Anda di halaman 1dari 32

-PENERJEMAH KITAB ARAB

Bantahan al-Ghumary
Untuk Al-Albany

RUDY FACHRUDDIN S.Ag

Penerjemah Kitab Arab

2019
1
-PENERJEMAH KITAB ARAB

 Judul buku : Beberapa bantahan Syaikh Abdullah al-


Ghumary terhadap Syaikh al-Albany
 Diterjemahkan dan diperkaya dari kitab:
‫ى‬ ّ ‫ى‬
‫إأللبان إلمبتدع‬ ‫إلقول إلمقنع ف رد عىل‬
 Penulis kitab : al-Muhaddits al-‘Allamah Abdullah Ibn
Shiddiq al-Ghumary
 Penerjemah :Rudy Fachruddin S.Ag
 Pengayaan materi & referensi: Rudy Fachruddin S.Ag
 Takhrij Hadis: Rudy Fachruddin S.Ag
 Tahun Rilis : 2019

©PENERJEMAH KITAB ARAB:


 Menerima layanan penerjemahan untuk kitab-kitab
berbahasa Arab dalam berbagai keilmuan, hubungi:
0823 0200 5838.
Follow IG: Penerjemah_kitab_Arab
 Bagi yang ingin berdonasi, hubungi nomor diatas…

PENERJEMAH KITAB ARAB

2
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Pengantar Penerjemah

Segala puji bagi Allah atas selesainya buku tejemahan ini. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw, dan juga kepada para
keluarga dan sahabat beliau sekalian.
Buku ini merupakan buku terjemahan kelima yang diselesaikan oleh
penerjemah Kitab Arab. Kami berkomitmen untuk terus menerjemahkan berbagai
kitab-kitab karya ulama, hasil terjemahan akan diunggah ke internet dan dapat
diakses secara gratis. Saat ini ada beberapa buku yang sedang dalam proses
penerjemahan. Akan tetapi program ini baru dapat berjalan dengan bantuan dari
berbagai pihak baik dukungan materi maupun non-materi. Bagi yang ingin
menyampaikan donasi dapat menghubungi kontak penerjemah yang tertera di
atas.
Dalam penerjemahan ini, penulis tidak mengambil keseluruhan isi dari kitab
asalnya, melainkan bagian pentingnya saja, selain itu penuis juga memperkayanya
dengan tambahan materi dan referensi lain yang tidak ada pada kitab sebelumnya.
Penulis juga sebisa mungkin menulis referensi induk dari berbagai hadis di dalam
kitab ini. Kecuali hadis yang terdapat dalam kutubut tis‟ah, maka penulis hanya
mencantumkan nomor dan bab hadis, mengingat akses untuk kitab-kitab tersebut
sudah sangat memudahkan.
Pada akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
untuk berbagai pihak yangikut membantu dalam terselesaikannya terjemahan ini.
Penulis juga tentu saja menerima kritik dan saran terhadap isi buku dan akurasi
penerjemahan ini.

Kamis: 24-Oktober-2019,
Al-Faqir Rudy Fachruddin.

3
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Bantahan al-Ghumary terhadap al-Albany


Pengantar Penerjemah .....................................................................3
A. Latar Belakang Kritikan Al-Ghumary ............................................5
B. Menolak sama sekali beramal dengan Hadis Dhaif .....................6
C. Tidak Membolehkan Berpegang Dengan Penilaian Hasan Dari
Tirmidzi ...........................................................................................14
D. Masalah Penyandaran Hadis Pada Kitab-Kitab Sunan Yang Tidak
Populer ...........................................................................................16
E. Hadis-hadis tentang Keutamaan Sayyidina ‘Aly .........................18
1. Kritik terhadap Sanad Hadis....................................................18
2. Jawaban al-Ghumary ..............................................................19
3. Kritik terhadap Matan Hadis ...................................................20
4. Jawaban al-Ghumary ..............................................................21
F. Menyelisihi Para Ulama Kibar ....................................................26
Daftar Pustaka ................................................................................29

4
-PENERJEMAH KITAB ARAB

‫اميحرلا نمحرلا هلل‬ ‫بسم‬

A. Latar Belakang Kritikan Al-Ghumary

‫ى‬
‫ وإللةا وإللةا عىل يدداا دمح‬،‫إلاالمي‬ ‫ى‬
‫للمتقي وال عدوإن ؤال عىل‬ ‫ى‬
‫ وإلعاقبة‬،‫إلعالمي‬ ‫إلحمد هلل رب‬
‫ى‬
.‫إألكرمي‬ ‫وآله‬

Amma ba'd, semenjak tiga puluh tahun yang lalu, telah dicetak sebuah
risalah yang berjudul;

1 ‫ى‬
‫بدإية إللول ف تفضدل إلريول‬

Cetakan risalah tersebut disertai dengan ta'liqat (komentar penjelasan) dari


Syaikh Abdullah al-Ghumary. Risalah tersebut kemudian dicetak untuk kedua
kalinya. Selanjutnya pada cetakan ketiga, risalah tersebut disertai dengan ta'liqat
dari Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albany2, beliau dalam muqaddimah
ta'liqatnya menyatakan berbagai bantahan terhadap Syaikh al-Ghumary dan
memberikan tantangan yang tegas terhadap beliau, padahal, menurut Syaikh al-
Ghumary, al-Albany sendiri menyadari bahwa naskah Risalah tersebut yang beliau
berikan ta'liqat itu merupakan naskah manuskrip hasil tashhih dan penelitian dari

1
Kitab tersebut merupakan Kitab yang membahas berbagai hal tentang keutamaan
Rasulullah Saw dan mencakup beberapa hadis berkaitan dengan masalah tersebut. Penulis kitab
tersebut adalah Syaikh Izzuddin Ibn Abd al-Salam, salah seorang ulama Besar mazhab Syafi’iy yang
hidup pada abad keenam dan ketujuh Hijriyah.
2
Kitab yang disertai Tahqiq dari Syaikh al-Albany dicetak oleh maktabah al-Islamy.

5
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Syaikh al-Ghumary . Syaikh al-Ghumary lah yang memperbaiki kesalahan-


kesalahan dari naskah pertama manuskrip Risalah tersebut. Namun al-Albany
seolah-olah mengabaikannya kenyataan tersebut.

Berdasarkan pada kenyataan tersebut, Syaikh al-Ghumary merasa perlu


untuk menjawab apa yang disampaikan oleh al-Albany dalam ta'liqatnya tersebut.
Semuanya tentu saja dengan upaya dan kekuasaan yang diberikan oleh Allah
SWT. Dalam buku ini, penulis merangkum beberapa poin penting yang menjadi
basis kritikan Syaikh al-Ghumary terhadap pemikiran dan pendapat Syaikh
Nashiruddin al-Albany.

B.Menolak sama sekali beramal dengan Hadis


Dhaif
Al-Albany mengkritik al-Ghumary karena beliau sering membahas hadis-
hadis dalam jumhur kitab-kitab sunan para ulama perawi hadis, namun beliau
jarang sekali memberikan penjelasan terhadap nilai kualitas dari sanad hadis yang
beliau kutip atau bahas, apakah ia shahih atau dhaif. Padahal seharusnya menurut
al-Albany, al-Ghumary paham dan mampu melakukannya. 3

Menurut Syaikh al-Ghumary, beliau tidak memberikan keterangan tentang


kualitas sanad karena Risalah itu membicarakan tentang fadhilah-fadhilah
kenabian. Hadis-hadis tersebut telah diperkuat makna dan isinya oleh ayat-ayat
Alquran dan Hadis-hadis shahih yang lain. Selain itu, telah menjadi kesepakatan
banyak ulama ahli hadis dan ahli fiqih yang membolehkan untuk beramal dengan

3
Lihat: Izz Ibn Abdissalam, Bidayat al-Sul fi Tafdhil al-Rasul, Tahqiq Muhammad
Nashiruddin al-Albany, (t.tp: Maktabah al-Islamy, t.th), hal.25.

6
-PENERJEMAH KITAB ARAB

hadis-hadis dhaif dalam perkara Fadhilah dan targhib tarhib, selama hadis tersebut
tidak sampai pada derajat palsu.

Ketentuan bolehnya mengamalkan hadis dhaif dalam perkara nasehat dan


fadhail dapat dilihat alfiyah Imam Suyuthi dalam ilmu hadis, al-Suyuthi menuliskan:

‫****** ********* ***** وتركه بدان ضعف قد رضوإ‬


‫ى‬
‫ف إلوعظ أو فضائل إألعمال * ال إلعقد وإلحرإ وإلحةال‬
ّ
ّ ‫يشتد ضعف‬
******************* * ‫ثم من‬ ‫وال ؤذإ‬

Artinya: para ulama membolehkan menyampaikan hadis tanpa menjelaskan


status dhaifnya, jika hadis tersebut berisi tentang nasihat dan fadhail amal, bukan
tentang akidah dan halal haram, serta tingkat dhaifnya tidak terlalu parah. Syaikh
Mahfudh al-Termasi menjelaskan secara lebih detail bahwa diantara para ulama
yang bepegang pada ketentuan demikian adalah Ahmad Ibn Hanbal, Abdurrahman
Ibn Mahdy dan Ibn al-Mubarak. 4

Al-Ghumary sendiri menerangkan Keterangan di atas jelas tertulis dalam


pendapat Ahmad Ibn Hambal, Ibn al-Mubarak dan Sufyan, dan juga oleh para
imam. Pendapat semacam ini juga terus menerus dipegangi oleh berbagai ulama
lintas masa dan generasi.

Ulama yang berbeda pendapat tentang kebolehan beramal dengan hadis-


hadis dhaif ini hanya Ibn al-'Araby, dan pendapat beliau itu adalah pendapat syadz
yang menyimpang dari jumhur pendapat ulama. Ibn al-'Araby tidak membolehkan
sama sekali beramal dengan hadis-hadis dhaif sekalipun dalam perkara Fadhilah

4
Mahfuzh al-Termasy, Manhaj Zawi al-Nazhar, Syarh Manzhumah Ilm al-Atsar, (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2003), hal. 117.

7
-PENERJEMAH KITAB ARAB

dan targhib & tarhib. Pendapat Ibn al-'Araby ini juga diikuti oleh al-Qanuji dalam
kitab Nuzul al-Abrar. Kemudian pendapat mereka berdua diikuti oleh al-Albany,
karena memang beliau dikenal gemar mengikuti pendapat-pendapat syadz yang
berbeda dengan jumhur para ulama.5

Perlu diingat bahwa Ibn al-'Araby sendiri mungkin hanya menolak


pengamalan hadis-hadis dhaif secara teoritis saja, namun, pada prakteknya beliau
juga mengamalkan hadis-hadis dhaif, dalam salah satu kitab beliau yang paling
populer yaitu kitab ‫سراج المريدين‬.6 Selain itu, dalam beberapa karya beliau
tentang Syarah hadits seperti Syarah hadits Tirmidzi atau Syarah al-Muwaththa'
dan juga dalam kitab-kitab fiqih, beliau juga mengutip dan mengamalkan hadis-
hadis dhaif.

Jumhur ulama yang memberikan kelonggaran untuk mengamalkan hadis-


hadis dhaif dalam perkara Fadhilah dan semacamnya termasuk prinsip yang sesuai
seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Saw sendiri. Rasulullah Saw juga
memberikan kelonggaran pada perbuatan yang sifatnya Fadhilah (tambahan atau
sunat), yaitu sesuatu yang tidak dilonggarkan pada perkara-perkara yang wajib.
Ada banyak contoh dalam masalah ini, berikut kami paparkan beberapa
diantaranya:

1. Shalat sunat diperbolehkan untuk dikerjakan sambil duduk, meskipun


seseorang sanggup melakukannya sambil berdiri. Shalat sunat juga diperbolehkan

5
Muhammad Ibn Abdullah al-Ghumary,al-Qaul al-Muqni’ fi al-Radd ‘ala al-Albany, (1439),
hal. 3.
6
Kitab ini merupakan salah satu karya tulis Ibn al-‘Araby yang cukup tebal, terdiri dari
empat jilid, dimana di dalamnya beliau menjelaskan berbagai hal berkaitan dengan adab dan
perihal kehidupan di dunia dan akhirat dilengkapi dengan berbagi dalil dari Alquran, hadis dan
nalar logika. Dalam kitab tersebut, terlihat Ibn al-‘Araby sangat longgar dalam meriwayatkan dan
menyebutkan berbagai hadis.

8
-PENERJEMAH KITAB ARAB

misalnya rakaat pertamanya dikerjakan sambil berdiri sedangkan rakaat kedua


dilakukan sambil duduk. Diantaranya dalam sebuah hadis disebutkan;
ً َ ‫ه‬ َ َ َ َ ‫ه‬ َ َ ‫ه ُ ِ َ ا َ ا‬ ََ ُ‫َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ ُ ُ ه َ ه ه‬
‫إَّلل عل ْد ِه َو َيل َم ي َل يىل ل ْدًل ط ِويًل ف ِإذإ َصىل ق ِائ ًما َرك َع قا ِئ ًما َو ِإذإ َصىل ق ِاعدإ‬ ‫إَّلل صىل‬
ِ ‫عن عا ِئشة قالت كان ريول‬
‫ََ َ َ ا‬
‫اعدا‬
ِ ‫ركع ق‬

Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam biasa shalat malam sekian


lama, jika beliau shalat dengan berdiri, maka beliau ruku' dengan berdiri, dan jika
beliau shalat dengan duduk, maka beliau ruku' dengan duduk." (HR Muslim no.
1202). (Abu Dawud no.818), (Tirmidzi no.342), (Nasai'y no.1628).

Dalam hadis yang lain disebutkan,


‫ه‬ ََ ُ‫ه‬ ‫ه‬ ‫َ ْ َ َ َ َ ى َ ه ُ َ ْ َ ُ ِّ ْ ُ ْ ىَ َ َّ َ َ ْ َ ْ ُ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َ ه‬
‫إَّلل عل ْد ِه َو َيل َم‬ ‫إَّلل َصىل‬
ِ ‫ي أاها أخ َ َبته أاها لم ت َر ريول‬ ‫ض إَّلل عنها أ إلمؤ ِم ِن‬ ‫عن ع ِائشة ر ِ ي‬
ْ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َّ َ ً َ ُ ْ َ َ َ َ َّ َ َّ َ ُّ َ ً َ ‫َ َ ه‬ ِ ُ
‫ي َل يىل َصًل إلل ْد ِل ق ِاعدإ قط ح َّت أ َين فكان يق َرأ ق ِاعدإ ح َّت ِؤذإ أ َرإد أن ي ْرك َع قا َ فق َرأ اح ًوإ ِمن‬
َ ُ ‫َ َ ىَ َ ا َ ْ َ ْ َ ىَ َ ا‬
‫ي آية ث َّم َرك َع‬ ‫ثًل ِثي آية أو أرب ِع‬

Artinya: dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha Ummul Mukminin bahwasanya ia


mengabarinya bahwa ia tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
sekalipun mendirikan shalat malam dengan duduk hingga beliau beranjak tua. Saat
tua itulah Beliau membaca surat dengan duduk, hingga jika Beliau akan ruku'
maka Beliau berdiri dan Beliau baca sekitar tiga puluh atau empat puluh ayat
kemudian Beliau ruku'. (HR Bukhari no. 1051)

2. Dalam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah


melakukan shalat witir di atas unta. Riwayat tersebut menunjukkan bolehnya
melakukan shalat sunat di atas kendaraan. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah
hadits dari Ibn Umar,

9
-PENERJEMAH KITAB ARAB

َ ‫إلل ْدل ؤ ََّّ ْإل َف َرإئ‬


‫ُ ئُ َ ا َ َ َ ه‬ ْ َ َّ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َّ ‫َ َ َّ ُّ َ ه ه ُ َ َ ْ َ َ ه َ ُ َ ِ ى‬
َ ِ ِ ِ ‫وم ِؤيماً صًل‬
ِ ‫إحل ِت ِه حدث توجهت ِب ِه ي‬
ِ ‫ّت صىل إَّلل علد ِه ويلم يل يىل ِ يف إللف ِر عىل ر‬ ‫كان إلن َِ ي‬
َ َ ََ ُ َُ
‫إحل ِت ِه‬
ِ ‫وتر عىل ر‬ ِ ‫وي‬

"Jika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam perjalanan, maka beliau mengerjakan
shalat di atas tunggangannya kemana saja hewan itu menghadap, beliau
mengerjakannya dengan isyarat, kecuali shalat fardlu. Dan beliau juga
mengerjakan shalat witir di atas kendaraannya."

Dalam hadis yang lain disebutkan, dari 'Amir Ibn Rabi'ah,


ْ َ ُ َ َ ْ َ َ َ َ َّ ‫ُّ ْ َ َ ه ْ ى‬ ‫َّ َّ َ ه ه ُ َ َ ْ َ َ ه َ َ ه‬ َ َ ُ َّ َ ُ
‫إحل ِت ِه َح ْدث ت َو َّج َهت ِبه‬
ِ ‫ّت صىل إَّلل علد ِه ويلم صىل إللبحة ِباللد ِل ِ يف إللف ِر عىل ظه ِر ر‬ َ‫ُ أاه رأى إلن ِ ي‬

Artinya: bahwa dia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengerjakan


shalat sunnat dalam perjalanan (safarnya) di atas punggung hewan
tunggangannya ke mana saja arah menghadapnya."

Keringanan tersebut tidak berlaku pada shalat fardhu.

3. Terdapat beberapa hadis yang menyebutkan bahwa Rasulullah Saw pernah


duduk ketika melakukan shalat Sunnah, diantaranya:

Muslim meriwayatkan hadits dari Aisyah;


َ ُ َ ُ ِ ُ َ ُ َ ْ َ َّ ُ ُ ُ ْ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ‫َ َ ْ ُ َ َّ ى َّ َ َ َ ْ ُ ُ ه‬ َ ََ َ ْ ِ َ َُ
‫ َ َوَّ ي َلل ُم ث َّم يقو ُ ف ُد َل ِّل‬ ‫ات َّ يج ِلس ِفيها ِؤَّ ِ يف إلث ِامن ِة فدذكر إَّلل ويحمده ويدعوه ثم ينه‬ ٍ ‫ويل يىل ِتلع ركع‬
َ ُ ً ْ َ ُ ِ َ ُ َّ ُ ُ ُ ْ َ َ ُ ُ َ ْ َ َ َ ‫َّ َ َ ُ َّ َ ْ ُ ُ َ َ ْ ُ ُ ه‬
‫دما ي ْل ِم ُعنا‬ ‫ايعة ثم يقعد فدذكر إَّلل ويحمده ويدعوه ثم يللم تل ِل‬ ِ ‫إلت‬

Artinya: Rasulullah Saw pernah shalat sembilan rakaat. Beliau tidak duduk
dalam kesembilan rakaat itu selain pada rakaat kedelapan, beliau menyebut nama
Allah, memuji-Nya dan berdoa kepada-Nya, kemudian beliau bangkit dan tidak
mengucapkan salam. Setelah itu beliau berdiri dan shalat untuk rakaat ke

10
-PENERJEMAH KITAB ARAB

sembilannya. Kemudian beliau berdzikir kepada Allah, memuji-Nya dan berdoa


kepada-Nya, lalu beliau mengucapkan salam dengan nyaring agar kami
mendengarnya.

Dalam riwayat yang lain dari Nasai‟y yang juga dari Aisyah, disebutkan
َ ُ َ َ َ َ ْ‫َ َ َ َ َ ْ ُ ه‬ َ َ ْ َ َّ ُ َ َ ْ َّ ِ َ ُ َ ‫َ َ َ َّ ُّ َ ه ه ُ َ َ ْ َ َ ه‬
‫ور ِه َو ِإَل‬
ِ ‫إش ِه ف ِإذإ كان جوف إللد ِل قا ِؤَل طه‬ ِ ‫اس إل ِعشاً ثم يأ ِوي ِؤَل ِفر‬ ِ ‫وكان إلن َِ يّت صىل إَّلل علد ِه ويلم يل يىل ِبالن‬
ُ ُ ُّ َ ُ ُّ َ َ َ ْ ‫ُ َ َّ ُ َ َّ َ َّ ُ ُ َ ِّ َ ْ َ ُ َّ ى‬ َ ‫ت َر َك‬َّ ِ َ ُ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َّ ُ َ َّ َ َ َ َ َ
‫ود ث َّم‬ِ ‫ج‬ ‫إلل‬ ‫و‬ ‫وع‬
ِ ‫ك‬‫إلر‬‫و‬ ِ ً‫إ‬
‫ر‬ ‫ق‬ِ ‫إل‬ ‫ف‬‫ِي‬ ‫ن‬ ‫ه‬‫ن‬ ‫ي‬‫ب‬ ‫ي‬‫و‬ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫ه‬ ‫ا‬‫أ‬ ‫َل‬ ‫ؤ‬
‫ِ ي‬ ‫ل‬‫د‬ ‫خ‬ ‫ي‬ ‫ات‬
ٍ ‫ع‬ ‫ي‬ِ ‫ىل‬
‫حاج ِت ِه فتوضأ ثم يدخل إلمل ِجد فدل ي‬
ُ ْ َ َ ُ ُ ‫ُ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ِ َ ْ َ َ ْ ى‬
‫ي َوه َو َج ِالس ث َّم يض ُع َجن َبه‬ ِ ‫وتر ِبركع ٍة ثم يل يىل ركعت‬
ِ ‫ي‬

Artinya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat hingga beliau tua dan
bertambah gemuk.' Aisyah menceritakan daging (gemuk) nya Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam masya Allah. dia berkata; 'Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam shalat Isya' bersama para sahabat kemudian kembali ke tempat tidurnya.
Pada tengah malam beliau bangun ke tempat bersucinya dan hajatnya, lalu
berwudhu, kemudian masuk ke masjid lalu shalat enam rakaat. Terbayang olehku
bahwa beliau menyamakan bacaannya, ruku'nya, serta sujudnya. Beliau juga
shalat witir satu rakaat. Kemudian shalat dua rakaat sambil duduk, lalu berbaring
miring. (Hadis riwayat Nasai‟y, no. 1633).

4. Tabyit niat atau menyatakan niat sebelum fajar pada puasa fardhu,
hukumnya wajib, sedangkan pada puasa sunnah tidak demikian. Sebagaimana
dalam sebuah Hadis:
ِّ ‫َح َّد َث َنا َأ ُبو َب ْكر ْب ُن َأن َش ْي َب َة َح َّد َث َنا َوكيع َع ْن َط ْل َح َة ْبن َي ْح َّت َع ْن َع َّمته َعائ َش َة ب ْنت َط ْل َح َة َع ْن َعائ َش َة ُأ‬
ِ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ‫َِ ي‬ ِ
ْ َ ِّ‫ه ُ َ َ ْ َ َ ه َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ ْ َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ َ َ ى‬ ‫ىَ َ َ ْ َ َ َ َ َ َّ َّ ُّ َ ه‬ ْ ُْ
‫شً فقلنا َّ قال ف ِإ ين ِؤذن‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫د‬ ‫ن‬ ‫ع‬ِ ‫ل‬‫ه‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ف‬ ٍ ‫و‬‫ي‬ ‫إت‬‫ذ‬ ‫م‬ ‫ل‬‫ي‬ ‫و‬ ‫ه‬
ِ ‫د‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫إَّلل‬ ‫ىل‬ ‫ص‬ ‫ّت‬ َ
‫ي ِي‬‫إلن‬ ‫ىل‬ ‫ع‬ ‫ل‬ ‫خ‬ ‫د‬ ‫ت‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ن‬
ِ ‫م‬ِ ‫إلم‬
‫ؤ‬
ََ َ َ ً َ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ََ ْ َ َ َ َ ْ ُ ‫ه‬ َ ُ َ َ َ ْ ُ َ َ ً َْ َ َ َ َّ ُ َ
‫ده فلقد أصبحت صا ِئما فأ كل‬ ِ ‫إَّلل أه ِدي لنا حيس فقال أ ِري ِن‬ ِ ‫صا ِئم ثم أتااا يوما آخ َر فقلنا يا ريول‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Waki' dari Thalhah bin Yahya dari bibiknya Aisyah

11
-PENERJEMAH KITAB ARAB

binti Thalhah, dari Aisyah Ummul Mukminin, ia berkata; Pada suatu, Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam menemui dan bertanya, "Apakah kamu mempunyai
makanan?" kami menjawab, "Tidak." Beliau bersabda: "Kalau begitu, saya akan
berpuasa." Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata,
"Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa Hais (makanan yang terbuat
dari kura, samin dan keju)." Maka beliau pun bersabda: "Bawalah kemari,
sungguhnya dari tadi pagi tadi aku berpuasa." (HR: Muslim no. 1951, Tirmizy
no. 665, Nasai‟y no. 2288)
5. Bolehnya memutus atau membatakan puasa sunnah meskipun tanpa
mudharat, sedangkan pada puasa wajib memutuskan puasa di tengah jalan
hukumnya dosa. Hal ini juga didasarkan pada hadis di atas.
6. Keringanan Tertib manasik dalam haji sunnah, dalam sebuah riwayat
disebutkan:
َ ُ ْ ُ َ َ َْ ْ ْ ‫ه‬ َْ ْ َ َ ْ ُ ْ ُّ َ َ َ َّ َ َ َ ْ ُ ْ ‫ه‬ ْ َ ُ ْ ُ َّ َ ُ َ َّ َ
‫إَّلل ب ِن إل ُم َب َار ِك أخ ََ َباا ُمح َّمد بن أ َِ ين‬ِ ‫ىل بن إلح َل ِن عن عب ِد‬ ‫إَّلل ب ِن قهزإذ حدثنا ع ِ ي‬ ِ ‫حدث ِ ى يّت محمد بن عب ِد‬
ُ ‫إَّلل َص هىل ه‬ ‫َ َ َ ْ ُ َ ُ َ ه‬ َ ْ ْ ْ َ ْ ‫يَس ْبن َط ْل َح َة َع ْن َع ْبد ه‬ ُّ ْ َ َ َ ْ َ
َ ‫إلز ْهر ِّي َع ْن ع‬
‫إَّلل‬ ِ ‫ ي ِمعت ريول‬:‫اص قال‬ ِ ‫إَّلل ب ِن عم ِرو ب ِن إلع‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫ح فل ة ع ن‬
ْ َ َ َ َ ْ َ َ
َ ْ ُ ْ َ ِّ
َ ‫ول ه ى‬ َ ‫ال َيا َر ُي‬ َ َ َ ْ َّ َ َ
َ ‫َع َل ْده َو َي هل َم َوأت ُاه َر ُجل َي ْو َ إلن ْحر َو ُه َو َوإقف عند إل َج ْم َر فق‬
ْ
َ ْ
ِ‫إَّلل ِؤ ين حلقت قبل أن أر ِ يم فقال إر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َ ِّ‫َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ُ َ َ َ ىِّ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ُ َ َ َ ى‬
‫وَّ حرج وأتاه آخر فقال ِؤ ين ذبحت قبل أن أر ِ يم قال إرِ وَّ حرج وأتاه آخر فقال ِؤ ين أفضت ِؤَل إلبد ِت قبل أن‬
َ ُ ْ َ َ َّ ْ َ ْ َ
‫ال إف َعلوإ َوَّ َح َر َج‬ ‫ش ًٍ ِؤَّ ق‬ َ ْ َ َ ُ ُ ُ َْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َْ
‫أر ِ يم قال إرِ وَّ حرج قال فما رأيته ي ِئل يوم ِئ ٍذ عن ي‬

Artinya: telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Abdullah bin Quhzadz


Telah menceritakan kepada kami Ali bin Hasan dari Abdullah bin Mubarak telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Hafshah dari Az Zuhri dari Isa bin
Thalhah dari Abdullah bin Amru bin Ash ia berkata; Saya mendengar Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau didatangi oleh seseorang pada hari
Nahr (kurban) dan saat itu beliau sedang berada di tempat melontar jumrah.
Orang tersebut bertanya, "Wahai Rasulullah, sungguh saya telah mencukur

12
-PENERJEMAH KITAB ARAB

rambut sebelum melontar jumrah?" beliau bersabda: "Tidak apa-apa, sekarang


melontarlah." Kemudian datanglah yang lain lagi dan bertanya, "Sungguh, saya
telah beranjak ke Baitullah sebelum melontar?" beliau bersabda: "Tidak apa-
apa, sekarang melontarlah." Abdullah bin Amru berkata; Pada hari itu, aku
tidak melihat beliau ditanya tentang sesuatu melainkan beliau menjawab:
"Tidak apa-apa, sekarang lakukanlah."

Penjelasan di atas adalah sebuah gambaran yang sangat jelas tentang


bolehnya beramal dengan hadis Dhaif pada masalah Fadhail amal dan
semacamnya. akan tetapi para ulama menetapkan tiga syarat yaitu:
 Kandungan sebuah hadis dhaif mendapatkan dukungan dari dasar yang
lebih umum seperti ayat Alquran, hadis Shahih atau kaidah-kaidah
Syariat
 Status kedhaifan hadis tersebut tidak terlalu parah
 Tidak boleh meyakini bahwasanya ia berasal dari Nabi Muhammad Saw.

Para ulama mengatakan tidak boleh mengamalkan hadis dhaif dalam


masalah hukum, bukan secara keseluruhan. Para imam sendiri terkadang
mengamalkan hadis dhaif pada masalah hukum. Al-Hafizh Ibn Mulaqqin menulis
sebuah kitab khusus yang mengumpulkan hadis-hadis dhaif yang diamalkan oleh
para imam mazhab, baik secara umum maupun personal, hadis-hadis tersebut oleh
Ibn Mulaqqin diurutkan berdasarkan sistematika bab fiqih.

13
-PENERJEMAH KITAB ARAB

C. Tidak Membolehkan Berpegang Dengan


Penilaian Hasan Dari Tirmidzi

Al-Albany dalam Tahqiqnya terhadap kitab ‫ بدإية إللول‬mengkritik Syaikh al-


Ghumary yang berpegang kepada penilaian Hasan terhadap hadis yang diberikan
oleh Imam Tirmidzi. Padahal Imam Tirmidzi salah satunya menurut penjelasan al-
Zahaby dikenal terlalu bermudah-mudahan (longgar) dalam masalah tersebut.
Menurut al-albany seharusnya Syaikh al-Ghumary melakukan kajian lebih
mendalam terhadap penilaian Tirmidzi dengan melakukan kajian sanad apakah ia
benar-benar baik, atau apakah hadis tersebut memiliki jalur periwayatan lain yang
memperkuatnya. Jika tidak, maka seharusnya hadis tersebut dikemukakan status
kedhaifannya.7
Al-Ghumary mengatakan bahwa ia ketika mentahqiq kitab Syaikh Izzuddin
tersebut hanya satu dua kali berpegang pada penilaian Imam Tirmidzi, ini bukan
lah semata-mata karena beliau taqlid pada Imam Tirmidzi melainkan
mengukuhkan dan membenarkan penilaian Imam Tirmidzi, karena memang
penilaian imam Tirmidzi itu benar adanya.
Al-Zahaby dalam kitab al-Mizan memang menyebutkan salah satu contoh
perbedaan Imam Tirmidzi dalam menilai kualitas seorang perawi. Al-Zahaby ketika
menjelaskan identitas seorang perawi bernama Katsir Ibn Abdullah Ibn „Umar Ibn
„Auf, al-Zahaby menjelaskan bahwa perawi tersebut riwayatnya didhaifkan oleh
para imam bahkan ada sebagian yang mengatakan ia itu seorang pendusta.
Namun al-Tirmidzi menshahihkan sebuah riwayat dari perawi tersebut yaitu:

7
Lihat: Izz Ibn Abdissalam, Bidayat al-Sul fi Tafdhil al-Rasul, Tahqiq Muhammad
Nashiruddin al-Albany, (t.tp: Maktabah al-Islamy, t.th), hal.25.

14
-PENERJEMAH KITAB ARAB

َ ْ َ ْ ‫ْ َ َ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ْ ُ َ ْ ه‬ َ ُ َ َ َ َّ َ َّ َ ْ َ ُ ْ ُ َ ْ َ َ َّ َ
‫إَّلل ب ِن ع ْم ِرو ب ِن ع ْو ٍف‬
ِ ‫حدثنا إلح َلن بن ع ِ ي ٍّىل إلخًل ُل حدثنا أبو ع ِام ٍر إلعق ِدي حدثنا ك ِثب بن عب ِد‬
‫َ ا‬ ً ْ َّ َ‫ى‬ ْ َ‫َ ْ ى‬ ُ ْ ُّ َ َ َ ‫َ ْ َ ِّ َ َّ َ ُ َ ه َ ه ه ُ َ َ ْ َ َ ه‬ َ ْ َ ‫َُْ ى‬
َّ‫ي ِؤَّ ُصلحا َح َّر َ َحًل‬ ‫ي إل ُم ْل ِل ِم‬ ‫إلللح َجا ِئز ب‬ ‫إَّلل صىل إَّلل علد ِه ويلم قال‬
ِ ‫ده عن جد ِه أن ريول‬ ِ ‫إلمز ِ ي ُّن عن أ ِب‬
َ َ َ ُ َ َ َ ً َ َ َّ َ َ ْ َ ‫ْ َّ َ ْ ً َ َّ َ َ َ ا‬ َ ُ ْ ُ ْ َ ً َ َ َّ َ َ ْ َ
ُ ُ ‫ون َع َىل‬
‫يَس هذإ َح ِديث َح َلن‬ ‫ال أبو ِع‬ ‫ ق‬.‫وط ِهم ِؤَّ شطا حر حًلَّ أو أحل حرإما‬ ِ ‫ش‬ ‫أو أحل حرإما وإلمل ِلم‬
‫َص ِحيح‬
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali Al Khallal, telah
menceritakan kepada kami Abu Amir Al 'Aqadi, telah menceritakan kepada kami
Katsir bin Abdullah bin Amru bin 'Auf Al Muzani dari ayahnya dari kakeknya
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perdamaian
diperbolehkan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan
yang halal atau menghalalkan yang haram. Dan kaum muslimin boleh
menentukan syarat kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih. (HR
Tirmidzi, No. 1272/1352. Hadis dengan makna serupa juga diriwayatkan oleh Abu
Dawud, Ibn Majah dan Imam Ahmad)
Berdasarkan penilaian Al-Tirmidzi di atas, al-Zahaby mengatakan bahwa
penilaian baik atau hasan terhadap seorang perawi yang diberikan oleh imam al-
Tirmidzi tidak dipegang oleh para Ulama.
Penilaian terhadap Imam Tirmidzi ini dikomentari oleh al-„Iraqy dalam
Syarahan beliau terhadap Sunan Tirmidzi. Al‟Iraqy berkata bahwa tuduhan seperti
Ini sangat tidak layak diberikan kepada Ulama sekelas Imam Tirmidzi. Orang yang
berpandangan seperti ini kepada Imam Tirmidzi hanya orang yang tidak mengenal
kapasitas seorang Imam Tirmidzi seperti Ibn Hazm. Akan tetapi,Jika kita mengenal
beliau maka kita akan mengetahui bahwasanya al-Tirmidzi adalah seorang ulama
yang dapat dijadikan pegangan. Kapasitas tersebut tidak akan rusak hanya karena
adanya ikhtilaf ijtihad beliau yang berbeda dengan ulama yang lain dalam menilai
status seorang rijal atau identitas perawi.

15
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Al-„Iraqy yang merupakan seorang ulama besar hadis yang sangat


terpercaya mengatakan bahwa al-Tirmidzi adalah seorang ulama yang mu‟tamad.
Komentar seorang al-Zahaby terhadap al-Tirmidzi semacam itu terkesan terlalu
meremehkan seorang Imam Tirmidzi. Padahal perbedaan penilaian kualitas
seorang rawi itu hanyalah sebuah bentuk perbedaan ijtihad. Rasanya tidak layak
memberikan komentar semacam itu kepada Imam Tirmidzi.
Padahal menurut al-Ghumary, al-Albany terkadang berpegang pada
pendapat al-Munawy dan al-Qary, keduanya tidak sepadan untuk dibandingkan
dengan seorang Imam Tirmidzi.

D. Masalah Penyandaran Hadis Pada Kitab-


Kitab Sunan Yang Tidak Populer

Syaikh Al-Albany mengkritik Syaikh al-Ghumary bahwa beliau terkadang


menyandarkan referensi sebuah hadis pada kitab sunan atau kitab dokumentasi
Hadis yang tidak populer, bukannya kepada dokumentasi hadis pada kitab-kitab
yang berformat Shahih yang lebih populer. Menurut al-Albany hal ini bertentangan
dengan kebiasaan para ulama Hadis.8
Al-Albany mengambil contoh hadis berikut ini:
ّ ‫أاا‬
‫يدد ولد آد وال فخر‬

Ketika memberikan Ta‟liq terhadap kitab tersebut, Syaikh al-Ghumary


menyandarkan hadis tersebut kepada kitab al-Adab milik Ibn Abi „Ashim9. Padahal
menurut al-Albany rujukan semacam itu hanya dapat dilihat oleh orang yang

8
Lihat: Izz Ibn Abdissalam, Bidayat al-Sul fi Tafdhil al-Rasul, Tahqiq Muhammad
Nashiruddin al-Albany, (t.tp: Maktabah al-Islamy, t.th), hal.26.
9
Nama lengkap beliau adalah al-Hafizh Umar Ibn Abi ‘Ashim al-Dhahak Ibn Mukhallad al-
Syaibany, wafat tahun 287 H.

16
-PENERJEMAH KITAB ARAB

memang bergelut dalam hadis, sedangkan orang-orang awam pastinya akan


kesulitan untuk merujuk kesana. Yang lebih tepat menurut al-Albany seharusnya
hadis tersebut disandarkan kepada rujukan dokumentasi hadis yang lebih populer
seperti al-Tirmidzi dan Ibn Hibban yang sama-sama meriwayatkan redaksi hadis di
atas.
Al-Albany melanjutkan bahwa penyandaran hadis kepada rujukan
dokumentasi hadis yang kurang populer baru boleh dilakukan jika rujukan tersebut
berlandaskan pada jalur sanad yang lebih shahih.
Menjawab kritikan al-Albany di atas, al-Ghumary mengatakan bahwa
kritikan tersebut adalah sebuah blunder besar dari al-Albany. Al-Ghumary
mengembalikan rujukan Hadis tersebut pada riwayat Ibn Abi „Ashim karena redaksi
yang disebutkan oleh Syaikh Izzuddin dalam kitab tersebut sama seperti redaksi
dalam periwayatan Ibn Abi „Ashim. Hadis tersebut memang turut diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi, namun dengan redaksi yang sedikit berbeda yaitu:
ْ َ َ ْ َ َ َ ُ ََ
‫أاا َي ِّدد َول ِد آد َ ي ْو َ إل ِق َد َام ِة َوَّ فخ َر‬
ْ َ
Terlihat ada penambahan ‫ ي ْو َ إل ِق َد َام ِة‬dalam periwayat tersebut. Jadi wajar
saja jika al-Ghumari mengembalikannya pada periwayatan dengan redaksi yang
sama. Seharusnya al-Albany cukup menambahkan beberapa jalur periwayatan lain
yang serupa untuk hadis tersebut, tanpa harus terburu-buru memberikan vonis
dan kritikan terhadap penyandaran dan takhrij oleh Syaikh al-Ghumary.

17
-PENERJEMAH KITAB ARAB

E. Hadis-hadis tentang Keutamaan


Sayyidina ‘Aly
Di antara kritikan al-Albany kepada al-Ghumary adalah terkait sebuah hadis
dari Aisyah yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak. Hadis yang
dimaksud adalah:
ّ ‫يدد ولد آد وعىل‬
‫يدد إلعرب‬ ّ ‫أاا‬
‫ي‬
Artinya: aku adalah penghulu seluruh keturunan Adam, dan Ali adalah
penghulu bangsa Arab. 10
Berkaitan dengan hadis tersebut, ada dua kritikan yang dikemukakan oleh
al-Albany kepada al-Ghumary.

1. Kritik terhadap Sanad Hadis

Al-Ghumary memberikan penilaian bahwasanya hadis tersebut statusnya


dhaif. Hal ini dibantah oleh al-Albany yang menyatakan bahwa hadis tersebut
adalah hadis maudhu‟. Al-Albany melandasarkan pada penjelasan al-Zahaby, al-
Albany menilai dalam masalah ini tidak seharusnya al-Ghumary menyelisihi
penilaian al-Zahaby. Sanad hadis tersebut berasal dari Husain Ibn „Alwan, „Amr al-
Wajihy dan beberapa nama yang lain yang divonis sebagai pemalsu hadis. 11
Penilaian bahwa hadis tersebut adalah hadis palsu dari al-Zahabi ini juga
diperkuat oleh Ibn Hajar al-„Asqalany.12 Al-Albany juga mengatakan bahwa Ibn
Taymiyah juga berpendapat demikian.

10
Hadis ini salah satunya diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, dari Aisyah,
lihat: Muhammad Ibn Abdullah al-Hakim al-Naisabury, al-Mustadrak ‘ala Shahihain, jil. 3, (Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,2002), hal. 133. No. hadis: 4256.
11
Lihat: Izz Ibn Abdissalam, Bidayat al-Sul fi Tafdhil al-Rasul, Tahqiq Muhammad
Nashiruddin al-Albany, (t.tp: Maktabah al-Islamy, t.th), hal.28.
12
Lihat: Ibn Hajar al-‘Asqalany, Lisan al-Mizan,Tahqiq Abdul Fattah Abu Ghudah, jilid.6,
(Beirut: Maktabah al-Mathbu’ah al-Islamiyah, 2002), hal. 77. Ibn Hajar menjelasakan bahwa
matan hadis tersebut adalah batil. Hadis ini memang memiliki beberapa jalur periwayatan yang
disebutkan oleh al-Hakim, namun beberapa nama seperti Husain Ibn ‘Ulwan dan Umar Ibn Musa
al-Wajihy adalah para pendusta.

18
-PENERJEMAH KITAB ARAB

2. Jawaban al-Ghumary

Al-Ghumary mengatakan hadis tersebut statusnya dhaif, menurut beliau,


penilaian al-Zahaby bahwa itu merupakan hadis palsu adalah sesuatu yang terlalu
berlebihan. Hadis ini tidak hanya diriwayatkan dari jalur Husain Ibn „Ulwan dan
Umar Ibn Musa al-Wajihy. Al-Thabrany meriwayatkan hadis ini dalam Mu‟jam al-
Awsath dari Anas Ibn Malik dengan Lafazh:
13
‫ أاا يدد ولد آد وعىل يدد إلعرب‬:‫ فقال‬,‫ أات يا ريول هللا‬: ‫قال من يدد إلعرب؟ قالوإ‬

Artinya: Rasulullah bertanya, siapakah penghulu bangsa Arab? Para sahabat


menjawab, Engkau wahai rasulullah, Rasul kemudian bersabda, aku adalah
penghulu seluruh keturunan Adam, dan Ali adalah penghulu bangsa Arab.
Dalam sanad yang dibawa oleh al-Thabrany tersebut memang terdapat
nama Khaqan Ibn Abdullah Ibn al-Ahtam. Perawi tersebut dinilai Dhaif oleh Abu
Dawud14. Ia juga disebutkan dhaif oleh Daruquthny.15
Namun, berkaitan dengan rawi tersebut, al-Ghumary memiliki pembelaan
sendiri yakni dengan mengutip penilaian dari Ibn Abi Hatim yang tidak
memberikan penilaian negatif terhadapnya. Abi hatim menyebutkan orang yang
memberikan riwayat dan mengambil riwayat dari Khaqan Ibn Abdullah Ibn al-
Ahtam, tanpa memberikan status jarh kepadanya. Ibn Abi Hatim hanya
menyebutkan identitas beliau seperti dari siapa saja ia mengambil riwayat dan
siapa saja yang mengambil periwayatan darinya 16 al-Ghumary menambahkan
bahwa Khaqan Ibn Abdullah berasal dari Basharah sebuah daerah yang sama
sekali tidak kental dengan unsur pemahaman Syiah, sebagaimana juga dituduhkan

13
Sulaiman Ibn Ahmad al-Thabrany, Mu’jam al-Awsath, Tahqiq: Thariq Ibn ‘Iwadhillah Ibn
Muhammad. jilid 2, (Kairo: Dar al-Haramain,1995), hal. 127. Al-Thabrany meriwayatkannya dari
Ahmad, dari ‘Ubaidillah al-Jubairy, dari Umar Ibn Abdul Aziz al-Zara’, dari Khaqan Ibn Abdullah Ibn
Ahtam, dari Humaid Ibn Thawil, dari Anas Ibn Malik.
14
Lihat pula: Abu ‘Ubaid al-Ajury, Sualat Abi ‘Ubaid al-Ajury Aba Dawud Sulaiman Ibn al-
Asy’at al-Sijistany , Tahqiq: Abdul ‘Alim ‘abdul ‘Azhim al-Bastawy, jilid.2, (Beirut: Dar al-Istiqamah,
1997), hal. 124.
15
Ali Ibn umar Daruquthni, al-‘Ilal al-Waridah fi al-Ahadits al-Nabawiyah, Tahqiq: Mahfuzh
al-Rahman Zainullah al-Safy, Jilid.7, (Riyadh: Dar Thayyibah, 1985), hal. 164.
16
Abdurahman Ibn Abi Hatim, Kitab al-Jarh wa al-Ta’dil,Jilid. 2, (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1952), hal.404.

19
-PENERJEMAH KITAB ARAB

oleh al-Albany bahwa hadis ini merupakan hadis palsu yang sarat dengan dengan
kepentingan kaum Syiah. Pembahasan ini akan dibahas pada poin berikutnya.
Al-Ghumary juga menambahkan bahwa redaksi hadis tersebut juga memiliki
jalur periwayatan yang lain yang disebutkan oleh al-Hakim, yaitu dari Umar Ibn al-
Hasan al-Rasiby, dari Abu „Awanah dari Abi Basyar dari Sa‟id Ibn Jubair dari
Aisyah. Al-Hakim sendiri mengatakan bahwa sanad ini shahih. 17
Sanad yang dibawa oleh al-Hakim ini juga tidak lepas dari kritikan, misalnya
al-Zahaby mengatakan bahwa perawi bernama Umar Ibn al-Hasan al-Rasiby
diduga merupakan orang yang memalsukan hadis tersebut. Akan tetapi Syaikh
Abdullah al-Ghumary menampik hal tersebut. Al-Ghumary membawa penilaian Ibn
Abi Hatim terhadap Umar Ibn al-Hasan al-Rasiby yang tidak memberikan Jarh
(komentar negatif) apapun terhadapnya.18 Hal ini menurut al-Ghumary
menunjukkan pandangan al-Hakim bahwa sanad tersebut Shahih adalah benar
adanya, sedangkan anggapan al-Zahaby haya bersifat dugaan saja dan tidak dapat
dijadikan pegangan.
Kesimpulan dari pembelaan Syaikh Abdullah al-Ghumary terhadap sanad
Hadis bahwa Ali adalah Sayyidnya bangsa Arab, sekaligus bantahan beliau
terhadap al-Albany dalam masalah tersebut adalah: Hadis dengan makna tersebut
baik dari jalur Anas maupun Aisyah, meskipun sebagian jalurnya bermasalah,
tetapi masing-masing dapat saling menopang sehingga setidaknya berstatus Hasan
Li Ghairihi. Artinya ia masih dapat diamalkan.

3. Kritik terhadap Matan Hadis

Syaikh al-Albany juga mempermasalahkan Hadis ini tidak hanya dari sisi
sanadnya tetapi juga matannya. Menurut beliau, Hadis ini sangat sarat dengan
nuansa Syi‟ah karena menyalahi urutan keutamaan khulafa‟ al-Rasyidin menurut
pandangan Ahl al-Sunnah, yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman baru kemudian „Ali. R.A.

17
Muhammad Ibn Abdullah al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain, Tahqiq: Mushthafa
Abdul Qadir ‘Atha, Jilid. 3, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,2002), hal.133.
18
Abdurahman Ibn Abi Hatim, Kitab al-Jarh wa al-Ta’dil,Jilid. 6. (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1952), hal.103.

20
-PENERJEMAH KITAB ARAB

al-Albany meyakini bahwasanya Hadis ini merupakan hasil pemalsuan orang-orang


Syi‟ah. lebih jauh lagi, al-Albany juga menyebutkan bahwasanya Syaikh Abdullah
dan saudara-saudara al-Ghumary lainnya memang terkesan terpapar pemahaman
Syi‟ah.19

4. Jawaban al-Ghumary
Al-Ghumary berkata bahwa al-Albany telah mengikuti kecenderungan al-
Zahaby yang begitu mudahnya menolak hadis tentang keutamaan Sayyidina Ali.
Padahal penolakan tersebut hanya berdasarkan pada pertimbangan bahwa hadis
semacam itu memberikan kesan seolah-olah Ali lebih utama dibandingkan Abu
Bakar dan Umar. Atas dasar alasan tersebut mereka dengan mudahnya
menghukumi banyak hadis yang mengandung penjelasan tentang keutamaan Ali
sebagai hadis munkar dan palsu. Bahkan mereka ikut menghukuminya sebagai
hadis palsu meskipun tidak ada satu pun perawi Syia‟h di dalamnya. 20
Sebagai contoh misalnya hadis berikut ini:
ّ ‫ى‬ ّ
‫عىل فقد‬ ‫ يا ي‬: ‫إلنّت صىل إَّلل علده (وآله) ويلم‬
‫ ومن فارقك يا ي‬، ‫عىل من فارقّت فقد فارق إَّلل‬ ‫قال َ ي‬
‫ى‬
‫فارقّت‬

Artinya: Nabi Muhammad Saw, “Wahai „Ali barangsiapa yang memisahkan


diri dariku, maka sungguh ia telah memisahkan diri dari Allah. Dan barang siapa
yang memisahkan diri darimu, maka sungguh ia telah memisahkan diri dariku”.
Hadis di atas diriwayatkan oleh al-Hakim, dari jalur: „Amir ibn al-Simth, dari
Abi al-Jahaf Dawud Ibn Abi „Auf, dari Mu‟awiyah Ibn Tsa‟labah, dari Abi Dzar al-
Ghifary. Al-Hakim mengatakan bahwa sanad Hadis ini Shahih. 21
Pengakuan bahwa para perawi dalam jalur hadis ini juga disebutkan oleh
al-Hafizh Ibn Hajar al-Haitsamy. Beliau menyebutkan bahwa hadis dari jalur Abi
Dzar ini seluruh perawinya berstatus Tsiqah. 22

19
Lihat: Izz Ibn Abdissalam, Bidayat al-Sul fi Tafdhil al-Rasul, Tahqiq Muhammad
Nashiruddin al-Albany, (t.tp: Maktabah al-Islamy, t.th), hal.28.
20
Muhammad Ibn Abdullah al-Ghumary,al-Qaul al-Muqni’ fi al-Radd ‘ala al-Albany, (1439),
hal. 7.
21
Muhammad Ibn Abdullah al-Hakim, al-Mustadrak ‘ala al-Shahihain. Hal.133.

21
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Al-Zahaby sebenarnya sepakat dengan penilaian shahih terhadap sanad


hadis ini. Namun, beliau tetap mengatakan bahwa hadis ini munkar. Hanya karena
fadhilah terhadap Ali yang disebutkan di dalam hadis tersebut tidak disebutkan
untuk Sahabat Abu Bakr dan Umar.23
penilaian Dhaif semata-mata hanya atas dugaan indikasi pemalsuan orang-
orang Syiah, terhadap sebuah hadis yang menyebutkan keutamaan Sayyidina Ali,
karena keutamaan tersebut tidak diberikan kepada Sayyidina Abu Bakr dan Umar,
dengan demikian makna Hadis tersebut telah menyelisihi keyakinan Ahlus Sunnah
tentang urutan keutamaan Khulafa‟ Al-Rasyidin. Menurut Syaikh Abdullah al-
Ghumary hal tersebut merupakan sesuatu yang berlebihan dan tidak sesuai
dengan kaidah.
Hadis di atas juga disebut oleh Imam Bukhari saat beliau menjelaskan
tentang perawi bernama Mu‟awiyah Ibn Tsa‟labah yang ada di dalam hadis
tersebut.24 Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad Ibn Hanbal dalam kitab
al-Fadhail.25
Beberapa nama perawi dalam hadis ini yaitu Muawiyah Ibn Tsa‟labah tidak
dikomentari oleh Imam Bukhari dan juga Ibn Abi Hatim 26, namun ia dinilai sebagai
perawi yang shahih oleh Ibn Hibban. Akan tetapi al-Zahaby mengatakan
Mu‟awiyah Ibn Tsa‟labah adalah perawi yang majhul. 27 Perawi lainnya yang
dipermasalahkan oleh al-Zahaby adalah Abi al-Jahaf Dawud Ibn Abi „Auf yang
beliau katakan adalah seorang Syi‟ah, sehingga periwayatannya tentang
keutamaan Ahlul bait seringkali patut dicurigai. Akan tetapi perawi tersebut

22
Ali Ibn Abu Bakr al-Haitsamy, Majmu’ Zawai’d wa Manba’ al-Fawai’d, jilid.9, (Beirut: Dar
al-Kutub al-Gharbiyah, t.th), hal.135.
23
Umar Ibn ‘Aly Ibn Mulaqqin, Mukhtashar al-Istidrak al-Hafizh al-Zahaby ‘ala Mustadrak
al-Haki, Tahqiq: Abdullah Ibn Muhammad al-Haydan, (Riyadh: Dar al-‘Ashimah, 1411 H), hal. 1355.
24
Muhammad Ibn Ismail al-Bukhary, al-Tarikh al-Kabir, Tahqiq: Hasyim al-Nadwy, jilid.7,
(Dai’rah al-Ma’arif al-‘Utsmaniyah. t.th), hal. 333.
25
Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal, Fadhail al-Shahabat, jilid. 2. (Mekkah: Dar al-‘llm,
1983), hal. 570.
26
Abdurahman Ibn Abi Hatim, Kitab al-Jarh wa al-Ta’dil,Jilid. 8. (Beirut: Dar al-Kutub al-
‘Ilmiyah, 1952), hal. 378.
27
Umar Ibn ‘Aly Ibn Mulaqqin, Mukhtashar al-Istidrak al-Hafizh al-Zahaby ‘ala Mustadrak
al-Hakim, Tahqiq: Abdullah Ibn Muhammad al-Haydan, (Riyadh: Dar al-‘Ashimah, 1411 H), hal.
1356.

22
-PENERJEMAH KITAB ARAB

dianggap shahih oleh Imam Ahmad, Yahya Ibn Ma‟in, Ibn Abi Hatim dan Sufyan
Ibn „Uyainah. Al-Nasa‟iy juga mengatakan ia bukan perawi yang bermasalah.
Dengan demikian, beberapa hal yang dijadikan dasar tentang lemahnya
hadis ini oleh al-Zahaby adalah adanya perawi yang majhul yaitu Mu‟awiyah Ibn
Tsa‟labah, dan Abi al-Jahaf Dawud Ibn Abi „Auf yang terindikasi subyektifitas
Syi‟ah. apalagi menurut beliau Abi al-Jahaf Dawud Ibn Abi „Auf adalah satu-
satunya yang meriwayatkan hadis ini dari Mu‟awiyah, tidak ada jalur lain yang
memperkuat riwayat ini. Artinya penjelasan Syaikh Abdullah al-Ghumary bahwa al-
Zahaby hanya beralasan karena keutamaan tersebut tidak diberikan kepada
Sayyidina Abu Bakr dan Umar dalam hal ini kurang tepat. Mengingat al-Zahaby
ternyata memiliki alasan lain. meskipun begitu, pengamalan terhadap hadis ini
juga memiliki landasan karena perawi yang dipermasalahkan oleh al-Zahaby di
atas nyatanya juga dinilai Shahih oleh sebagian ulama yang kompeten dalam
bidang tersebut.
Menyikapi argumentasi al-Zahaby di atas, yaitu penolakan beliau pada
beberapa hadis tentang keutamaan Sayyidina Ali karena adanya periwayatan yang
Tafarrud (menyendiri) dari seorang perawi. Maksudnya hadis tersebut hanya
diriwayatkan oleh satu orang tanpa adanya jalur lain yang meriwayatkannya,
misalnya pernyataan al-Zahaby terhadap hadis di atas, bahwasanya hadis ini
tertolak karena Abi al-Jahaf Dawud Ibn Abi „Auf adalah satu-satunya yang
meriwayatkan hadis ini dari Mu‟awiyah. Syaikh „Abdullah al-Ghumary mengkritik
sikap semacam ini. Karena menurut beliau kaidah yang berlaku dalam penilaian
hadis adalah seandainya ada riwayat yang tafarrud (menyendiri) seperti di atas
dari seorang perawi yang terpercaya, maka tetap saja hadis atau riwayat tersebut
statusnya Shahih.28 Argumentasi al-Ghumary di atas sesuai dengan penjelasan
yang disebutkan oleh al-Khathib al-Baghadady, bahwasanya riwayat yang tafarrud
dari seorang perawi tsiqah hukumnya tetap diterima, ini merupakan pendapat
jumhur ulama ahli fiqih dan hadis.29
Sejauh ini memang terlihat sikap yang berlawanan antara Syaikh „Abdullah
al-Ghumary dengan al-Zahaby yang kemudian diikuti oleh al-Albany berkaitan

28
Muhammad Ibn Abdullah al-Ghumary,al-Qaul al-Muqni’ fi al-Radd ‘ala al-Albany, (1439),
hal. 7.
29
Ahmad Ibn ‘Aly al-Khathib al-Baghdady, al-Kifayah fi ‘ilm al-Riwayah, (t.tp: Dai’rah al-
Ma’arif al-‘Utsmaniyah, 1357 H), hal.424.

23
-PENERJEMAH KITAB ARAB

dengan hadis-hadis tentang keutamaan Ali. Ketika terjadi perbedaan penilaian


para ulama tentang perawi yang ada di dalam hadis semacam ini, maka al-Zahaby
dan al-Albany akan cenderung berpegang kepada penilaian negatif, sebaliknya al-
Ghumary justru tetap berusaha mencari celah untuk menerima hadis tersebut
dengan mengemukakan penilaian positif dari sebagian ulama hadis tentang perawi
tersebut.
Al-Zahaby juga sangat ketat dalam menerima matan hadis tentang
keutamaan Ali dengan dasar kewaspadaan bahwa ia merupakan riwayat hasil
pemalsuan orang-orang Rafidhah terhadap Sayyidina Ali. Sikap yang sama juga
diikuti oleh al-Albany. Adapun al-Ghumary membantah dan mengatakan riwayat
keutamaan Ali tidak otomatis hendak membenturkan keutamaan Ali dengan
keutamaan Tiga khalifah sebelumnya yaitu Sayyidina Abu Bakr, „Umar dan
„Utsman.
Syaikh Abdullah al-Ghumary melanjutkan bahwa al-Albany lebih banyak
dipengaruhi oleh Ibn Taymiyah, ulama yang menurut beliau paling ketat dan keras
dalam menolak hadis-hadis tentang keutamaan Sayyidina Ali, sehingga menurut
al-Ghumary, penilaian dari ulama seperti al-Zahaby, Ibn taimiyah dan al-Albany
terhadap hadis dalam tema ini tidak lagi dapat dijadikan pegangan, karena tidak
lagi objektif dan berimbang.30
Sikap Ibn Taimiyah yang berlebihan dalam menolak hadis-hadis tentang
keutaman Sayyidina „Aly juga diakui oleh Ibn Hajar al-„Asqalany.31 Ibn Hajar juga
menambahkan bahwa Ibn Taimiyah disebabkan karena luasnya wawasan beliau
terhadap hadis cenderung merasa terlalu percaya diri menolak hadis keutamaan
Sayyidina Ali yang tidak beliau ketahui, padahal hakikatnya seorang manusia tidak
pernah luput dari kealpaan. 32
Kembali lagi berkaitan dengan matan hadis Ali adalah Sayyid-nya bangsa
Arab yang dituduh sarat dengan pemahaman Syi‟ah oleh al-Albany, menurut al-
Ghumary ini merupakan perkataan yang berlebihan. Kata ‫ يدد‬disini bermakna
orang yang memiliki kemuliaan dan keagungan. Keutamaan semacam ini tentu

30
Muhammad Ibn Abdullah al-Ghumary,al-Qaul al-Muqni’ fi al-Radd ‘ala al-Albany, (1439),
hal. 8.
31
Ahmad Ibn ‘Ali al-‘Asqalany, al-Durar al-Kaminah, jilid.2. hal.71.
32
Ahmad Ibn ‘Ali al-‘Asqalany, Lisan al-Mizan,Tahqiq Abdul Fattah Abu Ghudah, jilid.8,
(Beirut: Maktabah al-Mathbu’ah al-Islamiyah, 2002), hal. 522.

24
-PENERJEMAH KITAB ARAB

bukanlah sesuatu yang berlebihan untuk diberikan oleh Rasulullah Saw kepada Ali.
Kita tidak boleh antipati terhadap Pujian atau keutamaan khusus yang diberikan
Rasulullah Saw kepada Ahlul bait. Dalam sebuah hadis disebutkan:

َ ‫ىل َو َفاط َم َة ك َل ااً ُث َّم َق‬ ٍّ َ َ ‫هُ ََْ َ َ هَ َ ه َ ََ ْ َ َ َ ْ ُ َ ْ ى‬ ‫َ َّ َّ َّ َ ه‬


‫ال‬ ِ ِ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ح‬ ‫إل‬‫و‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ح‬ ‫إل‬ ‫ىل‬ ‫ع‬ ‫ل‬‫ل‬‫ج‬ ‫م‬‫ل‬‫ي‬‫و‬ ‫ه‬
ِ ‫د‬‫ل‬ ‫ع‬ ‫إَّلل‬ ‫ىل‬ ‫أن إلن َّت ص‬
ْ َ ‫ه ُ َّ َ ُ َ َ ِ ْ ي ُ َ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ ْ َ ْ ُ ْ ِّ ْ َ َ َ ِ ِّ ْ ُ ْ َ ْ ِ ً َ ِ َ ي‬
ْ‫ت ُأ ُّ َي َل َم َة َو َأ َاا َم َع ُهم‬ ‫إللهم هؤَّ ًِ أهل بي ِ يّت وخاص ِ يّت أذ ِهب عنهم إلرجس وطهرهم تط ِهبإ فقال‬
َ َ َّ َ َ ‫َ َ ُ َ ه‬
‫ال ِؤا ِك ِؤَل خ ْ ٍب‬‫إَّلل ق‬
ِ ‫يا ريول‬
Artinya: Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menyelimuti Hasan, Husain,
Fathimah dan Ali dengan kain, kemudian beliau mengucapkan: "Ya Allah, mereka
semua adalah ahli baitku, dan orang-orang terdekatku, oleh karena itu,
bersihkanlah diri mereka dari kotoran (dosa) dan sucikanlah mereka dengan
sesuci-sucinya." Maka Ummu Salamah mengatakan; "(Bolehkah) saya bersama
dengan mereka wahai Rasulullah?." Beliau bersabda: "Sesungguhnya dirimu
berada dalam kebaikan."
Hadis di atas diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam bab keutamaan Fathimah
Ibn Muhammad Saw. Nomor hadis: 3806/2871. Al-Tirmidzi juga meriwayatkan
hadis ini dalam bab Tafsir Surah al-Ahzab, nomor hadis: 3129/3205 dan juga
dalam bab biografi ahli Bait, nomor hadis: 3719/3787.. Semua riwayat di atas
berasal dari jalur Ummu Salamah. Al-Tirmidzi mengatakan Hadits ini adalah hadits
hasan shahih, dan ini adalah riwayat terbaik dalam bab ini, dan Dalam bab ini
juga, ada riwayat dari Umar bin Abu Salamah, Anas bin Malik, Abu Al Hamra` dan
Ma'qil bin Yasar serta Aisyah."
Hadis serupa juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan al-Thabary dalam
tafsir beliau.33
Seandainya semua pujian khusus yang diberikan kepada Ali dan ahlu Bait
harus ditolak hanya karena terindikasi hendak menggoyang keyakinan dan prinsip
ahlussunnah tentang urutan kemuliaan Khulafa‟ al-Rasyidin, maka hadis semacam
ini pun seharusnya akan tertolak oleh para ulama, namun kenyataannya tidak lah
demikian. Belum lagi jika melihat keistimewaan lain kepada ahli bait dimana
mereka disandingkan dengan Rasulullah Saw dalam mengucapkan Shalawat.

33
Muhammad Ibn Abdurrahman al-Mubarakfury, Tuhfat al-Ahwadzy Syarh Jami’ al-
Tirmidzy, jilid.10. (Beirut: Dar al-Fikr, t.th), hal. 372.

25
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Dalam sebuah riwayat disebutkan:


ََ َ ‫ه‬ َ َّ ُ
‫إج ِه َوذ ِّري ِت ِه ك َما َصل ْدت عىل‬ َ ْ َ َ َّ َ ُ َ َ ِّ َ َّ ُ ‫ه‬ ُ ُ َ َ َ ََْ ِ َ ُ َ َْ ‫َ ُ َ َ ُ َ ه‬
ِ ‫ولوإ َإللهم صل عىل َّمحم ٍد وأزو‬ ‫إَّلل كد َف الىل علدك قال ق‬ ِ ‫قالوإ يا ريول‬
َ َ َْ َ َ ْ َ َ َ َ َّ ِّ ُ َ ‫ي‬ َ ‫دم َو َبار ْك َع َىل ُم َح َّمد َوأ ْز‬
َ ‫آل ؤ ْب َرإه‬
‫دم ِؤاك َح ِمدد َم ِجدد‬ ‫آل ِؤبرإ ِه‬
ِ ‫ىل‬ ‫ع‬ ‫ت‬ ‫ك‬‫ار‬‫ب‬ ‫ا‬‫م‬‫ك‬ ‫ه‬
ِِ‫ت‬‫ي‬‫ر‬ ‫ذ‬‫و‬ ‫ه‬ ‫إج‬
ِ ِ ‫و‬ ٍ ِ ِ ِ ِ
Artinya: mereka bertanya; "Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami
bershalawat kepadamu?" beliau bersabda: 'Ucapkanlah oleh kalian; "'Allahumma
shalli 'ala Muhammadin wa azwajihi wa dzurriyatihi, kamaa shallaita 'alaa aali
Ibrahim. Wabaarik 'alaa Muhammad wa azwajihi wa dzurriyatihi, kamaa baarakta
'alaa aali Ibrahim fil 'alamiina innaka hamiidum-majiid (Ya Allah, curahkanlah
kesejahteraan kepada Muhammad, para isterinya dan keturunannya sebagaimana
Engkau curahkan kepada keluarga Ibrahim. Ya Allah, curahkanlah keberkahan
kepada Muhammad, isteri-isterinya dan keturunannya, sebagaimana Engkau
curahkan keberkahan kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji Lagi Maha Agung)."
(hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam bab membaca Shalawat
setelah tasyahud. Nomor hadis: 831. Dan juga Imam Bukhari dalam bab Hadis
riwayat tentang para nabi, nomor hadis: 3118/3369)

F. Menyelisihi Para Ulama Kibar

Al-Albany mengkritik al-Ghumary karena menyelisihi pendapat al-Zahaby


dalam menilai kualitas hadis. salah satunya hadis tentang Ali adalah Sayyidnya
bangsa Arab di atas. Dalam hal ini, al-Ghumary merasa seharusnya al-Albany
bercermin dengan sikap beliau sendiri, karena seharusnya al-Albany lah yang
paling terkenal gemar menyelishi pendapat para ulama besar dalam menilai hadis.
Untuk menggambarkan hal ini, Syaikh Abdullah al-Ghumary mengatakan
cukup melihat bagaimana seorang Syaikh al-Albany mendhaifkan beberapa hadis
dalam Shahih Imam Muslim, sebuah kitab yang telah diakui keutamaannya oleh
Umat Islam. Syaikh Abdullah al-Ghumary mengajukan sebuah kitab yang ditulis
oleh salah seorang murid beliau yaitu Syaikh Dr. Muhammad Sa‟id Mamduh yang

26
-PENERJEMAH KITAB ARAB

secara khusus membahas hadis-hadis riwayat Imam Muslim yang didhaifkan oleh
‫ى‬
Syaikh al-Albany. Kitab tersebut berjudul ‫إأللبان عىل صحيح مللم‬ ‫ تنبده إلمللم ؤَل تعدى‬.

Dalam pengantar kitab tersebut, Syaikh Sa‟id memaparkan setidaknya beliau


menemukan adanya 13 hadis dalam Shahih Muslim yang dikatakan sebagai Hadis
dhaif oleh al-Albany dalam berbagai kitabnya. Belum lagi berbagai hadis lainnya
yang dipaparkan secara detail dalam isi kitab tersebut. Sikap al-Albany tersebut
dinilai terlalu lancang terburu-buru. Padahal al-Albany sendiri dalam sebagian
tulisannya pernah berkata bahwa cukup lah seorang rawi dinilai tsiqah jika Imam
Muslim mengatakannya demikian. 34
Jika berbicara dalam kasus kelancangan al-Albany terhadap Shahih Muslim
saja, sungguh telah cukup membuat seorang al-Albany menyelisihi sangat banyak
ulama besar Hadis lintas abad sepanjang sejarah Perkembangan ilmu hadis.
keshahihan riwayat Muslim telah dinyatakan jelas oleh al-Hafizh Ibn Shalah. Ibn
Shalah sendiri mengatakan seolah al-Albany sedang meniru salah satu kesalahan
Ibn Hazm, seorang ulama Andalusia beberapa Abad yang lalu yang pernah
menyerang kredibelitas seorang Imam Bukhari dan Imam Muslim, akan tetapi saat
itu Ibn Hazm yang tinggal di belahan bumi bagian barat boleh jadi tidak terlalu
banyak mendapat informasi para ulama besar hadis di bagian timur. Akan tetapi
seorang Albany yang hidup pada masa sekarang dan jelas dapat memahami
bagaimana penilaian para ulama terhadap Imam Muslim tentu dapat dikatakan
lebih berani dan lancang dari Ibn Hazm sendiri. 35
Keutamaan Shahih Muslim sebegaimana dijelaskan oleh Ibn Shalah di atas
juga disebutkan oleh Syaikhul Islam Sirajuddin al-Bulqaini, Imam Haramain, al-
Sakhawy dan para ulama yang lain.36 dengan demikian tanpa harus melihat
berbagai pendapat Al-Albany yang lain, telah cukup menggambarkan bagaimana
intensitas penyelisihan Albany terhadap banyak ulama besar lain. sungguh aneh
jika kemudian al-Albany mengkritik al-Ghumary hanya karena menyelisihi penilaian
al-Zahaby terhadap sebuah hadis, yang juga ternyata memiliki rujukan ulama
besar yang lain.

34
Muhammad Sa’id Mamduh, Tanbih al-Muslim Ila Ta’addi al-Albany ‘ala Shahih Muslim,
(Kairo: maktabah wa Mathba’ah al-‘Araby, 2011), hal.6.
35
Muhammad Sa’id Mamduh, Tanbih al-Muslim…. Hal.11.
36
Ibid.15.

27
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Syaikh Abdullah al-Ghumary juga mengambil contoh bagaimana sikap


seorang al-Albany terhadap ulama kibar lainnya yaitu perkataan al-Albany dalam
ta‟liqatnya terhadap Sunnah Ibn Abi „Ashim. Al-Albany menyebutkan banyak para
imam Hadis yang mengatakan bahwa Abu Hanifah meskipun memiliki keluasan
ilmu dalam bidang Fiqih, namun periwayatannya banyak didhaifkan oleh para
ulama karena buruknya hafalan beliau. Al-Albany sendiri cukup percaya diri bahwa
ia telah menerangkan nama-nama para imam yang mengatakan demikian dalam
kitab kumpulan Hadis Dhaif yang beliau tulis, bahkan sebenarnya menurut al-
Albany ulama yang mendhaifkan riwayat Abu Hanifah sebenarnya lebih banyak lagi
dari itu.37 Hal ini disebutkan oleh al-Ghumary tentu saja sebuah penghinaan besar
terhadap seorang Abu Hanifah salah seorang Imam besar umat Islam yang tsiqah
dan adil.

37
Muhammad Nashirudin al-Albany, Zhilal al-Jannah fi Takhrij al-Sunnah Ibn Abi
‘Ashim,(Beirut: al-maktabah al-Islamy,1980), hal. 76.

28
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Daftar Pustaka

Abdurahman Ibn Abi Hatim, Kitab al-Jarh wa al-Ta‟dil,., Beirut: Dar al-Kutub al-
„Ilmiyah, 1952.
Abu „Ubaid al-Ajury, Sualat Abi „Ubaid al-Ajury Aba Dawud Sulaiman Ibn al-Asy‟at
al-Sijistany , Tahqiq: Abdul „Alim „abdul „Azhim al-Bastawy, Beirut: Dar al-
Istiqamah, 1997.
Ahmad Ibn „Ali al-„Asqalany, al-Durar al-Kaminah.
Ahmad Ibn „Aly al-Khathib al-Baghdady, al-Kifayah fi „ilm al-Riwayah, t.tp: Dai‟rah
al-Ma‟arif al-„Utsmaniyah, 1357.
Ahmad Ibn Muhammad Ibn Hanbal, Fadhail al-Shahabat,. Mekkah: Dar al-„llm,
1983.
Ali Ibn Abu Bakr al-Haitsamy, Majmu‟ Zawai‟d wa Manba‟ al-Fawai‟d,, Beirut: Dar
al-Kutub al-Gharbiyah, t.th.
Ali Ibn umar Daruquthni, al-„Ilal al-Waridah fi al-Ahadits al-Nabawiyah, Tahqiq:
Mahfuzh al-Rahman Zainullah al-Safy, Riyadh: Dar Thayyibah, 1985.
Ibn Hajar al-„Asqalany, Lisan al-Mizan,Tahqiq Abdul Fattah Abu Ghudah, jilid.6,
Beirut: Maktabah al-Mathbu‟ah al-Islamiyah, 2002.
Izz Ibn Abdissalam, Bidayat al-Sul fi Tafdhil al-Rasul, Tahqiq Muhammad
Nashiruddin al-Albany, t.tp: Maktabah al-Islamy, t.th.
Mahfuzh al-Termasy, Manhaj Zawi al-Nazhar, Syarh Manzhumah Ilm al-Atsar,
Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyah, 2003.
Muhammad Ibn Abdullah al-Hakim al-Naisabury, al-Mustadrak „ala Shahihain, ,
Beirut: Dar al-Kutub al-„Ilmiyyah,2002.
Muhammad Ibn Abdurrahman al-Mubarakfury, Tuhfat al-Ahwadzy Syarh Jami‟ al-
Tirmidzy. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Muhammad Ibn Ismail al-Bukhary, al-Tarikh al-Kabir, Tahqiq: Hasyim al-Nadwy,
Dai‟rah al-Ma‟arif al-„Utsmaniyah. t.th.

29
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Muhammad Nashirudin al-Albany, Zhilal al-Jannah fi Takhrij al-Sunnah Ibn Abi


„Ashim,Beirut: al-maktabah al-Islamy,1980.
Muhammad Sa‟id Mamduh, Tanbih al-Muslim Ila Ta‟addi al-Albany „ala Shahih
Muslim, Kairo: maktabah wa Mathba‟ah al-„Araby, 2011.
Sulaiman Ibn Ahmad al-Thabrany, Mu‟jam al-Awsath, Tahqiq: Thariq Ibn
„Iwadhillah Ibn Muhammad., Kairo: Dar al-Haramain,1995.
Umar Ibn „Aly Ibn Mulaqqin, Mukhtashar al-Istidrak al-Hafizh al-Zahaby „ala
Mustadrak al-Hakim, Tahqiq: Abdullah Ibn Muhammad al-Haydan, Riyadh:
Dar al-„Ashimah, 1411 H.

30
-PENERJEMAH KITAB ARAB

Biografi penerjemah
Penerjemah lahir di Aceh Utara, 09-November-1996. Pernah
mengenyam pendidikan di Dayah Babussalam Matangkuli Aceh utara,
dan lulus tahun 2018 di studi ilmu Alquran dan Tafsir, UIN Ar-Raniry
Banda Aceh. Penulis telah memulai layanan penerjemahan untuk
berbagai literatur ilmu kei slaman berbahasa Arab sejak tahun 2017

31
-PENERJEMAH KITAB ARAB

L
E 2
A
S
N 0
SG 2
IL 0
GI
L

PENERJEMAH KITAB ARAB32

Anda mungkin juga menyukai