Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kalamullah adalah sumber hukum tertinggi umat Islam. Meskipun
demikian tanpa pelengkap kalamullah tersebut belum mampu untuk dipahami, dicerna
ataupun diamalkan. Dengan kata lain Al-Qur’an belumlah sempurna tanpa bantuan Al-Hadits
sebagai salah satu pelengkapnya.
Jika melihat pada literatur sejarah, kodifikasi Hadis mengalami rentetan peristiwa
yang cukup panjang. Saat menyadari kemustahilan untuk melestarikan Hadis dengan hafalan,
beberapa ulama Hadis mulai menuliskan apa yang dia hafal. Setelah penulisan dan
pembukuan Hadis diizinkan secara resmi pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz,
ulama-ulama tersebut mengumpulkan apa yang dia tulis dan membukukannya. Di antaranya
nama-nama yang tidak asing di telinga kita seperti Imam Malik dengan "Muwattha"-nya,
Imam Muslim, dan berikut sosok ulama Hadis yang akan kita bahas dalam makalah kali ini,
Imam Bukhari dengan kitab Shahih al-Bukharinya.
Sebagai pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat
tentang biografi beliau, sejarah kitab miliknya beserta metodologi yang beliau pakai dalam
pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting untuk diketahui sebelum kita
tenggelam lebih dalam saat membaca kitab Shahih Bukhari ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi
acuan pembahasan dalam makalah ini, yaitu:
1. Bagaimanakah biografi Imam Bukhari?
2. Bagaimanakah sejarah dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari?
3. Bagaimana metodologi penulisan kitab hadits Shahih Bukhari?
4. Kitab-kitab apakah yang mensyarah kitab Shahih Bukhari?
5. Apa kelebihan dan kekurangan kitab Shahih Bukhari?
C. Tujuan
1. Untuk mengerahui biografi Imam Bukhari.
2. Untuk mengetahui sejarah dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari.
3. Untuk mengetahui bagaimana metode penulisan kitab Shahih Bukhari.
4. Untuk mengetahui kitab-kitab apa saja yang mensyarah kitab Shahih Bukhari.
5. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kitab Shahih Bukhari.

BAB II

1
PEMBAHASAN
A. Biografi Imam Bukhari
Imam Bukhari adalah seorang tokoh yang terkenal dengan kehebatanya dalam bidang
hadits,sehingga apabila sebuah hadits sebagai “riwayat Imām Bukhārī”, seolah
mengindikasikan bahwa hadits itu tidak perlu ditinjau lagi keshahihannya.Nama lengkap
Imam Bukhari adalah Abū ‘ Abdullāh Muḥammād bin’ Ismāil bin Ibrahīm bin al-Mugīrah
bin Bardizbah al-Ju’fi al-Bukhārī. Beliau lebih dikenal dengan nama al-Bukhari, hal ini
disandarkan pada tempat kelahirannya yakni Bukhārā. Ia dilahirkan pada hari jumat, 13
Syawwāl 194 H (21 Juli 810 M) di Bukhara. Ia mengembuskan nafas terakhirnya pada
tanggal 30 Ramaḍān 256 H (31 Agustus 870 M) diusianya yang ke 62 tahun.1
Imam Bukhari memiliki daya hafal tinggi sebagaimana yang diakui kakaknya, Rāsyīd
bin ‘Ismaīl. Sosok Bukhari kurus, tidak tinggi, tidak pendek, kulit agak kecoklatan, ramah,
dermawan, dan banyak menyumbangkan hartanya untuk pendidikan.2 Bukhari dididik dalam
keluarga ulama yang taat beragama. Dalam kitab ats-Tsiqāt, Ibnu Ḥibbān menulis bahwa
ayahnya dikenal sebagai orang yang wara' dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang
bersifat syubhat (ragu-ragu) hukumnya terlebih lebih terhadap hal yang haram. Ayahnya
adalah seorang ulama bermadzhab Maliki dan merupakan murid dari Imām Mālik, seorang
ulama besar dan ahli fikih. Ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil.
Disaat usianya belum mencapai sepuluh tahun, Imam Bukhari telah mulai belajar
hadits dan sudah melakukan pengembaraan ke Balkha, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah,
Kufah, Makkah, Mesir, dan Syam. Jadi, tidaklah mengherankan apabila pada usianya yang
belum genap 16 tahun ia telah berhasil menghafal matan sekalius perawi hadits dari beberapa
kitab karangan Ibnu Mubarak dan Waqi’.3Tidak semua hadits yang beliau hafalkan kemudian
diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat,
diantaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah rawi
(periwayat/pembawa) hadits itu terpercaya dan tsiqah (kuat). Menurut Ibnū Hajār al-
Asqalānī, Bukhari menulis sebanyak 9.082 hadits dalam karya monumentalnya, al-Jami’ as-
Ṣaḥiḥ yang dikenal dengan sebagai shahih bukhari.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para rawi, Imam Bukhari
sangat sopan. Kritik-kritik yang dilontarkan kepada rawi juga cukup halus, namun tajam.
Kepada rawi yang sudah jelas kebohongannya, ia berkata, “perlu
dipertimbangkan”.Sementara kepada rawi yang haditsnya tidak jelas, ia menyatakan,
“Haditsnya diingkari.” Bahkan, banyak meninggalkan rawi yang diragukan kejujurannya.
Dia berkata, “saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh yang perlu
dipertimbangkan dan meninggalkan hadit-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang
diriwayatkan rawi, yang dalam pandangan saya perlu dipertimbangkan”.

1Endang Soetari, Ilmu Hadits Kajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar Pustaka, 2008), h. 280.
2M. Solahuddin & Agus Suyadi, Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 231.
3Nawir Yuslem, Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006), h. 51.

2
Banyak ulama atau rawi yang ditemui sehingga Imam Bukhari banyak mencatat jati
diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap
mengenai sebuah hadits, mengecek keakuratan sebuah hadits, ia berkali-kali mendatangi
ulama atau rawi meskipun berada di kota atau negeri yang jauh.Suatu ketika penduduk
Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari. Isinya, meminta dirinya agar menetap di
negeri itu (Samarkand). Ia pun pergi memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya
sampai di Khartand, sebuah desa kecil terletak dua farsakh (sekitar 10 Km) sebelum
Samarkand, ia singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun
disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31
Agustus 870 M (256 H) pada malam Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Beliau
dimakamkan selepas Shalat Ẓuhur pada Hari Raya Idul Fitri. Sebelum meninggal dunia, ia
berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju
dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat
setempat. Beliau meninggal tanpa meninggalkan seorang anakpun.
1. Guru-guru Imam Bukhari
Perjalanan panjangnya kebeberapa daerah tersebut memungkinkannya untuk
menemui beberapa ulama yang kemudian dijadikan guru dalam berbagai disiplin
ilmu, utamanya dalam bidang hadits. Diantara beberapa ulama yang kemudian
menjadi gurunya ialah:
a. Abū 'Aṣim An-Nabīl
b. Makkī bin Ibrahīm
c. Muḥammād bin 'Īsā bin Aṭ-Ṭabba'
d. ‘Ubaidullāh bin Mūsā
e. Muḥammād bin Salām Al-Baikandi
f. Aḥmād bin Ḥambāl
g. Isḥāq bin Manṣūr
h. Khallād bin Yaḥyā bin Ṣafwan
i. Ayyūb bin Sulaimān bin Bilāl
j. Aḥmād bin Isykāb.4

2. Murid-murid Imam Bukhari


Beliau memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, namun yang dianggap paling
populer adalah:
a. Al-Imām Abū al-Ḥusain Muslīm bin al-Hajjāj an-Naisaburi (204-261), penulis kitab
Ṣaḥīh Muslīm yang terkenal.
b. Al-Imām Abū 'Īsā At-Tirmīżi (210-279) penulis buku sunan At-Tirmīżi yang terkenal
c. Al-Imām Ṣalīh bin Muḥammād (205-293)
d. Al-Imām Abū Bakār bin Muḥammād bin Isḥāq bin Khuẓaimah (223-311), penulis
buku Ṣaḥīh Ibnū Khuẓaimah.
e. Al-Imām Abū Al-Faḍl Aḥmād bin Salamāh An-Naisaburi (286), teman dekat Imām
Muslīm, dan dia juga memiliki buku shahih seperti buku Imām Muslīm.
f. Al-ImāmMuḥammād bin Naṣr Al-Marwāzi (202-294)
g. Al-Ḥāfiẓ Abū Bakār bin Abī Dāwud Sulaimān bin Al-Asy'ats (230-316)

4Solahuddin & Agus Suyadi, loc. cit., h. 231.

3
h. Al-Ḥāfizh Abū Al-Qāsim ‘Abdullāh bin Muḥammād bin ‘Abdul 'Aziz Al-Bagāwi (214-
317)
i. Al-Ḥāfiẓ Abū Al-Qāḍi Abū ‘Abdillāh Al-Ḥusain bin ‘Isma'il Al-Maḥāmili (235-330)
j. Al-Imām Abū Isḥāq Ibrahīm bin Ma'qīl al-Nasafi (290)
k. Al-Imām Abū Muḥammād Ḥammād bin Syakir al-Naswī (311)
l. Al-Imām Abū ‘Abdillāh Muḥammād bin Yūsuf bin Maṭār al-Firabri (231-320).5
B. Sejarah dan Latar Belakang Penulisan Kitab Shahih Bukhari
Imam al-Bukhari memberi nama kitabnya Al-Jāmi’ al-Musnad al-Shahih al-Mukhtṣar
min umūri rasūlillāhi ṣallallāhu alahi wa sallām. Pemberian nama al-Jāmi’ menunjukan
bahwa kitab shahih ini tidak hanya menghimpun hadis-hadis dalam satu bidang keagamaan,
tetapi banyak bidang keagamaan. Di samping itu penggunaan kata al-musnād al-ṣahīh
mengindikasikan bahwa hadis-hadis di dalam kitab shahih ini adalah hadis-hadis yang
memiliki sandaran yang kuat.Meski sudah termasuk luar biasa dalam bidang hadits dan ilmu
hadits, tampaknya Imam Bukhari tidak begitu saja membukukan hadits-hadits nabawi. Ada
beberapa faktor yang mendorong untuk menulis kitab itu, diantaranya:
1. Belum adanya kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup
berbagai bidang dan masalah.
Pada akhir masa tabiin di saat ulama sudah menyebar ke berbagai penjuru negeri, hadis-
hadis Nabi sudah mulai di bukukan, orang pertama yang melakukan ini adalah al-Rabi’ bin
Ṣabīh (w. 160 H), Saīd bin Abū Arubah (w. 156 H), yang mana metode penulisan mereka
terbatas pada hal-hal tertentu saja, sampai pada akhirnya ulama berikutnya menulis hadis
lebih lengkap, mereka menulis hadis-hadis hukum yang cukup luas meskipun tulisan-tulisan
mereka masih bercampur dengan fatwa-fatwa sahabat, tabiin, dan tabi’ut al-tabiin, seperti:
Imām Mālik, Ibnū Juraiz dan al-Auzai.
Kemudian pada abad ke dua ulama mulai menulis hadis secara tersendiri tanpa dicampuri
fatwa-fatwa sahabat maupun tabiin, metode penulisannya berbentuk musnad dimana
disebutkan terlebih dahulu nama sahabat kemudian hadis-hadis yang diriwayatkan. Ada pula
yang menggabungkan antara metode bab-bab dan metode musnad seperti yang dilakukan Abū
Bakār Syaibah. Namun demikian, kitab-kitab tersebut masih bercampur antara yang sahih,
hasan dan daif. Inilah yang kemudian menjadi salah satu alasan Bukhari atas inisiatifnya
dalam mengumpulkan hadis-hadis yang sahih saja yang tercover dalam al-Jāmi’ al-Ṣahīh.
2. Dorongan sang guru
Terdorong atas saran salah seorang guru beliau yakni Isḥāq bin Rahawaih, Imam al-
Bukhari mengatakan” ketika aku berada di kediaman Ishaq, beliau menyarankan agar aku
menulis kitab yang singkat yang hanya memuat hadis-hadis sahih Rasulullah saw. Imam al-
bukhari menjelaskan hubungan antara permintaan gurunya dan penyusunan kitab Sahihnya:
‫فوقع في قلبي في جمع الجامع الصحيح‬
“Maka terbesit dalam hatiku, maka mulai saya mengumpulkan al-Jami’ al-Shahih”6

5Abdul Majid Khon, Ulumul Hadits (Jakarta: Amzah, 2010), h. 259.


6Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth Kieraha, (Jakarta: Lentera, 2003), h.
155.

4
3. Dorongan hati
Diriwayatkan Muḥammād bin Sulaimān bin Faris, Bukhari berkata” aku bermimpi
bertemu Rasulullah saw. aku berdiri di hadapannya sambil mengipasinya kemudian aku
datang pada ahli ta’bir mimpi untuk menanyakan maksud dari mimpi itu”, ahli ta’bir itu
mengatakan bahwa “anda akan membersihkan kebohongan-kebohongan yang dilontarkan
pada Rasulullah saw.Dan untuk ini, imam al-Bukhari mencari karya-karya pada masanya dan
sebelumnya guna memilah dan memilih hadis yanng sahih penyandarannya kepada
Rasulullah saw.7
C. Metodologi Dan Sistematika Penulisan Kitab Shahih Bukhari
Imam Bukhari adalah ahli hadits yang termasyhur diantara para ahli hadits sejak dulu
hingga kini bersama dengan Imām Aḥmād, Imām Muslīm, Abū Dāwud, Tirmīżi, An-Nasai,
dan Ibnu Mājah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadits, hadits-hadits beliau memiliki
derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil Hadits
(Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua ulama di
dunia merujuk kepadanya.Dengan usaha kerasnya dalam mengumpulkan dan meneliti hadits
guna memastikan keshahihannya, akhirnya tersusunlah sebuah kitab hadits sebagaimana yang
dikenal pada saat ini. Usaha kerasnya ini tergambar dalam sebuah pernyataan Imam Bukhari
sendiri, “Aku menyusun kitab Al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini selama 16 tahun. Ia
merupakan hasil seleksi dari 600.000 buah hadits.8
Untuk memastikan keshahihan sebuah hadits dalam menyusun kitab ini, Imam bukhari
tidak hanya berusaha secara fisik, tetapi juga melibatkan nonfisik. Salah seorang muridnya
yang bernama al-Firbari menyatakan bahwa ia pernah mendengar Imam Bukhari berkata,
“Aku menyusun al-Jami’ al-Musnad as-Shahih ini di Masjidil Haram. Aku tidak memasukkan
sebuah hadits pun kedalam kitab itu sebelum aku shalat istikhara dua rakaat. Setelah itu, aku
baru betul-betul merasa yakin bahwa hadits tersebut adalah hadits shahih.”9Kitab hadits
karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul-judul tersebut dikenal
dengan istilah “Kitāb”. Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya adalah 97 kitab.
Setiap kitab dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah “bab”. Jumlah
total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy, dan disusul dengan
kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan seterusnya.Ibnu Ṣalāḥ dalam
mukaddimahnya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari sebanyak
dalam muqaddimah-nya menyebutkan bahwa jumlah hadits dalam Shahih al-Bukhari
sebanyak 7.275 buah hadits, termasuk hadits-hadits yang disebutkan secara berulang, atau
sebanyak 4.000 hadits tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Muḥyiddīn an-Nawawi
dalam kitabnya at-Taqrīb.
Selain pendapat diatas, Ibnu Hajar dalam muqaddimah-nya Fatḥul Bārī, syaraḥ Ṣaḥīh al-
Bukhāri, menjelaskan bahwa jumlah hadits Shahih dalam Shahih al-Bukhari yang sanadnya
bersambung (mauṣūl) adalah 2.602 hadits tanpa pengulangan. Adapun jumlah hadits yang

7Muhammad Muhammad Abu Syuhbah, Fi Rihab al Sunnah al-Kitab al-Sahih al-Sittah (Kairo: al-
Buhus al-Islamiyah, T. Th.), h. 57.
8Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), h. 47.

5
sanadnya tidak diwasalkan (tidak disebutkan secarabersambung) adalah 159 hadits. Semua
hadits dalam Shahih al-Bukhari, termasuk hadits yang disebut secara berulang, adalah
sebanyak 7.397 hadits. Jumlah ini diluar hadits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan)
yang diriwayatkan dan tabiin dan ulama-ulama sesudahnya.
Metode dan sistematika penulisannya adalah:
1. Mengulangi Hadis jika diperlukan dan memasukkan ayat-ayat Al-Quran.
2. Memasukkan fatwa sahabat dan tabi’in sebagai penjelas terhadap Hadis yang ia
kemukakan.
3. Menta’liqkan (menghilangkan sanad) pada Hadis yang diulang karena pada tempat lain
sudah ada sanadnya yang bersambung.
4. Menerapkan prinsip-prinsip al-jarḥ wa at-ta’dīl.
5. Mempergunakan berbagai sigat tahammul.
6. Disusun berdasar tertib fiqih.
Adapun teknik penulisan yang digunakan adalah:
1. Memulainya dengan menerangkan wahyu, karena ia adalah dasar segala syari’at.
2. Kitabnya tersusun dari berbagai tema.
3. Setiap tema berisi topik-topik.
4. Pengulangan Hadis disesuaikan dengan topik yang dikehendaki tatkala mengistinbatkan
hukum.
D. Kitab-kitab Syarah Shahih Bukhari
Sejumlah ulama telah menulis kitab-kitab syarah terhadap kitab-kitab Hadis standard,
termasuk kitab syarah terhadap Sahih al-Bukhari. Al-‘Azami menyebutkan bahwa ratusan
kitab syarah telah ditulis, bahkan ada di antaranya yang mencapai lebih dari 25 jilid.
Diantara kitab syarah dari Sahih Bukhari ini, maka yang terbaik menurut Al-‘Azami adalah:
1. Kitāb Fatḥ al-Bāriy fī Syarh Ṣahīh al-Bukhāri, oleh Ibnu Hajār al-Asqalānī (773-
852 H). Kitab ini terdiri dari 13 jilid ditambah satu jilid Muqaddimah-nya.
2. Kitāb ‘Umdat al-Qāri, oleh Badr al-Dīn Maḥmūd Ibn Aḥmād Ibn Mūsā al-Qahiri al-
‘Aini al-Ḥanafi (762-885 H).
3. Kitāb Irsyād al-Sair, oleh Qasṭallanī (w. 923 H).
F. Kelebihan Dan Kekurangan Kitab Shahih Bukhari
Kitab Shahih Bukhori adalah kitab hadis yang paling shahih,pendapat ini disetujui
oleh mayoritas ulama’hadis.Meskipun termasuk kitab hadis yang paling shahih, kitab ini
tidak luput dari kekurangan.Tapi kelemahan ini bisa ditutupi oleh kelebihannya.Dibawah ini
akan dikemukakan kelebihan dan kekurangan dari kitab shahih bukhari.
1. Kelebihan Kitab Shahih Bukhari
a. Terdapat pengambilan hukum fiqih
b. Perawinya lebih terpecaya
c. Memuat beberapa hikmah
d. Banyak memberikan faedah,manfaat dan pengetahuan

6
e. Hadis-hadis dalam Shahih Bukhori terjamin keshahihannya karena Imam Bukhari
mensyaratkan perowi haruslah sejaman dan mendengar langsung dari rawi yang
diambil hadis darinya.
Difahamkan dalam perkataannya Al-Musnad bahwa Al-Bukhari tidak memasukkan
kedalam kitabnya selain dari pada hadis-hadis yang bersambung-sambung sanadnya melalui
para sahabat sampai kepada Rasul, baik perkataan, perbuatan, ataupun taqrir. Al-Bukhari
tidak saja mengharuskan perawi semasa dengan Marwi ‘Anhu (orang yang diriwayatkan
hadis dari padanya) bahkan Al-Bukhari mengharuskan ada perjumpaan antara kedua mereka
walaupun sekali. Karena inilah para ulama mengatakan bahwa Al-Bukhari mempunyai dua
syarat: Syarat mu’asarah: semasa dan syarat liqa’ : ada perjumpaan.
Maka dengan berkumpul syarat-syarat ini, para imam hadis menilai shahih Al-
Bukhari dengan kitab yang paling shahih dalam bidang hadis. Bahkan dia dipandang kitab
yang paling shahih sesudah Al-Quran dan dipandang bahwa segala hadis yang muttassil lagi
marfu’, yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, shahih adanya.10

2. Kelemahan Kitab Shahih Bukhari


Kitab Shahih Bukhari memuat hadis Aisyah mengenai kasus tersihirnya Nabi yang
dilakukan oleh Labib bin A’syam. Menerima hadis tentang tersihirnya Nabi jelas
membahayakan prinsip kemaksuman Nabi. Selain itu, dengan menerima hadis tersebut berarti
kita ikut membenarkan tuduhan orang-orang kafir bahwa beliau adalah seorang Nabi yang
terkena pengaruh sihir, padahal tuduhan tersebut telah disanggah oleh Allah swt.Adapun
kekurangan yang lain dari kitab shahih bukhari yaitu bahwa kitab Shahih Bukhori tidak
memuat semua hadis shahih sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Bukhori.11

11Hasbi Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis Jilid I, h. 154-155.

7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Imam Bukhori adalah Imam Muhaddisin yang sangat berjasa dalam pengumpulan
hadits. Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah bin Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin
Al- Mughiroh bin Bardizbah al-Ju'fi . Beliau di lahirkan pada hari jumat ,13 syswal 194 H di
Bukhoro . Beliau wafat pada tanggal 30 Ramadhan 256 H di usiannya ke 62 tahun.Sejarah
dan latar belakang penulisan kitab Shahih Bukhari ada tiga yaitu: Pertama: Belum adanya
kitab hadis yang khusus memuat hadis-hadis sahih yang mencakup berbagai bidang dan
masalah. Kedua: Dorongan sang guru dan yang Ketiga: Dorongan Hati.
Kitab hadits karya Imam Bukhari disusun dengan pembagian beberapa judul. Judul-
judul tersebut dikenal dengan istilah “Kitāb”. Jumlah judul (kitab) yang terdapat di dalamnya
adalah 97 kitab. Setiap kitab dibagi menjadi beberapa subjudul yang dikenal dengan istilah
“bab”. Jumlah total babnya adalah 4550 bab, yang dimulai dengan kitab bad’u al-waḥy, dan
disusul dengan kitāb al-Imān, kitāb al-‘Ilm, kitāb al-Wadu’, dan seterusnya.Telah menjadi
kesepakatan ulama dan umat Islam bahwa kitab Sahih al-Bukhari adalah kitab yang paling
otentik dan menduduki tempat terhormat setelah Alquran. Diantara para ulama yang
mengemukakan demikian adalah Ibnu Ṣalāḥ, beliau mengemukakan, kitab yang paling
otentik sesudah Al-Quran adalah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
B. Saran
Demikianlah makalah Metodologi Ahli Hadits tentang Metodologi Imam Al-Bukhari
dalam menulis kitab shahih Al-Bukhari yang kami buat. Semoga sedikit uraian dari kami ini
dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Kami sangat menyadari, tentunya masih
banyak kekurangan karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya referensi-referensi yang

8
kami dapat. Maka dari itu, kami sangat mengharapkan adanya kritikan maupun saran dari
para pembaca yang membangun, guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Abu Syuhbah, Muhammad Fi Rihab al Sunnah al-Kitab al-Sahih al-Sittah (Kairo: al-Buhus
al-Islamiyah, T. Th.)
Adib Salih, Muhammad Lamhat fi Usul al-Hadis (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1399 H)
Ash-Shiddieqy. Hasbi Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis Jilid I
Azami, Studiesin Hadith Methodology and leterature, terj. Meth Kieraha, (Jakarta: Lentera,
2003)
Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadits (Yogyakarta: Insan Madani, 2008)
Majid Khon, Abdul Ulumul Hadits (Jakarta: Amzah, 2010)
Soetari, Edang Ilmu HaditsKajian Riwayat & Dirayah (Bandung: CV. Mimbar Pustaka,
2008)
Solahuddin, M & Suyadi, Agus Ulumul Hadits (Bandung: Pustaka Setia, 2009)
Yuslem, Nawir Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijir Pustaka Utama, 2006)

Anda mungkin juga menyukai