Ketika kita ingin belajar adab, salah satu kitab yang direkomendasi untuk dikaji
adalah kitab yang berjudulkan “Tadzkirotus Saami’ wal Mutakallim”, dan
sebelum mempelajari kitabnya, ada baiknya kita mengenal lebih dekat siapa
penulisnya.
Sang penulis adalah seorang ulama yang bernama Muhammad bin Ibrahim
bin Sa'dillah bin Jama’ah. Atau yang dikenal baik di antara kalangan penuntut
ilmu sebagai Ibnu Jama’ah. Beliau ialah salah satu ulama madzhab Syafi’i
yang terlahir pada tahun 639H dan meninggal pada tahun 733H. (Thabaqatus
Syafi'iyyatul Kubra; 9/139-140)
Sang penulis buku adalah ulama yang bergelar Syaikhul Islam. Adapun gelar
Syaikhul Islam karena beliau menguasai berbagai disiplin ilmu agama
sehingga menjadi banyak menjadi rujukan penuntut ilmu. Dan tak tanggung,
salah satu ulama yang memberikan gelar Syaikhul Islam adalah sang penulis
buku tafsir mahsyur, Al-Imam Ibnu Katsir. Sebagaimana yang terdapat pada
kitab Al-Bidayah wan Nihayah; 14/188.
“Sosok yang punya peran, andil yang sangat baik dalam berbagai macam ilmu
Keislaman, disamping itu beliau rajin ibadah.” (Mu'jamus Syuyukhul Kabir;
2/130)
Beliau menjadi Qadhi (hakim agama syariat Islam) dan berkhutbah di tiga
tempat yang prestisius, yakni: Al-Quds, Damaskus, dan Mesir; (Thabaqotus
Syafi'iyyatul Kubra; 9/140)
Kenapa kita perlu menjelaskan hal ini? Jawabnya ialah karena kita harus
memastikan bahwa referensi yang kita pelajari adalah referensi yang benar,
serta ditulis oleh ulama papan atas dunia.
Ditambah; kualitas fatwa-fatwa Ibnu Jama’ah pun diakui oleh para ulama, di
antaranya Imam An-Nawawi -rahimahullah- pernah berkomentar positif
terhadap fatwa beliau. (Annujumuz Zahirah; 9/298)
Dan Semenjak dulu sampai detik ini, ulama-ulama besar mengkaji buku ini,
diantaranya adalah Syeikh Shalih Al ‘Usaimi (salah satu ulama besar pada hari
ini)”_
Inilah kultur para ulama, senantiasa ketika mereka menulis buku, kalimat yang
bermulai adalah dengan “Bismillahirrahmaanirrahiim.” Kenapa demikian?