Anda di halaman 1dari 19

TERJEMAH KITAB

DLAU’U AL-MISBAH FI BAYANI AHKAMI AL-NIKAH

Karya KH. Muhammad Hasyim Asy’ari

Diterjemahkan oleh:
Mukhlisin

1
PENDAHULUAN

‫بسم هللا الرمحن الرحيم‬


Segala puji bagi Allah penguasa semesta alam, salawat serta
salam semoga tetap atas Nabi Muhammad beserta semua keluarga
dan sahabatnya.

Kitab ini adalah risalah dalam menjelaskan hukum-hukum


nikah. Hal yang menarik saya untuk mengarangnya adalah adanya
sebagian besar orang yang ingin menikah dari orang-orang di negara
saya tidak mengetahui rukun-rukun nikah, syarat-syaratnya, adab-
adabnya, serta kewajiban mengetahui hal tersebut bagi mereka. Saya
berfikir apa penyebabnya, maka saya menemukan bahwa sebabnya
adalah bab yang membahas tentang nikah itu ada dalam kitab-kitab
besar, sehingga mereka malas mempelajarinya. Maka saya ingin
menulis masalah tentang nikah dalam risalah ini untuk memudahkan
orang-orang awam memperolehya, saya menamakan risalah ini:
‫ضوء املصباح ىف بيان احكام النكاح‬

Saya menyusunnya menjadi dua bab dan khatimah.


Diharapkan dari orang-orang yang melihat kekurangan dan
kesalahan risalah ini untuk mengingatkannya. Karena manusia
adalah tempatnya salah dan lupa. Tidak ada pertolongan kecuali dari
Allah Azza wa Jalla, kepadaNya saya berserah diri dan
kepadaNyalah saya kembali.

2
BAB I
MENERANGKAN HUKUM-HUKUM NIKAH

Dalam bab ini ada beberapa masalah. Pertama, bahwa Imam


Haramain menjelaskan bahwa Nikah adalah termasuk urusan
syahwat, bukan Ibadah. Mengenai hal itu Imam Syafi’i
mengiyaratkan dalam al-Umm. Beliau berkata: Allah berfirman
“Dihiaskan untuk manusia menyukai syahwat dan wanita” dan
dalam hadis: “ Aku diberi kesukaan dari dunia kalian wanita dan
wewangian”. Menghasilkan keturunan itu hanya dugaan, dan tidak
diketahui keturunan tersebut apakah shalih atau thalih (buruk).
Imam Nawawi berkata “ jika orang menikah dengan tujuan untuk
ta’at, seperti mengikuti sunah atau menghasilkan keturunan atau
menjaga farjinya atau matanya, maka itu termasuk amal akhirat dan
akan diberi pahala.
Kedua, Abu Ishak al-Syirazi ddalam al-Muhadzzab berkata: “
nikah itu jaiz, karena memberi kenikmatan yang menjadikan nafsu
sabar darinya. Maka nikah tidak wajib sebagaimana memakai
pakaian yang halus dan makan makanan yang baik. Terkadang
nikah disunnahkan, seperti orang yang ingin hubungan seks dan
mampu memberi mahar dan nafkah. Adapun orang yang tidak ingin
hubungan seks maka yang disunahkan adalah tidak menikah.
Karena menimbulkan hak-hak yang harus dipenuhi dan membuat ia
sibuk dan jauh dari ibadah. Jika meninggalkannya dia bisa
berkonsentrasi untuk ibadah maka meninggalkan nikah itu lebih
menyelamatkan agamanya”.
Al-Syarqawi berkata ddalam Hasyiyah Tahrir: “ Terkadang
nikah itu wajib ketika nikah menjadi satu-satunya jalan keluar
untuk mencegah zina atau ketika orang menalak istri yang
mempunyai hak gilir, dan terkadang khilaf al-aula seperti orang
yang ingin menikah tapi tidak punya biaya, maka ia meredam
3
nafsunya dengan berpuasa. Jika dengan puasa tidak dapat meredam
juga, maka ia tidak boleh meredamnya dengan cara memberi kapur
atau sejenisnya. Tetapi dengan menikah untuk menjaga kehormatan.
Terkadang nikah itu makruh, seperti orang yang tidak ingin nikah
dan yang tidak punya biaya, atau punya biaya tapi punya penyakit
pikun dan impoten. Terkadang nikah itu haram, seperti menikahi
wanita yang haram dinikah”.
Ketiga, disunahkan untuk tidak menikah kecuali dengan wanita
yang beragama (Islam), karena ada hadis yang diriwayatkan dari
Abu Hurairah: “ Sesungguhnya nabi saw bersabda: wanita dinikahi
karena empat hal, karena hartanya, pangakatnya, kecantikannya,
dan agamanya. Pilihlah yang beragama maka engkau akan
beruntung”. Yakni yang patut bagi orang yang punya agama dan
kehormatan adalah menjadikan agama sebagai pusat pandangannya
dalam segala hal, apalagi pendamping hidup untuk jangka waktu
yang lama. Maka Nabi saw memerintahkan untuk memilih wanita
yang beragama, yang agama itulah yang manjadi tujuan akhir. Dan
hadis dari Abdullah ibn Umar yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah
dan ia menilai sebagai hadis marfu’yang sampai pada Rasulullah
saw: “ Jangan kalian nikahi wanita karena kecantikannya, mungkin
saja kecantikannya itu merusaknya. Dan janganlah kalian
menikahinya karena hartanya, mungkin hartanya itu membuatnya
bejat. Tetapi nikahilajh wanita karena agamanya. Sesungguhnya
budak hitam dan telinganya sobek yang beragama itu lebih utama
daripada wanita cantik yang tidak beragama”. Dan jangan menikah
kecuali dengan wanita yang berakal, karena tujuan nikah adalah
bergaul dan hidup dengan baik. Hal itu tidak mungkin bisa terjadi
kecuali dengan wanita yang berakal.
Keempat, disunahkan seorang istri itu masih perawan kecuali
ada uzur seperti alat kelaminnya tidak mampu untuk menghilangkan
keperawanan. Atau butuhnya seseorang terhadap orang yang
mampu untuk merawat keluarganya sebagaimana kejadian yang
menimpa Jabir. Dan adanya wanita tersebut memiliki nasab yang
baik, tidak anak zina dan tidak anak orang fasik, begitu pula anak
temuan dan wanita yang tidak diketahui ayahnya. Dan adanya
wanita itu sekufu, berdasarkan hadits yang dishahihkan oleh Hakim
dari hadisnya 'Aisyah yang marfu’: “Pilihlah untuk sperma kalian
4
dan nikahilah wanita-wanita yang sekufu. Dan wanita yang banyak
anaknya, dan hal itu dalam wanita yang masih perawan itu bisa
diketahui melalui kerabat-kerabatnya, dan adanya wanita itu penuh
kasih sayang berdasarkan hadits (nikahilah wanita yang banyak
anaknya dan yang penuh kasih sayang karena sesungguhnya aku
berlomba-lomba memiliki banyak umat besok dihari kiamat). Dan
juga yang sudah baligh kecuali karena hajat, wanita yang sedikit
maharnya tidak wanita yang ditalak yang masih dicintai mantan
suami yang telah mentalaknya atau wanita yang masih cinta
terhadap mantan suaminya, dan disunnahkan menikahi wanita yang
bukan kerabat dekat yaitu wanita lain atau memiliki hubungn
kerabat tetapi jauh.
Kelima, disunnahkan untuk tidak menikah kecuali pada wanita
yang dianggap baik olehnya, seperti yang diriwayatkan oleh Abu
Bakr Bin Muhammad Bin Amr Bin Hazm dari Rasulullah SAW,
bahwasanya Rasulullah bersabda: “ Sesungguhnya wanita itu
mainan maka apabila salah satu dari kamu sekalian ingin mengambil
mainan maka pilihlah mainan yang terbaik”.
Keenam, apabila seseorang ingin menikahi wanita maka
disunnahkan untuk melihat pada wajahnya dan kedua telapak
tangannya, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah RA : sesungguhnya seorang laki-laki berkeinginan untuk
menikahi seorang wanita dari wanita-wanita Anshar maka Nabi
bersabda : “lihatlah pada wajahnya, karena sesungguhnya didalam
mata wanita anshar itu ada sesuatu”. Dan tidak boleh melihat kepada
anggota tubuh selain wajah dan kedua tangan. Kebolehan melihat
harus dengan keyakinan bahwa wanita itu tidak memiliki ikatan
nikah dan tidak dalam masa iddah, meskipun tidak mengalahkan
dugaannya bahwa ia tidak diterma. Disunnahkan bagi orang yang
tidak bisa melihat (secara langsung) untuk menyuruh wanita lain
untuk mensifatinya, begitu juga disunnahkan bagi wanita ketika
ingin menikah dengan laki-laki untuk melihatnya, karena
sesungguhnya apa yang mengagumkan wanita dari laki-laki itu
sebagaimana apa yang mengagumkan terhadap laki-laki
darinya(wanita). Berdasarkan ini Umar Bin Khattab RA berkata:
“janganlah kamu menikahkan anak wanita kamu sekalian kepada
laki-laki yang jelek karena sesungguhnya apa yang mengagumkan
5
wanita dari laki-laki itu sebagaimana apa yang mengagumkan
terhadap laki-laki darinya”.
Ketujuh, hendaknya calon suami menyerahkan urusannya
pada calon istri untuk menerima atau tidak dengan menjelaskan
keadaannya. Supaya calon istri waspada terhadap perkara dan
keadaan calon suami, dan menerima atas pilihannya sendiri.
Kedelapan, sebagian orang arab berkata: janganlah kamu
menikahi enam macam wanita: annanah, mannanah, hannanah,
haddaqah, barraqah, dan syaddaqah. Adapun annanah adalah wanita
yang suka mengeluh, bilang sakit, dan mengikat kepalanya
sepanjang waktu. Menikahi wanita yang rentan sakit dan yang suka
pura-pura sakit itu tidak ada kebaikan didalamnya(nikah).
Mannanah adalah wanita yang suka mengungkit-ungkit suaminya
seraya berkata: “saya melakukan untuk kamu begini, begini”.
Hannanah yaitu wanita yang condong kepada mantan suami atau
kepada anak anak dari mantan suaminya, dan ketiga wanita ini
sebaiknya dijauhi. Haddaqah yaitu wanita yang melihat segala
sesuatu dengan mata terbuka lebar kemudian ia tertarik dan
memaksa suaminya untuk membelinya. Barraqah itu mencakup dua
makna, pertama: yaitu wanita yang sepanjang harinya memoles dan
menghias wajahnya supaya wajahnya bersinar dengan cara yang
dibuat-buat. Yang kedua, yaitu jika ia benci terhadap makanan
maka ia tidak mau makan kecuali dengan menyendiri dan selalu
merasa bagiannya sedikit. Dan syaddaqah yaitu adalah wanita yang
banyak omongnya.
Kesembilan, faedah nikah ada lima yaitu: (mendapatkan)
keturunan, memecah syahwat, mengatur urusan rumah tangga,
banyaknya keluarga, melawan hawa nafsu dengan melaksanakan
tugas-tugas dalam keluarga dan sabar didalam menjalankan tugas-
tugas tersebut. Sedangkan bahayanya nikah ada tiga. Pertama, tidak
dapat mencari yang halal, karena hal itu tidak mudah kebanyakan
orang apalagi pada masa sekarang yang serba sulit yang kebanyakan
pekerjaan penduduk masa kini keluar dari aturan syari'at beserta
gelombang kehidupan dan rusaknya zaman, maka nikah merupakan
sebab untuk masuk ke dalam pekerjaan tersebut dan memeberi
makan dari yang haram, didalalamnya seseorang dan keluarganya
6
menjadi rusak. Orang yang tidak menikah terbebas dari bahaya-
bahaya tersebut. Orang yang menikah bisa masuk pada tempat-
tempat kejelekan maka ia akan menuruti keinginan istrinya dan
menjual akhiratnya dengan dunianya. Kedua, teledor dari
menjalankan hak-hak dalam keluarganya karena sesungguhnya
laki-laki itu pemimpin dirumahnya dan keluarganya merupakan
rakyatnya dan dia akan dimintai tanggung jawab atas mereka. Yang
ketiga, adanya anak dan keluarga membuatnya sibuk dan
menjauhkan dari taat kepada Allah. Dan membuatnya untuk
bersungguh-sungguh dalam mencari dunia dan mengumpulkan
harta, dan menyimpan harta untuk keluarganya dan mencari
keunggulan dan kekayaan dengan keluarga. Setiap sesuatu yang
dapat melalaikan kepada taat kepada Allah berupa keluarga, harta
dan anak maka hal itu merupakan bahaya dan keburukan bagi
pemiliknya, maka barang siapa berkumpul padanya manfaat-
manfaat nikah dan tidak ada bahaya-bahaya maka disunnahkan
untuk menikah, jika tidak demikan maka meninggalkan nikah itu
lebih utama. Dan orang yang bertentangan dalam dirinya dua hal
tersebut sebaiknya berijtihad dan melakukan yang lebih kuat.
Kesepuluh, sunnah meniatkan nikah dengan mengikuti Sunnah
Rasulullah SAW, untuk menjaga agamanya, mencari keturunan dan
seluruh manfaat-manfaat nikah yang telah kami sampaikan.
Sesungguhnya ia akan mendapat pahala bila meniatkan nikah untuk
taat seperti menjaga hawa nafsu dan menghasilkan anak yang shalih.
Dan disunahkan melakukan akad nikah didalam masjid
sebagaimana Haditsnya 'Aisyah yang Marfu' (umumkanlah nikah
dan lakukanlah didalam masjid) HR. Tirmidzi. Dan dihari jum'at
dipagi hari berdasarkan Hadits Masyhur (Ya Allah berikanlah
keberkahan kepada umatku pada pagi hari mereka), dan di bulan
Syawal jika memungkinkan melaksanakannya didalamnya (Syawal)
dan bila dilain Bulan Syawal maka sama saja. Jika ditemukan sebab
nikah diselain bulan syawal maka tetap melakukan nikah. Menyukai
pada bulan Safar juga sah-sah saja. Imam Al-Zuhri meriwayatkan
bahwa Rasulullah menikahkan putrinya Fatimah dengan Ali dibulan
shafar pada permulaan dua belas bulan dari Hijrah.
Kesebelas, disunnahkan menghadirkan segolongan orang-
orang shalih dan orang yang bertaqwa karena adanya perintah
7
untuk mengumumkan adanya nikah (pegumuman adanya nikah)
dan itu tidak akan terjadi kecuali dengan menghadirkan orang-
orang. Dan dikhususkan menghadirkan orang alim karena berharap
mendapatkan keberkahan dengan kedatangkan mereka.
Kedua belas, disunnahkan dalam khutbah nikah itu dari wali
mempelai perempuan atau wakilnya sebagaimana diriwayatkan
bahwa Rasulullah SAW ketika menikahkan putrinya dengan Ali
beliau berkhotbah:
(Segala puji hanya bagi Allah, Yang dipuji dengan segala
kenikmatan-Nya, Yang disembah dengan segala kekuatan-Nya,
Yang ditakuti karena adzab dan murka-Nya, Yang langsung
memberikan perintah-Nya di langit dan bumi-Nya, Yang
menciptakan makhluk dengan kekuatan-Nya, dan membedakan
mereka dengan hukum-hukum-Nya, dan memuliakan mereka
dengan agama-Nya, dan memuliakan mereka dengan Nabi
Muhammad SAW, sesungguhnya Allah yang Maha Tinggi lagi Maha
indah nama-Nya, dan Maha luhur keagungan-Nya, Allah telah
menjadikan berpasang-pasangan dengan adanya pertemuan, dan
menjadikan suatu perkara yang sudah ditentukan, dan Allah
menguatkan kekerabatan dengan pernikahan, dan Yang telah
menetapkan takdir bagi makhluk). Allah berfirman dalam Surat Al
Furqan Ayat 54 ( Dan Dialah yang menjadikan manusia dari setetes
air mani kemudian menetapkan bagi manusia nasab dan jodoh. Dan
Tuhanmu itu Maha kuasa). Maka ketentuan Allah sejalan dengan
Qodho'Nya dan Qodho'Nya sejalan dengan qadarNya dan bagi setiap
Qodho ada qadar dan setiap qadar ada waktu dan setiap waktu ada
kitab. Allah melebur dan menetapkan apa yang ia kehendaki, dan
disisiNya umm al-kitab. Segala puji bagi Allah kami memuji,
meminta pertolongan dan kami meminta dan kami berlindung
kepada Allah dari kejelekan amal-amal kami dan barangsiapa diberi
petnjuk oleh Allah maka tidak ada seorangpun seseorang yang dapat
menyesatkanNya dan barangsiapa yang telah disesatkan oleh Allah
maka tidak ada seseorangpun yang dapat menunjukkanNya, dan
Saya bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah yag
berhak disembah dan tidak ada sekutu bagiNya dan saya bersaksi
sesungguhnya Muhammad itu hamba dan utusanNya semoga Allah
memberikan kesejahteraan dan keselamatan kepada keluarga dan
8
para sahabatnya. ( wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dengan takwa yang sebenarnya. Dan janganlah kalian
mati kecuali dalam keadaan Islam, wahai manusia takutlah pada
Tuhan kalian yang menciptakan kalian dari satu orang dan darinya
Allah menciptakan pasangannya. Dari meraeka berdua Allah
menyebar laki-laki yang banyak dan wanita, dan takutlah kepada
Allah yang kepadanya kalian meminta dan takutlah kepada sanak
saudara, sesungguhnya Allah mengawasi kalian. Wahai orang-orang
beriman takutlah kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan
yang benar. Allah membaguskan untuk kalian amal kalian dan
mengampuni untuk kalian dosa-dosa kalian. Barang siapa taat
kepada Allah dan rasulNya maka sungguh telah beruntung dengan
keberuntungan yang Agung). Segala urusan di tangan Allah, Yang
Dia memutuskan dengan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan
apa Yang Ia inginkan. Tidak ada yang mampu mengakhirkan apa
yang telah Ia dahulukan dan tidak ada yang mampu mendahulukan
apa yang telah Ia akhirkan. Dan tidak akan dua pasangan dan tidak
pula berpisah kecuali dengan Qodho' dan Qodar Allah yang telah Ia
tetapkan.
Kemudian setelah menyampaikan khutbah, khotib berkata :
Dan termasuk apa yang telah ditakdirkan Allah adalah Fulan bin
Fulan melamar Fulanah binta Fulan dan walinya akan
menikahkannya atau wakil walinya dengan menyebutkan mahar
atas apa yang telah diperintahkan oleh Allah berupa menahan
dengan bagus atau melepaskannya dengan baik. Aquulu Qouliy
Hadza Wastaghfirullahal Adzim Li Walakum wa li Masyayikhiywa li
Saa'iril Muslimiin Fastaghfirullah Innahu Huwal Ghofuururrahim.
Ketiga belas, disunnahkan mendahulukan khitbah dari wali
dan berkhutbah sebelumnya dan begitu juga sebelum ijab, para
sahabat berkata "Dan khutbah itu bisa dilakukan dengan membaca
hamdlah, bersolawat, berwasiat dalam ketakwaan. Maka khotib
berkata " bismillah Alhamdulillah, solawat, saya berwasiat
kepadamu wahai hamba Allah dan kepada diriku sendiri untuk
bertakwa kepada Allah. Amma Ba'du". Maka benar-benar saya
datang kepadamu untuk melamar anak perempuanmu dan jika dia
datang sebagai wakil hendaknya ia berkata : " telah datang kepada
kamu orang yang mewakili saya untuk melamar anak
9
perempuanmu. Kemudian wali/ penggantinya wali berkhutbah
seperti demikian lalu berkata bukanlah kami orang yang dibenci.
Keempat belas, disunnahkan bagi orang yang menikahkan
untuk berkata sebelum akad : say amenikahkan kamu atas apa yang
telah diperintahkan oleh Allah dari menjaga yang ma'ruf atau
berpisah dengan ihsan/ bagus dan dia mendoakan kedua mempelai
setelah akad dengan kebaikan dan keberkahan sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA : " Sesungguhnya Rasulullah
SAW mendoakan seseorang ketika ia menikah dengan Ittifaq dan
Ijtima' lalu berdoa semoga Allah memberikanmu, memberkahi atas
kamu dan mengumpulkan kamu berdua dalam kebaikan".
Kelima belas: al-imam Al-Allamah Al Qolyubi berkata dalam
bab sholat sunnah dari Hasyiyahnya dari Syarah Al Muhalla :
disunnahkan sholat dua rokaat untuk calon suami sebelum akad
nikah, dan bagi seseorang sebelum jima' di tempat tidur dan
begitupun bagi isteri.

BAB II
MENERANGKAN RUKUN-RUKUN NIKAH
DAN LAINNYA

Rukun nikah ada lima, yaitu : shigat, mempelai isteri, mempelai


pria, zauj, dan wali yang keduanya merupakan yang melakukan akad
dan dua saksi.
Rukun yang pertama adalah shigat, shigat bisa terjadi dengan
perkataannya wali, zauj, atau fulanah atau Ankahtukaha, dan
perkataan mempelai pria Tazawwajtuha atau Nakahtukaha atau
Qobiltu Nikaahaha atau Qobiltu Tazwiijaha atau Qobiltu Annikaaha
atau Qobltu Attazwiija atau Rodliitu nikaahaha atau rodlitu hadza
nikaaha. Imam Syafii berkata didalam Al Umm " tidak ada nikah
selamanya kecuali wali berkata Qod Zawwajtukaha atau
Ankahtukaha dan mempelai pria mengatakan Qod qobiltu nikaahaha
10
atau Qobiltu tazwiijaha atau orang melamar berkata Zawwijniyha
atau Ankihniyha kemudian wali berkata Qod zawwajtukaha atau
Ankahtukaha dan khotib dan wali menyebutkan mempelai isteri
bersamaan namanya dan nasabnya. Intahaa Qoulu Asy Syafii fil
Umm.
Jika mempelai menguapkan Tazawwajtu Ibnataka atau
Nakahtuha atau Qobiltu nikaahaha kemudian wali mengucapkan
Zawwajtukaha atau Ankahtukaha maka sah nikahnya karena Qobul
itu merupakan salah satu dari bagian akad maka tidak ada bedanya
antara mendahulukan atau mengakhirkan.
Dan didalam Syarah Ihya' : " Dan tidak di syaratkan kecocokan
lafadz dari ijab dan qobul maka jika salah asatu dari keduanya
mengucapakan zawwajtuka dan yanglain mengucapkan Qobiltu
nikaahaha maka sah nikahnya. Ini merupakan madzhabnya Imam
Syafii RA.
Sah nikah dengan memakai bahasa apapun yang mengandung
makna tazwij dan inkah meskipun seseorang mahir dalam bahasa
arab menurut qoul yang paling shohih (qoul asshohh) karena melihat
dari sisi makna dengan syarat masing-masing dari orang yang
berakad faham dengan perkataan yang lain dan dua orang saksi
mengetahui lafadznya orang yang berakad. Dan tidak sah ijab dan
qobul dengan memakai tulisan, dan isyarat yang memahamkan
kecuali dari orang yang bisu maka ijab qobul itu sah dengan memakai
isyarat bagi orang yang bisu secara jelas sebagaimana lafadz jual beli
dengan tolaqnya. Dan di syaratkan bersambungnya qobul dengan ijab
maka apabila diantara keduanya diselingi dengan perkataan yang
lain maka hal itu dapat merusak akad, dan disyaratkan juga adanya
ijab diucapkan oleh wali dan qobul diucapkan oleh mempelai pria
sekira masing-maing dari keduanya mendengar perkataan orang
lain dan kedua orang saksi juga mendengarnya dan jika tidak dengan
demikian maka tidak sah akadnya, dan disyaratkan bagi orang yang
melakukan ijab qobul tetapnya sifat sampai sempurnanya akad maka
apabila wali berijab kemudian gila atau sakit ayan atau hilang
kewaliannya sebelum perkataan qobulnya mempelai pria maka batal
akadnya sebagaimana juga matinya wali, maka apabila wanita yang
memberikan izin menarik izinnya atau ia menjadi atau murtad atau
11
sakit ayan sebelum perkataan qobulnya mempelai laki-laki maka
qobulnya mempelai pria tercegah (tidak sah akadnya).
Adapun tatacara shigat didalam nikah yang didalamnya ada
unsur mewakilkan yaitu seorang wakilnya wali berkata kepada
mempelai pria Zawwajtu Fulanah binta Fulan Muwakkiliy (sebagai
wakilku) jika para saksi dan mempelai pria tidak mengetahui
perwakilannya. Maka apabila tidak demikian maka tidak diperlukan
adanya lafadz Muwakkiliy kemudian mempelai pria mengucapkan
Qobiltu atau wali yang menjadi wakilnya mempelai pria
mengucapkan Zawwajtu Binti Fulaanan Muwakkilaka ketika para
saksi tidak mengetahui perwakilanya, dan apabila tidak demikian
maka tidak diperlukan adanya tambahan lafad Muwakkilaka, maka
apabila wali berkata kepada wakilnya mempelai pria zawwajtuka
binti kemudian wakilnya mempelai pria berkata qobiltu nikaahahali
muwakkiliy, maka rusak akadnya Karena tidak ada kecocokan atau
wakilnya mempelai pria berkata qobiltu nikaahaha maka sah
nikahnya, dan syaratkan bagi nikah yang di dalmnya ada perwakilan
di dalam pernyataan qobulnya wali atau wakilnya wali kepada
wakilnya mempelai pria yaitu perkataan zawwajtu fulaanah binta
fulaanin fulaanan dan wali mensifati fulan dengan sifat yang menjadi
ciri-cirinya atau zawwajtu fulaanah binta fulaanin li fulaanin ibni
fulaanin atau zawwajtu muwakkilaka fulaanan fulaanah binta fulanin
dan tidak boleh mengatakan zawwajtukaha wa nahwahu dan di
syaratkan adanya perkataan wakilnya mempelai pria yaitu qobiltu
nikaahaha li muwakkiliy fulaanin aw qobiltu nikaahaha li fulaanin
ibni fulaanin, maka apabila wakilnya mempelaia pria tidak
mengatakan dengan perkataan tersebut maka tidak sah nikahnya.
Rukun yang kedua adalah wanita, dan di syaratkan baginya
empat perkara. Wanita tersebut yaitu tidak dalam keadaan ihrom
maka tidak sah menikahi wanita yang sedang ihrom,dan
keberadaannya itu tertentu, maka tidak sah menikahi salah satu dari
dua wanita, dan keberadaanya bebas dari nikah dan iddah, maka
tidak sah menikahi wanita yang masih terikat pernikahan atau
wanita yang masih dalam keadaan iddah dari selain suaminya, dan
keberadaannya asli wanita maka tidak sah menikahi banci(khuntsa).

12
Rukun yang ketiga adalah mempelai pria, dan disayaratkan
baginya empat perkara, keberadaannya halal(tidak dalam keadaan
ihram), maka tidak sah menikahi laki-laki yang sedang ihram
meskipun dengan perantara wakilnya, dan keberadaannya tidak
dipaksa, maka tidak sah menikahi orang yang dipaksa dengan tanpa
hak, berbeda halnya orang tersebut dipaksa karena adanya hak
sebagaimana orang yang dipaksa untuk menikahi wanita yang
ditalaknya dengan talak ba'in dengan tanpa melalui talak 3 kali.
Karena Wanita tersebut dianiaya dalam hak gilirnya maka hal
tersebut sah nikahnya, dan keberadaannya tertentu maka tidak sah
menikahi salah satu dari 2 laki-laki sebagaimana wali berkata:
zawwajtu binti ahadakuma, meskipun wali tersebut meniatkan
salahsatu dari keduanya atau tidak. Dan keberadaannya tahu atas
kehalalan calon istrinya daan tahu namanya, nasbnya, dan
keberadaannya. Maka tidak sah nikahnya seseorang yang tidak
mengetahui hal tersebut, meskipun setelah menikahinya terbukti
bahwa wanita tersebut halal baginya. Sebagaimana menikahi
perempuan apakah ia beriddah atau sepi dari iddah atau ia adalah
saudara perempuannya atau selainnya dari mahram-mahramnya
atau dari wanita lain kemudian menjadi jelas sesungguhnya ia itu
sepi dari iddah dan ia juga wanita lain. Keberadaannya adalah laki-
laki tulen maka tidak sah menikahi orang yang banci.
Rukun yang ke empat adalah wali, dan di syaratkan baginya
Sembilan syarat, Yang Pertama tidak dalam keadaan dipaksa maka
tidak sah suatu pernikahan dari wali yang dipaksa, Yang Kedua
baligh maka tidak ada perwalian bagi anak kecil berdasarkan ijma',
Yang Ketiga berakal maka tidak ada perwalian bagi orang yang gila
yang terus-menerus sifat kegilaannya berdasarkan ijma' karena
orang gila tersebut tidak memiliki sifat tamyiz, meskipun terputus
(tidak terus menerus) sifat gilanya berdasarkan qoul rajih karena
memenangkan waktu gilanya maka wali yang lebih jauh (ab'ad)
lebih berhak menikahkan daripada wali yang dekat (aqrob) hal itu
dalam masa gilanya wali aqrob bukan dalam masa sehatnya. Yang ke
empat, merdeka. Maka tidak ada perwalian bgi seorang budak
berdasarkan ijma. Yang Ke lima, laki-laki. Maka tidak ada perwalian
bagi seorang wanita, dan seorang wanita tidak bisa meng akadkan
nikah baik dengan ijab maupun qobul tidak bisa untuk dirinya dan
13
tidak bisa untuk selainnya. Yang keenam, adalah adil. Maka tidak
ada perwalian bagi orang fasik (lain halnya bagi seorang pemimpin).
Karena sesungguhnya fasik itu kurang dan menciderai persaksian
maka di cegah suatu perwalian karena fasik sebagaimana dalam
budak, dan ini adalah pendapat madzhab Syafii dan kebanyakan
ulama sahabat mutaakhirin itu berpendapat : sesungguhnya fasikitu
bisa menjadi wali, yang memilih atau berpendapat dengan ini adalah
Imam Nawawi, Ibnu Shalah, Subkhi sebagaimana apa yang telah
Imam Ghozali fatwakan tentang ketetapan perwalian bagi orang
yang fasik sekiranya wilayah perwalian itu berpindah bagi hakim
yang fasik. Yang ketujuh, adalah Islam. Maka tidak ada perwalian
bagi laki-laki kafir ter hadap muslimah dan tidak pula laki-laki
muskim terhadap wanita kafir, sebagaimana firman Allah (dan
orang-orang kafir sebagiannya menjadi wali sebagian yang lain).
Yang kedelapan,wali itu tidak boleh cacat pandangan atau angan-
angan sebab pikun, atau bodoh. Maka tidak ada perwalian bagi
seseorang yang cacat penglihatannya/ pemikirannya Karena
kebodohannya atau karena sakit atau aren sepuh/ tua disebabkan
lemahnya seseorang dari ketelitian terhadap keadaan dalam
pernikahan dan maknanya adalah seseorang yang kesibukan oleh
penyakit tersebut. Yang kesembilan, adanya wali tidak cacat hukum
(mahjur alaih) disebabkan bodohnya, maka seorang yang di mahjur
sebab bodohnya tidak dapat menjadi wali yaitu orang yang sudah
baligh tetapi tidak pintar (dalam mentasharrufkan hartanya) atau ia
menyia-nyiakan hartanya setelah ia menjadi pintar kemudian ia
dicegah tasharrufnya Karena sesungguhnya orang yang di mahjur
Karena sifat kekurangannya maka ia tidak dapat menguasai urusan
dirinya sendiri maka I tidak dapat menguasai urusannya orang lain.
Dan ada pendapat yang mengatakan bahwa mahjur alaih dapat
menjadi wali Karena sempurna angan-angannya di dalam nikah,
hanya saja orang tersebut di mahjur (di cegah pentasharrufkannya)
karena untuk menjaga hartanya.
Rukun yang kelima adalah dua orang saksi. Dan di syaratkan
baginya Sembilan hal. Yang pertama, Islam maka tidak sah nikah
dengan adanya saksi dua orang wakil atau satu muslim atau satu
kafir entah wanita yandg dinikahkan itu wanita muslim atau kafir
dzimmi Karena orang kafir tidaklah memiliki hak untuk menjadi
14
saksi. Yang kedua, baligh. Yang ketiga, berakal. Yang keempat,
merdeka. Maka tidak sah adanya nikah dengan saksi berupa seorang
anak kecil, seorang gila, dan budak. Entah itu budak murni atau
budak mudabbar atau budak mukattab. Yang kelima, laki-laki maka
tidak sah adanya nikah yang disaksikan wanita, atau seorang laki-
laki dan dua orang wanita, atau dua orang khunsta (banci), tapi sah
jika dua orang khunsta tersebut jelas laki-laki. Yang Keenam, adalah
adil. Maka akad nikah tidak sah dengan hadirnya 2 orang yang fasik
atau hadirnya orang yang adil dan yang fasik. Yang ketujuh, adalah
mendengar. Maka tidak sah suatu akad nikah dengan kehadiran dua
orang yang tuli dan juga yang tidak bisa mendengar dan tuli. Yang
dimaksud Al-Asham yaitu orang yang sam sekali tidak bisa
mendengar. Yang kedelapan, adalah penglihatan, karena sebuah
perkataan tidak akan tetap kecuali dengan sebuah persaksian dan
pendengaran. Maka tidak sah sebuah akad dengan menghadirkan
dua orang yang buta dan tidak bisa melihat. A'ma menurut pendapat
yang sohih ada dua macam, dan macam yang kedua itulah yang sah.
Karena sesungguhnya A'ma itu mampu memberika persaksian
dalam perkataan. Yang kesembilan, adalah ucapan, tidak sah akad
nikah dengan mendatangkan saksi dua orang yang bisu. Dan
disyaratkan dalam persaksian tidak adanya larangan Karen
menambah sesuatu yang terlewatsebab bodoh/ lupa dan juga
mengerti bahasa dua orang yang berakad. Maka tidak sah bagi orang
yang tidak mengerti bahasa keduanya.
Dalam kitab Al Bujairomi 'alaa Syarkhil Manhaj: disyaratkan
bagi wanita yang bercadar untuk memperlihatkan wajahnya pada
kedua saksi sebelum akad. Karena hal demikian termasuk sahnya
sebuah akad nikah. Apabila wanita yang di akadkan dan ia dalam
keadaan bercadar lalu dua orang saksi tadi tidak mengenalinya
maka tidak sah. Karena pendngaran seorang saksi atas suatu akad
seperti hakim dalam mendengarkan sebuah persaksian.
Imam Zarkasyi berpendapat bahwa tempat yang disyaratkan
itu ketika adanya perempuan tidak diketahui. Dan jika tidak ada
maka sah akadnya. Dan pernasalahan tersebut merupakan
permasalahan yang indah. Banyak para qadhi sekarang yang tidak
mengetahui masalah tersebut. Mereka menikahkan wanita bercadar

15
yang datang tanpa diketahui oleh para saksi cukup dengan
kehadiran dan kabar beritanya.
Muhammad Romli mengibaratkan sebuah persaksian: para
ulama berpendapat bahwa nikah wanita yang bercadar tidak sah
kecuali para saksi mengetahuinya, entah itu nama, nasab, dan
wajahnya.
Ibnu Hajar Syihab Al Qolyubi berpendapat dalam kitab
Hasyiyah 'Ala Jalal Al-Mahalliy: tidak disyaratkan melihat wania
yang tidak diketahui, tapi cukup menyaksikan jalannya akad antara
wanita tersebut desngan suaminya.

PENUTUP
MENERANGKAN HAK-HAK SEORANG ISTERI TERHADAP
SUAMI SERTA HAK-HAKNYA SEORANG SUAMI ATAS
ISTERI

Wajib bagi seorang suami menggauli isterinya dengan baik,


dengan memenuhi hak-hak isterinya seperti mahar, menafkahi,
membiayai, dan memberikan kebutuhan primernya dengan ridho,
hati yang tulus, perkataan yang halus serta bersabar atas kejelekan
etikanya, memberikan jalan kebaikan dan ibadah. Mengajarinya
kebutuhan agama mulai dari hukum bersuci, haidl, solat yang di
qodlo' dan tidak di qodlo'. Allah berfirman: "dan pergaulilah
mereka dengan baik". Dan Allah berfirman: “ bagi mereka hak
sepadandengan apa yang wajib atas mereka dengan baik”. Nabi
bersabda ketika haji wada' setelah memuji Allah dan ditengah-
16
tengah beliau memuji pada Allah beliau memberikan Mauidloh
kepada jamaah: "ingatlah, berwasiatlah kalian kepada para wanita
dengan baik. Karena sesungguhnya mereka adalah penolong
disamping kalian. Kalian tidak memiliki dari mereka selain itu
kecuali mereka melakukan perbuatan tercela dengan jelas. Jika
mereka melakukannaya maka jauhilah mereka di tempat tidur dan
pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menciderai. Jika
mereka menaati kalian maka jangan mencari-cari kesalahan,
ingatlah sesungguhnya bagi kalian hak atas istri-istri kalian dan bagi
istri-istri kalian hak atas kalian. Hak kalian atas mereka adalah tidak
boleh bagi mereka memasukkan orang yang kalian benci di tempat
tidur kalian, dan tidak boleh memberikan izin di rumah kalian bagi
orang yang kalian benci. Ingatlah hak mereka atas kalian adalah
kalian harus berbuat bagus kepada mereka dalam hal pakaian dan
makanan mereka”. Rasulullah SAW bersabda: " Hak seorang isteri
pada suami, memberi isteri makan ketika suami makan, memberi
isteri pakaian ketika suami berpakaian. Tidak memukulnya, tidak
boleh mengatakan jelek dan tidak boleh memusuhi isteri kecuali di
dalam rumah". Rasulullah SAW bersabda: " Siapa pun lelaki yang
menikahi sorang perempuan dengan mahar banyak atau sedikit, dan
tidak ada halangan pada diri seorang suami untuk menyerahkan hak
isterinya, kemudian mati lalu sang suami tidak menunaikan hak
isterinya, maka kelak Allah akan menemui dia di hari kiamat sebagai
seorang pezina". Rasulullah SAW bersabda: " Sesungguhnnya,
sebagian dari kesempurnaan iman seorang mu'min adalah mereka
yang yang paling baik akhlaknya dan berperilaku paling lembut
dengan keluarganya". Rasulullah SAW bersabda: " Lelaki adalah
pemimpin bagi keluarganya dan kelak ia akan di tanyai tentang
kepemimpinannya, dan wanitapun merupakan pemimpin di dalam
rumah tangga sang suami dan kelak ian akan ditanyai pula tentang
kepemimpinannya. Kalian adalah pemimpin dan kelak kalian akan
ditanyakan apa yang kalian pimpin". Allah SWT berfirman:
"perintahkan keluargamu untuk sholat". Maka barang siapa yang
tidak menyuruh isteinya sholat dan tidak mengajarkannya masalah
Agama, sungguh ia telah berkhianat kepada Allah dan Rasulnya.
Rasulullah SAW bersabda: "Seseorang tidak akan bertemu Allah
dengan dosa yang lebih besar dari membuat bodoh keluarganya".
17
Hak-hak suami atas isteri sangat banyak, diantaranya: wajib
menaati suaminya atas kemauan diri sendiri kecuali di dalam waktu
yang halal, tidak berpuasa dan keluar rumah dengan izin dan
ridhonya. Istri harus berusaha mendapatkan ridla suuami dan
menjauhi murkanya sebisa mungkin. Istri tidak boleh mencegah
suami dari tamatu’ (bersenang-senang) yang mubah. Sreyogyanya
istri mengakui dirinya seperti budak, yang tidak boleh menggunakan
harta suaminya kecuali dengan izinnya, sebagian mengatakan istri
itu seperti orang yang mahjur. Istri harus mendahulukan hak suami
atas hak kerabatnya, dan juga haknya sendiri dalam sebagian
contoh. Istri juga menyapkan diri untuk suaminya seperti dengan
membersihkan diri, dan tidak boleh sombong dengan kecantikannya,
tidak boleh mencela suami. Istri wajib melanggengkan rasa malu
terhadap suami dan memejamkan mata di depan suami, taat
perintahnya, diam ketika suami berbicara, berdiri ketika suami
datang dan ketika akan pergi. Istri harus menawarkan dirinya ketika
akan tidur, tidak boleh berkhianat pada suami dalam hal tempat
tidur atau harta suami, memakai parfum, menjaga bau mulut
dengan wewangian. Istri harus berhias ketika suami di rumah dan
tidak berhias ketika suami pergi. Istri juga harus memuliakan
keluarga suami dan kerabatnya, dan melihat pemberian yang sedikit
dari suami dengan sesuatu yang banyak. Wallāhu A'lam.

18

Anda mungkin juga menyukai