Anda di halaman 1dari 8

BABI

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Manusia adalah sebagai makhluk sosial membutuhkan agama sebagai pedoman dasar
dalam hidupnya. Islam sebagai ad-diin atau agama merupakan ideologi yang melandaskan
ketauhidan tuhan dalam ajaran nya, yaitu dengan diturunkanya al-Qur’an sebagai pedoman
bagi kehidupan seluruh umat manusiadi muka bumi. Negara adalah suatu lembaga yang
demikian penting, karena ia adalah suatu bentuk pergaulan hidup manusia, suatu
kelompok/golongan.sebab menurut imam al Ghazali, merupakan penjaga untuk menjalankan
syariat agama yang kokoh. Karena agama adalah sebagai landasan kehidupan dunia yang
menghantarkan kehidupan hakiki.secara tegas beliau menyatakan “agama merupakan
(pondasi) sebuah bangunan, sedang Negara adalah sebagai penjaganya. Setiap bangunan tanpa
ada pondasinya akan tumbang, begitu juga bangunan tanpa ada penyanggahnya akan sia-sia.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana menurut para tokoh tentang defenisi Negara dalam pemandangan islam?
2. Bagaimana kedudukan Negara dalam Al-Qur’an?
3. Bagaimana sistem pemerintahan islam dalam sejarah?
C. TUJUAN
1. Untuk memahami suatu pemahaman yang baik dan benar
2. Untuk mengetahui kesinambungan antara Al-Qur’an dengan Negara
3. Untuk mengetahui awal mula sejarah pemeintahan Negara dalam islam.
BAB II
NEGARA DALAM PRESPEKTIF ISLAM

A. DEFINISI DAN BENTUK NEGARA DALAM PANDANGAN ISLAM

Negara dalam pandangan Islam merupakan suatu alat untuk menjamin pelaksanaan Hukum
Islam secara utuh baik hubungan manusia dengan manusia maupun hubungan manusia dengan
Sang Pencipta Allah SWT, Menurut imam mawardi yang terkenal lewat salah satu karyanya al
ahkam as sulthoniyyah (peraturan-peraturan kerajaan/pemerintah) berpendapat sebagai makhluk
sosial, manusia di ciptakan oleh Allah SWT tidak dapat memenuhi kebutuhanya orang-perorang
tanpa bantuan orang lain.sebab dari itu maka lahirnya sebuah Negara adalah hajat umat manusia
untuk mencukupi kebutuhan mereka bersama, dan otak mereka yang mengajari bagaimana salig
membantu dan bagaimana bisa menjadikan ikatan satu sama lain.
Menurut al-Ghazali, Negara adalah suatu lembaga yang demikian penting, karena ia adalah
suatu bentuk pergaulan hidup manusia, suatu kelompok/golongan.sebab menurut imam al Ghazali,
merupakan penjaga untuk menjalankan syariat agama yang kokoh. Karena agama adalah sebagai
landasan kehidupan dunia yang menghantarkan kehidupan hakiki.secara tegas beliau menyatakan
“agama merupakan (pondasi) sebuah bangunan, sedang Negara adalah sebagai penjaganya. Setiap
bangunan tanpa ada pondasinya akan tumbang, begitu juga bangunan tanpa ada penyanggahnya
akan sia-sia.1
Menurut Anton Minardi, bahwa prinsip bernegara telah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw,
faktanya ialah Piagam Madinah dan menjadikan semua persoalan yang tidak bisa diatasi
dikembalikan kepada Rosulullah Saw. untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Ini menunjukkan
bahwa praktek bernegara telah ada pada zaman Rosulullah Saw. Hal ini diakui oleh para orientalis
seperti; Robert N Bellah, Montgomery Watt, John L. Esposito, Antony Black, dan lain-lain.
Sedangkan bentuk Negara yang dikatakan oleh Hasan al-Banna ialah:

“Negara Islam adalah Negara yang merdeka, tegak di atas syari’at Islam, bekerja dalam rangka
menerapkan system sosialnya, memproklamasikan prinsip prinsip yang lurus, dan melakukan
dakwah yang bijak ke segenap umat manusia. Negara islam berbentuk khilafah. Khilafah adalah

1
AL-Ghazali, ihya’u’lum al-din 1 (bairut: dar al-fikri, 1995), 31.
kekuasaan umum yang paling tinggi dalam agama Islam. Khilafah Islam didahului oleh berdirinya
pemerintahan islam di Negara-negara Islam.”

Fazlur Rahman berpendapat bawa;

“Negara Islam ialah Negara yang didirikan atau dihuni oleh umat Islam dalam rangka memenuhi
keinginan mereka untuk melaksanakan perintah Allah melalui wahyu-Nya. Implementasi Negara
tidak ditentukan secara khusus, tetapi yang paling penting yang harus dimiliki ialah syuro /
musyawarah.

B. KEDUDUKAN NEGARA DALAM AL-QUR’AN / SUNNAH

Kedudukan Negara dalam Islam sangat penting, karena menegakkan hukum Islam dalam
kehidupan masyarakat secara sempurna dan efektif melalui Negara. Banyak dalil-dalil untuk
menegakkan dan menetapkan suatu perkara dengan hukum Allah. Ini menunjukkan bahwa
menerapkan hukum Allah dalam kehidupan manusia ini membutuhkan sebuah alat kekuasaan 2,
yaitu; Negara. Diantara dalil yang berbicara masalah tersebut ialah:

Firman Allah SWT dalam surat an Nisaa’ ayat 1:


َ َ‫يرا َونِ َسا اء ۚ َواتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي ت‬
َ‫سا َءلُون‬ ‫ث ِم ْن ُه َما ِر َج ااًل َكثِ ا‬ ِ ‫اس اتَّقُوا َربَّ ُك ُم الَّذِي َخلَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف ٍس َو‬
َّ َ‫احدَةٍ َو َخلَقَ ِم ْن َها زَ ْو َج َها َوب‬ ُ َّ‫ا أَيُّ َها الن‬
‫ام ۚ إِ َّن اللَّهَ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيباا‬
َ ‫بِ ِه َو ْاْل َ ْر َح‬

“Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari yang satu
(Adam) dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya; dan dari keduanya Allah
memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang
dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”.

Firman Allah SWT dalam surat An- Nisaa’ ayat 58:

2
Ibid,.
ُ ‫اس أ َ ْن تَحْ ُك ُموا ِب ْال َعدْ ِل ِإ َّن اللَّهَ نِ ِع َّما َي ِع‬
َ َ‫ظ ُك ْم ِب ِه ِإ َّن اللَّهَ َكان‬
‫َ ِمي اعا‬ ِ ‫ا َّن اللَّهَ َيأ ْ ُم ُر ُك ْم أ َ ْن ت ُ َؤدُّوا اْل َمانَا‬
ِ َّ‫ت ِإلَى أ َ ْه ِل َها َو ِإذَا َح َك ْمت ُ ْم َبيْنَ الن‬
‫يرا‬
‫ص ا‬ِ ‫َب‬

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya,
dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS; An-Nisa; 58)

Firman Allah SWT dalam surat an Nisaa’ ayat 59:


‫َو ِل إِن ُكنت ُ ْم‬
ُ ‫الر‬ َ ‫َو َل َوأ ُ ْو ِلي اْل َ ْم ِر ِمن ُك ْم فَإِن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِي‬
َّ ‫ش ْيءٍ فَ ُردُّوهُ إِلَى اللّ ِه َو‬ َّ ْ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُواْ أ َ ِطيعُواْ اللّهَ َوأ َ ِطيعُوا‬
ُ ‫الر‬
‫سنُ ت َأ ْ ِوي ا‬
‫ل‬ ِ ‫تُؤْ ِمنُونَ بِاللّ ِه َو ْاليَ ْو ِم‬
َ ْ‫اآلخ ِر ذَلِكَ َخي ٌْر َوأَح‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara
kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(Q.S. An-Nisa; 59).3

Firman Allah Swt juga dalam surat al Hujurat ayat 13:


ٌ ‫ارفُوا ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِع ْندَ اللَّ ِه أَتْقَا ُك ْم ِإ َّن اللَّهَ َع ِلي ٌم َخ ِب‬
‫ير‬ ُ ‫اس ِإنَّا َخلَ ْقنَا ُك ْم ِم ْن ذَك ٍَر َوأ ُ ْنثَى َو َج َع ْلنَا ُك ْم‬
َ ‫شعُوباا َوقَبَائِ َل ِلت َ َع‬ ُ َّ‫يَا أَيُّ َها الن‬

“Wahai manusia, sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang perempuan, kemudian
kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh,
yang paling beruntung diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh
Allah Maha Mengetahui”.

Di atas menunjukkan bahwa kedudukan Negara dalam Islam sangatlah penting. Masih banyak
dalil-dalil al-Qur’an dan Sunnah yang membicarakan praktek bernegara.

C. SISTEM PEMERINTAHAN ISLAM


Dalam buku al-Ahkam Sulthoniyyah menunjukkan bahwa system pemerintahan Islam
ialah berbentuk Khilafah. Ini dipengaruhi pada masa hidup imam al-Mawardhi system

3
Al-qur’an,surat annisa ayat 59
pemerintahan yang berlaku pada saat itu ialah khilafah kerajaan, yaitu bani Abbasiyyah. Buku
tersebut menjadi fenomenal karena berani mendobrak system status quo, yaitu kekuasaan turun
menurun. Boleh dikatakan bahwa konsep pemerintahan yang ditawarkan oleh Imam al-Mawardi
mendekati pada system demokrasi tidak langsung. Bisa dilihat dari pengangkatan Imam/Kholifah,
criteria-kriteria kholifah, hingga pemilihan kholifah dipilih dengan dua cara, yaitu ; pertama,
pemilihan oleh ahlu al-aqdi wa al-hal (Parlemen). Kedua, penunjukkan imam sebelumnya, Atau
lebih tepatnya disebut system pemerintahahn khilafah ala manhaj nubuwwah yaitu pemerintahan
yang pernah diterapkan oleh para sahabat, disebut juga Khulafaur Rasyidin. System khilafah ala
manhaj nubuwwah sebagai berikut; pertama, khilafah berdasarkan pemilihan. Kedua,
pemerintahan berdasarkan musyawarah.
Setelah Khilafah Ustmaniyyah runtuh pada tahun 1924 Masehi, maka yang terjadi ialah
bentuk Negara Bangsa yang sekuler. System Khilafah kerajaan tenggelam, muncullah nation state
yang sekuler. Pada masa transisi itu lewat, dan nation state yang sekuler tidak membawa harapan
bagi umat Islam untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dan sesak. Muncullah gagasan-
gagasan Negara Bangsa yang relegius yang diusung oleh aktivis gerakan Islam untuk menjawab
tantangan yang dihadapi oleh umat Islam. Ada juga gerakan Islam yang tidak sepakat dengan
system Negara bangsa yang relegius.
Pada dasarnya semua gerakan Islam ingin menegakkan system pemerintahan khilafah ala
manhaj nubuwwah, namun dalam tahap implementasi berbeda-beda. Ada yang melalui legal
formal; partisipasi dalam pesta demokrasi, ada juga melalui non legal formal.

D. KONSEP ISLAM MENGENAI PERADILAN


Peradilan sebagai tempat untuk menyelesaikan suatu perkara baik perdata maupun pidana
dan memberi keputusan terhadap perkara tersebut. Dalam literature-literatur klasik Peradilan
Islam dikenal dengan istilah Qodhi atau lembaga kehakiman.
Pada masa Rosulullah, semua persoalan hukum dikembalikan kepada beliau dan beliau
menyelesaikan perkara-perkara tersebut. Setelah Rosulullah wafat, yang mengambil peran
sebagai hakim ialah para sahabat yang faqih dalam bidang Hukum Islam dalam, misal ibnu
Mas’ud, Zaid bin Tsabit, dan lain-lain. Hakim-hakim pada masa Khulafaur Rasyidin maupun
Tabiin dalam menyelesaikan suatu perkara mereka berpedoman pada al-Qur’an, as-Sunnah,
Ijtihad, Qiyas, dan lain sebagainya.
Lembaga kehakiman atau yudikatif telah ada pada zaman Rosulullah, sebelum muncul
teori Trias Polika yang digagas oleh Montesquieu pada abad 19 Masehi. Teori trias politika yang
memisahkan kekuasaan eksekutif, legistatif, dan yudikatif.

Syarat-syarat Hakim dalam buku al-Ahkam as-Suthoniyyah sebagai berikut;


1. Laki-laki yang baligh
2. Mempunyai akal untuk mengetahui taklif (perintah), harus mempunyai pengetahuan
tentang hal-hal dzaruri(urgen) untuk diketahui, hingga ia cerdas membedakan segala
sesuatu yang benar.
3. Merdeka
4. Islam
5. Adil
6. Sehat pendengaran, penglihatan, dan jasmani
7. Mengetahui hukum-hukum syari’at; ilmu-ilmu dasar (ushul) dan cabang-cabangnya
(furu).
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Negara dalam pandangan Islam merupakan suatu alat untuk menjamin pelaksanaan Hukum
Islam secara utuh baik hubungan manusia dengan manusia maupun hubungan manusia dengan
Sang Pencipta, Allah SWT. Salah satu contoh adalah hal sistem ekonomi, Islam yang sangat
menjunjung tinggi hak kepemilikan setiap rakyat dari lapisan manapun. Setiap rakyat diberi
kebebasan untuk memiliki apa saja dan berapa saja, yang terpenting didapatkan sechara halal, tidak
merugikan orang lain dan ta’at mengeluarkan zakat dari sebahagian hartanya untuk membantu
orang-orang yang lemah.
Dalam hal hubungan sosial tidak ada keistimewa’an derajat manusia satu dengan manusia
lainnya, misalnya: Jabatan Kepala Negara bukanlah ukuran kemulia’an seseorang, ia tidak lebih
mulia dari seorang rakyat jelata yang miskin sekalipun. Jabatan hanyalah amanat yang
diperchayakan rakyat kepada dirinya untuk melayani sebaik-baiknya rakyat tersebut, bukan alat
untuk menindas. Inilah persetara’an dalam Islam atau dalam terminology Islam disebut Ijtimiatul
Islamiyah, persetara’an yang didasarkan pada kecinta’an kepada Allah yang memerintahkan saling
tolong menolong diantara sesama manusia.
DAFTAR PUSTAKA

AL-Ghazali, ihya’u’lum al-din 1 (bairut: dar al-fikri, 1995), 31.

UIN Sunan ampel Press,hukum tata Negara islam, (sidoarjo: cv. Karya intan XII)

Anda mungkin juga menyukai