Anda di halaman 1dari 14

NAMA KITAB-KITAB HADIS,

METODENYA, SISI PERSAMAAN


DAN PERBEDAANNYA

NAMA : RIZKY SAPUTRA


NIM : 12103193061
JURUSAN : HTN
KELAS : 1B
STUDY : QUR’AN DAN HADITS
DOSEN PENGAMPU : MOH.ALI ABD.SOMAD VEA.S.AG, M.PD.I.
AL-SHAHIFAH DAN NUSKHAH

AL-SHAHIFAH DAN NUSKHAH, KEDUANYA DAPAT DIARTIKAN DENGAN CATATAN-CATATAN ATAU


TULISAN-TULISAN HADIS. KEDUA NAMA INILAH YANG DIGUNAKAN PADA MASA AWAL ISLAM
UNTUK MENYEBUT KITAB-KITAB HADIS. BAIK SHAHIFAH MAUPUN NUSKHAH UMUMNYA
DINISBAHKAN KEPADA PENULISNYA KARENA KETIKA ITU SEBAGIAN PENULIS TIDAK
MEMBERIKAN NAMA TERTENTU BAGI TULISANNYA.
Di antara Shahifah dan Nuskhah yang diketahui ialah:
1| Shahifah Umar bin Khattab, Shahifah ini berisi zakat-zakat binatang ternak. Mengenai Shahifah tersebut, Al-Tirmidzi dan Muhammad bin Abdurrahman al-Anshariy meriwayatkan,
“ketika Umar bin Abdul Aziz menjadi khalifah, beliau mengirim surat ke Madinah untuk meminta tulisan Rasulullah Saw yang berisi zakat-zakat dan Shahifah Umar bin Khattab. Umar bin
Abdul Aziz pun mendapatkan kesamaan antara tulisan Rasulullah mengenai zakat-zakat dengan Shahifah Umar bin Khattab tersebut.
2| Shahifah Ali bin Abu Thalib, shahifah ini berisi keterangan tentang umur-umur unta, keharaman madinah, dan tentang seorang muslim tidak boleh dibunuh karena membunuh seorang
kafir. 3| Shahifah Abdullah bin Amr bin ‘Ash, beliau merupakan sahabat yang mendapat izin langsung dari Nabi Saw untuk menulis hadis. Abdullah bin Amr memberikan nama tertentu
tulisan hadisnya, yaitu 4| Shahifah al-Shadiqah. Menurut Ibnu al-Atsir, Shahifah tersebut memuat 1000 buah hadis, namun menurut sumber lain hanya 500 buah saja. Meski Shahifah
tersebut sudah tidak ada, namun Imam Ahmad telah meriwayatkan sebagian isinya dan kitab-kitab Sunan yang lain juga memuat sebagian besarnya. Shahifah ini memiliki kedudukan yang
sangat penting karena merupakan bukti historis yang ilmiah mengenai penulisan hadis sejak awal abad ke-1 H.
5| Shahifah Abdullah bin Mas’ud. 6| Shahifah Abdullah bin Abbas. Shahifah Jabir bin Abdullah al-Anshariy, shahifah ini berisi manasik haji yang disebutkan Imam Muslim dalam kitab
al-Hajj. 7| Shahifah Hamman bin Munabbih, ia merupakan seorang tabi’in terkemuka yang menulis hadis dari Abu Hurairah kemudian dan menghimpunnya di dalam Shahifah yang dikenal
dengan sebutan 8| Shahifah al-Shahihah. Muhammad Hamidullah menemukan Shahifah tersebut dalam dua manuskrip yang sama, masing-masing di Perpustakaan Berlin dan Damaskus.
Terdapat 138 buah Hadis dalam Shahifah al-Shahihah yang diriwayatkan Imam Ahmad secara utuh dalam kitab Musnadnya. Disamping itu, Imam Bukhari juga meriwayatkan sebagian besar
hadisnya dalam beberapa bab di dalam kitab Shahihnya. 9| Shahifah Sa’ad bin Ubadah al-Anshariy, Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Shahifah ini merupakan salinan dari Shahifah
Abdullah bin Abi Aufa.
10| Shahifah Abu Rafi’, Shahifah ini memuat istiftah shalat, kemudian diberikannya kepada Abu Bakar bin Abdurrahman bin al-Harits.11| Shahifah Asma’ binti Umais. 12| Nuskhah
Samurah bin Jundub. Nuskhah Suhai bin Abu Shalih, sebenarnya Suhail bin Abu Shalih tidak memberikan nama apa-apa kepada karya tulisnya itu. Karenanya, kitab Suhail ini akhirnya
hanya popular dengan sebutan Nuskhah Suhail bin Abu Shalih. Pada tahun 1966, Nuskhah Suhai bin Abu Shalih ditemukan dalam bentuk manuskrip (tulisan tangan) oleh Muhammad
Mustafa Azami di perpustakaan al-Dhahiriyah di Damaskus, Syria. Azami kemudian meneliti, mengedit, dan menertibkannya bersama disertasinya untuk meraih gelar doctor dari Universitas
Cambridge, Inggris. Maka, pada gilirannya Nuskhah Suhai bin Abu Shalih ini juga ikut memperkuat pembuktian bahwa Hadis Nabawi tekah ditulis dan dibukukan sejak awal abad ke-1 H.
JUS DAN ATRAF

Kitab Aṭraf merupakan kitab yang hanya Kitab hadis yang disusun dengan metode ajza’ biasanya
menyebutkan sebagian hadis yang dapat berupa kitab kecil yang berisi kumpulan riwayat seorang
menunjukkan lanjutan hadits yang dimaksud, perawi hadis, atau yang berkaitan dengan satu
kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya baik permasalahan secara terperinci,
sanad satu kisah ataupun sanad dari beberapa kitab.

METODE
Merupakan metode sistematika sederhana yang digunakan ahli hadits dalam menyusun hadits pada
periode awal.AN
Penentuan matan-matan pertama kalinya.ERBEDAAN
Metode Juz pembukuan matan matan hadist berdasarakan guru sedangkan metode Atraf metode
pembukuan hadits dengan menyebutkan pangkalnya sebagai petunjuk matan hadist selengkapanya.ATAN
Nuskhah suhai bin abu sholih menyebutkan satu jalur sanad yang meriwayatkan hadits-hadits yang
ditulisnya.yaitu abu sholih(ayahnya)-abu hurairah- nabi Muhammad saw.
MUWATTA

METODE
Pembukuan hadits yang berdasarkan hokum islam (abwab fiqhiyyah)dan mencantumkan hadits-hadits
marfu’,mauqufdan maqtu.motivasi pembukuan haditts ini adalah untuk memudahkan orang dalam menemukan
hadits.
MUATAN
Ulama’ yang manyusun kitab hadits dengan menggunakan metode ini ialah ibnu abi dzi’b (W.158 H) imam malik bin
anas (W 179 H) imam abu Muhammad al-marwazi (W 293 H). Kitab imam malik merupakan yang paling popular
diantara kitab muwattta,sehingga disebut muwatta maka konotasinya selalu tertuju pada kitab imam malik bin annas.
MUSHANNAF

METODEKitab koleksi hadits Mushannaf ditentukan pada cara penyusunan isi menurut topik kategori bab-bab fiqhi,
yang di dalamnya terdapat hadits marfu, mauquf, dan maqtu .Secara bahasa, Mushannaf adalah berasal dari kata kerja
bahasa arab sannafa, yang berarti mengatur bab demi bab, sehingga secara harfiah adalah sesuatu yang diatur secara
terpilah, meskipun makna demikian juga dapat berlaku untuk setiap karya tulis yang disusun, dan memang juga
diterapkan pada jenis yang lain seperti kitab fiqh. Dalam penerapannya Mushannaf adalah metode paling umum yang
diterapkan untuk sebuah kompilasi hadits, seperti pada Kutubus Sittah. Berbeda dengan kompilasi Musnad, di mana
isinya diatur sesuai dari perawi hadits yang menyampaikan, yakni biasanya seorang sahabat nabi. MUATAN
MUSNAD

 al-Musnad adalah salah satu kitab hadis Nabi yang terkenal dan terluas, dan kedudukannya menempati posisi
yang diutamakan di kalangan Ahlus Sunnah sebagai induk rujukan di kalangan mereka. Selain itu, ia juga dikenal
sebagai musnad yang paling terkenal, dan para ahli ilmu hadis meletakkan posisinya no 3 setelah
Shahihain dan Sunan yang Empat. Nama Musnad Ahmad didasarkan/dinasabkan dari nama
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani adz-Dzuhli (164-241 H/780-855 M). Perhitungan
ahli-ahli hadits menyebutkan ada lebih kurang 40 ribu hadits dengan rincian sebanyak 10 ribunya diulang-ulang,
ditulis berurutan sesuai nama para Sahabat Nabi Muhammad yang meriwayatkan hadisnya, yang dalam
pengurutannya ia jadikan tiap periwayatan sahabat memiliki satu tempat, dan jumlah sahabat yang diriwayatkan di
sini terhitung sebanyak 904 orang. Kitab itu ia bagi dalam 18 bagian, dan bagian permulaannya ialah musnad
sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga, dan bagian terakhirnya ialah musnad sahabat Nabi yang perempuan
(shahabiyah). Dan di sana, banyaklah hadis sahih yang tak didapati dalam Shahihain (yakni riwayat Bukhari dan
Muslim).
JAMI’

Kata al-Jami’ secara etimologi berarti menghimpun, mengumpulkan, dan mencakup. Boleh jadi kata al-Jami’
dimaksudkan kitab yang mencakup, menghimpun atau mengumpulkan segala permasalahan. Secara terminologi
diartikan: “Al-Jami’ adalah kitab hadis yang memuat seluruh bab-bab hadis meliputi 8 masalah yaitu masalah akidah
(aqa’id), hukum (Fikih), perbudakan (riqaq), adab makan minum, tafsir, sejarah dan riwayat hidup, sifat-sifat akhlak
(syama’il), berbagai fitnah (fitan), dan kisah-kisah (manaqib).” Buku hadis al-Jami’ adalah ragam pembukuan hadis
yang paling lengkap, karena ia mencakup segala permasalahan sebagaimana di atas, tidak hanya terfokus satu
masalah saja. Segala aspek agama dan segala aspek kehidupan manusia dimuat dalam kitab ersebut. Kelebihan kitab
ini adalah sangat jelas, karena memiliki daya tampung yang sangat luas terhadap berbagai topik. Hadis dapat dicari
berdasarkan tema yang melingkupinya. Misalnya jika ingin mencari hadis tentang shalat, tinggal membuka bab
shalat.
MUSTAKHRAJ

Mustakhraj (jamaknya mustakhrajāt) secara etimologi dari kata (kharaja) yang berarti keluar, (istakhraja) berarti
mengeluarkan. Teknik pembukuan Mustakhraj secara terminologi diartikan:

“Yaitu seorang hafiz bermaksud mengeluarkan hadis-hadis dari sebuah kitab hadis seperti Sahih li al-Bukhari atau
Sahih Muslim dan atau yang lain dengan menggunakan sanad sendiri yang bukan sanad kitab tersebut, maka bisa
bertemu pada sanad itu pada syaikhnya atau orang di atasnya walaupun pada sahabat serta memelihara urutan, matan
dan jalan sanadnya.”
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa mustakhraj ialah seorang penghimpun hadis mengeluarkan beberapa buah hadis
dari sebuah buku hadis seperti yang diterima dari gurunya sendiri dengan menggunakan sanad sendiri, maka akan terjadi
pertemuan pada syaikhnya atau orang di atasnya. Seperti yang dilakukan oleh Abi Bakar al-Isma’ili mengeluarkan
beberapa hadis dari kitab Sahih al-Bukhari dengan menggunakan sanad sendiri yang diterima dari guru- gurunya.
MUSTADROK

Kata Mustadrak (bentuk jamaknya Mustadrakat) secara etimologi adalah susulan dari yang ketinggalan atau menambah yang kurang. Secara
terminologi yang digunakan oleh ulama hadis, kitab Mustadrak adalah:

“Adalah menghimpun beberapa hadis yang sesuai dengan persyaratan salah seorang penyusun tetapi belum ditakhrij di dalam
kitabnya.”

Kitab mustadrak menghimpun hadis-hadis yang telah memenuhi persayaratan sebuah kitab, tetapi belum dimasukkannya. Seakan-akan kitab
Mustadrak sebagai susulan atau penambahan terhadap kandungan kitab lain yang telah memenuhi persyaratannya. Sebagaimana Mustadraknya
Imam al-Hakim telah menghimpun beberapa hadis shahih yang belum disebutkan dalam kitab al-Bukhari dan Muslim dan menurutnya telah
memenuhi persyaratan keduanya.
SUNAN

 Sunan, dalam budaya suku-suku di Pulau Jawa, adalah sebutan bagi orang yang diagungkan dan dihormati,
biasanya karena kedudukan dan jasanya di masyarakat. Kata ini merupakan penyingkatan dari susuhunan Kata ini
berarti tempat penerima "susunan" jari yang sepuluh, atau dengan kata lain "sesembahan".
 Pada periode sejarah Jawa pra-Islam gelar ini jarang dipakai atau tidak banyak didokumentasi. Pada awal-awal
masuknya Islam di Jawa, gelar ini biasa diberikan untuk mubaligh atau penyebar agama Islam, khususnya di tanah
Jawa pada abad ke-15 hingga abad ke-16. Selain sunan, ada pula mubaligh lainnya yang disebut syekh, kyai,
ustadz, penghulu, atau tuan guru. Gelar "sunan" atau "susuhunan" juga diberikan kepada penguasa Kraton
Surakarta Hadiningrat (Kasunanan Surakarta).
MU’JAM

 Al-Mu‘jam as-Siyâqî (‫ )ا لمعج م ا لسياقي‬artinya kamus kontekstual. Kata “mu‘jam” mempunyai dua arti yang saling
berlawanan, yaitu: (1) tersembunyi dan samar (belum jelas); dan (2) menjelaskan dan menerangkan. Oleh karena
itu, orang asing dalam bahasa Arab disebut `ajam. Karena itu, mu‘jam berfungsi sebagai pemberi penjelasan,
penafsiran dan pemaknaan suatu kata, istilah, ungkapan dan/atau frasa yang masih asing atau belum jelas. Dengan
demikian, al-mu‘jam as-siyâqî merupakan kamus yang memuat kosakata, istilah, frase atau idiom, dan
menjelaskan konteks penggunaannya.
MAJMA’

 Majma' merupakan salah satu kitab tafsir al-Quran yang disusun oleh salah seorang ulama dan mufassir. Tafsir ini
di banyak dipuji baik oleh kalangan Syiah maupun Ahlusunnah dan dinilai sebagai salah satu rujukan dan literatur
klasik. Para peneliti menilai tafsir Majma' sebagai kitab tafsir dengan ciri-ciri seperti inklusif, komprehensif,
tersusun secara apik dan sistemik, memberikan penafsiran yang jelas dan berguna, serta fair dalam melontarkan
kritik berbagai pendapat dan penafsiran.
ZAWAID

 Kitab zawaid adalah kitab atau karya tulis yang dimaksudkan untuk mengumpulkan tambahan dari kitab-kitab
tertentu seperti kitab musnad dan mu’jam ke dalam kitab-kitab rujukkan hadits seperti al-Kutub as-Sittah, Musnad
Ahmad, Shahih Ibnu Hibban, dan lain-lainnya.
 Urgensi kitab Zawaid dan manfaatnya
 1.   Sesungguhnya kitab-kitab ini menjadi ensiklopedia hadits, jika sebagian digabungkan dengan yang lainnya.
 2.  Sesungguhnya kitab zawaid ini bisa digunakan untuk mengetahui mutaba’ah dan syawahid dan mengetahui
jalan periwayatan sebagian hadis, yang mana jika bukan karena kitab zawaid, niscaya kita tidak akan mengenal
hadis-hadis tersebut, baik karena hilangnya kitab asal ataupun karena kesulitan dalam memperolehnya.

Anda mungkin juga menyukai