Anda di halaman 1dari 156

k

ii

SYEKH AHMAD DAMANHURI

Terjemah

Ilmu Logika
Alih Bahasa :
Tgk. Erwin Syah
Editor:
Tgk. Harmen Nurigmar

iii

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)

SYEKH AHMAD DAMANHURI

Terjemah


ISBN : 978-979-44355-XX-X

Ilmu Logika
Alih Bahasa :
Tgk. Erwin Syah
Editor:
Tgk. Harmen Nurigmar
Tata Letak/ Lay out
Zulkarnaini
Design Cover
Alwahidi Ilyas
Cetakan Pertama Agustus 2010
Diterbitkan oleh:
Badan Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Dayah Aceh
Hak cipta ada pada pengarang
Copyright@ 2010

iv

Puji syukur kepada Allah SWT karena hanya dengan bantuan


dan rahmatNya lah saya dapat menyelesaikan terjemahan Idhahul
Mubham ini.
Shalawat dan salam kiranya senantiasa dilimpahkan kepada
junjungan kami, Muhammad SAW, keluarga dan sahabat beliau
serta para pengikut beliau hingga akhir masa.
Terjemahan Idhahul Mubham ini saya susun setelah melihat
begitu maraknya terjemahan yang beredar di tanah air saat ini tapi
sangat susah ditemukan terjemahan ilmu Mantiq. Karenanya saya
berupaya menerjemahkan kitab Idhahul Mubham yang menjadi
kajian ilmu Manthiq tingkat dasar di pondok-pondok pesantren,
dengan harapan kiranya karya ini dapat memberikan kemudahan
bagi para penuntut ilmu, baik bagi para santri maupun mereka yang
berminat untuk mempelajari kitab itu.
Akhirnya, saya menyadari bahwa tentunya masih banyak
kekurangan di sana sini yang terdapat dalam terjemahan ini.
Karenanya besar harapan saya kiranya para pembaca dapat
memberikan kritik dan saran untuk sempurnanya terjemahan ini.
Untuk itu kami ucapka terima kasih dan jazakumullah khairan
katsiira .....

Dayah Al-Waliyah Darussalam, Abdya


22 - April 2010 M/ 08 Jumadil Awal 1431 H
Alih bahasa,

Tgk. Erwin Syah

vi

DAFTAR ISI
Hal
1. Muqaddimah .....................................................

2. Fasal kebolehan menekuni ................................

23

3. Macam-macam ilmu baru ..................................

27

4. Macam-macam dalalah wadhiyah ...................

33

5. Fasal pembahasan kata .....................................

39

6. Fasal hubungan kata dengan makna ..................

45

7. Fasal kul, kulliyah, juzuk dan juz-iyah ................

49

8. Fasal definisi-definisi .........................................

51

9. Bab qadhaya dan hukum-hukumnya ..................

59

10. Fasal tanaqudh (kontradktori) ...........................

69

11. Fasal akas mustawi (konversi) ...........................

75

12. Bab qiyas (silogisme) .........................................

81

13. Fasal syakal-syakal (figur) ..................................

89

14. Fasal istisna-i (silogisme kondisional) ................ 113


15. Hal-hal yang berhubungan dengan qiyas ........... 121
16. Pembagian-pembagian hujjah .......................... 127
17. Penutup. ............................................................. 137

vii

viii

Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha


Penyayang
Segala puji bagi Allah yang merupakan sumber dari
segala kebenaran. Shalawat dan salam kiranya dilimpahkan
kepada pimpinan kami, Muhammad, yang ucapan beliau
mengandung hikmah dan keputusan hukum. Dan kepada
keluarga beliau, Sahabat-Sahabat beliau yang mulia, Tabiin
dan orang-orang yang megikuti mereka dengan berbuat baik
selamanya.


.
Setelah itu, Ahmad Damanhuri Kiranya Allah
menyampaikan cita-cita beliau, dan Allah anugerahkan tawfiq
pada ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan beliauberkata, sebagian pelajar tingkat dasar telah meminta agar
saya membuat ulasan yang sangat lembut untuk Sulam

Manthiq, dan agar saya tidak menambah kejelasan katakatanya, supaya mereka yang menghafalnya sukses memahami
maknanya. Maka saya perkenankan permintaan itu seraya
memohon pertolongan kepada Sang Maha Berkuasa dan Sang
Maha Memilki, serta saya namakan ulasan itu Idhahul
Mubham min Maani Sulam (Penjelasan makna-makna Sulam
yang samar), seraya memohon kepada Sang Maha Mendengar
dan Maha Melihat kiranya memberi manfaat pada ulasan itu
sebagaimana Ia telah memberi manfaat untuk asalnya.
Sesungguhnya Ia Maha Kuasa atas demikian.





~


~

~

Beliau rh. berkata :
Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha
Penyayang.
Segala puji bagi Allah Yang telah mengeluarkan Buahbuah fikiran bagi mereka yang berakal, dan Allah hilangkan
dari mereka, dari cakrawala akal mereka. Semua tabir berupa
mendung kebodohan sehingga tampaklah bagi mereka
mentari-mentari pengetahuan Serta mereka melihat
pengetahuan-pengetahuan yang tersembunyi, tersingkap.

.
.

.
.




Komentar saya :

/
pujian menurut etimologi adalah sanjungan
dengan ucapan kepada obyek pujian, dengan sifat-sifatnya
yang indah. Dan menurut terminologi ialah perbuatan yang
menunjukkan pengagungan kepada si pemberi anugerah
disebabkan sifat memberinya kepada yang memuji atau orang
lain. Syukur menurut etimologi ialah pujian menurut
terminologi dengan menukar yang memuji dengan yang
bersyukur.
Pembicaraan yang mendalam mengenai Basmalah,
hamdalah, syukur dan madah menurut etimologi dan
terminologi dan hubungan antara ketiganya, terdapat dalam
risalah kami Kasyfu lutsam an mukhadartil afham.

. .
.
. . .
. .
.
.
Kata adalah nama untuk Zat yang mesti adanya.
/mengeluarkan, bermakna / menampakkan. adalah
jamak / konklusi. Natijah adalah satu kalimat yang menjadi
kepastian bagi dua muqaddimah (premis). Contohnya : Alam
itu baru, yang menjadi kepastian bagi perkataan kami :

Alam itu berubah.


Setiap yang berubah itu baru.

fikir adalah aktivitas nalar pada hal-hal rasional.


/
Sedangkan aktivitas nalar pada hal-hal inderawi adalah takhyil
(membayangkan). adalah jamak .
Yang dimaksud
dengannya di sini adalah pemilik. adalah akal. adalah
isim maqshur (kata benda berakhiran alif).
Pengertian bait ini adalah, segala puji bagi Allah yang
telah menampakkan bagi mereka yang berakal, buah-buah
fikiran mereka.
Pada penyebutan terdapat
(epigraf).

(1)

baraah istihlal


.


.

.
Pada bait terdapat dua pertanyaan : Pertama, kenapa
beliau memuji dengan jumlah ismiyah (nominal clause) bukan
dengan jumlah filiyah (verbal clause)? Kedua, kenapa beliau
mendahulukan kata puji dari kata Allah, padahal mendahulukan nama Yang Maha Mulia lebih penting.
Jawaban untuk yang pertama, beliau memuji Sang
Penguasa karena ZatNya . Zat-Nya tetap dan kekal.

Karenanya beliau sesuaikan dengan jumlah yang berkonotasi


tetap dan kekal yaitu jumlah ismiyah.
Jawaban untuk yang kedua, konteks sekarang adalah
konteks memuji. Jikalaupun menyebut Allah lebih penting pada
prinsipnya namun didahulukan kepentingan yag tidak prinsipil
karena menjaga balaghah (paramasastra) yaitu relevansi
pembicaraan dengan kehendak situasi.

. .
.


.
.

.
.
Kata beliau bermakna /menghilangkan. Dan
pada kata bermakna . dan majrurnya adalah
badal dari kalimat sebelumnya. Artinya Allah hilangkan dari
akal mereka yang bagaikan cakrawala dengan kesamaan
keberadaan masing-masing sebagai tempat untuk terbitnya
bintang-bintang. Bintang-bintang akal bersifat abstrak yaitu
makna-makna dan rahasia-rahasia, sedangkan bintangbinatang cakrawala konkrit. Asalnya adalah
/ dari
akal bagaikan cakrawala. Kemudian dibuang huruf
penyerupaan ( / bagaikan( dan diidhafahkan musyabbah bih
(
) kepada musyabbah (obyek yang diserupakan/ )
setelah didahulukan dari musyabbah.


.
.


.
Pekerjaan inipun terjadi pada perkataan beliau

, karena asalnya adalah


. Maka kerjakanlah
padanya apa yang sudah lalu. Kesamaan antara kebodohan
yang artinya tidak ada pengetahuan mengenai sesuatu, dengan
mendung adalah keberadaan masing-masing sebagai
penghalang.
Pengertian bait ini adalah, Allah hilangkan dari akal
mereka yang bagaikan cakrawala, segala tabir Artinya
penghalang berupa kebodohan yang bagaikan mendung.

.
.

Pada bait ini terdapat dua pertanyaan : Pertama,
mengataf / hilangkan, kepada
/ mengeluarkan,
dari kategori apa? Kedua, kebodohan adalah sesuatu yang
nihil, sedangkan mendung adalah sesuatu yang ada. Tidak
tepat menyerupakan sesuatu yang nihil dengan sesuatu yang
ada.
Jawaban untuk yang pertama, dari kategori ataf sebab
kepada akibat. Karena menghilangkan tabir adalah sebab
untuk menampakkan buah-buah fikiran.
Jawaban untuk yang kedua, kebodohan sebagaimana
didefinisikan dengan tidak ada pengetahuan mengenai
sesuatu, juga didefinisikan dengan memahami sesuat yang

menyalahi yang semestinya. Maka kebodohan bukan sesuatu


yang nihil. Berarti penyerupaan itu tepat.

.
. .
.

.
Perkataan beliau /sehingga nampak, artinya
nyata, adalah akhir bagi /menghilangkan. Perkataan beliau
/mentari-mentari pengetahuan, artinya

/pengetahuan bagaikan mentari-mentari. Maka


/tersembunyi, artinya
kerjakanlah apa yang telah lalu.
/tertutup, karena artinya /ketertutupan.

/tersingkap, artinya /tampak.


Maksud bait ini adalah, akhir dari hilangnya tabir dari
akal mereka adalah tampaknya mentari-mentari pengetahuan
yang sebelumnya tertutup karena halusnya.

.

.
Pada bait terdapan dua pertanyaan : Pertama, bait
pertama tidak memerlukan bait ini lagi. Kedua, yang lebih
utama setelah dari beliau terjadi penyebutan bait ini, beliau
sebutkan bait pertama di sebelahnya (setelahnya). Atau beliau
menyebutkannya di sebelah bait pertama, karena keberadaan
masing-masing sebagai akibat dari menghilangkan tabir.

Jawaban untuk yang pertama, sesungguhnya buah-buah


pikiran (pengetahuan-pent) pada bait pertama lebih umum
dari jauh dan tersembunyi disebabkan halusnya, atau tidak
(jauh dan tersembunyi-pent). Sedangkan pengetahuan pada
bait ketiga terkhusus dengan tersembunyi dan jauh. Maka bait
pertama masih membutuhkannya.


.


Jawaban untuk yang kedua, beliau mendahulukan bait
pertama karena menjaga baraah istihlal sehingga tidak
mungkin menempatkannya di sebelah bait ketiga. Dan
terpaksa bait ketiga dikemudiankan, karena keberadaannya
sebagai akhir untuk bait sebelumnya. Maka tidak mungkin
menempatkannya di sebelah bait yang pertama.

:
~

~
~

~

~
Kemudian beliau berkata:
Kami memujiNya, Maha Agung Ia, karena sifat
memberiNya
o Akan nikmat iman dan islam.
Ia adalah Zat yang mengistimewakan kami dengan Rasul
terbaik yang diutus

o Dan orang terbaik yang memiliki kedudukankedudukan tinggi


Yaitu Muhammad, pimpinan semua ikutan
o Berbangsa Arab, klan Hasyim, insan pilihan.
Kiranya Allah melimpahkan shalawat selama akal
o Menyelami lautan makna yang dalam
Dan kepada keluarga dan sahabat beliau yang memiliki
petunjuk
o Yaitu orang-orang yang diserupakan dengan
bintang-bintang dalam hal terpetunjuk.



.
Komentar saya :
Beliau memuji Sang Penguasa dengan (2)pujian mutlak
pada kali pertama dan beliau memujiNya dengan pujian
muqayyad pada kali kedua agar memeroleh dua pahala, yaitu
sunat dengan pujian pertama dan wajib untuk pujian kedua.
Dan agar beliau menjadi orang yang bersyukur kepada
Tuhannya karena memberikan inspirasi kepadanya untuk
pujian pertama. Karena inspirasi yang diberikan kepadanya
adalah karunia yang perlu disyukuri.

. .
. .

/Agung. artinya
Perkataan beliau bermakna

memberi anugerah. Iman adalah pembenaran hati akan apa


saja yang dibawa Nabi berupa hukum-hukum. Islam adalah
aktivitas lahiriyah seperti shalat dan puasa. Tapi keduanya
saling berkaitan erat pada syara.


.
Pengertian bait ini adalah, kami menyanjungNya
karena sifat memberikan anugerahNya kepada kami dengan
dua anugerah ini yang dengannya jiwa terlepas dari neraka.





Pada bait ini terdapat dua pertanyaan : Pertama, kenapa
beliau memuji kali pertama dengan jumlah ismiyah, dan di sini
dengan jumlah filiyah ? Kedua, kenapa beliau memuji karena
memberi anugerah di mana itu adalah sifat, bukan karena
anugerah ?


.
.

Jawaban untuk yang pertama, pujian di sini berhubungan
dengan anugerah-anugerah. Anugerah-anugerah itu temporal.
Maka beliau sesuaikan dengan kalimat yang berkonotasi
temporer yaitu jumlah filiyah.
Jawaban untuk yang kedua, pujian karena satu anugerah
menimbulkan dugaan terkhusus pujian dengan anugerah itu
saja tidak yang lain. Berbeda pujian karena sifat


.
. . . .
. .
. .

10

.
.
Perkataan beliau
, adalah isim mawsul, badal dari
dhomir (kata ganti orang) yang menjadi makmul dari . Dan

/mengistimewakan kami, artinya komunitas muslim.
/memiliki, artinya
/orang yang, bermakna Rasul.
/kedudukan-kedudukan, artinya derajatmemperoleh.

derajat. /tinggi, artinya luhur. adalah badal dari


. /pimpinan, adalah orang yang mengurus urusan orang
banyak Artinya pasukan yang banyak-. Beliau adalah orang
yang mengurus urusan dunia keseluruhnnya. artinya
/ikutan -Dengan fathah -. Bila beliau adalah pimpinan
para ikutan maka beliau pimpinan para pengikut adalah lebih
utama.
artinya berbangsa Arab. artinya
berhubungan dengan klan Hasyim. artinya pilihan.

.
. .
. . .
.
. .
.
.

menurut etimologi adalah simpati. Jika dihubungkan
kepada Allah dinamakan rahmat. Atau kepada malaikat
dinamakan istighfar. Atau kepada selain keduanya dinamakan
doa. Telah lalu bahwa artinya akal. adalah jamak
yang artinya air berlimpah yang terdapat kesulitan. Yang

11

dimaksud dengan di sini adalah pengertian-pengertian yang


sulit. Keluarga Nabi dalam konteks doa adalah setiap orang
beriman yang bertaqwa.
adalah isim jamak (kata benda
kolektif) bagi

dengan pengertian
yang artinya
seseorang yang bertemu dengan Nabi serta beriman terhadap
beliau. adalah jamak dengan makna pemilik. Artinya
orang-orang yang memiliki petunjuk. Kata beliau
/orang-orang yang diserupakan,dst. artinya pada sabda beliau
Sahabat-sahabatku bagaikan bintang-bintang. Siapapun yang
kalian teladani, kalian pasti terpetunjuk. Maka pembuangan
fail (subjek) di sini ( ) untuk mengagungkan.

:

.



.
Pada empat bait ini terdapat empat pertanyaan :
Pertama, apa yang dikehendaki dengan dhomir pada

/mengistimewakan kami ? Kedua, sesungguhnya perkataan
beliau Rasul terbaik yang diutus
menunjuki makna
perkataan beliau pimpinan semua utusan. Maka apa alasan
tidak membatasi pada perkataan itu (Rasul terbaik yang
diutus). Ketiga, beliau mengaitkan shalawat dengan selama
akal menyelami lautan akal yang dalam, padahal yang lebih
utama adalah mengumumkan. Keempat, kenapa beliau
mendahulukan keluarga dari pada sahabat, padahal di antara
sahabat terdapat seseorang yang lebih agung dari semua
manusia setelah Musthafa yaitu Abu Bakar.

12


.


.
Jawaban untuk yang pertama, yang dimaksud dengan
dhamir bisa saja umat yang menjawab sebagaimana yang
sudah saya artikan. Dan bisa saja umat yang diseru sehingga
masuk orang-orang kafir, dengan dalil Tidaklah Kami
mengutusmu melainkan sebagai rahmat bagi semesta alam.
Karena tidak satupun siksaan melainkan siksaan Allah lebih
pedih. Maka orang-orang kafir tidak disiksa dengan siksaan
yang lebih pedih karena memuliakan beliau.



.

Jawaban untuk yang kedua, pada mengsifatkan dengan
kepemimpinan menunjukkan umum pengutusan beliau . Dan
sesungguhnya para Nabi dan Rasul termasuk umat beliau .
Maka beliau adalah orang yang mengurus urusan semuanya.

.

Jawaban untuk yang ketiga, kait pada shalawat bukan
tujuan. Yang dituju adalah (3)mengumumkan (generalisasi)
dalam semua waktu.


,
.
Jawaban untuk yang keempat, shalawat ditetapkan untuk
keluarga secara kontekstual pada sabda beliau Ucapkanlah, ya
Allah limpahkan shalawat kepada Muhammad dan kepada

13

keluarga Muhammad. Sedangkan untuk sahabat dengan


diqiyaskan kepada keluarga. Maka hal itu mengendaki adanya
pendahuluan tersebut.


~

~
~

Kemudian beliau berkata :
Dan setelah itu maka Manthiq untuk hati
o Hubungannya sama dengan Nahwu untuk lisan
Maka Manthiq melindungi pikiran-pikiran dari
sesatnya kesalahan
o Dan menyibak tirai dari halusnya pehaman.
Maka ambillah di antara asas-asas Manthiq
beberapa kaidah
o Yang dari beberapa bagiannya terhimpun beberapa
faidah.

,
.
.
.
Komentar saya :
Kata /setelah, ada untuk zaraf zaman (kata keterangan
waktu), contohnya pada perkataan anda :

14


Zaid datang setelah Amar
Dan ada untuk zaraf makan (kata keterangan tempat),
contohnya pada perkataan anda :


Rumah Zaid setelah rumah Amar.
Tepat menggunakan di sini pada dua pengertian
tersebut dengan pertimbangan bahwa masa membicarakan
kalimat setelahnya terjadi setelah masa membicarakan kalimat
sebelumnya. Atau dengan pertimbangan bahwa tempat
kalimat setelah pada tulisan letaknya setelah kalimat
sebelumnya. Kata di sini menunjukkan perpindahan dari
satu topik pembicaraan ke topik pembicaraan yang lain.
Karenanya tidak boleh didatangkan pada topik pembicaraan
yang pertama.

.
. .

.
. ~
adalah masdar mimi (infinitive) yang digunakan
secara isytirak (homonim) untuk
dengan makna ucapan
dan untuk memahami. Yang dimaksud di sini adalah satu mata
pelajaran yang kitab ini disusun tentangnya. Mata pelajaran ini
dinamakan dengan nama ini karena mata pelajaran ini dapat
meningkatkan daya fikir dan dapat menjaganya dari kesalahan.
Maka pelajaran ini berisikan norma-norma yang dengan
memperhatikannya akal akan terjaga dari kesalahan berfikir.

15

Maka siapa saja yang memperhatikan norma-norma pelajaran


ini tidak akan sampai melakukan kesalahan dalam berfikir.
Sama halnya orang yang memperhatikan norma-norma yang
terkandung dalam ilmu Nahwu (Gramatika), tidak akan sampai
melakukan kesalahan dalam berbicara. Pengertian inilah yang
beliau isyarah melalui perkataan beliau, Maka Mantiq untuk
hati. Hubungannya sama dengan Nahwu untuk lisan.

.
.

. .
.
/Maka ia melindungi fikiran-fikiran artinya

menjaganya dari sesatnya kesalahan. digunakan untuk
hati. Tapi yang dimaksud di sini adalah daya fikir.
Mengidhafahkan , kepada /kesalahan, tergolong
idhafah am kepada khas. Karena artinya sesat sedangkan
kesalahan adalah salah satu macam darinya.
Perkataan beliau
/dan dari halusnya
pemahaman, termasuk idhafah sifat kepada mawshuf. Masdar
( ) bermakna isim maful. Artinya
( sesuatu yang
difahami yang halus). dengan kasrah . Artinya siapa saja
yang berpegang teguh dengan pelajaran ini maka pelajaran
yang nazri (pengetahuan yang memerlukan analisa) berupa
pengertian-pengertian yang terselubung, menjadi dharuri
(pengetahuan primer/ tanpa analisa). Ini adalah fakta yang
tidak perlu penjelasan.

16

. .


.
.
/ambillah adalah isim fiil (verbal noun). adalah
makmulnya. adalah hal (kata keterangan benda) dari
bermakna sebagian. Artinya ambillah kaidah-kaidah
yang merupakan sebagian asas-asasnya, artinya kaidahkaidahnya, karena kaidah dan asas maknanya sama, yaitu
sesuatu yang kulli (umum) yang dapat diterapkan kepada
semua substansinya. Contohnya perkataan ilmuwan Nahwu
(Gramatikus) Fail (subyek) itu marfu. Dan seperti perkataan
Logikus Mujabah kulliyyah (universal afirmativ) akasnya
adalah mujabah juziyyah (partikular afirmativ). artinya
/cabang-cabang. adalah jamak . Faidah pada
asalnya artinya manfaat yang dihasilkan dari ilmu atau harta.
Pengertian bait ini adalah, kaidah-kaidah ini menghimpun
furu, dan furu meliputi faidah-faidah.


~
~
~
Kemudian beliau berkata :
Aku namakan karangan ini Sulam Munawraq

17

o Dengannya dicapai cakrawala ilmu Mantiq


Kepada Allah aku berharap kiranya karangan ini
tulus
o Karena ZatNya yang Mulia, tidak kurang
Dan kiranya karangan ini bermanfaat untuk
mubtadi
o Dengannya terpentunjuk kepada kitab-kitab format
besar.

.

.
. . . .
.


.
Komentar saya :
Dhomir yang bersambung dengan kembali kepada
karangan yang difahami dari konteks pembicaraan.

/menamakan, mutaaddi kepada dua maful (objek). Kepada
yang pertama dengan sendirinya, dan kepada yang kedua
dengan sendirinya atau dengan seperti di sini. /tangga,
adalah benda bertingkat sebagai sarana untuk sampai dari
bawah ke atas. Penggunaan sulam dengan makna pengertianpengertian adalah majaz (metafora). artinya dihiasi.
artinya dinaiki. Ilmu Manthiq yang dimaksud adalah masalahmasalah. Masalah-masalah itu dianalogikan dengan cakrawala
dengan kesamaan jauh.
Pengertian bait ini adalah masalah yang aku susun dan
aku namakan dengan Sulam ini mudah serta dengan

18

bantuannya dapat sampai kepada masalah yang jauh serta


sulit.


.

.
Kemudian beliau memohon kepada Sang Penguasa
kiranya penyusunan kitab ini bersih dari riya (pamer). Maka
beliau berkata Kepada Allah aku berharap. artinya Zat.
artinya kurang.

.
. .


Kemudian beliau memohon kepada Allah kiranya Allah
memberikan manfaat dengan kitab ini kepada para mubtadi,
dan kiranya kitab ini dapat dijadikan pengantar untuk
mencapai kitab-kitab dengan format besar. Maka beliau
berkata dst. Mubtadi (pemula) adalaH pelajar yang
belum sanggup menggambarkan pelajaran yang dibaca. Jika
telah sanggup dinamakan mutawassith (menengah). Dan jika
sanggup menguraikan dalilnya disebut muntahi (tingkat akhir).

.
. .
.
.

Sesungguhnya Sang Penguasa telah memperkenankan
doa pengarang sesuai dengan apa yang beliau mohonkan.
Maka siapa saja yang membaca kitab beliau ini diiringi niat dan

19

perhatian, Allah akan membukakan ilmu ini baginya. Kami


telah menyaksikan hal itu. Dan guru kami menginformasikan
kepada kami, didengar dari guru-guru beliau bahwa pengarang
adalah salah seorang tokoh Sufi terkemuka dan doa beliau
manjur. Kiranya beliau dilimpahkan rahmat oleh Allah Taala.
Semoga kitab ini berguna bagi kami dengan keberkahan beliau.
Dan mudah-mudahan doa-doa beliau yang baik sampai kepada
kami.1

1. 1Baraah istihlal adalah sikap pembicara mendatangkan pada awal


pembicaraannya, sesuatu yang menunjukkan maksud pembicaraan.
2. pilar-pilar pujian adalah : -
= Yang memuji
-
= Yang dipuji
-
= Isi pujian
-
= Alasan memuji

Pujian mutlak adalah pujian yang tidak disebutkan


. Pujian muqayyad adalah pujian yang disebutkan .
Dengan pujian muqayyad mendapat pahala wajib karena sama
dengan bayar hutang.




Sesungguhnya orang Arab jika ingin mengekalkan mereka
ungkapkan dengan lafaz muqayyad (terbatas).

20


~
~
~

~
Perselisihan mengenai kebolehan menekuni
o Ilmu Mantiq ada tiga pendapat.
Ibnu Shalah dan Nawawi mengharamkan
o Dan sekelompok ulama berpendapat sebaiknya
diketahui
Dan pendapat terkenal dan tepat
o Boleh ditekuni bagi yang sempurna bakatnya
Serta mempelajari Sunah dan al-Kitab
o Agar dengannya terpetunjuk kepada kebenaran.

:

.

Komentar saya :
Pengarang menyebutkan dalam fasal ini hukum
menekuni ilmu Manthiq karena keberadaannya merupakan
sebagian dari sepuluh prinsip dasar yang sepatutnya bagi

21

setiap orang yang ingin mendalami suatu ilmu, mengetahuinya


agar dia memiliki pandangan tentang pelajaran yang akan dia
tekuni.
Prinsip-prinsip dasar pelajaran ini telah dikupas tuntas
oleh seorang guru dari guru-gurunya guru kami, yaitu Sayid
Said Qudurah, dalam ulasan beliau untuk kitab ini.

. .
. .
. .
.
Di antaranya adalah nama. Telah lalu bahwa ilmu ini
dinamakan Manthiq. Juga dinamakan Miyar al-Ulum (Standar
Pengetahuan) dan Ilmu Mizan (Ilmu Neraca). Di antaranya lagi
definisi. Definisi ilmu ini telah lalu pada ulasan. Dan di
antaranya hubungan. Tentang hubungan telah lalu pada teks
matan Hubungannya dst. Dan di antaranya hukum. Hukum
beliau sebutkan dalam fasal ini. Prinsip-prinsip dasar yang sisa
terdapat dalam ulasan yang disebutkan tadi.

.
.
.


.
Mereka berselisih mengenai kebolehan menekuni
Manthiq dalam tiga pendapat : Pertama, melarangnya. Ini
adalah pendapat Nawawi dan Ibnu Shalah. Kedua, boleh. Itu
adalah pendapat sekelompok ulama yang di antaranya adalah

22

al-Ghazali. Beliau berkomentar, Siapa yang tidak mengerti


Manthiq, ilmunya tidak dapat dipercaya. Artinya tidak
mengerti Manthiq tidak akan aman ketika memerlukannya,
karena tidak ada norma-norma yang dapat dijadikan batasan.
Ketiga, yaitu pendapat populer dan tepat, merincikan, jika
yang mendalaminya adalah orang yang berbakat sempurna,
berintelijensia tinggi serta mempelajari al-Quran dan Sunnah,
boleh mendalaminya. Jika tidak maka tidak boleh.

.
. .

Perlu anda ketahui bahwa perselisihan ini berkaitan


dengan ilmu Manthiq yang bercampur dengan keterangan
Filosof, seperti yang terdapat dalam Thawaliil Baydhawi.
Adapun yang bersih darinya, seperti Mukhtasar Sanusi,
Syamsiyah dan karangan ini, maka tidak ada perselisihan
mengenai kebolehan menekuninya. Justru bisa saja bahwa
hukum menekuninya fardhu kifayah. Karena pengetahuan
menolak syubhat tergantung padanya. Sedangkan sebagian
yang sudah dimaklumi bahwa menolak syubhat adalah fardhu
kifayah.

23

24


~

~
~
~
~
Menjangkau (memahami) mufrad dinamakan tashawur
(menggambarkan)
o Dan
menjangkau
nisbah
dengan
tasdiq
(pembenaran) dinamakan.
Dahulukan yang pertama ketika peletakkan
o Karena yang pertama terdahulu pada prinsipnya.
Nazri adalah pengetahuan yang perlu analisa.
o Sebaliknya adalah dharuri yang jelas
Sesuatu yang dengannya dapat dicapai tashawur
o Dinamakan qoul syarih, maka menuntutlah.
Dan sesuatu yang kepada tasdiq dengannya tercapai
o Dengan hujjah (silogisme) dikenal di kalangan
Logikus.

25

Komentar saya :
Kata macam-macam mengeluarkan ilmu Qadim, karena
ilmu Qadim tidak terbagi. Maka pengarang mendatangkan kata
baru setelah itu adalah penegasan dan penjelasan bagi pemula.


.

.
Ilmu adalah mengetahui sesuatu yang dapat diketahui.
Kemudian ilmu itu terbagi kepada tashawur dan tasdiq. Dan
masing-masing keduanya terbagi kepada dharuri (pengetahuan
primer /aksioma) dan nazri (pengetahuan yang memerlukan
analisa). Maka pembagian ilmu itu empat. Jika ilmu itu adalah
mengetahui makna mufrad (sebuah kata) maka ilmu itu adala
tashawur, seperti mengetahui makna Zaid. Dan jika ilmu itu
adalah mengetahui terjadinya nisbah maka ilmu itu adalah
tasdiq, seperti mengetahui terjadinya berdiri pada perkataan
kami, Zaid berdiri. Inilah makna perkataan pengarang
Menjangkau mufrad pada bait.


.
. .
.
.



Maka Zaid berdiri mencakup empat pengetahuan
(tashawur)(1) : Pengetahuan tentang mawdhu (obyek) yaitu

26

Zaid. Pengetahuan tentang mahmul (predikat) yaitu berdiri.


Pengetahuan tentang nisbah (hubungan) antara keduanya,
yaitu hubungan mahmul dengan mawdhu. Pengetahuan
terjadinya nisbah. Pengetahuan yag keempat dinamakan
tasdiq, dan tiga sebelumnya adalah persyaratan untuknya. Ini
adalah pendapat filosof. Sedangkan pendapat Imam Razi,
tasdik adalah keempat-empat pengetahan. Maka tasdiq itu
tunggal menurut pendapat filosof, dan terangkai menurut
pendapat Imam Razi. Pengarang sependapat dengan filosof
dengan cara memperkirakan mudhaf pada perkataan beliau, di
antara menjangkau dan nisbah, yaitu terjadi.


.

Kemudian bila anda ingin menulis tashawur dan tasdiq
dan mempelajari keduanya dan mengajarkan keduanya Yang
dimaksud dengan peletakkan adalah meliputi ketiga-tiganya itu
maka dahulukan tashawur dari tasdiq, karena tashawur pada
prinsipnya terdahulu daripada tasdiq, maka mesti didahulukan
pada peletakkan. Inilah makna perkataan pengarang Dan
dahulukan yang pertama pada bait.


.

Kemudian beliau menjelaskan bahwa nazri dari masingmasing tashawur dan tasdiq adalah pengetahuan yang
memerlukan analisa. Sedangkan dharuri adalah kebalikannya,
yaitu pengetahuan yang tidak memerlukan hal tersebut. Maka
pembagian ada empat.

27


.


Contoh tashawur dharuri adalah menjangkau makna perkataan
Satu adalah setengah dari dua. Dan contoh tashawur nazri
adalah menjangkau makna Satu adalah setengah dari 1/6 dari
12.


.





Contoh tasdiq dharuri adalah menjangkau terjadinya
nisbah pada perkataan kami Satu adalah setengah dari dua.
Dan contoh tasdiq nazri adalah menjangkau terjadinya nisbah
pada perkataan kami Satu adalah setengah dari 1/6 dari 12.



.


.


Dengan keterangan yang telah dinyatakan dapatlah
diketahui terbatasnya pengetahuan pada tashawur dan tasdiq.
Masing-masing keduanya memiliki pengantar-pengantar dan
poin-poin utama. Pengantar tashawur adalah lima kuliyah. Dan
poin utamanya adalah qoul syarih (kata penjelasan / definsi).
Pengantar tasdiq adalah qadhiyah (preposisi) dan hukumhukumnya. Dan poin utamanya adalah qiyas (sylogisme) dan
pembagiannya. Maka ilmu Mantiq terbatas pada empat bab

28

ini. Adapun pembahasan dilalah dan pembahasan lafaz hanya


sanya disebutkan dalam ilmu Mantiq karena pembahasan lima
kulliyah tergantung(2) kepadanya. Siapa yang mempertimbangkan lima pembahagian qiyas, dia akan menghitung babbab ada delapan. Dan siapa yang menghitung bersama
pembahagian qiyas, pembahasan lafaz secara tersendiri maka
bab-bab baginya ada sembilan.


.

.
.

Kemudian sesungguhnya para Logikus sepakat
menamakan lafaz yang dengannya dapat difahami makna
mufrad, dengan qoul syarih (definisi). Contoh, kata hayawan
nathiq (hayawan yang berfikir) dalam mendefinisikan insan,
yang dengannya sampai kepada makna mufrad yaitu makna
insan. Inilah makna perkataan pengarang

/sesuatu yang dengannya dapat dicapai tashawur pada bait.
Dan mereka sepakat menamakan lafaz yang menghasilkan
tasdiq dengan hujjah Artinya qiyas (sylogisme) Contoh :
Alam itu berubah.

Setiap yang berubah itu baru.

Dengannya tercapai satu natijah (konklusi), yaitu Alam itu


baru.

Inilah makna perkataan pengarang


/ Dan
sesuatu yang kepada tasdiq, pada bait.

29

Not :
1.

Tasawur ada dua : Tasawur mutlak dan tasawur


sederhana. Tasawur mutlak artinya mengetahui. Tasawur
sederhana artinya mengetahui makna mufrad. Yang
dimaksud dengan tasawur di sini adalah tasawur mutlak.

2.

Lima kulliyah adalah makna. Makna didapat dari


pemahaman ( ) dari lafaz. Maka jelas lima kulliyah
tergantung kepada dilalah dan lafaz.

30


~
~
Dalalah (tunjukkan) lafaz kepada makna yang
saling sesuai dengan lafaz
o Mereka namakan dalalah muthabaqah.
Dan (dalalah lafaz kepada) bagian makna
(mereka namakan) tadhammun. Dan (dalalah
lafaz kepada) makna yang lazim (pasti)
o Adalah iltizam jika pasti menurut akal.



.
.
.

Komentar saya :
Maksud beliau dengan dalalah wadhiyah adalah
lafziyah, buktinya adalah perkataan beliau pada bait
/Dalalah lafaz. Dan maksud beliau pada bait adalah dalalah
lafaz wadhiyyah (tunjukkan kata menurut ketetapan bahasa),
buktinya adalah perkataan beliau pada judul . Maka
beliau telah membuang pada judul dan bait, satu kata yang
beliau cantumkan kata padananya pada yang lain. Hal itu
adalah salah satu macam dari jinas yang dinamakan ihtibak.

31


.
.
Dalalah menurut dal-(penunjuk)-nya ada enam
pembahagian. Karena dal adakalanya lafaz seperti contoh yang
lalu, atau bukan lafaz, contohnya asap yang tunjuk kepada api.
Masing-masing keduanya adakalanya tunjuk menurut wadha
(ketetapan) atau menurut tabiat (karakter) atau menurut akal
(rasio).

.
.
.
Contoh dalalah bukan lafaz yang wadhiyah (menurut
ketetapan) adalah dalalah isyarat kepada pengertian iya atau
tidak. Dan dalalah tulisan-tulisan kepada ucapan-ucapan.
Contoh thabiiyah adalah dalalah merah kepada malu, dan
pucat kepada takut. Contoh akliyah ( rasional) adalah dalalah
alam kepada penciptanya, yaitu Zat Yang Maha Menciptakan
, dan dalalah asap kepada api.


. .


Contoh dalalah lafaz wadhiyah adalah dalalah singa
kepada hewan menerkam, dan insan kepada hewan berfikir.
Contoh thabiiyah adalah dalalah rintihan kepada sakit, dan
batuk kepada sakit dada. Contoh akliyah adalah dalalah
omongan pembicara dari belakang tembok kepada hidupnya,

32

dan jeritan kepada musibah yang ditimpakan kepada orang


yang menjerit.

.
.
Yang dipilih dari pembagian-pebagian ini adalah dalalah
lafziyah wadhiyah (tunjukan kata menurut ketetapan bahasa).
Maka kata kami lafziyah mengeluarkan yang bukan lafaz
serta tiga pembagiannya. Dan perktaan kami Wadhiyah
mengeluarkan lafziyah thabiiyah dan akliyah.

. :
.
.
.
.

Kemudian dalalah ini ada tiga pembagian : mutabaqiyah,
tadhammuniyah dan iltizamiyah. Yang pertama adalah dalalah
lafaz kepada makna selengkapnya yang ditetapkan lafaz untuk
makna itu. Seperti dalalah insan kepada kombinasi hewan
nathiq. Yang kedua adalah dalalah lafaz kepada bagian makna.
Seperti dalalah insan kepada hewan, atau berfikir yang
terdapat dalam kandungan hewan berfikir. Yang ketiga adalah
dalalah lafaz kepada sesuatu diluar makna, yang erat kaitannya
dengan makna itu. Seperti dalalah insan kepada menerima
ilmu dan membuat tulisan, dengan mengacu kepada makna
insan. Inilah makna perkataan beliau tunjukkan lafaz pada dua
bait.

33


. .
.

Yang pertama dinamakan muthabaqah (saling sesuai)
karena saling sesuai pemahaman dengan ketetapan bahasa.
Karena si pencipta menetapkan suatu lafaz untuk tunjuk
kepada suatu makna selengkapnya, dan kita memahami makna
itu dari lafaz tersebut dengan selengkapnya.
Dan yang kedua dinamakan tadhammun (kandungan)
karena bagian terdapat dalam kandungan keseluruhan.
Dan yang ketiga dinamakan dalalah iltizam (berkaitan
erat) karena yang difahami keluar dari makna namun lazim
(berkaitan erat) dengan makna itu.

.
.

. .
.
Perkataan beliau jika lazim menurut akal mengisyaratkan
bahwa lazim itu mesti lazim menurut akal, sama saja disamping
itu lazim juga pada kenyataan, seperti lazim genap bagi empat,
atau tidak, seperti lazim melihat bagi buta(1). Adapun jika hanya
lazim pada kenyataan saja, seperti lazim hitam bagi gagak,
maka memahami lazim tersebut dari lafaz tidak dinamakan
dalalah iltizam menurut Logikus meskipun dinamakan demikian
di kalangan ilmuwan Ushul.
Maka pada kata beliau , bermakna . Yang
dimaksud dengan akal adalah zihin, artinya daya nalar.

34


.
. .
.
.
Kemudian sesungguhnya masing-masing dari dalalah
tadhammun dan iltizam memastikan adanya dalalah
mutabaqah. Tapi dalalah muthabaqah tidak memastikan
adanya keduanya. Contohnya makna tunggal dan tidak
memiliki lazim. Dalalah tadhammun terkadang berkumpul
dengan dalalah iltizam pada kasus jika makna tersusun dan
memiliki lazim zihni. Dan dalalah tadhammun tersendiri pada
kasus jika makna tersusun dan tidak memiliki lazim zihni.
Dalalah iltizam tersendiri pada kasus jika makna itu tunggal,
contohnya titik(2), dan memiliki lazim zihni.


Not :
1.

Kata buta dikatakan kepada sesuatu yang pada dasarnya


dapat melihat. Karenanya pohon dan batu misalnya, tidak
dapat dikatakan buta meski tidak dapat melihat. Maka
menurut akal sesuatu dikatakan buta tentu pada dasarnya
dapat melihat meski pada kenyataan orang buta lazim
(tentu) tidak dapat melihat.

2.

Satah (bidang) tersusun lebih dari satu khat (garis). Khat


tersusun dari lebih dari satu nuktah (titik). Nuktah adalah
akhir khat. Maka nuktah tidak tersusun dari apapun

35

36


~
~
~

~
Kata-kata mustakmal (konotatif) sekiranya didapati
o Adakalanya murakkab (tersusun) dan adakalanya
mufrad (tunggal)
Maka yang pertama ialah kata yang bagiannya
menunjukkan kepada
o Bagian
maknanya,
kebalikan
pembagian
berikutnya.
Dan dia, artinya mufrad, terbagi dua
o Yaitu kulli dan juz-i sekiranya didapati.
Maka yang berkonotasi umum adalah kulli
o Seperti singa. Dan sebaliknya adalah juz-i.

.
.
Komentar saya :
Kata adakalanya muhmal (non konotatif/ tidak
bermakna), contohnya Daiz. Atau mustakmal (konotatif/
memiliki makna), contohnya Zaid. Kata muhmal tidak penting,
karenanya pengarang mengabaikannya.

37

.
.
.
.
Mustakmal adakalanya mufrad dan adakalanya
murakkab. Yang pertama ialah kata yang bagiannya tidak
menunjukkan kepada bagian maknanya, contohnya Zaid. Yang
kedua ialah kata yang bagiannya menunjukkan kepada bagian
dari maknanya, contohnya Zaid berdiri. Pembicaraan mengenai
murakkab beserta dua pembagiannya maksud saya
murakkab setingkat mufrad dan murakkab tulen- akan datang
pada muarrifat, qadhaya dan aqisah. Yang dimaksud di sini
adalah mufrad.


.

Mufrad ada dua pembagian : juz-i, jika menggambarkan
maknanya ditolak terjadi persekutuan, contohnya Zaid. Kulli,
jika menggambarkan maknanya tidak ditolak terjadi
persekutuan. Contohnya singa.



.
.

.

38

Kulli ada enam pembagian : kulli yang tidak didapat satu


individupun dari indiv`idu-inividunya, kulli yang didapat satu
individu dari individu-individunya, dan kulli yang didapat
beberapa individu dari individu-individunya. Masing-masing dari
ketiganya ini ada dua pembagian : yang pertama, yaitu kulli yang
tidak didapat satu individupun dari individu-individunya,
adakalanya beserta mustahil adanya, contohnya menyatu dua
yang kontradiksi. Atau beserta mungkin adanya, contohnya lautan
dari air raksa. Yang kedua, yaitu kulli yang didapat satu individu
dari individu-individunya, adakalanya beserta mustahil berbilang,
contohnya Zat yang disembah sebenarnya. Atau beserta
memungkinkan berbilang, contohnya matahari. Yang ketiga yaitu
kulli yang didapat darinya beberapa individu, adakalanya
terbatas, contohnya manusia. Atau tidak terbatas, contohnya
nikmat untuk penghuni surga atau kesempurnaan Allah Taala.

. } {


(Faedah)
Kata disifatkan dengan mufrad dan murakkab adalah
hakikat (denotatif). Menyifatkan makna dengan keduanya
adalah majaz (metaforis). Makna disifatkan dengan kulliyah
dan juz-iyah adalah hakikat. Menyifatkan kata dengan
keduanya adalah majaz.


.
.


.

39

Jika anda berkata, sebaiknya pengarang mendahulukan


mufrad dari murakkab, karena mufrad adalah bagiannya.
Bagian pada prinsipnya terdahulu atas keseluruhan. Maka
jawabnya, makna murakkab avirmatif, sedangkan makna
mufrad negatif. Avirmatif lebih baik daripada negatif. Jawaban
inipun digunakan untuk menjawab sikap beliau mendahulukan
kulli dari juz-i.
Perkataan beliau dengan mengharkatkan
dengan dhommah, seperti bacaan Syubah dari riwayat Ashim.
Kemudian beliau berkata :


~



~

~
Dan yang pertama bagi zat jika termasuk di dalamnya.
o Maka nisbahkanlah. Atau bagi aridh apabila
keluar.
Kulli itu lima tidak kurang
o Jinis, fasal, aradh, nau dan khas
Dan yang pertama itu tiga tidak lebih
o Jenis dekat atau jauh atau menengah.


.
.
.

40

Komentar saya :
Maksud beliau dengan yang pertama adalah kulli pada
perkataan beliau, kulli atau juz-i. Maksud beliau, jika kulli
termasuk zat (hakikat/esensi) dengan pengertian ia adalah
bagian dari makna tunjukkan lafaz, dikatakan untuknya kulli
zati. Contohnya hewan berfikir dengan dihubungkan kepada
manusia. Dan jika keluar dari zat, dengan pengertian dia tidak
seperti itu, dinamakan kulli ardhi. Contohnya yang berjalan
dan yang tertawa, dengan dihubungkan kepada manusia. Dan
jika dia adalah ungkapan untuk mahiyah (hakikat), contohnya
manusia, maka ia adalah zati berdasarkan bahwa zati adalah
kulli yang bukan aradh.

.
. ,
Kulli zati adakalanya tersebar antara satu mahiyah dan
lainnya atau khusus untuk satu mahiyah. Yang pertama
dinamakan jenis (genus), contohnya hewan dengan
dihubungkan kepada manusia. Dan yang kedua dinamakan
fasal (differential), contohnya berfikir dengan dihubungkan
kepada manusia.


.

.
Kulli aridhi adakalanya tersebar atau khusus. Jika
tersebar antara satu mahiyah dan lainnya dinamakan aradh
am (accidential), contohnya yang berjalan dengan
dihubungkan kepada manusia. Dan jika khusus untuk satu

41

mahiyah, dinamakan khasah (propia), contohnya yang tertawa


dengan dihubungan kepada manusia.


.
.
Sedangkan kulli yang merupakan ungkapan dari mahiyah
itu sendiri, contohnya manusia yang merupakan ungkapan
untuk kombinasi hewan berfikir, dinamakan nau (spesia).
Inilah lima kulliyah yang merupakan prinsip-prinsip dasar
dari bebagai tashawur yang diisyarah melalui perkataan beliau
kulli itu lima pada bait.

, :
. . ,

Kemudian yang pertama, yaitu jenis, ada tiga pembagian:
Dekat, contohnya hewan dengan dihubungkan kepada
manusia. Jauh, contohnya jisim dengan dihubungkan kepada
manusia. Menengah, contohnya berkembang dengan
dihubungkan kepadanya.
Itulah yang ditunjuk melalui perkataan beliau Yang
pertama pada bait.

42


~
~

Hubungan kata-kata bagi makna-makna


o Lima pembagian tidak kurang
Tawathu,tasyakuk,takhaluf
o Dan isytirak. Sebaliknya adalah taraduf.

.
. . .
.
Komentar saya:
Kata adakalanya satu atau banyak. Mengacu kepada
masing-masing maka makna adakalanya satu atau banyak.
Maka pembagian ada empat.
Contoh satu kata dan makna manusia. Contoh satu kata
banyak makna mata. Mata dapat di gunakan untuk mata
penglihatan, mata air dan lain-lain.

.

.

43

.

Pembagian pertama jika sama makna pada anggotaanggotanya dinamakan kulli mutawathi(1).Contohnya manusia.
Dan jika berbeda disebabkan kuat dan lemah, dinamakan kulli
musyakkkak(2). Contohnya putih. Makna putih pada kertas
lebih kuat dibanding makna putih pada kemeja misalnya.
Pembagian yang kedua, yaitu pembagian satu kata
banyak makna, dinamakan musytarik (homonim).

.

.
Contoh banyak kata satu makna adalah insan dan basyar.
Maka kedua-duanya adalah kata mutaradif (sinonim), dan
hubungan antara keduanya adalah taraduf.
Contoh banyak kata dan makna manusia dan kuda. Maka
kedua-duanya adalah kata tabayun (berbeda) berdasarkan
makna pada kedua-duanya. Dan hubungan antara keduaduanya adalah tabayun.

. .

Inilah lima pembagian yang beliau sebutkan pada
perkataan beliau dan hubungan kata-kata pada dua bait. Dan
yang beliau maksud dengan takhaluf adalah tabayun.
Kemudian beliau berkata:

~



~
Kata adakala tuntutan atau informasi
o Yang pertama ada tiga yang disebutkan berikut

44

Pertama perintah disertai sikap tinggi dan sebaliknya


permohonan
o Dan untuk sederajat terjadi permintaan.

. .
.
.
.
. .

Komentar saya:
Kata jika mengandung kemungkinan benar dan bohong
maka kata itu adalah khabar(3) (informasi), contohnya Zaid
berdiri. Dan jika maknanya baru terwujud dengan kata itu
maka kata itu adalah thalab(4) (tuntutan), artinya insya.
Contohnya kata anda Ketahuilah hai zaid.
Yang pertama akan datang pada perkataan beliau
kalimat yang mengandung kemungkinan bohong karena
kalimat itu sendiri diistilahkan,pada bait.
Yang kedua tiga pembagian. Karena tuntutan jika timbul
dari orang yang lebih tinggi seperti ucapan orang yang dilayani
kepada pelayannya tuangkan air untukku, maka tuntutan itu
adalalah perintah. Dan jika timbul dari orang yan lebih rendah,
seperti ucapan pelayan kepada majikannya berikan aku
dirham, maka tuntutan itu permohonan. Dan jika timbul dari
orang yang sederajat, tuntutan itu dinamakan permintaan.
Seperti ucapan pelayan kepada lainnya berikan sorbanku

45

Inilah makna perkataan beliau kata adakalanya tuntutan


atau informasi.
Topik ini (tuntutan)(5) pembicaraannya terdapat dalam
ilmu ushul.
Not
1.
2.

3.

4.

46

Tawathu (saling sesuai) artinya saling sesuai antara makna


dan individu-individunya.
Musyakkik (meragukan) artinya meragukan apakah itu satu
kata dan makna atau satu kata banyak makna, karena dapat
digunakan untuk sangat putih dan kurang putih pada contoh
tersebut.
Khabar (informasi) didefinisikan dengan


/ Kalimat yang tujuannya adalah menceritakan
peristiwa pada kenyataan.
Karena tujuan kalimat ini adalah menceritakan peristiwa
pada kenyataan maka kalimat ini bisa saja sesuai dengan
kenyataan, bisa juga tidak. Jika sesuai maka kalimat ini benar.
Jika tidak sesuai maka kalimat ini bohong.
Thalab (insyak) didefinisikan juga dengan


/ Kalimat yang tujuannya bukan untuk
menceritakan peristiwa pada kenyataan tapi mewujudkan.
Karena tujuan kalimat ini adalah mewujudkan peristiwa pada
kenyataan maka peristiwa itu baru terwujud dengan
diucapkan kalimat ini. Berbeda dengan khabar yang hanya
menceritakan
peristiwa
pada
kenyataan.
Tanpa
dikhabarkanpun peristiwa tetap ada pada kenyataan.
Thalab (tuntutan/ insyak) tidak dibahas dalam Manthiq
karena poin utama Manthiq adalah tasdiq (pembenaran).
Tasdiq berarti pengakuan bahwa qadhiyah sesuai dengan
kenyataan. Yang sudah memiliki kenyataan adalah khabar,
sedangkan thalab belum, karena tujuannya adalah
mewujudkan kenyataan.

.
~

~
~
Kul ialah hukum kami kepada kelompok
o Seperti semua itu tidak terjadi
Dan sekiranya untuk setiap individu dihukumkan
o Maka itu adalah kulliyah yang telah maklum.
Hukum kepada sebagian adalah juz-iyah
o Dan juzuk mengenalnya jelas

.
. .
.
. , .

.
.

Komentar saya:
Kul (kolektif) ialah kelompok yang dihukumkan
kepadanya. Contohnya kata anda, Orang-orang al-Azhar
adalah ilmuwan. Karena diantara mereka ada yang tidak
mencium bau ilmu sedikitpun.

47

Kulliyah (totalitas) ialah hukum untuk setiap individu.


Contohnya kata anda, Setiap manusia dapat memahami.
Juz-iyah (parsial) ialah hukum kepada sebagian individu.
Contohnya kata anda, Sebagian orang al-Azhar adalah ilmuan.
Juzuk (bagian) ialah sesuatu yang kul tersusun darinya
dan lainnya. Contohnya pandan dan benang untuk tikar. Maka
masing-masing keduanya dikatakan juzuk, sedangkan tikar
adalah kul.
Pengarang mengisyaratkan melalui perkataan beliau
seperti semua itu dst, kepada hadits Dzil Yadain yang
populer, tatkala beliau bertanya kepada Mustafa, Apakah anda
pendekkan shalat atau anda lupa ya Rasulallah. Beliau
menjawab semua itu tidak.
Yang tepat hadits itu dari kategori kulliyah bukan kul.
Dengan bukti ucapannya kepada Mustafa, tetapi sebagiannya
terjadi.

48

~
~

~

~
~
Definisi terbagi tiga.
o Had, rasam dan lafzi yang maklum.
Had terjadi dengan jenis dan fasal.
o Dan rasam dengan jenis dan khasah sekalian.
Had naqis dengan fasal
o Atau beserta Jenis jauh bukan dekat, terjadi
Dan rasam naqis dengan khasah saja
o Atau beserta jenis jauh yang bersambung
Dan definisi dengan kata yang di kalangan mereka telah
populer
o Ialah menukar satu kata dengan sinonimnya yang
lebih dikenal.

49

.
.
.
Komentar saya :
Mengingat beliau telah selesai mengedepankan uraian
tentang prinsip-prinsip dasar tasauwur yaitu lima kulliyah,
beliau masuk menerangkan poin-poin utamanya yaitu qoul
syarih (kata keterarangan).
Muarifat adalah jamak muarrif (definisi) dengan kasrah .
Dikatakan juga untuknya tarif dan qaul syarih. Muarrif adalah
kata yang mengenalnya adalah sebab untuk mengenal muarraf
(yang didefinisikan) dengan fathah . Contohnya hewan berfikir
dalam mendefinisikan manusia. Mengenal hewan berfikir adalah
sebab untuk mengenal manusia.

. , , :
.
.
.
Muarrif ada lima pembagian : had tam dan naqis, rasam
tam dan naqis, dan tarif dengan lafadz.
Had tam (analytis definition) ialah definisi dengan jenis
dekat dan fasal dekat. Seperti mendefinisikan manusia dengan
hewan yang berfikir.
Had naqis (descriptive definition) ialah definisi dengan
fasal saja, seperti mendefinisikan manusia dengan yang berfikir
saja. Atau dengan fasal beserta jenis jauh, seperti
mendefinisikan manusia dengan jisim yang berfikir.

50

.
.
.
Rasam tam adalah definisi dengan jenis dekat dan
khasah. Seperti mendefinisikan manusia dengan hewan yang
tertawa.
Rasam naqis dengan khasah saja, seperti mendefinikan
manusia dengan yang tertawa, atau dengan khasah serta jenis
jauh seperti mendefinisikan manusia dengan jisim yang
tertawa.

.


Adapun definisi dengan lafadz (biverbal definitiondefinisi persamaan) ialah anda gantikan satu kata dengan
sinonimnya yang lebih dikenal seperti mendefinisikan
ghadhanfar (singa) dengan asad (singa).


.


Maksud pengarang dengan had dan rasam pada bait
kedua adalah tam (sempurna), indikasinya adalah perkatan
beliau setelah itu, had naqis dan rasam naqis
Kemudian beliau berkata :

~

~

~

51

~
~
Syarat masing-masing bahwa diperhatikan muttharid
o Munakis dan jelas tidak lebih samar
Dan sama samar, dan tidak bermajaz
o Tanpa qarinah yang dengannya terjaga
Dan tidak dengan kata yang dimengerti dengan yang
didefinisikan. Dan tidak
o Dengan kata homonim tanpa qarinah.
Dan dikalangan mereka diantara sejumlah kasus yang
ditolak
o Ialah anda masukkan hukum dalam had.
Dan tidak boleh pada had menyebutkan atau
o Dan boleh pada rasam. Maka pahamilah ucapan
mereka.

,
.


Komentar saya:
Syarat definisi keberadaannya mesti muttharid (inclusief)
serta munaqis (exclusief). Artinya definisi harus mencakup
individu-individu yang didefinisikan serta menolak masuknya
individu yang lain. Contohnya mendefinisikan manusia dengan
hewan yang berfikir.
Jika definisi tidak mencakup, seperti mendefinisikan
hewan dengan yang berfikir, atau tidak dapat menolak, seperti
mendefinisikan manusia dengan hewan, definisi tidak sah.

52

.
.


Dan (syaratnya) definisi mesti jelas, seperti
mendefinisikan hintah (gandum) dengan qamhi (gandum).
Adapun jika definisi lebih tidak jelas dibandingkan dengan yang
didefinisikan, seperti mendefinisikan asad (singa) dengan
ghadhanfar (singa), atau sama-sama tidak jelas, seperti
mendefinisikan bilangan ganjil dengan bilangan bukan genap,
dan mendefinisikan genap dengan bilangan bukan ganjil, tidak
sah.

.
.


Dan (syaratnya) tidak menggunakan kata majaz
(metaforis) tanpa qarinah (indikator) yang menjelaskan
maksud. Contohnya mendefinisikan orang bodoh dengan
keledai. Jika ada qarinah yang dengannya terhindar dari makna
haqiqi (denotatif) sah definisi. Contohnya mendefinisikan
orang pandir dengan keledai yang menulis.

.


Dan (syaratnya) mengetahuinya tidak tergantung pada
mengetahui yang
didefinisikan. Seperti mendefinisikan
bilangan ganjil dengan definisi yang lalu dan sebaliknya.

.
.
Dan (syaratnya) tidak dengan kata-kata musytarik
(homonim) tanpa qarinah. Contohnya mendefinisikan matahari

53

dengan mata. Jika ada qarinah, seperti mendefinisikan


matahari dengan mata yang bercahaya, sah definisi.


. , .

.
Memasukkan hukum dalam had tidak boleh. Contonya
mendefinisikan fail dengan isim marfu. Rafa adalah salah satu
hukum fail. Karena muarraf, dengan fathah , mengenalinya
tergantung kepada bagian-bagian definisi. Jika kita jadikan
hukum salah satu bagian darinya, sedangkan menghukumkan
itu tergantung kepada mengenal sesuatu yang didefinisikan,
karena menghukumkam sesuatu terjadi setelah mengenalnya,
pasti terjadi daur (siklus). Padahal daur tidak dibenarkan (1).



.



. .
: .
.
Dan tidak boleh memasukkan atau untuk menyatakan
keraguan, dalam had. Seperti kata anda dalam mendefinisikan
orang pandir, orang pandir ialah orang yang tidak faham atau
tidak berpendirian, secara ragu. Artinya bisa saja ini bisa saja
ini.

54

Adapun atau untuk membagi, boleh memasukkannya,


dengan pengertian bahwa yang didefinisikan terbagi dua : satu
pembagian begini dan satu pembagian begini. Maka sebuah
definisi pada hakikatnya untuk dua hal yang berbeda.
Contohnya mendefinisikan nazar dengan pemikiran yang
menghasilkan ilmu atau asumsi. Aratinya nazar terbagi dua.
Pertama pemikiran yang meghasilkan pengetahuan, dan kedua
pemikiran yang menghasilkan asumsi.


.

.

Adapun pada rasam boleh memasukkan atau untuk ragu.
Seperti kata anda dalam mendefiniskan manusia, manusia
ialah hewan yang tertawa atau yang menerima ilmu dan
membuat tulisan.
Perbedaan antara had dan rasam ialah, satu mahiyah
(hakikat) mustahil memiliki dua fasal secara bergantian, tapi
boleh memiliki dua khasah seperti itu (bergantian).
1.

Not :
Tidak ada daur sama sekali dalam tarif ini. Karena yang
dihukumkan dengan rafa pada tarif bukan muarraf
(yang ditarifkan/ fail) tetapi isim yang dijadikan sebagai
jenis, bukan fail. Maka menghukumkan rafa itu
tergantung kepada mengenal isim secara mutlak bukan
kepada mengenal fail secara khusus sehingga terjadi
daur.

55

56


~

Kalimat yang ada kemungkinan benar karena kalimat itu
sendiri diistilahkan
Di kalangan mereka dengan qadhiyah dan khabar


.
.
. .
Komentar saya:
Mengingat beliau telah selesai dari prinsip-prinsip dasar
tashawur dan tujuannya ,beliau mulai membicarakan tentang
prinsip dasar tasdiq, yaitu qadhaya (preposisi) dan hukumhukumnnya.
Bentuk tunggal qadhaya adalah qadhiyah. Qadhiyah
semakna dengan khabar (informasi). Definisi qadhiyah ialah
susunan kata yang mengandung kemungkinan benar dan
bohong karena susunan kata itu sediri.

. ,
.
.

57


Kemungkinan benar dan bohong mengeluarkan insyak.
Dan perkataan beliau, karena susunan kata itu sediri, agar
masuk kedalamnya susunan kata yang pasti kebenarannya,
seperti Firman Allah dan Rasul-Nya, dan rangkaian kata yang
pasti bohongnya, seperti satu adalah setengah dari delapan.
Karena jika kita mengamati kepada khabar itu sendiri pasti kita
akan melihatnya mengandung kemungkinan benar dan bohong
dengan memutuskan pengamatan kepada yang menginformasikan dan realita. Maka kepastian mengenai salah satu dari
dua hal tersebut bersumber dari pihak yang menginformasikan
dan realita.
Kemudian beliau berkata:

~
~
~
~
~
~
Kemudian qadhaya dikalangan mereka dua pembagian
o Syarthiyah,hamliyah. Yang kedua
Ada kulliyah dan syakhsiyah. Dan yang pertama
o Adakala disur dan adakalanya muhmal (kosong
dari sur/indenfinit)
Sur kulli dan juz-i dilihat.
o Empat bagiannya sekiranya terjadi

58

Adakala dengan kul atau dengan baadh atau dengan la


o Syai-a dan laisa baadh atau serupa yang telah
nyata
Masing-masing qadhiyah ada mujabah dan salibah
o Maka qadhiyah-qadhiyah tersebut kalau begitu
kepada delapan kembali
Yang pertama adalah mawdhu pada hamliyah
o Dan yang lain adalah mahmul pada qadhiyah yang
sama.

. . :
Komentar saya:
Qadhiyah (preposisi) terbagi dua : syarthiyah (preposisi
kondisional) dan hamliyah (preposisi kategorik). Pembagian
yang pertama akan datang pembicaraan mengenainya pada
matan.

,
. ,
.

.

.
.
Yang kedua, yaitu hamliyah Artinya qadhiyah yang
mengandung mawdhu (subyek) dan mahmul (predikat,)
seperti Zaid berdiri-, adakala mawdhunya kulli, contohnya
manusia itu hewan, atau juz-i, contohnya Zaid adalah penulis.
Qadhiyah yang kedua dinamakan syakhsiyah (singular).
Sedangkan yang pertama jika kosong dari sur (quantifier)
dinamakan muhmalah (indenfinite). Contohnya manusia

59

adalah hewan. Jika disur maka jika sur itu kull (setiap) atau
semaknanya maka qadhiyah tersebut adalah kulliyah
(universal). Contohnya setiap manusia atau segenap manusia
adalah hewan. Jika surnya baadh (sebagian) atau yang
semakna dengannya maka qadhiyah tersebut adalah juz-iyah
(particuler). Contohnya sebagian manusia atau seorang
manusia adalah hewan.

, :

, ,
.

Maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya qadhaya
itu ada empat:
1.
2.
3.
4.

Syakhsiyah (singuler) jika mawdhunnya juz-i. Contohnya


Zaid adalah penulis.
Muhmalah (indenfinite) jika mawdhunya kulli dan tidak
disur. Contohnya manusia adalah hewan.
Kulliyah (universil) jika disur dengan sur kulli. Contohnya
semua manusia adalah hewan.
Juz-iyah (partikular) jika qadhiyah disur dengan sur juz-i.
Contohnya sebagian manusia adalah hewan.

,
. .

Masing-masing dari empat pembagian ini adakalnya
mujab (afirmative) seperti qadhiyah-qadhiyah yang lalu, dan
adakalanya salib (negative). Contohnya : Zaid bukan penulis.
Manusia bukan batu. Tidak satupun manusia itu batu.
Sebagian manusia bukan batu. Maka jumlah pembagian
qadhiyah ada delapan.

60

.
.
Bagian pertama dari masing-masing qadhiyah dinamakan
mawdhu (subyek), dan yang kedua dinamakan mahmul
(predikat). Inilah yang diisyaratkan pengarang melalui
perkataan beliau dan yang pertama pada bait.

Perlu anda ketahui bahwa pengarang berkata dalam


mendefinisikan qadhiyah, kalimat yang ada kemungkinan
benar, dan beliau tidak mengatakan dan bohong, karena beliau
merasa cukup sekaligus mengajarkan etika dalam
pengungkapan.
Kemudian beliau berkata :

~
~

~

~
~
~
Dan jika dengan jalan menghubungkan dalam qadhiyah
dihukumkan
o Maka qadhiyah itu adalah syarthiyah. Dan terbagi

61

Juga kepada syarthiyah muttasilah


o Sama dengannya syarthiyah munfansilah.
Dua bagian keduanya adalah muqaddam dan tali
o Adapun defenisi muttasil ialah
Qadhiyah yang menunjukkan saling memastikan dua
bagian
o Dan munfasil tanpa diragukan ialah
Qadhiyah yang menunjukkan saling berlawanan antara
dua bagian
o Dan pembaginnya ada tiga ketahuilah
Tidak dapat berkumpul,atau lenyap,atau kedua-duannya.
o Itulah yang hakiki serta akhas ketahuilah.


.
Komentar saya :
Setelah selesai beliau membicarakan qadhiyah hamliyah,
kini beliau masuk membicarakan syarthiyah, karena yang
pertama adalah bagian dari yang kedua. Bagian dahuluan dari
keseluruhan.

.
.

.
.
Beliau mendefinisikan syarthiyah melalui perkataan
beliau, dan jika dengan jalan menghubungkan, pada bait.
Artinya qadhiyah syarthiyah ialah qadhiyah yang tersusun dari
dua bagian dimana satu dan lainnya dihubungkan dengan huruf

62

syarat atau inad (kontradiktori/kebalikan), seperti perkataan


kami : Jika matahari terbit maka siang itu ada. Dan bilangan
adakalanya genap dan adakalanya ganjil.
Yang pertama dinamakan syarthiyah muttasilah (preposisi
hipotetik), dan yang kedua dinamakan syarthiyah munfasilah
(preposisi disyungtif). Bagian pertama dari masing-masing
keduanya dinamakan muqadam dan bagian yang kedua
dinamakan tali.


.

,
Syarthiyah muttasilah ialah qadhiyah yang menjurus kepada
saling memastikan antara dua qadhiyah. Dengan pengertian salah
satu dari dua bagian tersebut adalah kepastian bagi yang lain,
seperti contoh yang lalu. Terbitnya matahari adalah kepastian
untuk adanya siang.

.
.
Syarthiyah munfasilah adalah qadhiyah yang menjurus
Artinya menunjukkan kepada bertentangan antara dua bagian.
Maka genap pada contoh yang lalu bertentangan dengan ganjil.

:
, ,
.
Syarthiyah munfasilah terbagi tiga :
Tidak dapat menyatu.
Artinya qadhiyah yang menunjukkan tidak dapat
menyatu antara muqaddam dan tali, mekipun dapat lenyap

63

kedua-duanya. Contohnya kata kami, benda adakalanya putih


dan adakalanya hitam. Bersatu antara hitam dan putih tidak
bisa. Dan benda bisa terlepas dari keduanya, karena
keberadaan benda berwarna merah misalnya.


.
.
Tidak dapat lenyap
Artinya qadhiyah yang menunjukan tidak dapat lepas dari dua
bagiannya meskipun boleh bersatu. Contohnya kata kami,
Zaid adakalanya di laut dan adakalanya tidak tenggelam.
Terlepas dari dua bagian tidak bisa, namun boleh bersatu
karena keberadaan Zaid dalam perahu misalnya.

. .
.
. ,
. ,

Tidak dapat menyatu dan tidak dapat lenyap
Artinya qadhiyah yang menunjukkan tidak dapat bersatu
dan lenyap. Seperti kata kami Bilangan adakalanya genap atau
ganjil. Genap dan ganjil keduanya tidak dapat menyatu, dan
bilanganpun tidak dapat terlepas dari keduannya.
Pembagian ini lebih khusus dibanding tidak dapat
berkumpul, karena pembagian ini menolak lenyap, dan
dibandingkan tidak dapat lenyap, karena pembagian ini menolak
menyatu. Jadi hubungan di antaranya dan masing-masing
keduanya adalah umum khusus mutlak. Dan pembagian ini

64

dinamakan haqiqiyah (benar-benar bertentangan dalam segala


hal antara muqaddam dan tali. pent), karena pembagian ini lebih
berhak dengan nama infisal (bertentangan).


.
Pengarang tidak menjelaskan pembagian-pembagian
syarthiyah muttasilah da munfasilah, dan tidak juga sur-surnya
seperti yang beliau lakukan pada hamliyah, karena pendekatan
bagi pemula. Hal tersebut terdapat dalam kitab-kitab format
besar.

65

66

~

~
~

~ .
~
Tanaqudh ialah perbedaan dua qadiyah pada
o Kaif (kuantitas). Dan benar salah satu adalah
perkara yang dituruti.
Jika qadhiyah syakhsiyah atau muhmalah
o Maka naqidhnya adalah anda tukar kaifnya.
Dan jika naqidhnya dibatasi dengan sur
o Maka naqidhkan dengan lawan sur tersebut
Maka jika mujabah kulliyah
o Naqidhnya adalah salibah juz-iyah
Dan jika salibah kulliyah
o Naqidhnya adalah mujabah juz-iyah

.
.

Komentar saya :
Tanaqudh adalah salah satu hukum diantara hukumhukum qadhiyah, sama dengan akas. Kedua-duanya disebutkan
oleh pengarang karena kedua-duanya diperlukan.

67

. ,
.



Pengrtian tanaqudh pada asalnya adalah adanya sesuatu
dan tidak adanya. Contohnya : Zaid dan tidak (bukan) zaid. Dan
Zaid adalah penulis dan Zaid bukan penulis. Sedangkan
pengertian tanaqudh disini adalah perbedaan dua qadhiyah pada
ijab dan salab, dengan catatan salah satu dari dua qadhiyah benar
dan lainnya bohong.

.
,
, .
.
Dengan perbedaan dua qadhiyah keluar perbedaan dua
kata, seperti Zaid dan bukan Zaid. Dan dengan ijab dan salab
yang di kalangan mereka diistilahkan dengan kaif (kuality), keluar
perbedaan pada kam (kuantity) yang di kalangan mereka
diistilahkan dengan kulliyah dan juz-iyah, seperti setiap manusia
hewan dan sebagian manusia hewan. Dan dengan catatan benar
salah satu dan bohong yang lain, keluar perkataan kami : Zaid
orang terhormat Zaid bukan orang bejat. Karena kedua-duanya
sama-sama benar.

. ,


. .
Contoh yang sesuai dengan definisi pengarang ialah :
Zaid adalah ilmuwan Zaid bukan ilmuwan.

68

Definisi ini berhubungan dengan qadhiyah yang tidak


disur. Adapun qadhiyah yang memakai sur maka diharuskan
berbeda pada kam juga.

,
. , .
, . ,
.
Contoh tanaqudh pada empat qadhiyah tersebut
menurut keterangan pengarang :
Pada syakhsiyah

: Zaid penulis - Zaid bukan penulis.

Pada muhmalah

: Manusia adalah hewan Manusia


bukan hewan.

Pada kulliyah

: Setiap manusia hewan Sebagian


manusia bukan hewan

Pada juz-iyah

: Sebagian manusia hewan Tidak


satupun manusia hewan.


. .
.
Akan tetapi menurut petunjuk keterangan pengarang
nanti bahwa muhmalah setingkat juz-iyah sesuai pendapat
selain beliau daripada golongan muhaqqiqin, naqidh
muhmalah adalah salibah kulliyah. Maka naqidh manusia
adalah hewan ialah tidak satu pun manusia itu hewan. Jadi
muhmalah masuk dalam qadhiyah yang disur deangan sur juz-i.

69



Perlu anda ketahui bahwa tanaqudh tidak akan terjadi
antara dua qadhiyah kecuali disertai dengan persesuaian
keduanya pada (1)delapan kesatuan yang disebutkan dalam
kitab-kitab dengan fomat besar, yang dapat disimpulkan dalam
satu kesatuan yaitu satu nisbah hukmiyah (hubungan hukum).



,
.
Maka kesimpulannya, tanaqudh dua qadhiyah syakhsiyah
dapat tercapai dengan adanya perbedaan pada kaif dan satu
pada beberapa kesatuan. Dan dua qadhiyah yang disur dapat
tercapai tanaqudh keduanya dengan adanya perbedaan pada
kaif dan kam beserta sama pada apa yang sudah disebutkan.


Not :
1.

70

Delapan kesatuan :
1) Satu mawdhu (subjek). Maka tanaqudh tidak terjadi
pada contoh : Karim berdiri Zidan tidak berdiri.
2) Satu mahmul (predikat). Maka tidak ada tanaqudh
pada contoh: Zidan berdiri Zidan tidak duduk.
3) Satu masa. Maka tidak ada tanaqudh pada contoh :
Zidan main bola (kemarin) Zidan tidak main bola
(hari ini).

4) Satu tempat. Maka tidak ada tanaqudh pada contoh :


Zidan tidur (di rumah) Zidan tidak tidur (di
lapangan).
5) Satu pada quwwah (potensial) dan fili (aktif). Maka
tidak ada tanaqudh pada contoh : Bayi berfikir
(potensial) Bayi tidak berfikir (aktif).
6) Satu kulli dan juz-i. Maka tidak ada tanaqudh pada
contoh : Pelajaran sekolah sulit (sebagian) Pelajaran
sekolah tidak sulit (semuanya).
7) Satu syarat. Maka tidak ada tanaqudh pada contoh :
Zaid dimuliakan (jika alim) Zaid tidak dimuliakan (jika
tidak alim).
8) Satu pada idhafah. Maka tidak ada tanaqudh pada
contoh : Nasri lebih hebat (dibanding Karim) Nasri
tidak lebih hebat (dibanding Zidan).
Dari delapan kesatuan ini yang menjadi kesatuan pokok
adalah kesatuan mawdhu dan mahmul, sedangkan
kesatuan yang lain bukan kesatuan yang berdiri sendiri
tapi berkaitan dengan mahmul dan mawdhu. Karenanya
semuanya dapat disimpulkan pada dua kesatuan yaitu satu
mawdhu dan mahmul. Satu mawdhu dan mahmul berarti
satu nisbah hukmiyah (hubugan hukum). Maka delapan
kesatuan terakumulasi pada satu kesatuan yaitu satu
nisbah hukmiyah.

71

72


~
~

~
~
~
Akas ialah menukar dua bagian qadhiyah
o Beserta tetap kebenaran dan kaif
Dan kam. Kecuali mujabah kulliyah
o Maka akasnya mujabah juz-iyah
Akas tidak terpisah bagi selain qadhiyah yang terdapat
o Padanya berkumpul dua kerendahan.
Semisal dengannya muhmalah salbiyah
o Karena muhmalah salbiyah setara juz-iyah.
Akas terjadi pada yang berurut menurut prinsipnya
o Dan tidak terjadi pada yang berurut menurut
peletakan.

: .

. .
.
Komentar saya :
Akas menurut etimologi adalah pengubahan. Sedangkan
menurut terminologi terbagi tiga : Akas mustawi, Akas naqidh

73

muwafiq, Akas naqidh mukhalif. Bilamana disebutkan akas saja


maka yang dikehendaki adalah yang pertama. Maka pengarang
mengaitkan akas dengan mustawi untuk lebih memperjelas
bagi pemula.

.
. .
. .

Pengarang mendefinisikan akas dengan kata beliau, Akas
dst. Artinya akas ialah menjadikan mahmul sebagai mawdhu
dan mawdhu sebagai mahmul, serta tetap kebenaran, kaif dan
kam. Contohnya : Sebagian manusia hewan, akasnya Sebagian
hewan manusia. Qadhiyah yang pertama adalah qadhiyah
mujabah juz-iyah yang benar, begitu juga yang kedua.


.

Dikecualikan dari peraturan ini adalah mujabah kulliyah,
karena akasnya adalah mujabah juz-iyah. Contohnya perkataan
kami : Setiap manusia hewan. Akasnya adalah, Sebagian hewan
manusia.

.
.
Akas tidak terpisahkan bagi setiap qadhiyah yang tidak
berkumpul di dalamnya dua kerendahan yaitu salab dan juz-i.

, .
.

Maka keluar salibah juz-iyah dan muhmalah salibah
karena muhmalah setara juz-iyah(1). Dan tersisa syakhsiyah

74

dengan dua pembagiannya, yaitu mujabah dan salibah, dan


kulliyah demkian juga (beserta dua pembagiannya), dan juziyah mujabah dan muhmalah mujabah.

. .
.
. . .

Maka syakhsiyah mujabah, yaitu Zaid penulis, akasnya
Sebagian penulis adalah Zaid. Sedangkan salibah jika
mahmulnya juz-i diakas seperti bentuknya. Seperti perkataan
kami, Zaid bukan umar, akasnya Umar bukan Zaid. Dan jika
mahmulnya kulli diakas kepada salibah kulliyah. Contohnya
Zaid bukan keledai, akasnya Tidak satupun keledai itu Zaid.

.
.
Kulliyah mujabah akasnya juz-iyah mujabah. Contohnya
setiap manusia hewan, akasnya sebagian hewan manusia. Dan
salibah akasnya sama seperti bentuknya. Contohnya tidak
satupun manusia itu batu, akasnya tidak satupun batu itu
manusia.





Juz-iyah mujabah akasnya sama seperti bentuknya.
Contohnya sebagian manusia itu hewan, akasnya sebagian hewan
itu manusia.

.
.

Muhmalah mujabah diakas sama seperti bentuknya, atau
diakas kepada mujabah juz-iyah. Contohnya manusia itu

75

hewan, akasnya hewan itu manusia, atau Sebagian hewan itu


manusia.

,
.
Adapun juz-iyah salibah, contohnya sebagian hewan
bukan manusia, dan muhmalah salibah, contohnya hewan
bukan manusia, kedua-duanya tidak memiliki akas(2)
sebagaimana keterangan yang telah lalu.

. .
.

Akas tidak ada melainkan hanya pada qadhiyah-qadhiyah
yang memiliki urutan yang prinsipil. Qadhiyah-qdhiyah itu
adalah qadhiyah-qadhiyah hamliyah dan syarthiyah muttasilah.
Adapun qadhiyah-qadhiyah yang berurut pada peletakan saja,
yaitu qadhiyah syarthiyah munfasilah, tidak memiliki akas.
Inilah makna perkataan pengarang, Akas terjadi pada yang
berurut.... pada bait.
Not :
1.

76

Muhmalah setara dengan juz-iyah karena muhmalah meski


mawdhunya kulli namun tidak ditegaskan hukumnya
untuk keseluruhan, sehingga yang jelas hanya sebagian.
Contohnya: Orang Eropa tinggi-tinggi. Di sini tidak
ditegaskan hukum tinggi untuk semua orang Eropa,
sehigga yang jelas sebagian. Maka perkataan ini sama
dengan Sebagian orang Eropa tinggi-tinggi.

2.

Kedua-duanya tidak memiliki akas karena tidak akan tetap


benar di mana itu adalah syarat akas. Cotohnya : Sebagian
hewan bukan manusia, akasnya Sebagian manusia bukan
hewan. Dalam contoh ini qadhiyah pertama benar
sedangkan akasnya tidak benar.

77

78

~
~

~
~

~

~

~
~

~
Sesungguhnya qiyas dari beberapa qadhiyah dibentuk
o Memastikan ia dengan qadhiyah itu sendiri akan
perkatan yang lain.
Kemudian qiyas menurut mereka dua penbagian
o Di antaranya qiyas yang di namakan dengan
iqtirani.
Iqtirani ialah qiyas yang tunjuk kepada natijah
o Secara tidak langsung. Iqtirani dikhususkan untuk
hamliyah.
Maka jika anda hendak menyusunnya susunlah
o Muqaddimah-muqaddimahnya menurut susunan
yang ditentukan.

79

Dan tertibkan muqaddimah-muqaddimah tersebut dan


perhatikan
o Yang sahih dari yang fasid, serta anda uji.
Karena kepastian-kepastian muqddimah
o Tergantung
muqaddimah-muqaddimah
yang
datang.
Muqaddimah sughra dari beberapa qadhiyah
o Harus masuk dalam muqaddimah kubra.
Muqaddimah yang mengandung had asghar adalah
sughra dari kedua muqaddimah
o Dan yang memiliki had akbar adalah kubra.
Dengan demikian asghar adalah yang masuk
o Dan wasath di buang ketika mengambil natijah.

.
.
.
Komentar saya:
Bab ini memasuki maqasid (poin utama) tasdiq, yaitu qiyas.
Pengertian qiyas secara etimologi ialah mengukur
sesuatu menurut ukuran sesuatu yang lain. Dan menurut
terminologi ialah kalimat yang tersusun dari dua qadhiyah atau
lebih yang dari keduanya, karena kedua qadhiyah itu sendiri,
memastikan kalimat yang lain.

Yang pertama (tersusun dari dua qadhiyah) dinamakan


qiyas basith (tunggal), dan yang kedua (tersusun lebih dari dua)
dinamakan qiyas murakkab (sorite). Qiyas murakkab akan

80

datang pada keterangan pengarang. Dan (akan datang) bahwa


murakkab kembali kepada qiyas basith.

. . .
Contoh yang pertama : Alam itu berubah. Setiap yang
berubah itu baru. Kepastiannya ; Alam itu baru.

.
.
Contoh yang kedua : Pengambil harta kuburan adalah
pengambil harta sembunyi-sembunyi. Setiap pengambil harta
sembunyi-sembunyi adalah pencuri. Setiap pencuri dipotong
tangannya. Kepastiannya; Pengambil harta kuburan dipotong
tangannya.

.
.
.
Dengan tersusun dari dua qadhiyah, keluar kata tunggal dan
sebuah qadhiyah. Dengan kalimat yang lain, keluar susunan
dimana kalimat (yang menjadi kepastian) adalah salah satu dari
dua muqaddimah (premis). Contohnya perkataan kami : Setiap
manusia berfikir. Setiap yang berfikir adalah orang. Natijahnya,
yaitu Setiap manusia adalah orang, adalah satu dari dua
muqaddimah (setiap yang berfikir adalah orang).


.
.

81

Dan keluar dengan kata kami, karena qadhiyah itu


sendiri, sesuatu dimana kalimat yang lain bukan karena dua
qadhiyah itu sendiri. Contohnya perkataan kami : (1)Zaid sama
dengan Amar. Amar sama dengan Bakar. Natijahnya (konkusi)
yaitu Zaid sama dengan Bakar, bukan kepastian karena dua
qadhiyah itu sendiri tetapi dengan perantaraan muqaddimah
yang lain, yaitu sesuatu yang sama dengan sesuatu yang sama
dengan sesuatu yang lain, sama ia dengan sesuatu yang lain
tersebut.

.


Qiyas terbagi dua : iqtirani (silogisme kategorik) dan
syarthi (silogisme hipotetik). Yang kedua akan datang pada
perkataan pengarang, Diantaranya qiyas yang dinamakan
istisna-i dst.

,
.
Dan yang pertama ialah qiyas yang tunjuk kepada natijah
secara tidak langsung -Artinya dengan maknanya- Artinya
natijah disebutkan dalam qiyas dengan materinya tidak dengan
bentuknya, seperti Alam itu baharu pada contoh yang telah
lalu.

.
. .
.
Dengan demikan keluarlah qiyas syarthi, karena qiyas
syarthi tunjuk kepada natijah secara langsung. Artinya natijah

82

padanya disebutkan dengan materi dan bentuknya. Contohnya


kata kami : Jika ini manusia tentu ini hewan. Akan tetapi ini
manusia. Natijahnya ; ini hewan. Natijah ini telah disebutkan
dalam qiyas dengan materi dan bentuknya.

.
. .
Begitulah kata mereka. Tapi yang jelas ini menurut
lahiriyahnya saja, karena natijah adalah lazim (kepastian) dari
qiyas. Tidak benar bahwa lazim itu bagian dari malzum (yang
memastikan), tetapi lazim itu berbeda dengan malzum.
Fahamilah.

.

Qiyas ini dapat tersusun dari qadhiyah-qadhiyah
hamliyah dan qadhiyah-qadhiyah syarthiyah. Adapun
perkataan pada matan, dikhususkan iqtirani dengan hamliyah,
hal ini menurut kebiasaannya.




Jika anda hendak menyusun qiyas iqtirani maka susunlah
menurut prosedur yang telah mereka atur, yaitu :
Mendatangkan wasfun jami (unsur yang sama / medium)
yang terletak diantara dua bagian mathlub (natijah),
seperti berubah pada contoh yang lalu.

83

. ,
.
.
Menertibkan muqaddimaat. Muqaddimaat adalah jamak
dari muqaddimah (pendahuluan/premis). Artinya qadhiyah
yang dijadikan bagian dari dalil (qiyas). Dinamakan
demikian karena qadhiyah tersebut adalah pendahuluan
mathlub (natijah). Jadi jika qadhiyah tersebut bukan
bagian dari dalil, tidak dinamakan muqaddimah.
(Menertibkan muqaddimah) dengan pengertian anda
dahulukan muqaddimah sughra (premis minor) atas
muqaddimah kubra (premis major).


. .
Memisahkan yang benar dari yang salah. Karena natijah
adalah kepastian. Dan kepastian tergantung yang
memastikan. Jika yang memastikan benar maka
kepastiannya benar. Dan jika salah maka salah. Maka
natijah itu benar jika masing-masing dua muqaddimah
benar. Jika tidak maka salah.

.
.
.
. ,
.

84

Muqaddimah sughra masuk dalam muqaddimah kubra.


Yang dimaksud muqaddimah sughra ialah muqaddimah
yang mengandung had asghar (minor term) yang
merupakan mawdhu natijah. Seperti Alam itu berubah
pada contoh yang telah lalu. Yang dimaksud muqaddimah
kubra ialah muqaddimah yang mengandung had akbar
(major term) yang merupakan mahmul natijah. Contohnya
Setiap yang berubah itu baru. Yang berulang antara had
asghar dan akbar dinamakn had awsath (midle term).
Bagian inilah yang dibuang saat mengambil natijah, seperti
yang berubah pada contoh yang telah lalu.
Maka perkataan pengarang, dengan demikian asghar
adalah, dst. tidak diperlukan lagi dengan adanya perkataan
beliau, Dan muqaddimah sughra, pada bait.
Not :
1.

Qiyas ini salah karena tidak memiliki had wasath. Karena


qadhiyah pertama mahmulnya ( yang sama),
sedangkan yang kedua mawdhunya Amar.

85

86


~

~
~

~
~
~
~
Syakal dikalangan orang-orang itu
o Digunakan atas (bentuk) dua qadhiyah qiyas
Tanpa melihat kepada sur
o Karena hal tersebut dinamakan dharab.
Untuk muqaddimah ada beberapa syakal saja
o Empat menurut had wasath.
Mahmul pada sughra, mawdhu pada kubra
o Disebut dan dikenal dengan syakal yang pertama.
Mahmul pada masing-masing kedua dikenal
o Mawdhu pada masing-masing katiga dikenal.
Yang keempat dari asykal kebalikan yang pertama
o Keempat-empat ini sesuai urutan dalam tingkat
kesempurnaan.
Sekiranya keluar dari susunan ini
o Maka salah susunannya. Adapun yang pertama

87

. .
,
.
,
.

Komentar saya :
Fasal ini tidak tercantum pada sebagian manuskrip.
Syakal (figur) menurut etimologi artinya bentuk sesuatu. Dan
menurut logikus artinya bentuk dari dua qadhiyah qiyas. Maka
( dari) pada kalimat pengarang bermakna ( atas). Dan
disana ada mudhaf yang dibuang. Artinya digunakan atas
bentuk dua qadhiyah qiyas menurut kedudukan had-had
didalamnya bukan menurut sur. Karena dengan melihat
kepada sur bentuk qiyas dinamakan dhurub (corak).




.
Kategori syakal ada empat. Karena jika had wasath
(medium) menjadi mahmul pada muqaddimah sughra dan
mawdhu pada muqaddimah kubra maka itu adalah syakal
yang pertama. Contohnya perkataan kami : Alam itu berubah.
Setiap yang berubah itu baru.

.
Jika menjadi mahmul pada kedua muqaddimah maka itu
adalah syakal yang kedua. Contohnya kata kami : Alam itu
berubah. Tidak ada satupun yang qadim itu berubah.

88

Jika mawdhu pada dua muqaddimah maka itu adalah


syakal ketiga. Contohnya kata kami : Alam itu berubah. Alam
itu baru.


. .
Jika kebalikan dari yang pertama, dengan pengertian had
wasath menjadi mawdhu pada muqaddimah sughra, mahmul
pada muqaddimah kubra maka itu adalah syakal keempat.
Contohnya perkataan kami : Yang berubah itu baru. Alam itu
berubah.

,
. ,
,
. ,
Ketahuilah bahwa sudah menjadi kebiasaan para
pengarang memberikan contoh dengan huruf-huruf,
contohnya kata mereka pada dharab pertama dari syakal
pertama : Setiap jim itu ba, Setiap ba itu alif, pada posisi setiap
manusia itu hewan, seiap hewan itu sensitif. Karena
bermaksud mempersingkat. Namun saya berpaling dari
kebiasaan mereka dan saya berikan contoh langsung dengan
maksud untuk memperjelas. (Begitulah kebiasaan mereka)
meskipun yang lebih jelas dibanding memberikan contoh
denga huruf-huruf adalah memberikan contoh dengan
misalnya : Setiap shalat itu ibadah. Setiap ibadah memerlukan
niyat, karena tujuan mereka adalah mempersingkat.

. .

89

.
.
Syakal-syakal ini dalam tingkat kesempurnaan sesuai
dengan urutan ini. Maka yang pertama adalah syakal yang
paling sempurna, disusul oleh yang kedua dst. Jadi jika ada
qiyas yang tidak menggunakan salah satu bentuk dari empat
betuk ini maka susunannya salah. Contohnya perkataan kami :
Setiap manusia hewan. Setiap kuda meringkik. Maka perkataan
pengarang pada bait yang akan datang, yang kedua seperti
keluar dari syakal-syakalnya, adalah ulangan dengan adanya
bait ini, untuk lebih memperjelas bagi pemula.


.
.

Kemudian, masing-masing syakal dari empat syakal ini
tergambar enam belas dharab padanya. Karena masing-masing
kedua muqaddimahnya dengan melihat kepada kulliyah, juziyah, mujabah dan salibah, memiliki empat bentuk. Masingmasing bentuk dari bentuk-bentuk muqaddimah pertama
dikalikan dengan empat bentuk dari muqaddimah kedua.

Tidak semuanya enam belas dharab bernatijah. Tapi yang


bernatijah dari enam belas dharab tersebut adalah dharab
yang didalamnya terdapat syarat-syarat yang disebutkan
pengarang melalui perkataan beliau, Adapaun yang pertama.

90


~

~
~
~
Maka syaratnya mujabah pada sughranya
o Dan bahwa diperhatikan kulliyah kubranya.
Dan kedua bahwa berbeda keduanya pada kaif, serta
o Kulliyah kubra syarat yang ditetapkan untuknya.
Dan ketiga ijab pada sughra keduanya
o Dan anda perhatikan kulliyah pada salah satu
keduanya.
Dan yang keempat tidak berkumpul dua kerendahan
o Kecuali pada satu gambaran .Padanya nyata
Sughra dari keduanya mujabah juz-iyah
o Kubra dari keduanya salibah kulliyah.

.
. .

Komentar saya :
Disyaratkan dua syarat untuk bernatijah syakal pertama :
Syarat pertama sughranya mujabah, sama saja kulliyah atau
juz-iyah. Syarat kedua kubra kuliyah sama saja mujabah atau
salibah.
Hasil dari mengkalikan dua keadaan pertama dengan dua
keadaan kedua adalah empat. Empat inilah dharab-dharab
yang bernatijah dari syakal ini.

91

.

. .
Dharab pertama

: Kedua-duanya
mujabah
kulliyah.
Natijahnya mujabah kulliyah. Contohnya
perkataan kami : Setiap manusia hewan.
Setiap hewan sensitif. Menatijahkan ;
Setiap manusia sensitif.

. .
. .
Dharab kedua

: Kedua-duanya kulliyah dan kubra salibah.


Natijahnya salibah kulliyah. Contohnya
kata kami : Setiap manusia hewan. Tidak
satupun hewan itu batu. Menatijahkan :
Tidak satupun manusia itu batu.

. .

.
Dharab ketiga

: Keduanya mujabah dan kubra kulliyah.


Natijahnya mujabah juz-iyah. Contohnya
kata kami : Sebagian manusia hewan.
Setiap hewan sensitif. Menatijahkan ;
Sebagian mausia sensitif.

. .
.
.
Dharab keempat

92

: Sughra mujabah juz-iyah dan kubra salibah


kulliyah. Natijahnya salibah juz-iyah. Contohnya kata kami : Sebagian manusia hewan.

Tidak satupun hewan itu batu. Menatijahkan ; Sebagian manusia bukan batu.

. .

Syakal ini menatijahkan empat macam natijah. Inilah
sebabnya syakal ini adalah syakal terbaik dari semua syakal.

, :
.
Disyaratkan dua syarat untuk bernatijah syakal kedua :
Pertama kedua muqaddimah berbeda pada kaif (kuality). Dengan
pengertian salah satu mujabah dan yang lain salibah. Kedua kubra
kulliyah.

.
.
Maka jika kubra mujabah maka sughra salibah kulliyah atau
juz-iyah. Dan jika kubra salibah maka sughra mujabah kulliyah
atau juz-iyah.


.
Hasil dari mengkalikan dua keadaan kubra pada dua
keadaan sughra ada empat. Empat inilah dhurub yang dapat
menghasilkan natijah dari syakal ini sama dengan syakal yang
sebelumnya.

,
. .
Dharab pertama

: Kedua-duanya kulliyah dan kubra salibah.


Contohnya kata kami, Setiap manusia

93

hewan. Tidak satupun batu itu hewan.


Menatijahkan ; Tidak satupun manusia itu
batu.

,
. .
.
Dharab kedua

: Kedua-duanya
kulliyah
dan
kubra
mujabah. Contohnya kata kami : Tidak
satupun batu itu hewan. Tiap manusia itu
hewan. Menatijahkan ; Tidak satupun batu
itu manusia.

Maka natijah pada dua dharab ini adalah salibah kulliyah.


.

Dharab ketiga

: Mujabah juz-iyah sughra dan salibah


kulliyah kubra. Contohnya kata kami :
Sebagian manusia hewan. Tidak satupun
batu itu hewan. Menatijahkan ; Sebagian
manusia bukan batu.


.
.
Dharab keempat : Salibah juz-iyah sughra dan mujabah
kulliyah kubra. Contohnya kata kami :
Sebagian batu bukan hewan, Setiap
manusia hewan . Menatijahkan ; Sebagian
batu bukan manusia.

94

, .

Natijah pada dua dharab ini adalah salibah juz-iyah.
Maka syakal ini menghasilkan natijah salab saja : kulli
pada dua dharab pertama dan juz-i pada dua dharab terakhir.

. :

Disyaratkan untuk bernatijah syakal yang ketiga dua syarat :
Pertama sughranya mujabah. Kedua salah satu dari dua
muqaddimah kulliyah.

.

. . .
Maka jika sughra kulliyah dapat meghasilkan natijah
beserta empat keadaan kubra. Jika sughra juz-iyah
menghasilkan natijah beserta kubra kulliyah mujabah dan
salibah. Maka hasilnya enam dhurub. Enam dhurub inilah yang
bernatijah dari syakal ini.

. ,
.
Dharab pertama

: Kedua-duanya
kulliyah
mujabah.
Contohnya kata kami : Setiap manusia
hewan,
Setiap
manusia
berfikir.
(1)
Menatijahkan; Sebagian hewan berfikir.

95

Dharab kedua

: Kedua-duanya mujabah dan kubra kulliyah.


Contohnya kata kami: Sebagian manusia
hewan.
Setiap
manusia
berfikir.
Menatijahkan ; Sebagian hewan berfikir.

.
,

.

Dharab ketiga

: Kedua-duanya mujabah dan sughra kulliyah.


Contohnya kata kami : Setiap manusia itu
hewan,
Sebagian
manusia
berfikir.
Menatijahkan ; Sebagian hewan itu berfikir.

.

Maka ketiga dhurub ini natijah padanya adalah mujabah
juz- iyah.

. .
.

Dharab keempat : Kedua-duanya kulliyah dan kubra salibah.
Natijahnya salibah. Contohnya kata kami :
Setiap manusia itu hewan. Tidak satupun
manusia itu batu. Menatijahkan ; Sebagian
hewan bukan batu.


. .
Dharab kelima

96

: Sughra mujabah juz-iyah dan kubra salibah


kulliyah. Contohnya kata kami : Sebagian
manusia itu hewan. Tidak satupun manusia

itu batu. Menatijahkan ; Sebagian manusia


bukan batu.

.

.
Dharab keenam : Mujabah kulliyah sughra dan salibah juziyah kubra. Contohnya kata kami : Setiap
manusia itu hewan, Sebagian manusia
bukan batu. Menatijahkan ; Sebagian
hewan bukan batu.

, .

.
Natijah pada ketiga dhurub ini adalah salibah juz-iyah.
Maka dapat dimaklumi bahwa syakal ini hanya menghasilkan
natijah juz-iyah, mujabah pada tiga yang pertama dan salibah
pada tiga setelahnya.




Disyaratkan satu syarat untuk bernatijah syakal yang
keempat. Yaitu tidak berkumpul dua kerendahan, kecuali pada
satu bentuk.

. .
:
.

Yang dimaksud dua kerendahan adalah salab dan juz-i.
Tidak berkumpul dua kerendahan terbenar pada empat
dharab. Ditambah atas demikian satu dharab yang dikecualikan
maka dharab yang bernatijah dari syakal ini ada lima :

97

.
.
Dharab pertama

: Kedua-duanya
kulliyah
mujabah.
Contohnya kata kami Setiap manusia
hewan. Setiap yang berfikir itu manusia.
Menatijahkan ; Sebagian hewan itu
berfikir.

.
.

.
Dharab kedua

: Kedua-duanya mujabah dan sughra


kulliyah. Contohnya kata kami, Setiap
manusia itu hewan. Sebagian yang berfikir
itu manusia. Menatijahkan ; Sebagian
hewan itu berfikir.

Natijah pada dua dharab ini adalah mujabah juz-iyah.

.
.
Dharab ketiga

: Kedua-duanya
kulliyah
dan
kubra
mujabah. Contohnya kata kami, Tidak
satupun manusia itu batu, Setiap yang
berfikir itu manusia. Menatijahkan ; Tidak
satupun batu berfikir.

.
.

98

Dharab keempat : Kedua-duanya kulliyah dan kubra salibah.


Contohnya kata kami, Setiap manusia itu
hewan. Tidak satupun batu itu manusia.
(2)
Menatijahkan ; Sebagian hewan bukan
batu.

.
. .
.


Dharab kelima

: Mujabah juz-iyah sughra dan salibah


kulliyah kubra, seperti kata pengarang.
Contohnya kata kami, Sebagian manusia
itu hewan. Tdak satupun batu itu manusia.
Menatijahkan ; Sebagian hewan bukan
manusia.

Natijah pada dua dharab pertama adalah mujabah juz-i,


pada dua yang akhir salab juz-i dan pada yang ketiga salab kulli.


.

Bukti syakal kedua menatijahkan salab juz-i saja, yang
ketiga menatijahkan juz-i saja dan yang keempat menatijahkan
natijah yang lalu terdapat dalam kitab-kitab dengan format
besar.
Kemudian beliau berkata :

~
~

99

Yang bernatijah untuk yang pertama ada empat


o Sama dengan yang kedua. Kemudian yang ketiga
enam.
Yang keempat dengan lima bentuk bernatijah
o Selain yang telah saya sebutkan tidak bernatijah.

,
. .
: . .

Komentar saya :
Ini adalah hasil syarat-syarat yang lalu. Hasil ini jelas,
tidak memerlukan ulasan. Tetapi pengarang tidak menjelaskan
bagian-bagian dimana dharab-dharab yang bernatijah dari
empat syakal ini tersusun darinya. Hal ini telah saya terangkan
dalam syarah. Saya telah menggubah dharab-dharab yang
bernatijah itu dalam beberapa bait. Bait-bait tersebut akan
kami sebutkan disini supaya mudah menguasainya dengan
jalan menghafalnya. Bait-bait tersebut sebagai berikut :

~
~
~

~
~

~

~

100

~

~
Yang bernatijah untuk yang pertama dari semua syakal
o Ada empat ambillah dengan beriringan.
Kul kemudian kul menatijahkan kul.Dan jika
o Diiringi la syaia maka la syaia yang dituju.
Badhu kemudian kul natijahnya badhu. Ma
o Badhu kemudian la menatijahkan laisa. Ketahuilah.
Yang kedua juga empat. Kul kemudian la,
o Dan sebaliknya. Natijah keduanya la. Fahamilah.
Badhu kemudian la dan laisa kul, untuk keduanya
o Laisa natijah. Maka berusahalah memahami.
Yang ketiga ada enam. Yaitu kul kemudia kul
o Badhu kemidian kul (dan) sebaliknya, (natijahnya)
badhu. Katakanlah.
Kul kemudian la, badhu kemudian la, kul diiringi
o Dengan laisa. Natijah padanya laisa. Mengikuti
Yang keempat ada lima. Yaitu kul kemudian kul
o Kul kemudian baadh, baadh natijah, jangan engkau
lepas.
La, kul (natijahnya) la. Dan sebaliknya. Laisa baadh, la
o Menatijahkan laisa. Maka fahami dan capailah.

.
. .

Telah saya singkat pada sebagian bait menjdi la dari la
syaia (tidak satupun universal negatif) dan laisa dari laisa
baadh (tidak sebagian partikular negatif). Dan saya
isyaratkan untuk mujabah kulliyah (universal positif) dengan
kul, dan untuk juz-iyah (partikular positif) dengan baadh. Siapa

101

yang telah memahami apa yang telah saya kemukakan dalam


ulasan, dia dapat memahami makna dari bait-bait ini.


. .
. .


Dan dengan anda memahami dharab-dharab yang
bernatijah dari keempat-empat syakal dapat anda fahami
bahwa yang lainnya, yaitu dharab-dharab yang tergambar pada
setiap syakal, adalah aqim (tidak produktif). Untuk itu telah
mereka buat (3)tabel dalam kitab-kitab dengan format besar,
yang dengannya dapat dibedakan yang aqim dari yang lainnya.
Orang pintar mampu menguraikan tabel tersebut melalui
pemahamannya akan keterangan yang lalu.



~

~
~

~
Kemudian beliau berkata :
Natijah ikut kepada kerendahan dari
o Demikian muqaddimah-muqaddimah. Begitulah
yang difahami.
Ini syakal-syakal dengan hamli
o Dikhususkan. Dan tidak pada syarthi.
Pembuangan pada sebagian muqaddimah
o Atau natijah karena sudah maklum.

102

Dan muqaddimah berakhir kepada yang mudah karena


suatu hal.
o Yaitu daur (siklus) dan tasalsul (kontinuitas) yang
pasti terjadi.

. .
.
Komentar saya :
Khissah (kerendahan) ialah salab dan ijab. Sedangkan
syaraf (yang agung) ialah ijab dan kulliyah. Jika muqaddimahmuqaddimah qiyas mengandung kerendahan maka natijah ikut
padanya.


.

.
Kerendahan salab terdapat pada dharab kedua syakal
pertama pada muqaddimah kedua. Karenanya natijahnya
salibah kulliyah.

.
.
Kerendahan juz-i terdapat pada dharab ketiga syakal
pertama pada muqaddimah pertama. Karenanya natijahnya
mujabah juz-iyah.

. ,
.


103

Berkumpul dua kerendahan terdapat pada dharab


keempat syakal pertama. Juz-iyah pada muqaddimah pertama,
salab pada yang kedua. Karenanya natijahnya salibah juz-iyah.
Kata beliau difahami, Artinya dimaklumi.

,
,

.

.
.
Empat syakal ini hanya untuk qiyas hamli (silogisme
kategorik), artinya qiyas yang tersusun dari qadhiyah-qadhiyah
hamliyah, tidak terdapat pada qiyas syarthi (silogisme kondisional),
artinya qiyas yang tersusun dari qadhiyah-qadhiyah syarthiyah,
menurut pendapat pengarang mengikut kepada sebagian logikus.
Tapi menurut komunitas Muhaqqiqin dari para logikus, keempatempat syakal terdapat pada qiyas yang tersusun dari qadhiyahqadiyah syarthiyah juga. Contohnya : Jika ini hewan tentu ini
manusia. Setiap kali ini hewan tentu sensitif. Menatijahkan ; Jika ini
manusia tentu ini sensitif.

. ,

. .
.

Boleh membuang salah satu dari dua muqaddimah
(entimen), yang pertama atau kedua, ataupun natijah, karena
yang dibuang sudah maklum. Diantara membuang
muqaddimah pertama adalah kata anda:

104

Pengambil harta kuburan adalah pengambil harta


sembunyi-sembunyi.
Setiap pengambil harta sembunyi-sembunyi adalah
pencuri.
Setiap pencuri dipotong tangannya.
Maka (natijahnya) Pengambil harta kuburan di potong
tangannya.
Perkataan kami, setiap pencuri dst adalah muqaddimah
kubra untuk sughra yang dibuang, yaitu Pengambil harta
kuburan adalah pencuri.

.
.

Diantara membuang muqaddimah kedua adalah kata
anda : Manusia itu dapat berfikir. Maka manusia itu hewan.
Yang dibuang adalah : Setiap yang berfikir itu hewan.

.
,

Diantara membuang natijah adalah Alam itu berubah.
Setiap yang berubah itu baru. Sebagai jawaban Apa dalil
barunya alam ?


. . .
Terkadang dibuang muqaddimah dan natijah sekaligus .
Seperti yang terdapat pada firman Allah Taala, Sekiranya ada
tuhan-tuhan dilangit dan bumi selain Allah sungguh keduanya
akan hancur. Karena diperkirakan : Tetapi kedua-duanya tidak
hancur. Berarti Tidak ada pada keduanya Tuhan selain Allah.

105

.


.

.


Kemudian, muqaddimah-muqaddimah harus berakhir
pada yang mudah. Dengan pengertian dalam memahami
maknanya tidak membutuhkan analisa. Karena jika keberadaan
muqadimah-muqaddimah tersebut sulit, untuk mengetahuinya
masih bergantung kepada yang lain dan yang lain itu masih
perlu dianalisa, sehingga yang lain itu masih bergantung
kepada lainnya dst. tentu terjadi siklus atau kontinuitas, jika
untuk yang dibutuhkan kita kembali lagi ke awal atau kita
teruskan tanpa akhir.

.
. .
Jadi muqadimah-muqaddimah
berakhir pada yang mudah.

harus

mudah

atau

Contoh pertama : Empat terbagi menjadi dua bagian


yang sama. Setiap yang terbagi menjadi dua bagian yang sama
adalah genap. Menatijahkan : Empat itu genap.

. .
.

. .
.

106

Contoh kedua jika kita hendak membuktikan wajib


wujudnya Allah Tala maka kita katakan dalam membuktikan,
menggunakan qiyas istisna-i :

Jika Allah . tidak wajib wujud tentu wujud Allah itu jaiz.
Jika wujud Allah itu jaiz tentu Allah baharu.
Jika Allah baharu tentu Allah memerlukan pencipta.
Jika Allah memerlukan pencipta tentu tuhan itu banyak.
Jika tuhan itu banyak pasti hancurlah langit dan bumi.
Akan tetapi kehancuran keduanya tidak terjadi.
Maka tidak terjadi hal-hal yang membawa kepada
kehancuran kepada keduanya, yaitu jaiz adanya Allah dan
konsekuensinya. Maka positiflah wajib wujudnya Allah Tala.
Maka sampailah kita pada muqaddimah mudah, Yaitu jika
tuhan itu banyak tentu hancurlah langit dan bumi.
Not :
1.

Dharab ini tidak menatijahkan mujabah kuliyah dan


dharab yang ke empat tidak menatijahkan salibah kulliyah
karena bisa saja had asghar lebih umum dari had akbar.
Contoh Setiap manusia jisim. Setiap manusia hewan. Tidak
benar natijahnya setiap jisim hewan. Yang benar adalah
sebagian jisim hewan. Contoh kedua Setiap manusia
hewan. Tidak satupun manusia itu kuda. Tidak benar
natijahnya tidak satupun hewan itu kuda. Yang benar
adalah sebagian hewan itu bukan kuda. Begitu juga dharab
pertama dari syakal ke empat.

2.

Hanya sanya dharab ini tidak menatijahkan kulliyah salibah


karena bisa saja had asghar lebih umum dari had akbar.

107

Contoh Setiap manusia hewan. Tidak satupun kuda itu


manusia. Tidak benar natijahnya tidak satupun hewan itu
kuda, karena meniadakan am dari seluruh afrad khas tidak
benar. Yang benar natijahnya adalah sebagian hewan
bukan kuda.
3.

Tabel Empat Syakal


Syakal pertama. Had awsath (medium) menjadi mahmul
pada muqaddimah sughra dan mawdhu pada kubra.
Syaratnya sughra mujabah, kubra kulliyah.
Yang bernatijah empat dhurub.
Sughra Kubra Natijah

1) KM + KM = KM
2) KM + KS = KS
3) JM

+ KM = JM

4) JM

+ KS = JS

Kubra

KM

Sughra
KM
KS
JM
JS

KS

JM

JS

KM

KS

JM

JS

Syakal kedua. Had awsath menjadi mahmul pada kedua


muqaddimah.
Syaratnya berbeda kaif dan kubra kulliyah.
Yang bernatijah empat dhurub.

108

Sughra

Kubra

Natijah

1) KM

KS = KS

2) KS

KM = KS

3) JM

KS = JS

4) JS

KM = JS

Kubra
Sughra
KM
KS
JM
JS

KM KS

JM

JS

KS

JS

KS

JS

Syakal ketiga. Had awsath menjadi mawdhu pada kedua


muqaddimah.
Syaratnya sughra mujabah dan salah satunya kulliyah.
Yang bernatijah enam dhurub.
Sughra Kubra

Natijah

1) KM + KM = JM
2) KM + KS
3) KM +
4) KM +
5) JM

6) JM

= JS

Kubra

Sughra
JM = JM KM
JS
= JS
KS
KM = JM JM
JS
KS = JS

KM

KS

JM

JS

JM

JM

JS

JS

JM

JS

Syakal keempat. Had awsath menjadi mawdhu pada


muqaddimah sugra dan mahmul pada kubra.
Syaratnya tidak berkumpul dua kerendahan kecuali pada
satu dharab.

109

Yang bernatijah lima dharab.


Sughra Kubra Natijah
Kubra
1) Km + km = jm
2) Km

+ jm = jm

3) Ks

+ km = ks

4) Km

+ ks = js

5) Jm

+ ks = js

Sughra
KM
KS
JM
JS

Rumus :
K
J
M
S

110

=
=
=
=

Kulliyah (universal)
Juz-iyah (partikular)
Mujabah (afirmatif)
Salibah (negatif)

KM

KS

JM

JS

JM
KS

JS

JS

JM


~
~
~

~
Dan diantaranya qiyas yang dinamakan istisna-i
o Dikenal dengan syarthi tanpa ragu.
Qiyas syarthi ialah qiyas yang menunjukkan natijah
o Atau kontradiksinya, secara langsung bukan tidak
langsung.
Maka jika tipe syarthi adalah muttasil (hipotetik)
o Megakui itu menatijahkan mengakui tali.
Dan mengingkari tali (menatijahkan) mengingkari yang
awal. Dan tidak ada
o Kepastian pada sebaliknya, karena alasan yang
nyata.

.

.
.

111

Komentar saya :
Topik ini tidak tercantum dalam sebagian manuskrip.
Topik ini memasuki pembagian kedua dari dua pembagian
qiyas yaitu qiyas istisna-i yang dinamakan juga dengan
syarthiyah, dengan memperhatikan qadhiyah pertama yang
dinamakan kubra mengandung syarat, dan dengan
memperhatikan qadhiyah kedua yang dinamakan sughra,
mengandung huruf istisna (pengecualian) yaitu lakin (tetapi).
Maka kata beliau, Dan diantaranya, diataf kepada perkatan
beliau, diantaranya adalah qiyas yang dinamakan iqtirani,
pada bait yang lalu, seperti yang telah saya isyarahkan disana.


.

.
Pengarang mendefinisikannya dengan qiyas yang tunjuk
kepada natijah atau kontradiksinya secara langsung. Dengan
pengertian natijah telah disebutkan dalam qiyas dengan materi
dan bentuknya, sesuai keterangan yang lalu. Maka keluarlah
qiyas iqtirani. Karena qiyas iqtirani tunjuk kepada natijah
secara tidak langsung, sebagaimana keterangan yang telah lalu.


. .
Contoh qiyas yang tunjuk kepada natijah adalah kata
kami dalam membuktikan hewaniyah sesuatu : Jika ini manusia
tentu ini hewan. Tetapi ini manusia. Menatijahkan ; Maka ini
hewan. Natijah ini adalah tali (term konsekuen akibat)
syarthiyah.

112


. .
.
Contoh qiyas yang tunjuk kepada kontradiksi natijah,
artinya naqidh (kontradiksi) natijah, kata kami dalam
membuktikan hewaniyah juga : Jika ini bukan hewan tentu
bukan manusia. Tapi ini manusia. Menatijahkan ; Maka ini
hewan. Kontradiksi natijah ini telah disebutkan dalam qiyas.
Natijah tersebut adalah muqaddam (term antecedent sebab)
syarthiyah.

,
. .
. .
.


Kemudian, jika qiyas istisna-i tersusun dari qadhiyahqadiyah syarthiyah muttasilah (proposisi hipotetik), yang
bernatijah darinya dua dharab. Dua dharab tersebut ialah
istisna substansi muqaddam (mengakui antecedent) dan
naqidh tali (mengingkari konsekuen). Adapun istisna substansi
tali atau naqidh muqaddam, kedua-duanya tidak menatijahkan
apapun. Contohnya : Jika ini manusia tentu ini hewan. Maka
istisna substansi muqaddam, yaitu manusia, menatijahkan
substansi tali, yaitu hewan. Dan istisna naqidh tali, yaitu
hewan, menatijahkan naqidh muqaddam, yaitu manusia.

, , .

113

, ,
.
,
.
Adapun istisna tali, yaitu hewan, tidak menatijahkan
apapun. Karena itu lazim (kepastian), dan ada lazim tidak
memastikan ada malzum (yang memastikan). Begitu juga
naqidh muqaddam, tidak menatijahkan apapun. Karena
muqaddam itu malzum. Tidak ada malzum tidak berarti tidak
ada lazim. Berbeda dengan istisna pada dua dharab pertama.
Karena tidak ada lazim, yaitu tali, berarti tidak ada malzum,
yaitu muqaddam. Dan ada malzum, yaitu muqaddam, berarti
ada lazim, yaitu tali.

,
. .
.
Inilah makna perkataan pengarang, karena alasan yang
nyata. Artinya karena alasan yang sudah jelas dikalangan
mereka, yaitu tidak ada lazim berati tidak ada malzum, dan ada
malzum berarti ada lazim. Maka kata pengarang, menetapkan
demikian, artinya muqaddam, buktinya penyebutan tali
sesudahnya.

.
.

Yang dimaksud wadha (mengakui) adalah tsubut ( ada).
Dan rafa (mengingkari) ialah nafi (tidak ada). Dan akas ialah
istisna tali dan muqaddam.

114

Maka dhurub ada empat. Dua bernatijah (produktif) dan


dua aqim (tidak produktif).
Kemudian beliau berkata :



~
~

~


Dan jika munfasil maka mengakui ini
o Menatijahkan mengingkari demikian. Demikianlah
sebaliknya.
Demikian itu pada akhas. Kemudian jika
o Mani jamak maka dengan mengakui ini dimaklumi
Mengingkari tali, tidak sebaliknya. Dan jika
o Mani rafa maka sebalik ini.


.

Komentar saya :
Qiyas yang tersusun dari qadhiyah-qadhiyah syarthiyah
munfasilah (proposisi disyungtif) adakalanya tersusun dari
mani jamak dan khuluw atau dari mani jamak saja atau dari
mani khuluw saja.

. . .
.
.

Jika tersusun dari yang pertama maka dhurubnya yang
bernatijah ada empat. Dua dari aspek mengakui dan dua dari

115

aspek mengingkari. Contohnya : Bilangan adakalanya genap


adakalanya ganjil. Maka mengecualikan (mengakui) genap
menatijahkan naqidh ganjil. Dan mengecualikan ganjil,
menatijahkan naqidh genap. Dan mengecualikan naqidh
(mengingkari) masing-masing keduanya, menatijahkan
substansi yang lain.

.
. .
. .
.

.
Jika tersusun dari mani jamak maka yang bernatijah
darinya dua dharab. Kedua-duanya ialah mengecualikan
substansi masing-masing dari dua alternatif, untuk
menatijahkan naqidh lainnya. Adapun mengecualikan naqidh,
tidak menatijahkan apapun. Contohnya: Adakalanya sesuatu
ini putih dan adakalanya hitam. Maka mengecualikan putih
menatijahkan naqidh hitam. Dan mengecualikan hitam
menatijahkan naqidh putih. Adapun mengecualikan naqidh
masing-masing keduanya, tidak menatijahkan apapun.

.
. .
. .
. .
.

Jika tersusun dari mani khuluw maka dua dharab yang
bernatijah. Keduanya ialah mengecualikan naqidh masing-

116

masing dari dua alternatif untuk menatijahkan substansi yang


lain. Adapun mengecualikan substansi, tidak menatijahkan
apapun, kebalikan yang tersusun dari mani jamak. Contohnya :
Zaid adakalanya dilaut dan adakalanya tidak tenggelam. Maka
mengecualikan naqidh di laut menatijahkan tidak tenggelam. Dan
mengecualikan naqidh tidak tenggelam menatijahkan dilaut.
Maka kami katakan : Akan tetapi zaid tidak dilaut. Maka ; tidak
tenggelam. Dan Akan tetapi Zaid tenggelam. Maka ; Zaid di laut.

117

118


~
~
~

~
Diantaranya qiyas yang mereka namakan murakab
o Karena keberdaannya disusun dari beberapa hujjah.
Maka susunlah jika anda ingin tahu.
o Dan tukarlah natijah padanya menjadi muqaddimah
Yang dari penyusunannya dengan yang lain memastikan
o Sebuah natijah. Hingga lanjutkanlah terus.
Bersambung natijah yang mengumpulkan
o Ada ia atau berpisah natijah. Masing-masing sama.

.

. .

Komentar saya :
Qiyas jika tersusun dari dua qadhiyah, dinamakan qiyas
basith (tunggal standar). Contoh : Alam itu berubah. Setiap
yang berubah itu baru. Dan jika tersusun lebih dari dua
dinamakan qiyas murakkab (sorite). Contoh :

119

Pengambil harta kuburan adalah pengambil harta


sembunyi-sembunyi.
Setiap pengambil harta sembunyi-sembunyi adalah
pencuri.
Setiap pencuri dipotong tangannya.
Natijahnya ; pengambil harta kuburan di potong
tangannya.

.
. . .
. . .
. .
Qiyas ini terbagi kepada muttasil nataij (bersambung
dengan natijah-natijah), jika disebutkan natijah padanya, dan
dijadikan sebagai muqaddimah sughra, dan disusun dengan
muqaddimah kubra, dan diambil natijah darinya dan dijadikan
natijah tersebut sebagai muqaddimah seperti tadi. Dan
lanjutkanlah terus sebagaimana kata pengarang. Contohnya kata
kami :
Pengambil harta kuburan adalah pengambil harta
sembunyi-sembunyi.
Setiap pengambil harta sembunyi-sembunyi adalah pencuri.
Menatijahkan ; Pengambil harta kuburan adalah pencuri.
Dan anda katakan : Pengambil harta kuburan adalah
pencuri.
Setiap pencuri dipotong tangannya.
Menatijahkan ; Pengambil harta kuburan dipotong
tangannya.
Hingga akhir yang anda inginkan.

120

Dan (terbagi kepada) mafsul nata-ij (terpisah dari


natijah). Yaitu qiyas yang tidak disebutkan natijah padanya,
seperti contoh sebelum ini.


.
.


Sebenarnya qiyas murakkab kembali kepada qiyas basith.
Karena qiyas basith adalah beberapa qiyas yang natijahnatijahnya tidak disebutkan namun maknanya dikehendaki.
Yang pertama dinamakan muttasil nata-ij, karena natijahnatijahnya bersambung dengan muqaddimah-muqaddimahnya.
Berbeda dengan yang kedua.
Kemudian beliau berkata :

~
~

~


~
Dan jika penyelidikan melalui fenomena individual untuk
kesimpulan umum
o Maka ini dikenal dengan istiqra dikalangan mereka.
Dan sebaliknya dinamakan qiyas mantiqi
o Qiyas mantiqi ialah yang telah saya utarakan.
Maka dalamilah.

121

Dan sekiranya dihubungkan satu individu dengan individu


yang lain
o Karena ada unsur yang sama, maka demikian
adalah tamsil dijadikan.
Dan tidak menghasilkan kebenaran pasti dengan apa
yang ditunjuki
o Oleh penyelidikan istiqra dan tamsil.

.
:

Komentar saya :
Yang menghasilkan kesimpulan kategori tasdik ada tiga
pembagian. Yaitu istiqra (induksi) qiyas (deduksi) dan tamsil
(analogi).


.

Yang pertama ialah penyelidikan untuk kesimpulan yang
umum melalui fenomena individual. Contohnya kata kami :
Setiap hewan menggerakkan rahang bawah. Buktinya kuda,
manusia, dan keledai, misalnya, begitu.

,
. .

Yang kedua ialah penyelidikan untuk kesimpulan
individual melalui pernyataan yang bersifat umum, kebalikan
istiqra. Contohnya kata kami : Alam itu baharu. Buktinya alam
adalah sebagian dari sejumlah individu yang berubah. Setiap
yang berubah itu baharu.
Pembagian kedua tersebut beserta syakal-syakalnya
telah lewat.

122


. .
Yang ketiga penyelidikan untuk satu individu melalui
individu yang lain. Contohnya penyelidikan tentang haramnya
ganja melalui keharaman khamar, karena terdapat unsur yang
sama antara keduanya, yaitu memabukkan. Kedua-duanya
adalah individu dari sesuatu yang memabukkan.

.
,
.

Yang dapat menghasilkan kebenaran pasti dari ketigatiga ini adalah qiyas. Sedangkan istiqra dn tamsil, keduaduanya tidak dapat menghasilkan kebenara pasti. Karena bisa
saja bahwa disana terdapat satu individu yang belum di istiqra,
contohnya buaya. Dan ilat (sebab terjadi hukum) pada individu
yang menjadi mahmul alaih (peristiwa pokok) bukan ilat yang
terdapat pada individu yang menjadi mahmul (fenomena yang
dianalogikan).

123

124


~
~
Hujjah ada naqliyah ,aqliyah
o Pembagian ini ada lima yang nyata.
Khitbah, syiir, burhan, jadal
o Dan kelima safsatah, dapat anda capai cita-cita.


: .
. .
Komentar saya :
Yang dimaksud dengan hujjah (argumen) adalah qiyas.
Tatkala menjadi kemestian bagi logikus menganalisa
materi qiyas dan bentuknya, untuk mengetahui faktor
kesalahan pada qiyas, sebagaimana keterangan akan datang
pada perkataan pengarang, kesalahan burhan, pada bait,
maka seorang logikus perlu menerangkan materinya. Maka
pengarang menyebutkan bahwa qiyas ada dua pembagian
yaitu naqli (kontekstual) naqli ialah qiyas yang materinya
diambil dari kitab ( al-Quran), sunah dan ijma (konsensus
ulama) dan akli (rasional).

125

, . , .
.

. ,


Pembagian pembagian akli ada lima :
Pertama Burhan.
Akan datang burhan pada perkataan pengarang.
Kedua Jadal (debat).
Jadal ialah qiyas yang tersusun dari qadhiyah yang terkenal.
Contohnya : Adil itu bagus. Tidak adil itu jelek.
Atau tersusun dari qadhiyah yang diakui antara dua orang
yang berbantahan, bisa benar atau bohong, agar terbentuk suatu
perkataan sebagai penolakan dari salah seorang yang berdebat
terhadap lawannya.
Tujuan jadal ialah menundukkan lawan dan mempengaruhi
orang yang tidak mampu memahami argumentasi.

. .

. ,
. .

Ketiga Khithabah (orasi).
Khithabah ialah qiyas yang tersusun dari muqaddimahmuqaddimah qiyas yang dapat diterima atau kemungkinan besar.
Yang pertama seperti yang timbul dari orang yang anda yakini
kejujurannya. Yang kedua adalah sesuatu yang ditetapkan akal
melalui dugaan disamping memungkinkan sebaliknya.Contohnya

126

: Si ini tidak bergaul dengan masyarkat. Setiap orang yang


tidak bergaul dengan masyarakat itu sombong. Maka ; Si ini
sombong.
Tujuan khitbah ialah menyenangkan pendengar pada
sesuatu yang bermanfaat baginya di dunia dan akhirat.

.

.

Keempat Syiir.
Syiir ialah qiyas yang tersusun dari beberapa qadhiyah
yang karenanya perasaan tertarik atau menolak. Contohnya :
Khamar adalah yaqut cair. Dan Madu itu pahit, bikin muntah.
Tujuan syiir ialah menggugah perasaan, agar perasaan
tertarik pada sesuatu atau menolaknya.

.
.
Kelima Safsatah (sofistri).
Safsatah ialah qadhiyah yang tersusun dari muqaddimahmuqaddimah salah yang seolah-olah benar. Contohnya kita
katakan pada gambar kuda di dinding : Ini kuda. Setiap kuda
meringkik. Maka ini meringkik. Tujuan safsatah adalah
menimbulkan keragu-raguan dan ketidak jelasan yang dusta.

. .
.

127

.
.
Safsathah dinamakan juga mugalathah (paralogisme/
buah pikiran yang keliru) dan musyaghabah (kacau).
Menggunakannya beserta seluruh pembagiannya haram.
Diantara yang paling jelek pembagiannya adalah mughalathah
kharijiah (pemutar balikan fakta). Mughalathah kharijiah ialah
oarang yang berdebat yang tidak faham dan tidak memahami
yang benar, membingungkan pemahaman lawannya dengan
sesuatu yang membingungkannya, seperti perkataan kotor,
supaya nampak bagi orang bahwa dia telah mengalahkannya,
dan dengan demikian kebodohannya tertutup. Hal itu banyak
terjadi pada masa kami bahkan itulah kenyataannya.

.
.

Salah satu tipe qiyas ini sebaiknya dikenal untuk di
antisipasi, bukan untuk digunakan kecuali karena tepaksa, seperti
menolak orang kafir yang keras kepala. Ibarat racun, tidak boleh
digunakan kecuali untuk beberapa penyakit yang parah.

.
.

Pengarang tidak menertibkan pembagian-pembagian
hujjah akliyah, tapi beliau sebutkan dengan susunan yang
nazam masih dapat di tolerir. Urutan pembagian hujjah seperti
yang telah saya sebutkan.

128

Kemudian beliau berkata :

~
~

~

Yang paling baik darinya ialah burhan, yaitu qiyas yang
tersusun dari
o Beberapa muqaddimah disertai keyakinan.
Yaitu awwaliyat,musyahadat
o Mujarrabat, mutawatirat
Hadsiyaat dan mahsusat
o Demikianlah sejumlah yaqiniyat.

.
. .

. ,
.
Komentar saya :
Yang paling istimewa dari kelimanya ini adalah burhan.
Burhan adalah qiyas yang tersusun dari muqaddimahmuqaddimah yang di yakini. Dengan pengertian kepercayaan
terhadap muqaddimah-muqaddimah adalah kepercayaan yang
meyakinkan, relevan, stabil, tidak tergoyahkan
Yaqiniyat menurut keterangan pengarang ada enam :
Pertama Awwaliyat . Artinya badihiyat (spontan). Jamak
dari awwali. Awwali ialah sesuatu yang ditetapkan akal tanpa
melalui proses analisa. Seperti Langit di atas kami. Dan bumi di
bawah kami.

129

. ,


Kedua Musyahadat. Musyahadat dinamakan wujdaniyat
(emotif). Musyahadat ialah sesuatu yang didapat dengan
perasaan batin tanpa proses berfikir. Seperti lapar bagi
manusia, hausnya, enak dan sakitnya.

. .
.
Ketiga mujarrabat (eksperimen). Mujarrabat ialah sesuatu
yang ditetapkan akal dan indra serta berulang-ulang. Seperti kata
kami : Sakmuniya (jenis tumbuhan) adalah obat pencahar. Dan
arak memabukkan.

.


Keempat Mutawatirat (banyak dibicarakan). Mutawatirat
ialah sesuatu yang di tetap akal beserta indra pendengar. Seperti
pengetahuan kami tentang Ghaza dan Syafii karena banyak
orang yang memberitakan dan terjamin dari persekongkolan
mereka dalam kebohongan.

.


,
Kelima hadsiyat (intuisi). Hadsiyat ialah sesuatu yang di
tetapkan akal dan indera, tanpa melalui perulangan. Seperti
pengetahuan bahwa cahaya bulan dihasilkan dari cahaya
matahari. Artinya asumsi tentang hal tersebut adalah asumsi
yang kuat.

130

.
.

Keenam Mahsusat. Mahsusat ialah sesuatu yang
didapatkan dengan panca indera, yaitu pendengaran,
penglihatan, penciuman, perasa, peraba. Semuanya terletak di
kepala kecuali peraba. Karena indera peraba merata pada
anggota badan yang lain.

.
.

Sebagian ulama memasukkan mahsusat dalam kategori
musyahadat dengan menjadikan musyahadat meliputi apa
yang dicapai dengan indera lahir. Maka mereka menghitung
yaqiniyat ada lima.

,
,
.

Latar belakang terbatasnya yaqiniyat pada enam ialah
makna adakalanya dicapai sendiri oleh akal. Maka itu adalah
awwaliyat. Atau tanpa akal. Maka makna tersebut adalah
wujdaniyat dan mahsusat. Atau memerlukan akal dan lainnya.
Maka itu adalah tajarrubiyat, mutawatirat, hadsiyat.


. .

131

Pengetahuan yang didapat dari tiga terakhir tidak dapat


dijadikan alasan untuk yang lain. Karena yang lain tadi
terkadang tidak ada eksperimen, tawatur (banyak dibicarakan)
dan intuisi, karena tidak ikut serta dengan sesuatu yang
diselidiki dalam tiga hal tadi. Itulah pendapat sebagian mereka.
Kemudian beliau berkata :

~

~

Pada dalalah muqaddimah
o Kepada natijah terdapat perselisihan berikut.
Aqli, adi, atau tawalud
o Atau wajib. Yang pertama itulah yang kuat.

.
.
.
.
Kometar saya :
Dalam hal analisis yang benar menghasilkan natijah
terdapat empat pendapat :
Pertama natijah adalah kepastian rasional bagi analisis,
tidak akan terlepas darinya. Artinya siapa yang mengetahui dua
muqaddimah tidak mungkin tidak mengetahui natijahnya.
Maka mengetahui natijah adalah kepastian untuk dua
muqaddimah sama dengan kepastian melihat bagi orang yang
melihat. Ini adalah pendapat imam Harmain.

132

.
.
.
Kedua pengetahuan tentang natijah menurut kebiasaan
yang memungkinkan pengetahuan tersebut menyalahi bagi
analisis. Karena analisis adalah ciptaan Allah Taala, dan
pengetahuan tentang natijah bersal dari Allah, bukan dengan
adanya analisis. Inilah pendapat Syekh Asyari.

.
.
.
Ketiga pengetahuan tentang natijah terlahir dari analisa.
Dengan cara analisa diberi kesanggupan oleh yang
menganalisis, secara langsung. Maka natijah terlahir dari
analisis seperti terlahirnya gerak cincin dari gerak anak jari. Ini
adalah pendapat mutazilah yang membangun pendapat
mereka di atas pondasi yan keropos, yaitu hamba menciptakan
perbuatannya sendiri.

.
.


Keempat natijah adalah akibat dari analisis, dan analisis
adalah sebab. Ini adalah pendapat Filosof yang berpendapat
bahwa sebab dapat berpengaruh. Pendapat tersebut salah
karena sebab tidak terpisahkan dari akibatnya, sedang anlisis
tidak dapat berkumpul dengan natijah (sebagai ilmu), karena
analisis itu bukan ilmu. Jadi tidak dapat berkumpul dengan
ilmu.

133

134


~
~
~
~
~


~
Kesalahan burhan (qiyas) sekiranya ditemukan
o Pada materi atau bentuk. Yang pertama.
Terdapat pada lafaz seperti isytirak atau seperti menjadikan
yang
o Berbeda seolah-olah semakna.
Dan pada makna karena kesamaran muqaddimah yang
bohong
o Dengan muqaddimah yang benar. Maka fahamilah
percakapan.
Contohnya menjadikan aradhi seperti zati (esensial).
o Atau natijah adalah salah satu dari muqaddimahmuqaddimah.
Dan menghukumkan jenis dengan ketentuan nau.
o Dan anda jadikan yang pasti menjadi tidak pasti.
Yang kedua seperti keluar dari syakal-syakalnya
o Dan meninggalkan syarat kesempurnaan natijah.

135

.
.
.

Komentar saya :
Yang penting untuk benarnya natijah adalah mengantisipasi
kesalahan yang terjadi pada qiyas. Kesalahan adakalanya dari
aspek materi qiyas dan adakalanya dari bentuknya. Yang pertama
adakalanya dari segi lafaz atau dari segi makna.


. . , .
.


Adapun dari segi lafaz seperti menggunakan lafaz musytarik
(homonim) dalam qiyas. Maka terjadi kesamaran makna yang
dimaksud dengan yang tidak dimaksud. Seperti kata anda : Ini
mata Artinya matahari-. Setiap mata Artinya mata airmengalir. Menatijahkan ; Ini matahari- mengalir.
Perkataan tersebut salah karena tidak ada perulangan had
wasath, karena mahmul sughra bukan mawdhu kubra.

.
.
.

Atau menggunakan lafaz yang beda makna seolah-olah
semakna. Seperti kata anda : Ini pedang. Setiap pedang adalah
sorim (benda tajam). Menatijahkan ; Ini adalah benda tajam.
Perkataan tersebut salah dari segi menjadikan sorim
(benda tajam) yang artinya pedang dengan catatan dapat
memutuskan, semakna dengan pedang yang artinya satu alat

136

tertentu tidak dengan catatan ini. Pada hal sorim berbeda


dengan pedang.


.
.
.

Adapun dari segi makna bahwa terjadi kesamaran
qadhiyah bohong dengan qadhiyah benar. Seperti kata kami :
Orang yang duduk diperahu bergerak. Setiap yang bergerak
tidak tetap di satu tempat. Menatijahkan ; Orang yang duduk
di perahu tidak tetap disatu tempat.
Natijah tersebut salah dari segi menjadikan gerak yang
tidak esensial yang menjadi mahmul qadhiyah yang pertama,
seolah-olah gerak esensial yang menjadi mawdhu qadhiyah
kedua.


. .
.

Atau dari segi menjadikan natijah sebagai salah satu dari
dua muqaddimah, dengan merobahnya. Seperti kata kami : Ini
adalah perpindahan. Setiap perpindahan adalah gerak.
Menatijahkan ; Ini adalah gerak.
Natijah ini adalah salah satu dari dua muqaddimah. Hal itu
dinamakan Mushadarah an almathlub. Perkataan itu ditolak
dari segi natijah tidak berbeda dengan dua muqaddimah.
Sehingga tidak menghasilkan pengetahuan tambahan.

137

.
.
.
Atau dari segi menghukumkan jenis dengan hukum nau.
Conyohnya kata kami : Kuda itu hewan. Setiap hewan berfikir.
Menatijahkan ; Kuda itu berfikir.
Perkataan ini salah dari segi menghukumkan hewan yang
merupakan jenis, dengan hukum manusia yang merupakan
nau.

.
.
. .
Atau dari segi menjadikan perkara dugaan yang tidak pasti
seolah-olah pasti. Contohnya : Si ini berbicara dengan istilahistilah ilmiyah. Setiap orang yang berbicara dengan istilah-istilah
ilmiyah adalah ilmuwan. Menatijahkan ; Si ini adalah ilmuwan.

Kesalahan natijah dari segi


keilmuwannya seolah-olah pasti.

menjadikan

dugaan


.
.
Adapun kesalahan yang terjadi pada qiyas dari aspek
bentuk ialah bahwa qiyas tersebut tidak dengan bentuk salah
satu syakal yang empat. Contohnya kata kami : Setiap manusia
itu hewan. Setiap batu itu benda mati. Telah lewat peringatan
bahwa perulangan ini untuk tambahan penjelasan bagi
pemula.

138


. ,
.
. .

. .
.



Atau tidak terdapat salah satu syarat-syarat bernatijah
yang lalu, untuk empat syakal. Cotohnya sughra syakal pertama
yang disyaratkan mujabah adalah salibah. Atau kubranya yang
disyaratkan kulliyah adalah juz-iyah. Contohnya kata kami untuk
yang pertama : Tidak satupun manusia itu batu. Setiap batu itu
jisim. Menatijahkan ; Tidak satu pun manusia itu jisim. Perkataan
ini salah karena tidak terdapat syarat yaitu ijab sughra. Dan untuk
yang kedua : Setiap manusia itu hewan. Sebagian hewan adalah
kuda. Menatijahkan ; Sebagian manusia adalah kuda. Perkataan
ini salah karena tidak terdapat syarat, yaitu kulliyah kubra.
Qiyaskan pada demikian ketiadaan syarat manapun dari
syarat-syarat syakal yang lain.
Kemudian beliau berkata :


~

~

~
~

139


~
~
Inilah selengkapnya tujuan yang dimaksud
o Dari norma-norma mantiq yang terpuji.
Sungguh telah selesai dengan pujian kepada Tuhan
pengatur subuh
o Apa yang aku tuju, yaitu pelajaran ilmu mantiq.
Yang digubah oleh seorang hamba yang hina serta
memerlukan
o Rahmat Tuhan yang Agung serta Maha Kuasa.
Al-Akhdhori Abidurrahmani
o Yang memohon dari Tuhannya yang Maha pemberi
Pengampunan yang menutupi dosa-dosa
o Dan membuka tutup dari hati.
Dan memberi balasan kepada kami dengan surga yang
agung
o Karena sesungguhnya Dia Yang Maha Mulia dari
yang memberikan karunia.

. . .
.

Komentar saya :
adalah jamak ( induk). Induk segala sesuatu

adalah asalnya. Telah lewat bahwa asal sinonim dengan


kaedah (norma). ( terpuji) artinya bersih dari pernyataan
Filosof dan akidah yang bertentangan dengan syariat.
artinya subuh.

140

. .
. . .
. .
.


asalnya . Nazam ialah perkataan bersajak serta
berirama dengan sengaja. Nazam ini dari bahar rajaz. Not
bahar rajaz ialah mustafilan enam kali. Abdun ialah orang
yang bersifat dengan kehambaan. Kehambaan ialah klimaks
kehinaan dan kerendahan. Bagi seorang hamba tidak ada sifat
yang lebih mulia dibanding kehambaan. Oleh karena ini
didahulukan sifat kehamban dari yang lainnya.
Rahmat Allah ialah kebaikan Allah atau kehendak Allah
berbuat baik. Jadi Rahmat temasuk sifat afal berdasakan yang
pertama, dan termasuk sifat maani berdasarkan yag kedua.

. . .
. . .
.

Yang memohon ialah yang mengharap. wazan
artinya menghitung
(standar) nya adalah . Asalnya ,
pemberian. Sifat tersebut bagi Allah terpuji, tercela untuk
selain Allah. / Maghfirah (ampunan) artinya tutup. Arti
maghfirah meliputi dosa-dosa ialah menutupi dosa-dosa.
Membuka tutup dari hati ialah ungkapan untuk hilangnya
kesulitan dari hati.

.
.

141

.
. .
.



Pahala adalah balasan amal. Beramal karena pahala tidak
tercela, meskipun beramal karena Allah, karen mengagungkaNya lebih sempurna dibandingkan beramal karena pahala.
Perkataan beliau ..dst, adalah alasan untuk kata
beliau yang mengharap, hingga disini. Artinya aku mengharap
dariNya semua ini karena sesungguhnya Dialah Yang Maha
Mulia dari yang mengkaruniakan semuanya. Afala tafdhil tidak
melalui ketentuannya. Karena kemulian pada hakikatnya tidak
ada melainkan hanya untukNya Yang Maha Suci.
Tidak tersembunyi lagi sesuatu yang terkandung dalam
mengharapkan ampunan kali pertama dan mengharapkan
pahala kali kedua, yaitu takhliyyah (membersihkan diri dari
sifat tercela) dan tahliyyah (menghias diri dengan sifat terpuji).
Kemudian beliau berkata :


~
~
~
~
~
~
Bersikaplah saudarakku toleran, kepada pemula ini

142

o Dan bersikaplah untuk mengoreksi kesalahan,


menasehait.
Dan koreksilah kesalahan dengan merenung
o Dan jika tanpa pikir panjang, jangan anda robah.
Karena kata orang, betapa banyak orang melecehkan
kebenaran
o Karena kondisi pemahamannya buruk.
Dan katakan kepada orang yang belum menginsafi
maksud saya
o Maaf adalah hak prerogatif pemula.
Dan bagi seorang anak berusia dua puluh satu tahun
o Maaf yang layak serta santun.
Lebih-lebih pada abad kesepuluh
o Yang berisikan kebodohan, kebejatan dan fitnah.



.
Komentar saya :
Pengarang dengan santun meminta dari mereka yang
memperhatikan kitab beliau, agar ia mentolerir kesalahan yang
terdapat dalam kitab beliau, dan bersikap menasehati dalam
memperbaiki dan merenung dalam hal tersebut dan tidak
tergesa-gesa. Karena biasanya orang yang tergesa-gesa tidak
tepat dan melecehkan kebenaran karena buruk pemahamannya.
Karena kalau pemahamannya bagus, dia tidak akan tergesa-gesa.

,
.

143


. . .
Kemudian pengarang menghimbau agar disampaikan kepada
mereka yang belum mendapat kebenaran Artinya maksud
perkataan beliau- bahwa maaf adalah hak yang dikukuhkan bagi
pemula yang semestinya diberikan untuknya. Karena beliau adalah
seorang anak berusia dua puluh satu tahun. Karena usianya ini,
pemaafan untuk beliau diharapkan santun tutur katanya. Lebih-lebih
beliau hidup diabad kesepuluh yang orang-orangnya dipenuhi
kebodohan, kebejatan dan fitnah. Abad ialah seratus tahun. Kata
orang bukan begitu.

.
.
.

Jika anda bertanya ; Perkataan beliau, Bersikaplah dalam
mengoreksi kesalahan dst. tidak memerlukan lagi perkataan beliau,
Koreksilah kesalahan. Jadi apa gunanya menyebutkan Koreksilah
kesalahan, setelah itu.
Saya jawab ; perkataan itu tidak cukup. Karena yang pertama
adalah himbauan mengoreksi kesalahan. Sedangkan yang kedua
adalah himbauan mengoreksi disertai renungan tidak dengan
tergesa-gesa. Maka pengertian yang didapat dari yang pertama
bukan pengertian yang kedua.
Kemudian beliau berkata :

~
~

144


~
~
~


Dan di awal muharram
o Penyusunan rajaz yang dinazamkan ini
Dari tahun keempat puluh satu
o Sejak setelah sembilan dari seratusan
Kiranya rahmat dan sejahtera selamanya
o Dilimpahkan atas Rasulullah penunjuk terbaik.
Dan keluarga dan sahabat beliau yang teguh
o Menapaki jalan keselamatan
Selama matahari masih beredar pada rasi-rasi
o Dan purnama terbit memancarkan cahaya dimalam
gelap.


.
Komentar saya :
Pengaranng memberitahukan bahwa penyusunan rajaz ini
pada awal Muharram tahun 941 dari hijrah kenabian (1520 M).
Kiranya kepada yang melakukan hijrah dilimpahkan rahmat dan
sejahtera.

. . . .
.
Pengertian shalawat telah lewat. Salam ialah terjamin dari
kekurangan. Selamanya artinya abadi. Pengertian keluarga dan
sahabat telah lewat. Dan motif mendahulukan keluarga dari
sahabat telah lalu.

145


.
Kata pengarang, Selama matahari beredar dst, tujuannya
ialah menggeneralisir dalam semua waktu, sebagaimana pada
kata beliau pada bait yang lalu, yaitu Selama akal dst

.
.
.
. .
adalah jamak ( rasi). Rasi adalah nama untuk satu
bagian dari dua belas bagian dari delapan orbit. Satu rasi terbagi
tiga puluh bagian. Setiap bagian dinamakan darjah. Matahari
pada setiap harinya mengitari satu darjah. Jadi matahari
mengitari satu orbit selama 360 hari. Tiga ratus enam puluh hari
adalah jumlah setahun masehi.
Purnama adalah nama untuk rembulan pada malam
keempat belas dari bulan Arab. adalah jamak , artinya
kegelapan.

. .
.
Inilah akhir ulasan yang telah kami upayakan menulisnya.
Kami mohon kepada yang memberikan taufiq-Nya kepada kami
untuk penulisan tersebut, kiranya memberikan manfaat pada
penulisan kitab tersebut. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas
hal itu. Kiranya Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada
junjungan kami, Muhammad, keluarga dan sahabat beliau.

146

147

148

Anda mungkin juga menyukai