Anda di halaman 1dari 19

MATERI 10

A. Kitab Al Jami’
Al-Jami‟, yaitu literatur hadis yang memuat bab dari berbagai dimensi keagamaan, seperti
aqidah, hukum, akhlak, sejarah, manaqib, bahkan juga gambaran tentang akhir zaman.
1. Kitab Hadis Jamius Shahih karya Imam Bukhari
Dari sekian banyak karya Imam al-Bukhari, yang paling terkenal di antaranya adalah kitab
Sahih al-Bukhari. Judul lengkap kitab tersebut adalah al-Jami‟ al-Musnad al-Sahih al-
Mukhtasar min Umur Rasulillah wa Sunanih wa Ayyamih. Kitab ini disusunnya dalam
kurun waktu lebih kurang 16 tahun. Imam al-Bukhari mulai membuat kerangka
penulisan kitab tersebut pada saat ia berada di Masjidil Haram, Mekkah, dan secara terus
menerus dia menulis kitab tersebut sampai kepada draft terakhir yang dikerjakannya di
Mesjid Nabawi di Madinah.
Kitab tersebut berisikan hadis-hadis shahih semuanya, berdasarkan pengakuan
beliausendiri, ujarnya : “Saya tidak memasukkan dalam kitabku ini kecuali shahih
semuanya.”
a. Jumlah Hadis
Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah Hadis yang terdapat dalam
Sahih Bukhari. Menurut penelitian Azami, ada 9.082 Hadis yang dimuat Imam al-
Bukhari ke dalam kitab Sahih-nya, dan apabila dihitung tanpa memasukkan Hadis yang
berulang, maka jumlahnya adalah 2.602 Hadis. Jumlah ini tidak termasuk di dalamnya
Hadis Mauquf dan Hadis Maqtu‟. Sementara itu, menurut Ibnu Shalah dan Imam an-
Nawawi, kitab ini memuat 7.275 buah Hadis, dengan adanya pengulangan, dan bila tidak
diulang jumlahnya hanya 4.000 buah.
Dalam menyeleksi Hadis-hadis yang akan dimuat dalam kitabnya, Bukhari sangat
cermat dan teliti, sehingga dari 600.000 Hadis yang ia dapatkan hanya 4.000 saja
yang dimuat. Diriwayatkan bahwa karena kehati-hatiannya, setiap kali hendak menulis
Hadis al-Bukhari selalu mandi dulu dan shalat istikharah dua raka‟at untuk meyakinkan
bahwa Hadis yang akan ditulisnya itu benar-benar Sahih. Hal tersebut terlihat dari
pernyataan al-Bukhari sendiri, sebagai berikut:
(Ibrahim berkata: “Saya mendengar dia (Bukhari) berkata: Saya tidak masukkan ke dalam
kitab Sahihku kecuali Hadis yang sahih”
Muhammad ibn Ismail (al-Bukhari) berkata:” Aku tidak akan memasukkan satu Hadis pun
kedalam kitab sahihku kecuali setelah aku mandi dan shalat dua rakaa ‟at sebelumnya.”)
Menurut Bukhari, sebuah Hadis baru dikatakan sahih apabila memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1) Perawinya harus Muslim, sadiq, berakal sehat, tidak mudallis, tidak mukhtalit, adil,
sehat panca indra, tidak suka ragu-ragu dan memiliki „itikad yang baik dalam
meriwayatkan Hadis;
2) Sanadnya bersambung sampai kepada Nabi saw; dan
3) Matannya tidak syaz dan tidak mu‟allalah
Selain memiliki kualitas pribadi seperti tersebut diatas, menurut Bukhari, perawi
Hadis harusmu‟asirah (satu masa), liqa‟ (bertemu) dan subut simaihi (mendengar
langsung secara pasti) dengan gurunya. Berdasarkan hal diatas maka Imam Bukhari adalah
seorang ulama yang paling ketat dalam mengajukan syarat-syarat kesahihan sebuah
Hadis, dan ia juga sangat teliti dalam meriwayatkan Hadis, sehingga para ulama Hadis
belakangan menempatkan kitab Sahih Bukhari pada peringkat yang pertama dalam
urutan kitab-kitab yang muktabar.

b. Penilaian Ulama Hadis terhadap kitab Sahih Bukhari


Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari
adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat terhormat setelah Alquran. Diantara
para ulama yang mengemukakan demikian adalah Ibnu Salah, beliau mengemukakan,
kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
Akan tetapi sebahagian kecil dari ulama, seperti Abu Ali al-Naisaburi, Abu Muhammad ibn
Hazm al-Zahiri dan sebahagian ulama Maghribi mengunggulkan Sahih Muslim daripada
Sahih Bukhari, yaitu alasan keunggulan Sahih Bukhari dariSahih Muslim adalah pada
keunggulan pribadi Imam Bukhari dari Imam Muslim, dan ketaatan Bukhari dalam memilih
perawi daripada muslim.
Meskipun dinilai paling otentik setelah Alqur‟an dan menduduki tempat terhormat,
kitab Sahih Bukharitetaplah buah karya manusia yang tidak pernah luput dari kritik.
Sahih Bukhari mendapat kritik, baik dari segi sanad maupun matannya, baik dikalangan
ulama sendiri maupun orang non Muslim.
Daruqutni dan Abu Ali al-Ghassani dari ulama masa lalu, menilai bahwa sebagian
Hadis-hadis Bukhari adalah da‟if karena adanya sanad yang terputus dan dinilai dari segi
ilmu Hadis sangat lunak. Daruquthni dalam kitabnya Al-Istidarakat mengkritik ada 200 buah
Hadis dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Menurut Imam Nawawi kritikan itu
barawal dari tuduhan bahwa dalam Hadis-hadis tersebut Bukhari tidak menepati dan
memenuhi persyaratan yang ia tetapkan. Kritik Daruqutni berdasarkan kriteria yang
telah ditetapkan sejumlah ahli Hadis yang justru dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak,
karena berlawanan dengan kriteria jumhur ulama. Sementara Daruqutni menyoroti sanad
dalam arti rangkaian perawi Hadis, para ahli lain menyoroti pribadi perawinya. Dari
kajian tentang sanad,
Daruqutni mendapatkan adanya sanad yang terputus, karenanya Hadis itu
dinilaida‟if. Namun, Setelah diteliti ternyata Hadis yang dituduh Mursal itu terdapat diriwayat
lain, sementara riwayat yang terdapat dalam Sahih Bukhari tidak terputus. Pencantuman
sanad yang mursal itu dimaksudkan sebagai pembuktian bahwa Hadis tersebut diriwayatkan
pula oleh penulis Hadis lain dengan sanad yang lain juga. Periwayatan semacam ini
dalam ilmu Hadis disebut Hadis syahid atau Hadis muttabi‟.
Sebagian ahli Hadis lain berpendapat ada beberapa perawi dalam Sahih ini tidak
memenuhi syarat untuk diterima Hadisnya. Ibn Hajar membantah pendapat ini, tidak
dapat diterima kecuali perawi-perawi itu terbukti jelas mempunyai sifat-sifat atau hal-hal
yang yang menyebabkan Hadisnya ditolak. Setelah diteliti ternyata tidak ada satu
perawi pun yang mempunyai sifat-sifat dan perbuatan seperti itu.
Syeikh Ahmad Syakir berkomentar, seluruh Hadis Bukhari adalah sahih. Kritik
Daruqutni dan lainnya hanya karena beberapa Hadis yang ada tidak memenuhi
persyaratan mereka. Namun, apabila Hadis-hadis itu dikembalikan kepada persyaratan
ahli Hadis pada umumnya, semuanya sahih.
Ulama kontemporer, seperti Ahmad Amin dan Muhammad al-Ghazali, juga
mengajukan kritik terhadap Hadis Bukhari. Ahmad Amin mengatakan, meskipun Bukhari
tinggi reputasinya dan cermat pemikirannya, tetapi di masih menetapkan Hadis-hadis yang
tidak sahih ditinjau dari segi perkembangan zaman dan penemuan ilmiah, karena
penelitiannya terbatas pada kritik sanad saja. Di antara Hadis yang dikritiknya adalah
tentang “ seratus tahun lagi tidak ada orang yang masih hidup di atas bumi”. Dan “
Barang siapa makan tujuh kurma ajwah setiap hari, ia akan selamat dari racun maupun
sihir pada hari itu sampai malam”.
c. Sistematika Pembahasan
Hadis-hadis yang terdapat dalam Sahih Bukhari dikelompokkan berdasarkan topik-
topik tertentu yang tersusun dalam beberapa kitab dan bab. Jumlah Hadis dalam setiap
kitab dan bab bervariasi. Pada satu bab bisa memuat Hadis yang banyak, namun
pada bab yang lain bisa hanya memuat satu atau dua Hadis saja.
Bahkan pada beberapa bab hanya berisi ayat-ayat Al-Quran saja tanpa satu pun
Hadis didalamnya, atau hanya terdapat judul bab tanpa ada satu pun Hadis maupun ayat-
ayat Alquran di dalamnya, untuk memudahkan baginya menemukan Hadis sesuai dengan
bab tersebut pada suatu saat. Isi kitab Sahih al-Bukhari dibagi ke dalam lebih dari 100
bagian dan 3.450 bab. Dimulai dari pembahasan tentang wahyu dan ditutup dengan
pembahasan tauhid.
Dalam menyusun kitabnya al-Bukhari menggunakan susunan dan topik-topik yang
lazim digunakan dalam ilmu fiqih. Hadis-hadis dipilah-pilah dan dikelompokkan
berdasarkan bidang-bidang yang menjelaskan bagian-bagian yang ada, dengan
menyebutkan secara lengkap sanad-sanadnya
1. Metode dan sistematika penulisannya adalah :
a) Mengulangi Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran
b) Memasukkan fatwa sahabat dan tabi‟in sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia
kemukakan
c) Menta‟liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang karena pada tempat
lain sudah ada sanadnya yang bersambung
d) Menerapkan prinsip-prinsip al-jarh wa at-ta‟dil
e) Mempergunakan berbagai sigat tahammul
f) Disusun berdasar tertib fiqih.
2. Teknik penulisan yang digunakan adalah:
a) Memulainya dengan menerangkan wahyu, karena ia adalah dasar segala
syari‟at
b) Kitabnya tersusun dari berbagai tema
c) Setiap tema berisi topik-topik
d) Pengulangan Hadis disesuaikan dengan topik yang dikehendaki tatkala
mengistinbatkan hukum.

d. Contoh hadis dalam kitab Sahih Bukhari


Berikut contoh Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Abdullah Muhammad bin
Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari dalam kitab Shahih Bukhari
pada Hadis no. 1.
Dari Amirul Mukminin Abu Hafsh, Umar bin Al-Khathab radhiyallahu „anhu, ia berkata : “Aku
mendengar Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda: “Segala amal itu
tergantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang
siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan
Rasul-Nya. Barang siapa yang hijrahnya itu Karena kesenangan dunia atau karena seorang
wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”.
2. Kitab Jamius Shohih karya Imam Muslim
Kitab Shahih Muslim merupakan kitab (buku) koleksi hadits yang disusun oleh Imam
Muslim (nama lengkap: Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi) yang hidup antara
202 hingga 261 hijriah. Ia merupakan murid dari Imam Bukhari. Kitab Shahih Muslim diberi
nama oleh penulisnya dengan Al-Musnad al-Shahih.
a. Jumlah Hadis
Jumlah hadis dalam kitab Shahih Muslim menurut para ahli hadis jumlahnya
beragam. Hal itu disebabkan oleh perbedaan cara penomoran. Menurut penomoran al-
Alamiyah, terdapat 5362 hadits dalam Shahih Muslim. Sedangkan menurut Abdul Baqi, ada
3033 hadits. Perbedaan ini timbul karena penomoran al-Alamiyah menghitung setiap sanad
hadits sebagai satu hadits; sedangkan penomoran Abdul Baqi menghitung setiap hadits
yang serupa sebagai satu hadits, walaupun hadits tersebut mempunyai beberapa sanad.
Oleh sebab itu, jumlah hadits menurut penomoran al-Alamiyah menjadi lebih banyak
daripada menurut Abdul Baqi.
Juga ada ulama yang menyatakan bahwa Kitab shahih ini berisikan sebanyak 7.273
buah hadis, termasuk dengan yang terulang. Kalau dikurangi dengan hadis-hadis yang
terulang, tinggal 4.000 buah hadis. Dari 4000 buah hadis telah mencakup hadis-hadis
dalam berbagai bidang keagamaan seperti : keimanan, hukum, akhlak, tafsir, sirah, dan lain-
lain. Oleh karena itu, para ulama menyebut kitab Muslim ini dengan kitab al-Jami Shahih.

b. Penilaian Ulama Hadis terhadap kitab Sahih Bukhari


Para ulama menyebut kitab shahih ini sebagai kitab yang belum pernah didapati
sebelum dan sesudahnya dalam segi tertib susunannya, sistematis isinya, tidak berukar-
tukar dan tidak berlebih dan tidak berkurang sanadnya. Secara global kitab ini tidak ada
bandingannya di dalam ketelitian menggunakan sanad. Sementara alasan keunggulan Sahih
Muslim daripada Sahih Bukhari lebih difokuskan kepada metode dan sistematika
penyusunannya, dimana Sahih Muslim lebih baik dan lebih teratur sistematikanya
dibandingkan Sahih Bukhari.
Telah diakui oleh jumhur ulama, bahwa Shahih Bukhari adalah seshahih-shahih kitab
hadis dan sebesar-besar pemberi faedah, sedang shahih Muslim adalah secermat-cermat
isnadnya dan sekurang-kurannya perulangannya, seban sebuah hadis yang telah beliau
letakkan pada satu maudhu‟, tidak lagi ditaruh di maudhu‟ bab yang lain.
Al Hafidz Abu Ali An Nisabury berkata : ”Di bawah kolong langit tidak terdapat
seshahih kitab hadis selain kitab Shahih Muslim ini”.
Berbeda dengan Imam Bukhari, Imam Muslim membuat sebuah tulisan pendahuluan untuk
kitabnya ini. Dari sinilah para ulama menemukan kriteria dan pandangan imam Muslim
berkenaan dengan hadis-hadis Nabi. Lebih jauh dapat dijelaskan bahwa catatan
pendahuluannya berisi penjelasan tentang pembagian dan macam-macam hadis, hadis-
hadis yang dicantumkan dalam shahihnya, keadaan para perawi dan mungungkapkan cela-
celanya, menerangkan pentingnya isnad, dan lain-lain.
Dari penejelasan ini terlihat bahwa hadis-hadis yang dimasukan ke dalam kitab
Shahih-nya, adalah hadis-hadis yang memiliki alasan kesahihan yang kuat. Di samping itu,
ia juga menyatakan bahwa hadis-hadisnya sebagiannya disepakati oleh para ulama.
Dari penelitian yang dilakukan terhadap hadis-hadisnya, imam muslim menggunakan
kriteria yang dipakai dalam dalam menentukan kesahihan, yaitu: sanad bersambung,
perawi yang adil, dhabit serta tidak memiliki syadz dan berillat. Tetapi dalam menentukan
kebersambungan sanad, Imam Muslim tidak seketat Imam Bukhari, di mana bila
perawinya tsiqah,ia cukup mengasumsikan sanad bersambung dengan terjadinya
muasharah (kesezamanan) antara para perawi dan kemungkinan terjadi pertemuan dalam
kapasitas guru dan murid, yakni bila daerah tempat tinggal mereka tidak berjauhan. Di
samping itu, rawi-rawi yang digunakan oleh Imam Muslim termasuk juga rawi-rawi dari
murid-murid Imam al-Zhuhri yang adil dan dhabit, tetapi tidak lama menyertai Imam al-
Zhuhri. Sementara Imam al-Bukhari lebih banyak menggunakan rawi-rawi dari kalangan
murid Imam al-Zhuhri yang lama menyertai al-Zhuhri.

c. Sistematika Pembahasan Sahih Bukhari


Sistematika penulisan kitab Shahih Muslim diakui oleh banyak ulama sebagai
sistematika yang lebih baik.
1) Menyebut menempatkan hadis-hadis yang semakna beserta sanadnya dalam
satu
kelompok tertentu.
2) Menghimpun sanad yang muttafaqun alaihi
Kitab Sahih Muslim menggunakan sistematika yang berbeda dari Sahih Bukhari.
Dalam menyusun kitabnya, Imam Muslim tidak mengelompokkan Hadis-hadis
berdasarkan topik-topik masalah seperti yang dilakukan oleh Bukhari. Ia menghimpun
Hadis berdasarkan matan dengan berbagai sanad. Hadis yang semakna beserta
sanadnya diletakkan pada satu tempat, tidak dipisahkan dan tidak diulang. Susunannya
baik dan rapi, sehingga memudahkan para peneliti Hadis untuk menelusurinya, akan
tetapi sayangnya ia tidak memberi judul pada setiap bab. Judul-judul bab yang
terdapat dalam Sahih Muslim yang ditemui sekarang sebenarnya ditulis oleh pensyarah
kitab itu yang hidup sesudahnya seperti Imam Nawawi.
Kitab Sahih yang sudah disistimatisasi tersebut, dilihat dari segi susunan topik-
topik bahasannya, maka terlihat lebih menggambarkan sistematika kitab fikih yang terdiri
atas 54 kitab (bab), diawali dengan kitab iman, dan dilanjutkan dengan
topik-topik fiqih ibadah, mu‟amalah, munakahat, dan diakhiri dengan kitab tafsir.
Adapun metode dan sistematika penulisannya adalah :
1) Tidak memasukkan fatwa sahabat atau tabi‟in untuk memperjelas Hadis yang
diriwayatkannya;
2) Menerapkan prinsip-prinsip al-jarh wa at-ta‟dil;
3) Menggunakan berbagai sigat tahammul;
4) Disusun berdasarkan tertib fiqih.
Adapun tehnik penulisan yang digunakan adalah :
1) Muqaddimah yang menerangkan rentang kitab Sahih serta ilmu Hadis yang
digunakan dalam menyarikan Hadis;
2) Kitabnya tersusun dari berbagai tema dan dibawahnya terdapat bab-bab yang
berkaitan dengan topik yang dipilihnya dari Hadis yang dikemukakan;
3) Hadis-hadis yang mempunyai berbagai macam jalur dihimpun dalam satu bab
tertentu;
4) Hadis yang matannya sama tapi sanadnya berbeda, hanya ditulis sanadnya saja.

d. Contoh hadis dalam Sahih Bukhari


“Telah meriwayatkan kepada kami Yahya ibn Yahya Tamimi dan Muhammad ibn
Rumhi ibn Muhajir berkata: telah mengkhabarkan kepada kami Lais dan mengkhabarkan
kepada kami Qutaibah. Telah mengkhabarkan kepada kami Lais dari Nafi‟ dari „Abdillah
berkata: saya mendengar Rasulullah saw bersabda: apabila salah seorang kamu hendak
menghadiri salat Jum‟at, maka hendaklah ia mandi lebih dahulu”
“Telah meriwayatkan kepada kami Yahya ibn Yahya. Berkata: Telah aku bacakan atas
Malik dari Safwan ibn Sulaim dari „Ata‟ ibn Yasar dari Abi Sa‟id al-Khudri, bahwasanya
Rasulullah saw. Bersabda : mandi pada hari Jum‟at hukumnya wajib bagi orang yang balig

B. Kitab As Sunan dan Al Mushannaf


Al-Sunan, dan al-Mushannaf, yaitu literatur yang hanya memuat bab-bab yang
berkaitan dengan persoalan hukum fiqh. Yang termasuk dalam kategori kitab sunan
dintaranya sunan Abu Dawud, Sunan An Nasai, Sunan At Tirmidzi dan Sunan Ibnu Majjah.
1. Sunan Abu Dawud
Sunan Abu Dawud merupakan kitab koleksi hadits yang disusun oleh Imam Abu
Dawud, merupakan salah satu dari Kutubut Tis'ah (sembilan kitab hadits utama di kalangan
Sunni). Imam Abu Daud menyusun kitabnya di Baghdad. Minat utamanya adalah syariat,
jadi kumpulan hadits-nya berfokus murni pada hadits tentang syariat. Setiap hadits dalam
kumpulannya diperiksa kesesuaiannya dengan Al-Qur'an, begitu pula sanadnya. Dia
pernah memperlihatkan kitab tersebut kepada Imam Ahmad untuk meminta saran
perbaikan.
Kitab As-Sunan tersebut memuat 4800 hadits yang disaring dari 50.000an hadits. Dan
50.000 hadits itu sendiri merupakan saringan dari ratusan ribu hadits yang diperolehnya
saat berkelanan. Kumpulan hadits berjumlah 4800 itulah yang lalu ditulis pada kitab As-
Sunan. Sunan Abu Dawud terbagi menjadi beberapa kitab dimana tiap kitab terdiri dari
beberapa bab. Beberapa judul bab menunjukkan fiqih Imam Abu Dawud terhadap hadits-
hadits yang termuat di dalamnya. Di antara kitab-kitab kumpulan hadits, kitab sunan karya
Abu Dawud termasuk yang paling banyak menarik perhatian, karena merupakan salah satu
kompilasi hadits hukum yang paling lengkap.
Kitab Sunan Abu Dawud diakui oleh mayoritas dunia Muslim sebagai salah satu kitab
hadits yang paling autentik. Namun, diketahui bahwa kitab ini mengandung beberapa hadits
lemah (yang sebagian ditandai beliau, sebagian tidak). Banyak ulama yang meriwayatkan
hadits dari beliau, di antaranya Imam Turmudzi dan Imam Nasa'i. Al Khatoby mengomentari
bahwa kitab tersebut adalah sebaik-baik tulisan dan isinya lebih banyak memuat fiqh
daripada kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Ibnul A'raby berkata, barangsiapa yang
sudah menguasai Al-Qur'an dan kitab "Sunan Abu Dawud", maka dia tidak membutuhkan
kitab-kitab lain lagi. Imam Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kitab "Sunan Abu Dawud"
sudah cukup bagi seorang mujtahid untuk menjadi landasan hukum.
Contoh hadis dalam Sunan Abu Dawud :
Dari Abu Qosim Al Jadali berkata: Aku mendengar Nu‟man Bin Basyir berkata,
"Rasulullah menghadap wajah kepada manusia dan bersabda : Luruskan shaf-shaf kalian
(3 kali) ! Demi Allah benar-benar kalian meluruskan shaf-shaf kalian atau Allah akan
menjadikan hati kalian berselisih" Nu‟man berkata, "Maka aku melihat seseorang
melekatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, mata
kaki dengan mata kaki kawannya"
2. Sunan At Tirmidzi
Penyusunnya adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, bin Musa bin adh-
Dlahhak as-Sulami, al-Bughi, at-Tirmidzi. Beliau mengalami kebutaan di akhir usianya .
Sebagaimana yang telah saya baca di dalam suatu manuskrip kitab Jami‟ yang mu‟tamad,
yang benar kitab Imam Tirmidzi bernama al-Jami‟ al-Kabir. Kemudian ada yang
menyebutnya secara berlebihan dengan nama al-Jami‟ ash-Shahih, tetapi nama inilah
yang masyhur. Hanya saja, di dalam kitab ini terdapat sejumlah hadis dla‟if, munkar, dan
maudlu‟.
Tirmidzi adalah murid Imam Bukhari, dan pengikut beliau dalam metode penulisan
hadis. Beliau juga banyak menukil pendapat Imam Bukhari dalam membicarakan kondisi
periwayat, sima‟ (cara mereka mendengarkan hadis), dan i‟lal terhadap hadis periwayat
tersebut. Sistematika penulisannya dipandang cukup baik. Pertama, ia merangkum hadis-
hadis menyangkut berbagai bidang keagamaan. Kedua, Membuat judul bab dan meletakan
satu, dua atau tiga hadis. Ketiga, menunjukan adanya hadis yang diriwayatkan oleh
sahabat lain. Keempat, menunjukan kualitas hadis, dan terdakang menjelaskan kualitas
rawinya dengan istilah-istilah baru, seperti: shahih, hasan, hasan shahih, shahih gharib,
hasan ligharih dan hasan lidzatih. Kelima, menerangkan makna hadis dan pendapat-
pendapat hukum ulama.
Terhadap istilah-istilah baru yang ia munculkan, ia tidak menjelaskannya. Tetapi para
ulama membuat berbagai penafsiran, antara lain : pertama, menunjukan tingkatan-tingkatan
hadis, yaitu : Shahih – hasan shahih-hasan-hasan gharib-dha‟if. Kedua, khusus terhadap
istilah hasan shahih, sebagian memahami dengan penilaian kedhabitan perawi sama kuat
antara dhabit dan kurang dhabit, atau memahami sebagai hadis hasan yang telah
meningkat menjadi hadis shahih serta memahaminya dalam pngertian kebahasaan, yakni
hadis tersebut baik materinya serta shahih sanadnya.
3. Sunan An Nasai
Kitab ini disusun oleh Abu Abdul Rahman Ahmad bin Ali bin Syuaib bin Ali bin Sinan
bin Bahr Al-Khurasani Al-Qadi. Ia lahir di daerah Nasa‟ pada 215 H. Ia dinisbahkan
kepada daerah Nasa‟ (An-Nasa‟i), daerah yang menjadi saksi bisu kelahiran seorang ahli
hadits kaliber dunia. Ia berhasil menyusun sebuah kitab monumental dalam kajian hadits,
yakni Al-Mujtaba yang di kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Sunan An-Nasa‟i.
Imam al-Nasa‟i dikenal sebagai ulama hadis yang sangat teliti terhadap hadis dan
para rawi. Ini terbukti dalam menetapkan kriteria sebuah hadis yang dapat diterima atau
ditolak sangat tinggi, begitu juga halnya dengan penetapan kriteria seorang rawi
mengenai siqah atau tidaknya. Dalam hal ini, Al-Hafiz Abu Ali memberikan komentar bahwa
persyaratan yang dibuat oleh Imam al-Nasa‟i bagi para perawi hadis jauh lebih ketat jika
dibandingkan dengan persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim. Demikian pula Al-Hakim
dan Al-Khatib mengatakan komentar yang kurang lebih sama dengan mengatakan bahwa
sesungguhnya syarat yang dibuat oleh Imam al-Nasa‟i lebih ketat dari persyaratan yang
dibuat oleh Imam Muslim.
Kitab Sunan al-Nasa‟i (kitab al-Mujtaba‟) disusun dengan metode yang sangat unik
dengan memadukan antara fiqih dengan kajian sanad. Hadis-hadisnya disusun
berdasarkan bab-bab fiqih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dan untuk setiap bab
diberi judul yang kadang-kadang mencapai tingkat keunikan yang tinggi. Ia mengumpulkan
sanad-sanad suatu hadis di satu tempat. Kemudian dapat ditegaskan juga bahwa Imam
al-Nasa‟i tampaknya dalam penyusunan kitabnya ini hanya mengkhususkan hadis-hadis
sunah (marfu‟) dan yang berbicara tentang hukum dan tidak dimasukkan di dalamnya
yang berkaitan dengan khabar, etika dan mau‟izah-mau‟izah, hal ini dikarenakan kitab
ini merupakan pilihan berupa hadis-hadis hokum dari kitab beliau yang lain, yaitu al-Sunan
al-Kubra.
1. Mengenai susunan sistematika kitab al-Sunan an-Nasa`i di atas, yaitu: Dari kitab (bab)
pertama sampai dengan kitab (bab) ke-21, membahas tentang masalah thaharah dan
shalat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai salat.
2. Kitab (bab) puasa didahulukan dari pada zakat.
3. Kitab (bab) qism al-fai‟ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab jihad.
4. Kitab al-khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad.
5. Melakukan pemisahan-pemisahan di antara kitab-kitab (bab-bab) al-ahbass (wakaf),
wasiat-wasiat, an-nahl (pemberian kepada anak), al-hibah (pemberian), ar-ruqbaa.
Sedangkan kitab atau pembahasan mengenai fara`id tidak ada.
6. Melakukan pemisahan-pemisahan antara kitab al-asyribah (minuman), al-said
(perburuan), al-zaba‟ih (semblihan hewan korban), al-dahaya (kurban Idul Adha).
7. Kitab Iman ditempatkan di bagian akhir.
8. Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab Iman dan kitab al-isti‟azah.
4. Sunan Ibnu Majjah
Ibnu Majah mempunyai nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah
al-Rabi‟I al-Qazwini. Kitab Sunan Ibnu Majah adalah bukan nama yang diberikan oleh Ibnu
majah sendiri, kitab ini pada mulanya bernama al-Sunan. Untuk mencegah adanya
kekeliruan maka para ulama memberikan kejelasan nama terhadap kitab ini dan pada
akhirnya ulama sepakat agar kitab ini dinisbahkan kepada nama penulisnya yakni Ibnu
Mahaj, sehingga kitab ini populer di sebut dengan Sunan Ibnu Majah.
Kitab hadits ini merupakan karya manumental dari Ibnu Majah yang sampai saat ini
masih beredar dan dijadikan pegangan dan kajian. Kitab ini memuat banyak hadits dengan
berbagai kualitas hadits. Kitab ini disusun berdasarkan beberapa kitab dan bab. Menurut
Muhammad Fuad Abd al-Baqi hadits yang terdapat dalam kitab Sunan Ibnu Majah terdapat
4341 buah hadits yang terbagi dengan kualifikasi 37 kitab dan 1515 bab. Pendapat tersebut
ternyata diamini oleh M.M Azami. Sementara itu dalam versi lain yakni oleh al-Zahabi (673-
748 H) mengatakan bahwa hadits yang terdapat dalam Kitab Sunan Ibn Majaha dalah 4000
hadits yang terbagi dalam 32 Kitab dan 1500 Bab, pendapat serupa pun diungkapkan oleh
Abu al-Hasan al-Qattan (334-415 H) dengan mengatakan kitab Sunan Ibnu Majah memuat
32 kitab, 1500 bab dan sekitar 4000 hadits.
Dalam pendahuluan Kitab Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi
memberikan uraian yang sangat lengkap sebagaimana diikuti oleh Muhammad Mustafa
„Azami beliau menjelaskan bahwa kitab ini (Kitab Ibn Majah) berisi 4.341 hadits. Dari jumlah
hadits tersebut menurutnya sebanyak 3. 002 hadits telah dibukukan dan terdapat dalam
kitab Kutub Al-Sittah. Dari jumlah tersebut berarti hanya 1.339 hadits yang murni dimiliki
dan dikodifikasikan oleh Ibnu Majah dalam kitab sunan-nya.
Sajian yang lebih lengkap diungkapkan oleh Muhammad Mustafa „Azamai
sebagaimana yang ia kutip dari Fuad Abdul Baqi mengkalsifikasikan hadits yang
terkodifokasi dalam kitab Ibnu Majah dengan tingkat kualitasnya sebagai berikut:
a. 428 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori haditsShahih.
b. 199 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori haditsHasan.
c. 613 hadits dari 1. 339 hadits termasuk dalam katagori hadits lemah isnad-nya.
d. 99 hadits dari 1.339 hadits termasuk dalam katagori hadits munkar dan makdzub
Ciri utama dari kitab ini sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Mustafa Azami
bahwa Kitab Sunan Ibnu Majah adalah salah satu yang terbaik dilihat dari sistematika
penyusunannya yang disusun judul perjudul dan sub-bab dengan sistematika fikih. Hal ini
diakui oleh para ulama. Dan kitab ini tidak banyak mengalami pengulangan hadits.
Mengenai kedudukan kitab Sunan Ibnu Majah para ulama muhadditsin berbeda
pendapat mengenai apakah kitab ini masuk dalam katagori kutub al- sittah (enam kitab
Hadits) atau tidak?. Sebagian ulama hadits telah sepakat dan menetapkan bahwa kitab
Sunan Ibnu Majah termasuk dalam katagori Kutub al-Sittah. Pendapat ini pertama kali
dipelopori oleh al-Hafiz Abdul Fadli Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat tahun 507 H),
pendapat al-Maqdisi terseput pada akhirnya diamini oleh bebera ulama lainnya diantaranya
oleh al-Hafiz Abdul Ghani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat tahun 600 H). Para ulama tersebut
memasukan Kitab Sunan Ibnu Majjah dalam deretan Kutub al-Sittah dikarenakan dalam
kitab tersebut banyak terdapat hadits-hadits yang tidak dicantumkan olehKutub al-Khamsah
(lima kitab hadits sebelum Sunan Ibnu Majah).
5. Al Muwattaha’ karya Imam Malik
Kitab Muwaththa‟ adalah, kitab yang ditulis dengan urutan sesuai bab-bab fiqh, hanya
saja berbeda dengan kitab Sunan dari segi kandungan kadis marfu‟, mauquf dan maqthu‟
Imam Malik adalah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir bin Amru bin al-Harits, Abu Abdillah
al-Madaniy, syaikhul Islam, dan Imam Darul Hijrah. Muwaththa‟ memuat hadis sahih yang
jumlahnya sangat besar, dan sedikit hadis dla‟if. Di dalamnya terdapat kata mutiara yang
tidak ada hukumnya kecuali apabila jelas sanadnya.
Dalam kitab al Muwatta adalah kitab itu memakai sistematika fiqh dan metode bab-
bab fiqh. Dan dalam kitab itu tidak hanya hadis dari nabi juga terhimpun pendapat sahabat,
qaul tabiin, ijma ahl madinah dan pendapat Imam Malik juga. Mengenai isi dan kualitas hadis
dalam kitab itu terjadi perbedaan pendapat, ada yang mengatakan 500 , 1726 , 1824 hadis.
Pendapat ulama tentang al Muwatta Terdapat banyak ulama yang memberikan penilain
terhadap kitab Muwatta di antaranya Imam Syafii mengatakan “ di dunia ini tidak ada
kitab setelah al Qur‟an yang lebih sahih dari pada al Muwatta “ sementara Imam Ibn
Hajar mengatakan “ kitab Malik itu sahih menurut Malik dan pengikutnya”.

C. Kitab Al Mustadrak
Mustadrak, yaitu kitab hadis yang ditulis dimana kriteria penerimaan hadisnya
berdasarkan kriteria imam hadis lainnya.
Kitab Al Mustadrak karya Imam al Hakim
Kitab ini telah dihasilkan oleh al-Imam, al-Hafiz, al-Allamah, Muhammad bin Abdullah
bin Muhammad al-Dhabiyyi, al-Naisaburi, al-Hakim Abu Abdullah, juga terkenal dengan
gelaran singkat Ibn al-Bayyi‟ atau al-Hakim al-Naisaburi. Beliau dilahirkan di Naisabur,
Iranpada tahun 321H dan mempelajari hadis sejak kecil daripada bapa dan juga bapa
saudaranya.
Al Hakim berpegang kepada mazhab Fiqh al-Syafii daripada gurunya Abu Sahl al-
Sa‟luki dan Abu Ali bin Abu Hurairah. Beliau juga merupakan salah seorang pakar Qiraat
yang mempelajarinya daripada Muhammad bin Abu Mansur al-Saram dan Abu al-Naqar al-
Kufi. Tujuan al-Hakim menyusun kitab al-Mustadrak adalah untuk menghimpun hadis-hadis
sahih berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim, atau salah seorang daripada mereka, yang
tidak ditulis dalam kitab sahih masing-masing. Al-Hakim telah menghimpun
sebanyak 8,803 hadis di dalamnya dan mensahihkannya mengikut beberapa tahap:
1. Hadis yang sahih mengikut syarat al-Bukhari dan Muslim.
2. Hadis yang sahih mengikut syarat salah seorang daripada mereka sama ada syarat al-
Bukhari atau mengikut syarat Muslim.
3. Hadis yang sahih tanpa disandarkan kepada al-Bukhari atau Muslim iaitu hadis sahih
mengikut syarat al-Hakim sendiri.
4. Hadis yang tidak diberi apa-apa darjat. Kemungkinan al-Hakim bermaksud untuk
menilainya setelah siap menyusun kitab al-Mustadrak tetapi dia tidak sempat untuk
menunaikan maksudnya.
D. Kitab Al Mustakhraj
Al-Mustakhraj adalah suatu kitab hadis yang ditulis oleh seorang ulama‟ dengan
mentakhrijkan (menuliskan riwayat) hadis-hadis yang sudah dibukukan di dalam suatu kitab
hadis dengan sanadnya yang sama tetapi dari jalan yang lain dari pengarang kitab
mustakhraj „alaih (yang dimustakhrajkan), lalu periwayatan mereka bertemu pada gurunya
(penulis kitab yang dimustakhrajkan) atau guru yang lebih tinggi, sampai kepada shahabat.
Sejumlah ulama‟ yang berminat untuk menuliskan al-Mustakhrajantara lain;
1. Mustakhraj al-Isma‟ily,
2. Mustakhraj al-Ghithrify,
3. Mustakhraj Ibnu Abi Dzuhal.
Ketiga kitab tersebut adalah mustakhraj kitab Shahih al-Bukhari.Adapun kitab-kitab
Mustakhraj untuk Shahih Muslim adalah;
1. Mustakhraj Abu Awanah,
2. Mustakhraj al-Hairy,
3. Mustakhraj Abu Hamid al-Harawy.
Dan di antara kitab Mustakhraj kedua kitab Shahih, adalah;
1. Mustakhraj Abu Nu‟aim al-Ashbahany,
2. Mustakhraj Ibnu al-Akhram,
3. Mustakhraj Abu Bakar al-Barqany
Contoh; Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitabShahihnya j.1,
h.222, Kitab ath-Thaharah, Bab Khishol al-Fithrah : “Telah menceritakan kepadaku, Abu
Bakar bin Ishaq, Telah memberitahukan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah memberitakan
kepada kami Muhammad bin Ja ‟far, telah memberitakan kepadaku al-„Ala ‟ bin
Abdurrahman bin Ya‟qub, maula al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata,
Rasulullah saw bersabda; cukurlah brengos dan panjangkanlah jenggot, dan berrbedalah
dengan arang-prang Majusi.”
Hadis ini dikeluarkan oleh Abu Awanah dalam kitab al-Mustakhraj „ala Shahih Muslim j.1,
h.188, dan dalam sanadnya terjadi pertemuan dengan sanad Imam Muslim pada guru
beliau, yakni Ibnu Abi Maryam. Bandingkan hadis tersebut dengan hadis berikut ini :
“Telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq ash-Shaghani, ia berkata;
Telah memberitahukan kepada kami Ibnu Abi Maryam, telah memberitakan kepada kami
Muhammad bin Ja‟far, telah memberitakan kepadaku al-„Ala ‟ bin Abdurrahman bin
Ya‟qub, maula al-Hirqah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah saw
bersabda; cukurlah brengos dan panjangkanlah jenggot, dan berrbedalah dengan arang-
prang Majusi.”
Pernyataan diatas sama persis antara matan (teks hadis) yang ada di dalam kitab al-
Mustakhraj dengan matan yang ada di dalam kitab ash-Shahih (yang disebut juga al-
mustakhraj „alaih), sebagaimana yang terlihat di dalam contoh di atas. Tetapi kadang-
kadang hadis di dalam kitab alMustakhraj ada ziyadah (tambahan) matan, tidak
sebagaimana yang tertulis di dalam kitab ash-Shahih. Untuk itu apabila di dalam al-
Mustakhraj salah satu kitab ash-shahihain terdapat ziyadah, kita tidak secara otomatis
menganggap tambahan matan itu sahih sehingga diadakan peninjauan terhadap sanadnya.
E. Kitab Al Musnad
Yaitu, literatur-literatur kitab hadis yang ditulis di mana hadis-hadisnya
dikelompokan berdasarkan sahabat yang meriwayatkan. Atau dapat juga dimengerti sebagi
kitab yang disusun oleh pengarangnya dengan mengurutkan daftar nama shahabat, lalu
ditampilkan hadis-hadis yang periwayatannya sampai kepadanya, dari seorang shahabat
tertentu di dalam musnad shahabat tersebut, kemudian shahabat lain di dalam musnad
shahabat lainnya. Demikianlah kitab ini disusun, dengan mengesampingkan tema hadis.
Musnad Imam Ahmad bin Hambal
Kitab musnad yang paling terkenal, paling luas, paling banyak manfaatnya adalah Musnad
Imam Ahmad bin Hanbal. Ada yang mengatakan, kitab ini memuat sekitar 40.000 hadis, ada
yang menyebutkan 30.000 hadis, atau mendekati angka tersebut. Sesungguhnya naskah
Musnad Imam Ahmad yang sudah dicetak berulang-ulang kandungan hadisnya mencapai
27.688 buah hadis.Allahu A‟lam bish-Showab.
Kitab ini memuat hadis sahih, hasan dan da‟if, bahkan di dalamnya terdapat pula beberapa
hadis maudlu‟, meskipun hanya sedikit, tidak seperti pengakuan sebagian orang yang
menyangka tiada hadis maudlu‟ di dalam kitab ini. Kitab ini merupakan salah satu kodifikasi
hadis yang sangat diperlukan, oleh ummat Islam. Penyusun memulai kitabnya dengan
musnadnya 10 orang shahabat yang telah dijanjikan sorga, didahulukan Abu Bakar ash-
Shiddiq, Umar, Utsman, Ali, kemudian shahabat yang lainnya yang termasuk sepuluh itu.

F. Kitab Al Mu’jam
Dalam terminologi Ilmu Hadis, kitab mu'jam adalah kitab-kitab hadis yang disusun
berdasarkan musnad-musnad sahabat, guru-gurunya, negara atau lainnya, dan
umumnya susunan nama-nama sahabat itu berdasarkan urutan huruf hija'iyyah. Menurut
Hasbi ash-Shiddieqy, kitab mu‟jam ialah kitab yang di dalamnya disebut hadis menurut
nama guru (syaikh hadis), atau menurut negeri tempat guru yang meriwayatkan hadis
atau menurut kabilah dan disusun secarahuruf abjad.
Kitab Mu’jam al Shaghir karya Imam Thabrani
Nama lengkap beliau adalah Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub bin Muthair al-Lakhmi al-
Yamani al-Thabrani. Kunyahnya Abu al-Qasim. Beliau dilahirkan di Akka pada tahun 260 H,
bulan shofar, ditengah-tengah keluarga yang terhormat, dari kabilah Lakhm suku Yaman
yang berimigrasi ke Quds (Palestina) dan menetap di sana. Sedangkan ibunya termasuk
suku Akka.
Kitab Al-Mu‟jam al-Shagir karya al-Thabarani ini dicetakmenjadi dua juz oleh Penerbit
Dar a1-Fikr Beirut, cetakan keduapada tahun 1981 M atau 1401 H. Kitab ini terdiri dari
279 halaman untuk juz I, dan bagian akhir yang merupakan juz II terdiri dari 222 halaman
termasuk lima tema tambahan, yaitu: Risalah Ganiyyah al-Alma'i oleh „Al amah al-Hafid Abi
al-Tayyib Syams al-Haq al-„Adim Abadi; al-Tuhfah al-Mardliyyah fi Hill Ba'dh d-Musykilat
al-Hadisiyyaholeh „Allamah al-Muhaddis al-Qadhi al-Syaikh Husain bin Muhsin al-Anshari
al-Yamani; Sunniyyah Raf‟ al-Yadain fi al-Du'a ba ‟d al-Shalawat al-Maktubah liman
Sya'a; Risalah al-Kasyf lil Imam al-Suyuti fi Bayan al-Khuruj al-Mahdi; dan Taqrid al-
Adib oleh al-„Allamah Yusuf Husain ibn Muhammad al-Khanifari.
Kitab ini di-tashhih oleh „Abdurrahman Muhammad 'Utsman dengan judul al-
Mu'jam al-Shagirlil Tabarani lil Hafid Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad bin Ayyub al-Lakhmi
al-Thabarani.
Menurut informasi dalam muqaddimah kitab ini, kitab ini disusun berdasarkan
periwayatan muridnya yaitu al-Syaikh Abu Bakar Muhammad bin Abdillah bin Zaid,
sehingga menjadi sebuah kitab yang sampai kepada kita.
Berdasar informasi yang dikemukakan Abu Zahw jumlah jalur hadis dalam kitab
al-Mu‟jam al-Shagir ini sebanyak 1500 hadis, sebagian ulama mengatakan kitab ini ternyata
hanya memuat 1159 jalur periwayatan, dengan rincian juz 1 memuat 745 jalur
periwayatan, dimulai dengan huruf alif sampai huruf kaf. Sedangkan juz II memuat 410 jalur
periwayatan dimulai dari huruf lam sampai huruf ya', ditambah perawi dengan nama kunyah
dan perawi perempuan.
Berikut ini contoh rincian kitab al-Mu‟jam al-Shagir juz I :
Bab al-Alif, halaman 7-108
1. Rawi yang diawali dengan nama Ahmad, sebanyak 198 orang
2. Rawi yaag diawaii dengan nama Ibrahim sebanyak 50 orang
3. Rawi yang diawali dengan nama Isma'il sebanyak 12 orang
4. Rawi yang diawali dengan nama Ishaq, sebanyak 16 orang dan seterusnya
‘Abdul „Aziz al-Khuli di dalam kitab Miftah al-Sunnahmenjelaskan bahwa kitab al-
Mu‟jam al-Thabarani merupakan kitab hadis yang memuat hadis shahih, hasan dan da‟if.
Ia mempunyai banyak guru dalam periwayatan hadis kira-kira 1000 orang guru, dan ia juga
seorang hafid hadis. Dalam upaya mencari hadis ia sering berkelana dari satu negeri ke
negeri lain, kemudian hadis yang ia peroleh disusun dan dikumpulkan menjadi sebuah kitab
hadis yang sampai ada sekarang.
Seorang orientalis, Sezgin mengatakan bahwa kebanyakan karya al-thabarani
kurang mendapat tempat pada awal kemunculannya. Sedangkan menurut Azami, kitab al-
Mu‟jam al-Shagir banyak terdapat kesalahan dan kitab ini tidak menarik perhatian para
ulama modern. Namun Azami tidak menjelaskan letak kesalahan dan alas an-alasan
tentang ketidak tertarikan para ulama modern tersebut.
SOAL PILIHAN GANDA
1. Ada contoh Hadits Shahih Bukari yang menerangkan tentang mandi pada hari
Jum‟at, maka
bagaimana menurut Rasulullah hukumnya tentang mandi pada hari jum‟atbagi
orang yang
sudah baligh……….
a. Sunnah c. Sunnah Muakkad e. Haram
b. Wajib d. Mubah
2. Siapa nama orang yang menyebutkan suatu manuskrip kitab Jami‟ yang
mu‟tamad yang
berlebihan……….
a. Al-Jami‟ Al-Kabir c. Al-Jami‟ Al-Shohir 109
b. Al-Jami‟ Al-Basir d. Al-Jami‟ Al-Shohih
e. Al-Jami‟
Daftar Pustaka

Marshall G. S. Hodgson, The Venture of Islam Imam dan Sejarah Dalam Peradapan Islam Masa
Klasik Islam (Paramadina Jakarta Selatan 2002)
Fatchur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul hadist,(Bandung PT Al Ma‟arif: Pertama, 1974)
Silahuddin, Makalah Ulumul Hadist (Pasca Sarjana S2 IAIN Syarif Hidayat, 2000)
Khudzori Beik, Tarik Tsri Al Islami, Darul Ihya Kutubil „Arobiyyah
Bakry, Nazar fiqh dan Usul Fiqh. (Jakarta Utara, PT Raja Gravindo Persada).
Amir Syarifudin, Usul Fiqh. (Jakarta Timur, Zikrul Hakim : 2004)
Muhammad „Ajaj Al Khotib, Ushul Al Hadits (Jakarta, GNP. 2007) Cet 1
Abul Harits Muhammad bin Ibrahim As Salafy Al-Jazairi, Penjelasan Al-Mandhumah
Al-
Baiquniyah, terj. Abu Hudzaifah, Jakarta:Maktabah Al-Ghuroba‟, Cet.II, 2008
Mahmud Thahhan, Taisir Musthalah Hadits, terj. Zainul Muttaqin, Bandung: Titian Ilahi
Press,
Cet. II, 1999
Al A‟zami, Memahami Ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2005
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 2001
Syekh Manna Al-Qaththani, Pengantar Studi Ilmu Hadits, terj. Mifdhol Abdurrahman,
Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, cet. IV, 2009
Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Hadis, Bandung: Bumi Aksara, 2002
Badri Khaeruman, Otentisitas Hadits, Studi Kritis atas Kajian Hadits Kontemporer, Bandung, Remaja
Rosdakarya, 2004
Azami, Muhammad Musthaf. Studies in Hadith Methodology and literature. Diterjemahkan oleh A.
Yamin dengan judul Metodologi Kritik Hadis. Cet. II. Bandung: Pustaka Hidayah,
19960.
Ismail, M. Syuhudi. Kaedah kesahihan sanad hadis. Cet. 11. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.
110

Anda mungkin juga menyukai