A. Pendahuluan
Fiqih Munakahat 1
karena ia dapat menundukkan pandangan dan
memelihara kemaluan. Barangsiapa belum
mampu hendaknya berpuasa, sebab ia dapat
mengendalikanmu." (Muttafaq Alaihi).1
1
Saleh al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2005), h. 636
2
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2011), h. 41
2 Fiqih Munakahat
Namun demikian, Allah SWT tidak menghendaki
perkembangan dunia berjalan sekehendaknya.Oleh sebab
itu diatur-Nyalah naluri apapun yang ada pada manusia dan
dibuatkan untuknya prinsip-prinsip dan undang-undang,
sehingga kemanusiaan manusia tetap utuh, bahkan semakin
baik, suci dan bersih. Segala sesuatu yang ada pada jiwa
manusia sebenarnya tidak satupun pernah lepas dari
bimbingan dan campur tangan Allah SWT.
Allah SWT menganjurkan untuk menikah dalam
firman-Nya surat An-Nahl ayat72 :
وَا ُ َﺟ َﻌ َﻞ ﻟ ُ َْﲂ ﻣِﻦْ ﻧْﻔ ُِﺴ ُ ْﲂ زْوَ ا ًﺎ وَ َﺟ َﻌ َﻞ ﻟ ُ َْﲂ ﻣِﻦْ زْوَ اﺟِ ُ ْﲂ ﺑَﻨِﲔَ وَ َﺣﻔَﺪَ ًة
.... ۚ َﺎت
ِ وَرَ زَ ﻗ ُ َْﲂ ﻣِﻦَ اﻟﻄ ِ ّﯿﺒ
Artinya : “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis
kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-
isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki dari yang baik-baik...”3
وَ َﳯْ َﻰ ﻋَﻦِ اﻟﺘ َ ﻞِ ﳖَ ْﯿًﺎ، ) ﰷَ نَ رَﺳُ ﻮلُ َا ِ ﷺ ﯾ َ ﻣُﺮُ ِ ﻟْﺒَﺎ َء ِة: وَ َﻋ ْﻨ ُﻪ ﻗَﺎ َل
َﺰَ و ُﺟﻮا َاﻟْﻮَ دُو َد َاﻟْﻮَ ﻟُﻮ َد ِ ّاﱐ ﻣُﲀَ ِﺮٌ ُ ُِﲂ َا ْ ﻧْ ِ َﺎ َء ﯾ َﻮْ َم: ُوَ ﯾَﻘُﻮل،ﺷَ ﺪِﯾﺪً ا
. َوَﲱ َ ُﻪ ِا ْﻦُ ِﺣ ﺎن َ ، َُاﻟْ ِﻘ َﺎ َﻣ ِﺔ ( رَوَ ا ُﻩ ْﲪَﺪ
Artinya : “Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu berkata:
Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
memerintahkan kami berkeluarga dan sangat
melarang kami membujang. Beliau bersabda:
"Nikahilah perempuan yang subur dan
penyayang, sebab dengan jumlahmu yang
banyak aku akan berbangga di hadapan para
Nabi pada hari kiamat." (Riwayat Ahmad. Hadits
shahih menurut Ibnu Hibban. No.995)
4 Fiqih Munakahat
وَ ﺛ َْﲎ، َ وَ ﻋَﻦْ َِﺲ ْﻦِ ﻣَﺎ ِ ٍ رﴈ ﷲ ﻋﻨﻪ ) ن ا َِﻟﻨﱯ ﷺ َﲪِﺪَ َا
، وَ َﺰَ و جُ اَﻟ ِّﺴَ ﺎ َء. ُ وَ ُﺻﻮ ُم وَ ﻓْﻄِ ﺮ، ﻟَﻜ ِ ِّﲏ َ ﺻَ ِ ّﲇ وَ َ ُم: وَ ﻗَﺎ َل،َﻠَ ْﯿ ِﻪ
ﻓَﻤَﻦْ رَ ﻏِﺐَ ﻋَﻦْ ﺳُ ِﱵ ﻓَﻠَ َْﺲ ﻣ ِ ِّﲏ ( ُﻣ ﻔَﻖٌ َﻠَ ْﯿ ِﻪ
Artinya : “Dari Anas Ibnu Malik Radliyallaahu 'anhu bahwa
Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam setelah
memuji Allah dan menyanjung-Nya bersabda:
“Tetapi aku sholat, tidur, berpuasa, berbuka,
dan mengawini perempuan. Barangsiapa
membenci sunnahku, ia tidak termasuk
ummatku." (Muttafaq Alaihi. No.994)4
4
Dani Hidayat, Kompilasi Bulugul Maram Min Adillatil Ahkam,
( Tasikmalaya: Pustaka Al-Hidayah, 2008) No. 994
5
Muhammad idris ramulyo, Hukum Perkawinan
Islam,(Jakarta:Bumi Aksara 2002). h. 11-13
Fiqih Munakahat 5
semua agar manusia mendapatkan ketenteraman dalam
hidupnya, disisilain bahwa pernikahan juga sunnah Rasul
berarti suatu tradisi yang telah ditetapkan oleh rasul untuk
dirinya sendiri dan untuk umatnya.
6 Fiqih Munakahat
B. Sunnah Para Nabi Dan Rasul
ٍوَ ﻟَﻘَﺪْ رْﺳَ ﻠْﻨَﺎ رُﺳُ ًﻼ ﻣِﻦْ ﻗَ ْ ِ َ وَ َﺟ َﻌﻠْﻨَﺎ ﻟَﻬُﻢْ زْوَ ا ًﺎ وَ ذ ُّرِﯾ ًﺔ ۚ وَ ﻣَﺎ ﰷَ نَ ﻟِﺮَﺳُ ﻮل
۞ ٌِﲁ َﻞٍ ِﻛﺘَﺎب ِّ ُ نْ ﯾ َ ِ َﰐ ِﺑ ٓﯾ َ ٍﺔ اﻻ ِ ذْنِ ا ِ ۗ ﻟ
Artinya : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami
memberikan kepada mereka isteri-isteri dan
keturunan. Dan tidak ada hak bagi seorang
Rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat)
Fiqih Munakahat 7
melainkan dengan izin Allah.Bagi tiap-tiap
masa ada Kitab (yang tertentu).”
(QS. Ar-Ra'd:38)
6
Ahmad Sarwat, Fikih Kehidupan,(Jakarta:Press, 2011), h. 32
8 Fiqih Munakahat
menikah pertama kali pada usia 25 tahun hingga menutup
usia di usia 63 tahun, selama 37 tahun beliau selalu
memiliki istri, kecuali beberapa bulan saja ketika beliau
menduda sepeninggal istri tercinta, Khadijah binti Khuwailid.
َوَا ُ َﺟ َﻌ َﻞ ﻟ ُ َْﲂ ﻣِﻦْ ﻧْﻔ ُِﺴ ُ ْﲂ زْوَ ا ًﺎ وَ َﺟ َﻌ َﻞ ﻟ ُ َْﲂ ﻣِﻦْ زْوَ اﺟِ ُ ْﲂ ﺑَﻨِﲔ
....ۚ َﺎت
ِ وَ َﺣﻔَﺪَ ًة وَرَ زَ ﻗ ُ َْﲂ ﻣِﻦَ اﻟﻄ ِ ّﯿﺒ
Artinya : “Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis
kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-
isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan
memberimu rezeki dari yang baik-baik...”
وَ ْ ِﻜ ُﺤﻮا ا ْ َ ﻣَﻰٰ ِﻣ ُ ْْﲂ وَاﻟﺼ ﺎ ِﻟ ِﲔَ ﻣِﻦْ ِﻋﺒَﺎدِﰼُ ْ وَا ﻣَﺎ ُ ِْﲂ ۚ انْ َ ُﻜﻮﻧُﻮا ﻓُﻘَﺮَا َء
۞ ﯾُﻐْﳯِ ِ ُﻢ ا ُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْ ِ ِ ۗ وَا ُ وَاﺳِ ٌﻊ َ ِﻠ ٌﲓ
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
10 Fiqih Munakahat
perempuan. Jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan
Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui.” (QS.An-Nuur: 21)
ﻣَﻦْ َ َﻜ َﻊ ْاﻟَﺮْ َة ِﻟﻤَﺎ ِﻟﻬَﺎ ﺣَﺰَ وَ ﷲ ﻣَﺎ ﻟَﻬَﺎ وَ ﲨَ َﺎ ﻟَﻬَﺎ وَ ﻣَﻦْ َ َﻜ َﻌﻬَﺎ رَزَ ﻗَ ُﻪ
.وَﲨَﺎ ﻟَﻬَﺎ
َ ﷲ ﻣَﺎ ﻟَﻬَﺎ
Artinya : “Barang siapa menikahi seorang perempuan
karena hartanya, niscaya Allah akan
melenyapkan harta dan kecantikannya, dan
barang siapa yang menikah karena agamanya,
niscaya Allah akan memberi karunia kepadanya
dengan harta dan kecantikannya.” (Al-hadist)7
7
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Bandung : Penerbit Sinar Baru
Algensindo, 2012),h. 376
Fiqih Munakahat 11
untuk melakukan zina. Karena apa yang dibutuhkannya
sudah tersedia secara halal di rumahnya, tanpa harus
terkena resiko biaya yang mahal atau terkena penyakit
kelamin.
Sebaliknya, laki-laki atau wanita dewasa yang sehat
lahir batin serta normal, bila tidak punya pasangan yang
sah, akan mudah sekali tergoda atau terjerumus ke dalam
lembah zina yang diharamkan.
Namun sekali lagi, untuk di masa sekarang ini,
menikah itu memang bukan jaminan yang bergaransi 100%
membuat orang tidak berzina.Buktinya, para lelaki hidung
belang yang rajin mengunjungi rumah bordil, umumnya
adalah laki-laki yang sudah punya istri.Entah kenapa, masih
lebih suka jajan di luar, seolah istri yang ada di rumah tidak
cukup.
Meski ada beberapa riwayat yang lemah, namun
hadits tentang menikah itu setengah dari agama punya
beberapa jalur sanad yang bisa diterima.
.ﻣَﻦْ َﺰَ و جَ ﻓَﻘَ ِﺪ اﺳْ ﺘَﳬْ َ َﻞ ﻧ ِْﺼ َﻒ اﻻ ﯾْﻤَﺎنِ ﻓَﻠْﯿَﺘﻖِ ﷲَ ﰲِ اﻟﻨّ ِْﺼ ِﻒ اﻟﺒ َِﺎﰶ
Artinya : “Siapa yang menikah maka sungguh dia telah
menyempurnakan setengah iman, maka
hendaklah ia bertakwa kepada Allah dalam
separuh yang tersisa.” (HR. Ath-Thabrani)
12 Fiqih Munakahat
.ا ذَا َﺰَ و جَ اﻟ َﻌﺒْﺪُ ﻓَﻘَﺪْ ﳈَ َﻞ ﻧ َْﺼ َﻒ ا ّ ِ ْﻦِ ﻓَﻠْﯿَﺘﻖِ ﷲَ ِﰲ اﻟﻨّ ِْﺼ ِﻒ اﻟﺒ َِﺎﰶ
Artinya : “Jika seseorang menikah, maka ia telah
menyempurnakan separuh agamanya.
Karenanya, bertakwalah pada Allah pada
separuh yang lainnya.” (HR. Al-Baihaqi)
Fiqih Munakahat 13
َﺎت ﻣَﺎ َﻞ ا ُ ﻟ ُ َْﲂ وَ َﻻ ﺗَ ْﻌﺘَﺪُ وا ۚ ان ِ َ ﳞ َﺎ ا ِ ﻦَ ٓ َﻣ ُﻮا َﻻ ﲢُ ّ َِﺮ ُﻣﻮا ﻃَ ِ ّﯿﺒ
َ ا َ َﻻ ﳛُ ِﺐ اﻟْ ُﻤ ْﻌﺘَ ِﺪ ﻦَ ۞ وَﳇُ ُﻮا ﻣِﻤﺎ رَزَ ﻗ ُ َُﲂ ا ُ ََﻼ ًﻻ ﻃَ ِ ّﯿﺒًﺎ ۚ وَاﺗ ُﻘﻮا ا
۞ َا ِي ﻧ ُ ْْﱲ ِﺑ ِﻪ ﻣُﺆْ ِﻣ ُﻮن
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah
halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang melampaui batas,
dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari
apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.”8
8
Ali yusuf as-subki, Fiqih Keluarga, (Jakarta: Amzah,2010) h. 7
14 Fiqih Munakahat
Artinya : “Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan
menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan
perempuan (tidak kawin, dan tidak
menggaulinya) serta akan hidup membujang.
Maka Rasulullah SAW dengan nada marah
berkata: sesungguhnya orang-orang sebelum
kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka
memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh
karena itu Allah memperketat juga, mereka itu
akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah
Allah dan jangan menyekutukan Dia, berhajilah,
berumrahlah dan berlaku luruslah kamu, maka
Allah akan meluruskan kepadamu.”9
9
Abu Fathan, Assaduddin, Panduan Wanita Sholihah,
(Jakarta:Press,1992) h.22
10
Ahmad Sarwat , Seri Fikih Kehidupan, (Jakarta: Press,2011) h.
43
Fiqih Munakahat 15
G. Menikah Itu Ciri Khas Makhluk Hidup
ﺳُ ْﺒ َﺎنَ ا ِي َ ﻠ ََﻖ ا ْ زْوَ اجَ ﳇُ ﻬَﺎ ﻣِﻤﺎ ﺗُ ْﻨ ُِﺖ ا ْ ُرْض وَ ﻣِﻦْ ﻧْﻔ ُِﺴﻬِﻢْ وَ ﻣِﻤﺎ
۞ ََﻻ ﯾ َ ْﻌﻠَﻤُﻮن
Artinya : “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan
pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa
yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri
mereka maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui.” (QS. Yaasin : 36)
۞ َوَا ِي َ ﻠ ََﻖ ا ْ زْوَ اجَ ﳇُ ﻬَﺎ وَ َﺟ َﻌ َﻞ ﻟ ُ َْﲂ ﻣِﻦَ اﻟْ ُﻔ ْ ِ وَا ْ ﻧْﻌَﺎ ِم ﻣَﺎ َﺮْ َﻛﺒُﻮن
Artinya : “Dan Yang menciptakan semua yang berpasang-
pasangan dan menjadikan untukmu kapal dan
binatang ternak yang kamu tunggangi.”
(QS. Az-Zukhruf:12)
16 Fiqih Munakahat
۞ وَ ﻧ ُﻪ َ ﻠ ََﻖ اﻟﺰوْ ْ َِﲔ ا ﻛَﺮَ وَا ْ ﻧ َ ْٰﱺ
Artinya : “Dan bahwasanya Dialah yang menciptakan
berpasang-pasangan pria dan wanita.”
(QS.An-Najm:45)
Fiqih Munakahat 17
18 Fiqih Munakahat
BAB II
Pernikahan
A. Pengertian
11
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung:Percetakan Sinar Baru,
2008), h.374
Fiqih Munakahat 19
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal kata
“kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga
dengan lawan jenis; melakukan hubungan kelamin atau
bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal
dari kata “nikah” yang menurut bahasa artinya
mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk
arti bersetubuh (wathi). Kata “nikah” sendiri sering
dipergunakan untuk arti persetubuhan (coitus).12
Nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang
terutama dalam pergaulan atau masyarakat yang sempurna,
bukan saja perkawinanitu satu jalan yang amat mulia untuk
mengatur kehidupan rumah tangga dan turunan, tetapi
perkawinan itu dapat dipandang sebagai satu jalan menuju
pintu perkenalan antara satu kaum dengan kaum yang lain.
Serta perkenalan itu akan menjadi jalan buat
menyampaikan kepada bertolong-tolongan antara satu
dengan yang lainnya.
B. Manfaat Pernikahan
12
Abd.Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana,
2006),h.7
20 Fiqih Munakahat
وَ ﻣِﻦْ ٓ َ ِﺗ ِﻪ نْ َ ﻠ ََﻖ ﻟ ُ َْﲂ ﻣِﻦْ ﻧْﻔ ُِﺴ ُ ْﲂ زْوَ ا ًﺎ ِﻟ َْﺴ ُﻜ ُﻮا ا َﳱْ َﺎ وَ َﺟ َﻌ َﻞ ﺑ َ ْ ُ َْﲂ
۞ َﻣَﻮَد ًة وَرَ ْ َﲪ ًﺔ ۚ ان ِﰲ َذ ِ َ َ ٓ َ ٍت ِﻟﻘَﻮْ ٍم ﯾَﺘَﻔَﻜﺮُ ون
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah
Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantara kamu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berpikir.”13 (QS. Ar-rum: 21)
13
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam,Ensiklopedi islam,(Jakarta:
PT. Ichtiar Baru Van Hueve:2009),h.32
14
Sulaiman Rasjid, Op. Cit
Fiqih Munakahat 21
Sabda Rasulullah SAW:
22 Fiqih Munakahat
apabila ia sudah kawin, maka nafkahnya (belanjanya) jadi
wajib atas tanggungan suaminya.15 Perkawinan juga
berguna untuk memlihara kerukunan anak cucu (turunan),
sebab kalau tidak dengan nikah tentulah anak tidak
berketentuan siapa yang akan mengurusinya dan siapa
yang bertanggung jawab atasnya. Nikah juga dipandang
sebagai kemaslahatan umum, karena kalau tidak ada
perkawinan tentulah manusia akan menurutkan sifat
kebinatangan, dan dengan sifat itu maka akan timbul
perselisihan, bencana dan permusuhan antara sesamanya,
yang mungkin juga sampai menimbulkan pembunuhan yang
maha dahsyat.
Demikian maksud perkawinan yang sejati dalam
Islam. Dengan singkat untuk kemaslahatan dalam rumah
tangga dan keturunan, juga untuk kemaslahatan
masyarakat.
Oleh sebab itu syari’at Islam mengadakan beberapa
peraturan untuk menjaga kemaslahatan perkawinan ini. 16
Tetapi sebelumnya kita menerangkan syarat-syarat dan
rukunnya, begitu juga kewajiban dan hak-hak masing-
masing antara suami isteri, lebih dahulu akan kita uraikan
tujuan perkawinan dalam anggapan yang berlaku dalam
kehendak manusia. Telah berlaku anggapan kebanyakan
para pemuda-pemudi dari zaman dahulu sampai sekarang,
karena mereka ingin kawin lantaran beberapa sebab,
diantaranya:
1. Karena mengharapkan harta benda
2. Karena mengharapkan kebangsawanannya
15
Ibid, h.375
16
Ibid,
Fiqih Munakahat 23
3. Karena ingin melihat kecantikannya
4. Karena agama dan budi pekertinya yang baik.
اﻟ ّ ِﺮ َﺎلُ ﻗَﻮاﻣُﻮنَ ََﲆ اﻟ ِ ّﺴَ ﺎ ِء ِﺑﻤَﺎ ﻓَﻀ َﻞ ا ُ ﺑَﻌْﻀَ ﻬُﻢْ ََﲆ ﺑَﻌ ٍْﺾ وَ ِﺑﻤَﺎ ﻧْ َﻔ ُﻘﻮا
وَاﻟﻼﰐ
ِ ُ َﺎت ﻗَﺎ ِﻧﺘَﺎتٌ َﺎﻓِﻈَ ﺎتٌ ِﻠْﻐَﯿ ِْﺐ ِﺑﻤَﺎ َﺣ ِﻔﻆَ ا ُ ﻣِﻦْ ﻣْﻮَا ِﻟﻬِﻢْ ﻓَﺎﻟﺼ ﺎ ِﻟ
ْوَاﴐﺑُﻮﻫُﻦ ﻓَﺎن ِ ْ ِ ﲣَ َﺎﻓُﻮنَ ُﺸُ ﻮزَ ﻫُﻦ ﻓَﻌِﻈُ ﻮﻫُﻦ وَاﳗْ ُﺮُ وﻫُﻦ ِﰲ اﻟْﻤَﻀَ ﺎﺟِ ﻊ
۞ ﻃَ ْﻌﻨ ُ َْﲂ ﻓَﻼ ﺗَ ْﺒ ُﻐﻮا َﻠَﳱْ ِﻦ ﺳَ ِ ﻼ ان ا َ ﰷَ نَ َﻠِﯿﺎ ﻛَﺒِﲑًا
Artinya : ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum
wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
24 Fiqih Munakahat
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang
taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur
mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha
besar.” (QS. An-Nisaa’:34)
ﻣﻦ ﻜﺢ اﳌﺮ ٔة ﳌﺎ ﻟﻬﺎ ﺣﺮّم ﷲ ﻣﺎ ﻟﻬﺎ وﺟﲈ ﻟﻬﺎ وﻣﻦ ﻜﺤﻬﺎ ﳯﺎ رزﻗﻪ
(ﷲ ﻣﺎ ﻟﻬﺎ وﺟﲈ ﻟﻬﺎ )اﳊﺪ ﯾﺚ
Artinya : “Barang siapa menikahi seorang perempuan
karena hartanya dan rupanya yang manis,
niscaya Allah akan melenyapkan hartanya dan
kecantikannya. Dan barang siapa yang
menikahinya karena agamanya niscaya Allah
akan memberi karunia kepadanya dengan
harta dan kecantikannya.”
ّﻻ ﺰوّ ﺟﻮااﻟ ّﺴﺎ ء ﳊﺴﻨﺤﻦّ ﻓﻌﴗ ﺣﺴﻨﺤﻦّ ان ﺮدﳛﻦّ وﻻ ﺰوّ ﺟﻮﺣﻦ
ﻻﻣﻮاﳊﻦّ ﻓﻌﴗ اﻣﻮاﳊﻦّ ان ﺗﻄﻐﳱﻦّ وﻟﻜﻦ ﺰوّ ﺟﻮ ﻫﻦّ ﲆ ا ّ ﻦ
(وﻻﻣﺔ ﺳﻮداءذات د ﻦ اﻓﻀﻞ )راﻩ اﻟﺒﳱﻘﻰ
26 Fiqih Munakahat
Artinya : “Janganlah kamu mengawini perempuan itu,
karena ingin melihat kecantikannya, mungkin
kecantikannya itu akan membawa kerusakan
bagi mereka sendiri dan janganlah kamu
mengawini mereka karena mengharap harta
mereka mungkin hartanya itu akan membuat
mereka sombong, tetapi kawinilah mereka
dengan dasar agama dan sesungguhnya
hamba sahaya yang hitam lebih baik asal ia
beragama.” (HR.Baihaqi)
Fiqih Munakahat 27
28 Fiqih Munakahat
BAB III
HUKUM PERNIKAHAN
DAN MEMILIH PASANGAN DALAM ISLAM
A. Hukum Pernikahan
وَ ْ ِﻜ ُﺤﻮا ا ْ َ ﻣَﻰٰ ِﻣ ُ ْْﲂ وَاﻟﺼ ﺎ ِﻟ ِﲔَ ﻣِﻦْ ِﻋﺒَﺎدِﰼُ ْ وَا ﻣَﺎ ُ ِْﲂ ۚ انْ َ ُﻜﻮﻧُﻮا ﻓُﻘَﺮَا َء
۞ ﯾُﻐْﳯِ ِ ُﻢ ا ُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀْ ِ ِ ۗ وَا ُ وَاﺳِ ٌﻊ َ ِﻠ ٌﲓ
Artinya : “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan
Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
mengetahui.”
17
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2013), h. 381
Fiqih Munakahat 29
Begitu banyak pula suruhan Nabi kepada umatnya
untuk melakukan pernikahan. Diantaranya seperti dalam
hadits Nabi dari Anas bin Malik menurut riwayat Ahmad dan
disahkan oleh Ibnu Hibbab sabda Nabi yang artinya:
18
Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh, (Jakarta Timur:
Prenada Media, 2003) h. 78-79
19
Ali Yusuf As-subki, Fiqh keluarga, (Jakarta: Amzah, 2010) h.
12-13
30 Fiqih Munakahat
suasana perkawinan itu berbeda pula, maka secara rinci
jumhur ulama menyatakan hukum perkawinan itu dengan
melihat keadaan orang-orang tertentu. Sebagai berikut:
1. Wajib
20
Amir Syarifiddin. Op.Cit; h.79
21
Sulaiman Rasjid. Op.Cit; h.382
22
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah jilid, (Jakarta: Al-I’tisom, 2008) h.
162-163
Fiqih Munakahat 31
a. Keduanya jelas keberadaannya dan jelas identitasnya.
b. Keduanya sama-sama beragama Islam.
c. Keduanya tidak terlarang melakukan perkawinan.
d. Keduanya telah mencapai usia yang layak untuk
melangsungkan pernikahan.
32 Fiqih Munakahat
Ada persyaratan dalam hadis Nabi ini untuk
melangsungkan perkawinan yaitu kemampuan persiapan
untuk kawin.Kemampuan dan persiapan untuk kawin ini
hanyadapat terjadi bagi orang yang sudah dewasa.
Penjelasan diatas menunjukkan wajib hukumnya
seseorang itu untuk menikah apabila semua syarat sudah
terpenuhi dan dia takut jika tidak menikah akan terjerumus
ke zina. Dan Islam juga menganjurkan untuk tidak
membujang (sendiri), kita tentu mengharapkan agar orang
Islam tidak menjatuhkan diri pada jurang kemaksiatan,
menuruti hawa nafsunya dan mengikuti setan, sehingga
terjerumus kepada perbuatan yang tidak halal berupa sikap-
sikap yang menghancurkan dan dosa-dosa yang merusak.
Sungguh pada diri pemuda terdapat sifat kemudaan, jiwa
dan pikiran yang menyala-nyala untuk mengikuti nafsunya,
mendorong keras untuk memenuhinya dengan tanpa
mempedulikan efek negatif positifnya.
Sudah banyak para pemuda yang mengikuti hawa
nafsunya dan memenuhi kenikmatan dunia semata.Ia
menjatuhkan harga dirinya dalam perbuatan dosa-dosa dan
kemaksiatan yang mengakibatkan kehancuaran. Akibat
perbuatan tersebut adalah hilangnya rasa kemuliaan,
kesempitan setelah kemudahan, harta yang hilang,
kehinaan setelah kedudukan dan kemulian, kelemahan
setelah kekuatan dan kesehatan sempurna.Mereka
tersadarkan setelah tertimpa berbagai dampak yang
ditimbulkan dan berbagai penyakit.
Menyegerakan menikah menjadikan seseorang
mampu menjaga dari iffah, merendahkan dari pandangan-
pandangan haram, memungkinkan untuk mendidik anak-
Fiqih Munakahat 33
anak dan mempersiapkan mereka dengan baik untuk
kehidupan masa depan mereka. Dengan demikian jelaslah
pentingnya keluarga sebagaimana pentingnya pernikahan
itu.23
Akan tetapi, jika hasrat menikahnya besar namun
tak sanggup mamberi nafkah kepada istri, maka hendaknya
menjalankan arahan Allah SWT. Dalam firman-Nya dalam
surat An-Nur ayat 33 :
...ۗ ِ ِ ْوَ ﻟْ َْﺴ ﺘَ ْﻌﻔ ِِﻒ ا ِ ﻦَ َﻻ ﳚَ ِﺪُ ونَ ِﲀَ ًﺎ ﺣَﱴ ٰ ﯾُ ْﻐﻨِﳱَ ُ ُﻢ ا ُ ﻣِﻦْ ﻓَﻀ
Artinya : “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin
hendaklah menjaga kesucian (diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan
karunia-Nya.”
23
Ali Yusuf As-subki, Op.Cit,h. 6
24
Sayyid Sabiq, Op.Cit,h.163
34 Fiqih Munakahat
2. Sunah
3. Haram
4. Makruh
5. Mubah
26
Ibid.h. 163
27
Ibid,h.164
28
Ibid,h.164
36 Fiqih Munakahat
B. Kriteria memilih Pasangan Hidup
Fiqih Munakahat 37
baik, hingga pernikahan justru membuahkan kepahitan dan
menghasilkan kegetiran.29
29
Ibid, h.165
38 Fiqih Munakahat
hendak meminang wanita dari keluarga terhormat dan
cantik tapi mandul.” Rasulullah melarangnya, seraya
berkata: “Menikahlah dengan wanita yang besar rasa
sayangnya dan subur peranakannya. Sesunggguhnya aku
membanggakan banyaknya jumlah kalian kepada umat-
umat lain pada hari kiamat kelak.”
Maksud dari “besar rasa sayangnya” adalah wanita
yang berusaha membuat dirinya disayangi dan dicintai
suaminya, serta berupaya sekuat tenaga agar mendapat
keridhaannya.
Pada dasarnya manusia merindukan dan
mendambakan keindahan, oleh sebab itu Islam tidak
menghilangkan aspek keindahan dan kecantikan sebagai
salah satu kreteria yang menjadi pertimbangan ketika
memilih calon isteri. Alangkah baiknya jika calon isteri masih
gadis perawan, karena belum matang dan belum tahu
banyak tentang seluk beluk lelaki, sehingga akan lebih erat
dihatinya.
Ada satu masalah yang perlu diperhatikan yaitu
meminimalkan kesenjangan antara suami isteri, baik usia,
status sosial, tingkat pendidikan maupun taraf ekonomi.
Minimnya kesenjangan dalam aspek-aspek tersebut dapat
menunjang kelanggengan hubungan kasih dan sayang.
Abu Bakar r.a dan Umar r.a Pernah meminang
Fatimah r.a Kepada Rasulullah SAW, tapi beliau menolaknya
dengan alasan Fatimah itu masih terlalu kecil. Tapi ketika Ali
yang datang meminangnya, maka Rosulullah SAW
menerima dan menikahkannya. Demikian beberapa
tuntunan yang diajarkan Islam agar menjadi petunjuk bagi
orang yang hendak melangsungkan pernikahan. Kita akan
Fiqih Munakahat 39
lebih leluasa mempersipakan anak-anak shalih yang akan
menciptakan kehidupan umat yang lebih baik dan
terhormat.30
Berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW. Membagi
keinginan pernikahan dari segi tujuan pokok dalam
pernikahan pada empat bagian:
30
Ibid. h.165
40 Fiqih Munakahat
berbeda antara individu satu dengan yang lainnya.
Perempuan yang baik agamanya memiliki keutamaan yang
lebih baik daripada kecantikan fisik. Ia dapat menyenangkan
hati dan baik perilakunya.31
31
Ali Yusuf As-subki, Loc Cit ,h. 41
Fiqih Munakahat 41
Wali wanita harus berhati-hati memilih pasangan
hidup bagi buah hatinya. Sehingga ia hanya bersedia
menikahkan dengan laki-laki yang taat beragama, berakhlak
mulia, terhormat dan berkarakter baik. Tepatnya laki-laki
yang mempertahankan tali pernikahan dengannya, maka
akan memperlakukan dengan baik. Dan jika harus
menceraikannya maka akan menceraikanya dengan cara
yang baik pula.
Imam Al-Gahazali menuliskan dalam karyanya, Al-
Ihya’, “bersikap lebih hati-hati dalam menikahkan anak
perempuan jauh lebih penting karena setelah masuk jenjang
pernikahan dia ibarat budak yang tidak mempunya banyak
ruang gerak, sementara suaminya mempunyai wewenang
untuk menceraikannya dalam kondisi apapun. Karena itu
seorang wali menikahkan putrinya dengan seorang lali-laki
zalim, atau fasik atau ahli bid’ah atau pemabuk, berarti telah
merusak agama putrinya sendiri dan mengundang murka
Allah, karena telah memutuskan hak kekeluargaan dan
menentukan pilihan yang buruk
32
Ibid, h.166
42 Fiqih Munakahat
C. Melihat Pasangan yang Dipilih
33
Ibid, h.167
34
Ibid, h.168
Fiqih Munakahat 43
Kebanyakan ulama berpendapat lelaki hanya boleh
memandang wajah dan kedua telapak tangan wanita yang
hendak dipinangnya. Sebab dengan memandang wajah
dapat disimpulkan parasnya cantik atau buruk, sementara
dengan memandang dua telapak tangan dapat disimpulkan
badanya berisi atau kurus. Menurut Dawud, boleh
memandang seluruh tubuhnya. Sedangkan menurut Al-
Auza’i boleh melihat bagian-bagian yang menunjukkan
kepadatan dagingnya.
Hadits-hasits yang ada tidak menentukan bagian-
bagian tubuh wanita mana saja yang boleh dilihat,
melainkan membebaskannya untuk memberi keleluasaan
kepada laki-laki melihat bagian yang dapat memenuhi
tujuannya dengan melihat tersebut.35
35
Ibid, h.168
36
Ibid, h.168
44 Fiqih Munakahat
3. Mengenal sifat-sifat calon pasangan
37
Ibid, h.168
Fiqih Munakahat 45
46 Fiqih Munakahat
BAB IV
WANITA YANG HARAM DI NIKAHI
A. Mahram
Fiqih Munakahat 47
2. Larangan kawin karena hubungan sesusuan.
a. Ibu sususan: yaitu ibu yang menyusui, maksudnya
adalah seorang wanita yang pernah menyusui
seorang anak, dipandang sebagai ibu anak yang
disusui itu, sehingga haram melakukan perkawinan.
b. Nenek susuan: yaitu ibu dari yang pernah
menyusui atau ibu dari suami yang menyusui itu,
suami dari ibu yang menyusui itu dipandang seperti
ayah bagi anak susuan.
c. Bibi susuan: yakni saudara perempuan ibu susuan
atau saudara perempuan suami ibu susuan dan
seterusnya.
d. Kemenakan susuan perempuan, yakni anak
perempuan dari sudara ibu susuan.
e. Saudara susuan perempuan, baik saudara seayah
kandung maupun seibu saja.
48 Fiqih Munakahat
B. Mahram Dalam Surat An-Nisa Ayat 22-24
وَ َﻻ ﺗَ ْﻨ ِﻜ ُﺤﻮا ﻣَﺎ َﻜَﺢَ ٓ َ ؤُﰼُ ْ ﻣِﻦَ اﻟ ِّﺴَ ﺎ ِء اﻻ ﻣَﺎ ﻗَﺪْ ﺳَ ﻠ ََﻒ ۚ اﻧ ُﻪ ﰷَ نَ
ﻓَﺎﺣِﺸَ ًﺔ وَ َﻣ ْﻘ ًﺎ وَﺳَ ﺎ َء ﺳَ ِ ًﻼ ۞ ﺣ ّ ُِﺮﻣ َْﺖ َﻠَﯿ ُ ْْﲂ ﻣ ﻬَﺎ ُ ُْﲂ وَ ﺑَﻨَﺎ ُ ُْﲂ وَ ﺧَﻮَا ُ ُْﲂ
َوَﲻﺎ ُ ُْﲂ وَ ََﺎﻻ ُ ُْﲂ وَ ﺑَﻨ َُﺎت ا ْ خِ وَ ﺑَﻨ َُﺎت ا ْ ﺧ ِْﺖ وَ ﻣ ﻬَﺎ ُ ُُﲂ اﻟﻼ ِﰐ رْﺿَ ْﻌﻨ ُ َْﲂ
وَ ﺧَﻮَا ُ ُْﲂ ﻣِﻦَ اﻟﺮﺿَ ﺎ َ ِﺔ وَ ﻣ ﻬ َُﺎت ِﺴَ ﺎ ُ ِْﲂ وَرَ َ ﺋِﺒ ُ ُُﲂ اﻟﻼ ِﰐ ِﰲ ُﺣﺠُﻮرِ ﰼُ ْ ﻣِﻦْ
ِﺴَ ﺎ ُ ُِﲂاﻟﻼ ِﰐ َد َ ﻠ ُ ْْﱲ ﲠِ ِﻦ ﻓَﺎنْ ﻟَﻢْ َ ُﻜﻮﻧُﻮا َد َ ﻠ ُ ْْﱲ ﲠِ ِﻦ ﻓ ََﻼ ُﺟ َﺎحَ َﻠَﯿ ُ ْْﲂ
وَ ََﻼﺋِ ُﻞ ﺑْﻨَﺎ ُ ُِﲂ ا ِ ﻦَ ﻣِﻦْ ْﺻ َﻼ ُ ِْﲂ وَ نْ ﲡَ ْ َﻤ ُﻌﻮا ﺑ ْ ََﲔ ا ْ ْﺧ ْ َِﲔ اﻻ ﻣَﺎ ﻗَﺪْ
ﺳَ ﻠ ََﻒ ۗ ان ا َ ﰷَ نَ ﻏَﻔُﻮرً ا رَ ِﺣﳰ ًﺎ ۞ وَاﻟْ ُﻤﺤ َْﺼﻨ َُﺎت ﻣِﻦَ اﻟ ِّﺴَ ﺎ ِء اﻻ ﻣَﺎ
َﺎب ا ِ َﻠَﯿ ُ ْْﲂ ۚ وَ ِﻞ ﻟ ُ َْﲂ ﻣَﺎ وَرَ ا َء َذ ﻟ ُ ِْﲂ نْ ﺗَ ْ َ ُﻐﻮا َﻣﻠَﻜ َْﺖ ﯾْﻤَﺎ ُ ُْﲂ ۖ ِﻛﺘ َ
ِﺑ ﻣْﻮَاﻟ ُ ِْﲂ ُﻣﺤْﺼِ ﻨِﲔَ ْ ََﲑ ﻣُﺴَ ﺎ ِﻓ ِﲔَ ۚ ﻓَﻤَﺎ اﺳْ ﺘَ ْﻤﺘَﻌ ُ ْْﱲ ِﺑ ِﻪ ﻣِﳯْ ُﻦ ﻓَ ٓﺗُﻮﻫُﻦ
ُﺟﻮرَ ﻫُﻦ ﻓَﺮِﯾﻀَ ًﺔ ۚ وَ َﻻ ُﺟ َﺎحَ َﻠَﯿ ُ ْْﲂ ِﻓﳰ َﺎ َﺮَاﺿَ ﯿ ُ ْْﱲ ِﺑ ِﻪ ﻣِﻦْ ﺑ َ ْﻌ ِﺪ اﻟْ َﻔﺮِﯾﻀَ ِﺔ ۚ
ان ا َ ﰷَ نَ َ ِﻠﳰ ًﺎ َﺣ ِﻜﳰ ًﺎ ۞
Artinya :
“22. dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang
telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang
telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu Amat keji
dan dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
”ditempuh).
50 Fiqih Munakahat
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.”38
38
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Per-Kata, (Jakarta:
SYGMA 2008), h.81
39
Bin Sayyid Salim,Abu Malik Kamal, Fiqih Sunah untuk
Wanita, (Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat,2007), h. 603
40
Nur Djaman, Fiqih Munakahat,(Semarang: Dina
utama,1993),h.51
Fiqih Munakahat 51
sekandung, seayah atau seibu, dan seterusnya
keatas. 41
e. Bibi dari pihak ibu, mereka adalah saudara-
saudara perempuan ibu dan saudara-saudara
perempuan nenek dari pihak ayah. Seperti anak
perempuan saudara laki-laki atau saudara
perempuan dan seterusnya ke bawah. 42
f. Anak saudara yang perempuan atau( keponakan
perempuan ), mereka adalah anak-anak
perempuan saudara laki-laki atau pun saudara
perempuan dari semua pihak dan seterusnya ke
bawah.
2. Mahram Karena Mushahrah (besanan/ipar)
Atau Sebab Pernikahan
a. Seluruh mazhab sepakat bahwa istri ayah
haram dinikahi oleh anak kebawah, semata-mata
karena adanya akad nikah, baik sudah dicampuri
atau belum. 43
b. Pendapat Jumhuur Ulama Ketika seorang
lelaki mengikat akad nikah dengan seorang
wanita, maka dia haram menikahi ibu wanita
tersebut. 44
41
Bin Sayyid Salim,Abu Malik Kamal, Op.Cit, h. 604
42
Nur Djaman, Fiqih Munakahat, (Semarang: Dina
Utama,1993),h.52
43
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,
(Jakarta:Perbit Lentera,2011),h.327
44
Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim, Fiqih Sunah untuk
Wanita, (Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat,2007) h. 606
52 Fiqih Munakahat
c. Para Imam Mazhab sepakat apabila seorang
telah menikahi seorang anak perempuan maka
haram baginya menikahi ibu anak perempuan itu
untuk selamanya. Apabila ibu dari seorang
perempuan yang dinikahi dan telah dicampuri
maka anak perempuan itu tidak boleh dinikahi
oleh orang yang menikahi ibunya, meskipun anak
perempuan itu tidak berada dalam asuhannya.
Keharaman perempuan mushaharah yaitu
muhrim kareana hubungan perbesanan,
bergantung pada terjadinya percampuran pada
kemaluannya. Hanafi berkata hal demikian bisa
mengakibatkan keharamannya. Bahkan, ia pun
berkata: melihat kemaluan sama dengan
bercampur dalam hal keharaman menikahi
munhahahrah. 45
d. Sabda Nabi, yang berbunyi “kawinlah dengan
keluarga jauh agar tidak lemah”. Dari hadits
tersebut dijelaskan bahwa kita dianjurkan untuk
tidak kawin dengan keluarga dekat dan
sebaliknya kita diharuskan untuk kawin dengan
wanita yang bukan keluarga dekat atau bukan
saudara sendiri. Supaya nanti tidak mendapat
keturunan yang lemah dan menghasilkan
keturunan yang kuat. Oleh karena itu, demi
mendapatkan keturunan yang baik dan kuat,
maka agama melarang mengawinkan saudara
dekat (ibu, bibi, anak, keponakan, dll).
45
Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-
Dimasyqi,Fiqih Empat Mazhab,(Bandung:Hasyimi,2012),h. 327
Fiqih Munakahat 53
Perkawinan dengan keluarga dekat
mengakibatkan hal-hal yang negatif dari kedua
orang itu yang akan dapat berkumpul pada anak-
anaknya nanti sebaliknya bila perkawinan itu
dengan keluarga jauh, maka akan menurunkan
kepada anak yang positif. Kemudian hal-hal yang
positif adalah merupakan suatu sifat yang baik,
kecerdasan dan kekuatan mental serta fisiknya.46
Jadi, dari uraian diatas jelas bahwa, kawin
dengan keluarga dekat itu tidakbisa
menghasilkan keturunan yang baik, maka, dari
itu kita dianjurkan untuk tidak kawin dengan
keluarga dekat.
46
Labib Mz Dan Aqis Qisthi Bil , Risalah Fiqih Wanita,
(Surabaya:Bintang Usaha Jaya, 2005),h. 335
54 Fiqih Munakahat
Dengan demikian, wanita-wanita yang haram
dinikahi oleh seorang lelaki karena hubungan
sepersusuan adalah sebagai berikut :
1) Wanita yang menyusuinya dan ibunya
(karena dia seperti ibunya sendiri).
2) Anak perempuan wanita yang menyusuinya,
baik yang lahir sebelum dirinya maupun
setelahnya (karena mereka seperti saudara-
saudara perempuannya).
3) Saudara perempuan wanita yang
menyusuinya (karena statusnya sama dengan
bibinya).
4) Cucu perempuan wanita yang menyusuinya,
baik dari anak perempuan maupun anak
lelakinya (karena statusnya sama dengan
keponakannya).
5) Ibu suami wanita yang menyusuinya dimana
susu wanita tersebut tersedia karena hamil
dari suaminya itu (karena statusnya sama
dengan neneknya sendiri).
6) Saudara perempuan suami wanita yang
menyusuinya (karena dia sama dengan
bibinya).
7) Anak perempuan (tiri) wanita yang
menyusuinya ( karena dia sama dengan
saudara tirinya).
8) Istri lain suami wanita yang menyusuinya
(karena statusnya sama dengan ibu tirinya).
Fiqih Munakahat 55
9) Istri anak susu haram di nikahi oleh suami
wanita yang menyusuinya (karena statusnya
sama denga istri anakya sendiri (menantu)).
10) Jika yang menyusui adalah perempuan maka
dia haram menikah denga suami wanita yang
menyusuinya, karena statusnya sama dengan
ayahnya; saudara suami wanita yang
menyusuinya, karea dia sama seperti
pamannya; dan ayah suami wanita yang
menyusuinya, karena dia seperti kakeknya
sendiri.
Hukum mahram hanya berlaku bagi orang
yang di susui, tidak berlaku bagi kaum
kerabatnya. Misalnya, saudara perempuan
sepersusuannya tidak menjadi saudara
perempuan bagi saudara kandungnya.47
47
Abu Malik Kamal Bin Sayyid Salim, Fiqih Sunah untuk
Wanita, (Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat,2007),h. 608,610,611
48
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru, 1988), h.
361
56 Fiqih Munakahat
Berdasarkan hadits diatas dapat dirinci
bahwa haramnya wanita dinikahi oleh hubungan
sesusuan ini sebagai berikut :
49
Djuman Nur, Fiqih Munakahat,(Semarang: Dina
Utama,199),h.52-54
Fiqih Munakahat 57
sesusuan seperti keharaman atas keturunan
(nasab)”.
Sesusuan yang diharamkan jiak tidak
mencapai dua tahun. Ini menjadi jelas jika
diikuti sampainya susu sebenarnya pada
rongga yang menyusui dan di anggap
menyusui, berdasarkan sabda Rasulullah ““
tidaklah haram sekali isapan atau 2 kali
isapan”
50
Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga, (Jakarta : Amzah, 2010),
h. 124-125
58 Fiqih Munakahat
toh sudah terjadi, karena itu ceraikanlah dia.”
(HR.Bukhari – Muslim).
51
Djaman Nur, Fiqih Munakahat,(Semarang: Dina
Utama,1993),h.55
Fiqih Munakahat 59
Memang diperkenankan dalam Islam berdasarkan petunjuk
Al-Qur’an berikut ini:
َﺎب ِﻞ ﻟ ُ َْﲂ َ َﺎت ۖ وَﻃَ ﻌَﺎ ُم ا ِ ﻦَ وﺗُﻮا ا ْﻟ ِﻜ ُ اﻟْﯿَﻮْ َم ِﻞ ﻟ ُ َُﲂ اﻟﻄ ِﯿّﺒ
َُﲂ ِﻞ ﻟَﻬُﻢْ ۖ وَاﻟْ ُﻤﺤ َْﺼﻨ َُﺎت ﻣِﻦَ اﻟْﻤُﺆْ ِﻣ َِﺎت وَاﻟْ ُﻤﺤ َْﺼﻨ َُﺎت ﻣِﻦَ ا ِ ﻦْ ُ وَﻃَ ﻌَﺎﻣ
َﺎب ﻣِﻦْ ﻗَ ْﻠ ُ ِْﲂ ا ذَا ٓﺗَ ْ ُﻤُﻮﻫُﻦ ﺟُﻮرَ ﻫُﻦ ُﻣﺤْﺼِ ﻨِﲔَ ْ ََﲑ َ وﺗُﻮا ا ْﻟ ِﻜ
ُ ُ ﻣُﺴَ ﺎ ِﻓ ِﲔَ وَ َﻻ ُﻣ ِ ﺬِي ْﺪَانٍ ۗ وَ ﻣَﻦْ َ ْﻜﻔُﺮْ ِ ْﻻﳝ َﺎنِ ﻓَﻘَﺪْ َﺣ ِ ﻂَ َ َﲻ
۞ ََﺎﴎﻦِ ِ ْوَ ﻫُﻮَ ِﰲ ا ْ ٓﺧِﺮَ ِة ﻣِﻦَ اﻟ
Artinya : “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik.
makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi
Al-kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu
halal (pula) bagi mereka. (dan Dihalalkan
mangawini) wanita yang menjaga kehormatan.
diantara wanita-wanita yang beriman dan
wanita-wanita yang menjaga kehormatan di
antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum
kamu, bila kamu telah membayar mas kawin
mereka dengan maksud menikahinya, tidak
dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa
yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya
dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang
60 Fiqih Munakahat
merugi. Ada yang mengatakan wanita-wanita
yang merdeka.” (Q.S Al-Maidah 5:5)52
52
Ibid, h 33
Fiqih Munakahat 61
Menikah dengan Ahli Kitab hukumnya Makruh sama sekali,
apakah dia seorang dzimmi ataukah penduduk dalam
wilayah perang. Dalam hal yang terakhir itu, hukumnya
lebih berat lagi.Pendapat kedua, hukumnya tidak Makruh,
karena Al-Qur’an telah mendiamkannya sebagai
persetujuan. Mereka menunjukkan ketidaksukaan atas
perkawinan semacam itu di negeri muslim karena bagi
wanita tak terlarang meminum anggur, makan daging babi,
atau pergi ke gereja, padahal cara ini mempengaruhi
kepercayaan dan perilaku anak- anaknya. Sedangkan bagi
Ahli Kitab bukan keharusan kalau kedua orang tuanya dari
golongan Ahli Kitab. Perkawinanya akan tetap sah sekalipun
ayahnya dari Ahli Kitab dan ibunya seorang penyembah
berhala.53
ﻛَﻮْﳖُ َﺎ ﻣ ُْﺴ ِﻠ َﻤ ًﺔ او ِﻛﺘَﺎ ِﺑ َﯿ ًﺔ َﺎﻟ َِﺼ ًﺔ ِذ ِّﻣ ًﺔ,ٍ اَﻧ ُﻪ ُﺸْ َ َﱰ ُط َاﯾْﻀً ِﺎﰱ اﻟْ َﻤ ْﻨﻜُﻮْ َ ﺔ,ِْا َْﲅ
.ﰷَ ﻧ َْﺖ او ﺣﺮْ ﺑِﯿ ًﺔ
Artinya : “Ketahuilah! Bahwa disyaratkan untuk calon istri
hendaknya orang muslimah atau kitabiyah
khalisah, baik dzimmi atau harby.”
وَ ِﲀَ حُ ْ َِﲑﻫَﺎ َِﴩ ِْط اَنْ ﯾُﻌْﲅَ َ ُدﺧُﻮْلُ اَولِ َا َ ﲛِ َﺎ ِﻓ ْ ِﻪ ﻗَ ْﻠَﻬَﺎ وَ ﻟَﻮْ ﺑَﻌْﺪَ اَﻟﺘ ْﺤ ِﺮﯾ ِْﻒ
.َﺮف ُ اِنْ ﲡَ َﻨﺒُﻮْ اﻟْ ُﻤﺤ
53
Ibid,h 34-35.
62 Fiqih Munakahat
Artinya : “Juga halal tapi makruh menikahi wanita ahlul
kitab selain israiliyah dengan syarat diketahuinya
bahwa nenek moyang awal kenasabannya
memasuki agama tersebut sebelum terutusnya
Nabi Isa AS sekalipun setelah terjadi
pengorbanan kitab jika mereka menyingkirkan
perubahan yang palsu itu.”54
54
Aliy As’ad, Fathul Muin, ( Menara Kudus Kota: Kudus,
1979 ) h. 31.
Fiqih Munakahat 63
untuk menguji apakah perempuan yang
berzina benar – benar telah bertaubat.
2. Imam Syafi’i, Imam Abu hanifah dan Imam Malik tidak
mensyaratkan taubat bagi penzina yang akan dinikahi.
3. Imam as-Syaukani berpendapat, ”hadits inimenjadi dalil
bahwa seorang perempuan tidak boleh menikah dengan
lelaki yang telah berzina, demikian juga dengan lelaki
tidak boleh menikahi perempuan yang pernah
melakukan zina. Karena ayat sangat jelas mengatakan
keharamanya.” Ini adalah pendapat yang independen
dari Imam as-Syaukani dia tidak mengikuti pendapat
para imam madzhab.
4. Ulama’ yang lain berpendapat, ”zina merupakan salah
satu hal yang bisa membatalkan sahnya pernikahan.”
Pendapat ini juga di ambil oleh al-Hasan. Saya sendiri
cenderung mengambil pendapat mayoritas ulama.
Adapun kawan, kalian bebas mau mengambil pendapat
yang lain. Ini adalah hukum fiqih bagi mereka yang
pernah berzina.55
55
Ibid, h. 33.
64 Fiqih Munakahat
wanita-wanita yang baik (pula). mereka (yang
dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan
oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka
ampunan dan rezki yang mulia (surga).”
56
Ibd..,
Fiqih Munakahat 65
1 Tahu1974, Undang No 7 Tahun1989, maupun dengan
kompilasi Hukum Islam Tahun 1991. Namun demikian,
kompilasi hukum Islam mengungkapkan larangan terhadap
orang Islam mengawini orang yang tidak beragama Islam
yang diatur dalam Pasal 40 dan 44 KHI.
Pasal 40 KHI :
Dilarang melangsungkan perkawinan antar seorang pria
dengan seorang wanita karena keadaan tertentu:
Pasal 44 KHI :
Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan
dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.
57
Zainuddin Ali, Hukum PerdataIslam ( Jakarta: Sinar Grafika
2006), h 98- 99
66 Fiqih Munakahat
BAB V
Khitbah
A. Pengertian Khitbah
Dalam buku Amir Syarifuddin, Setelah ditentukan
pilihan pasangan yang akan dikawini sesuai dengan kriteria,
langkah selanjutnya adalah penyampain kehendak untuk
menikahi pilihan yang telah ditentukan itu. Penyampaian
kehendak untuk menikahi seseorang itu disebut dengan
khitbah atau yang dalam bahasa Melayu disebut
“peminangan”.58
58
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih,(Jakarta:Kencana
Prenada Media Grop,2003),h.82
59
Ali Yusuf As-Subki, Fiqih
Keluarga,(Jakarta:Amzah,2010),h.66
Fiqih Munakahat 67
Dalam buku Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul
Wahhab Sayyed Hawwas, adalah Khitbah adalah permintaan
seorang laki-laki untuk menguasai seorang wanita tertentu
dari keluarganya dan bersekutu dalam urusan kebersamaan
hidup atau dapat pula diartikan, seorang laki-laki
menampakkan kecintaannya untuk menikahi seorang wanita
yang halal dinikahi secara syara’.60
Dalam buku Ali Yusuf As-Subki , Fiqih Keluarga,
(Jakarta: Amzah, 2010), hlm.66 adalah Khitbah merupakan
pernyataan yang jelas atas keinginan menikah, ia
merupakan langkah-langkah menuju pernikahan meskipun
khitbah tidak berurutan dengan mengikuti ketetapan, yang
merupakan dasar dalam jalan penetapan, dan oleh karena
itu seharusnya dijelaskan dengan keinginan yang benar dan
kerelaan penglihatan.61
Sesungguhnya Islam menjadikan khitbah sebagai
perantara untuk mengetahui sifat-sifat perempuan yang
dicintai, yang laki-laki menjadi tenang terhadapnya, dengan
orang yang diinginkannya sebagai suami baginya sehingga
menuju pelaksanaan pernikahan. Ia seorang yang
menyenangkan untuk ketinggian istrinya secara indrawi dan
maknawi sehingga tidak menyusahkan hidupnya dan
mengeruhkan kehidupanya.62
60
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, Fiqih Munakahat (Khitbah, Nikah, dan Talak) h, 8
61
Ali Yusuf As-Subki , Op.Cit,h.66
62
Musthafa Abdul Wahid, Al-Usrah fi al-Islam, h.29.
68 Fiqih Munakahat
B. Khitbah Yang Diperbolehkan
Dalam buku Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul
Wahhab Sayyed Hawwas, yaitu Dalam peminangan
(khitbah) tidak sah kecuali dua syarat, yaitu seorang wanita
yang baik diakad nikahi dan wanita yang belum terpinang.63
Dalam buku Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul
Wahhab Sayyed Hawwas, yaitu Seorang wanita yang baik
diakad nikahkan pada saat pinangan sehingga dapat
menyempurnakan akad nikah. Karena khitbah berfungsi
sebagai sarana (wasilah) untuk mencapai tujuan, yakni
nikah. Hukum sarana sama dengan hukum tujuan. Jika
tujuan itu tidak disyariatkan maka sarana pun terlarang.
Wanita sebagai objek akad jika ia terlepas dari berbagai
larangan nikah secara syara’ dan tidak haram karena suatu
sebab dari berbagai sebab keharaman. Sebab keharoman
itu ada kalanya kekal abadi seperti ibu, saudara perempuan,
dan saudara perempuan dari pihak bapak maupun ibu
istrinya. Wanita yang haram abadi tidak boleh dinikahi
dalam keadaan bagaimanapun karena sebab keharamannya
bersifat tetap yang tidak akan sirna. Sedangkan wanita yang
diharamkan bersifat temporal tidak boleh dinikahi selama
sebab keharaman itu masih ada namun jika sebab
keharoman itu sudah lenyap, bagi orang yang ingin
menikahinya boleh melakukan khitbah.Misalnya, wanita
murtad kembali masuk Islam, wanita musyrik memeluk
agama Samawi dan wanita yang tertalak yang sudah habis
masa iddahnya.64 Kemudian syarat khitbah yang lain yaitu
63
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, Fiqih Munakahat (Khitbah, Nikah, dan Talak),h.18
64
Ibid, h.19
Fiqih Munakahat 69
seorang wanita yang belum terpinang maka boleh untuk
meminangnya.65
Dari dua syarat diatas dapat dipahami bahwa
khitbah yang diperbolehkan adalah khitbah yang memenuhi
dua syara’ yaitu seorang wanita yang baik untuk
diakadnikahi dan seorang wanita yang belum terpinang.
65
Ibid,h..26
70 Fiqih Munakahat
contohnya dengan mengatakan “saya suka dengan
wanita sepertimu,” atau “jangan kau melupakanku.”
66
Saleh Bin Fauzan, Fiqih Sehari-Hari ,(Jakarta:Gema Insani
Press, 2005), h.645
67
Imam Ibnu Qayyim
Fiqih Munakahat 71
Syeikh Taqiyyuddin berkata, “diperbolehkan
meminang terang terangan atau sindiran bagi orang
yang berhak atas iddahnya (suami), jika ia masih
diperbolehkan untuk menikahinya pada masa iddah
tersebut.”68
Untuk memperjelas permasalahan khitbah
terhadap wanita tertalak dalam masa iddah, berikut ini
akan dipaparkan secara terperinci.
68
Syeikh Taqiyyuddin
72 Fiqih Munakahat
kemudian bisa terlantar karenanya.69 Meminang
wanita dalam masa iddahnya membuat wanita
berbohong, mengaku telah habis masa iddahnya
padahal ia belum habis masa iddahnya
69
Muhammad Abi Zahra, Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah,h.28 dan
Abd Al-Fattah Abi Al’Aynain,Al-Islam wa Al-Usrah, h.111
Fiqih Munakahat 73
mereka dapat menikmati kehidupan yang tenang
dan tentram. Jika peminangan itu dibolehkan,
berati merampas hak suami pencerai dan juga akan
menelantarkan keluarga dan menimbulkan
bencana.
74 Fiqih Munakahat
1. Adanya permusuhan antara peminang dan
keluarga suami yang meninggal
2. Keluarga almarhum menjadi benci dan
memusuhi wanita terpinang jika ia menerima
pinangan seorang setelah wafat suaminya dan
belum habis masa iddahnya.
3. Suami yang telah almarhum mempunyai
kehormatan dan banyak teman, wajib dijaga
dan tidak dapat segera diingkari dari sisi
istrinya.
4. Pinangan secar jelas tidak relevan dengan
kondisi yang seharusnya karena istri sedang
meninggalkan hiasan yang menyolok, bela
sungkawa dan berduka cita atas kematian
suami.
Fiqih Munakahat 75
suaminya telah selesai disebabkan kematian
sehingga tidak ada jalan untuk menyatukan
kembali antar mereka berdua. Oleh karena itu,
tidak ada permusukhan pada hak suami yang
meninggal dalam pinangan sindiran. Masa iddah
wanita karena kematian tidak dihitung berdasarkan
menstruasi atau kesucian, namun berdasarkan
pada kelahiran anak atau empat bulan sepuluh
hari. Dalam hal ini tidak ada kesempatan
berbohong dalam menghitung selesainya iddah.70
َا ذَاﺧَﻄِ ﺐَ َﺪُ ﰼُ ْ اﻣْﺮَ ًة ﻓَﻘَﺪَ رَ نْ َﺮَي ﻣِﳯْ َﺎ ﺑ َﻌ َْﺾ ﻣ َﺎ ﯾ َﺪْ ﻋُﻮْ ُﻩ اﱃ
(ِﲀَ ِ َﻔﻠْ َﯿ ْﻔﻌَﻞْ )رواﻩ ٔﲪﺪ و ٔﺑﻮداود
Artinya : “Dilarang meminang seorang wanita yang
berada dalam pinangan seorang laki-laki
70
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, Fiqih Munakahat (Khitbah, Nikah, dan Talak) h,26
76 Fiqih Munakahat
sampai ia menikahinya atau meninggalkan
pinangannya.” (HR.Bukhari dan Nasa’i)
71
Saleh Bin Fauzan, Fiqih Sehari-Hari ,(Jakarta:Gema Insani
Press, 2005), h.646-648
78 Fiqih Munakahat
menikahi ibu istrinya (mertua) dan neneknya, meskipun
hubungannya jauh.72
Allah swt berfirman: “Diharamkan atas kalian
(menikahi) ibu-ibu kalian, anak-anak perempuan kalian,
saudara-saudara perempuan kalian, saudara-saudara
perempuan bapak kalian, saudara-saudara ibu kalian,
anak-anak perempuan dari saudara-saudara laki-laki
kalian, anak-anak perempuan dari saudara-saudara laki-
laki kalian, anak-anak perempuan dari saudara-saudara
perempuan kalian, ibu-ibu yang menyusui kalian, saudara
perempuan sepersusuan, ibu-ibu istri kalian (mertua),
anak-anak istri kalian yang dalam pemeliharaan kalian
(Maksud dari kata ibu pada awal ayat ini adalah ibu, nenek
dan seterusnya ke atas. Sedangkan yang dimaksud
dengan anak-anak perempuan adalah anak perempuan,
cucu perempuan dan seterusnya ke bawah. Demikian juga
pada yang lainnya. Adapun yang dimaksud dengan “anak-
anak istri kalian berada yang dalam pemeliharaan kalian”,
menurut jumhur ulama, termasuk juga anak tiri yang tidak
dalam pemeliharaannya) dari istri yang telah kalian
campuri. Tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri
kalian tersebut dan sudah kalian ceraikan, maka tidak ada
dosa bagi kalian untuk menikahinya. (Juga diharamkan
bagi kalian) istri-istri anak kandung kalian (menantu) dan
menghimpun dua perempuan yang bersaudara dalam satu
pernikahan, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau.
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (An-Nisa : 23 )
72
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita edisi
Lengkap. (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,1998), h. 413-414
Fiqih Munakahat 79
Diharamkan bagi seorang Muslim menikahi wanita
yang telah dilaknatinya. Hal ini sebagaimana sabda
Rasulullah saw :
80 Fiqih Munakahat
Artinya: “Dan diharamkan juga bagi kalian menikahi
wanita-wanita yang bersuami.” (An-Nisa:
24)
d. Wanita yang sedang menjalani masa iddah, baik
karena perceraian maupun karena kematian
suaminya, sehingga ia menyelesaikan masa iddahnya.
Pada saat menjalani massa iddah tersebut juga
diharamkan untuk melamarnya. Akan tetapi, tidak ada
larangan untuk menyatakannya dengan sindiran,
sebagaimana disebutkan pada firman Allah swt di
dalam surat Al-Baqarah ayat 235.
e. Wanita yang telah ditalak tiga (ba’in) sehingga ia
dinikahi oleh laki-laki lain, yang kemudian berpisah
karena perceraian maupun kematian dan telah
menyelesaikan masa iddahnya. Hal ini sesuai dengan
firman Allah swt di dalam surat Al-Baqarah ayat 230.
f. Wanita yang berzina , sehingga ia benar-benar
bertaubat dari perbuatan tersebut. Hal ini
dilakukannya dengan penuh keyakinan serta telah
menyelesaikan masa iddah dari perzinaannya
tersebut. Sebagaiman firman Allah swt, yaitu :
Fiqih Munakahat 81
berbuat zina, demikian pula sebaliknya).”
(QS.An-Nur: 3)73
73
Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita edisi
Lengkap. (Jakarta: Pustaka Al-Kausar,1998), h.415-416
82 Fiqih Munakahat
Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari
kakeknya, ia berkata ; bahwa Murtsid bin Abi Murtsid Al-
Ghanawi pernah membawa beberapa tawanan ke
Makkah, sedang di Makkah terdapat seorang wanita
pelacur bernama ‘Anaq, yang merupakan temen
dekatnya. Ia (Murtsid) mengatakan, bahwa ia datang
untuk menemui Nabi saw. Lalu ia bertanya kepada
beliau: “Wahai Rasulullah, apakah aku boleh menikahi
‘Anaq? Maka beliau pun terdiam. Kemudian turunlah
ayat: “Dan wanita yang berzina tidak boleh dinikahi
melainkan oleh laki-laki yang berrzina atau laki-laki
musyrik. “Selanjutnya beliau memanggilnya dan
membacakan ayat tersebut seraya berkata: “Janganlah
engkau menikahinya.” (HR. Imam Ahmad dan Abu
Dawud)
Dari Abu Hurairah saw, ia menceritakan; bahwa
Rasulullah saw bersabda:“Tidaklah boleh seorang yang
berzina dan telah didera menikah, melainkan dengan
orang yang semisal dengannya.” (HR. Abu Dawud)74
75
HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah.
76
Saleh Bin Fauzan, Fiqih Sehari-Hari ,(Jakarta:Gema Insani
Press, 2005), h.644-645
84 Fiqih Munakahat
aku meminang perempuan dan ia melihatnya yang
akan mendorong untuk menikahnya, maka
lakukanlah”.77
Para ulama berkata: “Dibolehkan bagi orang yang
hendak meminang seorang wanita yang
kemungkinan besar pinangannya diterima, untuk
melihat apa yang lazimnya nampak dengan tidak
berkholwat (berduaan) jika aman dari fitnah”.
Dalam hadits Jabir, dia berkata: “Aku
(berkeinginan) melamar seorang gadis lalu aku
bersembunyi untuk melihatnya sehingga aku bisa
melihat darinya apa yang mendorongku untuk
menikahinya, lalu aku menikahinya” (HR. Abu
Dawud, no.2082).
Hadits ini menunjukkan bahwa Jabir tidak
berduaan dengan wanita tersebut dan si wanita tidak
mengetahui kalau dia dilihat oleh Jabir. Dan tidaklah
terlihat dari wanita tersebut kecuali yang biasa
terlihat dari tubuhnya. Hal ini rukhsoh (keringanan)
khusus bagi orang yang kemungkinan besar
pinangannya diterima. Jika kesulitan untuk
melihatnya, bisa mengutus wanita yang dipercaya
untuk melihat wanita yang dipinang kemudian
menceritakan kondisi wanita yang akan dipinang.78
Berdasarkan apa yang diriwayatkan bahwa
Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus Ummu
Sulaim untuk melihat seorang wanita. (HR. Ahmad)
77
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Kencana
Prenada Media Grop2003).h 85
78
Maktabah Abu Salma al-Atsari, Bekal-Bekal Pernikahan
Menurut Sunah Nabi,h.7
Fiqih Munakahat 85
Barang siapa yang diminta untuk menjelaskan
kondisi peminang atau yang dipinang, wajib baginya
untuk menyebutkan apa yang ada padanya dari
kekurangan atau hal lainnya, dan itu bukan termasuk
ghibah.79
وَ ﻗُﻞْ ِﻠْﻤُﺆْ ِﻣ َِﺎت ﯾَﻐْﻀُ ﻀْ ﻦَ ﻣِﻦْ ﺑ َْﺼﺎرِﻫِﻦ وَﳛَ ْ ﻔَﻈْ ﻦَ ﻓُﺮُ و َ ُﻦ وَ َﻻ
ۖ َﴬْﻦَ ِ ُﲞ ُﻤ ِﺮﻫِﻦ َ َٰﲆ ُﺟ ُﻮﲠِ ِﻦ
ِ ْ ﯾُ ْﺒ ِﺪ ﻦَ زِﯾ َﳤَ ُﻦ اﻻ ﻣَﺎ ﻇَ ﻬَﺮَ ﻣِﳯْ َﺎ ۖ وَ ﻟْﯿ
79
Ibid.,h.7
80
Amir Syarifuddin, Op Cit.h.85
86 Fiqih Munakahat
وَ َﻻ ﯾُ ْﺒ ِﺪ ﻦَ زِﯾ َﳤَ ُﻦ اﻻ ِﻟ ُﺒ ُﻌﻮ َﳤِ ِﻦ وْ ٓ َ ﲛِ ِﻦ وْ ٓ َ ِء ﺑُ ُﻌﻮ َﳤِ ِﻦ وْ ﺑْﻨَﺎﲛِ ِﻦ
ْوْ ﺑْﻨَﺎ ِء ﺑُ ُﻌﻮ َﳤِ ِﻦ وْ ا ﺧْﻮَاﳖِ ِﻦ وْ ﺑ َِﲏ ا ﺧْﻮَاﳖِ ِﻦ وْ ﺑ َِﲏ ﺧَﻮَاﲥِ ِﻦ و
َِﺴَ ﺎﲛِ ِﻦ وْ ﻣَﺎ َﻣﻠَﻜ َْﺖ ﯾْﻤَﺎﳖُ ُﻦ ِو اﻟﺘﺎ ِﺑﻌِﲔَ ْ َِﲑ ِوﱄ ْاﻻرْ ﺑ َ ِﺔ ﻣِﻦ
اﻟﻄﻔْﻞِ ا ِ ﻦَ ﻟَﻢْ ﯾ َﻈْ ﻬَﺮُ وا َ َٰﲆ ﻋَﻮْ رَ ِات اﻟ ِّﺴَ ﺎ ِء ۖ وَ َﻻ ِّ ّ ِاﻟﺮ َﺎلِ ِو
َﴬْﻦَ ِﺑ رْ ُ ِﻠﻬِﻦ ِﻟ ُﯿﻌْﲅَ َ ﻣَﺎ ﳜُ ْ ﻔِﲔَ ﻣِﻦْ زِﯾ َﳤِ ِﻦ ۚ وَ ﺗُﻮﺑُﻮا َاﱃ ا ِ َﲨِﯿﻌًﺎ ِ ْﯾ
۞ ََﻠﲂ ﺗُ ْﻔ ِﻠﺤُﻮن
ْ ُ ﯾ َﻪ اﻟْﻤُﺆْ ِﻣ ُﻮنَ ﻟَﻌ
Artinya :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya,
dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan
hendaklah mereka menutupkan kain kudung
kedadanya, dan janganlah Menampakkan
perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau
saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera
saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara
perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau
budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-
pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan
(terhadap wanita) atau anak-anak yang belum
mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang
mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.”
Fiqih Munakahat 87
Ibnu Abbas menafsirkan kalimat “apa yang
bisa terlihat darinya” dimaksudkan wajah dan
kedua telapak tangan. Mereka juga menyatakan,
pandangan disini diperbolehkan karena kondisi
darurat maka hanya sekadarnya, wajah
menunjukkan keindahan dan kecantikan,
sedangkan kedua telapak tangan menunjukkan
kehalusan dan kelemahan tubuh seseorang.
Tidak boleh memandang selain kedua anggota
tubuh tersebut jika tidak ada darurat yang
mendorongnya.81
81
Mughni Al-Muhtaj, Jus 3 h.127; Ibn Qudamah, Al-Mughni,
Jus 7, h.53; Bidayat Al-Mujtahid, jus 2, h.3 dan Nail Al-Authar, jus
6,h.94
88 Fiqih Munakahat
diperbolehkan memandang yang lain karena
sama-sama tampak seperti halnya wajah.82
Ulama Hanafiyah dan Hambaliyah yang
masyhur mazhabnya berpendapat, kadar
anggota tubuh yang diperbolehkan untuk dilihat
adalah wajah, kedua telapak tangan dan kaki,
tidak lebih dari itu. Memandang anggota tubuh
tersebut dipandang cukup bagi orang yang ingin
mengetahui kondisi tubuhnya. Menyingkap dan
memandang wanita lebih dari anggota tersebut
akan menimbulkan kerusakan dan maksiat yang
pada umumnya diduga maslahat.83
85
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Anshori Umar
Sitanggal, h.363
90 Fiqih Munakahat
Dari Mughirah bin Syu’bah, ia berkata :
“Aku pernah melamar seorang wanita, lalu Nabi
saw berkata: Lihatlah ia. Karena, yang demikian
itu akan melanggengkan kasih sayang antara
kalian berdua.” (HR. An-An-Nasa’i, Ibnu Majah
dan At-Tirmidzi).
Dari Aisyah saw, ia menceritakan;
Rasululah saw pernah berkata kepadaku: “Aku
telah melihatmu dalam mimpiku dibawa oleh
malaikat dengan ditutup oleh kain sutera. Lalu
malaikat itu mengatakan kepadaku: Ini adalah
istrimu. Maka aku pun membuka kain penutup
yang menutupi wajah wanita itu. Tiba-tiba yang
muncul adalah kamu (Aisyah). Selanjutnya
engkau pun berkata: Apabila ini berasal dari sisi
Allah, maka biarlah Allah meneruskannya,” (HR.
Imam Al-Bukhari)86
86
Muhammad Ali, Fiqih, (Bandar Lampung: Anugrah Utama
Raharja, 2013), h: 147
Fiqih Munakahat 91
yakni manusia yang dimuliakan Allah sebagaimana firman-
Nya (QS.Al-Isra’ (17): 70) :
َﺎت
ِ وَﲪﻠْﻨَﺎﱒُ ْ ِﰲ اﻟ َ ِّْﱪ وَاﻟْ َﺒ ْﺤ ِﺮ وَرَ زَ ْﻗ َﺎﱒُ ْ ﻣِﻦَ اﻟﻄ ِﯿّﺒ
َ َ وَ ﻟَﻘَﺪْ ﻛَﺮ ْﻣ َﺎ ﺑ َِﲏ ٓ َد َم
۞ وَ ﻓَﻀ ﻠْﻨَﺎﱒُ ْ َ َٰﲆ َﻛ ِﺜ ٍﲑ ﻣِﻤﻦْ َ ﻠَ ْﻘ َﺎ ﺗَﻔْﻀِ ًﯿﻼ
Artinya : “Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-
anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan
di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-
baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan.”
87
Abd Al-Fattah Abi Al’Aynain, Al-Islam wa Al-Usrah;
Dirasah Muqaranah fi Dhaw Al-Madzahib Al-Fiqhiyyah wa Qawanin
Al-Ahwal Asy-Syakhshiyah, ‘Aqad Az-Zawaj, h.100
92 Fiqih Munakahat
Khitbah sebagai perantara untuk mengetahui sifat-
sifat perempuan yang dicintai, yang laki-laki menjadi tenang
terhadapnya, dengan orang yang diinginkannya sebagai
manusia baginya sehingga menuju pelaksanaan pernikahan.
Ia seorang yang menyenangkan untuk ketinggian istrinya
secara indrawi dan maknawi sehingga tidak menyusahkan
hidupnya dan mengeruhkan kehidupannya.88
88
Saleh al-Fauzan,Al-Mulakhkhasul Fiqhi,(Tp,2006),h.66
89
Abu Malik Kamal Bin Sayyid Salim,Fiqih Sunah Untuk
Wanita, (Jakarta:Al-I’thisom Cahaya Umat,2007), h. 634
Fiqih Munakahat 93
94 Fiqih Munakahat
BAB VI
Wali Nikah
A. Pengertian Wali
90
Tiham dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat : Kajian Fikih
Nikah Lengkap, (Jakarta: PT RajaGrafindo Press, 2009), h. 89-90.
Fiqih Munakahat 95
untuk orang gila, anak yang masih kecil, safih, dan
bangkrut.91
Yang dimaksud dengan wali dalam perkawinan
adalah seseorang yang bertindak atas nama mempelai
perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah dilakukan
oleh dua pihak yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh
mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang
dilakukan oleh walinya.
ُﴩ َﻛ ٍﺔ
ِ ْ وَ َﻻ ﺗَ ْﻨ ِﻜ ُﺤﻮا اﻟْﻤ ُْﴩِﰷَ ِت ﺣَﱴ ٰ ﯾُﺆْ ﻣِﻦ ۚ وَ َ َﻣ ٌﺔ ﻣُﺆْ ِﻣ َ ٌﺔ ْ ٌَﲑ ﻣِﻦْ ﻣ
ُﴩﻛِﲔَ ﺣَﱴ ٰ ﯾُﺆْ ِﻣ ُﻮا ۚ وَ ﻟَ َﻌ ْﺒ ٌﺪ ﻣُﺆْ ﻣِﻦٌ ْ ٌَﲑ
ِ ْ وَ ﻟَﻮْ ﲺْ َ َﺒﺘ ُ ْْﲂ ۗ وَ َﻻ ﺗُ ْﻨ ِﻜ ُﺤﻮا اﻟْﻤ
ﻣِﻦْ ﻣ ُْﴩِكٍ وَ ﻟَﻮْ ﲺْ َ ﺒ ُ َْﲂ ۗ وﻟَـ ﺌِﻚَ ﯾ َﺪْ ﻋُﻮنَ َاﱃ اﻟﻨﺎرِ ۖ وَا ُ ﯾ َﺪْ ﻋُﻮ َاﱃ
۞ َِﻠﻨﺎس ﻟَﻌَﻠﻬُﻢْ ﯾَﺘَﺬَﻛﺮُ ون ِ اﻟْﺠَﻨ ِﺔ وَاﻟْ َﻤ ْﻐﻔِﺮَ ِة ِ ْذ ِﻧ ِﻪ ۖ وَ ﯾُﺒ ِ ّ َُﲔ ٓ َ ِﺗ ِﻪ
91
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006), h. 166.
96 Fiqih Munakahat
Artinya: “...janganlah kamu menikahkan anak-anak
perempuanmu dengan laki-laki musyrik.
Sesungguhnya hamba sahaya mukmin lebih bail
dari laki-laki musyrik walaupun dia menarik hati
kamu.”
وَا ذَا ﻃَ ﻠﻘ ُ ُْﱲ اﻟ ِّﺴَ ﺎ َء ﻓَ َﻠَﻐْﻦَ َ ﻠَﻬُﻦ ﻓ ََﻼ ﺗَﻌْﻀُ ﻠُﻮﻫُﻦ نْ ﯾ َ ْﻨ ِﻜﺤْﻦَ زْوَ ا َ ُﻦ
ُوف ۗ َذ ِ َ ﯾُﻮ َﻋﻆُ ِﺑ ِﻪ ﻣَﻦْ ﰷَ نَ ِﻣ ُ ْْﲂ ﯾُﺆْ ﻣِﻦ ِ ُا ذَا َﺮَاﺿَ ﻮْا ﺑ َ ْﳯَ ُﻢْ ِ ﻟْ َﻤﻌْﺮ
ِ ِ وَاﻟْﯿَﻮْ ِم ا ْ ٓ ِﺧ ِﺮ ۗ َذ ﻟ ُ ِْﲂ زْ َ ٰﰽ ﻟ ُ َْﲂ وَ ﻃْ ﻬَﺮُ ۗ وَا ُ ﯾَﻌْﲅَ ُ وَ ﻧ ُ ْْﱲ َﻻ
۞ َﺗَ ْﻌﻠَﻤُﻮن
Artinya: “Apabila kamu mentalak istri-istrimu dan habis
iddahnya maka janganlah kamu (para wali)
menghalangi mereka kawin dengan bakal suami
mereka.”
Fiqih Munakahat 97
Jumhur ulama menggunakan ayat pertama diatas
sebagai dalil yang mewajibkan wali dalam perkawinan dan
menguatkan pendapatnya itu dengan serangkaian hadist-
hadist dibawah ini:
92
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), h. 90-92
93
Tiham dan Sohari Sahrani, Loc.Cit.,h. 90.
98 Fiqih Munakahat
bahwa wali itu adalah ahli waris dan diambil dari garis ayah,
bukan dari garis ibu.94
Para ulama mazhab sepakat bahwa wali anak kecil
adalah ayahnya, sedangkan ibunya tidak mempunyai hak
perwalian, kecuali menurut pendapat sebagian ulama Syafi’i.
Selanjutnya para ulama mazhab berbeda tentang wali yang
bukan ayah.95
Diantara orang yang dapat menjadi wali bagi calon
mempelai wanita adalah sebagai berikut:96
1. Ayahnya
2. Kakeknya, atau ayah dari ayahnya terus keatas
3. Anak laki-lakinya, cucunya terus kebawah
4. Saudara laki-laki sekandung (seayah dan seibu)
5. Saudara laki-laki seayah
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki, baik sekandung
maupun seayah saja
7. Paman (saudara kandung ayah)
8. Paman (dari saudara seayah dengan ayahnya)
9. Anak laki-laki dari paman (sekandung dengan ayah,
atau hanya seayah dengan ayahnya)
10. Laki-laki terdekat dari saudaranya yang ada, dilihat dari
garis ahli warisnya
11. Majikan yang memerdekakannya
12. Orang yang berkuasa yang dapat dipercayainya
(Hakim)
94
Ibid.
95
Abd. Rahman Ghazaly, Loc.Cit.,h. 166.
96
Saleh al Fauzan, Fiqih Sehari-hari, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2005), h. 651-652.
Fiqih Munakahat 99
Jumhur Ulama membagi wali itu kepada dua
kelompok:97
1. Wali dekat atau wali qarib yaitu ayah dan kalau tidak
ada ayah pindah kepada kakek. Keduanya mempunyai
kekuasaan yang mutlak terhadap anak perempuan yang
akan dikawinkannya. Ia dapat mengawinkan anaknya
yang masih berada dalam usia muda tanpa minta
persetujuan dari anaknya tersebut. Wali dalam
kedudukan seperti ini disebut wali mujbir.
2. Wali jauh atau wali ab’ad. Yang menjadi wali jauh ini
secara berurutan adalah:
a. Saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada pindah
kepada
b. Saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada pindah
kepada
c. Anak saudara laki-laki kandung, kalau tidak ada
pindah kepada
d. Anak saudara laki-laki seayah, kalau tidak ada
pindah kepada
e. Paman kandung, kalau tidak ada pindah kepada
f. Paman seayah, kalau tidak ada pindah kepada
g. Anak paman kandung, anak paman seayah.
h. Ahli waris kerabat lainnya kalau ada.
i. Sultan atau wali hakim yang memegang wilayah
umum.
97
Amir Syarifuddin, Loc.Cit.,h. 92-93.
100 Fiqih Munakahat
Orang-orang yang berhak menjadi wali98 :
98
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,
(Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h 75.
99
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam
Depaetemen Agama, Ilmu Fiqh, (Jakarta: IAIN Jakarta, 1985), h. 100.
Fiqih Munakahat 101
1. Beragama Islam. Wali juga harus beragama
Islam, sebab orang yang bukan beragama Islam
tidak boleh menjadi walinya orang Islam. Allah
SWT berfirman :
100
Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat, (Bandung:
CV Pustaka Setia, 1999), h. 83.
101
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2007), h.384.
102 Fiqih Munakahat
2. Baligh dan Berakal
Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak
kecil atau orang gila tidak berhak menjadi wali.Ini
merupakan syarat umum bagi seseorang yang
melakukan akad.102
3. Merdeka
Syarat menjadi seorang wali tentunya ia harus
merdeka, karena kewalian tidak akan sah jika dipegang
budak baik budak mutlak maupun muba’adl, karena
sifat kekurangannya.103
.اﻧ ُﻪ ﯾ َِﲆ: ْوَ ﻗَﺎ َل ﺑَﻌْﻀُ ﻬُﻢ. ٍ)) َﻻ ِﲀَ حَ اﻻﺑِﻮَ ِ ٍ ّﱄ ﻣُﺮْ ﺷِ ﺪٍ(( يْ َﺪْ ل
“tidak ada nikah kecuali dengan adanya seorang wali yang
mursyid. Yakni yang adil.”
102
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2010), h. 93.
103
Aliy As’ad, Terjemah Fat-Hul Mu’in, (Yogyakarta: Menara
Kudus, 1977), h. 44.
Fiqih Munakahat 103
Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mengatakan
bahwa orang yang fasik boleh menjadi wali nikah. Pendapat
yang dipulih oleh Imam Nawawi sama halnya dengan
pendapat Ibnu Shalah dan As Subuki, yaitu apa yang
difatwakan oleh Imam Ghazali, bahwa tugas sebagai wali
masih tetap berapa pada wali yang fasik. Bilamana hak
tersebut dicabut darinya, maka akan berpindah ketangan
hakim yang fasik pula.104
D. Urutan Wali
104
Zainuddin bin Abdul Aziz al-Malibari al-Fannani,
Terjemahan Fat-Hul Mu’in, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2005), h.
1219-1220.
105
Abd. Rahman Ghazaly, Loc.Cit.,h. 169.
104 Fiqih Munakahat
atau seayah, kemudian anak lakinya, kemudian ashabah-
ashabah lainnya.106
1. Ayah
2. Ayahnya ayah (kakek) terus keatas,
3. Saudara laki-laki seayah seibu,
4. Saudara laki-laki seayah saja,
5. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah seibu,
6. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah,
7. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki
seayah seibu,
8. Anak laki-laki dari anak laki-laki saudara laki-laki
seayah,
9. Anak laki-laki no. g
10. Anak laki-laki no. h dan seterusnya,
11. Saudara laki-laki ayah, seayah seibu,
12. Saudara laki-laki ayah, seayah saja,
13. Anak laki-laki no. k
14. Anak laki-laki no. l
15. Anak laki-laki no. m. Dan seterusnya.
109
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Mazhab,
(Jakarta: Lentera Anggota IKAPI, 2011), h. 347-349.
108 Fiqih Munakahat
E. Wali ‘Adhal
F. Saksi
110
Slamet Abidin dan Aminuddin, Loc.Cit.,h. 96.
111
Tihami dan Sohari Sahrani, Loc.Cit.,h. 102-103.
112
Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam., h. 75.
Fiqih Munakahat 109
syafi’I menyatakan bahwa saksi dalam akad nikah itu
merupakan rukun dari pernikahan.113
Menurut imam maliki dan para sahabatnya bahwa
saksi dalam akad nikah itu tidak wajib dan cukup di
umumkan. Allah tidak menyebutkan didalam Al-Quran
tentang adanya syarat mempersaksikan dalam suatu
pernikahan. Karena itu tentulebihbaik jika masalah
mempersaksikan tidak termasuk salahsatu syaratnya, tetapi
cukuplah diberitahukan dan disiarkan saja guna
memperjelas keturunan.
G. Syarat-syarat Saksi
1. Islam
Orang yang tidak beragama islam tidak sah
menjadi saksi.115 Kecuali terhadap sesuatu yang
telah diberikan pengecualiyan oleh mushanif setelah
menerangkan keenam syarat.116 Menurut imam
ahmad, imam asy-syafi’I dan Muhammad ibn hasan,
saksi dalam perniklahan priya dan wanita muslim
adalah orang islam. Abu hanafiah dan abu yusuf
113
Slamet Abidin dan Aminudin, Fiqih Munakahad
1,(Bandung: Pustaka Setia, 1999) h.99
114
Ibid. h 100
115
Sulaiman Rasyid. Fiqih Islam. (Bandung: Sinar Baru
Algensindo. 2012) h.384
116
Achmad Sunarto. Terjemah Fat-Hul Qorib. (Surabaya: Al-
Hidayah. 1992) h.31
110 Fiqih Munakahat
menyatakan bahwa pernikahan seoarang laki-laki
muslim dan seorang ahli kitab maka saksinya boleh
dua orang ahli kitab.117
2. Baligh
Maka tidak sah anak kecil menjadi saksi.
Sudah berumur minimal 15 tahun.
3. Merdeka
Maka tidak sah seorang budak menjadi saksi
dalam pernikahan, tetapi dia boleh menerima dalam
pernikahan. Abu Hanifah dan Syafi’I mensyaratkan
orang yang menjadi saksi harus orang-orang yang
merdeka. Tetapi imam ahmad membolehkan orang
yang tidak merdeka menjadisaksi, karena didalam Al-
Quran maupun hadis tidak ada ketertangan yang
menolak budak untuk menjadi saksi, selain dia jujur
serta amanah dalam kesaksian.
4. Adil
Imam hanafi mengatakan bahwa saksi dalam
perkawinan disyratkan harus adil, jadi perkawinan
yang disaksiakn oleh dua fasiq hukumnya sah.
Golongan syafi’iyah berpendapat bahwa saksi itu
harus orang yang adil sebagaimana disebutklan
dalam hadist.
117
Djamaan Nur. Fiqih MUnakahat. (Semarang: Dina Utama.
1992) h. 63
Fiqih Munakahat 111
Jadi, pernikahan yang disaksikan oleh dua orang
yang tidak adil, hukumnya tetap sah.Setiap orang
yang sudah pantas menjadi saksi, boleh menjadi
saksi, maksud adanya saksi adalah untuk diketahui
umum.118
5. Berakal Sehat.
Maka tidak sah orang gila menjadi saksi, baik
gilanya terus-menerus ataupun kumat-kumatan
(kadang-kadang).119
6. Laki-laki
Maka tidak sah wali perempuan dan orang
banci.120 Akad nikah akan sah apabiula disaksikan
oleh dua orang. Golongan syafi’iyah dan hambali
mensyaratkan bahwa saksi itu harus terdiri atas laki-
laki.Akad nikah dengan seorang laki-laki dan
duaorang perempuan juga tidak sah.
118
Slamet Abidin dan Aminudin.Loc cit
119
Achmad Sunarto. Loc cit
120
Ibid
112 Fiqih Munakahat
Abu Ubaid meriwayatkan dari Zuhri, “ tidak
berlaku contoh dari Rosullah SAW. Bahwa
perempuan tidak boleh menjadi saksi dalam akad
nikah, talak dan pidana.Akad nikah bukanlah suatu
perjanjian kebendaan, dan yang biasanya
menghindari adalah kaum laki-laki.Karena itu, tidak
sah akad nikah yang disaksikan oleh dua orang
perempuan.
Akan tetapi golongan hahafiah tidak
demikian. Mereka tiodak mensyaratkan saksi harius
laki-laki, tetpi kesaksian dua orang laki-laki atau
seorang laki-laki den gan dua orang perempuan
adalah sah 121sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah yang artinya :
121
Slamet Abidin dan Aminudin.Loc cit
Fiqih Munakahat 113
7. Dua orang saksi Memahami Bahasa Yang
Digunakan
Mengetahui bahasa yang digunakan wali
nikah dan calon suami (bahasa dalam ijab dan
qobul).122
122
Abul Hiyadh. Terjemah Fat-Hul Mu’in.(Surabaya: Al-
Hidayah. 1993) h. 42
123
Ibid. h 101
124
Ibid
114 Fiqih Munakahat
Imam syafi’I mengatakan bahwa syarat-syarat saksi
adalah:125
125
Ibid
Fiqih Munakahat 115
116 Fiqih Munakahat
BAB VII
Aqad Nikah
A. Rukun Nikah
Rukun yang pokok dalam pernikahan, adalah
ridhanya laki-laki dan perempuan dengan persetujuan
keduanya untuk mengikat hidup berkeluarga, oleh karena
itu untuk membentuk hubungan suami istri disebut Ijab dan
peryataan kedua dinyatakan oleh pihak yang mengadakan
aqad untuk menyatakan rasa ridha serta setujunya disebut
qabul
Kata rukn secara bahasa berarti sisi terkuat yang
menjadi pegangan sesuatu.Secara istilah rukn adalah
sesuatu yang menjadi bagian hakikat sesuatu.Sesuatu itu
tidak dapat ditemui kecuali dengannya, seperti ruku’ dalam
shalat.
Adapun rukun akad dalam pernikahan adalah
sebagai berikut :
1. Dua orang yang berakad;
2. Yang diakadkan keduanya;
3. Sighat “ijab dan qabul”
126
Ali Yusuf As-Subkhi. Fiqh Keluarga. ( Jakarta:Amzah,
2010). h. 100
127
Amir Syarifuddin. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia
Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan.( Jakarta:
Kencana.2009). h. 65
118 Fiqih Munakahat
B. Syarat Ijab Qabul
128
Tihami. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap.
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2009). h. 86
129
Ali Yusuf As-Subkhi. Fiqh Keluarga. (Jakarta:Amzah, 2010). h.
101
120 Fiqih Munakahat
dengan baik oleh kedua belah pihak dan dua orang
saksi.
Hanafi membolehkan ada jarak antara ijab dan
qabul asal masih didalam suatu majelis dan tiada hal-
hal yang menunjukkan salah satu pihak berpaling dari
maksud akad itu.130
130
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
Ilmu Fiqh. (Departemen Agama: Jakarta.1985). h. 98
131
Sayyid Sabiq. Fikih Sunnah 6. (Bandung:PT Al-Maarif). h.45
132
Ibid ,h 101
Fiqih Munakahat 121
kalimat yang maksudnya menyatakan terjadinya
pelaksanaan akad nikah sekalipun kata-katanya ada
yang tidak dapat dipahami.Karena yang menjadi
pertimbangan disini adalah maksud dan niat, bukan
mengerti setiap kata-kata yang dinyatakan dalam ijab
dan qabul.133
133
Tihami. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap.
(Jakarta:PT Raja Grafindo Persada. 2009). h.88
134
Ibid. h.45
122 Fiqih Munakahat
itu karena penerimaanya mencakup sesuatu yang lebih
tepat.135
Ucapan qabul hendaknya tidak menyalahi
ucapan ijab. Artinya maksud dan tujuan adalah sama,
kecuali kalau kabulnya sendiri lebih baik dari pada
ijabnya dan menunjukkan pernyataan persetujuan yang
lebih tegas. Jika pengijab mengatakan, “Saya kawinkan
kamu dengan anak perempuan saya, dengan mahar
seratus ribu rupiah.”Lalu penerima menjawab,” Aku
menerima nikahnya dengan dua ratus ribu rupiah.”Maka
nikahnya sah, sebab kabulnya memuat hal yang lebih
baik (lebih tinggi nilainya) dengan yang dinyatakan
pengijab.136
135
Ali Yusuf As-Subkhi. Fiqh Keluarga. Op.Cit. h 101
136
Tihami. . Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah Lengkap.
Op.Cit. h 88
137
Ibid. h.86
138
Sayyid Sabiq.Loc Cit. h. 43
Fiqih Munakahat 123
C. Lafadz Ijab Qabul
139
Ibid,h. 45-46
124 Fiqih Munakahat
mazhab Hanafi menggunakan dalil berupa riwayat yang
dimuat dalam Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.
Maliki dan Hambali berpendapat: Akad nikah
dianggap sah jika menggunakan lafal Al-Nikah dan Al Zawaj
serta lafal-lafal bentukannya. Juga dianggap tidak sah
dengan lafal-lafal Al-Hibah, dengan syarat harus disertai
penyebutan mas kawin, selain kata-kata tersebut diatas
tidak dianggap sah. Dalil yang mereka gunakan bagi sahnya
akad dengan menggunakan lafal Al-Hibah adalah ayat Al-
Qur’an berikut ini :
140
Muhammad Jawad Mughniyah. Fiqh Lima Mazhab.
(Jakarta:Lentera. 2011). h 309-310
Fiqih Munakahat 125
Ibnu Qudamah dalam kitab Mughni
mengatakan: Bagi orang yang mampu mempergunakan
bahasa Arab dan ijab qabulnya, tidak sah
mempergunakan selain bahasa Arab. Demikianlah salah
satu dari pendapat Imam Syafi’I.menurut Imam Abu
Hanifah boleh, sebab ia telah menggunakan kata-kata
tertentu yang digunakan dalam ijab qabul sebagaimana
juga dalam bahasa Arab. Tapi bagi kami (Ibnu
Qudamah) tidak menggunakan kata-kata Arab “nikah
dan tazwij”, padahal ia mampu, hukumnya tidak sah.
Adapun orang-orang yang tidak pandai bahasa Arab ia
bolah menggunakan bahasanya sendiri, karena bahasa
lain memang ia tidak mampu, sehingga kewajibannya
menggunakan lafaz Arab gugur, seperti bagi orang
yang bisu. Tetapi perlu ia menggunakan lafaz lain yang
khusus yang maknanya sama dengan lafaz Arab yang
digunakan dalam ijab qabul, dan bagi orang yang tidak
pandai berbahasa Arab tidak wajib mempelajari kata-
kata ijab qabul dalam bahasa Arab ini. Tetapi Abu
Khattab berkata : Ia wajib belajar, sebab bahasa Arab
termasuk syarat sahnya ijab qabul, yang karena itu bagi
orang yang mampu wajib mempelajarinya, seperti
halnya dengan mengucapkan takbir shalat.
Pihak pertama mengatakan : nikah itu tidak
wajib, jadi tidak wajib mengetahui rukun-rukunnya
dengan bahasa Arab, seperti halnya dengan jual beli.
Adapun takbir berbeda masalahnya dengan ijab
qabul ini.
Jika salah satu pihak yang berakad pandai
bahasa Arab, sedang yang lainnya tidak, maka ia harus
141
Sayyid Sabiq.Op Cit. h. 47
142
Ibid. h 312
Fiqih Munakahat 127
mengatakan: “Aku menerima (qabiltu)”, atau ia
mengatakan, “Aku menikahkanmu (uzawwijuka)
dengan anak perempuanku”. Lalu ia mengatakan
kepadanya: “Aku menerima (qabiltu). Hal itu Karen
sighat (bentuk kata) yang dipilih oleh syara’; yang
penuh hikmah untuk melaksanakan akad adalah sighat
lampau (madhi) karena menunjukkan pada
keberhasilan kerelaan dari dua pihak secara pasti. Ia
tidak mengandung kata lain, berbeda dengan bentuk
yang menunjukkan keadaan sekarang dan yang akan
datang, ia tidak menunjukkan secara pasti akan
keberhasilan kerelaan waktu pembicaraan.
Jika salah seorang berkata: “Aku menikahkanmu
(uzawwijuka) dengan anak perempuanku?”.
143
Ali Yusuf As-Subkhi. Loc Cit. h.104
128 Fiqih Munakahat
Contoh kalimat akad nikah :
144
Sayyid Sabiq.Op Cit. h. 47-48
Fiqih Munakahat 131
dengan fi’il mustaqbal yang tidak secara tegas
menunjukkan adanya keridaan ketika dinyatakan.145
145
Tihami.Op Cit,h 84
132 Fiqih Munakahat
Fiqih Munakahat 133
134 Fiqih Munakahat
BAB VIII
Mahar Atau Maskawin
A. Nilai Mahar
146
Amir Syarifudin, Garis-garis Besar Fiqih, (Bogor: Kencana,
2003), h. 100
147
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana,
2006), h. 90
148
Sulaim Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
2004), h. 393
Fiqih Munakahat 135
ﲑ اﻟﺼﺪاق ٔ ﴪﻩ
Artinya : “Sebaik-baik mahar itu adalah yang paling
mudah”.149
149
Amir Syarifudin, Op.Cit., h. 101
150
Tihami dan Sohari Sahrani, Op Cit, h. 40
151
Abd. Rahman Ghazaly, Op.Cit., h. 37
136 Fiqih Munakahat
Ayat ini mewajibkan nikah dengan seizin
keluarga yaitu nikah syar’i yang harus ada izin wali
dan disaksikan dua orang saksi.Nikah mut’ah tidak
melakukan ini.152
وَا ِ ﻦَ ﱒُ ْ ِﻟﻔُﺮُ و ِ ِﻢْ َﺎﻓِﻈُ ﻮنَ ۞اﻻ َ َٰﲆ زْوَ ا ِ ِﻢْ وْ ﻣَﺎ َﻣﻠَﻜ َْﺖ
۞ َﯾْﻤَﺎﳖُ ُﻢْ ﻓَﺎﳖ ُﻢْ ْ َُﲑ َﻣﻠُﻮﻣِﲔ
Artinya :
َا ِ ﻦَ ﳛَ ْ ِﻤﻠُﻮنَ اﻟْﻌَﺮْ َش وَ ﻣَﻦْ ﺣَﻮْ َ ُ ُﺴَ ِ ّﺒﺤُﻮنَ ِ َﲝ ْﻤ ِﺪ ِ ّ ِرَﲠ ْﻢ وَ ﯾُﺆْ ِﻣ ُﻮن
رَﲪ ًﺔ وَ ِﻠْﻤًﺎَ ْ ﳾ ٍء ْ َ ِﺑ ِﻪ وَ َْﺴ ﺘَ ْﻐﻔِﺮُ ونَ ِ ِ ﻦَ ٓ َﻣ ُﻮا رَﺑﻨَﺎ وَﺳِ ﻌ َْﺖ ُﰻ
۞ َﺬَاب اﻟْ َﺠ ِﺤ ِﲓ َ ْﻓَﺎ ْﻏﻔِﺮْ ِ ِ ﻦَ َ ﺑُﻮا وَاﺗ َﺒ ُﻌﻮا ﺳَ ِ َ َ وَ ِﻗﻬِﻢ
152
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Amzah, 2009), h. 82
Fiqih Munakahat 137
Artinya :
ْاﻟﻨﺎس ا ِ ِّﱏ ُﻛﻨ ُْﺖ َا ِذﻧ ُْﺖ ﻟ ُ َْﲂ ِﰱ اْﻻﺳْ ِﺘﻤَﺎعِ َاﻻَوَ اِن ﷲَ ﻗَﺪ ُ ﯾ َ ٓﳞ َﺎ
.ﺣَﺮ َﻣﻬَﺎ ا َِﱃ ﯾ َﻮْ ِم اﻟْ ِﻘ َﺎ َﻣ ِﺔ
153
Ibid, h. 82-83
154
Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Muslimah, (Jakarta:
Pustaka Amari, 1995), h. 264
138 Fiqih Munakahat
Artinya:
“Hai sekalian manusia, pernah kuizinkan kalian
melakukan kawin mut’ah.Ketahuilah, sesungguhnya
Allah telah mengharamkan hingga hari kiamat”.155
155
Ibid, h. 263-264
156
Abd. Rahman Ghazaly, Op.Cit., h. 38
157
Ibid
Fiqih Munakahat 139
5. Mut’ah tidak sesuai dengan tujuan pernikahan
Kemudian tujuan dan maksud kawin mut’ah itu
hanya untuk memuaskan hawa nafsunya
syahwatnya saja, tetapi bukan mendapat keturunan
atau membangun rumah tangga.158
161
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed
Hawwas, Op.Cit., h. 84
Fiqih Munakahat 141
142 Fiqih Munakahat
BAB IX
Walimatul `Urs
162
Slamet Abidin, Aminudin, Fiqh Munkahat 1, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 1999), h. 149
163
Bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, FiqihSunnah Untuk
Wanita, (Jakarta : Al-I’tishom Cahaya Umat, 2007), h. 686
164
Muhammad Ali, Fiqh, (Bandar Lampung : Aura, 2013), h.
148
165
Armaidi Tanjung, Free Sex No Nikah Yes, (Jakarta :
AMZAH, 2007), h. 186
166
Amir Syarifudin, Loc Cit, h. 117
Fiqih Munakahat 143
Walimah adalah jamuan atau syukuran pernikahan,
sesuai kemampuan.167
Asli kata walimah adalah sempurnanya sesuatu dan
berkumpulnya sesuatu. Dalam bahasa arab diartikan jika
akal dan akhlaknya bersatu. Kemudian makna ini di adopsi
dari nama “makanan” dan “hidangan pengantin” yang di
adakan karena adanya pernikahan seorang laki-laki dengan
seorang wanita. Maka dari itu, walimah tidak pernah di
pakai kecuali untuk hidangan pengantin. Inilah makna
walimah menurut bahasa dan apa yang telah di kenal oleh
banyak ulama.168
167
Heri Jauhari Muchtar, Fiqih Pendidikan, (Bandung :
Rosdakarya, 2008), h. 50
168
Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-Hari, (Jakarta : Gema Insani,
2005), h. 678
144 Fiqih Munakahat
wajib, sebagaimana yang di pahami oleh mazhab Zhahiri,
namun jumhur ulama memahaminya hanya sunnat.169
Hukum walimah untuk pengantin adalah sunnah.
Ketentuan ini telah menjadi kesepakatan para ulama.
Bahkan, sebagian ulama ada yang mengatakan bahwa
hukumnya wajib. Hal tersebut berlandaskan pada adanya
perintah dari Rasulullah.170
Zumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah
itu hukumnya sunnah mu’akad. Hal ini berdasarkan hadis
Rasulullah:
1. Artinya : “ dari Anas, ia berkata,”Rasulullah SAW.
Mengadakan walimah dengan seekor kambing
untuk istri-istrinya dan Zainab.” (H.R bukhari
Muslim).171
2. Artinya : “ Anas r.a. berkata,” Rasulullah SAW.
Tidak pernah mengadakan walimah bagi istri-istri
nya juga bagi Zainab”. Beliau memulai menyuruh
aku, lalu aku memanggil orang atas nama beliau.
Kemudian beliau hidangkan kepada mereka roti
dan daging sampai mereka kenyang.” (Al-Hadis).
3. Artinya : “ Rasulullah SAW. Mengadakan walimah
untuk sebagian istrinya dengan dua mud gandum. ”
(H.R bukhari)
169
Heri Jauhari Muchtar, Op.Cit., h. 118
170
Saleh Al-Fauzan, Op.Cit.,h 679
171
Slamet Abidin, Aminudin, Op.Cit., h. 149
Fiqih Munakahat 145
perbedaan perbedaan dalam mengadakan walimah ole
beliau bukan, mebedakan atau melebihkan salah satu dari
yang lain, tetapi smata mata disesuaikan dengan keadaan
ketika sulit atau lapang.172
Hukum mengadakan Walimatul ’Urs adalah sunah
muaakad. Setiap orang yang melangsungkan pernikahaan
hendaknya mengadakan perjamuan Walimatul ‘Urs bila
mampu. Rasulullah SAW. Sendiri mengadakan perjamuan
Walimatu ‘Urs ketika menikah dengan istri-istri nya
menyuruh para sahabat untuk mengadakan nya.
Anas ra.Berkata,” pada keesokan harinya Rasulullah
SAW. Telah menikahi Zainab Binti Jahsyi, maka beliau
mengundang para sahabat. Mereka semua menyantap
jamuan(dirumah beliau) kemudian keluar….
Ketika mengetahui Abdurrahman Bin ’Auf satelah
menikah, Rasulullah SAW. berkata kepadanya, “diadakanlah
perjamuan walimah, walaupun hanya dengan menyembelih
seekor kambing.” (H.R.bukhari).173
Orang yang nikah hendaklah mengadakan
peranyaan sekedar kuasanya. Mengenai Hukum perayaan
mempelai, sebagian ulama mengatakan wajib, dan yang lain
mengatakan hanya sunnat saja.
Sabda Nabi SAW. Kepada Abdul Rahman bin ‘Auf
sewaktu dia nikah, yang artinya : “adakanlah perayaan
sekalipun hnya memotong seokor kambing.” (H.R Bukhari
dan Muslim).174
172
Ibid, h. 150
173
Bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, Op.Cit., h. 686
174
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, (Bandung : Sinar Baru, 1987),
h. 368
146 Fiqih Munakahat
Hukum walimah itu menurut paham kebanyakan
para ulama adalah sunnah. Hal ini dipahami dari sabda Nabi
yang berasal An-Nas ibn Malik menurut penukilan yang yang
muttafaq alaih.175
Rasulullah SAW. Melihat bekas warna kuning pada
diri Abdur Rahman bin ‘Auf, sehingga beliau bertanya, “
apakah ini?” abdur Rahman menjawab, “aku telah menikahi
seorang perempuan dengan mahar yang beukuran satu
butir emas.” Rasulullah bersabda, “semoga Allah
memberkatimu dan buatlah walimah (resepsi) walau dengan
seekor kambing.” (Shahih Ibnu Majah 1907).176
C. Waktu Penyelenggaraan
175
Muhammad Ali, Op.Cit., h. 149
176
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Shahih Sunan Tirmidzi,
(Jakarta : Pustaka Azzam, 2007), h. 837
177
Slamet Abidin, Aminudin, Op.Cit., h. 149
Fiqih Munakahat 147
Sebagian ulama berpendapat bahwa waktu
pelaksanaan walimah bersifat leluasa yakni dapat
dilaksanakan sejak akad nikah selesai malam pertama. 178
Pesta pernikahan umumnya dilangsungkan sesudah
akad nikah. Ada juga akad nikah bersamaan harinya dengan
pesta pernikahan.
Umumkanlah olehmu pernikahan ini,dengan
lakukanlah aqad nikah itu dalam masjid dan pukulan rebana
(bunyi-bunyian) untuknya. (HRAhmad dan At-Tirmidzi)
Selanjutnya sabda Rasulullah “Sesungguhnya
Rasulullah bersabda, siarkanlah (kabar) pernikahan itu”(HR.
Ahmad).179
178
Bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, Op.Cit., h. 687
179
Armaidi Tanjung, Op.Cit., h.189
180
Muhammad Ali, Op.Cit., h. 150
181
Slamet Abidin, Aminudin, Op.Cit., h. 152
182
Bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, Op.Cit., h. 688
148 Fiqih Munakahat
1. Fardhu ‘Ain
Dasar hukum wajibnya mendatangi
undangan walimah adalah :
a) Hadits Ibnu Umar ra. Yang menyatakan
bahwa Rasulullah SAW. Bersabda yang
artinya “jika seseoarang di antara kalian di
undang untuk menghadiri walimah maka
datanglah” (HR. Bukhari).183
b) “dari ibnu umar, bahwa Rasulullah SAW.
Telah bersabda “jika salah seorang
diantaramu diundang kewalimahan,
hendaklah ia datangi.” (HR. Bukhari).184
c) Dari abu harairah ra bhwa Rasulullsh SAW.
Telah bersabda “barang siapa meninggalkan
undangan sesungguhnya ia telah durhaka
kepada Allah dan Rasul-Nya”.
185
(HR.Bukhari).
d) “dari abu hurairah ra bahwa nabi
sawbersabda,” andaikata aku diundang
untuk makan kambing,niscaya aku
datangi,dan andaikata aku dihadiahi kaki
depan kambing, niscaya aku terima.” (H.R
bukhari).186
e) Abu Salamah Yahya bin Khalaf
menceritakan kepada kami, Bisyr bin Al
Mufadhdhal memberitahukan kepada kami
dari Ismail bin Umayah dari Nafi’, dari Ibnu
183
Ibid.,
184
Slamet Abidin, Aminudin, Op.Cit.,
185
Ibid.,
186
Ibid.,
Fiqih Munakahat 149
Umar, ia berkata, “Rasulullah SAW.
Bersabda, ‘hadirilah undangan apabila kalian
di undang’.” (Shahih: Ibnu Majah dan
Muttafaq ‘alaih).187
2. Fardhu Kifaya
187
Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Op.Cit., h. 838
150 Fiqih Munakahat
juga yang berpendapat hokum nya sunah. Akan
tetapi, pendapat pertamalah yang jelas.188
1. Jangan berlebihan
Perjamuan walimah tidak harus dengan
menyembelih kambing atau lainnya, melainkan dengan
apa saja yang dapat di hidangkan oleh pengantin laki-
laki sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah SAW.
Sendiri pernah mengadakan jamuan walimah dengan
hais ketika menikah dengan Shafiyyah.
Hais adalah hidangan yang terdiri dari kurma
yang telah di keluarkan bijinya, lalu di campur dengan
susu kering atau gandum (setelah dimasak).189
Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah SAW.Telah
bersabda, yang artinya “dari Aisyah, sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya yang sebesar-
besarnya berkat nikah ialah yang sederhana
belanjanya. (HR. Ahmad).190
188
Slamet Abidin, Aminudin, Op.Cit.,
189
Bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, Op.Cit.
190
Armaidi Tanjung, Op.Cit.
Fiqih Munakahat 151
maka undngan pernikahan juga harus lebih “mahal”,
lebih “indah”, dan paling bagus.191
Bila status si pengundang di masyarakat
dihormati, disegani, seorang pejabat atau pengusaha
sukses, jangan takut dengan undangan sederhana,
tetapi fungsinya sebagai undangan dapat terpenuhi. 192
191
Ibid., h. 188
192
Ibid.,
193
Bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal, Op.Cit., h. 687
194
Slamet Abidin, Aminudin, Op.Cit., h. 156
152 Fiqih Munakahat
c) Sesungguhnya abu hurairah berkata, “sejelek-
jeleknya makanan ialah makanan walimah yang
hanya mengundang orang-orang kaya, akan tetapi
meninggalkan orang-orang miskin.” (HR.
195
Bukhari).
195
Ibid.,
Fiqih Munakahat 153
154 Fiqih Munakahat
BAB X
Kewajiban Suami Istri
1. Nafkah
196
Syaikh, al-mlamah muhamad bin abdurrohman ad-dimayqi,
Fiqh lima mazab,(Bandung: Hasyimi, 2012), h 388.
197
Ibid.,h.388.
Fiqih Munakahat 155
2. Memberi pelayan
3. Nafkah bersetubuh
198
Ibid.,h. 389.
156 Fiqih Munakahat
4. Memberi pakaian
199
Ibid., h 390.
200
Rohman, gozali.Fiqh munakad.(Bandung: Hazimi, 2003) h.
160.
Fiqih Munakahat 157
C. Hak Suami Terhadap Istrinya, Yang Paling
Pokok Adalah:
1. Di taati dalam hal – hal yang tidak maksiat.
2. Istri menjaga dirinya sendiri dan harta suami.
3. Menjauhkan diri dari mencampuri sesuatu yang
dapat menyusahkan suami.
4. Tidak bermuka masam di hadapan suami.
5. Tidak menunjukkan keadaan yang tidak di
senangi suami.
202
Ibid., h. 162
Fiqih Munakahat 159
Dalam Al-Quran Surat An-Nisa’ ayat 34 di jelaskan
bahwa istri harus bisa menjaga dirinya, baik ketika
berada di depan suami maupun di belakangnya, dan ini
merupakan salah satu ciri yang shahih. Maksud
memelihara diri di balik pembelakangan suaminya dalam
ayat tersebut adalah istri dalam menjaga dirinya ketika
suaminya tidak ada dan tidak berbuat khianat
kepadanya, baik mengenai diri maupun harta
bendanya.Inilah merupakan kewajiban teringgi bagi
seorang istri terhadap suaminya.203
ِﻟ ُﯿ ْﻨﻔ ِْﻖ ذُو ﺳَ َﻌ ٍﺔ ﻣِﻦْ ﺳَ َﻌ ِﺘ ِﻪ ۖ وَ ﻣَﻦْ ﻗُﺪِرَ َﻠَ ْﯿ ِﻪ رِزْ ﻗُ ُﻪ ﻓَﻠْ ُﯿ ْﻨﻔ ِْﻖ ﻣِﻤﺎ ٓ َ ُﻩ
ُﴪٍ ْ ا ُ ۚ َﻻ ُﳫَ ّ ُِﻒ ا ُ ﻧَﻔْﺴً ﺎ اﻻ ﻣَﺎ ٓ َ ﻫَﺎ ۚ ﺳَ ﯿَﺠْ َﻌ ُﻞ ا ُ ﺑَﻌْﺪَ ﻋ
۞ُْﴪًا
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah
menurut kemampuannya.dan orang yang disempitkan
rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban
kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah
berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan
kelapangan sesudah kesempitan, (QS. At-thalaq:7).
Dan allah juga telah berfirman:
۞ وَارْ زُ ﻗُﻮﱒُ ْ ِﻓﳱَﺎ وَاﻛْﺴُ ﻮﱒُ ْ وَ ﻗُﻮﻟُﻮا ﻟَﻬُﻢْ ﻗَﻮْ ًﻻ َﻣﻌْﺮُ وﻓًﺎ
Artinya: “berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil
harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-
kata yang baik.”( An-Nissa:5)
7
Supian, dkk.Materi Pendidikan Agama Islam,(Bandung: PT
Ramaja Rosdakarya, 2003),h 136.
Fiqih Munakahat 161
sebelumnya, Dia berfirman:
...َذ ِ َ د َ ْٰﱏ ﻻ ﺗَ ُﻌﻮﻟُﻮا
Artinya : “yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.” (QS. An-nissa : 3)
205
Slamet Abidin dkk, Fiqih Munakahat, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 1999) h. 165
162 Fiqih Munakahat
Sedangkan mengenai waktu memberi nafkah, para
fuqaha berbeda pendapat.Imam Malik berpendapat bahwa
nafkah itu menjadi wajib apabila suami telah menggauli
atau mengajak bergaul dan istri termasuk orang yang dapat
di gauli dan suami telah dewasa.206
206
Ibit.,h 166.
Fiqih Munakahat 163
atau lebih. Ada juga yang setengah sha’ dan sebagian lain
ada yang kurang dari itu.207
207
Ibid.,h 167.
208
Abdul ghofar.Fiqh keluarga. (Jakarta Timur: Pustaka Al-
Kausar. 2001). h. 445
164 Fiqih Munakahat
i. Tidak memaksa bekerja keras untuk urusan rumah
tangga.
j. Selalu bersikap jujur terhadap istri.
k. Melindungi istri dan memberikan semua keperluam
hidup rumah tangga sesuai dengan
kemampuannya.
l. Menjaga istrinya dengan baik.
m. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk
menegakkan rumah tangga ang sakinah, mawadah,
dan waramah yang menjadi sendi dasar susunan
masyarakat.
n. Mempelihara anak-anak mereka, baik mengenai
pertumbuhan jasmani, rohani, maupun
kecerdasaan serta pendidikan agamanya.209
209
Tihami,dkk. Fiqh munakat, (Jakarta: Rajawali Pres: 2010), h.
157.
Fiqih Munakahat 165
Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan bias
berbuat adil di antara istri istri mu dalam masalah cinta
dan kecenderungan hati (yang bersifat batin).210
Menafsiri ayat tersebut ibnu sirin mengutip
pendapat yang mengatakan bahwa yang di maksud
ialah tidak biasa berbuat adil dalam masalah cinta dan
hubungan seksual. Ibnu abas dan sofyan juga
berpendapat yang sama.211
Oleh karna itu suami harus merasa cemburu
terhadap istri, tapi kecemburuannya bersifat adil,
jangan sampai berburuk sangka yang berlebihan karna
hal ini menimbulkan masalah dan tidak menutup
kemungkinan menimbulkan perceraian. Berlaku adil dan
sama di antara para istri (apa bila mempunyai istri lebih
dai satu). Seorang suami harus bisa berlaku adil
terhadap para istri-istrinya, supaya tidak timbul
perpecahan di antara mereka.
Diriwayatkan dari Nabi SAW.bersabda:
ْ ) ﻣَﻦ: َﻟﻨﱯ ﷺ ﻗَﺎ َل ّ ِ ِ وَ ﻋَﻦْ ِﰊ ﻫُﺮَ ْﺮَ َة رﴈ ﷲ ﻋﻨﻪ ﻋَﻦْ ا
َﺎ َء ﯾ َﻮْ َم َاﻟْ ِﻘ َﺎ َﻣ ِﺔ وَﺷِ ﻘ ُﻪ, ﻓَﻤَﺎ َل َاﱃ ا ْﺪَ اﳘُ َﺎ, ِﰷَ ﻧ َْﺖ َ ُ ِاﻣْﺮَ َ ن
{ﲱﯿﺢ ِ َ وَﺳَ ﻨَﺪُ ُﻩ, وَا ْ رْ ﺑ َ َﻌ ُﺔ, ُ }رَوَ ا ُﻩ ْﲪَﺪ.( ﻣَﺎﺋِ ٌﻞ
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Barang siapa
memiliki dua orang istri dan ia condong kepada salah
210
Syaikh Hafizhbali Syuaisiyi. Kado Pernikahan. (Jakarta
Timur: Pustaka al-Kausar, 2003). h. 123.
211
Ibid., h 124.
166 Fiqih Munakahat
satunya, ia akan datang pada hari kiamat dengan tubuh
miring." Riwayat Ahmad dan Imam Empat, dan
sanadnya shahih.
212
Slamet dan H. Aminuddin, Fiqih Munakahat, ( Bandung: CV
Pustaka Setia 1999) Cet, ke-1, h.172
Fiqih Munakahat 167
Pasal 83 Kewajiban Istri
Pasal 84