Anda di halaman 1dari 10

Biografi Tokoh al-Kutub al-Tis’ah

1. Al-Bukhari (194 H – 256 H = 810 M - 870M)


Nama lengkap Imam al-Bukhari adalah Muhamad bin Isma’il bin Ibrahim
bin al-Mughirah bin Bardizbah, tetapi Barduzbah yang merupakan bahasa
daerah Bukhara yang berarti petani. Sedangkan panggilan Imam al-
Bukhari adalah Abu Abdillah. Imam al-Bukhari lahir pada hari Jum’at, 13
Syawal 194 H/21 Juli 810 M, di kota Bukhara yang sekarang termasuk
daerah Uzbekistan, Rusia.
Ayah Imam al-Bukhari, yang mempunyai panggilan Abul Hasan, adalah
seorang ulama besar dalam bidang hadits. Imam al-Bukhari menulis
biografi ayahnya di kitab karyanya yang berjudul At-Târikh Al-Kabîr,
1/342-343.[1]

Guru-guru Imam al-Bukhari terdapat 1080 orang. Sebagaimana yang


diriwayatkan oleh Muhammad bin Abi Hatim dari Imam al-Bukhari, dia
berkata yang artinya, “Aku telah menulis hadits dari 1080 orang guru.
Mereka adalah ulama ahli hadits yang telah menghafalkan hadits.”
Diantara mereka adalah Muhammad bin Abdillah al-Anshari, Ada bin Abi
Iyas, Qutaibah bin Sa’id, Abu Hatim ar-Razi, dan Husain bin Muhammad
al-Qabani.

Berangkat dari banyak guru Imam al-Bukhari, maka tidak heran jika ia
menjadi sosok imam yang kaya akan ilmu dan pengetahuan. Tidak hanya
itu, murid Imam al-Bukhari pun berjumlah sangat banyak, dan murid-
muridnya menjadi tokoh terkemuka di bidang hadits pada masa
berikutnya. Sebagaimana yang dikatakan oleh salah satu muridnya yaitu
Imam al-Farbari, mengatakan bahwa “Sesungguhnya murid Imam al-
Bukhari yang meriwayatkan Shahih Al-Bukhari berjumlah 90.000 orang.”
Diantaranya seperti Muslim bin Hajjaj, at-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ad-
Darimi.

Beberapa karya imam al-Bukhari, yaitu: Al-Jami’ Ash-Sahih, At-Tarikh


Al-Kabir, At-Tarikh Al-Ausath, At-Tarikh Ash-Saghir, Khalqu Af’al
Al-‘Ibad, Adh-Dhu’afa’ Ash-Shaghir, Al-Adab Al-Mufrad, Juz’u Ruf’u
Al-Yadain, Juz’u Al-Qira’ah Khalfa Al-imam, Kitab Al-Kuna.

Beliau juga pernah ditanya oleh Muhamad bin Abu Hatim Al Warraaq,
“Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits yang engkau
masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya : kitab Shahih
Bukhari, pent.)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan
ke dalam kitab yang saya susun itu sedikit pun tidak ada yang samar bagi
saya”.

Anugerah Allah kepada Al Imam Al Bukhari berupa reputasi di bidang


hadits telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan jika para ulama
dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian
(rekomendasi) terhadap beliau. Berikut ini adalah sederet pujian
(rekomendasi) termaksud:

Muhammad bin Abi Hatim berkata, “Saya mendengar Ibrahim bin Khalid
Al Marwazi berkata, “Saya melihat Abu Ammar Al Husein bin Harits
memuji Abu Abdillah Al Bukhari, lalu beliau berkata, “Saya tidak pernah
melihat orang seperti dia. Seolah-olah dia diciptakan oleh Allah hanya
untuk hadits”.

Abu Bakar Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah berkata, “Saya tidak
pernah meliahat di kolong langit seseorang yang lebih mengetahui dan
lebih kuat hafalannya tentang hadits Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi
Wasallam dari pada Muhammad bin Ismail (Al Bukhari).

Sejak kecil, Imam al-Bukhari menunjukan bakat cemerlang yang sangat


luar biasa. Terutama mengenai ketajaman ingatan dan hafalan yag
melebihi manusia biasa.[2]

Imam Bukhari menetapkan bahwa Hadits Shahih adalah hadits yang


keshahihannya disepakati oleh rawi tsiqah yang meriwayatkan dari
seorang shahabat yang masyhur, yang tidak terjadi perselisihan pendapat
diantara para tsiqah itu sendiri. Selain itu, mata rantai sanad hadits itu
harus bersambung, tidak terputus. Syarat yang ditetapkan oleh Imam al-
Bukhari ini hamper tidak pernah diterapkan oleh ulama’ lain.[3]
2. Imam Muslim ( 204 – 261 H = 820 – 875 M )
Nama lengkapnya adalah Abu Al-Husain Muslim ibn Al-Hajjâj Al-
Qusyairy. Beliau dinisbatkan kepada Naisabury karena beliau adalah
putera kelahiran naisabur, yakni kota kecil di Iran bagian timur laut. Ia
adalah seorang muhadditsin, hafidz lagi terpercaya. Ia terkenal sebagai
ulama yang gemar bepergian mencari hadits.
Guru-guru Imam Muslim diantaranya adalah Yahya ibn Yahya, Abu
Hasan, Ibn Hambal, yazid ibn Mansur, ‘Amir ibn Sawad dan lain
sebagainya. Sedangkan murid-muridnya diantaranya adalah Ibrahim bin
Abi Thalib, Al-Husain bin Muhammad, Al-Qubbani, Ibnu Khuzaimah dan
lain sebagainya. Karya-karya Imam Muslim antara lain Al-Jâmi’ Al-Kabîr,
kitab sahih Muslim, Al-Musnad Al-Kabir, kitab Al-Thabaqât Al-Tâbi’in,
kitâb Muhadlramîn dan lain sebagainya.

Apabila Imam Bukhari sebagai ahli hadits nomor satu, ahli tentang ilat--
ilat (cacat) hadits dan seluk beluk hadits, dan daya kritiknya sangat tajam,
maka Muslim adalah orang kedua setelah Bukhari, baik dalam ilmu,
keistimewaan dan kedudukannya. Hal ini tidak mengherankan, karena
Muslim adalah salah satu dari muridnya. Al-Khatib al-Bagdadi berkata:
"Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, mengembangkan ilmunya dan
mengikuti jalannya." Pernyataan ini bukanlah menunjukkan bahwa
Muslim hanya seorang pengikut saja. Sebab ia mempunyai ciri khas
tersendiri dalam menyusun kitab, serta memperkenalkan metode baru yang
belum ada sebelumnya.

Imam Muslim mendapat pujian dari ulama hadis dan ulama lainnya. Al--
Khatib al-Baghdadi meriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, katanya
"Saya melihat Abu Zur'ah dan Abu Hatim selalu mengutamakan Muslim
bin al-Hajjaj dari pada guru- guru hadits lainnya. Ishak bin Mansur al-
Kausaj berkata kepada Muslim: "Kami tidak akan kehilangan kebaikan
selama Allah menetapkan engkau bagi kaum muslimin." Ishak bin
Rahawaih pernah mengatakan: "Adakah orang lain seperti Muslim?". Ibnu
Abi Hatim mengatakan: "Muslim adalah penghafal hadits. Saya menulis
hadits dari dia di Ray." Abu Quraisy berkata: "Di dunia ini, orang yang
benar-benar ahli hadits hanya empat orang. Di antaranya adalah Muslim."
Maksudnya, ahli hadits terkemuka di masa Abu Quraisy. Sebab ahli hadits
itu cukup banyak jumlahnya.
3. Imam Abu Daud ( 202 H – 275 H = 817 M – 889 M )
Nama lengkapnya adalah Imam Abu Daud Sulaiman bin Al-Asy’ats bin
Syidad bin Amr bin Amir. Ia adalah seorang imam terkemuka dan pioner
di masanya selain wira’i ia juga merupakan salah satu ulama yang telah
menelurkan karya dalam bidang hadits yang tanpa ada sebelumnya.
Ia adalah seorang Imam terkemuka dan pioneer dimasanya. Selain wira’i,
ia merupakan salah satu ulama yang telah menelurkan karya dalam bidang
ilmu hadits tanpa ada sebelumnya.[4]
Guru-gurunya: Abu Salamah at-Tabudzaki, Abul Walid ath-Thayalasi,
Muhammad bin Katsir al-Abdi, dsb. Murid-muridnya:Abu Ali Muhammad
bin Amr al-Lu’lu’, Abul Hasan Ali bin al-Hasan bin al-Abd al-Anshari,
dst.[5] Karya: As-Sunan, Az-Zuhd, al-Marasil, ar-Rijal, dst.[6]

Kriteria Syarat: Istilah hasan adalah hadits yang ia diamkan ketika


meriwayatkan hadits tanpa diiringi penjelasan. Sedangkan hadits dha’if
adalah terdapat sanad hadits yang wahn syadid maka ia dalam kitabnya
berusaha secara maksimal menjelaskan hadits menurut kemampuan
ijtihadnya. Sedangkan hadits yang menurut beliau shahih adalah
sebagaimana hadits yang telah dikeluarkan oleh imam bukhari dan
muslim.
4. Imam at-Turmudzi (200 H – 279 H = 824 M – 892 M)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Isa bin Muhammad bin Dahhaq.
Ia lahir di Bugh yang termasuk daerah pinggiran tirmdz timur laut propinsi
Khurasan, Iran. Sejak kecil ia memiliki daya ingat yang kuat dan tsiqah.
para ulama berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa Imam at-
Tirmidzi lahir dalam keadaan buta. Sedangkan berita yang benar adalah
dia menjadi buta ketika sudah besar, tepatnya setelah melakukan
perjalanan mencari Ilmu dan menulis kitabnya. [7]

Imam al-Tirmidzi merupakan sosok manusia yang shalih, taqwa, wara',


zuhud, dan yang tak kalah pentingnya, kekuatan hafalannya diakui oleh
para ulama. Abdurrahman bin Muhammad al-Idrisi menuturkan,
“Muhammad bin Isa bin Saurah al-Tirmidzi al-Dharir adalah seorang
imam dalam ilmu hadits yang pendapatnya banyak dirujuk para ulama.
Beliau mengarang kitab al-Jami', al-Tawarikh (sejarah), dan al-UIlal.
Sosok yang alim lagi brilian (cemerlang) ini diakui kekuatan hafalannya.”

Perhatian beliau sangat besar terhadan ilmu hadits sangat besar beliau
menyusun kitab At Turmudzi. Selain itu hasil-hasil karya beliau sangat
banyak. Sehingga pujian para ulama terhadap Imam Al-Tirmidzi dalam
usahanya mengembangkan hadits dan fiqih dan ilmu-ilmu agama sangat
banyak, diantaranya adalah:

a. Pernyataan Imam Bukhari terhadap Imam At Turmudzi bahwa posisi


beliau dalam ilmu hadits adalah sangat tinggi. Imam Bukhari berkata "Apa
yang aku ambil manfaat dari padaku”.
b. Al Hafizh Al Alim Al Idrisi berkata "ia (Imam Al-Tirmidzi) seorang
dari para imam yang memberi tuntunan kepada mereka dalam ilmu hadits,
mengarang Al Jami 'Tanggal, sebagai seorang penulis yang alim yang
meyakinkan, ia seorang contoh dalam hafalan".
c. Al Mizzi mengatakan bahwa Imam Al-Tirmidzi salah seorang imam
hafizh yang memiliki kelebihan yang telah dimanfaatkan kaum muslimin.
d. Mubarak Ibn Atsir mengatakan bahwa Imam Al-Tirmidzi adalah
seorang ulama hafizh yang terkenal, padanya telah terjadi pengembangan
fiqih
e. Imam Al-Tirmidzi termasuk ahli hadits yang kuat daya hafalnya, teliti
dan terpercaya. Ibnu Hibban Al Busti mengakui kemampuan Imam Al-
Tirmidzi dalam hal menghafal, menghimpun, dan meneliti hadits sehingga
ia menjadi sumber pengambilan hadit banyak ulama terkenal diantaranya
Imam Bukhari.

Al-Hakim Abu Ahmad menukil dari gurunya, Ahmad, “Ketika Imam


Muhammad bin Ismail al-Bukhari meninggal, ia tidak meninggalkan
seorang ulama yang menjadi penggantinya di Khurasan selain Imam al-
Tirmidzi yang dalam pengetahuannya, luhur dalam ke-wara'-an dan
kezuhudan. Imam al-Tirmidzi senantiasa menangis sehingga beliau
menjadi buta pada tahun-tahun terakhir.”

Abu Ya'la al-Khalili pernah menuturkan bahwa Tirmidzi merupakan figur


penghafal dan ahli hadits yang mumpuni dan telah diakui oleh para ulama.
Beliau mempunyai kitab al-Jami' dan al-Jarh wa al-TaUdil. Ia dikenal
sebagai orang yang dapat dipercaya, dan sebagai ulama yang menjadi
panutan, serta berpengetahuan luas. Kitab Jami'-nya al-Tirmidzi
merupakan bukti nyata atas keagungan reputasinya tentang hadits.

Semua ini membuktikan bahwa sosok Tirmidzi memang pantas mendapat


sanjungan. Namun demikian, ternyata ada sementara ulama yang
menganggap bahwa Imam al-Tirmidzi merupakan sosok yang tidak
diketahui asal-muasal dan jatidirinya (majhul al-hal), sehingga --secara
otomatis-- periwayatannya ditolak begitu saja. Pandangan seperti inilah
yang antara lain dilontarkan.

Karya-karya at-Tirmidzi paling banyak terpengaruh oleh pemikiran al-


Bukhari dalam pengfokusan bidang yurisprudensi juga menjadikannya
standar dalam menjelaskan ketidakococokan dalam naskah penyebar
tradisinya. Karya-karyanya antara lain Shama’il al-‘Ilal jami’ dan Tasmiya
Ashab Rasul Allah. Guru-gurunya adalah Zayed bin Akhzam, Qutaibah
bin Said, Ishaq bin Rahawaih da lain sebagainya. Murid-muridnya antara
lain Abu Bakar Ahmad bin Ismail As-Samarqandi, Ahmad bin Yusuf An-
Nasafi, Abdullah bin Nashr dan lain sebagainya.

Kriteria Imam at-Turmdzi dalam menshahihkan hadits lunak, tidak


mutasyaddid (ketat) dengan kata lain pernyataan shahih atau hasan
terhadap suatu hadits tidak dapat dijadikan sebagai pegangan ketika
pernyataan tersebut tidak diiringi oleh ulama yang lain. Dalam
menyampaikan hadits, beliau memang terkadang meriwayatkannya dari
perawi yang su’ul al-hifzh (kemampuan hafaannya buruk) dan perawi
yang terkadang wahm. Akan tetapi beliau tidak hanya mendiamkannya
tanpa keterangan, melainkan menjelaskannya.[8]
5. Imam An-Nasai
Nama lengkapnya adalah Abû Abd Al-Rahmân Ahmad ibn Syu’aib ibn
Ali ibn Sinan ibn Bahr Al-Khurasani Al-Nasâ’i. Nama beliau dinisbatkan
kepada kota tempat beliau dilahirkan yaitu di kota Nasa’ yang masih
termasuk wilayah Khurasan. Ia mulai menjalani pengembaraan untuk
mempelajari hadits ketika beliau berusia lima belas tahun. Sebagian
muhadditsin menilai, bahwa beliau lebih hafidh dan lebih tinggi
pengetahuannya dibanding dengan Imam Muslim dibidang Hadits.[9]
Beliau dianggap sebagai salah satu pemimpin besar dibidang sastra hadits.
Dan dia menjadi cendekiawan dalam semua aspek hadits dan hafal
sebagian besar jumlah hadits sehingga ia dijuluki hafidz-i- hadits
(penghafal hadits). [10]
Guru-guru beliau antara lain Qutaibah ibn Sa’id, Ishaq ibn Ibrahim dan
Imam-imam Hadits dari Khurasan, Hijaz, Irak, dan Mesir. Murid-murid
beliau antara lain Abu Nasher Al-Dhalaby, Abd Al-Qasim Al-Thabary, da
Abdul Karim. Karya Al-Nasâ’I diantaranya Al-Sunan Al-Kubra, Al-Sunan
Al-Mujtaba’, Kitâb Tamyiz, dan lain sebagainya. Penilaian Imam Al-
Nasa’I terhadap hadits jauh lebih ketat dibandingkan Imam Bukhari dan
Imam Muslim.[11]

Cukup banyak karangan beliau kurang lebih 15 buku,yang lebih popular


adalah Assunan yang disusun seperti bab fiqh.Didalamnya tidak ada sang
perawi yang disepakati kritikus untuk di tinggalkannya.Dari segi kualitas
hadisnya terdapat hadits shahih,hasan dan dho’if.
Kebanyakan kitab karangan beliau adalah mengenai fiqh ibadah,dan
susunan dalam kitabnya telah sesuai dengan tata cara ibadah yang kita
kerjakan seperti biasanya,yaitu Bab At-Thaharah diletakkan lebih awal
daripada Bab-Bab yang lain.Seyogyanya sebelum kita melaksanakan
ibadah,hendaknya kita harus membersihkan anggota tubuh kita terlebih
dahulu.Setelah itu dilanjutkan dengan Bab-bab yang lain.Dalam kitab
Shahih Sunan Nasa’i,Muhammad Nashiruddin Al-Albani, jilid 1,di
dalamnya terdapat 1815 hadis yang berisikan tentang fiqh ibadah, Diantara
kitab beliau antara lain ialah : Al-Sunanu Al-Kubra, Al Mujtaba Min Al-
Sunani, dan lain sebagainya.
6. Ibnu Majah ( 207 H – 273 H = 824 M – 887 M )
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah ibn Yazid ibn Majah. Beberapa
cendekiawan muslim berpendapat bahwa “Majah” adalah nama ibunya
sehingga ia dipanggil ibn Majah. Semasa mudanya beliau merupakan
pelajar yang luar biasa dalam bidang sastra hadits dan selama 23 tahun
beliau mengabdikan seluruh hidupnya untuk belajar hadits dan sastra
hadits. Beliau selalu mencatat hadits dan rangkaian riwayat baru yang kuat
kapan saja beliau mendengarnya dan segera menandatanginya.

Guru-guru Ibnu Majah antara lain Abu Ishaq Ibrahim Ibnul, Bakar bin
Abdul Wahhab, Abu Abdur Rahman dan lain sebagainya. Sedangkan
murid-muridnya antara lain Hafidz Abul Hasan ibn Fatah, Ibrahim bin
Dinar Al-Jabshi, Ahmed Ibrahim al-Kabani dan banyak lagi.

Dalam bukunya beliau tidak memberikan komentar apapun mengenai


keshihan, kehasanan, dan kedha’ifan hadits, bahkan untuk hadits yang
dusta sekalipun. Karya-karyanya antara lain Al-I’lâm bi Sunanihi ‘Alaihi
Al-Sâlam.

Persaksian para ulama terhadap beliau


a. Al HafizhAl Khalili menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang
tsiqah kabir, muttafaq ‘alaih, dapat di jadikan sebagai hujjah, memiliki
pengetahuan yang mendalam dalam masalah hadits, dan hafalan.”
b. Al Hafizh Adz Dzahabi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang
hafizh yang agung, hujjah dan ahli tafsir.”
c. Al Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh, pemilik
kitab as sunan dan beberapa hasil karya yang bermanfa’at.”
d. Ibnu Katsîr menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan
yang Masyhur. Ini menunjukkan ‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan
pengetahuannya dan kedalamannya dalam hadits serta ittibâ’nya terhadap
Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun cabang.
Imam Malik (93 H/712 M = 179 H/796)
Nama lengkap Imam Malik adalah Abu ‘Abdillah Malik bin Annas al-
ashbahi bin Abi Amir bin Haris bin Ghaiman bin Huzail al-Ashabi bin
‘Adi bin Malik bin Yazid. Guru Imam Malik yaitu al-Zuhri, Nafi' Maula
Ibn Umar, Hidyam Ibn Zubar, dan lain sebagainya. Murid-murid Imam
Malik diantaranya adalah al-Mansur, al-Mahdi, Harun al-Rasyid, al-
Makmun, da lain sebagainya. Karya-karyanya diantaranya adalah al-
Muwatha’, Al-Mudawwanah Al Kubra.[12]

Imam malik tidak hanya meninggalkan warisan buku, tapi juga


mewariskan Mazhab fiqhinya di kalangan sunni yang disebut sebagai
mazhab Maliki, Mazhab ini sangat mengutamakan aspek kemaslahatan di
dalam menetapkan hukum, sumber hukum yang menjadi pedoman dalam
mazhab Maliki ini adalah al-Quran, Sunnah Rasulullah, Amalan para
sahabat, Tradisi masyarakat Madinah, Qiyas dan al-Maslaha al-Mursalah
(kemaslahatan yang tidak didukung atau dilarang oleh dalil tertentu).
7. Imam al-Hakim (322 H - 405 H)
Nama Imam al-Hakim adalah Abu Abdillah Al-Hakim Muhammad bin
Abdullah bin Muhammad bin Na’im bin Al-hakam Adh-dhabbi Ath-
Athahmani An-Nasaiburi Al-Hafidz yang terkenal dengan sebutan ibnu
bayyi’. Dia lahir pada hari, tanggal 3 bulan Rabiul Awal tahun 321
hijriyah.
Abu Abdillah Al-hakim menuntut ilmu di mulai semenjak masih kecil
melalui berkat bimbingan dan arahan ayah serta paman dari ibunya.
Adapun pertama kali dia mendengarkan hadits tahun 330 Hijriyah ketika
baru berumur tuju tahun. Dia mendapatkan hadits secara imla’ dari Abu
Hatim Ibnu Hibban pada tahun 334 Hijriyah.

Adapun para guru Abu Abdillah al-hakim di naisaburi sendiri jumlahnya


mencapai 1000 syaikh. Sedangkan guru-guru yang diperoleh selain dari
naisaburi pun kurang lebih 1000 syaikh. Guru-guru Abu Abdillah Al-
hakim sebagaimana disebutkan adz-Dzahabi adalah Ayahnya sendiri,
Muhammad bin ali bin Umar al-Mudzakkar, abu Al-Abbas al-Asham, Abu
Ja’far Muhammad bin Shalehbin Hani’, Muhammad bin Abdullah Ash-
Shafar, dan lain sebagainya. Abu Abdillah Al-hakim senantisa mau belajar
dari orang lain meskipun itu dari sahabatnya sendiri.

Sedangkan para murid Abu Abdillah Al-hakim adalah: Ad-Daruqthni, Abu


Al-Fath bin Abu Fawaris, Abul Ala’ Al-Wasithi, Muhammad bin ahmad
bin Ya’qub dan lain sebagainya. Abu Abdillah al-Hakim belajar ilmu
qira’at dari Ibnul Imam, Muhammad bin Abu Manshur Ash-Sharam, Abu
Abu Ali bin An-Naqqar Al-Kuffi dan Abu Isa Bakkar Al-Baghdadi. Dan,
dia belajar tengtang madzhab dari Ibnu Abi Hurairah, Abu SahalAsh-
Shu’luki dan Abu Al-Walid Hisan Bin Muhammad. Al-Hakim sering
berdiskusi dengan Al-Ja’labi, Ad-Daruquthni dan yang lain.

Adz-Dzahabi berkata, “Al-Hakim telah memulai menuangkan ilmunya


dalam bentuk karya kitab pada tahun 337 Hijriyah. Jumlah karya Abu
Abdillah Al-Hakim mencapai sekitar 1000(seribu) juz yang terdiri dari
tahkrij Ash-Shahihain, Al-Illal, At-Tarajum, Al-Abwab dan Aku-syuyukh.
9. Imam al-Darimi (181 H - 255 H).
Dia lahir pada tahun 181 Hijriyah. Nama lengkapnya adalah Abdullah bin
Abdirrahman bin Al-Qufl bin Bahram bin abd Ash-Shamad At-Taimi ad-
Darimi. Nama panggilannya adalah Abu Muhammad. Diantara buah
karyanya yang terpenting adalah As-Sunan. Menurut sebagian ahli tahqiq,
Kitab tersebut termasuk Kutub As-Sittah (enam judul Kitab dalam bidang
hadits) menggeser kedudukan Kitab karya Ibnu Majjah. Imam Ad-Darimi
meninggal di hari Arafah pada tahun 255 hijriyah dan dikuburkan di
Marwa.
Beliau adalah sosok yang tawadldlu’ dalam hal pengambilan ilmu,
mendengar hadits dari kibarul ulama dan shigharul ulama, sampai-sampai
dia mendengar dari sekelompok ahli hadits dari kalangan teman
sejawatnya, akan tetapi dia juga seorang yang sangat selektif dan berhati-
hati, karena dia selalu mendengar hadits dari orang-orang yang terpercaya
dan tsiqah, dan dia tidak meriwayatkan hadits dari setiap orang.

Guru-guru imam Ad Darimi diantaranya adalah: Yazid bin Harun, Ya’la


bin ‘Ubaid, Ja’far bin ‘Aun, dan Basyr bin ‘Umar az Zahrani. Murid-murid
beliau
diantaranya adalah: Imam Muslim bin Hajaj, Imam Abu Daud, dan Imam
Abu ‘Isa At Tirmidzi. ‘Abd bin Humaid Raja` bin Murji.

Anda mungkin juga menyukai