Anda di halaman 1dari 8

Sumber Pustaka: "Sanad al-Imam Nashiruddin al-Albani rahimahullahu" (w.

1420), ditulis oleh: Abu

Abdillah as-Suranji, Penerbit: Grup Majelis Sama'i, Ijazah & Biografi Ulama, 1436 H/2015 M, hal. 3,

17, 29, 55, 56.

(Halaman 3)

Pendahuluan

Ketika sampai kepada penulis (Abu Abdillah as-Suranji) kabar ijazah Guru Kami al-Alamah al-

Musnid Muhammad Amin Bu Khubzah hafizahullahu (lahir 1351 H), sontak sangat senang hati ini.

Betapa tidak, beliau menyambungkan kita -secara riwayat- dengan muhadits abad ini dan mujadid

dari negeri Albania, al-Allamah al-Muhadits Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullahu.

Berikut ini syaikh yang diberi rizki oleh Allah Ta'ala ijazah dari al-Albani: Syaikhuna Al-

Allamah al-Muhadits al-Mu'ammar Muhammad Amin Bu Khubzah al-Hasani ath-Tathawani, beliau

adalah guru dan mujiz kami (Abu Abdillah as-Suranji) dari Maroko yaitu Al-Alamah al-Musnid

Muhammad Amin Bu Khubzah ath-Tathawani hafizahullahu (lahir 1351 H). Diriwayatkan kalau as-

Syaikh Al-Albani rahimahullahu berpesan kepada rakyat Maghrib: "Kalian orang-orang Maghribi

mempunyai roti yang mengenyangkan'." Yakni kiasan bagi guru kami Muhammad Bu Khubzah.

Syaikh Bu Khubzah ini termasuk murid Syaikh Ahmad al-Ghumari yang namanya disebut-sebut dalam

beberapa karya al-Albani, bahkan gurunya ini kagum kepadanya sehingga memberinya ijazah

haditsiyyah tanpa dimintanya. Namun pertemuan dengan Syaikh al-Albani yang kemudian membuat

Syaikh Bu Khubzah rujuk kepada manhaj salaf.

Dikisahkan kepada kami bahwa setidaknya ada tiga cara bagi Syaikh Bu Khubzah dalam

meriwayatkan dari Imam al-Albani rahimahullahu, sebagaimana dikatakan oleh guru kami, al-

Musnid Muhammad Ziyad Umar Tuklah hafizahullahu:

Pertama, Beliau meriwayatkan dari Syaikh Al-Albani secara munawalah (penyerahan kitab)

untuk sebagian kitab-kitab beliau rahimahullahu di Mainah dan Amman, diantaranya:


1. Shifat Shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam

2. Shifat Tarawih Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam

3. Shalat Ied fil Mushaliy

4. Tasdid al-Ishabahiyah

5. Fahrisat Kitab al-Hadits bil Dhahiriyah

6. Silsilah Ahadits Adh-Dhaifah

7. Dan lainnya.

Cara penerimaan munawalah dikenal dan diterima oleh muhaditsin, bahkan dianggap sangat

kuat apalagi jika disertai ijazah. Seorang perowi jika meriwayatkan dengan cara ini ia mengatakan

"nawalani", atau "akhbarana munawalatan".

Kedua, beliau meriwayatkan dari Syaikh Al-Albani melalui qiroat kepadanya sebagian

manuskrip dari kitab Sunan Nasa'i al-Kubro dalam suatu pertemuan di kota Tathawan, Maghrib.

Cara penerimaan ini lebih tinggi lagi nilainya dari sebelumnya, jika meriwayatkannyamaka ia

berkata "Akhbarana fulan sebagiannya...", jika disertai ijazah maka ditambahkan,"... dan ijazah bagi

sebagiannya lagi".

Ketiga, izin secara lisan dari Syaikh Al-Albani untuk meriwayatkan secara ammah (umum

untuk semua riwayat dan karya tulisnya). Sebagaimana Syaikhuna Muhammad Ziyad Tuklah

ceritakan,"Syaikhuna (Muhammad Bu Khubzah) meminta izin kepada Imam al-Albani dalam riwayat

ammah, maka Imam al-Albani berkata kepadanya dengan perkataan singkat, "Riwayatkanlah dariku

jika kamu mau", dan Syaikhuna (Muhammad Bu Khubzah) telah berkata kepadaku, "Dan saya sangat

ingin dan menyenanginya".

Perkataan singkat dari Imam al-Albani ini bermakna izin atau ijazah secara ammah (umum)

insyaAllah Ta'ala. 1

1
Lihat juga Fathul Jalil karya Syaikh at-Tuklah hal.367.
Maka, dengan ketiga cara inilah (munawalah, qiroat, dan izin/ijazah) guru kami Syaikh

Muhammad Bu Khubzah meriwayatkan dari Syaikh Al-Albani.

Sanad al-Albani Dalam Ijazah

(halaman 29)

Adapun dalam ijazah secara umum bagi semua kitab ushul, aqidah, hadits, fiqih, tafsir dan lain-lain

atau disebut juga ijazah ammah 2, beliau mendapatkannya dari Syaikh Muhammad Raghib bin

Mahmud bin Hasyim Thabakh al Halabi rahimahullah (1293 - 1370 H), seorang ahli sejarah dan

musnid Halab di zamannya. 3 Syaikh ath-Tabak ini pernah menjadi dosen hadits dan sejarah di

Fakultas Syari'ah al-Ashriyah di Kota Halab. Ia juga merupakan penulis beberapa buku bagus,

diantara yang menarik yang pernah ditulisnya adalah kitab yang berjudul, "Dzu al-Qarnain wa Sadd

ash-Shin: Man Huwa wa aina Huwa". Dalam buku ini Syaikh ath Tabakh berpendapat bahwa orang

Arab lebih dahulu menemukan benua Amerika sebelum orang-orang barat (hal. 40). Maksud saya,

sedikit banyak pendapatnya ini menunjukkan bahwa beliau bukanlah orang yang jumud, memiliki

pemikiran terbuka akan ide-ide yang berseberangan dengan pendapat orang-orang di masanya.

Seorang mujiz kami, Syaikh Ahmad alu Ibrahim al 'Anqori hafizahullahu, menuturkan bahwa

Syaikh Zuhair asy-Syawisy rahimahullahu mengatakan kepadanya, bahwa beliau menyaksikan

langsung pengijazahan itu bersama Ustadz Muhammad ath-Thayib, peristiwa ini terjadi di tahun

1365 H. Sebagaimana diisyaratkan pula oleh Syaikh al-Albani sendiri dalam kitabnya Shahih Sunan

Abu Dawud (5/253-254), setelah menyebutkan hadits Musalsal al-Mahabah yang terkenal itu, "Dan

sungguh telah memberikan ijazah kepadaku untuk riwayat hadits musalsal ini Syaik al-Fadhil

Raghib at-Tabakh rahimahullahu...".

2
Syaikh al-Faqih Muhammad Shalih bin Utsaimin rahimahullahu mengatakan dalam kitabnya yang ringkas tapi
bagus, ilmu mustholahul hadits, bahwa diantara ijazah yang sah adalah ijazah ammah (umum) seperti
perkataan mujiz, "Saya memberi ijazah kepadamu untuk semua riwayat dariku". Sehingga setiap riwayat yang
sah dari mujiz tersebut boleh diriwayatkan berdasarkan pemberian riwayat yang bersifat umum ini.
3
Lihat Al-'Alam - Az Zarkili (6/123-124), Natsr al-Jawahir (3/1165-1167) dan lainnya.
Selain info ijazah ammah sebelumnya, pernyataan al-Albani ini juga mengisyaratkan kalau

Syaikh ath-Thabakh mengijazahi pula al-Albani secara khusus Musalsal bil Mahabah (musalsal

pernyataan cinta). Musalsal yang mengharuskan seorang guru menyatakan cintanya kepada

muridnya, dan terus begitu di tiap thabaqahnya sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi

wasallam. Kami pun biasa meriwayatkaan dengan syaratnya musalsal ini kepada guru-guru kami

secara tersambung sampai sekarang. Setelah meriwayatkan haditsnya, seorang guru akan berkata

kepada muridnya, "Wahai muridku .... demi Allah, aku pun mencintaimu!!, Allaahumma a-'inni 'alaa

dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatik.Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur

kepada-Mu serta beribadah kepada-Mu dengan baik".

Pernyataan cinta ini bukan main-main, bahkan ia memiliki konsekwensi. Al-Albani sendiri

menjelaskan konsekwensi itu dalam sebagian dialognya dengan berdalil firman Allah Ta'ala,

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang

yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan menasehati supaya menaati kebenaran dan

menasehati supaya menetapi kesabaran". (Qs. Al-Ashr 1-3).

Lalu berkata, "Jika misalnya saya mencintaimu karena Allah, maka sebagai konsekwensinya

saya harus berusaha menjaga nasihat. Demikia pula dirimu juga harus membalas dengan balasan

yang semisal." (Sumber Pustaka: Al Hawwi Min Fatawa hal. 166.)

Sanad musalsal ini dari arah al-Allamah Muhammad Raghib at-Thabakh, bisa melalui

jalur sebagai berikut:

(Halaman 17)
Asy-Syaikh al-Allamah al-Mu'arikh Muhammad Raghib bin Mahmud bin Hasyim Thabakh al

Halabi rahimahullah adalah salah satu murid Syaikh Thahir (asy-Syaikh al-Allamah al Muhadits Thahir

bin Shalih (atau Muhammad Shalih) Ibn Ahmad bin Mauhub as-Samuni al-Jazairi kemudian ad-

Dimasyqi (w. 1338) yang dijumpai Al-Albani. Ulama yang satu ini, sebagaimana gurunya tidak terlalu

jumud pemikirannya. Bahkan ketika banyak orang mencela usaha al-Albani dalam proyeknya

mendekatkan hadits kepada umat, beliau justru mengapresisasi dan mengagumi usahanya dengan

memberinya ijazah haditsiyah tanpa diminta sama sekali oleh al-Albani. Seperti saya (penulis: Abu

Abdillah as-Suranji) sebutkan sebelumnya, ijazah karena penghargaan seperti ini istimewa nilainya,

karena mengandung syahadah ilmiyah dan tazkiyah syar'iyah.

Syaikh ath-Thabakh ini menjadi guru al-Albani dari sisi riwayat haditsiyah. [Dalam ilmu

riwayat, seseorang yang ia telah mendengar satu hadits saja, atau telah memberinya ijazah saja

walaupun tidak bertemu langsung, maka ia disebut gurunya]. Biasanya dikumpulkan oleh ahli

riwayat dalam kitab-kitab Masyaikhat, Mu'jam Syuyukh, Atsbat dan semacamnya, kitab-kitab yang

khusus mengumpulkan nama-nama guru.

Riwayat Asy-Syaikh al-Allamah al-Mu'arikh Muhammad Raghib bin Mahmud bin Hasyim

Thabakh al Halabi rahimahullah:

Buku-buku Syaikul Islam Ibn Taimiyah dan murid-muridnya seperti Ibn Qayyim, adz-Dzahabi

dan lainnya, memang dizaman itu menjadi seperti kitab-kitab terlarang untuk dibaca, termasuk

buku-buku Wahabi, yang sepertinya setara dengan buku bikinan orang murtad. Banyak para

pembenci yang mencoba memusnahkan kitab-kitab itu, tapi Allah menjaganya dengan melahirkan

ulama-ulama penjaga. Diantara yang dikenal dimasa itu dalam pembelaannya kepada Syaikhul Islam

Ibnu Taimiyah ini adalah asy-Syaikh al-Allamah al-Muhadits Thahir bin Shalih (atau Muhammad

Shalih) Ibn Ahmad bin Mauhub as-Samuni al-Jazairi kemudian ad-Dimasyqi (w. 1338), ulama dari

negeri Syam yang digolongkan dalam "Wahabiyah" menurut Syaikh ath-Thanthawi dalam kitabnya
(halaman 14), bersama ulama lainnya.4 Mengherankan memang, dimana saja ulama penyeru kepada

sunnah, suka dihubung-hubungkan dengan Wahabi. Hatta, walaupun mereka tidak memiliki

hubungan sama sekali dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang disebut-sebut sebagai

"Pendiri Wahabi".

Syaikh al Musnid al-Mu'ammar Zuhair asy-Syawisy bercerita (lihat dalam pengantar kitab

Kalimu ath-Thayyib) al-Jazairi rahimahullahu berjasa dalam mempertahankan kitab Syaikhul Islam

Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya dari kelenyapan. Di masa itu, ada seorang penguasa kaya raya

yang berdomisili di Damaskus tapi sangat ta'ashub kepada mazhabnya dan membenci dakwah

Sunnah terutama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim. Maka ia memerintahkan

anak buahnya mengumpulkan kitab-kitab karya keduanya untuk kemudian dibakar. Bahkan tak

segan jika ia tidak mampu mengambilnya secara paksa atau dengan cara-cara lainnya, ia berani

membeli kitab-kitab itu dengan harga yang tinggi lalu kemudian dibakarnya. Syaikh Thahir melihat

kitab karya Syaikhul Islam menjadi semakin jarang akibat makar ini, maka beliau berinisiatif untuk

menyalin sebanyak-banyaknya kitab-kitab itu lalu menyebarkan dan menjualnya kepada orang-orang

yang punya pengaruh dan kekuasaan. Hasilnya diserahkan sebagai upah penyalinan dan kertas.

Rupanya usaha ini membuahkan hasil, dan karya-karya Syaikhul Islam berhasil diselamatkan dari

kemusnahan di negeri Syam. Sayang sekali al-Albani muda tidak menjumpai Syaikh Thahir ini, beliau

hanya menjumpai beberapa muridnya.

4
Beliau menyebut: Syaikh Muhammad Bahjat al-Baithar, Syaikh Abdurrazaq al-Baithar, Syaikh Jamaludin al-
Qasimi, Syaikh Abdul Qadir Badran, Syaikh Ahmad al-nawilati, Syaikh Abdullah al-'Alami, dan Syaikh Abdul
Qadir al-Maghribi dan Syaikh Sa'id al-Bani.
Halaman 32-34, Sumber Pustaka: "Sanad al-Imam Nashiruddin al-Albani rahimahullahu" (w. 1420),

ditulis oleh: Abu Abdillah as-Suranji.

Sanad al Imam Nashiruddin al Albani

Wabihi qoolal imaamul muhadditsu Muhammadu bnu Naashiruddiini al-Albani:

Ajaazaniil ‘allaamatusy Syaiku Muhammadun Roghibin ath Thobbaakhu wa huwa ‘an Muhammadin

Kaamili al Muuqoti ‘an abiihi Ahmadi ‘an abiihi ‘Abdirrohmaani ‘an abiihi ‘Abdillahi ‘an abiihi

‘Abdirromaani ‘an Muhammadi bni ‘Uqoilata qoola: Akhbaronaa ‘Abdullaahi bni Saalimi al Bashrii

akhbaronaa Muhammadu bnu ‘Alaaiddiinil Baabilii ‘an ‘Aliyi bni Muhammadin ‘an Ibroohiima bni

‘Abdirrohmaanil ‘al Qomii tsana al Haafizhu Jalaaluddiin as Suyuuthii akhbaranii Abuu Thoyyibi

Ahmadu bnu Muhammadin al Hijaaziil adiibi Samaa‘an akhbarona Qoodhii Majduddiini Isma’ilu bnu

Ibroohiimul Hanafii akhbaronaal Haafizhu Abuu Sa’iidil ‘Alaaii akhbaronaa Ahmadu bnu

Muhammadin al Urmawii akhbaronaa ‘Abdirrohmaani bna Makkiy akhbaronaa Abuu Thoohirin

Assilafii akhbaronaa Muhammadu bnu ‘Abdilkariimi akhbarona Abuu ‘Aliy ‘Isa bnu Syadzaani

akhbaronaa Ahmadu bnu Salmaan an Najaadi akhbaronaa Abuu Bakrin bni Abiiddunyaa akhbaronaa

al Hasanu bnu ‘Abdil ‘Aziizi al Jarowii haddatsanaa ‘Amru bnu Abii Salamata at Taniisi haddatsanaa al

Hakamu bnu ‘Abdati haddatsanaa Haiwatu bnu Syuraihin akhbaronii ‘Uqbqtu bnu Muslimin ‘an Abii

‘Abdurrohmanil Khubulii ‘an ash-Shonaabihii ‘an Mu’adzi bni Jabali qoola lii Rasuulullaahi

shollallaahu ‘alaihi wa sallam: “Yaa Mu’aadzu ! Innii uhibbuka faqul : Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika

wa syukrika wa husni ‘ibaadatika”

Wa fii riwaayati Abii Daawud: “Yaa Mu’aadzu ! Wallaahi Innii uhibbuka wa uushiika an laa tada‘u fii

duburi kulli sholaatin an taqula : Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika”

Qaala ash-Shonaabihii : qoola lii Mu’adz : wa anaa uhibbuka faqul ….

Qaala ‘Uqbatu bnu Muslim : qoola lii Abuu ‘Abdurrohmani : inni uhibbuka faqul ….

Qaala Haiwatu bnu Syuraihin : qoola lii Abuu ‘Abdurrohmani : inni uhibbuka faqul ….
Qaala Hakamu bnu ‘Abdata : qoola lii Haiwatu : wa anta ta’lamul maa bainii wa bainaka faqul ….

Qaalat Taniisii : qoola liil Hakamu : wa anaa uhibbuka wa qul ….

Anda mungkin juga menyukai