Anda di halaman 1dari 4

PRINSIP-PRINSIP ETIKA LINGKUNGAN HIDUP

Reviewer: Tugiman
Pemikiran mengenai prinsip etika lingkungan pada dasarnya dilatarbelakangi teori-teori sebelumnya. Teori antrophosentris yang cenderung mendorong sikap eksploatasi manusia terhadap alam. Reaksi dari teori antrophosentris kemudian mendorong lahirnya teori-teori yang mencoba menghargai keberadaan dan hak-hak makhluk selain manusia (biosentrisme) yang kemudian berkembang penghargaan bukan saja terhadap manusia dan organisme, tetapi juga termasuk penghargaan terhadap alam non organis (teori ekologis). Guna menciptakan keselarasan hubungan antara manusia sebagai pengguna dan penentu kebijakan lingkungan, maka dipandang perlu perumusan prinsip-prinsip etika lingkungan sebagai rujukan untuk pengambilan kebijakan maupun tuntutan perilaku manusia terhadap alam. Sonny Keraf (2010) sebagai penulis buku Etika Lingkungan Hidup mengidentifikasi 9 prinsip etika lingkungan. Sesuai dengan harapan penulis bahwa prinsip ini masih perlu dan bisa dikembangkan, maka reviewer mencoba untuk memodifikasi prinsip yang memiliki kemiripan dan menambah prinsip yang masih perlu ditambahkan. Tulisan ini mencoba memaparkan kesembilan prinsip etika lingkungan dari penulis buku ini, kemudian diikuti dengan hasil modifikasi dan penambahan prinsip yang merupakan hasil pemikiran penulis selaku reviewer. A. Prinsip Etika Lingkungan menurut Sonny Keraf (2010) 1. Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature) Antrophosentrisme menghormati alam karena kepentingan manusia sangat bergantung pada kelestarian dan integritas alam. Biosentrisme dan ekosentrisme berpandangan bahwa manusia wajib menghargai alam karena manusia merupakan bagian dari alam dan karena alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Oleh karena itu setiap komunitas alam harus saling menghormati. Demikian juga manusia harus menghormati alam, baik hayati maupun non hayati. Setiap anggota komunitas ekologi wajib saling menghormati sertamenjaga kohesivitas dan integritas komunitas ekologis. Review: Bahwa alam telah menyediakan sumber daya untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu sebagai tanda terimakasih kepada alam, manusia harus menghormati dan berbuat baik kepada alam. Manusia diciptakan dari tanah, hidup dan berpenghidupan bersumber dari tanah, dan ketika mati akan kembali ke tanah (bumi). Bila manusia tidak berbuat baik kepada bumi, maka ketika ia mati jangan salahkan bila bumi enggan menerimanya. Tetapi karena bumi dipaksa menerima jasad manusia, jangan salahkan bila bumi akan menghimpitnya.

2. Tanggungjawab Moral terhadap Alam (Moral Responsibility for Nature) Secara ontologis, manusia adalah bagian integral dari alam. Oleh karena itu manusia sebagai khalifah di muka bumi memiliki tanggungjawab baik secara individual maupun kolektif untuk menjaga dan memelihara alam dengan segala isinya. Tanggungjawab bersama termanifestasi dalam bentuk mengingatkan, melarang, dan menghukum siapapun yang secara sengaja merusak dan membahayakan eksistensi alam semesta. Tanggungjawab mendorong rasa memiliki bersama, sehingga memunculkan kesadaran untuk memelihara alam secara bersama. Hal yang sebaliknya terjadi manakala manusia memandang bahwa alam ini tidak ada pemiliknya, sehingga setiap orang akan berlombalomba untuk mengeksploitasinya. Mantan Menteri KLH Emil Salim secara arif menawarkan konsep, bahwa alam bukanlah warisan untuk anak cucu, tetapi pinjaman dari anak cucu. Dengan konsep tersebut mengandung makna bahwa kita wajib mengembalikan pinjaman itu minimal sama baiknya ketika kita menerima pinjaman, syukur bila kita kembalikan dalam keadaan yang lebih baik. Hal tersebut mengandung makna tanggungjawab terhadap kelestarian alam. 3. Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity) Beranjak dari kesadaran bahwa manusia bagian dari dan bersama komunitas ekologi lainnya, dan menurut pandangan ekofeminisme bahwa manusia berkedudukan sederajat dengan komunitas ekologi lainnya, maka wajib dikembangkan sikap kesetiakawanan antar komunitas ekologi. Harmonisasi, keselarasan dan kesetiakawanan untuk tidak merusak dan mengeksploitasi alam secara berlebihan adalah sebagai wujud kesetiakawanan kosmis. Ulasan: Solidaritas mengandung makna setia kawan. Setia kawan menuntut adanya saling yang bersifat resiprokal. Saling mengerti, saling memahami, dan saling memberi. Bila solidaritas kosmis diperluas bukan hanya di bumi, kemajuan teknologi telah mengantarkan manusia menembus batas luar angkasa. Dampak kemajuan transportasi dan industrialisasi telah menembus atmosfer bumi (baca: efek rumah kaca dan kerusakan lapisan ozon). Oleh karena itu solidaritas kosmis bukan hanya terbatas dalam lingkup kebumian, tetapi sudah harus dikembangkan ke ranah diluar bumi. 4. Kasih Sayang dan Kepedulian terhadap Alam (Carying for Nature) Paradigma ekologisme memandang manusia sebagai bagian dari ekologi bersama dengan alam (biotis maupun abiotis). Hal tersebut diperkuat ekofeminisme yang menganggap bahwa manusia adalah setara dengan komunitas ekologi lainnya. Oleh karena itu manusia harus menyayangi sesama komunitas ekologi.

Alam telah menjadi tempat hidup, sumber kehidupan, penghidupan dan pembentuk budaya manusia. Oleh karena itu manusia wajib memberikan kasih sayang dan peduli kepada lingkungan. Dalam perspektif Deep Ecology (DE), dengan mencintai alam manusia menjadisemakin kaya dan mempresentasikan dirinya sebagai pribadi ekologis. 5. Tidak Merugikan (No Harm) Dengan prinsip menghormati, tanggungjawab, solidaritas, dan tanggungjawab, maka manusia memiliki kewajiban dan tanggungjawab -paling tidak untuk tidak merugikan alam- yang tidak perlu. Kearifan local yang dikemas dalam bentuk pengkeramatan alam, tabu merusak alam dan sebagainya adalah bentuk nyata dari tidak merusak alam. Secara konkrit tanggungjawab untuk tidak merugikan alam dapat dilakukan dengan tidak mengeksploitasi secara berlebihan, menjaga, merawat, dan melindungi alam. 6. Hidup Sederhana dan Selaras terhadap Alam (Simple Life and Balance for Nature) Etika Deep Ecology dengan hidup sederhana dan selaras dengan alam akan menjadi pengendali manusia untuk tidak memuaskan kebutuhannya yang jumlahnya tidak terbatas secara maksimal sehingga akan mengeksploitasi alam secara berlebihan. Ketika manusia terjebak mengejar pemuasan kebutuhan dalam rangka mengejar gaya hidup mewah, maka dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya manusia akan semakin intensif mengeksploitasi alam. Oleh karena itu gaya hidup sederhana menjadi pengendali manusia dalam menjaga keselarasan hidup dengan alam. Kondisi tersebut paradok dengan kenyataan bahwa dalam era kekinian manusia yang cenderung mengedepankan penguasaan materi sebagai ukuran keberhasilan, maka manusia akan terjebak dalam perlombaan mengejar materi yang berujung pada eksploitasi alam secara tidak terkendali. 7. Keadilan (Justicefy) Adil mengandung makna keseimbangan antara hak dan kewajiban, saling menerima dan memberi. Alam telah memberikan sumber daya kepada manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu sangat wajar bila manusia juga memiliki kewajiban kepada alam. Wujud sikap adil manusia terhadap alam adalah memanfaatkan sumber daya secara arif (tidak berlebihan), menjaga, memelihara, dan meningkatkan kualitas sumber daya alam. 8. Demokrasi (Democracy) Demokrasi bila dimaknai salah justeru akan menghasilkan kebebasan yang tanpa batas. Manusia dengan id dan egonya mampu menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengeksploitasialam. Hal tersebut justeru akan melahirkan manusia yang serakah dalam memanfaatkan alam.

a. Demokrasi menjamin penghargaan terhadap keberagaman dan pluralitas (kehidupan, aspirasi, politik, dan nilai). Oleh karena itu pembangunan tidak bisa dipahami hanya secara sektoral, tetapi harus secara komprehensif. b. Demokrasi menjamin kebebasan mengeluarkan pendapat dan memperjuangkan nilai. Demokrasi menentang kebijakan otoriter dan tidak aspiratif. c. Demokrasi menjamin partisipasi dalam menentukan kebijakan dan peluang memperoleh peluang sama dalam pembangunan. d. Demokrasi menjamin hak setiap orang untuk memperoleh informasi kebijakan public. e. Demokrasi menuntut akuntabilitas public agar pemegang kekuasaan tidak sewenangwenang dalam melaksanakan kekuasaan. 9. Integritas Moral (Moral Integrity) Menurut Aristoteles, manusia selain dibekali id dan ego (akal dan nafsu), juga dibekali super ego (moral). Dengan moral manusia mampu membedakan mana benar/salah, haq/batil, halal/haram, etis/tidak etis, adab/biadab dan sebagainya. Moral bisa bersumber dari nilai agama, adat-istiadat, etika dan sebagainya. Perpaduan moral dari berbagai sumber tersebut diharapkan akan melahirkan kearifan manusia terhadap alam.

Anda mungkin juga menyukai