligami
Secara etimologis, istilah poligami berasal dari bahasa yunani terdiri dari dua
pokok kata, yaitu Polu dan Gamein. Polu berarti banyak, Gamein berarti kawin. Jadi
Poligami berarti perkawinan yang banyak.10
Adapun dalam istilah kitab-kitab fiqih poligami disebut dengan ta’addud al-
zaujat yang berarti banyak isteri, sedangkan secara istilah diartikan sebagai kebolehan
8
Nasution Harun, Islam dan Pembangunan Keluarga Bahagia dalam “Islam Rasional”,
(Bandung: Mizan, 1996), 438.
9
Triwulan Titik, Pengantar hukum perdata di Indonesia (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), 106.
10
Bibit Suprapto, Liku Liku Poligami, Cet.1 (Yogyakarta: Al-Kautsar, 1990), 11.
11
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, Hukum perdata Islam di Indonesia (Bandung:
Pustaka Setia, 2011), 117.
mengawini perempuan dua, tiga, atau empat, kalau bisa berlaku adil. Jumhur ulama
membatasi poligami hanya empat wanita saja.12
2. Syarat-syarat Poligami
D. Hukum Perceraian
1. Pengertian Perceraian
12
Supardi Mursalin, Menolak poligami: studi tentang undang-undang perkawinan dan hukum
Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), 16.
13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),
278.
Melepaskan ikatan pernikahan, artinya bubarnya hubungan suami istri. Putusnya
perkawinan atau perceraian.14
Adapun definisi dari perceraian ini telah dirumuskan atau didefinisikan oleh
beberapa sarjana, antara lain:
Sedangkan definisi dari perceraian atau thalaq telah dirumuskan oleh beberapa
ahli fikih, diantaranya sebagai berikut:
2. Penyebab Perceraian
14
Saebani dan Falah, Hukum perdata Islam di Indonesia, 2011, 147.
15
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata (Jakarta: Intermasa, 1985), 23.
16
P.N.H Simanjuntak, Pokok-pokok hukum perdata Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2005), 53.
17
Dahlan Ihdami, Asas-Asas Fiqih Munakahat Hukum Keluarga Islam (Surabaya: Al-Ikhlas,
2003), 64.
18
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Jakarta: Pena Publishing, 2011), 9.
19
Zainuddin, Fathul Mu’in (Bandung: Husaini, 1979), 122.
Adapun istilah “perceraian” terdapat dalam pasal 38 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974 tentang perkawinan sebagai aturan hukum positif tentang perceraian
menunjukkan adanya:20
a. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk
memutuskan hubungan perkawinan diantara mereka.
b. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu
kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan
yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
c. Putusan hukum yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum
putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri.
BAB III
PENAFSIRAN AYAT
a. Pernikahan
Pernikahan adalah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita
dalam suatu rumah tangga berdasarkan kepada tuntunan agama atau status perjanjian
atau akad antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan badaniah
sebagaimana suami istri yang sah serta mengandung syarat dan rukun yang ditentukan
oleh syariat Islam.21
20
Muhammad Syaifuddin, Hukum perceraian, Cetakan pertama (Rawamangun, Jakarta: sinar
Grafika, 2013), 20.
21
Yunus Mahmud, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Al Hidayah, 1968), 1.
Namun, bagaimana pernikahan menurut pandangan para mufassir terdahulu
berdasarkan ayat-ayat tentang pernikahan yang telah disebutkan diatas. Sehingga kita
dapat memahami pernikahan bukan hanya secara tekstualnya saja, tetapi juga dapat
kita pahami secara kontekstual yang ditafsirkan oleh beberapa mufassir, diantaranya;
frasa:
Yang artinya: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah
menciptakan kalian dari jiwa yang satu”..., adalah takutlah kalian wahai manusia
kepada Tuhan kalian. Takut untuk menentangnya dalam perintah dan larangannya,
sehingga menyebabkan siksa-Nya yang tiada kira menimpa kalian. Kemudian Allah
menyifati zat-Nya bahwa hanya Dia yang menciptakan seluruh manusia dari satu jiwa
dengan:
2. Tafsir al-Munir
َّ ُفَ َج َع َل ِمْنه
َّ ِ الز ْو َجنْي
ۗالذ َكَر َوااْل ُْن ٰثى
Yang artinya: Lalu, Dia menjadikan darinya sepasang laki-laki dan perempuan. (Al-
Qiyamah).
satu potong daging yang dibentuk. Firman Allah {{ فس ّوىartinya meluruskan sendi-
3. Tafsir al-Qurthubi
Dan pada surah ar-Ruum ayat 21 terdapat teks yang berkaitan dengan
hubungan “pasangan” antara laki-laki dan perempuan atau pernikahan, yang berbunyi;
22
Abu Ja’far at-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, vol. 5 (Beirut: Muassasah ar-Risalah, 2000),
512–514.
23
Wahbah Az-Zuhaili, Tafsir Al-Munir, 1 ed., vol. 15, Terjemahan Bahasa Indonesia, oleh Abdul Hayyie
Al-Kattani, dkk. (Jakarta: Gema Insani, 2013), 272.
اجا لِّتَ ْس ُكُن ْٓوا اِلَْي َها َو َج َعل َبْينَ ُك ْم َّمو َّد ًة َّو َرمْح َةً ۗ ِإ َّن ْيِف ِ ِ ِ
ً َوم ْن اٰيٰته اَ ْن َخلَ َق لَ ُك ْم ِّم ْن اَْن ُفس ُك ْم اَْز َو
َ َ
ت لَِّق ْوٍم يََّت َف َّك ُر ْو َن
ٍ ك اَل ٰ ٰي ِ
َ ٰذل
Melalui ayat ini peneliti mengambil penafsiran dari al-Qurthubi dalam kitab
tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa;
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri," adalah Allah telah menciptakan kepada
أنفس كم adalah dari air mani kaum laki laki dan dari jenis kalian. Ada yang
mengatakan bahwa maksudnya adalah Hawa yang Allah SWT ciptakan dari tulang
rusuk Adam. Demikian pendapat yang dikemukakan oleh Qatadah.
sayang.” Ibnu Abbas RA dan Mujahid berkata, “Al Mawaddah adalah hubungan
intim dan ar-rahmah adalah anak." Seperti ini juga pendapat yang dikatakan oleh
Hasan.
Diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas RA tentang makna ayat ini, dia berkata,
"Al Mawaddah adalah cinta seorang laki-laki kepada istrinya dan Ar-Rahmah adalah
kasih sayangnya kepada istrinya bila dia terkena sesuatu yang buruk."
Selain itu, ada yang berpendapat bahwa laki-laki asalnya adalah dari tanah dan
pada dirinya terdapat kekuatan tanah. Pada dirinya juga terdapat alat kelamin yang
darinya diawali penciptaannya. Oleh karena itu, dia membutuhkan tempat. Lalu,
diciptakanlah perempuan sebagai tempat bagi laki-laki. Allah SWT berfirman ومن
ءايته أن خلقكم من تراب مثّ إذا أنتم بشر تنتشرون "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-
Nya ialah dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi)
manusia yang berkembang biak." Lalu Dia berfirman, خل ق لكم من أنفس كم أزواج ا
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya."
b. Poligami
Dalam buku tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin As-Suyuti menafsirkan surat An
Nisa ayat : 3, yaitu ayat yang berkaitan dengan poligami. Beliau berkata: (Dan jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim) sehingga sulit
bagi kamu untuk menghadapi mereka lalu kamu takut pula tidak akan dapat berlaku
adil di antara wanita-wanita yang kamu kawini (maka kawinilah) (apa) dengan arti
siapa (yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang)
boleh dua, tiga atau empat tetapi tidak boleh lebih dari itu. (kemudian jika kamu tidak
akan dapat berlaku adil) di antara mereka dalam giliran dan pembagian nafkah (maka
hendaklah seorang saja) yang kamu kawini (atau) hendaklah kamu batasi pada
(hamba sahaya yang menjadi milikmu) karena mereka tidak mempunyai hak-hak
sebagaimana istri-istri lainnya. (Yang demikian itu) maksudnya mengawini empat
24
al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi, vol. 15, Terjemahan Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pustaka Azzam),
39–40.
orang istri atau seorang istri saja, atau mengambil hamba sahaya (lebih dekat) kepada
(tidak berbuat aniaya) atau berlaku lalim.25
25
Imam Jalaluddin Assuyuti Imam Jalauddin Al Mahalli, Tafsir Jalalaini, 3 ed. (Al kohiroh:
Dar Al Hadits, 2001).
26
Imam Jalaluddin Assuyuti, Imam Jalauddin Al Mahalli, 124–25.
27
Assa’di Abdurrahman, Taisiir Kariim Ar Rahman Fi tafsiir Kalaam Al Mannan, 1 ed.
(Bairut : Lebanon: Muassasah Ar Arisalah, 2000), 207.
c. Perceraian
Adapun dalam tafsir Qur’an Al Adzim karya Imam Abu Fida Ismail ibnu
katsir menjelaskan ayat diatas bahwa Ayat yang mulia ini mengangkat nasib kaum
wanita dari apa yang berlaku pada masa permulaan Islam. Yaitu seorang lelaki lebih
berhak merujuk istrinya, sekalipun ia menceraikannya sebanyak seratus kali talak,
selagi si istri masih dalam masa idahnya. Mengingat hal tersebut merugikan pihak
wanita, maka Allah membatasinya hanya sampai tiga kali talak, dan memperbolehkan
rujuk pada talak pertama dan kedua, memisahkannya secara keseluruhan pada talak
yang ketiga kalinya. Untuk itu Allah Swt. berfirman: Talak (yang dapat dirujuki) dua
kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan
cara yang baik.
Imam Abu Daud di dalam kitab Sunannya mengatakan, yaitu dalam Bab
“Nasakh Rujuk Sesudah Talak Tiga Kali”, telah menceritakan kepada kami Ahmad
ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepadaku Ali Ibnul Husain ibnu
Waqid, dari ayahnya, dari Yazid ibnu Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
sehubungan dengan makna firman-Nya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka menyembunyikan apa
yang diciptakan Allah dalam rahimnya. (Al-Baqarah: 228), hingga akhir ayat.
28
Mohammad Thohir Ibnu ’Asyur, Tahrir wa Tanwir (Tunisia: Ad Dar Tunisiah Li An Nasyr,
1984), 408.
Demikian itu bila ada seorang lelaki menalak istrinya, maka dialah yang lebih berhak
merujukinya, sekalipun dia telah menceraikannya sebanyak tiga kali. Maka ketentuan
tersebut di-mansukh oleh firman-Nya: Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. (Al-
Baqarah: 229), hingga akhir ayat.
Kemudian, Firman Allah : Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf
atau menceraikan dengan cara yang baik. (Al-Baqarah: 229) Yakni apabila engkau
menceraikan istrimu sebanyak sekali talak atau dua kali talak, maka engkau boleh
memilih selagi istrimu masih dalam idahnya antara mengembalikan dia kepadamu
dengan niat memperbaiki dia dan berbuat baik kepadanya; atau kamu biarkan dia
menghabiskan masa idahnya, lalu berpisah darimu dan kamu lepaskan ikatannya
darimu dengan cara yang baik; tetapi janganlah kamu berbuat aniaya terhadap haknya
barang sedikit pun, jangan pula kamu membuat dia mudarat.
Ibnu Abu Thalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Apabila
seorang lelaki menceraikan istrinya dua kali talak, maka hendaklah ia bertakwa
kepada Allah dalam hal tersebut, yakni dalam talak yang ketiga. Adakalanya dia
merujukinya dengan cara yang makruf dan mempergaulinya dengan cara yang baik,
atau menceraikannya dengan cara yang baik. Dan janganlah ia menganiaya haknya
barang sedikit pun."29
29
Abu Fida Ismail Ibnu Katsir, Al Qur’an Al ’Adzim (Al Kohiroh: Ad Dar At Thoyyibah Li
An Nasyri wa Tauzi’, t.t.), 610.
30
Ahmad Ibnu Mustofa Al Maraghi, Tafsir Al Maraghi (Mesir: Maktabah Mustofa Al Bab Al
Halbi, 1946), 169.
BAB IV
Pernikahan Secara Etimologi diambil dari bahasa arab (Zawaj dan Nikah) dan
keduanya mempunyai arti (Ad Dhommu dan Al Wat’u) berkumpul atau bersetubuh.
Adapun Pernikahan secara Terminologi adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan wanita dalam suatu rumah tangga berdasarkan kepada tuntunan agama atau
status perjanjian atau akad antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan
hubungan badaniah sebagaimana suami istri yang sah serta mengandung syarat dan
rukun yang di tentukan oleh syariat Islam.
Dari pengertian diatas terdapat korelasi antara nikah dalam kamus besar
Bahasa Indonesia bahwa dengan makna nikah di dalam al-Qur’an sebagaimana yang
telah dijelaskan oleh para mufassir diatas tentang “pasangan atau zauj”. Sebagaimana
yang dijelaskan oleh Beni Ahmad Syaebani dan Syamsul dengan penafsiran al-
Qurthubi terdapat korelasi antara pengertian dan penjelasan keduanya.
Beni Ahmad Syaebani dan Syamsul Falah dalam bukunya Hukum Perdata
Islam di Indonesia, menjelaskan bahwa; Perkawinan ialah ikatan lahir dan batin antara
seorang pria dengan seorang Wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (Rumah Tangga) yang Bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang
Maha Esa. Pada penjelasan tersebut terdapat korelasi dengan konsep tafsir yang
Qurthubi yang menjelaskan tentang pernikahan, bahwa pernikahan adalah hubungan
antara laki-laki dan perempuan untuk menciptakan keluarga yang “Mawaddah dan
Rahmah” serta “Sakinah”.
Dalam Undang Undang Nomor 1/1974 ada beberapa pasal yang harus di lakukan
oleh seorang suami jika ingin melakukan poligami yaitu harus mendapatkan izin dari
istri terlebih dahulu dan harus bisa adil, sebagaimana dalam penafsiran Imam
Jalaluddin As Suyuti yang menafsirkan surat An Nisa ayat : 3, yaitu ayat yang
berkaitan dengan poligami. Beliau berkata : (Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap anak-anak yatim) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi
mereka lalu kamu takut pula tidak akan dapat berlaku adil di antara wanita-wanita
yang kamu kawini (maka kawinilah) (apa) dengan arti siapa (yang baik di antara
wanita-wanita itu bagi kamu dua, tiga atau empat orang) boleh dua, tiga atau empat
tetapi tidak boleh lebih dari itu.
31
Bibit Suprapto, Liku Liku Poligami, Cet.1 (Yogyakarta: Al-Kautsar, 1990), 11.
mencerai itu sendiri artinya 1. Mengasingkan diri; memisah dari orang lain; 2.
Menjatuhkan talak atau memutuskan hubungan sebagai suami istri”.32 Sedangkan
perceraian menurut terminologi islam, perceraian dalam bahasa arab artinya thalaq,
yang diambil dari kata ithlaq, yang artinya melepaskan ikatan perkawinan atau
bubarnya hubungan perkawinan. Melepaskan ikatan pernikahan, artinya bubarnya
hubungan suami istri. Putusnya perkawinan atau perceraian.33
DAFTAR PUSTAKA
32
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008),
278.
33
Saebani dan Falah, Hukum perdata Islam di Indonesia, 2011, 147.
Sayyid Sabiq. Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena Publishing, 2011.
Simanjuntak, P.N.H. Pokok-pokok hukum perdata Indonesia. Jakarta: Djambatan,
2005.
Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1985.
Sudarsono. Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: Rineka.Cipt, 1991.
Suprapto, Bibit. Liku Liku Poligami. Cet.1. Yogyakarta: Al-Kautsar, 1990.
Syaifuddin, Muhammad. Hukum perceraian. Cetakan pertama. Rawamangun, Jakarta:
sinar Grafika, 2013.
Thabari, Abu Ja’far at-. Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an. Vol. 5. Beirut:
Muassasah ar-Risalah, 2000.
Titik, Triwulan. Pengantar hukum perdata di Indonesia. Jakarta: Prestasi Pustaka,
2006.
Umar, Said. Hukum Islam di Indonesia Tentang Perkawinan. Surabaya: Cempaka,
2000.
Zainuddin. Fathul Mu’in. Bandung: Husaini, 1979.