Abdillah as-Suranji, Penerbit: Grup Majelis Sama'i, Ijazah & Biografi Ulama, 1436 H/2015 M, hal. 3,
(Halaman 3)
Pendahuluan
Ketika sampai kepada penulis (Abu Abdillah as-Suranji) kabar ijazah Guru Kami al-Alamah al-
Musnid Muhammad Amin Bu Khubzah hafizahullahu (lahir 1351 H), sontak sangat senang hati ini.
Betapa tidak, beliau menyambungkan kita -secara riwayat- dengan muhadits abad ini dan mujadid
Berikut ini syaikh yang diberi rizki oleh Allah Ta'ala ijazah dari al-Albani: Syaikhuna Al-
adalah guru dan mujiz kami (Abu Abdillah as-Suranji) dari Maroko yaitu Al-Alamah al-Musnid
Muhammad Amin Bu Khubzah ath-Tathawani hafizahullahu (lahir 1351 H). Diriwayatkan kalau as-
Syaikh Al-Albani rahimahullahu berpesan kepada rakyat Maghrib: "Kalian orang-orang Maghribi
mempunyai roti yang mengenyangkan'." Yakni kiasan bagi guru kami Muhammad Bu Khubzah.
Syaikh Bu Khubzah ini termasuk murid Syaikh Ahmad al-Ghumari yang namanya disebut-sebut dalam
beberapa karya al-Albani, bahkan gurunya ini kagum kepadanya sehingga memberinya ijazah
haditsiyyah tanpa dimintanya. Namun pertemuan dengan Syaikh al-Albani yang kemudian membuat
Dikisahkan kepada kami bahwa setidaknya ada tiga cara bagi Syaikh Bu Khubzah dalam
meriwayatkan dari Imam al-Albani rahimahullahu, sebagaimana dikatakan oleh guru kami, al-
Pertama, Beliau meriwayatkan dari Syaikh Al-Albani secara munawalah (penyerahan kitab)
4. Tasdid al-Ishabahiyah
7. Dan lainnya.
Cara penerimaan munawalah dikenal dan diterima oleh muhaditsin, bahkan dianggap sangat
kuat apalagi jika disertai ijazah. Seorang perowi jika meriwayatkan dengan cara ini ia mengatakan
Kedua, beliau meriwayatkan dari Syaikh Al-Albani melalui qiroat kepadanya sebagian
manuskrip dari kitab Sunan Nasa'i al-Kubro dalam suatu pertemuan di kota Tathawan, Maghrib.
Cara penerimaan ini lebih tinggi lagi nilainya dari sebelumnya, jika meriwayatkannyamaka ia
berkata "Akhbarana fulan sebagiannya...", jika disertai ijazah maka ditambahkan,"... dan ijazah bagi
sebagiannya lagi".
Ketiga, izin secara lisan dari Syaikh Al-Albani untuk meriwayatkan secara ammah (umum
untuk semua riwayat dan karya tulisnya). Sebagaimana Syaikhuna Muhammad Ziyad Tuklah
ceritakan,"Syaikhuna (Muhammad Bu Khubzah) meminta izin kepada Imam al-Albani dalam riwayat
ammah, maka Imam al-Albani berkata kepadanya dengan perkataan singkat, "Riwayatkanlah dariku
jika kamu mau", dan Syaikhuna (Muhammad Bu Khubzah) telah berkata kepadaku, "Dan saya sangat
Perkataan singkat dari Imam al-Albani ini bermakna izin atau ijazah secara ammah (umum)
insyaAllah Ta'ala. 1
1
Lihat juga Fathul Jalil karya Syaikh at-Tuklah hal.367.
Maka, dengan ketiga cara inilah (munawalah, qiroat, dan izin/ijazah) guru kami Syaikh
(halaman 29)
Adapun dalam ijazah secara umum bagi semua kitab ushul, aqidah, hadits, fiqih, tafsir dan lain-lain
atau disebut juga ijazah ammah 2, beliau mendapatkannya dari Syaikh Muhammad Raghib bin
Mahmud bin Hasyim Thabakh al Halabi rahimahullah (1293 - 1370 H), seorang ahli sejarah dan
musnid Halab di zamannya. 3 Syaikh ath-Tabak ini pernah menjadi dosen hadits dan sejarah di
Fakultas Syari'ah al-Ashriyah di Kota Halab. Ia juga merupakan penulis beberapa buku bagus,
diantara yang menarik yang pernah ditulisnya adalah kitab yang berjudul, "Dzu al-Qarnain wa Sadd
ash-Shin: Man Huwa wa aina Huwa". Dalam buku ini Syaikh ath Tabakh berpendapat bahwa orang
Arab lebih dahulu menemukan benua Amerika sebelum orang-orang barat (hal. 40). Maksud saya,
sedikit banyak pendapatnya ini menunjukkan bahwa beliau bukanlah orang yang jumud, memiliki
pemikiran terbuka akan ide-ide yang berseberangan dengan pendapat orang-orang di masanya.
Seorang mujiz kami, Syaikh Ahmad alu Ibrahim al 'Anqori hafizahullahu, menuturkan bahwa
langsung pengijazahan itu bersama Ustadz Muhammad ath-Thayib, peristiwa ini terjadi di tahun
1365 H. Sebagaimana diisyaratkan pula oleh Syaikh al-Albani sendiri dalam kitabnya Shahih Sunan
Abu Dawud (5/253-254), setelah menyebutkan hadits Musalsal al-Mahabah yang terkenal itu, "Dan
sungguh telah memberikan ijazah kepadaku untuk riwayat hadits musalsal ini Syaik al-Fadhil
2
Syaikh al-Faqih Muhammad Shalih bin Utsaimin rahimahullahu mengatakan dalam kitabnya yang ringkas tapi
bagus, ilmu mustholahul hadits, bahwa diantara ijazah yang sah adalah ijazah ammah (umum) seperti
perkataan mujiz, "Saya memberi ijazah kepadamu untuk semua riwayat dariku". Sehingga setiap riwayat yang
sah dari mujiz tersebut boleh diriwayatkan berdasarkan pemberian riwayat yang bersifat umum ini.
3
Lihat Al-'Alam - Az Zarkili (6/123-124), Natsr al-Jawahir (3/1165-1167) dan lainnya.
Selain info ijazah ammah sebelumnya, pernyataan al-Albani ini juga mengisyaratkan kalau
Syaikh ath-Thabakh mengijazahi pula al-Albani secara khusus Musalsal bil Mahabah (musalsal
pernyataan cinta). Musalsal yang mengharuskan seorang guru menyatakan cintanya kepada
muridnya, dan terus begitu di tiap thabaqahnya sampai kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam. Kami pun biasa meriwayatkaan dengan syaratnya musalsal ini kepada guru-guru kami
secara tersambung sampai sekarang. Setelah meriwayatkan haditsnya, seorang guru akan berkata
kepada muridnya, "Wahai muridku .... demi Allah, aku pun mencintaimu!!, Allaahumma a-'inni 'alaa
dzikrika wa syukrika wa husni 'ibaadatik.Ya Allah, bantulah aku untuk berdzikir dan bersyukur
Pernyataan cinta ini bukan main-main, bahkan ia memiliki konsekwensi. Al-Albani sendiri
menjelaskan konsekwensi itu dalam sebagian dialognya dengan berdalil firman Allah Ta'ala,
"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan menasehati supaya menaati kebenaran dan
Lalu berkata, "Jika misalnya saya mencintaimu karena Allah, maka sebagai konsekwensinya
saya harus berusaha menjaga nasihat. Demikia pula dirimu juga harus membalas dengan balasan
Sanad musalsal ini dari arah al-Allamah Muhammad Raghib at-Thabakh, bisa melalui
(Halaman 17)
Asy-Syaikh al-Allamah al-Mu'arikh Muhammad Raghib bin Mahmud bin Hasyim Thabakh al
Halabi rahimahullah adalah salah satu murid Syaikh Thahir (asy-Syaikh al-Allamah al Muhadits Thahir
bin Shalih (atau Muhammad Shalih) Ibn Ahmad bin Mauhub as-Samuni al-Jazairi kemudian ad-
Dimasyqi (w. 1338) yang dijumpai Al-Albani. Ulama yang satu ini, sebagaimana gurunya tidak terlalu
jumud pemikirannya. Bahkan ketika banyak orang mencela usaha al-Albani dalam proyeknya
mendekatkan hadits kepada umat, beliau justru mengapresisasi dan mengagumi usahanya dengan
memberinya ijazah haditsiyah tanpa diminta sama sekali oleh al-Albani. Seperti saya (penulis: Abu
Abdillah as-Suranji) sebutkan sebelumnya, ijazah karena penghargaan seperti ini istimewa nilainya,
Syaikh ath-Thabakh ini menjadi guru al-Albani dari sisi riwayat haditsiyah. [Dalam ilmu
riwayat, seseorang yang ia telah mendengar satu hadits saja, atau telah memberinya ijazah saja
walaupun tidak bertemu langsung, maka ia disebut gurunya]. Biasanya dikumpulkan oleh ahli
riwayat dalam kitab-kitab Masyaikhat, Mu'jam Syuyukh, Atsbat dan semacamnya, kitab-kitab yang
Riwayat Asy-Syaikh al-Allamah al-Mu'arikh Muhammad Raghib bin Mahmud bin Hasyim
Buku-buku Syaikul Islam Ibn Taimiyah dan murid-muridnya seperti Ibn Qayyim, adz-Dzahabi
dan lainnya, memang dizaman itu menjadi seperti kitab-kitab terlarang untuk dibaca, termasuk
buku-buku Wahabi, yang sepertinya setara dengan buku bikinan orang murtad. Banyak para
pembenci yang mencoba memusnahkan kitab-kitab itu, tapi Allah menjaganya dengan melahirkan
ulama-ulama penjaga. Diantara yang dikenal dimasa itu dalam pembelaannya kepada Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah ini adalah asy-Syaikh al-Allamah al-Muhadits Thahir bin Shalih (atau Muhammad
Shalih) Ibn Ahmad bin Mauhub as-Samuni al-Jazairi kemudian ad-Dimasyqi (w. 1338), ulama dari
negeri Syam yang digolongkan dalam "Wahabiyah" menurut Syaikh ath-Thanthawi dalam kitabnya
(halaman 14), bersama ulama lainnya.4 Mengherankan memang, dimana saja ulama penyeru kepada
sunnah, suka dihubung-hubungkan dengan Wahabi. Hatta, walaupun mereka tidak memiliki
hubungan sama sekali dengan Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab yang disebut-sebut sebagai
"Pendiri Wahabi".
Syaikh al Musnid al-Mu'ammar Zuhair asy-Syawisy bercerita (lihat dalam pengantar kitab
Kalimu ath-Thayyib) al-Jazairi rahimahullahu berjasa dalam mempertahankan kitab Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah dan murid-muridnya dari kelenyapan. Di masa itu, ada seorang penguasa kaya raya
yang berdomisili di Damaskus tapi sangat ta'ashub kepada mazhabnya dan membenci dakwah
Sunnah terutama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya Ibnul Qayyim. Maka ia memerintahkan
anak buahnya mengumpulkan kitab-kitab karya keduanya untuk kemudian dibakar. Bahkan tak
segan jika ia tidak mampu mengambilnya secara paksa atau dengan cara-cara lainnya, ia berani
membeli kitab-kitab itu dengan harga yang tinggi lalu kemudian dibakarnya. Syaikh Thahir melihat
kitab karya Syaikhul Islam menjadi semakin jarang akibat makar ini, maka beliau berinisiatif untuk
menyalin sebanyak-banyaknya kitab-kitab itu lalu menyebarkan dan menjualnya kepada orang-orang
yang punya pengaruh dan kekuasaan. Hasilnya diserahkan sebagai upah penyalinan dan kertas.
Rupanya usaha ini membuahkan hasil, dan karya-karya Syaikhul Islam berhasil diselamatkan dari
kemusnahan di negeri Syam. Sayang sekali al-Albani muda tidak menjumpai Syaikh Thahir ini, beliau
4
Beliau menyebut: Syaikh Muhammad Bahjat al-Baithar, Syaikh Abdurrazaq al-Baithar, Syaikh Jamaludin al-
Qasimi, Syaikh Abdul Qadir Badran, Syaikh Ahmad al-nawilati, Syaikh Abdullah al-'Alami, dan Syaikh Abdul
Qadir al-Maghribi dan Syaikh Sa'id al-Bani.
Halaman 32-34, Sumber Pustaka: "Sanad al-Imam Nashiruddin al-Albani rahimahullahu" (w. 1420),
Ajaazaniil ‘allaamatusy Syaiku Muhammadun Roghibin ath Thobbaakhu wa huwa ‘an Muhammadin
Kaamili al Muuqoti ‘an abiihi Ahmadi ‘an abiihi ‘Abdirrohmaani ‘an abiihi ‘Abdillahi ‘an abiihi
‘Abdirromaani ‘an Muhammadi bni ‘Uqoilata qoola: Akhbaronaa ‘Abdullaahi bni Saalimi al Bashrii
akhbaronaa Muhammadu bnu ‘Alaaiddiinil Baabilii ‘an ‘Aliyi bni Muhammadin ‘an Ibroohiima bni
‘Abdirrohmaanil ‘al Qomii tsana al Haafizhu Jalaaluddiin as Suyuuthii akhbaranii Abuu Thoyyibi
Ahmadu bnu Muhammadin al Hijaaziil adiibi Samaa‘an akhbarona Qoodhii Majduddiini Isma’ilu bnu
Ibroohiimul Hanafii akhbaronaal Haafizhu Abuu Sa’iidil ‘Alaaii akhbaronaa Ahmadu bnu
Assilafii akhbaronaa Muhammadu bnu ‘Abdilkariimi akhbarona Abuu ‘Aliy ‘Isa bnu Syadzaani
akhbaronaa Ahmadu bnu Salmaan an Najaadi akhbaronaa Abuu Bakrin bni Abiiddunyaa akhbaronaa
al Hasanu bnu ‘Abdil ‘Aziizi al Jarowii haddatsanaa ‘Amru bnu Abii Salamata at Taniisi haddatsanaa al
Hakamu bnu ‘Abdati haddatsanaa Haiwatu bnu Syuraihin akhbaronii ‘Uqbqtu bnu Muslimin ‘an Abii
‘Abdurrohmanil Khubulii ‘an ash-Shonaabihii ‘an Mu’adzi bni Jabali qoola lii Rasuulullaahi
shollallaahu ‘alaihi wa sallam: “Yaa Mu’aadzu ! Innii uhibbuka faqul : Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika
Wa fii riwaayati Abii Daawud: “Yaa Mu’aadzu ! Wallaahi Innii uhibbuka wa uushiika an laa tada‘u fii
duburi kulli sholaatin an taqula : Allahumma a’innii ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika”
Qaala ‘Uqbatu bnu Muslim : qoola lii Abuu ‘Abdurrohmani : inni uhibbuka faqul ….
Qaala Haiwatu bnu Syuraihin : qoola lii Abuu ‘Abdurrohmani : inni uhibbuka faqul ….
Qaala Hakamu bnu ‘Abdata : qoola lii Haiwatu : wa anta ta’lamul maa bainii wa bainaka faqul ….