Anda di halaman 1dari 5

A.

Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Profesi perawat merupakan suatu profesi yang selalu berinteraksi dengan berbagai
individu dengan berbagai karakter serta latar belakang suku, agama, dan pendidikan baik
di setting pelayanan (dengan pasien) maupun dalam setting organisasi (dengan dokter,
bidan dan tenaga kesehatan lainnya). Untuk itu, keterampilan komunikasi mutlak
diperlukan karena perawat terus berinteraksi dengan berbagai tenaga kesehatan, baik
fungsional maupun administratif terlebih bila perawat tersebut bekerja dalam lembaga
dengan struktur organisasi yang besar dan kompleks seperti di puskesmas dan rumah
sakit. Keterampilan komunikasi yang baik, maka akan terbangun hubungan antar-
individu serta teamwork yang solid yang mampu memberikan pelayanan terpadu yang
optimal untuk mengatasi permasalahan pasien dan komunitas penduduk di sekitar
pelayanan kesehatan tersebut.
Beberapa studi menunjukkan bahwa pelayanan terpadu dalam menangani
permasalahan kesehatan pasien dengan lebih baik dan efisien serta dapat meningkatkan
kepuasan pasien. Bentuk komunikasi yang dapat dipraktikkan dalam setting organisasi
kesehatan ini dapat berupa pertemuan rutin, briefing singkat para petugas kesehatan,
hingga komunikasi secara tertulis (melalui buletin dan majalah internal). Isi
komunikasinya juga tidak hanya berupa pemberian feedback untuk kepentingan
organisasi tapi juga dapat berupa solusi untuk memecahkan konflik internal yang
terjadi.  Bila dalam organisasi seperti itu tidak ada keterampilan komunikasi yang baik
antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya, maka dapat terjadi peristiwa yang
merugikan pasien. Kejadian yang merugikan pasien menunjukkan bahwa tidak memadai
komunikasi yang baik antara berbagai komponen pelayanan kesehatan akan berimbas
pada tidak terselenggaranya misi lembaga pelayanan kesehatan masyarakat dan
penurunan kualitas dan kuantitas layananan kesehatan pada masyarakat.

B. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan


15 tentunya selalu memerlukan orang lain dalam
Manusia sebagai makhluk sosial
menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan orang lain akan
terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara sesamanya. Kepuasan dan
kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh individu dalam berhubungan sosial
dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi. Komunikasi dalam hal ini
menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai
bagian dari sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan dampak yang
sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun kelompok. Komunikasi
yang terputus akan memberikan dampak pada buruknya hubungan antar individu atau
kelompok. Tatanan klinik seperti rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem
dari kelompok sosial mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi.
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal.
Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja
Komunikasi di lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk
meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya.
Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang
bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara
vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim multidisplin termasuk keperawatan, unsur
penunjang lainnya, unsur adminitrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi
konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi menerima
jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga maupun
masyarakat yang ada di rumah sakit.Seringkali hubungan buruk yang terjadi pada suatu
rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya sistem komunikasi antar individu
yang terlibat dalam sistem tersebut.
Ellis (2000) menyatakan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stres, pada
umumnya yang ditunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang
buruk.Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan pelayanan dalam
hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatian terhadap buruknya
komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan.
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah:
1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat melakukan
intraksi dengan klien.
2. Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi dua arah
secara terapeutik.
3. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual yang berdampak
terhadap lemahnya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu diupayakan suatu hubungan
interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik. Hal ini
dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi pada komunikasi
yang dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan
oleh tim keperawatan adalah melakukan pendekatan dengan berlandaskan pada model
konseptual sebagai dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh
adalah melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual
proses interpersonal yang dikembangkan oleh Hildegard E.Peplau.
Analisis yang saya dapatkan dari dari artikel di atas adalah:
1. Komunikasi merupakan tingkatan utama yang dapat mengindikasikan  berhasilnya
kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan di rumah sakit
2. Keefektifan komunikasi terapeutik pada perawat dengan klien
3. Hubungan interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi dalam
kelangsungan pelayanan.

C. Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan


Proses interdisiplin atau berkolaborasinya anggota tim kesehatan dalam pelayanan
kesehatan merupakan kegiatan yang diinginkan setiap anggotanya. Namun permasalahan
yang ada sekarang terutama dipandang dari sudut keperawatan sebagai professional
dalam tim adalah masih banyak perawat yang tidak memiliki kemampuan berpikir kritis
dalam setiap keadaan yang mereka temui di dalam praktik keperawatan. Kemampuan
perawat dalam mengambil keputusan klinis juga sangat rendah yang menyebabkan rasa
percaya diri yang rendah sehingga kemampuan untuk melakukan tindakan kolaborasi
juga rendah.
Sebagai anggota tim pelayan kesehatan haruslah memahami alasan pasien datang
ke rumah sakit sebenarnya tidak selalu dengan alasan untuk mendapatkan pengobatan.
Kebutuhan mereka akan mendapatkan perhatian dan pelayanan dalam sakitnya yang
paling utama, rasa kasih saying dari anggota keluarga lebih utama daripada hanya untuk
mendapatkan pengobatan. Hal ini memberikan kesempatan kepada perawat untuk
menampilkan ranah kewenangan sebagai anggota tim yang lebih berorientasi kepada
masalah psikologis mereka. Namun, perawat selama ini hanya melaksanakan peran
sebagai caregiver dan manajer. Masih banyak peran yang belum dilakukan oleh rekan
perawat. Perawat sebagai agen pembaharu tidak akan terjadi dan terlihat apabila
sebelumnya perawat sebagai advokat pasien. Bagaimana seorang perawat akan dikatakan
sebagai pembaharu apabila dalam berkomunikasi dengan disiplin ilmu lain tidak
mempunyai kepercayaan diri yang cukup. Kepercayaan diri yang dilandasi kemampuan
berpikir kritis dan kemampuan mengambil keputusan klinis dapat membuat perawat bisa
melaksanakan advokasi terhadap pasien yang dirawat.
Profesi perawat dikatakan dan diakui professional pada tahun 1983 dengan
dibukanya pendidikan Sarjana Keperawatan di Universitas Indonesia. Hal ini juga yang
membuat profesi ini masih memerlukan waktu untuk berkembang dan menyetarakan
kemampuan dan kompetensi diri. Tidak menutup mata bahwa kemampuan perawat di
lapangan masih saja tidak mempraktikkan bagaimana seharusnya perawat professional.
Sebagian perawat banyak yang sudah merasa nyaman dengan kegiatannya sehari-hari,
melakukan administrasi obat dianggap sebagai pekerjaan dan melupakan kewajiban
berupa pemberian pelayanan asuhan keperawatan berdasarkan respon bio-psiko-sosio-
kultural pasien yang biasa disebut dengan pelayanan keperawatan holistik.
Kolaborasi artinya ada kesetaraan, selama ini tanggung jawab dan tanggung gugat
perawat sangat rendah. Contoh dalam pelaksanaan asuhan keperawatan, perawat jarang
sekali membubuhkan tanda tangan dan nama terang, padahal kegiatan ini merupakan
tanggung jawab yang harus mereka tunaikan. Apabila ada kejadian yang tidak diinginkan
akan mudah dipertanggungjawabkan apabila pemberi pelayanan asuhan keperawatan
jelas. Terkait rendahnya motivasi yang ditunjukkan perawat juga dikarenakan tingkat
kesejahteraan mereka yang rendah. Kesejahteraan dalam hal materi ataupun pengakuan
kepegawaian. Kebijakan dalam suatu sistem juga mempengaruhi missal dalam
pengangkatan pegawai negri sipil ada perbedaan antara perawat dan dokter dalam
kepangkatan, perawat profesi IIIa, dokter IIIb walapun mereka sama-sama menyandang
gelar profesi.
Keadaan tidak terjalinnya hubungan interdisiplin yang baik diperparah dengan
adanya rasa tertutup dari seorang dokter untuk berbicara dengan perawat tentang kondisi
pasien, para dokter tidak mau membuka panjang lebar terkait masalah pasien karena
takut perawat akan banyak mengetahui dan mengganggu kewenangan profesinya. Dilain
pihak ada rasa canggung dan ragu bagi perawat untuk berdebat tentang keadaan pasien
yang sebenarnya dikarenakan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan mengambil
keputusan klinis yang rendah.

Anda mungkin juga menyukai