Anda di halaman 1dari 17

WORLDVIEW MODERN DAN POSTMODERN

Makalah ini diajukan untuk memenuhi Tugas Mata Perkuliahan

“Islam dan Isu-Isu Kontemporer”

Dosen Pengampu:

Al Ustadzah Halimah Nisrina Azfathir, S.Ag., M.Ag.

Penulis:

Andi Mirzah Adam Malik

Afrizal

Imam Padhlurrahman Hanif


Sandi

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
1443 H / 2022 M
PENDAHULUAN

Postmodernisme yang muncul diakibatkan karena kegagalan Modernisme dalam


mengangkat martabat manusia. Bagi postmodernisme, paham modernisme selama ini
telah gagal dalam menepati janjinya untuk membawa kehidupan manusia menjadi lebih
baik dan tidak adanya kekerasan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa
modernisme membawa kehancuran bagi manusia, peperangan terjadi dimana-mana yang
hal ini mengakibatkan manusia hidup dalam menderita. Pandangan modernisme
menganggap bahwa kebenaran ilmu pengetahuan harus mutlak serta objektif, tidak
adanya nilai dari manusia. Di sinilah muncul suatu paham postmodernisme yang
merupakan kelanjutan, keterputusan, dan koreksi dari modernisme untuk memberikan
suatu pemikiran baru dan solusi dalam menjalani kehidupan yang semakin kompleks ini.
Bagi postmodernisme ilmu pengetahuan tidaklah objektif tetapi subjektif dan interpretasi
dari manusia itu sendiri, sehingga kebenarannya adalah relatif.

PENGERTIAN WORLDVIEW

Secara umum worldview atau pandangan hidup sering diartikan filsafat hidup atau
prinsip hidup. Setiap kepercayaan, bangsa, kebudayaan atau peradaban dan bahkan setiap
orang mempunyai worldview masing masing. Jika worldview dikaitkan dengan suatu
kebudayaan maka spektrum maknanya dan juga termanya akan mengikuti kebudayaan
tersebut. Esensi perbedaannya terletak pada faktor-faktor dominan dalam pandangan
hidup masing-masing yang boleh jadi berasal dari kebudayaan, filsafat, agama,
kepercayaan, tata nilai sosial atau lainnya. Faktor-faktor itulah yang menentukan cara
pandang dan sikap manusia yang bersangkutan terhadap apa yang terdapat dalam alam
semesta, dan juga luas atau sempitnya spektrum maknanya. Ada yang hanya terbatas
pada kesini-kinian, ada yang terbatas pada dunia fisik, ada pula yang menjangkau dunia
metafisika atau alam diluar kehidupan dunia.1

Term yang umum digunakan untuk memaknai panda ngan hidup adalah
worldview (Inggris), weltanschauung atau weltansicht (Jerman), terkadang juga disebut
paradigma. Dalam pemikiran Islam, term yang digunakan bermacam macam, seperti al-
1
Hamid Fahmy Zarkasyi, Islamic Science Paradigma, Fakta & Agenda, Cet.1, (Jakarta: INSISTS,
2016), hlm 4-5.
Tashawwur al-Islâmiy (Sayyid Quthb), al-Mabda' al-Islâmî (Syekh Atif al-Zayn), Islâmî
Nazhariyat (al-Maududi), dan juga ru'yat al-Islâm li al-wujûd (Syed Muhammad Naquib
al-Attas), terkadang dipakai juga term nazhariyyat al-Islâm li al-kawn. Untuk
memudahkan artikulasi istilah ini, maka dalam diskursus ini, istilah worldview dipakai
sebagai kata pinjaman, namun ketika ia diberi kata sifat Islam, maka kata itu telah
mengalami perubahan definisinya. Untuk memahami lebih jauh makna worldview, akan
dipaparkan definisi-definisi worldview dari pakar-pakar berbagai bidang.2

Menurut Ninian Smart, misalnya, worldview adalah kepercayaan, perasaan dan


apa-apa yang terdapat dalam pikiran orang yang befungsi sebagai motor bagi
keberlangsungan dan perubahan sosial dan moral. Hampir serupa dengan Smart, Thomas
F. Wall mengemukakan bahwa worldview adalah sistem kepercayaan asas yang integral
tentang hakikat diri kita, realitas, dan tentang makna eksistensi (An integrated system of
basic beliefs about the nature of yourself, reality, and the meaning of existence). Lebih
luas dari kedua definisi di atas Prof.Alparslan mengartikan worldview sebagai asas bagi
setiap perilaku manusia, termasuk aktivitas-aktivitas ilmiah dan teknologi. Setiap
aktivitas manusia akhirnya dapat dilacak pada pandangan hidupnya, dan dalam
pengertian itu, maka aktivitas manusia dapat direduksi menjadi pandangan hidup3

PROSES MUNCULNYA WORLDVIEW DAN ILMU PENGETAHUAN

Sebenarnya cara bagaimana seorang individu berproses memiliki pandangan


hidup (worldview) cukup beragam dan dengan keragaman proses tersebut berbeda beda
pula bentuk dan sifat worldview yang dihasilkannya. Proses pembentukan worldview
hampir tidak beda dengan proses pencarian pengetahuan. Worldview terbentuk dari
adanya akumulasi pengetahuan dalam pikiran seseorang, baik apriori maupun aposteriori,
konsep-konsep serta sikap mental yang dikembangkan oleh seseorang sepanjang
hidupnya. Bagi Wall, akumuluasi pengetahuan yang ia sebut epistemological beliefs itu
sangat berpengaruh terhadap pembentukan worldview kita, namun yang sangat
menentukan terbentuknya worldview baginya adalah metaphysical belief. Bagi Alparslan,

2
Harda Armayanto, Framework Studi Islam Kajian Multidisiplin Wacana Keislaman Kontemporer,
(Ponorogo, UNIDA Gontor Press, 2018), hlm XIV.
3
Hamid Fahmy Zarkasyi , Worldview Islam dan Kapitalisme Barat, (Vol. 9, No. 1, April 2013), hlm
15.
worldview lahir dari adanya konsep-konsep yang mengkristal menjadi kerangka pikir
(mental framework). Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: ilmu pengetahuan yang
diperoleh seseorang itu terdiri dari ide-ide, kepercayaan, aspirasi, dan lain-lain yang
kesemuanya membentuk suatu totalitas konsep yang saling berkaitan dan
terorganisasikan dalam suatu jaringan (network) dalam pikiran kita. Jaringan ini
membentuk struktur berpikir yang koheren dan dapat disebut suatu keseluruhan yang
saling berhubungan "achitectonic whole". Keseluruhan konsep yang saling berhubungan
inilah yang membentuk pandangan hidup seseorang. Dalam kasus Islam, seperti yang
akan dijelaskan nanti, pengetahuan yang membentuk totalitas konsep itu berasal dari
ajaran Islam.4

WORLDVIEW BARAT MODERN

Pandangan hidup Barat dapat kita lacak dari periode modern, yang dari situ lahir
pula pandangan hidup kapitalisme. Sejarahnya, peradaban Barat adalah peradaban yang
dikembangkan oleh bangsa-bangsa Eropa dari peradaban Yunani kuno yang di kawinkan
dengan peradaban Romawi, dan disesuaikan dengan elemen-elemen kebudayaan bangsa
Eropa terutama Jerman, Inggris, dan Perancis. Prinsip-prinsip asas dalam filsafat, seni,
pendidikan dan pengetahuan diambil dari Yunani; prinsip-prinsip mengenai hukum dan
ketatanegaraan diambil dari Romawi. Sementara agama Kristen yang berasal dari Asia
Barat disesuaikan dengan budaya Barat.5

Selain itu pandangan hidup Barat juga sedikit banyak terpengaruh oleh pemikiran
umat Islam. Ketika agama Kristen dominan dalam kehidupan keagamaan masyarakat
Eropa, mereka masih berada dalam zaman yang mereka sebut Dark Ages (Zaman
Kegelapan). Namun mereka mendapat pencerahan setelah mereka menerjemahkan karya-
karya cendekiawan Muslim dalam berbagai bidang sains (1050- 1150) ke dalam bahasa
Latin. Oleh sebab itu Eugene Myers dengan tegas menyimpulkan bahwa salah satu faktor
terpenting kebangkitan Barat adalah penerjemahan karya-karya cendekiawan Muslim.6

4
Harda Armayanto, Framework Studi Islam Kajian Multidisiplin Wacana Keislaman Kontemporer,
(Ponorogo, UNIDA Gontor Press, 2018), hlm XXII.

5
S.M.N. Al-Attas, Risalah Untuk Kaum Muslimin, (Kuala Lumpur: ISTAC, 2000), 164-165.
6
Eugene A. Myers, Arabic Thought and The Western Word, (New York: Fredrick Ungar
Publishing Co., 1964), 83
Dari Abad abad kegelapan (Dark Ages), Barat memasuki Zaman Pencerahan
(Renaissance), Revolusi Perancis (France Revolution), dan industrialisasi besar-besaran
di Inggris. Melalui proses tersebut maka Barat memasuki apa yang disebut dengan
Zaman Modern. Alain Touraine menggambarkan modernitas sebagai berikut:

The idea of modernity make science, rather than God, central to society and at
best relegates religious belief to the inner realm of private life. The mere
presence of technological applications of science does not allow us to speak of
modern society. Intellectual activity must also be protected from political
propaganda or religious beliefs; ….public and private life must be kept
separate…..the idea of modernity is therefore closely associated with that of
rationalization.7

Jalan pikiran manusia Barat modern yang juga disebut “akal modern” (modern
mind) itu telah membawa angin baru atau “cara baru” dalam melihat segala sesuatu dan
dari situlah lahir sains modern. Di sini kaitan antara “cara baru” dalam berpikir dengan
pengetahuan ilmiah yang dihasilkannya sangat erat sekali. Jika kita rujuk kembali definisi
worldview di atas, maka modernitas adalah pandangan hidup modern. Karena
moderrnitas lebih menekankan pada sains dan teknologi, ketimbang agama, maka
pandangan hidup Barat waktu itu disebut dengan scientific worldview. Sejak saat itulah
pandangan hidup orang Barat telah berubah secara fundamental.

Jadi modernitas pada intinya adalah state of mind atau cara berpikir yang
diaplikasikan ke dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh sebab itu, sejalan dengan
perkembangan sains dan pandangan hidup saintifik, JW Schoorl mendefinisikan
modernisasi menjadi “penerapan pengetahuan ilmiah yang ada pada semua aktivitas,
semua bidang kehidupan atau kepada semua aspek kehidupan masyarakat” 8 Penerapan
cara berpikir rasional ke dalam keseluruhan aspek kehidupan pada akhirnya menjelma
menjadi suatu idea yang lebih luas, yaitu menciptakan masyarakat rasional (rational
society), yaitu suatu masyarakat yang segala kegiatannya termasuk bidang sains dan
teknologi serta kehidupan politiknya dikontrol oleh rasio. Karena rasionalitas adalah satu-
7
Alain Touraine, Critique of Modernity, (UK: Blackwell, Oxford, 1995), 9-10.
8
JW. Schoorl, Modernization, terjemahan bahasa Indonesia oleh RG.Soekadijo, Modernisasi,
Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Berkembang, (Jakarta: Gramedia, 1981)
satunya prinsip yang mengatur kehidupan individu dan sosial, termasuk kehidupan
keagamaan, maka rasionalisasi berkaitan erat dengan tema sekularisasi. Jadi, dua elemen
penting peradaban modern adalah rasionalisasi dan sekularisasi. Dengan kedua elemen
ini, maka pandangan hidup Barat tidak lagi bersifat teistik dalam memandang segala
sesuatu.

Pandangan hidup Barat yang saintifik tersebut akhirnya memarginalkan agama.


Diskursus yang meletakkan Tuhan secara sentral hanya terbatas pada para teolog,
sedangkan para filsuf lebih tertarik pada sains. Habermas menyatakan bahwa proyek
modernisasi berkulminasi pada abad ke 18 M, di saat mana model pemikiran rasional
menjanjikan liberalisasi masyarakat dari mitologi irrasional, agama, dan takhayul.9 Inilah
gerakan sekularisasi yang sebenarnya yang berupaya untuk menyuntikkan gagasan
desakralisasi ilmu dan organisasi sosial. Menurut James E. Crimmins, proses
desakralisasi, atau dalam istilah Weber ‘disenchantment’ ini memang sengaja diarahkan
untuk melawan agama dan digambarkan sebagai agen utama untuk menggusur dan
menggeser agama tradisional.10 Hasil dari gerakan desakralisasi agama itu sendiri adalah
peminggiran agama dari fungsinya yang sentral dalam kehidupan publik dan berbagai
diskursus tidak dapat dielakkan. Alain Finkielkraut dalam bukunya The Defeat of the
Mind menggambarkan kondisi agama pada era modern sebagai berikut:

What they called God was no longer the Supreme Being, but collective reason…
From now on God existed within human intelligence, not beyond it, guiding
people’s action and shaping their thoughts without their knowing it. Instead of
communicating with all creatures, as His namesake did, by means of the
Revelation, God no longer spoke to man in a universal tongue; He now spoke
within him, in the language of his nation.11

Gambaran ini menunjukkan bahwa dengan dihapusnya nilai-nilai transendental,


maka Tuhan telah direduksi menjadi semangat kebangsaan dan kebudayaan. Ini juga
berimplikasi pada pembebasan pemikiran rasional dari agama dan segala macam
9
David Harvey, The Condition of Postmodernity, (Cambridge: Blackwell, 1991), 12- 13.
10
James E.Crimmins (ed.), Religions, Secularizatin dan Political Thought, (London: Routledge,
1990), 7.
11
Alain Finkielkraut, The Defeat of The Mind, Trans. by Judith Friedlander, (New York: Columbia
University Press, 1995), 18.
kepercayaan yang ada di masyarakat. Bagi mereka tidak ada agama yang bisa dipahami
secara rasional. Pada zaman ini (modern) pemikiran yang mendiskusikan apakah Tuhan
itu ada atau tidak, sebagaimana pada zaman pra-modern sudah tinggal sedikit, yang ada
hanya diskusi yang justru menggugat agama. Meskipun demikian Alain sendiri percaya
bahwa pada abad ke 18 itu masih dapat dianggap abad metafisika, 12 namun fondasi
metafisis yang menjadi pembela kebenaran agama perlahan-lahan mulai tidak dapat
dipertahankan lagi dan tinggal menunggu penghapusan metafisika pada abad berikutnya.

Selain dari elemen rasionalisme dan sekularisme, Barat Modern juga menganut
pandangan filsafat empirisisme, yaitu suatu prinsip yang merupakan konsekuensi logis
dari rasionalisme dan saintifisme. Dari perspektif ontologi Barat modern juga diwarnai
oleh prinsip dualisme dalam memandang realitas, pemisahan jiwa dan raga adalah contoh
yang paling konkrit. Berkaitan erat dengan dualisme adalah cara memandang segala
sesuatu secara dikotomis, yaitu suatu cara pandang terhadap realitas secara mendua. Dan
yang terakhir adalah humanisme. Hal ini muncul sebagai konsekuensi logis dari adanya
proses sekularisasi, desekularisasi, dan disenchantment of nature. Jadi gambaran singkat
pandangan hidup Barat Modern di atas menunjukkan bahwa elemen pandangan hidup
Barat terdiri dari rasionalisme13, sekularisme14, empirisisme (positivisme)15, dualisme atau
dikotomi16, dan humanisme17.

PENGERTIAN POSTMODERNISME

12
Ibid, 19
13
Rasionalisme adalah teori (paham) yang menganggap bahwa pikiran dan akal merupakan satu-
satunya dasar untuk memecahkan problem (kebenaran) yang lepas dari jangkauan indra; paham yang lebih
mengutamakan (kemampuan) akal daripada emosi, atau batin. Lihat Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1268.
14
Sekulerisme adalah paham atau kepercayaan yg berpendirian bahwa paham agama tidak
dimasukan dl urusan politik, negara, atau institusi public. Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus
Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 1385.

15
Empirisme adalah 1. Aliran ilmu pengetahuan dan filsafat berdasarkan metode empiris; 2 teori
yg mengatakan bahwa pengalaman adalah satu-satunya sumber segala pengetahuan. Lihat Departemen
Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 391.

16
Dualisme adalah pandangan filosofis yang menegaskan eksistensi dari dua bidang (dunia) yang
terpisah, tidak dapat direduksi, unik. Lihat Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: PT Gramedia, 2005),
174.
17
Humanisme adalah 1. Aliran yg bertujuan menghidupkan rasa perikemanusiaan dan mencita-
citakan pergaulan hidup yg lebih baik; 2. Paham yg menganggap manusia sebagai objek studi terpenting
(bukan alam atau Tuhan); 3. Kemanusiaan, 561.
Jean-Francois Lyotard adalah orang yang memperkenalkan postmodernisme
dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan di tahun 1970-an dalam bukunya yang
berjudul “The Postmodern Condition: A Report on Knowledge”. Dia mengartikan
postmodernisme sebagai segala kritik atas pengetahuan universal, atas tradisi metafisik,
fondasionalisme maupun atas modernisme18

Menurut beberapa para ahli yang lainnya, seperti Louis Leahy, postmodernisme
adalah suatu pergerakan ide yang menggantikan ideide zaman modern 19 Menurut
Emanuel, postmodernisme adalah keseluruhan usaha yang bermaksud merevisi kembali
paradigma modern 20
Sedangkan menurut Ghazali dan Effendi, postmodernisme
mengoreksi modernisme yang tidak terkendali yang telah muncul sebelumnya21

Maka dapat disimpulkan bahwa postmodernisme merupakan suatu ide baru yang
menolak atau pun yang termasuk dari pengembangan suatu ide yang telah ada tentang
teori pemikiran masa sebelumnya yaitu paham modernisme yang mencoba untuk
memberikan kritikan-kritikan terhadap modernisme yang dianggap telah gagal dan
bertanggung jawab terhadap kehancuran martabat manusia; ia merupakan pergeseran
ilmu pengetahuan dari ide-ide modern menuju pada suatu ide yang baru yang dibawa
oleh postmodernisme itu sendiri.

LAHIRNYA POSTMODERNISME

Munculnya postmodernisme tidak dapat dilepaskan dari modernisme itu sendiri.


Kata modernisme mengandung makna serba maju, gemerlap, dan progresif. Modernisme
selalu menjanjikan pada kita untuk membawa pada perubahan ke dunia yang lebih mapan
di mana semua kebutuhan akan dapat terpenuhi. Rasionalitas akan membantu kita
menghadapi mitos-mitos dan keyakinan-keyakinan tradisional yang tak berdasar, yang
membuat manusia tak berdaya dalam menghadapi dunia ini22

18
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme, Ar-Ruzz Media,
Yogyakarta: 2014,. hal.306
19
Leahy,Lois, Manusia Sebuah Misteri Sintesa Filosofis Makhluk Paradoks, Gramedia,
Jakarta:1985. hal 271
20
Wora,Emanuel, Perenialisme: Kritik atas Modernisme dan Postmodernisme, Kanisius,
Yogyakarta:2006. Hal 93
21
Abd. Moqsith & Djohan Effendi,Ghazali, Merayakan kebebasan Beragama : Bunga Rampai
Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi, Penerbit Buku Kompas, Jakarta:2009. hal 161
22
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme,hal 309
Namun demikian, modernisme memiliki sisi gelap yang menyebabkan kehidupan
manusia kehilangan diorientasi. Apa yang dikatakan oleh Max Horkheimer, Ardono, dan
Herbert Marcuse bahwa pencerahan tersebut melahirkan sebuah penindasan dan dominasi
disamping juga melahirkan kemajuan.

Modernisme, menurut Anthony Giddens, menimbulkan berkembangbiaknya


petaka bagi umat manusia. Pertama, penggunaan Johan Setiawan dan Ajat Sudrajat 29
kekerasan dalam menyelesaikan sengketa. Kedua, penindasan oleh yang kuat atas yang
lemah. Ketiga, ketimpangan sosial yang kian parah. Keempat, kerusakan hidup yang kian
menghawatirkan 23

Tumbangnya modernisme dan munculnya postmodernisme dapat kita ketahui dari


pemikiran filsafatnya Soren Kierkegaard, sebagaimana dikutip oleh Ali Maksum, yang
menentang rekonstruksirekonstruksi rasional dan masuk akal yang menentukan
keabsahan kebenaran ilmu. Sesuatu itu dikatakan benar ketika sesuai dengan konsensus
atau aturan yang berlaku di dunia modern, yaitu rasional dan objektif. Namun tidak
dengan Kierkegaard, dia berpendapat bahwa kebenaran itu bersifat subjektif. 24 (Truth is
subjectivity, artinya bahwa pendapat tentang kebenaran subjektif itu menekankan
pentingnya pengalaman yang dialami oleh seorang individu yang dianggapnya relatif.

Gejala Postmodernisme yang merambah ke berbagai bidang kehidupan tersebut


yang didalamnya termasuk ilmu pengetahuan merupakan suatu reaksi terhadap gerakan
modernisme yang dinilainya mengalami kegagalan. Modernisme yang berkembang
dengan ditandai oleh adanya rasionalisme, materialisme, dan kapitalisme yang didukung
dengan perkembangan teknologi serta sains menimbulkan disorientasi moral keagamaan
dengan runtuhnya martabat manusia (Kalean, 2002: 298). 25

Atas latar belakang itulah, para tokoh dan pemikir postmodernisme menghadirkan
sebuah gagasan baru yang disebut dengan postmodernisme dalam rangka melakukan
dekonstruksi paradigma terhadap berbagai bidang keilmuan, sebagai sebuah upaya untuk
mengoreksi atau membuat dan bahkan menemukan paradigma yang baru.

23
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme,hal 311
24
Abd. Moqsith & Djohan Effendi,Ghazali, Merayakan kebebasan Beragama : Bunga Rampai
Menyambut 70 Tahun Djohan Effendi, hal 314
25
Kalean, Filsafat Bahasa, Paradigma, Yogyakarta:2002, hal 298
Postmodernisme seperti yang dikatakan oleh Derrida dan Lyotard, merupakan anti tesis
dari modernisme. Hampir semua istilah yang diajukan oleh postmodernisme adalah
antonimasi modernisme. Kelahiran postmodernisme membuat istilah baru dan
mengakibatkan perbedaan dengan paham modernisme. Berikut ini beberapa istilah yang
digunakan oleh aliran modernisme dan postmodernisme atau pembeda antara keduanya.26

Modernisme Postmodernisme
Sentralisasi Desentralisasi
Pertarungan Kelas Pertarungan Etnis
Konstruksi Dekonstruksi
Kultur Sub-Kultur
Hermeneutis Nihilisme
Budaya Tinggi Budaya Rendah
Hierarki Anarki
Industri Pasca-Industri
Teori Paradigma
Kekuatan Negara Kekuatan Bersama
Agama Sekte-sekte
Legitimasi Delegitimasi
Konsensus Dekonsensus
Budaya Tradisional Liberalisme
Kontinuitas Diskontinuitas

CIRI-CIRI PEMIKIRAN POSTMODERNISME

Amin Abdullah dalam bukunya berjudul Falsafah Kalam di Era Postmodernisme


menyatakan bahwa ciri-ciri pemikiran postmodernisme adalah dekonstruktif. Hampir
semua bangunan atau konstruksi dasar keilmuan yang telah mapan dalam era modern,
baik dalam bidang sosiologi, psikologi, antropologi, sejarah, bahkan juga ilmu-ilmu

26
Maksum Ali, Pengantar Filsafat: Dari Masa Klasik hingga Posmodernisme,hal348
kealaman yang selama ini baku ternyata dipertanyakan ulang oleh postmodernisme. Hal
ini terjadi karena teori tersebut dianggap menutup munculnya teori-teori lain yang
barangkali jauh lebih dapat membantu memahami realitas dan pemecahan masalah. Jadi
klaim adanya teori-teori yang baku, standar, yang tidak dapat diganggu gugat, itulah yang
ditentang oleh pemikir postmodernisme.

Standar yang dilihatnya kaku dan terlalu skematis sehingga tidak cocok untuk
melihat realitas yang jauh lebih rumit. Maka menurutnya harus diubah, diperbaiki, dan
disempurnakan oleh para pemikir postmodernisme. Dalam istilah Amin Abdullah dikenal
dengan deconstructionism yakni upaya mempertanyakan ulang teori-teori yang sudah
mapan yang telah dibangun oleh pola pikir modernisme, untuk kemudian dicari dan
disusun teori yang lebih tepat dalam memahami kenyataan masyarakat saat ini, meliputi
keberagaman, dan juga realitas.27

Ciri postmodernisme yang lain adalah berwatak relativisme, artinya pemikiran


postmodernisme dalam hal realitas budaya (nilainilai, kepercayaan, dan lainnya)
tergambar dalam teori-teori yang dikembangkan oleh disiplin ilmu antropologi. Dalam
pandangan antropologi, tidak ada budaya yang sama dan sebangun antara satu dengan
yang lain. Seperti budaya Amerika jelas berbeda dengan Indonesia. Maka nilai-nilai
budaya jelas sangat beraneka ragam sesuai dengan latar belakang sejarah, geografis, dan
sebagainya.

Berdasarkan penjelasan di atas, nampak bahwa nilai-nilai budaya bersifat relatif,


dan hal ini sesuai dengan alur pemikiran postmodernisme yaitu bahwa wilayah, budaya,
bahasa, agama sangat ditentukan oleh tata nilai dan adat istiadat masing-masing. Dari
sinilah Nampak jelas bahwa para pemikir postmodernisme menganggap bahwa segala
sesuatu itu relatif dan tidak boleh absolut, karena harus mempertimbangkan situasi dan
kondisi yang ada.

Dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan bagi postmodernisme bersifat relatif,


tidak ada ilmu pengetahuan yang kebenarannya absolut. Dan melihat suatu peristiwa
tertentu juga ketika ingin menilainya harus dilihat dari segala sisi, tidak hanya terfokus
pada satu sisi tertentu.
27
Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka Pelajar, Yogjakarta: 2004 hal 96
Pluralisme merupakan ciri pemikiran postmodernisme selanjutnya. Hasil
teknologi modern dalam bidang transportasi dan komunikasi menjadikan era pluralisme
budaya dan agama telah semakin dihayati dan dipahami oleh banyak orang dimanapun
mereka berada. Adanya pluralisme budaya, agama, keluarga, ras, ekonomi, sosial, suku
pendidikan, ilmu pengetahuan, politik merupakan sebuah realitas. Artinya bahwa
mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama dan budaya.28

MODERNITAS

Apa yang dimaksud dengan modern, modernitas, dan modernisasi itu? Barry
Smart menyatakan bahwa istilah 'modern' dapat ditelusuri kembal melalui istilah Latin
"modernus" yang telah digunakan pada abad ke-15 Menurut Smart, penggunaan istilah
itu berasal dari konsepsi Kant mengenai sejarah universal yang sama sekali berbeda
dengan masa lampau Adapun pada periode tahun 1890-an sampai 1900-an mulai terjadi
penemuan baru di bidang sains (seperti genetika, teori Freud, penemuan radioaktil model
atom baru Rutherford, penemuan fisika quantum Max Plank, teon relativitas Einstein)
dan di bidang teknologi terjadi inovasi teknologi massal sebagai gelombang kedua
revolusi industri yang telah terjadi sekitar satu abad sebelumnya (seperti penemuan mesin
diesel, mesin listrik dan bensin sebagai sumber energi. penemuan mobil, pesawat terbang,
telepon, dan lain-lain). Perubahan besar dari era Tradisional ke era Modern itu ditandai
oleh perubahan paradigma berpikir dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Karena itu, secara sederhana sering orang mengidentikkan modernitas (kebudayaan
modern) sebagai era Industri sementara era Postmodern dengan era Post-industri.

Sementara itu, Scott Lash menggunakan atau mengartikan istilah modernisasi


sebagai proses diferensiasi budaya dan otonomisasi sosial dan karena itu modernisme
dipahami sebagai dampak dari proses diferensiasi akhir abad ke-19. Di bidang seni di era
Modern ini proses diferensiasi dan otonomi ini menimbulkan semboyan "seni untuk seni"
Sejalan dengan ini, berkembang pandangan ilmu pengetahuan bebas nilai, bebas dari
kepentingan atau "ilmu pengetahuan demi ilmu" itu sendiri. Pada tahap atau era Modern

28
Amin Abdullah, Falsafah Kalam di Era Postmodernisme, Pustaka Pelajar, Yogjakarta: 2004 hal
104
ini, pemikir modern sepertinya sangat yakin bahwa teori (ilmu pengetahuan) yang mereka
temukan adalah gambaran objektif-universal dari objek yang diteliti. Dalam perspektif
ini, teori dianggap sebagai copy realitas atau penggambaran esensi realitas (esensialisme)
dan rasionalitas dan subjek (kesadaran) dilihat sebagai substansi transendental ahistoris,
sehingga dianggap sama di mana saja. Adapun pemikir postmodern menolak teori
sebagai copy realitas itu dan menolak bentuk-bentuk esensialisme tersebut.

Perbedaan Postmodern dan Modern

Apa yang dimaksud dengan postmodern? Apa yang membedakan antara modern
dengan postmodern? Apa yang membedakan antara ilmu pengetahuan sosial-budaya
modern dengan ilmu pengetahuan sosial-budaya postmodern? Apakah ada kesepakatan
dan keseragaman antara para ilmuwan tentang penggunaan istilah postmodern?

Pembicaraan ilmuwan dan filsuf tentang berbagai pertanyaan ini membawa kita
pada wilayah yang sangat luas, penuh perbedaan bahkan pertentangan. Perbedaan
pendapat itu, misalnya, sudah terlihat jelas dengan penggunaan istilah yang
beranekaragam tentang postmodern itu sendiri. Ada yang setuju dengan menggunakan
istilah postmodern tersebut untuk menyebut perubahan paradigma dari era sebelumnya
(modern) dan ada pula yang tidak dengan alasan bahwa postmodern hanyalah
perkembangan lanjut dari era sebelumnya.

Namun, terlepas dari itu, umumnya sebagian besar ilmuwan bidang sosial-budaya
menyetujui adanya perubahan besar (pergantian paradgima) dalam dunia ilmu
pengetahuan dan budaya menjelang abad ke-21. Adapun terjadinya perubahan sosial-
budaya yang cukup mendasar atau radikal itu, ini berimplikasi pada tidak mungkinnya
lagi menggunakan konsep dan teori teori lama (modern) untuk menjelaskan berbagai
fenomena sosial-budaya yang tengah berkembang saat ini.

Berikut (dalam tabel) akan dituliskan beberapa perbedaan antara kondisi


masyarakat modern dan masyarakat postmodern yang dirangkum dari beberapa pendapat
ahli.

a. Perbedaan antara kondisi masyarakat modern dengan masyarakat postmodern


a) Kondisi Masyarakat Modern
1. Focus pada produksi dan peran produktif
2. Produksi dan organisasi industry
3. Instutisi memiliki akar yang jelas (foundationalism)
4. Stuktur-stuktur kelas dan persekutuan
5. Gaya hidup dan pekerjaan yang stabil serta karier berjenjang
6. Kebudayaan massa indentitas/ subjektivitas yang stabil
7. Pengkotak-kotakan dan politik nasional yang terorganisasi
8. Focus nasional
b) Kondisi masyarakat postmodern
1. Focus pada konsumsi
2. Produksi dan organisasi post-industri
3. Institusi mengembang (rizhomatik)
4. Hierarki yang komplek
5. Pekerjaan episodic, berpindah-pindah, lateral, dan sampingan
6. Kebudayaan mozik, sub-kultural dan multicultural
7. Identitas bersifat situasional, beragam, dan cair
8. Politik global yang berorientasi isu dan pemimpin (serba mungkin)
9. Focus local global
b. Perbedaan antara modern dengan postmodern
a) Ciri-ciri Modern
1. Determinisme
2. Universalisme, kesamaan ruang, waktu
3. Kepercayaan pada kemampuan diri, transparansi, realitas dapat
diketahui
4. Kesetaraan, kejelasan, kepastian
5. Monisne, universalisme, institusionalisme
6. Ada hambatan keterbatasan, pembatasan
b) Ciri-ciri post-modern
1. Ketidakpastian, kesempatan, kemungkinan
2. Partikularisme, lokalisme, perbedaan
3. Ketidakpastian, skeptisisme, ambiguitis
4. Ada tidakketaraturan, tentative dan tidak pasti probabilitas
5. Pluralisme, keberagamaan, institusional
6. Kebebasab memilih, menyesuaikan gaya mode

POSTMODERN SELAYANG PANDANG

Tulisan para postmodernis secara umum memiliki perbedaan satu dengan yang
lain. Seperti dikemukakan Richard Appignanesi dan Chris Garratt, postmodern diartikan
dalam pengertian berbeda: "sebagai hasil dari modernisme", "akibat dari modernisme",
"anak dari modernisme", "perkembangan dari modernisme", atau juga "penyangkalan
tentang modernisme" atau "penolakan atas modernisme". Meskipun terdapat perbedaan,
tentu ada persamaan juga di antara pemikiran mereka. Persamaannya adalah pada ciri-ciri
paradigma postmodern atau karakteristik yang mereka sebut dengan postmodern itu.

Salah satu ciri postmodern adalah "cultural turn". Maksudnya, dalam postmodern
peran "dominan budaya" menggantikan peran ekonomi yang begitu kuat dalam
pandangan modern yang berujud dalam dua kubu besar yang cenderung bertentangan
antara pendukung: sosialisme dan kapitalisme. Dengan kata lain, postmodern lebih
menekankan peran budaya (termasuk ilmu pengetahuan) daripada ekonomi (seperti
dikemukakan pemikir Marxis). Jika pemikir Marxis cenderung menggunakan kapital
ekonomi saja, maka Pierre Bourdieu, salah seorang postmodernis, menggeser peran
kapital ekonomi menjadi kapital budaya sebagai kapital yang lebih penting pada era
sekarang ini.

Para postmodernis sendiri umumnya tidak suka dengan penyeragaman dan tidak
suka pula pada definisi atau pembatasan, akan tetapi lebih senang dan menerima
perbedaan. Karena itu, konsep perbedaan (difference) menjadi salah satu konsep kunci
(konsep penting) dalam pemikiran postmodern di samping konsep-konsep lainnya.
Penekanan pada perbedaan, keberagaman, anti-esensialitas ini sebagai cara berpikir yang
berbeda dari cara berpikir yang mengutamakan universalitas, kesatuan dan esensialitas
yang sangat dominan pada paradigma sebelumnya (paradigma modern).29

29
Akhyar Yusuf Lubis, Postmodernisme Teori dan Metode, PT Rajagarafindo Persada, (Jakarta 1 April 2014)
hlm. 14
Meskipun para postmodernis secara umum sama-sama menerima adanya perubahan
paradigma modern ke postmodern, namun untuk melukiskan postmodern itu mereka
mengemukakan istilah yang berbeda/beragam seperti era Masyarakat Post-industri pada
Daniel Bell, era Modernisme Radikal pada Anthony Giddens, atau era Post-pencerahan
atau "lanjutan dari pencerahan" pada Jürgen Habermas. Pemikir-pemikir yang
mengemukakan istilah ini dimasukkan sebagai pemikir postmodernisme moderat yang
melihat bahwa postmodern sebagai lanjutan saja dari modern.

Anda mungkin juga menyukai