الحد هلل الذي وفقنا ألداء أفضل العبادات وأوقفنا على كيفية اكتساب بأكمل السعادات
Segala puji bagi Allah yang menunjukkan kirab untuk melaksanakan
ibadah yang paling mulia, dan memberhentikan kita kepada tata cara
kemuliaan yang paling sempurna
وبعد فيقول العبد الفقير إلى رحمة ربه الغني أحمد بن حجازي الفشني رحمه هللا تعالى له ذنوبه
وستر في الدارين عيوبه
Setelah itu, lalu berkata seorang hamba yang butuh kepada rahmat
tuhannya yang kaya yaitu Ahmad ibnu Hijazi Al Fasyni semoga Allah
mengampuni dosa-dosanya, dan menutup di dua alam cacat-cacatnya
هذه مجالس سنية في الكالم على األربعين النووية وضعتها لتكون تذكرة لنفسي وللقاصرين مثلى
من أبناء جنسي
Ini adalah Kitab Majalisu saniyyah tentang penjelasan kitab Arbain
nawawiyah, aku tulis agar sebagai pengingat diriku dan orang-orang yang
kurang sepertiku yang dari anak bangsaku
خاتما لها بما يحتاج إلها قارس الميعاد وتشتاق إليه العين ويشتاق إله الفؤاد
Seraya mengakhiri dengan sesuatu yang dibutuhkan pengembara hari
kebangkitan, dan yang dirindukan mata , dan dirindukan hati
من مجلس يتعلق بالختام ليكون كفاية للواعظ في الرقائق والمواعظ
Berupa majelis yang sesuai dengan akhir, agar menjadi kecukupan bagi
penceramah dalam tasawuf dan nasehat
وأرجوا من هللا تعالى أن يكون خالصا لوجهه الكريم وسببا للفوز بالنعيم األبد المقيم
Dan aku berharap kepada Allah agar ikhlas untuk dzat-Nya yang mulia
dan sebab memperoleh kenikmatan yang selamanya dan menetap
Keutamaan Basmalah
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki aku dan kalian
untuk taat kepada-Nya, bahwa bismillaahirrahmaanirrahiim itu adalah
kalimat yang jika seseorang meyakininya niscaya ia akan memperoleh
pahala yang besar, dan jika ia menyebutnya niscaya akan memperoleh
seluruh cita-citanya. Itulah kalimat yang pada zaman dahulu, Nabi Nuh
telah bertawassul dengannya. Dan telah berkata Ratu Balgis: “Wahai
pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah
surat yang mulia. Seungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya
(isinya) “dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.” Dan tidaklah Nabi Sulaiman membacanya, melainkan
tunduklah segala sesuatu kepadanya.
“Neraka itu dijaga oleh sembilan belas malaikat.” (QS. 74: 30)
Ibnu Mas’ud ra. berkata: “Barangsiapa ingin diselamatkan oleh Allat dari
malaikat zabaniyah (penjaga neraka) tersebut maka hendaklah ia
membacanya, supaya setiap satu hurufnya dapat menjadi perisainya dan
melindunginya dari satu malaikat zabaniyah tersebut.”
Dan diriwayatkan bahwa apabila ahli surga telah masuk ke dalam surga,
mereka mengatakan: “Bismillaahirrahmaanirrahiim, segala puji bagi Allah
yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memben kepada
kami tempat ini sedang kami diperkenankan menempati tempat dalam
surga di mana saja yang kami kehendaki, maka surga itulah sebaikbaik
balasan bagi orang-orang yang beramal.” Dan apabila ahli neraka telah
masuk ke dalam neraka, mereka mengatakan:
“Bismillaahirrahmaanirrhiim, Tuhan kami tidak menganiaya kami tetapi
kami sendirilah yang telah menganiaya diri kami.”
“.. yang di dalamnya ada sungai-sungai air yang tiduk berubah rasa dan
baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-
sungai dari arak yang lesat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai
dari madu yang disaring (QS. 47:15)
HADIS KE-1
Dari Amirilmukminin Abu Hafs Umar bin Khattab , ia berkata: “Saya
telah mendengar Rasulullah bersabda:
Artinya:
Hadis ini diriwayatkan oleh dua imam ahli hadis, yaitu Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah, Al
Bukhari, dan Abul Husein Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi
Annaisaburi, di dalam kitab hadis mereka yang sahih, yang keduanya
merupakan kitab hadis yang paling sahih di antara seluruh kitab hadis yang
pernah disusun orang.
PENJELASAN:
Sebagian ulama mengatakan bahwa poros agama Islam itu adalah pada
hadis innamal a’maal bin niyyaat dan hadis al halaalu bayyinun wal
haraamu bayyinun dan hadis man ‘amila “amalan laisa “alaihi amrunaa
fahuwa raddun dan hadis min husni islaamil mar-i tarkuhu maa laa
ya’niihi, masing-masing hadis tersebut merupakan seperempat Islam.
(Innamal a’maal bin niyyaat) Jumhur ulama mengatakan bahwa kata
innamaa digunakan untuk “membatasi’ terhadap apa yang disebutkan saja,
dan meniadakan yang selainnya. Jadi maksud hadis ini adalah bahwa amal
itu akan diperhitungkan kalau disertai dengan niat dan tidak akan
diperhitungkan kalau tidak disertai dengan niat. Jadi, tidak ada amal tanpa
niat. Dengan demikian maksud dari sabda Nabi innamal amaal itu adalah
bahwa syariat yang berkaitan dengan badan, baik berupa perbuatan
maupun ucapan, yang keluar dari seorang yang mukmin, haruslah disertai
dengan niat.
Perlu diketahui bahwa kata innamaa yang berfungsi untuk membatasi tadi
maksudnya tidak secara keseluruhan (kulli) tetapi kebanyakan saja
(aktsari), sebab adakalanya ada amal yang tetap sah tanpa niat, seperti azan
dan membaca Alguran. Begitu pula sah meninggalkan sesuatu perbuatan
tanpa disertai niat, seperti meninggalkan perbuatan zina. Dalam kaitan ini
para ulama telah membahasnya secara panjang lebar.
Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh. (QS. 42: 13)
Apabila seseorang hamba berniat untuk melakukan sesuatu kebaikan, ia
akan diberi pahala sekalipun tidak sampai dikerjakannya. Sebagaimana
disebutkan dalam Musnad Abi Ya’la, bahwa Rasulullah bersabda yang
artinya: “Pada hari kiamat, Allah berfirman kepada malaikat hafazhah
“Tuliskanlah buat hamba-Ku sekian-sekian pahala,” mereka menjawab,
“Oh Tuhan kami, kami tidak mengingatnya dan juga tidak tertulis di
lembaran amalnya?’ Allah berfirman: “Dia telah berniat untuk
melakukannya.’”
HIKAYAT:
Ada dua orang bersaudara, yang satu abid yang lain fasik. Si abid tadi
berangan-angan ingin melihat Iblis. Maka pada suatu hari, Iblis benarbenar
menampakkan diri kepadanya. Iblis berkata kepadanya: “Sungguh sayang,
engkau telah membuang-buang waktumu selama empat puluh tahun
dengan mengekang dirimu dan memayahkan badanmu. Umurmu masih
tersisa seperti yang sudah terbuang itu, maka pergunakanlah untuk
bersenang-senang mengikuti keinginan nafsumu.”
Si abid lalu berkata dalam hatinya: “Saya akan turun menemui saudaraku
di bawah rumah untuk menemaninya makan minum dan bersenang-senang
selama dua puluh tahun, kemudian saya akan bertobat dan kembali
beribadat kepada Allah selama dua puluh tahun sisa umurku tersebut.”
Maka ia pun lalu beranjak turun dengan niat demikian itu. Sedangkan
saudaranya si fasik, baru saja tersadar dari mabuknya. Didapatinya dirinya
dalam keadaan yang sangat buruk, ia telah mengencingi pakaiannya dan
tubuhnya terkapar di atas tanah dalam kegelapan. Maka berkatalah ia
dalam hatinya: “Aku telah menghabiskan umurku dalam perbuatan
maksiat, sedangkan saudaraku bersenang-senang dalam perbuatan taat
kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya. Maka kelak ia akan masuk ke
dalam surga dengan berkat taatnya kepada Tuhannya, sedangkan aku
dengan perbuatan maksiat yang telah kulakukan akan masuk ke dalam
neraka.” Kemudian ia bertekad untuk bertobat dan berniat untuk
melakukan kebaikan dan ibadat kepada Allah. Maka ia pun naik menuju
ke tempat saudaranya untuk mengerjakan ibadat bersamasama saudaranya
itu. Si fasik naik dengan niat ibadat sedangkan si abid turun dengan niat
maksiat. Ketika sedang turun itu, si abid tergelincir hingga jatuh menimpa
saudaranya yang sedang naik. Karena ajal sudah sampai, keduanya
akhirnya meninggal dunia. Si abid kelak pada hari kiamat dibangkitkan
dalam keadaan berniat untuk melakukan maksiat, sedangkan si fasik
dibangkitkan dalam keadaan berniat untuk melakukan perbuatan taat.
HIKAYAT:
HIKAYAT:
Pada hari kiamat kelak seorang hamba dihadapkan ke hadirat Allah, lalu
diserahkan kitab amalnya kepadanya, yang diambilnya dengan tangan
kanannya. Si hamba tadi melihat di dalam catatan amalnya itu pahala haji,
jihad dan sedekah yang belum pernah dilakukannya. Maka ia pun berkata:
“Oh Tuhanku, ini bukan catatan amalku, karena dahulu aku tidak pernah
melakukan itu semua.” Allah menjawab: “Itu adalah benar-benar catatan
amalmu. Dahulu engkau hidup panjang umur, dan engkau sering berniat
baik. Engkau berkata, “Kalau aku punya uang aku akan naik haji, kalau
aku ada uang aku akan bersedekah,” Maka Aku ketahui niatmu yang tulus
itu, lalu Aku beri engkau pahala atas niatmu tersebut.”
Wahai saudaraku, dari kisah-kisah tadi jelas, bahwa orang yang berniat
melakukan sesuatu kebaikan dia akan memperoleh ganjarannya. Dalam
hadis, Nabi pernah bersabda yang artinya: “Niat seorang mukmin lebih
baik daripada amalnya.” Konon, sebab disabdakannya hadis tersebut
adalah bahwa, Nabi pernah menjanjikan pahala bagi orang yang mau
menggali sebuah sumur. Maka Utsman berniat akan menggalinya. Namun
ia didahului oleh seorang kafir, orang kafir inilah yang menggalinya. Maka
Nabi bersabda: Niat seorang mukmin (maksudnya Utsman) lebih baik
daripada amalnya (yakni si kafir). Dan konon, niat semata-mata dari
seorang mukmin adalah lebih baik daripada amalnya yang tidak disertai
niat.
(Waman kaanat hijratuhu lidunyaa) Dunia adalah tempat yang kita
diami sckarang. Ia dinamakan dunia karena hinanya dan karcna lebih
dahulu daripada akhirat. Dunia adalah tempat kesusahan, kesedihan,
kekeruhan, kepayahan dan kelelahan. Ia juga mengangkat derajat orang
yang bodoh dan merendahkan orang yang berilmu. Seperti kata penyair:
Aku cela dunia karena teluh memuliakan orang bodoh dan merenduhkan
orang alim, lalu ia menjawab “Maaf, orang-orang bodoh itu aduluh anuk-
anukku muka aku muliakan mereka dan orang-orang takwa itu anuk-anuk
maduku yang lain Muka apukuh pantas aku biarkan anak-anakku mati
secara sia-sia dan uku menyusui anak-anak maduku yang lain?”
Di samping itu, ada kejadian lain, yaitu ada seorang laki-laki yang
melakukan hijrah ke Madinah karena ingin menikahi seorang wanita
bernama Ummu Qais. Karena itulah ia discbut Muhajir Ummi Oais (orang
yang hijrah karena Ummu Qais). Pada lahirnya ia tampak melakukan
hijrah, tetapi pada batinnya ia berniat untuk menikahi scorang wanita.
Karena ia memendam tujuan lain yang berbeda dengan apa yang ia
tampakkan, maka ia pantas untuk dicela, dan dijadikan perumpamaan bagi
orang yang melakukan hal yang serupa dengan apa yang dilakukannya itu.
(Fahijratuhu ilaa maa haajara ilaihi) scbagai jawab dari kata man.
Hijrah adalah suatu perbuatan yang berasal dari kata hajara, yang artinya
menurut bahasa adalah meninggalkan. Sedangkan yang dimaksudkan di
sini adalah meninggalkan negeri asal pindah ke negeri lain. Sebab tujuan
hijrah yang mula-mula adalah hijrah dari Mckah ke Madinah.
Secara umum hukum hijrah dari negen kafir ke negeri Islam tetap berlaku
sampai kapan pun sebagaimana diuraikan dalam kitab-kitab fikih secara
rinci. Adakalanya hijrah juga diartikan meninggalkan apa-apa yang
diharamkan oleh Allah, seperti yang discbutkan dalam salah satu hadis
yang artinya: Mujahid (pejuang yang sebenarnya) adaluh orang yang
berjuang melawan hawa nafsunya, dun muhajir (orang yang berhijrah yang
sebenarnya) adalah orang yang meninggulkan apa-apa yang dilarang oleh
Allah atasnya.
Maka seseorang bisa dikategorikan juga sebagai orang yang hijrah apabila
ia meninggalkan negeri yang penduduknya sudah terbiasa makan haram,
atau hijrah meninggalkan negeri yang di situ para ulama dan orang-orang
salihnya dicaci maki.
PENUTUP:
Wahai saudaraku, orang yang berakal dan tahu bahwa dia akan mati, tentu
akan rela dengan dunia ala kadarnya saja, sebaliknya dia akan giat beramal
untuk akhiratnya. Sebab akhirat itu adalah tempat kediaman yang abadi,
sedangkan dunia adalah tempat kediaman sementara. Imam Ali bin
Abithalib Karamallaahu wajhah berkata: “Dunia telah berada di belakang
sedang akhirat menyongsong di hadapan, maka jadilah kalian sebagai
anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Karena sekarang
hanya ada amal dan tidak ada hisab, sedangkan esok hanya ada hisab dan
tidak ada amal.”
Ibnu Abbas berkata: “Pada hari kiamat kelak, dunia akan ditampilkan
dalam rupa seorang perempuan tua yang renta dan jelek, yang taring-
taringnya menjulur keluar. Tidak ada yang melihatnya, melainkan ia akan
membencinya. Lalu ditanyakan kepada khalayak: “Tahukah kalian
siapakah ini?” Mereka menjawab: “Kami berlindung kepada Allah dari
orang ini!” Kemudian dijelaskan: “Inilah dunia yang dahulu kalian
bangga-banggakan dan berbunuh-bunuhan di atasnya.”
HADIS KE-2
Dari Sayyidina Umar bin Khattab. Ia berkata:
Artinya:
Pada suatu hari, ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah &,
tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengenakan pakaian yang sangat
putih dun rambutnya hitam sekali. Tidak kelihatan pada dirinya bekas dari
perjalanan jauh, sedang kami tidak ada yang mengenalnya. Kemudian laki-
laki itu duduk di hadapan Nabi sambil menyandarkan kedua lututnya ke
lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di kedua puhanya, lalu
bertanya: “Ya Muhammad, beritahukanlah kepada saya tentang agama
Islam?”Rasulullah menjawab: “Agama Islam itu adalah engkau harus
bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu
adalah utusan Allah: mendirikan salat, menunaikan zakat: berpuasa di
bulan Ramadan, dan naik haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke
sana.” Laki-laki itu berkata:“Tuan benar.” Kami merusa heran kepada
orang itu, dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkan. Kemudian
laki-laki itu bertanya kembali: “Beritahukanlah kepadaku tentang iman?”
Beliuu menjawab: “Iman itu adalah engkau harus percaya kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kepada hari
kiamat, serta engkau harus percaya kepada (adanya) takdir baik dan
buruk.” Orang itu berkata: “Tuan benar.”
Kemudian laki-laki itu bertanya pula: “Beritahukanlah kepadaku tentang
ihsan?” Beliau menjawab: “Hendaklah engkau menyembah Allah seakan-
akan engkau melihat-Nya, sebab sekalipun engkau tidak melihat-Nya, Dia
melihatmu.”
PENJELASAN:
(Ilan Nabiyyi ) adapun sebab tidak dikatakan baina yadaihi adalah
konon karena keadaannya menunjukkan bahwa dia datang bukan untuk
belajar, melainkan untuk mengajar.
(Wa gaala yaa Muhammad) Di sini Jibril memanggil Baginda dengan
menyebutkan namanya saja sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-
orang Baduwi (orang Arab pedalaman) padahal ini hukumnya haram. Itu
tidak lain adalah karena keadaannya menunjukkan kepada keakraban, dia
datang bukan untuk belajar namun untuk mengajar, seperti yang telah
kami kemukakan di muka, atau boleh jadi itu dilakukan sebelum adanya
pengharaman.
(Al Islaamu an tasyhada al-laa ilaaha illallaah) yakni, engkau tahu
bahwa tidak ada Tuhan yang pantas untuk disembah dengan benar di
dalam alam ini selain hanya Allah yang wajib ada-Nya.
(wa tuqiimash shalaata) yakni, engkau dirikan salat itu dengan
melengkapi rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, dan engkau lakukan secara
teratur pada waktu-waktunya.
(wa tu’tiyaz zakaata) yakni, engkau tunaikan sesuai dengan apa yang
disyariatkan.
Peringatan:
Lahir hadis ini menunjukkan bahwa seseorang disebut sebagai orang Islam
adalah jika ia mengucapkan dua kalimat syahadat hingga kalau dia
menyingkat hanya mengucapkan satu kalimat saja, itu masih belum cukup.
Dan sebab mengucapkan dua kalimat syahadat ini disebut lebih dahulu
dari yang lain adalah karena dengan keduanya itu dapat diperoleh iman,
yang merupakan pokok. Semua ibadat dibangun di atasnya dan
disyaratkan harus beriman, serta dengan iman pula akan diperoleh
keselamatan dunia akhirat. Kemudian salat, karena ia merupakan tiang
agama, dan juga salat itu menjadi pembeda antara seorang mukmin dan
kafir, dan karena salat itu sangat dibutuhkan, serta karena salat itu
dikerjakan berulang-ulang lima kali dalam sehari. Kemudian zakat, karena
ia merupakan pasangan salat di dalam kebanyakan ayat Alguran, dan
karena kewajiban zakat itu pada harta orang yang mukallaf dan lainnya
menurut sebagian besar ulama. Kemudian puasa di bulan Ramadan, karena
berulang-ulang dalam setiap tahunnya serta banyaknya orang yang
melakukannya, bcrbcda dengan ibadat haji. Kemudian ibadat haji, karena
adanya ancaman terhadap orang mampu yang tidak melakukannya,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah
(Qaala) yakni, orang yang bertanya kepada Nabi itu berkata.
(Shadaqta) yakni, jawaban yang Tuan berikan itu adalah benar.
Sayyidina Umar berkata: (fa ‘ajabna minhu yas-aluhu wa yushaddiquhu)
yakni, kami heran karena pembenarannya itu, sebab itu menunjukkan
bahwa ia telah mengetahui jawaban atas pertanyaan yang diajukannya itu.
Padahal ia tidak tahu kecuali dari penjelasan yang diberikan oleh Nabi
tersebut. Atau bisa juga dikatakan bahwa, pertanyaannya itu menunjukkan
bahwa dia tidak tahu, sedangkan pembenarannya itu menunjukkan bahwa
dia sudah tahu. Yang jelas keadaannya itu adalah bahwa sebelumnya
memang dia sudah tahu, bukan dari sebab mendengarkan penjelasan Nabi
terebut. Keheranan para sahabat tadi akhirnya lenyap setelah diberitahu
oleh Nabi bahwa lelaki itu sebenarnya adalah Jibril yang hendak
mengajarkan ajaran agama mereka kepada mereka. Dengan demikian
jelas, bahwa dia adalah seorang alim yang menyamar sebagai pelajar untuk
mengajar dan mengingatkan mereka.
(Wa malaaikatuhu) malaikat adalab kata jamak dari malak, yaitu
makhluk halus yang dapat berganti rupa sesuai dengan kehendaknya.
Adapun iman kepada malaikat itu artinya adalah membenarkan
keberadaan mercka dan bahwa mereka itu adalah seperti yang
digambarkan olch Allah 4& dalam firman-Nya,
(Wa rusulihi) makna iman kepada para rasul itu adalah membenarkan
apa yang dibawa oleh para rasul tersebut adalah dari Allah.
(Wal yaumil aakhiri) yaitu hari kiamat. Makna iman kepada hari akhir
adalah membenarkan akan adanya hari kiamat dengan segala hal yang
berkaitan dengannya. Ia disebut hari akhir sebab ia merupakan hari
terakhir dari hari-hari dunia dan akhir dari masa yang terbatas.
(Wa tu’minu bil qadari khairihi wa syarrihi) makna iman kepada qada
dan qadar ini adalah meyakini bahwa Allah telah menakdirkan baik dan
buruk sebelum penciptaan makhluk, dan bahwa seluruh alam semesta ini
terwujud dengan gada dan gadarNya, dan Dia berkehendak untuknya.
Keyakinan yang mantap terhadap hal ini telah cukup tanpa harus disertai
dengan bukti. Adapun arti takdir baik dan buruk itu adalah bahwa,
perbuatan taat dan semua amal salih itu merupakan takdir baik, sedangkan
kufur dan seluruh perbuatan maksiat itu merupakan takdir buruk. Ada pula
riwayat yang mengatakan bahwa, takdir baik itu adalah semua yang
menyenangkan jiwa seperti, makan minum yang enak, badan yang schat,
kawin dan lain-lain. Sedangkan takdir buruk itu adalah semua yang tidak
menyenangkan jiwa, seperti penyakit, lapar, dahaga, takut dan lain-lain.
(Fa akhbirnii “anis saa’ah) yakni tentang waktu kiamat. Dinamakan
kiamat karena cepat qiyumnya. Dan dinamakan saa’ah karena di sisi Allah
terjadinya itu hanya seperti satu saat saja. Pertanyaan ini sengaja diberikan
untuk memberitahukan bahwa kepastian tentang kapan terjadinya hari
kiamat itu hanya diketahui oleh Allah, dengan demikian orang-orang tidak
akan bertanya-tanya lagi. Sebab pertanyaan tentang kiamat ini sering
diajukan orang, seperti firman Allah,
(Bi a’lama minas saa-ili) yakni engkau tidak mengetahuinya dan aku
pun tidak mengetahuinya. Maksud persamaan tidak lebih mengetahui
antara keduanya adalah menafikan pengetahuan tentang kapan terjadinya
hari kiamat, dan bukan sama-sama mengetahuinya.
(Qaala an talidal amatu robbatahaa) dalam riwayat lain robbahaa, ada
beberapa perbedaan pendapat mengenai artinya, yang paling sahih adalah
bahwa hadis ini memberitahukan akan banyaknya sahaya-sahaya wanita
dan anak-anaknya. Anak yang diperoleh seorang sahaya wanita dari
tuannya akhirnya akan menjadi tuannya pula. Sebab harta seseorang itu
akan menjadi milik anaknya.
(Wa an tarol hufaata) yakni orang yang tidak mengenakan sandal di
kakinya.
(Al “Uraata) yakni orang yang tidak mengenakan pakaian apaapa di
badannya.
(Maliyyan) yakni waktu yang lama. Lama di sini menurut riwayat
Abu Daud dan Tirmidzi adalah lebih dari tiga. Dalam riwayat lain, kata
labitsa mendapat tambahan ta fail sehingga menjadi labits-tu maka artinya,
Umar sendirilah yang memberitahukan tentang hal itu.
(Qaala yaa “umaru atadrii manis-saail? Qultu Allaahu wa rasuuluhu
a’lamu, qaala fainnahu Jibriilu ataakum ywallimukum diinakum) yakni
pokok-pokok agama kamu. Di dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa
agama itu mencakup tiga nama: Islam, Iman dan Ihsan.
PENUTUP:
Ketahuilah bahwa, Jibril adalah malaikat perantara antara Allah dan rasul-
Nya. Jibril berasal dari bahasa Suryani artinya Abdullah. Di dalam khabar
disebutkan bahwa Allah membentuk rupa para malaikat menurut apa yang
dikehendaki-Nya. Jibril pernah datang menemui Nabi. dalam rupa
Dahyah Alkalabi. Dan dalam salah satu riwayat disebutkan, yang artinya:
Tidaklah Jibril datang kepadaku dalam rupa yang tidak aku kenal,
melainkan pada kali ini.
HADIS KE-3
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab ia berkata: “Saya
mendengar Rasulullah bersabda:
lArtinya:
Agama Islam dibangun atas lima perkara: pengakuan bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat,
mengeluarkan zakat, naik haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan
Ramadan,
PENJELASAN:
(Buniyal Islaam) yakni didirikan atas. Kata buniya berasal dari kata
bina yang artinya bangunan, yang menunjukkan kepada sesuatu yang bisa
dirasakan (kongkrit). Penggunaan kata ini untuk sesuatu yang bersifat
makna (abstrak) adalah dari sisi majas. Hal ini merupakan suatu susunan
kalimat yang sangat indah dalam ilmu balaghah, karena telah menjadikan
agama Islam mempunyai pokok-pokok yang dapat dirasakan, dan
menjadikannya berdiri di atasnya.
(Wa iqaamish shalaati) Ini adalah rukun kedua dari rukun-rukun Islam.
Salat menurut bahasa artinya doa memohon kebaikan, sedangkan menurut
syariat artinya perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
ditutup dengan salam serta dengan syarat-syarat yang khusus. Ada lima
kali salat dalam sehari semalam yang diketahui dari ajaran agama sebagai
suatu keharusan. Adapun kewajiban salat lima waktu itu didasarkan atas
firman Allah
yang artinya: Dirikanlah salat. Sesungsuhnya salat itu adalah fardu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. 4: 103)
Dan sabda Nabi 85 yang artinya: Allah telah memfardukan atas umatku
pada malam Isra lima puluh kali salat, kemudian aku terus meminta
keringanan kepada-Nya hingga akhirnya ditetapkan-Nya lima kali salat
dalam sehari semalam.
Konon salat Subuh adalah salat Nabi Adam : salat Zhuhur adalah salat
Nabi Daud : salat Asar adalah salat Nabi Sulaiman : salat Magrib adalah
salat Nabi Yakgub : dan salat Isyak adalah salat Nabi Yunus . Ini
didasarkan pada riwayat khabar. Kemudian dikumpulkan Allah semua
salat tadi untuk Nabi kita Muhammad dan umatnya, sebagai
penghormatan kepada Beliau.
(Wa itaaiz zakaati) Ini adalah rukun ketiga dari rukun-rukun Islam.
Zakat menurut bahasa artinya tumbuh, berkat dan bertambahnya kebaikan.
Sedangkan menurut syara” adalah nama tertentu dari harta tertentu yang
dinafkahkan untuk golongan-golongan tertentu dan dengan syarat-syarat
tertentu. Adapun sebab ia dinamakan zakat adalah karena dengan berkat
mengeluarkan zakat itu harta seseorang menjadi berkembang, juga karena
doa orang yang menerima zakat itu dan juga karena zakat itu mensucikan
orang yang mengeluarkannya dari segala dosa.
yang artinya: Tunaikanlah zakat (QS.2:43, 83, 110: 4:76: 22: 78: 24:
56, 58: 13 dan 73:20), dan firman Allah ,
yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka..(QS. 9:103). Dan
juga didasarkan pada hadis yang sangat banyak jumlahnya. Orang yang
tidak mau membayar zakat boleh diperangi dan diambil zakat
Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah sesudah zakat fitrah.
Zakat wajib atas delapan macam harta, yaitu: unta, sapi, kambing, emas,
perak, hasil pertanian (makanan pokok), kurma dan anggur. Adapun
penjelasannya telah disebutkan secara rinci di dalam kitab-kitab fikih.
(Wa hajjil baiti ) Ini adalah rukun keempat dari rukunrukun Islam. Haji
menurut bahasa artinya adalah maksud atau tujuan, sedangkan menurut
syara” artinya pergi menuju ke Kakbah untuk melaksanakan ibadat.
Hukum naik haji adalah fardhu atas orang yang mampu. Hal ini didasarkan
pada firman Allah
yang artinya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah….
(QS. 3:97). Dan juga didasarkan pada hadis-hadis Nabi di antaranya
adalah: Naik hajilah kaliun sebelum kalian tidak bisa naik haji…..
(alhadis).
Kewajiban haji ini telah diketahui hukumnya dengan jelas dalam agama
sehingga orang yang mengingkarinya dianggap telah kafir, kecuali jika ia
baru saja masuk Islam atau tinggal di pelosok yang jauh dari ulama. Ibadat
haji ini sudah disyariatkan sejak dahulu kala, pada umat-umat para rasul
sebclum Nabi Muhammad .
Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Adam naik haji, malaikat Jibril berkata
kepadanya: “Dahulu para malaikat melakukan tawaf mengelilingi
Baitullah sebelum Tuan selama tujuh ribu tahun.” Pengarang kitab Ta’jiz
mengatakan bahwa, orang yang pertama-tama naik haji adalah Nabi Adam
. Beliau naik haji selama empat puluh tahun dari India dengan berjalan
kaki. Konon, tidak ada seorang nabi pun, melainkan ia naik haji. Dan Abu
Ishak berkata: “Allah tidak mengutus seorang nabi pun sesudah Nabi
Ibrahim , melainkan semuanya naik haji. Para ulama berselisih pendapat
mengenai waktu mula-mula diwajibkannya ibadat haji ini. Ada yang
mengatakan pada tahun kelima Hijriah, ada pula yang mengatakan pada
tahun keenam, ketujuh, kedelapan dan kesembilan Hijriah. Pada tahun
kesepuluh Hijriah Rasulullah melakukan haji wada’ dan dinamakan haji
Islam. Setelah hijrah, Rasulullah tidak pernah melaksanakan ibadat haji
selain dari haji wada’ tersebut. Adapun sebelum hijrah dan sesudah Beliau
diangkat menjadi Nabi, Beliau pernah melakukan beberapa kali ibadat haji
yang jumlah tepatnya tidak diketahui dengan pasti. Dan sesudah hijrah,
Beliau melaksanakan umrah sebanyak empat kali. Menurut syara”, ibadat
haji itu hanya wajib dikerjakan satu kali saja seumur hidup. Karena Nabi
tidak melaksanakan ibadat haji sesudah ia diwajibkan kecuali hanya satu
kali saja, yaitu pada haji wada” seperti yang telah kami sebutkan di atas.
Dan juga didasarkan pada hadis Muslim yang artinya: “Para sahabat
bertanya, “Haji kita ini khusus untuk tahun ini saja atau untuk selama-
lamanya?” Beliau menjawab, “Untuk selama-lamanya.’” Adapun yang
dikemukakan dalam hadis Baihagi yang menyatakan bahwa diperintahkan
naik haji setiap lima tahun sekali, boleh jadi maksudnya adalah sunnah,
sesuai dengan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa naik haji satu kali,
maka ia telah melaksanakan kewajibannva. Barangsiapa naik haji dua kali,
ia telah mengutangi Tuhannya. Dan barangsiapa nuik haji tiga kali, maka
Allah mengharamkan rambut dan kulitnya duri api neraka. Dari Aisyah
radiyallaahu anha, bahwa ia berkata: “Ya Rasulullah, apakah wanita juga
wajib berjihad?” Beliau menjawab: “Ya, jihad tanpa berperang di
dalamnya, yaitu naik haji dan umrah. Tidak wajib sepanjang umur kecuali
hanya satu kali.”
Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku telah mengampuni orang yang
berdiri di Arafah sebelum Aku menciptakan Arafah itu sendiri selama
seribu tahun.”
(Wa shaumi ramadhaan) ini merupakan rukun kelima dari yukun-
rukun Islam. Dalam riwayat lain, puasa Ramadan ini didahulukan
menyebutkannya dari haji.
Orang yang menentang kewajiban puasa ini, ia menjadi kafir, kecuali bila
ia baru masuk Islam atau tinggal jauh dari ulama. Sedangkan orang yang
tidak mau berpuasa tctapi tidak menentang kewajibannya, dan tanpa uzur
yang membolehkan tidak puasa seperti sakit atau dalam perjalanan jauh,
misalnya ia berkata: “Puasa itu memang wajib, tetapi saya tidak mau
berpuasa.” Maka orang tersebut dimasukkan dalam tahanan serta dicegah
dari makan dan minum sepanjang hari itu, supaya dengan begitu diperoleh
gambaran puasa.
Dan sabdanya:
Adapun sebab diringkaskannya rukun Islam itu hanya lima rukun seperti
yang disebutkan dalam hadis di atas adalah karena ibadat itu ada yang
gauliah (berupa ucapan) seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, dan
ada pula yang bukan gauliah. Yang bukan gauliah ini ada yang berupa
‘meninggalkan’ yaitu puasa, dan ada pula yang “mengerjakan”, dan yang
“mengerjakan” ini juga ada yang berupa badani (dengan fisik) yaitu salat,
dan ada pula yang maali (dengan harta) yaitu zakat, dan ada pula yang
mencakup keduanya, yaitu haji.
PENUTUP:
Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa, Nabi bersabda, yang artinya:
Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang hambaNya, maka
Dia akan menunamkan ke dalam hati si hamba tersebut keyakinan dan
tasdig: dan jika Dia menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia
akan menanamkan ke dalam hatinya keraguan.
Para ulama ahli sunnah, baik dari kalangan ahli hadis, ahli fikih maupun
ahli kalam, telah sepakat bahwa seorang mukmin yang dihukumi sebagai
ahli kiblat dan tidak kekal di dalam neraka itu adalah orang yang meyakini
agama Islam dalam hatinya dengan keyakinan yang mantap tanpa
dicampuri keraguan sedikit pun, serta mengucapkan dua kalimat syahadat,
yaitu kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu
adalah utusan Allah.
HADIS KE-4
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Masud ,ia berkata:
Artinya:
Maka demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada di
antara kamu orang yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada
antara dia dan surga itu kecuali hanya tingsal sehasta lagi, maka
menduhuluiluh atasnya ketentuan (takdir) Tuhan, lalu ia mengerjakan
amalan ahli neraka maka akhirnya ia pun masuk neraka. Dan
sesungguhnya ada di antara kamu orang yang mengerjakan amalan ahli
neruka sehingga tidak ada di antura dia dan neraka kecuali hanya tingsa
sejengkal lugi, maka mendahulullah atasnya ketentuan (takdir) Tuhan, lalu
ia mengerjakan amalan ahli Surga, maka akhirnya ia pun masuk surga.
PENJELASAN:
(al mashduuqu) yakni, selalu dibenarkan atau dipercayai orang lain.
Beliau adalah orang yang selalu benar ucapan dan wahyu yang
disampaikannya. Karena Allah sendirilah yang membenarkan Beliau
dalam apa-apa yang dijanjikannya.
(mitslu dzaalika) yakni, seperti waktu yang sudah disebutkan (yaitu 40
hari). Dan pada masa ini pula Allah membentuk rupanya, dan menjadikan
padanya mulut, telinga, mata, usus dan seluruh organ tubuh lainnya.
Kemudian setelah genap berusia 120 hari, maka….
Catatan:
Ibnu Yunus memfatwakan bahwa, seorang perempuan tidak halal
menggunakan obat anti hamil. Demikian disebutkan dalam kitab Al
Ajjaalah.
(wa ajalihi) yaitu saat di mana dalam ilmu Allah orang itu harus mati di
situ, atau lama hidupnya.
Dalam salah satu hadis, Nabi bersabda, yang artinya: Apabila Allah telah
menentukan seseorang mati di suatu daerah, maka dijadikannya orang itu
memerlukan datang ke daerah tersebut.
Konon, pada suatu hari malaikat maut masuk ke tempat Nabi Sulaiman ,
kemudian ia memelototi seorang laki-laki, sahabat Nabi Sulaiman , Setelah
itu ia keluar kembali. Orang itu menjadi ketakutan, lalu ia bertanya kepada
Nabi Sulaiman: “Baginda, siapakah orang itu tadi?” Nabi Sulaiman
menjawab: “Dia adalah malaikat maut.” Orang itu berkata pula: “Wahai
Nabiyallah, saya lihat tadi dia memelototi saya, saya khawatir dia mau
mencabut nyawa saya. Tolong Baginda selamatkan saya darinya.”
Ada beberapa riwayat lainnya yang berkaitan dengan hadis di atas, antara
lain: Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada penutupnya.
Beramallah kalian, sesungguhnya setiap orang itu akan dimudahkan
melakukan apa yang telah ditetapkan baginya. Jika ia termasuk golongan
ahli bahagia, ia akan dimudahkan melakukan amalan ahli bahagia. Dan
jika ia termasuk ke dalam golongan ahli celaka, maka ia akan dimudahkan
melakukan amalan ahli celaka.
Kita patut bersyukur, bahwa karcna kelembutan Allah, jarang ada orang
yang berbalik dari baik menjadi jahat, yang banyak adalah kebalikannya.
1. Golongan yang diciptakan Allah untuk berbakti kepada-Nya dan
mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah para anbia dan aulia,
serta orang-orang mukmin dan orang-orang salih.
2. Golongan yang diciptakan Allah untuk mendapatkan surga-Nya
dan tidak untuk berbakti kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang
yang selama hidupnya dalam keadaan kafir lalu mati dalam
keadaan beriman. Atau, orang yang sepanjang hidupnya
bergelimangan maksiat, kemudian Allah memberinya tobat di saat
menjelang ajalnya hingga ia mati dalam keadaan husnul khatimah,
seperti golongan tukang-tukang sihir Firaun.
3. Golongan yang diciptakan Allah tidak untuk berbakti kepada-Nya
dan tidak pula untuk mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah
orangorang kafir dan mati dalam keadaan tetap kafir, sehingga
mereka tidak pernah merasakan kemanisan iman selama di dunia
dan kelak di akhirat akan disiksa dalam keadaan terhina.
4. Golongan yang diciptakan Allah hanya untuk berbakti kepada-
Nya tetapi tidak untuk mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah
orang-orang yang pada mulanya rajin berbuat bakti kepada Allah,
kemudian berbalik menjadi durhaka, sehingga akhirnya terusir
dari pintu rahmat Allah dan mati dalam keadaan kafir.
Dahulu, Sufyan Ats Tsauri sering menangis dan ketakutan, lalu ada yang
berkata kepadanya, “Wahai Aba Abdillah, berharaplah kepada Allah,
karena ampunan-Nya lcbih besar dari dosa Anda.” Beliau menjawab:
“Apakah saya menangisi dosa-dosaku? Andaikata aku tahu bahwa aku
kelak mati dalam tauhid, aku tidak akan peduli dengan dosa-dosaku.”
PENUTUP:
Sebagai penutup majlis ini, berikut ini akan dikemukakan sebuah kisah
nyata tentang seorang abid di masa Bani Israil dahulu, yang akhirnya mati
kafir. Dengan tujuan supaya kisah ini dapat dijadikan ibrah.
Pada zaman dahulu, hidup seorang abid di kalangan Bani Israil, namanya
Barshisha. Ia mempunyai enam puluh ribu murid, yang semuanya bisa
terbang di awang-awang. Pada mulanya Barshisha adalah seorang abid
yang rajin beribadat schingga para malaikat merasa kagum dengan
ibadatnya itu. Kemudian Allah berfirman kepada malaikatNya: “Kalian
jangan kagum dulu kepadanya, karena Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui. Dalam ilmu-Ku yang gadim, ia akan mati kafir dan kekal
dalam neraka.”
Kemudian Iblis tinggal bersama Barshisha di biara itu. Selama tiga hari
tiga malam, Iblis tidak makan, tidak minum dan tidak tidur, kerjanya
hanya beribadat. Maka Barshisha pun menjadi heran kepadanya, lalu ia
berkata: “Saya sudah beribadat kepada Allah selama dua ratus dua puluh
tahun, namun saya tidak bisa meninggalkan makan dan minum seperti
Anda. Bagaimana caranya supaya saya bisa menjadi seperti Anda?”
Iblis berkata: “Bagaimana kalau minum arak?. Ini lebih ringan bagi Tuan,
dan yang Tuan hadapi hanya Allah sendiri.”
Ketika Barshisha disalib, maka Iblis datang menemuinya dalam rupa orang
abid dahulu. Lalu ia berkata kepada Barshisha: “Bagaimana keadaanmu
sekarang?” Barshisha menjawab: “Barangiapa menuruti teman jahat, maka
beginilah keadaannya.” Iblis berkata pula: “Dahulu, engkau telah beribadat
selama dua ratus dua puluh tahun, lalu sekarang engkau di salib. Kalau kau
mau, aku bisa melepaskanmu.”
“Bagaimana saya bisa sujud dalam keadaan terikat di palang kayu ini?”
kata Barshisha.
HADIS KE-5
Dari Ummul mukminin Ummu Abdillah Aisyah radiyallaahu anha,
katanya: “Rasulullah bersabda:
Artinya:
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dan dalam riwayat Imam
Muslim, berbunyi:
PENJELASAN:
Sebelum kita melanjutkan pembahasan kita tentang hadis ini, ada baiknya
kita mengupas sedikit tentang riwayat Siti Aisyah radiyallaahu anha dan
keutamaannya, supaya memperoleh berkat dengannya.
(fii amrinaa) yakni, dalam urusan agama dan syariat kami.
(haadzaa) yakni, isyarat kepada apa yang telah disebutkan, yaitu agama
Nabi
(maa laisa minhu) yakni, yang tidak disandarkan pada dalil-dalil syara’.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dan dalam nwayat
Muslim discbutkan:
1. Wajib.
Yaitu seperti mempelajari ilmu nahu, ilmu Alguran dan Assunnah yang
pelik-pelik, yang dapat membantu dalam pemahaman ilmu syariat.
2. Haram.
Seperti mazhab Qadariah, Jabbariah, dan Mujassamah.
3. Sunnah.
Seperti mendirikan pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah.
4. Makruh.
Seperti menghias masjid-masjid dan mushaf-mushaf.
5. Mubah.
Seperti berjabatan tangan sesudah salat Subuh dan Asar.
Dalam hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa mencintai sunnahku
berarti ia cinta kepadaku, dan barangsiapa cinta kepadaku maka ia akan
bersama aku di dalam surga.” Dan berkaitan dengan tafsir firman Allah ,
yang artinya: Dan Dia mengajarkan kepada mereka Alkitab dan Alhikmah.
Yang dimaksud dengan Alhikmah adalah Asunnah.
HIKAYAT:
Ibnu Abbas berkata: “Tidaklah datang suatu tahun baru kepada manusia
kecuali di dalamnya diadakan orang bid’ah dan dimatikan sunnah hingga
akhirnya bid’ah itu menjadi hidup dan sunnah mati.” Dan dalam salah satu
hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa berjalan kepada ahli bid’ah
maka ia telah membantu merobohkan Islam. Karenanya, wajib atas setiap
orang Islam untuk menjauhi jalan tukang bid’ah dan berpegang teguh pada
Alguran, Asunnah dan ijmak.”
PENUTUP:
Ketika Musa Alhadi meninggal dunia, maka Harun Arrasyid minta izin
kepada Imam Syafii supaya dapat menikahi sahaya tersebut. Namun Imam
Syafii tidak mengizinkannya. Maka Harun lalu mengancam beliau. Imam
Syafii pulang dengan hati yang gundah. Malam itu beliau salat terus
hingga akhirnya tertidur di tempat salatnya. Dalam tidur itu, beliau
bermimpi seakan-akan berada di hadirat Allah , lalu terdengar seruan: “Ya
Muhammad (Imam Syafii), tetaplah pada agama Muhammad, dan jangan
sekali-kali menyimpang darinya yang akibatnya engkau akan menjadi
sesat dan menyesatkan orang banyak. Bukankah engkau seorang imam
yang memimpin umat. Jangan takut darinya (Harun Arrasyid). Bacalah:
innaa ja’alnaa fii ‘naagihim aghlaalan fahiya ilal adzgaani fahum
mugmahuun.”
Imam Syafii berkata: “Maka saya pun terbangun dari tidur sambil
membaca ayat tersebut. Ketika masuk salat Subuh, saya kerjakan salat
fardu Subuh. Usai salat saya merasakan agak malas hingga akhirnya saya
tidur-tiduran. Antara sadar dan tidak, saya dengar suara mengatakan:
“Harun Arrasyid menyuruh orang untuk menjemputmu maka engkau
jangan takut. Jika engkau dalam perjalanan menemuinya, bacalah dalam
hatimu doa orang takut, nicaya engkau tidak akan menjumpai kecuali hal-
hal yang baik saja. Kemudian saya terjaga, lalu saya pun membaca doa
tersebut: Allaahumma innii asykuu ilaika dha’fa quwwatii wa qillata
hiilatii wa hawaanii alan naas, yaa arhamar raahimiin. Anta rabbal
mustadh’afiina wa anta rabbi, ilaa man takilunii a-ilaa aduwwin ba’iidin
yatajahhamunii am ilaa shadiigin gariibin mallaktahu amrii, in lam yakun
alayya ghadhabun famaaa ubaalii, walaakin ‘aafryaatuka ausa’ulii.
A’uudzu binuuri wajhikal ladzii ayragat bihizh zhulmaatu wa shaluha
“alaihi amrud dunyaa wal aakhirati min an yanzila bii ghadhabuka au
yahilla “alayya sakhathuka, lakal hamdu hattaa tardhaa, walaa haula walaa
guwwata illaa bika.”
Imam Syafii melanjutkan: “Baru saja saya selesai membaca doa itu, tiba-
tiba ada orang mengetuk pintu. Ketika pintu saya buka, saya lihat Rabi,
perdana menteri Harun Arrasyid, berdiri di sana. Ia berkata: “Tuan,
khalifah meminta tuan datang menemuinya.” Maka saya pun pergi
bersamanya menemui khalifah. Ketika kami sampai di hadapan khalifah,
ia bangkit dari tempat duduknya menyambut saya sambil tersenyum ia
berkata, “Anda memang seorang muslim yang baik dan imam teladan.
Orang seperti Anda ini tidak takut akan celaan orang dalam menegakkan
agama Allah. Ketahuilah wahai fakih, tadi malam saya mendapat teguran
berkaitan dengan dirimu. Maka pulanglah dalam keadaan terpelihara.”
Ini semua adalah berkat berpegang teguh pada sunnah penghulu para
rasul . Mudah-mudahan Allah mewafatkan kita atas sunnah tersebut.
Segala puji hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.
HADIS KE-6
Dari Abi Abdillah Nu’man bin Basyir. Ia berkata: ” Saya mendengar
Rasulullah. Bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya halal itu jelas dan haram itu jelas dan di antara keduanya
ada perkara yang syubhat (tidak jelas), yang kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari perkara syubhat
itu berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan
barangsiapa jatuh ke dalam perkara syubhat itu berarti ia telah terjatuh
kedalam perkara yang haram. Seperti seorang pengembala yang
mengembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan (halaman orang),
lambat laun ia akan masuk ke dalamnya. Ingatlah, bahwa tiap-tiup raja itu
ada lurangannya. Ingatlah bahwa larangan Allah itu adalah apa-apa yang
diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada sekerat daging,
jika ia baik maka baiklah jasad itu seluruhnya, dan jika ia rusak maka
rusaklah jasad itu seluruhnya. Ingatlah, itu adalah hati.
PENJELASAN,
(Alhalaalu bayyinun) yakni, halal itu tampak jelas, tidak terdapat pada
zatnya sifat-sifat barang yang diharamkan. Menurut Imam Syafii, halal itu
ialah segala sesuatu yang tidak ada dalil yang meriwayatkan
keharamannya, yaitu apa-apa yang tidak dilarang oleh syariat, baik
diriwayatkan dalil tentang kehalalannya atau didiamkan. Hal ini
didasarkan pada hadis Nabi seperti disebutkan dalam hadis tsalaatsiin,
yang artinya: Dan Allah mendiamkan mengenai hukum beberapa perkara
sebagai rahmat untuk kalian, bukan karena Dia lupa, maka janganlah
kalian membuhasnya. Karena kalau hal itu haram, tentu akan dijelaskan-
Nya.
(Waqaa fil haraam) yakni, haram murni atau yang mendekati haram.
Maksudnya, barangsiapa sering melakukan sesuatu yang syubhat maka ia
akan terjerumus kepada hal yang haram, meskipun tidak disengajanya.
Terkadang ia berdosa dengan perbuatan tersebut, jika ja menggampangkan
hukumnya. Orang yang suka menggampangkan dan berani melakukan
perbuatan syubhat, kemudian melakukan syubhat yang lebih berat dan
lebih berat, demikian seterusnya, sehingga akhirnya ia melakukan
perbuatan haram dengan sengaja. Dalam banyak hadis telah disebutkan
bahwa, perbuatan maksiat itu bisa menyeret kepada kekafiran. Semoga
Allah melindungi kita darinya.
(Kar-ras’i yar’aa haulal himaa, yuusyaku an yaga’u fiihi), yakni, ibarat
seorang pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekitar daerah
larangan, seperti halaman orang, dikuatirkan ternaknya akhirnya memakan
rumput dari daerah yang terlarang tadi,
(Alaa wa inna likulli malikin himaan) yakni, apa-apa yang diberi pagar
untuk mengembalakan ternaknya sendiri, seperti kuda atau lainnya, dan
terlarang untuk orang lain mengembalakan ternaknya di situ.
(Alaa wa inna fil jasadi mudhghatan idzaa shaluhat shaluhal jasadu
kulluhu wa idzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu, alaa wa hiyal qalbu).
Ketahuilah, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita, bahwa kalbu itu
merupakan organ batin di dalam jasad manusia, dan padanyalah poros
manusia, dan di dalamnya terdapat akal yang merupakan organ manusia
yang paling mulia. Ia dinamakan kalbu (dalam bahasa Arab artinya
berbolak balik) adalah karena cepatnya ia berbolak-balik (berubah-ubah).
Sebagaimana dikatakan oleh penyair:
Adapun sebab kebaikan dan kerusakan jasad itu tergantung kepada
kebaikan dan kerusakan kalbu adalah karena ia merupakan permulaan
gerakan badan dan kemauan jiwa. Jika muncul dari kalbu itu keinginan
yang baik karena ia selamat dari penyakit-penyakit batin seperti, dengki,
kikir, dendam, sombong dan lain-lain, atau muncul keinginan yang
merusak karena ia tidak selamat dari penyakit-penyakit batin tadi, maka
akan bergeraklah badan mengikuti gerakan kalbu tersebut. Kalbu itu
laksana seorang raja sedangkan badan dan seluruh anggotanya adalah
rakyat, ia akan baik dengan baiknya sang raja dan menjadi rusak dengan
rusaknya sang raja.
TANBIH:
Konon, kebaikan kalbu itu dalam enam perkara: (1) membaca Alguran
dengan merenungkan maknanya, (2) perut kosong, (3) bangun malam, (4)
berdoa dengan khusyuk di waktu sahur, (5) bersahabat dengan orangorang
salih, (6) makan dari barang yang halal, dan ini (makan halal) adalah
pokoknya. Ulama mengatakan, makanan itu adalah benih perbuatan, kalau
masuk barang halal maka keluarnya juga halal, kalau masuk barang haram
maka keluarnya juga haram, dan kalau masuknya barang syubhat maka
keluarnya juga syubhat.
Salah seorang ulama berkata: “Saya pernah minta minum kepada seorang
tentara, kemudian watak kerasnya itu menetap di kalbu saya selama empat
puluh hari.”
Ketahuilah bahwa, hadis ini juga merupakan landasan sifat warak, yaitu
meninggalkan segala barang yang syubhat dan beralih ke lainnya yang
halal.
Hasan Albashri rahimahullah berkata: “Kami jumpai satu kaum yang
meninggalkan tujuh puluh pintu yang halal, karena takut jatuh ke dalam
yang haram.”
Sebagai isyarat bahwa timba itu dari uang sultan, sedangkan uang sultan
itu syubhat.
Zaid bin Tsabit berkata: “Tidak ada yang lebih gampang melakukannya
dibandingkan sifat warak. Jika ada sesuatu yang meragukan Anda maka
tinggalkan, dan ini gampang bagi orang yang dimudahkan oleh Allah dan
berat bagi kebanyakan manusia lebih berat daripada gunung.”
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini, baiklah kita kupas firman Allah yang artinya:
Ibnu Mas’ud berkata: “Kami ditegur Allah dengan ayat ini sesudah kami
masuk Islam selama tujuh tahun.”
Diriwayatkan bahwa ada sebagian orang ditimpa rasa lemah dalam hati
mereka, maka Allah lalu menurunkan ayat ini.
Rasulullah bersabda, yang artinya: Sesungguhnya Allah mempunyai
bejana-bejana, yaitu kalbu-kalbu. Kalbu-kalbu yang paling dekat dengan
Allah adalah kalbu yang lembut, bersih dan kuat. Abu Abdillah Atturmidzi
berkata: “Kalbu yang lembut itu adalah kalbu yang takut kepada Allah ,
yang bersih itu adalah untuk sahabat di jalan Allah, dan yang kuat itu
adalah dalam memegang agama Allah.
Dikatakan, kalbu itu mirip bejana, kalbu orang kafir ibarat bejana yang
pecah dan terbalik sehingga tidak bisa dimasuki kebaikan sama sekali:
kalbu orang munafik ibarat bejana yang bocor, apa saja yang masuk dari
atas maka segera keluar dari bawahnya, dan kalbu orang mukmin itu ibarat
bejana yang bagus, jika diisi kebaikan ia akan tersimpan di dalamnya.
Pertama-tama yang muncul dalam kalbu itu adalah sifat lalai, kalau tidak
disadarkan Allah maka ia akan menjadi bisikan hati. Kalau bisikan hati ini
tidak ditolak Allah maka ia akan menjadi pikiran buruk. Jika pikiran buruk
ini tidak dipalingkan Allah maka ia akan menjadi keinginan kuat untuk
melakukan perbuatan buruk. Kalau keinginan buruk ini tidak dibendung
Allah maka ia akan jatuh ke dalam perbuatan maksiat. Jika perbuatan
maksiat itu tidak diselamatkan Allah dengan tobat maka ia akan menjadi
keras. Jika kekerasan kalbu itu tidak dilembutkan Allah maka ia akan
menjadi watak dan titik hitam dalam kalbu. Allah berfirman di dalam
Alguran,
yang artinya: Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup
hati mereka. (OS. 83: 14)
Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata: “Kalbu orang mukmin itu ibarat
cermin yang bersih, jika setan datang ia akan kelihatan. Kalau pemilik
kalbu itu melakukan dosa maka di dalam kalbunya akan muncul sebuah
titik hitam. Jika ia bertobat, maka titik hitam itu akan hilang. Jika ia
kembali melakukan dosa dan tidak bertobat, dan titik hitam itu akan
bertambah terus hingga akhirnya kalbunya menjadi hitam pekat. Kalau
sudah demikian, maka tidak ada lagi nasihat yang mempan terhadapnya.
HADIS KE-7
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Addaari , ia berkata: “Nabi bersabda:
Artinya:
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk
taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, yang juga
menjadi porosnya agama Islam, disebabkan oleh luasnya makna yang
terkandung di dalamnya.
(Ad-diinu) yakni, seperti yang telah disebutkan dalam hadis Jibril , bahwa
ia mencakup tiga unsur yaitu, Islam, Iman dan Ihsan.
(Qulnaa liman? Qaala lillaahi) dalam arti bahwa, iman dan taat kepada
Allah dengan kalbu dan badan dan lain-lain seperti yang telah disebutkan
di atas pada hakikatnya adalah kembali kepada hamba itu sendiri. Karena
Allah tidak membutuhkan semuanya itu.
(Wa ‘aammatihim) yakni, dengan jalan menyukai buat mereka apa-apa
yang ia sukai buat dirinya sendiri, dan tidak suka buat mereka apa yang
tidak disukainya buat dirinya sendiri.
CATATAN:
Dan apabila dikatakan kepadanya, “bertakwalah kepada Allah.’ bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah
balasannya neraka Jahannam. Dan sesungguhnya neraka Jahannam itu
tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. 2: 206)
PENUTUP:
Dari Umar bin Khattab berkata kepada sebagian saudaranya: “Aku
wasiatkan engkau dengan enam perkara: (1) Jika engkau ingin mencela
seseorang maka celalah dirimu lebih dahulu, karena engkau tidak tahu
orang yang lebih banyak aibnya darinya, (2) Jika engkau hendak
memusuhi seseorang maka musuhilah perutmu, karena tidak ada musuh
yang lebih besar bagimu darinya, (3) Jika engkau hendak memuji
seseorang maka pujilah Allah lebih dahulu, karena tidak ada yang lebih
banyak karunia dan kelembutannya kepadamu melebihi Dia, (4) Jika
engkau hendak meninggalkan sesuatu maka tinggalkanlah dunia, karena
jika engkau meninggalkannya maka engkau akan terpuji, kalau tidak
engkau akan ditinggalkannya sedang engkau tercela, (5) Jika engkau
hendak bersiapsiap untuk sesuatu maka bersiap-siaplah untuk mati, karena
jika engkau tidak bersiap-siap untuknya maka engkau akan merugi dan
menyesal, (6) Jika engkau hendak menuntut sesuatu maka tuntutlah
akhirat, karena engkau tidak akan mendapatkannya kecuali jika engkau
menuntutnya.
Kiranya cukup sampai di sini, semoga Allah memberi kita afiat dan
inayah-Nya. Amin, walhamdu lillaahi rabbil “aalamiin.
HADIS KE-8
Dari Ibnu Umar , bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:
PENJELASAN:
(Umirtu) dalam bentuk maf’ul, artinya aku diperintahkan oleh Tuhanku,
karena tidak ada yang memerintah Rasulullah kecuali Dia.
(An uqaatilan naasa) yang dimaksud di sini adalah memerangi manusia
saja, walaupun kata an naas mencakup juga bangsa jin, karena tidak ada
riwayat bahwa Beliau pernah memerangi bangsa jin. Meskipun ada bangsa
jin yang masuk Islam di tangan Beliau. Risalah Beliau memang bersifat
umum, baik golongan manusia maupun jin. Ada yang mengatakan bahwa
maksud ‘manusia” dalam hadis ini adalah para penyembah berhala saja,
tidak termasuk golongan ahlulkitab (Nasrani dan Yahudi), karena perang
terhadap mereka menjadi gugur dengan diterimanya jizyah. Ulama lain
mengatakan, boleh jadi diterimanya jizyah dari mereka ini adalah sesudah
perintah memerangi mereka juga.
(Illaa bihaqqil islaam) yakni, seperti kisas dalam pembunuhan dan
rajam dalam perzinahan, tetapi orang yang membunuh dan berzina tidak
dihalalkan harta mereka, berbeda dengan orang kafir.
(Wa hisaabuhum ‘alallaah ta’aala) yakni, urusan isi hati mereka
terserah kepada Allah, sedangkan kita memperlakukan mereka menurut
yang tampak dari perkataan dan perbuatan mereka. Boleh jadi orang yang
pada lahirnya ahli maksiat namun di batinnya ahli taat, maka dia akan
menjumpai kebaikan di sisi Allah, dan sebaliknya. Kami telah
mengemukakan pengucapan syahadat ini di tempat lain, harap dicek
kembali.
PERHATIAN,
PASAL:
yang artinya: Maka ketahuilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah (QS.
47: 19). Dan Dia mencela kaum musyrikin Arab dalam firman-Nya,
Dalam hadis Utsman , ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah bersabda,
“Aku tahu satu kalimat yang tidaklah ia diucapkan oleh seorang secara
benar dari dalam kalbunya kecuali ja akan diharamkan oleh Allah dari api
neraka.”” Lalu sahabat Umar . Berkata: “Aku akan memberitahukan
kepada kalian kalimat apa itu. Itulah kalimat ikhlas yang ditetapi oleh
Muhammad dan para sahabatnya.”
Sahl Attusturi berkata: “Tidak ada pahala bagi orang yang mengucapkan
kalimat laa ilaaha illallaah itu, melainkan memandang wajah Allah ,
sedangkan surga itu adalah pahala amal.”
Konon, apabila kalimat tauhid itu dikatakan oleh seorang kafir, maka akan
sirnalah kegelapan kufurnya, dan menetaplah cahaya tauhid di dalam
kalbunya. Dan apabila ia diucapkan oleh seorang mukmin, setiap hari
seribu kali, maka dalam setiap kalinya ia menghapus dari dalam kalbunya
sesuatu yang belum dihapus pada kali pertama. Dan kalimat ini merupakan
zikir yang paling utama.”
Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan: “Maka datanglah rahmat dan
ampunan Allah seraya berkata, “Aku adalah untuk ahli laa ilaaha illallaah,
aku penolong orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah: aku cinta
kepada orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah: surga mubah
bagi orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah: neraka haram bagi
orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah: ampunan dari setiap
dosa adalah hanya ahli laa ilaaha illallaah, rahmat dan ampunan tidak
tertutup dari ahli Jaa ilaaha illallaah”
Sufyan bin Uyainah berkata: “Tidak ada satu nikmat pun yang diberikan
Allah kepada hamba-hamba-Nya yang lebih utama daripada
dikenalkannya kepada mereka kalimat laa ilaaha illallaah. Sesungguhnya
laa ilaaha illallaah itu bagi mereka di akhirat adalah seperti air bagi mereka
di bumi.”
Dalam salah satu khabar disebutkan bahwa Allah berfirman: “Laa Uaaha
illallaah itu adalah benteng-Ku, barangsiapa masuk ke dalam benteng-Ku
maka ta akan selamat dari siksa-Ku.”
Dalam salah satu hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa di akhirnya
hayatnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah, maka ia pasti masuk
surga.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis kita kali ini, maka berikut ini kami kemukakan
sebuah riwayat dari Albaihagi, dari Bakar bin Abdullah Almazani
rahimahullah.
Artinya:
Apa-apa yang aku larang terhadap kalian maka jauhilah ia: dan apa-apa
yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampumu.
Karena sesungguhnya yang telah mencelakakan orangorang sebelum
kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap
nabi-nabi mereka.
PENJELASAN:
(Maa nahaitukum ‘anhu) yakni, apa yang aku larang kalian terhadapnya.
(Wa maa amartukum bihi) yakni, yang wajib maupun yang sunnah.
PERHATIAN:
Dalam kesempatan ini ada baiknya kita kemukakan apa yang disebutkan
oleh para ahli tafsir mengenai firman Allah ,
Kisah ini dikemukakan oleh Imam Baghawi dan lainnya sebagai berikut:
Alkisah, pada zaman dahulu di kalangan bangsa Bani israil ada seorang
laki-laki kaya raya, dan ia mempunyai seorang saudara sepupu yang
miskin, satu-satunya pewarisnya. Ketika kematian yang diharapkan
saudara sepupunya yang miskin itu tidak juga merenggutnya, maka
akhirnya ia pun dibunuh oleh saudara sepupunya yang miskin itu, demi
merebut warisannya. Kemudian jenazahnya dibawa oleh saudara
sepupunya itu ke desa lain lalu dibuangnya di suatu tanah kosong di sana.
Keesokan harinya, ia bersandiwara seakan-akan hendak menuntut balas
kematian saudaranya itu. Maka orang-orang pun pergi menemui Nabi
Musa untuk melaporkan kasus pembunuhan tersebut. Mereka meminta
kepada Nabi Musa agar berdoa memohon kepada Allah supaya Allah
menjelaskan siapa sebenarnya si pembunuh itu.
Lalu Nabi Musa menyuruh mereka supaya menyembelih seekor sapi. Kata
Nabi Musa (sebagaimana disebutkan dalam Alguran): “Allah menyuruh
kamu supaya kamu menyembelih seekor sapi!” Mereka menjawab:
“Apakah Tuan mau mengolok-olok kami?” (Kami menanyakan tentang
siapa pembunuhnya, malah disuruh menyembelih seekor sapi). Musa
menjawab: “Aku berlindung kepada Allah dari termasuk ke dalam
golongan orang-orang jahil.” Yakni, jahil karena menjadikan orang
mukmin sebagai buah ejekan: ada pula yang mengatakan maksudnya
adalah, jahil karena memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan
permintaan.
Anak lelaki salih itu akhirnya tumbuh menjadi seorang pemuda yang bakti
kepada ibunya. Ia membagi waktu malamnya menjadi tiga, sebagian untuk
beribadat kepada Tuhannya, sebagian untuk tidur, dan sebagian untuk
duduk di dekat kepala ibunya. Apabila tiba waktu pagi, maka ia berangkat
mencari kayu bakar, lalu dibawanya ke pasar dan dijualnya di sana. Uang
hasil penjualan kayu bakar itu dibaginya tiga, sepertiga disedekahkannya,
sepertiga untuk makannya dan sepertiga lagi diberikannya kepada ibunya.
Kaum Bani Israil berkeliling mencari sapi seperti yang disifatkan Allah
itu, mereka tidak menemukannya kecuali pada sapi milik anak muda itu.
Akhirnya mereka terpaksa membelinya dengan harga emas seberat
timbangan sapi tersebut. Kemudian sapi itu mercka scmbclih dan potongan
daging sapi itu, mereka pukulkan ke mayit yang terbunuh tersebut. Maka
dengan izin Allah, mayit itu kembali hidup dengan urat leher berlumuran
darah, seraya berkata: “Pembunuhku adalah si fulan.” Setelah itu ia mati
kembali.
HADIS KE-10
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik. Dan
sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mukmin (serupa)
dengan apa yang diperintuhkan-Nya kepada para rasul Allah berfirman:
“Wahai rasul-rasul, makanluh dari segala sesuaty yang baik dan bekerjaluh
kamu dengan pekerjaan yang baik.” Dan firman-Nya: “Wahai orang-orang
yang beriman, makanlah dari apa. apa yang baik yang telah Kami
rezekikan kepadamu. “Kemudian Beliay menceritakan seorang laki-laki
yang banyak melukukan perjalunan jauh, berambut kusut dan berdebu.
Orang itu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Oh
Tuhan…oh Tuhan!” Sedangkan makanannya haram, pakaiannya haram
dan dikenyangkan dengan barang yang haram, maka bagaimana akan
dikabulkan doanya?!” Diriwayatkan oleh Imam Muslim.
PENJELASAN,
(Laa yaqbalu illaa thayyiban) yakni, Dia tidak menerima amal
perbuatan, baik amal yang dilakukan dengan anggota badan maupun amal
harta, kecuali yang baik-baik. Harta yang baik itu pada asalnya adalah
yang menyenangkan, seperti arti inilah firman Allah yang berbunyi:
fankihuu maa thooba lakum minan nisaa-i (QS. 4: 3). Dan bisa juga
diartikan suci, seperti dalam firman Allah: sha’iidan thoyyibaa. (QS..4:
42). Dan Allah itu adalah thayyiban (baik) dalam arti ini (yakni suci), Dia
tidak menerima amal-amal kecuali yang suci dari segala bentuk yang
merusak, seperti riyak, ujub, dan yang serupa dengan itu. Dan Dia tidak
menerima amal harta kecuali yang berasal dari harta yang bersih dari
barang haram. Sebab yang dimaksud baik di sini adalah yang dianggap
baik oleh syara”, bukan yang dianggap baik oleh rasa jika ia bukan dari
yang mubah dan pelakunya mendapat siksa yang pedih.
(Wa innallaaha) yakni, tatkala Dia telah menciptakan bagi hamba-
hamba-Nya apa-apa yang ada di muka bumi ini seluruhnya, dan
dimubahkan-Nya buat mereka selain dari apa yang diharamkan-Nya.
TANBIH:
Sruan dengan menggunakan kata seru untuk seluruh nabi ini bukan berarti
mereka diseru sekaligus pada waktu yang sama, sebab masa mereka itu
berbeda-beda. Dan dikhususkannya para rasul di sini adalah untuk
memuliakan mereka. Dalam ayat ini terkandung peringatan bahwa
dibolehkannya makanan yang baik-baik buat mereka itu adalah syariat
yang lama, dan untuk membantah paham para rahib yang menolak
makanan yang baik-baik, dan bahwa seseorang akan diberi pahala jika ia
makan yang baik dengan maksud agar kuat ibadat dan untuk menghidupi
dirinya. Berbeda jika ia makan hanya untuk memenuhi selera atau untuk
kenikamatan belaka.
(Arrajula yuthiilus safara) yakni, perjalanan taat, seperti naik haji, jihad
dan lain-lain.
(Yaa rabb Yaa Rabb) yang disebutkan di atas adalah termasuk adab
berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadis lain bahwa, Nabi
mengangkat kedua belah tangannya dalam doa istisga hingga tampak putih
kedua ketiak Beliau. Dan juga berdasarkan sabda Nabi yang artinya:
Sesungguhnya Allah Maha Hidup lugi Maha Pemurah, Dia malu terhadup
hamba-Nya yang teluh berdoa sambil mengangkat kedua tangannya
kemudian kembali dengan tangun hampa.
Di samping itu, makanan, minuman dan pakaian juga harus dari yang
halal, dan bukan syubhat. Wahab bin Munabbih menceritakan bahwa, pada
zaman Nabi Musa dahulu ada seorang laki-laki berdiri memanjatkan doa
sambil mengiba-iba. Nabi Musa melihatnya, Kemudian Beliau berkata:
“Ya Rabb, apakah Engkau tidak mau mengabulkan doa hamba-Mu itu!”
Allah mewahyukan kepada Beliau: “Wahai Musa, walaupun orang itu
menangis sampai jiwanya melayang, atau menengadahkan tangannya
sampai ke langit sekalipun, niscaya Aku tidak akan mengabulkan doanya!”
Musa bertanya: “Sebab apa Ya Rabb?” Allah menjawab: “Karena di
dalam perutnya ada barang haram, di punggungnya ada barang haram dan
di rumahnya pun ada barang haram!”
Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham berjalan di pasar kota Basrah, lalu
orang-orang berkerumun mengelilingi beliau. Mereka berkata kepada
beliau: “Wahai Aba Ishak, mengapa kami berdoa tidak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham menjawab: “Karena kalbu-kalbu kalian telah mati oleh
sepuluh perkara, (1) Kalian mengenal Allah namun kalian tidak memenuhi
hak-hak-Nya, (2) Kalian mengaku mencintai Rasulullah , namun kalian
tinggalkan sunnah-sunnah Beliau, (3) Kalian membaca Alguran namun
kalian tidak mengamalkan isinya, (4) Kalian memakan rezeki Allah namun
kalian tidak menunaikan syukurnya, (5) Kalian mengatakan bahwa setan
adalah musuh kalian namun kalian menyetujuinya dan tidak
menenantangnya, (6) Kalian mengatakan bahwa surga itu benar namun
kalian tidak beramal untuk mendapatkannya, (7) Kalian mengatakan
bahwa neraka itu benar adanya namun kalian tidak melarikan diri darinya,
(8) Kalian mengatakan bahwa mati itu benar adanya namun kalian tidak
bersiap sedia menghadapinya, (9) Begitu kalian bangun tidur kalian sibuk
mencari-cari aib orang lain dan melupakan aib kalian sendiri, (10) Kalian
menguburkan orang mati namun kalian tidak menarik pelajaran darinya.”
Imam Ghazali berkata: “Jika dikatakan, apa gunanya berdoa kalau takdir
tidak bisa ditolak? Ketahuilah bahwa, termasuk takdir adalah menolak
bencana dengan doa. Jadi doa itu merupakan sebab tertolaknya bencana
dan adanya rahmat, sebagaimana perisai menjadi sebab untuk menolak
senjata dan air menjadi sebab keluarnya tanaman dari dalam tanah.”
HADIS KE-11
Dari Abi Muhammad Hasan bin Ali bin Abithalib , cucu Rasulullah ,
beliau berkata: “Saya hafal satu kalimat dari Rasulullah :
Artinya:
PENJELASAN:
HADIS KE-12
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah bersabda:
Artinya:
PENJELASAN:
(Min husni islaamil mar-i tarkuhu maalaa ya’niihi) maknanya adalah
apa-apa yang tidak berkaitan dengan perhatiannya. Adapun hal-hal yang
berguna bagi manusia itu adalah yang berkaitan dengan kepentingan
hidupnya, seperti masalah penghidupan dan kesclamatannya di akahirat.
Hal ini sedikit bila dibandingkan dengan apa-apa yang tidak berguna
baginya. Apabila manusia membatasi dirinya pada hal-hal yang berguna
saja, niscaya ia akan selamat dari keburukan yang besar. Dan selamat dari
keburukan itu adalah kebaikan yang banyak. Di antara perkataan ulama
salaf dahulu adalah: “Barangsiapa mengetahui bahwa perkataannya
termasuk amalnya (yang akan dipertanggung jawabkannya di akhirat
kelak), niscaya akan berkuranglah perkataannya kecuali perkataan yang
berguna baginya saja. Dan barangsiapa menanyakan apa yang tidak
berguna baginya niscaya ia akan mendengar apa yang tidak
menyenangkannya.”
Ibnu Abdilbarr berkata: “Sabda Nabi ini termasuk kalam jami’ yaitu
perkataan ringkas padat namun mengandung makna yang luas, yang belum
pernah diucapkan oleh seorang pun sebelum Beliau.”
TANBIH:
Telah diriwayatkan bahwa, setiap satu tasbih itu sama dengan sedekah,
dan bahwa orang yang membaca surah Al-Ikhlas sepuluh kali, akan
dibangunkan baginya mahligai di dalam surga. Dan orang yang membaca
subhaanallaahi wal hamdulilluahi dan seterusnya, maka akan ditanamkan
pepohonan baginya di dalam surga.
Dalam hadis Ibnu Umar disebutkan: Jangan banyak bicara selain dari
zikrullah, supaya hatimu tidak menjadi keras. Sebab hati yang paling jauh
dari Allah adalah hati yang keras.
HADIS KE-13
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik, pelayan Rasulullah , ia berkata:
Rasulullah bersabda:
Artinya:
PENJELASAN:
(Maa yuhibbu linafsihi) yakni, apa yang ia sukai buat dirinya. Yang
dimaksudkan di sini adalah hal-hal yang baik dan berguna., karena orang
tidak suka buat dirinya selain dari yang baik-baik. Dalam riwayat
Annasaa-i disebutkan, hattaa yuhibba li akhiihi minal khairi maa yuhibbu
linafsihi (sehingga ia menyukai kebaikan buat saudaranya seperti yang ia
sukai buat dirinya sendiri). Dan dalam riwayat Muslim disebutkan:
walladzii nafsii biyadihi, laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibba li akhiihi
au gaala lijaarihi maa yuhibbu linafsihi (Demi Zat yang nyawaku berada
dalam kekuasaan-Nya, tidak sempurna iman seseorang di antara kamu
kecuali jika ia menyukai buat saudaranya, atau Sabdanya buat tetangsanya,
seperti apa yang ia sukai buat dirinya sendiri).
HIKAYAT:
Berikut ini akan dikemukakan sebuah anekdot yang berkaitan dengan sifat
mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Sifat mementingkan
orang lain daripada dirinya sendiri ini merupakan sifat yang sangat mulia,
sehingga Allah memujinya dalam Alguran,
Ulama berkata: “Sifat mengutamakan orang lain itu ada beberapa macam,
ada yang lebih mengutamakan orang lain dalam masalah makanan, ada
yang dalam masalah minuman, jiwa dan hidup.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis kali ini, akan kami kemukakan sebuah cerita
menarik dalam masalah berbuat kebajikan, dan bahwa perbuatan kebajikan
itu tidak akan sia-sia sekalipun diberikan kepada orang yang bukan
ahlinya.
Alkisah, ada seorang laki-laki yang salih bernama Ibnu Hamir, siang ia
berpuasa dan malam beribadat. Pada suatu hari, ia pergi berburu ke hutan.
Tiba-tiba ada seekor ular datang mendekatinya seraya berkata: “Tolonglah
aku, semoga Allah menolong tuan pula.” Ibnu Hamir lalu bertanya kepada
ular itu: “Menolongmu dari siapa?” Ular itu menjawab:”Dari musuh yang
telah menganiayaku.”
“Ada di belakangku.:
Ibnu Hamir berkata: “Lalu saya bentangkan sorbanku dan saya suruh ular
itu bersembunyi di dalamnya. Ular itu menolak dengan alasan musuhnya
masih dapat melihatnya. Lantas saya bertanya kepadanya: “Apa yang bisa
saya lakukan buat menolongmu?”
Ular itu menjawab: “Jika tuan benar-benar mau berbuat kebajikan, maka
bukalah mulut tuan supaya saya bisa bersembunyi di dalamnya.”
“Tidak, demi Allah, saya tidak akan membunuh tuan. Allah menjadi
saksinya, juga para malaikat, nabi-nabi, rasul-rasul dan pemanggul Arsy,
semuanya menjadi saksi kalau saya sampai membunuh tuan.”
Ibnu Hamir berkata: “Maka saya pun membuka mulut saya, lalu ular itu
masuk ke dalamnya. Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Di tengah
jalan, saya berjumpa dengan seorang lelaki yang memagang sebatang
tombak kecil. Orang itu bertanya: “Apakah tuan melihat musuhku?’ Saya
balik bertanya: “Siapa musuh Anda?” Orang itu menjawab: “Seekor ular.”
Saya jawab: “Tidak.” Kemudian saya membaca istighfar seratus kali atas
perkataan saya mengatakan tidak itu, padahal sebenarnya saya tahu di
mana ular itu berada. Setelah orang itu pergi, ular itu mengeluarkan
kepalanya seraya berkata: “Lihat, apakah orang itu benar-benar telah
pergi!” Saya lalu menengok ke kiri dan kanan, ternyata memang sudah
tidak tampak lagi bayangan orang itu. Lalu saya berkata kepada ular
tersebut: “Sekarang kau boleh keluar, karena saya sudah tidak melihat lagi
seorang pun di sini.’
Ular itu berkata: “Tuan, sekarang pilihlah, tuan mau mati dengan cara
bagaimana, saya hancurkan jantung tuan atau saya lobangi hati tuan.”
“Subhanallah, mana janji yang telah engkau ucapkan tadi. Cepat sekali
engkau telah melupakan sumpahmu sendiri!” kata saya dengan perasaan
terkejut.
“Kalau begitu, beri saya tempo sebentar supaya saya bisa mencari tempat
yang baik buat saya.’
“Terserah tuan.”
Maka saya pun berjalan tanpa tau harus ke mana, tipis sudah harapan
untuk dapat hidup. Akhirnya saya menengadahkan tangan ke langit seraya
berdoa: Ya lathiif yaa lathiif ulthuf bii biluthfikal khofiyyi, yaa lathiif, bil
qudratil-latii istawaita bihaa ‘alal ‘arsyi, falam ya’lamil ‘arsyu aina
mustagarraka minhu, illaa maa kafaitanii haadzihil hayyata.’ Kemudian
saya berjalan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang laki-laki
yang tampan wajahnya, harum badannya dan bersih pakaiannya. Orang itu
memberi salam kepada saya, “Assalamu alaika.’ Saya jawab, “Wa
“alaikassalaam, hai saudaraku.
Kemudian orang itu bertanya kepada saya: “Mengapa saya lihat wajah
Anda berubah?” Saya jawab: “Karena ulah musuh yang telah menzalimi
saya.”
Maka saya buka mulut saya, lalu orang itu meletakkan sehelai daun di
dalam mulut saya, mirip dengan daun zaitun berwarna hijau. Kemudian ia
berkata, “Kunyahlah lalu telanlah.’Saya pun lalu mengunyah dan
menelannya. Baru saja saya menelannya, tiba-tiba perut saya terasa mulas,
kemudian saya keluarkan ular itu dalam keadaan sudah mati
terpotongpotong. Saya bertanya kepada orang itu, “Anda sebenarnya
siapa?” Orang itu tertawa lalu menjawab: “Anda tidak kenal sama saya?”
Saya jawab: “Tidak.”
Orang itu menjelaskan: “Ketika terjadi peristiwa antara Anda dengan ular
tadi, lalu Anda berdoa dengan doa itu, maka para malaikat di tujuh petala
langit menjadi gempar. Mereka mengadukan hal itu ke hadirat Allah.
Allah menjawab: “Aku tahu apa yang telah dilakukan oleh ular itu kepada
hamba-Ku tersebut.” Kemudian Allah memerintahkan kepadaku datang
menolongmu. Aku adalah malaikat yang bernama Alma’ruf, tempatku di
langit keempat. Allah berfirman kepadaku, “Pergilah ke dalam surga dan
ambillah daun yang berwarna hijau, Kemudian tolonglah hambaKu
Muhammad bin Hamir.’ Wahai Muhammad bin Hamir, berbuatlah
kebajikan, karena ia dapat menjaga dari mati buruk. Kebajikan itu tidak
akan sia-sia di sisi Allah, sekalipun ia disia-siakan oleh orang yang diben
kebajikan itu.
HADIS KE-14
Dari Ibnu Mas’ud , katanya: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Tidak halal darah seseorang muslim kecuali disebabkan oleh salah satu
dari tiga perkara: (1) Duda janda yang berzina, (2) Pembumuhan dibalas
bunuh, (3) Orang yang meninggalkan Agamanya, memisahkan diri dari
jamaah (murtad).
PENJELASAN:
Dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, yang artinya: Jauhi olehmu tujuh
perkara yang membinasakan! Para sahabat bertanya: Apakah itu Ya
Rasulullah? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh
syara’, makan riba, makan harta anak yatim, melarikan diri duri medan
perang, dan menuduh wanita baik-baik berbuat mesum. Dan dalam hadis
lain, Rasulullah bersabda, yang artinya: Barangsiapa membantu
membunuh orang Islam sekalipun dengan sebaris kalimat, maka pada saat
berjumpa Allah di dahinya tertulis kalimat “Inilah orang yang putus asa
dari rahmat Allah’.Hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini sangat
banyak jumlahnya.
TANBIH:
(Laa yahillu damu-mri-in) yakni, tidak halal menumpahkan darahnya.
Karena pada dasarnya dalam masalah darah ini adalah harus dilindungi,
baik menurut syara’ maupun menurut akal.
Dan perlu diketahui juga bahwa, hukuman pezina itu, kalau ia masih
bujang, adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan ke luar kota selama
satu tahun. Sedangkan untuk orang yang sudah pernah menikah,
hukumannya adalah dirajam dengan batu sampai mati, sebagaimana telah
disebutkan di atas.
(Wan nafsu bin nafsi) yakni, membunuh dengan cara aniaya dan
permusuhan.Syarat-syarat hukum kisas ini telah disebutkan dengan jelas di
dalam kitab-kitab fikih.
(Almufaariqu lil jamaa’ati) ini merupakan sifat umum bagi orang yang
meninggalkan agamanya.
PENUTUP:
HADIS KE-15
Artinya:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia
berkata yang baik-baik atau hendaklah ia diam: dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari kemudian maka hendaklah ia menghormati
tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian,
maka hendaklah ia menghormati tamunya.
PENJELASAN:
(Man kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri) yakni, hari kiamat. Ia
dinamakan hari akhir karena tidak ada lagi malam sesudahnya. Yang
dimaksudkan di sini adalah kesempurnaan iman,
(Au liyashmut) yang dimaksud diam di sini adalah diamnya orang yang
mampu berbicara, bukan diamnya orang yang tidak mampu berbicara atau
alat bicaranya rusak (bisu). Allah berfirman,
yang artinya: Dan katakanluh perkataan yang benar.(QS. 33: 70) Dan
Allah juga berfirman,
yang artinya: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada
di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. 50: 18) Dan sabda
Nabi bersabda, yang artinya: Tahanlah lidahmu, sebab tidaklah manusia
merangkak di atas wajah mereka atau di atas cingur mereka melainkan
karena ulah lidah mereka. Dan sabda Nabi , yang artinya: Semua perkataan
manusia itu menjadi tanggung jawabnya, kecuali zikrullah, menyuruh
kebaikan dan melarang kejahatan. Dan banyak lagi hadis lainnya yang
membahas masalah ini.
Wahai saudaraku, betapa banyak bencana yang ditimbulkan oleh lidah itu,
saya sendiri telah menghitungnya ada lebih dari dua puluh macam
bencana. Imam Syafii rahimahullaah berkata: “Jika seseorang ingin
berbicara, maka hendaklah ia memikirkannya sebelum ia berbicara dan
memikirkan isi pembicaraannya itu.”
(Waman kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri falyukrim jaarahu)
Allah berfirman, yang artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu
menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baikluh kepada dua
orang ibubapa, karib kerabut, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh….(QS. 4: 36) Dan telah
diriwayatkan banyak khabar mengenai hak-hak tetangga ini, salah satu di
antaranya adalah hadis ini. Dan sabda Nabi , yang artinya: Demi Allah,
tidaklah beriman: Demi Allah tidaklah beriman: Demi Allah, tidaklah
beriman. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, sungguh merugi sekali orang
itu, siupakah dia? Beliau menjawab: Orang yang tetanggunya tidak merasa
aman dari kejahatannya. (Hadis ini riwayat Imam Bukhari)
Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Umar , katanya: “Rasulullah pernah
keluar untuk sutu peperangan, lalu Beliau berkata, “Orang yang pernah
menyakiti tetangganya, jangan menemani kami.’ Seseorang menjawab,
“Saya pernah mengencingi pagar tetanggaku.’ Maka Beliau bersabda,
“Hari ini engkau jangan menemani kami.” Diriwayatkan oleh Attabrani.
Nabi bersabda, yang artinya: Tetangga itu ada tiga macam: (1)Tetangga
yang hanya mempunyai satu hak, (2) Tetangga yang mempunyai dua hak,
dan (3) Tetangga yang mempunyai tiga hak. Adapun tetangga yang
mempunyai satu hak saja itu ialah orang kafir simmi, ia hanya mempunyai
hak ketetangsan saja. Tetangga yang mempunyai dua hak itu ialah
tetangga muslim, ia mempunyai hak ketetanggaan dan hak Islam.
Tetangga yang mempunyai tiga hak itu ialah tetangga muslim yang masih
kerabat, ia mempunyai hak ketetanggaan, hak Islam dan hak kekerabatan.
PENUTUP:
Kita tutup majelis ini dengan suatu riwayat tentang anjuran supaya
mencintai dan menyayangi kaum papa.
Dan dalam hadis lain, juga diriwayatkan oleh Atturmidzi, dari sahabat Abu
Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya: Kaum fakir miskin
akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya selama lima ratus tahun
dan setengah hari.
HADIS KE-16
Dari sahabat Abu Hurairah , katanya:
Artinya:
Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi : “Berilah wasiat kepadaku.”
Beliau menjawab: “Jangan suka marah.” Maka diulanginya berkali-kali,
Beliau tetap menjawab: “jangan suka marah”
PENJELASAN,
Para ulama berbeda pendapat tentang lelaki yang bertanya kepada Nabi
itu, ada yang mengatakan ia adalah Haritsah bin Quddamah, atau Abud
Darda, atau Abdullah bin Umar atau lainnya. Ketika laki-laki itu bertanya
kepada Rasulullah, Rasulullah menjawabnya: “Jangan marah.”
(Qaala laa taqhdhab) namun Beliau tidak menambah lebih dari itu,
karena Beliau mengetahui keumuman manfaatnya. Yang mirip dengan ini
adalah apa yang terjadi pada Abbas , ketika ia berkata kepada Nabi :
“Ajarilah saya doa supaya saya dapat berdoa dengannya, Ya Rasulullah.”
Beliau menjawab: “Mintalah kepada Allah afiat.” Abbas lalu mengulangi
perkataannya berkali-kali, maka akhirnya dijawab oleh Nabi : “Wahai
Abbas, wahai paman Rasulullah, mohonlah kepada Allah afiat di dunia
dan akhirat. Sebab jika paman diberi afiat (kesejahteraan), maka berarti
paman telah diberi semua kebaikan.”
CATATAN:
OBAT MARAH:
Dalam hadis lain disebutkan: Allah berfirman, “Wahai anak cucu Adam,
jika engkau mengingat-Ku ketika engkau sedang marah, Aku akan
mengingatmu pula ketika Aku marah maka Aku tidak akan
membinasakanmu bersama orang-orang yang binasa.
Dan sabda Nabi , yang artinya: Orang pemberani itu bukanlah orang yang
jago bergulat, tetapi pemberani yang sebenarnya itu adalah orang yang
bisa menahan dirinya ketika marah.
HIKAYAT:
PENUTUP:
Wahab bin Munabbih berkata: “Dahulu, di Bani Israil ada seorang abid.
Setan mau menyesatkannya namun tidak berhasil. Pada suatu hari, si abid
keluar untuk memenuhi hajatnya. Setan ikut keluar bersamanya untuk
mencari kesempatan menyesatkannya. Setan berusaha menggodanya dari
segi syahwat dan amarah, namun tidak berhasil sama sekali. Kemudian
dicobanya lagi dari segi takut, setan menjatuhkan sebongkah batu yang
besar dari atas gunung, ketika batu itu hampir mengenai si abid, ia lalu
berzikir menyebut asma Allah, maka batu itu tidak mengenainya sama
sekali. Setelah itu, setan mencoba kembali dengan menyamar sebagai ular.
Ketika si abid sedang salat, maka ular itu melilit kaki dan badannya hingga
sampai ke kepalanya. Ketika si abid hendak sujud, maka ular itu berbelit di
kepalanya, dan ketika ia sujud, ular itu mengangakan mulutnya hendak
menelannya. Si abid mengusir ular itu hingga akhirnya ia bisa sujud.
Ketika si abid selesai salat, setan datang menemuinya dan berkata: “Aku
telah menggodamu dengan berbagai-bagai cara, namun tidak ada Satu pun
yang mempan. Sejak saat ini, aku tidak mau lagi menyesatkanmu, aku
memilih menjadi sahabatmu saja.” Si abid menjawab: “Hari ketika engkau
menakut-nakutiku itu aku alhamdulillah, tidak takut sama sekali
kepadamu. Dan sekarang, aku tidak membutuhkan persahabatan
denganmu.”
“Ya, bagaimana cara engkau menyesatkan manusia?” Setan menjawab:
“Dengan tiga jalan: kikir, marah dan mabuk. Jika seseorang kikir, maka
kami sedikitkan hartanya dalam pandangannya, sehingga ia menahan hak-
hak yang harus dipenuhinya dan menginginkan harta orang lain. Kalau ia
pemarah, maka kami permainkan ia sebagaimana bocah memainkan bola.
Walaupun ia bisa menghidupkan orang mati dengan doanya, kami tidak
akan putus asa darinya. Karena kami membangun dan merobohkan hanya
dengan satu kata saja. Dan kalau ia mabuk, maka kami seret ia kearah
kejahatan sebagaimana kalian menyeret seekor kambing ke mana kalian
suka.”
HADIS KE-17
Dari sahabat Abu Ya’la Syaddaad bin Aus , dari Rasulullah , Beliau
bersabda:
Artinya:
PENJELASAN,
(Fa-idzaa qataltum fa-ahsinul qitlata) bisa dibaca gitlah dan gatlah.
Jika dibaca gitlah maka itu menunjukkan kepada kondisi, dan jika dibaca
gatlah maka itu menunjukkan kepada perbuatan.
(Wa idzaa dzabahtum fa-ahsinudz dzibhata) dalam riwayat lain: fa-
ahsinudz dzibha.
Berlaku baik dalam perbuatan itu adalah yang sesuai dengan syariat dan
akal. Dan ini berkaitan dengan kehidupan si pelaku di dunia dan
akhiratnya. Yang pertama adalah kebijakan terhadap dirinya, badannya,
keluarganya, saudaranya, miliknya dan orang-orang. Yang kedua adalab
iman, yaitu amal kalbu, dan Islam, yaitu amal anggota badan.
CATATAN:
HIKAYAT:
Dari Abu Sulaiman Addarani rahimahullaah, katanya: “Pada suatu kali,
saya menunggang keledaiku, lalu saya memukulnya dua atau tiga kali
pukulan. Tiba-tiba keledai itu mendongakkan kepalanya ke arah saya
sambil berkata: “Hai Sulaiman, ingatlah akan kisas di hari kiamat nanti.
Terserah dirimu, mau memilih sedikit atau banyak.” Ini merupakan
peringatan keras bagi orang yang suka menyakiti ternaknya dengan
pukulan, atau membebaninya dengan beban berat, atau mengurangi
makannya, dan yang serupa dengan itu. Dan bahwa ia akan ditanya
mengenai hal itu di hari kiamat kelak, maka hendaklah ia takut kepada
Allah, Tuhannya, dan hendaklah ia berlaku baik sebagaimana Allah telah
berlaku baik kepadanya, dan hendaklah ia takut akan kisas di hari kiamat
nanti antara dirinya dan hewan yang dianiayanya itu. Wahai saudaraku,
takutlah kepada Allah dan janganlah mendurhakai-Nya.
PENUTUP:
“Bukan.’
“Bukan.
“Bukan.”
“Ya Rabb, ini adalah munjiyat yang aku yakini bisa mendapatkan
ampunan-Mu.”
Allah berfirman:
“Karena belas kasihmu kepada anak kucing itulah, Aku pun mengasihimu.
‘”
HADIS KE-18
Dari sahabat Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’az
bin Jabal , dari Rasulullah , Beliau bersabda:
Artinya:
Takutlah engkau kepada Allah di mana saja engkau berada, dan iringilah
perbuatan jahat dengan perbuatan baik, niscaya ia akan menghapuskannya,
serta pergauilah manusia dengam budi pekerti yang baik.. Diriwayatkan
oleh Atturmidzi, dan ia berkata: “Ini adalah hadis hasan,” dan dalam
sebagian kitab disebutkan: “Hasan Sahih.”
PENJELASAN:
NASIHAT:
Ibunda Abu Dzar, perawi hadis ini, pernah ditanya orang tentang ibadat
puteranya itu, ia menjawab: “Sepanjang siang ia duduk di pojok sambil
berpikir.”
Dari Sufyan Atstsauri , katanya: “Abu Dzarr datang lalu disambut orang
banyak, lantas beliau bertanya: “Tidakkah kalian lihat jika ada seseorang
hendak melakukan perjalanan jauh, ia lalu menyiapkan bekal yang cukup
untuk sampai ke tempat tujuannya? Mereka menjawab, “Ya, benar.’
Beliau berkata: “Perjalanan menuju akhirat itu adalah perjalanan terjauh
yang kalian tuju, maka persiapkanlah bekal yang cukup untuknya!’
Mereka bertanya, “Apa bekalnya?’ Beliau menjawab, “Kerjakanlah ibadat
haji untuk menghadapi perkara-perkara besar di hari kiamat nanti.
Berpuasalah di hari yang sangat panas untuk menghadapi lamanya hari
kebangkitan. Kerjakanlah salat dua rakaat di tengah malam untuk
menghadapi keseraman dalam kubur. Perkataan baik yang Anda ucapkan
dan perkataan buruk yang tidak jadi Anda ucapkan akan menjadi bekal
dalam menghadapi hari di mana semua manusia berdiri di padang
Mahsyar. Dan bersedekahlah dengan harta Anda, semoga Anda selamat.”
NASIHAT LAINNYA:
Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Mu’az bin Jabal masuk
menemui Rasulullah , lalu Rasulullah bertanya kepadanya: “Bagaimana
keadaanmu?” Mu’az menjawab: “Saya berada dalam keadaan beriman
kepada Allah.” Rasulullah berkata pula: “Setiap perkataan itu harus ada
bukti, apa bukti ucapanmu itu?” Mu’az menjawab: “Ya Rasulullah,
tidaklah saya berada di waktu pagi kecuali saya menyangka tidak akan
bisa hidup sampai sore. Dan tidaklah saya berada di waktu sore, melainkan
saya menyangka bahwa saya tidak akan hidup sampai pagi. Dan tidaklah
saya melangkahkan satu kaki kecuali saya menyangka tidak akan diikuti
oleh kaki lainnya. Dan seolah-olah saya melihat setiap umat datang pada
hari kiamat masing-masing disertai kepada kitab (catatan amal)nya, ada
yang disertai nabi-nabinya, dan ada pula yang disertai berhala-berhala
yang disembahnya selain Allah. Dan seolah-olah saya melihat hukuman
ahli neraka di neraka dan pahala ahli surga di surga.” Nabi berkata:
“Engkau memang benar-benar telah mengetahui, maka peganglah itu.”
Hadis ini tidak khusus untuk Abu Dzarr, namun bisa untuk siapa saja.
Maksudnya adalah: Laksanakanlah wahai mukallaf segala perintah Allah
dan jauhilah segala larangan-Nya, di setiap tempat dan masa. Karena Dia
senantiasa ada bersamamu di mana saja engkau berada, melihat kepadamu
dan mengawasimu, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat dan
hadishadis.
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa takwa adalah kata yang singkat padat
yang menghimpun bagi segala kebaikan. Seorang laki-laki datang
menemui Rasulullah , lalu berkata: “Berilah saya wasiat.” Rasulullah
menjawab: “Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah karena ia
mengumpulkan segala kebaikan, dan hendaklah engkau berjihad karena ia
merupakan rahbaniah (kerahiban) kaum muslimin, dan hendaklah engkau
banyak berzikir menyebut Allah karena itu merupakan cahaya bagimu di
muka bumi dan sebutanmu di langit, dan jagalah lisanmu kecuali untuk
mengatakan yang baik saja, karena dengan itu engkau dapat mengalahkan
setan.
Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun
tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. (QS. 3: 120)
Nabi bersabda, yang artinya: Salat lima waktu, salat Jumat ke salat Jumat
lainnya, dan puasa Ramadan ke puasa Ramadan berikutnya, menjadi
penebu dosa-dosa yang terjadi di antaranya, asalkan dosa-dosa besar
dijauhi. Dan dalam hadis lain, Rasulullah bersabda, yang artinya: Apa
pendapat kalian seandainya di muka pintu rumah seseorang mengalir
sebuah anak sungai, dia mandi di situ lima kali setiap hari, apakah masih
tersisa kotoran di tubuhnya? Para sahabat menjawab: Tidak. Beliau lalu
berkata: Nah, begitu juga salat lima waktu, Allah menghapuskan
dengannya segala dosa. (Dikeluarkan oleh imam-imam ahli hadis).
Dari hadis-hadis di atas jelaslah bahwa hasanaat itu adalah salat lima
waktu, sedangkan sayyi-aat adalah dosa-dosa kecil. Dan boleh jadi juga ia
adalah kebaikan secara mutlak, dan penghapusan itu menurut hakikatnya
seperti yang nyata pada hadis tersebut. Karunia Allah itu sangat luas, dan
khabar Abi Umamah tadi mendukung hal itu.
Dan ada pula yang mengatakan bahwa hasanaat itu adalah kalimat:
subhaanallaah, walhamdu lillaah, walaa ilaaha ilallaah, wallaahu ‘kbar,
walaa haula walaa quwwata Iaa billaahil “aliyyil “ashiim. Imam Al
Qusyairi rahimahullaah mengatakan, “Seyogianya seorang hamba ‘engisi
seluruh waktunya dengan ibadat. Karena sedikit saja waktunya kosong
dari amalan fardu atau sunnah, maka itu merupakan suatu penyesalan yang
besar dan kerugian yang nyata. “
PENUTUP:
Umar berkata kepada orang itu: “Saya menanggung semuanya ini adalah
karena hak-hak dia atas saya, dialah yang memasakkan makanan buat
saya, dialah yang membuatkan roti buat saya, dialah yang mencucikan
pakaian saya, dialah yang menyusui anak saya, padahal itu semua tidak
wajib atasnya. Dan dia pula yang menenangkan hati saya sehingga saya
terhindar dari melakukan perbuatan yang haram. Karena ini semualah,
saya menanggung kelakuan buruknya itu.”
“Karena itu, tanggunglah kelakuan buruk isteri Anda itu. Ingatlah, ini dak
lama.”
HADIS KE-19
Dari Abdul Abbad, Abdullah bin Abbas. , Katanya:
Artinya: ada suatu hari, saya berada di belakang Nabi , lalu Beliau
bersabda:”Hai nak! Aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat:
Jagalah Allah (yaitu batasan-batasan-Nya) maka pasti ja akan menjagamu
pula. Jagalah Allah, pasti engkau akan mendapatkan-Nya di
hadapanmu.Jika engkau ingin meminta, maka ingatlah kepada Allah. Dan
jika engkau mau minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah.
Ketahuilah, seandainya seluruh umat manusia bersatu padu untuk
memberikan manfaat (kebaikan) dengan sesuatu, niscaya mereka tidak
dapat melakukan hal itu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan
Allah atasmu. Dan jika mereka bersatu padu untuk mencelakakanmu
dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan dapat melakukan hal itu
kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah atasmu. Telah
diangkat kalam dan telah kering (tinta) lembaran lembaran itu.
PENJELASAN:
(Yahfazh-ka) yakni, maka Dia pasti akan menjagamu pula dalam
urusan dirimu, keluargamu, duniamu dan agamamu, terutama di saat
menjelang ajal.
(Idzan sa-alta fas-alillaah) yakni, jika Anda hendak meminta sesuatu,
maka mintalah kepada Allah supaya Dia memberikannya kepada Anda,
dan jangan meminta kepada selain-Nya, Karena Dialah Yang Maha
Berkuasa, dan tidak ada yang memberi karunia selain dari Dia. Dia-lah
yang pantas untuk dituju. Apalagi Dia telah membagi rezeki dan
menetapkannya bagi setiap orang Apa yang dikehendaki-Nya bagi
seseorang tidak akan maju dan tidak akan mundur, tidak berlebih dan tidak
berkurang, menurut ilmu-Nya yang gadim dan azali.
(Wa idzas-ta’anta fasta’in billaah) yakni, jika engkau hendak meminta
pertolongan untuk urusan dunia dan akhirat, maka minta tolonglah kepada
Allah. Karena Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu, dan selain Dia tidak
mampu sekalipun hanya untuk kemaslahatan dirinya atau menolak
bencana dari dirinya.
Alangkah indahnya jawaban yang diberikan oleh Nabi Ibrahim atas
pertanyaan Jibril , “Apakah Anda punya hajat?” Ketika Beliau
dilemparkan ke dalam lautan api. Nabi Ibrahim menjawab: “Kepadamu
tidak!” Jibril berkata pula: “Mintalah kepada Tuhanmu.” Nabi Ibrahim
menjawab: “Aku tidak perlu meminta lagi kepada-Nya, karena Dia
mengetahui keadaanku.” Perkataan Nabi Ibrahim ini mengandung makna
bahwa, yang menyelamatkan dari marabahaya dan yang memberi
permintaan itu hanya Allah, bukan yang lain-Nya.
(An yanfa’uuka bisyai-in) yakni, dengan kebaikan dunia. dan Akhirat.
(Illaa bisyai-in qad katabahullaahu laka) yakni, di dalam mu Nyu ata
atau di Lauh Mahfuz.
(Lam yadhurruuka) yakni, mereka tidak akan mampu mencederaimu
dengan sesuatu apa pun.
(Illaa bisyai-in qad katabahullaahu ‘alaika) ini dikuatkan oleh firman
Allah , yang artinya: Jika Allah menimpakan kemudarratan kepadamu,
maka tidak ada yang (mampu) menghilangkannya melainkan hanya Dia.
Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi-Mu, maka tak ada yang dapat
menolak karunia-Nya. (QS. 10: 107) Dalam ayat ini terkandung anjuran
supaya bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan dan berpaling dari
selain-Nya.
CATATAN
Firman Ailah di atas tidak dinafikan oleh hikayat tentang Nabi Musa yang
mengatakan: Muka aku takut mereka akan membunuhku. (QS. 26: 14)
Dan: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera
menyiksa kumi utau akan bertambah melampaui batas. (QS. 20: 45)
Karena manusia diperintahkan supaya melarikan diri dari sebabsebab yang
akan mendatangkan bencana kepada sebab-sebab yang akan
mendatangkan keselamatan, sekalipun akhirnya ia tidak selamat juga,
seperti firman Allah , yang artinya: Bersiup-siagulah kamu! (QS. 4: 71)
Dan firman-Nya, yang artinya: Dan janganlah kumu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. 2: 195) Dan perkataan Umar :
“Sesungguhnya Jari itu adalah lari dari takdir Allah kepada takdir Allah.”
(Shuhufu) yakni, yang di dalamnya terkandung takdir seluruh makhluk,
seperti Lauh Mahfuz. Maka tidak ada perubahan sesudah itu dan tidak ada
pula penghapusan terhadap tulisan yang ada di dalamnya. Terkadang ada
juga yang dihapus atau diganti menurut apa yang ada di dalam ilmu Allah .
Hal ini dibenarkan oleh firman Allah : Allah menghapuskan upa yang Dia
kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehenduki), dan di sisi-Nyulah
terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfus). (QS: 13: 39)
CATATAN:
(Ya’rifka fisy syiddati) yakni, dengan melepaskannya dari Anda dan
menjadikan jalan keluar bagi Anda dari sctiap kesempitan dan kesusahan.
Konon, jika seorang hamba mengenal Allah di dalam lapangnya,
kemudian ia berdoa di saat mengalami kesempitan, maka Allah berfirman:
“Suara ini Aku kenal.” Dan kalau tidak, maka Allah menjawab: “Suara ini
tidak Aku kenal.”
(liyukhthi-aka) karena manusia tidak ditimpa oleh sesuatu apa pun
kecuali apa yang telah ditakdirkan baginya atau atasnya. Sebab takdir itu
ibarat anak panah yang tepat sasaran, yang diarahkan dari Azal, maka ia
pasti akan mengenai sasaran.
(Wa’lam annan nashra) yakni, pertolongan dari Allah buat hamba
dalam menghadapi musuh-musuhnya adalah karena,
(Ma’ash shabri) disertai sabar dalam berbuat taat kepada Allah dan
sabar dalam menjauhi maksiat kepada-Nya.
(Wa annal faraji ma’al karbi) yakni, cepat endapatkan jalan keluar,
sehingga tidak lama menanggung kesusahan.
(Wa anna ma’al “usri yusran) sebagaimana isebutkan dalam firman
Allah surah Alam Nasyrah.
PENUTUP:
HADIS KE-20
Dari Abu Mas’ud, Ugbah bin Amr Al Anshari Albadri katanya:
Rasulullah bersabda:
Artinya:
Seungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata
kenabian yang pertama adalah: Jika engkau tak punya malu, maka
berbuatlah apa yang kaumau. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
PENJELASAN:
(Inna mimmaa adrakan naasu min kalaamin nubuwwatil uulaa) yakni,
yang disepakati oleh syariatsyariat. Karena ia datang pada syariat
terdahulu dan diikuti oleh syariat berikutnya. Karena masalah malu itu
selalu diajarkan dalam syariatsyariat para nabi terdahulu, dipuji dan
diperintahkan, dan tidak pernah dihapus dalam satu syariat pun. Dalam
hadis: Manusia tidak mendapatkan dari kata-kata kenabian yang pertama
kecuali hanya ini, yaitu ‘jika Anda tak punya malu, maka berbuatlah
sekehendak hatimu.’
yang artinya: Perbuatlah apa yang kamu kehendaki! (QS. 41: 40)
Maknanya: Perbuatlah apa yang kaumau, nanti Allah pasti akan
membalasmu. Sebagian ulama mengatakan: “Lihatlah apa yang Anda
ingin lakukan, jika tidak menimbulkan rasa malu, maka lakukanlah semau
Anda. Karena perbuatan tersebut biasanya berjalan di atas kebenaran. Dan
kalau perbuatan itu menimbulkan rasa malu, maka tinggalkanlah.
Dan hadis ini juga mengandung makna peringatan dan ancaman dari
kurangnya rasa malu. Dan bahwa malu itu merupakan perilaku yang paling
mulia dan hal yang paling sempurna. Karena itulah, Nabi bersabda, yang
artinya: Malu itu baik semuanya. Malu itu tidak mendatangkan kecuali
kebaikan. Dan telah disebutkan bahwa, malu itu cabang dari iman. Dan
Rasulullah itu lebih pemalu daripada anak perawan di pingitannya. Dalam
salah satu hadis disebutkan, bahwa jika Allah menghendaki kehancuran
pada diri seseorang hamba, maka Dia cabut rasa malu dari dirinya.
Seyogianya harus diperhatikan antara rasa malu yang sesuai syara” dan
rasa malu yang tercela. Karena ada rasa malu yang tercela menurut syariat,
seperti malu untuk beramar makruf dan nahi munkar, padahal telah
dipenuhi syarat-syaratnya. Ini sebenarnya bukan malu namun penakut.
Dan ada pula malu untuk bertanya mengenai urusan agamanya yang
penting diketahuinya. Karenanya Aisyah radiyallaahu anha berkata:
“Sebaik-baik wanita itu adalah wanita Anshar, karena mereka tidak
dicegah oleh rasa malu untuk menanyakan tentang urusan agamanya.”
Dalam kitab hadis Bukhari dan Muslim disebutkan: dari Ummu Salmah
radiyallaahu anha, “Ummu Salim datang menemui Rasulullah lalu
berkata: “Allah itu tidak malu dari yang benar, apakah seorang wanita
wajib mandi jika ia mimpi basah? Rasulullah menjawab: “Ya, kalau ia
melihat air.” Ummu Salim ini tidak malu untuk menanyakan tentang
urusan agamanya.
Malu yang paling utama itu adalah malu kepada Allah, yaitu jangan
sampai Dia melihatmu sedang melakukan apa yang dilarangNya dan
jangan sampai Dia tidak menemukanmu melakukan apa yang
diperintahkan-Nya. Kesempurnaan malu itu tumbuh dari makrifat kepada
Allah dan muragabah-Nya.Rasulullah pernah bersabda kepada para
sahabat Beliau: “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenarbenarnya.
“Mereka menjawab: “Ya Nabiyallah, kami semua telah malu,
alhamdulillah.” Beliau bersabda: “Bukan begitu, tetapi malu kepada Allah
yang sebenarnya itu adalah hendaknya engkau menjaga kepala dan
muatannya, memelihara perut dan isinya, serta hendaklah engkau
mengingat mati dan bangkai-bangkai. Siapa yang melakukan itu maka ia
telah malu kepada Allah dengan sebnar-benarnya.”
(Idzaa lam tastahii fashna’ maa syi’ta) mencakup hukum yang lima,
Karena itulah hadis ini dikatakan sebagai poros agama Islam.
MASALAH:
PENUTUP:
Kita tutup majelis kita kali ini dengan sedikit masalah yang berkaitan
dengan adab (etika). Allah berfirman,
Dan sabda Nabi yang artinya: Seseorang yang mendidik budi pekerti pada
anaknya adalah lebih baik dari bersedekah dengan satu sha makanan.
Beliau menjadikan pendidikan budi pekerti bagi anak itu lebih baik
daripada bersedekah. Demikian dikatakan oleh Abu Hamzah di dalam
kitab Syarah Bukhari.
Dan Abu Ali Arrudzanari berkata: “Seorang hamba itu akan sampai
kepada Tuhannya dengan adabnya, dan akan sampai ke surga dengan
amalnya.”
Dari Abu Umamah , katanya: Nabi bersabda, yang artinya: Jika seseorang
hamba mengerjakan salat maka terbukalah pintu surga untuknya, dan
tersingkaplah hijab antara dia dan Tuhannya, dan ia pun disambut oleh
para bidadari, sepanjang dia tidak membuang ingus atau dahak.
Diriwayatkan oleh Attabrani.
Dan Rasulullah bersabda, yang artinya: Hormatilah majelis-majelis itu
dan menghadaplah ke arah kiblat. Dan sabda Beliau jusa: Sesungguhnya
segala sesuatu itu ada penghulunya, dan penghulu majelis itu adalah arah
kiblat. Dan sabdanya: Sesungsuhnya segala sesuatu itu ada
kehormatannya, dan perhiasan majelis itu adalah arah kiblat.
HIKAYAT:
Ada seorang ustaz mengajarkan Alguran kepada dua orang anak secara
bersamaan. Salah seorang dari kedua anak itu membaca Alguran sambil
menghadap ke arah kiblat, sedangkan kawannya tidak. Maka ia berhasil
menghafalkan Alguran satu tahun lebih cepat dari kawannya itu.
HADIS KE-21
Dari Abu Amrin, dan kata yang lain, Abu Amrah Sufyan bin Abdullah cl,
ia berkata:
Artinya:
PENJELASAN,
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan
kepada kalian untuk dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini
merupakan hadis yang agung.
(Qultu yaa rasulallaah, qul lii fil islaam) yakni, di dalam syariat-
syariatnya.
Imam Ahmad mengeluarkan hadis yang artinya: Tidak akan lurus Iman
seseorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seseorang
hamba sampai lisannya lurus. Ketahuilah bahwa, lisan itu pada sebagian
tempat lebih berbahaya daripada pedang yang tajam dan anak panah yang
runcing.
Istigamah adalah lebih baik daripada seribu karomah, dan Allah tidaklah
memuliakan sescorang dengan suatu kemuliaan yang lebih baik daripada
istigamah. Kaena itulah hanya sedikit sekali dinukil adanya keramat dari
para sahabat Nabi , sebaliknya pada tokoh-tokoh sufi sesudah mereka
lebih banyak adanya. Karena para sahabat. , dengan berkat Nabi dan
persahabatan mereka dengan Beliau serta karena seringnya menyaksikan
naik turunnya malaikat di hadapan Beliau, maka kalbu-kalbu mereka
menjadi bercahaya, jiwa-jiwa mereka menjadi bersih, sehingga mereka
mampu menyaksikan akhirat. Dan dengan apa yang sudah diberikan
kepada mereka itu, mereka tidak memerlukan lagi untuk menyaksikan
karomah. Mereka hanya menyibukkan diri dengan ibadat dan istiqamah
serta zuhud terhadap dunia yang hina.
HIKAYAT:
Auf bin Abi Syaddad Al “Abdi berkata: Ketika Hajjaj bin Yusuf
mendengar tentang Said bin Jubair, maka diutusnya seorang panglima
bernama Mutalammis bin Akhwas beserta dua puluh prajurit yang berasal
dari negeri Syiria, yang termasuk pengawal pribadinya. Ketika mereka
dalam perjalanan mencari Said, mereka sampai di sebuah biara, dan
berjumpa dengan seorang rahib. Kemudian mereka bertanya kepada rahib
itu tentang Said. Rahib itu berkata: “Coba gambarkan kepada saya ciri-ciri
orang yang kalian cari itu.” Mereka lalu menyebutkan ciri-cirinya. Rahib
itu lalu menunjukkan tempat orang yang mereka cari itu. Maka mereka
pun pergi ke sana dan mendapati Said sedang sujud sambil bermunajat
dengan suaranya yang keras. Mereka mendekatinya dan memberi salam
kepadanya. Said mengangkat kepalanya dan menyelesaikan salatnya lalu
membalas salam mereka. Mereka berkata: “Kami diutus oleh Hajjaj untuk
membawamu, maka ikutlah bersama kami.” Said menjawab: “Apakah
memang harus?” Mereka menjawab: “Ya, harus.” Kemudian Said
memanjatnya pujian kepada Allah dan menyanjung-Nya serta
mengucapkan salawat kepada Nabi . Lalu ia berdiri dan berjalan bersama
mereka hingga akhirnya tiba di biara rahib tadi.
Rahib itu lalu bertanya: Wahai para penunggang kuda, apakah kalian
sudah menemukan orang yang kalian cari?” Mereka menjawab: “Ya,
sudah.” Rahib itu berkata pula: “Naiklah ke biara ini, karena hari sudah
menjelang malam. Biasanya setiap malam ada singa jantan dan betina
berkeliaran di sekitar biara ini.” Maka mereka semua bergegas masuk ke
dalam biara itu, hanya Said yang tidak mau masuk. Mereka berkata
kepadanya: “Kami kira Anda mau melarikan diri dari kami?!” Said
menjawab: “Tidak, tetapi saya tidak mau masuk ke dalam rumah orang
musyrik selamanya.” Mereka berkata pula: “Kami tidak akan
membiarkanmu, karena binatang buas itu tentu akan memangsamu.” Said
menjawab: “Tuhanku bersama aku, Dia akan mengusir binatang buas itu
dariku, dan akan mengadakan penjaga di sekitarku yang akan menjagaku
dari segala marabahaya, Insya Allah.”
“Bukan, saya bukan nabi. Tetapi saya seorang hamba yang banyak salah
dan dosa.”
Said menjawab: “Teruskan tugas kalian itu, karena saya berserah diri
kepada Penciptaku, dan tidak ada yang bisa menolak ketentuan-Nya. “
Setelah tangis mereka reda, mereka berkata: “Kami minta kepada Tuan,
demi Allah, Ya Said, agar Tuan bekali kami doamu dan nasihatmu. Karena
tidak mungkin berjumpa lagi dengan orang seperti selamanya.” Maka Said
pun lalu mendoakan mereka. Kemudian mereka biarkan Said pergi.
Kemudian Said membasuh kepalanya, jubah dan selimutnya.
“Beliau adalah nabi pembawa rahmat.” Jawab Said.
“Apa katamu tentang Ali, apakah dia di surga atau di neraka?” Tanya
Hajjaj pula.
Said menjawab: “Kalau aku sudah masuk ke dalam keduanya, Maka aku
baru akan tahu siapa saja penghuni keduanya itu.”
“Hal itu hanya diketahui oleh Tuhan Yang Mengetahui rahasia lahir dan
batin mereka.” Jawab Said.
“Apakah akan tertawa makhluk yang diciptakan dari tanah dan akan
menjadi mangsa api?” jawab Said balik bertanya.
“Pilihlah sendiri buat dirimu hai Hajjaj, demi Allah, tidaklah engkau
membunuhku dengan suatu cara, melainkan kelak di hari kiamat engkau
pun akan dihukum dengan cara itu.”
“Kalau maaf itu datangnya dari Allah, kalau darimu aku tidak suka!”
jawab Said tegas.
Ketika Said sudah keluar dari pintu, dia tertawa. Maka hal itu
diberitahukan orang kepada Hajjaj. Hajjaj menyuruh membawanya masuk
kembali, lalu dia bertanya: “Apa sebab kau tertawa?”
Said berkata: “Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta langit dan bumi
dalam keadaan lurus dan menyerahkan diri kepada-Nya.”
Said berkata: “Ke mana pun kamu menghadap maka di sanalah wajah
Allah.”
Said menjawab: “Darinya Kami ciptakan kamu, dan ke dalamnya Kami
kembalikan kamu, serta dari dalamnya Kami keluarkan kamu.”
Said berkata: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan Muhammad adalah hamba dan
Hajjaj hanya bisa bertahan hidup sesudah pembunuhan itu selama lima
belas hari saja. Kejadian itu terjadi pada tahun 95 Hijriah. Dan umur Said
ketika itu adalah empat puluh sembilantahun..
HADIS KE22
Dari Abu Abdullah Jabir bin Abdullah Al Anshari katanya:
Artinya:
PENJELASAN:
(Idzaa shallaitul maktuubaati wa shumtu ramadhaana wa ahlaltul halaala
wa harramtul haraama) yakni, menjauhinya.
(Walam azid @alaa dzaalika syai-an) dari amalanamalan yang sunnah.
(Adkhulul jannata) yakni, tanpa dihukum. Telah dinyatakan secara sah
bahwa ada sebagian dosa besar yang dapat menunda seseorang masuk
surga, yaitu: dosa memutuskan tali silaturrahmi, dosa sombong dan dosa
hutang, hingga selesai diadili. Dan telah dinyatakan secara sah pula bahwa,
kaum muslimin, apabila mereka telah berhasil melintasi sirat (titian di atas
neraka), mereka tertahan di gantarah, hingga selesai pengkisasan terhadap
perbuatan-perbuatan aniaya di antara mereka di dunia dahulu.
(Qaala na’am) yakni, engkau masuk ke dalamnya. Dalam hadis ini tidak
disebut-sebut zakat dan haji, boleh jadi karena ketika itu keduanya belum
diwajibkan, atau karena Beliau tidak diajak bicara mengenai keduanya.
Adapun hikmat salat fardu itu berjumlah lima adalah, bahwa salat lima
waktu itu diwajibkan atas seorang hamba guna mensyukuri nikmat badan,
dan nikmat badan itu adalah indera yang lima (pancaindera), yaitu: indera
perasa, indera penciuman, indera pendengaran, indera penglihatan, dan
indera peraba. Dan dari setiap indera yang lima macam ini, bisa diketahui
beberapa perkara sesuai dengan fungsi indera tersebut.
Indera peraba misalnya, nikmat indera peraba ini ada dua, apabila Anda
meletakkan tangan pada suatu benda, maka Anda akan tahu apakah benda
tersebut kasar atau halus. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah dua
rakaat salat Subuh.
Indera pencium, dengan indera ini Anda bisa mencium bau-bauan dari
empat arah. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat
Zuhur.
Indera pendengar, dengan indera ini Anda bisa mendengar dari empat
penjuru. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat
Asar.
Indera penglihat, jika Anda berdiri di suatu tempat misalnya, maka Anda
bisa melihat kearah depan, kanan dan kiri Anda, dan tidak bisa melihat ke
belakang. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah tiga rakaat salat
Magrib.
Indera perasa, dengan indera ini Anda bisa merasakan panas, dingin, manis
dan kecut. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat
Isyak.
PENUTUP:
Mengapa mereka tidak percaya pada pahala yang besar itu, apakah
kekuasaan Allah kurang mampu untuk melakukan itu, atau rahmat-Nya
yang sangat luas itu sudah sempit. Jika kekuasaan Allah itu meliputi
seluruh yang ditakdirkan, dan rahmat-Nya lebih luas dari tinta lautan,
maka boleh saja Dia menjanjikan derajat dan pahala yang banyak untuk
amal kebaikan yang sedikit, supaya dapat diketahui akan kekuasaan-Nya,
keagungan-Nya dan kemurahan-Nya. Betapa tidak, sedangkan di dalam
ayat-ayat suci Alguran dan hadis-hadis sahih telah banyak menjelaskan hal
itu. Seperti firman Allah
yang artinya: Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. (QS. 7: 156) Dan
dalam hadis yang mulia disebutkan, artinya: Sesungguhnya Allah
memberikan kepada hamba yang mukmin untuk satu kebaikan pahalanya
sejuta kebaikan. Kemudian Beliau membacakan firman Allah
HADIS KE-23
Dari Abu Malik Alharits bin Ashim Al Asy’ari katanya: Rasulullah
bersabda:
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya
dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini berisikan hal-
hal yang penting dari pokok-pokok agama.
(Ath Thuhuuru syathrul iimaan) yakni, kebersihan itu separuh iman
yang sempurna, yang terdiri dari pembenaran dengan kalbu, pengakuan
dengan lisan, dan pelaksaan dengan anggota badan.
Para imam mengatakan bahwa, thaharah (bersuci) itu terbagi kepada (1)
Wajib, seperti bersuci dari hadats, dan (2) Sunnah, seperti mengulangi
wudu dan mandi sunnah. Kemudian thaharah yang wajib itu terbagi lagi
menjadi: (a) Badani, dan (b) Qalbi. Thaharah galbi itu adalah seperti
membersihkan kalbu dari dengki, ujub, riyak dan sombong. Imam Ghazali
berkata: “Mengetahui tentang batas-batasnya, sebab-sebabnya, cara
pengobatan dan penyembuhannya adalah fardu ain hukumnya, yang wajib
dipelajari oleh setiap muslim.” Adapun thaharah badan itu bisa dengan air
dan bisa juga dengan tanah yang suci., atau dengan keduanya, seperti
bersuci dari bekas jilatan anjing, atau bisa juga dengan selain dari
keduanya, seperti dengan hirrif (sesuatu yang pedas) dalam penyamakan
kulit, atau menjadi suci dengan sendirinya, seperti perubahan arak menjadi
cuka. Semuanya ini diuraikan dengan jelas dalam kitab-kitab fikih.
Dan sabda Nabi , yang artinya: Jika seseorang muslim berwudu, maka
keluarlah dosa-dosanya dari pendengarannya, penglihatannya, kedua
tangannya dan kedua kakinya. Dan apabila ia duduk, maka ia duduk dalam
keadaan sudah diampuni. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Attabrani)
HIKAYAT:
Dan Nabi bersabda kepada sahabat Anas : “Hai Anas, kalau kau mampu
untuk berada dalam keadaan berwudu selamanya, maka lakukanlah.
Karena jika malaikat maut mencabut nyawa seorang hamba, sedangkan ia
dalam keadaan berwudu, maka dicatatkan baginya mati syahid.”
HIKAYAT:
Dikisahkan bahwa, pada zaman Nabi Isa dahulu ada seorang wanita
salihah, dia meletakkan panci berisi adonan di atas tungku, lalu ia berdiri
salat. Kemudian Iblis datang dengan menyamar sebagai seorang wanita,
seraya berkata kepadanya: “Adonan itu hangus!” Wanita salihah itu tidak
memperdulikannya. Lalu Iblis mengambil anaknya yang masih kecil dan
meletakkannya di dalam tungku. Wanita salihah itu tetap tidak menoleh
kepadanya. Tak lama kemudian suaminya masuk dan melihat bayinya
berada dalam tungku, sedang bermain-main dengan bara api yang
semuanya telah berubah menjadi permata berlian. Lalu Suaminya
menceritakan kejadian itu kepada Nabi Isa HJ. Nabi Isa berkata:
“Panggillah istrimu ke mari!” Ketika wanita salihah itu sudah menghadap,
Nabi Isa bertanya kepadanya: “Apa amalmu selama ini?” Wanita itu
menjawab: “Ya Ruh Allah, setiap kali saya berhadas, saya lalu berwudu.
Setiap kali ada orang yang berhajat kepada saya, saya beri. Dan saya
menanggung gangguan dari orang-orang hidup sebagaimana mayat
menanggungnya.”
Pada suatu hari Jibril datang menemui Rasulullah di atas sebuah dipan
yang terbuat dari emas, kaki-kakinya terbuat dari perak yang bertatahkan
mira delima, mutiara dan zabarjad, dengan dihampari sutera halus dan
tebal. Lalu ia berhenti di saluran air yang luas dan berpasir di kota Mekah.
Kemudian Jibril memberi salam kepada Nabi dan mendudukkan Beliau
bersamanya di atas dipan tersebut. Jibril mempunyai empat sayap, yang
satu terbuat dari mutiara, yang kedua terbuat dari mira delima, yang ketiga
terbuat dari zamrud dan yang keempat terbuat dari cahaya Tuhan semesta
alam. Jarak antara masing-masing sayap itu adalah lima ratus tahun
perjalanan. Dan di atas kepalanya ada dua jambul, yang satu berwarna
seperti matahari dan yang satunya lagi seperti bulan, bertatahkan permata
dan berbau misik dan kafur. Bersama Jibril ikut pula tujuh puluh ribu
malaikat.
(Wal hamdu lillaahi) yakni, lafaz ini sendiri, atau kalimat ini sendiri,
atau ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah surah Alfatihah.
(Maa bainas samaa-i wal ardhi) itu adalah karena apabila seorang
hamba mengucapkan tahmid sambil menghadirkan makna pujian dan apa
yang terkandung di dalamnya berupa sifat bergantung kepada Allah , maka
akan menjadi penuhlah timbangan amalnya dengan kebaikan. Dan jika
ditambahnya pula dengan mengucapkan tasbih (subhaanallaah) yang
merupakan penyucian Allah dari segala yang tidak layak bagi-Nya maka
akan penuhlah kebaikannya sebagai tambahan atasnya sebanyak antara
langit dan bumi. Disebutkannya kata “langit dan bumi” di sini adalah
sesuai dengan kebiasaan orang-orang Arab untuk menunjukkan sangat
banyak. Maksudnya adalah bahwa pahalanya sangat banyak sekali,
sehingga kalau digambarkan akan memenuhi antara langit dan bumi,
(Wash shalaatu nuurun) yakni, memiliki cahaya, atau bersinar, atau zat
salat itu sendiri adalah cahaya, dan ia menerangi wajah orang yang
mengerjakannya, sebagaimana bisa disaksikan di dunia, Dalam salah satu
hadis disebutkan, bahwa barangsiapa salat di malam hari, wajahnya akan
menjadi bagus di siang hari.
Adapun sebab empat orang itu saja yang khusus disebutkan dalam hadis
ini, karena keempatnya adalah tokoh-tokoh kaum kuffar. Orang yang
meninggalkan salat karena perniagaannya maka ia akan bersamasama
dengan Ubai bin Khalaf. Orang yang meninggalkan salat karena
kekuasaannya maka ia akan bersama-sama dengan Firaun. Orang yang
meninggalkan salat karena hartanya maka ia akan bersama-sama dengan
Oarun. Dan orang yang meninggalkan salat karena politik, maka ia akan
bersama-sama dengan Haamaan.
HIKAYAT:
Alkisah, pada suatu ketika Nabi Isa pernah melewati sebuah negeri yang
subur makmur, sungai-sungainya mengalirkan air yang jernih, dan
pepohonannya tumbuh subur dan rimbun. Penduduknya ramah tamah,
mereka sangat menghormati Beliau. Nabi Isa merasa kagum kepada
ketaatan mereka.
Setelah lewat tiga tahun, Nabi Isa kembali melewati negeri tersebut,
dilihatnya pepohonannya gundul, sungai-sungainya kering, dan
bangunannya banyak yang roboh. Nabi Isa menjadi heran. Kemudian
Allah mewahyukan kepada Beliau: “Seorang laki-laki yang meninggalkan
salat pernah melewati negeri ini, lalu ia membasuh wajahnya dengan air
sumber di situ, maka bekas basuhannya itulah yang menyebabkan air
sungai menjadi kering dan pepohonannya menjadi gundul, dan negeri itu
pun akhirnya menjadi sunyi tanpa penghuni. Wahai Isa, sebagaimana
meninggalkan salat itu menjadi sebab robohnya agama, maka ia juga
menjadi sebab hancurnya dunia..”
HIKAYAT LAIN:
Dan salat itu mencegah perbuatan maksiat dan menghalangi perbuatan keji
dan munkar, sebagaimana firman Allah,
Dalam salah satu hadis disebutkan: Orang yang tidak mau mengeluarkan
zakat akan masuk ke dalam neraka.
HIKAYAT:
Pada masa Ibnu Abbas dahulu, ada seorang laki-laki yang kaya raya.
Ketika ia mati, digalilah kuburan untuk menguburkannya. Ketika akan
mayat orang itu akan dimasukkan ke liang kubur, di dalamnya ada ular
yang sangat besar. Maka orang-orang pun lalu memberitahukan hal itu
kepada Ibnu Abbas, beliau menyarankan agar menggali lobang lain.
Ketika mereka sudah menggali di tempat lain, ternyata di dalamnya juga
ada ular, sampai-sampai mereka menggali tujuh kali di tempat yang
berbeda-beda, tetap saja ada ularnya. Maka Ibnu Abbas lalu menanyakan
kepada keluarganya tentang keadaan orang itu semasa hidupnya, beliau
mendapat jawaban, bahwa orang itu dahulu tidak suka mengeluarkan
zakat. Akhirnya terpaksalah ia dikuburkan bersama ular tersebut.
HIKAYAT LAIN:
Alkisah, ada seorang laki-laki menitipkan uang sebanyak dua ratus dinar
kepada laki-laki lain. Kemudian orang yang menitipkan itu meninggal
dunia. Kemudian datang anaknya kepada orang yang dititipi itu meminta
uangnya. Si anak menuntut uang itu jumlahnya lebih dari itu hingga
akhirnya perkara itu masuk ke pengadilan. Kemudian hakim menyuruh
membongkar kembali kuburan si mayit, maka dibongkarlah kuburan itu
maka mereka temukan pada si mayit itu cap dari api sebanyak jumlah uang
titipan tersebut.. Hakim itu lalu berkata: “Cap ini jumlahnya sebanyak
jumlah uang titipan itu, kalau seandainya titipan itu lebih tentu capnya pun
akan lebih.”
“Allah akan menyingkirkan azab dari suatu umat dengan sebab sedekah
yang diberikan oleh seorang lelaki di antara mereka.”
HIKAYAT:
Alkisah, pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki abid. Dia telah
beribadat kepada Allah selama tujuh puluh tahun dan tidak pernah
melakukan dosa apa pun. Pada suatu malam, ketika ia sedang berada di
tempat ibadatnya, datang seorang wanita yang cantik minta untuk
diizinkan tinggal bersamanya. Malam itu udara mendung. Namun abid itu
tidak mempedulikan keberadaan wanita itu, ia meneruskan ibadatnya.
Maka wanita itu pun pergi meninggalkan tempat tersebut.
Si abid melihat kepergian wanita itu, maka tiba-tiba muncul rasa
tertariknya kepada si wanita, lalu ditinggalkannya ibadatnya dan
disusulnya wanita itu. Lalu ia bertanya: “Anda mau ke mana?”
“Ke mana saja kakiku akan membawaku,” jawab si wanita. “Ayo ikut
bersamaku saja,” kata si abid mengajak wanita itu.
(Wash shabru dhiyaa-un) yakni, sabar dalam menahan beratnya ibadat
dan sakitnya musibah serta menahan diri dari apa-apa yang dilarang dan
lezatnya hawa nafsu. Sabar yang paling utama adalah sabar yang terakhir.
Ibnu Abid dunyaa meriwayatkan sebuah khabar, artinya: Sesungguhnya
sabar atas musibah itu dicatatkan pahalanya bagi si hamba sebanyak tiga
ratus derajat. Sabar atas perbuatan taat itu dicatatkan pahalanya bagi si
hamba sebanyak enam ratus derajat. Dan sabar menahan diri dari
perbuatan maksiat itu dicatatkan pahalanya bagi si hamba sebanyak
sembian ratus derajat.
Nabi Musa berkata: “Ya Rabb, tempat mana di surga yang paling Engkau
cintai?” Jawab: “Hazhiratul qudsi.” Musa bertanya: “Siapa yang akan
mendiaminya?” Jawab: “Orang-orang yang ditimpa musibah.” Nabi Musa
bertanya: “Siapakah mereka Ya Rabb?” Jawab: “Ialah mereka yang bila
Aku uji mereka bersabar, dan jika Aku beri nikmat, mereka bersyukur, dan
jika Aku timpakan musibah kepada mereka, mereka mengucapkan innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”
(Alaika) yakni, di tempat-tempat yang telah disebutkan tadi, Alguran itu
akan menjadi lawanmu, jika Anda berpaling dari melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalamnya. Salah seorang salaf
mengatakan: “Tidaklah sescorang duduk bersama Alguran lalu berdiri,
maka boleh jadi ia beruntung dan boleh jadi pula ia merugi. Kemudian ia
membacakan firman Allah ,
Dan Kami turunkan dari Alguran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Alguran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang salim selain kerugian. (QS. 17:82)
PENUTUP:
Adapun hikmat diulangnya bacaan itu sampai empat kali, menurut salah
satu gaul adalah karena dia telah memberikan kesaksiannya kepada Allah,
pemanggul Arsy, para malaikat dan seluruh makhluk, maka Allah
membebaskannya dengan setiap saksi dari masing-masing kesaksian yang
empat tadi. Juga, karena seseorang menjadi halal darahnya dengan
kesaksian empat orang dalam zina, maka darahnya pun menjadi terpelihara
dari api neraka apabila ada empat saksi atas keimanannya.
HIKAYAT:
Alkisah, ada seorang pemuda yang salih, yang termasuk golongan ahli
kasyaf (mampu menembus alam gaib dengan mata batinnya). Suatu hari
ibunya meninggal dunia, maka menjerit lah pemuda itu sambil menangis
meraung-raung dan akhirnya jatuh pingsan. Ketika ia sadar kembali, maka
ditanyakanlah kepadanya scbab ia berbuat demikian itu. Pemuda itu
menjawab, ia melihat ibunya masuk ke dalam neraka. Pada saat itu hadir
seorang tokoh habaib, beliau dahulu sudah pernah membaca tahlil 70 ribu
kali itu yang disiapkannya buat dirinya. Ketika ia mendengar jawaban
pemuda tersebut, maka berkatalah habaib tadi dalam hatinya: “Ya Allah,
Engkau tahu bahwa aku telah membaca tahlil 70 kali yang aku simpan
buat diriku. Dan sekarang aku persaksikan kepada-Mu, bahwa aku telah
menebus diri ibu pemuda ini dari api neraka.” Baru saja habaib itu
menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pemuda itu tampak tersenyum dan
bergembira sambil berkata: “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang
telah memperlihatkan ibuku telah keluar dari api neraka dan diperintahkan
masuk ke dalam surga.” Habaib tadi mengatakan: “Kejadian ini
memberika dua faedah sekaligus, pertama kebenaran berita tentang
keutamaan tahlil 70 ribu kali untuk menebus diri seseorang dari api neraka
itu, dan kedua, kebenaran berita tentang kasyafnya pemuda tersebut.”
HADIS KE-24
Artinya:
PENJELASAN:
(Yaa’ibaadii) kata jamak dari abdun, meliputi orang merdeka dan
hamba sahaya, baik laki-laki maupun wanita secara umum.
(Innii harramtuzh zhulma) zalim ialah meletakkan Sesuatu bukan pada
tempatnya.
(Alaa nafsii) hal ini mustahil pada hak Allah sebagaimana firman-Nya,
(Yaa ibaadii, kullukum dhallun) yakni, lupa akan syariat sebelum
diutusnya para rasul.
(Illaa man hadaituhu) yakni, orang yang Aku beri petunjuk untuk
beriman kepada apa yang dibawa oleh para rasul.
(Ahdikum) yakni, Aku berikan petunjuk itu buat kalian dengan jelas.
Adapun hikmat Allah menyuruh kita supaya minta petunjuk kepada-Nya
itu adalah sebagai penampakan kebutuhan dan ketundukan, serta untuk
memberitahukan bahwa kalau Dia memberi petunjuk kepada kita sebelum
kita pinta, dikuatirkan Anda akan menyangka bahwa petunjuk itu Anda
dapatkan dengan ilmu Anda, sehingga Anda akan sesat. Jika kita minta
petunjuk itu kepada-Nya, maka kita telah mengakui atas diri kita dengan
“ubudiyah (penghambaan) dan terhadap Tuhan dengan rububiyah
(penuhanan). Ini merupakan magam yang mulia, yang hanya diketahui
oleh orang-orang yang arif.
(Yaa ‘ibaadii, kullukum jaa-i-‘un illaaa man ath’amtuhu) ini adalah
karena manusia itu semuanya hamba yang pada hakikatnya tidak memiliki
apa-apa. Perbendaharaan rezeki itu hanya berada dalam kekuasaan Allah
semata. Jika Allah tidak memberi makan dari kemurahan-Nya kepada
seseorang maka ia akan tetap tinggal lapar. Karena memberi makan
kepada hamba itu bukan merupakan kewajiban atas Allah.
Orang yang berakal ialah orang yang berserah diri kepada Allah. Apabila
seseorang hamba telah merasa cukup dengan Tuhannya, maka setiap kali
dia meminta, maka Allah akan memberinya.
HIKAYAT:
Alkisah, Ashmu’i berkata: “Ketika saya sedang melakukan tawaf di
Kakbah, tiba-tiba datang seorang Baduwi, lalu berhenti di pintu Kakbah,
seraya berkata: “Ya Rabb, Ya Rabb, Ya Rabb, aku lapar, sebagaimana
yang Engkau lihat, untaku lapar sebagaimana yang Engkau lihat, puteriku
telanjang sebagaimana yang Engkau lihat, istriku butuh sebagaimana yang
Engkau lihat, maka apa yang Engkau lihat di dalam apa yang Engkau lihat,
Oh Tuhan yang melihat dan Dia tidak dilihat!”” Ashmw’i melanjutkan:
“Kemudian saya mengambil beberapa keping uang dinar yang saya punya,
lalu saya berkata kepada orang itu: “Tuan, ambillah ini dan gunakanlah
untuk menutupi kemiskinanmu!”” Ashmu’i berkata: “Orang itu
melemparkan uang tersebut seraya berkata: “Yang aku pintai itu lebih
pemurah daripadamu.’”
Ashmu’i berkata: “Baru saja orang itu selesai berkata, tiba-tiba terdengar
suara gaib mengatakan, “Hai fulan, temuilah pamanmu, baru saja dia
meninggal, dan meninggalkan empat ratus ekor unta, empat ratus ekor
sapi, dan empat ratus kilo emas. Pergilah menemuinya dan ambillah
hartanya itu, karena engkau adalah pewaris tunggalnya.”
HIKAYAT LAIN:
Catatan:
(Yaa “ibaadii innakum tukhthi-uuna bil laili wan nahaari, wa ana
aghfirudz dzunuuba jamii’an) yakni, selain dosa syirik dan apa-apa yang
tidak dikehendaki Allah pengampunannya.
(Yaa ‘ibaadii, lau anna awwalakum wa aakhirakum wa insakum wa
jinnakum gaamuu fii sha’iidin waahidin) yakni, di suatu tanah lapang yang
sangat luas.
(idzaa udkhilal bahra) yakni, dalam pandangan mata, air lautan itu tidak
berkurang sama sekali.
(Waman wajada ghairo dzaalika) yakni, buruk. Kata buruk ini tidak
disebutkan secara terang-terangan dalam hadis ini adalah uantuk
mengajarkan kepada kita bagaimana sopan santun dalam berbicara, yaitu
dengan menggunakan kata-kata perumpamaan dalam menyatakan hal-hal
yang akan menyakitkan hati, atau yang dianggap buruk, atau malu untuk
menyebutkannya.
(Falaa yaluumanna illaa nafsahu) yakni, karena dia lebih memilih untuk
menurutkan hawa nafsu dan kesenangannya daripada keridaan Tuhan dan
Pemberi rezekinya, mengingkari nikmat-nikmatNya dan tidak patuh
kepada hukum-hukum-Nya, maka sudah selayaknya Allah
memperlakukannya dengan menampakkan keadilan-Nya dan
mengharamkannya dari kemurahan-Nya.
PENUTUP
HADIS KE-25
Dari sahabat Abu Dzarr. Juga :
Artinya:
PENJELASAN:
(dzahaba ahlud dutsuuri) yakni, orang yang memiliki harta yang
banyak.
(Bil ujuuri) yakni, pahala yang banyak, ‘hal itu karena mereka….
(Lakum maa tashaddaguun) yakni, tatashaddaquun.
(Shadaqatun) amar makruf dan nahin munkar ini dianggap sedekah
apabila disertai dengan syarat-syarat bahwa, perbuatan tersebut telah di-
ijmak-kan mengenai wajibnya atau haramnya, dan mengetahui keadaan si
pelaku yang meyakini hal itu (wajib dan haramnya) ketika ia melakukan
perbuatan tersebut, mampu menghilangkannya baik dengan tangan
maupun lisannya, dan tidak dikuatirkan akan timbul kerusakan yang lebih
parah.
Ulama berkata: “Tidak disyaratkan bagi orang yang beramar makruf nahi
munkar itu untuk melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa
yang dilarangnya, namun ia harus tetap melaksanakan amar makruf dan
nahi munkar itu atas dirinya. Apabila salah satunya ada yang dilanggar,
maka yang satunya tidaklah menjadi gugur karenanya. Dan tidak pula
disyaratkan dalam melakukan amar makruf itu harus orang yang bersikap
adil. Bahkan seorang pemabuk harus mengingkari perbuatan temannya
pemabuk yang lain.”
Dan dari Abdullah bin Umar , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya:
Wahai saudara-saudara, suruhlah kebaikan dan laranglah kemunkaran,
sebelum kamu berdoa kepada Allah lalu doamu tidak diperkenankan-Nya,
dan sebelum kamu minta ampun kepada-Nya lalu Dia tidak
mengampunimu. Sesungguhnya amar makruf dan nahi munkar itu tidak
akan menghambat reseki dan tidak pula akan mempercepat ajal. Dan
sesungguhnya ketika para pendeta Yahudi dan Nasrani meninggalkan
amar makruf nahi munkar, Allah mengutuk mereka melalui lisan nabi-nabi
mereka, lalu meratalah bencana atas mereka. Diriwayatkan oleh Imam Al
Ashbihaani.
(Wa fii budh’i) yakni, jimak.
(Ahadikum shadaqatun) yakni, jika disertai niat yang baik, seperti
untuk menjaga dirinya dan istrinya dari memandang, memikirkan atau
menginginkan sesuatu yang haram, atau untuk memenuhi hak istrinya
dalam kaitan mempergaulinya dengan makruf yang diperintahkan ke
atasnya, atau untuk mendapatkan anak yang akan mengesakan Allah dan
memperbanyak jumlah kaum muslimin dan sebagainya. Dari sini dapat
diketahui bahwa, sesuatu pekerjaan yang mubah bisa menjadi perbuatan
taat jika disertai dengan niat yang baik.
(Fakadzaalika idzaa wadh’ahaa fil halaali kaana lahu ajrun) dari lahir
kemutlakannya ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang akan diberi
pahala dalam menikahi istrinya Secara mutlak. Dan hadis ini juga menjadi
dalil bolehnya ber-kias. Dan Juga seyogianya menyertakan niat yang baik
dalam perbuatan yang mubah Supaya Ia menjadi perbuatan taat.
PENUTUP:
Maukah kamu aku beritahu tentang sebaik-baik amalmu dan paling suci di
sisi Tuhanmu dan paling meninggikan di dalam derajatmu dan lebih baik
bagimu daripada menafkahkan emas, perak, serta lebih baik bagimu
daripada kamu hadapi musuhmu lalu kamu tebas leher mereka atau
mereka tebas lehermu? Para sahabat menjawab: Mau, Ya Rasulullah.
Beliau menjawab: Zikrullah
HADIS KE-26
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah bersabda:
Artinya:
Tiap-tiap angsota badan dari manusia wajib atasnya sedekah setiap hari
apabila terbit matahari. Engkau damaikan antura dua orang yang sedang
berselisih itu merupakan sedekah, menolong orang berkaitan dengan
tunggangannya, engkau bantu mengangkatnya ke atas tunggangannya itu,
atau engkau bantu ia mengangkatkan barang-barangnya ke atas
tunggangannya itu merupakan sedekah. Perkataan yang baik itu adalah
sedekah. Dan setiap langkah menuju ke tempat salat itu merupakan
sedekah. Dan menyingkirkan sesuatu gangguan dari jalan itu adalah
sedekah.
PENJELASAN:
(Kullu sulaama) yakni, seluruh tulang dan persendian yang ada dalam
tubuh. Dalam khabar Muslim disebutkan: Manusia diciptakan atas 360
persendian, setiap sendi itu ada sedekahnya.
(Wa yu’iinur rajula fii dabbatihi fayahmilu ‘alaihaa au yarfa’u “alaihaa
mataa’ahu Shadaqatun) yakni, atasnya.
(Wal kalimatuth thayyibatu) dan itu adalah setiap zikir dan doa buat
dirinya atau orang lain, memberi salam dan membalas salam, memuji
dengan benar dan yang serupa dengan itu yang dapat menyenangkan hati
dan merukunkannya yang termasuk dalam memperlakukan manusia
dengan akhlak yang mulia dan perilaku yang baik, seperti sabda Nabi
yang artinya: walaupun hanya menghadapi saudaramu dengan wajah yang
cerah.
BISYAARAH:
Pada hari kiamat kelak ada suatu kaum yang berdiri di dekat sirath sambil
menangis, lalu dikatakan kepada mereka: “Lewatilah sirath itu!” Mereka
menjawab: “Kami takut terhadap api neraka.” Jibril lalu bertanya:
“Bagaimana kamu melintasi lautan?” Mereka menjawab: “Dengan kapal.”
Maka didatangkanlah masjid-masjid yang dahulu mereka salat di
dalamnya, lalu mereka pun naik ke atasnya dan berhasil melintasi sirath
dengan selamat.
FAEDAH:
(Shadaqatun) atas kaum muslimin. Perbuatan ini disebut terakhir adalah
karena ia merupakan yang paling rendah dari yang sebelumnya,
sebagaimana diisyaratkan dalam salah satu hadis Nabi , yang artinya: Iman
itu ada tujuh puluh sekian cabang, yang paling tingsi adalah ucapan laa
ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan
dari jalan.
PENUTUP:
HADIS KE-27
Dari Annawwaas bin Sam’aan. Dari nabi. Beliau bersabda:
Artinya:
Kebajikan itu adalah baiknya budi pekerti dan dosa itu adalah apaapa yang
membekas di dalam hatimu dan engkau tidak suka dilihat orang ketika
engkau sedang melakukannya
Ini adalah hadis hasan yang yang kami riwayatkan dari dalam dua musnad,
yaitu Musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Musnad Addarimi dengan
sanad hasan.
PENJELASAN:
(Albirru) yakni, sebagian besarnya, lawannya adalah fujur dan dosa.
Karenanya kata birrun (kebajikan) ini dipasangkan dengan kata itsmun
(dosa, sebagai lawannya), artinya adalah setiap sesuatu yang dituntut oleh
syara’ baik sebagai kewajiban maupun sunnah, sedangkan dosa adalah
setiap sesuatu yang dilarang oleh syara”. Adakalanya kata birrun ini
lawannya adalah “uguug, artinya menjadi ihsaan (berbuat baik), dan
“uguug artinya isaa-atan (berbuat buruk)
(Husnul khalqi) termasuk ke dalamnya: berwajah manis, menahan
gangguan, menjamu tamu, suka buat orang lain seperti yang disuka buat
dirinya sendiri, baik dalam bergaul, santun dalam berbantah, adil dalam
berhukum, berbuat baik dalam rahasia, mementingkan orang fain dalam
kesulitan, baik dalam bersahabat, menanggung gangguan, melaksanakan
segala kewajiban dan menjauhi segala yang diharamkan.
TANBIH:
Perbuatan birrun yang paling baik adalah birrul waalidain (bakti kepada
kedua orangtua). Allah berfirman,
(Wa karihta an yatthali’a ‘alaihin naasu) perbuatan yang tidak disuka
untuk dilihat oleh orang lain merupakan tanda bahwa itu adalah perbuatan
tidak baik atau dosa, sebab biasanya manusia itu suka dilihat perbuatan
baiknya. Karena itulah kebanyakan manusia dibinasakan oleh perbuatan
riya (pamer/ingin dipuji orang).
(Wal itsmu maa haaka fin nafsi wa taraddada fish shadri) yakni, hati.
Dan penggabungan antara kedua kata ini adalah sebagai penguat.
(Wa in aftaakan naasu) yakni, ulamanya. Maksud dari kalimat ini
adalah: Aku telah memberikan tanda-tanda dari dosa itu maka ambillah ia
sebagai pelajaran untuk menjauhinya, dan jangan terima fatwa orang lain
yang bertentangan dengannya.
PENUTUP:
HIKAYAT:
HADIS KE-28
Dari Abu Najiihi Al ‘Irbaadh bin Saariyah. Katanya :
Artinya:
PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi kita taufik untuk bisa
berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini adalah hadis yang agung.
(Maw’izhatan) yaitu, nasihat dan peringatan terhadap hal-hal yang akan
datang.
(Wajilat minhal guluubu) yakni, yang karena nasihat itu, hati menjadi
gentar ketakutan.
HIKAYAT:
Pada suatu hari, ketika ia ada keperluan di luar, ia lupa mengunci pintu
rumahnya. Maka keduanya pun pergi menghadiri majelis tersebut.
Akhirnya keduanya pun meninggal dunia bersama orang-orang yang
meninggal di masjid itu. Ketika wanita itu pulang, didapatnya berita
bahwa keduanya sudah meninggal dunia di masjid. Maka wanita itu lalu
berdiri di pintu masjid sambil berkata dalam hatinya: “Syeikh ini tidaklah
keluar kecuali seperti keluarnya keduanya.”
Ketika syeikh itu selesai memberikan ceramah, dan hendak keluar dari
masjid, maka si wanita mencegatnya di pintu masjid seraya membacakan
dua bait syair:
Kau menajamkan besi namun kausendiri tetap tumpul tak bisa memotong
(Qaala ushiikum bitagwallaahi) dalam kalimat ini terkumpul segala
yang dibutuhkan dalam urusan akhirat, karena takwa itu merupakan
cerminan dari melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan,
dan beban syariat itu tidak keluar dari batas-batas tersebut.
(Was sam’u wath thaa’atu) dikumpulkannya kedua kata ini sebagai
tanda agar diberikan perhatian yang berlebih.
(Wa innahu man ya’isy minkum fasayaraa ikhtilaafan katsiiran) ini
merupakan mukjizat Nabi , karena Beliau mengetahui apa yang akan
terjadi sepeninggal Beliau secara terperinci, berdasarkan hadis sahih
bahwa telah disingkapkan bagi Beliau apa yang akan terjadi hingga
penghuni surga atau neraka masuk ke dalam tempatnya masing-masing.
(Fa alaikum) yakni, pada waktu itu kamu wajib berpegang teguh.
(Bi sunnatii) yakni, jalanku yang lurus yang aku ada di atasnya, berupa
hukum-hukum Y’tikadiah dan amaliah yang wajib dan yang sunnah.
(Fa inna likulli bid’atin dhalaalatun) bid’ah menurut bahasa artinya
mengadakan sesuatu yang baru tanpa contoh sebelumnya. Sedangkan
menurut syara’ artinya, apa-apa yang diadaadakan bertentangan dengan
perintah Allah.
Sufyan Ats Tsauri berkata: “Bid’ah itu lebih disukai setan daripada
maksiat, sebab perbuatan maksiat itu boleh jadi dimintakan ampun oleb
pelakunya, namun perbuatan bid’ah tidak akan dimintakan ampunnya.”
Dan sabda nabi , yang artinya: Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk
dari golonganku, dan barangsiapa tidak suka akan sunnahku, maka ia
bukan dari golonganku.
PENUTUP:
HADIS KE-29
Dari sahabat Mu’adz bin Jabal. Katanya :
Artinya:
PENJELASAN:
(Wa innahu layasiirun ‘alaa man yassarahullaahu alaihi) yakni, dengan
taufik-Nya untuk melaksanakan ketaatan dan melapangkan dadanya untuk
melakukan apa yang telah dibebankan Allah kepadanya. Barangsiapa yang
dikehendaki Allah untuk menunjukinya, maka Dia melapangkan dada
orang itu untuk menerima Islam. Kemudian Beliau menjelaskan amal yang
besar itu dalam sabdanya:
(Laa tusyrikuu bihi syai-an) yakni, melaksanakan segala bentuk ibadat
dengan tulus ikhlas.
(Tsumma qaala alaa adulluka ‘alaa abwaabil khairi?) dan di dalam
riwayat Ibnu Majah: Maukah engkau kutunjuki pintu-pintu surga?
HIKAYAT:
Dari sahabat Abu Hurairah , bahwa Nabi sallallaahu alaihi bersabda, yang
artinya: Pada saman dahulu ada seorang laki-laki Yang suka mendatangi
sarang burung dan mengambili anak-anak burung yang baru ditetaskan
oleh induknya. Lalu induk burung itu mengadukan halnya kepada Allah
tentang perbuatan orang itu, Maka Allah memberitahukan kepadanya,
kalau orang itu datang lagi maka ia akan dibinasukan. Ketika induk burung
itu menetaskan anak burung lagi, orang itu sebagaimana biasa mendatangi
sarang burung itu lagi untuk mengambil anak-anak burung itu. Pada saat
berjalan menuju ke sarang burung itu, ia berjumpa dengan seorang
pemintaminta, lalu diberinya sepotong roti yang ada padanya. Kemudian ia
melanjutkan perjalanannya.
Ketika tiba di pohon tempat sarang burung itu berada, ia memasang tangga
lalu memanjatnya, kemudian diambilnya anakanak burung itu dari
sarangnya, sedangkan induk burung itu hanya bisa memandanginya saja.
Lantas induk burung itu mengadukan hal itu kepada Allah: “Oh Tuhan
kami, Engkau tidaklah ingkar janji. Engkau telah berjanji kepada kami
akan membinasakan orang itu jika ia kembali. Sekarang dia sudah kembali
dan mengambil anakanak kami, namun mengupa tidak Engkau
binasakan?” Maka Allah memberitahukan kepadanya, bahwa Aku tidak
akan membinasakan orang yang bersedekah pada hari ia bersedekah itu
dengan kematian yang buruk.
(Wa shalaatur rajuli) disebutnya orang laki-laki di sini adalah karena
penanyanya adalah seorang laki-laki, atau karena kebanyakan perbuatan
baik itu pelakunya adalah laki-laki, sebab kaum wanita kebanyakan
menjadi penghuni neraka. Namun wanita sama dengan laki-laki dalam
masalah salat ini.
(Fii jaufil laili) adapun sebab waktu malam itu lebih utama dari siang
adalah karena lebih mudah untuk khusyuk dan tadarruk. Dan yang lebih
utama adalah sesudah tidur.
(Alaa ukhbiruka bira’sil amri) yakni, ibadat, atau perkara yang engkau
tanyakan tersebut.
(Wa qaala, kuffa’alaika haadzaa) yakni, jagalah ini dari kejahatan.
PENUTUP:
Seyogianya orang yang berakal itu memelihara lidahnya dari semua
perkataan kecuali perkataan yang akan mendatangkan kemaslahatan dan
kemanfaatan.
HADIS KE-30
Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani Jurtsum bin Nasyir , dari Rasulullah ,
Beliau bersabda:
Artinya:
PENJELASAN:
(Innallaaha ta’aala farradha faraaidha) yakni, telah mewajibkannya dan
mengharuskan beramal dengannya.
(Falaa ta’taduuhaa) yakni, jangan menambahnya dari apa yang telah
diperintahkan Allah.
(Wa sakata ‘an asy-yaa-in rahmatan lakum) yakni, karena kamu.
yang artinya: Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya. (QS. 17: 44) Lalu ditanyakan: Bagaimana benda mati bisa
bertasbih? Karena Allah telah memberitahukan itu, dan Dia menjadikan
bagaimana yang Dia kehendaki sebagaimana yang Dia kehendaki, kita
hanya wajib percaya.
Alhasan berkata: “Berpikir sesaat itu lebih baik daripada ibadat salat
Sunnah semalam suntuk.” Dan Ibrahim bin Adham berkata: “Berpikir itu
adalah hajinya akal.”
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini, kami akan kemukakan beberapa faedah yang
berkaitan dengan tafakkur. Sebagian orang arif mengatakan bahwa,
tafakkur itu terbagi dua: (1) tafakkur yang berkaitan dengan Tuhan, (2)
tafakkur yang berkaitan dengan si hamba. Adapun tafakkur yang berkaitan
dengan hamba itu, seyogianya ia memikirkan apakah ia ada dalam maksiat
atau tidak? Jika dilihatnya dirinya berbuat dosa, maka hendaklah ia segera
bertobat, kemudian memikirkan menggantikan anggota tubuh yang biasa
digunakan untuk maksiat menjadi untuk berbuat taat, dan menjadikan
pekerjaan matanya adalah mengambil pelajaran, pekerjaan lisannya adalah
zikir, istigfar, tasbih, tahlil dan zikir-zikir lainnya. Begitu juga anggota-
anggota tubuh lainnya digunakan untuk berbuat taat di waktu malam dan
siang, berbakti kepada Tuhan Yang Tunggal dan Maha Penakluk.
Kemudian memikirkan untuk mengisi waktu-waktunya dengan amalan
sunnah guna mencari laba di negeri yang berlaba (negeri akhirat). Maka
hendaklah ia menambah salat fardunya dengan salat-salat sunnah sesuai
dengan kemampuannya.
Begitu juga, ia memikirkan urusan puasa, seperti puasa Senin Kamis dan
hari-hari yang mulia serta musim-musim kebaikan dan ketaatan, janganlah
itu dilupakannya. Kemudian memikirkan urusan zakat, jika itu wajib
atasnya, hendaklah dikeluarkannya kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Kalau tidak, maka hendaklah ia bersedekah. Kemudian
hendaklah ia memikirkan tentang umurnya yang pendek, ia harus
menyadari itu sebelum ia pergi untuk selama-lamanya, sedang ia tidak
merasa.
HADIS KE-31
Dari Abul Abbas Sahl bin Saad Assaa’idi , katanya:
Artinya:
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lain-lain dengan sannad-
sanad yang hasan.
PENJELASAN:
(Izhad) Zuhud menurut bahasa artinya memalingkan diri dari sesuatu
karena menganggapnya remeh tak ada harganya. Sedangkan menurut
istilah syara” adalah mengambil yang halal sekedar yang diperlukan saja.
Alfudhail berkata: “Asal zuhud itu adalah rida terhadap ketentuan Allah.”
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa celaan terhadap dunia yang
disebutkan dalam beberapa ayat dan hadis itu bukan ditujukan kepada
zamannya, yaitu malam dan siang, karena Allah telah menjadikan waktu-
waktu tersebut sebagai pergantian bagi orang yang hendak berzikir dan
bersyukur. Dan bukan pula celaan itu tertuju kepada tempatnya, yaitu
bumi. Karena Allah telah menjadikannya bagi kita sebagai tempat tinggal.
Dan juga bukan karena benda-benda dan hewan-hewan yang ada di
dalamnya, karena Allah telah menjadikan semuanya itu sebagai nikmat-
Nya bagi hamba-hamba-Nya. Sebab tercelanya dunia itu adalah karena
sibuk dengan apa yang ada di dalam dunia itu yang menyebabkan lalai dari
tujuan hidup manusia diciptakan, yaitu untuk ibadat kepada Allah .
(Wazhad fiimaa fii aidin naasi yuhibbukan naasu) yakni, karena pada
umumnya kalbu itu diciptakan atas cinta dunia, jadi orang yang berusaha
mencabut kecintaannya itu maka akan dibencinya, dan orang yang tidak
menggugatnya akan dicintainya.
Sebagian ulama berkata: “Saya tidak ragu bahwa orang yang zuhud
terhadap dunia tentu akan dicintai oleh jin dan manusia.”
PENUTUP:
Hadis ini berisikan anjuran agar seseorang mengurangi dari dunia sekedar
yang dapat menutupi kebutuhannya saja.
Kemudian Nabi Isa berkata: “Sungguh aneh orang-orang bodoh yang lain,
yang telah menyaksikan apa yang telah dilakukan dunia itu kepada orang-
orang, namun mereka masih tetap menginginkannya dan tidak mau
mengambil pelajaran!”
Ibrahim lalu berkata: “Kalau Anda tahu bahwa Anda diciptakan untuk
mati, maka mengapa Anda masih bersikap congkak dan sombong?”
“Anda benar,” kata kiai itu. Kemudian ia turun dari atas kursinya lalu
bertobat dan ikut bersama Ibrahim merantau, dan ditinggalkannya semua
harta, rumah dan anak istrinya hingga matinya. Semoga Allah merahmati
mereka semua.
HADIS KE-32
Dari Abu Said Saad bin Malik bin Sinaan Alkhudri , bahwa Rasulullah
bersabda:
Artinya:
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Addarugutni serta lainnya
dengan sanad, dan diriwayatkan juga oleh Imam Malik di dalam
Almuwattha sebagai hadis mursal, dari Amr bin Yahya dari bapaknya dari
Nabi , dan dia meniadakan Abu Said. Hadis ini mempunyai beberapa
jalan, antara satu dengan liannya saling menguatkan.
PENJELASAN:
(Laa dharara walaa dhiraara) yakni lawan kata dari manfaat. Yang
pertama adalah memberi mudarrat kepada orang lain secara mutlak, dan
yang kedua adalah memberi mudarrat kepada orang lain sebagai
pembalasan.
CATATAN:
Berikut ini kami kemukakan sedikit riwayat tentang besarnya azab yang
akan diterima oleh orang yang menyakiti kaum mukminin..
Abu Daud berkata: “Fikih itu beredar pada lima hadis, dan hadis ini
dianggap sebagai salah satu dari hadis yang lima itu.”
Telah disebutkan dalam Alguran dan hadis sahih yang maknanya sama
dengan hadis ini, maka pegang teguhlah ia, seperti firman Allah
Dari Ibnu Mas’ud , katanya: “Nanti pada hari kiamat tangan seorang
hamba, baik laki-laki maupun perempuan, akan dicekal lalu berteriaklah
penyeru di hadapan khalayak ramai: “Ini adalah fulan bin fulan,
barangsiapa mempunyai hak atasnya, maka hendaklah mendatangi kepada
haknya.” Maka menjadi gembiralah wanita, karena ia mempunyai hak atas
ayahnya, saudara laki-lakinya dan suaminya.” Kemudian Ibnu Mas’ud
membacakan firman Allah:
Pada hari itu, Allah mengampuni dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-
Nya bagi siapa yang dikchendaki-Nya, dan tidak mengampuni sama sekali
terhadap dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Orang yang
pernah berdosa terhadap sesama manusia kelak akan dihadapkan kepada
orang banyak, kemudian Allah berfirman kepada orang-orang yang
mempunyai hak atasnya: “Ambillah hak-hak kalian dari orang ini!” Si
hamba berkata: “Ya Rabb, dunia sudah musnah, darimana saya akan
membayar hak-hak mereka?” Maka Allah berfirman kepada malaikatNya:
“Ambillah dari amal salihnya dan berikanlah kepada orang yang berhak
sesuai dengan kezalimannya dahulu.” Apabila si hamba tadi adalah orang
yang dikasihi Allah, lalu amalnya baiknya hanya tersisa sebesar atom,
maka Allah akan melipatgandakannya hingga akhirnya ia masuk ke dalam
surga. Adapun jika si hamba tersebut adalah orang yang celaka, dan amal
baiknya tidak tersisa sama sekali, malaikat berkata: “Ya Tuhan kami,
kebaikan orang ini sudah habis, sedangkan yang menuntut masih banyak?”
Maka Allah berfirman kepada malaikat-Nya: “Ambillah dari kejahatan
mereka lalu tambahkan kepada kejahatannya.” Maka bertambah beratnya
amal buruknya, hingga akhirnya ia dijebloskan ke dalam neraka.
HADIS KE-33
Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda:
Artinya:
PENJELASAN:
(Lakinil bayyinatu ‘alal mudda’i wal yamiinu ‘alaa man Ankara)
artinya adalah bahwa posisi pihak pendakwa itu adalah lemah, karena
dakwaannya itu bertentangan dengan asal, maka ia dituntut untuk
memberikan bukti yang kuat. Sedangkan pihak yang didakwa, posisinya
kuat karena ia menurut yang asal, maka ia cukup memberikan bukti yang
lemah saja. Yang dimaksud dengan pendakwa adalah orang yang
perkataannya bertentangan dengan yang lahir.
Jika orang yang didakwa itu tidak mau memberikan sumpah, setelah
hakim menyuruhnya bersumpah, atau setelah hakim mengatakan
kepadanya “Bersumpahlah!” maka sumpah itu diberikan kepada
pendakwa, maka ia pun lalu bersumpah. Untuk lebih jelasnya, masalah ini
dapat dilihat di dalam kitab-kitab fikih, karena di sini kita hanya
membicarakan sekedar untuk nasihat belaka.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini kami akan ceritakan sebuah anekdot yang
terjadi di masa Bani Israil dahulu.
Konon, di zaman Bani israil ada tiga orang hakim yang memutuskan
segenap perkara yang terjadi pada masa itu. Kemudian Allah mengutus
kepada mereka satu malaikat untuk menguji mereka. Malaikat itu
menemui seorang laki-laki yang sedang memberi minum sapinya,
sedangkan di belakangnya ada seekor anak sapi. Kemudian malaikat itu,
yang sedang menunggang kuda jantan, memanggil anak sapi itu, lalu si
anak sapi mengikutinya. Maka pemilik sapi dan malaikat itu lalu
bertengkar, masing-masing mengakui bahwa sapi itu adalah miliknya.
Akhirnya mereka sepakat memutuskan perkara itu di depan hakim. Maka
pergilah mereka menemui hakim.
HADIS KE-34
Dari sahabat Abu Said Alkhudri , katanya: Saya mendengar Rasulullah
bersabda:
Artinya:
PENJELASAN:
(Man ra-aa) boleh jadi yang dimaksudkan di sini adalah melihat dengan
mata kepala sendiri, tetapi ada juga yang mengatakan bisa juga dengan
pemberitahuan.
(Minkum) yang dimaksud adalah seluruh umat yang diajak bicara saja,
dan orang yang hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir.
(Fain lam yastathi”) menghilangkan seperti apa yang disebutkan.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa hadis yang berkaitan dengan amar
makruf nahi munkar itu.
Dari Abu Said Alkhudri , dari Rasulullah , Beliau bersabda yang artinya:
Jihad yang paling utama itu adalah mengucapkan kata-kata hak di hadapan
raja yang kejam atau penguasa yang lalim. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)
Dari Anas bin Malik , katanya: Rasulullah bersabda yang artinya: Kalimat
Laa ilaaha illallaah senantiasa berguna bagi orang yang mengucapkannya,
dan akan mengangkat asab dan siksa sepanjang mereka tidak meremehkan
haknya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud
dengan meremehkan haknya itu? Beliau menjawab: Tampak perbuatan
maksiat kepada Allah namun mereka tidak mengingkari dan tidak
mengubahnya. (Diriwayatkan oleh Al Ashfihaani)
Amar makruf dan nahi munkar itu hukumnya fardu kifayah. Maksud amar
adalah dalam masalah kewajiban-kewajiban syara’, sedangkan nahi adalah
hal-hal yang diharamkannya. Apabila sudah ada yang melakukan amar
makruf nahi munkar itu maka menjadi gugurlah kewajibannya atas yang
lain, namun jika tidak ada seorang pun yang melaksanakan amar makruf
nahi munkar, maka semuanya menjadi berdosa.
PENUTUP:
Tidak ada hal yang bertolak belakang antara sabda Nabi man ra-aa
minkum munkaran falyughayyirhu biyadihi hingga akhirnya, dengan
firman Allah: yaa ayyuhal ladziina aamanuu alaikum anfusukum laa
yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitumilallaahi marji’ukum. Menurut
ahli tahkiik maknanya adalah: Jika kamu melaksankan apa yang
dibebankan kepadamu itu maka tidaklah merugikan kamu perbuatan orang
lain yang tidak mau menjalankannya. Karena ia telah menunaikan apa
yang menjadi kewajibannya, karena kewajibannya adalah hanya
menyuruh, bukan supaya orang menerimanya.
HADIS KE-35
Dari Abu Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya:
Artinya:
Janganlah kamu satu sama lain saling mendengki, dan janganlah saling
bersaing dalam penawaran, jangan saling membenci, dan jangan saling
membelakangi (jauh-menjauhi), dan janganlah kamu (merebut) membeli
atau menjual (barang) yang sedang hendak dijual atau dibeli oleh orang
lain. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang
muslim aduluh saudara duri muslim yang lain, ia tidak boleh
menganiayanya, menclantarkannya, mendustainya, dan menghinanya.
Tukwa itu adaluh di sini -Beliau lulu menunju ke arah dadanya tiga
kaliTerlalu jahat orang yang menghina saudaranya sesama muslim. Semua
orang Islum harum bagi orang Islam lainnya dalam hal darahnya, hartanya
dan kehormatannya.
PENJELASAN:
Nabi bersabda, yang artinya: Sifat dengki itu akan memakan kebaikan
sebasuimana api memukan (membukur) kayu.
HIKAYAT:
Pada zaman dahulu, ada seorang salih mendampingi seorang raja sambil
memberinya petuah-petuah berharga, di antaranya ia berkata: “Berbuat
baiklah kepada orang yang berbuat baik dengan kebaikannya, sebab orang
yang jahat akan mendapatkan hukuman oleh keburukannya sendiri.”
Melihat kedekatan orang salih itu dengan sang raja, ada orang yang merasa
dengki. Orang itu lalu mencari jalan supaya orang salih itu dibunuh oleh
raja. Kemudian ia berkata raja: “Orang itu mengatakan bahwa bau mulut
baginda busuk. Coba baginda lihat sendiri buktinya, jika baginda dekat
dengannya ia pasti menutup mulut dan hidungnya agar tidak tercium bau
mulut baginda.”
Mendengar perkataan orang itu, raja itu menjadi sangat murka. Ia ingin
membuktikannya.
Setelah keluar dari balai ruang raja, orang itu lalu mengajak makan orang
salih tersebut, dan disuguhinya makanan yang banyak bawang putihnya.
Ketika orang salih itu menghadap raja, sebagaimana biasa ia lalu
menasihati raja, yang di antara nasihatnya itu adalah: Berbuat baiklah
kepada orang yang berbuat baik dengan kebaikannya….dan seterusnya.
Raja lalu menyuruhnya supaya duduk lebih dekat dengannya. Orang salih
itu pun menurut, sambil menutup mulut dan hidungnya karena khawatir
bau bawang putih yang dimakannya tercium oleh raja. Raja lalu berkata
dalam hatinya: “Si fulan itu rupanya benar.” Kemudian ia lalu menulis
sepucuk surat buat petugasnya. Biasanya raja tidak menulis sendiri suatu
surat kecuali yang isinya perintah untuk memberikan hadiah. Tetapi kali
ini raja menulis: “Jika pembawa surat ini datang menemuimu, maka
bunuhlah ia dengan seburuknya, lalu cincang-cincang dan bawa
kepadaku.”
Kemudian surat itu diberikannya kepada orang salih tesebut. Ketika orang
salih itu keluar sambil membawa surat tadi, ia dicegat oleh si pendengki,
lalu ditanyanya: “Apa yang di tanganmu itu?” Orang salih itu menjawab:
“Surat raja berisi hadiah.”
Maka surat itu diambil oleh si pendengki dan dibawanya ke petugas raja.
Setelah surat itu diberikannya kepada petugas raja dan dibacanya, maka
petugas itu berkata: “Dalam surat ini tertulis aku harus membunuhmu
dengan seburuk-buruknya, lalu mencincangmu!”
“Oh jangan pak, itu sebenarnya bukan surat saya, tahanlah dulu, biar saya
menghubungi raja lagi,” kata si pendengki itu memelas.
Maka akhirnya si pendengki itu pun lalu dibunuh dan dicincang, kemudian
diserahkan kepada raja.
Sedangkan orang salih itu, sebagaimana biasa tetap datang menemui raja,
dan memberikan nasihat kepada raja. Raja menjadi heran, lalu bertanya:
“Apa yang kaulakukan dengan suratku?” Orang salih itu menjawab: “Surat
itu diminta oleh si fulan, lalu saya berikan kepadanya.” Raja bertanya
kembali: “Orang itu mengatakan bahwa kau menganggap mulutku bau.”
“Tidak, saya tidak pernah mengatakan hal itu kepadanya,” bantah orang
salih itu.
“Karena dia telah memberiku makan bawang putih, saya tidak mau
baginda mencium baunya yang kurang sedap itu.” Jelas si orang salih.
Raja lalu berkata: “Engkau benar, kembalilah ke tempatmu, orang Jahat itu
telah mendapatkan balasan dari keburukannya sendiri.”
(Walaa tanaajasyuu) artinya menurut bahasa adalah memonopoli,
sedangkan menurut syara” artinya adalah menambah harga barang yang
akan dijual melebihi dari harga umumnya dengan tujuan supaya ada orang
yang membelinya dengan harga mahal. Ini hukumnya haram karena
adanya perbuatan yang menyakiti orang lain, dan juga menipu orang lain
itu hukumnya haram. Sedangkan jual belinya sendiri adalah sah, karena
makna larangan ini adalah di luar jual beli itu, dan tidak ada khiyar bagi si
pembeli sebab kelalaiannya. Dan dosa perbuatan ini hanya tertentu bagi
orang yang mengetahui akan keharamannya, bukan yang lainnya.
Nabi bersabda, yang artinya: Tidak halal bagi seorang muslim untuk
memboikot (memutuskan hubungan) dengan saudaranya melebihi dari tiga
hari.
Dibolehkan memutuskan hubungan dengan orang fasik, tukang bid’ah dan
yang serupa dengan mereka, dan juga orang yang diharapkan dengan
pemutusan hubungan itu akan menjadi baik agamanya, seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah terhadap Kaab bin Malik dan dua kawannya.
CATATAN:
Orang kafir boleh dihina karena ia tidak mempunyai kemuliaan
disebabkan oleh kekafirannya itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah
yang artinya: Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang
pun yang memuliakannya. (QS. 22: 18)
PENUTUP:
Untuk menutup majelis ini, akan kami kemukakan ayat-ayat dan hadis-
hadis yang berkaitan dengan celaan terhadap ghibah (ngrasani).
Allah berfirman,
Dari sahabat Jabir pula, katanya: “Rasulullah bersbada: “Janganlah sekali-
kali kamu menggunjing orang, sebab ia lebih berat daripada zina.’ Para
sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa ia lebih berat daripada zina? ‘
Jawab: “Karena boleh jadi orang yang berzina itu meminta ampun kepada
Allah lalu Allah mengampuninya, sedangkan orang yang menggunjing
orang lain itu tidak akan diampuni dosanya sampai orang yang
digunjinginya itu memaafkannya.’”
Konon pada hari kiamat seorang hamba diberi kitab catatan amalnya,
maka ketika dilihatnya ternyata di dalamnya tidak tampak catatan
kebaikannya sama sekali, maka ia lalu mengadu kepada Allah: “Ya Rabb,
mana salatku, puasaku dan ketaatanku?” Lalu dikatakan kepadanya:
“Semua amalmu lenyap disebabkan oleh ghibahmu. Dan ada pula orang
yang ketika diberi catatan amalnya dari sebelah kananya, dilihatnya
banyak kebaikan yang tidak pernah dilakukannya di dunia, lalu dikatakan
kepadanya: “Itu adalah kebaikan-kebaikan dari orang yang
menggunjingmu di dunia dahulu sedangkan engkau tidak merasa.”
HIKAYAT:
Wanita itu lalu berkata: “Suatu malam, saya sedang tidur, tiba-tiba datang
putera saya dalam keadaan mabuk lalu menggauli saya hingga saya hamil
dan melahirkan anak.”
Orang-orang yang hadir di sutu merasa heran atas kejadian tersebut, lalu
kiai itu berkata: “Apakah kalian merasa heran dengan kejadian ini. Padahal
ini lebih ringan dibandingkan ghibah (ngrasani orang), sebab pelaku zina
bila bertobat maka Allah akan mengampuninya, namun pelaku ghibah
tidak akan diampuni hingga orang yang digunjinginya itu memaafkannya.”
HADIS KE-36
HADIS KE-36
Artinya:
PENJELASAN:
(Man naffasa ‘an mu’minin kurbatan min kurabi yaumil qiyaamati) yakni,
menghilangkan apa yang menyusahkan jiwa.
(yassarallaahu ‘alaihi fid dunyaa wal aakhirati) karena pahala itu sesuai
dengan jenis amalnya.
(Wallaahu fii ‘aunil abdi) yakni dengan jalan menolong dan
mendukungnya.
(maa kaanal ‘abdu fii ‘auni akhiihi) yakni, selama si hamba menolong
saudaranya itu.
(Waman salaka thariian yaltamisu fiihi “ilman sahhalallaahu lahu bihi
thariiqan ilal jannati) yakni, Allah akan menunjukkan kepadanya jalan
petunjuk dan taat yang akan menyampaikannya ke surga. Atau, Allah akan
mengganjarnya dtas perbuatannya itu dengan memudahkannya masuk ke
dalam surga .
(Fii baitn min buyuutillashi) yakni, di satu masjid di antara masjid-
masjid-Nya.
(Yatluuna kitaaballaahi wa yatadaarasuunahu bainahum illaa nazalat
‘alaihimus sakiinatu) yakni, perasaan aman dan tentram.
(Wa haffat humul malaaikatu) yakni, malaikat datang dan mengelilingi
mereka untuk mendengarkan firman Allah dan mengambil berkatnya serta
menghormati kepada orang-orang yang sedang bertadarusan tersebut.
(Wa man abtha-a amaluhu lam yusri’ bihi nasabhu) yakni, tidak akan
mencapai martabat orang-orang yang beramal dan sempurna.
PENUTUP:
Sebagai penutup majelis ini akan dikemukakan beberapa ayat dan hadis
yang berkaitan dengan keutamaan zikir.
HADIS KE-37
Dari Ibnu Abbas. Dari Rasulullah Beliau meriwayatkan dari Tuhannya
Tabaaraka wa. Sabdanya :
Artinya:
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab
sahih mereka sebagaimana yang tertulis ini.
PENJELASAN:
(Tsumma bayyana dzaalika) yakni, memerinci apa yang disebutkan itu.
(Ilan adhanfin katsiiratin) menurutkan niat, keikhlasan dan banyaknya
manfaat. Ini didukung oleh firman Allah,
yang artinya: Dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka
dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya.
(QS. 6: 160)
PENUTUP:
HADIS KE-38
Dari sahabat Abu Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda:
PENJELASAN:
(Innallaaha ta’aala gaala man ‘aada lii) yakni, Aku jadikan ia musuh.
TANBIH:
Alfakihani berkata: “Diperangi Allah artinya dibinasakan Allah.”
(Bisyai-in ahabbu ilayya mimma ftaradhtu alaihi) baik fardu ain maupun
fardu kifayah, seperti menunaikan kewajiban, amar makruf nahi mungkar
dan lain-lain.
(Hattaa uhibbuhu) Alfakihani berkata: “Makna hadis ini adalah jika
seseorang melaksanakan yang fardu dan senantiasa melakukan yang
sunnah, seperti salat, puasa dan lain-lain, maka hal itu akan membawanya
kepada kecintaan Allah.
(Fa idzaa ahbabtuhu kunta sam’ahul ladzii yasma’u bihi wa basharahul
ladzii yubshiru bihi wa yadahul latii yabthisyu bihaa wa rijlahul latii
yamsyii bihaa) Ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah Aku segera
mengabulkan segala hajatnya.
(Wa lain sa-afanii a’thaituhu) yakni, memberikan apa yang ia pinta.
(Wa lainista’aadza nii) yakni, jika ia minta agar Aku melindunginya
dari apa yang ia takuti.
FAEDAH:
PENUTUP:
Sebagian orang arif mengatakan bahwa, tanda cinta kepada Allah itu
adalah benci kepada nafsu. Karena nafsu mencegah dari yang dicintai
(yaitu Allah). Dan jika nafsunya itu menyepakatinya dari cintanya kepada
Allah, maka ia pun akan mencintai nafsunya itu, bukan karena nafsunya
itu sendiri, tetapi karena si nafsu mencintai yang dicintainya.
HADIS KE-39
Dari Ibnu Abbas katanya: Sesungguhnya Rasulullah telah bersabda:
Artinya:
Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaki serta lainnya.
PENJELASAN:
(Wan nisyaana) yaitu, tidak ingat akan sesuatu karena Jalai.
Ketiga perkara tersebut di atas diangkat atau dihapus dari umat ini (Islam)
demi kemuliaan Nabi Muhammad .
TANBIH:
Alkalbi rahimahullah berkata: “Dahulu, kaum Bani Israil, jika mereka tupa
akan sesuatu dari apa yang diperintahkan kepada mereka, atau keliru
dalam melakukan sesuatu, maka discgecrakan hukuman terhadap mereka,
Mereka tidak diberi makanan dan minuman menurut dosa mereka tersebut.
Kemudian Allah menyuruh kaum muslimin agar meminta kepada-Nya
untuk tidak menghukum mereka atas perbuatan tersebut.
PENUTUP:
“Saya dapati di dalam Lauh satu umat yang dibangkitkan pada hari kiamat
dengan rupa bak bulan purnama, maka jadikanlah mereka sebagai
umatku,’
“Mereka adalah umat Muhammad, Aku bangkitkan mereka pada hari
kiamat kelak dalam keadaan bercahaya.”
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang serempang mereka
ada di punggung mereka, pedang-pedang mereka ada di bahu mereka,
mereka mengenakan sorban di kepala mereka, mereka berjuang di segenap
penjuru hingga mereka bunuh Dajjal, jadikanlah mereka sebagai umatku.’
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang mengerjakan
salat sehari semalam sebanyak lima kali salat di dalam lima waktu, pintu
langit dibukakan buat mereka, dan rahmat turun ke atas mereka, jadikanlah
mereka sebagai umatku!’
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang bumi dijadikan
buat mereka sebagai masjid dan suci, harta rampasan perang halal buat
mereka, jadikanlah mereka sebagai umatku!’
Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang berpuasa karena
Engkau di bulan Ramadan lalu Engkau ampuni dosa-dosa mereka yang
telah lalu, jadikanlah kiranya mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad. ‘
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang naik haji karena
Engkau ke Baitullah. Mereka tidak menunaikannya karena ada hajat.
Mereka menangis karena Engkau, dan mengucapkan talbiah, jadikanlah
mereka sebagai umatku!”
“Aku berikan buat mereka ampunan dan Aku berikan mereka syafaat buat
orang-orang di belakang mereka.”
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang memberi makan
ternak mereka, mereka memohon ampun kepada-Mu. Seseorang dari
mereka mengangkat satu suap makanan ke mulutnya, dan belum lagi
masuk ke dalam perut mereka, namun mereka sudah diampuni. Mereka
memulai makannya dengan menyebut nama-Mu dan mengakhirinya
dengan menyebut nama-Mu pula, jadikanlah mereka sebagai umatku.”
“Mcreka adalah umat Muhammad. “Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh
satu umat kitab suci mereka tertanam di dalam dada-dada mereka, mereka
membacanya, jadikanlah mereka sebagai umatku!’
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat jika seseorang dari mereka
ingin mengerjakan kebaikan namun tidak dikerjakannya maka dicatatkan
untuk mereka satu kebaikan, dan jika dikerjakannya maka dicatatkan
buatnya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, jadikanlah mereka
sebagai umatku!
“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang jika seseorang
dari mereka ingin melakukan kejahatan namun tidak dikerjakannya maka
tidak akan dicatatkan buat mereka, dan jika mereka kerjakan maka hanya
dicatatkan satu kejahatan saja, jadikanlah mereka sebagai umatku!”
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang merupakan sebaik-
baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, mereka menyuruh kepada
kebajikan dan mencegah kemungkaran, jadikanlah mereka sebagai
umatku!’
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang dibangkitkan pada
hari kiamat kelak dalam tiga golongan, satu golongan masuk surga tanpa
hisab, satu golongan mendapat hisab yang ringan, dan satu golongan lagi
disucikan lebih dahulu lalu mereka pun akhirnya masuk ke dalam surga,
jadikanlah mereka sebagai umatku!’
“Mereka adalah umat Muhammad.
Kemudian Nabi Musa berkata: “Ya Rabb, Engkau limpahkan kebaikan ini
buat Ahmad dan umatnya, maka jadikanlah aku sebagai umatnya saja.”
HADIS KE-40
Dari Ibnu Umar , katanya:
Artinya:
PENJELASAN:
(Wa kaana ibnu umara yaquulu: idzaa amsaita falaa tantazhirush shabaaha
wa idzaa ashbahta falaa tantazhirul masaa-a) yakni, sebab ia tidak tahu
kapan akan didatangi maut maka ia akan berangkat ke akhirat,
sebagaimana orang asing atau musafir yang tidak tahu kapan akan sampai
ke negerinya, pagi atau sore.
(wa khudz min shihhatika limaradhika) dalam riwayat lain lisagamika
maksudnya adalah, gunakan kesempatan untuk beramal salih di kala
schatmu, karena penyakit akan menghalangimg darinya.
(Wa min hayaatika limautika) yakni, gunakanlah kesempatan selagi
hidupmu, janganlah ia dilewatkan begitu saja dalarg kelalaian dan
kealpaan, sehingga Anda akan menyesal sesudah matimu d mana
penyesalan sudah tidak berguna lagi.
HIKAYAT:
Wahab bin Munabbih berkata: Pada suatu hari seorang raja sedang
menunggang kudanya. Ia merasa bangga dengan keadaan dirinya, banyak
memiliki hamba sahaya, pengawal, pakaian-pakaian yang indah dam lain-
lain barta kekayaan dunia, maka timbullah dalam hatinya perasaa
sombong.
Orang itu berkata: “Aku punya hajat kepadamu, yang akan aku bisikkan ke
telingamu.”
Raja itu menjadi pucat pasi dan tubuhnya gemetar ketakutan, lalu ia
berkata: “Berilah saya tempo untuk pulang menemui keluargakmrdan
mengucapkan selamat tinggal kepada mereka.”
“Tidak bisa,” kata malaikat maut itu. “Kau tidak bisa berjumpa lagi
dengan keluargamu selama-lamanya.”
Setelah itu, malaikat maut tersebut pergi menemui seorang hamba mukmin
yang sedang berjalan di jalan, lalu ia memberi salam kepadanya, yang
dijawab oleh si hamba mukmin itu dengan salam pula. Kemudian malaikat
maut berkata kepadanya: “Saya punya hajat kepadamu.” Lalu
dibisikkannya ke telinga orang salih itu: “Saya adalah malikat maut.”
Hamba salih itu menjawab: “Demi Allah, tidak ada hajat yang lebih aku
sukai melebihi berjumpa dengan Allah .”
Orang salih itu menjawab: “Biarkan aku mengerjakan salat, lalu cabutlah
nyawaku di dalam sujud.”
Kemudian ia pun berdiri salat, lalu nyawanya dicabut oleh malaikat maut
ketika ia sedang sujud.
PENUTUP:
Maka mereka lalu masuk menemui tuan mereka dan memberitahukan hal
itu kepadanya. Tuannya berkata: “Kalian pukul saja dia!”
Malaikat maut kembali mengetuk pintu dengan keras, mereka pun
berlarian menuju ke pintu. Malaikat maut lalu berkata: “Beritahukan
tuanmu aku adalah malaikat pencabut nyawa!”
Dengan kuasa Allah, harta itu bisa berbicara dengan suara jelas, katanya:
“Jangan engkau mencaciku, kau sudah masuk menemui raja-raja
denganku, dan menolak orang-orang takwa. Engkau sudah
membelanjakanku di jalan kejahatan dan aku tidak pernah menolaknya.
Kalau saja engkau belanjakan aku di jalan kebaikan tentu akan memberi
manfaat kepadamu.”
HADIS KE-41
Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash , katanya: Rasulullah
sallallaahuallaihi wasallam bersabda:
Artinya:
Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sampai hawa nafsunya
tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan.
Hadis Hasan Sahih, telah kami riwayatkan dalam Alhujjah dengan sanad
yang sahih.
PENJELASAN:
(Hattaa yakuuna hawaahu) yakni, apa-apa yang ia sukai dan cenderung
kepadanya.
(Taba’an lima ji’tu bihi) yakni, dari syariat yang suci dan sempurna ini,
maka imannya tidak sempurna sampai watak dan hatinya cenderung
kepadanya.
HIKAYAT:
Alkisah, salah seorang abid dari kalangan Bani Israil pernah digoda oleh
seorang wanita cantik. Kemudian abid itu minta air untuk bersuci. Setelah
itu, ia lalu naik ketempat yang tinggi di rumah itu lalu terjun ke bawah.
Konon dikatakan kepada Iblis, “Coba kau goda ia.” Iblis menjawab: “Aku
tidak berdaya menghadapi orang yang telah berhasil melawan hawa
nafsunya.”
Almar’asyi berkata: “Pada suatu ketika saya menumpang kapal. Ketika
sedang berlayar di tengah lautan, sekonyong-konyong timbul angin topan
sehingga kapal yang kami tumpangi hancur berantakan. Kebetulan saya
berhasil berpegangan pada sebilah papan bersama seorang wanita. Wanita
itu kehausan, lalu saya mohon kepada Allah agar memberinya minum.
Maka turun sebuah rantai kearah kami yang di ujungnya ada sebuah kendi
berisi air. Kemudian ketika saya menengok ke atas, tampak seorang laki-
laki di awang-awang. Lantas saya bertanya kepadanya: “Bagaimana Anda
bisa berada di awang-awang ini?”
Abu Zar’ah berkata: “Saya melihat seorang wanita di jalan, lalu ia berkata
kepada saya: “Apakah tuan mau ganjaran dan pahala dengan menengok
orang sakit?” Saya menjawab: “Ya.” Wanita itu berkata: “Masuklah ke
dalam rumahku.” Maka saya pun masuk ke dalam rumahnya. Setelah saya
di dalam, wanita itu lalu mengunci pintu rumahnya, maka saya pun
mengerti apa maksudnya. Lantas saya berdoa: “Ya Allah, hitamkanlah
wajahnya.” Maka seketika itu juga wajah wanita itu berubah menjadi
hitam legam. Ia pun menjadi ketakutan, lalu dibukakannya pintu itu.
Sesampainya di luar, saya berdoa kembali: “Ya Allah, kembalikanlah
wajahnya seperti sediakala.” Dengan izin Allah, wajahnya kembali seperti
sediakala.
Konon, Nabi Musa pernah berkata: “Ya Rabb, Engkau telah menciptakan
makhluk, dan Engkau pelihara mereka dengan nikmat-Mu, kemudian di
akhirat, Engkau cemplungkan mereka ke dalam neraka?!”
“Hai Musa, begitulah, Aku masukkan ke dalam neraka orang yang sudah
tidak ada kebaikan lagi padanya.”
PENUTUP:
Maka ia pun masuk ke dalam rumah wanita itu. Ketika ia sudah berada di
dalam, wanita itu lalu mengunci pintu rumahnya, dan memaksa laki-laki
sahih itu untuk melayaninya berbuat mesum. Orang salih itu berkata:
“Saya minta air untuk bersuci.”
Setelah berwudu, laki-laki salih itu lalu naik ke atas rumah itu lalu
menerjunkan dirinya ke bawah, sedang barang dagangannya
ditinggalkannya di dalam rumah itu. Maka Allah lalu menyuruh malaikat
menahan tubuh orang salih itu dengan sayapnya hingga ia tiba di tanah
dengan selamat. Akhirnya orang salih itu pulang ke rumahnya dengan
tangan hampa, kemudian ia menceritakan kejadian itu kepada istrinya.
Pada saat itu mercka sedang berpuasa. Istrinya berkata: “Kita patut
bersyukur kang mas telah terhindar dari perbuatan maksiat. Malam ini kita
gunakan waktu kita untuk beribadat saja. Tetapi karena tetangga kita sudah
terbiasa mengambil api dari dapur kita setiap malam, kalau dia tidak
melihat kita nanti disangkanya kita dalam keadaan susah.” Maka istrinya
pun lalu menyalakan api di dapur, kemudian masuk ke kamar lagi.
Istri orang salih itu lalu keluar dan dilihatnya di atas tungku ada panci
penuh berisi roti. Maka mereka berdua pun makan dengan sukacita.
Malam itu mereka isi dengan beribadat kepada
Allah. Mereka berdoa memohon kepada Allah supaya mereka diberi rezeki
tanpa harus bekerja lagi. Sekonyong-konyong jatuh di hadapan mereka
permata berlian dari atas pian. Mereka pun kegirangan.
Ketika keduanya tidur, istri orang salih itu mimpi seakan-akan ia berada di
dalam surga. Di sana dilihatnya mimbar-mimbar milik orangorang yang
ahli berbuat taat di dunia dalam rupa yang sangat indah. Hanya mimbar
milik suaminya dilihatnya ada beberapa permatanya hilang. Setelah terjaga
dari tidur, ia lalu menceritakan mimpinya itu kepada sang suami. Mereka
lalu berdoa supaya permata itu dikembalikan ke tempatnya. Maka seketika
itu juga, permata tadi lenyap dari hadapan mereka.
HADIS KE-42
Dari sahabat Anas , katanya: Saya mendengar Rasulullah
Artinya:
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dan ia berkata ini adalah hadis hasan
sahih.
PENJELASAN:
(Yabna Aadama) seruan yang ditujukan tidak untuk tertentu, tetapi
untuk umum yang sampai kepadanya seruan tersebut.
(Ghafartu laka) yakni, Aku rahasiakan dosa-dosamu dan tidak Aku
tampakkan dengan menghukumnya.
(Wa laa ubaali) yakni, terhadap dosa-dosamu yang telah kaulakukan,
baik yang besar maupun yang kecil. Karena doa itu merupakan otak
ibadat, dan Allah menyukai orang berdoa yang setengah memaksa, Sebab
harapan itu menunjukkan baik sangka kepada Allah, sedangkan Allah
telah menyatakan di dalam salah satu hadis Qudsi yang artinya: Aku
menurut apa yang disangka oleh hamba-Ku. Dengan demikian maka
rahmat Allah menuju kepada si hamba. Dan jika rahmat itu sudah datang
kepada si hamba maka tidak ada lagi yang lebih besar darinya, karena ia
meliputi segala sesuatu.
(Yabna aadama, lau ataitanii biquraabil ardhi khathaayaa) yakni, yang
meliputi seluruh permukaan bumi.
(Tsumma laqiitanii laa tusyriku bii syaian) yakni, engkau mati dalam
keadaan percaya akan keesaan-Ku, yaitu membenarkan apa yang dibawa
oleh rasul-Ku.
Adapun sebab turunnya ayat ini adalah karena ada satu kaum yang kafir
bertanya kepada Rasulullah , apakah jika kami masuk Islam Dia akan
mengampuni seluruh dosa kami yang terdahulu berupa pembunuhan,
kekufuran dan lain-lain? Maka turunlah ayat ini scbagai jawabannya,
Pengharapan (ar Raja”) adalah prasangka baik kepada Allah dalam hal
diterimanya ketaatan yang Anda kerjakan dan diampuninya dosa yang
Anda bertobat darinya. Adapun perasaan tenang yang disertai oleh
meninggalkan perbuatan taat dan tetap melakukan maksiat, maka itu
adalah keadaan orang yang tertipu yang telah dilarang oleh Allah . Karena
setan dan balatentaranya menghiasi perbuatan maksiat itu menjadi baik
dalam pandangan Anda, dan mungkin juga ia menumbuhkan perasaan
harapan di dalam hati Anda terhadap ampunan dan kemurahan Allah.
PENUTUP:
Ubai bin Kaab, Muadz bin Jabal dan Umar bin Khattab mengatakan
bahwa, tobat nasuha itu adalah bertobat kemudian tidak kembali
mengulangi dosa sebagaimana tidak kembalinya air susu ke dalam
payudara.
Alkisah, pada zaman dahulu di kalangan Bani Israil ada seorang anak
muda yang taat beribadat selama dua puluh tahun. Kemudian selama dua
puluh tahun berikutnya ia berbuat maksiat. Pada suatu hari ia memandang
dirinya di dalam cermin, dilihatnya pada janggutnya telah tumbuh uban,
maka ia menjadi gelisah. Lalu ia berdoa: “Ya Ilahi, aku telah berbuat taat
kepada-Mu selama dua puluh tahun, kemudian aku berbuat durhaka
selama dua puluh tahun pula. Jika aku kembali kepada-Mu, apakah
Engkau mau mengampuniku?”