A. Mengenal Modern
1. Pengertian
a. Modern
Kata “modern”berasal dari bahasa Latin modernus yang artinya
“just now”“yang baru saja”. Pengertian modern mulanya menjelesakan
suatu perubahan pada manusia dalam cara berfikir dan bertindak yang
paling baru, akibat semakin meningkatnya peradaban dan kualitas
kehidupan. Cara berfikir baru yaitu dengan memaksimalkan
penggunaan akal dalam menyelesaikan kebutuhan-kebutuhan manusia.
Pengertian dasar ini jelas berbeda dengan sebagian besar yang
berkembang bahwa modern mengacu kepada bentuk waktu atau era.
Misalnya dalam kajian sejarah, membagi perbedaan menjadi zaman
purba, pertengahan dan modern. (Harun Nasution, 1995: 181)
Ciri yang menonjol dari modern adalah penggunaan akal dan
nalar budi dalam menyelesaikan setiap permasalahan kehidupan, yang
disebut dengan rasionalisasi. Kondisi ini semakin kokoh dengan
menjamurnya penemuan-penemuan dan pengambangan sains dan
teknologi serta mulai dimanfaatkannya kaidah-kaidah keilmuan dalam
menangani segala sesuatu. Rasionalisasi dan saintik kemudian
melahirkan teknologi yang seterusnya memperkuat pilar-pilar
modernitas.
b. Modernitas
Istilah modernitas, yang berasal dari modernity, di dalam
kamus bahasa Indonesia menunjukkan being atau proses dan kondisi
menjadi modern (Hornby: 630.). Dari course tentang modern,
kemudian memunculkan istilah modernitas. Bila modern memiliki arti
cara terbaru manusia dalam berfikir dan bertindak dengan
mengedepankan rasionalitas, modernitas mengandung maksud suatu
kondisi yang disematkan pada sekelompok orang atau masyarakat
dimana mereka telah menunjukkan nilai-nilai kemodernan. Nilai-nilai
modern ini misalnya penerapan cara-cara rasional dan logis
sebagaimana dalam pengertian modern.
Dalam kondisi modern peradaban bergarak keluar dan bersifat
global dan universal. Teknologi dan ilmu pengetahuan yang baru,
sebagai konsekuensi filsafat modern yang berkembang, telah menandai
suatu waktu atau era yang menyebabkan cara lama yang tidak sejalan
dengan kaidah ilmiah, rasionalitas dan logika seperti mistisme,
tradisional bahkan agama akan bersifat kuno, tertinggal, dan
terbelakang. Modernitas sedari awalnya berorientasi pada apa yang
dapat diambil fungsinya, dan yang dapat dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan manusia.
c. Modernisasi
Trasformasi nilai-nilai modern dalam suatu masyarakat
kenyataannya tidak serta merta dapat diterima dan dipraktikkan.
Dibutuhkan persuasi panjang agar segala nilai modernitas dapat
difungsikan pada suatu masyarakat. Proses dan upaya pemoderan
inilah yang disebut dengan modernisasi. Modernisasi sebagai istilah
yang muncul dibelakang modern dan modernitas akibat idealisme nilai
modern tidak dapat langsung membalikkan cara berfikir dan bertindak
secara tiba-tiba, bahkan kadang-kadang melenceng dari makna
dasarnya. Modern memerlukan semacam dukungan berbagai aspek-
aspeknya. Terlebih sains dan teknologi sebagai penopang utama
modernisme seringkali tidak hanya berfungsi merubah sikap dan
tindakan yang mencerminkan laku modern, tetapi yang sebagian hanya
menjadi pengguna (user) tanpa merubah watak dasarnya yang masih
cenderung berfikir dalam cara lama, ditengah melimpahnya informasi
yang memenuhi keinginan-keinginan manusia.
d. Modernisme
Masih berhubungan dengan modern, modernitas dan
modernisasi, istilah modernisme menunjuukan subjeknya. Dalam
bahasa Inggris modernist adalah believer in modern, supporter of
modern, a person who holds modern views or uses modern methods, a
person who supports the study of modern subjects in preference to the
ancient classics, dan a person who interprets religions teaching in a
modern way (Hornby: 630). Modernis mengacu kepada seseorang
yang memiliki, memegang, bahkan mendukung pandangan dan metode
modern, serta menjadikannya sebagai sarana menjalani kehidupan.
Modernisme adalah pihak atau sekolompok orang yang
mempercayai kemodernan sebagai satu satunya cara menyelesaikan
permasalahan manusia. Fakta bahwa mengimplementasikan nilai-nilai
modern tidak dapat dilakukan dengan mudah tanpa usaha-usaha
massif, telah mendorong sekelompok orang atas nama organisasi,
paradigma ataupun ideologi modern membangun strategi guna
mempercepat pencapaian modernitas. Modernisme kemudian juga
melahirkan semacam aliran atau ideologi yang memiliki ajaran dari
platform awalnya, dan kadang terjadi pengurangan, penambahan atau
penyempurnaan dengan pemikiran yang lain. Contoh munculnya
modernisme Barat, modernisme Islam, modernisme Kristen, dst.
2. Sejarah dan Pemikiran Modern
Kelahiran modernitas ditandai dengan munculnya kreativitas atau
cara-cara baru manusia dalam mengatasi kesulitannya. Secara praktis
menandai berakhirnya zaman sumbu (axel age), atau zaman agraria, yang
telah berlangsung sejak 5000 tahun yang lalu (Budhy Munawar-Rahman,
2006: 2075). Kebutuhan manusia yang dipenuhi adalah meliputi segala
dimensi baik materi maupun nonmateri. Keinginan ini yang mendorong
manusia untuk bekerja dan berpikir memenuhi kebutuhan dengan cara
tercepat dan terbaik.
Dari Barat, modernisme dilandasi oleh suatu keyakinan yang
optimistik bahwa rasionalitas dapat menjadi jembatan dan jawaban
kebutuhan manusia. Modernisme yang lahir dari konsep antroposentrisme
dengan pengertian manusia sebagai pusat segala sesuatu, dan menjadi
prioritas serta orientasi setiap usaha-usaha manusia (Enung Asmaya, 2009:
hlm 1-2). Arnold Toynbe, menyebutkan modernitas telah lahir pada abad
ke 15 M, ditandai ketika Eropa telah berhasil keluar dari kungkungan
Gereja (Enung Asmaya, 2009: hlm 1-2). Modernitas antara lain lahir dari
pengalaman agama dan budaya sebagai cara hidup (way of life) (Enung
Asmaya, 2009: hlm 1-2). Modernitas kemudian semakin mendapatkan
momentumnya dengan ditemukannya mesin uap yang menjadi cikal bakal
revolusi industri. Semenjak itu budaya barat yang rasionalitasistik mampu
menemukan berbagai terobosan dan teknologi yang mempermudah
pemenuhan kebutuhan manusia.
Sementara pendapat lain menyebutkan kelahiran modern diawali
sejak filsafat rasionalitas, semacam Rene Descrate mengemukakan bahwa
yang eksis hanyalah yang dapat difikirkan atau dirasioalisasi. Rasionalitas
ini juga menandai kebangkitan Eropa yang dikenal renaissance atau
pencerahan yang berlangsung sejak abad 14-17. Sebagai metode ilmiah
ciri yang menonjol pada masa renaissance adalah eksperimentasi dan
observasi, empirisme, sampai dengan positivisme untuk menentukan suatu
kesimpulan. Pengaruh renaissance meliputi seluruh bidang intelektual
seperti filsafat, sastra, seni, politik, sains, dan agama.
Makna modern yang demikian kemudian mengintervensi pola dan
cara hidup (way of life) sebagian besar masyarakat Barat dan menimbulkan
perubahan-perabahan spektakuler pada abad-abad setelahnya ke seluruh
dunia. Modernitas tidak dapat pisahkan dengan istilah lain yang serumpun,
sebagai setiap sesuatu yang terbaru: aktual, trend, dan kemajuan. Modern
juga dapat diterjemahkan sebagai sikap, berpikir, dan bertindak sesuai
dengan kebutuhan manusia. Secara fitrah falsafah modernitas sebagai cara
hidup dengan tuntunan akal sehat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Falsafah modern kemudian bergeser menjadi semacam pembatas jaman,
yang membedakan era organik ke mekanik era lama dan baru, era
keterbelakangan dan kemajuan, dengan ciri utamanya penggunaan sains
yaitu mesin dan teknologi. Modernisasi kemudian juga menggeser moral
dan idealitas manusia sebagai makhluk sosial untuk mempertahankan
hidup sesuai dengan khazanah-khazanah kekinian (Depdikbud, 1989:
589). Sementara itu, Bendix menyatakan bahwa istilah modern mencakup
seluruh era sejak penemuan seperti mesin uap. Dengan demikian, istilah
modern merujuk kepada suatu kondisi sosial dan kultural masyarakat.
B. Modernisme Islam
Islam mengenal modernisme sebagai tajdid atau kebaruan. Nilai
modernitas ternyata tidak seluruhnya dapat diterima dan diimplementasikan
kalangan Islam, sehingga lahirlah sekelompok (firkoh) yang menyebut diri
sebagai modernisme Islam. modernisme Islam kemudian dikenal dengan
Islam pembaharuan atau Islam reformis atau Tajdid al-Islam. Semua sebutan
golongan modernisme Islam mengandung pengertian; sebagai setiap
pemikiran-pemikiran, aliran-aliran, gerakan-gerakan, organisasi dan usaha
untuk mengubah paham-paham, adat istiadat, tradisi, dan intuisi- lama, agar
sejalan dengan keadan baru sebagai akibat dari pesatnya kemajuan sains dan
teknologi modern (Asmuni, M. Yusran, 1998: 97). Kejumudan umat yang
hanya patuh terhadap produk pemikiran para ulama terdahulu sehingga takut
menghasilkan pemikiran baru menjadi awal dari kemandegan dan
ketertinggalan Umat Islam. Sebaliknya, ilmu pengetahuan lebih banyak
diadopsi oleh Barat yang sebelumnya lebih sedikit mengenal pernah mengenal
ilmu pengetahuan dibandingkan peradaban dunia Islam (Deliar Noer, 1980:
131).
Menurut Nurcholish Madjid mngemukakan bahwa Islam modern
mengandung arti transformasi perubahan, baik dari sikap dan mental untuk
menyesuaikan tuntunan hidup dengan masa kini guna terciptanya kebahagiaan
manusia (Peter Salim dan Yeni Salim, 2002: 989). Modernisme berarti
gerakan, aliran atau usaha-usaha yang bertujuan memaknai kembali doktrin-
doktrin tradisional, dan menyesuaikannya dengan perubahan zaman dan ilmu
pengetahuan. Corak utamanya adalah rasionalisasi, mengubah pola dan tata
cara berfikir tradisional (belum bersifat akliah) menjadi tata cara dan pola
yang lebih maju (Nurcholish, 2008: 172). Modern sebagai lawan kuno, dan
pembaharuan sebagai lawan dari tradisional (turats) (John F. Wilson, 1993:
18).
Secara umum ada faktor yang mendorong munculnya gerakan
modernisasi atau pembaharuan Islam, yakni faktor internal dan eksternal.
Pertama, faktor internal yaitu yang berupa ketertinggalan umat Islam dan
kebutuhan pragmatis terhadap suatu sistem yang pasti dan menjamin
kesleuruhan Umat Islam di negara-negara dimana mereka tinggal. Kedua,
faktor eksternal yakni timbulnya hubungan Islam dengan Barat (Achmad
Jainuri, 1995: 22). Adanya hubungan ini paling tidak telah menggugah
kesadaran umat Islam untuk mengejar ketertinggalan. Pengertian
pembaharuan Islam ini berarti bahwa modernisme dalam Islam bukan hanya
mencakup perbaikan ke dalam, tetapi juga jawaban Islam atas tantangan
modernitas (Harun Nasution, 2003: 34).
Pembaharuan Islam atau modernisme Islam sebagai ideologi muncul
menunjukkan suatu gejolak ketidakpuasan atas kondisi Islam historis sejak
abad ke-18, dan berusaha membangun citra ideal Islam yang maju dan
modern. Beberapa alasan yang ditemukan seperti: Pertama, paham tauhid
yang dianut sebagian besar kaum Muslim telah bercampur dengan kebiasaan-
kebiasaan dan dekat dengan kekufuran. Kedua, sifat jumud umat. Yaitu hanya
mengekor terhadap pemikiran para Ulama pendahulu. Islam maju di zaman
klasik karena memprioritaskan ilmu pengetahuan dan gencar melakukan
ijtihad atau penemuan. Ketiga, umat Islam selalu berpecah belah, bermazhab-
mazhab, berbangsa-bangsa yang sulit bersinergi karena masing-masing
bekerja dalam kungkungan kotaknya masing-masing. Keempat, ketertinggalan
oleh Barat. Semua alasan tersebut berujung pada misi utama yaitu
mengembalikan ajaran Islam kepada unsur aslinya, dengan bersumberkan Al-
Qur’an dan Hadist, dan membuang segala bid’ah, khurafat, tahayul dan
mistik. Dengan demikian modernisme Islam setidaknya memiliki karakter
utama: a), Tajdid atau perubahan mendasar, b), Kebebasan Ijtihad, c),
Purifikasi atau pemurnian dari segala bentuk bid`ah, d), Kembali pada Al-
Qur`an dan Hadits, dengan penafsiran yang terbuka dan tidak terbatas, dan e),
Sebagian mencita-citakan gerakan negara Islam, dan menjadikan Islam
sebagai Ideologi. Dalam perkembangannya, gerakan pembaruan pasca Ibnu
Taymiyyah mengalami dinamisasi, serta beberapa variasi corak dan
penekanan masing-masing sesuai dengan konteks waktu, tempat, dan problem
yang dihadapi.
Sementara pendapat lain menyatakan, yang termasuk kategori
pembaharu adalah mereka semua yang membawa ide baru meskipun
kontroversi sehingga melahirkan suatu konstribusi. Ide pembaharu tidak
semuanya sama, misalkan pembaharuan oleh Mustafa Kemal di Turki yang
sekular tidak seperti kebanyakan tokoh pembaharu dengan menekankan
fundamentalisme dan purifikasi. Begitu pun ide tokoh gerakan pembaharu pra
abad 18 yang dimotori Ibnu Taymiyyah dan Abdul Wahab, memiliki
perbedaan mendasar dengan pasca abad 18 Al-Afghani, Abduh dan Rasyid
Ridha. Modernitaas Islam yang kemudian menjadi term umum merujuk pada
proses-proses kultural dan politik yang ditandai dengan adanya integrasi ide-
ide baru sebagai cara untuk memahami dan menjalani kehidupan kontemporer
yang terus berurabah. Respon umat Islam tersebut,
menurut Abdullah Ahmad al Na'im, merupakan suatu yang tepat. Umat Islam
berupaya menegaskan identitas kulturalnya dan menggali kekuatan dari
kepercayaan diri dari tradisi yang dimilikinya untuk memberi jawaban
terhadap perubahan-perubahan sosial, ekonomi dan politik sebagai efek
modernitas. Gerakan semacam itu kemudian dapat dibaca sebagai upaya yang
wajar untuk mengukuhkan daya tawar dan posisi tawar umat Islam dalam
melakukan refleksi, reinternalisasi, dan akomodasi, bahkan
menyiapkan perubahan dan pembaruan takdir sejarahnya. Dalam menghadapi
modernitas suatu reinterpretasi sepertinya memang diperlukan sebagai
landasan dan modal berdialog dengan zaman.
َب الَّ ِذينِ اSSَت ُأِلولِي اَأْل ْلب ِ Sَف اللَّ ْي ِل َوالنَّه
ٍ اSSَار آَل يS ْ ض َو
ِ اختِاَل ِ ْت َواَأْلر ِ ِإ َّن فِي خَ ْل
ِ ق ال َّس َما َوا
اSSَض َربَّنِ ْت َواَأْلر ِ َوقُعُودًا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُونَ فِي خَ ْلSيَ ْذ ُكرُونَ هَّللا َ قِيَا ًما
َ ق ال َّس َم
ِ اوا
ِ َّاب الن
ار َ ك فَقِنَا َع َذ ِ ََما خَ لَ ْقتَ ٰهَ َذا ب
Sَ َاطاًل ُس ْب َحان
َكSSِا َذلSSَتَقَرٍّ لَّهS ِري لِ ُم ْسSْ ْمسُ تَجSالشَّ َو. َظلِمُون ْ َوآيَةٌ لَّهُ ْم اللَّ ْي ُل نَ ْسلَ ُخ ِم ْنهُ النَّهَا َر فَِإ َذا هُم ُّم
َّ اَل. ِد ِيمSَالعُرْ جُو ِن ْالقS
ُ ْمسSالش ْ Sا َد َكSSاز َل َحتَّى َعS
ِ Sَ َّدرْ نَاهُ َمنSَ َر قS َو ْالقَ َم.يز ْال َعلِ ِيم
ِ تَ ْق ِدي ُر ْال َع ِز
ِ َ النَّه.ُيَنبَ ِغي لَهَا َأن تُ ْد ِركَ ْالقَ َم َر َواَل اللَّ ْي ُل َسابِق
ٍ َار َو ُك ٌّل فِي فَل
َك يَ ْسبَحُون
Artinya: Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka
adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka
dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan, (37) dan
matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan
Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.(38) Dan telah Kami
tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia
sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk
tandan yang tua.(39) Tidaklah mungkin bagi matahari
mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang.
Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.
Dari Ayat ini dapat ditarik suatu pengertian bahwa atas kekuasaan
Alloh, benda-benda alam berfungsi secara pasti menurut ketentuannya
(peredarannya). Dengan memperhatikan pola keterulangan yang sama
pada peristiwa alam, manusia hendaknya dapat menarik pelajaran dengan
eksperimen-eksperimen yang menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan.
Dalam Qur`an surat Al-Mulk ayat 3, Alloh menjelaskan bahwa
seluruh alam semesta mengikuti hukum keseimbangan. Hal ini memberi
pelajaran bagi manusia untuk berlaku take and give sesama makhluk yang
saling membutuhkan. Selain mengambil manfaat, manusia harus juga
berupaya memberi keberlangsungan pada alam. Meskipun alam semesta
pada prinsipmnya diperuntukkan bagi manusia, tetapi jika manusia hanya
mengambil sarinya tanpa mau merawatnya maka keberlangsungan tidak
akan lama. Manusia banyak menuruti hasrat dan keserakahannya tanpa
memikirkan pada jangka panjang. Penggunaan akal dan nash atau naql.
Keseimbangan alam ini juga memberi pelajaran dibalik hasil ada ikhtiar
yang seimbang, dbalik kejayaan ada perjuangan yang panjang.
َ َارْ ِج ِع ْالبSSَت ۖ ف
َرSص ِ ت ِطبَاقًا ۖ َما ت ََر ٰى فِي خَ ْل
ٍ ا ُوSSَق الرَّحْ ٰ َم ِن ِم ْن تَف َ َالَّ ِذي خَ ل
َ ق َس ْب َع َس َم
ٍ اوا
Sٍ ُهَلْ تَ َر ٰى ِم ْن فُط
ور
Artinya: Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa
yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.
م اَلSُْاُؤ هSSََوِإ َذا قِي َل لَهُ ُم اتَّبِعُوا َما َأ ْن َز َل هَّللا ُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِ ُع َما َأ ْلفَ ْينَا َعلَ ْي ِه آبَا َءنَا ۗ َأ َولَوْ َكانَ آب
َيَ ْعقِلُونَ َش ْيًئا َواَل يَ ْهتَ ُدون
Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang telah
diturunkan Allah, ”mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami hanya
mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek
moyang kami". "(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun
nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan
tidak mendapat petunjuk?"
Sikap umat Islam yang hanya mengikuti apa yang telah diwariskan
dan menjadi tradisi sehari-hari, tanpa penelaahan ulang dapat menciptakan
keyakinan bahwa yang biasa dilakukan sudahlah yang terbaik.
Sebagaimana tersebut pada ayat di atas, belum tentu kebiasaan-kebiasaan
yang selama ini kita lakukan merupakan sesuatu yang awalnya memiliki
landasan serta berdasar pada fungsi yang baik. Dengan demikian umat
Islam haruslah menemukan sendiri setiap sikap dan perbuatannya dengan
penalaran untuk mendapatkan perbuatan yang baik bermanfaat dan diridloi
oleh Alloh SWT. Mungkin bersikap taqlid atau mengikuti baik bagi yang
terbatas pengetahuannya, tapi bagi yang mampu haruslah tajhid
melakukan proses berfikir untuk menjadi penemu, sehingga umat Islam
mampu dan layak menjadi panutan.
Tradisi
Islam
Moder
ISL onalis
at AM me
Islam
Libera Radika
lisme lisme
Islam Moder Islam
nisme
Islam
Gambar 13.1
2. Intoleransi dan eksklusifitas
Pluralisme adalah sikap menerima kemajemukan. Realitas bahwa
dunia terdiri dari beragam unsur menuntut setiap kelompok masyarakat
termasuk umat Muslim harus berani terbuka, dan menahan diri dalam
perbedaan. Maraknya konflik dan kekerasan yang melanda umat manusia
di berbagai belahan bumi, termasuk pada negara-negara dengan populasi
masyarakat Muslim mayoritas telah melahirkan semacam trauma sejarah.
Kebencian dan sentimen kelompok telah membawa bencana bagi umat
manusia, dan bila demikian kesempatan umat untuk berpikir kreatif
melahirkan karya dan teknologi menjadi terhambat.
ب تَ َعالَوْ ا ِإلَ ٰى َكلِ َم ٍة َس َوا ٍء بَ ْينَنَا َوبَ ْينَ ُك ْم َأاَّل نَ ْعبُ َد ِإاَّل هَّللا َ َواَل نُ ْش ِركَ بِ ِه َش ْيًئا
ِ يَا َأ ْه َل ْال ِكتَا ْقُل
َ ا ْشهَدُوا بَِأنَّا ُم ْسلِ ُمونSضنَا بَ ْعضًا َأرْ بَابًا ِم ْن دُو ِن هَّللا ِ ۚ فَِإ ْن ت ََولَّوْ ا فَقُولُوا ُ يَتَّ ِخ َذ بَ ْع َواَل
ُ اس َولِيَ ْعلَ َم هَّللا ِ كَ اَأْليَّا ُم نُدSSرْ ٌح ِم ْثلُهُ ۚ َوتِ ْلSSَِإ ْن يَ ْم َس ْس ُك ْم قَرْ ٌح فَقَ ْد َمسَّ ْالقَوْ َم ق
ِ ََّاولُهَا بَ ْينَ الن
َالَّ ِذينَ آ َمنُوا َويَتَّ ِخ َذ ِم ْن ُك ْم ُشهَدَا َء ۗ َوهَّللا ُ اَل ي ُِحبُّ الظَّالِ ِمين
Artinya: Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka
sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat
luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami
pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran);
dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman
(dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya
(gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang
yang zalim.
3. Peran muta`alim
a. Adab, akhlak, dan moral (karakter)
Akhlak adalah perilaku yang harus diperhatikan bagi penuntut
ilmu. Adab secara sederhada dapat dimaknai sebagai cara baik
perkataan, pemikiran, sikap dan perilaku yang mengandung rasa
nyaman dan senang bagi orang lain dalam berhubungan satu sama
lain. Sedangkan adab (civilized) adalah nilai kenyamanan yang
menjadi spirit perilaku. Salah satu yeng membedakan manuisa
terpelajar dan tidak, adalah mereka yang terpelajar telah dibekali
bagaimana adab dan akhlak diimplementasikan dalam setiap
hubungan dengan manusia bahkan dengan alam.
Status keterpelajaran bukan disandang hanya oleh mereka
yang cerdas, berilmu dan memiliki kecakapan pada profesi tertentu,
sebaliknya ciri yang menjadi distinc.