Anda di halaman 1dari 28

KEDUDUKAN MAQASHID

SYARIAH DALAM PENETAPAN


HUKUM ISLAM
Oleh: A F D A L
NIM : 03210122010

 
 
 

1
I. PENDAHULUAN

 Penilaian dan pemahaman terhadap syariah tentu saja merupakan proses


pemikiran dan penalaran manusia, baik dalam bentuk pengenalan terhadap
maksud aturan Alquran yang di tunjuk secara jelas maupun dalam bentuk
analogi (menganalogkan aturan baru dengan aturan Alquran). Kedua sifat
dan dampak dari keseluruhan proses pemahaman terhadap hukum Tuhan
ini yang secara harfiah berarti usaha seseorang dengan mengarahkan daya
pikirannya diatur oleh teori hukum.
 Islam diturunkan ke bumi dilengkapi dengan jalan kehidupan yang
baik (syari’ah) yang diperuntukkan untuk manusia. Berupa nilai-nilai agama
yang diungkapkan secara fungsional dan dalam makna yang konteks yang
ditujuan untuk mengarahkan kehidupan manusia, baik secara individual
maupun secara social (kolekti kemasyarakatan).
2
 Dalam proses sejarah aturan-aturan syariah mengalami berbagai ragam interpretasi
sehingga melahirkan berbagai konsep. Di antara konsep yang paling masyhur ialah konsep
al-Syatibi tentang maqashid al-syaria’ah yang secara literar berarti tujuan penerapan hukum.
Sejak terbitnya kitab al-Muwafaqat karya gemilang al-Syatibi, maqashid al-syariah menjadi
suatu konsep baku dalam ilmu ushul fiqh yang berorientasi kepada tujuan hukum syariah.
 Kajian terhadap Maqashid al-Syariah itu sangat penting dalam upaya istibath hukum, karena
Maqashid al-Syariah bisa menjadi landasan penetapan hukum. Pertimbangan ini menjadi
suatu keharusan bagi masalah-masalah yang tidak ditemukan ketegasannya dalam Nash.
 Pembicaraan tentang tujuan pembinaan hukum Islam atau maqasid syari’ah merupakan
pembahasan penting dalam hukum Islam yang tidak luput dari perhatian ulama’ serta pakar
hukum Islam. Bila diteliti perintah dan larangan Allah dalam Al-Qur’an, begitu pula perintah
dan larangan Nabi dalam sunnah yang terumuskan dalam fiqh, akan terlihat bahwa
semuanya mempunyain tujuan tertentu dan tidak ada yang sia-sia. Semuanya mempunyai
kemaslahatan bagi umat manusia.

3
II. PEMBAHASAN

 A. Pengertian Maqashid Asy-Syari’ah


 Dari segi bahasa, maqashid jamak dari kata maqsid berarti
tuntutan, kesengajaan atau tujuan. Sedang kata syari’ah adalah
“jalan menuju air”. Menurut istilah, maqashid al-syari’ah adalah al-
ma’ani allati syuri’at laha al-ahkam (kandungan nilai yang menjadi
tujuan pensyariatan hukum). Jadi maqashid al-syari’ah adalah tujuan-
tujuan yang hendak dicapai dari suatu penetapan hukum. Maqasid
Syari’ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan
hukum-hukum Islam. Tujuan itu dapat ditelusuri dalam ayat-ayat Al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai alasan logis bagi rumusan
suatu hukum yang berorientasi kepada kemaslahatan umat manusia
4
 Menurut Syatibi, “Sesungguhnya Syari’at itu bertujuan
untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan
di akhirat ’’.
 Ibnu Qoyyum Al-Jauziyah, “ Syariah itu berdasarkan
kepada hikmah hikmah dan maslahah-maslahah untuk
manusia baik di dunia maupun di akhirat. Perubahan
hukum yang berlaku berdasarkan perubahan zaman dan
tempat adalah untuk menjamin syariah dapat
mendatangkan maslahat
5
 Ada juga yang memahami maqashid sebagai lima prinsip islam yang asas yaitu
menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Di satu sudut lain, ada juga
ulama klasik yang menganggap maqashid itu sebagai logika pensyari;atan suatu
hukum.
 Para Ulama telah menulis tentang maksud-maksud syara’, beberapa maslah
dan sebab sebab yang menjadi dasar syariattelah menentukan bahwa maksud-
maksud tersebut dibagi dalam dua golongan sebagai berikut:
 Golongan Ibadah, yaitu membahas masalah-masalah Ta’abbud yang berhubungan
langsung antara manusia dan Khaliq, yang satu persatunya telah dijelaskan oleh
Syara’.
 Golongan Muamalah Dunyawiyah, yaitu kembali kepada maslahah-maslahah
dunia.

6
 B. Pembagian Maqashid Syariah
 Pembagian maqashid dari segi Qasd al Syari’ dan Qasd Mukallaf
 Secara umum, tujuan-tujuan hukum dapat dikelompokkan ke dalam
dua kategori yang luas. Yaitu, tujuan-tujuan hukum yang kembali
kepada tujuan yang dimaksud oleh Syari’ (Tuhan), dan tujuan-tujuan
hukum yang berkenaan dengan tujuan para mukallaf. Yaitu orang-
orang muslim yang telah memiliki kewenangan hukum dan memiliki
kewajiban untuk menjalankan hukum tersebut.85 Kategori pertama
(yang menjadi bahasan dalam tulisan ini), yaitu maqashid syari'ah
dengan makna maqashid syari'ah mengandung empat aspek dalam
penetapan hukum, yaitu:
7
 Tujuan awal syari' dalam menetapkan hukum, yaitu untuk
kemaslahatan untuk manusia sebagai hamba dalam kehidupan
dunia dan akhirat.
 Tujuan syari' dalam menetapkan hukum untuk dipahami, yang
berkaitan erat dengan segi kebahasaan.
 Tujuan Syari' dalam menetapkan hukum sebagai pembebanan
hukum (taklif) yang harus dilakukan.
 Tujuan Syari' dalam menetapkan hukum supaya mukallaf (manusia
yang cakap hukum) dapat masuk di bawah naungan hukum, yang
berkaitan dengan kepatuhan manusia sebagai mukallaf di bawah
dan terhadap hukum- hukum Allah SWT.
8
 Pembagian maqashid syariah kepada maqashid ashliyyah dan maqashid tabi’ah :
 Ibnu ‘Asyur at-Tunisy dalam kitabnya Maqashid Asy-Syariah Al-Islamiyah
menjelaskan tentang maqashid ashliyah dan tabi’ah,
 Maqashid terbagi dua :
 Ashliyyah dan tabi’ah, adapun maqashid ashliyyah yaitu (maqashid)yang tidak
memperhatikan kepentingan mukallaf, dan Syatibi telah mengabarkan bahwa
maqashid ashliyyah yaitu peniadaan (dari maqashid tersebut) sesuatu hal yang
menguntungkan bagi seseorang karena manusia di tuntut akan hal tersebut, dan
adapun yang kedua (maqashid tabi’ah) yaitu suatu hal yang mengikuti maqashid
ashliy,
 Dan yang kedua ini merupakan hal-hal yang bermaksud untuk menegakkan
kemashlahatan umum bagi semua makhluk, diantaranya mewujudkan
keteraturan umat dan menjaga kepentingannya
9
 Setelah melakukan pembahasan tentang tujuan primer atau maqashid Ashliyyah dan tujuan
sekunder atau maqashid Tabiah, Asy-Syatibi membuat klasifikasi hubungan antara keduanya
sebagai berikut :
 Apabila Maqashid Tabi’ah berfungsi sebagai penguat, penghubung, dapat mengukuhkan dan
diyakini dapat mengahasilkan Maqashid Ashliyyah, maka tidak diragukan lagi hal-hal seperti itu
merupakan tujuan yang dikehendaki Allah. Dengan demikian tujuan-tujuan yang menjadi penyebab
terlaksananyatujuan yang dikehedaki oleh Allah, merupakan tujuan-tujuan yang sesuai dengan
keinginan Allah. Misalnya melakukan shalat atau menikah karena ingin hidup dalam rumah tangga
yang bahagia.
 Apabila maqashid Tabi’ah, baik dalam persoalan ibadah maupun diluar ibadah menjauhkan
seseorang dari pencapaian maqasid ashliyyah, maka hal ini bertentangan dengan tujuan Allah. Oleh
karena itu sebab-sebab yang membawa kepada kondisi inidipandang tidak sah. Misalnya mencuri
air untuk berwudhu dan melakukan nikah tahlil dan nikah mut’ah.
 Apabila maqashid tabi’ah tidak berfungsi sebagai penguat, tidak pula sebagai penghubung namun
ia tidak menjauhkan dari pencapaian maashid ashliyyah, maka maqashid tabi’ah seperti ini dapat
dilakukan dalam persoalan-persoalan diluar ibadah.
10
 Pembagian maqashid syariah kepada maqasih ‘Ammah
dan maqashid Khassah
 Ibnu ‘Asyur mengatakan :
‫ ومنها المقاصد‬،‫ فمنها المقاصد العامة‬:‫ والمقاصد الشرعية متعددة ومختلفة‬
‫الخاصة‬
 Maqashid Syariah terbagi dalam beberapa macam yang
berbeda :diantaranya Mqashid ‘Ammah, dan Maqashid
Khassah......
 Menurutnya Maqashid Syariah Ammah adalah :
11
 Menurutnya Maqashid Syariah Ammah adalah :
‫ ف ي الجمي ع احوال التشري ع او معظمه ا بحي ث ال تخت ص مالحظته ا‬ ‫ المعان ي والحك م الملحوظ ة للشارع‬
‫بالكون في نوع خاص من احكام الشريعة‬
 Makna-makna dan hikmah-hikmah yang diperhatikan Tuhan dalam semua
ketentuan syariat, atau sebagian besarnya sekira tak terkhusus dalam satu
macam hukum syariat.”
 Dan Maqashid al-syariah al-khasah adalah :
‫ او لحفظ مصالحهم العامة في تصرفاتهم الخاصة‬,‫ الكيفيات المقصودة للشارع لتحقيق مقاصد الناس النافعة‬
 Hal-hal yang dikehendaki Tuhan untuk merealisasikan tujuan-tujuan manusia
yang bermanfaat, atau untuk memelihara kemaslahatan umum mereka dalam
tindakan-tindakan mereka yang khusus”

12
 Sedangkan Busyro, secara lebih rinci mendefinisikan Maqashid Ammah
adalah makna-makna dan hukum yang telah dideskripsikan oleh Syari’
dalam seluruh permasalahan syara’ tanpa mengkhususkan kepada hal-hal
tertentu. Pembahasan ini meliputi karakteristik syariah, tujuan secara
umum makna-makna yang mepunyai korelasi dengan pensyariatan dan
sebagainya. Maksudnya adalah makna yang ada dalam seluruh atau
sebahagian besar tasyri’, seperti toleransi, kemudahan-kemudahan yang
terdapat dalam syariat Islam, keadilan dan kebebasan. Termasuk dalam
maqashid syariah ammah adalah segala persoalan pokok yang menjadi
tujuan syariat untuk kebaikan manusia didunia dan akhirat yang dikenal
dengan dharuriyat khams yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan dan
harta
13
 Adapun maqashid syariah khassah adalah tata cara yang dimaksudkan oleh syara’ untuk
merealisasikan maqashid manusia yang mempunyai nilai kemanfaatan atau menjaga mashlahah
manusia dalam aktifitasnya. Dengan kata lain maqashid khassah merupakan makna dan
kemashlahatan yang ada dalam sebuah hukum syariat yang sifatnya khusus, misalnya :
 Mashlahah yang hendak diwujudkan dalam ibadah, seperti dalam tayamum, wudhu, shalat wajib
dan sunat, zakat, haji dll, walaupun sebagian besar dari ibadah ini tidak diketahui mashlahanya
secara pasti untuk kepenting mukallaf di muka bumi, namun diyakini bahwa keseluruhan ibadah itu
akan menghasilkan mashlahah untuk mukallaf, khususnya untuk kehidupan ukhrawinya.
 Mashlahah yang hendak diwujudkan dalam hubungan harta benda anytara sesama manusia, seperti
perintah melakuan pencatatan terhadap transaksi hutang, kebolehan jual beli dan larangan riba,
keboleha sewa menyewa, larangan dalam melakukan kecurangan dalam jual beli dan sebagainya
 Mashlahah yang hendak diwujudkan dalam aturan-aturan bernegara, seperti mashlahah pemimpin,
adanya ketentuan suku Quraisy yang boleh menjadi khalifah, larangan memberontak kepada
pemimpin yang sah, larangan menjadi mata-mata musuh, larangan mengangkat pemimpin kafir,
dan lain-lain.

14
 Pembagian Maqashid syariah kepada Maqashid Kulliy dan juz’iy
 Pembahasan ini pada dasarnya difokuskan dalam menilai teks-teks
yang terdapat dalam nash (al-quran dan sunnah). Teks-teks tersebut ada
yang bersifat kully (general), dan juziy ( partikular). Pada dasarnya kedua
bentuk teks tersebut tidak dapat dipisahkan sama sekali, keduanya saling
mempunyai keterkaitan dan tidak boleh diapahami berbeda. Sebagaimana
dikatakan oleh Syatibi, bahwa orang yang mengambil teks juziy dan
mengesampingkan tjuan teks kully maka dia telah tersesat/salah, dan
sebaliknya. Hal ini meyakinkan kita bahwa yang dituntut adalah menjaga
tujuan syar’i, sebab dalil kully dan juziy keduanya merujuk kepada maksud
syara’ yang sama, sehingga keduanya harus dijadikan pedoman dalam
menetapkan hukum pada setiap masalah.
15
 Maqashid Kully merupakan ketentuan-ketentuan
umum yang terdapat dalam sebuah teks yang
mengandung alasan-alasan general, hikmah dan
rahasia yang terkandung dalam keseluruhan
penetapan hukum. Misalnya firman Allah, dalam surat
Al- Baqarah ayat 185
Artinya : Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki 
.kesukaran bagimu

16
 B. Teori dan Aplikasi Maqashid Al-Syari’ah
 Hukum Islam diyakini oleh umat Islam sebagai hukum
yang bersumber pada wahyu Tuhan (devine Law). Keyakinan
ini didasarkan pada kenyataan bahwa sumber hukum dalam
Islam adalah Al-qur’an dan sunnah Rasulullah terbatas,
sementara problem hukum terus bertambah seiring dengan
perkembangan yang terjadi dalam kehidupan manusia. Untuk
itulah, upaya untuk menggali dan menemukan jawaban
hukum (istimbath hukum) harus terus dilakukan oleh para ahli
hukum Islam.
17
 Teori Maqashid al-Syari’ah
 Dalam karyanya, al-Muwafaqat, al-Syatibi mempergunakan kata yang berbeda-beda
berkaitan dengan maqashid al-syari’ah. Kata-kata itu adalah, dan maqashid maqashid al-
syari’ah, al-maqashid al-syar’iyyah fi al-syari’ah min syar’I al-hukm. Namun, meskipun berbeda
keseluruhannya mengandung maksud yang sama, yaitu apa yang menjadi tujuan
ditetapkannya hukum.
 Tujuan hukum harus diketahui oleh mujtahid dalam rangka mengembangkan pemikiran
hukum dalam Islam secara umum dan menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer
yang kasusnya tidak diatur secara eksplisit dalam al-qur’an dan hadis. Lebih dari itu, tujuan
hukum harus diketahui dalam rangka mengetahui apakah suatu kasus masih dapat diterapkan
berdasarkan satu ketentuan hukum, karena adanya perubahan struktur sosial, hukum tersebut
tidak dapat diterapkan. Dengan demikian, sebagaimana dikatakan oleh Satria Effendi bahwa
“pengetahuan tentang maqashid al-syari’ah menjadi kunci bagi keberhasilan mujtahid dalam
ijtihadnya”. Tentu yang dimaksud adalah yang terkait dengan persoalan mu’amalah.

18
 Kemaslahatan oleh al-Syatibi dapat dilihat dalam dua sudut
pandang. Keduanya adalah maqashidal-Syari’ (Tujuan Tuhan) dan
Maqashid al-Mukallaf (Tujuan Mukallaf). Sedangkan Maqashid al-
Syari’ah dalam arti Maqashid al-Syari’, mengandung empat aspek.
Keempat aspek itu adalah:
 Tujuan awal dari syari’at adalah kemaslahatan manusia di dunia dan
di akhirat.
 Syari’at sebagai sesuatu yang harus dipahami
 Syari’at sebagai hukum taklif yang harus dilakukan
 Tujuan syari’at adalah membawa manusia ke bawah naungan
hukum.
19
 Guna memperoleh gambaran yang utuh mengenai teori maqashid al-syari’ah, berikut ini akan
dijelaskan kelima pokok kemaslahatan dengan peringkatnya masing-masing.
 Memelihara Agama (Hifzh al-Din)
 Menjaga atau memelihara agama, berdasarkan kepentingannya dapat dibedakan menjadi
tiga peringkat.
 Tingkat daruriyyat, yaitu memelihara dan melaksanakan kewajiban keagamaan yang masuk
peringkat primer, seperti melaksanakan shalat lima waktu,sebagai tanda aqidah atau
kepercayaan kepada Tuhan. Jika tidak maka terancamlah eksistensi agama. Itu sebabnya maka
kemusyrikan merupakan dosa terbesar di antara segala dosa yang tidak terampuni.
 Tingkat hajiyyat, yaitu melaksanakan ketentuan agama, seperti shalat qashar bagi orang yang
sedang bepergian. Kalau tidak dilaksanakan, tidak akan mengancam eksistensi agama, namun
akan mempersulit bagi orang yang tidak melakukannya.
 Tingkat tahsiniyyat, seperti melengkapi pelaksanaan kewajiban terhadap Tuhan ketika shalat
dengan memakai sarung dan kopiah (bagi laki-laki).
  

20
 Memelihara Akal (Hifzh al-‘Aql)
 Memelihara akal, berdasarkan tingkat kepentingannya,
dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
 Tingkat daruriyyat, seperti diharamkannya khamar, jika tidak
diindahkan maka akan berakibat terancamnya akal.
 Tingkat hajiyyat, seperti menuntuk ilmu pengetahuan. Jika
tidak dilakukan tidak akan mengancam jiwa tapi akan
mempersulit manusia dalam hal pegembangan diri.
 Tingkat tahsiniyyat, seperti menghindarkan diri dari
mendengarkan sesuatu yang tidak bermanfaat
21
 Memelihara Keturunan (Hifzh al-Nasl)
 Memelihara keturunan, berdasarkan tingkat kepentingannya,
dapat dibedakan menjadi tiga peringkat:
 Tingkat daruriyyat, seperti ditentukannya wanita yang bisa dan
tidak bisa untuk dinikahi dengan tujuan agar eksistensi keturunan
bisa terjaga.
 Tingkat hajiyyat, seperti membuatkan Akte Kelahiran untuk anak
yang baru lahir. Jika tidak dilakukan tidak akan mengancam
eksistensi keturunan, tapi bisa mempermudah proses pendidikan.
 Tingkat tahsiniyyat, seperti mencantumkan nama bapak dibelakang
nama anak.
22
 Memelihara Harta (Hifzh al-Mal)
 Memelihara harta, berdasarkan tingkat kepentingannya, dapat
dibedakan menjadi tiga peringkat:
 Tingkat daruriyyat, yaitu dengan adanya aturan kepemilikan harta yang
ketat, sehingga lahirnya aturan dalam hal mu’amalah, seperti jual-beli,
sewa-menyewa, gadai dan sebagainya. Diabaikannya aturan ini
mengancam eksistensi harta.
 Tingkat hajiyyat, yaitu dianjurkannya untuk tertib administrasi (mencatat)
dalam bermu’amalah. Jika tidak dilakukan tidak akan mengganggu
eksistensi harta, hanya akan mempersulit pengaturannya.
 Tingkat tahsiniyyat, yaitu dengan berupaya untuk tidak mudah tertipu,
dalam bertransaksi.
23
 Aplikasi Maqashid al-Syari’ah dalam Ketetapan Hukum
 Terkait dengan penerapan maqashid al-syari’ah dalam menetapkan
hukum pada tiap-tiap perbuatan dan persoalan yang dihadapi manusia, hal
tersebut dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:
 a. Tingkatannya beda (unsur pokok yang sama)
 Pada kasus seperti ini, yaitu ketika kemaslahatan yang satu berbenturan
dengan kemaslahatan yang lain dengan tingkatan yang berbeda. Dalam
hal ini tentu peringkat pertama, daruriyyat, harus didahulukan daripada
peringkat kedua, hajiyyat, dan peringkat ketiga, tahsiniyyat. Jadi,
mengetahui urutan peringkat maslahat diatas menjadi sangat penting,
terlebih ketika akan diterapkan dalam sebuah produk hukum.

24
 b. Tingkatannya sama (unsur pokok yang beda)
 Adapun penyelesaian kasus untuk yang peringkatnya sama, seperti tingkat daruriyyat dengan daruriyyat,
hajiyat dengan hajiyyat, dan tahsiniyyat dengan tahsiniyyat dengan unsur pokok yang berbeda. Maka
kemungkinan diselesaikan dengan cara:
 Menyelesaikan masalah sesuai dengan skala prioritas berdasar atas urutan yang sudah baku, yakni agama,
jiwa, akal, keturunan, dan harta. Contohnya seseorang dibenarkan meminum minuman keras, yang pada
dasarnya merusak akal, apabila ia terancam jiwanya karena tidak meminum minuman itu. Dalam hal ini,
harus didahulukan memelihara jiwa dari pada memelihara akal.
 Menyelesaikan masalah dengan mempetimbangkan aspek lain, misalnya meneliti dari segi cakupan
kemaslahatan itu sendiri atau adanya faktor lain yang menguatkan salah satu kemaslahatan yang harus
didahulukan. Contohnya pembangunan sarana umum yang kadang-kadang berbenturan dengan milik
seseorang yang harus dilepaskan. Dalam keadaan seperti ini hendaknya mementingkan kepentingan orang
banyak dari pada pribadi. Contoh lain yang bisa dilihat adalah pelarangan untuk melakukan tindakan
monopoli (ihtikar) terhadap suatu komoditi di pasaran, karena akan menimbulkan kesulitan bagi para
konsumen dalam menemukan sebuah barang yang dibutuhkan. Pada kasus ini, larangan tersebut dilakukan
karena mengutamakan kepentingan umun, yaitu para konsumen, daripada kepentingan pribadi, yaitu para
pedagang

25
III. KESIMPULAN

 Maqasid Asy-Syariah memiliki pengertian yaitu berasal dari dua kata yakni ‫مق ا‬
‫ ص د‬dan ‫ا لشر ي ع ة‬. Maqasid adalah jamak dari fiil ‫ ق صد‬yang berarti mendatangkan
sesuatu, juga berarti tuntutan, kesengajaan dan tujuan. Syari’ah menurut bahasa
berarti jalan menuju sumber air yang dapat pula diartikan sebagai jalan kearah
sumber pokok keadilan. Sedangkan, para Ulama Ushul Fiqh mendefinisikan
Maqasid Al Syariah dengan makna dan tujuan yang dikehendaki dalam
mensyariatkan suatu hukum bagi kemaslahatan umat manusia.
 Maqashid adalah bentuk jamak dari maqsud yang berarti kesengajaan atau tujuan,
dan Syariah secara bahasa berarti jalan menuju sumber air. Jadi, Maqashid Syari’ah
adalah maksud Allah selaku pembuat syariah untuk memberikan kemaslahatan
kepada manusia di dunia dan akherat. Yaitu dengan terpenuhinya kebutuhan
dlaruriyah, hajuyah, dan tahsiniyah agar manusia bisa hidup dalam kebaikan dan
dapat menjadi hamba Allah yang baik.
26
 Manfaat Maqasid Asy-Syariah yaitu, membantu mengetahui
hukum yang bersifat umum maupun parsial, memahami
nash-nash syar’i secara benar dalam tataran praktek,
membatasi makna lafadz yang dimaksud secara benar, ketika
tidak terdapat dalil yang pasti dalam Al-Quran dan Sunnah
pada masalah baru maka dijadikan rujukan oleh para
mujtahid, membantu mujtahid mentarjih hukum yang terkait
dengan perbuatan manusia. Urgensi Maqasid Asy-Syariah
meliputi memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, harta
benda, dan kehormatan.
27
 TERIMA KASIH

28

Anda mungkin juga menyukai