Anda di halaman 1dari 7

Nama : Sahnia Uli Silitonga

Nim : 2519035

Kelas : PTIK 4A

Matkul : Ilmu Hadist

RESUME KITAB SUNNAN

A. Kitab Sunan Abu Daud

Istilah sunan (jamak dari kata sunnah, yakni Sunnah Rasulullah SAW)
menunjukkan, judul-judul yang terkandung di dalamnya berpatokan pada subjek
umum. Misalnya, persoalan thaharah (bersuci), shalat, zakat, puasa, haji, dan
seterusnya.

Biasanya, suatu kitab sunan tidak memuat hadis-hadis yang berkaitan dengan
moralitas, sejarah, zuhud, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam kitab sunan bukan
hanya hadis sahih yang dikemukakan, tetapi juga hadis-hadis dhaif yang diberi
catatan seperlunya oleh sang pengarang. Hal seperti ini dilakukan karena, menurut
Abu Daud, hadis-hadis dhaif yang tidak terlalu lemah memiliki kedudukan lebih tinggi
daripada pendapat para sahabat.

Dalam pandangannya, tak ada satu pun yang layak dijadikan pegangan setelah
Alquran selain hadis. Pemakaian opini sahabat hanya setelah tidak ditemukan nash
yang berhubungan dengan suatu hukum tertentu.

Kandungan kitab

Dalam kitab sunan-nya, Abu Daud berhasil menyeleksi sekitar 4.800 hadis tanpa
terulang dari sekitar 500 ribu hadis. Menurut pengakuannya sendiri, hadis-hadis yang
dihimpun itu beberapa di antaranya berkatagori sahih, mendekati sahih, dan dhaif.

Hadis-hadis sahih dicirikan dengan tiadanya penjelasan tentang martabat dan


kualitas hadis. Adapun hadis-hadis yang mendekati sahih, pada prinsipnya hampir
sama kedudukannya dengan hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada
'adalah (sikap adil) serta shiddiq (jujur) dari kepribadian sang perawi. Sementara itu,
hadis-hadis yang diberi penjelasan secukupnya berarti berkualitas dhaif.
Menurut Abu Sulaiman al-Khataby, kitab Sunan Abu Daud memiliki susunan
topik-topik yang lebih baik daripada kitab yang ditulis Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Abu Daud langsung membagi hadis-hadis yang dikumpulkannya dalam bentuk bab
dan kitab. Secara keseluruhan, ada 1.871 bab dan 95 kitab. Abu Daud meninggal
dunia pada 21 Februari 889 M di Bashrah, Irak. Kitab sunan-nya mendapat perhatian
besar dari para ulama hadis. Manifestasi dari berbagai perhatian itu antara lain
dengan munculnya kitab syarh (penjelasan) dan mukhtashar (ringkasan).

Beberapa di antaranya adalah Aun al-Ma'bud Syarh Sunan Abi Daud karya
Syamsul Haq Azimabadi dan Badli al-Majhud fi Hall Abi Daud karya Khalil Ahmad
Anshari (W. 1346 H). Keduanya merupakan dua kitab syarh terbaik yang sampai saat
ini masih bisa didapatkan.

B. Kitab Sunan Jami At Tirmizi

Di antara beragam kitab-kitab hadis yang otoritatif, tersebutlah Sunan Tirmidzi.


Kitab itu merupakan karya Imam Tirmidzi, seorang ulama hadis yang lahir di
Transoksania pada 822 M. Dalam risalahnya, Ibn Hajar menjelaskan klasifikasi guru-
guru Imam Tirmidzi. Malahan, dalam pandangannya, mereka semua terbilang unik.
Guru-guru Imam Tirmidzi tersebut dapat dikatagorikan dalam tiga peringkat. Pertama,
mereka yang mendahului Tirmidzi. Kedua, mereka yang menjadi sumber riwayat
langsung. Ketiga, mereka yang guru-guru khusus.

Menurut beberapa ulama, Imam Tirmidzi tergolong sebagai ulama yang produktif
menulis. Namun, dari seluruh karya tulisnya, bidang hadis mendapat perhatian yang
paling besar.

Kandungan kitab

Tentunya, Sunan al-Tirmidzi menjadi karyanya yang monumental dalam


membicarakan disiplin ilmu hadis. Kitab itu terbagi dalam 50 bab. Selain itu, di
dalamnya termaktub 3.956 buah teks hadis. Isinya meliputi delapan pokok bahasan
hukum.

Di antara ciri-ciri Sunan al-Tirmidzi yakni, adanya penjelasan tentang isnad


(sandaran) hadis serta komentar-komentar dari para imam mazhab. Kriteria lain yang
juga belum dimiliki pengumpul hadis sebelum Imam Tirmidzi adalah perihal istilah baru
berkenaan dengan kualitas hadis.
Menurut Ibn Taimiyyah, Imam Tirmidzi adalah tokoh pertama yang secara resmi
menggunakan istilah hasan (baik). Di samping itu ia juga banyak menitik beratkan
penialian tentang periwayat Hadis melalui kaidah al-Jarh wa Ta'dil (cacat dan benar).
Ketelitiaan dan kecermatan Imam Tirmidzi terlihat jelas dalam penerapan sistematika
isnad dalam al-Sunan.

Di samping mengikuti jejak gurunya, Imam Muslim. Imam Tirmidzi juga


merumuskan sistem isnad baru dengan cara mengumpulkan beberapa isnad dalam
satu hadis. Ia juga kadangkala memberi tambahan lafadz (komentar) terhadap
perbedaan riwayat yang terjadi.

C. Kitab Sunan Annasa i

Nasa'i terkenal sangat selektif dalam meriwayatkan hadis. Dalam mengomentari


selektivitas Nasa'i, Ibn Shalah mengatakan, sang pengarang Sunan Nasa'i itu "berani"
meriwayatkan hadis yang dipersengketakan. Keberanian dalam arti, pada setiap
generasi, di mana saat itu muncul kritikus-kritikus hadis yang terkadang keras dan
moderat.

Adapun Nas'i menyikapinya dengan pemahaman yang objektif. Naisaburi dalam


komentarnya terhadap periwayatan Nasa'i mengatakan, "Syarat yang dipakai Nasa'i
lebih ketat dibandingkan dengan syarat yang digunakan Muslim al-Hajjaj." Dan,
mungkin karena faktor inilah Abu Abdillah al-Rasyid dalam pendahuluan Sunan Nasa'i
mengungkapkan, kitab hadis ini merupakan kitab terbaik. Sebab, di dalamnya
menggabungkan dua bentuk metodologi Imam Bukhari-Imam Muslim serta
menambah banyak keterangan yang menyangkut illat (cacat rawi).

Sunan Nasa'i merupakan karya terbesar Abu Abdurrahman Ahmad bin Syuaib
bin Ali bin Sinan bin Bahr al-Khurasani al-Nasa'i. Dalam sebuah riwayat dikatakan,
penulisan tentang Sunan Nasa'i dimaksudkan sebagai persembahan terbesar darinya
kepada Gubernur Ramlah. Ketika kitab tersebut hendak diserahkan, Gubernur
Ramlah sempat bertanya pada Nasa'i, "Apakah isi kitab itu shahih?" Nasa'i menjawab,
"Ada yang shahih, ada yang hasan, dan ada pula yang mendekati keduanya."
Gubernur Ramlah lalu menyuruh Nasa'i untuk menyeleksi kembali hadis-hadis yang
semula bernama Sunan al-Kubra tersebut.
Namun, karena dalam kenyataannya Sunan Nasa'i masih memuat Hadis-hadis
majhul (tidak diketahui), majruh (cacat), dhaif, dan memuat perawi yang terkadang
masuk dalam kategori al-juhalat (bodoh), ghair tsiqat (tak bisa dipercaya), al-ghulat
(salah), dan semacamnya. Alhasil, banyak ulama berselisih pendapat tentang
kedudukan Sunan Nasa'i dalam kategori kesahihannya. Bagaimanapun, jumlah hadis
yang diperdebatkan itu tidak terlampau banyak dibanding hadis-hadis yang shahih
dan belum terdapat dalam literatur ulama sebelumnya. Maka, secara umum mayoritas
ulama menilai Sunan Nasa'i sebanding dengan Sunan Abu Daud.

D. Kitab Sunan Ibnu Majah

Selama hidupnya, Ibn Majah meninggalkan karya tidak kurang dari 30 judul.
Karya- karya itu terbagi dalam tiga kelompok besar, yakni pembahasan ihwal ilmu
tafsir, tarikh (biografi), dan hadis. Bagaimanapun, di antara ketiganya, bidang yang
terakhir itu merupakan buah tangan yang paling masyhur. Dalam bidang hadis, ia
menulis karya sunan-nya.

Dari segi materi, Sunan ibn Majah terdiri atas 4.341 hadis. Sebanyak 3.002 hadis
di antaranya telah termaktub dalam Kutub al-Khamsah (Bukhari, Muslim, Abu Daud,
Tirmidzi, Nasa'i). Hanya sekitar 1.339 hadis saja yang terbilang orisinil.

Dalam penelitiannya, Fuad Abd Baqi' menjelaskan, dari sebanyak 1.339 hadis
yang dikatakan orisinil tersebut, ada sejumlah 328 hadis yang berkualitas sahih.
Kemudian, sebanyak 99 hadis berstatus hasan. Sebanyak 613 hadis berkualitas dhaif,
sedangkan 99 hadis lainnya berkualitas tertuduh (buruk).

Ibn Hajar mencatat, jumlah bab dan pasal yang terkandung dalam Sunan Ibn
Majjah lebih sistematis dan rapi bila dibandingkan dengan bab-bab yang ada dalam
kitab hadis lain. Keterangan-keterangan yang termuat dalam Sunan Ibn Majah
umumnya bernas dan jelas. Adapun sistematika pembahasannya tak jauh berbeda
dengan kitab-kitab sunan pada umumnya. Jika dibandingkan dengan Kutub al-
Khamsah, maka Sunan Ibn Majah memiliki berbagai "kelemahan."

Pertama, kitab ini memuat banyak hadis yang berkatagori zawaid atas hadis-
hadis yang ada dalam Kutub al-Khamsah. Kedua, hadis yang berkualitas dhaif tidak
mendapat kejelasan sebab kedhaifannya. Oleh karena persoalan ini, banyak ulama
hadis memandang "sebelah mata" terhadap Sunan Ibn Majjah. Fuad Abd Baqi'
mencatat, ada sekitar 712 hadis dhaif dalam Sunan Ibn Majah dan dibiarkan begitu
saja tanpa komentar atau penilaian sedikit pun.

E. Kitab Sunan Al Muwatha’ Imam Malik

Al-Muwatta, Al-Muwaththa atau Muwatta Malik merupakan kitab hadis dan fiqih
yang disusun oleh Imam Malik bin Anas, merupakan salah satu dari Kutubut Tis'ah
(sembilan kitab hadis utama di kalangan Sunni).

Imam Malik, Yaitu Abu Abdullah Malik bin Anas bin Malik bin Abu Amir Al-
Ashbahi (93 H dan -179 H). Ia banyak tinggal di Madinah. Ia ulama Islam yang
terkenal, dan pendiri mazhab Maliki. Ia dikenal mempunyai lebih dari seribu murid di
antaranya yang terkenal adalah Imam Syafe'i. Selama kehidupannya, Imam Malik
senantiasa memperbarui Kitab Muwaththa dia ini, sehingga kitab ini mencerminkan
pembelajaran dan pengetahuan dia selama lebih dari empat puluh tahun. Kitab ini
mengandung seribuan hadis.

Imam Malik memberi nama kitab hadisnya dengan nama al-Muwaththa' karena
kitab ini menjadi pembicaraan umat muslim di jamannya, maksudnya kitab tersebut
dimudahkan untuk dipahami dan dan diambil faidahnya oleh manusia. Imam Malik
berkata: "Saya menunjukkan kitabku ini kepada 70 ahli fiqih Madinah. Semuanya
menyepakatiku atasnya, maka saya memberinya nama al-Muwaththa'." [Tanwir al-
Hawalik hal 7, as- Suyuthi]. Kitab al-Muwaththa' karya Imam Malik ini adalah kitab
yang berisikan hadis - hadis Rasulullah Shallallahu'alaihi wa sallam, perkataan (atsar)
para sahabat, fatawa para tabi'in. [Tanwir al-Hawalik hal 8, as-Suyuthi]

Kedudukan Al-Muwaththa' di dalam ilmu hadis, tingkatnya di atas Shahih al-


Bukhari dan Shahih Muslim. Bahkan Imam asy-Syafi'i berkata: "Kitab yang paling
shahih setelah al-Qur'an adalah Muwaththa' Imam Malik." [Ulum al-Hadis hal 14, Ibnu
ash-Shalah rahimahullah]

Imam Malik tidak menulis semua riwayat dari Nabi ‫ﷺ‬. Terdapat ulama lain yang
mengumpulkan riwayat lainnya. Sehingga kitab ini terdiri dari: - Perkataan dan
perbuatan Nabi Muhammad ‫( ﷺ‬juga dikenal sebagai sunnah). Riwayat perkataan dan
perbuatan Nabi disebut hadis. - Pendapat dan keputusan resmi sahabat Nabi, penerus
mereka, dan beberapa ulama kemudian.
F. Kitab Sunan Musnad Imam Ahmad

Musnad Ahmad (bahasa Arab: ‫ )اﺣﻣد ﻣﺳﻧد‬atau ringkasnya dikenali sebagai al-
Musnad adalah salah satu kitab hadis Nabi yang terkenal dan terluas, dan
kedudukannya menempati posisi yang diutamakan di kalangan Ahlus Sunnah sebagai
induk rujukan di kalangan mereka. Selain itu, ia juga dikenal sebagai musnad yang
paling terkenal, dan para ahli ilmu hadis meletakkan posisinya no 3 setelah Shahihain
dan Sunan yang Empat. Nama Musnad Ahmad didasarkan/dinasabkan dari nama
Abu Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal asy-Syaibani adz-Dzuhli (164-241
H/780-855 M). Perhitungan ahli-ahli hadits menyebutkan ada lebih kurang 40 ribu
hadits dengan rincian sebanyak 10 ribunya diulang-ulang, ditulis berurutan sesuai
nama para Sahabat Nabi Muhammad yang meriwayatkan hadisnya, yang dalam
pengurutannya ia jadikan tiap periwayatan sahabat memiliki satu tempat, dan jumlah
sahabat yang diriwayatkan di sini terhitung sebanyak 904 orang. Kitab itu ia bagi
dalam 18 bagian, dan bagian permulaannya ialah musnad sepuluh orang yang
dijanjikan masuk surga, dan bagian terakhirnya ialah musnad sahabat Nabi yang
perempuan (shahabiyah). Dan di sana, banyaklah hadis sahih yang tak didapati dalam
Shahihain (yakni riwayat Bukhari dan Muslim).

Adalah sang Imam tidaklah mengingini membikin karangan-karangan lain


karena tak hendak memberatkan ummat dan hanya mencukupi mereka dengan
panduan Quran dan Sunnah. Karena itulah, hadits yang ia rawikan daripada
syaikh/guru haditsnya ia pilih dengan teliti, supaya ummat mau merujuk pada hujjah
yang berasal dari hadis yang ia riwayatkan. Karena itu ia mengatakan, "Kukarang ini
kitab supaya kalau-kalau ummat berselisih soal hadis Rasulullah, mereka bisa
merujuk kepada kitab ini." Ulama berikhtilaf tentang kesahihahn seluruh isi kitab ini:
menurut Abu Musa al-Madini, seluruh isi kitab ini adalah hujjah; Ibnu Jauzi, al-'Iraqi
dan Ibnu Katsir mengatakan di dalam kitab ini ada hadis sahih, lemah (daif), dan palsu
(maudhu); Ibnu Taimiyah, Adz- Dzahabi, Ibnu Hajar al-'Asqalani, dan As-Suyuthi
mengatakan hadis yang ada di kitab ini sahih, lemah, dan hadis yang mendekati
hasan, dan tiada padanya hadis lemah. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal memberikan
tambahan-tambahan hadis untuk kitab ini, yang lebih dikenal dengan nama Zawaid
Abdullah. Selain itu pula, ada Abubakr al-Qathi'i yang memberikan Zawaid yang tidak
dicatatkan oleh Imam Ahmad dan anaknya Abdullah.
Imam Ahmad usai mengarang kitab ini antara 227 H ataupun beberapa waktu
sebelum tahun 228 H. Karena Adz-Dzahabi menuliskan riwayat bahwa anaknya
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal mengatakan kitab ini diajarkan di antara 2 tahun yang
disebutkan di atas. Imam Ahmad melakukan rihlah yang panjang untuk
mengumpulkan kepingan- kepingan hadis yang ia dengar dari para syaikhnya dari
mulai Baghdad, Syam, Yaman sampai Hijaz dan mengumpulkan ada 700 ribu hadis
sebagaimana yang dituturkan oleh sang Imam itu sendiri, mencakup hadis marfu',
mauquf, maqthu', dan lainnya. Konon Ahmad bin Hanbal menulis hadis-hadis itu
dalam lembaran kertas yang beda maupun yang sama, dalam bagian-bagian
tersendiri, sampai terbentuk sebuah draf. Sebelum ia wafat, ia mendiktekan kitab
hadis ini kepada anak-anak dan penghuni rumahnya sampailah ia wafat di saat ia
belum lagi merapihkan dan meringkaskan kitabnya sehingga kitab itu menjadi
sebagaimana adanya. Anaknya Abdullah kemudian mendapati kesusahan dalam
kitab itu, dan menggabungkan segala hadis yang ia dengar yang menyerupai riwayat
dari ayahnya. Adapun al-Qathi'i hanya meriwayatkan kitab hadis yang sebagaimana
adanya saja.

Anda mungkin juga menyukai