Anda di halaman 1dari 19

A.

Metode Penulisan Kitab Jami’

Jami’ artinya mengumpulkan. Kalau banyak disebut “jawami”. Kitab


Jami’ menurut istilah para muhadditsin adalah kitab-kitab hadis yang disusun
berdasarkan bab dan mencakup hadis-hadis berbagai sendi ajaran Islam dan sub-
subnya yang secara garis besar terdiri atas delapan bab, yaitu akidah, hukum,
perilaku para tokoh agama, adab, tafsir, fitan, tanda-tanda kiamat, dan manaqib.
Contohnya adalah kitab al-Jami' as-Shahih karya Imam Bukhari (w. 256 H), al-
Jami' as-Shahih karya Imam Muslim (w. 261 H), Jami' at-Tirmidzi karya Imam
at-Tirmidzi (w. 279 H). 1

1. Karakteristik penyusunan kitab jami’ adalah sebagai berikut:


a. Penyusunan kitab secara topikal berdasarkan bab-bab fiqh.
b. Penyusunan bab-babnya dilakukan secara sistematis.
c. Kebanyakan hadis-hadisnya marfu’.
d. Kualitas hadisnya kebanyakan shahih.
e. Memuat hadis-hadis berbagai macam masalah keagamaan seperti
akidah, hukum, perbudakan, tatacara makan dan minum, berpergian
dan tinggal dirumah, tafsir, sejarah, perilaku hidup, pekerjaan baik dan
buruk.
2. Adapun contoh dari kitab-kitab jami’ adalah sebagai berikut:
a. Al-Jami’ as-Shahih al-Bukhari.

Kitab a l - j a m i ’ karya Imam al-Bukhari ini merupakan karya pertama


yang memfokuskan pada hadis-hadis shahih saja. Maka sesuai dengan namanya,
kitab yang disusun oleh al-Bukhari ini hanyalah memuat hadis-hadis yang
menurutnya berkualitas shahih. Menurut penelitian Imam al-Hazimi dan
al-Maqdisi, kriteria hadis sahih Imam al-Bukhari menekankan pada
persambungan sanad dengan keharusan adanya informasi positif tentang
periwayat bahwa mereka benar-benar bertemu atau minimal satu masa dan
mengharuskan periwayat yang menyampaikan hadis memiliki tingkat

1
Nuruddin, Ulum al-Hadits I ,Cet. II, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995), h. 184.

1
keilmuan yang paling tinggi. 2 Ini dikarenakan al-Bukhari hanya menerima dan
menuliskan hadis dari periwayatan kelompok periwayat tingkat pertama dan
sedikit dari tingkat kedua. Adapun penjelasan tingkatan tabaqah) periwayat
menurut al-Bukhari adalah sebagai berikut:

a) Tingkatan pertama, yaitu: periwayat yang memiliki sifat adil,


kuat hafalan dhabit, teliti, jujur dan lama dalam berguru.
b) Tingkatan kedua, yaitu: periwayat yang memiliki adil dan dhabit
tetapi sebentar dalam hubungan guru-murid.
c) Tingkatan ketiga, yaitu: periwayat yang lama bersama gurunya
tetapi kurang kedhabitanannya.
d) Tingkatan keempat, yaitu: periwayat yang sebentar bersama
gurunya dan kurang kedhabitan-annya.
e) Tingkatan kelima, yaitu: periwayat yang terdapat cacat atau
cela pada dirinya. 3

Karya al-Bukhari ini disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul-


judul tersebut dikenal dengan istilah kitab. Adapun jumlah kitab yang ada di
dalamnya berjumlah 97 kitab. Masing-masing kitab memiliki sub judul yang
dinamai dengan bab, yang keseluruhannya berjumlah 4550 bab. Yang diawali
dengan bab permulaan wahyu dan seterusnya. Adapun jumlah keseluruhan
hadis sahih yang ada dalam kitab al-Bukhari ini menurut Ibn as-Salah
sebagaimana dikutip Dzulmani sebanyak 7275 buah hadis, termasuk hadis yang
disebutkan secara berulang, atau sebanyak 4000 hadis tanpa pengulangan.
Menurut Fuad Abd al-Baqi, jumlah keseluruhan hadis dalam karya al-Bukhari
disertai pengulangan sebanyak 7563 hadis. 4

Sebagus apapun suatu karya, pasti tidak akan lepas dari penilaian,
baik yang bernada memuji ataupun mengkritisi, demikian halnya dengan
Kitab al-Jami’ ash-Shahih. Penilaian memuji di antaranya berasal dari Ibn
Shalah. Dia mengatakan, “Karya al-Bukhari dan Muslim merupakan dua kitab
yang paling sahih setelah al-Qur’an. Adapun kitabnya al-Bukhari merupakan
2
Hammam ‘Abd ar-Rahim Said, al-Fikr al-Manhaji ‘ind al-Muhaddisin,, (Qatar: Kitab al-
Ummah, 1408 H.), h. 119.
3
Ibid…, h. 119.
4
Dzulmani, Mengenal Kitab Hadis, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008), h. 50.

2
kitab yang paling sahih di antara keduanya dan yang paling banyak faedahnya.
Penilaian yang mengkritisi di antaranya yaitu penilaian ad- Daruqutni (306-385
H.) yang menilai bahwa di dalam al-Jami’ ash-Shahihnya al-Bukhari ini
ditemukan 80 periwayat dan 110 buah hadis yang tidak memenuhi standar
tinggi sebagaimana hadis-hadis Imam al-Bukhari lainnya. Seperti, status hadis
yang mu’allaq yakni hadis yang pada awal sanadnya terbuang satu atau lebih
periwayat secara berturut-turut.

b. Al-Jami’ ash-Shahih lil imam al-Muslim.

Secara lengkap, nama kitab yang disusun oleh Imam Muslim ini
adalah al-Jami’ al-Musnad ash-shahih al-Mukhtasar min as-Sunan bi Naql al-
‘Adl ‘an al-‘Adl ‘an Rasulillahi Saw. tetapi lebih dikenal dengan shahih
Muslim. Sebagaimana Imam al-Bukhari, Imam Muslim juga memfokuskan pada
hadis-hadis sahih saja yang dimasukkan dalam kitabnya. Imam Muslim sendiri
pernah menyatakan bahwa ia tidak memasukkan semua hadis sahih dalam
kitabnya.

Namun, jika dikomparasikan hadis-hadis sahih yang ada dalam kitab al-
Bukhari dan Muslim, pada umumnya ulama menilai bahwa kualitas hadis- hadis
dalam shahih Muslim menempati ranking kedua setelah shahih al-Bukhari. Ini
dikarenakan kriteria kesahihan hadis yang dipedomani Imam Muslim menurut
pandangan para ulama dinilai lebih longgar daripada kriteria Imam al-Bukhari.
Dalam hal ini, al- Bukhari mensyaratkan adanya pertemuan liqa’ antara guru
dan murid bagi hadis-hadis yang termuat dalam kitabnya. Sedangkan Imam
Muslim hanya mencukupkan dengan kesezamanan saja antara guru dan murid,
meski tidak ada indikator yang menunjukkan bahwa keduanya pernah
bertemu satu sama lain. Hal ini diketahui dari penerimaan Imam Muslim
terhadap hadis mu‘an‘an yang dinilai muttasiil meski tidak diperoleh data
mengenai kepastian bertemu antara satu periwayat dengan periwayat
lainnya. 5

5
Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumul wa Musthalahah, (Beirut: Dar al-Fikr, 1997),
h. 316.

3
Para ulama yang melakukan studi terhadap karya Imam Muslim ini
mendapati bahwa syarat yang dipegangi Imam Muslim untuk menerima sebuah
hadis dan layak dimasukkan ke dalam kita shahihnya adalah sebagai berikut:

a) Memiliki ketersambungan sanad sampai kepada Rasulullah Saw,


musnad, muttasil dan marfu’.
b) Periwayat adalah orang yang dikenal a’dil dan dhabit (kuat
hafalannya dan tidak mudah lupa).

Imam Muslim juga melakukan sistematisasi kitab hadis yang


disusunnya. Ia menghimpun matan-matan hadis yang senada atau satu tema
lengkap dengan sanad-sanadnya pada satu tempat, tidak memotong atau
memisah-misahkannya ke dalam beberapa bab yang berbeda, serta tidak
mengulang penyebutan hadis kecuali sangat sedikit. Itu pun karena kepentingan
mendesak yang menghendaki adanya pengulangan, seperti untuk menambah
materi sanad atau matan hadis. Model penuangan dalam kitab ini sama dengan
yang termaktub dalam kitab shahih al-Bukhari.

Para ulama memiliki pendapat yang beragam terkait dengan jumlah


keseluruhan hadis yang ada dalam shahih Muslim. Menurut Ajjaj al-Khatib
jumlah hadis dalam shahih Muslim sejumlah 3030 dengan tanpa pengulangan.
Namun jika dihitung termasuk pengulangan hadisnya maka jumlah hadisnya
sekitar 10.000 hadis. Sedangkan jumlah hadis beserta pengulangannya
sejumlah 7275 hadis. Keterangan yang berbeda juga muncul dari sahabat Imam
Muslim sendiri, Ahmad ibn Salamah, yang menyebutkan bahwa jumlah
hadis yang terangkum dalam kitab shahih Imam Muslim berjumlah 12.000
hadis. Sejatinya hadis-hadis yang dituangkan Imam Muslim dalam karyanya
merupakan hasil seleksi dari sekitar 300.000 hadis. Penyeleksian hadis itu sendiri
membutuhkan waktu sekitar 15 tahun. 6

Kitab shahih Imam Muslim ini diawali dengan pendahuluan


(muqaddimah) yang sangat bermanfaat dan memberikan maklumat kepada

6
Ibid…, h. 316.

4
pembaca tentang ilmu hadis. Dalam muqaddimahnya, Imam Muslim
memaparkan pembagian dan macam-macam hadis, penjelasan mengenai
hadis-hadis yang dimuat dalam kitabnya, uraian mengenai para periwayat yang
digunakannya, serta anjuran untuk berhati-hati dalam meriwayatkan
hadis dari Nabi Saw. Sebagaimana dalam shahih karya al-Bukhari, kita dapat
menemukan karya Imam Muslim ini disusun dengan pembagian beberapa
judul yang juga disebut dengan istilah kitab. Namun ternyata yang melakukan
sistematisasi ‘kitab’ ini bukanlah Imam Muslim sendiri, melainkan dibuat oleh
para pengkaji kitab ini pada masa-masa berikutnya, di antaranya yaitu
Imam an- Nawawi yang juga memberikan syarah atas hadis-hadis yang
terangkum dalam shahih Imam Muslim disamping melakukan sistematisasi judul
kitab. 7

Judul kitab ini diletakkan setelah muqaddimah dan masing-masing


kitab memiliki sub judul yang dinamai bab yang keseluruhannya berjumlah 1409
bab. Judul yang pertama yaitu kitab iman, dan seterusnya. Tetapi ada juga kitab
yang tidak dibuat satu nomor kitab tersendiri, seperti kitab ar-riqaq (kitab
tentang berbagai hal melembutkan hati). Berbeda dari shahihnya Imam al-
Bukhari, dalam shahih Imam Muslim ini fadhail al-Qur’an tidak dibuat dalam
judul kitab tersendiri, melainkan dimasukkan di bawah judul ktab ash-Shalah al-
Musafirin.

Meski derajat hadis shahih Muslim berada di bawah shahih al-Bukhari,


tetapi shahih Muslim memiliki kelebihan yang tidak dimiliki shahih al-Bukhari.
Adapun kelebihan yang paling mencolok adalah sistematika shahih Muslim lebih
rapi dan jarang melakukan pengulangan hadis. Kitab shahih Imam Muslim ini.
Lazimnya sebuah kitab pada umumnya, kitab Imam Muslim ini juga tidak bebas
kritik. Di antara kritikan yang muncul yaitu adanya hadis yang dicurigai terjadi
pertukaran redaksi maqlub seperti hadis yang tertuang dalam kitab zakat.

7
M. Al-Fatih Suryadilaga (ed.), Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 67.

5
A. Metode Penulisan Kitab Sunan.

Sunan artinya perjalanan-perjalanan. Maksudnya perjalanan-perjalanan


Nabi saw. Selain itu, sunan menjadi nama bagi kitab-kitab yang hadis-
hadisnya. Metode as-sunan adalah penulisan kitab Hadits dengan menggunakan
bab-bab fiqh dan hanya hadits-hadits marfu' saja yang ditulis, berbeda dengan
muwatta’ yang didalamnya masih terdapat atsar shahabat dan tabiin. Sunan
artinya perjalanan-perjalanan. Maksudnya perjalanan-perjalanan Nabi saw. Selain
itu, sunan menjadi nama bagi kitab-kitab yang hadis-hadisnya diatur secara bab-
bab fiqh. Selain itu, kitab sunan adalah kitab-kitab yang menghimpun hadis-hadis
hukum yang marfu. 8

1. Di dalam bukunya Idri menjelaskan karakteristik-karakteristik kitab


hadis bertipe sunan, yaitu: 9
a) Bab-babnya berurutan berdasarkan bab-bab fiqh;
b) Penyususnan bab-babnya dilakukan secara sistematis;
c) Hanya memuat hadis-hadis marfu’ saja, dan kalaupun ada yang
mawquf dan maqthu jumlahnya sangat sedikit;
d) Tercampur antara hadis shahih, hasan dan dhaif; dan
e) Pada sebagian kecil kitab dicantumkan penjelasan tentang kualitas
hadis yang bersangkutan.
2. Adapun jenis-jenis kitab sunan, sebagai berikut:
a. Sunan Abu Dawud

Sunan Abu Dawud ini disusun secara bab fiqhiyyah (berdasarkan bab-
bab fiqh), ini dikarenakan ia memang memfokuskan pada hadis-hadis yang
terkait dengan masalah hukum dan atau fiqh saja. Sedangkan hadis-hadis yang
berhungan dengan fadhail al-a‘mal>, kisah-kisah, adab, dan tafsir tidak dihadirkan
dalam bukunya. Jika dicermati, maka metode penyusunan kitab yang dipegangi

8
Nuruddin, Ulum al-Hadits I, h. 183.
9
A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, (Bandung: CV Penerbit Diponegoro, 2007),
h. 428.

6
Abu Dawud memiliki perbedaan dari shahih karya al- Bukhari dan Muslim yang
memang memfokuskan pada hadis-hadis shahih, sementara Abu Dawud tidak
hanya mengkhususkan hadis- hadis shahih saja, melainkan termasuk di
dalamnya hadis shahih dan dhaif. 10

Dalam menyusun kitabnya, Abu Dawud mencukupkan diri dengan


memaparkan satu atau dua buah hadis dalam setiap babnya, meski masih
didapatkan sejumlah hadis shahih lainnya. Bahkan, secara tegas, ia menyatakan
bahwa umat Islam jika hanya berpegang pada empat hadis saja, maka sudah
cukuplah untuk menjadi pegangan hidupnya. Empat hadis tersebut adalah: 11

a) Hadis tentang ajaran dasar mengenai niat dan keikhlasan yang


menjadi dasar utama dalam setiap amal yang bersifat agama maupun
dunia.
b) Hadis tentang ajaran Islam yang mendorong umatnya untuk
melakukan setiap yang bermanfaat bagi agama dan dunianya.
c) Hadis tentang berinteraksi dengan orang lain, meninggalkan sifat
egois, menjauhi sifat iri dan dengki.
d) Hadis tentang dasar untuk mengetahui yang halal dan haram,
serta cara mencapai sifat wara’, yakni dengan cara menjauhi yang
musykil dan yang syubhat yang diperselisihkan oleh para ulama.
Karena mempermudah melakukan syubhat akan membuat
seseorang meremehkan yang haram.

Abu Dawud dalam menyusun Sunan membagi hadisnya dalam


beberapa kitab dan bab-bab fiqh. Secara keseluruhan, jumlah kitab yang ada
dalam Sunan Abu Dawud sebanyak 35 kitab, 1871 bab, dan 4800 hadis. Namun,
menurut Muhy ad-Din Abd al-Hamid, jumlah keseluruhan hadis dalam Sunan
Abi Dawud sebanyak 5274 hadis. Perbedaan penghitungan ini disebabkan
Abu Dawud terkadang mencantumkan sebuah hadis dalam beberapa tempat
yang berbeda untuk menjelaskan suatu hukum dari hadis tersebut.

10
Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumul, h. 321.
11
M. Al-Fatih Suryadilaga, Studi Kitab, h. 92-93.

7
Adapun pandangan yang terkait dengan Sunan Abi Dawud disampaikan
oleh Ibn Qayyim al-Jauziyah, “Kitab Sunan Abi Dawud memiliki kedudukan
tinggi dalam dunia Islam dan pemberi keputusan bagi perselisihan pendapat.
Kepada kitab itulah orang- orang jujur mengharapkan keputusan. Mereka merasa
puas atas keputusan dari kitab itu, karena Abu Dawud telah menghimpun
segala macam hadis hukum dan menyusunnya dengan sistematika yang baik dan
indah, serta membuang hadis yang lemah”. 12

b. Sunan at-Tirmidzi
Penamaan asli kitab ini ialah jami’ al-mukhtasar min sunan a’n Rasulillah.
Penamaan jami’ dikarenakan kitab ini tidak hanya memuat hadis-hadis hukum
saja, namun memuat juga hadis-hadis keutamaan amalan, sirah adab dan lain
sebagainya. Bahkan imam Khattib al-Baghdadi memberikan nama kitab ini
dengan jami’ Tirmizdi atau shahih Tirmidzi. Yang lebih kuat ialah yang
mengatakan kitab sunan, karena termaktub hadis-hadis shahih, lemah. disusun
berdasarkan bab-bab hukum, dari segi ini lebih kea rah susunan kitab jami’. 13

Adapun jumlah hadis dalam Sunan at-Tirmizi adalah 3956 hadis, yang
terbagi ke dalam 5 juz dan 2376 bab. Suryadi dalam Suryadilaga menjelaskan
bahwa metode yang ditempuh Imam at-Tirmizi dalam menyusun kitabnya
adalah sebagai berikut: 14

a) Mentakhrij hadis yang menjadi amalan para fuqaha, hal ini menjadi
indikator bahwa hadis-hadis yang termuat dalam Sunan at-Tirmizi
memang layak dijadikan hujjah.
b) Memberi penjelasan tentang kualitas dan keadaan hadis. Di samping
penilaian dari dirinya sendiri, ia juga sering menyertakan penilaian dan
pendapat dari para fuqaha, sekaligus melakukan tarjih atas beberapa
pendapat tersebut.
12
Al-Husaini Abd al-Majid Hasyim, Usul al-Hadis an-Nabawi, (Beirut: Dar asy-
Syuruq, 1988), h. 211.
13
Hammam ‘Abd ar-Rahim Said, al-Fikr al-Manhaji ‘ind al-Muhaddisin, (Qatar: Kitab
al-Ummah, 1408 H), h. 156.
14
M. Al-Fatih Suryadilaga, Studi Kitab, h. 112-114.

8
c) Menjelaskan jalur periwayatannya. Biasanya, at-Tirmizi menyebutkan
matan sebuah hadis melalui jalur sanadnya sendiri, kemudian
menyebutkan sanad-sanad lain yang meriwayatkan hadis tersebut
tanpa menyebutkan matannya lagi. Bahkan ketika ada periwayat yang
dikenal dengan kunyahnya pun ia menjelaskannya.
d) Imam at-Tirmizi sangat menaruh perhatian terhadap ‘illat
hadis,menjelaskan shahih dan dhaif serta penyebab kelemahan secara
terperinci.

Ibn Hibban juga menyatakan bahwa at-Tirmizi merupakan seorang


penghimpun, penyampai, dan penyusun kitab hadis yang kapabel. Al-Mizzi
memberikan komentar bahwa at-Tirmizi adalah salah seorang huffaz yang
tersohor, dan Allah menjadikannya bermanfaat bagi umat Islam. Kapabilitas
Imam at-Tirmizi dalam bidang hadis ini ternyata juga tidak lepas dari
kritik. Ibn Hazm berkomentar bahwa at-Tirmizi tidak diketahui kapabilitas dan
kredibilitasnya majhul dalam periwayatan hadis.

Terkait dengan kitabnya, Abu Ismail al-Harawi (w. 581 H.) berpendapat
bahwa kitab at-Tirmizi lebih banyak memberikan faedah daripada kitab
shahih al-Bukhari dan shahih Muslim, sebab hadis yang termuat dalam kitab
Sunan at-Tirmizi diterangkan kualitasnya, demikian juga dijelaskan sebab-sebab
kelemahannya, sehingga orang dapat lebih mudah mengambil faedah kitab
itu, baik dari kalangan fuqaha, muhaddisin dan lainnya.

c. Sunan an-Nasa’i

Kitab Sunan an-Nasa’i memuat 5761 hadis Nabi Saw. Dalam


menyeleksi hadis, an-Nasa’i hanya mau menerima hadis dari orang yang telah
terpercaya. Kualitas hadis yang ada dalam Sunan Nasai’ berkualitas shahih dan
tidak terdapat hadis yang berkualitas dhaif dan jika pun ada, maka hadis yang
dhaif itu sangat minim sekali jumlahnya. Berbeda halnya dengan as-Sunan al-

9
Kubra kualitas hadis yang ada di dalamnya memiliki kualitas hadis yang
beragam, dari hadis hasan hingga dhaif. 15

Ditinjau dari namanya, maka kitab Sunan an-Nasai’ ini juga disusun
berdasarkan bab fiqhiyyah dan hanya mencantumkan hadis-hadis marfu’ (hadis
yang bersumber dari Nabi Saw.). Adapun hadis yang bersumber dari sahabat
(mauquf) dan tabi’in (maqtuq) jumlahnya hanya sedikit.

Imam an-Nasa’i juga membagi bukunya dalam beberapa kitab, dan


masing-masing kitab dibagi lagi dalam beberapa bab. Adapun sistematika
penulisan dalam kitab Sunan an-Nasa’i ini adalah sebagai berikut: kitab
thaharah, kitab miyah, kitab haid dan lain-lain. Pembagian bab yang dilakukan
an-Nasa’i juga sangat detail.

Abu Bakr al-Haddad asy-Syafi’i mengatakan, “Saya telah rela dan


ikhlas an-Nasa’i menjadi hujjah antara aku dan Allah swt.” Abu Ya’la al-Khalili
menilai an-Nasa’i adalah orang yang hafiz mutqin, kekuatan hafalan dan
kepintarannya telah diakui, serta pendapatnya sangat diandalkan dalam ilmu
jarh wa ta’dil. 16

Jika as-Sunan ar-ba’ah (kitab Sunan yang Empat) disusun berdasarkan


kritikan Ibn al-Jauzi maka kitab an-Nasa’i berada pada urutan kedua setelah
Abu Dawud. Ini disebabkan jumlah hadis dalam Sunan Abu Dawud yang
dikritik Ibn al-Jauzi berjumlah sembilan hadis, Sunan an-Nasa’i berjumlah
sepuluh hadis, dan at- Tirmizi dan Ibn Majah masing-masing sekitar tiga puluh
hadis.

d. Sunan ibnu Majah


Sunan Ibn Majah merupakan kumpulan hadis-hadis yang dapat diterima
(maqbul) yang disusun oleh Ibn Majah. Ia memanfaatkan muqaddimah dalam
kitabnya untuk menjelaskan hal-hal yang terkait dengan hadis Nabi Saw. dan

15
Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumul, h. 321.
16
Abu Zahw, al-Hadis wa al-Muhaddisun, (Cairo: al-Maktabah at- Taufiqiyyah, t. th.),
h. 585.

10
ilmu hadis. Lazimnya kitab Sunan pada umumnya, Ibn Majah pun ketika
menyusun kitab Sunan nya berorientasi pada hal-hal yang selama ini menjadi
pokok bahasan dalam fiqh. Ini terlihat ketika ia mengawali kitabnya dengan
kitab thaharah, adapun bahasan seperti zuhud dan etika diletakkan di bagian
akhir dari kitabnya. 17

Kualitas hadis yang ada dalam Sunan Ibn Majah juga tidak seluruhnya
sama, ada hadis yang berkualitas shahih, hasan bahkan dhaif namun sayangnya
Ibn Majah tidak menjelaskan sebab-sebab kelemahan dari hadis dhaif yang
dicantumkan dalam kitabnya. Dalam menyeleksi para periwayat hadis pun Ibn
Majah tergolong orang yang mutasahil, artinya ia mempermudah menerima
hadis dari para periwayat yang tertuduh berdusta (muttaham bi al-kizab) juga
periwayat yang ditinggalkan (matruk) seperti Muhammad ibn Said maslub, Amr
ibn Subh, al-Waqidi dan lainnya. Selain itu, Ibn Majah juga banyak memasukkan
hadis yang tidak dijumpai dalam kitab-kitab al-Bukhari, Muslim, Abu
Dawud, at-Tirmizi, dan an-Nasa’i. Mungkin karena alasan inilah, pada
mulanya ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah dalam deretan awal al-
kutub as-sittah.

Atas inisiatif al-Hafiz Ibn Tahir al-Maqdisi (448-507 H.)lah Sunan Ibn
Majah pada akhirnya dimasukkan dalam kelompok kitab hadis enam yang
dipedomani atau yang dikenal dengan al- kutub as-sittah. Itupun juga diposisikan
pada tingkatan keenam/terakhir. Al-Maqdisi berargumen bahwa meski dalam
Sunan Ibn Majah banyak dituangkan hadis-hadis yang yang tidak dijumpai
dalam kitab-kitab al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at- Tirmizi, dan an-Nasa’i,
namun jika diteliti lebih lanjut hadis-hadis tambahan ini sebagian besar dapat
dijadikan hujjah karena berkualitas shahih dan hasan. Pendapat al-Maqdisi ini
kemudian diikuti oleh Ibn Hajar al-Asqalani, az-Zahabi, dan al-Mizzi.

Masuknya kitab Sunan Ibn Majah dalam peringkat terakhir dari al-kutub
as-sittah ini terkait erat dengan lemahnya syarat yang dijadikan standar penilaian

17
Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumul, h. 111.

11
hadis. Hadis-hadis yang dituangkan dalam kitab Ibn Majah ini tidak hanya
berkualitas shahih saja, melainkan berbagai macam hadis yang dalam keadaan
18
cacat, dhaif, matruk dan pendusta.

Jumlah hadis yang terdapat dalam Sunan Ibn Majah menurut az-
Zahabi sekitar 4000 hadis yang terbagi ke dalam 32 kitab dan 1500 bab.
Sedangkan menurut Fuad Abd al-Baqi, jumlah hadis dalam Sunan Ibn Majah
adalah 4341 hadis yang terbagi ke dalam 37 kitab dan 1515 bab.

Kelebihan lain dari kitab ini adalah dimuatnya hadis-hadis yang tidak
dijumpai dalam kitab-kitab al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmizi, dan
an-Nasa’i. Sehingga, kitab Sunan Ibn Majah dapat melengkapi dan
menambah khazanah hadis-hadis Nabi. Ibn Hajar sebagaimana dikutip Akram
dhiya al-Umri mengungkapkan, “Dalam Sunan Ibn Majah terhadap hadis-
hadis thaharah yang tidak aku dapatkan dalam kitab hadis lainnya. Adapun
kelemahan yang ditemukan dari Sunan Ibn Majah ini yaitu minimnya
penjelasan dan informasi atas hadis-hadis yang dinilai dhaif dan maudhu’ serta
tidak adanya filterisasi yang jelas dalam memuat sekaligus menyeleksi hadis-
hadis yang ada dalam kitab sunan ini. 19

B. Metode Penulisan Kitab al-Mustadrak


1. Metode Penulisan Kitab al-Mustadrak
Al-mustadrak sebagai salah satu klasifikasi kitab hadis memiliki masa
dan periode sendiri. Kitab ini juga memiliki karakteristik tersendiri dalam
penulisannya. Kitab mustadrak a’la shahihaini atau yang lebih dikenal
dengan al-mustadrak al-hakim merupakan salah satu kitab Mustadrak
yang paling menonjol. Secara garis besar, kitab ini berisikan
hadis hadis shahih yang tidak diriwayatkan oleh imam bukhari dan Imam
Muslim. Kajian terhadap kitab ini dirasa perlu, karena masih banyak
hadis yang tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Hadis-

18
M. Al-Fatih Suryadilaga, Studi Kitab, h. 172.
19
Akram adh-Dhiya, Buhus fi Tarikh al-Hadis al-Musyarrafah, (Saudi Arabia, Maktabah
al-Ulum wa al-Hikam: 1994), h. 346.

12
hadis yang terdapat di dalam kitab ini merupakan kumpulan hadis-hadis
shahih menurut syarat dan kriteria yang ditentukan oleh (Bukhari-
Muslim), meskipun di dalamnya juga terdapat hadis-hadis shahih
berdasarkan kriteria Imam Hakim sendiri.

a) Mustadrak al-hakim
Kitab ini tersusun dalam 4 jilid besar yang bermuatan 8690 hadis dan
mencakup 50 bahasan (kitab). Kitab karya Al-Hakim ini termasuk kategori
kitab Al-Jami' karena muatan hadisnya terdiri dari berbagai dimensi,
akidah, syariah, akhlak, tafsir, sirah, dan lain-lain. Adapun rincian jumlah
hadis dikaitkan dengan tema akidah 251 hadis, ibadah 1277 hadis, hukum
halal haram 2519 hadis, takwil mimpi 32 hadis, pengobatan 73 hadis,
rasul-rasul 141 hadis, 1218 hadis tentang biografi sahabat, huru-hara dan
pemerangan 34 7 hadis, kegoncangan hari kiamat 911 hadis, peperangan
Nabi dan Al-Fitan 233 hadis, tafsir 974 hadis, dan fadhail Al-Qur'an 70
hadis. 20

Di antara prinsip yang dipegangi Al-Hakim adalah ijtihad, status


sanad dan status matan. 21 Dalam menentukan kesahihan suatu hadis
diperlukan ijtihad. Prinsip semacam ini sebenarnya bukan hal yang baru, Al-
Ramahurmuzi, Al-Bagdadi, dan Ibnu Al-Asir sudah menerapkan ini
sebelumnya. Dalam Al-Mustadrak, Al-Hakim menyatakan, "Aku memohon
pertolongan Allah untuk meriwayatkan hadis-hadis yang para rawinya
adalah Thiqah. Al-Bukhari, Muslim, atau salah seorang di antara mereka
telah menggunakan para rawi semacam itu untuk berhujjah dengannya. Ini
adalah syarat hadis sahib menurut segenap fuqaha bahwa sesungguhnya
tambahan dalam sanad-sanad dan matan-matan dari orang-orang
terpercaya dapat diterima.

20
Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 246.
21
Ibid…, h. 248.

13
C. Metode Penulisan al-Mustakhraj
1. Metode Penulisan Kitab al-Mustakhraj
Metode Mustakhraj adalah penyusunan kitab Hadits dengan mengambil
dari kitab tertentu namun mengambil jalur sanad yang berbeda, penyusun kitab
menempuh sanad lewat gurunya namun guru tersebut memiliki sanad yang
sama dengan sanad penyusun Hadits yang di-takhrij atau kedua guru itu bertemu
pada sanad di atasnya. Konsep penyusunan ini lazim digunakan pada abad ke-4 H
dan abad ke-5 H. 22

Di antara kitab yang disusun dengan konsep ini adalah Mustakhraj Abi
`Awanah `Ala Muslim, Mustakhraj al-Ismâ`ili `alâ al-Bukhara, dan lain lain.
Abad ke-5 H merupakan akhir dari era kodifikasi hadits. Setelah era tersebut,
sumber asli dari kitab- kitab hadits serta sanad yang mu`tabar relatif tidak
terdapat lagi. Bahkan menurut al-Bayhaqi, para ulama menolak mengambil hadits
selain dari kitab para ulamâ’ lima abad pertama. Dalam terminologi ahli Hadits,
karya yang lahir setelah abad ke-5 H lazim disebut “referensi baru”.

D. Metode Penulisan Kitab Muwatta’


1. Kitab Muwattha’ imam Malik
Ada perbedaan pendapat yang berkembang ketika dihadapkan
pada pertanyaan apakah kitab Al-Muwattha' ini kitab fiqih saja,
kitab hadis saja atau kitab fiqih dan hadis sekaligus. Menurut Abu
Zahrah, Al-Muwattha' adalah kitab fiqih, argumen yang dipeganginya.
Tujuan Malik mengumpulkan hadis adalah untuk melihat fiqih dan
undang undangnya bukan kesahihannya. Kitab Al-Muwattha' adalah
kitab hadis yang bersistematika fiqih. Sebagaimana yang telah di-tahqiq
oleh Muhammad Fu'ad Abdul Baqi, pada awal pembahasan pada jilid
satu, sebelum masuk ke pokok pembahasan terlebih dahulu
dipaparkan tentang pendapat para ahli hadis tentang Al-Muwatta',
seperti Al-Syafi'i, Ahmad bin Hanbal, dan Al-Bukhari. Mengenai sanad

22
Yûsuf `Abd al-Rahmân, `Ilm Fahrasah al-Hadîts, cet. 1,(Beirut: Dâr al-Ma`rifah,
1986),h. 16.

14
yang terdapat dalam Al-Muwatta', Al-Bukhari mengatakan sanad yang
sahih dalam periwayatan hadis-hadis Al-Muwattha' adalah dari Nafi'
maula Ibn Umar. Berdasarkan kitab yang telah di-tahqiq oleh
Muhamma Fuad Abd Al-Baqi, Al-Muwattha' terdiri dari 2 juz, 61 kitab
(bab) 698 bab (tema), dan 1824 hadis. 23

Secara eksplisit, memang tidak ada pernyataan secara tegas


tentang metode yang digunakan oleh Imam Malik, tetapi dengan melihat
paparan sistematika kitab Al-Muwattha' menunjukkan bahwa metode
dalam pembukuan hadis tersebut berdasarkan klasifikasi hukum Islam
(abwab Al-fiqhiyyah) dengan mencantumkan hadis marfu', mauquf,
24
dan maqtu'.

E. Metode Penulisan Musnad


1. Kitab Musnad imam Ahmad bin Hanbal
Metode musnad ialah membuat bab sesuai rawî tertingginya yaitu
sahabat. Berbeda dengan kitab-kitab al-Muwattha’ yang masih mencampur
Hadits dengan perkataan sahabat dan yang lainnya, kitab-kitab musnad
hanya memasukkan Hadits nabi saja. Orang pertama yang menyusun
Hadits dengan konsep ini adalah Abû Dawûd Sulaymân ibn al-Jarrad al-
Tayyalasi (133-204 H).

Kitab sejenis yang dianggap paling luas dan memadai adalah Musnad
Ahmad bin Hanbal, yang disusun oleh Ahmad ibn Muhammad ibn
Hanbal bin Hilâl (164-241 H). Kitab ini berisi 40.000 Hadits, diulang-ulang
sekitar 10.000. Putranya yang bernama Abdullâh menambahkan sekitar
10.000 Hadits, demikian pula rawî yang meriwayatkan dari Abdullâh, yaitu
Ja`far al-Qathi`i, memberikan beberapa tambahan di dalamnya. 25

23
Abdurrahman, Studi Kitab Hadis, h.11.
24
Yaqub, kritik Hadis, (Jakarta: Pustakaa Firdaus, 2000), h. 76.
25
Ahmad bin Alî Abû Bakr Khatîb al-Baghdâdî, Târîkh al- Baghdâdî, juz IV
(Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, tth.), h.412-422.

15
Seperti diketahui, bahwa Ahmad ibn Hanbal telah terlebih dahulu
meninggal dunia sebelum memperbaikinya. Oleh karena itu, yang berperan dalam
mengurutkan kitab Musnad itu adalah anaknya, Abdullâh. Sedangkan yang
mengurutkan Musnad berdasarkan huruf hija`iyah adalah Abû Bakr Muhammad
ibn Abdillâh al-Muqaddasi. Karena sistematika yang dipakai adalah Musnad,
maka pencarian Hadits dalam kitab ini harus berdasarkan nama sahabat yang
meriwayatkan, dimulai dari Musnad Abû Bakr dan diakhiri dengan Musnad
Fâthimah bint Abî Jaysy.

Kitab-kitab jenis ini, selain karya Ahmad bin Hanbal adalah Musnad Abû
Hanîfah, Musnad Ishaq bin Rahawiyah, Musnad al- Bazzar, Musnad al-
Humaydi, dan lain sebagainya.

Hadis-hadis dalam Kitab Musnad disusun berdasarkan riwayat


para perawi. Artinya, seluruh hadis yang diriwayatkan oleh seorang
perawi ditampilkan dalam satu bagian, sedangkan bagian selanjutnya
memaparkan himpunan hadis yang diriwayatkan perawi lain
berdasarkan versi yang terhimpun dalam Maktabah Al-Syamilah,
Kitab Musnad Ahmad,b erisi 14 bagian berikut: 26

a. Musnad Al-'Asyrah Al-Mubasyyirin bi Al-Jannah (musnad


sepuluh sahabat yang mendapatkan jaminan masuk surga).
b. Musnad As-Sahabah Ba'da Al-'Asyrah (musnad sahabat yang
selain sepuluh sahabat di atas).
c. Musnad Ahli Al-Bait (musnad sahabat yang tergolong Ahli Bait).
d. Musnad Bani Hasyim (musnad sahabat yang berasal dari Bani
Hasyim).
e. Musnad Al-Muksirin min As-Sahabah (musnad sahabat yang
banyak meriwayatkan hadis).
f. Baqi Musnad Al-Muksirin (musnad sahabat yang juga banyak
meriwayatkan hadis).

26
Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), h. 146.

16
g. Musnad Al-Makkiyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Makkah).
h. Musnad Al-Madaniyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Madinah).
i. Musnad Al-Kufiyyin (musnad sahabat yang berasal dari Kufah).
j. Musnad Asy-Syamiyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Syam).
k. Musnad Al-Basriyyin (musnad sahabat yang berasal dari
Bashrah).
l. Musnad Al-Ansar (musnad sahabat Ansar).
m. Baqi Musnad Al-Ansar (musnad yang juga berasal dari sahabat
Ansar).
n. Musnad Al-Qabail (musnad dari berbagai kabilah atau suku).

17
DAFTAR PUSTAKA

A. Qadir Hasan, Ilmu Mushthalah Hadits, Bandung: CV Penerbit Diponegoro,


2007.

Abdurrahman, Studi Kitab Hadis,Yogyakarta: Teras, 2009.

Abu Zahw, al-Hadis wa al-Muhaddisun, Cairo: al-Maktabah at- Taufiqiyyah, t.


th.
Ahmad bin Alî Abû Bakr Khatîb al-Baghdâdî, Târîkh al- Baghdâdî, juz IV,
Beirut: Dâr al-Kutub al-`Ilmiyah, tth.

Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis Ulumul wa Musthalahah, Beirut: Dar al-Fikr,


1997.

Akram adh-Dhiya, Buhus fi Tarikh al-Hadis al-Musyarrafah, Saudi Arabia,


Maktabah al-Ulum wa al-Hikam: 1994.

Al-Husaini Abd al-Majid Hasyim, Usul al-Hadis an-Nabawi, Beirut: Dar asy-
Syuruq, 1988.

Dzulmani, Mengenal Kitab Hadis, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008.

Hammam ‘Abd ar-Rahim Said, al-Fikr al-Manhaji ‘ind al-Muhaddisin, Qatar:


Kitab al-Ummah, 1408 H.

Hammam ‘Abd ar-Rahim Said, al-Fikr al-Manhaji ‘ind al-Muhaddisin,,Qatar: Kitab


al-Ummah, 1408 H.

M. Al-Fatih Suryadilaga (ed.), Studi Kitab Hadis, Yogyakarta: Teras, 2009.

Nuruddin, Ulum al-Hadits I ,Cet. II, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1995.

Yaqub, kritik Hadis, Jakarta: Pustakaa Firdaus, 2000.

Yûsuf `Abd al-Rahmân, `Ilm Fahrasah al-Hadîts, cet. 1, Beirut: Dâr al-Ma`rifah,
1986.

18
19

Anda mungkin juga menyukai