BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jika melihat pada literatur sejarah, kodifikasi Hadis mengalami rentetan peristiwa
yang cukup panjang. Saat menyadari kemustahilan untuk melestarikan Hadis
dengan hafalan, beberapa ulama Hadis mulai menuliskan apa yang dia hafal.
Setelah penulisan dan pembukuan Hadis diizinkan secara resmi pada masa
kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, ulama-ulama tersebut mengumpulkan apa
yang dia tulis dan membukukannya. Di antaranya nama-nama yang tidak asing
di telinga kita seperti Imam Malik dengan "Muwattha'"-nya, Imam Muslim, dan
berikut sosok ulama Hadis yang akan kita bahas dalam makalah kali ini, Imam
Bukhari dengan kitab Shahih al-Bukharinya.
Sebagai pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat
tentang biografi beliau, sejarah kitab miliknya beserta metodologi yang beliau
pakai dalam pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting
untuk diketahui sebelum kita tenggelam lebih dalam saat membaca kitab Shahih
Bukhari ini.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
Imam Bukhari adalah seorang tokoh yang terkenal dengan kehebatanya dalam
bidang hadits, sehinga apabila sebua hadits sebagai riwayat Imm Bukhr,
seolah mengindikasikan bahwa hadits itu tidak perlu ditinjau lagi keshahihannya.
Nama lengkap Imam Bukhari adalah Ab Abdullh Muammd bin Ismil bin
Ibrahm bin al-Mugrah bin Bardizbah al-Jufi al-Bukhr. Beliau lebih dikenal
dengan nama al-Bukhari, hal ini disandarkan pada tempat kelahirannya yakni
Bukhr. Ia dilahirkan pada hari jumat, 13 Syawwl 194 H (21 Juli 810 M) di
Bukhara. Ia mengembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 30 Raman 256 H
(31 Agustus 870 M) diusianya yang ke 62 tahun.[1]
Bukhari memiliki daya hapal tinggih sebagaimana yang diakui kakanya, Rsyd
bin Ismal. Sosok Bukhari kurus, tidak tinggih, tidak pendek, kulit agak
kecoklatan, ramah, dermawan, dan banyak menyumbangkan hartanya untuk
pendidikan.[2]
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-
Tsiqt, Ibnu ibbn menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai orang yang wara'
dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat syubhat (ragu-ragu)
hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya adalah seorang
ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imm Mlik, seorang ulama
besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Disaat usianya belum mencapai sepuluh tahun, Imam Bukhari telah mulai belajar
hadits dan sudah melakukan pengembaraan ke Balkha, Naisabur, Rayy,
Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Jadi, tidaklah
mengherankan apabila pada usianya yang belum genap 16 tahun ia tela berhasil
menghafal matan sekalius perawi hadits dari beberapa kitab karangan Ibnu
Mubarak dan Waqi[3].
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para rawi, Imam
Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang dilontarkan kepada rawi juga cukup
halus, namun tajam. Kepada rawi yang sudah jelas kebohongannya, ia berkata,
perlu dipertimbankan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam
diri hal itu. Sementara kepada rawi yang haditnya tidak jelas, ia menyataka,
Haditsnya diingkari. Bahkan, banyak meninggalkan rawi yang diragukan
kejujurannya. Dia berkata, saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan
oleh yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadit-hadits dengan jumlah
yang sama atau lebih, yang diriwayatkan rawi, yang dalam pandangan saya
perlu dipertbangkan.
Banyak ulama atau rawi yang ditemui sehinggah Imam Bukhari banyak mencatat
jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan
keterangan yang lengkap mengenai sebua hadits, mengecek keakuratan sebuah
hadits, ia berkali-berkali mendatangi ulama atau rawi meskipun berada di kota
atau negeri yang jauh.
Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya,
meminta dirinya agar menetap di negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi
memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand,
sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum Samarkand, ia
singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana
beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal
31 Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13
hari. Beliau dimakamkan selepas Shalat uhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum
meninggal dunia, ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar
dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu
dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Beliau meninggal tanpa
meninggalkan seorang anakpun.
1. Guru-guru beliau
a. Ab 'Aim An-Nabl
d. Ubaidullh bin Ms
Beliau memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, namun yang dianggap
paling populer adalah :
3. Karya-karya beliau
b. Al-Adb al-Mufrd.
c. At-Tarkh al-agr.
d. At-Tarkh al-Awsa.
e. At-Tarkh al-Kabr.
f. At-Tafsr al-Kabr.
g. Al-Musnd al-Kabr.
h. Kitb al-'Ill.
i. Raf'l Yadain f al-al.
j. Birru al-Wlidain.
k. Kitb al-Asyribah.
m. Kitb al-u'fa.
n. Usami al-abah.
o. Kitb al-Kuna.
p. Al-bbah
q. Al-Widn
r. Al-Fawa`id
t. Masykhah[6]
Meski sudah termasuk luar biasa dalam bidang hadits dan ilmu hadits,
tampaknya Imam Bukhari tidak begitu saja membukukan hadits-hadits nabawi.
Ada beberapa faktor yang mendorong untuk menulis kitab itu, yang
menunjuknya bahwa penulisnya tidak mau berangkat dari kemauannya sendiri.
Karenanya wajar apabila keikhlasan beliau menjadikan kitabnya sebagai rujukan
yang paling otientik sesudah al-Qur'an. Sementara faktor-faktor itu ialah:
1. Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang
mencakup berbagai bidang dan masalah.
Pada akhir masa tabiin di saat ulama sudah menyebar ke berbagai penjuru
negeri, hadis-hadis Nabi sudah mulai di bukukan, orang pertama yang
melakukan ini adalah al-Rabi bin abh (w. 160 H), Sad bin Ab Arubah (w. 156
H), yang mana metode penulisan mereka terbatas pada hal-hal tertentu saja,
sampai pada akhirnya ulama berikutnya menulis hadis lebih lengkap, mereka
menulis hadis-hadis hukum yang cukup luas meskipun tulisan-tulisan mereka
masih bercampur dengan fatwa-fatwa sahabat, tabiin, dan tabiut al-tabiin,
seperti: Imm Mlik, Ibn Juraiz dan al-Auzai.
Kemudian pada abad ke dua ulama mulai menulis hadis secara tersendiri tanpa
dicampuri fatwa-fatwa sahabat maupun tabiin, metode penulisannya berbentuk
musnad dimana disebutkan terlebih dahulu nama sahabat kemudian hadis-hadis
yang diriwayatkan. Ada pula yang menggabungkan antara metode bab-bab dan
metode musnad seperti yang dilakukan Ab Bakr Syaibah. Namun demikian,
kitab-kitab tersebut masih bercampur antara yang sahih, hasan dan daif.
Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan Bukhari atas inisiatifnya dalam
mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja yang tercover dalam al-Jmi al-
ahh.
Terdorong atas saran salah seorang guru beliau yakni Isq bin Rahawaih, Imam
al-Bukhari mengatakan ketika aku berada di kediaman Ishaq, beliau
menyarankan agar aku menulis kitab yang singkat yang hanya memuat hadis-
hadis sahih Rasulullah saw. Imam al-bukhari menjelaskan hubungan antara
permintaan gurunya dan penyusunan kitab Sahihnya:
Maka terbesit dalam hatiku, maka mulai saya mengumpulkan al-Jami al-
Shahih[7]
3. Dorongan hati
Diriwayatkan Muammd bin Sulaimn bin Faris, Bukhari berkata aku bermimpi
bertemu Rasulullah saw. aku berdiri di hadapannya sambil mengipasinya
kemudian aku datang pada ahli tabir mimpi untuk menanyakan maksud dari
mimpi itu, ahli tabir itu mengatakan bahwa anda akan membersihkan
kebohongan-kebohongan yang dilontarkan pada Rasulullah saw.[8]
Dan untuk ini, imam al-Bukhari mencari karya-karya pada masanya dan
sebelumnya guna memilah dan memilih hadis yanng sahih penyandarannya
kepada Rasulullah saw.
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak
dulu hingga kini bersama dengan Imm Amd, Imm Muslm, Ab Dwud,
Tirmi, An-Nasai, dan Ibnu Mjah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits,
hadits-hadits beliau memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan
julukan Amirul Mukminin fil Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu
Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.
Untuk memastikan keshahihan sebua hadits dalam menyusun kitab ini, Imam
bukhari tidak hanya berusah secara fisik, tetapi juga melibatkan nonfisik. Salah
seorang muridnya yang bernama al-Firbari menyatakan bahwa ia pernah
mendengar Imam Bukhari berkata, Aku menyusun al-Jami al-Musnad as-Shahih
ini di Masjidil Haram. Aku tidak memasukkan sebua hadits pun kedalam kitab itu
sebelum aku shalat istikhara dua rakaat. Setelah itu, aku baru betul-betul
merasa yakin bahwa hadits tersebut adalah hadits shahih.[10]
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian beberapa judul.
Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah Kitb. Jumlah judul (kitab) yang
terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa
subjudul yang dikenal dengan istilah bab. Jumlah total babnya adalah 4550
bab, yang dimulai dengan kitab badu al-way, dan disusul dengan kitb al-Imn,
kitb al-Ilm, kitb al-Wadu, dan sterunya.
Selain pendapat diatas, Ibnu Hajar dalam muqaddimah-nya Fatul Br, syara
ah al-Bukhri, menjelaskan bahwa jumlah hadists Shahih dalam Shahih al-
Bukhari yang sanadnya bersambung (maul) adalah 2.602 hadits tanpa
pengulangan. Adapun jumlah hadits yang sanadnya tidak diwasalkan (tidak
disebutkan secarah bersambung) adalah 159 hadits. Semua hadits dalam Shahih
al-Bukhari, termasuk hadits yang disebut secara berulang, adalah sebanyak
7.397 hadits. Jumlah ini diluar hadits yang mauquf kepada sahabat dan
(perkataan) yang diriwayatkan dan tabiin dan ulama-ulama sesudahnya.
Berikut ini kami sajikan kitab-kitab (judul-judul) yang terkandung dalam hai
al-Bukhr.
Perlu diketahui bahwa dalam kitab Shahih al-Bukhari ada sejulah hadits
yang tidak dimuat dalam bab. Ada juga sejumlah bab yang berisi banyak hadits,
tetapi ada pula yang hanya berisi segelintir hadits. Di tempat terpisah, ada pula
bab yang hanya berisi ayat-ayat al-Quran tanpa disertai hadits, bahkan ada pula
yang kosong tanpa isi hadits.
Imam al-Bukhari tidak menjelaskan kriteria kritik hadisnya, tetapi para ulama
melakukan penelitian terhadap hadis-hadis yang ada di dalam kitab shahih dan
menyimpulkan bahwa kriteria yang digunakannya sangat ketat. Imam al-Bukhari
menggunakan kriteria kesahihan hadis seperti ittishal sanad, adalah, abit,
terhindar dari sy dan illt. Tetapi, untuk ittishal sanad imam Bukhari
menggunakan kriteria dapat dipastikan liqa dan muasharah. Di samping itu,
rawi-rawi dari kalangan murid al-Zhuhri yang digunakan adalah rawi-rawi yang
fqih, artinya rawi-rawi yang memiliki adalah dan dhabit dan lama menyertai
Imam al-Zhuhri.
Diantara kitab syarah dari Sahih Bukhari ini, maka yang terbaik menurut
Al-Azami adalah:
1. Kitb Fat al-Briy f Syarh ahh al-Bukhri, oleh Ibnu Hajr al-Asqaln
(773-852 H). Kitab ini terdiri dari 13 jilid ditambah satu jilid Muqaddimah-nya;
2. Kitb Umdat al-Qri, oleh Badr al-Dn Mamd Ibn Amd Ibn Ms al-Qahiri
al-Aini al-anafi (762-885 H).
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari
adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat terhormat setelah
Alquran. Diantara para ulama yang mengemukakan demikian adalah Ibnu al,
beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim. Akan tetapi sebahagian kecil dari ulama, seperti Ab
Ali al-Naisaburi, Ab Muammd ibn Hazm al-Zahiri dan sebahagian ulama
Maghribi mengunggulkan Sahih Muslim daripada Sahih Bukhari, yaitu alasan
keunggulan Sahih Bukhari dari Sahih Muslim adalah pada keunggulan pribadi
Imam Bukhari dari Imam Muslim, dan ketaatan Bukhari dalam memilih perawi
dari pada muslim. Sementara alasan keunggulan Sahih Muslim daripada Sahih
Bukhari lebih difokuskan kepada metode dan sistematika penyusunannya,
dimana Sahih Muslim lebih baik dan lebih teratur sistematikanya dibandingkan
Sahih Bukhari.
Daruqutni dan Ab Ali al-Gassni dari ulama masa lalu, menilai bahwa sebagian
Hadis-hadis Bukhari adalah daif karena adanya sanad yang terputus dan dinilai
dari segi ilmu Hadis sangat lunak. Daruquthni dalam kitabnya Al-Istidarakat
mengkritik ada 200 buah Hadis dalam Sahih Bukhari dan Sahih Muslim. Menurut
Imam Nawawi kritikan itu barawal dari tuduhan bahwa dalam Hadis-hadis
tersebut Bukhari tidak menepati dan memenuhi persyaratan yang ia tetapkan.
Kritik Daruqutni berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sejumlah ahli Hadis
yang justru dinilai dari segi ilmu Hadis sangat lunak, karena berlawanan dengan
kriteria jumhur ulama. Sementara Daruqutni menyoroti sanad dalam arti
rangkaian perawi Hadis, para ahli lain menyoroti pribadi perawinya. Dari kajian
tentang sanad, Daruqutni mendapatkan adanya sanad yang terputus, karenanya
Hadis itu dinilai daif. Namun, Setelah diteliti ternyata Hadis yang dituduh Mursal
itu terdapat diriwayat lain, sementara riwayat yang terdapat dalam Sahih
Bukhari tidak terputus. Pencantuman sanad yang mursal itu dimaksudkan
sebagai pembuktian bahwa Hadis tersebut diriwayatkan pula oleh penulis Hadis
lain dengan sanad yang lain juga. Periwayatan semacam ini dalam ilmu Hadis
disebut ad syahd atau ad muttabi.
Sebagian ahli Hadis lain berpendapat ada beberapa perawi dalam Sahih ini tidak
memenuhi syarat untuk diterima Hadisnya. Ibn Hajar membantah pendapat ini,
tidak dapat diterima kecuali perawi-perawi itu terbukti jelas mempunyai sifat-
sifat atau hal-hal yang yang menyebabkan Hadisnya ditolak. Setelah diteliti
ternyata tidak ada satu perawi pun yang mempunyai sifat-sifat dan perbuatan
seperti itu. Syeikh Amd Syakir berkomentar, seluruh Hadis Bukhari adalah
sahih. Kritik Daruqutni dan lainnya hanya karena beberapa Hadis yang ada tidak
memenuhi persyaratan mereka. Namun, apabila Hadis-hadis itu dikembalikan
kepada persyaratan ahli Hadis pada umumnya, semuanya sahih[11].
Selain pendapat tersebut di atas, kaum orientalis, seperti Ignaz Goldziher, A.J.
Wensik dan Maurice Bucaille, turut juga mengajukan kritik, yang kemudian
dikenal dengan kritik matan Hadis. Menurut mereka, para ahli Hadis terdahulu
hanya mengkritik Hadis dari sanad atau perawi saja, sehingga banyak Hadis
yang terdapat dalam sahih Bukhari yang kemudian hari ternyata tidak sahih
ditinjau dari segi sosial, politik, sains dan lain-lain. Di antara Hadis yang dikritik
itu adalah Hadis yang berasal dari al-Zuhri, bahwa Rasulullah saw. Bersabda,
tidak diperintahkan pergi kecuali menuju tiga mesjid, yaitu Mesjid al-Haram,
Mesjid Rasul, dan Mesjid al-Aqsa. Hadis ini menurut Goldziher adalah Hadis
palsu yang sengaja dibuat al-Zuhri untuk kepentingan politik semata. Sedangkan
Hadis tentang lalat masuk air minum, demam berasal dari neraka, dan
perkembangan embrio dikritik Maurice Bucaille karena isinya bertentangan
dengan sains.
Kitab Shahih Bukhori adalah kitab hadis yang paling shahih,pendapat ini disetujui
oleh mayoritas ulamahadis.Meskipun termasuk kitab hadis yang paling shahih,
kitab ini tidak luput dari kekurangan.Tapi kelemahan ini bisa ditutupi oleh
kelebihannya.Dibawah ini akan dikemukakan kelebihan dsan kekurangan dari
kitab shahih bukhari.
Maka dengan berkumpul syarat-syarat ini, para imam hadis menilai shahih Al-
Bukhari dengan kitab yang paling shahih dalam bidang hadis. Bahkan dia
dipandang kitab yang paling shahih sesudah Al-Quran dan dipandang bahwa
segala haids yang muttassil lagi marfu, yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari,
shahih adanya.[13]
Kitab Shahih Bukhari memuat hadis Aisyah mengenai kasus tersihirnya Nabi
yang dilakukan oleh Labib bin Asyam. Menerima hadis tentang tersihirnya Nabi
jelas membahayakan prinsip kemaksuman Nabi. Selain itu, dengan menerima
hadis tersebut berarti kita ikut membenarkan tuduhan orang-orang kafir bahwa
beliau adalah seorang Nabi yang terkena pengaruh sihir, padahal tuduhan
tersebut telah disanggah oleh Allah swt.
Adapun kekurangan yang lain dari kitab shahih bukhari yaitu bahwa kitab Shahih
Bukhori tidak memuat semua hadis shahih sebagaimana yang dikatakan oleh
Imam Bukhori.[14]
BAB III
PENUTUP
Sejarah dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari ada tiga yaitu:
Pertama: Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang
mencakup berbagai bidang dan masalah. Kedua: Dorongan sang guru dan yang
Ketiga: Dorongan Hati.
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian beberapa judul.
Judul-judul tersebut dikenal dengan istilah Kitb. Jumlah judul (kitab) yang
terdapat di dalamnya adalah 97 kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa
subjudul yang dikenal dengan istilah bab. Jumlah total babnya adalah 4550
bab, yang dimulai dengan kitab badu al-way, dan disusul dengan kitb al-Imn,
kitb al-Ilm, kitb al-Wadu, dan sterunya.
Telah menjadi kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari
adalah kitab yang paling otentik dan menduduki tempat terhormat setelah
Alquran. Diantara para ulama yang mengemukakan demikian adalah Ibnu al,
beliau mengemukakan, kitab yang paling otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih
Bukhari dan Sahih Muslim.
Daftar Pustaka
Soetari, Edang Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar
Pustaka, 2008)
Solahuddin, M & Suyadi, Agus Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Yuslem, Nawir Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006)
Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth Kieraha, (Jakarta:
Lentera, 2003)
Adib Salih, Muhammad Lamhat fi Usul al-Hadis (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1399
H)
[1] Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar
Pustaka, 2008), h. 280.
[2] M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2009),
h. 231.
[3] Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006), h. 51.
[5] Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits (Jakarta: Amzah, 2010), h. 259.
[6] Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth Kieraha,
(Jakarta: Lentera, 2003), h 155
[10] Ibid
[11] Muhammad Adib Salih, Lamhat fi Usul al-Hadis (Beirut: al-Maktab al-Islami,
1399 H), h. 123
[13] Hasbi Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis Jilid I, hlm. 154-155
[14] http://pandidikan.blogspot.com/2010/05/riwayat-imam-bukhori.html