Dosen Pengampu:
Penulis:
Afrizal
PENGERTIAN WORLDVIEW
Secara umum worldview atau pandangan hidup sering diartikan filsafat hidup atau
prinsip hidup. Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap
orang mempunyai worldview masing masing. Jika worldview dikaitkan dengan suatu
kebudayaan maka spektrum maknanya dan juga termanya akan mengikuti kebudayaan
tersebut. Esensi perbedaannya terletak pada faktor-faktor dominan dalam pandangan
hidup masing-masing yang boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama,
kepercayaan, tata nilai sosial atau lainnya. Faktor-faktor itulah yang menentukan cara
pandang dan sikap manusia yang bersangkutan terhadap apa yang terdapat dalam alam
semesta, dan juga luas atau sempitnya spektrum maknanya. Ada yang hanya terbatas
pada kesini-kinian, ada yang terbatas pada dunia fisik, ada pula yang menjangkau dunia
metafisika atau alam diluar kehidupan dunia.1
Term yang umum digunakan untuk memaknai panda ngan hidup adalah
worldview (Inggris), weltanschauung atau weltansicht (Jerman), terkadang juga disebut
paradigma. Dalam pemikiran Islam, term yang digunakan bermacam macam, seperti al-
1
Hamid Fahmy Zarkasyi, Islamic Science Paradigma, Fakta & Agenda, Cet.1, (Jakarta: INSISTS,
2016), hlm 4-5.
Tashawwur al-Islâmiy (Sayyid Quthb), al-Mabda' al-Islâmî (Syekh Atif al-Zayn), Islâmî
Nazhariyat (al-Maududi), dan juga ru'yat al-Islâm li al-wujûd (Syed Muhammad Naquib
al-Attas), terkadang dipakai juga term nazhariyyat al-Islâm li al-kawn. Untuk
memudahkan artikulasi istilah ini, maka dalam diskursus ini, istilah worldview dipakai
sebagai kata pinjaman, namun ketika ia diberi kata sifat Islam, maka kata itu telah
mengalami perubahan definisinya. Untuk memahami lebih jauh makna worldview, akan
dipaparkan definisi-definisi worldview dari pakar-pakar berbagai bidang.2
2
Harda Armayanto, Framework Studi Islam Kajian Multidisiplin Wacana Keislaman Kontemporer,
(Ponorogo, UNIDA Gontor Press, 2018), hlm XIV.
3
Hamid Fahmy Zarkasyi , Worldview Islam dan Kapitalisme Barat, (Vol. 9, No. 1, April 2013), hlm
15.
worldview lahir dari adanya konsep-konsep yang mengkristal menjadi kerangka pikir
(mental framework). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: ilmu pengetahuan yang
diperoleh seseorang itu terdiri dari ide-ide, kepercayaan, aspirasi, dan lain-lain yang
kesemuanya membentuk suatu totalitas konsep yang saling berkaitan dan
terorganisasikan dalam suatu jaringan (network) dalam pikiran kita. Jaringan ini
membentuk struktur berpikir yang koheren dan dapat disebut suatu keseluruhan yang
saling berhubungan "achitectonic whole". Keseluruhan konsep yang saling berhubungan
inilah yang membentuk pandangan hidup seseorang. Dalam kasus Islam, seperti yang
akan dijelaskan nanti, pengetahuan yang membentuk totalitas konsep itu berasal dari
ajaran Islam.4
Pandangan hidup Barat dapat kita lacak dari periode modern, yang dari situ lahir
pula pandangan hidup kapitalisme. Sejarahnya, peradaban Barat adalah peradaban yang
dikembangkan oleh bangsa-bangsa Eropa dari peradaban Yunani kuno yang di kawinkan
dengan peradaban Romawi, dan disesuaikan dengan elemen-elemen kebudayaan bangsa
Eropa terutama Jerman, Inggris, dan Perancis. Prinsip-prinsip asas dalam filsafat, seni,
pendidikan dan pengetahuan diambil dari Yunani; prinsip-prinsip mengenai hukum dan
ketatanegaraan diambil dari Romawi. Sementara agama Kristen yang berasal dari Asia
Barat disesuaikan dengan budaya Barat.5
Selain itu pandangan hidup Barat juga sedikit banyak terpengaruh oleh pemikiran
umat Islam. Ketika agama Kristen dominan dalam kehidupan keagamaan masyarakat
Eropa, mereka masih berada dalam zaman yang mereka sebut Dark Ages (Zaman
Kegelapan). Namun mereka mendapat pencerahan setelah mereka menerjemahkan karya-
karya cendekiawan Muslim dalam berbagai bidang sains (1050- 1150) ke dalam bahasa
Latin. Oleh sebab itu Eugene Myers dengan tegas menyimpulkan bahwa salah satu faktor
terpenting kebangkitan Barat adalah penerjemahan karya-karya cendekiawan Muslim.6
4
Harda Armayanto, Framework Studi Islam Kajian Multidisiplin Wacana Keislaman Kontemporer,
(Ponorogo, UNIDA Gontor Press, 2018), hlm XXII.
5
S.M.N. Al-Attas, Risalah Untuk Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur: ISTAC, 2000), 164-165.
6
Eugene A. Myers, Arabic Thought and The Western Word, (New York: Fredrick Ungar
Publishing Co., 1964), 83
Dari Abad abad kegelapan (Dark Ages), Barat memasuki Zaman Pencerahan
(Renaissance), Revolusi Perancis (France Revolution), dan industrialisasi besar-besaran
di Inggris. Melalui proses tersebut maka Barat memasuki apa yang disebut dengan
Zaman Modern. Alain Touraine menggambarkan modernitas sebagai berikut:
The idea of modernity make science, rather than God, central to society and at
best relegates religious belief to the inner realm of private life. The mere
presence of technological applications of science does not allow us to speak of
modern society. Intellectual activity must also be protected from political
propaganda or religious beliefs; ….public and private life must be kept
separate…..the idea of modernity is therefore closely associated with that of
rationalization.7
Jalan pikiran manusia Barat modern yang juga disebut “akal modern” (modern
mind) itu telah membawa angin baru atau “cara baru” dalam melihat segala sesuatu dan
dari situlah lahir sains modern. Di sini kaitan antara “cara baru” dalam berpikir dengan
pengetahuan ilmiah yang dihasilkannya sangat erat sekali. Jika kita rujuk kembali definisi
worldview di atas, maka modernitas adalah pandangan hidup modern. Karena
moderrnitas lebih menekankan pada sains dan teknologi, ketimbang agama, maka
pandangan hidup Barat waktu itu disebut dengan scientific worldview. Sejak saat itulah
pandangan hidup orang Barat telah berubah secara fundamental.
Jadi modernitas pada intinya adalah state of mind atau cara berpikir yang
diaplikasikan ke dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh sebab itu, sejalan dengan
perkembangan sains dan pandangan hidup saintifik, JW Schoorl mendefinisikan
modernisasi menjadi “penerapan pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aktivitas,
semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek kehidupan masyarakat” 8 Penerapan
cara berpikir rasional ke dalam keseluruhan aspek kehidupan pada akhirnya menjelma
menjadi suatu idea yang lebih luas, yaitu menciptakan masyarakat rasional (rational
society), yaitu suatu masyarakat yang segala kegiatannya termasuk bidang sains dan
teknologi serta kehidupan politiknya dikontrol oleh rasio. Karena rasionalitas adalah satu-
7
Alain Touraine, Critique of Modernity, (UK: Blackwell, Oxford, 1995), 9-10.
8
JW. Schoorl, Modernization, terjemahan bahasa Indonesia oleh RG.Soekadijo, Modernisasi,
Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Berkembang, (Jakarta: Gramedia, 1981)
satunya prinsip yang mengatur kehidupan individu dan sosial, termasuk kehidupan
keagamaan, maka rasionalisasi berkaitan erat dengan tema sekularisasi. Jadi, dua elemen
penting peradaban modern adalah rasionalisasi dan sekularisasi. Dengan kedua elemen
ini, maka pandangan hidup Barat tidak lagi bersifat teistik dalam memandang segala
sesuatu.
What they called God was no longer the Supreme Being, but collective reason…
From now on God existed within human intelligence, not beyond it, guiding
people’s action and shaping their thoughts without their knowing it. Instead of
communicating with all creatures, as His namesake did, by means of the
Revelation, God no longer spoke to man in a universal tongue; He now spoke
within him, in the language of his nation.11
Selain dari elemen rasionalisme dan sekularisme, Barat Modern juga menganut
pandangan filsafat empirisisme, yaitu suatu prinsip yang merupakan konsekuensi logis
dari rasionalisme dan saintifisme. Dari perspektif ontologi Barat modern juga diwarnai
oleh prinsip dualisme dalam memandang realitas, pemisahan jiwa dan raga adalah contoh
yang paling konkrit. Berkaitan erat dengan dualisme adalah cara memandang segala
sesuatu secara dikotomis, yaitu suatu cara pandang terhadap realitas secara mendua. Dan
yang terakhir adalah humanisme. Hal ini muncul sebagai konsekuensi logis dari adanya
proses sekularisasi, desekularisasi, dan disenchantment of nature. Jadi gambaran singkat
pandangan hidup Barat Modern di atas menunjukkan bahwa elemen pandangan hidup
Barat terdiri dari rasionalisme13, sekularisme14, empirisisme (positivisme)15, dualisme atau
dikotomi16, dan humanisme17.
PENGERTIAN POSTMODERNISME
12
Ibid, 19
13
Rasionalisme adalah teori (paham) yang menganggap bahwa pikiran dan akal merupakan satu-
satunya dasar untuk memecahkan problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indra; paham yang lebih
mengutamakan (kemampuan) akal daripada emosi, atau batin. Lihat Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1268.
14
Sekulerisme adalah paham atau kepercayaan yg berpendirian bahwa paham agama tidak
dimasukan dl urusan politik, negara, atau institusi public. Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1385.
15
Empirisme adalah 1. Aliran ilmu pengetahuan dan filsafat berdasarkan metode empiris; 2 teori
yg mengatakan bahwa pengalaman adalah satu-satunya sumber segala pengetahuan. Lihat Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 391.
16
Dualisme adalah pandangan filosofis yang menegaskan eksistensi dari dua bidang (dunia) yang
terpisah, tidak dapat direduksi, unik. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT Gramedia, 2005),
174.
17
Humanisme adalah 1. Aliran yg bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-
citakan pergaulan hidup yg lebih baik; 2. Paham yg menganggap manusia sebagai objek studi terpenting
(bukan alam atau Tuhan); 3. Kemanusiaan, 561.
Jean-Francois Lyotard adalah orang yang memperkenalkan postmodernisme
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di tahun 1970-an dalam bukunya yang
berjudul “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Dia mengartikan
postmodernisme sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, atas tradisi metafisik,
fondasionalisme maupun atas modernisme18
Menurut beberapa para ahli yang lainnya, seperti Louis Leahy, postmodernisme
adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ideide zaman modern 19 Menurut
Emanuel, postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi kembali
paradigma modern 20
Sedangkan menurut Ghazali dan Effendi, postmodernisme
mengoreksi modernisme yang tidak terkendali yang telah muncul sebelumnya21
Maka dapat disimpulkan bahwa postmodernisme merupakan suatu ide baru yang
menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang
teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba untuk
memberikan kritikan-kritikan terhadap modernisme yang dianggap telah gagal dan
bertanggung jawab terhadap kehancuran martabat manusia; ia merupakan pergeseran
ilmu pengetahuan dari ide-ide modern menuju pada suatu ide yang baru yang dibawa
oleh postmodernisme itu sendiri.
LAHIRNYA POSTMODERNISME
18
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme, Ar-Ruzz Media,
Yogyakarta: 2014,. hal.306
19
Leahy,Lois, Manusia Sebuah Misteri Sintesa Filosofis Makhluk Paradoks, Gramedia,
Jakarta:1985. hal 271
20
Wora,Emanuel, Perenialisme: Kritik atas Modernisme dan Postmodernisme, Kanisius,
Yogyakarta:2006. Hal 93
21
Abd. Moqsith & Djohan Effendi,Ghazali, Merayakan kebebasan Beragama : Bunga Rampai
Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta:2009. hal 161
22
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme,hal 309
Namun demikian, modernisme memiliki sisi gelap yang menyebabkan kehidupan
manusia kehilangan diorientasi. Apa yang dikatakan oleh Max Horkheimer, Ardono, dan
Herbert Marcuse bahwa pencerahan tersebut melahirkan sebuah penindasan dan dominasi
disamping juga melahirkan kemajuan.
Atas latar belakang itulah, para tokoh dan pemikir postmodernisme menghadirkan
sebuah gagasan baru yang disebut dengan postmodernisme dalam rangka melakukan
dekonstruksi paradigma terhadap berbagai bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk
mengoreksi atau membuat dan bahkan menemukan paradigma yang baru.
23
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme,hal 311
24
Abd. Moqsith & Djohan Effendi,Ghazali, Merayakan kebebasan Beragama : Bunga Rampai
Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi, hal 314
25
Kalean, Filsafat Bahasa, Paradigma, Yogyakarta:2002, hal 298
Postmodernisme seperti yang dikatakan oleh Derrida dan Lyotard, merupakan anti tesis
dari modernisme. Hampir semua istilah yang diajukan oleh postmodernisme adalah
antonimasi modernisme. Kelahiran postmodernisme membuat istilah baru dan
mengakibatkan perbedaan dengan paham modernisme. Berikut ini beberapa istilah yang
digunakan oleh aliran modernisme dan postmodernisme atau pembeda antara keduanya.26
Modernisme Postmodernisme
Sentralisasi Desentralisasi
Pertarungan Kelas Pertarungan Etnis
Konstruksi Dekonstruksi
Kultur Sub-Kultur
Hermeneutis Nihilisme
Budaya Tinggi Budaya Rendah
Hierarki Anarki
Industri Pasca-Industri
Teori Paradigma
Kekuatan Negara Kekuatan Bersama
Agama Sekte-sekte
Legitimasi Delegitimasi
Konsensus Dekonsensus
Budaya Tradisional Liberalisme
Kontinuitas Diskontinuitas
26
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme,hal348
kealaman yang selama ini baku ternyata dipertanyakan ulang oleh postmodernisme. Hal
ini terjadi karena teori tersebut dianggap menutup munculnya teori-teori lain yang
barangkali jauh lebih dapat membantu memahami realitas dan pemecahan masalah. Jadi
klaim adanya teori-teori yang baku, standar, yang tidak dapat diganggu gugat, itulah yang
ditentang oleh pemikir postmodernisme.
Standar yang dilihatnya kaku dan terlalu skematis sehingga tidak cocok untuk
melihat realitas yang jauh lebih rumit. Maka menurutnya harus diubah, diperbaiki, dan
disempurnakan oleh para pemikir postmodernisme. Dalam istilah Amin Abdullah dikenal
dengan deconstructionism yakni upaya mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah
mapan yang telah dibangun oleh pola pikir modernisme, untuk kemudian dicari dan
disusun teori yang lebih tepat dalam memahami kenyataan masyarakat saat ini, meliputi
keberagaman, dan juga realitas.27
MODERNITAS
Apa yang dimaksud dengan modern, modernitas, dan modernisasi itu? Barry
Smart menyatakan bahwa istilah 'modern' dapat ditelusuri kembal melalui istilah Latin
"modernus" yang telah digunakan pada abad ke-15 Menurut Smart, penggunaan istilah
itu berasal dari konsepsi Kant mengenai sejarah universal yang sama sekali berbeda
dengan masa lampau Adapun pada periode tahun 1890-an sampai 1900-an mulai terjadi
penemuan baru di bidang sains (seperti genetika, teori Freud, penemuan radioaktil model
atom baru Rutherford, penemuan fisika quantum Max Plank, teon relativitas Einstein)
dan di bidang teknologi terjadi inovasi teknologi massal sebagai gelombang kedua
revolusi industri yang telah terjadi sekitar satu abad sebelumnya (seperti penemuan mesin
diesel, mesin listrik dan bensin sebagai sumber energi. penemuan mobil, pesawat terbang,
telepon, dan lain-lain). Perubahan besar dari era Tradisional ke era Modern itu ditandai
oleh perubahan paradigma berpikir dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena itu, secara sederhana sering orang mengidentikkan modernitas (kebudayaan
modern) sebagai era Industri sementara era Postmodern dengan era Post-industri.
28
Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka Pelajar, Yogjakarta: 2004 hal
104
ini, pemikir modern sepertinya sangat yakin bahwa teori (ilmu pengetahuan) yang mereka
temukan adalah gambaran objektif-universal dari objek yang diteliti. Dalam perspektif
ini, teori dianggap sebagai copy realitas atau penggambaran esensi realitas (esensialisme)
dan rasionalitas dan subjek (kesadaran) dilihat sebagai substansi transendental ahistoris,
sehingga dianggap sama di mana saja. Adapun pemikir postmodern menolak teori
sebagai copy realitas itu dan menolak bentuk-bentuk esensialisme tersebut.
Apa yang dimaksud dengan postmodern? Apa yang membedakan antara modern
dengan postmodern? Apa yang membedakan antara ilmu pengetahuan sosial-budaya
modern dengan ilmu pengetahuan sosial-budaya postmodern? Apakah ada kesepakatan
dan keseragaman antara para ilmuwan tentang penggunaan istilah postmodern?
Pembicaraan ilmuwan dan filsuf tentang berbagai pertanyaan ini membawa kita
pada wilayah yang sangat luas, penuh perbedaan bahkan pertentangan. Perbedaan
pendapat itu, misalnya, sudah terlihat jelas dengan penggunaan istilah yang
beranekaragam tentang postmodern itu sendiri. Ada yang setuju dengan menggunakan
istilah postmodern tersebut untuk menyebut perubahan paradigma dari era sebelumnya
(modern) dan ada pula yang tidak dengan alasan bahwa postmodern hanyalah
perkembangan lanjut dari era sebelumnya.
Namun, terlepas dari itu, umumnya sebagian besar ilmuwan bidang sosial-budaya
menyetujui adanya perubahan besar (pergantian paradgima) dalam dunia ilmu
pengetahuan dan budaya menjelang abad ke-21. Adapun terjadinya perubahan sosial-
budaya yang cukup mendasar atau radikal itu, ini berimplikasi pada tidak mungkinnya
lagi menggunakan konsep dan teori teori lama (modern) untuk menjelaskan berbagai
fenomena sosial-budaya yang tengah berkembang saat ini.
Tulisan para postmodernis secara umum memiliki perbedaan satu dengan yang
lain. Seperti dikemukakan Richard Appignanesi dan Chris Garratt, postmodern diartikan
dalam pengertian berbeda: "sebagai hasil dari modernisme", "akibat dari modernisme",
"anak dari modernisme", "perkembangan dari modernisme", atau juga "penyangkalan
tentang modernisme" atau "penolakan atas modernisme". Meskipun terdapat perbedaan,
tentu ada persamaan juga di antara pemikiran mereka. Persamaannya adalah pada ciri-ciri
paradigma postmodern atau karakteristik yang mereka sebut dengan postmodern itu.
Salah satu ciri postmodern adalah "cultural turn". Maksudnya, dalam postmodern
peran "dominan budaya" menggantikan peran ekonomi yang begitu kuat dalam
pandangan modern yang berujud dalam dua kubu besar yang cenderung bertentangan
antara pendukung: sosialisme dan kapitalisme. Dengan kata lain, postmodern lebih
menekankan peran budaya (termasuk ilmu pengetahuan) daripada ekonomi (seperti
dikemukakan pemikir Marxis). Jika pemikir Marxis cenderung menggunakan kapital
ekonomi saja, maka Pierre Bourdieu, salah seorang postmodernis, menggeser peran
kapital ekonomi menjadi kapital budaya sebagai kapital yang lebih penting pada era
sekarang ini.
Para postmodernis sendiri umumnya tidak suka dengan penyeragaman dan tidak
suka pula pada definisi atau pembatasan, akan tetapi lebih senang dan menerima
perbedaan. Karena itu, konsep perbedaan (difference) menjadi salah satu konsep kunci
(konsep penting) dalam pemikiran postmodern di samping konsep-konsep lainnya.
Penekanan pada perbedaan, keberagaman, anti-esensialitas ini sebagai cara berpikir yang
berbeda dari cara berpikir yang mengutamakan universalitas, kesatuan dan esensialitas
yang sangat dominan pada paradigma sebelumnya (paradigma modern).29
29
Akhyar Yusuf Lubis, Postmodernisme Teori dan Metode, PT Rajagarafindo Persada, (Jakarta 1 April 2014)
hlm. 14
Meskipun para postmodernis secara umum sama-sama menerima adanya perubahan
paradigma modern ke postmodern, namun untuk melukiskan postmodern itu mereka
mengemukakan istilah yang berbeda/beragam seperti era Masyarakat Post-industri pada
Daniel Bell, era Modernisme Radikal pada Anthony Giddens, atau era Post-pencerahan
atau "lanjutan dari pencerahan" pada Jürgen Habermas. Pemikir-pemikir yang
mengemukakan istilah ini dimasukkan sebagai pemikir postmodernisme moderat yang
melihat bahwa postmodern sebagai lanjutan saja dari modern.