Anda di halaman 1dari 254

Pembukaan - ‫المقدمة‬

‫الحد هلل الذي وفقنا ألداء أفضل العبادات وأوقفنا على كيفية اكتساب بأكمل السعادات‬
Segala puji bagi Allah yang menunjukkan kirab untuk melaksanakan
ibadah yang paling mulia, dan memberhentikan kita kepada tata cara
kemuliaan yang paling sempurna

‫وأشهد أن ال إله إال هللا وحده ال شريك له رب األرضين والسموات‬


Dan saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, maha esa Allah, tiada
sekutu baginya, Tuhan seluruh bumi dan langit

‫وأشهد أن سيدنا محمدا عبده ورسوله المؤيد بأفضل اْأليات والمعجزات‬


Dan saya bersaksi bahwa junjungan kita Muhammad itu hamba Allah yang
dikuatkan dengan bukti kebesaran Allah dan mukjizat yang paling utama

 ‫صلى هللا وعلى أله وأصحابه بحسب تعاقب األوقات والساعات‬


Semoga Allah memberi rahmat dan bagi keluarganya dan para sahabatnya
seiring bergantinya waktu dan masa

‫وبعد فيقول العبد الفقير إلى رحمة ربه الغني أحمد بن حجازي الفشني رحمه هللا تعالى له ذنوبه‬
‫وستر في الدارين عيوبه‬
Setelah itu, lalu berkata seorang hamba yang butuh kepada rahmat
tuhannya yang kaya yaitu Ahmad ibnu Hijazi Al Fasyni semoga Allah
mengampuni dosa-dosanya, dan menutup di dua alam cacat-cacatnya

‫هذه مجالس سنية في الكالم على األربعين النووية وضعتها لتكون تذكرة لنفسي وللقاصرين مثلى‬
‫من أبناء جنسي‬
Ini adalah Kitab Majalisu saniyyah tentang penjelasan kitab Arbain
nawawiyah, aku tulis agar sebagai pengingat diriku dan orang-orang yang
kurang sepertiku yang dari anak bangsaku

 ‫ضاما إليها من الفوائد الظريفة والمواعظ الشريفة والنكت اللطيفة‬


Seraya menambahkan faedah yang bagus dan ceramah yang mulia dan
faedah yang lembut

‫والنوادر والحكايات ما تقر به أعين أولى الرغبات‬


Dan keanehan dan cerita berupa sesuatu yang di inginkan orang-orang
yang menyukai

‫خاتما لها بما يحتاج إلها قارس الميعاد وتشتاق إليه العين ويشتاق إله الفؤاد‬
Seraya mengakhiri dengan sesuatu yang dibutuhkan pengembara hari
kebangkitan, dan yang dirindukan mata , dan dirindukan hati
‫من مجلس يتعلق بالختام ليكون كفاية للواعظ في الرقائق والمواعظ‬
Berupa majelis yang sesuai dengan akhir, agar menjadi kecukupan bagi
penceramah dalam tasawuf dan nasehat

‫وأرجوا من هللا تعالى أن يكون خالصا لوجهه الكريم وسببا للفوز بالنعيم األبد المقيم‬
Dan aku berharap kepada Allah agar ikhlas untuk dzat-Nya yang mulia
dan sebab memperoleh kenikmatan yang selamanya dan menetap

‫فإنه إلى ما يشاء قدير وباإلجابة جدير أمين‬


Karena Allah kepada sesuatu yang ia kehendaki itu maha kuasa, dan layak
untuk memenuhi. amin

Keutamaan Basmalah
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki aku dan kalian
untuk taat kepada-Nya, bahwa bismillaahirrahmaanirrahiim itu adalah
kalimat yang jika seseorang meyakininya niscaya ia akan memperoleh
pahala yang besar, dan jika ia menyebutnya niscaya akan memperoleh
seluruh cita-citanya. Itulah kalimat yang pada zaman dahulu, Nabi Nuh 
telah bertawassul dengannya. Dan telah berkata Ratu Balgis: “Wahai
pembesar-pembesar, sesungguhnya telah dijatuhkan kepadaku sebuah
surat yang mulia. Seungguhnya surat itu dari Sulaiman dan sesungguhnya
(isinya) “dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.” Dan tidaklah Nabi Sulaiman membacanya, melainkan
tunduklah segala sesuatu kepadanya.

An Nasafi telah mengatakan di dalam kitab tafsirnya bahwa, kitabkitab


yang diturunkan dari langit ke bumi ada seratus empat buah. Nabi Syits 
mendapat enam puluh suhuf, Nabi Ibrahim  mendapat tiga puluh suhuf,
Nabi Musa  (sebelum Taurat) mendapat sepuluh suhuf, kemudian Taurat,
Zabur, Injil dan Furgan (Alguran). Semua makna kitab tersebut terkumpul
dalam Alguran, dan semua makna Alguran terkumpul di dalam surah
Alfatihah, dan makna Alfatihah terkumpul di dalam basmalah, dan makna
basmalah terkumpul di dalam huruf ba-nya, yang maknanya “Karena
Akulah semua yang sudah ada dan yang akan ada”. Dan sebagian ulama
menambahkan, bahwa makna ba terkumpul pada titiknya, yang
menunjukkan kepada tunggal dan tiada berbilang. Dialah Yang Esa, tiada
bandingan-Nya. Dan jumlah huruf basmalah itu ada sembilan belas huruf,
sedangkan Jumlah malaikat penjaga neraka pun ada sembilan belas
malaikat, sebagaimana firman Allah dalam Alguran,
 

“Neraka itu dijaga oleh sembilan belas malaikat.” (QS. 74: 30)

Ibnu Mas’ud ra. berkata: “Barangsiapa ingin diselamatkan oleh Allat dari
malaikat zabaniyah (penjaga neraka) tersebut maka hendaklah ia
membacanya, supaya setiap satu hurufnya dapat menjadi perisainya dan
melindunginya dari satu malaikat zabaniyah tersebut.”

Dan Abubakar Al Warrag rahimahullah berkata: “Bismillaahirrah.


maanirrahiim merupakan satu taman dari taman-taman surga. Dan setiap
hurufnya mempunyai tafsir tersendiri.”

At Tabrani meriwayatkan bahwa, orang tidak akan masuk ke surga kecuali


dengan paspor (surat jalan) yang berbunyi: “Bismillaahirrahmaanirrahiim
Ini surat dari Allah untuk fulan bin fulan, masukkanlah ia oleh kalian ke
dalam surga yang tinggi yang pohon buah-buahannya mudah dipetik.”

Dan diriwayatkan bahwa apabila ahli surga telah masuk ke dalam surga,
mereka mengatakan: “Bismillaahirrahmaanirrahiim, segala puji bagi Allah
yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah memben kepada
kami tempat ini sedang kami diperkenankan menempati tempat dalam
surga di mana saja yang kami kehendaki, maka surga itulah sebaikbaik
balasan bagi orang-orang yang beramal.” Dan apabila ahli neraka telah
masuk ke dalam neraka, mereka mengatakan:
“Bismillaahirrahmaanirrhiim, Tuhan kami tidak menganiaya kami tetapi
kami sendirilah yang telah menganiaya diri kami.”

Di dalam akhbar diceritakan bahwa, Nabi  bersabda, yang artinya: “Ketika


aku di-isra-kan ke langit, maka diperlihatkan kepadaku seluruh surga. Di
dalamnya, aku lihat ada empat macam sungai. Satu sungai dari air yang
tidak berubah rasa dan baunya, satu sungai dari susu yang tidak berubah
rasanya, satu sungai dari arak yang lezat diminum dan satu sungai dari
madu yang jernih. (Sebagaimana disebutkan dalam Alguran:

“.. yang di dalamnya ada sungai-sungai air yang tiduk berubah rasa dan
baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-
sungai dari arak yang lesat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai
dari madu yang disaring (QS. 47:15)

Kemudian aku bertanya kepada Jibril: “Dari mana sungai-sungai ini


datang dan ke mana perginya?” Jibril menjawab: “Perginya ke telaga
Kautsar, dan saya tidak tahu dari mana datangnya. Mohonlah kepada Allah
supaya Dia memperlihatkannya kepadamu.” Maka Beliau pun lalu berdoa
kepada Tuhannya. Lalu datang satu malaikat seraya memberi salam
kepada Beliau, kemudian ia berkata: “Ya Muhammad, pejamkan matamu.”
Rasulullah bersabda: “Maka aku pun lalu memejamkan mataku. Kemudian
malaikat itu berkata pula, “Sekarang, bukalah matamu.’ Maka aku pun lalu
membukakan mataku kembali. Ternyata aku tclah berada di sebuah pohon
yang besar. Dan aku lihat ada sebuah kubah terbuat dari mutiara putih.
Kubah itu mempunyai daun pintu yang terbuat dari emas kuning, dalam
riwayat lain dari zamrud hijau, yang seandainya seluruh manusia dan jin
yang ada di dunia berdiri di atas kubah tersebut, maka mereka itu hanya
seperti seekor burung yang bertengger di atas sebuah gunung, atau seperti
sebuah bola yang dilemparkan ke lautan. Aku lihat keempat anak sungai
tadi mengalir dari bawah kubah itu. Ketika aku hendak berbalik kembali,
malaikat yang membawaku tadi berkata: “Mengapa Tuan tidak masuk ke
dalam kubah itu?’ Aku menjawab: “Bagaimana saya masuk ke dalamnya
sedangkan di pintu itu ada gembok terbuat dari emas, dan saya tidak tahu
cara membukanya?” Malaikat itu berkata: “Kuncinya ada di tangan Tuan.’
Aku bertanya: “Mana kuncinya? Malaikat itu menjawab: “Kuncinya
adalah bismillaahirrahmaanirrahiim. Setelah aku mendekati gembok itu,
maka aku ucapkan: bismillaahirrahmaanirrahiim. Maka terbukalah
gembok itu lalu aku pun masuk ke dalam kubah tersebut. Aku lihat
keempat anak sungai tersebut mengalir dari bawah keempat tiang kubah
itu. Ketika aku hendak keluar kembali, malaikat tadi berkata: “Apakah
sudah Tuan lihat, Ya Muhammad.?’ Aku jawab: “Sudah saya lihat.”
Malaikat itu berkata kembali: “Coba lihat sekali lagi.” Ketika aku lihat
kembali, ternyata pada keempat tiang itu tertulis kalimat
bismillaahirrahmaanirrahiim. Aku lihat sungai air mengalir dari huruf mim
bismi sungai susu mengalir dari huruf ha Allah, sungai arak keluar dari
huruf mim arrahmaan, dan sungai madu mengalir dari huruf mim arrahiim.
Maka tahulah aku sekarang bahwa keempat sungai tersebut berasal dari
kalimat basmalah. Allah  berfirman: “Ya Muhammad, barangsiapa di
antara umatmu menyebut-Ku dengan asma ini, dan mengucapkan dengan
hati yang tulus bismillahirrahmaa-nirrahiim, niscaya Aku beri ia minum
dari keempat sungai ini.”

HADIS KE-1
Dari Amirilmukminin Abu Hafs Umar bin Khattab , ia berkata: “Saya
telah mendengar Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Sesungguhnya semua amal itu tergantung pada niat. Dan sesungguhnya


masing-masing orang akan memperoleh menurut apa yang ia niatkan.
Maka barangsiapa yang (niat) hijrahnya itu menuju kepada (keridaan)
Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu adalah kepada Allah dan Rasul-
Nya, dan barangsiapa yang (niat) hijrahnya itu menuju kepada (keinginan)
dunia yang hendak diperolehnya atau wanita yang hendak dinikahinya,
maka hijrahnya itu hanya sebatas apa yang ia niatkan itu saja.

Hadis ini diriwayatkan oleh dua imam ahli hadis, yaitu Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah, Al
Bukhari, dan Abul Husein Muslim bin Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi
Annaisaburi, di dalam kitab hadis mereka yang sahih, yang keduanya
merupakan kitab hadis yang paling sahih di antara seluruh kitab hadis yang
pernah disusun orang.

PENJELASAN:
Sebagian ulama mengatakan bahwa poros agama Islam itu adalah pada
hadis innamal a’maal bin niyyaat dan hadis al halaalu bayyinun wal
haraamu bayyinun dan hadis man ‘amila “amalan laisa “alaihi amrunaa
fahuwa raddun dan hadis min husni islaamil mar-i tarkuhu maa laa
ya’niihi, masing-masing hadis tersebut merupakan seperempat Islam.

Ulama lainnya mengatakan: “Seandainya saya menyusun seratus kitab,


tentu setiap kitab itu akan saya mulai dengan hadis innamal a’maal bin
niyyaat. Ia merupakan hadis agung. Dahulu para salaf yang salih suka
membuka tulisan mereka dengan hadis ini untuk memperingatkan kepada
para pelajar supaya memperhatian niat yang baik. Karena niat itu
merupakan amal hati yang paling besar. Sedangkan perbuatan taat pun
tergantung kepadanya dan pada niatlah porosnya.” Dan Abu Ubaidah 
berkata: “Tidak ada akhbar Nabi  yang lebih sempurna, lebih mencukupi,
lebih banyak faedah dan lebih menyampaikan daripada hadis ini.

     (Innamal a’maal bin niyyaat) Jumhur ulama mengatakan bahwa kata
innamaa digunakan untuk “membatasi’ terhadap apa yang disebutkan saja,
dan meniadakan yang selainnya. Jadi maksud hadis ini adalah bahwa amal
itu akan diperhitungkan kalau disertai dengan niat dan tidak akan
diperhitungkan kalau tidak disertai dengan niat. Jadi, tidak ada amal tanpa
niat. Dengan demikian maksud dari sabda Nabi  innamal amaal itu adalah
bahwa syariat yang berkaitan dengan badan, baik berupa perbuatan
maupun ucapan, yang keluar dari seorang yang mukmin, haruslah disertai
dengan niat.

Niat menurut bahasa artinya gashdun (bermaksud), sedangkan menurut


syariat artinya: bermaksud mengerjakan sesuatu yang disertai dengan
mengerjakannya. Jika tidak langsung dikerjakan maka ia disebut “azman.
Pembicaraan mengenai niat ini telah dikupas secara panjang lebar di dalam
ilmu fikih.

 
Perlu diketahui bahwa kata innamaa yang berfungsi untuk membatasi tadi
maksudnya tidak secara keseluruhan (kulli) tetapi kebanyakan saja
(aktsari), sebab adakalanya ada amal yang tetap sah tanpa niat, seperti azan
dan membaca Alguran. Begitu pula sah meninggalkan sesuatu perbuatan
tanpa disertai niat, seperti meninggalkan perbuatan zina. Dalam kaitan ini
para ulama telah membahasnya secara panjang lebar.

    (Wa innama likullim-ri-in maa nawaa) maksudnya adalah ganjarannya.


Jika perbuatan tersebut dilandasi oleh niat yang baik maka baik pula
ganjarannya dan jika buruk maka buruk pula ganjarannya. Dengan
demikian niat seseorang mukmin itu lebih baik daripada amalnya. Niat
yang ikhlas semata-mata karena Allah itu selalu disyariatkan secara umum
kepada umat-umat sebelum kita. Allah  berfirman,

   Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh. (QS. 42: 13)

Abul “Aliyah berkata: “Allah telah mewasiatkan kepada mereka agar


beribadat dengan ikhlas semata-mata karcna Allah , tidak ada sekutu bagi-
Nya.”

Scyogianya bagi scscorang yang hendak melakukan suatu perbuatan taat


agar dia menghadirkan niat lebih dahulu. Dia harus berniat dengan ikhlas
semata-mata untuk Allah . Niat merupakan pokok amal seluruhnya, dan ia
adalah asas, di atas asas itulah tiang-tiang bangunan dipancangkan.
Barangsiapa membukakan bagi dirinya satu pintu kebaikan, maka Allah
akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kepada taufik, dan
barangsiapa membukakan bagi dirinya satu pintu keburukan, maka Allah
akan membukakan baginya tujuh puluh pintu kepada kehinaan. Pintu
kebaikan itu berasal dari niat yang baik, dan pintu keburukan itu berasal
dari niat yang buruk pula.

 
Apabila seseorang hamba berniat untuk melakukan sesuatu kebaikan, ia
akan diberi pahala sekalipun tidak sampai dikerjakannya. Sebagaimana
disebutkan dalam Musnad Abi Ya’la, bahwa Rasulullah  bersabda yang
artinya: “Pada hari kiamat, Allah  berfirman kepada malaikat hafazhah
“Tuliskanlah buat hamba-Ku sekian-sekian pahala,” mereka menjawab,
“Oh Tuhan kami, kami tidak mengingatnya dan juga tidak tertulis di
lembaran amalnya?’ Allah  berfirman: “Dia telah berniat untuk
melakukannya.’”

HIKAYAT:

Ada dua orang bersaudara, yang satu abid yang lain fasik. Si abid tadi
berangan-angan ingin melihat Iblis. Maka pada suatu hari, Iblis benarbenar
menampakkan diri kepadanya. Iblis berkata kepadanya: “Sungguh sayang,
engkau telah membuang-buang waktumu selama empat puluh tahun
dengan mengekang dirimu dan memayahkan badanmu. Umurmu masih
tersisa seperti yang sudah terbuang itu, maka pergunakanlah untuk
bersenang-senang mengikuti keinginan nafsumu.”

Si abid lalu berkata dalam hatinya: “Saya akan turun menemui saudaraku
di bawah rumah untuk menemaninya makan minum dan bersenang-senang
selama dua puluh tahun, kemudian saya akan bertobat dan kembali
beribadat kepada Allah selama dua puluh tahun sisa umurku tersebut.”
Maka ia pun lalu beranjak turun dengan niat demikian itu. Sedangkan
saudaranya si fasik, baru saja tersadar dari mabuknya. Didapatinya dirinya
dalam keadaan yang sangat buruk, ia telah mengencingi pakaiannya dan
tubuhnya terkapar di atas tanah dalam kegelapan. Maka berkatalah ia
dalam hatinya: “Aku telah menghabiskan umurku dalam perbuatan
maksiat, sedangkan saudaraku bersenang-senang dalam perbuatan taat
kepada Allah  dan bermunajat kepada-Nya. Maka kelak ia akan masuk ke
dalam surga dengan berkat taatnya kepada Tuhannya, sedangkan aku
dengan perbuatan maksiat yang telah kulakukan akan masuk ke dalam
neraka.” Kemudian ia bertekad untuk bertobat dan berniat untuk
melakukan kebaikan dan ibadat kepada Allah. Maka ia pun naik menuju
ke tempat saudaranya untuk mengerjakan ibadat bersamasama saudaranya
itu. Si fasik naik dengan niat ibadat sedangkan si abid turun dengan niat
maksiat. Ketika sedang turun itu, si abid tergelincir hingga jatuh menimpa
saudaranya yang sedang naik. Karena ajal sudah sampai, keduanya
akhirnya meninggal dunia. Si abid kelak pada hari kiamat dibangkitkan
dalam keadaan berniat untuk melakukan maksiat, sedangkan si fasik
dibangkitkan dalam keadaan berniat untuk melakukan perbuatan taat.

Karenanya, hendaklah setiap orang senantiasa berniat yang baik-baik saja.

HIKAYAT:

Pada hari kiamat kelak, seorang hamba dibawa menghadap ke hadirat


Allah sambil membawa amal baiknya yang banyaknya laksana sebuah
gunung. Kemudian diserukan: “Barangsiapa mempunyai hak pada si fulan
maka hendaklah 1a datang kepadanya dan mengambil haknya itu.” Maka
berdatanganlah orang-orang menemui si hamba tadi lalu mengambil
kebaikan-kebaikannya yang seperti gunung tadi hingga habis tidak tersisa
sama sekali. Orang itu menjadi kebingungan, lantas Allah  berfirman
kepadanya: “Hai hamba-Ku, engkau masih memiliki perbendaharaan di
sisi-Ku yang tidak terlihat oleh seorang pun dari makhluk-Ku.” Si hamba
bertanya: “Apakah itu, wahai Tuhanku?” Allah menjawab: “Niatmu, yang
dahulu engkau pernah berniat untuk melakukan kebaikan. Aku catatkan
pahalanya di sisi-Ku tujuh puluh kali lipat.”

HIKAYAT:

Pada hari kiamat kelak seorang hamba dihadapkan ke hadirat Allah, lalu
diserahkan kitab amalnya kepadanya, yang diambilnya dengan tangan
kanannya. Si hamba tadi melihat di dalam catatan amalnya itu pahala haji,
jihad dan sedekah yang belum pernah dilakukannya. Maka ia pun berkata:
“Oh Tuhanku, ini bukan catatan amalku, karena dahulu aku tidak pernah
melakukan itu semua.” Allah menjawab: “Itu adalah benar-benar catatan
amalmu. Dahulu engkau hidup panjang umur, dan engkau sering berniat
baik. Engkau berkata, “Kalau aku punya uang aku akan naik haji, kalau
aku ada uang aku akan bersedekah,” Maka Aku ketahui niatmu yang tulus
itu, lalu Aku beri engkau pahala atas niatmu tersebut.”
 

Wahai saudaraku, dari kisah-kisah tadi jelas, bahwa orang yang berniat
melakukan sesuatu kebaikan dia akan memperoleh ganjarannya. Dalam
hadis, Nabi  pernah bersabda yang artinya: “Niat seorang mukmin lebih
baik daripada amalnya.” Konon, sebab disabdakannya hadis tersebut
adalah bahwa, Nabi  pernah menjanjikan pahala bagi orang yang mau
menggali sebuah sumur. Maka Utsman  berniat akan menggalinya. Namun
ia didahului oleh seorang kafir, orang kafir inilah yang menggalinya. Maka
Nabi  bersabda: Niat seorang mukmin (maksudnya Utsman) lebih baik
daripada amalnya (yakni si kafir). Dan konon, niat semata-mata dari
seorang mukmin adalah lebih baik daripada amalnya yang tidak disertai
niat.

Sebagian ulama mengatakan bahwa, niat seorang mukmin dapat mencapai


apa yang tidak bisa dicapai oleh amal. Karena niatnya akan beribadat
kepada Allah andaikata umurnya sampai seribu tahun, sedangkan amalnya
tidak bisa mencapai umur demikian itu. Hadis ini diriwayatkan oleh At
Tabrani di dalam Al Mu’jam.

   (Faman kaanat hijratuhu ilallaahi wa rasuulihi) yaitu niat dan tujuannya.

     (Fahijratuhu ilallaahi wa rasuulihi) yaitu menurut hukum dan


syariatnya.

     (Waman kaanat hijratuhu lidunyaa) Dunia adalah tempat yang kita
diami sckarang. Ia dinamakan dunia karena hinanya dan karcna lebih
dahulu daripada akhirat. Dunia adalah tempat kesusahan, kesedihan,
kekeruhan, kepayahan dan kelelahan. Ia juga mengangkat derajat orang
yang bodoh dan merendahkan orang yang berilmu. Seperti kata penyair:

 
Aku cela dunia karena teluh memuliakan orang bodoh dan merenduhkan
orang alim, lalu ia menjawab “Maaf, orang-orang bodoh itu aduluh anuk-
anukku muka aku muliakan mereka dan orang-orang takwa itu anuk-anuk
maduku yang lain Muka apukuh pantas aku biarkan anak-anakku mati
secara sia-sia dan uku menyusui anak-anak maduku yang lain?”

      (Yushiibuhaa) yakni yang akan diperolehnya. Seluruh keinginan


duniawi yang hendak diraihnya dengan hijrah tersebut.

      (Awim-ra-atin yankihuhaa) atau wanita yang akan dinikahinya,


sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat. Wanita khusus
disebutkan di sini padahal ia sudah termasuk bagian dari dunia, karena ja
merupakan fitnah yang maha besar. Dalam hadis disebutkan bahwa, Nabi 
bersabda, yang artinya: “Tidaklah aku tinggalkan sesuduhku suatu fitnah
yang lebih banyuk membawa bencana kepada kaum lelaki melebihi fimuh
yang datangnya dari perempuan.”

Di samping itu, ada kejadian lain, yaitu ada seorang laki-laki yang
melakukan hijrah ke Madinah karena ingin menikahi seorang wanita
bernama Ummu Qais. Karena itulah ia discbut Muhajir Ummi Oais (orang
yang hijrah karena Ummu Qais). Pada lahirnya ia tampak melakukan
hijrah, tetapi pada batinnya ia berniat untuk menikahi scorang wanita.
Karena ia memendam tujuan lain yang berbeda dengan apa yang ia
tampakkan, maka ia pantas untuk dicela, dan dijadikan perumpamaan bagi
orang yang melakukan hal yang serupa dengan apa yang dilakukannya itu.

      (Fahijratuhu ilaa maa haajara ilaihi) scbagai jawab dari kata man.

Hijrah adalah suatu perbuatan yang berasal dari kata hajara, yang artinya
menurut bahasa adalah meninggalkan. Sedangkan yang dimaksudkan di
sini adalah meninggalkan negeri asal pindah ke negeri lain. Sebab tujuan
hijrah yang mula-mula adalah hijrah dari Mckah ke Madinah.

Secara umum hukum hijrah dari negen kafir ke negeri Islam tetap berlaku
sampai kapan pun sebagaimana diuraikan dalam kitab-kitab fikih secara
rinci. Adakalanya hijrah juga diartikan meninggalkan apa-apa yang
diharamkan oleh Allah, seperti yang discbutkan dalam salah satu hadis
yang artinya: Mujahid (pejuang yang sebenarnya) adaluh orang yang
berjuang melawan hawa nafsunya, dun muhajir (orang yang berhijrah yang
sebenarnya) adalah orang yang meninggulkan apa-apa yang dilarang oleh
Allah atasnya.

Maka seseorang bisa dikategorikan juga sebagai orang yang hijrah apabila
ia meninggalkan negeri yang penduduknya sudah terbiasa makan haram,
atau hijrah meninggalkan negeri yang di situ para ulama dan orang-orang
salihnya dicaci maki.

PENUTUP:

Wahai saudaraku, orang yang berakal dan tahu bahwa dia akan mati, tentu
akan rela dengan dunia ala kadarnya saja, sebaliknya dia akan giat beramal
untuk akhiratnya. Sebab akhirat itu adalah tempat kediaman yang abadi,
sedangkan dunia adalah tempat kediaman sementara. Imam Ali bin
Abithalib Karamallaahu wajhah berkata: “Dunia telah berada di belakang
sedang akhirat menyongsong di hadapan, maka jadilah kalian sebagai
anak-anak akhirat dan jangan menjadi anak-anak dunia. Karena sekarang
hanya ada amal dan tidak ada hisab, sedangkan esok hanya ada hisab dan
tidak ada amal.”

Diriwayatkan, bahwa ketika Nabi  sedang duduk-duduk di dalam masjid,


tiba-tiba masuk seorang laki-laki yang berkulit putih, bagus rambutnya dan
berpakaian warna putih. Laki-laki itu memberi salam kepada Nabi, dan
Beliau membalas salamnya. Kemudian laki-laki itu bertanya kepada
Beliau tentang dunia, lalu dijawab oleh Baginda: “Dunia itu seperti mimpi
yang dialami oleh orang yang sedang tidur, dan penghuninya akan diberi
pahala atau disiksa.” Kemudian laki-laki itu bertanya pula: “Dan apakah
akhirat itu?” Nabi menjawab sambil menyitir firman Allah:

yang artinya: Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka.


(QS. 42:7) Kemudian laki-laki itu bertanya pula: “Ya Rasulullah, apakah
yang harus dilakukan untuk memperoleh surga itu?” Nabi menjawab:
“Hendaklah engkau tinggalkan dunia guna memperoleh kenikmatan surga
yang abadi.” Tanya: “Siapakah orang yang terbaik dari umat ini?” Jawab:
“Ialah orang yang berbuat taat kepada Allah.” Tanya: “Bagaimana
keadaan orang di dalamnya?” Jawab: “Bersungguh-sungguh seperti orang
yang mencari kafilah.” Tanya: “Berapa yang tinggal di dalamnya?” Jawab:
“Seperti yang ketinggalan kafilah.” Tanya: “Berapa jarak antara dunia dan
akhirat?” Jawab: “Sekejap mata.” Kemudian laki-laki itu pergi, dan tidak
ada seorang pun yang melihatnya lagi. Lalu Rasulullah  berkata: “Tadi itu
adalah Jibril yang datang untuk menjadikan kalian supaya suhud terhadap
dunia.”

Ibnu Abbas  berkata: “Pada hari kiamat kelak, dunia akan ditampilkan
dalam rupa seorang perempuan tua yang renta dan jelek, yang taring-
taringnya menjulur keluar. Tidak ada yang melihatnya, melainkan ia akan
membencinya. Lalu ditanyakan kepada khalayak: “Tahukah kalian
siapakah ini?” Mereka menjawab: “Kami berlindung kepada Allah dari
orang ini!” Kemudian dijelaskan: “Inilah dunia yang dahulu kalian
bangga-banggakan dan berbunuh-bunuhan di atasnya.”

Dan di dalam kitab Al Manhiyyaat disebutkan: “Janganlah kalian


mencintai dunia, karena ia bukan tempat kaum mukminin. Jangan
bersahabat dengan setan, karena ia bukan teman kaum mukminin. Jangan
menyakiti hati orang, karena ia bukan pekerjaan kaum mukminin. Wahai
orang yang di hadapannya ada huru-hara hisab dan sirat. Wahai orang
yang kurang setia. Wahai orang yang banyak tipu dan bersuka ria. Wahai
orang yang malas berbuat taat kepada Tuhannya, dan rajin mengikuti hawa
nafsunya. Wahai orang yang menantang Tuhannya dengan perbuatan
maksiat, engkau telah melampaui batas dalam melakukan pelanggaran.
Angkatlah kedua belah tanganmu bersamaku dan marilah berdoa: “Ilaahi,
berkat kemurahan-Mu mudahkanlah kami untuk berbuat taat kepada-Mu,
dan tunjukilah kami kepada apa yang Engkau sukai dan Engkau ridai
dalam setiap waktu. Ampunilah segala dosa kami dengan berkat
kemurahan-Mu wahai Tuhan Yang Maha Pemurah. Bangunkanlah kami
dengan berkat kedudukan Nabi-Mu Muhammad  dari lelapnya kelalaian.
Anugerahilah kami kesadaran terhadap apa yang tersisa, dan ingatkanlah
kami terhadap apa yang sudah luput. Dan selamatkanlah kami di dunia dan
di akhirat dari segala bencana. Amin…amin…amin. Walhamdu lillaahi
rabbil aalamiin.

HADIS KE-2
Dari Sayyidina Umar bin Khattab.  Ia berkata:

Artinya:

Pada suatu hari, ketika kami sedang duduk-duduk bersama Rasulullah &,
tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengenakan pakaian yang sangat
putih dun rambutnya hitam sekali. Tidak kelihatan pada dirinya bekas dari
perjalanan jauh, sedang kami tidak ada yang mengenalnya. Kemudian laki-
laki itu duduk di hadapan Nabi sambil menyandarkan kedua lututnya ke
lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di kedua puhanya, lalu
bertanya: “Ya Muhammad, beritahukanlah kepada saya tentang agama
Islam?”Rasulullah  menjawab: “Agama Islam itu adalah engkau harus
bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu
adalah utusan Allah: mendirikan salat, menunaikan zakat: berpuasa di
bulan Ramadan, dan naik haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke
sana.” Laki-laki itu berkata:“Tuan benar.” Kami merusa heran kepada
orang itu, dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkan. Kemudian
laki-laki itu bertanya kembali: “Beritahukanlah kepadaku tentang iman?”
Beliuu menjawab: “Iman itu adalah engkau harus percaya kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan kepada hari
kiamat, serta engkau harus percaya kepada (adanya) takdir baik dan
buruk.” Orang itu berkata: “Tuan benar.”

 
Kemudian laki-laki itu bertanya pula: “Beritahukanlah kepadaku tentang
ihsan?” Beliau menjawab: “Hendaklah engkau menyembah Allah seakan-
akan engkau melihat-Nya, sebab sekalipun engkau tidak melihat-Nya, Dia
melihatmu.”

Kemudian laki-laki itu bertanya kembali: “Sekarang, beritahukanlah


kepadaku tentang hari kiamat?” Rasulullah  menjawab: “Orang yang
ditanya tidak lebih mengetahui daripada orang yang bertanya.”
“Beritahukanlah kepadaku tentang tanda-tandanya saja?” Tanya lakilaki
itu pula.Beliau menjawab:“Apabila ada seorang budak wanita melahirkan
tuannya, dan apabila ada seorang yang asalnya hidup melarat, berpakaian
compang-camping dan tanpa mengenakan alas kaki, sebagai pengembala
kambing, kemudian menjadi kaya raya hingga berlomba-lomba dalam
membangun rumah mewah.” Kemudian laki-laki itu pergi. Nabi diam
sejenak, lalu Nabi bertanya kepadaku: “Hai Umar, tahukah engkau
siapakah yang bertanya tadi?” Saya menjawab: “Allah dan Rasul-Nya
lebih tahu.” Beliau lalu menjelaskan: “Itulah Jibril, yang datang kepada
kalian untuk mengajarkan kalian tentang agama kalian.”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan


kepada kalian supaya dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini
adalah hadis yang agung, yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan
lafaz di atas, dan oleh Imam Bukhari dari sahabat Abu Hurairah ra. dengan
maknanya. Di dalamnya tercakup seluruh peribadatan baik yang lahir
maupun yang batin.

(Bainamaa nahnu juluusun ‘inda rasuulullaahi && dzaata yaumin idz


thala’a ‘alainaa rajulun syadiidu bayaadhits tsiyaabi syadiidu sawaadisy
sya’rilaa yuraa alaihi atsarus safari, wa laa ya’rifuhu minnaa ahadun) Dari
penampilan laki-laki yang datang dengan rupa yang baik itu dapat ditarik
kesimpulan sunnahnya berpenampilan yang baik dalam menuntut ilmu dan
menemui orang lain. Nabi  bersabda, yang artinya: Sebaik-baik pakaian
yang kalian kenakan untuk berziarah kepada Allah di kuburan kalian dan
masjid-masjid kalian adalah yang berwarna putih.” Dan Ibnu Abdissalam
berkata: “Tidak mengapa mengenakan pakaian yang menjadi ciri seorang
ulama, supaya dikenal orang dan ditanyai. Karena saya dahulu sewaktu
sedang melaksanakan ihram, saya pernah menegur sekelompok orang yang
tidak kenal pada saya, yang juga sedang ihram, karena kesalahan mereka
dalam adab tawaf, namun mereka tidak mempedulikan teguran saya
tersebut. Kemudian ketika saya mengenakan pakaian fukaha, saya kembali
menegur mereka, dan ternyata mereka mau mendengarkan dan menuruti
saya.” Apabila seseorang mengenakan pakaian tersebut untuk hal seperti
itu, maka dia akan memperoleh pahala. Karena dia menjadi sebab
diturutinya perintah Allah dan dijauhinya larangan-Nya.

Ulama berkata: “Dimakruhkan mengenakan pakaian yang kasar tanpa ada


tujuan yang dibolehkan oleh syariat.” Konon Alhasan pernah mencopot
pakaian yang dikenakan oleh Farqad, seraya berkata kepadanya: “Hei
Farqad, bakti itu bukan dengan mengenakan pakaian seperti ini, tetapi apa
yang ada di dalam dada dan dibuktikan oleh amal perbuatan.”

     (Hattaa jalasa) maksudnya, ia datang lalu duduk di dekat Nabi .

     (Ilan Nabiyyi ) adapun sebab tidak dikatakan baina yadaihi adalah
konon karena keadaannya menunjukkan bahwa dia datang bukan untuk
belajar, melainkan untuk mengajar.

      (Fa asnada rukbataihi ilaa rukbataihi) Jelasnya, ia duduk di hadapan


Nabi , sebab kalau ia duduk di samping Baginda Nabi tentu ia tidak
mungkin dapat menyandarkan kedua lututnya ke lutut Baginda Nabi.
Namun ini bukan duduk seperti duduknya seorang murid di hadapan
gurunya untuk belajar. Jibril melakukan itu hanyalah untuk
memperingatkan apa yang seharusnya dimiliki oleh seorang penanya
berupa kekuatan batin dan tidak malu dalam mengajukan pertanyaan
sekalipun orang yang ditanyanya itu adalah orang yang dihormati dan
diseganinya. Juga sikap apa yang harus dimiliki oleh orang yang ditanya
berupa sifat rendah hati dan pemaaf terhadap si penanya sekalipun si
penanya kurang memperhatikan sikap hormat dan etika dalam mengajukan
pertanyaan.

       (Wa wadha’a kaffaihi ‘alaa fakhidzaihi) maksudnya, laki-laki itu


meletakkan kedua tangannya di kedua paha Nabi . Dia melakukan itu
adalah untuk menunjukkan keakraban, karena pada prinsipnya antara
keduanya telah terjalin hubungan yang erat pada saat disampaikannya
wahyu. Hal ini telah dinyatakan dengan jelas dalam hadis yang
diriwayatkan oleh An Nasaai dari sahabat Abu Hurairah dan Abu Dzarr ,
yang artinya: hingga dia melatakkan kedua tangannya di atas lutut Nabi .

     (Wa gaala yaa Muhammad) Di sini Jibril memanggil Baginda dengan
menyebutkan namanya saja sebagaimana yang biasa dilakukan oleh orang-
orang Baduwi (orang Arab pedalaman) padahal ini hukumnya haram. Itu
tidak lain adalah karena keadaannya menunjukkan kepada keakraban, dia
datang bukan untuk belajar namun untuk mengajar, seperti yang telah
kami kemukakan di muka, atau boleh jadi itu dilakukan sebelum adanya
pengharaman.

      (Akhbirnii Qanil islaam) yakni tentang hakikatnya.

    (Faqaala rasulullah ) menjawab pertanyaan tersebut.

    (Al Islaamu an tasyhada al-laa ilaaha illallaah) yakni, engkau tahu
bahwa tidak ada Tuhan yang pantas untuk disembah dengan benar di
dalam alam ini selain hanya Allah yang wajib ada-Nya.
 

      (wa anna muhammadar rasuulullaah) yakni, dan engkau bersaksi


bahwa Muhammad adalah utusan Allah, dan engkau membenarkan yang
demikian itu.

    (wa tuqiimash shalaata) yakni, engkau dirikan salat itu dengan
melengkapi rukun-rukunnya, syarat-syaratnya, dan engkau lakukan secara
teratur pada waktu-waktunya.

     (wa tu’tiyaz zakaata) yakni, engkau tunaikan sesuai dengan apa yang
disyariatkan.

     (wa tashuumu ramadhaana) dinamakan ramadhaana karena udara pada


saat itu sangat panas. Dari sabda Beliau yang hanya menyebutkan
ramadhaana tanpa didahului oleh kata syahru dapat ditarik kesimpulan
bahwa tidak makruh menyebutkan ramadhaan saja tanpa syahru.

     (wa tahujjul baita) yakni, pergi ke Baitullah untuk melaksanakan


manasik haji dengan cara-cara yang tertentu.

      (inis-tatha’ta ilaihi sabiilaa) yang dimaksud dengan mampu di sini


adalah adanya bekal dan kendaraan serta lain-lain yang diperlukan dalam
perjalanan haji tersebut. Adapun sebab hanya ibadat haji saja yang
dikaitkan dengan kemampuan, sedang ibadatibadat lain sebelumnya tidak
disyaratkan yang demikian itu, padahal ibadat-ibadat lain juga disyaratkan
dalam haji adalah karena terdapatnya kesulitan yang besar di dalamnya
yang tidak dijumpai dalam ibadat-ibadat yang lain.

Peringatan:
Lahir hadis ini menunjukkan bahwa seseorang disebut sebagai orang Islam
adalah jika ia mengucapkan dua kalimat syahadat hingga kalau dia
menyingkat hanya mengucapkan satu kalimat saja, itu masih belum cukup.
Dan sebab mengucapkan dua kalimat syahadat ini disebut lebih dahulu
dari yang lain adalah karena dengan keduanya itu dapat diperoleh iman,
yang merupakan pokok. Semua ibadat dibangun di atasnya dan
disyaratkan harus beriman, serta dengan iman pula akan diperoleh
keselamatan dunia akhirat. Kemudian salat, karena ia merupakan tiang
agama, dan juga salat itu menjadi pembeda antara seorang mukmin dan
kafir, dan karena salat itu sangat dibutuhkan, serta karena salat itu
dikerjakan berulang-ulang lima kali dalam sehari. Kemudian zakat, karena
ia merupakan pasangan salat di dalam kebanyakan ayat Alguran, dan
karena kewajiban zakat itu pada harta orang yang mukallaf dan lainnya
menurut sebagian besar ulama. Kemudian puasa di bulan Ramadan, karena
berulang-ulang dalam setiap tahunnya serta banyaknya orang yang
melakukannya, bcrbcda dengan ibadat haji. Kemudian ibadat haji, karena
adanya ancaman terhadap orang mampu yang tidak melakukannya,
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah

yang artinya: Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka


sesungguhnya Allah Muhakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta
alam. (QS. 3: 97) Dan seperti sabda Nabi , yang artinya: Maka ia boleh
memilih mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani. Hal ini
akan kita bahas lagi secara lebih luas setelah ini.

    (Qaala) yakni, orang yang bertanya kepada Nabi  itu berkata.

     (Shadaqta) yakni, jawaban yang Tuan berikan itu adalah benar.
Sayyidina Umar  berkata: (fa ‘ajabna minhu yas-aluhu wa yushaddiquhu)
yakni, kami heran karena pembenarannya itu, sebab itu menunjukkan
bahwa ia telah mengetahui jawaban atas pertanyaan yang diajukannya itu.
Padahal ia tidak tahu kecuali dari penjelasan yang diberikan oleh Nabi 
tersebut. Atau bisa juga dikatakan bahwa, pertanyaannya itu menunjukkan
bahwa dia tidak tahu, sedangkan pembenarannya itu menunjukkan bahwa
dia sudah tahu. Yang jelas keadaannya itu adalah bahwa sebelumnya
memang dia sudah tahu, bukan dari sebab mendengarkan penjelasan Nabi 
terebut. Keheranan para sahabat tadi akhirnya lenyap setelah diberitahu
oleh Nabi bahwa lelaki itu sebenarnya adalah Jibril yang hendak
mengajarkan ajaran agama mereka kepada mereka. Dengan demikian
jelas, bahwa dia adalah seorang alim yang menyamar sebagai pelajar untuk
mengajar dan mengingatkan mereka.

     (Qaala fa akhbirnii anil iimaani, gaala an tu’minu billaahi) yakni,


supaya engkau mempercayai wujud dan sifat-Nya yang tidak sempurna
ketuhanan itu kecuali dengannya. Para ulama  berkata: “Iman kepada
Allah Jalla Jalaaluh itu mengandung dua makna (1) iman kepada Dzat-Nya
dan (2) iman kepada wahdaniyah (keesaan)-Nya. Adapun iman kepada
Dzat-Nya yang mulia itu adalah bahwa Anda harus tahu dengan yakin
bahwa Dzat Allah itu tidak sama dengan dzat-dzat makhluk sebagaimana
sifat-Nya juga tidak sama dengan sifat-sifat makhluk. Apa saja yang Anda
bayangkan tentang Allah dalam benak Anda maka Allah berbeda dengan
semuanya itu. Karena Anda adalah makhluk, dan semua yang Anda
bayangkan itu juga adalah makhluk seperti Anda. Sebab Allah Mahasuci
dari menyusup pada makhluk atau makhluk menyusup pada-Nya. Anda
adalah jisim dan materi sedangkan Allah bukan. Anda memiliki jenis dan
bentuk, sedangkan Allah tidak Adapun iman kepada wahdaniyah (keesaan)
Allah itu adalah Anda harus tahu dengan yakin bahwa Dia tunggal dalam
kekuasaan dan perencanaan, satu dalam Dzat-Nya, satu dalam sifat-Nya,
satu dalam perbuatan-Nys dan satu dalam firman-Nya.

      (Wa malaaikatuhu) malaikat adalab kata jamak dari malak, yaitu
makhluk halus yang dapat berganti rupa sesuai dengan kehendaknya.
Adapun iman kepada malaikat itu artinya adalah membenarkan
keberadaan mercka dan bahwa mereka itu adalah seperti yang
digambarkan olch Allah 4& dalam firman-Nya,

       (malaikat-malaikat itu) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. (QS.


21: 26).
 

      (Wa kutubihi) makna iman kepada kitab-kitab adalah membenarkan


bahwa Kitab-Kitab tersebut merupakan Kalam Allah yang diturunkan
kepada rasul-rasul-Nya alaihimus salaatu wassalam dan seluruh isinya
adalah benar belaka.

     (Wa rusulihi) makna iman kepada para rasul itu adalah membenarkan
apa yang dibawa oleh para rasul tersebut adalah dari Allah.

      (Wal yaumil aakhiri) yaitu hari kiamat. Makna iman kepada hari akhir
adalah membenarkan akan adanya hari kiamat dengan segala hal yang
berkaitan dengannya. Ia disebut hari akhir sebab ia merupakan hari
terakhir dari hari-hari dunia dan akhir dari masa yang terbatas.

      (Wa tu’minu bil qadari khairihi wa syarrihi) makna iman kepada qada
dan qadar ini adalah meyakini bahwa Allah  telah menakdirkan baik dan
buruk sebelum penciptaan makhluk, dan bahwa seluruh alam semesta ini
terwujud dengan gada dan gadarNya, dan Dia berkehendak untuknya.
Keyakinan yang mantap terhadap hal ini telah cukup tanpa harus disertai
dengan bukti. Adapun arti takdir baik dan buruk itu adalah bahwa,
perbuatan taat dan semua amal salih itu merupakan takdir baik, sedangkan
kufur dan seluruh perbuatan maksiat itu merupakan takdir buruk. Ada pula
riwayat yang mengatakan bahwa, takdir baik itu adalah semua yang
menyenangkan jiwa seperti, makan minum yang enak, badan yang schat,
kawin dan lain-lain. Sedangkan takdir buruk itu adalah semua yang tidak
menyenangkan jiwa, seperti penyakit, lapar, dahaga, takut dan lain-lain.

       (Qaala shadata) maksudnya telah disebutkan di muka.

     (Qaala fa akhbirnii nil ihsaan) yakni ikhlas.


 

      (Qaala an ta’budallaaha ka annaka taroohu fa in lam takun taroohu fa


innahu yarooka) ini merupakan kesempurnaan ucapan nabi , karena
mencakup magam musyahadah dan magam muragabah. Penjelasannya
adalah, bahwa seorang hamba dalam ibadatnya itu mempunyai tiga
magam: (1) ja melakukan ibadat itu dari segi menggugurkan kewajiban
yaitu dengan memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukunnya, (2) selain
memenuhi syarat dan rukun tadi, ia juga tenggelam dalam lautan
mukasyafat hingga seolah-olah ia melihat Allah. Ini merupakan magam
Nabi , seperti sabda Beliau yang artinya: Dan dijadikan salat itu sebagai
kesenanganku. (3) ia melaksanakan salat seperti tadi, memenuhi syarat dan
rukunnya, kemudian ia dikuasai oleh perasaan bahwa Allah menyaksikan
salatnya itu. Ini merupakan magam muragabah. Sabda beliau sekalipun
engkau tidak melihat-Nya turun dari magam mukasyafat (seolah-olah
engkau melihat-Nya) ke magam muragabah (sekalipun engkau tidak
melihat-Nya, Dia melihatmu), yakni sekalipun engkau menyembah-Nya
tidak seperti ahli rukyah (yang merasa melihat-Nya), maka sembahlah Dia
dengan keyakinan seolah-olah Dia melihatmu. Ketiga magam ini
semuanya dinamakan ihsan. Karena ihsan yang menjadi syarat sahnya
ibadat itu adalah magam yang pertama, sedangkan kedua magam yang
lainnya itu merupakan sifat orang-orang khas yang kebanyakan orang sulit
melakukannya.

     (Fa akhbirnii “anis saa’ah) yakni tentang waktu kiamat. Dinamakan
kiamat karena cepat qiyumnya. Dan dinamakan saa’ah karena di sisi Allah
terjadinya itu hanya seperti satu saat saja. Pertanyaan ini sengaja diberikan
untuk memberitahukan bahwa kepastian tentang kapan terjadinya hari
kiamat itu hanya diketahui oleh Allah, dengan demikian orang-orang tidak
akan bertanya-tanya lagi. Sebab pertanyaan tentang kiamat ini sering
diajukan orang, seperti firman Allah,

yang artinya: (orang-orang kafir) bertanya kepadamu (Muhammad)


tentang hari kiamat, bilakah terjadinya? (QS. 79: 42). Setelah adanya
jawaban bahwa yang tahu tentang hari kiamat itu hanya Allah, maka
orang-orang pun akhirnya tidak bertanya-tanya lagi.
 

     (Mal mas-uulu ‘anhaa ) yakni tentang waktu kiamat itu.

     (Bi a’lama minas saa-ili) yakni engkau tidak mengetahuinya dan aku
pun tidak mengetahuinya. Maksud persamaan tidak lebih mengetahui
antara keduanya adalah menafikan pengetahuan tentang kapan terjadinya
hari kiamat, dan bukan sama-sama mengetahuinya.

     (Qaala fa akhbirnii an amaaratihaa) yakni tentang tanda-tandanya.


Yang dimaksudkan di sini adalah tanda-tanda yang mendahului terjadinya
hari kiamat itu, bukan tanda-tanda yang menyertai datangnya hari kiamat,
seperti terbit matahari dari barat, dan keluarnya binatang dari perut bumi.

        (Qaala an talidal amatu robbatahaa) dalam riwayat lain robbahaa, ada
beberapa perbedaan pendapat mengenai artinya, yang paling sahih adalah
bahwa hadis ini memberitahukan akan banyaknya sahaya-sahaya wanita
dan anak-anaknya. Anak yang diperoleh seorang sahaya wanita dari
tuannya akhirnya akan menjadi tuannya pula. Sebab harta seseorang itu
akan menjadi milik anaknya.

Ulama lain mengatakan bahwa, karena banyaknya negeri-negeri orang


kafir yang berhasil ditaklukkan kaum muslimin, maka bertambah banyak
pula sahaya-sahaya wanita. Dan anak yang diperoleh para sahaya wanita
tersebut dari tuannya akhirnya menjadi tuannya pula, karena kemuliaan
bapaknya.

      (Wa an tarol hufaata) yakni orang yang tidak mengenakan sandal di
kakinya.

 
      (Al “Uraata) yakni orang yang tidak mengenakan pakaian apaapa di
badannya.

        (Al Aalata) yakni orang yang sangat melarat.

    (ri’aa-asy syaa-i) yakni pengembala kambing.

      (Yatathaawaluuna fil bun-yaan) yakni, mereka berlomba-lomba


membangun rumah mewah. Tujuan dari hadis ini adalah untuk
memberitahukan bahwa akan terjadi perubahan yang sangat menyolok di
mana orang-orang yang asalnya hina dan melarat akan berhasil menguasai
kekayaan yang berlimpah sehingga mereka berlombalomba untuk
membangun gedung-gedung dan rumah-rumah mewah. Hal ini sesuai pula
dengan bunyi hadis lain yang artinya: Kiamat belum akan terjadi sampai
tiba suatu masa di mana orang yang paling senang hidupnya di dunia ini
adalah lukak bin lukak (orang yang hina dan rendah). Kondisi seperti yang
disebutkan dalam hadis ini sekarang sudah menjadi kenyataan.

      (Tsumman-thalaqo) yakni laki-laki yang bertanya tadi.

       (Falabitstu) yakni untuk beberapa lama Nabi diam tidak


membicarakan masalah ini.

        (Maliyyan) yakni waktu yang lama. Lama di sini menurut riwayat
Abu Daud dan Tirmidzi adalah lebih dari tiga. Dalam riwayat lain, kata
labitsa mendapat tambahan ta fail sehingga menjadi labits-tu maka artinya,
Umar sendirilah yang memberitahukan tentang hal itu.

 
     (Qaala yaa “umaru atadrii manis-saail? Qultu Allaahu wa rasuuluhu
a’lamu, qaala fainnahu Jibriilu ataakum ywallimukum diinakum) yakni
pokok-pokok agama kamu. Di dalam hadis ini terdapat petunjuk bahwa
agama itu mencakup tiga nama: Islam, Iman dan Ihsan.

PENUTUP:

Ketahuilah bahwa, Jibril adalah malaikat perantara antara Allah dan rasul-
Nya. Jibril berasal dari bahasa Suryani artinya Abdullah. Di dalam khabar
disebutkan bahwa Allah  membentuk rupa para malaikat menurut apa yang
dikehendaki-Nya. Jibril  pernah datang menemui Nabi.  dalam rupa
Dahyah Alkalabi. Dan dalam salah satu riwayat disebutkan, yang artinya:
Tidaklah Jibril datang kepadaku dalam rupa yang tidak aku kenal,
melainkan pada kali ini.

Ibnu Adil rahimahullah berkata: “Diriwayatkan bahwa Jibril.    turun


kepada Adam   sebanyak duabelas kali, kepada Idris    empat kali, kepada
Nuh   lima kali, kepada Ibrahim    empat puluh dua kali, kepada Musa   
empat ratus kali, kepada Isa  sepuluh kali, dan kepada Nabi Muhammad 
seribu dua puluh empat kali. “

Malaikat Jibril merupakan sosok makhluk yang sangat kuat. Kekuatannya


yang sangat besar itu dibuktikannya ketika ia mengangkat negeri kaum
Luth ke langit dengan sayapnya, kemudian dibalikkannya. Juga ketika ia
memekik terhadap kaum Tsamud, sehingga mereka semuanya mati
terkapar. Dan naik turunnya menemui para nabi hanya dalam tempo
sekejap mata. Ia juga dinamakan An Naamus, sebagaimana disebutkan
dalam hadis Bukhari dan Muslim.

Sebagian ulama menceritakan dalam karangannya, bahwa Allah  


mewahyukan kepada malaikat Jibril supaya turun ke negeri anu dan
balikkan atasnya ke bawah dan bawahnya ke atas, karena, firman Allah,
Aku sudah sangat murka kepada mereka. Jibril bertanya: “Mahasuci
Engkau Ya Rabb, apa dosa yang telah mereka perbuat?” Allah menjawab:
“Pada malam ini telah terjadi tujuh puluh ribu perzinahan.” Maka pergilah
Jibril ke negeri itu, di sana terdapat tujuh kota. Kemudian diangkatnya
negeri itu seluruhnya dengan sayapnya hingga ke langit, dan hendak
dibalikkannya kembali ke bumi. Pada saat itu ada seorang perempuan
sedang memasak adonan makanan buat bayinya. Ketika ia sedang
memasak, tiba-tiba terdengar suara tangisan bayinya karena terjatuh dari
ayunannya. Perempuan itu menjadi bingung hingga tak terasa tangannya
menyentuh api tungku hingga terbakar, lalu ia berkata kepada bayinya:
“Hai nak, Tuhanku  di antara kemurahan-Nya adalah Dia Maha
Penyantun, Dia tidak akan menyegerakan azab kepada orang yang durhaka
kepada-Nya.” Ketika perempuan itu mengatakan hal itu, maka menjadi
redalah kemurkaan Allah, lalu Dia berfirman kepada Jibril: “Letakkan
kembali negeri itu di tempatnya, sebab kemurkaan-Ku telah hilang karena
perkataan perempuan itu kepada anaknya. Aku Maha Penyantun, dan tidak
akan menyegerakan siksa kepada orang yang durhaka kepada-Ku.” Maka
bayi itu menjadi sebab syafaat bagi orang-orang yang sudah sepantasnya
mendapatkan azab, sedang mereka tidak mengetahuinya.

Ya Allah, ridailah kami dan janganlah Engkau murka kepada kami.


Amin…amin Ya Arhamar raahimiin. Walhamdu lillaahi rabbil “aalamun.
Wa shallallaahu alaa sayyidinaa muhammadin wa ‘alaa aalihi wa shahbihi
ajma’iin.

HADIS KE-3
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab  ia berkata: “Saya
mendengar Rasulullah  bersabda:

lArtinya:

Agama Islam dibangun atas lima perkara: pengakuan bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan salat,
mengeluarkan zakat, naik haji ke Baitullah dan berpuasa di bulan
Ramadan,

Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.


 

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan


kepada kalian untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
hadis yang agung. Imam Bukhari meriwayatkannya di dalam Iman dan
Tafsir, dan Imam Muslim di dalam Iman dan Haji. Hadis ini berisikan
rukun-rukun Islam yang merupakan pokok-pokok agama yang besar.

     (Buniyal Islaam) yakni didirikan atas. Kata buniya berasal dari kata
bina yang artinya bangunan, yang menunjukkan kepada sesuatu yang bisa
dirasakan (kongkrit). Penggunaan kata ini untuk sesuatu yang bersifat
makna (abstrak) adalah dari sisi majas. Hal ini merupakan suatu susunan
kalimat yang sangat indah dalam ilmu balaghah, karena telah menjadikan
agama Islam mempunyai pokok-pokok yang dapat dirasakan, dan
menjadikannya berdiri di atasnya.

   (Alaa khomsin) yakni lima kerangka atau fondasi.

     (Syahandati an Ian ilaaha illallaah wa anna muhammadan rasuulullah)


ini adalah rukun pertama dani rukun-rukun Islam yang lima. Karena iman
merupakan pembenaran dalam hati yang tidak bisa diketahui dari luar,
maka Allah lalu mewajibkan mengucapkan dua kalimat syahadat,
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

yang artinya: Katakanlah (hai orang-orang mukmin): “Kami beriman


kepada Allah…(QS.2: 136) Dan sabda Nabi  yang artinya: Aku
diperintahkan supaya memerangi manusia hingga mereka mengakui bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu adalah utusan Allah (HR.
Bukhari dan Muslim).

 
     (Wa iqaamish shalaati) Ini adalah rukun kedua dari rukun-rukun Islam.
Salat menurut bahasa artinya doa memohon kebaikan, sedangkan menurut
syariat artinya perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan
ditutup dengan salam serta dengan syarat-syarat yang khusus. Ada lima
kali salat dalam sehari semalam yang diketahui dari ajaran agama sebagai
suatu keharusan. Adapun kewajiban salat lima waktu itu didasarkan atas
firman Allah

       yang artinya: Dirikanlah salat. Sesungsuhnya salat itu adalah fardu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS. 4: 103)
Dan sabda Nabi 85 yang artinya: Allah telah memfardukan atas umatku
pada malam Isra lima puluh kali salat, kemudian aku terus meminta
keringanan kepada-Nya hingga akhirnya ditetapkan-Nya lima kali salat
dalam sehari semalam.

Konon salat Subuh adalah salat Nabi Adam : salat Zhuhur adalah salat
Nabi Daud : salat Asar adalah salat Nabi Sulaiman : salat Magrib adalah
salat Nabi Yakgub : dan salat Isyak adalah salat Nabi Yunus . Ini
didasarkan pada riwayat khabar. Kemudian dikumpulkan Allah semua
salat tadi untuk Nabi kita Muhammad  dan umatnya, sebagai
penghormatan kepada Beliau.

Di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban di dalam sahihnya


dari sahabat Abdullah bin Umar marfu, disebutkan bahwa, apabila seorang
hamba berdiri untuk mengerjakan salat, maka dosa-dosanya diletakkan di
atas kepalanya dan pundaknya. Kemudian setiap kali dia rukuk atau sujud
maka berguguranlah dosa-dosanya tersebut hingga akhirnya habis tidak
tersisa sama sekali.

      (Wa itaaiz zakaati) Ini adalah rukun ketiga dari rukun-rukun Islam.
Zakat menurut bahasa artinya tumbuh, berkat dan bertambahnya kebaikan.
Sedangkan menurut syara” adalah nama tertentu dari harta tertentu yang
dinafkahkan untuk golongan-golongan tertentu dan dengan syarat-syarat
tertentu. Adapun sebab ia dinamakan zakat adalah karena dengan berkat
mengeluarkan zakat itu harta seseorang menjadi berkembang, juga karena
doa orang yang menerima zakat itu dan juga karena zakat itu mensucikan
orang yang mengeluarkannya dari segala dosa.

Kewajiban zakat itu didasarkan pada firman Allah ,

     yang artinya: Tunaikanlah zakat (QS.2:43, 83, 110: 4:76: 22: 78: 24:
56, 58: 13 dan 73:20), dan firman Allah ,

yang artinya: Ambillah zakat dari sebagian harta mereka..(QS. 9:103). Dan
juga didasarkan pada hadis yang sangat banyak jumlahnya. Orang yang
tidak mau membayar zakat boleh diperangi dan diambil zakat

darinya dengan paksa sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Sayyidina


Abubakar Assiddiq.  .

Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah sesudah zakat fitrah.
Zakat wajib atas delapan macam harta, yaitu: unta, sapi, kambing, emas,
perak, hasil pertanian (makanan pokok), kurma dan anggur. Adapun
penjelasannya telah disebutkan secara rinci di dalam kitab-kitab fikih.

     (Wa hajjil baiti ) Ini adalah rukun keempat dari rukunrukun Islam. Haji
menurut bahasa artinya adalah maksud atau tujuan, sedangkan menurut
syara” artinya pergi menuju ke Kakbah untuk melaksanakan ibadat.
Hukum naik haji adalah fardhu atas orang yang mampu. Hal ini didasarkan
pada firman Allah

 
yang artinya: Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah,
yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah….
(QS. 3:97). Dan juga didasarkan pada hadis-hadis Nabi di antaranya
adalah: Naik hajilah kaliun sebelum kalian tidak bisa naik haji…..
(alhadis).

Kewajiban haji ini telah diketahui hukumnya dengan jelas dalam agama
sehingga orang yang mengingkarinya dianggap telah kafir, kecuali jika ia
baru saja masuk Islam atau tinggal di pelosok yang jauh dari ulama. Ibadat
haji ini sudah disyariatkan sejak dahulu kala, pada umat-umat para rasul
sebclum Nabi Muhammad .

Diriwayatkan bahwa ketika Nabi Adam naik haji, malaikat Jibril  berkata
kepadanya: “Dahulu para malaikat melakukan tawaf mengelilingi
Baitullah sebelum Tuan selama tujuh ribu tahun.” Pengarang kitab Ta’jiz
mengatakan bahwa, orang yang pertama-tama naik haji adalah Nabi Adam
. Beliau naik haji selama empat puluh tahun dari India dengan berjalan
kaki. Konon, tidak ada seorang nabi pun, melainkan ia naik haji. Dan Abu
Ishak berkata: “Allah tidak mengutus seorang nabi pun sesudah Nabi
Ibrahim , melainkan semuanya naik haji. Para ulama berselisih pendapat
mengenai waktu mula-mula diwajibkannya ibadat haji ini. Ada yang
mengatakan pada tahun kelima Hijriah, ada pula yang mengatakan pada
tahun keenam, ketujuh, kedelapan dan kesembilan Hijriah. Pada tahun
kesepuluh Hijriah Rasulullah  melakukan haji wada’ dan dinamakan haji
Islam. Setelah hijrah, Rasulullah tidak pernah melaksanakan ibadat haji
selain dari haji wada’ tersebut. Adapun sebelum hijrah dan sesudah Beliau
diangkat menjadi Nabi, Beliau pernah melakukan beberapa kali ibadat haji
yang jumlah tepatnya tidak diketahui dengan pasti. Dan sesudah hijrah,
Beliau melaksanakan umrah sebanyak empat kali. Menurut syara”, ibadat
haji itu hanya wajib dikerjakan satu kali saja seumur hidup. Karena Nabi 
tidak melaksanakan ibadat haji sesudah ia diwajibkan kecuali hanya satu
kali saja, yaitu pada haji wada” seperti yang telah kami sebutkan di atas.
Dan juga didasarkan pada hadis Muslim yang artinya: “Para sahabat
bertanya, “Haji kita ini khusus untuk tahun ini saja atau untuk selama-
lamanya?” Beliau menjawab, “Untuk selama-lamanya.’” Adapun yang
dikemukakan dalam hadis Baihagi yang menyatakan bahwa diperintahkan
naik haji setiap lima tahun sekali, boleh jadi maksudnya adalah sunnah,
sesuai dengan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa naik haji satu kali,
maka ia telah melaksanakan kewajibannva. Barangsiapa naik haji dua kali,
ia telah mengutangi Tuhannya. Dan barangsiapa nuik haji tiga kali, maka
Allah mengharamkan rambut dan kulitnya duri api neraka. Dari Aisyah
radiyallaahu anha, bahwa ia berkata: “Ya Rasulullah, apakah wanita juga
wajib berjihad?” Beliau menjawab: “Ya, jihad tanpa berperang di
dalamnya, yaitu naik haji dan umrah. Tidak wajib sepanjang umur kecuali
hanya satu kali.”

Keutamaan haji dan umrah ini banyak disebutkan dalam hadis, di


antaranya adalah sabda Nabi  yang artinya: “Barangsiapa keluar dengan
niat untuk naik haji dan umrah lalu ia mati, maka Allah akan memberikan
baginya pahala haji dan umrah hingga hari kiamat.” Dan sabda Nabi  yang
artinya: “Sesungguhnya ada beberapa dosa yang tidak bisa dihapus kecuali
dengan wukuf di padang Arafah.” Dan sabda Nabi  yang artinya: “Orang
yang paling besar dosanya ialah orang yang wukuf di Arafah lalu ia
menyangka bahwa Allah tidak mengampuninya.” Dan sabda Nabi  yang
artinya: “Barangsiapa naik haji ke Baitullah tanpa mengucapkan perkataan
keji dan tidak melakukan perbuatan durhaka maka ia akan keluar dari
dosadosanya seperti saat ia dilahirkan oleh ibunya.” “Dari satu umrah ke
umrah berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang terjadi antara
keduanya, dan haji mabrur itu tidak ada ganjarannya kecuali surga.”
“Umrah yang dikerjakan di bulan Ramadan menyamai haji.”

Diceritakan, bahwa Muhammad bin Munkadar telah melaksanakan ibadat


haji sebanyak tiga puluh tiga kali. Pada hajinya yang terakhir, ia berdiri di
Arafat seraya berdoa: “Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku telah
berdiri di tempat ini sebanyak tiga puluh tiga kali , yang satu adalah untuk
kewajiban hajiku, yang kedua adalah untuk ayahku, dan yang ketiga untuk
ibuku. Aku saksikan kepada-Mu oh Tuhanku, sisanya yang tiga puluh kali
itu aku berikan kepada orang yang berdiri di tempatku ini tetapi amalnya
tidak diterima.” Ketika beliau meninggalkan Arafah, tiba-tiba terdengar
suara yang berseru kepadanya: “Hai Ibnu Munkadar, engkau sok
dermawan kepada Sang Pencipta sifat dermawan dan murah hati.

 
Demi keperkasaan dan keagungan-Ku, Aku telah mengampuni orang yang
berdiri di Arafah sebelum Aku menciptakan Arafah itu sendiri selama
seribu tahun.”

      (Wa shaumi ramadhaan) ini merupakan rukun kelima dari yukun-
rukun Islam. Dalam riwayat lain, puasa Ramadan ini didahulukan
menyebutkannya dari haji.

Shaum menurut bahasa artinya Imsaak (menahan diri), sebagaimana bunyi


firman Allah yang berkaitan dengan cerita Siti Maryam, yang artinya: (Siti
Maryam berkata), “Sesungguhnya aku telah bernasar berpuasa untuk
Tuhan Yang Maha Pemurah…” Yakni, menahan diri tidak berbicara.
Sedangkan arti shaum menurut syara’ adalah menahan diri dari apa-apa
yang membatalkan secara khusus disertai dengan niat.

Adapun kewajiban puasa ini didasarkan pada firman Allah,

yang artinya: Ilai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu


berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah 2: 183). Dan sabda Nabi , yang artinya:
Islam didirikan atas lima dasar ………… dan berpuasa di bulan Ramadan.

Puasa Ramadan mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriyah. Rukun


puasa ada tiga:

1. Orang yang berpuasa.


2. Niat.
3. Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa di siang hari.
 
Kewajiban puasa mulai berlaku dengan dua perkara: (1) menggenapkan
bulan Syakban tiga puluh hari, atau (2) melihat bulan sabit.

Orang yang menentang kewajiban puasa ini, ia menjadi kafir, kecuali bila
ia baru masuk Islam atau tinggal jauh dari ulama. Sedangkan orang yang
tidak mau berpuasa tctapi tidak menentang kewajibannya, dan tanpa uzur
yang membolehkan tidak puasa seperti sakit atau dalam perjalanan jauh,
misalnya ia berkata: “Puasa itu memang wajib, tetapi saya tidak mau
berpuasa.” Maka orang tersebut dimasukkan dalam tahanan serta dicegah
dari makan dan minum sepanjang hari itu, supaya dengan begitu diperoleh
gambaran puasa.

Banyak hadis yang mengemukakan keutamaan puasa itu, di antaranya


adalah sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa yang mengetahui akan
keberuntungan dan keberkatan yang ada dalam puasa itu, niscaya mereka
akan mengharap semoga satu tahun penuh itu adalah puasa.

Dan sabda Beliau pula, yang artinya:

Barangsiapa berpuasa dengan penuh keimanan dan mengharap ganjaran,


niscaya akan diampuni segala dosanya yang telah lalu. (dalam riwayat
lain: dan yang akan datang).

Dan sabdanya:

Orang yang berpuasa itu memperoleh dua kegembiraan, gembira ketika


berbuka dan gembira ketika berjumpa Tuhannya.

Dan banyak lagi yang lainnya.

Adapun sebab diringkaskannya rukun Islam itu hanya lima rukun seperti
yang disebutkan dalam hadis di atas adalah karena ibadat itu ada yang
gauliah (berupa ucapan) seperti mengucapkan dua kalimat syahadat, dan
ada pula yang bukan gauliah. Yang bukan gauliah ini ada yang berupa
‘meninggalkan’ yaitu puasa, dan ada pula yang “mengerjakan”, dan yang
“mengerjakan” ini juga ada yang berupa badani (dengan fisik) yaitu salat,
dan ada pula yang maali (dengan harta) yaitu zakat, dan ada pula yang
mencakup keduanya, yaitu haji.

Apabila ditanyakan, mengapa jihad itu tidak dimasukkan ke dalam bagian


dari rukun Islam? Jawab: jihad itu fardhunya adalah fardhu kifayah,
sedangkan kelima rukun tersebut adalah fardhu ain. Maka hanya inilah
yang menjadi rukun Islam.

PENUTUP:

Dalam salah satu hadis disebutkan bahwa, Nabi  bersabda, yang artinya:
Jika Allah menghendaki kebaikan pada diri seseorang hambaNya, maka
Dia akan menunamkan ke dalam hati si hamba tersebut keyakinan dan
tasdig: dan jika Dia menghendaki keburukan bagi hamba-Nya, maka Dia
akan menanamkan ke dalam hatinya keraguan.

Sebagaimana firman Allah :

“Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya


petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama)
Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya
Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit. (QS. Al An’am 6: 125)

Para ulama ahli sunnah, baik dari kalangan ahli hadis, ahli fikih maupun
ahli kalam, telah sepakat bahwa seorang mukmin yang dihukumi sebagai
ahli kiblat dan tidak kekal di dalam neraka itu adalah orang yang meyakini
agama Islam dalam hatinya dengan keyakinan yang mantap tanpa
dicampuri keraguan sedikit pun, serta mengucapkan dua kalimat syahadat,
yaitu kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad itu
adalah utusan Allah.

Dihikayatkan dari Abdulwahid bin Zaid, katanya: “Saya pernah melewati


seorang laki-laki di sebuah gunung, matanya buta, telinganya fuli, kedua
tangan dan kakinya terpotong, ditimpa oleh kelumpuhan dan setiap waktu
tak sadarkan diri, serangga-serangga menggigitinya dan ulat-ulat
berjatuhan dari kedua sisi badannya. Walaupun keadaan Orang itu
demikian menyedihkan, namun kudengar ia mengucapkan: “Segala puji
bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari cobaan yang menimpa
kebanyakan makhluk-Nya.’ Mendengar ucapannya itu, saya lalu
mendekatinya seraya berkata kepadanya: “Hai sobat, apa yang telah
diselamatkan Allah dari dirimu itu? Sebab kulihat semua bencana itu telah
menimpamu,’ Orang itu mengangkat kepalanya lalu memandang saya
dcnyan tajam sambil berkata: “Hai orang yang mengecilkan nikmat Allah,
menyingkurlah dariku. Dia benar-benar telah mensejahterahkan aku,
dijadikannya lisanku untuk mengesakan-Nya, hatiku mengenal-Nya dan
setiap saat mengingat-Nya.’”

Ya Allah, tutuplah usia kami dengan kebaikan dari-Mu dalam


kesejahteraan tanpa disertai cobaan. Amin wal hamdu lillaahi rabbil
aalmiin,

HADIS KE-4
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Masud  ,ia berkata:

Artinya:

Rasulullah  telah mengatakan kepada kami, sedang Beliau adalah orang


yang selalu benar dan dibenarkan,”Sesungguhnya tiap-tiap orang di antara
kamu dikumpulkan pembentukan (kejadian)nya di dalam rahim ibunya
dalam 40 hari berupa nutfah (sperma). Kemudian menjadi sesumpal darah
selama itu pula (40 hari), lalu menjadi gumpalan seperti sekerat daging,
selama itu pula. Setelah itu (selewat 120 hari) diutuslah kepadanya satu
malaikat, maka malaikat itu meniupkan ruh kepadanya dan diperintahkan
(ditetapkan) dengan empat perkara: (1) rezekinya, (2) ajalnya, (3)
amalnya, (4) celaka atau bahagia.

Maka demi Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, sesungguhnya ada di
antara kamu orang yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada
antara dia dan surga itu kecuali hanya tingsal sehasta lagi, maka
menduhuluiluh atasnya ketentuan (takdir) Tuhan, lalu ia mengerjakan
amalan ahli neraka maka akhirnya ia pun masuk neraka. Dan
sesungguhnya ada di antara kamu orang yang mengerjakan amalan ahli
neruka sehingga tidak ada di antura dia dan neraka kecuali hanya tingsa
sejengkal lugi, maka mendahulullah atasnya ketentuan (takdir) Tuhan, lalu
ia mengerjakan amalan ahli Surga, maka akhirnya ia pun masuk surga. 

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki aku dan kalian


kepada ketaatan, bahwasanya hadis ini merupakan hadis yang agung yang
keluar dari bibir Nabi .

Ibnu Mas’ud  berkata:     (haddatsanaa rasuulullah shallallaahu alaihi


wasallam) yakni, Rasulullah  mengatakan kepada kami suatu berita yang
baru.

      (wa huwash shaadiqu) yakni, dalam apa yang disampaikannya.

     (al mashduuqu) yakni, selalu dibenarkan atau dipercayai orang lain.
Beliau  adalah orang yang selalu benar ucapan dan wahyu yang
disampaikannya. Karena Allah sendirilah yang membenarkan Beliau
dalam apa-apa yang dijanjikannya.

     (inna ahadakum) yakni, seseorang di antara kamu.

    (yujma’u) yakni, dikumpulkan.

       (kholquhu fii bathni ummihi arba’iina yauman authfatan) yakni,


disimpan dan dipelihara air penciptaannya, yaitu air yang dengannya ia
diciptakan, selama masa tersebut.

       (tsumma yakuunu) yakni, sesudah ia dahulu berupa nuthfah (sperma).

      (alagotan) yaitu segumpal darah yang beku.

       (tsumma yakuunu mudhghatan) yakni sekerat daging yang kecil.

       (mitslu dzaalika) yakni, seperti waktu yang sudah disebutkan (yaitu 40
hari). Dan pada masa ini pula Allah membentuk rupanya, dan menjadikan
padanya mulut, telinga, mata, usus dan seluruh organ tubuh lainnya.
Kemudian setelah genap berusia 120 hari, maka….

        (yursalu ilaihil malaku) diutuslah satu malaikat, yaitu malaikat


penjaga rahim, seperti yang disebutkan dalam hadis Anas.

Catatan:
Ibnu Yunus memfatwakan bahwa, seorang perempuan tidak halal
menggunakan obat anti hamil. Demikian disebutkan dalam kitab Al
Ajjaalah.

            (fayanfakhu fiihir ruuha) mayoritas ulama ahli kalam menyatakan


bahwa, ruh adalah jisim halus yang menempel di badan seperti
menempelnya air pada kayu yang hijau. Dan sebagian lainnya mengatakan
bahwa, ruh itu adalah kehidupan yang dengan adanya ruh itu badan
menjadi hidup. Dan menurut ahli sunnah, ruh itu kekal, tidak binasa.

            (wa yu’maru) dan malaikat itu diperintahkan supaya mencatatkan.

            (bi arba’i kalimaatin) yakni, mencatatkan empat perkara. Lantas


Beliau menjelaskan tentang keempat perkara tersebut.

            (bi katbi) yakni, ditentukan.

           

            (rizqihi) yaitu semua yang diperoleh manusia dari perkara


makanan, pakaian dan lain-lain, sedikit atau banyak, halal atau haram.

     (wa ajalihi) yaitu saat di mana dalam ilmu Allah orang itu harus mati di
situ, atau lama hidupnya.

     (wa amalihi) yakni, amal baik atau buruknya.

   (wa syaqiyyun) karena durhaka kepada Allah.


 

        (au sa’iidun) karena taat kepada-Nya.

Diperintahkannya malaikat untuk mencatatkan keempat perkara tersebut


adalah disebabkan oleh pertanyaan yang diajukan oleh malaikat tersebut,
sebagaimana disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud
dan Ibnu Umar , dari Nabi  bahwasanya apabila nuthfah itu telah berada di
dalam rahim seorang wanita, maka malaikat mengambilnya dengan
telapak tangannya seraya berkata: “Ya Rabb, apakah ia laki-laki atau
perempuan? Celaka atau bahagia? Bagaimana ajalnya? Di mana matinya?”
Lantas dikatakan kepadanya: “Pergilah ke Lauh Mahfuz.” Maka malaikat
itu menemukan di sana catatan hidup orang itu dengan lengkap. Dan
apabila ajal orang itu telah tiba, maka ruhnya akan dicabut dan dikuburkan
di tempat yang telah ditentukan untuknya.

Dalam salah satu hadis, Nabi  bersabda, yang artinya: Apabila Allah telah
menentukan seseorang mati di suatu daerah, maka dijadikannya orang itu
memerlukan datang ke daerah tersebut.

Atturmidzi dan Alhakim meriwayatkan dalam kitab Nawaadirul Ushuul,


dari Abu Hurairah   katanya: “Kami keluar bersama-sama Rasulullah 
mengelilingi kota, hingga akhirnya tiba di tepi kota Madinah. Tampak
sebuah kuburan sedang digali. Kemudian Beliau mendekati kuburan itu
dan berhenti di sana seraya bertanya kepada orang yang ada di situ:
“Kuburan siapa ini? Dijawab: “Kuburan seorang lelaki dari Etiopia.”
Beliau mengucap Laa Ilaaha Illallah, seraya berkata: “Orang ‘ ini telah
digiring dari bumi dan langitnya hingga akhirnya dikebumikan di tanah
tempat asal ia diciptakan.”

Konon, pada suatu hari malaikat maut masuk ke tempat Nabi Sulaiman ,
kemudian ia memelototi seorang laki-laki, sahabat Nabi Sulaiman , Setelah
itu ia keluar kembali. Orang itu menjadi ketakutan, lalu ia bertanya kepada
Nabi Sulaiman: “Baginda, siapakah orang itu tadi?” Nabi Sulaiman
menjawab: “Dia adalah malaikat maut.” Orang itu berkata pula: “Wahai
Nabiyallah, saya lihat tadi dia memelototi saya, saya khawatir dia mau
mencabut nyawa saya. Tolong Baginda selamatkan saya darinya.”

“Bagaimana saya menolongmu?” Tanya Nabi Sulaiman.

Orang itu menjawab: “Tolong Baginda perintahkan kepada angin supaya


membawa saya ke negeri India. Mudah-mudahan dia kehilangan jejak saya
dan tidak menemukan saya.”

Maka Nabi Sulaiman lalu memerintahkan kepada angin agar membawa


orang itu ke ncgeri India. Pada saat itu juga angin membawa orang itu ke
India. Begitu sampai di India, malaikat maut pun lalu mencabut nyawanya.

Setelah itu, malaikat maut kembali ke tempat Nabi Sulaiman  Nabi


Sulaiman lalu bertanya kepadanya: “Apa sebab engkau memelototi orang
itu?” Malaikat itu menjawab: “Saya heran melihat orang itu. Karena saya
diperintahkan mencabut nyawanya di negeri India, padahal letaknya sangat
jauh dari sini. Hingga akhirnya ia dibawa terbang oleh angin ke sana
sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah . Maka saya pun mencabut
nyawanya di sana.

       b (fawallahilladzii laa ilaaha ghoiruhu inna ahadakum laya’ malu bi


‘amali ahlil jannati) yakni, dengan melaksanakan semua perintah Allah
dan menjauhi larangan-Nya.

          (hattaa maa yakuuna bainahu wa bainahaa illaa dziroo’un) ini


merupakan penggambaran betapa sangat dekatnya dengan surga itu.
 

        (fayasbiqu ‘alaihil kitaabu) yakni, ketetapan Allah yang dicatatkan


baginya ketika ia masih di dalam rahim ibunya, atau di Lauh Mahfuz,
berdasarkan ilmu-Nya yang gadim.

        (faya’malu bi “amali ahlin naari) yakni, dengan melakukan perbuatan


maksiat.

      (fayadkhuluhaa. Wa inna ahadakum laya’malu bi ‘amali ahlin naari


hattaa maa yakuuna bainahu wa bainahaa illaa dziroo’un, fayasbiqu :laihil
kitaabu faya’malu bi “amali ahlil jannati, fayadkhuluhaa) dengan
ketetapan takdir yang berlaku atasnya. Jadi, barangsiapa yang telah
ditetapkan oleh Allah akan berbahagia maka Allah akan mencondongkan
hatinya untuk berbuat kebaikan, dan barangsiapa yang telah ditetapkan
celaka, kita berlindung kepada Allah daripadanya, maka sebaliknya.

Ada beberapa riwayat lainnya yang berkaitan dengan hadis di atas, antara
lain: Sesungguhnya setiap amal itu tergantung pada penutupnya.
Beramallah kalian, sesungguhnya setiap orang itu akan dimudahkan
melakukan apa yang telah ditetapkan baginya. Jika ia termasuk golongan
ahli bahagia, ia akan dimudahkan melakukan amalan ahli bahagia. Dan
jika ia termasuk ke dalam golongan ahli celaka, maka ia akan dimudahkan
melakukan amalan ahli celaka.

Kita patut bersyukur, bahwa karcna kelembutan Allah, jarang ada orang
yang berbalik dari baik menjadi jahat, yang banyak adalah kebalikannya.

Mukallaf (orang yang dibebani kewajiban) itu terbagi empat macam:

 
1. Golongan yang diciptakan Allah untuk berbakti kepada-Nya dan
mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah para anbia dan aulia,
serta orang-orang mukmin dan orang-orang salih.
2. Golongan yang diciptakan Allah untuk mendapatkan surga-Nya
dan tidak untuk berbakti kepada-Nya. Mereka adalah orang-orang
yang selama hidupnya dalam keadaan kafir lalu mati dalam
keadaan beriman. Atau, orang yang sepanjang hidupnya
bergelimangan maksiat, kemudian Allah memberinya tobat di saat
menjelang ajalnya hingga ia mati dalam keadaan husnul khatimah,
seperti golongan tukang-tukang sihir Firaun.
3. Golongan yang diciptakan Allah tidak untuk berbakti kepada-Nya
dan tidak pula untuk mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah
orangorang kafir dan mati dalam keadaan tetap kafir, sehingga
mereka tidak pernah merasakan kemanisan iman selama di dunia
dan kelak di akhirat akan disiksa dalam keadaan terhina.
4. Golongan yang diciptakan Allah hanya untuk berbakti kepada-
Nya tetapi tidak untuk mendapatkan surga-Nya. Mereka adalah
orang-orang yang pada mulanya rajin berbuat bakti kepada Allah,
kemudian berbalik menjadi durhaka, sehingga akhirnya terusir
dari pintu rahmat Allah dan mati dalam keadaan kafir.
 

Dahulu, Sufyan Ats Tsauri sering menangis dan ketakutan, lalu ada yang
berkata kepadanya, “Wahai Aba Abdillah, berharaplah kepada Allah,
karena ampunan-Nya lcbih besar dari dosa Anda.” Beliau menjawab:
“Apakah saya menangisi dosa-dosaku? Andaikata aku tahu bahwa aku
kelak mati dalam tauhid, aku tidak akan peduli dengan dosa-dosaku.”

PENUTUP:

Sebagai penutup majlis ini, berikut ini akan dikemukakan sebuah kisah
nyata tentang seorang abid di masa Bani Israil dahulu, yang akhirnya mati
kafir. Dengan tujuan supaya kisah ini dapat dijadikan ibrah.

Pada zaman dahulu, hidup seorang abid di kalangan Bani Israil, namanya
Barshisha. Ia mempunyai enam puluh ribu murid, yang semuanya bisa
terbang di awang-awang. Pada mulanya Barshisha adalah seorang abid
yang rajin beribadat schingga para malaikat merasa kagum dengan
ibadatnya itu. Kemudian Allah  berfirman kepada malaikatNya: “Kalian
jangan kagum dulu kepadanya, karena Aku mengetahui apa yang tidak
kamu ketahui. Dalam ilmu-Ku yang gadim, ia akan mati kafir dan kekal
dalam neraka.”

Firman Allah tersebut terdengar oleh Iblis. Maka tahulah ia bahwa


kebinasaan Barshisha itu ada di tangannya. Maka ia pun mendatangi biara
tempat Barshisha beribadat dengan menyamar sebagai seorang abid..
Setelah bertemu dengan Barhisha, Barshisha bertanya kepadanya: “Siapa
Anda, dan ada perlu apa?” Iblis menjawab: “Saya seorang abid. Saya ingin
membantu Tuan beribadat kepada Allah.”

Barshisha berkata: “Barangsiapa mau beribadat kepada Allah, ia tidak


perlu kawan.”

Kemudian Iblis tinggal bersama Barshisha di biara itu. Selama tiga hari
tiga malam, Iblis tidak makan, tidak minum dan tidak tidur, kerjanya
hanya beribadat. Maka Barshisha pun menjadi heran kepadanya, lalu ia
berkata: “Saya sudah beribadat kepada Allah selama dua ratus dua puluh
tahun, namun saya tidak bisa meninggalkan makan dan minum seperti
Anda. Bagaimana caranya supaya saya bisa menjadi seperti Anda?”

Iblis menjawab: “Lakukanlah maksiat lalu bertobatlah, karena Dia Maha


Penyayang. Dengan demikian Tuan akan merasakan manisnya ibadat.”

Barshisha berkata: “Bagaimana mungkin saya akan berbuat maksiat


kepada-Nya, sedangkan saya sudah melakukan ibadat selama sekian-
sekian tahun?!” Iblis menjawab: “Manusia jika berbuat dosa, ia
membutuhkan pengampunan.”
 

“Dosa apa yang Anda sarankan saya melakukannya?” Tanya Barshisha.

Iblis menjawab: “Berbuat zina.”

“Tidak, saya tidak akan melakukannya,” kata Barshisha.

“Membunuh orang mukmin,” kata Iblis pula.

“Tidak, saya tidak akan melakukannya!” jawab Barshisha dengan tegas.

Iblis berkata: “Bagaimana kalau minum arak?. Ini lebih ringan bagi Tuan,
dan yang Tuan hadapi hanya Allah sendiri.”

Barshisha menyetujui, lalu ia bertanya: “Di mana saya bisa


memperolehnya?”

“Di desa anu.” Jawab Iblis.

Maka pergilah Barshisha menuju ke desa tersebut. Di sana ia bertemu


dengan seorang wanita cantik, pedagang minuman keras itu. Lalu
Barshisha membeli minuman keras dari wanita tersebut dan meminumnya
hingga mabuk. Kemudian ia memperkosa wanita itu. Ketika suami wanita
itu datang, maka lelaki itu pun dibunuhnya. Dalam waktu hampir
bersamaan, ia telah melakukan tiga dosa besar sekaligus.
 

Kemudian Iblis menyamar sebagai polisi, lalu Barshisha ditangkapnya dan


dibawanya menghadap raja. Maka Barshisha pun dijatuhi hukuman
cambuk delapan puluh kali untuk minuman keras, dan seratus kali cambuk
untuk perbuatan zina, serta hukum mati untuk pembunuhan yang
dilakukannya.

Ketika Barshisha disalib, maka Iblis datang menemuinya dalam rupa orang
abid dahulu. Lalu ia berkata kepada Barshisha: “Bagaimana keadaanmu
sekarang?” Barshisha menjawab: “Barangiapa menuruti teman jahat, maka
beginilah keadaannya.” Iblis berkata pula: “Dahulu, engkau telah beribadat
selama dua ratus dua puluh tahun, lalu sekarang engkau di salib. Kalau kau
mau, aku bisa melepaskanmu.”

Barshisha berkata: “Kalau kau bisa melepaskanku, aku akan memberikan


apa yang kaupinta.”

Iblis berkata: “Sujudlah kepadaku satu kali saja.”

“Bagaimana saya bisa sujud dalam keadaan terikat di palang kayu ini?”
kata Barshisha.

“Tundukkan saja kepalamu,” jawab Iblis.

Maka Barshisha pun menundukkan kepalanya sebagai tanda sujud kepada


Iblis, sehingga menjadi kafirlah ia. Semoga Allah melindungi kita semua
dari hal demikian. Setelah Barshisha kafir, Iblis lalu berkata: “Aku
berlepas diri darimu, aku takut kepada Allah Tuhan semesta alam.”
 

HADIS KE-5
Dari Ummul mukminin Ummu Abdillah Aisyah radiyallaahu anha,
katanya: “Rasulullah bersabda:

Artinya:

Barangsiapa mengada-adakan sesuatu yang baru (bid’ah)dalam urusan


(agama) kami ini, yang tidak kami perintahkan, maka hal itu ditolak.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim. Dan dalam riwayat Imam
Muslim, berbunyi:

Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak cocok dengan syariat


kami, maka ia ditolak.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah memberikan taufik


kepada kita semua untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwasanya hadis ini
merupakan salah satu pokok agama Islam yang terbesar. Dan menjadi ciri
sabda Nabi $ yang singkat padat namun memiliki makna yang luas. Hadis
ini dengan jelas menolak bid’ah dan segala hal yang baru diadakan dalam
urusan agama. Sudah selayaknya hadis ini dihafalkan dan digunakan
dalam membasmi segala bentuk kemungkaran. Ia termasuk hadis-hadis
yang menjadi poros agama Islam.

Sebelum kita melanjutkan pembahasan kita tentang hadis ini, ada baiknya
kita mengupas sedikit tentang riwayat Siti Aisyah radiyallaahu anha dan
keutamaannya, supaya memperoleh berkat dengannya.
 

Aisyah radiyallaahu anha adalah seorang wanita siddigah puteri dari


seorang laki-laki siddig (yaitu Abubakar Assiddiq.   ). Dan ia adalah ibu
dari seluruh kaum muslimin, dari segi penghormatan dan pengagungan,
bukan dari segi muhrim. Begitu pula dengan semua isteri Nabi . Ia dijuluki
dengan Ummu Abdillah. Inilah julukan yang diberikan Nabi kepadanya
ketika ia minta dijuluki dengan putera saudara perempuannya Asma, yaitu
Abdullah bin Zubeir. Menurut riwayat yang paling sahih, ja tidak
mempunyai anak. Ada pula riwayat yang mengatakan bahwa, ia pernah
hamil, tetapi keguguran. Tetapi riwayat ini tidak pasti.

Ia dinikahi oleh Nabi  sebelum hijrah. Diriwayatkan bahwa, ketika


Rasulullah hendak melamarnya dari ayahnya Abubakar, Abubakar
berkata: “Ya Rasulullah, sebenarnya ia belum begitu baik buat Baginda
karena masih terlalu kecil. Namun saya akan menyuruhnya menemui
Baginda, kalau Baginda anggap baik buat Baginda, maka itu merupakan
kebahagiaan yang sempurna.” Rasulullah menjawab: “Jibril datang
menemuiku dengan membawa gambarnya yang terlukis di atas daun dari
dalam surga, Jibril berkata, “Allah telah menikahkan Tuan dengan wanita
ini.”

Abubakar pulang ke rumahnya lalu mengisi sebuah talam dengan buah


kurma dan ditutupnya dengan kain. Kemudian Abubakar memanggil
Aisyah dan berkata kepadanya: “Ya Aisyah, pergilah ke rumah Rasulullah
dan serahkan ini kepada Beliau dan katakana, “Ya Rasulullah, inilah yang
Baginda sebutkan pada ayahku, kalau Baginda anggap baik, maka semoga
Allah memberikan berkat-Nya kepada Baginda.”

Ketika itu usia Aisyah adalah enam tahun.

Maka pergilah Aisyah sambil membawa talam itu ke rumah Rasulullah . Ia


menyangka bahwa yang dimaksudkan oleh Abubakar itu adalah tentang
kurma tersebut. Aisyah bercerita: “Maka saya pun pergi menemui
Rasulullah  dan menyampaikan pesan ayah saya tersebut kepada Beliau.
Lalu Beliau menjawab: “Aku terima wahai Aisyah.” Kemudian saya
pulang dan menceritakan jawaban Rasulullah itu kepada ayah saya. Ayah
saya berkata: “Engkau beruntung wahai anakku, karena Allah telah
menikahkan engkau dengan Beliau di atas tujuh petala langit, dan aku
telah menikahkan engkau dengan Beliau di bumi.”

Aisyah melanjutkan: “Saya tidak pernah gembira melebihi ketika


mendengar perkataan ayahku “aku telah menikahkan engkau dengan
Rasulullah’ tersebut.”

Aisyah radiyallaahu anha adalah satu-satunya isteri Nabi yang paling


banyak meriwayatkan hadis dari Beliau , yaitu sebanyak 1210 hadis.

Mari kita lanjutkan pembicaraan tentang hadis ini:

   (Qaala rasuulullaahi shallallaahu ‘alaihi wasallam man ahdatsa) yakni,


mengada-adakan sesuatu yang baru dalam urusan agama, yang belum
pernah ada pada zaman Rasulullah sallallaahu alaihi wa sallam, yaitu yang
dinamakan bid’ah.

     (fii amrinaa) yakni, dalam urusan agama dan syariat kami.

    (haadzaa) yakni, isyarat kepada apa yang telah disebutkan, yaitu agama
Nabi

    (maa laisa minhu) yakni, yang tidak disandarkan pada dalil-dalil syara’.
 

            (fahuwa roddun) yakni, tertolak. Artinya, hal tersebut batil.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Dan dalam nwayat
Muslim discbutkan:

            (man ‘amila amalan) yakni, mengada-adakan sesuatu yang baru,


baik oleh dirinya sendiri ataupun orang lain.

            (laisa “alaihi amrunaa) yakni, tidak didasarkan pada dalil-dalil


syariat kami.

            , (fahuwa roddun) yakni, maka ia tertolak.

Dalam riwayat ini terkandung bantahan terhadap orang yang melakukan


bid’ah yang beralasan bahwa bukan dia yang mengadakan bid’ah tersebut,
tetapi orang lain sebelumnya. Hadis ini dengan jelas menerangkan bahwa
tidak ada perbedaan antara perbuatan bid’ah yang diada-adakannya sendiri
atau diada-adakan oleh orang lain sebelumnya, karena semua perbuatan
yang tidak diperintahkan syara’ maka pelakunya berdosa. Hal ini
berdasarkan sabda Nabi  yang artinya: “Barangsiapa mengada-adakan
sesuatu yang baru atau mendukung ahli bid’ah, maka laknat Allah tertimpa
kepadanya.” Masuk ke dalam hadis ini semua akad yang rusak, atau
menetapkan hukum atas dasar kebodohan dan kezaliman, dan sebagainya,
yang tidak sesuai dengan syariat.

Ibnu Abdissalam membagi bid’ah itu ke dalam lima hukum:

 
1. Wajib.
Yaitu seperti mempelajari ilmu nahu, ilmu Alguran dan Assunnah yang
pelik-pelik, yang dapat membantu dalam pemahaman ilmu syariat.

2. Haram.
Seperti mazhab Qadariah, Jabbariah, dan Mujassamah.

3. Sunnah.
Seperti mendirikan pesantren-pesantren dan madrasah-madrasah.

4. Makruh.
Seperti menghias masjid-masjid dan mushaf-mushaf.

5. Mubah.
Seperti berjabatan tangan sesudah salat Subuh dan Asar.

Ketahuilah bahwa, hadis ini menganjurkan agar kita mengikuti sunnah


Nabi  dan memperingatkan bahaya bid’ah yang tidak sesuai dengan
syariat. Konon, Allah mewahyukan kepada Nabi Musa : “Jangan bergaul
dengan pengikut hawa nafsu agar mereka tidak menanamkan ke dalam
hatimu hal-hal baru ke dalam hatimu sesuatu yang sebelumnya tidak
pernah ada.”

Sahl bin Abdullah berkata: “Barangsiapa mengambil muka kepada para


ahli bid’ah, maka Allah akan mencabut manisnya sunnah dari dirinya.”

Addaqqaq berkata: “Barangsiapa meremehkan salah satu etika Islam,


maka ia akan dihukum dengan tidak mendapatkan sunnah. Dan
barangsiapa meninggalkan sunnah maka ia akan dihukum dengan tidak
mendapatkan fardu. Dan barangsiapa meremehkan fardhu, maka Allah
akan mendatangkan padanya tukang bid’ah yang akan mengatakan
kepadanya hal-hal yang batil, sehingga akan muncul di dalam hatinya
kesangsian.”

 
Dalam hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa mencintai sunnahku
berarti ia cinta kepadaku, dan barangsiapa cinta kepadaku maka ia akan
bersama aku di dalam surga.” Dan berkaitan dengan tafsir firman Allah ,
yang artinya: Dan Dia mengajarkan kepada mereka Alkitab dan Alhikmah.
Yang dimaksud dengan Alhikmah adalah Asunnah.

HIKAYAT:

Dihikayatkan dari Imam Ahmad bin Hanbal , beliau berkata: “Dahulu,


suatu hari saya bersama kawan-kawan ke tempat pemandian. Mereka
semua mandi dengan telanjang, sedangkan saya tidak telanjang karena
mengamalkan hadis Rasulullah , yang artinya: Barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari kiumat, muka henduklah ia tiduk masuk ke tempat
pemandian kecuali dengan mengenakan kuin. Malamnya saya bermimpi
ada yang berkata kepada saya, “Bergembiralah hai Ahmad, Allah  telah
mengampunimu karena engkau telah mengamalkan sunnah.’ Saya
bertanya, “Anda siapa?” Jawab, “Saya Jibril. Allah telah menjadikan
engkau scbagai imam yang diikuti orang.”

Dan dihikayatkan pula dari ulama lainnya, ia berkata: “Saya bermimpi


Nabi , lalu saya berkata kepada Beliau, “Ya Rasulullah, semoga Baginda
memberikan syafaat untuk saya.’ Beliau menjawab: “Sudah aku berikan.”
Saya bertanya, “Kapan?’ Beliau menjawab, “Di hari engkau hidupkan
sunnahku di kala ia sudah dimatikan orang.”

Ibnu Abbas   berkata: “Tidaklah datang suatu tahun baru kepada manusia
kecuali di dalamnya diadakan orang bid’ah dan dimatikan sunnah hingga
akhirnya bid’ah itu menjadi hidup dan sunnah mati.” Dan dalam salah satu
hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa berjalan kepada ahli bid’ah
maka ia telah membantu merobohkan Islam. Karenanya, wajib atas setiap
orang Islam untuk menjauhi jalan tukang bid’ah dan berpegang teguh pada
Alguran, Asunnah dan ijmak.”

 
PENUTUP:

Almaliqi menceritakan di dalam kitab Syarah-nya, bahwa Harun Arrasyid


(khalifah Abbasiah di kala itu) meminta izin kepada Imam Syafii
radiyallahu anhu agar ia diperkenankan menikahi jariyah (sahaya
perempuan) yang ditinggalkan oleh saudaranya Musa Alhadi. Dahulu,
saudaranya itu telah meminta ia bersumpah, jika jabatan khalifah itu jatuh
ke tangannya, ia tidak akan mendekati sahaya itu. Maka Harun Arrasyid
pun bersumpah dengan berbagai sumpah, di antaranya, kalau ia sampai
melanggar sumpahnya maka ia akan berjalan ke tanah suci Mekah dengan
berjalan kaki tanpa alas kaki. Kisah ini cukup terkenal di kalangan para
ahli sejarah.

Ketika Musa Alhadi meninggal dunia, maka Harun Arrasyid minta izin
kepada Imam Syafii supaya dapat menikahi sahaya tersebut. Namun Imam
Syafii tidak mengizinkannya. Maka Harun lalu mengancam beliau. Imam
Syafii pulang dengan hati yang gundah. Malam itu beliau salat terus
hingga akhirnya tertidur di tempat salatnya. Dalam tidur itu, beliau
bermimpi seakan-akan berada di hadirat Allah , lalu terdengar seruan: “Ya
Muhammad (Imam Syafii), tetaplah pada agama Muhammad, dan jangan
sekali-kali menyimpang darinya yang akibatnya engkau akan menjadi
sesat dan menyesatkan orang banyak. Bukankah engkau seorang imam
yang memimpin umat. Jangan takut darinya (Harun Arrasyid). Bacalah:
innaa ja’alnaa fii ‘naagihim aghlaalan fahiya ilal adzgaani fahum
mugmahuun.”

Imam Syafii berkata: “Maka saya pun terbangun dari tidur sambil
membaca ayat tersebut. Ketika masuk salat Subuh, saya kerjakan salat
fardu Subuh. Usai salat saya merasakan agak malas hingga akhirnya saya
tidur-tiduran. Antara sadar dan tidak, saya dengar suara mengatakan:
“Harun Arrasyid menyuruh orang untuk menjemputmu maka engkau
jangan takut. Jika engkau dalam perjalanan menemuinya, bacalah dalam
hatimu doa orang takut, nicaya engkau tidak akan menjumpai kecuali hal-
hal yang baik saja. Kemudian saya terjaga, lalu saya pun membaca doa
tersebut: Allaahumma innii asykuu ilaika dha’fa quwwatii wa qillata
hiilatii wa hawaanii alan naas, yaa arhamar raahimiin. Anta rabbal
mustadh’afiina wa anta rabbi, ilaa man takilunii a-ilaa aduwwin ba’iidin
yatajahhamunii am ilaa shadiigin gariibin mallaktahu amrii, in lam yakun
alayya ghadhabun famaaa ubaalii, walaakin ‘aafryaatuka ausa’ulii.
A’uudzu binuuri wajhikal ladzii ayragat bihizh zhulmaatu wa shaluha
“alaihi amrud dunyaa wal aakhirati min an yanzila bii ghadhabuka au
yahilla “alayya sakhathuka, lakal hamdu hattaa tardhaa, walaa haula walaa
guwwata illaa bika.”

Imam Syafii melanjutkan: “Baru saja saya selesai membaca doa itu, tiba-
tiba ada orang mengetuk pintu. Ketika pintu saya buka, saya lihat Rabi,
perdana menteri Harun Arrasyid, berdiri di sana. Ia berkata: “Tuan,
khalifah meminta tuan datang menemuinya.” Maka saya pun pergi
bersamanya menemui khalifah. Ketika kami sampai di hadapan khalifah,
ia bangkit dari tempat duduknya menyambut saya sambil tersenyum ia
berkata, “Anda memang seorang muslim yang baik dan imam teladan.
Orang seperti Anda ini tidak takut akan celaan orang dalam menegakkan
agama Allah. Ketahuilah wahai fakih, tadi malam saya mendapat teguran
berkaitan dengan dirimu. Maka pulanglah dalam keadaan terpelihara.”

Kemudian Harun Arrasyid memberi beliau hadiah uang sebanyak 10 ribu


dinar. Lalu uang tersebut dibagi-bagikan oleh Imam Syafii di hadapan
khalifah, kemudian beliau pulang. Semoga Allah merahmati dan meridai
beliau, amin.

Ini semua adalah berkat berpegang teguh pada sunnah penghulu para
rasul . Mudah-mudahan Allah mewafatkan kita atas sunnah tersebut.
Segala puji hanya untuk Allah Tuhan semesta alam.

HADIS KE-6
Dari Abi Abdillah Nu’man bin Basyir. Ia berkata: ” Saya mendengar
Rasulullah. Bersabda:

Artinya:
 

Sesungguhnya halal itu jelas dan haram itu jelas dan di antara keduanya
ada perkara yang syubhat (tidak jelas), yang kebanyakan manusia tidak
mengetahuinya. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari perkara syubhat
itu berarti ia telah membersihkan agama dan kehormatannya, dan
barangsiapa jatuh ke dalam perkara syubhat itu berarti ia telah terjatuh
kedalam perkara yang haram. Seperti seorang pengembala yang
mengembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan (halaman orang),
lambat laun ia akan masuk ke dalamnya. Ingatlah, bahwa tiap-tiup raja itu
ada lurangannya. Ingatlah bahwa larangan Allah itu adalah apa-apa yang
diharamkan-Nya. Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada sekerat daging,
jika ia baik maka baiklah jasad itu seluruhnya, dan jika ia rusak maka
rusaklah jasad itu seluruhnya. Ingatlah, itu adalah hati.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

PENJELASAN,

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk taat


kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung. Ia termasuk
salah satu hadis yang menjadi poros agama Islam. Sebagian ulama
mengatakan bahwa hadis ini merupakan sepertiga Islam. Karena Islam itu
berputar padanya dan pada hadis innamal a’maal bin niyaat dan hadis min
husni islaamil mar-i tarkuhu maa laa ya’niihi.

      (Alhalaalu bayyinun) yakni, halal itu tampak jelas, tidak terdapat pada
zatnya sifat-sifat barang yang diharamkan. Menurut Imam Syafii, halal itu
ialah segala sesuatu yang tidak ada dalil yang meriwayatkan
keharamannya, yaitu apa-apa yang tidak dilarang oleh syariat, baik
diriwayatkan dalil tentang kehalalannya atau didiamkan. Hal ini
didasarkan pada hadis Nabi  seperti disebutkan dalam hadis tsalaatsiin,
yang artinya: Dan Allah mendiamkan mengenai hukum beberapa perkara
sebagai rahmat untuk kalian, bukan karena Dia lupa, maka janganlah
kalian membuhasnya. Karena kalau hal itu haram, tentu akan dijelaskan-
Nya.

   (Wa innal haraama) yakni, ada dalil yang melarangnya, demikian


menurut Mazhab Imam Syafii, sedangkan menurut Mazhab Imam Hanafi,
tidak ada dalil mengenai halalnya.

     (Bayyinun) yakni, diketahui oleh setiap orang akan keharamannya,


karena tidak hilang sifat haramnya dari zatnya, yaitu semua yang dilarang
oleh syariat secara muttafagun alaih, baik yang nyata pada zatnya, seperti
racun dan candu dan sebagainya, atau tidak nyata, seperti haramnya
sebagian binatang: maupun karena ada cacat dalam keharamannya, seperti
barang rampasan, menipu dalam jual beli, dan riba.

     (Wa bainahumaa umuurun musytabihaat, laa ya “lamuhunna batin


minan naas) yakni, karena tersembunyi hukumnya atas mereka.,
sedangkan ulama mengetahui hukumnya dengan nas atau kias atau istish-
hab atau yang serupa dengan itu

      (Famanit-taqaa) yakni, barangsiapa meninggalkan.

      (Asysyubuhaati) yakni, kata jamak dari syubhat.

     (faqad istabra-a) yakni, ia telah membersihkan.

     (lidiinihi) yakni, dari celaan syara”.


 

     (wa’irdhihi) yakni, dijaganya dari omongan orang. Maksudnya adalah


nafsu, karena ia merupakan tempat celaan dan pujian. Dalam salah satu
atsar disebutkan: “Barangsiapa berada di suaru tempat yang mencurigakan,
maka ia tiduk boleh menyalahkan orang yang berburuk sangka
kepadanya,”

Para ulama berbeda pendapat mengenai maksud syubhat yang disebutkan


dalam hadis di atas. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa hal itu
haram, didasarkan pada sabda Nabi  barangsiapa menjaga dirinya dari
syubhat maka berarti ia teluh membersihkan agama dan kehormatannya.
Dan sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa syubhat itu halal,
mereka mendasarkan pendapat tersebut pada sabda Nabi    seperti seorang
pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan
(halaman orang lain), lambat laun ia akan masuk ke dalamnya. Ini
menunjukkan bahwa hal itu adalah haram, dan bawa meninggalkan
perbuatan itu termasuk warak. Inilah yang benar.

       (Wa man waqa’a fisy syubuhaati) yakni, tidak meninggalkan


perbuatan syubhat tersebut.

     (Waqaa fil haraam) yakni, haram murni atau yang mendekati haram.
Maksudnya, barangsiapa sering melakukan sesuatu yang syubhat maka ia
akan terjerumus kepada hal yang haram, meskipun tidak disengajanya.
Terkadang ia berdosa dengan perbuatan tersebut, jika ja menggampangkan
hukumnya. Orang yang suka menggampangkan dan berani melakukan
perbuatan syubhat, kemudian melakukan syubhat yang lebih berat dan
lebih berat, demikian seterusnya, sehingga akhirnya ia melakukan
perbuatan haram dengan sengaja. Dalam banyak hadis telah disebutkan
bahwa, perbuatan maksiat itu bisa menyeret kepada kekafiran. Semoga
Allah melindungi kita darinya.

 
       (Kar-ras’i yar’aa haulal himaa, yuusyaku an yaga’u fiihi), yakni, ibarat
seorang pengembala yang mengembalakan ternaknya di sekitar daerah
larangan, seperti halaman orang, dikuatirkan ternaknya akhirnya memakan
rumput dari daerah yang terlarang tadi,

      (Alaa wa inna likulli malikin himaan) yakni, apa-apa yang diberi pagar
untuk mengembalakan ternaknya sendiri, seperti kuda atau lainnya, dan
terlarang untuk orang lain mengembalakan ternaknya di situ.

      (Alaa wa inna himallaahi mahaarimuhu) yakni, ini merupakan


perumpamaan yang dapat dirasakan, supaya jiwa yang cerdas dapat
menangkap maksudnya sehingga ia dapat beradab kepada Allah seperti
beradabnya kepada para pembesar itu. Karena setiap raja itu mempunyai
daerah terlarang yang orang lain tidak boleh memasukinya, kalau
dilanggar maka akan mendapat hukuman dari sang raja. Begitu juga
Allah , mempunyai larangan-larangan. Dan larangan Allah adalah semua
yang diharamkannya.

       (Alaa wa inna fil jasadi mudhghatan idzaa shaluhat shaluhal jasadu
kulluhu wa idzaa fasadat fasadal jasadu kulluhu, alaa wa hiyal qalbu).
Ketahuilah, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita, bahwa kalbu itu
merupakan organ batin di dalam jasad manusia, dan padanyalah poros
manusia, dan di dalamnya terdapat akal yang merupakan organ manusia
yang paling mulia. Ia dinamakan kalbu (dalam bahasa Arab artinya
berbolak balik) adalah karena cepatnya ia berbolak-balik (berubah-ubah).
Sebagaimana dikatakan oleh penyair:

Tidaklah manusia dinamakan manusia, kecuali karena ia suka lupa,

Dan tidaklah kalbu dinamakan kalbu, kecuali karena ia suka berubah-ubah.

 
Adapun sebab kebaikan dan kerusakan jasad itu tergantung kepada
kebaikan dan kerusakan kalbu adalah karena ia merupakan permulaan
gerakan badan dan kemauan jiwa. Jika muncul dari kalbu itu keinginan
yang baik karena ia selamat dari penyakit-penyakit batin seperti, dengki,
kikir, dendam, sombong dan lain-lain, atau muncul keinginan yang
merusak karena ia tidak selamat dari penyakit-penyakit batin tadi, maka
akan bergeraklah badan mengikuti gerakan kalbu tersebut. Kalbu itu
laksana seorang raja sedangkan badan dan seluruh anggotanya adalah
rakyat, ia akan baik dengan baiknya sang raja dan menjadi rusak dengan
rusaknya sang raja.

TANBIH:

Konon, kebaikan kalbu itu dalam enam perkara: (1) membaca Alguran
dengan merenungkan maknanya, (2) perut kosong, (3) bangun malam, (4)
berdoa dengan khusyuk di waktu sahur, (5) bersahabat dengan orangorang
salih, (6) makan dari barang yang halal, dan ini (makan halal) adalah
pokoknya. Ulama mengatakan, makanan itu adalah benih perbuatan, kalau
masuk barang halal maka keluarnya juga halal, kalau masuk barang haram
maka keluarnya juga haram, dan kalau masuknya barang syubhat maka
keluarnya juga syubhat.

Salah seorang ulama berkata: “Saya pernah minta minum kepada seorang
tentara, kemudian watak kerasnya itu menetap di kalbu saya selama empat
puluh hari.”

Ketahuilah bahwa, hadis ini juga merupakan landasan sifat warak, yaitu
meninggalkan segala barang yang syubhat dan beralih ke lainnya yang
halal.

 
Hasan Albashri rahimahullah berkata: “Kami jumpai satu kaum yang
meninggalkan tujuh puluh pintu yang halal, karena takut jatuh ke dalam
yang haram.”

Suatu hari Abubakar Assiddiq.   makan sesuatu yang di dalamnya ada


syubhat, sedang beliau tidak mengetahuinya. Ketika beliau tahu barang
yang dimakannya itu syubhat, maka beliau lalu memasukkan tangannya ke
dalam mulutnya lalu memuntahkan makanan tersebut.

Ibrahim bin Adham rahimahullah pernah ditanya, mengapa Anda tidak


minum dari air zamzam itu? Beliau menjawab, kalau saya punya timba
tentu saya akan meminumnya.

Sebagai isyarat bahwa timba itu dari uang sultan, sedangkan uang sultan
itu syubhat.

Zaid bin Tsabit berkata: “Tidak ada yang lebih gampang melakukannya
dibandingkan sifat warak. Jika ada sesuatu yang meragukan Anda maka
tinggalkan, dan ini gampang bagi orang yang dimudahkan oleh Allah dan
berat bagi kebanyakan manusia lebih berat daripada gunung.”

Di antara keistimewaan hadis ini pula adalah: bahwa ia menganjurkan


kepada yang halal dan menjauhi yang haram, menahan diri dari barang
yang syubhat, menjaga agama dan kehormatan serta tidak melakukan
halhal yang akan menimbulkan kecurigaan orang dan jatuh kepada
perbuatan yang dilarang. Dan di antaranya pula adalah, pengagungan
kalbu dan usaha untuk memperbaikinya. Dan di dalam hadis ini juga
terkandung beberapa perumpamaan bagi makna-makna syariat, dan bahwa
amal-amal yang berkaitan dengan kalbu itu lebih utama daripada yang
berikatan dengan badan. Sebab badan tidak akan baik kecuali dengan
kalbu.
 

PENUTUP:

Sebagai penutup majelis ini, baiklah kita kupas firman Allah  yang artinya:

     Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk


tunduk hati mereka mengingat Allah…… (QS. Alhadiid 57:16)

Ibnu Mas’ud  berkata: “Kami ditegur Allah dengan ayat ini sesudah kami
masuk Islam selama tujuh tahun.”

Diriwayatkan bahwa ada sebagian orang ditimpa rasa lemah dalam hati
mereka, maka Allah  lalu menurunkan ayat ini.

Sebagian ahli Ma’ani mengatakan bahwa, firman Allah ini merupakan


teguran terhadap sifat lengah seseorang. Maksud ayat ini adalah:
Bukankah telah tiba waktunya untuk khusyuk? Bukankah telah tiba
waktunya untuk kembali? Bukankah telah tiba waktunya bagi orang yang
melampaui batas untuk mencucurkan air mata? Bukankah ini waktu untuk
menghinakan dan merendahkan diri?

Disinggungnya kata iman di awal ayat ini adalah untuk menganalkan


karunia Allah (sebab iman merupakan karunia Allah yang paling besar),
dan mengingatkan lambatnya muncul buah dari iman itu. Dan buahnya
iman itu adalah an takhsya’a guluubukum (tunduknya hati kamu dengan
iman tersebut, dan buah iman itu juga adalah an tabkuu ‘alaa maa salafa
min dzunuubikum (kamu tangisi dosa-dosamu yang telah lampau).

 
Rasulullah  bersabda, yang artinya: Sesungguhnya Allah mempunyai
bejana-bejana, yaitu kalbu-kalbu. Kalbu-kalbu yang paling dekat dengan
Allah adalah kalbu yang lembut, bersih dan kuat. Abu Abdillah Atturmidzi
berkata: “Kalbu yang lembut itu adalah kalbu yang takut kepada Allah ,
yang bersih itu adalah untuk sahabat di jalan Allah, dan yang kuat itu
adalah dalam memegang agama Allah.

Dikatakan, kalbu itu mirip bejana, kalbu orang kafir ibarat bejana yang
pecah dan terbalik sehingga tidak bisa dimasuki kebaikan sama sekali:
kalbu orang munafik ibarat bejana yang bocor, apa saja yang masuk dari
atas maka segera keluar dari bawahnya, dan kalbu orang mukmin itu ibarat
bejana yang bagus, jika diisi kebaikan ia akan tersimpan di dalamnya.

Konon, kalbu itu menjadi keras adalah karena penyimpangannya dari


muragabah kepada Tuhan. Dan ada pula yang mengatakan, kalbu itu
menjadi keras karena ia mengikuti dorongan-dorongan hawa nafsu. Sebab
syahwat (dorongan hawa nafsu) dan shafwah (kebersihan hati) itu tidak
bisa bersatu.

Pertama-tama yang muncul dalam kalbu itu adalah sifat lalai, kalau tidak
disadarkan Allah maka ia akan menjadi bisikan hati. Kalau bisikan hati ini
tidak ditolak Allah maka ia akan menjadi pikiran buruk. Jika pikiran buruk
ini tidak dipalingkan Allah maka ia akan menjadi keinginan kuat untuk
melakukan perbuatan buruk. Kalau keinginan buruk ini tidak dibendung
Allah maka ia akan jatuh ke dalam perbuatan maksiat. Jika perbuatan
maksiat itu tidak diselamatkan Allah dengan tobat maka ia akan menjadi
keras. Jika kekerasan kalbu itu tidak dilembutkan Allah maka ia akan
menjadi watak dan titik hitam dalam kalbu. Allah  berfirman di dalam
Alguran,

yang artinya: Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup
hati mereka. (OS. 83: 14)
 

Ibrahim bin Adham rahimahullah berkata: “Kalbu orang mukmin itu ibarat
cermin yang bersih, jika setan datang ia akan kelihatan. Kalau pemilik
kalbu itu melakukan dosa maka di dalam kalbunya akan muncul sebuah
titik hitam. Jika ia bertobat, maka titik hitam itu akan hilang. Jika ia
kembali melakukan dosa dan tidak bertobat, dan titik hitam itu akan
bertambah terus hingga akhirnya kalbunya menjadi hitam pekat. Kalau
sudah demikian, maka tidak ada lagi nasihat yang mempan terhadapnya.

Hasan Albashri rahimahullah berkata: “Dosa di atas dosa akan


menggelapkan kalbu hingga akhirnya ia menjadi hitam pekat.”

Atturmidzi rahimahullah berkata: “Hidupnya kalbu itu adalah karena iman,


matinya adalah karena kufur, sehatnya adalah karena taat, sakitnya adalah
karena terus menerus berbuat maksiat, sadarnya adalah karena zikir, dan
tidurnya adalah karena lalai.

Dalam salah satu khabar disebutkan: Jangan banyak berbicara selain


dengan sikrullah, supaya kalbumu tidak menjadi keras.

HADIS KE-7
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Addaari , ia berkata: “Nabi  bersabda:

Artinya:

Agama itu adalah nasihat. Kami bertanya: Untuk siapa ya Rasulullah?


Untuk Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan
masyarakat muslimin umumnya. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk
taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, yang juga
menjadi porosnya agama Islam, disebabkan oleh luasnya makna yang
terkandung di dalamnya.

 (Ad-diinu) yakni, seperti yang telah disebutkan dalam hadis Jibril , bahwa
ia mencakup tiga unsur yaitu, Islam, Iman dan Ihsan.

Dan sebagian ulama mengatakan bahwa, Addiin itu adalah hukum-hukum


yang telah disyariatkan oleh Allah buat hamba-hamba-Nya.

   (An-nashiihatu) ini mirip dengan perkataan ulama al-hajju “araafah.

     (Qulnaa liman? Qaala lillaahi) dalam arti bahwa, iman dan taat kepada
Allah dengan kalbu dan badan dan lain-lain seperti yang telah disebutkan
di atas pada hakikatnya adalah kembali kepada hamba itu sendiri. Karena
Allah tidak membutuhkan semuanya itu.

   (Wa likitaabihi) yakni, dengan mengagungkannya, percaya kepadanya


dan mengamalkan isinya, dan yang serupa dengan itu.

     (Wa lirasuulihi) yakni, membenarkan apa-apa yang diajarkannya,


menolongnya dalam menegakkan perintah Tuhannya, dengan ucapan,
perbuatan dan keyakikan.

      (Wa li-aimmatil muslimiin) yakni, para pemimpin mereka, yaitu


dengan jalan mematuhui mereka, memperingatkan mereka dengan apa
yang bisa membuat mereka baik, serta mendoakan mereka agar diberi
taufik. Ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya di sini adalah para
ulama, yaitu dengan jalan menerima apa yang mereka riwayatkan dan
mengikuti mereka dalam hukum agama, serta berbaik sangka terhadap
mereka.

      (Wa ‘aammatihim) yakni, dengan jalan menyukai buat mereka apa-apa
yang ia sukai buat dirinya sendiri, dan tidak suka buat mereka apa yang
tidak disukainya buat dirinya sendiri.

CATATAN:

Asnawi rahimahullah berkata di dalam sebagian kitabnya berkaitan dengan


hadis ini: “Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba maka
Dia akan mengirimkan kepadanya orang yang akan mengingatkannya bila
ia lalai: dan jika Dia menghendaki keburukan pada seorang hamba maka
Dia akan mengirimkan kepadanya teman jahat yang akan melarangnya
mendengarkan nasihat.”

Ketika Harun Arrasyid memegang tampuk pemerintahan, maka Ia


mengadakan sidang umum untuk orang banyak. Kemudian datang Bahlul
Almajnun seraya berkata: “Wahai amirilmukminin, hati-hati terhadap
teman jahat dan bersahabatlah dengan teman yang salih, yang akan
mengingatkan Tuan dengan akhlaknya yang baik jika Tuan lalai dan
dengan memandang mereka jika Tuan lengah. Karena ini lebih bermanfaat
bagi Tuan dan orang banyak serta lebih besar ganjarannya dibandingkan
dengan puasa sunnah, salat sunnah, membaca Alguran dan haji sunnah.
Karena jika seseorang menyampaikan suatu perkataan yang tidak baik
kepada sultan lalu dikerjakan oleh sultan itu, maka akan meratalah
kerusakan di muka bumi ini. Nabi sallallaahu alaihi waallam bersabda,
yang artinya: Sesungguhnya seorang laki-laki akan dijebloskan ke dalam
neraka selama tujuh puluh tahun akibat perkataannya yang tidak berguna.
Dan janganlah Tuan, wahai amirilmukminin, menjadi seperti orang yang
disinggung Allah dalam firman-Nya,

 
Dan apabila dikatakan kepadanya, “bertakwalah kepada Allah.’ bangkitlah
kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa. Maka cukuplah
balasannya neraka Jahannam. Dan sesungguhnya neraka Jahannam itu
tempat tinggal yang seburuk-buruknya.” (QS. 2: 206)

Kemudian Harun Arrasyid berkata: “Tambahlah nasihatmu!”

Bahlul menjawab: “Wahai amirilmukminin, sesungguhnya Allah  telah


menundukkan orang banyak buatmu dan menjadikan perintah Tuan harus
ditaati oleh mercka, itu tidak lain agar Tuan membawa mereka kepada
mentaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, memberikan dari
harta ini kepada anak-anak yatim, janda-janda, dan orang-orang tua yang
tak berdaya serta para musafir kelana. Wahai amirilmukminin, fulan bin
fulan telah memberitahukan kepada saya, dari Rasulullah , bahwa Beliau
bersabda, yang artinya: Jika hari kiamat telah bangkit dan Allah telah
mengumpulkan seluruh umat manusia di suatu tanah lapang yang luas,
maka didatangkanlah para raja dan para pemimpin orang banyak,
kemudian Allah berfirman kepada mereka: “Bukankah Aku telah
memberikan kekuasaan kepada kamu di negeriKu dan menjadikan hamba-
hamba-Ku patuh kepada kamu, itu bukan supaya kamu mengumpulkan
harta dan pasukan, tetapi supaya kamu mengumpulkan mereka agar taat
kepada-Ku dan menerapkan pada mereka perintah dan larangan-Ku,
memuliakan para wali-Ku dan menghinakan para musuh-Ku, serta
menolong orang-orang yang teraniaya dari penindasan orang-orang yang
lalim. Wahai Harun, pikirkanlah, apa jawaban yang akan Tuan berikan
atas semua pertanyaan tentang hamba-hamba Allah yang akan diajukan
kepada Tuan kelak di tempat tersebut, pada saat Tuan dihadirkan dalam
keadaan kedua tangan Tuan terikat dengan rantai di leher Tuan, neraka
Jahannam ada di depan Tuan, dan malaikat Zabaniah mengelilingi Tuan,
sambil menunggu apa yang akan diperintahkan terhadap Tuan?!”

Harun pun menangis dengan terisak-isak. Sebagian orang yang hadir


berkata kepada Bahlul: “Anda telah merusak suasana sidang ini!” Lalu
Harun berkata kepada mereka: “Celaka kalian, orang yang tertipu itu ialah
orang yang kalian tipu, dan orang yang beruntung ialah orang yang jauh
dari kalian.”

Kemudian Bahlul pergi meninggalkan tempat tersebut. Perhatikan saudara,


betapa agungnya nasihat ini.

Dahulu, Rasulullah  sering memberikan wasiat dan nasihat kepada para


sahabat Beliau yang bermanfaat buat mereka dan buat orang-orang
sesudah mereka. Di antara nasihat-nasihat Beliau itu adalah seperti yang
diriwayatkan oleh sahabat Anas radiyallahu anhu, katanya: “Rasulullah 
telah memberikan wasiat kepadaku, Baginda bersabda kepadaku,
“Sempurnakanlah wudu maka itu akan menambah umurmu, berilah salam
kepada orang yang engkau jumpai maka akan menjadi banyaklah
kebaikanmu, jika engkau masuk ke rumahmu ucapkanlah salam kepada
keluargamu maka akan menjadi banyaklah kebaikan rumahmu:
kerjakanlah salat Dhuhaa karena ia merupakan salat orang-orang yang
awwab sebelummu: serta sayangi orang yang lebih muda dan hormati
orang yang lebih tua maka engkau akan menjadi temanku di hari kiamat
kelak.”

Di antara nasihat Rasulullah  kepada sebagian keluaga Beliau: Janganlah


engkau menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun sekalipun engkau
dipotong dan dicincang, dan jangan meninggalkan salat fardu dengan
sengaja, sebab orang yang meninggalkan salat fardu dengan sengaja itu
terlepas dari jaminan Allah, serta jauhilah maksiat, sebab maksiat bisa
mendatangkun murka Allah.

Wasiat dan nasihat Rasulullah tak terhingga banyaknya.

PENUTUP:
Dari Umar bin Khattab  berkata kepada sebagian saudaranya: “Aku
wasiatkan engkau dengan enam perkara: (1) Jika engkau ingin mencela
seseorang maka celalah dirimu lebih dahulu, karena engkau tidak tahu
orang yang lebih banyak aibnya darinya, (2) Jika engkau hendak
memusuhi seseorang maka musuhilah perutmu, karena tidak ada musuh
yang lebih besar bagimu darinya, (3) Jika engkau hendak memuji
seseorang maka pujilah Allah lebih dahulu, karena tidak ada yang lebih
banyak karunia dan kelembutannya kepadamu melebihi Dia, (4) Jika
engkau hendak meninggalkan sesuatu maka tinggalkanlah dunia, karena
jika engkau meninggalkannya maka engkau akan terpuji, kalau tidak
engkau akan ditinggalkannya sedang engkau tercela, (5) Jika engkau
hendak bersiapsiap untuk sesuatu maka bersiap-siaplah untuk mati, karena
jika engkau tidak bersiap-siap untuknya maka engkau akan merugi dan
menyesal, (6) Jika engkau hendak menuntut sesuatu maka tuntutlah
akhirat, karena engkau tidak akan mendapatkannya kecuali jika engkau
menuntutnya.

Kiranya cukup sampai di sini, semoga Allah memberi kita afiat dan
inayah-Nya. Amin, walhamdu lillaahi rabbil “aalamiin.

HADIS KE-8
Dari Ibnu Umar , bahwa Rasulullah bersabda:

Artinya:

Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengakui


bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu
adalah utusan Allah: dan mendirikan salat serta mengeluarkan sakat. Maka
apabila mereka mengerjakan yang demikian, terpeliharalah dariku darah
dan harta mereka, kecuali menurut hukum Islam dan perhitungan amal
mereka terserah pada Allah .

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.


 

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita taat


kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung, termasuk salah
satu pokok dari pokok-pokok agama Islam.

    (Umirtu) dalam bentuk maf’ul, artinya aku diperintahkan oleh Tuhanku,
karena tidak ada yang memerintah Rasulullah  kecuali Dia.

     (An uqaatilan naasa) yang dimaksud di sini adalah memerangi manusia
saja, walaupun kata an naas mencakup juga bangsa jin, karena tidak ada
riwayat bahwa Beliau pernah memerangi bangsa jin. Meskipun ada bangsa
jin yang masuk Islam di tangan Beliau. Risalah Beliau memang bersifat
umum, baik golongan manusia maupun jin. Ada yang mengatakan bahwa
maksud ‘manusia” dalam hadis ini adalah para penyembah berhala saja,
tidak termasuk golongan ahlulkitab (Nasrani dan Yahudi), karena perang
terhadap mereka menjadi gugur dengan diterimanya jizyah. Ulama lain
mengatakan, boleh jadi diterimanya jizyah dari mereka ini adalah sesudah
perintah memerangi mereka juga.

        (Hattaa yasyhadu an Jaa ilaaha illallaah wa anna muhammadan


rasuulullaah) dalam riwayat lain hattaa yaguuluu laa ilaaha illallaah tanpa
syahadat rasul, sekalipun disertai dengan pengakuan terhadapnya, yakni
sehingga mereka percaya bahwa Allah itu Esa tidak ada sekutu bagi-Nya,
dan Muhammad adalah utusan-Nya.

      (Wa yuqiimush shalaata wa yu’tuz zakaata) yakni, dengan memenuhi


syarat-syarat dan rukun-rukun keduanya. Puasa dan haji tidak disebutkan
dalam hadis ini, boleh jadi karena keduanya belum diwajibkan pada saat
itu, atau boleh jadi karena orang yang meninggalkan keduanya tidak harus
diperangi. Karena orang yang meninggalkan puasa hanya dihukum
kurungan dan dilarang makan minum pada siang harinya, sedangkan haji
waktunya panjang (tidak bersegera).

    (Fa-idzaa fa’aluu dzaalika) yakni, apa-apa yang telah disebutkan di


muka.

     (Ashamuu) yakni, tercegah dan terpelihara.

       (Minnii dimaa-ahum wa amwaalahum) yaitu barang-barang berupa


ternak, uang dan lain-lain.

     (Illaa bihaqqil islaam) yakni, seperti kisas dalam pembunuhan dan
rajam dalam perzinahan, tetapi orang yang membunuh dan berzina tidak
dihalalkan harta mereka, berbeda dengan orang kafir.

      (Wa hisaabuhum ‘alallaah ta’aala) yakni, urusan isi hati mereka
terserah kepada Allah, sedangkan kita memperlakukan mereka menurut
yang tampak dari perkataan dan perbuatan mereka. Boleh jadi orang yang
pada lahirnya ahli maksiat namun di batinnya ahli taat, maka dia akan
menjumpai kebaikan di sisi Allah, dan sebaliknya. Kami telah
mengemukakan pengucapan syahadat ini di tempat lain, harap dicek
kembali.

PERHATIAN,

Syaikh Islam Al Asqalani telah meriwayatkan beberapa hadis yang


membicarakan hal ini, yang sebagian mendapat pengurangan dan sebagian
mendapat tambahan. Seperti dalam hadis Abu Hurairah . Hanya disingkat
pada kalimat Jaa ilaaha illallaah saja. Dan dalam hadis lain disebutkan
hattaa yasyhaduu an laa ilaaha illallaah wa anna muhammadan
rasuulullaah. Dan dalam hadis Ibnu Umar ada tambahan igaamush shalaati
wa iitaauz zakaati. Dan dalam hadis Anas ra. Fa idzaa shalluu was-
tagbaluu wa akaluu dzabiihatanaa. Qurtubi dan ulama lainnya berkata:
“Sabda yang pertama tadi diucapkan oleh Beliau ketika sedang memerangi
para penyembah berhala yang tidak mengakui keesaan Tuhan. Sabda yang
kedua disabdakan Beliau kepada ahlulkitab yang mengakui keesaan Tuhan
namun tidak mengakui nubuwah Nabi   . Dan sabda yang ketiga
disabdakan Beliau untuk mereka yang telah masuk Islam, mengakui
keesaan Tuhan dan nubuwah Nabi , tetapi tidak melaksanakan ketaatan,
maka hukum mereka ini juga harus diperangi hingga tunduk dan patuh
melaksanakan syariat Islam. Karena itulah sabda Beliau yang pertama
hanya menyebutkan kalimat laa ilaaha illallaah saja, tanpa menyebutkan
risalah.

PASAL:

Keutamaan kalimat Laa Ilaaha illallaah.

Ketahuilah bahwa, Allah  telah memerintahkan kepada hambahamba-Nya


supaya mempercayai dan mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallaah itu,
sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

yang artinya: Maka ketahuilah bahwa tidak ada tuhan selain Allah (QS.
47: 19). Dan Dia mencela kaum musyrikin Arab dalam firman-Nya,

yang artinya: Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada


mereka ‘laa ilaaha illallaah (tidak ada tuhan selain Allah), mereka
menyombongkan diri. (QS. 37: 35)

 
Dalam hadis Utsman , ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah  bersabda,
“Aku tahu satu kalimat yang tidaklah ia diucapkan oleh seorang secara
benar dari dalam kalbunya kecuali ja akan diharamkan oleh Allah dari api
neraka.”” Lalu sahabat Umar . Berkata: “Aku akan memberitahukan
kepada kalian kalimat apa itu. Itulah kalimat ikhlas yang ditetapi oleh
Muhammad dan para sahabatnya.”

Sahl Attusturi berkata: “Tidak ada pahala bagi orang yang mengucapkan
kalimat laa ilaaha illallaah itu, melainkan memandang wajah Allah ,
sedangkan surga itu adalah pahala amal.”

Konon, apabila kalimat tauhid itu dikatakan oleh seorang kafir, maka akan
sirnalah kegelapan kufurnya, dan menetaplah cahaya tauhid di dalam
kalbunya. Dan apabila ia diucapkan oleh seorang mukmin, setiap hari
seribu kali, maka dalam setiap kalinya ia menghapus dari dalam kalbunya
sesuatu yang belum dihapus pada kali pertama. Dan kalimat ini merupakan
zikir yang paling utama.”

Dari sahabat Ibnu Abbas , ia berkata: “Allah  membuka pintupintu surga,


kemudian berseru penyeru dari bawah Arsy, “Wahai surga, engkau dan
seluruh kenikmatan yang ada padamu, untuk siapa?” Surga menjawab,
“Kami adalah untuk ahli laa ilaaha illallaah, kami hanya menuntut ahli laa
ilaaha illallaah, yang memasuki kami hanya ahli laa ilaaha illallaah, dan
kami haram bagi orang yang tidak mengucapkan laa ilaaha illallaah.” Pada
saat itu neraka dan seluruh azab yang ada di dalamnya berkata, “Tidak
akan memasuki aku kecuali orang yang mengingkari kalimat laa ilaaha
illallaah: aku tidak menuntut kecuali terhadap orang yang mendustakan
kalimat laa ilaaha illallaah, aku haram bagi orang yang mengucapkan
kalimat laa ilaaha illallaah, tidak akan memenuhi aku kecuali orang yang
menentang kalimat laa ilaaha illallaah: kejengkelanku dan kedahsyatanku
hanyalah untuk orang yang mengingkari kalimat laa ilaaha illallah.’”

 
Kemudian Ibnu Abbas melanjutkan: “Maka datanglah rahmat dan
ampunan Allah seraya berkata, “Aku adalah untuk ahli laa ilaaha illallaah,
aku penolong orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah: aku cinta
kepada orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah: surga mubah
bagi orang yang mengucapkan laa ilaaha illallaah: neraka haram bagi
orang yang mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah: ampunan dari setiap
dosa adalah hanya ahli laa ilaaha illallaah, rahmat dan ampunan tidak
tertutup dari ahli Jaa ilaaha illallaah”

Dalam atsar disebutkan, bahwa apabila seseorang hamba mengucapkan


kalimat Jaa ilaaha illallaah, Allah akan memberikan pahala kepadanya
sebanyak bilangan orang-orang kafir laki-laki dan perempuan. Konon
sebabnya adalah bahwa ketika ia mengucapkan kalimat tersebut, seolah-
olah ia telah membantah setiap orang kafir laki-laki dan perempuan, maka
tidak aneh ia pantas mendapatkan pahala sebanyak bilangan mereka.

Sebagian ulama pernah ditanyai tentang makna firman Allah : wa bi’rin


mw’aththalatin wa qashrin musyayyadin (dan berapa banyak gumur yang
telah ditinggalkan dan istana yang tingsi) maka dijawab oleh ulama
tersebut: “Sumur yang ditinggalkan itu adalah kalbu orang kafir yang
kosong dari kalimat laa ilaaha illallaah: dan istana yang tinggi itu adalah
kalbu orang mukmin yang penuh berisi kalimat syahadat laa ilaaha
illallaah.”

Dan ada yang mengatakan bahwa firman Allah : wa quuluu qaulan


sadiidan (dan katakanlah perkataan yang benar) maksudnya adalah
Diriwayatkan bahwa Nabi  berjalan di jalan-jalan seraya mengatakan:
Katakanlah oleh kalian laa ilaaha illallaah, maka kalian akan selamat.”

Sufyan bin Uyainah berkata: “Tidak ada satu nikmat pun yang diberikan
Allah kepada hamba-hamba-Nya yang lebih utama daripada
dikenalkannya kepada mereka kalimat laa ilaaha illallaah. Sesungguhnya
laa ilaaha illallaah itu bagi mereka di akhirat adalah seperti air bagi mereka
di bumi.”

Dalam salah satu khabar disebutkan bahwa Allah  berfirman: “Laa Uaaha
illallaah itu adalah benteng-Ku, barangsiapa masuk ke dalam benteng-Ku
maka ta akan selamat dari siksa-Ku.”

Dikatakan: Kalimat Laa ilaaha illallaahu Muhammadur Rasuulullah itu


terdiri dari tujuh kala, dan manusia mempunyai tujuh anggota badan,
sedangkan neraka mempunyai tujuh pintu, maka setiap kata dari ketujuh
kata tadi akan menutup setiap pintu dari ketujuh pintu neraka dari setiap
anggota badan yang tujuh tersebut.

Imam Arrazi menceritakan bahwa, ada seorang laki-laki berdiri di padang


Arafah, di tangannya ada tujuh buah batu. Kemudian ia berkata: “Hai batu-
batu, saksikanlah bahwa aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah
dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah.” Setelah itu ia
tertidur. Di dalam tidurnya ia bermimpi seakan-akan kiamat telah bangkit,
dan laki itu dihisab, ternyata ia harus masuk ke neraka. Ketika malaikat
menyeretnya ke salah satu pintu dari neraka Jahannam, tiba-tiba datang
sebuah batu dari batu yang tujuh tadi, lalu batu itu menutup pintu neraka.
Malaikat azab berusaha menyingkirkan batu itu, namun mereka tidak
berhasil. Kemudian laki-laki itu dibawa ke pintu neraka yang kedua, maka
terjadi pula kejadian seperti yang disebutkan di muka. Akhirnya ia dibawa
oleh malaikat ke Arsy, maka Allah berfirman: “Hai hamba-Ku, engkau
telah minta kesaksian batu-batu itu dan mereka tidak menyia-nyiakan
hakmu. Sedangkan Aku menyaksikan syahadatmu yang mengesakan Aku
itu. Masuklah ke dalam surga.” Ketika laki-laki itu sudah dekat dengan
pintu surga, ternyata pintu-pintunya tertutup, lalu datang syahadat laa
ilaaha illallaah, maka terbukalah pintu-pintu surga itu, lalu ia pun masuk
ke dalam surga.

 
Dalam salah satu hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa di akhirnya
hayatnya mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah, maka ia pasti masuk
surga.

Dan banyak lagi hadis-hadis lainnya yang menyebutkan keutamaan


kalimat laa ilaaha illallaah ini.

PENUTUP:

Sebagai penutup majelis kita kali ini, maka berikut ini kami kemukakan
sebuah riwayat dari Albaihagi, dari Bakar bin Abdullah Almazani
rahimahullah.

Konon, ada seorang raja yang sangat sombong kepada Tuhannya.


Kemudian kaumnya melakukan pemberontakan terhadapnya. Dan mereka
berhasil menangkapnya hidup-hidup. Kemudian mereka berunding cara
apa sebaiknya yang digunakan untuk membunuh si raja sombong itu.
Akhirnya mereka sepakat untuk memasukkan raja itu ke dalam sebuah
guci tembaga yang besar dan mengurungnya di dalamnya. Lantas di bawah
guci itu mereka nyalakan api. Raja itu memohon kepada sesembahannya
satu persatu minta supaya diselamatkan dari siksaan yang menyakitkan itu.
Ketika dirasanya tidak ada satu pun sesembahannya itu menolong
melepaskannya, maka ia lalu mengangkat kepalanya ke arah langit sambil
berkata: “Laa ilaaha illallaah tidak ada Tuhan selain Allah.” Kemudian ia
mengiba-iba kepada Allah sambil terus mengucapkan kalimat tauhid
tersebut. Maka akhirnya Allah menurunkan hujan dari langit hingga api itu
padam. Setelah itu berhembus angin kencang yang menerbangkan guci itu
hingga melayang-layang antara langit dan bumi, sedangkan si raja terus
mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Akhirnya guci itu jatuh ke
tengah-tengah suatu kaum yang tidak mengenal Allah sama sekali. Mereka
lalu mengeluarkan si raja dari dalam guci itu, sedangkan ia terus
mengucapkan laa ilaaha illallaah. Mereka lalu menanyainya, mengapa ia
sampai begitu. Raja itu menceritakan kisahnya dari awal sampai akhir.
Setelah mendengar kisah sang raja, kaum itu semuanya akhirnya
mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah. Wallaahu a’lam.
HADIS KE-9
Dari Abu Hurairah Abdurrahman bin Shakhr , ia berkata: Saya mendengar
Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Apa-apa yang aku larang terhadap kalian maka jauhilah ia: dan apa-apa
yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampumu.
Karena sesungguhnya yang telah mencelakakan orangorang sebelum
kalian adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan mereka terhadap
nabi-nabi mereka.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita agar


dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini adalah hadis yang agung,
yang telah diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan juga oleh Imam Muslim
dengan redaksi yang agak panjang dan ditambah pada permulaannya
dengan kalimat: Rasulullah  berpidato di hadapan kami, sabda Beliau:
“Wahai saudara-saudara, sesungguhnya Allah telah mewajibkan haji atas
kalian, maka berhajilah.” Kemudian seorang laki-laki bertanya, “Ya
Rasulullah, apakah kewajiban haji itu setiap tahun? Rasulullah hanya diam
hingga orang itu mengulangi pertanyaannya sampai tiga kali. Maka
Rasulullah  menjawabnya, “Seandainya aku jawab ya, maka ia akan
menjadi wajib, sedangkan kamu pasti tidak akan mampu melakukannya.’
Setelah diam sejenak, Beliau melanjutkan, “Biarkanlah apa yang aku
tinggalkan buat kalian, karena sesungguhnya yang telah mencelakakan
orang-orang sebelum kamu adalah banyaknya pertanyaan dan perselisihan
mereka terhadap nabi-nabi mereka. Apa yang aku perintahkan kepada
kalian maka lakukanlah semampu kalian, dan apa yang aku larang maka
jauhilah.?”

 
   (Maa nahaitukum ‘anhu) yakni, apa yang aku larang kalian terhadapnya.

     (Fajtanibuuhu) yakni, dalam riwayat lain fada’uuhu, yakni seluruhnya,


sebab tidak dianggap mengikuti perintah kecuali dengan menjauhi secara
keseluruhan.

      (Wa maa amartukum bihi) yakni, yang wajib maupun yang sunnah.

      (fa’tuu minhu) dalam riwayat lain faf’aluu minhuu.

     (Masta-that’tum) yakni sekuat kemampuanmu. Ketahuilah bahwa,


hadis ini termasuk kalimat sempurna yang disabdakan oleh Nabi , dan
merupakan salah satu pokok dari pokokpokok agama Islam. Banyak
hukum Islam yang masuk ke dalam cakupan hadis ini, seperti salat dan
semua hukum yang berkaitan dengannya. Sebab apabila seseorang merasa
tidak sanggup memenuhi sebagian rukun, atau sebagian syaratnya, atau
berhalangan membasuh sebagian anggota wudu, atau hanya berhasil
mendapatkan sebagian air untuk bersuci atau menghilangkan najis, dan
sebagainya yang serupa dengan itu, atau ja hanya mampu menutupi
sebagian auratnya, atau hanya hafal sebagian surah Alfatihah, maka ia
dibolehkan melakukan itu semua sesuai dengan kemampuannya. Dan
banyak lagi contoh-contoh seperti ini yang disebutkan di dalam kitab-kitab
fikih. Di sini kita hanya menyinggungnya secara singkat sekedar untuk
mengingatkan saja.

Hadis ini dibenarkan oleh firman Allah sebagaimana disebutkan dalam


firman-Nya,

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesangsupanmu. (QS. 64:


16) ,
 

     (Fa-innamaa ahlakal ladziina min qablikum katsratu masaa-ilijim)


yakni, pertanyaan yang tidak penting.

   , (Wakhtilaafihim “alaa anbiyaa-ihim) karena perselisihan itu membawa


kepada perpecahan. Sedangkan tujuan pembuat syara’.  adalah persatuan.

PERHATIAN:

Dalam kesempatan ini ada baiknya kita kemukakan apa yang disebutkan
oleh para ahli tafsir mengenai firman Allah ,

yang artinya: Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya,


“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi.” (QS. 2:
67) dan seterusnya.

Seandainya mereka langsung mencari sapi mana saja lalu


menyembelihnya, maka selesailah urusannya. Namun mereka berulah dan
banyak mengajukan pertanyaan yang tidak penting seputar sapi itu hingga
mereka akhirnya kesulitan sendiri dan hampir saja tidak bisa
melakukannya.

Kisah ini dikemukakan oleh Imam Baghawi dan lainnya sebagai berikut:

Alkisah, pada zaman dahulu di kalangan bangsa Bani israil ada seorang
laki-laki kaya raya, dan ia mempunyai seorang saudara sepupu yang
miskin, satu-satunya pewarisnya. Ketika kematian yang diharapkan
saudara sepupunya yang miskin itu tidak juga merenggutnya, maka
akhirnya ia pun dibunuh oleh saudara sepupunya yang miskin itu, demi
merebut warisannya. Kemudian jenazahnya dibawa oleh saudara
sepupunya itu ke desa lain lalu dibuangnya di suatu tanah kosong di sana.
Keesokan harinya, ia bersandiwara seakan-akan hendak menuntut balas
kematian saudaranya itu. Maka orang-orang pun pergi menemui Nabi
Musa  untuk melaporkan kasus pembunuhan tersebut. Mereka meminta
kepada Nabi Musa agar berdoa memohon kepada Allah supaya Allah
menjelaskan siapa sebenarnya si pembunuh itu.

Lalu Nabi Musa menyuruh mereka supaya menyembelih seekor sapi. Kata
Nabi Musa (sebagaimana disebutkan dalam Alguran): “Allah menyuruh
kamu supaya kamu menyembelih seekor sapi!” Mereka menjawab:
“Apakah Tuan mau mengolok-olok kami?” (Kami menanyakan tentang
siapa pembunuhnya, malah disuruh menyembelih seekor sapi). Musa
menjawab: “Aku berlindung kepada Allah dari termasuk ke dalam
golongan orang-orang jahil.” Yakni, jahil karena menjadikan orang
mukmin sebagai buah ejekan: ada pula yang mengatakan maksudnya
adalah, jahil karena memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan
permintaan.

Ketika orang banyak mengetahui bahwa perintah menyembelih sapi betina


itu benar-benar merupakan suatu perintah yang pasti datangnya dari
Allah , maka mereka pun lalu meminta penjelasan tentang sifat-sifat sapi
yang harus disembelih itu. Di balik kejadian ini ada hikmat yang sangat
besar, yaitu: Dahulu, di kalangan Bani Israil ada seorang lakilaki salih.
Laki-laki itu mempunyai seorang anak yang masih bayi, dan ia juga
mempunyai seekor anak sapi. Kemudian anak sapi dibawanya ke hutan
lalu dilepasnya sambil berdoa: “Ya Allah, aku titipkan anak sapi ini
kepada-Mu untuk anakku apabila ia sudah besar kelak.” Tak lama setelah
itu, laki-laki salih tersebut meninggal dunia. Maka tinggallah anak sapi itu
di hutan tersebut. Apabila ada orang yang melihatnya, ia pun lari ke tengah
hutan.

Anak lelaki salih itu akhirnya tumbuh menjadi seorang pemuda yang bakti
kepada ibunya. Ia membagi waktu malamnya menjadi tiga, sebagian untuk
beribadat kepada Tuhannya, sebagian untuk tidur, dan sebagian untuk
duduk di dekat kepala ibunya. Apabila tiba waktu pagi, maka ia berangkat
mencari kayu bakar, lalu dibawanya ke pasar dan dijualnya di sana. Uang
hasil penjualan kayu bakar itu dibaginya tiga, sepertiga disedekahkannya,
sepertiga untuk makannya dan sepertiga lagi diberikannya kepada ibunya.

Pada suatu hari ibunya berkata kepadanya: “Ayahmu mewariskan


untukmu seekor anak sapi yang dititipkannya kepada Allah di tengah
hutan anu, maka pergilah ke sana lalu memohonlah kepada Ailah dengan
berkat Nabi Ibrahim, Nabi Ismail dan Nabi Ishak supaya Dia
mengembalikan anak sapi itu kepadamu. Ciri-ciri anak sapi itu adalah
apabila engkau melihatnya maka kulitnya akan tampak kuning keemas-
emasan.”

Maka berangkatlah anak muda itu ke hutan yang dimaksud. Di sana


dilihatnya ada seekor sapi yang ciri-cirinya persis seperti yang
digambarkan oleh ibunya. Lantas anak muda itu berkata: “Aku
mengundangmu dengan nama Tuhan Ibrahim, Ismail, Ishak dan Yakgub.”
Maka sapi itu pun mendekati pemuda itu lalu berdiri di depannya. Pemuda
itu memegang leher sapi itu dan menuntunnya sambil berjalan pulang:
Dengan kuasa Allah, sapi itu berbicara: “Wahai pemuda yang bakti kepada
ibunya, tunggangilah saya karena itu akan lebih menyenangkan bagimu,”
Pemuda itu menjawab: “Ibuku tidak menyuruhku melakukan itu, ia hanya
mengatakan supaya aku memegang lehermu.” Sapi itu lalu berkata: “Demi
Tuhan Bani israil, kalau kau menunggangiku maka engkau tidak akan bisa
lagi menguasaiku selama-lamanya. Mari pergi, seandainya engkau
menyuruh gunung supaya lepas dari bumi dan berjalan mengikutimu,
niscaya Ia akan melakukan itu, karena baktimu kepada ibumu.” Maka
berjalanlah pemuda itu sambil menuntun sapi tersebut hingga akhirnya
sampai di rumahnya.

Ibunya lalu berkata kepadanya: “Anakku, engkau adalah seorang yang


miskin dan tak berharta sama sekali. Sungguh berat bagimu mencari kayu
bakar di waktu siang dan beribadat di waktu malam. Karena itu, bawalah
sapi ini ke pasar dan juallah di sana.” Anak muda itu menjawab: “Berapa
harus saya jual?” Ibunya menjawab: “Tiga dinar. Dan jangan dijual kecuali
sesudah berunding denganku!” Harga sapi di kala itu memang tiga dinar.

Maka berangkatlah pemuda itu ke pasar sambil menuntun sapi tersebut.


Lalu Allah mengirim seorang malaikat untuk memperlihatkan kekuasaan-
Nya kepada makhluk-Nya, dan untuk menguji kebaktian pemuda itu
kepada ibunya, padahal Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Malaikat itu
lalu bertanya kepada si pemuda: “Berapa kau jual sapi ini?” Pemuda itu
menjawab: “Tiga dinar, dengan syarat saya harus minta keridaan ibuku
dulu.” Malaikat itu berkata: “Saya akan membayarmu enam dinar, tapi
engkau jangan minta keridaan ibumu lagi.” Pemuda itu menjawab: “Biar
saya dibayar emas seberat badan sapi ini, saya tidak akan menjualnya
kecuali dengan rida ibuku.” Kemudian pemuda itu pulang dan
memberitahukan kepada ibunya tentang tawaran malaikat tersebut. Ibunya
lalu berkata: “Juallah dengan harga enam dinar, dengan syarat aku rida.”

Ketika pemuda itu kembali ke pasar, malaikat bertanya: “Apakah kau


sudah minta keridaan ibumu?” Pemuda itu menjawab: “Sudah. Beliau
menyuruhku agar tidak menjualnya kurang dari enam dinar, dengan syarat
saya harus minta ridanya dulu.” Malaikat itu berkata: “Saya akan
membayarmu dua belas dinar.” Pemuda itu tidak mau menerimanya, ia
lalu pulang untuk memberitahukan hal itu kepada ibunya. Ibunya lalu
berkata: “Sebenarnya orang itu adalah seorang malaikat yang menyamar
sebagai manusia, dikirim Allah untuk mengujimu. Jika engkau bertemu
lagi dengannya maka katakana kepadanya, “Apakah Tuan suruh saya
menjual sapi ini atau tidak?” Pemuda itu pergi lagi ke pasar. Ketika ia
bertemu kembali dengan malaikat itu, maka disampaikannya pesan ibunya
kepada malaikat itu. Malaikat itu lalu berkata: “Sampaikan kepada ibumu
supaya dia menahan sapi ini, karena Musa bin Imran akan membelinya
dari kalian untuk kasus pembunuhan yang terjadi di kalangan Bani Israil.
Jangan kalian jual kecuali dengan harga emas seberat timbangan sapi itu.“
Maka sapi itu pun akhirnya tidak jadi mereka jual. Allah menakdirkan
Bani Israil menyembelih sapi itu sendiri, bukan yang lain. Kaum Bani
israil terus minta penjelasan tentang sifat-sifat sapi yang harus mereka
sembelih itu, hingga akhirnya Allah menetapkan supaya mereka
menyembelih sapi dengan sifat seperti sifat sapi yang dimiliki oleh
pemuda tersebut. Sebagai ganjaran atas bakti dan kasih sayangnya kepada
ibunya. Kejadian ini disebutkan dalam firman Allah di dalam surah
Albagarah (2) ayat 67 sampai 74.

Kaum Bani Israil berkeliling mencari sapi seperti yang disifatkan Allah
itu, mereka tidak menemukannya kecuali pada sapi milik anak muda itu.
Akhirnya mereka terpaksa membelinya dengan harga emas seberat
timbangan sapi tersebut. Kemudian sapi itu mercka scmbclih dan potongan
daging sapi itu, mereka pukulkan ke mayit yang terbunuh tersebut. Maka
dengan izin Allah, mayit itu kembali hidup dengan urat leher berlumuran
darah, seraya berkata: “Pembunuhku adalah si fulan.” Setelah itu ia mati
kembali.

Maka saudara sepupunya itu akhirnya tidak memperoleh warisan apa-apa.

HADIS KE-10
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Sesungguhnya Allah itu baik, tidak menerima kecuali yang baik-baik. Dan
sesungguhnya Allah telah memerintahkan orang-orang mukmin (serupa)
dengan apa yang diperintuhkan-Nya kepada para rasul Allah berfirman:
“Wahai rasul-rasul, makanluh dari segala sesuaty yang baik dan bekerjaluh
kamu dengan pekerjaan yang baik.” Dan firman-Nya: “Wahai orang-orang
yang beriman, makanlah dari apa. apa yang baik yang telah Kami
rezekikan kepadamu. “Kemudian Beliay menceritakan seorang laki-laki
yang banyak melukukan perjalunan jauh, berambut kusut dan berdebu.
Orang itu menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdoa: “Oh
Tuhan…oh Tuhan!” Sedangkan makanannya haram, pakaiannya haram
dan dikenyangkan dengan barang yang haram, maka bagaimana akan
dikabulkan doanya?!” Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN,

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita perbuatan taat


kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan salah satu landasan tempat
berdirinya pokok-pokok agama Islam dan bangunan hukum-hukum. Di
dalamnya terkandung beberapa faidah, yaitu:

     (Innallaaha ta’aalaa thayyibun) yakni, bersih dari segala bentuk


kekurangan dan keburukan, yang maknanya adalah Mahasuci. Ada juga
yang mengatakan bahwa kata thayyib itu adalah pujian, dengan demikian
ia menjadi salah satu nama-nama Allah yang indah (Asma-ul Husna) yang
diambil dari sifat-Nya seperti kata jamiil menurut gaul yang menyatakan
kesahannya.

     (Laa yaqbalu illaa thayyiban) yakni, Dia tidak menerima amal
perbuatan, baik amal yang dilakukan dengan anggota badan maupun amal
harta, kecuali yang baik-baik. Harta yang baik itu pada asalnya adalah
yang menyenangkan, seperti arti inilah firman Allah yang berbunyi:
fankihuu maa thooba lakum minan nisaa-i (QS. 4: 3). Dan bisa juga
diartikan suci, seperti dalam firman Allah: sha’iidan thoyyibaa. (QS..4:
42). Dan Allah  itu adalah thayyiban (baik) dalam arti ini (yakni suci), Dia
tidak menerima amal-amal kecuali yang suci dari segala bentuk yang
merusak, seperti riyak, ujub, dan yang serupa dengan itu. Dan Dia tidak
menerima amal harta kecuali yang berasal dari harta yang bersih dari
barang haram. Sebab yang dimaksud baik di sini adalah yang dianggap
baik oleh syara”, bukan yang dianggap baik oleh rasa jika ia bukan dari
yang mubah dan pelakunya mendapat siksa yang pedih.

Dalam salah satu khabar disebutkan, yang artinya: Barangsiapa melakukan


suatu amal salih yang ia jadikan selain-Ku sebagai sekutu dalam amal
tersebut, maka Aku biarkan amal itu untuk dia dan sekutunya tersebut.
(Artinya, tidak Aku perdulikan dan tidak Aku diterima). Dan dalam khabar
lainnya disebutkan: Setiap daging yang tumbuh dari barang yang haram,
maka neraka lebih pantas untuknya.”

      (Wa innallaaha) yakni, tatkala Dia telah menciptakan bagi hamba-
hamba-Nya apa-apa yang ada di muka bumi ini seluruhnya, dan
dimubahkan-Nya buat mereka selain dari apa yang diharamkan-Nya.

      (Amaral mu’miniina) yakni, khusus kaum mukminin di antara seluruh


manusia tadi.

       (Bimaa amara bihil mursaliin) yakni, Allah menyamakan perintah-


Nya di antara mereka supaya mereka memilih makanan yang halal dan
membiasakan amal salih. Karena mereka semua adalah hamba-hamba-Nya
dan diperintah supya beribadat kepada-Nya.,kecuali ada dalil khusus buat
para nabi itu dan tidak untuk umat mereka.

       (Faqaala ta’aala yaa ayyuhar rusulu kuluu minath thayyibaati


wa’maluu shaalihaa, wagaala yaa ayyuhal-ladziina aamanuu kuluu min
thayyibaati maa razaqnaakum ) yakni, Allah memerintahkan kepada kaum
mukminin supaya memilih makanan yang halal, sebagaimana mereka
diperingatkan supaya menegakkan hak-hak Allah . Firman-Nya, yang
artinya:

Bersyukurlah kamu kepada Allah (yakni atas apa-apa yang dihalalkan.


Nya buat kamu), jika kamu benar-benar beribadat kepada-Nya. (yakni jika
kamu benar-benar mengkhususkan ibadat itu untuk-Nya, kareng ibadat
kalian tidak sempurna kecuali dengan syukur).

 
TANBIH:

Sruan dengan menggunakan kata seru untuk seluruh nabi ini bukan berarti
mereka diseru sekaligus pada waktu yang sama, sebab masa mereka itu
berbeda-beda. Dan dikhususkannya para rasul di sini adalah untuk
memuliakan mereka. Dalam ayat ini terkandung peringatan bahwa
dibolehkannya makanan yang baik-baik buat mereka itu adalah syariat
yang lama, dan untuk membantah paham para rahib yang menolak
makanan yang baik-baik, dan bahwa seseorang akan diberi pahala jika ia
makan yang baik dengan maksud agar kuat ibadat dan untuk menghidupi
dirinya. Berbeda jika ia makan hanya untuk memenuhi selera atau untuk
kenikamatan belaka.

      (Tsumma dzakara) yakni, Abu Hurairah , yaitu setelah mengemukakan


hadis tersebut di atas, katanya:

     (Arrajula yuthiilus safara) yakni, perjalanan taat, seperti naik haji, jihad
dan lain-lain.

      (Asy’atsa) yakni, kepalanya berdebu.

      (Aqhbara) yakni, badan dan pakaiannya juga berdebu.

    (Yamuddu) yakni, pada waktu berdoa.

    (Yadaihi ilas samaa-i) yakni, ke arah langit.

 
      (Yaa rabb Yaa Rabb) yang disebutkan di atas adalah termasuk adab
berdoa, sebagaimana disebutkan dalam hadis lain bahwa, Nabi 
mengangkat kedua belah tangannya dalam doa istisga hingga tampak putih
kedua ketiak Beliau. Dan juga berdasarkan sabda Nabi  yang artinya:
Sesungguhnya Allah Maha Hidup lugi Maha Pemurah, Dia malu terhadup
hamba-Nya yang teluh berdoa sambil mengangkat kedua tangannya
kemudian kembali dengan tangun hampa.

      (Wa math’amuhu haraamun, wa masyrabuhu haraamun, wa malbasuhu


haraamun, wa qhudziya bil haraam, fa annaa) yakni, bagaimana.

   , (Yustajaabu lahu) yakni, tidak mungkin orang yang memiliki ciri-ciri


demikian ini doanya akan terkabul.

Dalam hadis ini terkandung beberapa faedah, di antaranya adalah:


penjelasan tentang syarat-syarat berdoa, larangan-larangannya dan
adabadabnya. Tidak berdoa untuk kemaksiatan atau sesuatu yang mustahil.
Harus dengan hati yang hadir, karena ada larangan berdoa dalam keadaan
hati lalai. Berperasangka baik bahwa doanya akan dikabulkan Allah. Tidak
terburu-buru doanya ingin cepat-cepat dikabulkan, dengan mengatakan,
“Saya sudah sering berdoa tapi belum juga dikabulkan.” Ini merupakan
adab yang buruk, yang akan mengakibatkan ia terputus dari doa dan tidak
diijabahi doanya. Nabi  bersabda, yang artinya: Orang yang paling besar
dosanya adalah orang yang berdiri di Arafah dan dia menyangka bahxya
Allah tidak mengampuni dosanya.” Dan tidak boleh juga berdoa untuk
meminta sesuatu yang menyalahi adat (khawariqul “aadah), sebab hal ini
menyalahi takdir (seperti minta supaya batu berubah menjadi emas dll.)
kecuali berdoa dengan menggunakan Ismul A’zham, yang didasarkan pada
kejadian di masa Nabi Sulaiman , di mana ada seorang alim yang bisa
memindahkan tahta Ratu Balgis dalam sekejap mata.

Di samping itu, makanan, minuman dan pakaian juga harus dari yang
halal, dan bukan syubhat. Wahab bin Munabbih menceritakan bahwa, pada
zaman Nabi Musa dahulu ada seorang laki-laki berdiri memanjatkan doa
sambil mengiba-iba. Nabi Musa melihatnya, Kemudian Beliau berkata:
“Ya Rabb, apakah Engkau tidak mau mengabulkan doa hamba-Mu itu!”
Allah mewahyukan kepada Beliau: “Wahai Musa, walaupun orang itu
menangis sampai jiwanya melayang, atau menengadahkan tangannya
sampai ke langit sekalipun, niscaya Aku tidak akan mengabulkan doanya!”
Musa  bertanya: “Sebab apa Ya Rabb?” Allah menjawab: “Karena di
dalam perutnya ada barang haram, di punggungnya ada barang haram dan
di rumahnya pun ada barang haram!”

Pada suatu hari, Ibrahim bin Adham berjalan di pasar kota Basrah, lalu
orang-orang berkerumun mengelilingi beliau. Mereka berkata kepada
beliau: “Wahai Aba Ishak, mengapa kami berdoa tidak dikabulkan?”
Ibrahim bin Adham menjawab: “Karena kalbu-kalbu kalian telah mati oleh
sepuluh perkara, (1) Kalian mengenal Allah namun kalian tidak memenuhi
hak-hak-Nya, (2) Kalian mengaku mencintai Rasulullah , namun kalian
tinggalkan sunnah-sunnah Beliau, (3) Kalian membaca Alguran namun
kalian tidak mengamalkan isinya, (4) Kalian memakan rezeki Allah namun
kalian tidak menunaikan syukurnya, (5) Kalian mengatakan bahwa setan
adalah musuh kalian namun kalian menyetujuinya dan tidak
menenantangnya, (6) Kalian mengatakan bahwa surga itu benar namun
kalian tidak beramal untuk mendapatkannya, (7) Kalian mengatakan
bahwa neraka itu benar adanya namun kalian tidak melarikan diri darinya,
(8) Kalian mengatakan bahwa mati itu benar adanya namun kalian tidak
bersiap sedia menghadapinya, (9) Begitu kalian bangun tidur kalian sibuk
mencari-cari aib orang lain dan melupakan aib kalian sendiri, (10) Kalian
menguburkan orang mati namun kalian tidak menarik pelajaran darinya.”

Imam Ghazali berkata: “Jika dikatakan, apa gunanya berdoa kalau takdir
tidak bisa ditolak? Ketahuilah bahwa, termasuk takdir adalah menolak
bencana dengan doa. Jadi doa itu merupakan sebab tertolaknya bencana
dan adanya rahmat, sebagaimana perisai menjadi sebab untuk menolak
senjata dan air menjadi sebab keluarnya tanaman dari dalam tanah.”

 
HADIS KE-11
Dari Abi Muhammad Hasan bin Ali bin Abithalib , cucu Rasulullah ,
beliau berkata: “Saya hafal satu kalimat dari Rasulullah :

Artinya:

Tinggalkanlah apa-apa yang meragukan kamu dan lakukanlah apa yang


tidak meragukan kamu.

Diriwayatkan oleh Atturmidzi dan Annasaa-i, dan kata Atturmidzi, ini


adalah hadis Hasan Sahih.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita


untuk berbuat taat kepada-Nya, ini merupakan hadis yang agung,
maknanya adalah tinggalkanlah apa-apa yang kehalalannya meragukan
kamu kepada yang tidak meragukan kamu, demi menjaga agama dan
kehormatanmu. Dan makna hadis ini juga juga bisa kembali kepada hadis
innal halaala bayyinun wa innal haraama bayyinun…..seperti yang telah
dikemukakan di bagian depan, apa yang dibicarakan di sana sama dengan
yang dibicarakan di sini.

HADIS KE-12
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Di antara kebagusan Islam seseorang itu adalah meninggalkan apa yang


tak berguna baginya.
 

Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Atturmidzi dan lainnya demikian.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita supaya dapat


berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung
yang termasuk salah satu daripada pokok agama Islam.

       (Min husni islaamil mar-i tarkuhu maalaa ya’niihi) maknanya adalah
apa-apa yang tidak berkaitan dengan perhatiannya. Adapun hal-hal yang
berguna bagi manusia itu adalah yang berkaitan dengan kepentingan
hidupnya, seperti masalah penghidupan dan kesclamatannya di akahirat.
Hal ini sedikit bila dibandingkan dengan apa-apa yang tidak berguna
baginya. Apabila manusia membatasi dirinya pada hal-hal yang berguna
saja, niscaya ia akan selamat dari keburukan yang besar. Dan selamat dari
keburukan itu adalah kebaikan yang banyak. Di antara perkataan ulama
salaf dahulu adalah: “Barangsiapa mengetahui bahwa perkataannya
termasuk amalnya (yang akan dipertanggung jawabkannya di akhirat
kelak), niscaya akan berkuranglah perkataannya kecuali perkataan yang
berguna baginya saja. Dan barangsiapa menanyakan apa yang tidak
berguna baginya niscaya ia akan mendengar apa yang tidak
menyenangkannya.”

Ibnu Abdilbarr berkata: “Sabda Nabi  ini termasuk kalam jami’ yaitu
perkataan ringkas padat namun mengandung makna yang luas, yang belum
pernah diucapkan oleh seorang pun sebelum Beliau.”

TANBIH:

Seyogianya manusia menyibukkan dirinya hanya dengan hal-hal yang


berguna, seperti membaca Alguran, istighfar dan berzikir serta yang serupa
dengan itu. Karena setan senang apabila ia menyia-nyiakan umurnya tanpa
faedah, sebab ia tahu bahwa umur itu merupakan permata yang berharga,
setiap napas darinya tak ternilai harganya. Jika manusia menggunakan
umurnya untuk berbuat taat maka ia akan selamat dan beruntung.

Telah diriwayatkan bahwa, setiap satu tasbih itu sama dengan sedekah,
dan bahwa orang yang membaca surah Al-Ikhlas sepuluh kali, akan
dibangunkan baginya mahligai di dalam surga. Dan orang yang membaca
subhaanallaahi wal hamdulilluahi dan seterusnya, maka akan ditanamkan
pepohonan baginya di dalam surga.

Dalam hadis Ibnu Umar disebutkan: Jangan banyak bicara selain dari
zikrullah, supaya hatimu tidak menjadi keras. Sebab hati yang paling jauh
dari Allah adalah hati yang keras.

HADIS KE-13
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik, pelayan Rasulullah , ia berkata:
Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia menyukai buat


saudaranya Seperti apa yang ia sukai buat dirinya sendri. Diriwayatkan
oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat


taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan salah satu pokok di antara
pokok-pokok agama Islam, yang diwasiatkan Allah dalam firmanNya,
yang artinya: Berpegangteguhlah kamu semua pada tali (agama) Allah dan
janganlah kamu bercerai-berai. Tidak diragukan lagi bahwa jiwa yang
mulia itu suka akan kebaikan dan menjauhi gangguan. Jika hal itu
dilakukan maka akan terciptalah keharmonisan dan tertiblah keadaan.

     (Laa yu minu ahadukum) yakni, iman yang sempurna.

      (Hattaa yuhibbu li akhiihi) yakni, saudara seiman, tanpa


mengkhususkan antara yang satu dengan yang lain. Hal ini didasarkan
pada firman Allah , yang artinya: Sesungguhnya kaum mukminin itu
bersaudara. Dan lagi pula kata mufrad yang di-mudhaf’kan itu menjadi
umum.

      (Maa yuhibbu linafsihi) yakni, apa yang ia sukai buat dirinya. Yang
dimaksudkan di sini adalah hal-hal yang baik dan berguna., karena orang
tidak suka buat dirinya selain dari yang baik-baik. Dalam riwayat
Annasaa-i disebutkan, hattaa yuhibba li akhiihi minal khairi maa yuhibbu
linafsihi (sehingga ia menyukai kebaikan buat saudaranya seperti yang ia
sukai buat dirinya sendiri). Dan dalam riwayat Muslim disebutkan:
walladzii nafsii biyadihi, laa yu’minu ahadukum hattaa yuhibba li akhiihi
au gaala lijaarihi maa yuhibbu linafsihi (Demi Zat yang nyawaku berada
dalam kekuasaan-Nya, tidak sempurna iman seseorang di antara kamu
kecuali jika ia menyukai buat saudaranya, atau Sabdanya buat tetangsanya,
seperti apa yang ia sukai buat dirinya sendiri).

Ketahuilah bahwa kebaikan adalah isim jaamik, yang mencakup semua


perbuatan taat dan yang mubah, baik yang berkaitan dengan urusan dunia
maupun akhirat.

HIKAYAT:

Berikut ini akan dikemukakan sebuah anekdot yang berkaitan dengan sifat
mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri. Sifat mementingkan
orang lain daripada dirinya sendiri ini merupakan sifat yang sangat mulia,
sehingga Allah  memujinya dalam Alguran,

yang artinya: Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas


diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan barangsiapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang
beruntung. (QS. 59: 9)

Ulama berkata: “Sifat mengutamakan orang lain itu ada beberapa macam,
ada yang lebih mengutamakan orang lain dalam masalah makanan, ada
yang dalam masalah minuman, jiwa dan hidup.

Adapun contoh dalam masalah makanan, telah diriwayatkan bahwa salah


seorang sahabat Nabi  diberi hadiah daging panggang, lalu ia berkata:
“Saudaraku si fulan dan keluarganya lebih membutuhkan ini daripada
kita.” Kemudian daging panggang itu dikirimkannya ke rumah saudara
yang dimaksudkannya itu. Orang itu mengirimkannya kembali kepada
saudaranya yang lain yang dianggapnya lebih membutuhkan dari dirinya,
begitu seterusnya sampai beredar di tujuh rumah, dan akhirnya daging
panggang itu kembali ke tempat orang yang pertama-tama menerima
hadiah tersebut. Maka turunlah firman Allah seperti yang telah disebutkan
di atas.

PENUTUP:

Sebagai penutup majelis kali ini, akan kami kemukakan sebuah cerita
menarik dalam masalah berbuat kebajikan, dan bahwa perbuatan kebajikan
itu tidak akan sia-sia sekalipun diberikan kepada orang yang bukan
ahlinya.

 
Alkisah, ada seorang laki-laki yang salih bernama Ibnu Hamir, siang ia
berpuasa dan malam beribadat. Pada suatu hari, ia pergi berburu ke hutan.
Tiba-tiba ada seekor ular datang mendekatinya seraya berkata: “Tolonglah
aku, semoga Allah menolong tuan pula.” Ibnu Hamir lalu bertanya kepada
ular itu: “Menolongmu dari siapa?” Ular itu menjawab:”Dari musuh yang
telah menganiayaku.”

“Mana musuhmu itu?”

“Ada di belakangku.:

“Engkau umat siapa?”

“Saya dari umat Muhammad .”

Ibnu Hamir berkata: “Lalu saya bentangkan sorbanku dan saya suruh ular
itu bersembunyi di dalamnya. Ular itu menolak dengan alasan musuhnya
masih dapat melihatnya. Lantas saya bertanya kepadanya: “Apa yang bisa
saya lakukan buat menolongmu?”

Ular itu menjawab: “Jika tuan benar-benar mau berbuat kebajikan, maka
bukalah mulut tuan supaya saya bisa bersembunyi di dalamnya.”

“Saya takut engkau nanti membunuhku.”

“Tidak, demi Allah, saya tidak akan membunuh tuan. Allah menjadi
saksinya, juga para malaikat, nabi-nabi, rasul-rasul dan pemanggul Arsy,
semuanya menjadi saksi kalau saya sampai membunuh tuan.”

Ibnu Hamir berkata: “Maka saya pun membuka mulut saya, lalu ular itu
masuk ke dalamnya. Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Di tengah
jalan, saya berjumpa dengan seorang lelaki yang memagang sebatang
tombak kecil. Orang itu bertanya: “Apakah tuan melihat musuhku?’ Saya
balik bertanya: “Siapa musuh Anda?” Orang itu menjawab: “Seekor ular.”
Saya jawab: “Tidak.” Kemudian saya membaca istighfar seratus kali atas
perkataan saya mengatakan tidak itu, padahal sebenarnya saya tahu di
mana ular itu berada. Setelah orang itu pergi, ular itu mengeluarkan
kepalanya seraya berkata: “Lihat, apakah orang itu benar-benar telah
pergi!” Saya lalu menengok ke kiri dan kanan, ternyata memang sudah
tidak tampak lagi bayangan orang itu. Lalu saya berkata kepada ular
tersebut: “Sekarang kau boleh keluar, karena saya sudah tidak melihat lagi
seorang pun di sini.’

Ular itu berkata: “Tuan, sekarang pilihlah, tuan mau mati dengan cara
bagaimana, saya hancurkan jantung tuan atau saya lobangi hati tuan.”

“Subhanallah, mana janji yang telah engkau ucapkan tadi. Cepat sekali
engkau telah melupakan sumpahmu sendiri!” kata saya dengan perasaan
terkejut.

Ular itu menjawab: “Mengapa tuan melupakan permusuhan antara saya


dengan datuk tuan Adam yang telah saya keluarkan dari dalam surga.
Salah tuan sendiri mengapa tuan berbuat kebajikan kepada yang bukan
ahlinya. |

“Apakah engkau benar-benar mau membunuhku?’

“Pasti,” jawab ular itu.

“Kalau begitu, beri saya tempo sebentar supaya saya bisa mencari tempat
yang baik buat saya.’
 

“Terserah tuan.”

Maka saya pun berjalan tanpa tau harus ke mana, tipis sudah harapan
untuk dapat hidup. Akhirnya saya menengadahkan tangan ke langit seraya
berdoa: Ya lathiif yaa lathiif ulthuf bii biluthfikal khofiyyi, yaa lathiif, bil
qudratil-latii istawaita bihaa ‘alal ‘arsyi, falam ya’lamil ‘arsyu aina
mustagarraka minhu, illaa maa kafaitanii haadzihil hayyata.’ Kemudian
saya berjalan. Di tengah jalan, saya berjumpa dengan seorang laki-laki
yang tampan wajahnya, harum badannya dan bersih pakaiannya. Orang itu
memberi salam kepada saya, “Assalamu alaika.’ Saya jawab, “Wa
“alaikassalaam, hai saudaraku.

Kemudian orang itu bertanya kepada saya: “Mengapa saya lihat wajah
Anda berubah?” Saya jawab: “Karena ulah musuh yang telah menzalimi
saya.”

“Di mana musuh Anda itu?

“Di dalam perut saya, “jawab saya.

“Coba Anda buka mulut Anda,” katanya.

Maka saya buka mulut saya, lalu orang itu meletakkan sehelai daun di
dalam mulut saya, mirip dengan daun zaitun berwarna hijau. Kemudian ia
berkata, “Kunyahlah lalu telanlah.’Saya pun lalu mengunyah dan
menelannya. Baru saja saya menelannya, tiba-tiba perut saya terasa mulas,
kemudian saya keluarkan ular itu dalam keadaan sudah mati
terpotongpotong. Saya bertanya kepada orang itu, “Anda sebenarnya
siapa?” Orang itu tertawa lalu menjawab: “Anda tidak kenal sama saya?”
Saya jawab: “Tidak.”

Orang itu menjelaskan: “Ketika terjadi peristiwa antara Anda dengan ular
tadi, lalu Anda berdoa dengan doa itu, maka para malaikat di tujuh petala
langit menjadi gempar. Mereka mengadukan hal itu ke hadirat Allah.
Allah menjawab: “Aku tahu apa yang telah dilakukan oleh ular itu kepada
hamba-Ku tersebut.” Kemudian Allah memerintahkan kepadaku datang
menolongmu. Aku adalah malaikat yang bernama Alma’ruf, tempatku di
langit keempat. Allah berfirman kepadaku, “Pergilah ke dalam surga dan
ambillah daun yang berwarna hijau, Kemudian tolonglah hambaKu
Muhammad bin Hamir.’ Wahai Muhammad bin Hamir, berbuatlah
kebajikan, karena ia dapat menjaga dari mati buruk. Kebajikan itu tidak
akan sia-sia di sisi Allah, sekalipun ia disia-siakan oleh orang yang diben
kebajikan itu.

HADIS KE-14
Dari Ibnu Mas’ud , katanya: Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Tidak halal darah seseorang muslim kecuali disebabkan oleh salah satu
dari tiga perkara: (1) Duda janda yang berzina, (2) Pembumuhan dibalas
bunuh, (3) Orang yang meninggalkan Agamanya, memisahkan diri dari
jamaah (murtad).

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat


taat kepada-Nya, bahwasanya membunuh manusia dengan sengaja tanpa
alasan yang benar itu termasuk dosa besar setelah dosa kufur kepada
Allah. Rasulullah  pernah ditanya, dosa apa yang paling besar di sisi
Allah? Beliau menjawab, engkau sekutukan Allah dengan sesuatu padahal
Dialah yang telah menciptakanmu. Kemudian Beliau ditanya kembali, lalu
apa? Beliau menjawab, engkau bunuh anakmu karena takut ia makan
bersamamu. (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim).

Dalam hadis lain, Rasulullah  bersabda, yang artinya: Jauhi olehmu tujuh
perkara yang membinasakan! Para sahabat bertanya: Apakah itu Ya
Rasulullah? Beliau menjawab: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh
jiwa yang diharamkan Allah kecuali ada alasan yang dibenarkan oleh
syara’, makan riba, makan harta anak yatim, melarikan diri duri medan
perang, dan menuduh wanita baik-baik berbuat mesum. Dan dalam hadis
lain, Rasulullah  bersabda, yang artinya: Barangsiapa membantu
membunuh orang Islam sekalipun dengan sebaris kalimat, maka pada saat
berjumpa Allah di dahinya tertulis kalimat “Inilah orang yang putus asa
dari rahmat Allah’.Hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini sangat
banyak jumlahnya.

TANBIH:

Sebelum kita melanjutkan pembicaraan tentang hadis ini, baiklah kita


ketahui bahwa orang yang membunuh dengan sengaja apabila ia bertobat
maka tobatnya sah, karena orang kafir pun tobatnya sah. Hanya saja ia
berada dalam dua kemungkinan masyiatullah artinya, kalau Allah
menghendaki maka ia diampuni-Nya dan kalau Allah menghendaki, ia
disiksa-Nya. Namun ja tidak kekal dalam siksa, seperti orang-orang yang
kafir. Adapun firman Allah,

yang artinya: Dan barangsiapa membunuh seorang mukmin dengan


sengaja, maka balasannya adalah Jahannam, ia kekal di dalamnya. (QS. 4:
93) Maksud “kekal di sini adalah tinggal dalam waktu yang lama dan
bukan selamanya.

 
      (Laa yahillu damu-mri-in) yakni, tidak halal menumpahkan darahnya.
Karena pada dasarnya dalam masalah darah ini adalah harus dilindungi,
baik menurut syara’ maupun menurut akal.

            (Illaa bi ihdaa tsalaatsin: atstsayyibuz zaanii) yakni, duda atau


janda. Yang dimaksudkan di sini adalah merajamnya dengan batu sampai
mati. Karena duda/janda yang berbuat zina itu telah membuka aib yang
ditutupi oleh Allah  maka darahnya menjadi halal. Dan juga di dalam
perbuatan tersebut ada kerusakan yang besar, sehingga perlu dibendung.

Perlu diketahui bahwa zina merupakan dosa besar sesudah pembunuhan,


karena itulah Allah 48 menggabungkannya dengan dosa syirik dan
membunuh, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya yang artinya: Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali
dengan (alasan) yang benar, dan tidak bersina, barangsiapa melakukan
yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni)
akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal
dalam azab itu, dalam keadaan terhina., kecuali orang-orang yang bertobat.
(QS. 25:68-70).

Dalam salah satu hadis disebutkan, Nabi  bersabda, yang artinya:


Takutilah oleh kalian akan perbuatan zina itu, sebab di dalamnya terdapat
enam pekerti, tisa di dunia dan tiga di akhirat. Adapun tiga di dunia itu
adalah: (1) melenyapkan kewibawaan, (2) mendatangkan kemiskinan, (3)
dan mengurangi umur. Sedangkan yang tiga di akhirat adalah: (1)
mendapat kemurkaan Allah, (2) hisab yang berat, dan (3) mendapat azab
neraka.

Dan perlu diketahui juga bahwa, hukuman pezina itu, kalau ia masih
bujang, adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan ke luar kota selama
satu tahun. Sedangkan untuk orang yang sudah pernah menikah,
hukumannya adalah dirajam dengan batu sampai mati, sebagaimana telah
disebutkan di atas.

      (Wan nafsu bin nafsi) yakni, membunuh dengan cara aniaya dan
permusuhan.Syarat-syarat hukum kisas ini telah disebutkan dengan jelas di
dalam kitab-kitab fikih.

      (Wat taariku lidiinihi) yakni, murtad, sepanjang ia tidak kembali ke


Islam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi  dalam hadis lain, yang artinya:
Barangsiapa yang menukar agamanya, maka bunuhlah ia. Murtad ini
termasuk jenis kufur yang paling buruk.

     (Almufaariqu lil jamaa’ati) ini merupakan sifat umum bagi orang yang
meninggalkan agamanya.

PENUTUP:

Imam Ghazali rahimahullah, berkata: “Jika ada orang mengaku bahwa


telah gugur atas dirinya kewajiban salat, halal baginya minum arak dan
makan harta sultan, sebagaimana suka diakui oleh sebagian orang yang
mengaku dirinya sufi. Maka tidak diragukan lagi orang seperti itu wajib
dibunuh, dan membunuh orang seperti ini lebih utama daripada
membunuh seratus orang kafir, sebab mudarratnya lebih besar.”

HADIS KE-15
 

Dari sahabat Abu Hurairah , dari Rasulullah , bahwa Beliau bersabda:

Artinya:
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian, maka hendaklah ia
berkata yang baik-baik atau hendaklah ia diam: dan barangsiapa beriman
kepada Allah dan hari kemudian maka hendaklah ia menghormati
tetangganya, dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari kemudian,
maka hendaklah ia menghormati tamunya.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat


taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang agung dan semua
adab yang baik bercabang darinya, scbagaimana disebutkan oleh sebagian
ulama rahimahumullaah.

    (Man kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri) yakni, hari kiamat. Ia
dinamakan hari akhir karena tidak ada lagi malam sesudahnya. Yang
dimaksudkan di sini adalah kesempurnaan iman,

    (Falyaqul khairan) yakni, perkataan yang berpahala.

    (Au liyashmut) yang dimaksud diam di sini adalah diamnya orang yang
mampu berbicara, bukan diamnya orang yang tidak mampu berbicara atau
alat bicaranya rusak (bisu). Allah  berfirman,

yang artinya: Dan katakanluh perkataan yang benar.(QS. 33: 70) Dan
Allah  juga berfirman,

 
 yang artinya: Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya, melainkan ada
di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir. (QS. 50: 18) Dan sabda
Nabi  bersabda, yang artinya: Tahanlah lidahmu, sebab tidaklah manusia
merangkak di atas wajah mereka atau di atas cingur mereka melainkan
karena ulah lidah mereka. Dan sabda Nabi , yang artinya: Semua perkataan
manusia itu menjadi tanggung jawabnya, kecuali zikrullah, menyuruh
kebaikan dan melarang kejahatan. Dan banyak lagi hadis lainnya yang
membahas masalah ini.

Wahai saudaraku, betapa banyak bencana yang ditimbulkan oleh lidah itu,
saya sendiri telah menghitungnya ada lebih dari dua puluh macam
bencana. Imam Syafii rahimahullaah berkata: “Jika seseorang ingin
berbicara, maka hendaklah ia memikirkannya sebelum ia berbicara dan
memikirkan isi pembicaraannya itu.”

      (Waman kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri falyukrim jaarahu)
Allah  berfirman, yang artinya: Sembahlah Allah dan janganlah kamu
menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baikluh kepada dua
orang ibubapa, karib kerabut, anak-anak yatim, orang-orang miskin,
tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh….(QS. 4: 36) Dan telah
diriwayatkan banyak khabar mengenai hak-hak tetangga ini, salah satu di
antaranya adalah hadis ini. Dan sabda Nabi , yang artinya: Demi Allah,
tidaklah beriman: Demi Allah tidaklah beriman: Demi Allah, tidaklah
beriman. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, sungguh merugi sekali orang
itu, siupakah dia? Beliau menjawab: Orang yang tetanggunya tidak merasa
aman dari kejahatannya. (Hadis ini riwayat Imam Bukhari)

Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa menyakiti tetangganya berarti


ia teluh menyakiti aku, dun barangsiapa menyakiti aku berarti ia telah
menyakiti Allah. Dun barangsiapa memerangi tetangganya berarti ia telah
memerangiku, dan barangsiupa memerangiku berarti ia telah memerangi
Allah . (Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh).

 
Dan diriwayatkan dari Abdullah bin Umar , katanya: “Rasulullah  pernah
keluar untuk sutu peperangan, lalu Beliau berkata, “Orang yang pernah
menyakiti tetangganya, jangan menemani kami.’ Seseorang menjawab,
“Saya pernah mengencingi pagar tetanggaku.’ Maka Beliau bersabda,
“Hari ini engkau jangan menemani kami.” Diriwayatkan oleh Attabrani.

Dan Rasulullah  bersabda: “Barangsiapa belajar kalimat-kalimat ini dariku


maka hendaklah diamalkannya, atau diajarkannya kepada orang yang mau
mengamalkannya.” Abu Hurairah berkata: “Saya menjawab, “Saya Ya
Rasulullah.’ Lantas Rasulullah memegang tangan saya seraya
menyebutkan lima kalimat itu, sabda Beliau: “Jagalah dirimu dari hal-hal
yang diharamkan maka engkau akan menjadi manusia yang paling abid,
relalah terhadap apa yang dibagikan Allah untukmu maka engkau akan
menjadi manusia yang paling kaya, berbuat baiklah kepada tetanggamu
niscaya engkau akan menjadi seorang mukmin sejati, sukailah buat orang
lain apa yang engkau sukai buat dirimu niscaya engkau menjadi seorang
muslim sejati, dan jangan banyak tertawa, sebab banyak tertawa itu dapat
mematikan hati.” Diriwayatkan oleh Atturmidzi dan lainnya.

Nabi  bersabda, yang artinya: Tetangga itu ada tiga macam: (1)Tetangga
yang hanya mempunyai satu hak, (2) Tetangga yang mempunyai dua hak,
dan (3) Tetangga yang mempunyai tiga hak. Adapun tetangga yang
mempunyai satu hak saja itu ialah orang kafir simmi, ia hanya mempunyai
hak ketetangsan saja. Tetangga yang mempunyai dua hak itu ialah
tetangga muslim, ia mempunyai hak ketetanggaan dan hak Islam.
Tetangga yang mempunyai tiga hak itu ialah tetangga muslim yang masih
kerabat, ia mempunyai hak ketetanggaan, hak Islam dan hak kekerabatan.

Ketahuilah bahwa, tetangga yang lebih dekat rumahnya itu lebih


ditekankan daripada yang lainnya, hal ini didasarkan pada hadis yang
dikemukakan oleh Bukhari , dari Aisyah radiyallaahu anha, katanya: “Saya
bertanya kepada Rasulullah , “Ya Rasulullah, saya mempunyai dua
tetangga, kepada siapa hadiah saya berikan? Beliau menjawab, “Yang
paling dekat pintu rumahnya denganmu.”
 

Di antara penghormatan terhadap tetangga adalah seperti yang disebutkan


dalam hadis riwayat Muslim, dari sahabat Abu Dzarr , bahwa Rasulullah 
bersabda, yang artinya: ” Wahai Abu Dzarr, jika engkau memasak kuah,
maka perbanyaklah airnya, dan cicipilah tetunggamu.” Dalam hadis ini
Rasulullah menganjurkan supaya berakhlak dengan akhlak mulia, karena
dalam perbuatan tadi terkandung rasa cinta, baik dalam pergaulan,
menutupi kebutuhan dan menolak kerusakan. Karena tetangga akan
merasa terganggu dengan bau masakan dari rumah tetangganya.
Barangkali ia mempunyai anak-anak yang masih kecil, yang ketika
tercium bau masakan itu menjadi rewel ingin merasakan masakan tersebut.
Hal ini tentu saja akan merepotkannya, sebab ia terpaksa membelikan
masakan seperti itu buat meredakan kerewelan anak-anaknya tersebut.
Apalagi kalau tetangganya itu orang miskin atau janda yang mempunyai
anak-anak yatim.

Seyogianya apabila tetangga Anda, sahabat Anda atau kerabat Anda


memberikan hadiah kepada Anda, hendaklah Anda menerimanya dengan
baik dan tidak melecehkannya, sesuai dengan sabda Nabi , yang artinya:
Wahai para wanita kaum mukminin, dalam riwayat lain, wahai para wanita
Ansar, jangan sekali-kali kamu menghina pemberian tetanggamu,
walaupun itu hanya berupa kaki kambing.

      (Waman kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhiri falyukrim


dhaifahu) yakni, karena ia merupakan akhlak para nabi dan orang-orang
salih serta adab Islam. Dahulu, Nabi Ibrahim  sampai dijuluki Bapaknya
tamu (Abudh Dhaifan). Karena Beliau suka mencari tamu sampai-sampai
harus berjalan satu dua mil, untuk diajak makan siang bersama Beliau.

Banyak hadis yang diriwayatkan mengenai keutamaan menghormati tamu


ini, salah satu di antaranya adalah yang mengatakan bahwa, tamu itu
masuk dengan membawa rahmat dan keluar dengan membawa dosa-dosa
penghuni rumah tersebut.
 

PENUTUP:

Kita tutup majelis ini dengan suatu riwayat tentang anjuran supaya
mencintai dan menyayangi kaum papa.

Atturmidzi meriwayatkan sebuah hadis dari sahabat Anas radiyallahu


anhu, katanya: “Dahulu, Rasulullah  suka berdoa, “Ya Allah, hidupkanlah
aku sebagai orang miskin, matikanlah aku sebagai orang miskin, dan
bangkitkanlah aku dalam rombongan orang-orang miskin. Aisyah
bertanya: “Mengapa demikian, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Karena mereka masuk surga sebelum orang kaya selama empat puluh
tahun. Wahai Aisyah, janganlah engkau menolak permintaan orang miskin
walaupun hanya dengan sebutir kurma. Wahai Aisyah, cintailah orang-
orang miskin dan dekatilah mereka, niscaya engkau akan dekat dengan
Allah pada bari kiamat kelak.”

Dan dalam hadis lain, juga diriwayatkan oleh Atturmidzi, dari sahabat Abu
Hurairah , katanya: Rasulullah  bersabda, yang artinya: Kaum fakir miskin
akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya selama lima ratus tahun
dan setengah hari.

Dikisahkan bahwa, Nabi Sulaiman , sekalipun telah diberi oleh Allah


kerajaan yang besar, jika Beliau masuk ke dalam masjid dan dilihatnya ada
orang-orang miskin, maka Beliau lalu duduk bersama-sama mereka seraya
berkata, “Orang miskin duduk bersama orang miskin.”

HADIS KE-16
Dari sahabat Abu Hurairah , katanya:

Artinya:
Ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi : “Berilah wasiat kepadaku.”
Beliau menjawab: “Jangan suka marah.” Maka diulanginya berkali-kali,
Beliau tetap menjawab: “jangan suka marah”

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

PENJELASAN,

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat


taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung, karena ia
mengandung cara menolak sebagian besar kejahatan manusia. Dalam
hidupnya, manusia hanya mengenal dua kondisi, perasaan enak dan
perasaan sakit. Perasaan enak penyebabnya bergejolaknya syahwat makan,
minum, jimak dan yang serupa dengan itu. Perasaan sakit penyebabnya
adalah bergejolaknya amarah. Jika marah itu dijauhi maka akan
tertolaknya separuh kejahatan, bahkan sebagian besarnya. Karena itulah,
para malaikat selamat dari seluruh kejahatan kemanusiaan, sebab mereka
tidak memiliki nafsu amarah dan syahwat.

Para ulama berbeda pendapat tentang lelaki yang bertanya kepada Nabi
itu, ada yang mengatakan ia adalah Haritsah bin Quddamah, atau Abud
Darda, atau Abdullah bin Umar atau lainnya. Ketika laki-laki itu bertanya
kepada Rasulullah, Rasulullah menjawabnya: “Jangan marah.”

      (Laa taqhdhab, faraddada) yakni, laki-laki itu lalu mengulangi


pertanyaannya.

     (Miraaran) yakni, dengan mengatakan, “Berilah saya wasiat, Ya


Rasulullah!” Karena rupanya ia belum puas dengan jawaban Beliau
“Jangan marah,” yang dianggapnya terlalu singkat. Maka ia lalu meminta
wasiat yang lebih banyak dari itu.

 
     (Qaala laa taqhdhab) namun Beliau tidak menambah lebih dari itu,
karena Beliau mengetahui keumuman manfaatnya. Yang mirip dengan ini
adalah apa yang terjadi pada Abbas , ketika ia berkata kepada Nabi :
“Ajarilah saya doa supaya saya dapat berdoa dengannya, Ya Rasulullah.”
Beliau menjawab: “Mintalah kepada Allah afiat.” Abbas lalu mengulangi
perkataannya berkali-kali, maka akhirnya dijawab oleh Nabi : “Wahai
Abbas, wahai paman Rasulullah, mohonlah kepada Allah afiat di dunia
dan akhirat. Sebab jika paman diberi afiat (kesejahteraan), maka berarti
paman telah diberi semua kebaikan.”

Marah yang menimpa manusia adalah bergejolak dan mendidihnya darah


kalbu ketika menghadapi sesuatu yang tidak disukai kepada seseorang.
Dalam hadis disebutkan bahwa, marah itu adalah bara api yang menyala di
dalam kalbu manusia. Bukankah orang yang marah itu urat nadi di
lehernya membesar dan matanya menjadi merah? Marah itu tercela apabila
bukan karena Allah, sebaliknya marah karena Allah adalah terpuji. Karena
itulah, Rasulullah dahulu sangat marah apabila larangan Allah dilanggar.
Di antara doa Rasulullah  dahulu adalah: Ya Allah, aku memohon kalimat
yang benar dalam kondisi marah atau rela.

CATATAN:

Di antara sebab yang paling kuat untuk menghilangkan dan menolak


kemarahan itu adalah tauhid yang hakiki, yaitu percaya bahwa tidak ada
pelaku yang sebenarnya di dalam hidup ini kecuali hanya Allah , dan
bahwa makhluk itu hanyalah alat dan perantara belaka. Barangsiapa
menghadapi sesuatu yang tidak disukainya dari orang lain, lalu ia
menyaksikan tauhid hakiki itu dengan hatinya maka akan tersingkirlah
pengaruh marah itu darinya. Sebab marah, boleh jadi kepada Khaliq, ini
merupakan kelancangan yang buruk yang dapat menafikan ubudiah. Dan
bisa juga kepada makhluk, ini merupakan syirik yang dapat menafikan
tauhid tersebut. Karena itulah Anas  melayani Rasulullah  selama sepuluh
tahun, namun ia tidak pernah melihat Rasulullah mengucapkan kata-kata
yang mengandung kemarahan, seperti mengapa kaulakukan Itu? Untuk
hal-hal yang ia lakukan, dan mengapa tidak kaulakukan itu? Untuk hal-hal
yang tidak dilakukannya. Beliau hanya mengucapkan: Qadarallaahu maa
syaa-a, wamaa syaa-a fa’ala, walau gadarallaahu lakaana (Semuanya
adalah menurut kehendak Allah, apa yang dikehendaki Allah pasti terjadi).
Ini semua adalah karena kesempurnaan makrifat Beliau , bahwa tidak ada
pelaku, pemberi dan pencegah selain Allah .

OBAT MARAH:

Obat marah yang tercela itu adalah mengucapkan kalimat isti’adzah,


mohon perlindungan kepada Allah dari gangguan setan yang terkutuk, dan
berwudu. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi , yang artinya: Jika
Seseorang marah, maka hendaklah ia berwudu dengan air, karena marah
itu berasal dari api, dan api hanya bisa dipadamkan dengan air. Dalam
riwayat lain disebutkan: Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu
diciptakan dari api. Sedangkan api itu hanya bisa dipadamkan dengan air.
Maka jika seseorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudu.

Di antara obat marah lainnya adalah pindah dari tempat munculnya


kemarahan itu ke tempat lainnya, sambil merenungkan firman Allah yang
memuji orang yang mampu menahan amarahnya: Wal kaahimiinal ghizha
wa ‘aafiina ‘anin naas (Dan orang-orang yang mampu menahan
amarahnya dan suka memaafkan manusia). (QS. 3: 134) Dan ayatayat
lainnya yang berkaitan dengan masalah ini. Dalam hadis disebutkan, Nabi 
bersabda, yang artinya: Barangiapa menahan amarahnya maka Allah pun
akan menahan siksa-Nya terhadapnya.

Dalam hadis lain disebutkan: Allah  berfirman, “Wahai anak cucu Adam,
jika engkau mengingat-Ku ketika engkau sedang marah, Aku akan
mengingatmu pula ketika Aku marah maka Aku tidak akan
membinasakanmu bersama orang-orang yang binasa.

Dan sabda Nabi , yang artinya: Orang pemberani itu bukanlah orang yang
jago bergulat, tetapi pemberani yang sebenarnya itu adalah orang yang
bisa menahan dirinya ketika marah.
 

Dan sabdanya, yang artinya: Barangsiapa menahan kejengkelannya


sedangkan ia bisa membalasnya, maka Allah akan memenuhi kalbunya
dengan rasa aman dan iman.

Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa ingin dibangunkan mahligai


dan ditinggikan derajatnya maka hendaklah ia memaafkan orang yang
menganiayanya, memberi kepada orang yang tidak memberi kepadanya,
dan menghubungkan orang yang memutuskan hubungannya dengannya.
Dan sabdanya, yang artinya: Kelak pada hari kiamat, akan ada penyeru
yang menyerukan: “Mana orang-orang yang suka memaafkan manusia,
segeralah temui Tuhanmu dan ambillah upahmu. Hak setiap orang muslim
apabila ia memaafkan adalah masuk ke dalam surga.

Hadis-hadis yang meriwayatkan tentang hal ini cukup banyak jumlah.

HIKAYAT:

Seorang laki-laki disuguhi oleh pelayannya makanan dalam sebuah


nampan, tiba-tiba si pelayan tergelincir hingga seluruh isi nampan itu
tumpah ke tanah. Maka rona wajah laki-laki itu berubah jengkel, lantas si
pelayan berkata: “Tuan, terapkanlah firman Allah.” Laki-laki itu bertanya:
“Firman Allah apa?” Pelayan itu menjawab: “Allah  berfirman, “Wal
kaazhimiinal ghaizha (Dan orang-orang yang menahan kejengkelannya).”
Laki-laki itu menjawab: “Saya sudah menahan kejengkelan saya.” Pelayan
itu berkata: “Wal ‘aafiina ‘anin naas (Dan mereka yang memaafkan
manusia).” Laki-laki itu menjawab: “Engkau sudah kumaafkan.” Pelayan
itu berkata pula: “Wallaahu yuhibbul muhsinii (Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebaikan).” LakiJaki itu berkata: “Engkau
kumerdekakan karena Allah dan uang seribu dinar ini sebagai hadiah
untukmu.”

PENUTUP:
Wahab bin Munabbih berkata: “Dahulu, di Bani Israil ada seorang abid.
Setan mau menyesatkannya namun tidak berhasil. Pada suatu hari, si abid
keluar untuk memenuhi hajatnya. Setan ikut keluar bersamanya untuk
mencari kesempatan menyesatkannya. Setan berusaha menggodanya dari
segi syahwat dan amarah, namun tidak berhasil sama sekali. Kemudian
dicobanya lagi dari segi takut, setan menjatuhkan sebongkah batu yang
besar dari atas gunung, ketika batu itu hampir mengenai si abid, ia lalu
berzikir menyebut asma Allah, maka batu itu tidak mengenainya sama
sekali. Setelah itu, setan mencoba kembali dengan menyamar sebagai ular.
Ketika si abid sedang salat, maka ular itu melilit kaki dan badannya hingga
sampai ke kepalanya. Ketika si abid hendak sujud, maka ular itu berbelit di
kepalanya, dan ketika ia sujud, ular itu mengangakan mulutnya hendak
menelannya. Si abid mengusir ular itu hingga akhirnya ia bisa sujud.

Ketika si abid selesai salat, setan datang menemuinya dan berkata: “Aku
telah menggodamu dengan berbagai-bagai cara, namun tidak ada Satu pun
yang mempan. Sejak saat ini, aku tidak mau lagi menyesatkanmu, aku
memilih menjadi sahabatmu saja.” Si abid menjawab: “Hari ketika engkau
menakut-nakutiku itu aku alhamdulillah, tidak takut sama sekali
kepadamu. Dan sekarang, aku tidak membutuhkan persahabatan
denganmu.”

Dengan jengkel setan berkata: “Apakah sekarang engkau tidak mau


bertanya tentang keluargamu, apa yang akan menimpa mereka
sepeninggalmu?”

“Mereka semua mati sebelum aku,” jawab si abid tenang.

Setan bertanya kembali: “Tidakkah engkau mau bertanya, bagaimana aku


menyesatkan manusia?”

 
“Ya, bagaimana cara engkau menyesatkan manusia?” Setan menjawab:

“Dengan tiga jalan: kikir, marah dan mabuk. Jika seseorang kikir, maka
kami sedikitkan hartanya dalam pandangannya, sehingga ia menahan hak-
hak yang harus dipenuhinya dan menginginkan harta orang lain. Kalau ia
pemarah, maka kami permainkan ia sebagaimana bocah memainkan bola.
Walaupun ia bisa menghidupkan orang mati dengan doanya, kami tidak
akan putus asa darinya. Karena kami membangun dan merobohkan hanya
dengan satu kata saja. Dan kalau ia mabuk, maka kami seret ia kearah
kejahatan sebagaimana kalian menyeret seekor kambing ke mana kalian
suka.”

Setan memberitahukan bahwa orang yang marah itu menjadi barang


permainannya seperti bola di tangan bocah. Semoga Allah melindungi kita
dari hal itu.

HADIS KE-17
Dari sahabat Abu Ya’la Syaddaad bin Aus , dari Rasulullah , Beliau
bersabda:

Artinya:

Sesungguhnya Allah telah mewajibkan perlakuan baik terhadap segala


sesuatu. Jika kamu membunuh, maka hendaklah membunuh dengan cara
yang baik: dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara
yang baik, dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan hewan
sembelihan itu (jangan diinjak atau dibanting).

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN,
 

Ketahuilah wahai saudaraku semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat


taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung yang
mengumpulkan pokok-pokok agama secara umum, sebagaimana yang
akan kami jelaskan berikut ini:

     (Innallaaha katabal ihsaan) yakni, Allah memerintahkannya dan


menganjurkannya. Maksudnya adalah mengerjakan dengan sempurna.

      (Alaa kulli syai-in) yakni, mewajibkan perlakuan baik dalam


kekuasaan atas segala sesuatu.

      (Fa-idzaa qataltum fa-ahsinul qitlata) bisa dibaca gitlah dan gatlah.
Jika dibaca gitlah maka itu menunjukkan kepada kondisi, dan jika dibaca
gatlah maka itu menunjukkan kepada perbuatan.

    (Wa idzaa dzabahtum fa-ahsinudz dzibhata) dalam riwayat lain: fa-
ahsinudz dzibha.

     (Walyuhidda ahadukum syafratahu) yakni, pisau besar yang biasa


digunakan untuk menyembelih.

    (Walyurih dzabiihatahu) yakni, hewan sembelihannya., dengan pisau


tajam dan cara yang cepat.

Telah disebutkan di atas bahwa, hadis ini menghimpun pokok-pokok


agama secara umum, penjelasannya adalah sebagai berikut:
 

Berlaku baik dalam perbuatan itu adalah yang sesuai dengan syariat dan
akal. Dan ini berkaitan dengan kehidupan si pelaku di dunia dan
akhiratnya. Yang pertama adalah kebijakan terhadap dirinya, badannya,
keluarganya, saudaranya, miliknya dan orang-orang. Yang kedua adalab
iman, yaitu amal kalbu, dan Islam, yaitu amal anggota badan.

Adapun sebab dikeluarkannya hadis ini adalah untuk mengoreksi


perbuatan kaum Jahiliah yang biasanya berlaku kejam dalam membunuh,
yaitu dengan memotong hidung, tangan dan kaki, dan yang serupa dengan
itu. Dan mereka dahulu kalau menyembelih menggunakan pisau tumpul,
atau tulang atau bambu dan yang serupa dengan itu, yang dapat menyakiti
hewan sembelihan tersebut. Karena itulah, Rasulullah lalu memerintahkan
supaya bersikap lembut dalam segala sesuatu.

Wahai saudaraku, bersikap lembutlah kalian, karena tidaklah ia ada dalam


sesuatu melainkan akan membuatnya bagus, dan tidaklah ia dicabut dari
sesuatu kecuali akan menjadikannya buruk.

CATATAN:

Coba Anda renungkan hikmat Allah dalam menetapkan hukum syariat.


Mengapa fardu salat itu tidak diwajibkan pada permulaan Islam, tetapi
baru diwajibkan setelah malam Mikraj. Begitu juga puasa, yang baru
diwajibkan sesudah tahun kedua Hijriah. Begitu pula pengharaman
minuman keras baru diberikan sesudah perang Uhud. Semua itu sebagai
pengajaran kepada hamba-hamba-Nya akan sikap santun dan sabar, dan
supaya melakukan sesuatu secara bertahap, dan supaya mereka tidak
tergesa-gesa dalam segala urusan mereka. Sebab sikap tergesa-gesa itu
bisa menimbulkan penyesalan.

HIKAYAT:
Dari Abu Sulaiman Addarani rahimahullaah, katanya: “Pada suatu kali,
saya menunggang keledaiku, lalu saya memukulnya dua atau tiga kali
pukulan. Tiba-tiba keledai itu mendongakkan kepalanya ke arah saya
sambil berkata: “Hai Sulaiman, ingatlah akan kisas di hari kiamat nanti.
Terserah dirimu, mau memilih sedikit atau banyak.” Ini merupakan
peringatan keras bagi orang yang suka menyakiti ternaknya dengan
pukulan, atau membebaninya dengan beban berat, atau mengurangi
makannya, dan yang serupa dengan itu. Dan bahwa ia akan ditanya
mengenai hal itu di hari kiamat kelak, maka hendaklah ia takut kepada
Allah, Tuhannya, dan hendaklah ia berlaku baik sebagaimana Allah telah
berlaku baik kepadanya, dan hendaklah ia takut akan kisas di hari kiamat
nanti antara dirinya dan hewan yang dianiayanya itu. Wahai saudaraku,
takutlah kepada Allah dan janganlah mendurhakai-Nya.

Dari Wahab bin Munabbih, katanya: “Allah  di dalam sebagian firman-


Nya kepada Bani Israil mengatakan: “Jika Aku ditaati maka Aku akan
rida: jika Aku rida maka Aku akan memberkati, dan berkat-Ku itu tidak
ada batasnya. Jika Aku didurhakai maka Aku akan murka, dan jika Aku
murka maka Aku akan melaknat, dan laknat-Ku itu akan berlanjut sampai
anak cucunya yang ketujuh.”” Ini merupakan keburukan maksiat Itu.

PENUTUP:

Diriwayatkjan oleh Ibnu Asaakir di dalam kitab Tarikh-nya, dari sebagian


sahabat Asysyibli, ia berkata: “Saya bermimpi melihat Assyibli sesudah
beliu meninggal dunia, saya lalu bertanya kepadanya, “Apa yang
dilakukan Allah terhadap tuan?” Beliau menjawab: “Saya dihadapkan ke
hadirat-Nya yang mulia, lalu ditanya: “Hai Abubakar, tahukah engkau
mengapa Aku mengampunimu?’ Saya jawab, “Karena amal salihku?”

“Bukan.’

“Karena keikhlasanku dalam ubudiahku?’ kataku pula.

“Bukan.

“Karena haji, puasa dan salatku?’


“Aku mengampunimu bukan karena itu.”

Karena hijrahku kepada orang-orang salih dan perjalananku yang sering


untuk menuntut ilmu,” kataku pula.

“Bukan.”

“Ya Rabb, ini adalah munjiyat yang aku yakini bisa mendapatkan
ampunan-Mu.”

“Bukan karena semua ini, Aku mengampunimu.’

“Kalau begitu, karena apa? Tanyaku.

Allah berfirman:

“Ingatkah engkau ketika engkau sedang berjalan di sebuah lorong kota


Bagdad, lalu engkau temukan seekor anak kucing yang kecil yang
berlindung di balik tembok karena kedinginan oleh salju. Kemudian
engkau ambil karena merasa kasihan terhadapnya, lalu engkau masukkan
kesdalam mantelmu untuk menjaganya dari hawa dingin?

“Ya, saya ingat.”

“Karena belas kasihmu kepada anak kucing itulah, Aku pun mengasihimu.
‘”

Semoga Allah menyayangi kita semua dengan berkat rahmat-Nya, amin.

HADIS KE-18
Dari sahabat Abu Dzarr Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Mu’az
bin Jabal , dari Rasulullah , Beliau bersabda:

Artinya:
Takutlah engkau kepada Allah di mana saja engkau berada, dan iringilah
perbuatan jahat dengan perbuatan baik, niscaya ia akan menghapuskannya,
serta pergauilah manusia dengam budi pekerti yang baik.. Diriwayatkan
oleh Atturmidzi, dan ia berkata: “Ini adalah hadis hasan,” dan dalam
sebagian kitab disebutkan: “Hasan Sahih.”

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat


taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung, yang meliputi
tiga hukum sckaligus: hak Allah, hak mukallaf, dan hak hambahamba.
Adapun hak Allah itu adalah di mana saja Anda berada maka Anda harus
bertakwa (takut) kepada-Nya. Karena Dia selalu melihat dan mengawasi
Anda. Dan hak mukallaf itu ialah dihapuskannya amal yang buruk oleh
amal yang baik. Sedangkan hak hamba-hamba itu adalah mempergauli
mereka dengan akhlak yang mulia. Sebagaimana akan dijelaskan
semuanya berikut ini:

NASIHAT:

Ibunda Abu Dzar, perawi hadis ini, pernah ditanya orang tentang ibadat
puteranya itu, ia menjawab: “Sepanjang siang ia duduk di pojok sambil
berpikir.”

Dari Sufyan Atstsauri , katanya: “Abu Dzarr  datang lalu disambut orang
banyak, lantas beliau bertanya: “Tidakkah kalian lihat jika ada seseorang
hendak melakukan perjalanan jauh, ia lalu menyiapkan bekal yang cukup
untuk sampai ke tempat tujuannya? Mereka menjawab, “Ya, benar.’
Beliau berkata: “Perjalanan menuju akhirat itu adalah perjalanan terjauh
yang kalian tuju, maka persiapkanlah bekal yang cukup untuknya!’
Mereka bertanya, “Apa bekalnya?’ Beliau menjawab, “Kerjakanlah ibadat
haji untuk menghadapi perkara-perkara besar di hari kiamat nanti.
Berpuasalah di hari yang sangat panas untuk menghadapi lamanya hari
kebangkitan. Kerjakanlah salat dua rakaat di tengah malam untuk
menghadapi keseraman dalam kubur. Perkataan baik yang Anda ucapkan
dan perkataan buruk yang tidak jadi Anda ucapkan akan menjadi bekal
dalam menghadapi hari di mana semua manusia berdiri di padang
Mahsyar. Dan bersedekahlah dengan harta Anda, semoga Anda selamat.”

NASIHAT LAINNYA:

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, bahwa Mu’az bin Jabal  masuk
menemui Rasulullah , lalu Rasulullah bertanya kepadanya: “Bagaimana
keadaanmu?” Mu’az menjawab: “Saya berada dalam keadaan beriman
kepada Allah.” Rasulullah berkata pula: “Setiap perkataan itu harus ada
bukti, apa bukti ucapanmu itu?” Mu’az menjawab: “Ya Rasulullah,
tidaklah saya berada di waktu pagi kecuali saya menyangka tidak akan
bisa hidup sampai sore. Dan tidaklah saya berada di waktu sore, melainkan
saya menyangka bahwa saya tidak akan hidup sampai pagi. Dan tidaklah
saya melangkahkan satu kaki kecuali saya menyangka tidak akan diikuti
oleh kaki lainnya. Dan seolah-olah saya melihat setiap umat datang pada
hari kiamat masing-masing disertai kepada kitab (catatan amal)nya, ada
yang disertai nabi-nabinya, dan ada pula yang disertai berhala-berhala
yang disembahnya selain Allah. Dan seolah-olah saya melihat hukuman
ahli neraka di neraka dan pahala ahli surga di surga.” Nabi berkata:
“Engkau memang benar-benar telah mengetahui, maka peganglah itu.”

Kembali kepada penjelasan tentang hadis di atas:

    (Ittaqillaaha haitsumaa kunta) sebabnya adalah bahwa Abu Dzarr ,


ketika telah masuk Islam di kota Mekah. Nabi  lalu berkata kepadanya:
“Temuilah kaummu, mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepada
mereka dengan perantaraanmu.” Ketika Beliau melihat keinginannya yang
kuat untuk tetap bersama Beliau di kota Mekah, dan Beliau tahu bahwa ia
tidak mampu melakukan itu, maka Beliau lalu bersabda: “Takutlah kepada
Allah di mana saja engkau berada…(Alhadits) Sesungguhnya itu lebih
utama bagimu daripada tetap tinggal di kota Mekah..

 
Hadis ini tidak khusus untuk Abu Dzarr, namun bisa untuk siapa saja.
Maksudnya adalah: Laksanakanlah wahai mukallaf segala perintah Allah
dan jauhilah segala larangan-Nya, di setiap tempat dan masa. Karena Dia
senantiasa ada bersamamu di mana saja engkau berada, melihat kepadamu
dan mengawasimu, sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat dan
hadishadis.

Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa takwa adalah kata yang singkat padat
yang menghimpun bagi segala kebaikan. Seorang laki-laki datang
menemui Rasulullah  , lalu berkata: “Berilah saya wasiat.” Rasulullah
menjawab: “Hendaklah engkau bertakwa kepada Allah karena ia
mengumpulkan segala kebaikan, dan hendaklah engkau berjihad karena ia
merupakan rahbaniah (kerahiban) kaum muslimin, dan hendaklah engkau
banyak berzikir menyebut Allah karena itu merupakan cahaya bagimu di
muka bumi dan sebutanmu di langit, dan jagalah lisanmu kecuali untuk
mengatakan yang baik saja, karena dengan itu engkau dapat mengalahkan
setan.

Dalam hadis lain, Rasulullah  bersabda, yang artinya: Barangsiapa


bertakwa kepada Allah maka ia akan menjadi kuat dan berjalan dimuka
bumi dengan aman. Takwa itu banyak manfaatnya, di antaranya adalah:

1. Penjagaan dan pemeliharaan terhadap musuh.


Hal ini didasarkan pada firman Allah ,

Jika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikit pun
tidak mendatangkan kemudaratan kepadamu. (QS. 3: 120)

2. Bantuan dan pertolongan dari Allah.


Hal ini didasarkan pada firman Allah,
 

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang


yang berbuat kebaikan. (QS. 16: 128)

3. Selamat dari marabahaya dan mendapat rezeki yang halal.


Hal ini didasarkan pada firman Allah

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan


baginya jalan keluar (dari setiap kesulitannya), dan memberinya rezeki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya. (QS. 65: 2-3)

4. Perbaikan amal dan pengampunan dosa.


Hal ini didasarkan pada firman Allah ,

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan


katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu
amal-amalmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. (QS. 33: 70-71)

Dan banyak lagi manfaat lainnya.

  (Wa atbi’is sayyiatal hasanata tamhuhaa) yang dimaksud dengan hasanah


dalam hadis ini adalah salat lima waktu. Hal ini didasarkan pada firman
Allah  yang artinya: Dan dirikanlah salat itu pada kedua tepi siang (pagi
dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-
perbuatan yang buruk. (QS. 11: 114) Ayat ini turun berkaitan dengan
seorang laki-laki yang mencium wanita lain.

 
Nabi  bersabda, yang artinya: Salat lima waktu, salat Jumat ke salat Jumat
lainnya, dan puasa Ramadan ke puasa Ramadan berikutnya, menjadi
penebu dosa-dosa yang terjadi di antaranya, asalkan dosa-dosa besar
dijauhi. Dan dalam hadis lain, Rasulullah  bersabda, yang artinya: Apa
pendapat kalian seandainya di muka pintu rumah seseorang mengalir
sebuah anak sungai, dia mandi di situ lima kali setiap hari, apakah masih
tersisa kotoran di tubuhnya? Para sahabat menjawab: Tidak. Beliau lalu
berkata: Nah, begitu juga salat lima waktu, Allah menghapuskan
dengannya segala dosa. (Dikeluarkan oleh imam-imam ahli hadis).

Diriwayatkan dari Abu Umamah Albahili , ketika Rasulullah sedang


duduk di dalam masjid, dan kami duduk pula bersama Beliau, tiba-tiba
datang seorang laki-laki seraya berkata: “Ya Rasulullah, saya terkena
hukum had, maka hukumlah saya.” Rasulullah hanya diam saja. Kemudian
orang itu mengulangi perkataannya, “Ya Rasulullah, saya terkena hukum
had, maka hukumlah saya.” Rasulullah tetap diam tak menjawab.
Kemudian orang itu mengulangi perkataannya untuk yang ketiga kalinya,
namun Beliau tetap tak menjawab. Kemudian dikumandangkan iqamat
untuk salat. Selesai salat, Rasulullah pulang. Abu Umamah berkata:
“Ketika Rasulullah pulang, laki-laki itu mengikuti Beliau, dan saya pun
mengikuti pula untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh
Rasulullah kepada orang itu. Setelah dekat, orang itu berkata: “Ya
Rasulullah, saya terkena hukum had, maka hukumlah saya.” Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam menjawab: “Apakah engkau sudah berwudu
dengan baik?” Orang itu menjawab: “Sudah, Ya Rasulullah.” Rasulullah
bertanya kembali: “Kemudian engkau tadi ikut salat bersama kami?”
Orang itu menjawab: “Benar, Ya Rasulullah.” Maka bersabdalah
Rasulullah  kepadanya: “Sesungguhnya Allah  telah mengampuni hukum
hadmu (dalam riwayat lain: dosamu).”

Dari hadis-hadis di atas jelaslah bahwa hasanaat itu adalah salat lima
waktu, sedangkan sayyi-aat adalah dosa-dosa kecil. Dan boleh jadi juga ia
adalah kebaikan secara mutlak, dan penghapusan itu menurut hakikatnya
seperti yang nyata pada hadis tersebut. Karunia Allah itu sangat luas, dan
khabar Abi Umamah tadi mendukung hal itu.

 
Dan ada pula yang mengatakan bahwa hasanaat itu adalah kalimat:
subhaanallaah, walhamdu lillaah, walaa ilaaha ilallaah, wallaahu ‘kbar,
walaa haula walaa quwwata Iaa billaahil “aliyyil “ashiim. Imam Al
Qusyairi rahimahullaah mengatakan, “Seyogianya seorang hamba ‘engisi
seluruh waktunya dengan ibadat. Karena sedikit saja waktunya kosong
dari amalan fardu atau sunnah, maka itu merupakan suatu penyesalan yang
besar dan kerugian yang nyata. “

Assalmi berkata: “Kata Alwaasithi, cahaya taat melenyapkan kegelapan


maksiat.”

Assalmi berkata juga: “Allah tidaklah menghukum seseorang kecuali


karena dosa-dosanya. Maka barangsiapa membiasakan diri berbuat salih
dan taat. Allah akan melindunginya dari bencana di dunia dan akhirat.”
Kaena itulah Allah  berfirman yang artinya: Dan Tuhanmu sekalikali tidak
akan membinasakan negeri-negeri secara salim, sedang penduduknya
orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. 11: 118)

Imam Al Qusyairi rahimahullaahu berkata: “Karena kemurahanNya, Allah


tidak membinasakan orang yang berbuat kebaikan, tetapi Dia
membinasakan orang yang zalim.”

    (Wa khaaliqin naasa bikhuluqin hasanin) yakni, pergauilah mereka


dengan budi pekerti yang baik. Yaitu, memperlakukan mereka dengan apa
yang Anda sukai mereka memperlakukannya kepada Anda, seperti tidak
menyakiti hati, berwajah manis dan sebagainya.

PENUTUP:

Dahulu, Rasulullah  sangat lembut terhadap kaum wanita. Beliau bersabda:


Lelaki mana saja yang sabar terhadap kelakuan buruk isterinya, maka
Allah akan memberinya pahala seperti pahala yang diberikan kepada Nabi
Ayyub  di dalam bencananya. Dan wanita mana saja yang sabar terhadap
kelakuan buruk suaminya maka Allah akan memberinya pahala seperti
yang diberikan-Nya kepada Asiah binti Muzahm, isteri Firaun.

Diceritakan bahwa, seorang laki-laki datang kepada Umar bin Khattab 


untuk mengadukan kepada beliau tentang kelakuan buruk isterinya. Lalu ia
berdiri di depan pintu rumah Umar untuk menunggu beliau keluar. Lalu
didengarnya isteri Umar marah-marah kepada Umar, sedangkan Umar
diam saja tidak membalasnya. Maka berkatalah orang itu di dalam hatinya:
“Kalau Umar saja keadaannya demikian, apalagi aku.” Maka orang itu
akhirnya mengurungkan niatnya untuk mengadukan halnya kepada Umar.
Ketika orang itu hendak pergi, Umar kebetulan membuka pintu dan
melihatnya. Kemudian Umar memanggilnya supaya kembali. Lalu
ditanyanya: “Anda ada keperluan apa?”

Orang itu menjawab: “Saya sebenarnya ingin mengadukan kelakuan uruk


istcri saya kepada Tuan. Tetapi ketika terdengar oleh saya, isteri uan
marah-marah dan mengomeli Tuan, maka saya mengurungkan niat ya itu,
saya berkata dalam hati, “Kalau keadaan amirilmukminin saja begini,
apalagi saya.’”

Umar berkata kepada orang itu: “Saya menanggung semuanya ini adalah
karena hak-hak dia atas saya, dialah yang memasakkan makanan buat
saya, dialah yang membuatkan roti buat saya, dialah yang mencucikan
pakaian saya, dialah yang menyusui anak saya, padahal itu semua tidak
wajib atasnya. Dan dia pula yang menenangkan hati saya sehingga saya
terhindar dari melakukan perbuatan yang haram. Karena ini semualah,
saya menanggung kelakuan buruknya itu.”

Orang itu berkata: “Wahai amirilmukminin, begitu juga isteri saya.”

 
“Karena itu, tanggunglah kelakuan buruk isteri Anda itu. Ingatlah, ini dak
lama.”

Lihatlah wahai saudara-saudaraku akhlak yang mulia ini.

Ya Allah, perbaikilah akhlak kami dan luaskanlah rezeki kami, oh an Yang


Maha Pemurah.

HADIS KE-19
Dari Abdul Abbad, Abdullah bin Abbas. , Katanya:

Artinya: ada suatu hari, saya berada di belakang Nabi , lalu Beliau
bersabda:”Hai nak! Aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat:
Jagalah Allah (yaitu batasan-batasan-Nya) maka pasti ja akan menjagamu
pula. Jagalah Allah, pasti engkau akan mendapatkan-Nya di
hadapanmu.Jika engkau ingin meminta, maka ingatlah kepada Allah. Dan
jika engkau mau minta tolong, maka minta tolonglah kepada Allah.
Ketahuilah, seandainya seluruh umat manusia bersatu padu untuk
memberikan manfaat (kebaikan) dengan sesuatu, niscaya mereka tidak
dapat melakukan hal itu kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan
Allah atasmu. Dan jika mereka bersatu padu untuk mencelakakanmu
dengan sesuatu, niscaya mereka tidak akan dapat melakukan hal itu
kecuali dengan sesuatu yang telah ditentukan Allah atasmu. Telah
diangkat kalam dan telah kering (tinta) lembaran lembaran itu.

Diriwayatkan oleh Imam Atturmidzi, dan ia berkata: Ini adalah Hadis


Hasan Sahih. Dan dalam riwayat selain Atturmidzi disebutlkan: Jagalah
Allah (yaitu batasan-batasan-Nya), niscaya engkau akan mendapatiNya di
hadapanmu. Kenalilah Allah di kala lapangmu niscaya Dia pun akan
mengenalmu di kala sempitmu. Ketahuilah bahwa, apa yang menyalahimu
tidak akan menimpamu, dan apa yang (seharusnya) menimpamu ta tidak
akan menyalahimu. Dan ketahuilah bahwa, beserta kesabaran itu ada
kemenangan, beserta kesusahan itu ada alan keluar, dan beserta kesulitan
itu pasti ada kemudahan.

PENJELASAN:

Sungguh benarlah apa yang disabdakan oleh Rasulullah  itu. Ketahuilah


wahai saudara-saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat taat
kepada-Nya, bahwa hadis merupakan hadis yang sangat besar kesannya
dan merupakan pokok yang utama dalam memelihara hakhak Allah  dan
bergantung kepada-Nya.

 (Kuntu khalfan nabiyyi shallallaahu ‘alaihi wasallam) yakni di atas unta,


sebagaimana disebutkan dalam nwayat lain, Hadis ini menunjukkan juga
bolehnya seseorang membonceng di atas hewan tunggangan jika keadaan
memungkinkan.

   (Faqaala yaa ghulaam) usianya ketika itu sembilan tahun

    (Innii wallimuka kalimaatin) yakni, yang dengan kalimat-kalimat itu,


Allah akan memberikan manfaat kepadamu. Sekalipun kalimat-kalimat
tersebut ringkas, namun maknanya luas.

      (Ihfazhillaah) yakni, dengan jalan memelihara kewajibankewajiban


yang diperintahkan-Nya, batasan-batasan-Nya, membiasakan sikap takwa,
serta menjauhi larangan-larangan dan apa-apa yang tidak diridai-Nya.

 
      (Yahfazh-ka) yakni, maka Dia pasti akan menjagamu pula dalam
urusan dirimu, keluargamu, duniamu dan agamamu, terutama di saat
menjelang ajal.

     (Ihfazhillaaha tajid-hu tujaahaka) yakni, engkau akan mendapati-Nya


bersamamu dengan pemeliharaan, perlindungan dan pertolongan di mana
saja engkau berada, sehingga engkau akan merass tenang bersama-Nya
dan merasa cukup dari membutuhkan bantuan makhluk-Nya.

       (Idzan sa-alta fas-alillaah) yakni, jika Anda hendak meminta sesuatu,
maka mintalah kepada Allah supaya Dia memberikannya kepada Anda,
dan jangan meminta kepada selain-Nya, Karena Dialah Yang Maha
Berkuasa, dan tidak ada yang memberi karunia selain dari Dia. Dia-lah
yang pantas untuk dituju. Apalagi Dia telah membagi rezeki dan
menetapkannya bagi setiap orang Apa yang dikehendaki-Nya bagi
seseorang tidak akan maju dan tidak akan mundur, tidak berlebih dan tidak
berkurang, menurut ilmu-Nya yang gadim dan azali.

Dalam hadis disebutkan, yang artinya: Barangsiapa yang tidak meminta


kepada Allah, Allah murka kepadanya.”

Dan dalam hadis lainnya, disebutkan: Sesungguhnya Allah menyukai


orang yang memaksa-maksa dalam doanya.”

      (Wa idzas-ta’anta fasta’in billaah) yakni, jika engkau hendak meminta
pertolongan untuk urusan dunia dan akhirat, maka minta tolonglah kepada
Allah. Karena Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu, dan selain Dia tidak
mampu sekalipun hanya untuk kemaslahatan dirinya atau menolak
bencana dari dirinya.

 
Alangkah indahnya jawaban yang diberikan oleh Nabi Ibrahim  atas
pertanyaan Jibril , “Apakah Anda punya hajat?” Ketika Beliau
dilemparkan ke dalam lautan api. Nabi Ibrahim menjawab: “Kepadamu
tidak!” Jibril berkata pula: “Mintalah kepada Tuhanmu.” Nabi Ibrahim
menjawab: “Aku tidak perlu meminta lagi kepada-Nya, karena Dia
mengetahui keadaanku.” Perkataan Nabi Ibrahim ini mengandung makna
bahwa, yang menyelamatkan dari marabahaya dan yang memberi
permintaan itu hanya Allah, bukan yang lain-Nya.

      (Wa’lam annal ummata) yakni, seluruh makhluk.

     (lawij-tama’at) yakni, seandainya mereka berkumpul semuanya.

      (An yanfa’uuka bisyai-in) yakni, dengan kebaikan dunia. dan Akhirat.

    (Lam yanfa’uuka) yakni, mereka tidak akan mampu memberikan


manfaat kepadamu dengan sesuatu apa pun.

     (Illaa bisyai-in qad katabahullaahu laka) yakni, di dalam mu Nyu ata
atau di Lauh Mahfuz.

    (Wa inij-tama’uu) yakni, seluruh makhluk.

      (Alaa an yadhurruuka bisyai-in) yakni, dengan bencana” dunia dan


akhirat.

 
    (Lam yadhurruuka) yakni, mereka tidak akan mampu mencederaimu
dengan sesuatu apa pun.

    (Illaa bisyai-in qad katabahullaahu ‘alaika) ini dikuatkan oleh firman
Allah , yang artinya: Jika Allah menimpakan kemudarratan kepadamu,
maka tidak ada yang (mampu) menghilangkannya melainkan hanya Dia.
Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi-Mu, maka tak ada yang dapat
menolak karunia-Nya. (QS. 10: 107) Dalam ayat ini terkandung anjuran
supaya bertawakkal kepada Allah dalam segala urusan dan berpaling dari
selain-Nya.

CATATAN

Firman Ailah di atas tidak dinafikan oleh hikayat tentang Nabi Musa  yang
mengatakan: Muka aku takut mereka akan membunuhku. (QS. 26: 14)
Dan: Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera
menyiksa kumi utau akan bertambah melampaui batas. (QS. 20: 45)
Karena manusia diperintahkan supaya melarikan diri dari sebabsebab yang
akan mendatangkan bencana kepada sebab-sebab yang akan
mendatangkan keselamatan, sekalipun akhirnya ia tidak selamat juga,
seperti firman Allah , yang artinya: Bersiup-siagulah kamu! (QS. 4: 71)
Dan firman-Nya, yang artinya: Dan janganlah kumu menjatuhkan dirimu
sendiri ke dalam kebinasaan. (QS. 2: 195) Dan perkataan Umar :
“Sesungguhnya Jari itu adalah lari dari takdir Allah kepada takdir Allah.”

  , (Rufi’atil aglqlaamu) yakni, penulisan di Lauh Mahfuz mengenai apa


yang sudah dan akan terjadi hingga hari kiamat telah selesai.

      (Wa jaffatish) yakni, telah kering.

 
     (Shuhufu) yakni, yang di dalamnya terkandung takdir seluruh makhluk,
seperti Lauh Mahfuz. Maka tidak ada perubahan sesudah itu dan tidak ada
pula penghapusan terhadap tulisan yang ada di dalamnya. Terkadang ada
juga yang dihapus atau diganti menurut apa yang ada di dalam ilmu Allah .
Hal ini dibenarkan oleh firman Allah : Allah menghapuskan upa yang Dia
kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehenduki), dan di sisi-Nyulah
terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfus). (QS: 13: 39)

CATATAN:

Barangsiapa mengetahui hal ini maka akan menjadi mudahlah baginya


untuk bersikap tawakkal kepada Sang Penciptanya dan berpaling dari
selain-Nya. Ibnu Arabi meriwayatkan dengan sanadnya, bahwa Nabi 35
bersabda, yang artinya: Yang pertama-tama diciptakan Allah adalah
Qalam, kemudian Nun yaitu tinza, seperti disebutkan dalam firman Mlah:
“Nun, demi Qalam dan apa yang mereka tulis.” (QS. 68: 1) Kemudian
Allah  berfirman kepada Oalam itu: “Tulislah!” Qalam menjawab: “Apa
yang saya tulis?” Allah berfirman: “Tulislah apa yang Sudah terjadi dan
yang akan terjadi hingga hari kiamat berupa amal, ajal, reseki dan bekas-
bekas yang ditinggalkan.”Muka bergeraklah Qalam menuliskan apa yang
terjadi hingga hari kiamat, kemudian dalam mengakhiri tulisannya.Maka
ia tidak lagi menulis, tidak lagi berbicara dan tidak lagi bergerak hingga
hari kiamat.

Dalam riwayat Muslim disebutkan: Sesungguhnya Allah  telah


menetapkan takdir makhluk lima puluh tahun sebelum Dia menciptakan
langit dan bumi.

    (Wa fi riwanyati ghairi attirmidzi: ihfazhillaaha tajid-hu amaamaka,


ta’rif ilallaahi fir rakhaa-i) yakni, carilah kecintaan Allah dengan tekun
beribadat hingga Anda dikenal di sisi-Nya.

 
    (Ya’rifka fisy syiddati) yakni, dengan melepaskannya dari Anda dan
menjadikan jalan keluar bagi Anda dari sctiap kesempitan dan kesusahan.
Konon, jika seorang hamba mengenal Allah di dalam lapangnya,
kemudian ia berdoa di saat mengalami kesempitan, maka Allah  berfirman:
“Suara ini Aku kenal.” Dan kalau tidak, maka Allah  menjawab: “Suara ini
tidak Aku kenal.”

   (Wa’lam maa akhtha-aka) yakni, yang tidak mengenai Anda.

    (Lam yakun) yakni, yang tidak ditakdirkan atasmu.

   (Liyushiibaka) karena ia tidak ditakdirkan bagi Anda.

    (Wa maa ashaabaka) yakni, yang ditakdirkan atasmu. ,

     (Lam yakun) tidak diakdirkan atas orang lain.

     (liyukhthi-aka) karena manusia tidak ditimpa oleh sesuatu apa pun
kecuali apa yang telah ditakdirkan baginya atau atasnya. Sebab takdir itu
ibarat anak panah yang tepat sasaran, yang diarahkan dari Azal, maka ia
pasti akan mengenai sasaran.

       (Wa’lam annan nashra) yakni, pertolongan dari Allah buat hamba
dalam menghadapi musuh-musuhnya adalah karena,

 
     (Ma’ash shabri) disertai sabar dalam berbuat taat kepada Allah dan
sabar dalam menjauhi maksiat kepada-Nya.

   (Wa annal faraji ma’al karbi) yakni, cepat endapatkan jalan keluar,
sehingga tidak lama menanggung kesusahan.

    (Wa anna ma’al “usri yusran) sebagaimana isebutkan dalam firman
Allah surah Alam Nasyrah.

PENUTUP:

Diceritakan tentang sebagian ulama, bahwa jika ia dimintai sesuatu, lalu


memasukkan tangannya ke sakunya, kemudian dikeluarkannya pa yang
diminta itu. Kawan-kawannya yang menyaksikan hal itu tahu ahwa di
sakunya asalnya tidak ada apa-apa, karena itu mereka lalu enanyainya
tentang hal itu, maka ia menjelaskan bahwa, Nabi Khidir  lah yang
memberikan apa yang ia pinta. Maka sangat aneh kalau ada orang yang
bertawakkal kepada Allah dalam masalah selamatnya ia dari neraka,
melintasi shirat, minum dari telaga Kautsar dan masuk ke dalam surga,
namun tidak bertawakkal dalam beberapa potong roti yang akan
menegakkan punggungnya dan pakaian yang akan menutupi auratnya?!

HADIS KE-20
Dari Abu Mas’ud, Ugbah bin Amr Al Anshari Albadri  katanya:
Rasulullah  bersabda:

Artinya:

 Seungguhnya dari apa yang telah didapat oleh manusia dari kata-kata
kenabian yang pertama adalah: Jika engkau tak punya malu, maka
berbuatlah apa yang kaumau. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
 

PENJELASAN:

 Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita untuk berbuat


taat kepada-Nya, ini merupakan hadis yang agung.

     (Inna mimmaa adrakan naasu min kalaamin nubuwwatil uulaa) yakni,
yang disepakati oleh syariatsyariat. Karena ia datang pada syariat
terdahulu dan diikuti oleh syariat berikutnya. Karena masalah malu itu
selalu diajarkan dalam syariatsyariat para nabi terdahulu, dipuji dan
diperintahkan, dan tidak pernah dihapus dalam satu syariat pun. Dalam
hadis: Manusia tidak mendapatkan dari kata-kata kenabian yang pertama
kecuali hanya ini, yaitu ‘jika Anda tak punya malu, maka berbuatlah
sekehendak hatimu.’

Para ulama berselisih pendapat tentang maknanya, sebagian mengatakan


bahwa maknanya adalah khabar (berita) sekalipun lafaznya dalam bentuk
amr (perintah). Seakan-akan Beliau bersabda: Jika malu tidak
mencesahmu, maka engkau berbuat semaumu. Jika seseorang tidak
dibentengi oleh rasa malu dari apa yang diharamkan Allah, maka sama
saja baginya melakukan dosa kecil atau besar.

Ulama lain mengatakan bahwa maknanya adalah wa’iid (ancaman), seperti


firman Allah

yang artinya: Perbuatlah apa yang kamu kehendaki! (QS. 41: 40)
Maknanya: Perbuatlah apa yang kaumau, nanti Allah pasti akan
membalasmu. Sebagian ulama mengatakan: “Lihatlah apa yang Anda
ingin lakukan, jika tidak menimbulkan rasa malu, maka lakukanlah semau

 
Anda. Karena perbuatan tersebut biasanya berjalan di atas kebenaran. Dan
kalau perbuatan itu menimbulkan rasa malu, maka tinggalkanlah.

Dan hadis ini juga mengandung makna peringatan dan ancaman dari
kurangnya rasa malu. Dan bahwa malu itu merupakan perilaku yang paling
mulia dan hal yang paling sempurna. Karena itulah, Nabi  bersabda, yang
artinya: Malu itu baik semuanya. Malu itu tidak mendatangkan kecuali
kebaikan. Dan telah disebutkan bahwa, malu itu cabang dari iman. Dan
Rasulullah  itu lebih pemalu daripada anak perawan di pingitannya. Dalam
salah satu hadis disebutkan, bahwa jika Allah menghendaki kehancuran
pada diri seseorang hamba, maka Dia cabut rasa malu dari dirinya.

Seyogianya harus diperhatikan antara rasa malu yang sesuai syara” dan
rasa malu yang tercela. Karena ada rasa malu yang tercela menurut syariat,
seperti malu untuk beramar makruf dan nahi munkar, padahal telah
dipenuhi syarat-syaratnya. Ini sebenarnya bukan malu namun penakut.
Dan ada pula malu untuk bertanya mengenai urusan agamanya yang
penting diketahuinya. Karenanya Aisyah radiyallaahu anha berkata:
“Sebaik-baik wanita itu adalah wanita Anshar, karena mereka tidak
dicegah oleh rasa malu untuk menanyakan tentang urusan agamanya.”

Dalam kitab hadis Bukhari dan Muslim disebutkan: dari Ummu Salmah
radiyallaahu anha, “Ummu Salim datang menemui Rasulullah  lalu
berkata: “Allah itu tidak malu dari yang benar, apakah seorang wanita
wajib mandi jika ia mimpi basah? Rasulullah menjawab: “Ya, kalau ia
melihat air.” Ummu Salim ini tidak malu untuk menanyakan tentang
urusan agamanya.

Rasulullah  pernah melihat seseorang sedang memarahi saudaranya karena


masalah malu. Lalu Beliau berkata: “Biarkan dia, karena malu itu bagian
dari iman.” Yakni dari sebab-scbab asal iman dan akhlaknya, karena ia
mencegah dari perbuatan yang keji dan mendorongnya kepada perbuatan
kebajikan dan kebaikan, sebagaimana iman mencegah orang yang
memilikinya dari melakukan perbuatan keji tersebut.

Malu yang paling utama itu adalah malu kepada Allah, yaitu jangan
sampai Dia melihatmu sedang melakukan apa yang dilarangNya dan
jangan sampai Dia tidak menemukanmu melakukan apa yang
diperintahkan-Nya. Kesempurnaan malu itu tumbuh dari makrifat kepada
Allah  dan muragabah-Nya.Rasulullah  pernah bersabda kepada para
sahabat Beliau: “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenarbenarnya.
“Mereka menjawab: “Ya Nabiyallah, kami semua telah malu,
alhamdulillah.” Beliau bersabda: “Bukan begitu, tetapi malu kepada Allah
yang sebenarnya itu adalah hendaknya engkau menjaga kepala dan
muatannya, memelihara perut dan isinya, serta hendaklah engkau
mengingat mati dan bangkai-bangkai. Siapa yang melakukan itu maka ia
telah malu kepada Allah dengan sebnar-benarnya.”

Ketahuilah bahwa, orang ahli malu itu berbeda-beda tingkatannya menurut


perbedaan keadaan mereka. Allah  telah mengumpulkan pada pribadi Nabi
Muhammad  sifat malu naluriah yang lebih besar daripada malunya
seorang gadis perawan di dalam pingitannya, dan dalam sifat malu yang
diusahakan menyampaikan kepada puncak tujuan.

     (Idzaa lam tastahii fashna’ maa syi’ta) mencakup hukum yang lima,
Karena itulah hadis ini dikatakan sebagai poros agama Islam.

MASALAH:

Diharamkan membuka aurat di hadapan orang banyak, adapun kalau


bukan di hadapan orang banyak maka telah berkata Imam Nawawi
rahimahullah di dalam kitab Syarah Muslim: “Boleh membuka aurat di
kamar kecil, atau ketika mandi, buang air kecil dan ketika mencampuri
isteri. Adapun ketika masuk ke pemandian umum, maka dituntut juga
untuk malu. Ulama berkata, “Dibolehkan bagi laki-laki masuk ke
pemandian umum, dan mereka wajib memicingkan matanya dari apa-apa
yang tidak halal bagi mereka, dan menjaga jangan sampai aurat mereka
terbuka di hadapan orang yang tidak halal memandang kepadanya.” Telah
diriwayatkan bahwa, apabila seorang laki-laki masuk ke pemandian umum
dalam keadaan tanpa busana maka ia dilaknat oleh malaikat.

PENUTUP:

Kita tutup majelis kita kali ini dengan sedikit masalah yang berkaitan
dengan adab (etika). Allah  berfirman,

yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka. (OS. 66: 6) Imam Ali  berkata: “Maksud ayat
ini adalah mendidik dan mengajari mereka budi pekerti.”

Rasulullah  bersabda, yang artinya: Muliakanlah anak-anak kalian dan


perbaikilah adab mereka. (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

Dan sabda Nabi  yang artinya: Seseorang yang mendidik budi pekerti pada
anaknya adalah lebih baik dari bersedekah dengan satu sha makanan.
Beliau menjadikan pendidikan budi pekerti bagi anak itu lebih baik
daripada bersedekah. Demikian dikatakan oleh Abu Hamzah di dalam
kitab Syarah Bukhari.

Dan Abu Ali Arrudzanari berkata: “Seorang hamba itu akan sampai
kepada Tuhannya dengan adabnya, dan akan sampai ke surga dengan
amalnya.”

Dan Sirri Assagathi rahimahullaahu berkata: “Pada suatu malam, saya


salat lalu saya selunjurkan kedua kaki saya di mihrab, lalu dalam hati saya
terbetik teguran: “Beginikah engkau duduk di hadapan Maharaja.’ Maka
saya jawab dalam hati: “Tidak, demi kemuliaan-Mu, saya tidak akan
mengulurkan kaki saya lagi selama-lamanya.”

Salah seorang arif berkata: “Saya pernah mengulurkan kaki saya di


Masjidilharam. Lalu seorang budak perempuan berkata kepada saya:
“Jangan duduk di hadapan-Nya kecuali dengan etika, kalau tidak maka Dia
akan menghapusmu dari daftar orang-orang yang didekatkan kepadaNya.”

Sebagian sufi mengatakan: “Tidak menggunakan etika bisa menyebabkan


terusir. Barangsiapa buruk adabnya di ruang tamu, maka ia akan diusir ke
pintu. Barangsiapa buruk adabnya di pintu maka ia akan diusir ke kandang
kerbau.”

Abu Yazid Albusthami  berkata: “Saya pernah mendengar tentang seorang


abid yang sifatnya begini-begini, maka saya tertarik untuk berziarah
kepadanya. Ketika saya tiba di tempatnya, saya lihat orang itu meludah ke
arah kiblat. Maka saya pun mengurungkan niat berziarah kepadanya.
Sebab orang yang tidak bisa dipercaya dalam menerapkan adab syariat,
bagaimana mungkin akan dipercaya dalam memegang rahasia Ilahi.
Rasulullah $# bersabda, yang artinya: “Barangsiapa meludah kearah
kiblat, maka dia akan datang di hari kiamat sedangkan ludahnya itu ada di
kedua matanya.” Diriwayatkan oleh Abu Daud.”

Dari Abu Umamah , katanya: Nabi  bersabda, yang artinya: Jika seseorang
hamba mengerjakan salat maka terbukalah pintu surga untuknya, dan
tersingkaplah hijab antara dia dan Tuhannya, dan ia pun disambut oleh
para bidadari, sepanjang dia tidak membuang ingus atau dahak.
Diriwayatkan oleh Attabrani.

 
Dan Rasulullah  bersabda, yang artinya: Hormatilah majelis-majelis itu
dan menghadaplah ke arah kiblat. Dan sabda Beliau jusa: Sesungguhnya
segala sesuatu itu ada penghulunya, dan penghulu majelis itu adalah arah
kiblat. Dan sabdanya: Sesungsuhnya segala sesuatu itu ada
kehormatannya, dan perhiasan majelis itu adalah arah kiblat.

Salah seorang ulama berkata: “Allah tidak membukakan pintu bagi


seorang wali, kecuali ketika ia sedang menghadap kiblat.

HIKAYAT:

Ada seorang ustaz mengajarkan Alguran kepada dua orang anak secara
bersamaan. Salah seorang dari kedua anak itu membaca Alguran sambil
menghadap ke arah kiblat, sedangkan kawannya tidak. Maka ia berhasil
menghafalkan Alguran satu tahun lebih cepat dari kawannya itu.

HADIS KE-21
Dari Abu Amrin, dan kata yang lain, Abu Amrah Sufyan bin Abdullah cl,
ia berkata:

Artinya:

Saya berkata kepada Rasulullah : “Ya Rasulullah, katakanlah kepada saya


tentang Islam, suatu perkataan yang saya tidak dapat menanyakannya
kepada orang lain kecuali kepada Baginda.” Beliau menjawab:
“Katakanlah olehmu, Aku beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.”

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN,
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepadaku dan
kepada kalian untuk dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini
merupakan hadis yang agung.

            (Qultu yaa rasulallaah, qul lii fil islaam) yakni, di dalam syariat-
syariatnya.

            (Qaulan) yakni, perkataan yang mencakup seluruh makna agama


dengan jelas sehingga tidak lagi membutuhkan penafsiran dari selain
Baginda. Yang akan saya amalkan dan saya cukup dengannya,
sekiranya….

            (Laa as-alu) saya tidak perlu lagi bertanya tentangnya…..

            (Anhu ahadan qhairaka, qaala qul aamantu billaahi) yakni,


perbaruilah imanmu dengan hati dan lisanmu, untuk menghadirkan seluruh
makna Islam dan iman sesuai dengan syariat.

            (Tsummas-taqim) kemudian istiqamah-lah (ajeg) dalam berbuat


taat dan mengakhiri dari seluruh pelanggaran. Karena tidak mungkin bisa
istigamah kalau ada penyimpangan. Puncak istiqamah itu adalah jika
seseorang hamba sudah tidak lagi berpaling kepada selain Allah

Abulqasim Al Qusyairi rahimahullah berkata: “Orang yang tidak bisa


istigamah dalam keadaannya maka usahanya lenyap dan kerja kerasnya
Sia-sia belaka.” Karena itulah dikatakan, bahwa istigamah itu tidak akan
mampu dilakukan kecuali oleh orang-orang besar, sebab ia tidak bisa
diperoleh kecuali dengan keluar dari apa yang sudah terbiasa dikerjakan
dan berpisah dari adat kebiasaan, serta tegak di hadapan Allah dengan
sebenar-benar sidik.
 

Imam Ahmad mengeluarkan hadis yang artinya: Tidak akan lurus Iman
seseorang hamba sampai hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seseorang
hamba sampai lisannya lurus. Ketahuilah bahwa, lisan itu pada sebagian
tempat lebih berbahaya daripada pedang yang tajam dan anak panah yang
runcing.

Istigamah adalah lebih baik daripada seribu karomah, dan Allah tidaklah
memuliakan sescorang dengan suatu kemuliaan yang lebih baik daripada
istigamah. Kaena itulah hanya sedikit sekali dinukil adanya keramat dari
para sahabat Nabi  , sebaliknya pada tokoh-tokoh sufi sesudah mereka
lebih banyak adanya. Karena para sahabat. , dengan berkat Nabi  dan
persahabatan mereka dengan Beliau serta karena seringnya menyaksikan
naik turunnya malaikat di hadapan Beliau, maka kalbu-kalbu mereka
menjadi bercahaya, jiwa-jiwa mereka menjadi bersih, sehingga mereka
mampu menyaksikan akhirat. Dan dengan apa yang sudah diberikan
kepada mereka itu, mereka tidak memerlukan lagi untuk menyaksikan
karomah. Mereka hanya menyibukkan diri dengan ibadat dan istiqamah
serta zuhud terhadap dunia yang hina.

Dalam menafsirkan firman Allah ,

yang artinya: Dan sesungguhnya orang-orang yang mengatakan “Tuhan


kami ialah Allah,” kemudian mereka istigamah. (QS. 41: 30) Ada ulama
mengatakan, bahwa maksudnya adalah bahwa mereka mengucapkan
perkataan itu dengan lisan mereka dan kemudian istigamah, yaitu
membenarkan dengan hati mereka. Ada pula yang menafsirkannya begini:
Mereka membenarkan dengan lisan mereka, kemudian mereka istigamah,
maksudnya tetap teguh dalam pembenaran itu, sehingga akhirnya mereka
meninggal dunia dalam keadaan Islam. Dan ada pula yang mengatakan,
bahwa maksudnya adalah: mereka mengatakannya dengan iman,
kemudian mereka istigamah, yakni meneguhkannya dengan taat dan
perbuatan baik. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwasanya orang yang taat
kepada Allah niscaya akan ditaati pula oleh segala sesuatu, dan orang yang
takut kepada Allah niscaya akan ditakuti pula oleh segala sesuatu.

HIKAYAT:

Auf bin Abi Syaddad Al “Abdi berkata: Ketika Hajjaj bin Yusuf
mendengar tentang Said bin Jubair, maka diutusnya seorang panglima
bernama Mutalammis bin Akhwas beserta dua puluh prajurit yang berasal
dari negeri Syiria, yang termasuk pengawal pribadinya. Ketika mereka
dalam perjalanan mencari Said, mereka sampai di sebuah biara, dan
berjumpa dengan seorang rahib. Kemudian mereka bertanya kepada rahib
itu tentang Said. Rahib itu berkata: “Coba gambarkan kepada saya ciri-ciri
orang yang kalian cari itu.” Mereka lalu menyebutkan ciri-cirinya. Rahib
itu lalu menunjukkan tempat orang yang mereka cari itu. Maka mereka
pun pergi ke sana dan mendapati Said sedang sujud sambil bermunajat
dengan suaranya yang keras. Mereka mendekatinya dan memberi salam
kepadanya. Said mengangkat kepalanya dan menyelesaikan salatnya lalu
membalas salam mereka. Mereka berkata: “Kami diutus oleh Hajjaj untuk
membawamu, maka ikutlah bersama kami.” Said menjawab: “Apakah
memang harus?” Mereka menjawab: “Ya, harus.” Kemudian Said
memanjatnya pujian kepada Allah dan menyanjung-Nya serta
mengucapkan salawat kepada Nabi . Lalu ia berdiri dan berjalan bersama
mereka hingga akhirnya tiba di biara rahib tadi.

Rahib itu lalu bertanya: Wahai para penunggang kuda, apakah kalian
sudah menemukan orang yang kalian cari?” Mereka menjawab: “Ya,
sudah.” Rahib itu berkata pula: “Naiklah ke biara ini, karena hari sudah
menjelang malam. Biasanya setiap malam ada singa jantan dan betina
berkeliaran di sekitar biara ini.” Maka mereka semua bergegas masuk ke
dalam biara itu, hanya Said yang tidak mau masuk. Mereka berkata
kepadanya: “Kami kira Anda mau melarikan diri dari kami?!” Said
menjawab: “Tidak, tetapi saya tidak mau masuk ke dalam rumah orang
musyrik selamanya.” Mereka berkata pula: “Kami tidak akan
membiarkanmu, karena binatang buas itu tentu akan memangsamu.” Said
menjawab: “Tuhanku bersama aku, Dia akan mengusir binatang buas itu
dariku, dan akan mengadakan penjaga di sekitarku yang akan menjagaku
dari segala marabahaya, Insya Allah.”
 

“Apakah engkau nabi?” Tanya mereka.

“Bukan, saya bukan nabi. Tetapi saya seorang hamba yang banyak salah
dan dosa.”

“Bersumpahlah bahwa engkau tidak akan melarikan diri,” kata mereka.


Said pun lalu bersumpah.

“Cepat masuk ke dalam dan bunyikan lonceng untuk mengusir binatang


buas itu dari hamba yang salih itu, karena dia tidak mau masuk ke dalam
biara ini.” Kata rahib itu memperingatkan.

Sekonyong-konyong muncullah seekor singa betina dari balik


semaksemak lalu mendekati ke tempat Said berada. Singa itu mengendus-
endus badan Said sambil mengusap-usapkan kepalanya lalu merebahkan
diri di sampingnya. Tak lama kemudian muncul pula seekor singa jantan
lalu ja berbuat seperti singa betina tadi, setelah itu ia pun merebahkan diri
di samping Said.

Ketika rahib itu menyaksikan hal tersebut, ia menjadi kagum. Maka


keesokan harinya, ia segera menemui Said dan menanyakan kepadanya
tentang syariat agamanya dan sunnah-sunnah Rasulnya . Said lalu
menjelaskan kepadanya dengan memuaskan, sehingga rahib itu akhirnya
menyatakan diri masuk Islam dan menjadi baik Islamnya. Sedangkan
orang-orang tadi, mereka meminta maaf kepada Said sambil menciumi
tangan dan kakinya seraya berkata: “Maafkan kami, karena kami terpaksa
membawa Tuan. Karena kami sudah bersumpah kepada Hajjaj dengan
kata talak, tidak akan membiarkan Tuan kalau kami berjumpa Tuan,
sampai kami membawa Tuan kepadanya. Sekarang Tuan boleh menyuruh
kami sekehendak Tuan.”

Said menjawab: “Teruskan tugas kalian itu, karena saya berserah diri
kepada Penciptaku, dan tidak ada yang bisa menolak ketentuan-Nya. “

Maka berangkatlah mereka hingga akhirnya tiba di Wasith. Sesampainya


di sana, Said berkata kepada mereka: “Wahai saudarasaudara, saya telah
bersama-sama kalian dalam perjalanan ini, dan saya tidak ragu lagi bahwa
ajal saya sudah dekat, masa hidup saya di dunia in! telah berakhir. Maka
biarkanlah saya malam ini untuk menyiapkan diri menghadapi maut dan
bersiap-siap untuk menghadapi Munkar dan Nakir, serta mengingat azab
kubur. Besok, kita akan bertemu lagi di tempat anu.”

Mereka memandang ke arah Said, tampak matanya menitikkan air mata,


wajahnya tampak berubah. Ia tidak pernah makan, minum dan tertawa dari
sejak mereka temukan. Maka dengan serentak mereka berkata: “Wahai
sebaik-baik penghuni dunia, alangkah baiknya kalau kami tidak
mengenalmu dan tidak diutus menemuimu. Celakalah kami, mengapa
kami harus membawamu. Maafkanlah kami di hadapan Pencipta kami
kelak di hari kebangkitan. Karena Dialah Hakim Yang paling Besar dan
Paling Adil yang tidak akan berbuat aniaya.” Kemudian mereka menangis.

Setelah tangis mereka reda, mereka berkata: “Kami minta kepada Tuan,
demi Allah, Ya Said, agar Tuan bekali kami doamu dan nasihatmu. Karena
tidak mungkin berjumpa lagi dengan orang seperti selamanya.” Maka Said
pun lalu mendoakan mereka. Kemudian mereka biarkan Said pergi.
Kemudian Said membasuh kepalanya, jubah dan selimutnya.

Keesokan paginya, begitu fajar menyingsing, Said mengetuk pintu tempat


mereka menginap. Mereka bertanya: “Siapa?” Said menjawab: “Kawan
kalian.” Mereka lalu turun membukakan pintu. Kemudian mereka
bertangis-tangisan.

Kemudian mereka bawa Said menghadap Hajjaj. Mutalammis masuk


menemui Hajjaj dan memberitahukan kepadanya bahwa mereka berhasil
membawa Said bin Jubair. Ketika Said sudah berhadapan dengannya,
Hajjaj bertanya: “Siapa namamu?”

“Said bin Jubair,” jawabnya.

Hajjaj berkata: “Engkau Syagi bin Kasir!”

“Ibuku lebih tahu tentang namaku daripada engkau.” Jawab Said.

“Celakalah engkau dan celakalah ibumu!” Kata Hajjaj.

“Urusan gaib itu diketahui oleh selainmu.” Jawab Said.

Hajjaj berkata: “Akan kuganti duniamu dengan neraka Lazo.” Said


menjawab: “Kalau aku tahu itu dalam tanganmu, maka aku akan
menjadikan engkau sebagai tuhan.”

Hajjaj bertanya: “Apa katamu tentang Muhammad?”

 
“Beliau adalah nabi pembawa rahmat.” Jawab Said.

“Apa katamu tentang Ali, apakah dia di surga atau di neraka?” Tanya
Hajjaj pula.

Said menjawab: “Kalau aku sudah masuk ke dalam keduanya, Maka aku
baru akan tahu siapa saja penghuni keduanya itu.”

“Apa katamu tentang para khalifah?” Tanya Hajjaj pula.

“Aku tidak mempunyai kekuasaan atas mereka,” jawab Said.

“Siapa di antara mereka yang lebih mengagumkan?” Tanya Hajjaj.

Said menjawab: “Yang paling diridai oleh Sang Khalig.”

“Siapa yang paling diridai oleh Sang Khalig?” Tanya Hajjaj.

“Hal itu hanya diketahui oleh Tuhan Yang Mengetahui rahasia lahir dan
batin mereka.” Jawab Said.

Hajjaj bertanya kembali: “Mengapa kau tidak pernah tertawa?”

 
“Apakah akan tertawa makhluk yang diciptakan dari tanah dan akan
menjadi mangsa api?” jawab Said balik bertanya.

“Dan mengapa kami tertawa?” Tanya Hajjaj.

“Hati manusia tidak sama,” jawab Said.

Kemudian Hajjaj menyuruh keluarkan emas permata lalu diletakkannya di


hadapan Said. Lalu Said berkata kepadanya: “Jika engkau kumpulkan ini
untuk menebus dirimu dari ketakutan hari kiamat, maka itu adalah baik.
Kalau tidak, maka hanya dengan satu ketakutan yang dapat membuat
seorang wanita yang sedang menyusui bayinya menjadi lupa kepada
bayinya itu. Tidak ada kebaikan pada sesuatu yang dikumpulkan dari
dunia kecuali yang baik dan bersih.”

Kemudian Hajjaj menyuruh keluarkan alat-alat musik, Said menangis.


Hajjaj lalu berkata: “Celakalah engkau hai Said, dengan cara apa engkau
ingin mati?”

“Pilihlah sendiri buat dirimu hai Hajjaj, demi Allah, tidaklah engkau
membunuhku dengan suatu cara, melainkan kelak di hari kiamat engkau
pun akan dihukum dengan cara itu.”

“Apakah kau mau aku maafkan?” Tanya Hajjaj.

“Kalau maaf itu datangnya dari Allah, kalau darimu aku tidak suka!”
jawab Said tegas.
 

Hajjaj lalu memerintahkan kepada para algojonya: “Bawalah dia dan


bunuhlah!”

Ketika Said sudah keluar dari pintu, dia tertawa. Maka hal itu
diberitahukan orang kepada Hajjaj. Hajjaj menyuruh membawanya masuk
kembali, lalu dia bertanya: “Apa sebab kau tertawa?”

Said menjawab: “Karena kelancanganmu kepada Allah dan kesantunan


Allah kepadamu.”

Maka Hajjaj menyuruh bentangkan hamparan pancung di hadapannya, lalu


ia berkata: Bunuhlah ia!”

Said berkata: “Aku hadapkan wajahku kepada Pencipta langit dan bumi
dalam keadaan lurus dan menyerahkan diri kepada-Nya.”

“Palingkan dia dari arah kiblat,” kata Hajjaj.

Said berkata: “Ke mana pun kamu menghadap maka di sanalah wajah
Allah.”

“Telungkupkan dia!” kata Hajjaj.

 
Said menjawab: “Darinya Kami ciptakan kamu, dan ke dalamnya Kami
kembalikan kamu, serta dari dalamnya Kami keluarkan kamu.”

“Sembelihlah dia!” Teriak Hajjaj.

Said berkata: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan Muhammad adalah hamba dan

utusan-Nya.” Kemudian ia berdoa: “Ya Allah, janganlah Engkau berikan


kekuasaan kepadanya untuk membunuh seorang pun sepeninggalku.”

Maka Said pun dipancung di hamparan tersebut. Semoga Allah


meridainya.

Ketika kepalanya sudah terputus dari badannya, ia mengucapkan kalimat:


Laa Ilaaha Illallaah, tidak ada Tuhan selain Allah.

Hajjaj hanya bisa bertahan hidup sesudah pembunuhan itu selama lima
belas hari saja. Kejadian itu terjadi pada tahun 95 Hijriah. Dan umur Said
ketika itu adalah empat puluh sembilantahun..

Ya Allah, cukupilah apa yang kami inginkan dan janganlah Engkau


serahkan kami kepada orang-orang yang tidak menyayangi kami.

Amin, amin, wal hamdu lillaahi rabbil “aalamiin.


 

Majelis Keduapuluh Dua

HADIS KE22
Dari Abu Abdullah Jabir bin Abdullah Al Anshari katanya:

Artinya:

Ada seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah , katanya: “Ya


Rasulullah, bagaimana pendapat Baginda, jika saya melaksanakan salat
fardu, berpuasa di bulan Ramadan, serta menghalalkan yang halal dan
mengharamkan yang haram, dan saya tidak menambah selain itu sedikit
pun, apakah saya masuk surga?” Rasulullah menjawab: “Ya.”

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN:

Maksud “mengharamkan yang haram” dalam hadis ini adalah


“menjauhinya”, dan maksud “menghalalkan yang halal” adalah
“mengerjakannya dengan keyakinan akan halalnya.”

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk dapat berbuat taat kepada-Nya, bahwa orang yang
bertanya dalam hadis ini ialah Nukman bin Qauqal.

    (Araita) dari kata ra-aa, maksudnya: apa pendapat Baginda….

 
    (Idzaa shallaitul maktuubaati wa shumtu ramadhaana wa ahlaltul halaala
wa harramtul haraama) yakni, menjauhinya.

      (Walam azid @alaa dzaalika syai-an) dari amalanamalan yang sunnah.

      (Adkhulul jannata) yakni, tanpa dihukum. Telah dinyatakan secara sah
bahwa ada sebagian dosa besar yang dapat menunda seseorang masuk
surga, yaitu: dosa memutuskan tali silaturrahmi, dosa sombong dan dosa
hutang, hingga selesai diadili. Dan telah dinyatakan secara sah pula bahwa,
kaum muslimin, apabila mereka telah berhasil melintasi sirat (titian di atas
neraka), mereka tertahan di gantarah, hingga selesai pengkisasan terhadap
perbuatan-perbuatan aniaya di antara mereka di dunia dahulu.

    (Qaala na’am) yakni, engkau masuk ke dalamnya. Dalam hadis ini tidak
disebut-sebut zakat dan haji, boleh jadi karena ketika itu keduanya belum
diwajibkan, atau karena Beliau tidak diajak bicara mengenai keduanya.

Dalam hadis ini ada isyarat bolehnya meninggalkan amalan-amalan


sunnah sama sekali, sekalipun dengan meninggalkannya itu berarti
kehilangan keuntungan yang besar dan pahala yang banyak. Kecuali kalau
meninggalkannya itu dilandasi oleh sebab meremehkannya atau tidak suka
kepadanya, maka ini dihukumi kufur.

BEBERAPA HIKMAT SALAT LIMA WAKTU, ,

Adapun hikmat salat fardu itu berjumlah lima adalah, bahwa salat lima
waktu itu diwajibkan atas seorang hamba guna mensyukuri nikmat badan,
dan nikmat badan itu adalah indera yang lima (pancaindera), yaitu: indera
perasa, indera penciuman, indera pendengaran, indera penglihatan, dan
indera peraba. Dan dari setiap indera yang lima macam ini, bisa diketahui
beberapa perkara sesuai dengan fungsi indera tersebut.
 

Indera peraba misalnya, nikmat indera peraba ini ada dua, apabila Anda
meletakkan tangan pada suatu benda, maka Anda akan tahu apakah benda
tersebut kasar atau halus. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah dua
rakaat salat Subuh.

Indera pencium, dengan indera ini Anda bisa mencium bau-bauan dari
empat arah. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat
Zuhur.

Indera pendengar, dengan indera ini Anda bisa mendengar dari empat
penjuru. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat
Asar.

Indera penglihat, jika Anda berdiri di suatu tempat misalnya, maka Anda
bisa melihat kearah depan, kanan dan kiri Anda, dan tidak bisa melihat ke
belakang. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah tiga rakaat salat
Magrib.

Indera perasa, dengan indera ini Anda bisa merasakan panas, dingin, manis
dan kecut. Maka sebagai ungkapan syukurnya adalah empat rakaat salat
Isyak.

Ibnu Athaillah di dalam kitabnya yang berjudul Lathaaiful Minan


mengatakan: “Jika seorang mukmin mengerjakan salat dan salatnya itu
diterima oleh Allah, maka Allah menciptakan dari salat itu sebuah bentuk
Tupa di alam arwah yang melakukan rukuk dan sujud hingga hari kiamat

Dan pahalanya diberikan kepada orang yang salat tersebut..


 

Lihatlah wahai saudaraku kepada pahala yang besar ini, karenanya


laksanakanlah salat lima waktu pada waktunya, Insya Allah Anda akan
mendapatkan pahala tersebut.

Kemudian dari bunyi hadis di atas wa shumtu ramadhaana kita


memperoleh penjelasan bahwa tidak makruh menyebutkan Ramadan saja
tanpa menyebutkan syahr (bulan) lebih dulu. Adapun hadis yang
menyebutkan makruhnya, itu adalah hadis dhaif. Ramadan adalah bulan
yang paling utama, sebagaimana disebutkan dalam hadis: Ramadan adalah
penghulu bulan-bulan. Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa
mengerjakan puasa di bulan Ramadan karena iman dan mengharap pahala,
maka akan dihapuskan dosa-dosanya yang telah lalu. Dan dalam riwayat
lain: dan yang kemudian. Dalam bulan Ramadan ini juga, Allah 
menurunkan Alguran. Hadis-hadis yang menyebutkan tentang keutamaan
bulan ini sangat banyak sekali, sebagaimana yang dikemukakan di dalam
kitab saya Tuhfatul Ikhwan

PENUTUP:

Pengarang kitab Dzakhiiratul “Aabidiin mengatakan: “Saya melihat ada


sekelompok orang yang mengingkari hadis-hadis yang diriwayatkan
mengenai keutamaan salat lima waktu ini dari segi banyak dan besarnya
pahala yang disediakan bagi orang yang salat itu. Mereka mengatakan
bahwa, itu adalah terlalu banyak untuk amal yang sedikit.

Mengapa mereka tidak percaya pada pahala yang besar itu, apakah
kekuasaan Allah kurang mampu untuk melakukan itu, atau rahmat-Nya
yang sangat luas itu sudah sempit. Jika kekuasaan Allah itu meliputi
seluruh yang ditakdirkan, dan rahmat-Nya lebih luas dari tinta lautan,
maka boleh saja Dia menjanjikan derajat dan pahala yang banyak untuk
amal kebaikan yang sedikit, supaya dapat diketahui akan kekuasaan-Nya,
keagungan-Nya dan kemurahan-Nya. Betapa tidak, sedangkan di dalam
ayat-ayat suci Alguran dan hadis-hadis sahih telah banyak menjelaskan hal
itu. Seperti firman Allah

yang artinya: Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. (QS. 7: 156) Dan
dalam hadis yang mulia disebutkan, artinya: Sesungguhnya Allah 
memberikan kepada hamba yang mukmin untuk satu kebaikan pahalanya
sejuta kebaikan. Kemudian Beliau membacakan firman Allah

yang artinya: Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun


hanya sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar sarrah, niscaya Allah
akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisiiNya pahala yang
besar. (QS. 4: 40) Kalau Allah  sudah mengatakan “pahala yang besar”,
maka siapa yang akan mengetahui kadar pahala besar yang diberikan
Allah tersebut!

HADIS KE-23
Dari Abu Malik Alharits bin Ashim Al Asy’ari  katanya: Rasulullah 
bersabda:

Artinya: Kebersihan itu adalah sebagian dari iman, dan (zikir)


alhamdulillah memenuhi (memberatkan) timbangan, dan (zikir)
subhanallah dan alhamdulillah itu keduanya memenuhi ruangan yang ada
di antara langit dan bumi. Dan salat adalah cahaya, sedekah adalah bukti,
sabar adalah sinar, dan Alguran adalah hujjah (argumentasi) untuk
membelamu atau menentangmu. Setiap orang pergi di waktu pagi, maka
ada yang menjual dirinya dengan bekerja yang berat-berat untuk
menyelamatkannya atau mencelakakannya. Diriwayatkan oleh Imam
Muslim.

PENJELASAN:
Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya
dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini berisikan hal-
hal yang penting dari pokok-pokok agama.

        (Ath Thuhuuru syathrul iimaan) yakni, kebersihan itu separuh iman
yang sempurna, yang terdiri dari pembenaran dengan kalbu, pengakuan
dengan lisan, dan pelaksaan dengan anggota badan.

Ibnu Majah dn Ibnu Hibban meriwayatkan sebuah hadis yang artinya:


Wudu yang sempurna itu adalah separuh iman. Sedangkan Atturmidzi
meriwayatkan hadis yang artinya: Wudu itu separuh iman.

Para imam mengatakan bahwa, thaharah (bersuci) itu terbagi kepada (1)
Wajib, seperti bersuci dari hadats, dan (2) Sunnah, seperti mengulangi
wudu dan mandi sunnah. Kemudian thaharah yang wajib itu terbagi lagi
menjadi: (a) Badani, dan (b) Qalbi. Thaharah galbi itu adalah seperti
membersihkan kalbu dari dengki, ujub, riyak dan sombong. Imam Ghazali
berkata: “Mengetahui tentang batas-batasnya, sebab-sebabnya, cara
pengobatan dan penyembuhannya adalah fardu ain hukumnya, yang wajib
dipelajari oleh setiap muslim.” Adapun thaharah badan itu bisa dengan air
dan bisa juga dengan tanah yang suci., atau dengan keduanya, seperti
bersuci dari bekas jilatan anjing, atau bisa juga dengan selain dari
keduanya, seperti dengan hirrif (sesuatu yang pedas) dalam penyamakan
kulit, atau menjadi suci dengan sendirinya, seperti perubahan arak menjadi
cuka. Semuanya ini diuraikan dengan jelas dalam kitab-kitab fikih.

BEBERAPA KEUTAMAAN WUDU:

Dikisahkan bahwa, ketika malaikat mengatakan: “Apakah Engkau akan


menjadikan di muka bumi itu orang-orang yang hanya akan berbuat
kerusakan saja padanya?” Maka Allah menjadi murka, lalu dibinasakan-
Nya sebagian dari mereka dan diampuni-Nya sebagian lainnya, di
antaranya adalah Munkar dan Nakir. Dan Allah  menyuruh mereka supaya
berwudu di mata air di bawah Arsy. Lalu Jibril mengimami mereka salat
dua rakaat. Inilah asal wudu dan salat berjamaah.

Utsman bin Affan  berkata: “Saya mendengar Rasulullah  bersabda, yang


artinya: Tidaklah seseorang hamba menyempurnakan wudunya, melainkan
Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu maupun yang akan
datang. (Diriwayatkan oleh Albazzar dengan sanad hasan).

Dan Nabi  bersabda, yang artinya: Tidaklah seseorang muslim berkumur-


kumur mulutnya kecuali diampuni Allah setiap dosa yang dilakukannya
dengan lisannya pada hari itu.Dan tidaklah ia membasuh kedua tangannya,
kecuali diampunilah setiap dosa yang dilakukannya dengan kedua
tangannya pada hari itu. Dun tidaklah ia mengusap kepalanya, kecuali ia
menjadi seperti hari ketika ia baru dilahirkan oleh ibunya. (Diriwayatkan
oleh Attabrani)

Dan sabda Nabi , yang artinya: Jika seseorang muslim berwudu, maka
keluarlah dosa-dosanya dari pendengarannya, penglihatannya, kedua
tangannya dan kedua kakinya. Dan apabila ia duduk, maka ia duduk dalam
keadaan sudah diampuni. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Attabrani)

Disunnahkan menjaga wudu, berdasarkan sebuah riwayat dalam khabar,


bahwa Allah  berfirman, yang artinya: Barangsiapa berhadas dan ia tidak
berwudu, maka ia telah berpaling dari-Ku. Barangsiapa berhadas lalu ia
berwudu, namun tidak salat, maka ia telah berpaling dari-Ku. Barangsiapa
berhadas, lalu ia berwudu dan salat, namun tidak berdoa, maka ia telah
berpaling dari-Ku. Dan barangsiapa berhadas, lalu ia berwudu, salat dan
berdoa kepada-Ku, tetapi Aku tidak mengabulkannya, maka Aku telah
berpaling darinya, sedangkan Aku bukan Tuhan yang suka berpaling dari
hamba-Nya.

 
HIKAYAT:

Diceritakan bahwa Umar bin Khattab mengutus seorang utusan ke negeri


Syam (Syria). Orang itu melewati rumah seorang rahib. Lalu ia mengetuk
rumah itu. Setelah beberapa saat menunggu, pintu pun akhirnya dibuka
sang rahib. Ketika utusan itu menanyakan hal itu, si rahib menjawab:
“Allah  mewahyukan kepada Nabi Musa , jika engkau takut kepada
seorang penguasa, maka berwudulah dan suruh pula keluargamu berwudu.
Karena barangsiapa berwudu maka dia akan selamat dari apa yang dia
takuti itu. Saya sengaja tidak segera membukakan pintu buatmu, sampai
kami semua berwudu lebih dahulu.”

Di dalam kitab Thabagat Ibni Subki disebutkan:

“Allah  berfirman kepada Nabi Musa : “Wahai Musa, berwudulah, karena


jika engkau ditimpa oleh sesuatu sedang engkau tidak ada wudu, maka
jangan engkau salahkan kecuali dirimu sendiri. ”

Dan Nabi  bersabda kepada sahabat Anas : “Hai Anas, kalau kau mampu
untuk berada dalam keadaan berwudu selamanya, maka lakukanlah.
Karena jika malaikat maut mencabut nyawa seorang hamba, sedangkan ia
dalam keadaan berwudu, maka dicatatkan baginya mati syahid.”

HIKAYAT:

Dikisahkan bahwa, pada zaman Nabi Isa  dahulu ada seorang wanita
salihah, dia meletakkan panci berisi adonan di atas tungku, lalu ia berdiri
salat. Kemudian Iblis datang dengan menyamar sebagai seorang wanita,
seraya berkata kepadanya: “Adonan itu hangus!” Wanita salihah itu tidak
memperdulikannya. Lalu Iblis mengambil anaknya yang masih kecil dan
meletakkannya di dalam tungku. Wanita salihah itu tetap tidak menoleh
kepadanya. Tak lama kemudian suaminya masuk dan melihat bayinya
berada dalam tungku, sedang bermain-main dengan bara api yang
semuanya telah berubah menjadi permata berlian. Lalu Suaminya
menceritakan kejadian itu kepada Nabi Isa HJ. Nabi Isa berkata:
“Panggillah istrimu ke mari!” Ketika wanita salihah itu sudah menghadap,
Nabi Isa bertanya kepadanya: “Apa amalmu selama ini?” Wanita itu
menjawab: “Ya Ruh Allah, setiap kali saya berhadas, saya lalu berwudu.
Setiap kali ada orang yang berhajat kepada saya, saya beri. Dan saya
menanggung gangguan dari orang-orang hidup sebagaimana mayat
menanggungnya.”

Pada suatu hari Jibril  datang menemui Rasulullah  di atas sebuah dipan
yang terbuat dari emas, kaki-kakinya terbuat dari perak yang bertatahkan
mira delima, mutiara dan zabarjad, dengan dihampari sutera halus dan
tebal. Lalu ia berhenti di saluran air yang luas dan berpasir di kota Mekah.
Kemudian Jibril memberi salam kepada Nabi  dan mendudukkan Beliau
bersamanya di atas dipan tersebut. Jibril mempunyai empat sayap, yang
satu terbuat dari mutiara, yang kedua terbuat dari mira delima, yang ketiga
terbuat dari zamrud dan yang keempat terbuat dari cahaya Tuhan semesta
alam. Jarak antara masing-masing sayap itu adalah lima ratus tahun
perjalanan. Dan di atas kepalanya ada dua jambul, yang satu berwarna
seperti matahari dan yang satunya lagi seperti bulan, bertatahkan permata
dan berbau misik dan kafur. Bersama Jibril ikut pula tujuh puluh ribu
malaikat.

Kemudian Jibril menepukkan sayapnya ke tanah, lalu muncul mata air.


Lalu ia berwudu, dan membasuh anggota-anggotanya tigatiga kali,
berkumur-kumur tiga kali dan memasukkan air ke hidung lalu
mengeluarkannya kembali tiga kali. Setelah itu ia berkata: “Aku bersaksi
bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, Yang Esa, tidak ada sekutu bagiNya,
dan bahwa engkau adalah Rasulullah, yang diutus oleh Allah dengan benar
sebagai seorang nabi. Ya Muhammad, bangkitlah dan lakukanlah seperti
apa yang aku lakukan tadi.” Maka Beliau pun melakukan seperti yang
dicontohkan oleh Jibril tersebut. Kemudian Jibril berkata: “Ya
Muhammad, Allah telah mengampunimu dari segala dosa baik yang lalu
maupun yang kemudian, dan Allah akan mengampuni orang yang berbuat!
seperti apa yang kaulakukan ini seluruh dosanya, baik yang baru maupun
yang lama, yang dilakukan secara sembunyi atau terang-terangan, yang
sengaja atau tidak sengaja, dan Allah akan mengharamkan daging dan
darah orang itu dari api neraka.”

Mari kita kembali ke pokok hadis:

   (Wal hamdu lillaahi) yakni, lafaz ini sendiri, atau kalimat ini sendiri,
atau ada juga yang mengatakan bahwa maksudnya adalah surah Alfatihah.

    (Tamla-u) yakni, memenuhi (memberatkan).

     (Almiizaana) yakni, bahwa pahala mengucapkan kalimat tersebut


sambil menghadirkan maknanya dan tunduk pada dalil-dalilnya, akan
memenuhi timbangan kebaikan yang luasnya seperti lapisan langit. Sifat
mizaan (timbangan) ini akan dijelaskan lebih lanjut di bagian akhir uraian
ini, Insya Allah.

      (Wa subhaanallaahi wal hamdulilaahi yamla-aaniau tamla-u) syak dari


perawi.

      (Maa bainas samaa-i wal ardhi) itu adalah karena apabila seorang
hamba mengucapkan tahmid sambil menghadirkan makna pujian dan apa
yang terkandung di dalamnya berupa sifat bergantung kepada Allah , maka
akan menjadi penuhlah timbangan amalnya dengan kebaikan. Dan jika
ditambahnya pula dengan mengucapkan tasbih (subhaanallaah) yang
merupakan penyucian Allah dari segala yang tidak layak bagi-Nya maka
akan penuhlah kebaikannya sebagai tambahan atasnya sebanyak antara
langit dan bumi. Disebutkannya kata “langit dan bumi” di sini adalah
sesuai dengan kebiasaan orang-orang Arab untuk menunjukkan sangat
banyak. Maksudnya adalah bahwa pahalanya sangat banyak sekali,
sehingga kalau digambarkan akan memenuhi antara langit dan bumi,
 

Diriwayatkan bahwa tasbih (kalimat subhanallah) pahalanya adalah


separuh neraca amal (mizan), dan kalimat hamdalah (alhamdulillah)
memenuhinya. Dan kalimat Laa Ilaaha Illallaah tidak ada hijab baginya
dengan Allah hingga ia sampai kepada Allah, yakni tidak ada penghalang
yang menghalangi pengabulannya.

     (Wash shalaatu nuurun) yakni, memiliki cahaya, atau bersinar, atau zat
salat itu sendiri adalah cahaya, dan ia menerangi wajah orang yang
mengerjakannya, sebagaimana bisa disaksikan di dunia, Dalam salah satu
hadis disebutkan, bahwa barangsiapa salat di malam hari, wajahnya akan
menjadi bagus di siang hari.

Abud Dada  berkata: “Kerjakanlah salat dua rakaat di kegelapan malam


untuk menghadapi kegelapan kubur, dan untuk menerangi kalbu dengan
cahaya makrifat dan tersingkapnya segala hakikat. Hendaklah dalam salat
itu, hati dikosongkan dari semua yang menyibukkannya, berpaling dari
segala sesuatu yang akan menyelewengkannya, dan menghadap Allah
dengan sepenuh jiwa, sehingga akan memberikan kepadanya penyaksian-
Nya, kedekatan-Nya dan kecintaan-Nya.” Karena itulah Rasulullah 
bersabda, yang artinya: Dan dijadikan kesenanganku itu di dalam salat.”
Dan diriwayatkan juga: Sesungguhnya orang lapar bisa kenyang dan orang
haus bisa hilang hausnya, namun aku tidak pernah kenyang dari cinta salat.

Dan salat itu menyenangkan hati dan melenyapkan kegundahannya.


Karena itulah, dalam salah satu hadis disebutkan, Rasulullah  bersabda
kepada Bilal: “Ya Bilal, kumandangkanlah iqamat untuk salat dan
senangkanlah hati kami dengannya..”

Rasulullah  pernah membicarakan tentang salat, Beliau bersabda, yang


artinya: Barangsiapa memeliharanya maka baginya cahaya, bukti dan
keselamatan di hari kiamat kelak. Dan barangsiapa tidak memeliharanya,
maka tidak ada baginya cahaya, bukti dan keselamatan. Dan kelak pada
hari kiamat ia akan bersama-sama dengan Firaun, Haamaan, Oarun dan
Ubai bin Khalaf. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Adapun sebab empat orang itu saja yang khusus disebutkan dalam hadis
ini, karena keempatnya adalah tokoh-tokoh kaum kuffar. Orang yang
meninggalkan salat karena perniagaannya maka ia akan bersamasama
dengan Ubai bin Khalaf. Orang yang meninggalkan salat karena
kekuasaannya maka ia akan bersama-sama dengan Firaun. Orang yang
meninggalkan salat karena hartanya maka ia akan bersama-sama dengan
Oarun. Dan orang yang meninggalkan salat karena politik, maka ia akan
bersama-sama dengan Haamaan.

Abul Laits Assamarkandi berkata: “Seorang laki-laki pada zaman dahulu


berkata kepada Iblis, “Aku ingin seperti engkau.’ Iblis menjawab,
“Tinggalkan salat dan jangan bersumpah benar.”

HIKAYAT:

Alkisah, pada suatu ketika Nabi Isa  pernah melewati sebuah negeri yang
subur makmur, sungai-sungainya mengalirkan air yang jernih, dan
pepohonannya tumbuh subur dan rimbun. Penduduknya ramah tamah,
mereka sangat menghormati Beliau. Nabi Isa  merasa kagum kepada
ketaatan mereka.

Setelah lewat tiga tahun, Nabi Isa  kembali melewati negeri tersebut,
dilihatnya pepohonannya gundul, sungai-sungainya kering, dan
bangunannya banyak yang roboh. Nabi Isa menjadi heran. Kemudian
Allah  mewahyukan kepada Beliau: “Seorang laki-laki yang meninggalkan
salat pernah melewati negeri ini, lalu ia membasuh wajahnya dengan air
sumber di situ, maka bekas basuhannya itulah yang menyebabkan air
sungai menjadi kering dan pepohonannya menjadi gundul, dan negeri itu
pun akhirnya menjadi sunyi tanpa penghuni. Wahai Isa, sebagaimana
meninggalkan salat itu menjadi sebab robohnya agama, maka ia juga
menjadi sebab hancurnya dunia..”

HIKAYAT LAIN:

Alkisah, seorang pembesar menumpang sebuah kapal. Di tengahtengah


laut dilihatnya ikan-ikan saling serang, satu dengan yang lain saling
memangsa. Orang itu menyangka bahwa di laut itu sedang terjadi
paceklik. Maka terdengar olehnya suara gaib yang mengatakan: “Seorang
laki-laki yang meninggalkan salat pernah minum dari air laut itu, ketika
dirasanya air itu asin maka dimuntahkannya kembali. Dengan sebab
mulutnya yang najis itulah maka terjadi paceklik di laut tersebut.”

Attabrani meriwayatkan hadis, bahwa Nabi  bersabda, yang artinya:

Barangsiapa melaksanakan salat lima waktu dengan berjamaah, maka dia


akan melintasi sirat laksana kilat yang bercahaya, dalam barisan orang-
orang terdahulu. Dan dia akan datang pada hari kiamat dengan wajah
cemerlang laksana bulan purnama.

Dan salat itu mencegah perbuatan maksiat dan menghalangi perbuatan keji
dan munkar, sebagaimana firman Allah,

    Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan


munkar. (QS. 29: 45)

Berkaitan dengan ayat ini, Atstsa”labi meriwayatkan sebuah hadis dari


sahabat Anas , bahwa ada seorang laki-laki selalu ikut salat berjamaah
bersama Nabi , tetapi semua perbuatan maksiat masih tetap dilakukannya.
Ketika hal itu diberitahukan orang kepada Nabi , Beliau berkata: Suatu
hari kelak, salatnya itu akan mencegahnya dari perbuatanperbuatan
maksiat tersebut.” Ternyata tak lama setelah itu, orang tersebut bertobat
dan menjadi baik keadaannya. Maka Rasulullah lalu berkata: “Bukankah
sudah aku katakan bahwa salatnya itu suatu hari kelak akan
mencegahnya.”

     (Wash shadagatu burhaanun) yakni, zakat, sebagaimana disebutkan


dalam riwayat Ibnu Hibban. Dan boleh juga dianggap umum, sehingga
mencakup semua perbuatan tagarrub dengan harta, baik yang wajib
maupun yang sunnah

Dalam salah satu hadis disebutkan: Orang yang tidak mau mengeluarkan
zakat akan masuk ke dalam neraka.

HIKAYAT:

Pada masa Ibnu Abbas dahulu, ada seorang laki-laki yang kaya raya.
Ketika ia mati, digalilah kuburan untuk menguburkannya. Ketika akan
mayat orang itu akan dimasukkan ke liang kubur, di dalamnya ada ular
yang sangat besar. Maka orang-orang pun lalu memberitahukan hal itu
kepada Ibnu Abbas, beliau menyarankan agar menggali lobang lain.
Ketika mereka sudah menggali di tempat lain, ternyata di dalamnya juga
ada ular, sampai-sampai mereka menggali tujuh kali di tempat yang
berbeda-beda, tetap saja ada ularnya. Maka Ibnu Abbas lalu menanyakan
kepada keluarganya tentang keadaan orang itu semasa hidupnya, beliau
mendapat jawaban, bahwa orang itu dahulu tidak suka mengeluarkan
zakat. Akhirnya terpaksalah ia dikuburkan bersama ular tersebut.

HIKAYAT LAIN:

Alkisah, ada seorang laki-laki menitipkan uang sebanyak dua ratus dinar
kepada laki-laki lain. Kemudian orang yang menitipkan itu meninggal
dunia. Kemudian datang anaknya kepada orang yang dititipi itu meminta
uangnya. Si anak menuntut uang itu jumlahnya lebih dari itu hingga
akhirnya perkara itu masuk ke pengadilan. Kemudian hakim menyuruh
membongkar kembali kuburan si mayit, maka dibongkarlah kuburan itu
maka mereka temukan pada si mayit itu cap dari api sebanyak jumlah uang
titipan tersebut.. Hakim itu lalu berkata: “Cap ini jumlahnya sebanyak
jumlah uang titipan itu, kalau seandainya titipan itu lebih tentu capnya pun
akan lebih.”

Adapun mengenai sedekah sunnah, maka banyak sekali riwayatriwayat


yang menyebutkan tentang keutamaannya itu. Di antaranya adalah:

“Allah akan menyingkirkan azab dari suatu umat dengan sebab sedekah
yang diberikan oleh seorang lelaki di antara mereka.”

“Sesungguhnya seseorang hamba yang bersedekah dengan sepotong roti


akan berkembang pahalanya di sisi Allah hingga menjadi sebesar gunung
Uhud.”

“Sesungguhnya sedekah rahasia itu akan memadamkan kemurkaan


Tuhan.”

HIKAYAT:

Alkisah, pada zaman dahulu, ada seorang laki-laki abid. Dia telah
beribadat kepada Allah selama tujuh puluh tahun dan tidak pernah
melakukan dosa apa pun. Pada suatu malam, ketika ia sedang berada di
tempat ibadatnya, datang seorang wanita yang cantik minta untuk
diizinkan tinggal bersamanya. Malam itu udara mendung. Namun abid itu
tidak mempedulikan keberadaan wanita itu, ia meneruskan ibadatnya.
Maka wanita itu pun pergi meninggalkan tempat tersebut.

 
Si abid melihat kepergian wanita itu, maka tiba-tiba muncul rasa
tertariknya kepada si wanita, lalu ditinggalkannya ibadatnya dan
disusulnya wanita itu. Lalu ia bertanya: “Anda mau ke mana?”

“Ke mana saja kakiku akan membawaku,” jawab si wanita. “Ayo ikut
bersamaku saja,” kata si abid mengajak wanita itu.

Kemudian dipegangnya tangan wanita itu lalu dibawanya masuk ke


rumahnya. Maka wanita itu pun tinggal bersamanya di rumah tersebut.
Sudah tujuh hari berlalu, ketika tiba-tiba si abid teringat akan ibadatnya
selama ini. Mengapa ia sampai hati mengorbankan ibadat selama tujuh
puluh tahun dengan maksiat selama tujuh hari. Maka ia pun menangis
menyesali dosa-dosanya hingga akhirnya ia jatuh pingsan. Ketika ia sadar
kembali, wanita itu berkata kepadanya: “Tuan, demi Allah, saya tidak
pernah melakukan maksiat kepada Allah dengan selainmu. Saya lihat di
wajahmu ada tanda-tanda orang baik. Saya minta dengan nama Allah
kepadamu, jika Allah menerima tobatmu maka ingatlah akan diri saya.”

Kemudian orang itu pergi meninggalkan rumahnya tanpa tentu arah


tujuannya. Pada suatu malam, ia tiba di sebuah rumah tua yang di
dalamnya ada sepuluh orang buta. Setiap malam, orang-orang buta itu
mendapat kiriman roti dari seorang rahib yang tinggal tak jauh dari situ.
Malam itu pun, sebagaimana biasa, si rahib menyuruh pelayannya untuk
mengantarkan sepuluh potong roti ke rumah tua itu. Si abid mengulurkan
tangannya mengambil sepotong roti. Maka tinggal seorang buta tidak
kebagian roti. Orang buta itu lalu berkata: “Mana rotiku?” Si pelayan
menjawab: “Sudah saya letakkan sepuluh potong di situ.” Si buta lalu
berkata: “Terpaksa malam ini saya menahan lapar.”

Mendengar perkataan si buta itu, si abid menangis, kemudian


diserahkannya roti itu kepada si buta seraya berkata dalam hatinya: “Saya
lebih pantas kelaparan, karena saya seorang yang durhaka, sedangkan
orang ini taat.” Kemudian ia pun tertidur dalam keadaan kelaparan. Karena
ditimpa lapar yang sangat maka akhirnya ia pun meninggal dunia.

Setelah ia meninggal dunia, malaikat rahmat dan malaikat azab bertengkar


memperebutkannya. Malaikat rahmat beralasan bahwa, orang ini lari dari
dosanya dan datang sebagai orang yang taat. Sedangkan malaikat azab
beralasan bahwa, dia adalah orang yang durhaka. Maka Allah lalu
mewahyukan kepada keduanya, coba kalian timbang ibadat orang itu
selama tujuh puluh tahun dengan dosanya selama tujuh hari, mana yang
lebih berat! Ketika ditimbang, ternyata dosa maksiatnya selama tujuh hari
itu lebih berat daripada ibadatnya selama tujuh puluh tahun. Kemudian
Allah mewahyukan lagi kepada keduanya, sekarang coba kalian timbang
antara dosanya selama tujuh hari itu dengan sepotong roti yang
diberikannya kepada orang buta sedang ia sendiri rela menahan lapar.
Ketika ditimbang, ternyata pahala sepotong roti itu lebih berat
dibandingkan dengan dosanya selama tujuh hari itu. Maka ia pun dibawa
oleh malaikat rahmat dan Allah pun menerima tobatnya.

    (Wash shabru dhiyaa-un) yakni, sabar dalam menahan beratnya ibadat
dan sakitnya musibah serta menahan diri dari apa-apa yang dilarang dan
lezatnya hawa nafsu. Sabar yang paling utama adalah sabar yang terakhir.
Ibnu Abid dunyaa meriwayatkan sebuah khabar, artinya: Sesungguhnya
sabar atas musibah itu dicatatkan pahalanya bagi si hamba sebanyak tiga
ratus derajat. Sabar atas perbuatan taat itu dicatatkan pahalanya bagi si
hamba sebanyak enam ratus derajat. Dan sabar menahan diri dari
perbuatan maksiat itu dicatatkan pahalanya bagi si hamba sebanyak
sembian ratus derajat.

Nabi Musa  berkata: “Ya Rabb, tempat mana di surga yang paling Engkau
cintai?” Jawab: “Hazhiratul qudsi.” Musa bertanya: “Siapa yang akan
mendiaminya?” Jawab: “Orang-orang yang ditimpa musibah.” Nabi Musa
bertanya: “Siapakah mereka Ya Rabb?” Jawab: “Ialah mereka yang bila
Aku uji mereka bersabar, dan jika Aku beri nikmat, mereka bersyukur, dan
jika Aku timpakan musibah kepada mereka, mereka mengucapkan innaa
lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun.”
 

 (Wal ur-aan) yakni, Kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad


sallalaahu alaihi wasallam.

    (Hujjatun laka) yakni, di tempat-tempat yang Alguran itu ditanyakan


kepada mereka, seperti di dalam kubur, di mizan dan di atas sirat, Alguran
itu akan menjadi bukti yang menolong Anda jika Anda dahulu mengikuti
segala perintahnya, mengambil petunjuk dengan cahayanya, dan berhias
dengan akhlaknya yang mulia.

    (Au) yakni, bukti tersebut.

    (Alaika) yakni, di tempat-tempat yang telah disebutkan tadi, Alguran itu
akan menjadi lawanmu, jika Anda berpaling dari melaksanakan
kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalamnya. Salah seorang salaf
mengatakan: “Tidaklah sescorang duduk bersama Alguran lalu berdiri,
maka boleh jadi ia beruntung dan boleh jadi pula ia merugi. Kemudian ia
membacakan firman Allah ,

Dan Kami turunkan dari Alguran suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan Alguran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang salim selain kerugian. (QS. 17:82)

     (Kullun naasi yaghduu) yakni, berusaha memperoleh keinginannya,


bergegas dalam mencari guna menghasilkan keinginannya.

    (Fabaa-i’u nafsahu) yakni, menjual dirinya kepada Allah dengan


mencurahkan segenap tenaganya guna membebaskan dirinya dari
kemurkaan Allah dan pedihnya siksaan-Nya, sambil menghadapkan
dirinya sepenuh hati kepada akhirat dan amal-amalnya, dengan berpaling
dari gemerlapan dunia, beribadat dengan adab syara”, baik dalam
perbuatan maupun perkataan, melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan.

     (Famu’tiquhaa) yakni, membebaskannya dari perbudakan dosa dan


pelanggaran, serta dari kemurkaan Allah dan sakitnya hukumanNya.

      (Au muubiquhaa) yakni, atau menjual dirinya dengan mencurahkan


segenap tenaganya kepada hal-hal yang merusaknya. Dalam hal ini berarti
ia membinasakannya atau menjerumuskannya ke dalam azab.

PENUTUP:

Sebagai penutup majelis ini, akan kami kemukakan tiga faedah.

Pertama, diriwayatakan oleh Attabrani dan Alkharaiti: Barangsiapa


mengucapkan di waktu pagi subhaanallaahi wa bihamdihi seribu kali,
maka dia telah membeli dirinya dari Allah. Dan di akhir harinya, dia
terbebas dari api neraka.

Kedua, diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik , katanya: Rasulullah 


bersabda, yang artinya: Barangsiapa setiap pagi mengucapkan:
Allaahumma innii ashbahtu usyhiduka wa usyhidu hamalata ‘arsyika wa
malaaikatika wa jamii’I kholqika biannaka antallaahu laa ilaaha illaa anta
wahdaka laa syariika lahu, wa anna muhammadan ‘abduka wa rasuuluka 4
kali, maka Allah akan membebaskannya pada hari itu dari api neraka.

Adapun hikmat diulangnya bacaan itu sampai empat kali, menurut salah
satu gaul adalah karena dia telah memberikan kesaksiannya kepada Allah,
pemanggul Arsy, para malaikat dan seluruh makhluk, maka Allah
membebaskannya dengan setiap saksi dari masing-masing kesaksian yang
empat tadi. Juga, karena seseorang menjadi halal darahnya dengan
kesaksian empat orang dalam zina, maka darahnya pun menjadi terpelihara
dari api neraka apabila ada empat saksi atas keimanannya.

Sebagian ulama mengatakan: “Dengan diulang-ulangnya kalimat ini


sebanyak empat kali, maka jumlah hurufnya menjadi 360 huruf, sedangkan
manusia terdiri dari 360 organ, maka Allah membebaskan dari setiap huruf
tadi untuk satu organ tubuhnya.”

Ketiga, para pemuka sufi menyatakan bahwa barangsiapa mengucapkan


Laa ilaaha illallaah sebanyak 70 ribu kali, maka Allah akan membebaskan
dirinya dan diri orang yang dibacakannya untuknya dari api neraka.

HIKAYAT:

Alkisah, ada seorang pemuda yang salih, yang termasuk golongan ahli
kasyaf (mampu menembus alam gaib dengan mata batinnya). Suatu hari
ibunya meninggal dunia, maka menjerit lah pemuda itu sambil menangis
meraung-raung dan akhirnya jatuh pingsan. Ketika ia sadar kembali, maka
ditanyakanlah kepadanya scbab ia berbuat demikian itu. Pemuda itu
menjawab, ia melihat ibunya masuk ke dalam neraka. Pada saat itu hadir
seorang tokoh habaib, beliau dahulu sudah pernah membaca tahlil 70 ribu
kali itu yang disiapkannya buat dirinya. Ketika ia mendengar jawaban
pemuda tersebut, maka berkatalah habaib tadi dalam hatinya: “Ya Allah,
Engkau tahu bahwa aku telah membaca tahlil 70 kali yang aku simpan
buat diriku. Dan sekarang aku persaksikan kepada-Mu, bahwa aku telah
menebus diri ibu pemuda ini dari api neraka.” Baru saja habaib itu
menyelesaikan ucapannya, tiba-tiba pemuda itu tampak tersenyum dan
bergembira sambil berkata: “Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang
telah memperlihatkan ibuku telah keluar dari api neraka dan diperintahkan
masuk ke dalam surga.” Habaib tadi mengatakan: “Kejadian ini
memberika dua faedah sekaligus, pertama kebenaran berita tentang
keutamaan tahlil 70 ribu kali untuk menebus diri seseorang dari api neraka
itu, dan kedua, kebenaran berita tentang kasyafnya pemuda tersebut.”

HADIS KE-24
 

Dari sahabat Abu Dzarr Alghaffaari  dari Nabi  menurut yang


diriwayatkan Beliau dari Tuhannya : Sesungguhnya Allah  telah
berfirman:

Artinya:

Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan atas diriKu


(perlakuan) salim dan Aku jadikan hal itu sebagai sesuatu yang haram di
antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi. Wahai hamba-Ku,
sesungsuhnya kamu semua sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk,
maka mintalah petunjuk kepada-Ku, pasti kamu Aku beri petunjuk. Wahai
hamba-Ku! Kamu semua lapar kecuali orang yang Aku beri makan, maka
mintalah makan kepada-ku, pasti Aku akan memberimu makan. Wahai
hamba-Ku!kamu semua telanjang kecuali orang yang telah Aku beri
pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, pasti Aku akan memberimu
pakaian. Wahai hamba-Ku!kamu semua melakukan kesalahan di
sepanjang malam dan siang hari, sedangkan Aku mengampuni dosa-dosa
semuanya, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku akan
mengampunimu. Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya kumu tiduk akan
sampai memberi mudarrat kepada-Ku dan tiduk akun sumpai memberi
manfaat kepada-Ku. Wahai humba-Ku! Seanduinya orang yang terdahulu
dan yang terakhir di antara kamu, buik dari golongan manusia maupun jin,
memiliki ketakwaan seperti takwanya orang yang paling takwa di antara
kamu, maka itu tidak akan menambah kerajaan-Ku sedikit pun. Wahai
hamba-Ku! Seandainya orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara
kalian, baik dari golongan manusia maupun jin, memiliki hati yang jahat
seperti jahatnya hati orang yang paling jahat di antara kamu, maka itu
tidak mengurangi kerajaan-Ku sedikit pun. Nahai hamba-Ku! Seandainya
orang yang terdahulu dan yang terakhir di antara kamu, baik dari golongan
manusia maupun jin, semuanya berkumpul di sebuah tanah lapang yang
luas, lalu mereka meminta kepada-Ku, kemudian Aku berikan kepada
masing-masing mereka akan permintaannya, maka hal itu tidak akan
mengurangi apa yang ada pada-Ku kecuali sebagaimana sebatang jarum
yang dimasukkan ke dalam lautan. Wahai hamba-Ku! Sesungsuhnya itu
hanyalah amalmu, yang Aku catat bagimu, kemudian Aku membalasnya.
Barangsiapa mendapati kebaikan, maka hendaklah ia memuji kepada
Allah, dan barangsiapa mendapati selain itu, maka janganlah ia
menyalahkan kecuali dirinya sendiri.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk berbuat ketaatan kepada-Nya, bahwa hadis ini termasuk
hadis Oudsi, merupakan hadis agung ketuhanan. Isinya mencakup hal-hal
yang berkaitan dengan pokok-pokok agama dan cabangcabangnya, adab-
adabnya dan rahasia-rahasia kalbu. Imam Nawawi di dalam kitab Adzkar-
nya menyebutkan bahwa, perawi hadis ini, yaitu Abu Dzarr, kalau
meriwayatkan hadis ini, dia berlutut di atas kedua lututnya sebagai
penghormatan dan pengagungan kepadanya.

      (Yaa’ibaadii) kata jamak dari abdun, meliputi orang merdeka dan
hamba sahaya, baik laki-laki maupun wanita secara umum.

       (Innii harramtuzh zhulma) zalim ialah meletakkan Sesuatu bukan pada
tempatnya.

   (Alaa nafsii) hal ini mustahil pada hak Allah   sebagaimana firman-Nya,

Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang pun walaupun hanya


sebesar atom. (QS. 4: 40)
 

      (Wa jaaltuhu baikum muharraman) dan Aku tetapkan haramnya


perbuatan aniaya itu atas kalian. Dan puncak perbuatan aniaya itu adalah
syirik, sebagaimana firman Allah :

Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu adalah benar-benar


kezaliman yang besar. (QS. 31: 13)

       (Yaa ibaadii, kullukum dhallun) yakni, lupa akan syariat sebelum
diutusnya para rasul.

      (Illaa man hadaituhu) yakni, orang yang Aku beri petunjuk untuk
beriman kepada apa yang dibawa oleh para rasul.

      (Fastahduunii) yakni, mintalah petunjuk dari-Ku, maksudnya petunjuk


kepada jalan kebenaran dan yang menyampaikan kepadanya, dengan
meyakini bahwa itu tidak bisa diperoleh kecuali dengan kemurahan-Ku
dan atas perintah-Ku.

        (Ahdikum) yakni, Aku berikan petunjuk itu buat kalian dengan jelas.
Adapun hikmat Allah  menyuruh kita supaya minta petunjuk kepada-Nya
itu adalah sebagai penampakan kebutuhan dan ketundukan, serta untuk
memberitahukan bahwa kalau Dia memberi petunjuk kepada kita sebelum
kita pinta, dikuatirkan Anda akan menyangka bahwa petunjuk itu Anda
dapatkan dengan ilmu Anda, sehingga Anda akan sesat. Jika kita minta
petunjuk itu kepada-Nya, maka kita telah mengakui atas diri kita dengan
“ubudiyah (penghambaan) dan terhadap Tuhan dengan rububiyah
(penuhanan). Ini merupakan magam yang mulia, yang hanya diketahui
oleh orang-orang yang arif.

 
     (Yaa ‘ibaadii, kullukum jaa-i-‘un illaaa man ath’amtuhu) ini adalah
karena manusia itu semuanya hamba yang pada hakikatnya tidak memiliki
apa-apa. Perbendaharaan rezeki itu hanya berada dalam kekuasaan Allah
semata. Jika Allah tidak memberi makan dari kemurahan-Nya kepada
seseorang maka ia akan tetap tinggal lapar. Karena memberi makan
kepada hamba itu bukan merupakan kewajiban atas Allah.

      (Fastath’imuunii uth’imukum) yakni, mintalah makanan kepada-Ku,


dan jangan tertipu oleh orang yang banyak harta, karena itu bukan
diperoleh dengan upaya dan kekuatannya sendiri, namun berkat anugerah
dan kemurahan Allah semata. Maka ia tidak boleh lupa memohon kepada
Allah agar nikmat itu tetap berada padanya dan tidak lari darinya, maka ia
tidak akan kembali lagi kepadanya.

Adapun firman Allah: “Maka Aku akan memberi kamu makan”


maksudnya adalah memudahkan sebab-sebab untuk mendapatkannya.
Karena seluruh alam ini, baik benda mati maupun benda hidup semuanya
tunduk dan patuh kepada perintah Allah , Allah-lah yang menundukkan
awan bergerak ke beberapa tempat, dan menundukkan hati manusia
supaya memberikan sesuatu kepada si fulan, dan menjadikan si A butuh
kepada si B. Dan ini juga merupakan pelajaran bagi orang-orang miskin,
seolah-olah Allah berfirman kepada mereka: “Kalian jangan meminta
makan kepada selain-Ku, karena Akulah yang memberi makan kepada
Orang yang kalian pintai itu, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya
akan Aku beri kamu makan.”

Orang yang berakal ialah orang yang berserah diri kepada Allah. Apabila
seseorang hamba telah merasa cukup dengan Tuhannya, maka setiap kali
dia meminta, maka Allah akan memberinya.

HIKAYAT:
Alkisah, Ashmu’i berkata: “Ketika saya sedang melakukan tawaf di
Kakbah, tiba-tiba datang seorang Baduwi, lalu berhenti di pintu Kakbah,
seraya berkata: “Ya Rabb, Ya Rabb, Ya Rabb, aku lapar, sebagaimana
yang Engkau lihat, untaku lapar sebagaimana yang Engkau lihat, puteriku
telanjang sebagaimana yang Engkau lihat, istriku butuh sebagaimana yang
Engkau lihat, maka apa yang Engkau lihat di dalam apa yang Engkau lihat,
Oh Tuhan yang melihat dan Dia tidak dilihat!”” Ashmw’i melanjutkan:
“Kemudian saya mengambil beberapa keping uang dinar yang saya punya,
lalu saya berkata kepada orang itu: “Tuan, ambillah ini dan gunakanlah
untuk menutupi kemiskinanmu!”” Ashmu’i berkata: “Orang itu
melemparkan uang tersebut seraya berkata: “Yang aku pintai itu lebih
pemurah daripadamu.’”

Ashmu’i berkata: “Baru saja orang itu selesai berkata, tiba-tiba terdengar
suara gaib mengatakan, “Hai fulan, temuilah pamanmu, baru saja dia
meninggal, dan meninggalkan empat ratus ekor unta, empat ratus ekor
sapi, dan empat ratus kilo emas. Pergilah menemuinya dan ambillah
hartanya itu, karena engkau adalah pewaris tunggalnya.”

HIKAYAT LAIN:

Alkisah, seorang sufi menceritakan, bahwa dia pernah mengalami lapar


yang sangat, lalu dia memohon kepada Allah dengan sungguhsungguh,
lalu terdengar suara gaib mengatakan, “ Engkau mau makanan atau
perak?” Orang itu menjawab: “Aku mau perak!” Sekonyong-konyong
jatuh di dekatnya sekantong uang berisi empat ribu dirham uang perak.

Catatan:

Seyogianya orang yang berdoa memperhatikan waktu-waktu yang


mustajab untuk berdoa, di antaranya adalah: ketika dikumandangkan azan
dan iqamat, pada sepertiga malam terakhir, malam Jumat, waktu sahur,
dua malam hari raya, malam nisfu Syakban, permulaan malam bulan
Rajab, pada saat memandangan ke Kakbah, dan pada waktu turun hujan.
 

      (Yaa ibaadii kullukum ‘aarrin illaa man kasautuhu fastaksuunii


aksukum) mohonlah kepada Allah dari karunia-Nya, karena Dia tidak
menjanjikan dengan permintaan itu kecuali untuk memberikannya. Dalam
semuanya ini ada peringatan, berupa kebutuhan seluruh makhluk kepada-
Nya, dan ketidakmampuan mereka untuk mencari apa yang bermanfaat
buat mereka dan menolak apa yang memberi bencana kepada mereka
kecuali orang yang dimudahkan Allah untuk hal-hal tersebut.

     (Yaa “ibaadii innakum tukhthi-uuna bil laili wan nahaari, wa ana
aghfirudz dzunuuba jamii’an) yakni, selain dosa syirik dan apa-apa yang
tidak dikehendaki Allah pengampunannya.

     (fastaghfiruunii aghfiru lakum) Nabi bersabda, yang artinya:


Seanduinya kamu tidak melakukan dosa dan tidak memohon ampun,
niscaya Allah akan menggantikan kamu dengan suatu kaum yang
melakukan dosa dan mereka minta ampun, lalu Dia mengampuni mereka.

        (Yaa’ibaadii innakum lan tablughuu dhurrii fatadhurruunii walan


tablughuu naf’ii fatanfa’uunii) ini adalah karena telah dibuktikan secara
ijmak bahwa Allah  itu Mahasuci tagi Mahakaya dengan Zat-Nya, tidak
mungkin dikenai mudarrat atau manfaat.

      (Yaa “ibaadii, lau anna awwalakum wa aakhirakum wa insakum wa


jannakum ‘alaa atqoo qolbi rajulin waahidin minum maa zaada dzaalika fi
mulkii syai-an) Di dalam kalimat ini terkandung suatu isyarat bahwa
kerajaan Allah itu dalam keadaan sangat sempurna, sehingga tidak akan
bertambah dengan adanya ketaatan seluruh makhluk dan tidak akan
berkurang dengan kemaksiatan mereka. Karena Allah  bersifat Mahakaya
secara mutlak baik dalam zat-Nya, perbuatan-Nya, dan sifatsifat-Nya.

 
    (Yaa ‘ibaadii, lau anna awwalakum wa aakhirakum wa insakum wa
jinnakum gaamuu fii sha’iidin waahidin) yakni, di suatu tanah lapang yang
sangat luas.

      (Fa sa-aluunii fa a’thaitu kulla waahidin mas-alatahu maa nagasha


dzaalika mimmaa ‘indii illaa kamaa yangushul mikhyathu) yakni, jarum.

    (idzaa udkhilal bahra) yakni, dalam pandangan mata, air lautan itu tidak
berkurang sama sekali.

      (Yaa ‘ibaadii innamaa hiya a’maalukum uhshiiyahaa lakum tsumma


uwafhyakum iyyaahaa) yakni, Aku catatkan bagimu dengan ilmu-Ku dan
kedua malaikat hafazah. Dijadikan-Nya kedua malaikat ini bersama Dia
bukan karena kekuranganmampuan-Nya untuk memerinci, tetapi agar
keduanya itu menjadi saksi di antara makhluk dan Khalig. Dan juga
ditambahkan kesaksian organ-organ tubuh di samping kesaksian malaikat
tadi, supaya bertambah adil.

     (Faman wajada khairan) yakni, pahala dan kenikmatan.

    (Falyahmadillaaha) atas taufik-Nya, karena telah memberikan ganjaran


dan pahala kepadanya. Atturmidzi mengemukakan sebuah hadis, yang
artinya: Tidaklah seseorang manusia meninggal dunia kecuali ia menyesal.
Jika ia orang baik, maka ia menyesal mengapa dahulu tidak menambah
amalnya. Dan jika ia orang jahat, ia menyesal mengapa ja dahulu tidak
bertobat.

    (Waman wajada ghairo dzaalika) yakni, buruk. Kata buruk ini tidak
disebutkan secara terang-terangan dalam hadis ini adalah uantuk
mengajarkan kepada kita bagaimana sopan santun dalam berbicara, yaitu
dengan menggunakan kata-kata perumpamaan dalam menyatakan hal-hal
yang akan menyakitkan hati, atau yang dianggap buruk, atau malu untuk
menyebutkannya.

    (Falaa yaluumanna illaa nafsahu) yakni, karena dia lebih memilih untuk
menurutkan hawa nafsu dan kesenangannya daripada keridaan Tuhan dan
Pemberi rezekinya, mengingkari nikmat-nikmatNya dan tidak patuh
kepada hukum-hukum-Nya, maka sudah selayaknya Allah
memperlakukannya dengan menampakkan keadilan-Nya dan
mengharamkannya dari kemurahan-Nya.

PENUTUP

Hadis di atas diriwayatkan pula dengan sedikit tambahan pada redaksinya,


yaitu yang dikeluarkan oleh Atturmidzi dari sahabat Abu Dzarr & , bahwa
Rasulullah bersabda, yang artinya: Allah  berfirman: Wahai hamba-Ku,
kamu semua adalah orang yang sesat kecuali orang yang sudah Aku beri
petunjuk, maka mohonlah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku beri kamu
petunjuk. Kamu semua adalah orang miskin kecuali orang yang telah Aku
beri kekayaan, maka mohonlah kepada-Ku niscaya Aku beri kamu reseki.
Kamu semua berdosa kecuali orang yang Aku afiatkan, maka jika
seseorang di antara kamu mengetahui bahwa Aku berkuasa memberi
ampunan, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku akan
mengampuninya dan Aku tidak perduli (akan dosadosanya). Seandainya
orang-orang yang terdahulu di antara kamu dan orang-orang yang
kemudian, yang hidup dan yang mati, yang basuh dan yang kering,
semuanya berkumpul menjadi orang yang bertakwa Seperti takwanya
orang yang paling bertakwa di antara hambahamba-Ku, maka itu tidak
akan menambah dalam kerajaan-Ku senilai Sayap nyamuk pun. Dan
seandainya orang-orang yang terdahulu dan kemudian, yang hidup
maupun yang mati, yang basah maupun yang kering, semuanya berkumpul
menjudi orang yang celuka seperti celakanya orang yang paling celaka di
antara hamba-hamba-Ku, maka itu tidak akan mengurangi dari kerajaan-
Ku senilai sayap nyamuk pun. Seandainya orang-orang terdahulu di antara
kamu dan orang-orang kemudian, yang hidup maupun yang mati, yang
basah maupun yang kering, semuanya berkumpul menjadi satu di suatu
tanah lapang yang luas, kemudian masing-masing dari mereka meminta
kepada-Ku apa saja yang bisa dibayangkan oleh angan-angannya, lalu
setiap orang dari kamu, Aku beri permintaannya, maka itu tidak
mengurangi sama sekali dari kerajaan-Ku kecuali seperti seseorang yang
lewati di tepi lautan lalu mencelupkan sebuah jarum ke dalamnya
kemudian diangkatnya kembali. Karena Aku adalah Maha Pemurah, Maha
Mendapatkan apa yang Aku kehendaki, dan Mahaagung dengan
kesucian.Aku melakukan apa yang Aku kehendaki. Pemberian-Ku cukup
dengan ucapan, azabKu pun cukup dengan ucapan. Sesungguhnya
keadaan-Ku apabila Aku menghendaki sesuatu hanyalah berkata
kepadanya “Jadilah,” maka terjadilah ia. Wallaahu a’lam,

HADIS KE-25
Dari sahabat Abu Dzarr.   Juga :

Artinya:

Sesungguhnya beberapa orang sahabat Rasulullah  berkata kepada Nabi :


“Ya Rasulullah, orang-orang kaya lebih banyak mendapat pahala. Mereka
mengerjakan salat sebagaimana kami salat, berpuasa sebagaimana kami
berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.” Nabi
menjawab: “Bukankah Tuhan telah menjadikan bagimu untuk bersedekah?
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih itu adalah sedekah, tiap-tiap tahmid itu
adalah sedekah, dan tiap-tiap tahlil itu adalah sedekah. Dan menyuruh
kepada kebaikan adalah sedekah, melarang daripada kemunkaran adalah
sedekah, bahkan hubungan intim seseorang dengan istrinya pun adalah
sedekah.”Mereka bertanya: “Ya Rasulullah, apakah jika seseorang
mengikuti syahwwatnya, ia mendapat pahala karenanya?” Rasulullah
menjawab: “Tahukah kamu jika ia menumpahkan syahwatnya itu pada
yang haram, bukankah ia berdosa? Maka demikian pula apabila ia
menumpahkan syahwatnya itu pada yang halal, maka ia memperoleh
pahala.”

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

 
PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
hadis yang agung yang isinya meliputi pokok-pokok agama islam.

     (dzahaba ahlud dutsuuri) yakni, orang yang memiliki harta yang
banyak.

      (Bil ujuuri) yakni, pahala yang banyak, ‘hal itu karena mereka….

       (Yushalluuna kama nushalli, wa yashuumuuna kama nashuumu, wa


yatashaddaquuna bifudhuuli amwaalihim) yakni, dengan kelebihan harta
mereka. Dikaitkannya sedekah dengan kelebihan harta ini adalah karena
sedekah yang bukan dari kelebihan hukumnya makruh atau haram.
Perkataan mereka ini bukan didasari oleh sifat iri hati, tetapi adalah karena
keinginan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Sebab mereka sangat
kuat keinginannya untuk melakukan amal-amal yang salih. Dan seperti ini
pulalah yang dipahami oleh Nabi dari mereka.

            (Qaala) Beliau menjawab sekaligus untuk menentramkan hati


mereka.

   (Awalaisa) yakni, apakah kamu mengatakan itu, atau janganlah kamu


mengatakan itu, karena…

      (Qad ja’alallaahu)

 
 (Lakum maa tashaddaguun) yakni, tatashaddaquun.

       (inna bikulli tasbiihatin) yakni, kalimat subhaanallaahi.

        (Shadaqatun, wa kulli takbiiratin) yakni, kalimat Allaahu akbar.

      (Shadaqatun, wa kulli tahliilatin) yakni, kalimat laa ilaaha illallaah.

       (Shadaqatun, wa amrin bil ma’ruufi) kata ini (al ma’ruufi)


dimakrifatkan adalah sebagai isyarat akan ketetapannya dan kepastiannya,
dan bahwa al ma’ruuf itu adalah perbuatan yang biasa dan berlaku.

        , (Shadaqatun, wa nahyin an munkarin) kata ini (munkarin)


dinakirahkan adalah sebagai isyarat bahwa perbuatan tersebut tidak
dikenal dan jiwa tidak terbiasa padanya.

      (Shadaqatun) amar makruf dan nahin munkar ini dianggap sedekah
apabila disertai dengan syarat-syarat bahwa, perbuatan tersebut telah di-
ijmak-kan mengenai wajibnya atau haramnya, dan mengetahui keadaan si
pelaku yang meyakini hal itu (wajib dan haramnya) ketika ia melakukan
perbuatan tersebut, mampu menghilangkannya baik dengan tangan
maupun lisannya, dan tidak dikuatirkan akan timbul kerusakan yang lebih
parah.

Ulama berkata: “Tidak disyaratkan bagi orang yang beramar makruf nahi
munkar itu untuk melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi apa
yang dilarangnya, namun ia harus tetap melaksanakan amar makruf dan
nahi munkar itu atas dirinya. Apabila salah satunya ada yang dilanggar,
maka yang satunya tidaklah menjadi gugur karenanya. Dan tidak pula
disyaratkan dalam melakukan amar makruf itu harus orang yang bersikap
adil. Bahkan seorang pemabuk harus mengingkari perbuatan temannya
pemabuk yang lain.”

Hadis-hadis yang meriwayatkan tentang amar makruf nahi munkar ini


sangat banyak sekali jumlahnya, di antaranya adalah:

Dari Huzaifah  katanya: Rasulullah  bersabda, yang artinya: Demi Tuhan


Yang nyawaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah kamu menyuruh
kepada kebajikan dan melarang daripada kemunkaran, kalau tidak maka
Allah pasti akan mengirim kepadamu suatu hukuman, kemudian kamu
berdoa namun doamu tidak dikabulkan. Diriwayatkan oleh Imam
Atturmidzi.

Dan dari Abdullah bin Umar , katanya: Rasulullah  bersabda, yang artinya:
Wahai saudara-saudara, suruhlah kebaikan dan laranglah kemunkaran,
sebelum kamu berdoa kepada Allah lalu doamu tidak diperkenankan-Nya,
dan sebelum kamu minta ampun kepada-Nya lalu Dia tidak
mengampunimu. Sesungguhnya amar makruf dan nahi munkar itu tidak
akan menghambat reseki dan tidak pula akan mempercepat ajal. Dan
sesungguhnya ketika para pendeta Yahudi dan Nasrani meninggalkan
amar makruf nahi munkar, Allah mengutuk mereka melalui lisan nabi-nabi
mereka, lalu meratalah bencana atas mereka. Diriwayatkan oleh Imam Al
Ashbihaani.

Dan dari sahabat Abu Dzarr , katanya: “Sahabatku Rasulullah  telah


mewasiatkan kepadaku beberapa perangai yang baik, Beliau mewasiatkan
supaya aku tidak takut celaan orang dalam urusan agama Allah, dan
mewasiatkan supaya aku mengatakan kebenaran sekalipun pahit.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban.

 
     (Wa fii budh’i) yakni, jimak.

      (Ahadikum shadaqatun) yakni, jika disertai niat yang baik, seperti
untuk menjaga dirinya dan istrinya dari memandang, memikirkan atau
menginginkan sesuatu yang haram, atau untuk memenuhi hak istrinya
dalam kaitan mempergaulinya dengan makruf yang diperintahkan ke
atasnya, atau untuk mendapatkan anak yang akan mengesakan Allah dan
memperbanyak jumlah kaum muslimin dan sebagainya. Dari sini dapat
diketahui bahwa, sesuatu pekerjaan yang mubah bisa menjadi perbuatan
taat jika disertai dengan niat yang baik.

     (Qaaluu, yaa rasuulallaah aya’tii ahadunaa syahwatahu wa yakuunu


lahu ajrun, qaala araitum) yakni, beritahukanlah kepadaku, tidakkah…

       (Wadha’ahaa fil haraami akaana ‘alaihi wizrun) yakni, dosa.

       (Fakadzaalika idzaa wadh’ahaa fil halaali kaana lahu ajrun) dari lahir
kemutlakannya ini dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang akan diberi
pahala dalam menikahi istrinya Secara mutlak. Dan hadis ini juga menjadi
dalil bolehnya ber-kias. Dan Juga seyogianya menyertakan niat yang baik
dalam perbuatan yang mubah Supaya Ia menjadi perbuatan taat.

PENUTUP:

Berikut ini akan dikemukakan sebuah riwayat yang menyebutkan


keutamaan zikir melebihi sedekah harta, sebagaimana yang diriwayatkan
oleh Imam Ahmad dan Atturmidzi, artinya:

Maukah kamu aku beritahu tentang sebaik-baik amalmu dan paling suci di
sisi Tuhanmu dan paling meninggikan di dalam derajatmu dan lebih baik
bagimu daripada menafkahkan emas, perak, serta lebih baik bagimu
daripada kamu hadapi musuhmu lalu kamu tebas leher mereka atau
mereka tebas lehermu? Para sahabat menjawab: Mau, Ya Rasulullah.
Beliau menjawab: Zikrullah

HADIS KE-26
Dari sahabat Abu Hurairah , ia berkata: Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Tiap-tiap angsota badan dari manusia wajib atasnya sedekah setiap hari
apabila terbit matahari. Engkau damaikan antura dua orang yang sedang
berselisih itu merupakan sedekah, menolong orang berkaitan dengan
tunggangannya, engkau bantu mengangkatnya ke atas tunggangannya itu,
atau engkau bantu ia mengangkatkan barang-barangnya ke atas
tunggangannya itu merupakan sedekah. Perkataan yang baik itu adalah
sedekah. Dan setiap langkah menuju ke tempat salat itu merupakan
sedekah. Dan menyingkirkan sesuatu gangguan dari jalan itu adalah
sedekah.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada


saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa ini adalah hadis
yang agung.

 
    (Kullu sulaama) yakni, seluruh tulang dan persendian yang ada dalam
tubuh. Dalam khabar Muslim disebutkan: Manusia diciptakan atas 360
persendian, setiap sendi itu ada sedekahnya.

      (Minan naasi ‘alaihi Shadaqatunkulla yaumin tathlu’u fiihisy syamsu)


yakni, sebagai pernyataan syukur atas nikmat Allah dalam penciptaan
sendi-sendi tersebut. Dalam hadis yang disebutkan dalam kitab Sahihain:
Jika dia tidak melakukan itu (bersedekah) maka henduklah ia menahan diri
dari perbuatan jahat, maka itu pun dianggap sedekah baginya. Dan ini
mengharuskannya juga untuk melaksanakan setiap perbuatan taat dan
menjauhi setiap yang diharamkan.

      (Ta’dilu) yakni, mendamaikan.

      (Baina itsnaini) yakni, dua orang yang berselisih.

    , (Shadaqatun) sebagai sedekah atas keduanya. Boleh berbohong dalam


mendamaikan antara dua orang yang berselisih, asalkan tidak
menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Jibril  pernah
berangan-angan tinggal di bumi untuk memberi minum orang dan
mendamaikan antara kaum muslimin.

     (Wa yu’iinur rajula fii dabbatihi fayahmilu ‘alaihaa au yarfa’u “alaihaa
mataa’ahu Shadaqatun) yakni, atasnya.

    (Wal kalimatuth thayyibatu) dan itu adalah setiap zikir dan doa buat
dirinya atau orang lain, memberi salam dan membalas salam, memuji
dengan benar dan yang serupa dengan itu yang dapat menyenangkan hati
dan merukunkannya yang termasuk dalam memperlakukan manusia
dengan akhlak yang mulia dan perilaku yang baik, seperti sabda Nabi 
yang artinya: walaupun hanya menghadapi saudaramu dengan wajah yang
cerah.

     (Wa bikulli khathwatin yamsyiihaa ilash shalaati Shadaqatun) di


dalamnya terkandung suatu tambahan anjuran yang sangat agar
menghadiri salat berjamaah dan memakmurkan masjid, karena jika
seseorang salat sendirian maka ia luput dari memperoleh pahala tersebut.

BISYAARAH:

Pada hari kiamat kelak ada suatu kaum yang berdiri di dekat sirath sambil
menangis, lalu dikatakan kepada mereka: “Lewatilah sirath itu!” Mereka
menjawab: “Kami takut terhadap api neraka.” Jibril  lalu bertanya:
“Bagaimana kamu melintasi lautan?” Mereka menjawab: “Dengan kapal.”
Maka didatangkanlah masjid-masjid yang dahulu mereka salat di
dalamnya, lalu mereka pun naik ke atasnya dan berhasil melintasi sirath
dengan selamat.

FAEDAH:

Ibnu Atha di dalam kitab Syarah Bukhari menyatakan: “Berhadats di


dalam masjid merupakan suatu kesalahan yang dengannya, orang yang
berhadats itu diharamkan dari memperoleh istighfar malaikat dan doa
mereka, yang diharapkan berkatnya. Ini merupakan hukuman baginya
karena telah mengganggu mereka dengan bau yang kurang sedap.
Karenanya, barangsiapa ingin mendapatkan keutamaan yang sempurna
maka hendaklah ia tinggal di dalam masjid dalam keadaan suci.”

   (Wa tumiithul adzaa) yakni, menyingkirkan gangguan dari jalan yang


dilalaui orang, seperti batu-batuan, duri, najis dan lain-lain.

 
     (Shadaqatun) atas kaum muslimin. Perbuatan ini disebut terakhir adalah
karena ia merupakan yang paling rendah dari yang sebelumnya,
sebagaimana diisyaratkan dalam salah satu hadis Nabi , yang artinya: Iman
itu ada tujuh puluh sekian cabang, yang paling tingsi adalah ucapan laa
ilaaha illallaah, dan yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan
dari jalan.

Dikatakan, sunnah mengucapkan kalimat laa ilaaha illallaah ketika


menyingkirkan gangguan dari jalan supaya berkumpul cabang iman yang
paling tinggi dengan yang paling rendah. Dan disyaratkan untuk
mendapatkan pahala dari amal-amal ini adalah niat yang tulus sematamata
karena Allah .

PENUTUP:

Abu Daud dan Annasaa-i mengeluarkan hadis yang artinya: Barangsiapa


mengucapkan di waktu pagi Allaahumma maa ashbaha bii min ni’matin au
biahadin min khalgika faminka wahdaka laa syariika laka falakal hamdu
wa lakasy syukru maka dia telah menunaikan syukur pada hari itu, dan
barangsiapa mengucapkannya di waktu petang, maka dia telah
menunaikan syukur pada malam itu.

HADIS KE-27
Dari Annawwaas bin Sam’aan.  Dari nabi.  Beliau bersabda:

Artinya:

Kebajikan itu adalah baiknya budi pekerti dan dosa itu adalah apaapa yang
membekas di dalam hatimu dan engkau tidak suka dilihat orang ketika
engkau sedang melakukannya

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.


 

Dan dari Waabishah bin Mabad , ia berkata: Aku datang menemui


Rasulullah , lalu Beliau bersabda: “Engkau datang untuk menanyakan
tentang kebajikan?” Saya jawab: “Ya.” Beliau bersabda: “Mintalah fatwa
dari hatimu. Kebajikan itu adalah apa-apa yang tentram jiwa padanya dan
tentram pula hati, sedangkan dosa adalah apa-apa yang membekas dalam
jiwa dan ragu-ragu dalam hati, walaupun ada orang yang memberikan
fatwa kepadamu.

Ini adalah hadis hasan yang yang kami riwayatkan dari dalam dua musnad,
yaitu Musnad Imam Ahmad bin Hanbal dan Musnad Addarimi dengan
sanad hasan.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada


saya dan Anda untuk melakukan perbuatan taat kepada-Nya, bahwa hadis
ini merupakan keistimewaan Nabi dalam mengungkap sesuatu dengan
kalimat singkat dan arti luas (jawaami’ul kalimi). Hadis ini sebenarnya
terdiri dari dua hadis, namun karena maksudnya sama, maka dianggap
sebagai satu hadis saja, dan hadis kedua merupakan penunjang hadis
pertama.

      (Albirru) yakni, sebagian besarnya, lawannya adalah fujur dan dosa.
Karenanya kata birrun (kebajikan) ini dipasangkan dengan kata itsmun
(dosa, sebagai lawannya), artinya adalah setiap sesuatu yang dituntut oleh
syara’ baik sebagai kewajiban maupun sunnah, sedangkan dosa adalah
setiap sesuatu yang dilarang oleh syara”. Adakalanya kata birrun ini
lawannya adalah “uguug, artinya menjadi ihsaan (berbuat baik), dan
“uguug artinya isaa-atan (berbuat buruk)

 
     (Husnul khalqi) termasuk ke dalamnya: berwajah manis, menahan
gangguan, menjamu tamu, suka buat orang lain seperti yang disuka buat
dirinya sendiri, baik dalam bergaul, santun dalam berbantah, adil dalam
berhukum, berbuat baik dalam rahasia, mementingkan orang fain dalam
kesulitan, baik dalam bersahabat, menanggung gangguan, melaksanakan
segala kewajiban dan menjauhi segala yang diharamkan.

TANBIH:

Perbuatan birrun yang paling baik adalah birrul waalidain (bakti kepada
kedua orangtua). Allah  berfirman,

yang artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan


menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. (QS. 17: 23) Allah telah
menggandengkan penyebutan kedua orangtua dengan penyebutan-Nya,
karena itulah ulama mengatakan bahwa, orang yang paling pantas untuk
dipatuhi dan disyukuri adalah orang yang digandengkan Allah dengan
dalam perbuatan tersebut, yaitu orangtua. Allah berfirman,

yang artinya: Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu.


(QS. 31: 14)

    , (Wal itsmu) yakni, dosa.

   (Maa haaka) yakni, membekas.

      (Fin nafsika) berupa kegoncangan dan kegelisahan, keengganan dan


kebencian, tanpa ada ketenangan.
 

      (Wa karihta an yatthali’a ‘alaihin naasu) perbuatan yang tidak disuka
untuk dilihat oleh orang lain merupakan tanda bahwa itu adalah perbuatan
tidak baik atau dosa, sebab biasanya manusia itu suka dilihat perbuatan
baiknya. Karena itulah kebanyakan manusia dibinasakan oleh perbuatan
riya (pamer/ingin dipuji orang).

         (Ataitu rasuulallaahi shallallaahu “alaihi wasallam, fagoola ji’ta tas-


alu ‘anil birri? Qultu na’am) ini merupakan suatu mukjizat besar dari
Rasulullah  karena telah memberitahukan isi hati orang itu sebelum orang
itu memberitahukannya kepada Beliau.

        (Istafti qalbaka) dalam riwayat lain jiwamu.

       (Albirru mathma-annat ilaihin nafsu) yakni, merasa tentram


terhadapnya.

       (Wal itsmu maa haaka fin nafsi wa taraddada fish shadri) yakni, hati.
Dan penggabungan antara kedua kata ini adalah sebagai penguat.

      (Wa in aftaakan naasu) yakni, ulamanya. Maksud dari kalimat ini
adalah: Aku telah memberikan tanda-tanda dari dosa itu maka ambillah ia
sebagai pelajaran untuk menjauhinya, dan jangan terima fatwa orang lain
yang bertentangan dengannya.

PENUTUP:

Allah  befirman kepada Nabi-Nya yang mulia , artinya: Dan sesungguhnya


engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. 68: 4)
 

Dari sahabat Abu Hurairah , katanya: Rasulullah  bersabda, yang artinya:


Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling
baik budi pekertinya.

Rasulullah pernah ditanya: “Apakah yang paling banyak memasukkan


orang ke dalam surga itu, Ya Rasulullah?” Beliau menjawab: “Takwa
kepada Allah dan budi pekerti yang baik.”

Dari Ali bin Abithalib Karramallaahu wajhah, katanya: “Barangsiapa


memiliki empat macam pekerti, maka Allah akan menggantikan
keburukannya dengan kebaikan pada hari kiamat kelak, yaitu: jujur, malu,
syukur dan budi pekerti yang baik.”

Dari Aisyah radiyallaahu anha, katanya: Rasulullah  bersabda, yang


artinya: Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah orang yang
paling baik akhlaknya dan paling lembut terhadap keluarganya.”

HIKAYAT:

Alkisah, mengenai diri Syaqiq Albalkhi . Ia mempunyai seorang Istri yang


buruk akhlaknya, lalu dikatakan orang kepadanya: “Mengapa tidak Anda
ceraikan saja istrimu itu? Padahal ia telah banyak menyakiti Anda dengan
akhlaknya yang buruk itu.” Syaqiq menjawab: “Kalau dia berakhlak
buruk, maka aku berakhlak baik. Seandainya ia aku ceraikan, maka aku
akan sama dengan dia. Dan aku khawatir tidak ada orang yang mau
menjadikannya istri karena akhlaknya yang buruk itu.”

HADIS KE-28
Dari Abu Najiihi Al ‘Irbaadh bin Saariyah.   Katanya :

Artinya:

Rasulullah  pernah memberikan nasihat kepada kami dengan suatu nasihat


yang menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Maka kami bertanya:
“Ya Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasihat terakhir, maka berilah
kami wasiat.” Beliau bersabda: “Aku wasiatkan kepadamu supaya
bertakwa kepada Allah , dan hendaklah kalian mendengarkan perintah dan
bersikap patuh, sekalipun yang memerintah kalian itu adalah seorang
budak. Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian nanti akan melihat
banyak perselisihan. Maka kalian wajib berpegang teguh dengan sunnahku
dan sunnah para khulafa arasyidin yang diberi petunjuk oleh Allah,
berpesangteguhlah pada Sunnah-summah itu dengan kuat. Dan hendaklah
kalian berhatihati terhadap bid’ah, karena bagi tiap-tiap bid’ah itu ada
yang sesat. Diriwayatkan oleh Abu Daud dan Atturmidzi, dan ia berkata:
Ini adalah hadis hasan sahih.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi kita taufik untuk bisa
berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini adalah hadis yang agung.

    , (Wa’azhanaa rasuulullaahi shallallaahu “alaihi wasallam) yakni,


sesudah salat Subuh. Dahulu, Beliau sering memberikan pengajian
sesudah salat Subuh, tetapi hanya kadang-kadang, tidak setiap hari,
sebagaimana disebutkan di dalam dua kitab hadis yang sahih, karena
khawatir mereka menjadi bosan dan jemu. Karena itulah, Ibnu Mas’ud 
dahulu hanya memberikan ceramah pada hari Kamis saja.

 
    (Maw’izhatan) yaitu, nasihat dan peringatan terhadap hal-hal yang akan
datang.

      (Wajilat minhal guluubu) yakni, yang karena nasihat itu, hati menjadi
gentar ketakutan.

     (Wa dzarafat) yakni, mengalir.

     (Minhal ‘uyuunu) yakni, air mata.

Seyogianya seorang ulama selalu memberikan petuah, nasihat kepada


sahabat-sahabatnya dengan mengingatkan mereka kepada hal-hal yang
berguna buat agama dan dunia mereka. Dan hendaklah 1a memberikan
nasihat yang dapat menggentarkan hati pendengarnya, karena hal itu lebih
cepat kepada ijabah.

HIKAYAT:

Alkisah, dahulu kala ada seorang penceramah yang apabila memberikan


ceramah, saking mengesankannya ceramahnya itu, maka tentu ada saja di
antara pendengarnya dua atau tiga orang yang meninggal dunia di
majelisnya. Dia mempunyai tetangga, seorang wanita salihah yang
memiliki keramat. Wanita ini mempunyai seorang anak dan saudara.
Wanita salihah ini khawatir, kalau keduanya hadir di majelis itu, akan
mengalami nasib yang sama dengan orang-orang yang meninggal terebut.
Maka setiap ada majelis tersebut, pintu rumahnya selalu dikuncinya,
sehingga keduanya tidak dapat keluar.

Pada suatu hari, ketika ia ada keperluan di luar, ia lupa mengunci pintu
rumahnya. Maka keduanya pun pergi menghadiri majelis tersebut.
Akhirnya keduanya pun meninggal dunia bersama orang-orang yang
meninggal di masjid itu. Ketika wanita itu pulang, didapatnya berita
bahwa keduanya sudah meninggal dunia di masjid. Maka wanita itu lalu
berdiri di pintu masjid sambil berkata dalam hatinya: “Syeikh ini tidaklah
keluar kecuali seperti keluarnya keduanya.”

Ketika syeikh itu selesai memberikan ceramah, dan hendak keluar dari
masjid, maka si wanita mencegatnya di pintu masjid seraya membacakan
dua bait syair:

Engkau melarang orang namun kausendiri tak berhenti melakukan


larangan itu

Bilakah kau akan menyusul kaum itu hai Akwa’

Hai batu asahan, kapan kau akan berhenti mengasah

Kau menajamkan besi namun kausendiri tetap tumpul tak bisa memotong

Ketika syeikh itu mendengar ucapan wanita tersebut, perkataan itu


menembus ke kalbunya bak anak panah yang tajam, sehingga ia pun jatuh
dan meninggal dunia saat itu juga. Semoga Allah menyayangi mereka
semuanya, amin.

      (Faqulnaa yaa rasuulallaahi kaannahaa maw’izhatun muwaddi’in) hal


itu karena saking sangatnya penakut dan peringatan yang Beliau berikan
kepada mereka, sehingga mereka menyangka itu tanda sudah dekatnya ajal
Beliau.

      (Fa aushinaa) yakni, wasiat yang menyeluruh dan lengkap.

 
      (Qaala ushiikum bitagwallaahi) dalam kalimat ini terkumpul segala
yang dibutuhkan dalam urusan akhirat, karena takwa itu merupakan
cerminan dari melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala larangan,
dan beban syariat itu tidak keluar dari batas-batas tersebut.

    (Was sam’u wath thaa’atu) dikumpulkannya kedua kata ini sebagai
tanda agar diberikan perhatian yang berlebih.

       (Wa in ta-ammara alaikum “abdun) yakni, sebagai perumpamaan,


sebab seorang hamba itu tidak mungkin menjadi pemimpin. Tetapi boleh
jadi juga Beliau menggambarkan keadaan yang akan datang, yaitu di
zaman edan, di mana banyak urusan diserahkan kepada yang bukan
ahlinya, seperti kepada seorang budak tadi. Maka disarankan supaya taat
guna menghindarkan fitnah yang lebih besar. Namun perlu juga diingat
bahwa taat ini hanya boleh dalam hal yang tidak bertentangan dengan taat
kepada Allah.

      (Wa innahu man ya’isy minkum fasayaraa ikhtilaafan katsiiran) ini
merupakan mukjizat Nabi , karena Beliau mengetahui apa yang akan
terjadi sepeninggal Beliau secara terperinci, berdasarkan hadis sahih
bahwa telah disingkapkan bagi Beliau apa yang akan terjadi hingga
penghuni surga atau neraka masuk ke dalam tempatnya masing-masing.

     (Fa alaikum) yakni, pada waktu itu kamu wajib berpegang teguh.

     (Bi sunnatii) yakni, jalanku yang lurus yang aku ada di atasnya, berupa
hukum-hukum Y’tikadiah dan amaliah yang wajib dan yang sunnah.

       (Alkhulafaa-ir raasyidiinal muhdiyyiina) mereka itu ialah Abubakar,


Umar, Utsman, Ali dan Hasan .
 

      (Adhdhuu ‘alaihaa bin nawaajidzi) yakni, gigitlah dengan gigi


gerahammu. Ini merupakan kiasan tentang sangatnya berpegangan pada
sunnah itu.

       (Wa iyyaakum wa muhdatsaaatil umuuri) yakni, jauhilah atau


hindarilah dari mengambil perkara-perkara yang baru diada-adakan dalam
agama, dan mengikuti selain sunnah khulafaur raasyidin.

        (Fa inna likulli bid’atin dhalaalatun) bid’ah menurut bahasa artinya
mengadakan sesuatu yang baru tanpa contoh sebelumnya. Sedangkan
menurut syara’ artinya, apa-apa yang diadaadakan bertentangan dengan
perintah Allah.

Sufyan Ats Tsauri berkata: “Bid’ah itu lebih disukai setan daripada
maksiat, sebab perbuatan maksiat itu boleh jadi dimintakan ampun oleb
pelakunya, namun perbuatan bid’ah tidak akan dimintakan ampunnya.”

Al Fudhail rahimahullah berkata: “Barangiapa mencintai tukang bid’ah,


maka Allah akan menggugurkan amalnya dan mengeluarkan cahaya Islam
dari kalbunya.”

Dan sabda Nabi , yang artinya: Barangsiapa mengada-adakan suatu urusan


yang baru atau mendukung tukang bid’ah, maka atasnya laknat Allah,
malaikat dan manusia seluruhnya, dan Allah tidak menerima amalan wajib
dan sunnahnya.

 
Dan sabda nabi , yang artinya: Barangsiapa mengikutiku maka ia termasuk
dari golonganku, dan barangsiapa tidak suka akan sunnahku, maka ia
bukan dari golonganku.

PENUTUP:

Di antara sunnah-sunnah Nabi  adalah mensucikan hati dari tipu, dengki,


dan seluruh aib yang ada di dalam kalbu. Ia merupakan ibadat dan tagarrub
yang paling besar, dan dengan itu pula diperoleh derajat yang tinggi.
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Atturmidzi, bahwa
Rasulullah  berkata kepada Anas : “Wahai anakku, jika engkau mampu
untuk berada di waktu pagi dan sore sedang di dalam hatimu tidak ada tipu
daya untuk seseorng pun, maka lakukanlah!” Kemudian Beliau berkata
pula: “Wahai anakku, itu adalah sunnahku, barangsiapa suka akan
sunnahku berarti ia suka kepadaku, dan barangsiapa suka kepadaku
niscaya ia akan bersamaku di hari kiamat kelak di dalam surga.”

HADIS KE-29
Dari sahabat Mu’adz bin Jabal.  Katanya :

Artinya:

Saya bertanya: “Ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang amal


yang akan memasukkan saya ke dalam surga dan menjauhkan saya dari
neraka!” Beliau menjawab: “Engkau benar-benar telah menanyakan
tentang sesuatu yang penting. Namun sebenarnya ia mudah bagi orang
yang dimudahkan Allah untuk melakukannya. Engkau sembahlah Allah
dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Engkau kerjakan
salat, engkau berikan zakat, engkau berpuasa di bulan Ramadan, dan
engkau naik haji ke Baitullah.” Kemudian Beliau bersabda: “Maukah
engkau kutunjukkan pintupintu kebaikan? Puasa itu perisai, sedekah
menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api, dan salat
seseorang di tengah malam, lalu Beliau membacakan firman Allah:
tatajaafa junuubuhum ‘anil madhaaji’i hingga sampai ya’maluun.” (QS.
32: 16-17) Kemudian Beliau melanjutkan:”Maukuh engkau kuberitahu
tentang pokok-pokok amal, dan tiang-tiangnya serta puncak-puncaknya?
Saya menjawab: “Ya, Wahai Rasulullah!” Beliau bersabda: “Pokok amal
itu adalah islam, tiangnya adalah salat, dan puncaknya adalah jihad.”
Kemudian Beliau bersabda: “Maukah engkau kuberitahu tentang sendi
semuanya itu?” Saya menjawab: “Mau Ya Rasulullah.” Maka Beliau
memegang lidahnya seraya berkata: “Jagalah ini!” Saya bertanya: “Ya
Rasulullah, apakah kami dituntut (disiksa) kurena apa yang kami
ucapkan?” Beliau menjawab: “Semoga engkau selamat, Adukuh yang
menjerumuskan orang di atas mukanya (atau, subdanya: ke atas batang
hidungnya) ke dalam neraka, selain buah ucapan lidah mereka?”

Diriwayatkan oleh Atturmidzi, dan ia berkata: Ini adalah hadis hasan


sahih.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki kita agar dapat


berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan pokok agama yang
besar. Dalam kitab Al Jaami’ ada sedikit tambahan kalimat daripada yang
disebutkan di sini, yang lafaznya dari Muadz bin Jabal, katanya: “Saya
berada bersama-sama Rasulullah  dalam perjalanan. Pada suatu hari, saya
berada dekat dengan Beliau, dan kami sedang berjalan, lalu saya berkata
kepada Beliau: “Beritahukanlah kepada saya tentang amal yang
memasukkan saya ke dalam surga…, kemudian Muaz menyebutkan hadis
ini.

     (Akhbaranii…hingga akhirnya) pertanyaan ini menunjukkan kefasihan


sahabat Mu ‘adz, karena ia telah dapat mengajukan pertanyaan yang
singkat padat, karenanya Rasulullah  memuji pertanyaannya itu dan kagum
atas kefasihannya, sabda Beliau:

     (Laqad sa-alta ‘an ‘azhiim) yakni, amal yang besar.


 

      (Wa innahu layasiirun ‘alaa man yassarahullaahu alaihi) yakni, dengan
taufik-Nya untuk melaksanakan ketaatan dan melapangkan dadanya untuk
melakukan apa yang telah dibebankan Allah kepadanya. Barangsiapa yang
dikehendaki Allah untuk menunjukinya, maka Dia melapangkan dada
orang itu untuk menerima Islam. Kemudian Beliau menjelaskan amal yang
besar itu dalam sabdanya:

     (Ta’budullaaha) yakni, mengesakan-Nya.

     (Laa tusyrikuu bihi syai-an) yakni, melaksanakan segala bentuk ibadat
dengan tulus ikhlas.

        (Wa tuqiimush shalaata ..hingga wa tahujjul baita) yakni,


melaksanakan semua ibadat tersebut jika telah didapati sebab-sebabnya
dan tidak ada penghalangnya dengan seluruh kewajibannya.

      (Tsumma qaala alaa adulluka ‘alaa abwaabil khairi?) dan di dalam
riwayat Ibnu Majah: Maukah engkau kutunjuki pintu-pintu surga?

    (Ash shaumu junnatun) yakni, membanyakkan puasa sunnah. Junnah


artinya perisai, yakni perisai dari api neraka, dan dari penguasaan syahwat
dan lalai. Karena dalam puasa itu ada sifat sabar terhadap kelezatan
syahwat dan kebiasaan. Dalam salah hadis, Rasulullah  bersabda, yang
artinya: Barangsiapa berpuasa satu hari di jalan Allah, maka Allah akan
menjadikan sebuah parit antara dia dan neraka, yang luasnya seperti langit
dan bumi.

      (Wash shadaqatu) yakni, mengeluarkannya.


 

    (Tuthfi-u) yakni, menghapuskan.

       (Alkhathii-ata kamaa yuthfi-ul maa-un naara) dikhususkannya


sedekah di sini adalah karena manfaatnya yang besar, dan karena makhluk
itu keluarga Allah, dan sekedah itu berbuat baik kepada mereka. Menurut
adat kebiasaan, perbuatan baik kepada keluarga Seseorang itu dapat
meredakan kemarahannya.

HIKAYAT:

Dari sahabat Abu Hurairah , bahwa Nabi sallallaahu alaihi bersabda, yang
artinya: Pada saman dahulu ada seorang laki-laki Yang suka mendatangi
sarang burung dan mengambili anak-anak burung yang baru ditetaskan
oleh induknya. Lalu induk burung itu mengadukan halnya kepada Allah 
tentang perbuatan orang itu, Maka Allah memberitahukan kepadanya,
kalau orang itu datang lagi maka ia akan dibinasukan. Ketika induk burung
itu menetaskan anak burung lagi, orang itu sebagaimana biasa mendatangi
sarang burung itu lagi untuk mengambil anak-anak burung itu. Pada saat
berjalan menuju ke sarang burung itu, ia berjumpa dengan seorang
pemintaminta, lalu diberinya sepotong roti yang ada padanya. Kemudian ia
melanjutkan perjalanannya.

Ketika tiba di pohon tempat sarang burung itu berada, ia memasang tangga
lalu memanjatnya, kemudian diambilnya anakanak burung itu dari
sarangnya, sedangkan induk burung itu hanya bisa memandanginya saja.
Lantas induk burung itu mengadukan hal itu kepada Allah: “Oh Tuhan
kami, Engkau tidaklah ingkar janji. Engkau telah berjanji kepada kami
akan membinasakan orang itu jika ia kembali. Sekarang dia sudah kembali
dan mengambil anakanak kami, namun mengupa tidak Engkau
binasakan?” Maka Allah memberitahukan kepadanya, bahwa Aku tidak
akan membinasakan orang yang bersedekah pada hari ia bersedekah itu
dengan kematian yang buruk.
 

         (Wa shalaatur rajuli) disebutnya orang laki-laki di sini adalah karena
penanyanya adalah seorang laki-laki, atau karena kebanyakan perbuatan
baik itu pelakunya adalah laki-laki, sebab kaum wanita kebanyakan
menjadi penghuni neraka. Namun wanita sama dengan laki-laki dalam
masalah salat ini.

       (Fii jaufil laili) adapun sebab waktu malam itu lebih utama dari siang
adalah karena lebih mudah untuk khusyuk dan tadarruk. Dan yang lebih
utama adalah sesudah tidur.

        (Tsumma talaa tatajaafa hingga ya’maluun) dalam riwayat Muslim


disebutkan:

Sesungguhnya di waktu malam itu ada waktu yang tidaklah seseorang


muslim berdoa kepada Allah  bertepatan dengan waktu itu meminta
kebaikan dunia dan akhirat, melainkan Allah akan memberikan
permintaannya itu. Dan itu terjadi setiap malam.

      (Alaa ukhbiruka bira’sil amri) yakni, ibadat, atau perkara yang engkau
tanyakan tersebut.

       (Wa amuudihi wa wa dzarwati sanaamihi) yakni, puncak sesuatu.

       (Qultu balaa yaa rasuulallaah. Qaala ra’sul amri al islaamu, wa


‘amuuduhu ash shalaatu, wa dzarwatu sanaamihi al jihaadu) ini tidak
dicantumkan dalam naskah pengarang, sedangkan menurut asal riwayat
Atturmidzi ada.
 

        (Alaa ukhbiruka bimalaaki dzaalika kullihi) yakni, tujuannya dan


yang mengumpulkannya.

       (Oultu balaa yaa rasuulallaah, faakhadza rasulullaah shallallaahu


“alaihi wasallam bilisaanihi) yakni, Beliau memegang lidahnya sendiri.

     (Wa qaala, kuffa’alaika haadzaa) yakni, jagalah ini dari kejahatan.

     (Oultu yaa rasuulallaah, wa innaa lamuaakhidzuuna bimaa natakallama


bihi?) pertanyaan yang dilandasi oleh perasaan heran.

     (Faqaala tsakilatka ummuka, wahal yakubba) yakni, menjerumuskan.

     (Annaasu) yakni, kebanyakan manusia.

    (Finnaari alaa wujuuhihim, au gaala alaamanaakhirihim, illaa hashaaida


alsinatihim) yakni, perkataan buruk yang diucapkannya.

Dalam Alhikmat disebutkan: Lidahmu adalah singamu. Jika kaulepaskan


ia akan menerkammu, dan jika engkau tahan ia akan menjagamu. 

PENUTUP:
Seyogianya orang yang berakal itu memelihara lidahnya dari semua
perkataan kecuali perkataan yang akan mendatangkan kemaslahatan dan
kemanfaatan.

HADIS KE-30
Dari Abu Tsa’labah Al Khusyani Jurtsum bin Nasyir , dari Rasulullah ,
Beliau bersabda:

Artinya:

Sesungguhnya Allah  telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka


janganlah kamu meninggalkannya, dan telah menetapkan beberapa
batasan, maka janganlah kamu melampauinya: dan telah mengharamkan
beberapa perkara, maka janganlah kamu melanggarnya, dan telah diam
dari beberapa perkara sebagai rahmat bagimu bukan karena lupa, maka
janganlah kamu membahasnya.

Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Addaruqutni dan lain-lain.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
hadis yang agung, tidak ada satu hadis pun yang menghimpun masalah
pokok agama dan cabangnya seperti hadis ini. Assam’ani berkata:
“Barangsiapa mengamalkan isi hadis ini, maka ia telah memperoleh pahala
dan selamat dari siksa.”

 
     (Innallaaha ta’aala farradha faraaidha) yakni, telah mewajibkannya dan
mengharuskan beramal dengannya.

     (Falaa tudhayyi’uuhaa) yakni, dengan meninggalkannya atau


meremehkannya hingga keluar dari waktunya. Tetapi kerjakanlah
sebagaimana ia diwajibkan atasmu.

     (Wa hadda huduudan) yakni, menjadikan bagimu batasanbatasan yang


membatasimu dari apa yang tidak diridai-Nya.

       (Falaa ta’taduuhaa) yakni, jangan menambahnya dari apa yang telah
diperintahkan Allah.

      (Wa harrama asy-yaa-an falaa tantahikuuhaa) yakni, jangan dilakukan


dan jangan didekati.

     (Wa sakata ‘an asy-yaa-in rahmatan lakum) yakni, karena kamu.

     (Ghaira nisyaanin) yakni, karena dia.

     (Falaa tabhatsuu ‘anhaa) karena dengan membahasanya itu akan


menjadikan sebab turunnya hukum yang keras, bisa wajib bisa haram.

Ibnu Mas’ud  berkata: “Janganlah kamu membahas secara mendalam


perkara lain yang kita disuruh mengimaninya, tanpa penjelasan
bagaimananya, karena pembahasan yang terlalu dalam itu adakalanya akan
menimbulkan kebingungan atau keraguan yang akhirnya membawa
kepada pendustaan.” Karena itulah Ibnu Ishak berkata: “Tidak boleh
memikirkan tentang Khaliq dan makhluk dengan apa yang tidak pernah
didengarnya.” Seperti dalam firman Allah

yang artinya: Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan
memuji-Nya. (QS. 17: 44) Lalu ditanyakan: Bagaimana benda mati bisa
bertasbih? Karena Allah telah memberitahukan itu, dan Dia menjadikan
bagaimana yang Dia kehendaki sebagaimana yang Dia kehendaki, kita
hanya wajib percaya.

Dalam sahih Bukhari dan Muslim disebutkan hadis yang mendukung


haramnya berpikir tentang Alkhaliq. Seperti yang dikemukakan oleh Imam
Bukhari: Setan datang menemui seseorang di antara kamu lalu ia berkata,
“Siapa yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan ini?” Hingga
akhirnya ia berkata, “Siapa yang menciptakan Tuhanmu?” Apabila sudah
sampai demikian, maka mohonlah perlindungan kepada Allah dan
berhentilah dari memikirkan itu lagi.

Dan Imam Muslim mengemukakan hadis yang artinya: Manusia


senantiasa bertanya-tanya hingga akhirnya ditanyakan, Allah menciptakan
makhluk, lalu siapa yang menciptakan Allah? Barangsiapa mengalami hal
itu maka hendaklah ia mengucapkan “Aku beriman kepada Allah,”

Pikirkanlah wahai saudaraku, hanya tentang ciptaan Allah dan jangan


Sekali-kali memikirkan tentang Allah. Rasulullah  bersabda, yang artinya:
Pikirkanlah olehmu tentang ciptaan-ciptaan Allah dan jangan memikirkan
tentang Allah, sebab kamu tidak akan bisa mengirakannya dengan benar.

 
Alhasan berkata: “Berpikir sesaat itu lebih baik daripada ibadat salat
Sunnah semalam suntuk.” Dan Ibrahim bin Adham berkata: “Berpikir itu
adalah hajinya akal.”

PENUTUP:

Sebagai penutup majelis ini, kami akan kemukakan beberapa faedah yang
berkaitan dengan tafakkur. Sebagian orang arif mengatakan bahwa,
tafakkur itu terbagi dua: (1) tafakkur yang berkaitan dengan Tuhan, (2)
tafakkur yang berkaitan dengan si hamba. Adapun tafakkur yang berkaitan
dengan hamba itu, seyogianya ia memikirkan apakah ia ada dalam maksiat
atau tidak? Jika dilihatnya dirinya berbuat dosa, maka hendaklah ia segera
bertobat, kemudian memikirkan menggantikan anggota tubuh yang biasa
digunakan untuk maksiat menjadi untuk berbuat taat, dan menjadikan
pekerjaan matanya adalah mengambil pelajaran, pekerjaan lisannya adalah
zikir, istigfar, tasbih, tahlil dan zikir-zikir lainnya. Begitu juga anggota-
anggota tubuh lainnya digunakan untuk berbuat taat di waktu malam dan
siang, berbakti kepada Tuhan Yang Tunggal dan Maha Penakluk.
Kemudian memikirkan untuk mengisi waktu-waktunya dengan amalan
sunnah guna mencari laba di negeri yang berlaba (negeri akhirat). Maka
hendaklah ia menambah salat fardunya dengan salat-salat sunnah sesuai
dengan kemampuannya.

Begitu juga, ia memikirkan urusan puasa, seperti puasa Senin Kamis dan
hari-hari yang mulia serta musim-musim kebaikan dan ketaatan, janganlah
itu dilupakannya. Kemudian memikirkan urusan zakat, jika itu wajib
atasnya, hendaklah dikeluarkannya kepada orang-orang yang berhak
menerimanya. Kalau tidak, maka hendaklah ia bersedekah. Kemudian
hendaklah ia memikirkan tentang umurnya yang pendek, ia harus
menyadari itu sebelum ia pergi untuk selama-lamanya, sedang ia tidak
merasa.

Kemudian setelah itu, hendaklah ia memikirkan tentang sifat-sifat batin,


maka ia harus meninggalkan semua perilaku yang tercela, seperti
sombong, ujub, kikir, dengki dan lain-lain, lalu berperilaku dengan
perilaku yang terpuji, seperti jujur, ikhlas, sabar, takut dan lain-lain.
Kemudian memikirkan tentang lenyapnya dunia dan kefanaannya, maka
ditinggalkannya untuk ahlinya, dan memikirkan kekekalan akhirat dan
keabadiannya, maka dituntutnya itu dan diramaikannya. Sebagian orang
arif berkata kepada sahabatnya: “Kunjungilah akhirat dengan hatimu
setiap hari, dan saksikanlah tempat berdiri di hadapan Allah kelak dengan
akalmu, dan bayangkanlah keadaan kuburan dengan pikiranmu, sebab
semuanya pasti akan terjadi.

Sedangkan memikirkan Tuhan itu telah dilarang oleh syariat sebagaimana


telah disebutkan di muka.

HADIS KE-31
Dari Abul Abbas Sahl bin Saad Assaa’idi , katanya:

Artinya:

Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah  lalu berkata: “Ya


Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amalan yang jika aku lakukan
maka aku akan dicintai Allah dan dicintai manusia.” Rasulullah
menjawab: “Zuhudlah engkau terhadap dunia niscaya Allah mencintaimu,
dan suhudlah terhadap apa yang ada pada manusia, niscaya manusia akan
mencintaimu.”

Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan lain-lain dengan sannad-
sanad yang hasan.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini termasuk salah
satu dari empat hadis yang menjadi poros agama Islam.

 
     (Izhad) Zuhud menurut bahasa artinya memalingkan diri dari sesuatu
karena menganggapnya remeh tak ada harganya. Sedangkan menurut
istilah syara” adalah mengambil yang halal sekedar yang diperlukan saja.

      (Fid dunyaa) yakni, dengan jalan merendahkan seluruh keadaannya,


karena Allah telah menganggapnya hina dan tak berarti, serta
mengingatkan akan tipu dayanya. Para ulama menafsirkan dunia itu
bermacam-macam, ada yang mengatakan bahwa dunia adalah apaapa yang
ditimpa malam dan siang, dinaungi oleh langit dan dijunjung oleh bumi.
Ada pula yang mengatakan, dunia itu adalah uang dinar emas dan dirham
perak. Ada yang mengatakan, dunia itu adalah makanan dan minuman,
serta pakaian dan tempat tinggal. Yang jelas ia adalah semua kelezatan dan
syahwat yang cocok dengan nafsu, sampai-sampai perkataan yang
didengar orang banyak jika hal itu bukan karena mengharap rida Allah,
juga dianggap masuk ke dalam kategori dunia.

Abu Sulaiman berkata: “Jangan mengatakan seseorang itu zahid (orang


yang zuhud), sebab zuhud itu ada di dalam kalbu.”

Alfudhail berkata: “Asal zuhud itu adalah rida terhadap ketentuan Allah.”

Imam Ali Karramallaahu wajhah berkata: “Barangsiapa zuhud terhadap


dunia, maka akan menjadi ringanlah segenap malapetaka.”

Pernah seorang ulama salaf ditanya orang: “Jika seseorang banyak


hartanya, apakah ia bisa disebut zuhud?” Ulama itu menjawab: “Ya, jika Ia
tidak gembira dengan tambahan pada hartanya itu, dan tidak sedih jika
kehilangan hartanya itu.”

 
Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa celaan terhadap dunia yang
disebutkan dalam beberapa ayat dan hadis itu bukan ditujukan kepada
zamannya, yaitu malam dan siang, karena Allah  telah menjadikan waktu-
waktu tersebut sebagai pergantian bagi orang yang hendak berzikir dan
bersyukur. Dan bukan pula celaan itu tertuju kepada tempatnya, yaitu
bumi. Karena Allah  telah menjadikannya bagi kita sebagai tempat tinggal.
Dan juga bukan karena benda-benda dan hewan-hewan yang ada di
dalamnya, karena Allah  telah menjadikan semuanya itu sebagai nikmat-
Nya bagi hamba-hamba-Nya. Sebab tercelanya dunia itu adalah karena
sibuk dengan apa yang ada di dalam dunia itu yang menyebabkan lalai dari
tujuan hidup manusia diciptakan, yaitu untuk ibadat kepada Allah .

     (Wazhad fiimaa fii aidin naasi yuhibbukan naasu) yakni, karena pada
umumnya kalbu itu diciptakan atas cinta dunia, jadi orang yang berusaha
mencabut kecintaannya itu maka akan dibencinya, dan orang yang tidak
menggugatnya akan dicintainya.

Sebagian ulama berkata: “Saya tidak ragu bahwa orang yang zuhud
terhadap dunia tentu akan dicintai oleh jin dan manusia.”

Attabrani mengeluarkan sebuah khabar, artinya: Zuhudlah terhadap apa-


apa yang ada pada manusia maka engkau akan menjadi kaya.”

Alhasan berkata: “Orang akan tetap terhormat di mata manusia selama ja


tidak diberi dari apa yang ada pada manusia itu, maka ketika itu mereka
akan meremehkannya, tidak menyukai omongannya dan membencinya.”

PENUTUP:

Hadis ini berisikan anjuran agar seseorang mengurangi dari dunia sekedar
yang dapat menutupi kebutuhannya saja.
 

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Atturmidzi dinyatakan: Seandainya


dunia itu berharga di sisi Allah selayaknya sekepak sayap nyamuk, pasti
orang kafir tidak akan mendapatkan seteguk air untuk diminum. Maka
orang yang berakal sehat tentu tidak akan terpedaya oleh tipu daya dunia
yang memikat itu. Karena ia ibarat nenek sihir yang menghiasi lahirnya
dengan kebaikan dan menyembunyikan keburukannya, sehingga banyak
orang yang tertarik kepadanya.

Nabi  bersabda, yang artinya: Hati-hatiluh terhadup dunia, kurena ia lebih


jahat sihirnya daripada harut dan Marut.

Dalam sebagian mukasyafatnya, Nabi Isa  melihat rupa dunia dalam


bentuk seorang perempuan tua renta. Lalu Beliau bertanya kepadanya:
“Berapa banyak suamimu?” Jawabnya: “Tidak terhitung banyaknya.”

“Mereka mati meninggalkanmu atau mereka menceraikanmu?” Tanya


Nabi Isa pula.

“Akulah yang menceraikan mereka dan membinasakan mereka,”


jawabnya.

Kemudian Nabi Isa  berkata: “Sungguh aneh orang-orang bodoh yang lain,
yang telah menyaksikan apa yang telah dilakukan dunia itu kepada orang-
orang, namun mereka masih tetap menginginkannya dan tidak mau
mengambil pelajaran!”

Dikisahkan dari Ibrahim bin Adham , bahwa dalam salah satu


perjalanannya, beliau tiba di kota Rayy, yaitu salah satu dari daerah Islam.
Di sana kebetulan sedang diadakan sebuah majelis taklim, tampak seorang
kiai duduk di atas sebuah kursi tinggi sambil memberikan kuliahnya
dengan cara yang agak angkuh dan sombong. Ketika kuliah itu selesai,
Ibrahimbin Adham mengucapkan ta’awwudz lalu membaca: tabaarakal
ladzii biyadihil mulku wa huwa ‘alaa kulli syai-in qadiir, alladzii khalagas
sariir…

“Keliru!” tegur kiai itu.

Maka Ibrahim bin Adham membetulkannya: Alladzii khalaqol farasa wal


lijaama.”

Tunggangan kiai itu sedang tertambat di Juar msjid tersebut. “Masih


keliru,” kata kiai itu menegurnya.

“Alladzii khalaqal qashra.”

“Keliru lagi,” kata kiai itu menegurnya.

Maka Ibrahim bertanya: “Kalau begitu, yang betul bagaimana?”

“Alladzii khalaqol mauta wal hayaata…” jawab kiai itu membetulkan.

Ibrahim lalu berkata: “Kalau Anda tahu bahwa Anda diciptakan untuk
mati, maka mengapa Anda masih bersikap congkak dan sombong?”
 

“Anda benar,” kata kiai itu. Kemudian ia turun dari atas kursinya lalu
bertobat dan ikut bersama Ibrahim merantau, dan ditinggalkannya semua
harta, rumah dan anak istrinya hingga matinya. Semoga Allah merahmati
mereka semua.

HADIS KE-32
Dari Abu Said Saad bin Malik bin Sinaan Alkhudri , bahwa Rasulullah 
bersabda:

Artinya:

Janganlah kamu saling memudarratkan.

Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Addarugutni serta lainnya
dengan sanad, dan diriwayatkan juga oleh Imam Malik di dalam
Almuwattha sebagai hadis mursal, dari Amr bin Yahya dari bapaknya dari
Nabi , dan dia meniadakan Abu Said. Hadis ini mempunyai beberapa
jalan, antara satu dengan liannya saling menguatkan.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik dan


hidayahnya kepada kita untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini
merupakan hadis yang agung.

    (Laa dharara walaa dhiraara) yakni lawan kata dari manfaat. Yang
pertama adalah memberi mudarrat kepada orang lain secara mutlak, dan
yang kedua adalah memberi mudarrat kepada orang lain sebagai
pembalasan.
 

CATATAN:

Berikut ini kami kemukakan sedikit riwayat tentang besarnya azab yang
akan diterima oleh orang yang menyakiti kaum mukminin..

Mujahid meriwayatkan dengan sanadnya, katanya: “Neraka Jahannam itu


mempunyai tepi seperti tepi pantai, di dalamnya penuh dengan binatang
melata, seperti ular yang besarnya laksana unta, dan kalajengking yang
besarnya laksana bagal. Jika penghuni neraka minta tolong, mereka
mengatakan, “Pantai.” Jika mereka sudah dilemparkan ke dalamnya, maka
mereka lalu diserbu oleh hewan-hewan berbisa tersebut. Ada yang
menggigiti mata mereka, ada yang menggigiti bibir mereka, ada yang
menyengat mereka dengan kuat. Kemudian mereka berkata, “Api,,,api..”
Ketika mereka dinaikkan kembali ke darat, mereka ditimpa oleh penyakit
kudis yang gatalnya tak terperikan, sehingga mereka tak henti-henti
menggaruknya sampai menembus ke tulang mereka. Padahal dalamnya
tulang mereka itu adalah 40 hasta. Lalu ditanyakan kepada mereka: “Hai
fulan, apakah ini menyakitimu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang lebih
menyakitkan dari ini!” Kemudian dikatakan: “Inilah akibat engkau telah
menyakiti kaum mukminin.” Semoga Allah melindungi kita dari hal yang
demikian.

Maka janganlah Anda, wahai saudaraku, menyakiti seseorang atau


memudarratkannya. Nabi  telah bersabda: Laa dharaar walaa dhiraar
(Janganlah kamu saling memudarratkan).

Abu Daud berkata: “Fikih itu beredar pada lima hadis, dan hadis ini
dianggap sebagai salah satu dari hadis yang lima itu.”

Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Hadis ini mempunyai beberapa


jalur yang satu dengan lainnya saling menguatkan.”
 

Telah disebutkan dalam Alguran dan hadis sahih yang maknanya sama
dengan hadis ini, maka pegang teguhlah ia, seperti firman Allah

yang artinya: Dan sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan


kezaliman. (QS. 20: 111) Zalim itu adalah meletakkan sesuatu bukan pada
tempatnya. Barangsiapa memberi mudarrat kepada saudaranya berarti ia
telah menzaliminya. Dan sabda Nabi :, yang artinya: Diharamkan dari
seorang mukmin itu darahnya, hartanya, kehormatannya, dan hendaklah ia
tidak menyangka kepada saudaranya itu kecuali yang baik.

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa macam perbuatan yang


termasuk perbuatan zalim, di antaranya: cukai, makan harta anak yatim,
menunda pembayaran hutang padahal sudah mampu untuk membayarnya,
menzalimi wanita dalam masalah mas kawin, nafkah dan pakaian.

Dari Ibnu Mas’ud , katanya: “Nanti pada hari kiamat tangan seorang
hamba, baik laki-laki maupun perempuan, akan dicekal lalu berteriaklah
penyeru di hadapan khalayak ramai: “Ini adalah fulan bin fulan,
barangsiapa mempunyai hak atasnya, maka hendaklah mendatangi kepada
haknya.” Maka menjadi gembiralah wanita, karena ia mempunyai hak atas
ayahnya, saudara laki-lakinya dan suaminya.” Kemudian Ibnu Mas’ud
membacakan firman Allah:

Falaa ansaaba bainahum yaumaidzin walaa yatasaa-aluun (maka tidaklah


ada lagi pertalian nasab di antara mereka pada hari itu, dan tidak ada pula
mereka saling bertanya.) (QS. 23: 101)

Pada hari itu, Allah mengampuni dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-
Nya bagi siapa yang dikchendaki-Nya, dan tidak mengampuni sama sekali
terhadap dosa-dosa yang berkaitan dengan hak-hak manusia. Orang yang
pernah berdosa terhadap sesama manusia kelak akan dihadapkan kepada
orang banyak, kemudian Allah  berfirman kepada orang-orang yang
mempunyai hak atasnya: “Ambillah hak-hak kalian dari orang ini!” Si
hamba berkata: “Ya Rabb, dunia sudah musnah, darimana saya akan
membayar hak-hak mereka?” Maka Allah berfirman kepada malaikatNya:
“Ambillah dari amal salihnya dan berikanlah kepada orang yang berhak
sesuai dengan kezalimannya dahulu.” Apabila si hamba tadi adalah orang
yang dikasihi Allah, lalu amalnya baiknya hanya tersisa sebesar atom,
maka Allah akan melipatgandakannya hingga akhirnya ia masuk ke dalam
surga. Adapun jika si hamba tersebut adalah orang yang celaka, dan amal
baiknya tidak tersisa sama sekali, malaikat berkata: “Ya Tuhan kami,
kebaikan orang ini sudah habis, sedangkan yang menuntut masih banyak?”
Maka Allah berfirman kepada malaikat-Nya: “Ambillah dari kejahatan
mereka lalu tambahkan kepada kejahatannya.” Maka bertambah beratnya
amal buruknya, hingga akhirnya ia dijebloskan ke dalam neraka.

Di antara perbuatan zalim juga adalah tidak membayar upah buruh


sebagaimana mestinya. Dan di antara perbuatan zalim juga adalah
mengambil hak non muslim secara paksa, atau menguasai hak orang lain
dengan sumpah palsu.

Maka hati-hatilah wahai saudaraku dari perbuatan zalim dan hindarilah


doa orang yang teraniaya.

HADIS KE-33
Dari Ibnu Abbas  bahwa Rasulullah  bersabda:

Artinya:

Seandainya diberikan kepada orang-orang menurut tuntutan mereka (kalau


setiap gugatan diterima begitu saja) tentu akan banyak orang yang
menuntut harta suatu kaum dan darah mereka. Akan tetapi, haruslah ada
keterangan (bukti dan saksi) bagi yang menuntut dan sumpah bagi yang
mengingkari.

Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Imam Albaihaqi dan lainnya demikian.


Dan sebagiannya dalam dua kitab hadis yang sahih (yaitu Sahih Bukhari
dan Sahih Muslim).

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
pokok agama yang besar.

       (Lau yu’than naasu bida’waahum lad-da’aa rijaalun amwaala qaumin


wa dimaaahum) yakni, mereka akan menjadikan perbuatan itu sebagai
sesuatu yang mubah.

      (Lakinil bayyinatu ‘alal mudda’i wal yamiinu ‘alaa man Ankara)
artinya adalah bahwa posisi pihak pendakwa itu adalah lemah, karena
dakwaannya itu bertentangan dengan asal, maka ia dituntut untuk
memberikan bukti yang kuat. Sedangkan pihak yang didakwa, posisinya
kuat karena ia menurut yang asal, maka ia cukup memberikan bukti yang
lemah saja. Yang dimaksud dengan pendakwa adalah orang yang
perkataannya bertentangan dengan yang lahir.

Jika orang yang didakwa itu tidak mau memberikan sumpah, setelah
hakim menyuruhnya bersumpah, atau setelah hakim mengatakan
kepadanya “Bersumpahlah!” maka sumpah itu diberikan kepada
pendakwa, maka ia pun lalu bersumpah. Untuk lebih jelasnya, masalah ini
dapat dilihat di dalam kitab-kitab fikih, karena di sini kita hanya
membicarakan sekedar untuk nasihat belaka.

 
PENUTUP:

Sebagai penutup majelis ini kami akan ceritakan sebuah anekdot yang
terjadi di masa Bani Israil dahulu.

Konon, di zaman Bani israil ada tiga orang hakim yang memutuskan
segenap perkara yang terjadi pada masa itu. Kemudian Allah mengutus
kepada mereka satu malaikat untuk menguji mereka. Malaikat itu
menemui seorang laki-laki yang sedang memberi minum sapinya,
sedangkan di belakangnya ada seekor anak sapi. Kemudian malaikat itu,
yang sedang menunggang kuda jantan, memanggil anak sapi itu, lalu si
anak sapi mengikutinya. Maka pemilik sapi dan malaikat itu lalu
bertengkar, masing-masing mengakui bahwa sapi itu adalah miliknya.
Akhirnya mereka sepakat memutuskan perkara itu di depan hakim. Maka
pergilah mereka menemui hakim.

Ketika berjumpa dengan hakim yang pertama, malaikat itu menyerahkan


sekantong mutiara kepadanya seraya berkata: “Putuskanlah bahwa anak
sapi itu milikku.” Hakim itu bertanya: “Bagaimana caranya?” Malaikat itu
menjawab: “Lepaskanlah sapi, kuda dan anak sapi itu, jika si anak sapi itu
mengikuti kuda, maka anak sapi itu milik saya.” Maka dilepaskanlah
ketiga hewan itu, ternyata anak sapi itu ikut kepada kuda, maka malaikat
itu pun menang.

Kemudian mercka menghadap kepada hakim kedua, maka ia pun


memutuskan demikian, setclah disogok oleh malaikat itu. Ketika bertemu
dengan hakim ketiga, dan malaikat menyodorkan sekantong mutiara
kepadanya, dan berkata seperti perkataannya kepada hakim-hakim
terdahulu, maka hakim ketiga itu menjawab: “Maaf, saya sedang haid!”
Malaikat itu berkata: “Subhanallah, masa orang laki-laki bisa haid?!” Si
hakim menjawab: “Subhanallah, masa kuda jantan melahirkan seekor
sapi.”

 
 

HADIS KE-34
Dari sahabat Abu Said Alkhudri , katanya: Saya mendengar Rasulullah 
bersabda:

Artinya:

Barangsiapa di antara kamu melihat suatu kemungkaran maka hendaklah


dicegahnya dengan tangannya: jika ia tidak sanggup, maka dengan
lisannya, dan jika tidak sanggup, maka dengan hatinya. Dan ini (dengan
hati) adalah selemah-lemah iman.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada


saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
hadis agung.

    (Man ra-aa) boleh jadi yang dimaksudkan di sini adalah melihat dengan
mata kepala sendiri, tetapi ada juga yang mengatakan bisa juga dengan
pemberitahuan.

   (Minkum) yang dimaksud adalah seluruh umat yang diajak bicara saja,
dan orang yang hadir memberitahukan kepada yang tidak hadir.

   (Munkaran falyughayyirhu) yakni, menghilangkannya.

 
     (Fain lam yastathi”) menghilangkan seperti apa yang disebutkan.

   (Fabilisaanihi fain lam yastathi’ fabiqolbihi wa dzaalika adh’aful iimaan)


artinya buah iman yang paling sedikit. Karena padanya hanya ada perasaan
tidak suka saja. Dalam riwayat lain ditambahkan: wa laisa waraa-a
dzaalika minal jimaan habbata khardalin (dan di balik itu tidak ada lagi
iman setimbang biji sawi pun) yakni, tidak ada lagi martabat lain yang
tinggal di balik martabat tersebut. Karena jika ia tidak membenci dengan
hatinya berarti ia rela dengan perbuatan mungkar tersebut. Dan itu bukan
ciri iman.

Dari sini dapat diketahui bahwa, pengingkaran terhadap perbuatan


mungkar itu tidak cukup hanya dengan lisan bagi orang yang mampu
melakukannya dengan tangannya, dan tidak cukup dengan hati bagi orang
yang mampu melakukannya dengan lisannya. Kewajiban amar makruf
nahi munkar ini telah sesuai dengan Alkitab, Assunnah dan ijmak, dan ia
juga termasuk nasihat yang merupakan agama.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa hadis yang berkaitan dengan amar
makruf nahi munkar itu.

Dari Huzaifah radiyallahu anhu, katanya: Rasulullah  bersabda, yang


artinya: Demi Zat yang jiwaku berada dalam kekuasaan-Nya, hendaklah
kalian menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemungkaran, atau
kalau tidak, niscaya Allah benur-benar ukan mengirimkan asab dari sisi-
Nyu kemudian kalian berdoa kepuda. Nya, maka doa kalian tidak lagi akan
diterima.” (Diriwayatkan oleh Atturmidz1)

Dari Abdullah bin Umar  katanya: Rasulullah  bersabda yang artinya:


Wahai saudara-saudara, perintahkanlah oleh kalian perbuatan kebajikan
dan cegahlah oleh kalian perbuatan kemungkaran, sebelum datang masa di
mana kalian berdoa namun doa kalian tiduk dikabulkan, dan sebelum
kalian minta ampun numun Allah tidak mengampuni kalian.
Sesungguhnya amar makruf nahi munkar itu tidaklah menghambat
datangnya rezeki dan tidak pula mempercepat datangnya ajal. Para pendeta
Yahudi dan Nasrani dahulu, ketika mereka meninggalkan amar makruf
nahi munkar, maka mereka lalu dikutuk oleh Allah melalui lisan para nabi
mereka, kemudian turun bencana merata di antara mereka. (Diriwayatkan
oleh Al Ashfihaani)

Dari Abu Said Alkhudri , dari Rasulullah , Beliau bersabda yang artinya:
Jihad yang paling utama itu adalah mengucapkan kata-kata hak di hadapan
raja yang kejam atau penguasa yang lalim. (Diriwayatkan oleh Abu Daud)

Dari Abu Dzarr , katanya: Sahabatku Rasulullah  mewasiarkan kepadaku


beberapa perilaku yang baik. Beliau berwasiat supaya aku tidak takut
dalam berjuang di jalan Allah terhadap celaan orang yang mencela, dan
Beliau juga berwasiat kepadaku supaya aku mengatukan kebenaran
sekalipun pahit. (Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban)

Dari Abubakar Assiddiq , katanya: Rasulullah  bersabda yang artinya:


Tiduklah suatu kaum yang di kalangan mereka dilakukun perbuatan
maksiat, mereka mampu untuk mengubahnya namun mereka tidak
mengubahnya, melainkan akan meratulah siksa Allah atas mereka.
(Diriwayatkan oleh Abu Daud)

Dari Anas bin Malik , katanya: Rasulullah  bersabda yang artinya: Kalimat
Laa ilaaha illallaah senantiasa berguna bagi orang yang mengucapkannya,
dan akan mengangkat asab dan siksa sepanjang mereka tidak meremehkan
haknya. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, apakah yang dimaksud
dengan meremehkan haknya itu? Beliau menjawab: Tampak perbuatan
maksiat kepada Allah namun mereka tidak mengingkari dan tidak
mengubahnya. (Diriwayatkan oleh Al Ashfihaani)
 

Rasulullah  pernah ditanya tentang orang yang paling baik, Beliau


menjawab: Orang yang paling baik itu ialah orang yang paling takwa
kepada Tuhan, yang paling banyak menghubungkan tali kekeluargaan, dan
yang paling sering melakukan amar makruf dan nahi mungkar.
(Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan lainnya)

Amar makruf dan nahi munkar itu hukumnya fardu kifayah. Maksud amar
adalah dalam masalah kewajiban-kewajiban syara’, sedangkan nahi adalah
hal-hal yang diharamkannya. Apabila sudah ada yang melakukan amar
makruf nahi munkar itu maka menjadi gugurlah kewajibannya atas yang
lain, namun jika tidak ada seorang pun yang melaksanakan amar makruf
nahi munkar, maka semuanya menjadi berdosa.

PENUTUP:

Tidak ada hal yang bertolak belakang antara sabda Nabi  man ra-aa
minkum munkaran falyughayyirhu biyadihi hingga akhirnya, dengan
firman Allah: yaa ayyuhal ladziina aamanuu alaikum anfusukum laa
yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitumilallaahi marji’ukum. Menurut
ahli tahkiik maknanya adalah: Jika kamu melaksankan apa yang
dibebankan kepadamu itu maka tidaklah merugikan kamu perbuatan orang
lain yang tidak mau menjalankannya. Karena ia telah menunaikan apa
yang menjadi kewajibannya, karena kewajibannya adalah hanya
menyuruh, bukan supaya orang menerimanya.

HADIS KE-35
Dari Abu Hurairah , katanya: Rasulullah bersabda, yang artinya:

 
Artinya:

Janganlah kamu satu sama lain saling mendengki, dan janganlah saling
bersaing dalam penawaran, jangan saling membenci, dan jangan saling
membelakangi (jauh-menjauhi), dan janganlah kamu (merebut) membeli
atau menjual (barang) yang sedang hendak dijual atau dibeli oleh orang
lain. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara. Seorang
muslim aduluh saudara duri muslim yang lain, ia tidak boleh
menganiayanya, menclantarkannya, mendustainya, dan menghinanya.
Tukwa itu adaluh di sini -Beliau lulu menunju ke arah dadanya tiga
kaliTerlalu jahat orang yang menghina saudaranya sesama muslim. Semua
orang Islum harum bagi orang Islam lainnya dalam hal darahnya, hartanya
dan kehormatannya.

Diriwayatkan oleh Imam Muslim.

PENJELASAN:

Sungguh benar sekali apa yang disabdakan oleh Rasulullah  itu.

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada


saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
hadis yang agung dan banyak mengandung faedah.

      (Laa tahaasaduu) yakni, janganlah kalian saling mendengki. Maksud


dengki itu adalah menginginkan hilangnya nikmat dari orang lain, dan ini
hukumnya haram secara ijmak. Banyak hadis yang mengecam sifat hasad
ini. Ia adalah penyakit yang tidak ada obatnya, termasuk penyakit kalbu
yang besar. Ia merusak agama dan dunia si pendengki itu dan tidak
merusak agama dan dunia orang yang didengkinya. Karena kenikmatan itu
tidak bisa lenyap sama sekali oleh dengki, kalau tidak tentu tidak tersisa
nikmat Allah atas seseorang sampai-sampai imannya sekalipun, sebab
orang-orang kafir menginginkan lenyapnya iman dari pemiliknya. Bahkan
orang yang didengki itu mendapatkan manfaat dari dengkinya orang yang
dengki dari sisi agama, karena dia termasuk orang yang teraniaya dari
pihak si pendengki itu. Apalagi kalau si pendengki itu menampakkan
kedengkiannya ke luar dengan jalan ngrasaninya atau membuka aibnya,
dan lain-lain hal yang menyakitinya. Ini ibarat hadiah untuknya dari
kebaikan-kebaikan si pendengki itu hingga akhirnya si pendengki itu
menghadap Allah pada hari kiamat kelak dalam keadaan bangkrut, tidak
mempunyai kebaikan apa-apa lagi, sebagaimana ia diharamkan
mendapatkannya di dunia dahulu.

Nabi  bersabda, yang artinya: Sifat dengki itu akan memakan kebaikan
sebasuimana api memukan (membukur) kayu.

HIKAYAT:

Pada zaman dahulu, ada seorang salih mendampingi seorang raja sambil
memberinya petuah-petuah berharga, di antaranya ia berkata: “Berbuat
baiklah kepada orang yang berbuat baik dengan kebaikannya, sebab orang
yang jahat akan mendapatkan hukuman oleh keburukannya sendiri.”

Melihat kedekatan orang salih itu dengan sang raja, ada orang yang merasa
dengki. Orang itu lalu mencari jalan supaya orang salih itu dibunuh oleh
raja. Kemudian ia berkata raja: “Orang itu mengatakan bahwa bau mulut
baginda busuk. Coba baginda lihat sendiri buktinya, jika baginda dekat
dengannya ia pasti menutup mulut dan hidungnya agar tidak tercium bau
mulut baginda.”

Mendengar perkataan orang itu, raja itu menjadi sangat murka. Ia ingin
membuktikannya.

Setelah keluar dari balai ruang raja, orang itu lalu mengajak makan orang
salih tersebut, dan disuguhinya makanan yang banyak bawang putihnya.
Ketika orang salih itu menghadap raja, sebagaimana biasa ia lalu
menasihati raja, yang di antara nasihatnya itu adalah: Berbuat baiklah
kepada orang yang berbuat baik dengan kebaikannya….dan seterusnya.

Raja lalu menyuruhnya supaya duduk lebih dekat dengannya. Orang salih
itu pun menurut, sambil menutup mulut dan hidungnya karena khawatir
bau bawang putih yang dimakannya tercium oleh raja. Raja lalu berkata
dalam hatinya: “Si fulan itu rupanya benar.” Kemudian ia lalu menulis
sepucuk surat buat petugasnya. Biasanya raja tidak menulis sendiri suatu
surat kecuali yang isinya perintah untuk memberikan hadiah. Tetapi kali
ini raja menulis: “Jika pembawa surat ini datang menemuimu, maka
bunuhlah ia dengan seburuknya, lalu cincang-cincang dan bawa
kepadaku.”

Kemudian surat itu diberikannya kepada orang salih tesebut. Ketika orang
salih itu keluar sambil membawa surat tadi, ia dicegat oleh si pendengki,
lalu ditanyanya: “Apa yang di tanganmu itu?” Orang salih itu menjawab:
“Surat raja berisi hadiah.”

“Berikan padaku,” kata si pendengki. Orang salih itu menjawab:


“Ambillah.”

Maka surat itu diambil oleh si pendengki dan dibawanya ke petugas raja.
Setelah surat itu diberikannya kepada petugas raja dan dibacanya, maka
petugas itu berkata: “Dalam surat ini tertulis aku harus membunuhmu
dengan seburuk-buruknya, lalu mencincangmu!”

“Oh jangan pak, itu sebenarnya bukan surat saya, tahanlah dulu, biar saya
menghubungi raja lagi,” kata si pendengki itu memelas.

Namun petugas menjawab: “Perintah raja tidak bisa ditunda.”


 

Maka akhirnya si pendengki itu pun lalu dibunuh dan dicincang, kemudian
diserahkan kepada raja.

Sedangkan orang salih itu, sebagaimana biasa tetap datang menemui raja,
dan memberikan nasihat kepada raja. Raja menjadi heran, lalu bertanya:
“Apa yang kaulakukan dengan suratku?” Orang salih itu menjawab: “Surat
itu diminta oleh si fulan, lalu saya berikan kepadanya.” Raja bertanya
kembali: “Orang itu mengatakan bahwa kau menganggap mulutku bau.”

“Tidak, saya tidak pernah mengatakan hal itu kepadanya,” bantah orang
salih itu.

“Tetapi mengapa kau menutup mulut dan hidungmu ketika berhadapan


denganku?”

“Karena dia telah memberiku makan bawang putih, saya tidak mau
baginda mencium baunya yang kurang sedap itu.” Jelas si orang salih.

Raja lalu berkata: “Engkau benar, kembalilah ke tempatmu, orang Jahat itu
telah mendapatkan balasan dari keburukannya sendiri.”

Maka renungkanlah oleh Anda —semoga Allah menyayangi


Andakeburukan sifat dingki itu, nanti Anda akan mengetahui rahasia sabda
Nabi  yang artinya: Janganlah menampakkan kegembiraan terhadap
kesengsaraan saudaramu, maka Allah akan mensejahterakannya dan
(berbalik) menguji Anda.

 
     (Walaa tanaajasyuu) artinya menurut bahasa adalah memonopoli,
sedangkan menurut syara” artinya adalah menambah harga barang yang
akan dijual melebihi dari harga umumnya dengan tujuan supaya ada orang
yang membelinya dengan harga mahal. Ini hukumnya haram karena
adanya perbuatan yang menyakiti orang lain, dan juga menipu orang lain
itu hukumnya haram. Sedangkan jual belinya sendiri adalah sah, karena
makna larangan ini adalah di luar jual beli itu, dan tidak ada khiyar bagi si
pembeli sebab kelalaiannya. Dan dosa perbuatan ini hanya tertentu bagi
orang yang mengetahui akan keharamannya, bukan yang lainnya.

      (Walaa tabaaghadhuu) yakni, jangan mencari sebab yang akan


mendatangkan kebencian, sebab perbuatan benci itu hukumnya haram
kecuali benci karena Allah, maka yang terakhir ini adalah wajib dan
menjadi ciri kesempurnaan iman. Sebagaimana sabda Nabi , yang artinya:
Barangsiapa mencinta karena Allah, membenci karena Allah, memberi
karena Allah dan tidak memberi karena Allah, maka berarti imannya telah
sempurna.

      (Walaa tadaabaruu) yakni, janganlah kamu saling membelakangi atau


saling menjauhi.

Nabi  bersabda, yang artinya: Tidak halal bagi seorang muslim untuk
memboikot (memutuskan hubungan) dengan saudaranya melebihi dari tiga
hari.

Dalam Sunan Abu Daud disebutkan: Barangsiapa memutuskan


hubungannya lebih dari tiga hari lalu ia mati, maka ia akan masuk neraka.

Hadis-hadis yang berkaitan dengan masalah ini sangat banyak jumlahnya.

 
Dibolehkan memutuskan hubungan dengan orang fasik, tukang bid’ah dan
yang serupa dengan mereka, dan juga orang yang diharapkan dengan
pemutusan hubungan itu akan menjadi baik agamanya, seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah  terhadap Kaab bin Malik dan dua kawannya.

      (Walaa yabi’ badhukum “laa bai’i badhin) Rasulullah  melarang


(merebut) membeli/menjual (barang) yang hendak dijual atau dibeli oleh
orang lain sebelum selesai transaksi antara mereka. Misalnya, seseorang
menyuruh pembeli membatalkan transaksinya dengan orang lain lalu ia
menjual kepada pembeli itu barang yang sama dengan harga yang lebih
murah daripada di tempat penjual pertama tadi. Atau, menyuruh seorang
penjual membatalkan barang yang hendak dijualnya kepada orang lain,
lalu ia membelinya dengan harga yang lebih mahal.

     (Wa kuunuu ‘ibaadallaahi ikhwaanan) yakni, usahakanlah supaya kamu


bisa menjadi seperti bersaudara.

     (Almuslimu akhul muslim) maksudnya, dalam hal baiknya pergaulan.

      (Laa yazhlimuhu) yakni, tidak merugikan dan menyakitinya. Perbuatan


zalim kepada orang kafir saja hukumnya haram, apalagi terhadap orang
muslim. Kezaliman itu bisa terhadap jiwa, harta dan kehormatan.

Sebagian ulama salaf berkata: “Jangan menganiaya orang lemah, supaya


engkau tidak menjadi seburuk-buruk orang yang celaka.”

      (Walaa yakhdzuluhu) yakni, tidak mau membantu dan menolongnya


untuk hal-hal yang dibolehkan ketika ia sangat membutuhkannya, padahal
mampu untuk melakukannya. Karena di antara hak sesama muslim itu
adalah bantu membantu dan tolong menolong.
 

      (Walaa yakdzibuhu) yakni, tidak mengatakan kepadanya tentang


sesuatu berbeda dengan kenyataannya. Karena perbuatan tersebut
merupakan tindakan penipuan dan pengkhianatan yang paling besar
mudarratnya. Sebaliknya sifat jujur merupakan perilaku yang palmg
banyak manfaatnya. Telah banyak diriwayatkan tentang pujian terhadap
sifat jujur dan celaan terhadap sifat dusta itu, sehingga tidak perlu lagi kua
bahas secara panjang lebar.

     (Walaa yahqiruhu) yakni, dan tidak meretidahkannya. Sebab Allah


memuliakannya, dan orang yang dimuliakan Allah udak boleh dihina.

     (Attakwaa haahunza, wa yusyiiru ilaa shadrihi tsalaatsa marraatin)


karena kalbu itu laksana raya bagi tubuh, kalau ia baik maka seluruh tubuh
akan ikut baik. Diulangnya isyarat itu sampai tiga kali menunjukkan
pentingnya hal yang diisyaratkan tersebut, yaitu kalbu.

     (Bihasbim-ri-in minasy syari an yahqiro akhaahul muslima) dalam


kalimat ini terkandung peringatan dari perbuatan menghina orang. Allah 
berfirman,

 yang artinya: Janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain


(QS. 49: 11)

Jangan sekali-kali Anda menghina atau meremehkan orang lain, belum


tahu di sisi Allah ia lebih baik, lebih utama dan lebih dekat daripada Anda.

CATATAN:
Orang kafir boleh dihina karena ia tidak mempunyai kemuliaan
disebabkan oleh kekafirannya itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah

yang artinya: Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang
pun yang memuliakannya. (QS. 22: 18)

   (Kullul muslimi ‘alal muslimi haraamun damuhu wa maaluhu wa


‘irdhuhu) dijadikannya tiga perkara ini haram karena ketiganya merupakan
hal yang sangat vital baginya. Darah untuk kehidupannya, harta
merupakan materi darah, dan kehormatan adalah tegaknya bentuk
maknawinya.

PENUTUP:

Untuk menutup majelis ini, akan kami kemukakan ayat-ayat dan hadis-
hadis yang berkaitan dengan celaan terhadap ghibah (ngrasani).

Allah  berfirman,

yang artinya: Dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian


yang lain. (QS. 49: 12)

Dari Jabir bin Abdullah , katanya: “Kami pernah bersama Rasulullah ,


tiba-tiba tercium bau bangkai yang sangat busuk, lalu Rasulullah bertanya:
“Tahukah kalian bau apa ini?” Kami jawab: “Tidak, Ya Rasulullah.”
Beliau menjelaskan: “Ini adalah bau orang yang menggunjingkan orang
lain.”

 
Dari sahabat Jabir pula, katanya: “Rasulullah bersbada: “Janganlah sekali-
kali kamu menggunjing orang, sebab ia lebih berat daripada zina.’ Para
sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, mengapa ia lebih berat daripada zina? ‘
Jawab: “Karena boleh jadi orang yang berzina itu meminta ampun kepada
Allah lalu Allah mengampuninya, sedangkan orang yang menggunjing
orang lain itu tidak akan diampuni dosanya sampai orang yang
digunjinginya itu memaafkannya.’”

Rasulullah  bersabda yang artinya: Ghibah (mengsunjing) itu memang


enak di dunia, namun ia akan menyeret pelakukan kelak di akhirat ke
dalam neraka.

Dari Ikrimah, bahwa seorang wanita yang bertubuh pendek masuk


menemui Nabi . Ketika ia keluar kembali, Aisyah radiyallaahu anha
berkata: “Alangkah fasih bicaranya, hanya sayang ia pendek.” Maka
Rasulullah menegurnya: “Engkau telah menggunjingnya, wahai Aisyah.”
Aisyah menjawab: “Saya mengatakan apa adanya.” Beliau bersabda:
“Tetapi engkau telah mengatakan apa yang paling buruk padanya.”
Kemudian Beliau bersabda: Barangsiapa menahan lidahnya dari
mengganggu kehormatan kaum muslimin maka Allah akan memaafkan
kesuluhannya pada hari kiamat kelak: dan barangsiapa membela
saudaranya maka Allah benar-benar akan membebaskannya dari api
neraka.

Konon pada hari kiamat seorang hamba diberi kitab catatan amalnya,
maka ketika dilihatnya ternyata di dalamnya tidak tampak catatan
kebaikannya sama sekali, maka ia lalu mengadu kepada Allah: “Ya Rabb,
mana salatku, puasaku dan ketaatanku?” Lalu dikatakan kepadanya:
“Semua amalmu lenyap disebabkan oleh ghibahmu. Dan ada pula orang
yang ketika diberi catatan amalnya dari sebelah kananya, dilihatnya
banyak kebaikan yang tidak pernah dilakukannya di dunia, lalu dikatakan
kepadanya: “Itu adalah kebaikan-kebaikan dari orang yang
menggunjingmu di dunia dahulu sedangkan engkau tidak merasa.”

 
HIKAYAT:

Alkisah, ada seorang fukaha (ahli fikih) sedang mengajar di hadapan


murid-muridnya di madrasahnya, tiba-tiba datang seorang wanita. Wanita
Itu berkata: “Saya ingin menanyakan sesuatu kepada kiai, namun saya
merasa malu untuk mengatakannya.” Kiai itu menjawab: “Katakan saja,
tidak perlu malu dalam masalah ilmu.”

Wanita itu lalu berkata: “Suatu malam, saya sedang tidur, tiba-tiba datang
putera saya dalam keadaan mabuk lalu menggauli saya hingga saya hamil
dan melahirkan anak.”

Orang-orang yang hadir di sutu merasa heran atas kejadian tersebut, lalu
kiai itu berkata: “Apakah kalian merasa heran dengan kejadian ini. Padahal
ini lebih ringan dibandingkan ghibah (ngrasani orang), sebab pelaku zina
bila bertobat maka Allah akan mengampuninya, namun pelaku ghibah
tidak akan diampuni hingga orang yang digunjinginya itu memaafkannya.”

HADIS KE-36
HADIS KE-36

Dari sahabat Abu Hurairah. Dari Nabi.  Sabdanya :

Artinya:

Barangsiapa melepaskan dari seorang mukmin satu kesusahan dari


kesusahan-kesusahan maka Allah pun akan melepaskannya dari satu
kesusahan dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barangsiapa
memudahkan bagi orang yang kesulitan, maka Allah pun akan
memudahkannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutupi aib seorang
muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Allah
tetap bersedia menolong hamba-Nya selama hamba itu suka menolong
saudaranya. Dan barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu,
pasti Allah memudahkan baginya jalan ke surga. Dan apabila berkumpul
suatu kaum di suatu rumah dari rumah-rumah Allah (masjid) sambil
mempelajari Kitabullah dan mendarasnya antara sesama mereka, niscaya
turun ke atas mereka ketentraman, dan mereka diliputi oleh rahmat dan
dikelilingi oleh malaikat. Dan Allah menyebut-nyebut mereka
(membanggakan) kepada malaikat yang ada di sisi-Nya. Barangsiapa
diperlambat oleh amalnya, niscaya tidak akan dipercepat oleh nasabnya.
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dengan lafaz ini.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda


untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang
agung yang mengumpulkan beberapa ilmu, kaidah dan adab.

(Man naffasa ‘an mu’minin kurbatan min kurabi yaumil qiyaamati) yakni,
menghilangkan apa yang menyusahkan jiwa.

   (naffasallaahu ‘anhu kurbatas min kurabi yaumil giyaamati) yakni,


sebagai ganjaran atas apa yang telah dilakukannya itu. Dalam hadis ini dan
hadis berikutnya terdapat anjuran agar memenuhi hajat seorang mukmin,
membantu mereka dan penghilangkan kesusahan mereka. Adapun
pertolongan itu bisa dengar harta dan kedudukan atau lainnya.

Banyak hadis yang memberitakan tentang keutamaan memenuhi hajat


seorang mukmin itu, di antaranya adalah sabda Nabi , yang artinya:
Barangsiapa memenuhi hajat saudaranya sesama muslim di dunia, maka
Allah akan memenuhi hajatnya sebanyak tujuh puluh hajat di antara hajat-
hajat akhirat, yang paling ringan adalah ampunan.

    (Waman yassara ‘alaa mu’sirin) dengan cara apa saja.”


 

     (yassarallaahu ‘alaihi fid dunyaa wal aakhirati) karena pahala itu sesuai
dengan jenis amalnya.

      (Waman satara musliman, satarahullaahu fid dunyaa wal aakhirati)


yang dimaksud dengan merahasiakan di sini adalah menutupi aib seorang
keluarga dan yang serupa dengan itu yang tidak dikenal orang akan
kebejadan dan keburukannya.

     (Wallaahu fii ‘aunil abdi) yakni dengan jalan menolong dan
mendukungnya.

       (maa kaanal ‘abdu fii ‘auni akhiihi) yakni, selama si hamba menolong
saudaranya itu.

       (Waman salaka thariian yaltamisu fiihi “ilman sahhalallaahu lahu bihi
thariiqan ilal jannati) yakni, Allah akan menunjukkan kepadanya jalan
petunjuk dan taat yang akan menyampaikannya ke surga. Atau, Allah akan
mengganjarnya dtas perbuatannya itu dengan memudahkannya masuk ke
dalam surga .

    (Wamaj-tama’a qaumun) yakni, jamaah.

    (Fii baitn min buyuutillashi) yakni, di satu masjid di antara masjid-
masjid-Nya.

 
      (Yatluuna kitaaballaahi wa yatadaarasuunahu bainahum illaa nazalat
‘alaihimus sakiinatu) yakni, perasaan aman dan tentram.

     (Wa qhasyiyat-humur rahmatu) yakni, merata di antara mereka.

      (Wa haffat humul malaaikatu) yakni, malaikat datang dan mengelilingi
mereka untuk mendengarkan firman Allah dan mengambil berkatnya serta
menghormati kepada orang-orang yang sedang bertadarusan tersebut.

      (Wa dzakarahullaahu fiiman ‘indahu) dari golongan.nabi-nabi dan


malaikat.

        (Wa man abtha-a amaluhu lam yusri’ bihi nasabhu) yakni, tidak akan
mencapai martabat orang-orang yang beramal dan sempurna.

PENUTUP:

Sebagai penutup majelis ini akan dikemukakan beberapa ayat dan hadis
yang berkaitan dengan keutamaan zikir.

Allah  berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, bersikirluh


(dengan menyebut nama) Allah, sikir yang sebanyakbanyaknya. (QS. 33:
41) Dan firman-Nya, yang artinya: Dan sebutlah nama Allah sebanyak-
banyaknya agar kamu beruntung. (QS. 8: 45)

Dan diriwayatkan bahwa, Allah  melihat kepada majelis zikir lalu


berfirman kepada malaikat-Nya: “Wahai malaikat-Ku dan penghuni langit-
Ku, lihatlah kepada hamba-hamba-Ku. Telah berkumpul kepadaKu
seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku membacakan ayat-ayat-Ku
kepada mereka dan mengingatkan mereka akan nikmat-nikmat-Ku,
persaksikanlah oleh kalian, bahwa Aku telah mengampuni mereka.”

HADIS KE-37
Dari Ibnu Abbas.  Dari Rasulullah   Beliau meriwayatkan dari Tuhannya
Tabaaraka wa.     Sabdanya :

Artinya:

Sesungguhnya Allah teluh menetapkan kebaikan-kebaikan dan kejahatan-


kejahatan dan kemudian menerangkannya. Maka orang yang ingin
mengerjakan kebaikan namun tidak di kerjakannya, Allah akan
mencatutnya sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan jika ia ingin
mengerjakan satu kebaikan kemudian dikerjakannya, maka Allah akan
mencatutnya di sisi-Nya berlipat-sanda 10 kali lipatnya sampai 700 kali
lipat. Dan jika seseorang bermaksud akan melakukan suatu kejahatan
namun tidak dikerjakannya, maka Allah akan mencatatkannya di sisi-Nya
sebagai satu kebaikan yang sempurna. Dan jika ia bermaksud akan
melakukan suatu kejahatan kemudian dikerjakannya, maka Allah akan
mencatatnya sebagai satu kejahatan saja.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dalam kedua kitab
sahih mereka sebagaimana yang tertulis ini.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
hadis yang agung, yang menunjukkan kemurahan dan kasih saying Allah
kepada hamba-hamba-Nya. Dia adalah Tuhan Yang Maha Pemurah,
karunianya sangat besar, Dia melipatgandakan kebaikan dan tidak
kejahatan.
 

     (Innallaaha ta’aala katabal hasanaati was sayyiaat) yakni, menetapkan


nilai kelipatannya di Lauhil mahfuz, yaitu di dalam ilmu-Nya.

    (Tsumma bayyana dzaalika) yakni, memerinci apa yang disebutkan itu.

     (Faman hamma bihasanatin) yakni, bermaksud akan melakukannya..

      (Falam ya’malhaa, katabahallaahu) yakni, dinilai-Nya, atau


diperintahkan-Nya kepada malaikat hafazhah untuk mencatatnya.

    (‘Indahu) kata ‘inda di sini untuk kehormatan.

     (Hasanatan kaamilatan) yakni, tidak kurang sedikit pun.

     (Wa in hamma bihaa fa “amilahaa katabahallaahu ‘indahu) sebagai


perhatian kepada orang yang melakukan hal tersebut.

     (Asyra hasanaatin) ini dibenarkan oleh firman Allah ,

yang artinya: Barangsiapa membawa amal yang baik maka baginya


(pahala) sepuluh kali lipat amalnya. (QS. 6: 160) Ini merupakan kelipatan
yang paling sedikit.

 
     (Ilan adhanfin katsiiratin) menurutkan niat, keikhlasan dan banyaknya
manfaat. Ini didukung oleh firman Allah,

yang artinya: Siapakah yang mau memberi pinjuman kepada Allah,


pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di julun Allah) muka Allah
akan memperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda
yang banyak. (QS. 2: 245)

     (Wa in hamma bisayyiatin falam ya’malhaa katabahallaahu “indahu


hasanatan kaamilatan) yakni, jika ia meninggalkannya itu karena Allah.

      (Wa in ‘amilahaa kataba sayyiatan waahidatan) ini sesuai dengan


firman Allah

yang artinya: Dan barangsiapa yang membawa perbuatan yang jahat maka
dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya.
(QS. 6: 160)

PENUTUP:

Alwaahidi di dalam tafsirnya mengatakan: Anas  meriwayatkan bahwa,


Nabi  bersabda: “Sesungguhnya Allah  telah menugaskan dua malaikat
untuk menuliskan amal seseorang hamba. Jika si hamba mati, maka kedua
malaikat tesebut berkata: “Ya Rabb, hamba-Mu si fulan telab meninggal
dunia, ke mana kami musti membawanya?“ Allah menjawab: “Langit-Ku
penuh dengan malaikat yang menyambah-Ku, dan bumi-Ku juga penuh
dengan malaikat-Ku yang taat kepada-Ku. Pergilah ke kubur hamba-Ku
dan ucapkanlah oleh kalian berdua tasbih, takbir dan tabJil, kemudian
tuliskanlah itu di catatan amal hamba-Ku hingga hari kiamat.

 
HADIS KE-38
Dari sahabat Abu Hurairah , katanya: Rasulullah  bersabda:

Artinya: Sesungguhnya Allah  telah berfirman: Barangsiapa memusuhi


wali-Ku maka Kunyatakan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku
bertaqarrub (beramal untuk meraih keridaan Allah) kepada-Ku yang lebih
Aku sukai seperti bila ia melakukan kewajiban yang Aku perintahkan
kepadanya. Dan senantiasalah hamba-Ku bertaqarrub kepada-Ku dengan
amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya. Dan apabila Aku
mencinta-nya, muka jadilah Aku sebagai pendengarannya yang ia gunakan
untuk mendengar, dan penglihatannya yang ta Bunakan untuk melihat,
tangunnva yang ia gunakan untuk menangkap, serta kakinya yang ta
gunukan untuk berjalan. Dan apabila ia meminta kepada-Ku pasti Aku
beri, dan jika ia meminta perlindungan, pasti Aku lindungi.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda


untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang
agung, ia adalah pokok bersuluk dan bertagarrub kepada Allah  serta
sampai kepada makrifat-Nya. Hadis ini termasuk salah satu hadis Oudsi,
kaena ia adalah Kalamullah yang diriwayatkan oleh Nabi  dari Jibril  dari
Tuhannya .

     (Innallaaha ta’aala gaala man ‘aada lii) yakni, Aku jadikan ia musuh.

    (Faqad aadzantuhubilharbi) yakni, Kupermaklumkan perang


terhadapnya, artinya Aku akan membinasakannya.

TANBIH:
Alfakihani berkata: “Diperangi Allah artinya dibinasakan Allah.”

Ulama lainnya mengatakan bahwa, orang yang menyakiti aulia Allah


merupakan tanda akan mati dalam keadaan suu-ul khatimah (mati tidak
membawa iman), sebagaimana orang mati dalam melakukan riba,

    (Wamaa taqarraba ilayya ‘abdii) penyandaran ka “abdun dengan ya


(menjadi “abdii) di sini adalah sebagai pemuliaan.

   

 (Bisyai-in ahabbu ilayya mimma ftaradhtu alaihi) baik fardu ain maupun
fardu kifayah, seperti menunaikan kewajiban, amar makruf nahi mungkar
dan lain-lain.

    (Walaa yazaalu abdii) dalam riwayat lain maa zaala.

      (Yataqarrabu ilayya bin nawaafili) dengan melaksanakan salat sunnah


atau lainnya.

     (Hattaa uhibbuhu) Alfakihani berkata: “Makna hadis ini adalah jika
seseorang melaksanakan yang fardu dan senantiasa melakukan yang
sunnah, seperti salat, puasa dan lain-lain, maka hal itu akan membawanya
kepada kecintaan Allah.

     (Fa idzaa ahbabtuhu kunta sam’ahul ladzii yasma’u bihi wa basharahul
ladzii yubshiru bihi wa yadahul latii yabthisyu bihaa wa rijlahul latii
yamsyii bihaa) Ulama mengatakan bahwa maksudnya adalah Aku segera
mengabulkan segala hajatnya.

      (Wa lain sa-afanii a’thaituhu) yakni, memberikan apa yang ia pinta.

      (Wa lainista’aadza nii) yakni, jika ia minta agar Aku melindunginya
dari apa yang ia takuti.

      (La u’iidzannahu) maksudnya, Allah akan melindungi setiap wali-Nya


dalam segala keadaannya.

FAEDAH:

Sebagian ulama mengatakan: “Jika Allah  hendak mengangkat seseorang


hamba menjadi seorang wali, maka Dia akan membukakan baginya pintu
zikir-Nya. Jika ia sudah merasa nikmat dengan zikir itu, maka Allah akan
membukakan baginya pintu gurbi (dekat kepada-Nya). Kemudian
diangkat-Nya ke Majaalisul Unsi, kemudian didudukan-Nya di Kursi
Tauhid, kemudian diangkat hijab darinya dan dimasukkan ke Daarul
Ourbi, dan disingkapkan baginya sifat Jalal-Nya dan Azhamah-Nya. Dan
jika pandangannya jatuh kepada sifat Jalal dan Azhamah tadi, maka akan
keluarlah ia dari perasaannya dan dorongan nafsunya, dan pada saat itu ia
memperoleh Magam Ilmu kepada Allah, maka ia tidak perlu belajar lagi
kepada makhluk, namun ia akan mendapatkan ilmu langsung dari Allah.
Maka ia akan mendengar apa yang tak terdengar, dan memahami apa yang
tak dapat dipahami.

PENUTUP:

Sebagian orang arif mengatakan bahwa, tanda cinta kepada Allah itu
adalah benci kepada nafsu. Karena nafsu mencegah dari yang dicintai
(yaitu Allah). Dan jika nafsunya itu menyepakatinya dari cintanya kepada
Allah, maka ia pun akan mencintai nafsunya itu, bukan karena nafsunya
itu sendiri, tetapi karena si nafsu mencintai yang dicintainya.

HADIS KE-39
Dari Ibnu Abbas katanya: Sesungguhnya Rasulullah  telah bersabda:

Artinya:

Sesungguhnya Allah telah memaafkan (menghapuskan) -karena akudari


umatku (perbuatan-perbuatan yang dilakukan karena) tersalah atau lupa,
dan apa-apa yang dipaksakan atasnya.

Hadis Hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaki serta lainnya.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda


untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis agung,
yang manfaatnya umum.

    (Innallaaha ta’nala tajaawaza) artinya, memaafkan,

     (An ummatii) yakni, karena aku,

      (Alkhathaa-a) yaitu, lawan dari benar,

      (Wan nisyaana) yaitu, tidak ingat akan sesuatu karena Jalai.
 

      (Wamas-tukrihuu ‘alaihi) yakni, dipaksa.

Ketiga perkara tersebut di atas diangkat atau dihapus dari umat ini (Islam)
demi kemuliaan Nabi Muhammad .

TANBIH:

Alkalbi rahimahullah berkata: “Dahulu, kaum Bani Israil, jika mereka tupa
akan sesuatu dari apa yang diperintahkan kepada mereka, atau keliru
dalam melakukan sesuatu, maka discgecrakan hukuman terhadap mereka,
Mereka tidak diberi makanan dan minuman menurut dosa mereka tersebut.
Kemudian Allah  menyuruh kaum muslimin agar meminta kepada-Nya
untuk tidak menghukum mereka atas perbuatan tersebut.

PENUTUP:

Wahab bin Munabbih berkata: “Tatkala Nabi Musa  membaca Lauh,


Beliau menemukan keutamaan umat Muhammad . Beliau lalu bertanya:
“Ya Rabb, siapakah umat yang disayangi ini yang saya dapati di dalam
lauh?”

“Mereka adalah umat Muhammad. Mereka rela dengan sedikit pemberian-


Ku maka Aku pun rela dengan sedikit amal mercka. Aku masukkan
mereka dengan ucapan laa ilaaha illallaah.”

“Saya dapati di dalam Lauh satu umat yang dibangkitkan pada hari kiamat
dengan rupa bak bulan purnama, maka jadikanlah mereka sebagai
umatku,’

 
“Mereka adalah umat Muhammad, Aku bangkitkan mereka pada hari
kiamat kelak dalam keadaan bercahaya.”

“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang serempang mereka
ada di punggung mereka, pedang-pedang mereka ada di bahu mereka,
mereka mengenakan sorban di kepala mereka, mereka berjuang di segenap
penjuru hingga mereka bunuh Dajjal, jadikanlah mereka sebagai umatku.’

“Mereka adalah umat Muhammad.

“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang mengerjakan
salat sehari semalam sebanyak lima kali salat di dalam lima waktu, pintu
langit dibukakan buat mereka, dan rahmat turun ke atas mereka, jadikanlah
mereka sebagai umatku!’

“Mereka adalah umat Muhammad.

“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang bumi dijadikan
buat mereka sebagai masjid dan suci, harta rampasan perang halal buat
mereka, jadikanlah mereka sebagai umatku!’

“Mereka adalah umat Muhammad.’

Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang berpuasa karena
Engkau di bulan Ramadan lalu Engkau ampuni dosa-dosa mereka yang
telah lalu, jadikanlah kiranya mereka sebagai umatku!’

 
“Mereka adalah umat Muhammad. ‘

“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang naik haji karena
Engkau ke Baitullah. Mereka tidak menunaikannya karena ada hajat.
Mereka menangis karena Engkau, dan mengucapkan talbiah, jadikanlah
mereka sebagai umatku!”

“Mereka adalah umat Muhammad.”

‘Apa yang Engkau berikan buat mereka karena itu?”

“Aku berikan buat mereka ampunan dan Aku berikan mereka syafaat buat
orang-orang di belakang mereka.”

“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang memberi makan
ternak mereka, mereka memohon ampun kepada-Mu. Seseorang dari
mereka mengangkat satu suap makanan ke mulutnya, dan belum lagi
masuk ke dalam perut mereka, namun mereka sudah diampuni. Mereka
memulai makannya dengan menyebut nama-Mu dan mengakhirinya
dengan menyebut nama-Mu pula, jadikanlah mereka sebagai umatku.”

“Mcreka adalah umat Muhammad. “Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh
satu umat kitab suci mereka tertanam di dalam dada-dada mereka, mereka
membacanya, jadikanlah mereka sebagai umatku!’

“Mereka adalah umat Muhammad.

 
“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat jika seseorang dari mereka
ingin mengerjakan kebaikan namun tidak dikerjakannya maka dicatatkan
untuk mereka satu kebaikan, dan jika dikerjakannya maka dicatatkan
buatnya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, jadikanlah mereka
sebagai umatku!

“Mereka adalah umat Muhammad.

“Ya Rabb, aku mendapati di dalam Lauh satu umat yang jika seseorang
dari mereka ingin melakukan kejahatan namun tidak dikerjakannya maka
tidak akan dicatatkan buat mereka, dan jika mereka kerjakan maka hanya
dicatatkan satu kejahatan saja, jadikanlah mereka sebagai umatku!”

“Mereka adalah umat Muhammad.”

“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang merupakan sebaik-
baik umat yang dikeluarkan untuk manusia, mereka menyuruh kepada
kebajikan dan mencegah kemungkaran, jadikanlah mereka sebagai
umatku!’

“Mereka adalah umat Muhammad.

“Ya Rabb, aku dapati di dalam Lauh satu umat yang dibangkitkan pada
hari kiamat kelak dalam tiga golongan, satu golongan masuk surga tanpa
hisab, satu golongan mendapat hisab yang ringan, dan satu golongan lagi
disucikan lebih dahulu lalu mereka pun akhirnya masuk ke dalam surga,
jadikanlah mereka sebagai umatku!’

 
“Mereka adalah umat Muhammad.

Kemudian Nabi Musa  berkata: “Ya Rabb, Engkau limpahkan kebaikan ini
buat Ahmad dan umatnya, maka jadikanlah aku sebagai umatnya saja.”

Allah  berfirman kepada Nabi Musa : “Aku telah memilihmu di antara


umat manusia dengan membawa risalah-Ku dan Kalam-Ku, ambillah apa
yang telah Kuberikan kepadamu dan jadilah sebagai orangorang yang
bersyukur!”

HADIS KE-40
Dari Ibnu Umar , katanya:

Artinya:

Rasulullah  memegang pundakku seraya bersabda: “Jadilah engkau di


dunia ini seakan-akan orang asing atau pengembara (musafir)!” Dan Ibnu
Umar Jb berkata: “Jika Anda berada di sore hari maka janganlah
menunggu tibanya waktu pagi, dan jika Anda berada di pagi hari maka
janganlah menunggu tibanya waktu sore. Dan pergunakanlah (beramallah)
di waktu sehatmu sebelum Anda sakit, dan pergunakanlah waktu hidup
hidupmu sebelum Anda mati.”

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah menunjuki saya dan Anda


untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan hadis yang
agung yang mengumpulkan berbagai-bagai kebaikan, dan pembicaraan ini
tidak khusus untuk Ibnu Umar semata.

     (Akhadza rasuulullaahi shallallaahu alaihi wasallam bimankibii) yakni,


antara lengan dan bahu.

 (Faqaala) yakni, Rasulullah .

      (Kun fid-dunyaa ka-annaka ghariibun) yakni, jangan tergantung


kepadanya dan jangan merasa tenang di dalamnya, karena Anda sedang
dalam perjalanan untuk meninggalkannya ke negeri tempat tinggal Anda
yang sebenarnya, yaitu akhirat. Sebagaimana orang asing yang tidak
menetap di negeri asing dan tidak tenang kepadanya, tetapi selalu rindu
kepada kampung halamannya, dan bermaksud akan kembali ke sana.

     (Au Aaabiri sabiilin) yakni, pelancong atau perantau.

(Wa kaana ibnu umara  yaquulu: idzaa amsaita falaa tantazhirush shabaaha
wa idzaa ashbahta falaa tantazhirul masaa-a) yakni, sebab ia tidak tahu
kapan akan didatangi maut maka ia akan berangkat ke akhirat,
sebagaimana orang asing atau musafir yang tidak tahu kapan akan sampai
ke negerinya, pagi atau sore.

     (wa khudz min shihhatika limaradhika) dalam riwayat lain lisagamika
maksudnya adalah, gunakan kesempatan untuk beramal salih di kala
schatmu, karena penyakit akan menghalangimg darinya.

 
       (Wa min hayaatika limautika) yakni, gunakanlah kesempatan selagi
hidupmu, janganlah ia dilewatkan begitu saja dalarg kelalaian dan
kealpaan, sehingga Anda akan menyesal sesudah matimu d mana
penyesalan sudah tidak berguna lagi.

HIKAYAT:

Wahab bin Munabbih berkata: Pada suatu hari seorang raja sedang
menunggang kudanya. Ia merasa bangga dengan keadaan dirinya, banyak
memiliki hamba sahaya, pengawal, pakaian-pakaian yang indah dam lain-
lain barta kekayaan dunia, maka timbullah dalam hatinya perasaa
sombong.

Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba datang seorang laki-lakt yang


berpakaian kumal, lalu orang itu memberi salam kepada sang raja, namun
sang raja tidak menjawab salamnya. Orang itu lalu memegang tali kendali
kuda sang raja. Raja itu berkata kepadanya: “Lepaskan tali kekan kudaku,
kau sudah melakukan suatu perbuatan yang besar.”

Orang itu berkata: “Aku punya hajat kepadamu, yang akan aku bisikkan ke
telingamu.”

Raja lalu menundukkan kepalanya, lalu orang itu membisikkap kepada


sang raja: “Aku adalah malaikat maut!”

Raja itu menjadi pucat pasi dan tubuhnya gemetar ketakutan, lalu ia
berkata: “Berilah saya tempo untuk pulang menemui keluargakmrdan
mengucapkan selamat tinggal kepada mereka.”

 
“Tidak bisa,” kata malaikat maut itu. “Kau tidak bisa berjumpa lagi
dengan keluargamu selama-lamanya.”

Kemudian malaikat maut itu mencabut nyawanya, maka jatuhlah ia ibarat


sebatang kayu,

Setelah itu, malaikat maut tersebut pergi menemui seorang hamba mukmin
yang sedang berjalan di jalan, lalu ia memberi salam kepadanya, yang
dijawab oleh si hamba mukmin itu dengan salam pula. Kemudian malaikat
maut berkata kepadanya: “Saya punya hajat kepadamu.” Lalu
dibisikkannya ke telinga orang salih itu: “Saya adalah malikat maut.”

Orang salih itu menyambut gembira sambil mengatakan: “Selamat datang


kepada yang lama ghaibnya dariku. Demi Allah, tidak ada yang ghaib
yang lebih saya sukai untuk bertemu dengannya melebihi dirimu.”

Malaikat maut itu berkata: “Selesaikanlah hajatmu yang engkau keluar


untuknya.”

Hamba salih itu menjawab: “Demi Allah, tidak ada hajat yang lebih aku
sukai melebihi berjumpa dengan Allah .”

“Pilihlah, dengan cara bagaimana engkau ingin aku mencabut nyawamu.


Aku telah diperintah demikian?” Tanya malaikat maut itu lembut.

Orang salih itu menjawab: “Biarkan aku mengerjakan salat, lalu cabutlah
nyawaku di dalam sujud.”
 

Kemudian ia pun berdiri salat, lalu nyawanya dicabut oleh malaikat maut
ketika ia sedang sujud.

PENUTUP:

Alkisah, pada zaman dahulu ada seorang laki-laki yang telah


mengumpulkan harta benda yang sangat banyak, sehingga ia menjadi
seorang yang sangat kaya raya. Pada suatu hari ia mengadakan jamuan
makan untuk keluarganya. Ia duduk di atas sebuah dipan sedangkan
mereka berada di hadapannya sambil makan-makan. Ia duduk dengan
meletakkan kaki kanannya di atas kaki kirinya seraya berkata dalam
hatinya: “Nikmatilah hidupmu engkau telah mengumpulkan harta
kekayaan yang cukup banyak.

Ketika ia sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba malaikat maut datang


kepadanya menyamar sebagai seorang yang miskin, lalu mengetuk pintu.
Maka beberapa pelayan keluar membukakan pintu, mereka bertanya: “Apa
perlumu?” Malaikat maut itu menjawab: “Panggilkan tuanmu ke sini!”

Mereka lalu mengusirnya sambil mencemoohnya: “Tuan kami akan keluar


menemui orang seperti engkau?!”

“Ya,” jawab malaikat maut.

Maka mereka lalu masuk menemui tuan mereka dan memberitahukan hal
itu kepadanya. Tuannya berkata: “Kalian pukul saja dia!”

 
Malaikat maut kembali mengetuk pintu dengan keras, mereka pun
berlarian menuju ke pintu. Malaikat maut lalu berkata: “Beritahukan
tuanmu aku adalah malaikat pencabut nyawa!”

Ketika mereka mendengar perkataan malaikat maut itu, maka menjadi


gemetarlah tubuh mereka dan persendian mereka terasa hampir copot.
Mereka menjadi lunglai tak berdaya. Maka masuklah malaikat maut itu ke
dalam menemui orang kaya tersebut. Orang kaya itu lalu mengumpulkan
seluruh harta bendanya, kemudian dipandanginya dengan mata penyesalan
seraya berkata: “Semoga Allah melaknatmu, karena engkaulah aku
menjadi lupa mengingat kepada Tuhanku.”

Dengan kuasa Allah, harta itu bisa berbicara dengan suara jelas, katanya:
“Jangan engkau mencaciku, kau sudah masuk menemui raja-raja
denganku, dan menolak orang-orang takwa. Engkau sudah
membelanjakanku di jalan kejahatan dan aku tidak pernah menolaknya.
Kalau saja engkau belanjakan aku di jalan kebaikan tentu akan memberi
manfaat kepadamu.”

Kemudian malaikat maut itu lalu mencabut nyawanya, lalu pergi.

HADIS KE-41
 

Dari Abu Muhammad Abdullah bin Amr bin Ash , katanya: Rasulullah
sallallaahuallaihi wasallam bersabda:

Artinya:
Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sampai hawa nafsunya
tunduk kepada apa yang telah aku sampaikan.

Hadis Hasan Sahih, telah kami riwayatkan dalam Alhujjah dengan sanad
yang sahih.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberi taufik kepada saya


dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
badis yang sangat besar manfaatnya.

    (Laa yu’minu ahadukum) yakni, tidak sempurna imannya.

     (Hattaa yakuuna hawaahu) yakni, apa-apa yang ia sukai dan cenderung
kepadanya.

      (Taba’an lima ji’tu bihi) yakni, dari syariat yang suci dan sempurna ini,
maka imannya tidak sempurna sampai watak dan hatinya cenderung
kepadanya.

HIKAYAT:

Alkisah, salah seorang abid dari kalangan Bani Israil pernah digoda oleh
seorang wanita cantik. Kemudian abid itu minta air untuk bersuci. Setelah
itu, ia lalu naik ketempat yang tinggi di rumah itu lalu terjun ke bawah.
Konon dikatakan kepada Iblis, “Coba kau goda ia.” Iblis menjawab: “Aku
tidak berdaya menghadapi orang yang telah berhasil melawan hawa
nafsunya.”

 
Almar’asyi berkata: “Pada suatu ketika saya menumpang kapal. Ketika
sedang berlayar di tengah lautan, sekonyong-konyong timbul angin topan
sehingga kapal yang kami tumpangi hancur berantakan. Kebetulan saya
berhasil berpegangan pada sebilah papan bersama seorang wanita. Wanita
itu kehausan, lalu saya mohon kepada Allah agar memberinya minum.
Maka turun sebuah rantai kearah kami yang di ujungnya ada sebuah kendi
berisi air. Kemudian ketika saya menengok ke atas, tampak seorang laki-
laki di awang-awang. Lantas saya bertanya kepadanya: “Bagaimana Anda
bisa berada di awang-awang ini?”

Orang itu menjawab: “Saya tinggalkan keinginanku untuk keinginanNya,


maka Dia tempatkan aku di awang-awang ini.”

Dalam hadis disebutkan, bahwa Nabi  bersabda, yang artinya:


“Barangsiapa memiliki kemampuan untuk berbuat mesum dengan seorang
wanita kemudian ditinggalkannya (tidak dilakukannya) karena takut
kepada Allah, niscaya ia akan diselamatkan oleh Allah di hari yang sangat
menakutkan kelak (hari kiamat), dan diharamkanNya neraka atas dirinya,
serta dimasukkan-Nya ke dalam surga.

Abu Zar’ah berkata: “Saya melihat seorang wanita di jalan, lalu ia berkata
kepada saya: “Apakah tuan mau ganjaran dan pahala dengan menengok
orang sakit?” Saya menjawab: “Ya.” Wanita itu berkata: “Masuklah ke
dalam rumahku.” Maka saya pun masuk ke dalam rumahnya. Setelah saya
di dalam, wanita itu lalu mengunci pintu rumahnya, maka saya pun
mengerti apa maksudnya. Lantas saya berdoa: “Ya Allah, hitamkanlah
wajahnya.” Maka seketika itu juga wajah wanita itu berubah menjadi
hitam legam. Ia pun menjadi ketakutan, lalu dibukakannya pintu itu.
Sesampainya di luar, saya berdoa kembali: “Ya Allah, kembalikanlah
wajahnya seperti sediakala.” Dengan izin Allah, wajahnya kembali seperti
sediakala.

 
Konon, Nabi Musa  pernah berkata: “Ya Rabb, Engkau telah menciptakan
makhluk, dan Engkau pelihara mereka dengan nikmat-Mu, kemudian di
akhirat, Engkau cemplungkan mereka ke dalam neraka?!”

Maka Allah berfirman: “Hai Musa, tanamlah tanaman!”

Musa  lalu menanam tanaman, setelah itu dipanennya dan digilingnya.


Kemudian Allah berfirman kepadanya: “Hai Musa, apa yang telah
kauperbuat terhadap tanamanmu?”

Musa menjawab: “Sudah saya panen.”

“Apakah ada yang kautinggalkan.”

“Ya ada, yaitu yang sudah tidak berguna lagi.”

“Hai Musa, begitulah, Aku masukkan ke dalam neraka orang yang sudah
tidak ada kebaikan lagi padanya.”

PENUTUP:

Alkisah, ada seorang salih yang pekerjaannya sehari-hari adalah menjual


gerabah dari tembikar. Pada suatu hari, sebagaimana biasa, ia keluar untuk
menjajakan barang dagangannya. Di tengah jalan, ia dicegat oleh seorang
wanita. Wanita itu berkata kepadanya: “Masuklah ke rumahku, nanti saya
beli barangmu.”

 
Maka ia pun masuk ke dalam rumah wanita itu. Ketika ia sudah berada di
dalam, wanita itu lalu mengunci pintu rumahnya, dan memaksa laki-laki
sahih itu untuk melayaninya berbuat mesum. Orang salih itu berkata:
“Saya minta air untuk bersuci.”

Setelah berwudu, laki-laki salih itu lalu naik ke atas rumah itu lalu
menerjunkan dirinya ke bawah, sedang barang dagangannya
ditinggalkannya di dalam rumah itu. Maka Allah lalu menyuruh malaikat
menahan tubuh orang salih itu dengan sayapnya hingga ia tiba di tanah
dengan selamat. Akhirnya orang salih itu pulang ke rumahnya dengan
tangan hampa, kemudian ia menceritakan kejadian itu kepada istrinya.

Pada saat itu mercka sedang berpuasa. Istrinya berkata: “Kita patut
bersyukur kang mas telah terhindar dari perbuatan maksiat. Malam ini kita
gunakan waktu kita untuk beribadat saja. Tetapi karena tetangga kita sudah
terbiasa mengambil api dari dapur kita setiap malam, kalau dia tidak
melihat kita nanti disangkanya kita dalam keadaan susah.” Maka istrinya
pun lalu menyalakan api di dapur, kemudian masuk ke kamar lagi.

Ketika tetangganya, seorang perempuan tuan, hendak mengambil api dari


dapurnya, ia berkata: “Hai fulanah, cepat ambil rotimu ini dari atas tungku,
nanti hangus terbakar!”

Istri orang salih itu lalu keluar dan dilihatnya di atas tungku ada panci
penuh berisi roti. Maka mereka berdua pun makan dengan sukacita.
Malam itu mereka isi dengan beribadat kepada

Allah. Mereka berdoa memohon kepada Allah supaya mereka diberi rezeki
tanpa harus bekerja lagi. Sekonyong-konyong jatuh di hadapan mereka
permata berlian dari atas pian. Mereka pun kegirangan.
 

Ketika keduanya tidur, istri orang salih itu mimpi seakan-akan ia berada di
dalam surga. Di sana dilihatnya mimbar-mimbar milik orangorang yang
ahli berbuat taat di dunia dalam rupa yang sangat indah. Hanya mimbar
milik suaminya dilihatnya ada beberapa permatanya hilang. Setelah terjaga
dari tidur, ia lalu menceritakan mimpinya itu kepada sang suami. Mereka
lalu berdoa supaya permata itu dikembalikan ke tempatnya. Maka seketika
itu juga, permata tadi lenyap dari hadapan mereka.

HADIS KE-42
Dari sahabat Anas , katanya: Saya mendengar Rasulullah

Artinya:

Allah  berfirman: Wahai anak Adam, selama engkau meminta dan


berharap kepada-Ku maka Aku akan mengampuni dosa-dosa yang telah
terlanjur kaulakukan, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, seandainya
dosa-dosamu memenuhi petala langit kemudian engkau memohon ampun
kepada-Ku, niscaya Aku ampuni engkau, Wahai anak Adam, seandainya
engkau datang menghadap-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi,
tetapi engkau tidak menyekutukan Aku dengan yang lain, niscaya Aku
akan datang (memberi) padamu dengan ampunan sepenuh bumi pula.

Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, dan ia berkata ini adalah hadis hasan
sahih.

PENJELASAN:

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah memberikan taufik kepada


saya dan Anda untuk berbuat taat kepada-Nya, bahwa hadis ini merupakan
hadis yang agung, dan termasuk salah satu hadis Oudsi.

 
    (Yabna Aadama) seruan yang ditujukan tidak untuk tertentu, tetapi
untuk umum yang sampai kepadanya seruan tersebut.

     (Innaka maa da’autanii wa rajautanii) yakni, bahwasanya selama


engkau berdoa memohon kepada-Ku dan mengharapkan kebaikan yang
ada pada-Ku.

        (Ghafartu laka) yakni, Aku rahasiakan dosa-dosamu dan tidak Aku
tampakkan dengan menghukumnya.

       (Maa kaana minka) yakni, berupa dosa-dosa, dengan berulangnya


maksiatmu. Dosa syirik tobatnya adalah dengan beriman, dan dosa selain
syirik dengan jalan istighfar.

       (Wa laa ubaali) yakni, terhadap dosa-dosamu yang telah kaulakukan,
baik yang besar maupun yang kecil. Karena doa itu merupakan otak
ibadat, dan Allah menyukai orang berdoa yang setengah memaksa, Sebab
harapan itu menunjukkan baik sangka kepada Allah, sedangkan Allah
telah menyatakan di dalam salah satu hadis Qudsi yang artinya: Aku
menurut apa yang disangka oleh hamba-Ku. Dengan demikian maka
rahmat Allah menuju kepada si hamba. Dan jika rahmat itu sudah datang
kepada si hamba maka tidak ada lagi yang lebih besar darinya, karena ia
meliputi segala sesuatu.

(Yabna aadama lau balaghat dzunuubaka ‘anaanas samaa-i) maksudnya,


seandainya dosa-dosamu itu diumpakan materi dan ia memenuhi bumi dan
langit, lalu engkau minta ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan
mengampunimu.

 
     (Yabna aadama, lau ataitanii biquraabil ardhi khathaayaa) yakni, yang
meliputi seluruh permukaan bumi.

     (Tsumma laqiitanii laa tusyriku bii syaian) yakni, engkau mati dalam
keadaan percaya akan keesaan-Ku, yaitu membenarkan apa yang dibawa
oleh rasul-Ku.

      (La ataituhaa biquraabihaa maghfiratan) yakni, Aku akan


mengampuninya buatmu.

Hadis ini menujukkan betapa luasnya rahmat Allah dan kemurahanNya.


Allah telah berfirman di dalam Alguran,

Wahai hamba-hamba-Ku yang telah berbuat melampaui batas terhadap


diri-diri mereka, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena
sesungguhnya Allah mengampuni dosa secara total, dan Dia Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 39: 53)

Adapun sebab turunnya ayat ini adalah karena ada satu kaum yang kafir
bertanya kepada Rasulullah , apakah jika kami masuk Islam Dia akan
mengampuni seluruh dosa kami yang terdahulu berupa pembunuhan,
kekufuran dan lain-lain? Maka turunlah ayat ini scbagai jawabannya,

Pengharapan (ar Raja”) adalah prasangka baik kepada Allah dalam hal
diterimanya ketaatan yang Anda kerjakan dan diampuninya dosa yang
Anda bertobat darinya. Adapun perasaan tenang yang disertai oleh
meninggalkan perbuatan taat dan tetap melakukan maksiat, maka itu
adalah keadaan orang yang tertipu yang telah dilarang oleh Allah . Karena
setan dan balatentaranya menghiasi perbuatan maksiat itu menjadi baik
dalam pandangan Anda, dan mungkin juga ia menumbuhkan perasaan
harapan di dalam hati Anda terhadap ampunan dan kemurahan Allah.

Dari Umar bin Khattab , bahwa ketika ia masuk menemui Rasulullah ,


dilihatnya Beliau sedang menangis, kemudian ditanyanya: “Ya Rasulullah,
apa yang menyebabkan Baginda menangis?” Rasulullah  menjawab: “Tadi
Jibril datang menemuiku, lalu mengatakan, bahwa Allah  merasa malu
untuk menyiksa seseorang yang telah berusia lanjut di dalam Islam, maka
betapa tidak malunya orang yang telah berusia lanjut dalam Islam masih
tetap berbuat maksiat kepada Allah ?!”

PENUTUP:

Allah  berfirman dalam Alguran,

“Wahai orang-orang yang beriman, bertobatlah kamu kepada Allah dengan


tobat yang semurni-murninya. (QS. 66: 8)

Ubai bin Kaab, Muadz bin Jabal dan Umar bin Khattab  mengatakan
bahwa, tobat nasuha itu adalah bertobat kemudian tidak kembali
mengulangi dosa sebagaimana tidak kembalinya air susu ke dalam
payudara.

Imam Alqurtubi berkata: “Tobat nasuha itu terhimpun dalam empat


perkara: istigfar dengan lisan, tidak melakukan lagi dosa itu dengan badan,
berniat tidak akan mengulangi lagi dalam hati, dan menjauhi teman jahat.”

Alkisah, pada zaman dahulu di kalangan Bani Israil ada seorang anak
muda yang taat beribadat selama dua puluh tahun. Kemudian selama dua
puluh tahun berikutnya ia berbuat maksiat. Pada suatu hari ia memandang
dirinya di dalam cermin, dilihatnya pada janggutnya telah tumbuh uban,
maka ia menjadi gelisah. Lalu ia berdoa: “Ya Ilahi, aku telah berbuat taat
kepada-Mu selama dua puluh tahun, kemudian aku berbuat durhaka
selama dua puluh tahun pula. Jika aku kembali kepada-Mu, apakah
Engkau mau mengampuniku?”

Maka terdengar suara gaib mengatakan: “Engkau pernah mencintai Kami


maka Kami pun mencintaimu, lalu engkau meninggalkan Kami maka
Kami pun meninggalkanmu. Kemudian engkau mendurhakai Kami, maka
Kami beri tempo, jika kau kembali maka Kami akan menerimamu.”

Anda mungkin juga menyukai