Anda di halaman 1dari 2

PENGENALAN TERHADAP MUKHARRIJ AS-SITTAH DAN MUSNAD

IMAM AHMAD

1. Mengenal Mukharrij As-Sittah dan Karya-Karyanya

Istilah Mukharrij as-Sittah atau Kutub as-Sittah sangat melekat di bidang ilmu hadits,
diantara sekian banyak kitab-kitab yang dibuat oleh para Ulama hanya ada enam kitab saja yang
punya nilai lebih dikarenakan beberapa alasan seperti baiknya penulisan, sudah terujinya
kredibilitas mukharrij al-hadits (perawi hadits) itu sendiri dam mayoritas muslim mengambil
hujjah (dalil) lebih sering menggunakan kitab-kitab karya mereka.

Mukharrij as-Sittah adalah sebutan untuk para perawi hadits yang jumlahnya ada enam
orang yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah. Dimana karya-
karya sangat familiar digunakan sebagai rujukan dan dikaji baik di lembaga formal atau pun non
formal.

2. Karya Fenomenal Mukharrij as-Sittah (al-Muwaththa’)

Diantara banyak karya-karya Mukharrij as-Sittah ialah al-Muwaththa’(karya Imam


Malik) disusun dalam rangka memenuhi permintaan al-Manshur untuk menjadi pegangan
seluruh lapisan masyarakat dibawah kekuasaannya. Beliau himpun 100.000 hadits dari lebih
1.000 ahli hadits selama 40 tahun dan dipresentasikan 70 ulama ahli fiqh di Madinah dan
diakuinya. Sebagian ulama berpendapat bahwa buku Induk Hadits ada 7, yaitu enam ditambah
satu, yaitu al-Muwathth’ atau ad-Darimi menurut sebagian pendapat. Ibnu Hazm berkata, “al-
Muwathth’ adalah sebuah kitab fiqh dan hadits dan aku tidak melihat perbandingannya”.
Kualitas hadits didalamnya tidak seluruhnya shahih, tetapi terdapat mursal, mu’dhal, munqhati’
mawquf, dan yang lain sesuai dengan awal perkembangan pembukuan hadits.

3. Karya Fenomenal Dari Imam Ahmad

Nama lengkap beliau adalah Abu Abdullah bin Hanbal bin Hilal al-Syaibani, salah satu
pendiri mazhab Hambali. Beliau dilahirkan di Baghdad pada tahun 164 H/780 M. Beliau lebih
banyak mencari ilmu di Baghdad kemudian mengembara ke berbagai kota untuk menuntut ilmu
fiqh dan hadits seperti ke Syam, Hijaz, Yaman dan lain-lain, sehingga banyak pengetahuannya
tentang atsar sahabat dan tabi’in. Abu Zur’ah berkomentar tentang hafalan dan daya ingatnya
yang sangat tinggi itu, bahwa Imam Ahmad hafal 1.000.000 buah hadits. Oleh karena itu, beliau
dipanggil sebagai Amir al-Mu’minin fi al-Hadits.

Banyak karya beliau, diantaranya al-‘Illal, az-Zuhd, at-Tafsir, an-Nasikh wa al-Mansukh,


Fadhail as-Sahabah, asy- Asy’ribah dan lain-lain. Diantaranya yang besar dan populer adalah
Musnad Imam Ahmad yang berisikan 30.000 adits dan 10.000 Hadits secara berulang-ulang.
Beliau tulis sejak berusia 16 tahun, tetapi belum sempat menyeleksi hadits yang shahih sebab
meninggal dunia pada tahun 241 H/855 M di Baghdad dalam usia 77 tahun. Kemudian
diterbitkan oleh putranya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal dan kemudian diterbitkan secara
alphabet kitab Mu’jam oleh al-Hafizh Abu Bakar Muhammad bin Abdullah al-Maqdisi. Ibnu
Hajar al-Asqalani dalam pembelaannya mengatakan tidak ada hadits Maudhu’ didalamnya.
Dalam kitabnya Ta’jil al-Manfa’ah bin Rijal al-Arba’ah, Al-Asqalani mengatakan tidak ada sebuah
hadits yang tidak ada dasarnya dalam kitab Musnad, kecuali 3 atau 4 hadits saja.

Dari penjelasan biografi Mukharrij as-Sittah dan Muwaththa’ bisa disimpulkan bahwa
mereka adalah perawi hadits sekaligus memiliki karya-karya yang cukup sakral di bidang
hadits. Untuk itu disini, saya akan menjabarkannya dalam bentuk kesimpulan secara garis
besarnya.

Mukharrij as-Sittah adalah perawi hadits yang enam, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud,
Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Dimana karya-karya mereka dengan sebutan kutun as-
Sittah (Kitab Induk Hadits Enam), dikarenakan tulisan karya mereka sangat memberikan
manfaat kepada umat Islam, tidak diragukan lagi kualitas secara individu dan berbagai segi
sehingga banyak orang-orang yang masih menggunakan karya-karya mereka sampai masa kini
selain itu banyak orang-orang yang meriwayatkan hadits dari mereka pada masanya.

Selanjutnya ada Imam Ahmad bin Hanbal yang merupakan tokoh pendiri mazhab empat
dalam bidang fiqh dan juga merupakan ahli hadits. Terbukti dengan Imam Ahmad yang
disempurnakan oleh anaknya dengan urutan alphabet, karena sebelum sempat selesai
penulisannya Allah memanggil Imam Ahmad kembali ke sisi-Nya.

Anda mungkin juga menyukai