Anda di halaman 1dari 156

i

2
3
2
3
Inayatillah, MA, Ek
PERAN ULAMA DAN PREFERENSI
MASYARAKAT ACEH
TERHADAP BANK SYARIAH

iv
v
Peran Ulama Dan Preferensi
Masyarakat Aceh Terhadap Bank Syariah
Copyright 2012 Inayatillah, MA. Ek. All right reserved.
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memper-
banyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
Penerbit.
Layout: Yuyun Agam
Desain Cover: Alwahidi Ilyas
Editor: Dr. Azhar. M. Nur, M.Pd
Diterbitkan oleh Penerbit INS YIRA
Jalan Wonosari Km. 21 Karangsari Nglanggeran Patuk
Gunungkidul Yogyakarta 55862
Telp. (0274) 6949198
E-mail: insyira@live.com
http://insyira.com
Cetakan I, November 2012
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Inayatillah, Peran Ulama Dan Referensi Masyarakat Aceh Terh-
adap Bank Syariah.
--- Yogyakarta: Penerbit Insyira, 2012.
xiv + 142 hlm.; 14.8 x 21 cm.
ISBN: 978-602-8830-30-0
iv
v
PENGANTAR PENULIS
S
yukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT
atas inayah dan hidayah-Nya yang telah diberikan, sehingga
penulis dapat menyelesaikan buku yang berjudul Peran Ulama dan
Preferensi Masyarakat Aceh Terhadap Bank Syariah. Shalawat
beriring salam juga penulis sampaikan kepada Rasulullah beserta
keluarganya, para sahabat dan pengikutnya sekalian.
Buku yang ada di tangan Anda ini berawal dari penelitian tesis
penulis yang merupakan salah satu prasyarat untuk penyelesaian
studi program magister dalam bidang Ilmu Agama Islam,
konsentrasi Ekonomi Islam pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Buku ini ditulis dalam lima bab. Bab satu menjelaskan
kerangka umum isi buku yang terdiri dari akar permasalahan,
tujuan dan manfaat buku, riset terdahulu, serta metodologi yang
digunakan pada saat penelitian berlangsung.
Bab dua menyajikan tentang ulama dan preferensi nasabah
bank syariah, yang terdiri dari rasionalitas ekonomi dan ulama
sebagai preferensi nasabah bank syariah, dan juga dalam bab
ini akan terungkap dua faktor yang seringkali mempengaruhi
nasabah dalam memilih bank syariah yaitu faktor ekonomi dan
sosial (agama), sehingga dalam bab ini pembaca dapat memahami
bahwa dalam bermuamalah tidak hanya kepentingan dunia yang
diutamakan tetapi juga kepentingan ukhrawi.
Bab tiga mengulas sekilas tentang bagaimana kontribusi
ulama terhadap perbankan syariah yang didalamnya menjelaskan
peran mereka dalam mengembangkan perbankan syariah,
vi
vii
termasuk sejarah perbankan syariah, dan sistem bagi hasil dalam
masyarakat tradisional serta perkembangan perbankan syariah di
Aceh. Selanjutnya dalam bab ini juga membahas pandangan ulama
terhadap perbankan syariah dan perbankan konvensional.
Kemudian, dalam bab empat dibahas tentang sikap masyarakat
terhadap peran ulama dan preferensi nasabah bank syariah. Akan
tetapi sebelumnya diadakan uji validitas dan reliabilitas variabel dari
setiap pertanyaan kuisioner dalam penelitian ini yang selanjutnya
didapatkan analisis sikap masyarakat terhadap ulama, serta persepsi
dan preferensi masyarakat terhadap bank syariah yang diketahui
melalui karateristik responden antara nasabah full account dan
double account. Selanjutnya dalam bab ini juga akan digunakan
analisis korelasi antara sikap masyarakat terhadap peran ulama dan
preferensi serta dilakukan uji t sampel bebas yang bertujuan untuk
melihat seberapa besar perbedaan sikap peran ulama antara nasabah
full account dan double account.
Bab lima yang merupakan akhir dari pembahasan buku ini
yang mengetengahkan beberapa temuan baru dengan memberikan
implikasi serta saran kepada peneliti lain yang ingin melanjutkan
kajian ini dengan pendekatan dan metode lain, karena penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang ada dalam
buku ini, sehingga kritikan dan saran dari para pembaca sangat
diharapkan.
Dalam penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak
melibatkan kalangan yang secara langsung maupun tidak langsung
telah memberikan kontribusinya. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif 1.
Hidayatullah Jakarta.
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA selaku Direktur Sekolah 2.
Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
vi
vii
pendidikan pada program magister di Sekolah Pascasarjana
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dr. Yusuf Rahman, MA, Dr. Fuad Jabali, MA, Prof. Su- 3.
wito, MA, para dosen Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta atas segala bimbingan, arahan selama
memberikan kuliah untuk mengantarkan penulis memper-
oleh wawasan keilmuan secara lebih mendalam. Demikian
juga kepada para karyawan dan karyawati yang bertugas di
Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
telah memberikan perhatian dan kemudahannya.
Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, MA selaku pembimbing te- 4.
sis ini yang telah memberikan perhatian dan arahannya, se-
hingga tesis ini dapat selesai dengan baik.
Dr. Euis Amalia, M.Ag dan Prof. Dr. Kusmawan, MA, se- 5.
laku penguji tesis ini yang telah memberikan perhatian dan
masukannya, sehingga tesis ini dapat disempurnakan den-
gan baik.
Kepada IAIN Ar-Raniry, Ministry of Religious Affairs 6.
(MORA) dan Canadian International Development Agency
(CIDA), Pemerintah Daerah Aceh, serta Lembaga Baitul
Maal Taman Iskandar Muda Jakarta yang telah memberikan
bantuan fnansial bagi penyelesaian studi di Sekolah Pas-
casarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Kepada ayahanda dan ibunda tercinta, H. Djakfar Arsyad 7.
dan Hj. Nuriah, yang telah membesarkan, mendidik, dan
membiayai penulis sepanjang perjalanan pendidikan penu-
lis, serta selalu mengingatkan penulis untuk menyelesaikan
studi ini. Demikian juga kepada mertu tercinta yang telah
meluangkan waktunya untuk menemani penulis selama di
perantauan, sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
Kepada suami tercinta, Faisal yang tidak henti-hentinya 8.
mendoakan dan menyemangati penulis agar selalu opti-
viii
ix
mis dalam menulis tesis ini. Demikian juga kepada ananda
tersayang, Zahra Zahiyya (17 bulan) yang telah menemani
penulis dan menjadi penghibur hati bagi penulis baik di kala
suka maupun duka.
Kepada kakanda tercinta, yang telah memberikan bantuan- 9.
nya kepada penulis baik berupa fnansial maupun keilmuan-
nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan studi ini.
Kepada teman-teman penulis khususnya angkatan 2007 10.
konsentrasi Interdiciplinary Islamic Studies dan Ekonomi
Islam, yang selama ini telah bersama-sama menjadi teman
diskusi disepanjang perkuliahan.
Kepada teman-teman sekontrakan, penulis ucapkan terima 11.
kasih banyak atas bantuannya sehingga kerinduan penulis
kepada kampung halaman bisa sedikit terobati.
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah memberikan
kontribusinya selama ini kepada penulis, sekali lagi penulis
ucapkan jazakumullah khairan Jazak, semoga Allah membalas
segala kebaikan semuanya dengan suatu yang lebih baik. Amin
WallahuAlam bishshawab
Jakarta, Maret 2012
Inayatillah
viii
ix
PERSEMBAHAN

B
uku ini dipersembahkan kepada Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
yang merupakan salah satu prasyarat untuk penyelesaian studi
program magister dalam bidang Ilmu Agama Islam, konsentrasi
Ekonomi Islam.
Buku ini juga dipersembahkan bagi para pendidik, para
pembimbing yang selama ini telah mengantarkan saya memperoleh
wawasan keilmuan secara lebih mendalam, sehingga buku ini dapat
memberikan manfaat kepada para pembaca dan penggiat ekonomi
syariah.
Dan, buku ini dipersembahkan pula bagi suami, putra dan
putri serta keluarga besar saya yang selama ini telah memberikan
bantuannya baik berupa fnansial maupun pemikirannya, serta
dukungan doa yang selalu dilafadzkan untuk penulis, dan pada
akhirnya buku ini dapat diselesaikan dengan baik.
x
xi
x
xi
xix
PEDOMAN TRANSLITERASI
A. Huruf Konsonan:
= b = th
= t = zh
= ts =
= j = gh
= h = f
= kh = q
= d = k
= dz = l
= r = m
= z = n
= s = h
= sy = w
= sh =
= dh = y
B. Vokal:
Pendek :

= a

= i

= u
Panjang :

=
Rangkap :

= ay

= aw
xii
xiii
xii
xiii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
PEDOMAN TRANSLITERASI xi
DAFTAR ISI xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
Dasar Pemikiran 1 A.
Kajian Pendapat Para Ahli 7 B.
BAB II ULAMA DAN PREFERENSI NASABAH
BANK SYARIAH 17
A. Rasionalitas Ekonomi Dan Preferensi Nasabah
Bank Syariah 17
1. Rasionalitas Ekonomi 17
2. Preferensi Nasabah Bank Syariah 21
B. Ulama Dan Preferensi Nasabah Bank Syariah 28

BAB III KONTRIBUSI ULAMA TERHADAP
PERBANKAN SYARIAH 35
A. Peran Ulama dalam Mengembangkan Perbankan
Syariah 35
1. Sejarah Perbankan Syariah 38
2. Sistem Bagi Hasil dalam Masyarakat Tradisional
dan Perkembangan Perbankan Syariah di Aceh 44
3. Peran Ulama Pada Perbankan Syariah 48
B. Pandangan Ulama Terhadap Perbankan Syariah
Dan Perbankan Konvensional 52
xiv
BAB IV SIKAP MASYARAKAT TERHADAP PERAN
ULAMA DAN PREFERENSI NASABAH
BANK SYARIAH 59
A. Uji Validatas dan Reliabilitas Variabel 59
B. Sikap masyarakat terhadap Peran Ulama 61
C. Persepsi dan Preferensi Masyarakat Terhadap
Bank Syariah 76
1. Karakteristik Responden Perbankan Syariah 77
2. Persepsi Masyarakat Terhadap Bank Syariah 91
3. Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah 98
D. Analisis Korelasi 109
E. Uji Sampel Bebas 110
BAB V PENUTUP 115
DAFTAR PUSTAKA 119
INDEK 127
GLOSARI 137
BIOGRAFI PENULIS 141
1
BAB I
PENDAHULUAN

Dasar Pemikiran A.
B
uku ini membahas tentang peran ulama dan preferensi
masyarakat aceh terhadap bank syariah. Penulis tertarik
untuk membahas hal ini karena di Aceh sedang diberlakukannya
syariat Islam dalam segala bidang termasuk dalam bidang
ekonomi atau muamalah sehingga memerlukan peran ulama
didalamnya. Disamping itu, ulama dianggap sebagai panutan di
dalam masyarakat Aceh, dimana posisi mereka sangat dihargai
dan dihormati. Sehingga ulama memiliki pengaruh yang besar
dalam mempengaruhi pola pikir masyarakat termasuk preferensi
masyarakat terhadap perbankan syariah.
Sejarah telah membuktikan bahwa dulunya ulama telah
memberikan kontribusi yang besar di dalam perjuangan masyarakat
Aceh, dalam sistem pemerintahan dan dalam bidang keagamaan.
Ulama telah memainkan perannya tidak hanya sebagai pemimpin
agama tetapi pada saat yang sama juga menjadi tokoh politik.
1
Salah
satu contohnya adalah dalam menumbuhkan semangat patriotisme
masyarakat Aceh untuk melawan penjajah pada waktu itu yang
diakui oleh banyak kalangan bahkan para penjajah sekalipun. Hal
ini tidak terlepas dari pada peran ulama pada saat itu, terutama dalam
memberikan semangat kepada rakyat Aceh untuk berperang atau
berjihad melawan Belanda. Untuk memotivasi dan membangkitkan
semangat baru, masyarakat diajarkan dasar-dasar perang suci.
Agama harus dijunjung tinggi dan melawan semua perbuatan
1
Ahmad Hasan dan Zainal Mustofa eds., Ulama-ulama Oposan (Band-
ung: Pustaka Hidayah, 2000), 20.
2
3
rakyat yang melanggar hukum,
2
sehingga para ahli telah melihat
bahwa ulama merupakan karakteristik Islam di Aceh, bahkan saat
itu posisi ulama lebih kuat dari pemimpin politik di masyarakat.
3
Di era modern seperti sekarang ini, ulama tidak hanya
bergelut dalam hal keagamaan saja tetapi juga tetapi juga dalam
banyak bidang, ada yang bergabung di organisasi keagamaan seperti
Nahdhatul Ulama (NU), Muhammadiyah, organisasi keulamaan
seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), gabungan para intelektual
baik praktisi dan akademisi di segala bidang seperti Ikatan
Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) organisasi kepemudaan
seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Pelajar
Indonesia (PII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI) dan ada juga yang menjadi akademisi diberbagai institusi
pendidikan baik swasta ataupun milik pemerintah salah satunya
adalah Universitas Islam Negeri (UIN) atau Institut Agama Islam
Negeri (IAIN).
Adanya keterlibatan ulama pada beberapa organisasi
tadi menyebabkan seorang ulama dituntut untuk memiliki
kapasitas keilmuan dan wawasan yang luas, salah satunya adalah
pengetahuan tentang keorganisasian, manajemen, serta melakukan
musyarawah untuk memecahkan suatu masalah, sehingga mereka
bisa memberikan kontribusi bagi pengembangan masyarakat dalam
mengeluarkan fatwa-fatwa terutama jika ada hal-hal baru yang
belum ada dasar hukumnya.
Berkembangnya perbankan syariah yang merupakan hal baru
dalam sistem perekonomian global merupakan salah satu bukti
keterlibatan ulama dalam bidang ekonomi. Salah satu peran penting
2
Erawadi, Tradisi, Wacana dan Dinamika Intelektual Islam Aceh Abad
XVIII-XIX, disertasi tidak dipublikasikan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2009, 140.
3
Yasir Yusuf, The Consultative Council of Aceh Ulama: History and
Role in the Aceh Society, http://www.acehinstitute.org/article, (Di akses tang-
gal 24 April 2009).
2
3
ulama dalam sistem keuangan Islam adalah sebagai Dewan Syariah
Nasional (DSN), dimana Dewan Syariah Nasional (DSN) berperan
dalam mensahkan produk-produk perbankan syariah, mereka juga
memiliki wewenang untuk menciptakan dasar hukum dan fatwa-
fatwa terhadap produk-produk perbankan syariah.
Selain sebagai Dewan Syariah Nasional (DSN), ulama juga
berperan sebagai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berwenang
untuk memberikan pengawasan terhadap perbankan syariah agar
tidak keluar dari prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu Dewan
Syariah Nasional (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
adalah individu-individu yang memiliki pemahaman agama yang
bagus khususnya fqh muamalah.
Secara struktural setiap lembaga keuangan syariah harus
memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS), termasuk perbankan
syariah. Dewan Pengawas Syariah (DPS) biasanya menempati
posisi setingkat Dewan Komisaris pada setiap bank. Hal ini untuk
menjamin efektivitas dari setiap opini yang di berikan oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS). Karena itu, biasanya penetapan anggota
Dewan Pengawas Syariah ditentukan oleh Rapat Umum Pemegang
Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat
rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional (DSN).
4
Berdasarkan hal tersebut di atas, sudah terlihat peran ulama
dalam perbankan syariah terutama dalam hal mengeluarkan
regulasi atau fatwa-fatwa serta adanya pengawasan terhadap
produk-produk perbankan syariah namun partisipasi ulama dalam
mensosialisasikan perbankan syariah kepada masyarakat dinilai
masih belum maksimal. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Bank Indonesia tentang Potensi, Preferensi dan
Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa yang
membuktikan bahwa masyarakat Jawa Barat dan Jawa Timur
memilih bank syariah karena kualitas pelayanan dan kedekatan
4
Muhammad Syafi Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakar-
ta: Gema Insani Press, 2001), 30-31.
4
5
lokasi bank dari pusat kegiatan, sedangkan faktor pertimbangan
keagamaan (yaitu masalah halal/haram) bukanlah menjadi faktor
penting dalam mempengaruhi kecenderungan menggunakan jasa
bank syariah.
5
Fenomena di atas juga terjadi di negara Muslim lainnya
seperti Jordania dan Malaysia. Di Jordania menunjukkan bahwa
dalam pertimbangan motivasi pemilihan bank, motivasi agama
tidak muncul sebagai kriteria utama dalam pemilihan terhadap
bank Islam, mereka lebih termotivasi oleh proft yang diperoleh.
6

Sedangkan di Malaysia menunjukkan bahwa 40 % muslim
Malaysia memilih bank Islam karena faktor Agama, sehingga
mereka mempertahankan rekening di Bank Syariah. Sedangkan 60
% mempertimbangkan faktor-faktor kecepatan transaksi, kualitas
jasa, keramahan staff, service excellence.
7
Di Aceh, perbankan syariah telah ada sejak tahun sembilan
puluhan diawali dengan lahirnya BPRS Hareukat pada tanggal
11 November 1991. Sehingga dari tahun 2005 sampai 2011
pertumbuhan perbankan syariah di Aceh meningkat seratus persen
5
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan -Bank Indonesia ten-
tang RingkasanPokok-Pokok Hasil Penelitian Potensi, Preferensi dan Perila-
kuMasyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa (Jakarta: Bank Indonesia,
2000), baca juga hasil penelitian Bank Indonesia dan Pusat Penelitian Kajian
Pembangunan Lembaga Penelitian Universitas Diponegoro, tentang Potensi,
Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Ten-
gah dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Semarang: Bank Indonesia, 2000) li-
hat juga hasil penelitian Bank Indonesia danLembaga Penelitian IPB tentang
Potensi, Preferensi dan PerilakuMasyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau
Jawa Barat (Bogor: Bank Indonesia, 2000), dan bandingkan pula dengan ha-
sil penelitian Bank Indonesia dan Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya tentang Potensi, Preferensi dan Peri-
laku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Timur (Malang: Bank
Indonesia, 2000).
6
Kamal Naser, at.al, Islamic Banking: a Study of Costumer Satisfaction
and Preference in Jordan (Wales UM. MBC University Press, 1999), p. 145
7
Sudin Haron, Noraffah Ahmad and Sandra L. Planisek. 1994. Bank
Patronage factors of Muslim and Non-Muslim Customers. The International
Journal of Bank Marketing, 1994
4
5
dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
8
Sosialisasi perbankan syariah terus dilakukan oleh semua
pihak terutama pemerintah, pihak perbankan, akademi dan
khususnya ulama, meskipun pada saat yang bersamaan perbankan
konvensional juga masih tetap eksis. Selama ini kedudukan ulama
ditengah-tengah masyarakat masih tetap dibutuhkan, khususnya
dalam memajukan masyarakat itu sendiri, sesuai dengan tuntutan
flsafat pancasila.
9
Salah satu peran mereka dalam memajukan
ekonomi Islam dan mengimplementasikan syariah Islam dalam
bidang ekonomi di Aceh khususnya adalah hadirnya mereka dalam
dunia perbankan.
Dengan melihat realita diatas, penelitian ini lebih
memfokuskan pada bagaimana sikap masyarakat terhadap ulama
dan perbankan syariah serta peran apa yang telah dilakukan ulama
dalam mempengaruhi masyarakat untuk melakukan transaksi pada
perbankan syariah sehingga akan mempengaruhi pilihan atau
preferensi mereka kepada perbankan syariah di Aceh.
Ada beberapa kajian yang dibahas dalam buku ini atau yang
berhubungan dengan peran ulama dan preferensi masyarakat
terhadap bank syariah, yaitu: pertama, dilihat dari aspek sejarah
ditemukan adanya pergeseran peran ulama di dalam masyarakat,
dulunya tidak hanya menjadi informal leader tetapi juga formal
leader. Jadi di antara masalah yang muncul adalah posisi mereka
di dalam pemerintahan dan masyarakat serta lembaga lainnya
seperti perbankan syariah hanya menjadi penasehat saja, mereka
tidak punya kewenangan untuk bertindak.
Kedua, ditinjau dari aspek sosiologi ditemukan adanya
8
Memasuki tahun 2005, disamping bertambahnya BPRS dan Baitul
Qiradh, sudah ada 5 bank besar yang mengelola perbankan syariah di Aceh,
yaitu, Bank Syariah Mandiri, Bank BPD Aceh Syariah, Bank Muamalat Indone-
sia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah dan Bank Danamon Syariah. Sekarang
sudah ada 10 perbankan syariah di Aceh, itu belum termasuk Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) dan Bait al-Qiradh.
9
Rasul Hamidy and others, Kharisma Ulama Aceh Dalam Persepsi
Masyarakat Aceh; Laporan penelitian (Banda Aceh: Lembaga Research & Sur-
vey, IAIN Jamiah Ar-Raniry Darussalam, 1981/1982), 76-78.
6
7
interaksi simbolik antara ulama dan masyarakat yang tidak konsisten.
Selama ini menghormati seorang yang berilmu pengetahuan apalagi
seorang ulama sudah menjadi sebuah tradisi atau adat di Aceh,
sehingga ketika muncul pertanyaan mengenai sikap masyarakat
terhadap ulama misalanya, keseluruhan jawaban menunjukkan
hal yang positif, artinya peran ulama di dalam masyarakat masih
diharapkan. Dalam prakteknya hal tersebut berbeda ketika pada
umumnya motivasi masyarakat dalam melakukan berbagai
hal tidak didasarkan dari nasehat ulama. Masyarakat sekarang
menjadikan ulama hanya tempat bertanya, tetapi keputusan akhir
ada pada mereka sendiri. Artinya apabila pendapat ulama tersebut
menguntungkan pihak mereka, maka akan diikuti, tetapi jika
merugikan, maka akan ditolak. Jika dikaitkan dengan perbankan
syariah, pada hakikatnya masyarakat memiliki persepsi yang
positif terhadap bank syariah dan performanya dianggap lebih baik
dari bank konvensional, akan tetapi faktanya menunjukkan bahwa
mereka juga masih mengandalkan perbankan konvensional.
Pengkategorian ulama yang dimaksudkan dalam buku ini
adalah seorang ulama yang intelek yang sejalan dengan pendapatnya
Edward W. Said yang mengatakan bahwa intelektual adalah individu
yang dikaruniai bakat untuk merepresentasikan, mengekspresikan
dan mengaktualisasikan pesan, pandangan, sikap, flosof dan
pendapatnya kepada publik.
10
Sejalan dengan Said, Azra juga mengatakan bahwa intelektual
tidak hanya bisa berasal dari lulusan universitas, bisa saja berasal
dari sekolah rendah ataupun pendidikan tradional seperti di pondok
pesantren atau dayah di Aceh yang mampu mengembangkan
pikiran dan keprihatinan otodidak seperti Ulama, flsuf, seniman
dan lain-lain. Artinya mereka mampu untuk berpikir dan memahami
fenomena yang ada disekitarnya serta mengkorelasikan fenomena
tersebut dengan fenomena lainnya, sehingga pada akhirnya mampu
merumuskan kesimpulan yang dapat dikomunikasikan kepada
10
Edward W. Said, Peran Intelektual (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
1998), 7.
6
7
orang lain dalam bahasa mudah dipahami.
11
Agar mudah dipahami dan diterima di dalam masyarakat,
mereka harus menguasai seni bicara, seperti yang diungkapkan Said
bahwa seorang intelektual itu tahu betul apa yang boleh dikatakan
dan tidak boleh dikatakan, sehingga tidak begitu terlihat sebagai
oposisi terhadap pemerintah.
12

B. Kajian Pendapat Para Ahli
Sehubungan dengan penelitian ini, banyak sarjana
mengabdikan diri mereka untuk melakukan penelitian yang
berhubungan antara elit agama dan masyarakat, diantaranya A.
Hasjmy dalam Ulama Aceh Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan
Pembangunan Tamaddun Bangsa (Jakarta: Bulan Bintang, 1997)
13
,
Yusny Saby, dalam Islam and Social Change: The Role of Ulama
in Achenese Society, disertasi tidak diterbitkan oleh Temple
University, 1995
14
, Sri Suyanta dalam Pola Hubungan Ulama
dan Umara (Kajian Pasang Surut Peran Ulama Aceh), disertasi
tidak diterbitkan oleh UIN Syarif Hidayatullah, 2005
15
, Muliadi
Kurdi (editor) dalam buku Ulama Aceh Dalam Melahirkan Human
Resource Di Aceh (Banda Aceh: Yayasan Aceh Mandiri, 2010)
16

dan lainnya. Selain itu ada berbagai buku, jurnal, majalah dan
argumen mengenai kedekatan antara elit agama dan masyarakat.
Namun, ketika membahas tentang isu-isu, khususnya elit agama dan
perbankan syariah hanya ada beberapa referensi yang membahas
11
Azyumardi Azra, Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam (Ja-
karta: PT Logos Wacana Ilmu, 1998), 34.
12
Edward W. Said, Peran Intelektual, x.
13
A. Hasjmy, Ulama Aceh Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan Pemban-
gunan Tamaddun Bangsa (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1997).
14
Yusny Saby, dalam Islam and Social Change: The Role of Ulama in
Achenese Society, disertasi tidak diterbitkan ( Temple University, 1995).
15
Sri Suyanta dalam Pola Hubungan Ulama dan Umara (Kajian Pasang
Surut Peran Ulama Aceh), disertasi tidak diterbitkan (Jakarta: UIN Syarif Hi-
dayatullah, 2005.
16
Muliadi Kurdi (editor), Ulama Aceh Dalam Melahirkan Human Re-
source Di Aceh, (Banda Aceh: Yayasan Aceh Mandiri, 2010).
8
9
secara khusus mengenai hal ini.
Untuk membuktikan bahwa fenomena ini layak untuk diteliti
dan diuji kebenarannya, maka penelitian ini diperkuat dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi. Alasan pengambilan
pendekatan ini karena adanya perubahan sosial di dalam masyarakat
seperti modernisasi, transformasi dan lain sebagainya, sehingga
setiap perubahan tersebut harus diamati.
Untuk melihat sejauh mana kedekatan antara ulama dan
masyarakat, maka penelitian ini mencoba menterjemahkannya
dengan memakai teori sosial seperti interaksionisme simbolik.
Pada penelitian ini lebih difokuskan pada teori interaksionisme
simbolik milik Herbert Blummer
17
yang dikembangkan berdasarkan
tiga premis, yaitu: bahwa (1) manusia bertindak terhadap sesuatu
berdasarkan makna yang ada pada sesuatu itu bagi mereka, (2)
makna tersebut berasal atau muncul dari interaksi sosial seseorang
dengan orang lain, dan (3) makna tersebut disempurnakan melalui
proses penafsiran pada saat proses interaksi sosial berlangsung
17
Blumer lahir 7 Maret 1900 di St Louis, Missouri. Dia tinggal di sana
bersama orang tuanya dan kuliah di University of Missouri 1918-1922. Setelah
lulus, dia mendapatkan posisi mengajar di sana, tetapi pada tahun 1925 ia pindah
ke Universitas Chicago di mana dia sangat dipengaruhi oleh sosiolog George
Herbert Mead, WI Thomas, dan Robert Park. Setelah menyelesaikan gelar dok-
tornya pada 1928, ia menerima posisi mengajar di Universitas Chicago, di mana
dia melanjutkan penelitian sendiri dan karya Mead. Blumer adalah bendahara
sekretaris dari American Association sosiologis 1930-1935, dan editor American
Journal of Sosiologi 1941-1952. Pada tahun 1952, ia pindah dari University of
Chicago, dan memimpin dan mengembangkan yang baru terbentuk Departemen
Sosiologi di University of California, Berkeley. Pada tahun 1952, ia menjadi
presiden Amerika sosiologis Association, dan ia menerima asosiasi penghargaan
untuk Distinguished Karir Beasiswa pada tahun 1983. Herbert Blumer meninggal
pada 13 April 1987. Herbert Blumer dikenal sebagai seorang sosiolog Amerika.
Melanjutkan karya George Herbert Mead, ia dinamai dan mengembangkan topik
interaksionisme simbolik. Kepentingan utama Blumer adalah riset termasuk me-
tode empiris dan pengamatan budaya populer. Dia percaya bahwa introspeksi
simpatik dan observasi partisipan lebih penting daripada pendekatan ilmiah ke-
tika itu datang untuk memeriksa interaksionisme simbolis
8
9
(Blumer 1986).
18
Dengan kata lain, interaksi simbolik mengacu
pada interaksi tertentu yang terjadi antara orang-orang. Artinya
individu tidak hanya bertindak atas keinginan dirinya sendiri, tetapi
juga menafsirkan dan mendefnisikan setiap tindakan orang lain.
Alasan penggunaan teori ini karena secara historis, elit agama
dikenal sebagai tokoh dan simbol sosial yang bisa menawarkan
nilai-nilai spiritual, moral dan sosial secara efektif dalam suatu
masyarakat yang memiliki akar dalam tradisi agama yang kuat
(masyarakat agama). Ulama memiliki pengaruh yang sangat kuat
didalam masyarakat. Mereka merupakan rujukan atau referensi
bagi masyarakat dalam memutuskan masalah. Oleh karena itu, teori
interaksionisme simbolik dalam konteks penelitian ini, diasumsikan
sebagai perspektif yang cukup tepat dan relevan dalam mencermati
status elit agama dalam masyarakat.
Terkait dengan hal di atas Muhammad Qasim Zaman dalam
bukunya yang berjudul The Ulama in Contemporary Islam:
Custodians of Change mengatakan bahwa: dalam dekade terakhir
ini, Ulama telah berhasil memberikan efek kepada masyarakat
dan secara aktif terlibat dalam religiopolitical Islam sehingga
lembaga-lembaga pendidikan Islam dan lainnya berkembang
pesat.
19
Referensi lain adalah buku yang ditulis oleh Atho Mudzhar
yang berjudul Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah
Studi tentang pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988
membuktikan bahwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) selaku
lembaga independen yang diakui pemerintah memiliki kewenangan
untuk mengeluarkan fatwa baik dari lingkungan sosio-budaya
maupun sosio-politik.
20
Sejalan dengan Mudzhar, sebuah tesis
berjudul Ulama and State; A Study of the Socio-Political Role of
18
Geore Ritzer and Douglas J.Goodman, Modern Sosiological Theory,
translated by Alimandan (Jakarta: Kencana, 2004), 266.
19
Muhammad Qasim Zaman, The Ulama in Contemporary Islam: Custo-
dians of Change (New Jersey: Princeton University Press, 2002), 2.
20
M. Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah
Study tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988 (Jakarta: INIS,
1993), 260.
10
11
the Council of Indonesian Ulama (MUI) 2001-2006 oleh Firdaus
Wajdi. Dia berpendapat bahwa, fatwa MUI memiliki peran untuk
menghubungkan kepentingan masyarakat Islam dan pemerintah.
Masyarakat Islam masih merasa perlu untuk adanya MUI, terutama
dalam hal mengeluarkan fatwa dan memberikan nasihat, sedangkan
pemerintah merasa perlu adanya peran yang lebih dari MUI dalam
hal menjembatani Ulama dan pemerintah dan juga menjembatani
berbagai ulama dan komunitas Islam untuk menjaga perdamaian
dalam pembangunan Indonesia.
21
Menurut Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic
and the Spirit of Capitalism (1904-5) menggambarkan hubungan
erat antara (ajaran) agama dan etika, atau antara penerapan ajaran
agama dengan pembangunan ekonomi. Weber mulai dengan analisis
ajaran agama Kristen Protestan, dan menjelang akhir hidupnya
juga dibahas tentang (sosiologi) di Cina (1915 Konfusianisme dan
Taoisme), India (1916, Hindu dan Buddha), dan Yudaisme (1917
). Sejalan dengan Weber, Paul Samuelson mengatakan bahwa
kemampuan ilmu-ilmu ekonomi neoclassic mendominasi pada
pemikiran ekonomi dunia dicapai karena metode agama. Jadi,
Ulama sebagai pemimpin agama harus memiliki pengaruh yang
cukup besar kepada masyarakat untuk meningkatkan kegiatan
ekonomi dalam hidup mereka.
Teori ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Ari Kamayanti dan Parwita Setya W dalam Persepsi Nasabah
dalam Memilih Bank Konvensional dan Bank Syariah di Sidoarjo.
Mereka membuktikan bahwa masyarakat di Sidoarjo Jawa Timur
memilih bank syariah karena berdasarkan persepsi mereka tentang
layanan bank dan pengetahuan agama mereka atau dipengaruhi
oleh Ulama.
Adanya perbedaan pandangan di antara ulama mengenai
pendapat mereka tentang boleh dan tidaknya bertransaksi di bank
konvensional atau halal atau haramkah bunga bank, ternyata
21
Firdaus Wajdi, Ulama and State; A Study of The Socio-Political Role
Of The Council of Indonesian Ulama (MUI) 2001-2006, Tesis tidak dipublikasi-
kan di Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007, 110
10
11
memberi pengaruh terhadap preferensi masyarakat kepada bank
konvensional dan bank syariah. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Bank Indonesia pada Potensi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat terhadap Perbankan Syariah di Sumatera Selatan
yang menunjukkan bahwa perbedaan pandangan antara MUI dan
Ulama setempat memberikan dampak bagi komunitas, meskipun
kepatuhan terhadap ulama tersebut tidaklah mutlak.
22
Lebih lanjut berbeda dengan hal di atas, Penelitian yang
dilakukan oleh Ari Kuncara Widagdo dan Siti Rochmah Ika tentang
The Interest Prohibition and Financial Performance of Islamic
Banks: Indonesian Evidence menunjukkan bahwa, secara umum,
perbandingan kinerja keuangan bank syariah pada periode sebelum
dan sesudah fatwa tidak berbeda secara statistik, baik kinerja
bank konvensional ataupun bank syariah. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kinerja keuangan bank syariah di Indonesia
tidak begitu berdampak dengan fatwa yang dikeluarkan oleh
MUI. Tampaknya hanya indikator ekonomi makro, seperti tingkat
22
Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB Potensi,
Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Sumatera
Selatan, 2004. Data tersebut menggambarkan apa yang diperoleh dari kebijakan
elit pemerintah dan agama yang terlalu lama mengambangkan legalitas bunga
selama ini. Akibatnya, sebagian masyarakat (muslim) sudah sangat terbiasa
dengan bunga dan tidak kritis lagi melihat kelemahan-kelemahan bunga secara
ideologis. Mengintroduksikan sikap baru, bahwa bunga adalah haram sebagai
mana fatwa MUI pada bulan Desember 2003, ternyata tidak langsung mampu
merubah konfgurasi persepsi dan perilaku masyarakat muslim yang sudah agak
baku selama ini. Dari penelitian ini juga terungkap, bahwa meskipun 60,0 persen
menyatakan mendukung terhadap prinsip fatwa tersebut, namun 78,6 persen re-
sponden belum melakukan tindakan apa-apa, dan hanya 28,0 persen yang be-
rencana untuk membuka rekening di bank syariah, dan 24,6 persen berencana
untuk mengalihkan ke rekening bank syariah. Informasi ini menyiratkan bahwa
kepatuhan ummat terhadap ulama di Indonesia tidaklah mutlak. Atau, mung-
kin saja kepatuhan tersebut tidaklah semata-mata kepada institusi Majelis Ulama
Indonesia (MUI) saja. Mungkin institusi keulamaan lokal juga merupakan ref-
erensi yang lebih diakui masyarakat tertentu di tambah lagi para kyai, ustadz
dan ulama belum siap untuk menjelaskan kepada masyarakat , karena umumnya
mereka belum memiliki pengetahuan terhadap analisis ekonomi tersebut.
12
13
suku bunga, yang dapat mempengaruhi kinerja bank syariah di
Indonesia.
23
Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Gerard dan Cunningham berjudul Islamic Banking: A Study
in Singapore,
24
peneliti lain yang dilakukan oleh Haron dan Ahmad
dalam tulisan mereka The Effects of Conventional Interest Rates
and Rate of Proft on Funds Deposited with Islamic Banking System
in Malaysia,
25
bahkan ada juga sebuah penelitian yang dilakukan
oleh Ghafur, tentang The Effect of Proft Sharing, Interest Rate,
and Income on Mudaraba Deposits: Case Study of Bank Muamalat
Indonesia yang menunjukkan motivasi deposan dari bank syariah
adalah pengembalian uang.
26
Bukti lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Bank
Indonesia tentang Potensi, Preferensi dan Masyarakat Perilaku
terhadap Perbankan Syariah di Jawa yang membuktikan bahwa
Jawa Barat dan Jawa Timur memilih bank syariah karena kualitas
pelayanan dan kedekatan dengan lokasi pusat kegiatan bank,
sedangkan faktor pertimbangan keagamaan (yaitu masalah
dilarang / diperbolehkan) bukan merupakan faktor yang signifkan
dalam mempengaruhi kecenderungan masyarakat menggunakan
perbankan Syariah.
Dari temuan diatas membuktikan bahwa hubungan antara
ulama dan masyarakat dalam memberikan motivasi dalam kegiatan
23
Ari Kuncara Widagdo dan Siti Rochmah Ika, The Interest Prohibition
and Financial Performance of Islamic Banks: Indonesian Evidence Internation-
al Business Research, Volume 1 Issue 3 ,2008, 98. Di akses dari http://journal.
ccsenet.org/journal.html, Tanggal 10 Agustus 2009.
24
Gerard, P. dan J. Barton Cunningham, Islamic Banking: A Study in
Singapore, The International Journal of Bank Marketing, 15 (6), 1997, 204-
216.
25
Sudin Haron, Noraffah Ahmad and Sandra L. Planisek, Bank Patron-
age Factors of Muslim and Non-Muslim Customers, The International Journal
of Bank Marketing, 1994, 12 (1).
26
M. Ghafur, The Effect of Proft Sharing, Interest Rate, and Income
on Mudaraba Deposits: Case Study of Bank Muamalat Indonesia, Journal of
Islamic Economics Muamalah, , Volume 1 Issue 1, 2003, 7.
12
13
perbankan mempunyai pengaruh yang tidak signifkan. Meskipun
selama ini ulama telah menjadi rujukan utama dalam masalah
ibadah atau kehidupan keagamaan seperti ritual agama dan lain
sebagainya, tetapi masalah ekonomi, mereka tidak memberikan
efek apa-apa, faktanya mereka diabaikan oleh masyarakat.
Berbeda dengan temuan di atas yang yang dilakukan
sebelumnya oleh Metawa dan Almossawi, penelitian mereka
yang berjudul Banking Behavior of Islamic Bank Customers:
Perspectives and Implications, dalam The International Journal of
Bank Marketing.
27
Naser dalam tulisannya yang berjudul Islamic
Banking: a Study of customer Satisfaction and Preference in
Jordan,
28
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan dan
Abdullah Ibneyy shahid, dalam Banking Behavior of Islamic Bank
Customers in Bangladesh yang diterbitkan oleh Journal of Islamic
Economics, Banking and Finance,
29
Mehboob ul Hassan yang berjudul
Peoples Perceptions towards the Islamic Banking : A Fieldwork
Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan,
30
Delta
Khoirunissa yang berjudul Consumers Preference toward Islamic
Banking (Case Study in Bank Muamalat Indonesia and Bank BNI
Syariah) dalam Journal Of Islamic Economics ,
31
Ari Kamayanti
27
Metawa, SA dan Mohammed Almossawi, Banking Behavior of Islam-
ic Bank Customers: Perspectives and Implications , The International Journal
of Bank Marketing, 16 (7), 1998, 299-313.
28
Kamal Naser, at. al, Islamic Banking: a Study of Costumer Satisfac-
tion and Preference in Jordan, The International Journal of Bank Marketing, 17
(3),1999, 135 151.
29
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan and Abdullah Ibneyy
shahid, Banking Behavior of Islamic Bank Customers in Bangladesh, Journal
of Islamic Economics, Banking and Finance, Volume 3 Issue 3, 2007, 171. http://
www.ibtra.com/pdf/journal/v3_n2_article5.pdf. (Di akses tanggal 1 September
2011).
30
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic Bank-
ing : A Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan,
Oikonomika, Volume 43 Issue 3,4, 2007, 164. http://www.econ.nagoya-cu.
ac.jp/~oikono/oikono/vol47_34/pdf/vol43_34/09_hassan.pdf. (Di akses tanggal
16 November 2010).
31
Delta Khoirunissa, Consumers Preference toward Islamic Banking
(Case Study in Bank Muamalat Indonesia and Bank BNI Syariah), Journal Of
14
15
dan Parwita Setya W yang berjudul The Interest Prohibition and
Financial Performance of Islamic Banks: Indonesian Evidence
dalam International Business Research,
32
Aiyub yang berjudul
Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Keinginan Menabung
Dan Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Nanggroe
Aceh Darussalam dalam Jurnal E-Mabis Fe-Unimal,
33
serta Bank
Indonesia dan UNDIP yang menemukan bahwa bukan hanya faktor
ekonomi, faktor agama juga mempengaruhi preferensi nasabah
terhadap bank syariah. Dari penjelasan diatas membuktikan bahwa
agama atau ulama masih memiliki pengaruh dalam menetapkan
preferensi atau pilihan masyarakat terhadap bank syariah.
E. Metode Pembahasan
Buku ini merupakan hasil penelitian yang dapat dikategorikan
sebagai penelitian kualitatif, maksudnya tidak dinyatakan dalam
bentuk angka-angka. Namun untuk memudahkan proses analisis
datanya dibantu dengan menggunakan Statistical Packages for
the Social Science (SPSS) versi 16. Maka data-data tersebut akan
dilakukan coding (pemberian kode numeric atau kategori pada
masing-masing variabelnya). Hal ini dilakukan agar data tersebut
dapat dikenali oleh SPSS.
Kajian ini dilakukan dengan memadukan antara penelitian
kepustakaan dan lapangan, dimulai dengan mengobservasi peran
ulama terhadap perbankan syariah dan hubungannya dalam
preferensi masyarakat pada perbankan syariah. Data lapangan
diperlukan untuk memperoleh tanggapan dari masyarakat mengenai
sikap masyarakat terhadap ulama dan perbankan syariah yang
telah lama muncul di Aceh dari tahun 1991 yang diawali dengan
Islamic Economics , Volume 4 Issue 2, 2003, 145 168.
32
Ari Kuncara Widagdo dan Siti Rochmah Ika, The Interest Prohibition
and Financial Performance of Islamic Banks: Indonesian Evidence Internation-
al Business Research, Volume 1 Issue 3 ,2008, 98. Di akses dari http://journal.
ccsenet.org/journal.html, Tanggal 10 Agustus 2009.
33
Aiyub, Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Keinginan Menabung
Dan Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Nanggroe Aceh Darus-
salam, Jurnal E-Mabis Fe-Unimal, Volume 8 Issue 1,2007, 1-17.
14
15
berdirinya BPRS Hareukat dan Bank Umum Syariah (BUS) seperti
Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat Indonesia dan juga beberapa
Bank Umum Syariah (BUS) lainnya serta Unit Usaha Syariah
(UUS) yang ada sampai sekarang. Hasilnya penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan mempertimbangkan data kuantitatif
untuk memperkuat analisis.
Pembhasan dalam buku ini lebih bersifat deskriptif
eksploratif dan deskriptif analisis. Kajian eksploratif bertujuan
untuk menggambarkan keadaan atau status fenomena
34
dengan
sebuah kebenaran bahwa masyarakat pada umumnya lebih
berorientasi pada keuntungan (proft) materi daripada kepatuhan
terhadap elit agama. Analisis yang dilakukan mengarah kepada
kegiatan masyarakat Aceh pada perbankan syariah di Nanggroe
Aceh Darussalam dan menghubungkannya dengan peran ulama,
khususnya kontribusi mereka dalam mensosialisasikan ekonomi
Islam kepada masyarakat.
Adapun yang menjadi obyek kajian dalam buku ini difokuskan
di kota Banda Aceh, hal ini didasarkan pada pertimbangan
sebagai berikut: Pertama, Aceh merupakan satu-satunya provinsi
yang pertama menerapkan Syariat Islam. Kedua, Banda Aceh
merupakan pusat perdagangan dan area tersebut banyak ditempati
oleh ulama. Ketiga, akses ke beberapa lembaga perbankan syariah
cukup dekat dan terdapat banyak perbankan syariah, sehingga
orang lebih mudah untuk transaksi Keempat, intelektual muslim
memiliki hubungan langsung dengan masyarakat melalui kegiatan
organisasi, pendidikan formal maupun non-formal dan pengajian-
pengajian. Kelima, Perbankan syariah dan perbankan konvensional
baik swasta ataupun milik pemerintah yang beroperasi di wilayah
Banda Aceh memiliki berbagai variasi nasabah dan bank syariah
tersebut cukup dikenal atau sangat familiar di masyarakat yang
berlokasi di pusat kota.
Sehubungan dengan kajian ini, ada empat institusi perbankan
34
Suharsimin Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, edisi XI , 1998), 244-246.
16
17
syariah yang ada di Banda Aceh yang menjadi fokus penelitian,
diantaranya; PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI), PT. Bank
Permata Syariah, PT. Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT. Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Aceh Syariah. Alasan diambil hanya
pada empat bank tersebut karena penulis menganggap bahwa empat
bank tersebut sudah bisa mewakili sebagian besar nasabah yang
ada di Kota Banda Aceh. Selain itu empat bank syariah tersebut
merupakan bank yang di kenal oleh masyarakat, seperti Bank
Muamalat Indonesia adalah bank syariah yang pertama kali ada di
Aceh yang murni syariah, artinya status bank tersebut bukan bank
merger dan konversi dari bank konvensional, kemudian diikuti oleh
pendirian Bank Syariah Mandiri. Baru beberapa tahun terakhir
ini Pemda NAD selaku pemilik utama bank BPD membuka unit
syariah yaitu Bank Pembanguna Daerah (BPD) Aceh Syariah
35
yang
tentu saja perkembangannya lebih cepat dari bank syariah yang
lain karena bank tersebut adalah milik Pemerintah Daerah Aceh.
Lalu tiga tahun lalu bank Permata yang merupakan bank milik
swasta juga membuka kantor cabang syariah di Aceh. Walaupun
bank permata syariah ini baru berdiri, akan tetapi jika dilihat dari
performace bank permata sendiri adalah bank yang cukup dikenal
dan mereka menawarkan begitu banyak kemudahan pelayanan.
35
Berdasarkan surat Bank Indonesia No. 6/4/DPbs/Bna Tanggal 19 Oktober 2004 Bank BPD Aceh Syariah mulai
hadir di tengah-tengah masyarakat pada tanggal 5 Nopember 2004 (soft opening) sedangkan peresmiannya (grant opening)
dilakukan pada Tanggal 6 Desember 2004. Musibah Gempa dan Gelombang Tsunami Tanggal 26 Desember 2004, merupakan
ujian yang sangat berat yang dihadapai Bank BPD Aceh Syariah. Betapa tidak, baru 20 hari diresmikan dimana sedang giat-
giatnya dilakukan pelayanan optimal terhadap nasabah, musibah itu datang yang menyebabkan meninggal dan hilangnya
karyawan serta nasabah yang dengan mereka sudah dijalin hubungan yang cukup baik. Kondisi tersebut juga menyebabkan
ekspansi pembiayaan yang sudah dibina, baik dengan instansi-instansi pemerintah maupun swasta terhenti total. Sesuai
komitmen Direksi Bank BPD Aceh, Bank BPD Aceh Syariah pasca tsunami kembali beroperasi pada Tanggal 3 Januari 2005,
sehubungan dengan rusaknya kantor Yang beralamat di Jalan Tentara Pelajar No.199-201, Merduati, Banda Aceh, maka Bank
BPD Aceh Syariah membuka kantor sementara di Kantor Pusat Bank BPD Aceh, tepatnya Bagian Pemberdayaan Ekonomi
Rakyat (PER) Bank BPD Aceh Kantor Pusat Operasional. Dan mengingat situasi dan kondisi masyarakat saat itu kegiatan yang
dilakukan hanya berupa menyelamatkan beberapa asset yang mungkin untuk diselamatkan, melakukan identifkasi data-
data nasabah yang masih hidup dan telah meninggal, serta melayani pembayaran tabungan kepada nasabah yang umumnya
dilakukan oleh ahli waris nasabah. Melihat kondisi yang sudah tidak memungkinkan lagi serta untuk mempertahankan ke-
beradaannya, maka pada Tanggal 21 Februari 2005, operasional Bank BPD Aceh Syariah dipindahkan ke Jalan Mata Ie No. 17A,
Keutapang Dua, Darul Imarah, Aceh Besar. Di alamat inilah Bank BPD Aceh Syariah mulai beraktiftas kembali, walaupun
dengan kondisi kantor jauh dari pusat kota. Alhamdulillah dengan bantuan semua pihak serta semangat Sumber Daya Insani-
nya, penghimpunan dana masyarakat dan pemasaran pembiayaan terus dipacu, sehingga sampai saat ini sudah terjalin relasi
dengan berbagai instansi pemerintah dan swasta di Banda Aceh dan Aceh Besar. http://bankaceh.co.id/syariah.php
16
17
BAB II
ULAMA DAN PREFERENSI
NASABAH BANK SYARIAH
D
alam bab ini akan dijelaskan apa saja faktor yang dapat
mempengaruhi preferensi nasabah terhadap bank syariah.
Dalam tesis ini telah ditemukan bahwa ada dua faktor dominan yang
mempengaruhi perefensi nasabah yaitu faktor ekonomi dan sosial
(agama). Dengan kata lain masyarakat tidak hanya mengedepankan
rasionalitas ekonomi, tetapi juga emosional keagamaan mereka
dalam memilih bank syariah.
A. Rasionalitas Ekonomi Dan Preferensi Nasabah Bank
Syariah
1. Rasionalitas Ekonomi
Perubahan sosial atau transformasi dalam masyarakat dari
masyarakat tradisional atau pramodern kepada masyarakat modern,
menyebabkan pola interaksi dan komunikasi juga akan berubah
sesuai dengan realitas abad ke-21. Sehingga tingkah laku masyarakat
sekalipun dalam hal ekonomi digantungkan pada asumsi-asumsi
rasionalitas.
Asumsi rasionalitas adalah anggapan bahwa manusia
berperilaku secara rasional (masuk akal), dan tidak akan secara
sengaja membuat keputusan yang akan menjadikan mereka
lebih buruk.
1
Artinya seseorang dikatakan memiliki dimensi
rasional makala bentuk pikiran dan tindakannya logis, terhitung,
1
Roger LeRoy Miller, Economics Today 7
th
(New York: Harper Collins
Publishers, 2001), 6, dikutip dalam Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami
(Jakarta: RajaGrafndo Persada, 2007), 51.
18
19
terukur,teranalisis dengan baik dan melalui penalaran yang tepat.
2
Adiwarman Karim dalam bukunya Ekonomi Mikro Islami
menyebutkan bahwa perilaku rasional mempunyai dua makna,
yaitu pertama: metode, action selected on the basis of reasoned
thought rather than out of habit, prejudice, or emotion (tindakan
yang dipilih berdasarkan pikiran yang beralasan, bukan berdasarkan
kebiasaan, prasangka atau emosi), dan kedua: makna,action that
actually succeeds in achieving desired goals.(tindakan yang benar-
benar dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai).
3
Ada beberapa aksioma yang dikembangkan dalam menentukan
pilihan-pilihan rasional individu:
4
1. Completeness (kelengkapan)
Jika individu dihadapkan dua situasi A dan B maka ia akan
senantiasa dapat menentukan secara pasti salah satu dari ketika
kemungkinan berikut ini: A lebih disukai daripada B, B lebih
disukai daripada A, A dan B sama-sama disukai.
Dalam hal ini individu diasumsikan dapat mengambil keputusan
secara konsekuen dan mengerti akibat dari keputusan tersebut,
asumsi juga mengarah pada kemungkinan bahwa individu lebih
menyukai salah satu dari A dan B.
2. Transitivity
Jika seseorang berpendapat bahwa A lebih disukai daripada B
dan B lebih disukai dari C maka tentu ia akan mengatakan A harus
disukai daripada C. Asumsi ini menyatakan bahwa pilihan individu
bersifat konsisten secara internal.
2
Muhammad Mufih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekono-
mi Islam (Jakarta: PT. RajaGrafndo Persada, 2006), 90.
3
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: PT. RajaGrafndo
Persada, 2007), 51.
4
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Malang: UIN-Ma-
lang Press, 2008), 108. Lihat juga Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islami
(Jakarta: PT. RajaGrafndo Persada, 2007), 52.
18
19
3. Continuity
Jika seseorang menganggap A lebih disukai daripada B maka
situasi yang cocok mendekati A harus juga disukai daripada B.
Begitu pula dengan asumsi dan aksioma dalam Islam, bedanya
adalah terletak pada halal, haram, serta berkah tidaknya barang
yang akan dikonsumsi sehingga individu dihadapkan pada dua
pilihan A dan B maka seorang muslim (orang yang mempunyai
prinsip keislaman) akan memilih barang yang mempunyai tingkat
kehalalan dan keberkahan yang lebih tinggi, walaupun barang yang
lainnya secara fsik lebih disukai. Oleh karenanya dalam Islam
konsumsi dikendalikan lima prinsip yaitu: keadilan kebersihan,
kesederhanaan, kemurahan hati dan moralitas.
5
Said Saad Marthon dalam bukunya Ekonomi Islam; Di
Tengah Krisis Ekonomi Global mengatakan bahwa sepanjang
konsumen dapat berpegang teguh pada aturan dan kaidah syariah
dalam berkonsumsi, maka konsumen tersebut dikatakan mempunyai
rasionalitas (kecerdasan). Lebih jauh ia membandingkan bahwa
konsep rasionalitas yang terdapat dalam ekonomi kontemporer
(konvensional) berbeda dengan konsep rasionalitas ekonomi Islam.
Konsep rasionalitas ekonomi Islam berdasarkan atas nilai-nilai
syariah dan berusaha untuk mengakomodasi kebutuhan materi
dan spiritual demi tegaknya sebuah kemaslahatan. Oleh sebab
itu, ada beberapa aturan yang dapat dijadikan sebagai pegangan
untuk mewujudkan rasionalitas dalam berkonsumsi, diantaranya:
tidak boleh hidup bermewah-mewahan, pelarangan israf, tabdzir,
dan safh, keseimbangan dalam berkonsumsi, serta larangan
berkonsumsi atas barang dan jasa yang membahayakan.
6
Dalam mengambil suatu keputusan yang rasional, manusia
adalah aktor terpenting dalam proses interaksi sosial, mereka tidak
5
Eko Suprayitno, Ekonomi Mikro Perspektif Islam (Malang: UIN-Malang
Press, 2008), 109-110.
6
Said Saad Marthon, Ekonomi Islam; Di Tengah Krisis Ekonomi Global,
Luthf Yansyah (ed) (Jakarta: Zikrul Hikmah, 2007), 75-80.
20
21
hanya bisa mengamati fenomena yang sedang terjadi, tetapi juga
bisa menafsirkan fenomena tersebut. Veithzal Rivai dalam bukunya
Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi menyebutkan bahwa
manusia cenderung bersifat rasional dalam mengambil keputusan
yang cermat sehingga mampu menyesuaikan diri dengan situasi
baru.
7
Sehingga, ketika kita berpikir cukup keras, maka kita
dipandang cukup rasional, dan kita bisa menyelesaikan semua
masalah kita.
8
Dalam membuat keputusan Simon berpandangan bahwa
keputusan yang rasional itu dibatasi oleh tiga hal, pertama, keahlian
seseorang, kedua, nilai dan konsep dari tujuan yang mempengaruhi
keputusan dan ketiga adalah keilmuan seseorang, khususnya
konsekuensi alternatif. Dalam pandangan ini, ide dalam keputusan
termasuk tidak hanya keputusan yang faktual, tetapi juga etika atau
nilai-nilai dari keputusan yang diambil berkaitan dengan pencapaian
maksud and tujuan.
9
Sejalan dengan pandangan di atas, Marthon mengatakan
bahwa perilaku seorang konsumen muslim terkadang tidak rasionalis
dan ekonomis menurut pandangan kapitalisme. Namun tindakan
tersebut justru mendatangkan tingkat utility yang besar dalam
pandangan seorang muslim, seperti membayar zakat, melakukan
infak, membantu fakir miskin mungkin tida akan mempunyai
nilai meteri dalam kehidupan dunia, tetapi dalam syariah hal itu
berdimensi pahala (dalam pandangan Allah) sehingga nilai utility
yang akan didapakan oleh seorang muslim akan sangat besar di
kehidupan akhirat melebihi yang telah ia korbankan.
10
7
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi (Jakarta: Ra-
jaGrafndo Persada, 2006), 153.
8
Herbert A. Simon, Reason in Human Affairs (California: Stanford Uni-
versity Press, 1983), 3.
9
John B. Miner, Organizational behavior 2: Essential theories of process
and structure (New York: M. E. Sharpe, Inc, 2006), 43
10
Said Saad Marthon, Ekonomi Islam; Di Tengah Krisis Ekonomi Glob-
al, Luthf Yansyah (ed) (Jakarta: Zikrul Hikmah, 2007), 83.
20
21
Dari penjelasan di atas dapat dianalisis bahwa rasionalitas
dalam Islam tidak hanya melihat kepada aspek utility semata, tetapi
juga melihat kepada aspek kemashlahatan bagi manusia lainnya.
2. Preferensi Nasabah Bank Syariah
Dalam kamus Oxford
11
kata preferensi berarti lebih
menyukai salah satu alternatif diatas yang lainnya atau orang lain.
Sementara dalam kamus Cambridge
12
dijelaskan bahwa dalam
mempreferensikan sesuatu seseorang memilih karena suka atau
berkeinginan lebih dari yang lain. Dalam Psikologi , preferensi bisa
dipahami sebagai sikap individu terhadap sesuatu objek, biasanya
tercermin dalam proses pengambilan keputusan eksplisit.
13
Dari penjelasan di atas, istilah preferensi dapat diartikan
sebagai suatu sikap suka terhadap sesuatu lebih dari yang lainnya
dan akan terlihat ketika seseorang menetapkan pilihannya. Akan
tetapi berjalannya waktu. Misalnya, trend rumah beberapa tahun
terakhir bergaya eropa dan minimalis, bisa jadi tahun depan kembali
ke bentuk rumah bergaya klasik yang memakai bahan dasar kayu
dan ramah lingkungan. Jadi contoh ini merupakan bukti bahwa
preferensi seseorang terhadap sesuatu tidaklah stabil.
Campbell R. McConnell dan Stanley L. Brue dalam bukunya
Macroeconomics: Principles, Problems, and Policies dikatakan
bahwa pilihan konsumen juga tergantung pada kendala anggaran
atau budget, karenanya teori perilaku konsumen mengasumsikan
bahwa, dengan pendapatan yang terbatas dan satu set harga produk,
konsumen membuat pilihan rasional pada dasar preferensi yang
jelas.
14
11
http://oxforddictionaries.com/defnition/preference?q=preference
12
http://dictionary.cambridge.org/dictionary/ british/preference?q= prefe-
rence
13
S. Lichtenstein & P. Slovic, The construction of preference (New York:
Cambridge University Press, 2006).
14
Campbell R. McConnell and Stanley L. Brue, Macroeconomics: Prin-
ciples, Problems, and Policies, 17/e, (New York: McGraw-Hill, 2008), 132.
22
23
Pada dasarnya persepsi seseorang terhadap sesuatu sangat
berpengaruh ketika seseorang menetapkan preferensinya atau
pilihannya. Oleh karenanya Walgito dalam bukunya Pengantar
Psikologi Umum menjelaskan bahwa persepsi sangat dipengaruhi
beberapa faktor antara lain: faktor situasi, kebutuhan dan keinginan
juga keadaan emosi.
15
Bisa dikatakan bahwa pilihan konsumen sangat tergantung
pada persepsi atau pengetahuan dan perilaku seorang konsumen.
Menurut James F. Engel perilaku konsumen didefnisikan sebagai
tindakantindakan individu yangsecara langsung terlibat dalam
usaha memperoleh dan menggunakan barang barang jasa ekonomi
termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan
menentukan tindakan tindakan tersebut.
16
Sedangkan menurut David L. Loudon dan Albert J. Della
Bitta, perilaku konsumen dapat didefnisikan sebagai proses
pengambilan keputusandan aktivitas individu secara fsik yang
dilibatkan dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan
atau dapat mempergunakan barangbarang dan jasa.
17
Lalu Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf mendefnisikan
perilaku konsumen sebagai tindakantindakan, proses, dan hubungan
sosial yang dilakukan individu, kelompok, dan organisasi dalam
mendapatkan, menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai
suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan dan
sumber sumber lainnya.
18
15
Kotler dikutip dalam buku Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum
(Yogyakarta: Andi Ofset, 2001), 54.
16
James F. Engel, Consumer Behavior (Illinois: The Dryden Press, 1968),
8. Dikutip dari buku A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen
(Bandung: Refka Aditama, 2002), 3.
17
David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta Consumer Behavior: Concept
and Application (New York: McGraw Hill Inc, 1984), 6. Dikutip dari buku A. A.
Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen (Bandung: Refka Aditama,
2002), 3.
18
Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf, Consumer Behavior: Basic
22
23
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya Perilaku
Konsumen menyimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah
tindakantindakan yang dilakukan oleh individu, kelompok
atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan
keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang barang atau
jasa ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.
19
Dari defnisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah suatu proses dalam menetapkan pilihannya
berdasarkan persepsi atau pengetahuan sebelumnya yang ada pada
konsumen yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Menurut Kotler, pilihan atau perilaku konsumen sangat
dipengaruhi oleh empat faktor yaitu:
20
Findings and Management Implications (New york: John Willey & Sons Inc,
1979), 6, dikutip dari A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen
(Bandung: Refka Aditama, 2002), 3.
19
A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen (Bandung: Re-
fka Aditama, 2002), 4.
20
Plilip Kotler, dikutip dari buku Bilson Simamora, Panduan Riset Peri-
laku Konsumen (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008, 7-13.
24
25
1). Kebudayaan
a. Kultur. Kultur adalah faktor penentu paling pokok dari keinginan
dan perilaku seseorang. Makhluk yang lebih rendah umumnya
dituntun oleh naluri. Sedangkan manusia, perilakunya biasanya
dipelajari dari linkungan sekitarnya. Sehingga nilai, persepsi,
preferensi, dan perilaku antara seorang yang tinggal pada
daerah tertentu dapat berbeda dengan orang lain yang berada di
lingkungan yang lain pula.
b. Sub Kultur. Tiap kultur mempunyai subkultur yang lebih kecil.
seperti kelompok kebangsaan, kelompok keagamaan, kelompok
ras dan wilayah geografs.
c. Kelas Sosial. Kelas Sosial adalah susunan yang relative
permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya
mempunyai nilai, minat dan perilaku laku yang sama.
Ketiga faktor ini sering melekat pada nilai-nilai dan proses
pengambilan keputusan.
2). Faktor Sosial
a. Kelompok Rujukan/Referensi. Yaitu kelompok yang merupakan
titik perbandingan atau tatap muka atau tak langsung dalam
pembentukan sikap seseorang.
b. Keluarga. Anggota keluarga pembeli dapat memberikan
pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli.
c. Peran dan Status. Posisi seseorang dalam tiap kelompok dapat
ditentukan dari segi peran dan status. Tiap peran membawa
status yang mencerminkan penghargaan umum oleh masyarakat.
Faktor ini juga sangat menentukan setiap pilihan konsumen.
Ketiga faktor ini merupakan pengaruh luar terhadap keputusan,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
3). Faktor Pribadi
a. Usia dan Tahap Daur/Siklus Hidup. Orang akan mengubah
barang dan jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan mereka.
Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan
24
25
usia.
b. Pekerjaan. Pekerjaan seseorang mempengaruhi barang dan jasa
yang dibelinya.
c. Keadaan Ekonomi. Keadaan ekonomi sangat mempengaruhi
pilihan produk. Maka pemasar harus memperhatikan tingkat
pendapatan, tabungan dan tingkat bunga.
d. Gaya Hidup. Orang yang berasal dari subkultur, kelas sosial
dan pekerjaan yang sama dapat mempunyai gaya hidup
yangberbeda.
e. Kepribadian dan Konsep Diri. Tiap orang mempunyai kepribadian
yang khas dan ini akan mempengaruhi perilaku pembeliannya.
Kepribadian adalah ciri-ciri psikologis yang membedakan setiap
orang sedangkan konsep diri lebih kearah citra diri.
Kelima faktor ini menjelaskan mengapa preferensi sering berubah
sesuai dengan situasi.
4). Faktor Psikologis
a. Motivasi. Motivasi adalah suatu kebutuhan yang cukup kuat
dan mendesak yang mengarahkan seseorang agar dapat mencari
pemuasan terhadap kebutuhan itu.
b. Persepsi. Seseorang akan termotivasi akan siap bereaksi.
Bagaimana orang itu bertindak dipengaruhi oleh persepsi
mengenai situasi. Persepsi menurut Kotler adalah proses dimana
individu memilih, merumuskan, dan menafsirkan masukan
informasi untuk menciptakan sustu gambaran yang berarti
mengenai dunia.
21

c. Belajar. Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku
seseorang yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku
manusia adalah hasil proses belajar.
d. Kepercayaan atau keyakinan dan Sikap. Melalui tindakan dan
21
Plilip Kotler, Marketing Management Analysis, Planning, Imple-
mentation and Control (New Jersey: Prentice Hall, 2000), 179, Lihat juga
Bilson Simamora, Panduan Riset Perilaku Konsumen (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2008, 12.
26
27
proses belajar, orang akan mendapatkan kepercayaan dan sikap
yang kemudian mempengaruhi perilaku pembeli.
Dari penjelasan di atas dapat dianalisa bahwa faktor budaya,
sosial, pribadi dan psikologi dapat berpengaruh terhadap preferensi
atau pilihan seseorang terhadap suatu obyek. Preferensi akan
membentuk sikap konsumen terhadap suatu obyek, yang pada
gilirannya sikap ini seringkali secara langsung akan mempengaruhi
apakah konsumen akan menggunakan atau membeli suatu produk
atau tidak.
Preferensi terhadap bank syariah adalah keinginan atau
kecenderungan seseorang untuk memilih atau tidak memilih
bertransaksi di perbankan syariah. Preferensi nasabah atau
masyarakat dalam memilih bank syariah sangat bervariasi,
karena setiap individu mempunyai keinginan berbeda-beda dalam
menentukan pilihannya.
Selain faktor-faktor perilaku konsumen yang telah dijelaskan
sebelumnya, tingkat preferensi tersebut juga dapat diperoleh
berdasarkan faktor-faktor yang menjadi dasar pertimbangan
pemilihan bank syariah seperti faktor demograf, ekonomi, dan
sosial. Faktor demograf antara lain terdiri dari: tingkat pendidikan,
umur, dan jenis kelamin. Sementara faktor ekonomi antara lain
terdiri dari: tingkat pendapatan keluarga, jenis pekerjaan/usaha, dan
aksesibilitas (transportasi dan komunikasi). Sedangkan faktor sosial
antara lain terdiri dari: kedudukan sosial, agama, dan keterbukaan
terhadap ide.
22
Beberapa penelitian yang telah dilakukan di dalam maupun
di luar negeri mengenai perefensi nasabah bank syariah pada
umumnya menemukan bahwa faktor ekonomi lebih dominan bila
dibandingkan dengan faktor demograf dan faktor sosial. Akan
tetapi ada juga beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa
faktor sosial atau agama lebih dominan daripada faktor ekonomi.
Keseluruhannya dapat di lihat pada tabel berikut ini:
22
Beberapa penelitian baik di dalam maupun luar negeri telah mengguna-
kan ketiga faktor ini untuk melihat preferensi nasabah.
26
27
Tabel 2.1
Penelitian yang dilakukan di luar negeri mengenai
Faktor preferensi nasabah Bank Syariah
Penelitian Tahun Faktor Preferensi
Erol dan El-Bdour
1
1989 Faktor ekonomi
Sudin Haron
2
1994 Faktor ekonomi dan sosial
(agama)
Gerard, P. dan J. Barton
Cunningham
3
1997 Faktor ekonomi
Metawa dan Almossawi
4
1998 Faktor sosial (agama)
Kamal Naser, Ahmad Jamal,
Khalid Al-Khatib
5
1999 Faktor sosial (agama) dan
ekonomi
Sudin Haron and Noraffah
Ahmad
6
2000 Faktor ekonomi
Mohammad Saif Noman
Khan, M. Kabir Hassan and
Abdullah Ibneyy shahid
7
2007 Faktor sosial (agama) dan
demograf
Mehboob ul Hassan
8
2007 Faktor sosial (agama) dan
demograf
Tabel 2.2
Penelitian yang dilakukan di dalam negeri (Indonesia) mengenai
Faktor preferensi Nasabah Bank Syariah
Penelitian Tahun Faktor Preferensi
Bank Indonesia dan UNDIP
9
2000
Faktor ekonomi dan sosial
(agama)
Bank Indonesia dan Institut
Pertanian Bogor
10
2000 Faktor ekonomi
Bank Indonesia dan
Universitas Brawijaya
11
2000
Faktor ekonomi dan
demograf
Delta Khoirunissa
12
2003
Faktor ekonomi dan sosial
(agama)
28
29
M. Ghafur
13
2003 Faktor ekonomi
Bank Indonesia dan Institut
Pertanian Bogor
14
2004 Faktor sosial (agama) dan
demograf
Bank Indonesia dan Institut
Pertanian Bogor
15
2004 Faktor ekonomi
Aiyub
16
2007 Faktor ekonomi dan sosial
(agama)
Ari Kuncara Widagdo dan Siti
Rochmah Ika
17
2008 Faktor ekonomi
Ari Kamayanti dan Parwita
Setya W
18
2008 Faktor sosial (agama) dan
ekonomi
Dari kedua tabel di atas terlihat bahwa faktor ekonomi dan
sosial atau agama dominan mempengaruhi preferensi masyarakat
terhadap bank syariah.
B. Ulama Dan Preferensi Bank Syariah
Keterkaitan antara ulama di dalam bidang ekonomi juga bukan
merupakan hal yang baru, karena proses Islamisasi dulunya juga
melalui aspek ekonomi. Upaya ulama yang datang dari Mekkah dan
Madinah, dalam proses Islamisasi ini awalnya disandang sejalan
dengan perannya sebagai pedagang yang berbasis di wilayah-
wilayah pantai di Melayu Nusantara. Proses Islamisasi dilakukan
tidak hanya kepada masyarakat tetapi kepada raja-raja, dengan
dukungan raja-raja tersebut, kota yang didatangi oleh para ulama
yang berprofesi sebagai pedagang tidak hanya menjadi kota dagang
tetapi menjadi pusat Islam dengan kekuatan politik dan ekonomi.
23
Dengan melihat kembali sejarah yang menerangkan begitu
besarnya peran ulama dalam membentuk serta mempengaruhi pola
pikir dan emosi di dalam masyarakat, sehingga ulama memiliki
peluang besar dalam memainkan perannya sebagai tokoh elit
agama, misalnya dalam fokus penelitian ini adalah ulama dalam
mensosialisasikan perbankan syariah di Aceh khususnya dan
23
Jajat Burhanuddin dan Ahmad Baedowi, Transformasi Otoritas Kea-
gamaan; Pengalaman Islam Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama,
2003), 57.
28
29
apakah pengambilan peran (role taking) yang mereka lakukan
selama ini melalui interaksi simbolik atau melalui simbol agama
sudah maksimal, sehingga memberi pengaruh kepada masyarakat
untuk menetapkan pilihan atau preferensinya kepada bank syariah.
Ada atau tidaknya ulama dan faktor agama dalam
mempengaruhi masyarakat untuk menetapkan pilihannya kepada
bank syariah, dapat dilihat dari penelitian-penelitian sebelumnya,
diantaranya: Penelitian Bank Indonesia yang berjudul Potensi,
Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau
Jawa, penelitian ini membuktikan bahwa masyarakat Jawa Barat
dan Jawa Timur memilih bank syariah karena kualitas pelayanan
dan kedekatan lokasi bank dari pusat kegiatan, sedangkan faktor
pertimbangan keagamaan (yaitu masalah halal/haram) bukanlah
menjadi faktor penting dalam mempengaruhi kecenderungan
menggunakan jasa bank syariah.
24
Walaupun ada penelitian yang
dilakukan di Sidoarjo membuktikan bahwa nasabah di Sidoarjo
Jawa Timur memilih bank syariah berdasarkan persepsi mereka
terhadap layanan bank dan pengetahuan mereka terhadap agama.
25
Bukan hanya di Indonesia, sejalan dengan sejumlah penelitian
24
Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan -Bank Indonesia ten-
tang RingkasanPokok-Pokok Hasil Penelitian Potensi, Preferensi dan Perila-
kuMasyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa (Jakarta: Bank Indonesia,
2000), baca juga hasil penelitian Bank Indonesia dan Pusat Penelitian Kajian
Pembangunan Lembaga Penelitian: Universitas Diponegoro, tentang Potensi,
Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta (Semarang Bank Indonesia, 2000) lihat juga
hasil penelitian Bank Indonesia danLembaga Penelitian IPB tentang Potensi,
Preferensi dan PerilakuMasyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Barat
(Bogor: Bank Indonesia, 2000), dan bandingkan pula dengan hasil penelitian
Bank Indonesia dan Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam Fakultas Ekono-
mi Universitas Brawijaya tentang Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat
terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Timur (Malang: Bank Indonesia, 2000).
Lihat lagi Hasil penelitian lainnya mengenai Analisis Potensi Pengembangan
Bank Syariah di Jambi yang membuktikan bahwa masyarakat Jambi tidak ber-
sedia berhubungan dengan bank konvensional dan akan berhubungan dengan
bank syariah bila sudah tersebar diseluruh pelosok tingkat dua. Rafqi, Analisi
Potensi Pengembangan Bank Syariah Jambi, Tesis, PPs UIN Jakarta, 2004.
25
Ari Kamayanti dan Parwita Setya W, Persepsi Nasabah dalam Memilih
Bank Konvensional dan Bank Syariah di Sidoarjo, 2008. http://akuntansisya-
riah.multiply.com/journal/item/2/
30
31
yang dilakukan di negara Muslim lainnya seperti di Jordania dan
Malaysia. Di Jordania menunjukkan bahwa dalam pertimbangan
motivasi pemilihan bank, motivasi agama tidak muncul sebagai
kriteria utama dalam pemilihan terhadap bank Islam. Mereka lebih
termotivasi oleh proft yang diperoleh.
26
Sedangkan di Malaysia
menunjukkan bahwa 40 % muslim Malaysia memilih bank Islam
karena faktor Agama, sehingga mereka mempertahankan rekening
di Bank Syariah. Sedangkan 60% mempertimbangkan faktor-
faktor kecepatan transaksi, kualitas jasa, keramahan staff, service
excellence
27
, demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Erol dan El-Bdour
28
, serta Gerard, P. dan J. Barton Cunningham
29

yang menunjukkan bahwa faktor ekonomi lebih dominan dalam
mempengaruhi preferensi nasabah terhadap bank syariah.
Kemudian adanya perbedaan pandangan diantara ulama
juga berpengaruh terhadap preferensi masyarakat dalam memilih
bank konvensional dan bank syariah. Hal ini sejalan dengan hasil
penelitian Bank Indonesia tentang Potensi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat terhadap Bank Syariah di Sumatera Selatan yang
mengindikasikan bahwa adanya perbedaan pandangan antara MUI
dan Ulama lokal memberi pengaruh kepada masyarakat walaupun
kepatuhan terhadap ulama tersebut tidaklah mutlak.
30
26
Kamal Naser, al Islamic Banking: a Study of Costumer Satisfaction and
Preference in Jordan, 145.
27
Sudin Haron, eds., Bank Patronage factors of Muslim and Non-Muslim
Customers, 12.
28
Erol and El-Bdour, Attitudes, Behaviour and Patronage Factors of
Bank Customers towards Islamic Banks, 31-39.
29
Gerard, P. dan J. Barton Cunningham, Islamic Banking: A Study in Sin-
gapore, 204-216.
30
Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB yang ber-
judul Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di
Wilayah Sumatera Selatan, (Bogor: Bank Indonesia, 2004). Data tersebut meng-
gambarkan apa yang diperoleh dari kebijakan elit pemerintah dan agama yang
terlalu lama mengambangkan legalitas bunga selama ini. Akibatnya, sebagian
masyarakat (muslim) sudah sangat terbiasa dengan bunga dan tidak kritis lagi
melihat kelemahan-kelemahan bunga secara ideologis. Mengintroduksikan sikap
baru, bahwa bunga adalah haram sebagai mana fatwa MUI pada bulan Desember
2003, ternyata tidak langsung mampu merubah konfgurasi persepsi dan peri-
30
31
Penelitian yang dilakukan oleh Metawa dan Almossawi
31
,
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan dan Abdullah
Ibneyy shahid
32
, serta Mehboob ul Hassan
33
menunjukkan bahwa
faktor agama lebih dominan dan faktor demograf juga telah
mempengaruhi masyarakat untuk memilih bank syariah.
Terkait dengan Aceh, penelitian yang dilakukan oleh
laku masyarakat muslim yang sudah agak baku selama ini. Dari penelitian ini
juga terungkap, bahwa meskipun 60,0 persen menyatakan mendukung terhadap
prinsip fatwa tersebut, namun 78,6 persen responden belum melakukan tindakan
apa-apa, dan hanya 28,0 persen yang berencana untuk membuka rekening di
bank syariah, dan 24,6 persen berencana untuk mengalihkan ke rekening bank
syariah. Informasi ini menyiratkan bahwa kepatuhan ummat terhadap ulama
di Indonesia tidaklah mutlak. Atau, mungkin saja kepatuhan tersebut tidaklah
semata-mata kepada institusi Majelis Ulama Indonesia (MUI) saja. Mungkin in-
stitusi keulamaan lokal juga merupakan referensi yang lebih diakui masyarakat
tertentu di tambah lagi para kyai, ustadz dan ulama belum siap untuk menjelas-
kan kepada masyarakat, karena umumnya mereka belum memiliki pengetahuan
terhadap analisis ekonomi tersebut.
Dahulu kebijakan untuk mensejahterakan rakyat yang diprogramkan oleh
pemerintah selalu meminta pendapat ulama. Bahkan MUI (Majelis Ulama Indo-
nesia ) selalu menjadi patner pemerintah dalam mewujudkan stabilitas nasional.
Hal ini sejalan dengan penelitian Suwito dalam Ulama dan Umara: Studi ten-
tang Hubungan MUI dengan Pemerintah Republik Indonesia Tahun 1975-1990,
yang menyimpulkan bahwa MUI merupakan salah satu alat bagi pemerintah da-
lam menciptakan stabilitas nasional, sehingga kepengurusan, program kerja dan
fatwa yang direkomendasikan, diupayakan selaras dengan maksud pemerintah.
Lebih lanjut buku yang ditulis oleh Atho Mudzhar yang berjudul Fatwa-Fatwa
di Majelis Ulama Indonesia: Sebuah Studi tentang Pemikiran Hukum Islam di
Indonesia 1975-1988, yang membuktikan bahwa MUI (Majelis Ulama Indone-
sia) yang didukung oleh pemerintah sebagai lembaga independen dan memi-
liki kewenangan untuk mengeluarkan fatwa baik dari lingkungan sosio-budaya
maupun sosio-politik. (M. Atho Mudzhar, Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indone-
sia: Sebuah Studi tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988 (Ja-
karta: INIS, 1993), 260). Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Firdaus Wadjdi
tentang Ulama dan Negara, Sebuah Studi Peran Sosial-Politik Majelis Ulama
Indonesia (MUI) 2001-2006, membuktikan bahwa, fatwa MUI memiliki peran
untuk menghubungkan kepentingan masyarakat Islam dan pemerintah. (Firdaus
Wajdi, Ulama dan Negara, Sebuah Studi Peran Sosial-Politik dari Dewan Indo-
nesia (MUI) 2001-2006, 110).
31
S. A. Metawa dan Mohammed Almossawi, Banking Behavior of Islamic
Bank Customers: Perspectives and Implications, 299-313.
32
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan and Abdullah Ibneyy sha-
hid, Banking Behavior of Islamic Bank Customers in Bangladesh, 171.
33
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic Banking : A
Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan, 164.
32
33
Aiyub
34
di Nanggroe Aceh Darussalam yang berjudul Analisis
Perilaku Masyarakat Terhadap Keinginan Menabung Dan
Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Nanggroe
Aceh Darussalam dengan mengambil sampel sebanyak tujuh
kabupaten
35
menyimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat
tidak mengetahui tentang sistem maupun produk perbankkan
syariah, sehingga keadaan ini memberikan nilai potensi yang
kurang terhadap pengembangan Bank Syariah. Namun demikian
keinginan menabung dan memperoleh pembiayaan sangat tinggi
sekali.
36
Selanjutnya potensi nilai sosial, terutama potensi agama
terlihat bahwa hampir semua daerah memiki potensi yang tinggi.
Realita di atas menunjukkan bahwa meskipun di beberapa
tempat faktor ekonomi lebih dominan daripada faktor agama. Akan
tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa faktor agama atau ulama juga
berpengaruh dalam menetapkan preferensi masyarakat terhadap bank
syariah, meskipun terkadang pengaruhnya tidak begitu signifkan.
Keadaan ini mungkin saja salah satunya disebabkan oleh masuknya
ulama ke ranah politik dan ekonomi seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya. Sehingga kesakralan mereka luntur dan kebanyakan
masyarakat tidak menjadikan ulama sebagai faktor preferensi bank
syariah. Meskipun demikian, peran dan rekomendasi ulama dalam
perbankan syariah sangat diperlukan terutama dalam mengeluarkan
fatwa atau regulasi dan juga dalam mensosialisasikan perbankan
syariah kepada masyarakat.
34
Aiyub, Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Keinginan Menabung Dan
Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Nanggroe Aceh Darussalam,
1-17.
35
Untuk wilayah sampel Utara/Timur dipilih Kabupaten Aceh Utara dan
Lhokseumawe. Wilayah yang dekat dengan ibukota Provinsi NAD dipilih Kabu-
paten Aceh Besar. Untuk wilayah tengah (pegunungan) dipilih Kabupaten Aceh
Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Dan,wilayah kepulauan dipilih Kabupaten
Sabang.
36
Pemetaan terhadap keinginan menabung dan memperoleh pembiayaan
pada Bank Syariah terlihat bahwa keseluruhan kabupaten dan kota memiliki nilai
potensial yang tinggi (diatas 85%) dan yang tertinggi adalah Kabupaten Aceh
Barat (98%), Aceh Besar (97%), Bener Meriah (96%), Lhokseumawe (95%),
Aceh Utara (94%), Aceh Tengah (86%) dan Sabang (84%).
32
33
Catatan Kaki Tabel:
1
Erol and El-Bdour, Attitudes, Behaviour and Patronage Factors of Bank
Customers towards Islamic Banks, International Journal of Bank Marketing,
Volume 7 Issue 6, 1989, 31-39.
2
Sudin Haron, Noraffah Ahmad and Sandra L. Planisek, Bank Patronage
Factors of Muslim and Non-Muslim Customers, The International Journal of
Bank Marketing, Volume 12 Issue 1, 1994.
3
Gerard, P. dan J. Barton Cunningham, Islamic Banking: A Study in
Singapore, The International Journal of Bank Marketing, Volume 15 Issue 6,
1997, 204-216.
4
Metawa, SA dan Mohammed Almossawi, Banking Behavior of Islamic
Bank Customers: Perspectives and Implications, The International Journal of
Bank Marketing, Volume 16 Issue 7, 1998, 299-313.
5
Kamal Naser, Ahmad Jamal, Khalid Al-Khatib, Islamic banking: a
study of customer satisfaction and preferences in Jordan, The International
Journal of Bank Marketing, Vol. 17 Issue 3, 1999, 135 151.
6
Sudin Haron and Noraffah Ahmad,The Effects of Conventional Interest
Rates and Rate of Proft on Funds Deposited With Islamic Banking System In
Malaysia, International Journal Of Islamic Financial Services, Volume 1 Issue
4, 2000.
7
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan and Abdullah Ibneyy
shahid, Banking Behavior of Islamic Bank Customers in Bangladesh, Journal
of Islamic Economics, Banking and Finance, Volume 3 Issue 3, 2007, 171. http://
www.ibtra.com/pdf/journal/v3_n2_article5.pdf. (Di akses tanggal 1 September
2011).
8
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic Banking
: A Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan,
Oikonomika, Volume 43 Issue 3,4, 2007, 164. http://www.econ.nagoya-cu.
ac.jp/~oikono/oikono/vol47_34/pdf/vol43_34/09_hassan.pdf. (Di akses tanggal
16 November 2010).
9
Bank Indonesia dan Pusat Penelitian Kajian Pembangunan Lembaga
Penelitian: Universitas Diponegoro, tentang Potensi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Tengah dan Daerah Istimewa
Yogyakarta (Semarang: Bank Indonesia, 2000).
10
Bank Indonesia danLembaga Penelitian IPB tentang Potensi, Preferensi
dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Barat (Bogor:
34
35
Bank Indonesia, 2000).
11
Bank Indonesia dan Pusat Pengkajian Bisnis dan Ekonomi Islam
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya tentang Potensi, Preferensi dan
Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Timur (Malang:
Bank Indonesia, 2000).
12
Delta Khoirunissa, Consumers Preference toward Islamic Banking
(Case Study in Bank Muamalat Indonesia and Bank BNI Syariah), Journal Of
Islamic Economics , Volume 4 Issue 2, 2003, 145 168.
13
M. Ghafur, The Effect of Proft Sharing, Interest Rate, and Income
on Mudaraba Deposits: Case Study of Bank Muamalat Indonesia, Journal of
Islamic Economics Muamalah, , Volume 1 Issue 1, 2003, 7.
14
Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB, Potensi, Preferensi dan
Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Sumatera Selatan (Bo-
gor: Bank Indonesia, 2004).
15
Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB, Potensi, Preferensi dan
Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Kalimantan Selatan
(Bogor: Bank Indonesia, 2004).
16
Aiyub, Analisis Perilaku Masyarakat Terhadap Keinginan Menabung
Dan Memperoleh Pembiayaan Pada Bank Syariah Di Nanggroe Aceh
Darussalam, Jurnal E-Mabis Fe-Unimal, Volume 8 Issue 1,2007, 1-17.
17
Ari Kuncara Widagdo dan Siti Rochmah Ika, The Interest Prohibition
and Financial Performance of Islamic Banks: Indonesian Evidence Internation-
al Business Research, Volume 1 Issue 3 ,2008, 98. Di akses dari http://journal.
ccsenet.org/journal.html, Tanggal 10 Agustus 2009.
18
Ari Kamayanti dan Parwita Setya W, Persepsi Nasabah dalam Memilih
Bank Konvensional dan Bank Syariah di Sidoarjo, 2008, http://akuntansisya-
riah.multiply.com/journal/item/2/.
34
35
BAB III
KONTRIBUSI ULAMA TERHADAP
PERBANKAN SYARIAH
B
erdirinya bank syariah seperti sekarang ini merupakan bukti
nyata kontribusi ulama dalam bidang ekonomi. Partisipasi
serta peran mereka dalam mengembangkan perbankan
syariah akan dibahas dalam bab ini dengan mengkaji sejarah awal
berdirinya hingga pada akhirnya eksis di Indonesia dan Aceh
khususnya.
Di satu sisi adanya perbedaan pandangan ulama antara
bank syariah dan bank konvensional akan berpengaruh terhadap
partisipasi mereka dalam mengembangkan perbankan syariah.
Sedangkan di sisi lain adanya produk murabahah pada perbankan
syariah yang pada prakteknya seringkalali serupa dengan kredit pada
bank konvensional menyebabkan masyarakat berasumsi bahwa
bank syariah sama saja dengan bank konvensional. Meskipun pada
tataran akadnya sangatlah berbeda yaitu murabahah berdasarkan
akad jual beli, sedangkan kredit berdasarkan utang. Berdasarkan
temuan ini maka pada bab ini dijelaskan mengenai pandangan
ulama terhadap perbankan syariah dan perbankan konvensional.
A. Peran Ulama dalam Mengembangkan Perbankan Syariah
Logikanya, bagi masyarakat yang agamis, ulama memiliki
peluang besar dalam memainkan perannya, tidak hanya sebagai
elit agama tetapi juga sebagai tokoh formal. Sejarah sejak awal
mengenal mereka bukan semata sebagai sosok berilmu, melainkan
juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat.
1
Kualitas
1
Abdul Qadir Audah, Islam Antara Kebodohan Umatnya dan Kelemahan
Ulamanya dikutip dalam buku Muhammad Syafi Antonio, Bank syariah Dari
Teori ke Praktik ( Jakarta : Gema insani Press, 2001), 233
36
37
keilmuan yang dimliki telah mendorong mereka untuk aktif
membimbing masyarakat dalam menjalani kehidupan sehari-
hari. Terumuskannya sistem ekonomi Islam secara konseptual,
termasuk sistem perbankan syariah, adalah buah dari kerja keras
para ulama.
2
Hasil dari kerja keras mereka selama ini telah terlihat dari
begitu banyaknya perbankan syariah yang beroperasi tidak hanya di
negara muslim, bahkan di negara non muslim. Hadirnya perbankan
syariah yang dalam operasionalnya mengedepankan konsep bagi
hasil atau Proft and Loss Sharing (PLS) telah membuat banyak
pihak tertarik untuk mempraktekkan sistem ini. Bahkan Daily
Vatican newspaper, LOsservatore Romano melaporkan bahwa
Vatikan menawarkan sistem keuangan Islam kepada perbankan
barat, menurutnya sistem keuangan Islam dapat membantu
mengatasi krisis di negaranya dan juga sebagai solusi terhadap
krisis ekonomi dunia. Sistem ini akan menjadi alternatif terhadap
sistem yang selama ini ada yaitu sistem kapitalis.
3
Sebenarnya sistem bagi hasil sudah di praktekkan secara
turun temurun dalam masyarakat. Penerapan bagi hasil ini dilandasi
atas semangat sosial atau modal capital dimana masyarakat hanya
mengandalkan kejujuran dan hubungan-hubungan atas solidaritas
tradisional.
4
Di Indonesia, bagi hasil sudah dipraktekkan pada
usaha-usaha pertanian semenjak dahulu, mulai dari Aceh, Bali,
sampai Ternate, Toraja dan Gorontalo. Bentuk bagi hasil yang ada
disetiap daerah hampir mirip satu sama lain, meskipun istilah yang
2
Muhammad Nejatullah Shiddiqi, Banking Without Interest ( Lahore: Sh
Asraf Publication, 1954
3
LOsservatore Romano, Vatican ofers Islamic fnance system to
Western Banks, Daily Vatican newspaper, http://www.worldbulletin.net/
index. php?aType=haberArchive&ArticleID=37814 (Di akses tanggal 16 Juli
2011).
4
Syahyuti, Bank Syariah dan Bagi Hasil di Pertanian, http://ib-blog-
gercompetition.kompasiana.com/2009/08/07/bank-syariah-dan-bagi-hasil-di-
pertanian-2/, (Di akses tanggal 14 Juli 2011)
36
37
dipakai berbeda-beda seperti maro, nelu, mawaih, meudua laba dan
lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh penyebaran Islam di nusantara yang
dibawa oleh pedagang Arab. Menurut catatan sejarah, bangsa Arab
terkenal sebagai bangsa pedagang yang jangkauan perjalanannya
hampir ke seluruh penjuru dunia.
5
Namun sistem ini mulai berkurang ketika perekonomian
negara muslim dikuasai oleh bangsa penjajah yang menerapkan
sistem kapitalis. Bank konvensional yang menerapkan konsep bunga
banyak didirikan. Di Indonesia Belanda mendirikan De Javashe
Bank N.V pada tanggal 10 Oktober 1827 ketika pemberontakan
Diponegoro (1825-1830).
6
Selanjutnya keberhasilan dalam tanam
paksa, rupanya telah mendorong berdirinya De Excomptobank
N.V. tahun 1857, dan nationale Handelsbank tahun 1863 sebagai
sarana ekonomi yang dibutuhkan. Menyusul kemudian berdirinya
De Postparrbank tahun 1898, dan berdirinya De Algemene
Volkscredietbank tahun 1934.
7
Dalam perbankan nasional negara kita masih menggunakan
sistem bunga yang merupakan peninggalan Hindia Belanda
walaupun Indonesia telah merdeka. Keadaan ini tidak hanya terjadi
di Indonesia saja, tetapi juga di negara muslim lainnya di dunia.
Hanya beberapa negara saja yang sudah meninggalkan keseluruhan
sistem ini, sebut saja Iran, Pakistan dan Sudan. Mereka menganti
sistem keuangannya dengan azas Islam.
Di negara yang berpenduduk mayoritas muslim, kesadaran
untuk menghadirkan sebuah bank yang mengadopsi nilai-nilai
Islam muncul setelah perang dunia kedua.
8
Konsep bagi hasil yang
5
Karnen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori,
Praktik dan Peranannya , 42-43.
6
Karnen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori,
Praktik dan Peranannya , 23.
7
Karnen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori,
Praktik dan Peranannya , 23.
8
Karnen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori,
Praktik dan Peranannya, 174
38
39
ada pada masyarakat tradisional mulai dilembagakan. Sistem bagi
hasil yang berjalan pada masyarakat selama ini memiliki beberapa
karakteristik yang berbeda tergantung kultur daerah masing-
masing. Penerapan bagi hasil yang diusung oleh bank syariah
belum tentu sejalan dengan kebiasaan yang sudah mengakar di
tengah masyarakat. Meskipun nilai-nilai dan motif yang menjadi
landasannya sama, namun ada banyak variasi dalam prakteknya
yang mungkin sangat berbeda.
9
Mengenai sejarah kongkrit
berdirinya bank yang menerapkan konsep bagi hasil berdasarkan
muamalah Islam akan dijelaskan berikut.
1. Sejarah Perbankan Syariah
Dalam konteks sejarah modern, gagasan tentang pendirian
bank yang bebas bunga atau bebas dari riba yang didasarkan pada
konsep mudharabah dan musyarakah, yaitu konsep Proft and Loss
Sharing (PLS) sudah lama muncul. Ide tersebut muncul ketika
bank-bank ala Barat yang berbasis bunga tersebar di negara-negara
yang mayoritas penduduknya adalah Muslim. Fenomena terse-
but mengundang para sarjana Muslim untuk berdebat mengenai
apakah bunga itu riba atau bukan.
10
Hasil dari perdebatan tersebut
menyebabkan lahirnya bank tanpa bunga pertama kali di Malay-
sia pada pertengahan tahun 40-an, akan tetapi usaha tersebut tidak
sukses. Kemudian eksperimen tersebut juga dilakukan di Pakistan
pada akhir tahun 50-an, dimana lembaga perkreditan tanpa bunga
didirikan di pedesaan negara itu.
11
Di Mesir pemikiran mengenai pendirian bank bebas bunga
baru berkembang ketika dekade 50-an,
12
pada saat itu belum ada
langkah konkret untuk mengimplementasikan gagasan tersebut.
9
Syahyuti, Bank Syariah dan Bagi Hasil di Pertanian.
10
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah (Jakarta: Paramadina, 2004),
17.
11
Sudin Haron, Islamic Banking: Rules and Regulations (Petaling Jaya:
Pelanduk Publications, 1997), 3.
12
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, xiv.
38
39
Kemudian awal tahun 60-an tepatnya 1963 gagasan tersebut mu-
lai dirintis, yaitu dengan dibentuknya sebuah lembaga keuangan
pedesaan yang bernama Mit Ghamr Bank di Mesir yang diprakarsai
oleh seorang tokoh intelektual lokal yaitu Ahmad Najjar.
13
Pendi-
rian bank ini mendapat sambutan positif dari penduduk Mesir,
terutama dari kalangan petani dan masyarakat pedesaan.
14
Pendi-
rian bank bebas bunga di Mesir pada saat itu tidak menggunakan
simbol-simbol Islam terutama dalam penggunaan nama pada insti-
tusi perbankan tersebut, karena dikhawatirkan rezim yang berkuasa
pada saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis atau
neo-Revivalis yang bertolak belakang dengan rezim pemerintahan
pada saat itu. Sebagaimana yang dikatakan Abdullah Saeed dalam
karyanya yang berjudul Islamic Bank dan Interest; A Study of Riba
and Its Contemporary Interpretation, munculnya ekonomi Islam
di dunia di sebabkan oleh beberapa hal: Pertama, karena adanya
kecaman kaum revivalis terhadap bunga bank seperti al-ikhwan
al Muslimun yang dipimpin Hasan Al Banna (w 1949) di Mesir
dan Jamaat Islami yang di pimpin Abu al-Ala Maududi (w.1973)
di Pakistan. Kedua, karena pengaruh meningkatnya pendapatan
nasional Negara-negara Timur Tengah dari minyak diakhir dekade
13
Ada tiga alasan mengapa Ahmad Najjar mendirikan lembaga tersebut,
yakni: mencari alternatif bagi perbankan konvensional yang mengusung ideolo-
gi bunga; memberdayakan potensi ekonomi masyarakat Mesir yang mayoritas
muslim, terutama zakat, infaq dan shadaqah; serta sebagai bagian dari aksi pen-
egakan syariat Islam.
14
Jumlah deposan bank ini meningkat luar biasa dari 17,560 di tahun
pertama (1963/1964) menjadi 251,152 pada 1966/1967. Jumlah tabungan pun
meningkat drastis dari LE40,944 di akhir tahun pertama (1963/1964) menjadi
LE1,828,375 di akhir periode 1966/1967. Sayangnya, karena terjadi kekacauan
politik di Mesir maka Mit Ghamr Bank mulai mengalami kemunduran, sehingga
operasionalnya diambil alih oleh National Bank of Egypt dan bank sentral Mesir
pada 1967. Pengambil alihan ini menyebabkan prinsip bebas bunga pada Mit
Ghamr Bank mulai ditinggalkan, sehingga bank ini kembali beroperasi berdasar-
kan bunga. Pada 1971 akhirnya konsep bebas bunga kembali dibangkitkan pada
masa rezim Anwar Sadat melalui pendirian Nasser Social Bank. Tujuan bank ini
adalah untuk menjalankan kembali bisnis yang berdasarkan konsep yang telah
dipraktekkan oleh Mit Ghamr Bank. Lihat Sudin Haron, Islamic Banking: Rules
and Regulations, 3-4.
40
41
60-an dan awal 70-an.
Sejak berdirinya Mit Ghamr Bank yang merupakan bank bebas
bunga pertama di Mesir, maka memberi inspirasi bagi umat muslim
di seluruh dunia untuk mendirikan bank Islam, diantaranya Nasser
Social Bank (1971), Islamic Development Bank (1975)
15
, Dubai
Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank Mesir (1977), Faisal Is-
lamic Bank Sudan (1977), Kuwait Finance House (1977), Bahrain
Islamic Bank (1979), International Islamic Bank for Investment
and Development (1980).
16
Selain bank-bank swasta yang selama
ini telah berkembang, Pakistan, Iran dan Sudan telah mengkonversi
seluruh sistem perbankan di negaranya menjadi sistem perbankan
syariah, karena sistem negaranya berdasarkan asas Islam.
17
Sementara negara-negara Islam Asia Tenggara, perkemban-
gan perbankan Islam atau syariah baru dimulai era 80-an, ditandai
dengan beroperasinya Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) pada
tahun 1983. Sedangkan di Indonesia diskusi mengenai bank sya-
riah sebagai pilar ekonomi Islam mulai dilakukan. Para tokoh yang
terlibat dalam kajian tersebut adalah Karnaen A.Perwataamadja,
M. Dawam Rahardjo, A.M. Saefuddin, M. Amien Azis, dan lain-
lain.
18
15
Atas prakarsa dari sidang menteri luar negeri negara-negara OKI (Or-
ganisasi Konferensi Islam), maka terbentuklah Islamic Development Bank (IDB)
pada bulan Oktober 1975 yang beranggotakan 22 negara Islam pendiri. Bank ini
menyediakan bantuan fnansial untuk pembangunan negara-negara anggotanya,
membantu mereka untuk mendirikan bank Islam di negaranya masing-masing,
dan memainkan peranan penting dalam penelitian ilmu ekonomi, perbankan dan
keuangan Islam. Kini, bank yang berpusat di Jeddah-Arab Saudi itu telah memi-
liki lebih dari 43 negara anggota.
16
Menurut Abdullah Saeed, bank-bank Islam berkembang biak karena se-
lain permintaan pasar, juga adanya usaha-usaha keras negara Teluk kaya minyak
pendukung utama perbankan Islam. Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah,
16.
17
Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah, 16.
18
M.Amin.Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia (Jakarta:
Bankit, 1992 ). Lihat juga Muhammad Syafi Antonio, Bank syariah dari Teori
ke Praktik, 25.
40
41
Upaya intensif pendirian bank Islam (disebut oleh peraturan
perundang-undangan Indonesia sebagai bank syariah)
19
terus
berlanjut, sehingga pada akhirnya Pemerintah mengeluarkan paket
kebijakan Oktober (pakto) tertanggal 27 Oktober 1988 yang meng-
atur deregulasi industri perbankan di Indonesia.
20
Para ulama waktu itu telah berusaha untuk mendirikan bank
bebas bunga, tapi tidak ada satupun perangkat hukum yang dapat
dirujuk kecuali adanya penafsiran dari peraturan perundang-undan-
gan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebe-
sar 0% (nol persen).
21
Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya Ulama tentang
Bunga Bank dan Perbankan di Cisarua (Bogor) pada 19-22 Agustus
1990, maka lahirlah Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada tahun
1991 yang memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei 1992 yang
mengacu kepada UU No. 7 tahun 1992.
22
Pembentukan BMI ini dii-
kuti oleh pendirian bank-bank perkreditan rakyat syariah (BPRS).
Namun karena lembaga ini masih dirasakan kurang mencukupi
19
Pada awalnya pemberian nama dari bank Islam menjadi bank syariah
juga menimbulkan perdebatan. Ada pihak-pihak yang khawatir penggunaan kata
Islam akan meniimbulkan persoalan baru. Sehingga penggunaan kata sya-
riah dinilai lebih layak. Hal serupa juga pernah terjadi di Mesir pada saat pendi-
rian Mit Ghamr Bank yang hanya menggunakan istilah bank bebas bunga.
20
Zainul Arifn, Memahami Bank SyariahLingkup, Peluang, Tantangan
dan Prospek (Jakarta: Penerbit Alfabet, 1999), 191-192.
21
Zainul Arifn, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah (Jakarta: Az-
kia Publisher, 2009), 7-8.
22
Perangkat hukum yang dipakai pada mulanya adalah mengacu
kepada UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan, dan kemudian diganti
dengan UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Selama kurun waktu
6 tahun sejak tahun 1992 hingga 1998 hanya ada satu bank syariah di In-
donesia yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Dengan disahkannya Un-
dang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 telah memberikan landasan
yang cukup luas bagi berdirinya perbankan syariah di Indonesia, sehingga
dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun telah bermunculan beberapa
bank syariah. Lihat Marsudi, Kajian Teoritis Perbankan Syariah, http://
mei-azzahra.com/2010/02/07/kajian-teoritis-perbankan-syariah/ (Di akses
tanggal 15 November 2010).
42
43
dan belum sanggup menjangkau masyarakat Islam lapisan bawah,
maka dibangunlah lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut
Bait al Maal wat Tamwil (BMT) atau Bait al Qiradh di masyarakat
Aceh.
23
Pendirian BMI juga telah menjadi pelopor berdirinya
lembaga-lembaga keuangan bank, baik yang murni syariah atau-
pun yang membuka Unit Usaha Syariah (UUS) dan juga lembaga-
lembaga keuangan non bank lainnya di Indonesia yang beroperasi
secara syariah seperti Asuransi Syariah, Pegadaian Syariah, Jakarta
Islamic Index (JII), dan banyak lagi lainnya.
Meskipun sebagian orang menilai perkembangan lemba-
ga-lembaga keuangan Islam tersebut tergolong cepat dikarenakan
adanya keyakinan kuat di kalangan masyarakat Muslim bahwa per-
bankan konvensional mengandung unsur riba yang dilarang oleh
agama Islam. Selain itu keyakinan tersebut juga dikuatkan oleh re-
komendasi hasil lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbank-
an yang ditujukan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI), kepada
pemerintah dan kepada seluruh umat Islam.
24
Akan tetapi faktanya
perkembangan bank syariah dinilai lambat karena selama kurun
waktu 6 tahun sejak tahun 1992 hingga 1998 hanya ada satu bank
syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI).
25
Komitmen pemerintah dalam usaha pengembangan per-
bankan syariah baru mulai sejak pada tahun 1998 yang memberi-
kan kesempatan luas kepada Bank Syariah untuk berkembang
yaitu disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998.
26
Dalam
23
Zainul Arifn, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, 7-8.
24
M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia, 126-144.
25
Marsudi, Kajian Teoritis Perbankan Syariah.
26
Bank Indonesia (bank sentral) diberi amanah untuk mengembangkan
perbankan syariah di Indonesia. Selain menganut strategi market driven dan
fair treatment, pengembangan perbankan Syariah di Indonesia dilakukan den-
gan strategi pengembangan terhadap yang berkesinambungan (gradual dan
sustainable approach ) yang sesuai dengan prinsip Syariah (comply to sharia
principles). Tahap pertama dimaksudkan untuk meletakkan landasan yang kuat
bagi pertumbuhan industri (2002-2004 ). Tahap berikutnya memasuki fase un-
tuk memperkuat struktur industri perbankan Syariah (2005-2009 ). Tahap ketiga
42
43
undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta
jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan
oleh bank syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan ara-
han bagi bank-bank konvesional untuk membuka cabang syariah
atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.
27
Selanjutnya dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli
2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional
semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan men-
dorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Meskipun banyak
pihak yang menilai regulasi mengenai perbankan syariah yang di-
sahkan oleh pemerintah melalui Bank Indonesia ini di nilai cukup
lambat yaitu 10 tahun lamanya baru ada Undang-undang yang baru
dari tahun 1998-2008.
Sampai saat ini perkembangan jumlah Bank Umum Syari-
ah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) sampai dengan Oktober
2011 tidak mengalami perubahan, namun demikian jumlah jarin-
gan kantor meningkat. Dengan demikian meskipun jumlah BUS
maupun UUS cenderung tetap, namun pelayanan terhadap kebu-
tuhan masyarakat akan perbankan syariah semakin meluas yang
tercermin dari bertambahnya Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan
Kantor Kas (KK). KCP bertambah 219 kantor (30,50%) dari 718
menjadi 937, sedangkan KK bertambah 23 kantor (9,50%) yaitu
dari 242 menjadi 265. Secara keseluruhan jumlah kantor perbank-
an syariah meningkat dari 1.388 kantor (Okt2010) menjadi 1.688
kantor, sedangkan jumlah layanan syariah (offce channeling) tetap
perbankan Syariah diarahkan untuk dapat memenuhi standar keuangan dan mutu
pelayanan internasional (2010-2012). Sedangkan tahap keempat mulai terben-
tuknya integrasi-integrasi lembaga keuangan Syariah (2013-2015). Pada tahun
2015 diharapkan perbankan Syariah telah memiliki pangsa yang signifkan yang
ikut ambil bagian dalam mengembangkan ekonomi Indonesia yang mensejahter-
akan masyarakat luas. Lihat Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta:
PT Raja Grafndo Persada, 2008), 203-207.
27
Muhammad Syafi Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, 26.
44
45
yaitu sebesar 1.277 kantor. Secara lengkap dapat dilihat pada di
bawah ini:
28
Tabel 3.1
Jaringan Kantor Tahun 2009-2011
Kelompok Bank 2009 2010 O2011
Growth
Nomina %
BUS 6 11 11 0 0
UUS 25 23 23 0 0
Jumlah Kantor BUS & UUS 1001 1477 1688 211 14,28
Jumlah Layanan Syariah 1929 1277 1277 0 0
Jadi dari data-data di atas sementara dapat disimpulkan bahwa
umumnya dari segi jumlahnya, perbankan syariah mengalami
kenaikan setiap tahunnya. Peran dan partisipasi ulama didalam
pengembangan perbankan syariah terlihat dari lahirnya regulasi-
regulasi sehingga memiliki landasan hukum yang jelas.
2. Sistem Bagi Hasil dalam Masyarakat Tradisional dan
Perkembangan Perbankan Syariah di Aceh
Semarak pengembangan ekonomi syariah juga menjalar
sampai ke Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, walaupun pada
dasarnya praktik Syariat dalam kehidupan ekonomi masyarakat
Aceh yang mayoritas Muslim tersebut telah lama berjalan, salah
satunya adalah sistem bagi hasil.
Kreemer dalam bukunya Atjeh menyebutkan bahwa
masyarakat Aceh telah melakukan sistem bagi hasil dalam bidang
pertanian khususnya dalam pengelolaan tanah sawah. Pada
pengerjaan tanah bagi hasil, pembagiannya untuk yang empunya
tanah (mawaih): (bagi peuet), /
3
(bagi lhee) atau (meudua
laba). Artinya pemilik tanah memperoleh 1 bagian dibandingkan
dengan 3,2,atau 1 bagian bagi yang mengerjakannya. Perjanjian
28
Di akses: http://www.bi.go.id/Outlook_Perbankan_Syariah_2011.pdf
44
45
ini berlaku untuk waktu yang tidak ditentukan. Pemilik tanah
biasanya memberi bibit dan dari pengeluaran ongkos pengerjaan
tanah, penanaman dan perawatan tanah sawah sepenuhnya menjadi
tanggungan yang mengerjakan tanah.
29
Adatnya bagi mereka yang melaksanakan ajaran agama
dengan taat, setelah padi dibersihkan dan ditakar, mereka langsung
memisahkan untuk zakat (jakeuet) dari jumlah tersebut.
30
Dalam
pemisahan untuk zakat tentunya membutuhkan arahan dari ulama
untuk menentukan kadar zakat dari hasil sawah tersebut.
Begitu mengakarnya sistem bagi hasil dalam masyarakat
Aceh menyebabkan Belanda mendirikan lembaga pembiayaan bank
tanpa bunga yang dimulai dengan de Groot Atjehsche Afdeeling
Bank di Aceh Besar. Jumlah kantor bank ini terus terus meninggkat
yaitu masing-masing 1 unit di Langsa dan di Lhokseumawe (1913),
5 unit di Aceh Besar (1916) dan kemudian menjadi 29 unit di
berbagai wilayah di Aceh (1918). Bank ini semula diperuntukkan
bagi rakyat yang memerlukan bantuan kredit untuk membuka
kembali dan memperluas lahan sawah dan kebun.
31
Akan tetapi
pada hakikatnya ini adalah politik pasifkasi yang dilancarkan oleh
pemerintah Belanda untuk mempengaruhi masyarakat Aceh agar
mengakui kekuasaan Belanda.
32
Lambat laun bank dengan pembiayaan tanpa bunga berubah
29
J. Kreemer, Atjeh ( Leiden: E.J. Brill, 1922), 63-64.
30
J. Kreemer, Atjeh, 51.
31
Edy Mulyana, Menemukan Kembali Saudagar Aceh (Banda Aceh: Ba-
dan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008), 46-
47.
32
Rusdi Suf, Pasifkasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Aceh , dalam Dep-
dikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Seminar Sejarah Nasional IV:
Sub Tema Dinamika Pertumbuhan Ekonomi Bangsa Indonesia, (Jakarta: Depar-
teman Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Tradisional Proyek In-
ventaris dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1991), 109. Baca juga Zulfan, Kip-
rah Pedagang Pribumi pada masa Revolusi Kemerdekaan di Aceh (1945-1945)
(Banda Aceh: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah
dan Nilai Tradisional, 1998).
46
47
menjadi bank dengan konsep bunga seperti yang kita kenal
sekarang ini yaitu bank konvensional. Dari sinilah akar berdirinya
bank konvensional yang ada di Aceh. Sistem ini dipakai oleh
pemerintah Aceh sampai sekarang dan masyarakat sudah terbiasa
untuk menggunakannya.
Pada tahun 90-an konsep bagi hasil yang berideologikan
Islam mulai diperkenalkan lagi kepada masyarakat Aceh melalui
lembaga keuangan modern yaitu perbankan syariah, yang diawali
dengan lahirnya BPRS Hareukat pada tanggal 11 November 1991.
Pada tahun tersebut perkembangan ekonomi syariah di Aceh
ditandai dengan berdirinya 19 buah BPRS dan Baitul Qiradh
(micro fnance) di seluruh Aceh. BPRS ini menawarkan produk-
produk perbankan syariah seperti mudharabah, musyarakah
dan murabahah. Selanjutnya pada awal tahun 2005, disamping
bertambahnya BPRS dan Baitul Qiradh, sebenarnya sudah ada 5
bank besar yang operasionalnya menggunakan prinsip Islam di
Aceh, yaitu, Bank Syariah Mandiri, Bank BPD Aceh Syariah,
Bank Muamalat Indonesia, Bank Rakyat Indonesia (BRI) Syariah
dan Bank Danamon Syariah. Sampai sekarang sudah ada 10
perbankan syariah di Aceh, itu belum termasuk Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) dan Bait al-Qiradh. Hal ini senada dengan
pernyataan Mahdi Muhammad
33
yang menyatakan, pertumbuhan
perbankan syariah di Aceh meningkat 100 persen dalam kurun lima
tahun terakhir, karena keunggulannya mulai diakui.
34
Sebenarnya aset bank umum konvensional masih mendominasi
(90.37%) struktur aset perbankan di Aceh. Pernyataan tersebut
berdasarkan laporan kajian ekonomi regional Aceh pada triwulan
IV-2010 yang dilakukan Bank Indonesia (BI) cabang Banda Aceh
yang secara umum mendeskripsikan bahwa kinerja bank umum
konvensional perbankan Aceh cukup baik, meski pertumbuhannya
33
Kepala Bank Indonesia cabang Banda Aceh.
34
Berita Antara BI: Pertumbuhan Bank Syariah di Aceh capai 100%,
2010, http://www.pans.co.id/?page=berita, (Di akses tanggal 10a Januari 2011).
46
47
menurun juka dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Aset
dan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh minus
1.34% dan minus 1.81%. Sementara penyaluran kredit tumbuh
5.84%. Pada triwulan IV-2010, perbankan syariah Aceh mengalami
pertumbuhan positif pada seluruh indikatornya. Meski penyaluran
pembiayaan pada perbankan syariah Aceh sangat besar namun
risiko kredit bermasalahnya (FDR) masih dalam angka yang sangat
rendah yaitu hanya sebesar 1,95%.
35

Berdasarkan laporan tersebut di atas dapat kita ketahui
bahwa transaksi keuangan di Aceh masih didominasi oleh bank
konvensional, walaupun pada hakikatnya Aceh adalah daerah
yang menjalankan syariat Islam. Adapun dari segi jumlahnya
bank syariah meningkat sampai 100 persen di Aceh, akan tetapi
tingkat kepercayaan dan ketertarikan masyarakat terhadap bank
syariah belum mencapai 100 persen . Hal ini berdasarkan survey
Bank Indonesia cabang Banda Aceh 2009 yang menyatakan bahwa
pemahaman masyarakat Aceh terhadap bank syariah masih sangat
terbatas sehingga masih ada masyarakat yang beranggapan bahwa
bank syariah sama dengan bank konvensional. Ini disebabkan sistem
operasional pada perbankan syariah hampir sama dengan sistem
operasional pada perbankan konvensional. Hal ini sebagai bahan
evaluasi bagi perbankan syariah dalam menjalankan operasionalnya
agar sesuai dengan prinsip syariah.
Evaluasi dari pihak perbankan dan berbagai pihak yang
mengharapkan masyarakat untuk kembali bermuamalah secara Islam,
semua pihak yang terlibat seperti MPU (Majelis Permusyawaratan
Ulama) Aceh, akademisi serta organisasi-organisasi penggerak
ekonomi syariah lainnya sangat diperlukan untuk memberikan
pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana sistem
perbankan syariah. Karena pada dasarnya masyarakat sudah turun
35
http://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Info_Publik/Ekonomi_Regional/
KER/Aceh.
48
49
temurun mempraktekkan sistem bagi hasil, logikanya ketika bank
syariah hadir dengan konsep yang sama maka masyarakat tentu akan
mudah menerimanya dan menjadikannya pilihan atau preferensi
utama. Permasalahan bisa terjadi karena adanya perbedaan persepsi
diantara keduanya dan disinilah diperlukannya peran ulama.
Kesemuanya ini akan dibahas pada kajian berikutnya.
3. Peran Ulama Pada Perbankan Syariah
a. Sebagai Dewan Pengawas Syariah
Memang benar bahwa kehadiran DSN (Dewan Syariah
Nasional) sebagai lembaga yang mensahkan produk bank syariah
dan DPS (Dewan Pengawas Syariah) sebagai lembaga pengawas
merupakan wujud dari peran ulama dalam lembaga keuangan
syariah. Bahkan Syafi Antonio membenarkan bahwa para ulama
memiliki fungsi dan peran yang amat besar dalam perbankan
syariah, terutama terhadap hukum-hukum syariah.
36
Akan tetapi
kehadiran mereka terkadang kurang efektif. Karnaen menyebutkan
didalam rekomendasi riset yang dilakukan Bank Indonesia dan
Lembaga Penelitian IPB mengenai Potensi, Preferensi dan Prilaku
Masyarakat Terhadap Bank Syariah Di Pulau Jawa ditemukan
bahwa DPS adalah tokoh kunci yang menjamin kegiatan operasional
bank sesuai dengan prinsip syariah. Lebih jauh Karnen menilai,
selain upaya peningkatan pengetahuan DPS tentang operasional
perbankan, intensitas keterlibatan DPS dalam program sosialisasi/
promosi pada penduduk lokal, juga perlu ditingkatkan.
37
Artinya
partisipasi ulama untuk mensosialisasikan perbankan syariah
langsung kepada masyarakat belum begitu terlihat. Kehadiran DPS
selama ini hanya menjadi formalitas saja, terutama DPS yang ada
di daerah-daerah.
Hal ini sejalan dengan pengakuan Ketua MPU (Majelis
36
Muhammad Syafi Antonio, Bank syariah Dari Teori ke Praktik, 234.
37
Karnen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori,
Praktik dan Peranannya, 108.
48
49
Permusyawaratan Ulama) Provinsi NAD yang menjadi DPS pada
salah satu bank syariah di Aceh. Beliau mengatakan bahwa kehadiran
DPS di daerah atau cabang-cabang pembantu selama ini kurang
efektif. DPS yang ada di daerah selama ini hanya perpanjangan
tangan dari DPS pusat. Jadi semua produk disahkan oleh DPS pusat
sehingga DPS yang ada didaerah hanya menjalankan keputusan DPS
pusat. Menurut Beliau selama ini masyarakat Aceh termasuk ulama
tradisional kurang percaya terhadap DPS pusat karena terkadang
tidak bisa menjawab ketika didebat masalah konsep dan produk
yang ada di perbankan syariah saat ini.
38
Kondisi ini berbeda dengan
DPS yang ada di BPRS dan Bank milik daerah seperti BPD (Bank
Pembangunan Daerah), dimana DPS memiliki otoritas penuh untuk
mengawasi produk yang ada di bank syariah tersebut agar sesuai
dengan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).
39
Tony Hidayat dalam tulisannya tentang Ulama dan Bank
Syariah mengatakan bahwa minimnya peran ulama karena kurangnya
pemahaman ulama dalam bidang perbankan syariah. Ulama kadang
hanya tahu ilmu syariah, tapi dalam implementasinya, ketika fkih
bertransformasi menjadi suatu produk keuangan syariah, ulama
terkadang tidak menguasainya. Kurangnya pemahaman di bidang
operasional perbankan bersumber dari minimnya informasi yang
mereka dapat.
40
Hal di atas sejalan dengan Ridwan Nurdin dan Nazaruddin A.
Wahid yang mengatakan bahwa Dewan Pengawas Syariah (DPS)
seharusnya ditempati oleh orang-orang yang mempuni dan paham
bukan saja agama, ekonomi, tetapi juga regulasi, karena berbicara
masalah perbankan bukan hanya mengakaji ayat tetapi lebih kepada
hitungan angka-angka. Jadi kapabilitas seorang Dewan Pengawas
38
Wawancara dengan Muslim Ibrahim (Ketua MPU Provinsi NAD).
39
Wawancara dengan AlYasa Abubakar (Mantan Kepala Dinas Syariat
Islam Aceh periode 2004-2009 dan Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh).
40
Tony Hidayat, Ulama dan Bank Syariah, http://www.suarakarya-online.
com/news.html?id=231490, (Di akses tanggal 20 Juli 2010).
50
51
Syariah (DPS) harus pertanyakan, apakah mampu atau tidak dalam
mengawasi perbankan syariah.
41
b. Sosialisasi terhadap Bank Syariah
Selama ini selain pihak perbankan syariah, pada umumnya
yang gencar melakukan sosialisasi adalah para akademisi seperti
seminar dan lokakarya yang sering diadakan oleh Fakultas Syariah
yang bekerjasama dengan Dinas Syariat Islam, Bank Indonesia
serta Perbankan Syariah. Salah satunya adalah seminar dengan
tema Revitalisasi Lembaga Keuangan Syariah dalam rangka
Pemberdayaan Ekonomi Rakyat yang melibatkan akademisi
(dosen), ahli hukum, praktisi yang berasal dari BI dan Perbankan
Syariah, mahasiswa, masyarakat wiraswasta dan masyarakat
umum.
42
Kemudian baru-baru ini Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry
bekerjasama dengan Bank Indonesia Banda Aceh juga mengadakan
seminar Pemantapan Pemahaman Ekonomi Syariah Bagi Ulama
Dayah Dan Tokoh Masyarakat Aceh. Kegiatan ini bertemakan
Membangun Aceh Dengan Sistem Ekonomi Islam yang diadakan
di hotel Kuala Raja Banda Aceh pada tanggal 12 Desember 2011.

43
Seminar ini dihadiri sebanyak 50 peserta terdiri dari ulama
dayah, imum masjid, tokoh masyarakat, dan cendikiawan di
Aceh. Pemimpin BI Banda Aceh, Mahdi Muhammad berharap
dengan adanya seminar ini para ulama mampu mensosialisasikan
sistem perbankan syariah di daerah masing-masing setelah
mengikuti kegiatan tersebut. Sementara Dekan Fakultas Syariah,
Nazarudin A Wahid mengatakan bahwa dengan adanya seminar
ini akan memantapkan pemahaman para ulama dayah tentang
41
Wawancara dengan Ridwan Nurdin (Pembantu Dekan I dan Dosen
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry) dan Nazaruddin A. Wahid (Dekan dan Dosen
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry.
42
Wawancara dengan Bismi Khalidin (Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-
Raniry).
43
http://www.ar-raniry.ac.id/?content=news_detail&idb=212
50
51
hakikat ekonomi syariah serta bertujuan untuk mempercepat dan
mendukung program pemerintah daerah dalam mensosialisasikan
sistem ekonomi syariah.
44
Seminar ekonomi Islam khususnya dalam memsosialisasikan
perbankan syariah pada umumnya tidak dilakukan secara berkala,
hanya temporal saja. Sejalan dengan hal ini, Alyasa Abubakar
mengakui bahwa secara formal sosialisasi perbankan syariah tidak
beliau lakukan, akan tetapi jika ada yang bertanya baru kemudian
beliau menjawab, baik melalui ceramah-ceramah ataupun ketika
diminta untuk membuat makalah yang berhubungan dengan bank
syariah. Jadi sosialisasi yang dilakukan hanya bersifat insidental
saja.
45

b. Aktif dalam Organisasi
Selama ini salah satu organisasi yang mencoba untuk
melibatkan seluruh aspek masyarakat, mulai dari akademi, praktisi
dan juga pemerintah yang bertujuan untuk memperkenalkan
ekonomi syariah adalah Masyarakat Ekonomi Syariah (MES). MES
didirikan sebagai ajang untuk silaturrahim dan diskusi. Diskusi
dilakukan sebulan sekali setiap hari sabtu bekerjasama dengan
Bank Indonesia.
46
Sejalan dengan Yasir, Syahrizal mengatakan bahwa
bergabungnya Ulama, Umara dan praktisi baik bank maupun non
bank di Masyarakat Ekonomi syariah (MES) bertujuan untuk
menyamakan persepsi diantara mereka tentang bank syariah. Karena
selama ini ada sebagaian orang belum faham tentang perbankan
44
Serambi Indonesia, Ulama Dayah Belajar Perbankan Syariah (Banda
Aceh: Selasa, 13 Desember 2011). http://aceh.tribunnews.com/2011/12/13/ula-
ma-dayah-belajar-perbankan-syariah
45
Wawancara dengan AlYasa Abubakar (Mantan Kepala Dinas Syariat
Islam Aceh periode 2004-2009 dan Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh).
46
Wawancara dengan Muhammad Yasir Yusuf (Dosen Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry/anggota MES))
52
53
syarah. Persamaan persepsi ini dilakukan untuk memajukan
ekonomi syariah dan sejalan dengan itu perkembangan bank syariah
di Aceh dirasakan sudah baik.
47
Bismi menambahkan MES adalah wadah yang sangat
bagus dalam mensosialisasikan perbankan syariah dan dia yakin
jika lembaga ini melakukan secara efektif pasti berdampak besar.
Permasalahnya adalah mereka yang berada dalam lembaga ini
adalah orang-orang yang sibuk dan memiliki jabatan penting di
Aceh, jadi terkadang tidak bekerja secara maksimal.
48
Hal ini sejalan dengan pendapat Yasir bahwa belum ada
langkah-langkah signifkan yang mereka lakukan, semuanya
bergerak masing-masing. Sehingga keterlibatan ulama dalam
organisasi ini sedikit dan tidak efektif.
49
Pandangan Ulama A. Terhadap Perbankan Syariah dan
Perbankan Konvensional
Pada umumnya ulama mendukung berdirinya perbankan
syariah, akan tetapi realitanya mereka kurang berpartisipasi dalam
mensosialisasikannya kepada masyarakat. Hal ini dapat terjadi
karena adanya perbedaan pandangan dikalangan ulama sendiri
mengenai bunga bank. Ada yang mengatakan bunga bank halal,
makruh, syubhat dan ada juga yang mengatakan haram.
Perdebatan mengenai bunga bank sudah menjadi wacana
umum, tidak hanya di kalangan masyarakat awam tetapi juga
dikalangan ulama. Meskipun adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dan lima fatwa ulama kaliber dunia yang menyamakan
bunga bank sama dengan riba, sebut saja; fatwa yang dikeluarkan
47
Wawancara dengan Muhammad Yasir Yusuf (Dosen Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry/anggota MES)
48
Wawancara dengan Syahrizal (Pembantu Rektor IV/Dosen Fakultas
Syariah IAIN Ar-Raniry/Wakil Ketua MES).
49
Wawancara dengan Muhammad Yasir Yusuf (Dosen Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry/anggota MES).
52
53
oleh Kantor Mufti Mesir antara tahun 1900 s/d 1989, fatwa dari
Konferensi Kedua Konsul Pengkajian Islam, al-Azhar Kairo, Mesir
pada bulan muharam 1385H/bulan Mei 1965M, fatwa dari Konsul
Akademi Fiqih Islam dari Organisasi Konferensi Islam, fatwa
dari Konsul Fiqih Islam dari Liga Dunia Muslim, dan fatwa dari
Presiden Jenderal Departemen IFTA di Saudi Arabia,
50
akan tetapi
dikalangan ulama NU (Nahdlatul Ulama) belum semuanya sepakat
dengan hal tersebut.
51
Adanya perbedaan tersebut akan berpengaruh kepada
preferensi masyarakat terhadap sebuah bank. Hal ini dikuatkan
dari hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB
dalam Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank
Syariah di Wilayah Sumatera Selatan, menemukan adanya kebijakan
elit pemerintah dan agama yang terlalu lama mengambangkan
legalitas bunga selama ini, mengakibatkan sebagian masyarakat
(muslim) sudah sangat terbiasa dengan bunga dan tidak kritis lagi
melihat kelemahan-kelemahan bunga secara ideologis.
52
Keadaan
ini juga secara langsung akan berpengaruh terhadap pertumbuhan
perbankan syariah di Indonesia. Banyak kalangan menilai bank
syariah di Indonesia berjalan relatif lambat dibandingkan dengan
negara lain seperti Malaysia.
53

50
El-Ghazali, Abdel Hamid, Proft versus Bank Interest in Economic
Analysis and Islamic Law, ( Jeddah: Islamic Research and Training Institute,
IDB, 1994), 33-55. Lihat juga Karnen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung,
Bank Syariah: Teori, Praktik dan Peranannya (Jakarta: Colestial Publishing,
2007), 44
51
Halaqah Pra Muktamar, Ulama NU Belum Satu Kata tentang Bank
Syariah (Jakarta: NU Online, 18 Agustus 2009), http://www.nu.or.id/page.php?
lang=id&menu=news_view&news_id=19013, (Di akses tanggal 10 November
2010)
52
Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB, Potensi,
Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Sumat-
era Selatan, 2004, 99-111
53
Muhammad Iqbal Dan Azhari Akmal Tarigan, eds. Syariat Islam di
Indonesia; Aktualisasi Ajaran Dalam Dimensi Ekonomi, Politik, dan Hukum (
Jakarta: Miska Galiza, 2000), 140-141
54
55
Selain perbedaan pandangan tadi, masih ada beberapa bank
syariah yang operasionalnya belum sesuai dengan prinsip syariah.
Hal ini menyebabkan tingkat partisipasi dan kepercayaan para
ulama atau para cendikiawan terhadap bank syariah berkurang. Hal
ini dikuatkan oleh pernyataan Ketua MPU kota Banda Aceh bahwa
MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) bersedia melakukan
sosialisasi jika pihak perbankan syariah meminta mereka untuk
dilibatkan dengan catatan antara teori dan praktek haruslah sama
yaitu sesuai dengan prinsip syariah. Sehingga kredibilitas keulamaan
mereka juga terjaga dimata masyarakat.
54

Memang pada hakikatnya perbankan konvensional dan
syariah adalah sama-sama lembaga proft, artinya sebuat lembaga
yang mencari keuntungan. Tentu saja setiap produk yang mereka
keluarkan pasti berpatokan kepada keuntungan. Dalam melakukan
inovasi produk, terkadang ada produk-produk perbankan syariah
yang hampir mirip dengan produk-produk yang ada di perbankan
konvensional, sebut saja murabahah. Menurut asumsi banyak
orang bahkan dikalangan intelektual sekalipun menyatakan bahwa
dalam prakteknya produk ini sama dengan kredit yang ada di bank
konvensional.
55
Hal di atas sejalan dengan pendapat Bismi bahwa pada
prakteknya produk murabahah sama saja dengan kredit yang ada
pada bank konvensional. Lebih jauh Bismi menjelaskan pada
dasarnya sistem murabahah adalah sistem jual beli. Secara teori
ekonomi, sistem jual beli itu dihitung dengan demand dan supply,
akan tetapi jual beli yang dilakukan oleh bank syariah tidak
berpedoman pada teori tersebut, mereka berpatokan pada BI rate
yang dipedomani juga oleh bank-bank konvensional. Sebenarnya
54
Hasil wawancara dengan A. Karim Syeikh (Ketua MPU Kota Banda
Aceh), pada tanggal 25 Januari 2010.
55
Wawancara dengan Israk Ahmadsyah (Dosen/Pembantu Dekan IV
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry), tanggal 26 Januari 2010.
54
55
secara hukum Islam bank syariah tidak memberikan uang kepada
nasabah tetapi barang yang harus diberikan, akan tetapi bank syariah
langsung memberikan uang kepada nasabah dan memberitahukan
proft margin tanpa melihat berapa harga barang pada saat itu atau
sesuai harga pasar. Pihak perbankan tidak bertanya lagi barang apa
yang kita inginkan, tetapi langsung bertanya berapa uang yang
Anda perlukan.
56
Fakta di atas membenarkan asumsi yang selama
ini ada di masyarakat bahwa bank syariah sama saja dengan bank
konvensional.
Menurut Karnen, fenomena di atas terjadi karena perbankan
syariah ingin memenangkan persaingan untuk menarik investor
(utamanya persaingan dengan lembaga keuangan konvensional).
Sehingga mereka kerapkali tergoda menyamakan bagi hasil yang
ingin diberikan kepada investornya dengan tingkat bunga simpanan
yang diberikan bank konvensional kepada nasabahnya.
57

Bila dianalisis realita adanya bank syariah yang menerapkan
produk yang hampir sama dengan bank konvensional karena
ingin menarik investor, berarti logikanya masyarakat masih
menginginkan produk yang ada pada bank konvensional dan tentu
saja mengutamakan proft.
Dari analisa tadi, kita bisa mempertanyakan kesiapan
nasabah atau masyarakat jika bank syariah betul-betul menjalakan
bank tersebut sesuai syariah. Selama ini masyarakat telah terbiasa
dengan keuntungan yang pasti, masyarakat belum siap jika
tabungannya nanti berkurang ataupun tidak ada penambahan sama
sekali
.58
56
Wawancara dengan Bismi Khalidin (Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-
Raniry), pada tanggal 21 Januari 2010.
57
Karnen A. Perwataatmadja dan Hendri Tanjung, Bank Syariah: Teori,
Praktik dan Peranannya , 45.
58
Hasil wawancara dengan Israk Ahmadsyah (Dosen/Pembantu Dekan
IV Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry) dan Wawancara dengan Bismi Khalidin
(Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry).
56
57
Lebih jauh jarak menambahkan faktor keilmuan dan
keimanan juga mempengaruhi pilihan masyarakat terhadap bank
syariah. Ada masyarakat yang sama sekali tidak mengetahui
kelebihan bank syariah dari sisi agama. Masyarakat sekarang ini
sudah pragmatis, semuanya diukur dari tataran materi. tingkat
keimanan masyarakat yang semakin lama semakin rendah ,
meskipun dikatakan bank syariah lebih halal dan lebih baik, namun
tetap saja masyarakat manganggapnya itu bukan suatu hal yang
penting dan mereka masih kurang berminat.
Berbeda dengan pendapat Ketua MPU (Majelis
Permusyawaratan Ulama) Provinsi NAD yang mengatakan bahwa
kurangnya sosialisasi menyebabnya masyarakat beranggapan
bahwa bank syariah sama saja dengan bank konvensional. Lebih
jauh beliau menilai selama ini pihak MPU khususnya belum bisa
sepenuhnya memberi penjelasan yang benar kepada masyarakat
tentang halal dan haram dalam bank tersebut. Oleh sebab itu
beliau mengusulkan bank syariah harus ada andalan khusus seperti
pelayanan yang Islami, memberikan senyuman dan mendahulukan
yang tua serta ketersediaan fasilitas seperti ATM dan lainnya.
59
Kurangnya sosialisasi mungkin disebabkan belum
terjalinnya kerjasama yang baik diantara para pihak sebut saja
perbankan dan lembaga-lembaga keulamaan seperti MPU (Majelis
Permusyawaratan Ulama), HUDA (Himpunan Ulama dayah
Aceh dan lembaga-lembaga keislaman lainnya yang selama ini
memberi pengaruh kepada masyarakat. Hal ini dibenarkan oleh
ketua MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) kota Banda Aceh.
Beliau mengatakan bahwa baik semasa periode sebelumnya
ataupun sekarang, mereka tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi
perbankan syariah melalui lokakarya dan lain sebagainya, apalagi
menjadi Dewan Pengawas Syariah (DPS), sehingga dalam tataran
teknis mereka tidak begitu mengetahui mengenai produk-produk
59
Wawancara dengan Muslim Ibrahim (Ketua MPU Provinsi NAD).
56
57
perbankan syariah. Sehingga ketika timbul ketidakpercayaan
masyarakat terhadap bank syariah, terutama anggapan yang
menyamakan bank syariah dengan bank konvensional, mereka juga
tidak bisa memberikan penjelasan.
60
Berdasarkan temuan di atas dapat dianalisa bahwa peran
serta partisipasi ulama telah terlihat dari lahirnya regulasi yang jelas
terhadap perbankan syariah. Ini tebukti dari segi meningkatnya
jumlah parbankan syariah yang ada di Indonesia setiap tahunnya.
Keberhasilan tersebut merupakan hasil kerjasama yang baik antara
ulama dengan pemerintah. Namun sebaliknya partisipasi ulama
yang terjun langsung ke masyarakat untuk mempromosikan bank
syariah belum begitu terlihat, hanya bersifat insidental saja. Ini
dibuktikan dari hasil penelitian Bank Indonesia dan IPB serta
hasil wawancara penulis dengan sejumlah tokoh ulama sekaligus
kaum intelek di Aceh. Sebagai bukti Ketua MPU Provinsi NAD
mengakui bahwa kurangnya sosialisasi menyebabnya masyarakat
beranggapan bahwa bank syariah sama saja dengan bank
konvensional. Padahal menurut beliau sangat jelas bedanya yaitu
konsep bunga dan bagi hasil.
61
Selanjutnya Alyasa Abubakar juga
mengatakan bahwa selama ini masyarakat melihat bank syariah
hanya dari penampilannya saja, akan tetapi secara substansi mereka
masih belum paham, sehingga bank syariah harus lebih kompetitif
dari bank konvensional.
62
Lebih jauh Yasir dapat memaklumi jika bank konvensional
lebih maju, menurutnya bank syariah baru 10 tahunan (Indonesia)
hadir di percaturan ekonomi global. Beliau menambahkan bahwa
bank syariah perlu diperbaiki kearah lebih baik, jangan sampai
performence nya hampir sama dengan bank konvesioanal. Karena
60
Hasil wawancara dengan A. Karim Syeikh
61
Wawancara dengan Muslim Ibrahim (Ketua MPU Provinsi NAD).
62
Wawancara dengan AlYasa Abubakar (Mantan Kepala Dinas Syariat
Islam Aceh periode 2004-2009 dan Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Bank Pembangunan Daerah (BPD) Aceh).
58
59
bank konvensional adalah tidak sesuai dengan syariah baik dari
prinsip maupun operasionalnya.
63
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa minimnya
pengetahuan ulama dan masyarakat, adanya perbedaan pandangan
dikalangan ulama mengenai perbankan syariah dan konvensional,
serta kurangnya sosialisasi telah memberikan banyak pengaruh,
diantaranya, pertama, telah mempengaruhi partisipasi ulama dalam
pengembangan perbankan syariah dan kedua, mempengaruhi
partisipasi serta preferensi masyarakat terhadap bank syariah.
Meskipun pengaruh tersebut tidak begitu signifkan. Kajian ini
akan di perdalam pada bab selanjutnya.
63
Wawancara dengan Yasir Yusuf (Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Ra-
niry).
58
59
BAB IV
SIKAP MASYARAKAT
TERHADAP PERAN ULAMA DAN PREFERENSI
NASABAH BANK SYARIAH
S
ebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa selama
ini ulama telah menjalankan perannya tidak hanya sebagai elit
agama tetapi juga masuk ke dalam ranah politik dan ekonomi.
Salah satu peran yang mereka tunjukkan dalam ranah ekonomi
adalah kontribusi dalam pengembangan perbankan syariah. Peran
mereka di lembaga tersebut tidak hanya sebatas mengeluarkan
fatwa dan mengawasi operasional lembaga tersebuat agar sesuai
dengan prinsip syariah, tetapi juga berpartisipasi dalam sosialisasi
perbankan syariah kepada masyarakat. Karena itu, pembahasan
mengenai sejauh mana tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
ulama dan juga respon masyarakat terhadap bank syariah yang ada
di Aceh menjadi fokus utama dalam bab ini.
Pembahasan dalam bab ini meliputi: sikap masyarakat
terhadap peran ulama, lalu bagaimana preferensi dan persepsi
mereka terhadap bank syariah terutama antara nasabah yang
memiliki double account dan nasabah full account. Untuk melihat
sejauh mana persepsi dan preferensi masyarakat terhadap bank
syariah, maka pengetahuan mengenai karakteristik responden
menjadi penting dalam kajian ini.
A. Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel
Sebelum instrumen diedarkan kepada responden, maka
terlebih dahulu diuji keabsahan isinya oleh para pakar yang ahli
dalam bidang bahasa dan juga perbankan syariah. Berdasarkan dari
penilaian pakar ada beberapa yang perlu ditambahkan karena item
tersebut dianggap penting untuk mengukur preferensi dan persepsi
60
61
masyarakat terhadap bank syariah. Disamping itu ada juga beberapa
item yang perlu diperbaiki dalam segi bahasa untuk memudahkan
responden dalam memahami kuisioner tersebut.
Kemudian untuk menguji reliabilitas, data dianalisis
menggunakan SPSS versi 16 dengan mengunakan model Cronbach
Alpha. Model ini merupakan ujian yang paling popular dan sering
dilakukan, karena dapat mengukur kepercayaan data dikotomi dan
polikotomi. Berbeda dengan model lain seperti Kuder-Richardson
yang berpetokan kepada data dikotomi saja.
1
Pada dasarnya, nilai reliabilitas alfa Cronbach bermula dari
0.00 hingga 1.00. Nilai alfa yang sering dijadikan sebagai batasan
minimal adalah 0.60 (Uma Sekaran, 1992)
2
, untuk penelitian sains
social nilai alfa adalah 0.65 (J. H. Mc Millan &S. Schumacher,
2006)
3
dan 0.70 (D. Muijs, 2004

)
4
. Meskipun demikian nilai alfa
0.70 lebih sesuai bagi kajian yang mengukur ciri-ciri kepribadian,
sikap dan pandangan.
5
Hasil daripada analisis yang dilakukan menunjukkan nilai
alfa Cronbach yang didapatkan 0.781. Karena tujuan kajian ini
adalah untuk mengukur sikap, maka nilai reliabilitas yang didapat
1
John W. Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and
Mixed Methods Approach , 2
rd
edition (London: Sage Publications, 2003), 131.
J. H. Mc Millan &S. Schumacher, Research in Education: Evidence-Based In-
quiry (New York: Pearson Education, Inc, 2006), 155.
2
Jika alpha atau r hitung: 0,8-1,0 = Reliabilitas baik, 0,6-0,799 = Reli-
abilitas diterima, kurang dari 0,6 = Reliabilitas kurang baik. (Uma Sekaran, Re-
search Method for Business: A Skill Building Approach, 2
nd
Edition (New York:
1992), 138).
3
J. H. Mc Millan &S. Schumacher, Research in Education: Evidence-
Based Inquiry , 153.
4
D. Muijs,Doing Quantitative Research in Educational with SPSS (Lon-
don: Sage Publications, 2004), 131.
5
T. K. Crowl, Fundamentals of Educational Research, 2
nd
Edition (New
York: McGraw - Hill, 1996), 127. J. H. Mc Millan &S. Schumacher, Research
in Education: Evidence-Based Inquiry (New York: Pearson Education, Inc,
2006),163.
60
61
sudah tepat. Hal ini terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.1
Reliability Statistics
Cronbachs Alpha
Cronbachs Alpha Based on
Standardized Items
N of Items
.781 .791 31
B. Sikap Masyarakat Terhadap Peran Ulama
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sikap memiliki
pengaruh signifkan pada perilaku.
6
Pada dasarnya setiap manusia
memiliki perilaku yang berbeda dengan manusia lainnya. Manusia
juga memiliki kemampuan untuk berpikir, sehingga dengan berpikir
juga dapat mempengaruhi seseorang dalam berprilaku. Demikian
juga halnya dalam melakukan interaksi, seseorang dengan memiliki
kemampuan berpikir tadi akan memperhitungkan orang lain dan
memutuskan bagaimana harus bertingkah laku atau bersikap supaya
cocok dengan orang tersebut.
7
Karena itu, pembentukan sikap pada
diri seseorang sangat dipengaruhi banyak faktor, diantaranya;
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting
(Signifcant Others), media massa, institusi / lembaga pendidikan
dan agama, serta faktor emosional.
8
Bagi masyarakat Aceh, menghormati ulama dan mengagung-
agung agama sudah menjadi budaya, meskipun tidak semua
6
S.J. Kraus, Attitudes and prediction of behavior: a meta-analysis of the
empirical literature. Personality and Social Psychology Bulletin, Januari 1995,
21, 58-75.
7
Bernard Raho, SVD, Teori Sosiologi Modern, (Jakarta: Prestasi Pusta-
karaya, 2007), 108
8
Sri Utami Rahayuningsih, Psikologi Umum 2 nurul_q.staff.gunadar-
ma.ac.id/Downloads/fles/.../bab1-sikap-1.pdf (Di akses 10 November 2010).
62
63
perkataan ulama dan anjuran agama mereka taati. Jadi semua hal
yang berkaitan dengan ulama dan agama dianggap menjadi sesuatu
yang penting untuk dipertahankan. Hal ini terungkap dari hasil
penelitian yang penulis lakukan berkaitan dengan sikap masyarakat
terhadap peran ulama di Aceh menunjukkan bahwa mereka sampai
saat ini masih mengakui keberadaan ulama di dalam kehidupannya,
baik kehidupan pribadi ataupun bermasyarakat.
Posisi ulama dalam masyarakat masih cukup kuat dan masih
dipercaya oleh masyarakat bahkan melebihi tingkat kepercayaan
kepada polisi dan pejabat pemerintah. Sebaliknya, meskipun disatu
sisi para ulama masih dipercaya dalam segala urusan, akan tetapi
disisi lain masyarakat menilai bahwa tidak semestinya segala urusan
diatur oleh mereka.
Fenomena di atas dapat dilihat dari jawaban-jawaban yang
diberikan masyarakat dalam penelitian ini sebayak 300 nasabah.
Keseluruhannya dapat dilihat dari tabel dan grafk yang akan
ditampilkan berikut ini:
Tabel 4.2
Sikap Masyarakat Terhadap Ulama

No
Faktor-faktor Mean
1.
Dalam melakukan aktivitas keagamaan saya selalu
meminta pendapat ulama.
4.00
2.
Dalam melakukan aktivitas seperti transaksi keuangan,
dagang dan jual beli saya selalu meminta pendapat
ulama
3.61
3. Ulama memiliki peran penting dalam hidup saya. 4.07
4. Posisi ulama sangat penting dalam masyarakat 4.48
5.
Ulama sangat berpengaruh di masyarakat baik urusan
agama maupun sosial lainnya
4.20
62
63
6. Ulama sangat dipercaya dalam segala urusan. 3.57
7.
Ulama tidak pernah terlibat dalam urusan sosial dan
ekonomi
3.78*
8.
Ulama tidak memahami urusan ekonomi, sosial dan
politik
3.79*
9.
Saya lebih percaya ulama dari pada polisi atau pejabat
pemerintah
3.36
10. Saya tidak lagi percaya terhadap ulama. 4.23*
11.
Ulama tidak lagi bisa mengubah masyarakat jadi lebih
baik.
3.82*
12.
Informasi dari luar lebih didengar oleh masyarakat dari
pada Ulama
3.37*
13. Segala urusan mestinya diatur oleh ulama. 2.97
14.
Pejabat pemerintah seharusnya berasal dari tokoh agama/
Ulama/Tengku
3.50
15.
Penegakan Syariat Islam sangat membutuhkan peran
ulama.
4.27
16. Bank Syariah sangat membutuhkan ulama. 3.99
* pernyataan negatif.
Berdasarkan tabel di atas dari keseluruhan pertanyaan 1
sampai 16 tentang kepercayaan terhadap ulama terlihat bahwa
skor mean tertinggi terdapat pada item keempat dengan nilai mean
r = 4.48. Hal ini menunjukkan bahwa posisi ulama masih sangat
penting dalam kehidupan bermasyarakat di Aceh. Hal ini juga
berdasarkan tingginya jumlah pemilih dengan persentase sangat
setuju sebesar 54.7%, lalu diikuti oleh nasabah yang menyatakan
setuju sebesar 41%, seperti yang ditunjukkan pada grafk di beri-
kut ini :
64
65
1. Kepercayaan Kepada Ulama dalam Masyarakat
Berdasarkan grafk di atas dapat kita ketahui bahwa posisi
ulama sangat penting dalam masyarakat, hal ini terlihat dari
tingginya responden yang berpendapat sangat setuju, adapun
yang berpendapat sangat tidak setuju sangat sedikit. Memang
pada dasarnya secara keseluruhan masyarakat menunjukkan sikap
positif atau setuju jika ulama memiliki pengaruh, baik dalam urusan
keagamaan, sosial, ekonomi dan politik. Jadi dapat disimpulkan
bahwa ulama sampai saat ini masih memiliki peran penting baik
dalam kehidupan pribadi masyarakat Aceh khususnya maupun di
dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Jika masyarakat menganggap bahwa ulama itu penting
dan menjadi kebutuhan dalam kehidupan pribadi mereka, maka
pernyataan di atas sesuai dengan pernyataan A. Karim Syeikh bahwa
ulama memang dibutuhkan karena banyak persoalan-persoalan
kemasyarakatan yang seharusnya mendapatkan legitimasi nilai-
nilai keagamaan. Lebih jauh beliau menilai ulamalah yang menjadi
pengawas dan pendamping, sehingga agama dapat terealisasikan
64
65
dalam kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya beliau mengatakan
jika tidak ada ulama, maka pewarisan keilmuan akan terhenti dan
nilai-nilai keagamaan tidak dapat terakulturasi menjadi nilai-nilai
dalam kehidupan sehingga agama hanya dijadikan sosial.
9
Berbeda dengan A. Karim Syeikh, Yasir Yusuf mengakui
jika dilihat dari sisi sejarah, posisi ulama atau intelektual muslim
adalah penting. Dahulu masyarakat Aceh sangat patuh kepada
ulama dan menjadikan pola kehidupan mereka sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh ulama. Melihat realita yang ada di dalam
masyarakat, Yasir menilai bahwa saat ini telah terjadi perubahan,
mungkin karena faktor politik dan sosiologi yang menyebabkan
sejarah sudah bergeser kearah yang lebih personal misalnya ulama
itu hanya berbicara masalah ibadah dan tidak lagi dijadikan ukuran
dalam semua aspek kehidupan.
10
Sejalan dengan Yasir Yusuf, Israk Ahmadsyah mengakui
bahwa Aceh ini awalnya adalah negeri yang dipimpin oleh para
ulama, tentunya kontribusi para ulama sangat besar terhadap
masyarakat, oleh karenanya masyarakat sangat menghormati para
ulama. Namun seiring perjalanan sejarah Aceh pasca konfik dan
tsunami, Israk menilai bahwa telah terjadi pergeseranpergeseran
terhadap ulama dalam masyarakat, seperti fenomena ketika
terjadinya konfik, ulama sebagiannya menjadi korban, sehingga
masyarakat kehilangan fgur dan tidak ada penggantinya, akhirnya
masyarakat sudah terbiasa hidup tanpa fgur ulama. Contoh lainnya
adalah pasca tsunami, Israk menganggap bahwa banyaknya NGO
(Non Government Organization) asing yang memberikan bantuan
begitu besar kepada masyarakat menjadikan kedudukan mereka
dianggap lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan para
ulama. Jadi yang dirasakan saat ini adalah pengaruh ulama hanya
ada pada halhal yang bersifat ritual saja seperti masalah ibadah
9
Hasil wawancara dengan A. Karim Syeikh
10
Hasil wawancara dengan Yasir Yusuf
66
67
dan warisan, tidak terlibat pada urusanurusan yang lebih luas,
sehingga pandangan masyarakat Aceh terhadap ulama berbeda
antara dulu dengan sekarang. Ditambah lagi ulama yang ada saat ini
sudah tidak terlihat lagi perannya dalam melakukan pencerahan
pencerahan kepada masyarakat. Lebih jauh beliau mengakui bahwa
sekarang kesatuan intelektual di Aceh memang masih ada, tapi
perannya sangat kecil karena mereka jarang terlihat memberikan
kritik-kritik yang membangun kepada pemerintah, sehingga hal
ini menyebabkan sebagian masyarakat merasa bahwa peran ulama
tidak meliputi seluruh aspek kehidupan.
11

Pandangan Yasir Yusuf dan Israk Ahmadsyah tadi menguatkan
temuan penulis pada item pertanyaan 13 yang menyatakan bahwa
masyarakat menyatakan tidak setuju jika segala urusan diatur
oleh ulama dengan nilai skor mean terendah yaitu r = 2,97 dari
seluruh item pertanyaan. Hal ini juga terlihat dari jumlah pemilih
yang menyatakan tidak setuju sebanyak 115 orang dari 300 jumlah
keseluruhan pemilih atau sebesar 38.3%, seperti yang tergambar pada
grafk di bawah ini :
11
Hasil wawancara dengan Israk Ahmadsyah
66
67
Dari grafk tersebut di atas dapat kita ketahui bahwa kebanya-
kan responden tidak setuju jika segala urusan mesti diatur oleh ula-
ma. Pernyataan ini bertolak belakang dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang menyatakan bahwa mereka mempercayai ulama
dalam segala urusan baik urusan agama, dan sosial kemasyarakatan
lainnya. Berarti ada ketidak konsistenan dari masyarakat, di satu
sisi mereka percaya kepada ulama bahkan posisi mereka masih di-
hormati, tetapi pada kenyataannya mereka tidak setuju jika segala
urusan mesti diatur oleh mereka. Bisa jadi karena mereka tidak
punya cukup keilmuan dalam segala bidang, hanya bidang-bidang
tertentu saja atau hanya sekedar menjadi pengawas atau penasehat
saja.
Jika dikorelasikan antara grafk 4.1 dan 4.2 di bawah ini
juga terlihat bahwa meskipun keduanya memiliki hubungan yang
signifkan, akan tetapi kekuatan hubungan antara kedua variablel
tersebut adalah rendah dengan nilai r = 0.250.
12
Tabel 4.3
Correlations
Posisi ulama sangat
penting dalam
masyarakat
Segala urusan
mestinya diatur
oleh ulama
Posisi ulama
sangat penting
dalam masyarakat
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1
300
.250
**
.000
300
Segala urusan
mestinya diatur
oleh ulama
Pearson
Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.250
**
.000
300
1
300
**. Correlation is signifcant at the 0.01 level (2-tailed).
12
Tafsiran kekuatan hubungan korelasi ini adalah berdasarkan klasifkasi
skala Devies (1971). Bagi nilai r korelasi antara 0.01 hingga 0.09 adalah diabai-
kan. Bagi nilai r korelasi antara 0.10 hingga 0.29 adalah diabaikan rendah. Bagi
nilai r korelasi antara 0.30 hingga 0.69 adalah tinggi. Dan bagi nilai r korelasi
antara 0.70 hingga 1.00 adalah amat tinggi.
68
69
Dari tabel korelasi di atas, dapat disimpulkan bahwa
adanya kekuatan hubungan antara kedua variabel rendah dengan
nilai r = 0.250 ini dapat terjadi karena adanya inkonsistensi dalam
masyarakat. Di satu sisi mereka percaya kepada ulama, akan tetapi
di sisi lain mereka tidak menginginkan segala urusan diatur oleh
ulama.
Fenomena di atas sesuai dengan pernyataan Ridwan Nurdin
yang membenarkan bahwa peran ulama sekarang sudah bergeser,
dimana sekarang ini masing-masing bidang sudah ada ahlinya.
13
2. Kepercayaan Kepada Ulama dalam Penegakan Syariat
Islam
Terkait dengan peran ulama terhadap penegakan Syariat Islam
di Aceh tidak diragukan lagi pasti masyarakat setuju bahkan sangat
setuju jika peran mereka sangat dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat dari
tabel yang menunjukkan bahwa pemilih yang menyatakan sangat
setuju berjumlah 144 orang dari 300 jumlah keseluruhan pemilih
atau 48,0%, kemudian diikuti oleh pernyataan dari masyarakat yang
menyatakan setuju dengan persentase 39,7% atau 119 orang. Nilai
mean skor pada item pertanyaan ini juga cukup tinggi setelah item
4 yaitu bernilai r = 4.27 yang artinya sikap masyarakat terhadap
peran ulama dalam penegakan syariat Islam bernilai positif.
13
Wawancara dengan Ridwan Nurdin (Pembantu Dekan I dan Dosen pada
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry).
68
69
Berdasarkan grafk tersebut di atas dapat dilihat bahwa
sebahagian besar responden sangat setuju jika penegakan syariat
Islam membutuhkan peran ulama. Pada dasarnya ulama berperan
penting terhadap penegakan syariat Islam di Aceh, tanpa partisipasi
mereka maka syariat Islam tidak akan berjalan seperti yang
diharapkan. Selama ini mereka terlibat dalam pembuatan qanun-
qanun syariat di Aceh dan juga menjadi pelaksana kebijakan
pemerintah seperti menjadi kepala Dinas Syariat Islam, Kepala
Mahkamah Syariah, Kepala Baitul Mal, dan banyak lagi peran
lainnya yang merupakan posisi penting dalam pelaksanaan syariat
Islam di Aceh.
Temuan ini juga sejalan dengan pernyataan Ketua MPU
(Majelis Permusyawaratan Ulama) Aceh, Muslim Ibrahim, bahwa
kehidupan masyarakat Aceh tidak terlepas dari agama, apalagi
sekarang ini mulai diterapkan syariat Islam, jadi keduanya sangat
berkaitan.
14
Ditambah lagi MPU (Majelis Permusyawaratan
Ulama) yang memiliki wewenang untuk mengawasi jalannya
syariat Islam. MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) adalah
wadah para ulama di Aceh. Bismi Khalidin menilai peran MPU
(Majelis Permusyawaratan Ulama) sudah cukup besar di Aceh
dan mereka memiliki wewenang memberikan masukan-masukan
kepada Pemerintah Daerah dan menjabat sebagai staff ahli dalam
pembuatan qanun yang berhubungan dengan agama, mereka
merupakan perwakilan dari MPU (Majelis Permusyawaratan
Ulama).
15
Sebaliknya Karim Syeikh selaku Ketua MPU (Majelis
Permusyawaratan Ulama) kota Banda Aceh menilai bahwa
wewenang yang diberikan kepada MPU masih sangat kecil, sebut
saja masalah yang berkaitan dengan jinayah, ibadah, pakaian,
judi. Padahal menurutnya Syariat itu menjadi tatanan kehidupan
masyarakat, baik tatanan hubungan dengan Allah dan tatanan
hubungan dengan manusia, bahkan tatanan hubungan dengan
14
Wawancara dengan Muslem Ibrahim (Ketua MPU Provinsi NAD)
15
Hasil Wawancara dengan Bismi Khalidin (Dosen Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry
70
71
alam, seluruhnya masuk dalam lingkup Syariat Islam itu sendiri.
A. Karim Syeikh menyimpulkan bahwa perjuangan ulama dalam
penegakan Syariat Islam masih panjang.
16
3. Kepercayaan Kepada Ulama dalam Aktivitas Perekonomian
Selain aktivitas keagamaan, aktivitas sosial perekonomian
seperti transaksi keuangan, perdagangan, masyarakat juga selalu
meminta pendapat ulama. Hal ini dapat dilihat dari grafk berikut
yang menunjukkan bahwa nasabah yang menyatakan setuju
dengan frekuensi 148 orang atau 51%. Sebaliknya nasabah yang
menyatakan tidak setuju menempati posisi kedua walaupun tidak
begitu signifkan yaitu 17.3% dengan frekuensi 53 orang, karena
dinilai hampir sama dengan nasabah yang sangat setuju dengan
frekuensi 48 orang atau 16%.
Dari grafk di atas dapat diketahui bahwa kebanyakan
responden setuju jika dalam melakukan aktivitas seperti traksaksi
keuangan, dagang dan jual beli, masyarakat selalu meminta
penadapat para ulama. Namun berdasarkan observasi penulis
di lapangan terlihat bahwa sangat sedikit orang yang meminta
16
Hasil wawancara dengan A. Karim Syeikh.
70
71
pendapat para ulama ketika melakukan aktivitas ekonomi. Mereka
hanya mendatangi ulama untuk ritual adat saja seperti peusijuk,
kenduri atau pada saat mengeluarkan zakat.
4. Kepercayaan Kepada Ulama dalam Perbankan Syariah
Dalam hal Muamalah khususnya perbankan syariah,
partisipasi ulama sangat dibutuhan. Oleh karena mayoritas nasabah
yang merupakan bagian dari masyarakat Aceh menyatakan
setuju dan juga sangat setuju jika selama ini bank Syariah sangat
membutuhkan ulama. Hal ini dapat dilihat dari grafk di bawah ini
yang menunjukkan bahwa pemilih yang menyatakan sangat setuju
berjumlah 163 orang dari 300 jumlah keseluruhan pemilih atau
54,3%, kemudian diikuti oleh pernyataan dari masyarakat yang
menyatakan setuju dengan persentase 28,3% atau 85 orang.
Berdasarkan grafk tersebut di atas dapat diketahui bahwa
kebanyakan responden setuju jika bank syariah sangat membutuhkan
ulama. Pada prinsipnya bank syariah sangat membutuhkan
keterlibatan ulama karena syarat berdirinya bank syariah harus ada
DPS (Dewan pengawas syariah) yang bertugas mengawasi jalannya
72
73
operasional bank sehari-hari agar selalu sesuai dengan ketentuan-
ketentuan syariah. Selain itu di adanya Dewan Syariah Nasional
(DSN) di tingkat pusat yang bertugas meneliti dan mengeluarkan
fatwa terhadap produk-produk perbankan syariah. Anggota DSN
(DEwan Syariah Nasional) maupun DPS (Dewan Pengawas
Syariah) direkrut dari para ulama yang paham mengenai keuangan
syariah.
Sejalan dengan hasil temuan ini, Bismi Khalidin melihat
bahwa khusus bagi masyarakat Aceh, kepatuhan masyarakat
terhadap ulama sangat besar. Menurut beliau fenomena ini sudah
menjadi kultur masyarakat jika dilihat dari sosiologi dan sejarah
masa lampau ketika mantan presiden pertama Republik Indonesia
Soekarno meminta bantuan pesawat Seulawah I kepada masyarakat
Aceh, semua masyarakat langsung menyumbang apa saja yang
mereka miliki dan ini atas anjuran ulama. Oleh sebab itu, sampai
sekarang keterikatan atau kepatuhan masyarakat terhadap ulama
sangat tinggi. Berdasarkan tinjauan historis tadi, seandainya ulama
bekerja maksimal seperti yang mereka lakukan dahulu, maka ketika
ulama memperkenalkan bank syariah kepada masyarakat maka
masyarakat akan mudah percaya. Lebih jauh Bismi mengatakan
sekarang ulama tidak berperan maksimal, tidak konsisten dan tidak
begitu yakin kepada bank syariah. Bismi menambahkan bahwasanya
peran serta ulama di bank sayariah sudah ada, terutama ulama-
ulama moderat, akan tetapi dalam hal mengajak dan meyakinkan
masyarakat itu masih kurang, karena mereka sendiri masih kurang
yakin. Lebih jauh lagi Bismi menilai belum ada ketentuan MUI
(Majelis Ulama Indonesia) seperti adanya fatwa yang ketat untuk
mengajak masyarakat menjadi nasabah pada bank syariah dan ini
juga terlihat dari kurangnya peran ulama dalam mempengaruhi
preferensi masyarakat kepada bank syariah.
17
Sejalan dengan Bismi, Muslim Ibrahim menambahkan
17
Bismi Khalidin (Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry)
72
73
perkembangan bank syariah tidak terlepas dari peran ulama dan
penerimaan masyarakat terhadap bank tersebut. Peran ulama terlihat
dari tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari yang dapat dijadikan
sebagai contoh, misalnya banyak ulama yang hanya menabung di
bank syariah dan tidak menabung pada bank konvensional. Bahkan
Muslim menegaskan kalaupun ada ulama yang bertransaksi pada
bank konvensional, itu harus dipertanyakan, karena menurutnya
hal tersebut akan sangat berpengaruh kepada masyarakat, lagi pula
saat ini sudah banyak bank syariah di Aceh.
18
Berkaitan dengan tingkat kepercayaan terhadap ulama, dapat
disimpulkan bahwa tidak hanya dalam aktivitas seperti transaksi
keuangan, dalam urusan agama dan sosial bahkan dalam segala
urusan masyarakat juga masih setuju jika para ulama memiliki
pengaruh serta dipercaya di dalam masyarakat. Hal ini dibuktikan
oleh banyaknya pemilih pada tabel 4.2 item 6 yang menyatakan
setuju dengan persentase sebesar 42.7% atau 128 orang. Namun
tidak dapat dipungkiri bahwa mereka yang menyatakan masih
ragu-ragu bahwa ulama sangat dipercaya dalam segala urusan
juga tidak sedikit. Hal ini terlihat pada tabel yang telah tersedia
bahwa mereka yang masih ragu-ragu menempati posisi kedua dari
mereka yang menyatakan setuju yaitu dengan jumlah pemilih 65
orang atau 21,7%. Fenomena ini bisa saja terjadi karena pada item
13 sebelumnya menyatakan bahwa masyarakat menyatakan tidak
setuju jika segala urusan diatur oleh Tengku/intelektual Muslim.
5. Kepercayaan Kepada Ulama dibandingkan dengan
Pemerintah
Masyarakat masih lebih percaya ulama jika dibandingkan
dengan polisi dan pejabat pemerintah. Ini terlihat pada persentase
jumlah pemilih yang menyatakan setuju sebesar 44,7% atau 134
orang. Namun ada juga masyarakat yang masih merasa ragu-ragu
18
Wawancara dengan Muslem Ibrahim (Ketua MPU Provinsi NAD)
74
75
apakah mereka masih dapat dipercaya daripada polisi atau pejabat
pemerintah, karena persentase pemilih menempati urutan kedua
yaitu sebesar 22,3% atau 43 orang dari 300 orang keseluruhan
pemilih.
Berdasarkan grafk tersebut di atas dapat diketahui bahwa
kebanyakan responden setuju jika mereka lebih percaya kepada
ulama daripada polisi atau pejabat pemerintah. Namun kenyataan
yang penulis temui di lapangan terlihat bahwa masyarakat lebih
patuh kepada polisi atau pejabat pemerintah daripada ulama.
Contohnya pada wanita yang memakai jilbab karena takut ketika
ada razia yang dilakukan oleh polisi syariah atau WH (Wilayatul
Hisbah), bukan karena kesadaran tentang wajibnya berbusana
muslimah seperti yang dikatakan oleh para ulama pada setiap
pengajian yang mereka ikuti.
6. Kepercayaan Kepada Ulama dalam hal Kepemimpinan
Berkaitan dengan kepemimpinan, kebanyakan masyarakat
tidak setuju jika segala urusan diatur oleh ulama, akan tetapi dalam
hal kepemimpinan, masyarakat setuju jika pejabat pemerintah
74
75
seharusnya berasal dari tokoh agama/Ulama/Tengku. Hal ini dapat
dilihat dari grafk di bawah ini yang menunjukkan bahwa pemilih
yang menyatakan setuju berjumlah 134 orang dari 300 jumlah
keseluruhan pemilih atau 44.7%.
Dari grafk tersebut di atas terlihat bahwa masyarakat setuju
jika pejabat pemerintah berasal dari tokoh agama. Namun pada
kenyataannya jika ada ulama yang masuk ke ranah politik dan
sebagai calon pemimpin terlihat seperti tidak adanya dukungan
masyarakat, bahwa masyarakat mencela jika ada ulama yang mengaji
anggota partai politik karena dianggap penurunkan kharisma ulama
itu sendiri.
Sejarah telah membuktikan bahwa dulunya syarat untuk
menjadi pemimpin di Aceh adalah orang yang paham agama dan
seorang muslim yang taat. Oleh sebab itu, syarat tersebut sudah
mulai diaplikasikan kembali dengan membuat kebijakan yang
mungkin berbeda dengan daerah lain di Indonesia yaitu semua
bakal calon yang akan menduduki posisi legislatif, eksekutif
maupun yudikatif harus mengikuti tes membaca Al-Quran terlebih
76
77
dahulu yang bisa disaksikan oleh masyarakat luas dan disiarkan
secara langsung melalui media televises. Sehingga masyarakat akan
mengetahui kualitas calon pemimpin mereka. Jika tidak lulus tes
baca Al-Quran, maka tidak bisa mengikuti tes berikutnya karena
bisa membaca Al-Quran adalah syarat utama kelulusan.
Pada zaman dahulu peran ulama dan umara (pemerintah)
tidak dipisahkan, seperti pada masa Rasulullah menjadi pemimpin
negara yang kemudian dilanjutkan pada masa Khulafaurrasyidin,
lalu sampai kepada Muawiyah, Abbasiyah, Turki Utsmani, Mughal
dan seterusnya sampai ke Aceh. Namun sekarang ini mulai terpisah,
agama itu menjadi urusan pribadi dan bukan urusan pemerintah.
19

Lebih dari itu bagi daerah yang masyarakatnya agamis, setiap
masalah yang berkaitan dengan aktivitas keseharian meminta
pendapat atau pandangan ulama adalah konsekuensi logis. Hal
ini dapat dilihat dari besarnya jumlah pemilih pada setiap item
pertanyaan yang berkaitan dengan peran ulama dalam masyarakat
Aceh.
C. Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Terhadap Bank
Syariah
Secara sederhana sikap didefnisikan sebagai sebuah
ekspresi sederhana dari bagaimana seseorang suka atau tidak suka
terhadap beberapa hal.
20
Sikap suka atau tidak suka terhadap sesuatu
itu terlahir karena adanya persepsi sebelumnya. Persepsi adalah
suatu proses yang ditempuh individu untuk mengorganisasikan
dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan
makna bagi lingkungan mereka.
21
Sehingga sikap positif terlahir
dari persepsi atau kesan yang positif, begitu juga sebaliknya sikap
negatif terlahir dari persepsi yang negatif pula.
19
Hasil wawancara dengan A. Karim Syeikh.
20
Sri Utami Rahayuningsih, Psikologi Umum 2.
21
Veithzal Rivai, Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi ( Jakarta: PT.
RajaGrafndo Persada, 2006)
76
77
Agar terciptanya sikap masyarakat untuk menyukai bank
syariah maka tentu saja terlebih dahulu harus tercipta persepsi atau
kesan yang positif terhadap bank syariah. Untuk mendapatkan kesan
positif dari masyarakat, tentu saja bank syariah harus menampilkan
performa yang menarik, sehingga pada akhirnya akan menjatuhkan
preferensinya pada bank syariah.
Pada dasarnya keinginan seseorang dalam melakukan
transaksi dengan perbankan syariah berbeda-beda. Perbedaan
tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya; faktor
demograf, ekonomi, dan sosial. Faktor demograf antara lain terdiri
dari: tingkat pendidikan, umur, dan jenis kelamin. Sementara faktor
ekonomi antara lain terdiri dari: tingkat pendapatan keluarga, jenis
pekerjaan/usaha, dan aksesibilitas (transportasi dan komunikasi).
Faktor sosial antara lain terdiri dari: kedudukan sosial, agama, dan
keterbukaan terhadap ide. Ketiga faktor inilah yang nantinya akan
diketahui bagaimana karakter nasabah bank syariah yang ada di kota
Banda Aceh dan keseluruhannya terangkum dalam pembahasan
berikut ini.
1. Karakteristik Responden Perbankan Syariah
Tabel 4.4
Jenis Kelamin
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 133 44.3 44.3 44.3
perempuan 167 55.7 55.7 100.0
Total 300 100.0 100.0

Dari tabel di atas terlihat bahwa responden yang sering
bertransaksi dengan bank syariah adalah responden perempuan
dengan frekuensi 167 kali atau 55.7%. Sedangkan responden
78
79
laki-laki frekuensinya 133 kali atau 44.3 %. Walaupun demikian,
berbedaan ini tidak begitu signifkan jika dilihat dari jumlah
penduduk Indonesia yang lebih banyak perempuan daripada laki-
laki.
Dalam sebuah penelitian di Pakistan mengenai persepsi
masyarakat terhadap bank Islam menunjukkan bahwa tidak
ditemukan responden wanita dalam penelitian tersebut yang
memiliki rekening bank syariah. Analisis ini menunjukkan bahwa
bank syariah harus menjadikan perempuan sebagai target dalam
menarik pelanggan, sehingga layanan perbankan Islam dapat
berjalan secara seimbang.
22
Tabel 4.5
Agama
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Islam 299 99.7 99.7 99.7
Non Islam 1 .3 .3 100.0
Total 300 100.0 100.0
Mengenai keyakinan nasabah, dari hasil penelitian yang
dilakukan peneliti selama menyebarkan kuisioner ditemukan
nasabah yang ada di keempat bank syariah di Banda Aceh hampir
semuanya beragama Islam dengan persentase 99.7 % atau sebanyak
299 nasabah, sedangkan nasabah atau responden yang non muslim
dalam penelitian ini hanya ditemukan satu orang saja dengan
persentase 0.3%.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian-penelitian
22
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic Bank-
ing : A Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan,
Oikonomika, Volume 43 Issue 3,4, 2007, 164. http://www.econ.nagoya-cu.
ac.jp/~oikono/oikono/vol47_34/pdf/vol43_34/09_hassan.pdf. (Di akses tanggal
16 November 2010).
78
79
yang telah dilakukan peneliti lain sebelumnya yang dilakukan di
Indonesia maupun negara-negara lain yang menemukan bahwa
mayoitas nasabah bank syariah adalah beragama Islam. Ini
bukanlah suatu hal yang aneh karena dari nama, sistem dan juga
simbol-simbol yang digunakan adalah simbol Islam. Akan tetapi
hal ini tidaklah menjadi standar atau ukuran bahwa bank Islam
hanya diminati oleh nasabah yang beragama Islam, karena bank
Islam sendiri tidak membatasi nasabahnya dari orang Islam saja,
namun juga memberi kesempatan yang sama kepada nasabah non
muslim yang ingin bertransaksi di bank syariah.
Fenomena di atas menandakan bahwa orang Islam sampai
saat ini masih tetap menjadi tumpuan bagi bank syariah, meskipun
tidak menutup kemungkinan pada masa yang datang masyarakat
non-muslim memasuki bank syariah.
Tabel 4.6
Usia
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
19 tahun 17 5.7 5.7 5.7
19-25 tahun 128 42.7 42.7 48.3
26-35 tahun 113 37.7 37.7 86.0
36-50 tahun 36 12.0 12.0 98.0
50 tahun ke atas 6 2.0 2.0 100.0
Total 300 100.0 100.0
Usia dan pengalaman hidup seseorang merupakan faktor
penting yang dapat mempengaruhi persepsi. Oleh karena itu data
mengenai usia responden dianggap dalam penelitian ini. Data
80
81
yang didapat menunjukkan bahwa nasabah yang berumur 19 tahun
sampai 25 tahun merupakan responden yang sering melakukan
transaksi di perbankan syariah dengan frekuensi 128 orang atau
42.7%, kemudian diikuti oleh nasabah yang berumur 26 tahun
sampai 35 tahun dengan frekuensi 113 orang atau 37.7%. Pada umur
tersebut adalah usia produktif karena biasanya pada usia ini adalah
tahap studi dan memasuki dunia kerja atau sedang meniti karir. Hal
yang berbeda ini terlihat pada nasabah yang berusia diatas 50 tahun
dengan frekuensi 6 orang atau hanya 2% saja. Ini membuktikan
bahwa peminat bank syariah mayoritas adalah dari kalangan muda
yang berusia produktif dan kemungkinan pendapatan mereka juga
tidak begitu besar dibandingkan dengan nasabah yang berusia diatas
50 tahun yang biasanya sudah mapan dan sukses dalam karirnya.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Bank Indonesia
dan Pusat pengkajian bisnis dan ekonomi Islam fakultas ekonomi
universitas Brawijaya, mengenai Potensi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Jawa Timur yang
menunjukkan bahwa mayoritas responden berada pada kelompok
usia produktif (17 hingga 46 tahun) yaitu sebesar 74%.
23
Tidak hanya di Indonesia, penelitian yang di lakukan di
beberapa negara muslim juga menunjukkan hal yang sama dimana
di Bangladesh ditemukan sebagian besar nasabahnya berusia antara
25 sampai 35 tahun atau sebanyak 58%.
24
Sementara di Pakistan
bank Islam lebih popular dikalangan muda dan usia menengah.
25

23
Ringkasan Eksekutif Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Pusat peng-
kajian bisnis dan ekonomi Islam fakultas ekonomi universitas brawijaya, Po-
tensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah
Jawa Timur, 2000, 7.
24
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan and Abdullah Ibneyy
shahid, Banking Behavior of Islamic Bank Customers in Bangladesh, Journal
of Islamic Economics, Banking and Finance, Volume 3 Issue 3, 2007, 171. http://
www.ibtra.com/pdf/journal/v3_n2_article5.pdf. (Di akses tanggal 1 September
2011).
25
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic Bank-
80
81
Kemudian di Bahrain sekitar 80 % nasabahnya berusia antara 25-
50 tahun.
26

Tabel 4.7
Jenjang Pendidikan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
SD 2 .7 .7 .7
SLTP 3 1.0 1.0 1.7
SMA 109 36.3 36.3 38.0
Diploma2 10 3.3 3.3 41.3
Diploma3 29 9.7 9.7 51.0
Sarjana 114 38.0 38.0 89.0
Pascasarjana 33 11.0 11.0 100.0
Total 300 100.0 100.0

Sejalan dengan usia nasabah dalam penelitian ini terlihat
jelas bahwa mereka yang mempunyai tingkat pendidikan sarjana
sering bertransaksi pada bank syariah dengan frekuensi 113 orang
atau 38% diikuti oleh nasabah yang mempunyai tingkat pendidikan
atas dan pascasarjana masing-masing 36.3% dengan frekuensi 109
orang dan 11% dengan frekuensi 33 orang. Ini mengindikasikan
bahwa nasabah bank syariah pada umumnya berasal dari nasabah
yang terpelajar.
Kemudian di Bangladesh ditemukan sekitar 29% nasabah
memiliki gelar sarjana dan 44% dengan gelar PhD, hanya 17%
nasabah yang memiliki pendidikan dibawah tingkat sekolah
tinggi.
27
Dalam sebuah penelitian serupa di Bahrain yang dilakukan
ing : A Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan.
26
S.A. Metawa dan Mohammed Almossawi, Banking Behavior of Is-
lamic Bank Customers: Perspectives and Implications, 299-313.
27
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan and Abdullah Ibneyy
shahid, Banking Behavior of Islamic Bank Customers in Bangladesh, Journal
of Islamic Economics, Banking and Finance, 172.
82
83
oleh peneliti Metawa dan Almossawi juga menemukan hanya
5% sampel yang memiliki pendidikan dibawah sekolah tinggi.
28

Di Pakistan perbankan Islam juga lebih populer bagi masyarakat
yang berpendidikan tinggi, dimana responden lulusan universitas
sebanyak 64,3%, sementara responden lulusan SMA hanya
5,33%.
29

Di Indonesia melalui hasil penelitian Bank Indonesia dan
Lembaga Penelitian IPB mengenai Potensi, Preferensi dan Perilaku
Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah Sumatera Selatan
menyimpulkan bahwa masyarakat yang memiliki pendidikan lebih
tinggi, para pengusaha, tokoh masyarakat terutama tokoh agama,
masyarakat yang taat beragama memiliki kesan positif kepada bank
syariah.
30
Tabel 4.8
Profesi
Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
Pelajar/
Mahasiswa
113 37.7 37.7 37.7
Pegawai Negeri
61 20.3 20.3 58.0
Pegawai Swasta
80 26.7 26.7 84.7
Wiraswasta/
Pengusaha
30 10.0 10.0 94.7
TNI/POLRI/
Purnawirawan
4 1.3 1.3 96.0
LSM
12 4.0 4.0 100.0
Total
300 100.0 100.0
28
S.A. Metawa dan Mohammed Almossawi, Banking Behavior of Is-
lamic Bank Customers: Perspectives and Implications, 299-313.
29
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic Bank-
ing : A Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan,a
30
Ringkasan Eksekutif Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Pe-
nelitian IPB, Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Sya-
riah di Wilayah Sumatera Selatan, 9.
82
83
Kemudian dari usia dan jenjang pendidikan jelas terlihat
bahwa nasabah yang sering menggunakan jasa bank syariah adalah
mahasiswa atau pelajar dengan frekuensi 113 orang atau 37,7%,
diikuti oleh nasabah yang berprofesi sebagai pegawai swasta dan
pegawai pemerintah masing-masing 26.7% dengan frekuensi 80
orang dan 20.3% dengan frekuensi 61 orang.
Lebih jauh dari observasi dan wawancara yang penulis lakukan,
tampak jelas bahwa ada beberapa instansi pendidikan, instansi
swasta bahkan instansi pemerintah melakukan transaksi intens dan
kerjasama dengan bank syariah yang ada di NAD, sehingga mau
tidak mau mereka yang terlibat dalam instansi-instansi tersebut juga
serta merta menjadi nasabah pada bank syariah. Contohnya, para
pelajar atau mahasiswa melakukan pembayaran SPP atau tuition
fee dan pengambilan beasiswa pada bank syariah, sedangkan para
pengawai swasta dan pemerintah, mereka harus membuka rekening
tabungan pada bank syariah karena uang gaji mereka tiap bulan di
transfer melalui bank tersebut. Jadi tentu saja mereka akan berpikir
ulang untuk membuka rekening tabungan pada bank yang lain
seperti bank konvensional, mengingat banyaknya potongan atau
beban administrasi dan juga gaji mereka yang pas-pasan.
Tabel 4.9
Pendapatan
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid 1.000.000,- 110 36.7 36.7 36.7
1.000.000,- 81 27.0 27.0 63.7
2.500.000,- 73 24.3 24.3 88.0
5.000.000,- 36 12.0 12.0 100.0
Total 300 100.0 100.0
84
85
Berkaitan dengan usia dan profesi nasabah, dari tabel di atas
menunjukkan bahwa nasabah yang sering melakukan transaksi
dengan bank syariah adalah nasabah yang berpenghasilan dibawah
Rp. 1.000.000,- dengan frekuensi 110 orang atau 36,7% diikuti oleh
nasabah yang berpenghasilan Rp. 1.000.000,- dan Rp. 2.500.000,-
dengan frekuensi masing-masing 81 orang atau 27% dan 73 orang
atau 24.3%. Dari penjelasan di atas kita dapat menyimpulkan bahwa
mayoritas nasabah yang melakukan transaksi pada perbankan
syariah adalah nasabah yang berpenghasilan cukup jika dilihat dari
UMR (Upah Minimum Regional) Provinsi NAD yang merupakan
UMR tertinggi di Indonesia yaitu sebesar Rp. 1.300.000,- dan
UMD (Upah Minimum Daerah). Hal tersebut juga dilihat dari usia
nasabah yang produktif yang mayoritas dari kalangan muda yang
sedang duduk dibangku kuliah dan baru saja meniti karir.
Fenomena di atas sejalan dengan pernyataan Nazaruddin
A.Wahid yang mengatakan bahwa kebanyakan masyarakat yang
menjadi nasabah bank syariah adalah yang berpendapatan rendah dan
bukannya pengusaha, sehingga market share nya pun rendah.
31

Penelitian yang dilakukan di Jawa Barat juga menemukan bahwa
bank syariah ternyata lebih diminati kalangan berpenghasilan
menengah ke bawah.
32
Berbeda dengan hasil temuan di Pakistan
yang menunjukkan bahwa bank syariah lebih popular dikalangan
kelas menengah ke atas dengan jumlah 50,3%.
33
31
Wawancara dengan Nazaruddin A.Wahid (Dekan dan Dosen pada
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry).
32
Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB Potensi, Preferensi dan
PerilakuMasyarakat terhadap Bank Syariah di Pulau Jawa Barat (Bogor: Bank
Indonesia, 2000).
33
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic
Banking : A Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Paki-
stan, 166.
84
85
Tabel 4.10
Kenal dengan Bank syari`ah
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid kenal 271 90.3 90.3 90.3
tidak kenal 2 .7 .7 91.0
Kurang kenal 27 9.0 9.0 100.0
Total 300 100.0 100.0

Selanjutnya berkaitan dengan interaksi dengan bank
syariah, hasil penelusuran penulis menunjukkan bahwa mayoritas
penduduk Kota Banda Aceh sudah mengenal bank syariah dengan
persentase 90,3% dengan frekuensi 271 nasabah. Sedangkan
nasabah yang mengaku tidak mengenal hanya 2 orang saja atau
dengan persentase 0.7%. Akan tetapi anehnya mereka sudah
menjadi nasabah bank syariah, kemungkinan hal ini bisa terjadi
karena mereka menjadi nasabah bank syariah karena di bank
tersebut gaji mereka di transfer dan bank tersebut juga membuka
unit syariah, misalnya Bank Pembangunan Daerah (BPD) Syariah.
Uang mereka tidak hanya bisa diambil melalui BPD syariah, tetapi
juga pada BPD konvensional yang sudah lama ada. Jadi kedua
bank tersebut bisa diakses oleh mereka, sehingga mereka tidak bisa
membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional dan
pada akhirnya secara tidak sadar mereka telah menjadi nasabah
pada bank syariah.
86
87
Tabel 4.11
Kenal dari siapa
Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Koran/
surat kabar
109 36.3 36.3 36.3
Teman 95 31.7 31.7 68.0
media elektronik 64 21.3 21.3 89.3
Kiyai/Teuku/
Tokoh Islam
32 10.7 10.7 100.0
Total 300 100.0 100.0

Di era modern, media memiliki peran penting dalam
mempengaruhi seseorang dan terkadang peran aktor bisa
tergantikan oleh media. Hal ini terbukti dari penelitian yang penulis
lakukan bahwa ternyata mayoritas nasabah mengenal pertama kali
bank syariah dengan memperoleh informasi dari Koran dengan
frekuensi 109 orang atau 36.3%, kemudian diikuti oleh nasabah
yang mengenal bank syariah melalui teman dan dengan frekuensi
95 orang atau 31.7%.
Dapat dianalisis bahwa melalui media, baik cetak maupun
elektronik dan juga melalui orang terdekat seperti teman ternyata
lebih efektif dalam memberikan informasi tentang bank syariah
bila di bandingkan dengan Kiyai/Tengku/Islamic leaders. Hal ini
terjadi karena intensitas perjumpaan dengan para Kiyai/Tengku/
Islamic leaders sangat jarang bila dibandingkan dengan teman dan
informasi melalui media.
Penelitian yang dilakukan di Sumatera Selatan juga
menemukan hal yang sama bahwa sumber informasi masyarakat
tentang perbankan baik bank konvensional maupun bank syariah
86
87
yang utama berasal dari teman/kerabat, televisi dan surat kabar.
Demikian juga sumber informasi fatwa MUI tentang bunga bank
yang utama berasal dari TV, dan surat kabar. Hal ini menunjukkan
bahwa peranan ulama dalam sosialisasi perbankan syariah dan
fatwa MUI masih rendah.
34
Penemuan ini juga sejalan dengan pandangan Azra bahwa
penemuan-penemuan baru teknologi komunikasi bukan hanya
menciptakan proses globalisasi informasi, tetapi sekaligus
pandangan hidup (world-view), ideologi, sistem nilai, perilaku, dan
sebagainya.
35
Tabel 4.12
Aktor yang mendorong untuk memilih bank syari`ah
Frequency Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid
diri sendiri
210 70.0 70.0 70.0
orang tua
9 3.0 3.0 73.0
suami/istri
9 3.0 3.0 76.0
Teman
10 3.3 3.3 79.3
Institusi/teman anda
bekerja
39 13.0 13.0 92.3
saudara
6 2.0 2.0 94.3
Tengku/ulama/
tokoh muslim
15 5.0 5.0 99.3
pejabat/pegawai
pemerintah
2 .7 .7 100.0
Total 300 100.0 100.0
34
Ringkasan Eksekutif Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Pe-
nelitian IPB, Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Sya-
riah di Wilayah Sumatera Selatan, 2004, 10.
35
Azyumardi Azra, Menuju Masyarakat Madani; Gagasan, Fakta, dan
Tantangan, 131
88
89
Selain mengenal bank syariah melalui teman, faktor yang
memotivasi atau mendorong nasabah untuk bertransaksi pada bank
syariah adalah diri mereka sendiri yaitu dengan frekuensi 210 orang
atau 70%, kemudian diikuti oleh nasabah yang terdorong untuk
menjadi nasabah bank syariah karena anjuran dari institusi tempat
mereka bekerja dengan frekuensi 39 orang atau 13%.
Dapat dianalisis bahwa motivator utama nasabah memilih
bank syariah karena kesadaran diri sendiri dan bukan di pengaruhi
oleh faktor yang lain. Meskipun institusi juga memiliki pengaruh
tetapi berbedaan tersebut tidaklah signifkan, begitu juga dengan
aktor yang lainnya. Bahkan Tengku/Ulama/Intelektual Muslim
hanya menempati urutan ketiga dengan persentase 5% atau 15
orang.
Tabel 4.13
Menjadi nasabah bank syari`ah
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid kurang dari 1 tahun 65 21.7 21.7 21.7
1 tahun 63 21.0 21.0 42.7
3 tahun 114 38.0 38.0 80.7
lebih dari 5 taun 58 19.3 19.3 100.0
Total 300 100.0 100.0
Jika dilihat dari rentang waktu nasabah bertransaksi dengan
bank syariah, hampir sepertiga nasabah menggunakan jasa bank
sudah sejak 3 tahun yang lalu yaitu sebesar 38% dengan frekuensi
114 orang. Sedangkan nasabah yang bertransaksi di bawah 1 tahun
dan 1 tahun relatif sama dan tidak jauh berbeda dengan nasabah
yang sudah bertransaksi selama lebih dai 5 tahun yaitu dengan
persentase masing-masing 21% dan 29.3%.
Jika dilihat dari munculnya, bank syariah di Nanggroe
88
89
Aceh Darussalam telah ada sejak tahun sembilan puluhan diawali
dengan lahirnya BPRS Hareukat pada tanggal 11 November 1991.
Jadi sudah dua puluh tahun kehadiran perbankan syariah di Aceh,
berarti 3 tahun menjadi nasabah bank syariah dinilai masih relative
belum lama.
Tabel 4.14
Menjadi nasabah konvensional
Frequency Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid ya 163 54.3 54.3 54.3
tidak 137 45.7 45.7 100.0
Total 300 100.0 100.0
Meskipun bank syariah telah lama berdiri dangan menggunakan
simbol-simbol Islam, namun masih banyak juga nasabah yang
menggunakan jasa bank konvensional. Mereka mayoritas memiliki
dua rekening yaitu pada bank syariah dan juga bank konvensional.
Hal ini terlihat dalam tabel di atas yang menunjukkan bahwa yang
masih menggunakan jasa kedua bank tersebut adalah 163 orang
atau dengan persentase 54.3%, walaupun persentasenya tidak
jauh berbeda dengan nasabah yang tidak menggunakan jasa bank
konvensional, tetapi hanya menggunakan jasa bank syariah yaitu
dengan persentase 45.7% atau dengan frekuensi 137 orang.
Dapat analisis bahwa nasabah yang menggunakan jasa kedua-
duanya yaitu konvensional dan syariah perbedaannya tidak begitu
signifkan, sehingga bisa disimpulkan bahwa kesadaran masyarakat
kota Banda Aceh untuk hanya menggunakan jasa bank syariah
dinilai sudah mulai mengalami kemajuan bila dibandingkan dengan
daerah lain yang persentasenya masih di atas 75%.
Berbeda dengan Aceh, di Bangladesh ditemukan sekitar
70% responden memiliki hubungan sebelumnya dengan bank
90
91
konvensional. Hubungan tersebut dikarenakan: pertama, perbankan
Islam belum lama di Bangladesh. Kedua, lebih dari 45% dari
responden di atas 25 tahun. Jadi, sebelum bank-bank Islam masuk,
mereka tergantung pada jenis bank lainnya untuk memenuhi
kebutuhan perbankan mereka. Lebih jauh, temuan tersebut juga
menunjukkan bahwa bank Islam disana telah mengalami kemajuan
yang baik dalam merebut pelanggan dari bank konvensional, dan
sekarang setengah dari responden sudah lebih dari 4 tahun menjalin
hubungan dengan bank Islam.
36
Lain halnya di Sumatra Barat, masyarakat hingga kini masih
terbiasa dengan bank konvensional, dibandingkan bank syariah,
kendati potensinya cukup besar karena mayoritas warganya adalah
muslim. Sehingga Pimpinan Bank Indonesia Regional Padang,
Uun S. Gunawan dalam harian Republika Ahad (27/11) menilai
pertumbuhan perbankan syariah di Sumbar tergolong lambat. Hal
ini dikarenakan masih sulitnya merubah pola fkir masyarakat untuk
memilih bank syariah.
37
Ditambah lagi selama ini institusi agama
terlalu lama mengambangkan legalitas bunga, sehingga persepsi
dan perilaku masyarakat muslim yang sudah agak baku. Akibatnya,
sebagian masyarakat (muslim) sudah sangat terbiasa dengan bunga
dan tidak kritis lagi melihat kelemahan-kelemahan bunga secara
ideologis.
38
Satu temuan yang cukup menarik untuk dikemukakan
disini adalah, bahwa saat ini konsep berpikir masyarakat tentang
36
Mohammad Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan and Abdullah Ibneyy
shahid, Banking Behavior of Islamic Bank Customers in Bangladesh, Journal
of Islamic Economics, Banking and Finance, 172.
37
Mohamad Fany Alfarisi,Meluruskan Persepsi Masyarakat Terhadap
Bank Syariah, Telah di akses dari http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/
ekonomi-syariah/1208-meluruskan-persepsi-masyarakat-terhadap-bank-syariah.
(Di akses tanggal 12 oktober 2010).
38
Ringkasan Eksekutif Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Pe-
nelitian IPB, Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Sya-
riah di Wilayah Sumatera Selatan, 2004, 8-10.
90
91
perbankan dapat dikatakan cenderung tidak konsisten. Meskipun
mereka tidak setuju dengan penggunaan bunga dalam perbankan,
namun sebagian besar dari mereka juga menjadi nasabah perbankan
konvensional. Jadi meskipun mereka konsisten dalam bersikap,
namun dalam kenyataannya mereka juga tidak konsisten dalam
perilaku.
39
2. Persepsi Masyarakat Terhadap Bank Syariah
Persepsi masyarkat mengenai bank konvensional dan
bank syariah berbeda-beda, ada yang positif dan ada pula yang
negatif. Persepsi mereka tentu saja didasarkan dari pengetahuan
mereka tentang kedua bank tersebut. Untuk mengetahui bagaimana
persepsi masyarakat, maka peneliti memisahkan antara nasabah
yang hanya memiliki rekening syariah atau full account dengan
nasabah yang memiliki dua rekening bank, yaitu bank syariah dan
bank konvensional atau double account. Nasabah yang full account
berjumlah 137 orang atau 45,7%, sedangkan nasabah yang double
account berjumlah 163 orang atau 54,3%. Tujuan pemisahan ini
adalah untuk melihat perbandingan persepsi antara kedua nasabah
tersebut.
a. Pengetahuan tentang Perbedaan antara Bank syariah vs
Bank Konvensional
Pada dasarnya setiap manusia sering mempersepsikan hal
yang sama dengan cara yang berbeda-beda, termasuk dalam
mempersepsikan bank Syariah dan bank konvensional. Asumsi
yang berkembang selama ini mengatakan bahwa masyarakat
tidak begitu mengerti perbedaan antara bank syariah dengan bank
konvensional. Akan tetapi asumsi tersebut terbantahkan oleh
penelitian yang penulis lakukan di Banda Aceh yang membuktikan
39
Ringkasan Eksekutif Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Pe-
nelitian IPB, Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Sya-
riah di Wilayah Sumatera Selatan, 2004, 8-10.
92
93
bahwa masyarakat sebagian besar mengetahui dengan baik
perbedaan antara bank syariah dengan bank Konvensional, baik
nasabah yang memiliki double account ataupun full account. Hal
ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini :
Tabel 4.15
Mengetahui dengan baik
perbedaan antara bank
syariah dengan bank
Konvensional
Double
accout
% Full Syariah %
Sangat Tidak Setuju 5 3.1% 1 0.7%
Tidak Setuju 15 9.2% 5 3.6%
Ragu-ragu 38 23.3% 33 24.1%
Setuju 75 46% 68 49.6%
Sangat Setuju 30 18.4% 30 21.9%
Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju bahwa mereka
mengetahui dengan baik perbedaan antara bank syariah dengan
bank konvensional, dengan persentase masing-masing 46% dan
49.6%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah full account memiliki
persepsi atau pengetahuan lebih baik mengenai bank syariah
daripada nasabah double account.
b. Bank Syariah Lebih Baik Dari Bank Konvensional
Banyak tulisan diberbagai buku ataupun jurnal bahkan juga
pendapat para pakar ekonomi yang menyatakan bahwa bank syariah
lebih baik dari bank konvensional. Hal ini dibuktikan dengan
ketahanan bank syariah pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia
pada tahun 1997 dimana ketika itu sebagian besar bank konvensional
mengalami pailit. Selain itu juga jumlah kredit macet yang ada di
bank syariah lebih sedikit dibanding dengan bank konvensional.
92
93
Oleh sebab itu wajar jika kebanyakan masyarakat menganggap
bahwa bank syariah lebih baik dari bank konvensional. Begitu juga
dengan masyarakat yang ada di Banda Aceh, baik nasabah yang
memiliki double account ataupun full account. Hal ini dapat dilihat
dari tabel di bawah ini :
Tabel 4.16
Bank syariah lebih baik dari
bank Konvensional
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju 10 6.1% 5 3.6%
Tidak Setuju 20 12.3% 10 7.3%
Ragu-ragu 39 23.9% 20 14.6%
Setuju 63 38.7% 67 48.9%
Sangat Setuju 31 19% 35 25.5%

Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju bahwa bank
syariah lebih baik dari bank konvensional, dengan persentase
masing-masing 38.7% dan 48.9%. Hal ini membuktikan bahwa
nasabah full account memiliki persepsi lebih baik mengenai bank
syariah daripada nasabah double account.
c. Bank Syariah Sama Dengan Bank Konvensional
Secara teori memang sangat jauh berbeda antara bank
syariah dengan bank konvensional, tetapi secara praktek tidak
bisa dipungkiri bahwa ada produk yang hampir sama seperti
murabahah yang ada di bank syariah dengan kredit biasa yang ada
di bank konvensional, walaupun secara akad berbeda jauh karena
murabahah adalah akad jual beli sedangkan di bank konvensional
adalah akad kredit/pinjaman.
Pada mulanya, ketiadaan perangkat hukum pendukung
memaksa perbankan syariah menyesuaikan produk-produknya
94
95
dengan hukum positif (peraturan umum perbankan) yang berlaku
di Indonesia yang berbasis bunga / konvensional. Akibatnya ciri-
ciri syariah yang melekat padanya menjadi tersamar dan bank
Islam di Indonesia tampil seperti layaknya bank konvensional.
40

Demikian juga dalam hal mengakselerasi pertumbuhan perbankan
syariah, jangan sampai mengorbankan prinsip-prinsip dan flosof
muamalah, mengingat sampai saat ini masih banyak praktik bank
syariah yang lebih merupakan replikasi praktik bank konvensional
yang dibungkus dalam terminologi-terminologi syariah (LMFE
UNPAD, 2007)5, karena ruang-ruang regulasi yang ada masih
ambivalen.
41
Dari penelitian ini ditemukan bahwa nasabah bank syariah,
baik yang memiliki double account ataupun full account sebahagian
besar tidak setuju jika menyamakan antara bank syariah dan bank
konvensional. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.17
Bank Syariah dan
konvensional sama saja
Double
accout
% Full Syariah %
Sangat Tidak Setuju 50 30.7% 44 32.1%
Tidak Setuju 48 29.4% 56 40.9%
Ragu-ragu 28 17.2% 15 10.9%
Setuju 30 18.4% 19 13.9%
Sangat Setuju 7 4.3% 3 2.2%

Tabel di atas menunjukkan nasabah yang memiliki double
account maupun full account sama-sama tidak setuju bahwa bank
40
http://www.pkesinteraktif.com/bisnis/perbankan-syariah/177-perbank-
an-syariah-tumbuh-lebih-baik.html.
41
Laporan Riset Lab Manajemen FE (LMFE) UNPAD yang bekerja sama
dengan Direktorat Perbankan Syariah BI, 2007 dalam Erie Febrian, Akselerasi
Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional: Tantangan dan Kontribusi Lembaga
Pendidikan Tinggi, 2.
94
95
syariah sama dengan konvensional dengan persentase masing-
masing 30.7% dan 40.9%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah
full account memiliki persepsi lebih baik mengenai bank syariah
daripada nasabah double account.
d. Status Bank Syariah Tidak Lebih Kuat Dari Bank
Konvensional
Status dan reputasi yang baik merupakan faktor penting
yang harus dimiliki oleh sebuah lembaga, apapun bentuknya,
apakah lembaga tersebut berbentuk lembaga nirlaba ataupun yang
berorientasi pada proft. Oleh sebab itu sebuah bank yang kuat
adalah bank yang memiliki resistensi terhadap segala gangguan
terutama krisis keuangan global. Berdasarkan pernyataan yang lalu
bahwa mayoritas masyarakat Banda Aceh memilih menjadi nasabah
bank syariah karena bank syariah memiliki reputasi baik. Hal ini
juga sejalan dengan pernyataan berikut walaupun pertanyaannya
berbentuk negatif yang menyatakan bahwa mayoritas masyarakat
tidak setuju jika status bank syariah dianggap tidak kuat
dibandingkan dengan bank konvensional, walaupun ada perbedaan
persepsi antara nasabah yang memiliki double account dan full
account. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 4.18
Status bank syariah dianggap tidak
kuat dibandingkan dengan bank
konvensional
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju 32 19.6% 36 26.3%
Tidak Setuju 48 29.4% 54 39.4%
Ragu-ragu 54 33.1% 31 22.6%
Setuju 24 14.7% 14 10.2%
Sangat Setuju 5 3.1% 2 1.5%
96
97
Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account ragu-ragu jika status bank syariah tidak lebih
kuat dari bank konvensional, sedangkan nasabah full account
menyatakan tidak setuju, dengan persentase masing-masing 33.1%
dan 39.4%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah full account
memiliki persepsi lebih baik mengenai bank syariah daripada
nasabah double account.
e. Bank Konvensional Tidak Bertentangan Dengan Ajaran
Agama Dan Moral
Selanjutnya ada statemen yang mengatakan bahwa bank
konvensional tidak bertentangan dengan ajaran agama dan moral,
tetapi banyak pula yang tidak setuju dengan statement tersebut bah-
kan ada juga yang ragu-ragu. Hal ini terjadi karena masih banyak
nasabah yang menggunakan jasa bank konvensional meskipun te-
lah memiliki rekening pada bank syariah seperti yang terlihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 4.19
Bank konvensional tidak bertentangan
dengan ajaran agama dan moral
Double
accout
% Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju 35 21.5% 32 23.4%
Tidak Setuju 44 27% 55 40.1%
Ragu-ragu 47 28.8% 23 16.8%
Setuju 27 16.6% 22 16.1%
Sangat Setuju 10 6.1% 5 3.6%

Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account ragu-ragu jika bank konvensional tidak bertentangan
dengan ajaran agama dan moral, sedangkan nasabah full account
menyatakan tidak setuju, dengan persentase masing-masing 28.8%
dan 40.1%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah full account
memiliki persepsi lebih baik mengenai ajaran agama daripada
nasabah double account.
96
97
f. Sistem Bunga Tidak Bertentangan Dengan Agama
Sejalan dengan pernyataan sebelumnya bahwa masyarakat
tidak setuju jika dikatakan bank konvensional tidak bertentangan
dengan ajaran agama dan moral, begitu juga dengan pernyataan
berikut yang ternyata masyarakat juga tidak setuju jika dikatakan
sistem bunga tidak bertentangan dengan agama. Hal ini dapat dilihat
dari tabel berikut ini :
Tabel 4.20
Sistem bunga tidak bertentangan
dengan agama
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju 50 30.7% 44 32.1%
Tidak Setuju 55 33.7% 57 41.6%
Ragu-ragu 26 16% 19 13.9%
Setuju 19 11.7% 13 9.5%
Sangat Setuju 13 8% 4 2.9%
Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama menyatakan tidak
setuju jika sistem bunga tidak bertentangan dengan agama, dengan
persentase masing-masing 33.7% dan 41.6%. Hal ini membuktikan
bahwa nasabah full account memiliki persepsi lebih baik mengenai
bunga bank daripada nasabah double account.
Satu temuan yang cukup menarik di wilayah Sumatera
Selatan, bahwa saat ini konsep berpikir masyarakat tentang
perbankan dapat dikatakan cenderung tidak konsisten. Meskipun
mereka tidak setuju dengan penggunaan bunga dalam perbankan,
namun sebagian besar dari mereka juga menjadi nasabah perbankan
konvensional.
42
Hal serupa juga terjadi pada penelitian ini, dimana
masyarakat begitu positif menerima hadirnya perbankan syariah
42
Ringkasan Eksekutif Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Pe-
nelitian IPB, Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Sya-
riah di Wilayah Sumatera Selatan, 2004, 8-10
98
99
akan tetapi faktanya lebih dari 50% responden masih mengikat
hubungan dengan perbankan konvensional. Jadi meskipun mereka
konsisten dalam bersikap, namun kenyataannya dalam berperilaku
mereka tidak konsisten.
Oleh karenanya faktor keilmuan dan keimanan sangat
diperlukan untuk menjaga kekonsistenan. Faktor keilmuan
diperlukan mengingat pengetahuan dan pemahaman masyarakat
terhadap bank syariah masih rendah, maka diperlukan sosialisasi
tentang bank syariah secara intensif, komprehensif dan terstruktur
dengan mengedepankan aspek rasionalitas ekonomi, bukan semata
pertimbangan emosional keagamaan.
43
Sedangkan faktor keimanan
diperlukan mengingat faktor ekonomi merupakan konsekuensi
logis bagi masyarakat modern yang berfkir rasional, sehingga
tidak hanya mengedepankan aspek rasionalitas ekonomi atau aspek
duniawi tetapi juga aspek ukhrawi.
3. Preferensi Masyarakat Terhadap Bank Syariah
Preferensi masyarakat terhadap bank syariah berbeda-beda,
diantaranya karena faktor emosional keagamaan dan juga karena
faktor rasional ekonomi. Yang dimaksud dengan emosional kea-
gamaan adalah preferensi masyarakat karena kepatuhan terhadap
syariah seperti pemberlakuan syariat Islam dan fatwa haram bun-
ga bank dari MUI, sedangkan rasional ekonomi adalah preferensi
masyarakat karena kepentingan atau keuntungan yang diharapkan
bagi dirinya sendiri.
Bagi negara-negara yang sudah memberlakukan Syariat Is-
lam seperti Pakistan, Iran dan Sudan, faktor emosional keagamaan
dalam melakukan transaksi keuangan pada bank syariah merupa-
kan suatu pilihan yang tak terelakkan. Beda dengan Indonesia yang
berideologikan Pancasila, bank syariah hanyalah lembaga alternatif,
43
Ringkasan Eksekutif Hasil Penelitian Bank Indonesia dan Lembaga Pe-
nelitian IPB, Potensi, Preferensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Sya-
riah di Wilayah Sumatera Selatan, 2004,10.
98
99
maka setiap warganya berhak menentukan bank mana yang akan
mereka pilih berdasarkan persepsi mereka terhadap bank syariah.
Lain halnya di Aceh, meskipun telah diberlakukan syariat
Islam, akan tetapi masyarakat leluasa memilih perbankan mana
yang mereka inginkan. Hal ini sejalan dengan pendapat Yasir yang
mengatakan bahwa bank syariah di Aceh merupakan lembaga al-
ternatif, maka masyarakat memiliki hak memilih sesuai dengan
tingkat komitmen, selera, keyakinan dan tingkat keuntungan untuk
memilih sistem perbankan yang akan digunakan dalam memutar
roda ekonomi mereka. Masyarakat juga akan melihat sejauhmana
perbandingan perbankan syariah dengan perbankan konvensional
dari segi keunggulan produk, kompetitif atau tidak, kemudahan dan
pelayanan yang diberikan.
44
Sejalan dengan pemberlakuan syariat Islam dan perkem-
bangan bank syariah di Aceh, maka penelitian ini akan melihat
faktor apa yang lebih dominan dalam mempengaruhi preferensi
masyarakat terhadap bank syariah, apakah faktor emosional kea-
gamaan atau rasional ekonomi. Untuk melihat sejauh mana go-
longan nasabah yang preferensinya karena faktor emosional kea-
gamaan dan rasional ekonomi, maka peneliti memisahkan antara
nasabah yang hanya memiliki rekening syariah atau full account
dengan nasabah yang memiliki dua rekening bank, yaitu bank sya-
riah dan bank konvensional atau double account. Nasabah yang full
account berjumlah 137 orang atau 45,7%, sedangkan nasabah yang
double account berjumlah 163 orang atau 54,3%.
a. Alasan Kepatuhan terhadap Syariah
1). Pemberlakuan Syariat Islam di NAD
Bagi Nanggroe Aceh Darussalam yang sedang berjuang untuk
menegakkan syariah Islam secara kaffah sebagai falsafah ideologi
44
Muhammad Yasir Yusuf, Menakar Kedudukan perbankan Syariah di
Aceh.
100
101
melalui legal konstitusi, maka tidak terlalu sulit untuk memposisikan
perbankan syariah sebagai pilihan, karena ia merupakan bagian
integral dari ajaran Islam, yakni salah satu bidang dari muamalah
Islam (Ekonomi Islam). Akan tetapi karena Nanggroe Aceh
Darussalam berada dalam wilayah hukum nasional yang tidak
menempatkan Islam sebagai falsafah ideologi, melainkan ideologi
Pancasila, maka menempatkan sistem perbankan syariah sebagai
pilihan menjadi sulit. Indonesia bukanlah negara agama tapi negara
yang beragama. Dari perspektif ini maka kedudukan perbankan
syariah di Aceh tetap menjadi alternatif.
45
Sebaliknya, menurut Bismi dukungan pemerintah sudah
mendukung seratus persen bank syariah dengan mengeluarkan
Undang-undang perbankan syariah dari tahun 2001- 2008 dan
Undang-undang BI pun telah memberi peluang kepada bank syariah.
Jadi dari regulasi sudah mendukung seratus persen. Dari segi lokal
di Aceh, pemerintah juga tidak menahan dan melarang berdirinya
BPD Syariah, Bank Danamon syaiah, dan lainnya pemerintah,
asalkan sesuai dengan standar kelayakan. Selain itu pemerintah
tidak punya hak untuk memaksa nasabah untuk menabung pada
bank syariah karena dalam bisnis itu adalah hak kepuasan nasabah.
Sebagai contoh DPK (Dana Pihak Ketiga) merupakan indikator
standar kepercayaan masyarakat pada sebuah bank. Uang DPK di
Aceh saat ini sebesar 20 Triliyun, tetapi untuk DPK Bank Syariah
hanya beberapa ratus milyar saja, artinya tidak sampai 2,5%. Masih
dibawah standar persentase nasional. Lebih jauh Bismi menilai
orang Aceh yang diakui Islam 100% masih menyimpan uang pada
bank konvensional.
46
Sejalan dengan pandangan Yasir dan Bismi, tabel berikut ini
akan menjelaskan bahwa pemerintah memberi keleluasaan kepada
45
Muhammad Yasir Yusuf, Menakar Kedudukan perbankan Syariah di
Aceh.
46
Wawancara dengan Bismi Khalidin (Dosen Fakultas Syariah IAIN Ar-
Raniry
100
101
masyarakat dalam memilih perbankan, tanpa memaksakan adanya
pembelakuan syariat Islam di Aceh.
Tabel 4.21
Memilih menjadi nasabah bank
syariah karena Pemberlakuan
syari`at Islam di NAD
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju
16 9.8% 22 16.1%
Tidak Setuju
66 40.5% 40 29.2%
Ragu-ragu
21 12.9% 13 9.5%
Setuju
48 29.4% 48 35%
Sangat Setuju
12 7.4% 14 10.2%

Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account tidak setuju jika memilih bank syariah karena
pemberlakuan syariat Islam, dengan persentase 40.5%, sedangkan
nasabah full account menyatakan setuju dengan persentase 35%.
Hal ini membuktikan bahwa nasabah full account memiliki tingkat
emosional keagamaan lebih tinggi daripada nasabah double
account.
2). Fatwa Haram Bunga Bank Dari MUI
Tabel 4.22
Memilih menjadi nasabah bank
syariah karena fatwa haram bunga
bank dari MUI
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju
13 8% 6 4.4%
Tidak Setuju
36 21.1% 21 15.3%
Ragu-ragu
25 15.3% 13 9.5%
Setuju
27 16.6% 75 54.7%
Sangat Setuju
12 7.4% 22 16.1%
102
103
Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account tidak setuju jika memilih bank syariah karena fatwa
haram dari MUI, dengan persentase 21.1%, sedangkan nasabah
full account menyatakan setuju dengan persentase 54.7%. Sejalan
dengan tabel sebelumnya, tabel di atas juga membuktikan bahwa
nasabah full account memiliki tingkat emosional keagamaan lebih
tinggi daripada nasabah double account.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Ari Kuncara
Widagdo dan Siti Rochmah Ika mengenai The Interest Prohibition
and Financial Performance of Islamic Banks: Indonesian Evidence
menunjukkan bahwa ternyata secara umum perbandingan kinerja
keuangan bank syariah pada periode sebelum dan sesudah fatwa
secara statistik tidak berbeda. Jadi kinerja keuangan bank syariah
di Indonesia tidak berasosiasi dengan fatwa dikeluarkan oleh MUI.
Tampaknya indikator ekonomi makro, seperti suku bunga, dapat
mempengaruhi kinerja Islam bank di Indonesia. Hal ini didukung
oleh temuan penelitian sebelumnya (Gerard dan Cunningham,
1997; Metawa dan Almossawi, 1998; Haron dan Ahmad, 2000;
Ghafur, 2003).
47
b. Rasional Ekonomi
Di era modern sekarang ini, manusia dituntut untuk berpikir
rasional. Pada dasarnya setiap individu mempunyai standar masing-
masing dalam mengukur rasionalitas, demikian juga dengan
tingkat kepuasan. Rasionalitas ekonomi dapat dipahami sebagai
tindakan atas dasar kepentingan pribadi (self-interest) untuk
mencapai kepuasannya yang bersifat material lantaran kawatir tidak
mendapatkan kepuasan itu karena terbatasnya alat atau sumber
pemuas. Jadi parameter rasionalitas prilaku ekonomi didasarkan
pada tingginya kepuasan yang diterima untuk diri pelakunya sendiri
47
Ari Kuncara Widagdo dan Siti Rochmah Ika, The Interest Prohibition
and Financial Performance of Islamic Banks: Indonesian Evidence, 98.
102
103
dalam kegiatan ekonomi tersebut.
48
1). Performa Bank
Tabel 4.23
Memilih menjadi nasabah bank
syariah karena performa bank
yang menarik
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju
8 4.9% 3 2.2%
Tidak Setuju
34 20.9% 16 11.7%
Ragu-ragu
27 16.6% 18 13.1%
Setuju
78 47.9% 81 59.1%
Sangat Setuju
16 9.8% 19 13.9%

Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju jika memilih
bank syariah karena performa bank yang menarik, dengan
persentase masing-masing 47.9% dan 59.1%. Hal ini membuktikan
bahwa nasabah full account memiliki tingkat rasional ekonomi
lebih tinggi daripada nasabah double account.
2). Pelayanan
Tabel 4.24
memilih menjadi nasabah bank
syariah karena pelayanan yang
memuaskan
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju
1 0.6% 4 2.9%
Tidak Setuju
29 17.8% 10 7.3%
Ragu-ragu 37 22.7% 16 11.7%
Setuju 76 46.6% 87 63.5%
Sangat Setuju
20 12.3% 20 14.6%
48
Dede Nurohman, Rasionalitas Ekonomi Islam, di akses tanggal 11 Feb-
ruari 2012 dari http://dedenurohman.wordpress.com/2009/02/26/rasionalitas
104
105
Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju jika memilih
bank syariah karena pelayanan yang memuaskan, dengan persentase
masing-masing 46.6% dan 63.5%. Hal ini membuktikan bahwa
nasabah full account memiliki tingkat rasional ekonomi lebih tinggi
daripada nasabah double account.
Sejalan dengan hasil di atas, di Pakistan juga ditemukan
persentase yang tinggi dari responden yang mengatakan mereka puas
dengan bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional.
49

Sebaliknya Erie Febrian menilai meski sukses menjaga sektor riil
pada era krisis 1997-2000, bank-bank syariah masih kalah pamor
dari bank-bank konvensional.
50
3). Proft/margin
Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang berorientasi
bisnis yang menghimpun dan menyalurkan dana kepada
masyarakat. Karena bank bukan merupakan lembaga nirlaba
akan tetapi lembaga yang berorientasi pada proft, tentu saja hal
pertama yang di tawarkan oleh bank tersebut adalah keuntungan.
Begitu juga halnya dengan bank syariah, meskipun ada beberapa
nasabah yang memilih bergabung pada bank syariah karena alasan
agama semata, tetapi ada banyak nasabah yang memilih bergabung
pada bank syariah tidak hanya karena tujuannya agama tetapi
juga karena melihat keuntungannya. Oleh sebab itu dari beberapa
hasil penelitian baik di dalam maupun di luar negeri membuktikan
bahwa mayoritas nasabah memilih menjadi nasabah bank syariah
karena menguntungkan, selain dari faktor pelayanan dan kecepatan
transaksi.
49
Mehboob ul Hassan, Peoples Perceptions towards the Islamic Banking
: A Fieldwork Study on Bank Account Holders Behaviour in Pakistan, 172.
50
Erie Febrian, Akselerasi Pertumbuhan Perbankan Syariah Nasional:
Tantangan dan Kontribusi Lembaga Pendidikan Tinggi, 2.
104
105
Hal ini juga dibuktikan pada penelitian yang penulis lakukan
di Banda Aceh yang ditunjukan oleh tabel berikut ini:
Tabel 4.25
Memilih menjadi nasabah bank
syariah Karena menguntungkan
Double
accout
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju 3 1.8% 8 5.8%
Tidak Setuju 26 16% 23 16.8%
Ragu-ragu 38 23.3% 26 19%
Setuju 80 49.1% 68 49.6%
Sangat Setuju 16 9.8% 12 8.8%

Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju jika memilih
bank syariah karena proft, dengan persentase masing-masing
49.1% dan 49.6%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah full account
memiliki tingkat rasional ekonomi lebih tinggi daripada nasabah
double account.
4). Reputasi
Mempunyai reputasi yang baik juga merupakan salah satu
faktor yang dinilai sangat penting, karena orang butuh jaminan
atas uang yang mereka investasikan pada bank tersebut. Pasti
nasabah tidak mau rugi, apalagi harus kehilangan uang mereka.
Oleh sebab itu masyarakat terkadang lebih senang memilih bank
milik pemerintah seperti BPD (Bank Pembangunan Daerah) atau
bank swasta yang memiliki laporan keuangan yang baik dan tidak
memiliki kredit macet, meskipun terkadang potongan untuk biaya
administrasi lebih besar.
Realita di atas juga terjadi di Aceh, dimana tabel berikut ini
106
107
menunjukkan bahwa sikap pemilih menunjukkan angka yang cukup
signifkan karena lebih dari responden memilih menjadi nasabah
bank syariah baik yang memiliki double account ataupun full
account sama-sama mengatakan setuju karena memiliki reputasi
yang baik, seperti yang ditunjukan pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.26
memilih menjadi nasabah bank
syariah Karena reputasi baik.
Double
account
% Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju 7 4.3% 5 3.6%
Tidak Setuju 21 12.9% 13 9.5%
Ragu-ragu 24 14.7% 15 10.9%
Setuju 90 55.2% 78 56.9%
Sangat Setuju 21 12.9% 26 19%
Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju jika memilih
bank syariah karena reputasi yang baik, dengan persentase masing-
masing 55.2% dan 59.9%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah full
account memiliki tingkat rasional ekonomi lebih tinggi daripada
nasabah double account.
5). Bonus/Undian
Selama ini yang memberikan banyak undian berhadiah adalah
bank konvensional baik milik pemerintah ataupun milik swasta.
Karena memang bank syariah jarang menawarkan undian berhadiah,
walaupun tidak dinafkan ada juga beberapa bank syariah baru-baru
ini terutama bank konvensional yang membuka unit syariah juga
menawarkan undian berhadiah yang diiklankan melalui media cetak
dan elektronik. Hal ini dilakukan tentu saja untuk mempromosikan
bank yang baru berdiri tersebut atau bisa jadi menarik nasabah yang
selama ini bergabung di bank konvensional karena mengharapkan
106
107
bonus/undian berhadiah, atau juga bisa jadi menarik nasabah dari
bank syariah lainnya yang selama ini tidak menawarkan bonus.
Berbeda dengan temuan penulis, nasabah bank syariah baik
yang memiliki double account ataupun full account sama-sama
tidak setuju jika memilih bank syariah karena ingin mendapatkan
bonus/undian. Hal ini ditunjukan oleh tabel berikut:
Tabel 4.27
Memilih menjadi nasabah bank
syariah karena ingin mendapatkan
bonus/undian berhadiah
Double
account
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju
35 21.5% 31 22.6%
Tidak Setuju
72 44.2% 65 47.4%
Ragu-ragu
23 14.1% 16 11.7%
Setuju
25 15.3% 19 13.9%
Sangat Setuju
8 4.9% 6 4.4%

Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama tidak setuju jika
memilih bank syariah karena ingin mendapatkan bonus/undian
berhadiah, dengan persentase masing-masing 44.2% dan 47.4%.
Hal ini membuktikan bahwa nasabah full account dan double
account sama-sama memilih bank syariah bukan karena faktor
ekonomi semata.
6). Kenyamanan
Berkaitan dengan faktor kenyamanan, lebih dari dari
keseluruhan jumlah pemilih baik nasabah yang memiliki double
account ataupun full account sama-sama yang mengatakan setuju
jika mereka merasa nyaman dengan bank Syariah. Ini merupakan
sesuatu yang sangat positif karena kenyamanan merupakan faktor
terpenting dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain. Hal ini
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
108
109
Tabel 4.28
Merasa nyaman dengan bank
Syariah
Double
account
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju 1 0.6% 1 0.7%
Tidak Setuju 3 1.8% 3 2.2%
Ragu-ragu
12 7.4% 7 5.1%
Setuju 86 52.8% 84 61.3%
Sangat Setuju 61 37.4% 42 30.7%

Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju jika memilih
bank syariah karena kenyamanan, dengan persentase masing-
masing 52.8% dan 61.3%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah full
account memiliki tingkat rasional ekonomi lebih tinggi daripada
nasabah double account.
7). Kemudahan
Selanjutnya berkaitan denga faktor kemudahan, pernyataan
berikut juga tidak jauh berbeda dengan pernyataan sebelumnya yang
menyatakan bahwa pemilih yang mengatakan setuju jika mereka
merasa nyaman dengan bank Syariah, bahkan persentasenya sama
dengan pernyataan berikut yang menyatakan bahwa untuk menjadi
nasabah bank syariah dapat dilakukan dengan mudah. Hal ini dapat
dilihat dari tabel berikut ini:
Tabel 4.29
Untuk menjadi nasabah bank
syariah dilakukan dengan mudah
Double
account
%
Full
Syariah
%
Sangat Tidak Setuju - - - -
Tidak Setuju 4 2.5% 3 2.2%
Ragu-ragu 12 7.4% 6 4.4%
Setuju
86 52.8% 84 61.3%
Sangat Setuju
61 37.4% 44 32.1%
108
109
Tabel di atas menunjukkan bahwa nasabah yang memiliki
double account dan full account sama-sama setuju jika memilih
bank syariah karena kemudahan, dengan persentase masing-masing
55.8% dan 61.3%. Hal ini membuktikan bahwa nasabah full account
memiliki tingkat rasional ekonomi lebih tinggi daripada nasabah
double account.
D. Analisis Korelasi
Sebelum dijalankannya uji korelasi tersebut, ada beberapa
persyaratan yang harus dipenuhi dan dilengkapi yaitu pertama,
pasangan yang akan dihubungkan harus dari populasi yang sama,
kedua, skala skor adalah kontinyu, ketiga, skor untuk setiap variabel
harus bertaburan normal, empat, hubungan antara kedua variabel
harus linear, dan kelima, kesamaan varian atau homokedasitas.
51

Korelasi Sikap Masyarakat terhadap Peran Ulama dan
Preferensi
Tabel 4.30
Correlations
Peran Ulama preferensi
Peran Ulama
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
1 .324
**
.000
300 300
preferensi
Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
.324
**
1
.000
300 300
**. Correlation is signifcant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil analisis Pearson menunjukkan nilai p 0.01,
sehingga terdapat hubungan yang signifkan antara kedua variable.
Kemudian nilai positif juga menjelaskan terdapat hubungan positif
yang signifkan antara skor sikap masyarakat terhadap peran
51
Lihat Julie Pallant, SPSS Survival Manual (Buckingham: Open Uni-
versity Press, 2001). Lihat juga Alan Bryman and Duncan Cramer, Quantitative
Data Analysis With Spss 12 And 13: A Guide For Social Scientists (New York:
Roudledge, 2005).
110
111
ulama dengan skor preferensi masyarakat terhadap bank syariah.
Kemudian kekuatan hubungan antara kedua variable tersebut
adalah tinggi dengan nilai r = 0.324
52
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa sikap masyarakat
terhadap peran ulama dan preferensi terhadap bank syariah memiliki
hubungan yang signifkan dan keduanya memiliki hubungan yang
tinggi. Artinya bahwa sikap masyarakat terhadap peran ulama
memiliki hubungan dengan preferensi mereka terhadap bank
syariah. Hal ini dapat membuktikan bahwa bank syariah memang
membutuhkan peran ulama di dalamnya untuk menaikkan tingkat
preferensi masyarakat terhadap bank syariah tersebut. Jadi bank
syariah memerlukan ulama dalam mensosialisasikan bank syariah
kepada masyarakat, selain fungsi utamanya selama ini yaitu sebagai
pengawas.
E. Uji Sampel Bebas
a. Perbedaan Sikap Terhadap Peran Ulama Antara Nasabah
Double Account Dan Full Syariah
Tabel 4.31
Group Statistics
Nasabah Bank
Syariah
N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
Peran Ulama
Double account
Full account
163
137
60.1840
61.9489
7.55330
7.27134
.59162
.62123
52
Tafsiran kekuatan hubungan korelasi ini adalah berdasarkan klasifkasi
skala Davies (1971). Bagi nilai r korelasi antara 0.01 hingga 0.09 adalah diabai-
kan. Bagi nilai r korelasi antara 0.10 hingga 0.29 adalah diabaikan rendah. Bagi
nilai r korelasi antara 0.30 hingga 0.69 adalah tinggi. Dan bagi nilai r korelasi
antara 0.70 hingga 1.00 adalah amat tinggi.
110
111
Tabel 4.32
Independent Samples Test
Levenes
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confdence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Peran
Ulama
Equal
variances
assumed
.005 .943 -2.050 298 .041 -1.76486 .86071 -3.45870 -.07101
Equal
variances
not
assumed
-2.057 292.544 .041 -1.76486 .85787 -3.45324 -.07647
Dalam uji t sampel bebas terlihat bahwa terdapat perbedaan
mean skor yang signifkan atau sikap masyarakat terhadap peran
ulama antara nasabah yang memiliki double account dan full
syariah. Uji ini terlihat bahwa sikap masyarakat terhadap peran
ulama lebih besar pengaruhnya kepada nasabah yang full account
daripada nasabah double account. Hal ini dapat diketahui dari nilai
mean nasabah full account lebih besar dari double account yaitu
61.94 dan 60.18.
Berdasarkan temuan di atas dapat dianalisa bahwa dalam
kehidupan bermasyarakat, peran ulama lebih dominan pengaruhnya
pada nasabah yang full account daripada nasabah double account.
b. Perbedaan Preferensi Antara Nasabah Double Account Dan
Full Syariah
Tabel 4.33
Group Statistics
Nasabah
Bank Syariah
N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
preferensi Double account 163 31.2822 3.63201 .28448
Full account 137 32.5912 3.36189 .28723
112
113
Tabel 4.34
Independent Samples Test
Levenes
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confdence
Interval of the
Difference
Lower Upper
preferensi Equal
variances
assumed
1.192 .276 -3.216 298 .001 -1.30903 .40698 -2.10996 -.50811
Equal
variances
not
assumed
-3.238 295.210 .001 -1.30903 .40426 -2.10463 -.51343
Dalam uji t sampel bebas terlihat bahwa terdapat perbedaan
mean skor yang signifkan atau preferensi antara nasabah yang
memiliki double account dan full syariah. Uji ini terlihat bahwa
preferensi terhadap bank syariah lebih besar pengaruhnya kepada
nasabah yang full account daripada nasabah double account. Hal
ini dapat diketahui dari nilai mean nasabah full account lebih besar
dari double account yaitu 32.59 dan 31.28.
Berdasarkan temuan di atas dapat dianalisa bahwa preferensi
terhadap bank syariah lebih dominan pengaruhnya pada nasabah
yang full account daripada nasabah double account.
c. Perbedaan Persepsi Antara Nasabah Double Account Dan
Full Syariah
Tabel 4.35
Group Statistics
Nasabah
Bank Syariah
N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
persepsi Double account 163 21.3988 4.08179 .31971
Full account 137 22.9343 4.06601 .34738
112
113
Tabel 4.36
Independent Samples Test
Levenes
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. Mean
Std.
Error
95% Confdence
Interval of the
Difference
Lower Upper
persepsi
Equal
variances
assumed
.001 .978 -3.251 298 .001 -1.53553 .47227 -2.46494 -.60613
Equal
variances not
assumed
-3.252 289.561 .001 -1.53553 .47211 -2.46474 -.60633
Dalam uji t sampel bebas terlihat bahwa terdapat perbedaan
mean skor yang signifkan atau persepsi antara nasabah yang
memiliki double account dan full syariah. Uji ini terlihat bahwa
persepsi positif terhadap bank syariah lebih besar pengaruhnya
kepada nasabah yang full account daripada nasabah double account.
Hal ini dapat diketahui dari nilai mean nasabah full account lebih
besar dari double account yaitu 22.93 dan 21.39.
Berdasarkan temuan di atas dapat dianalisa bahwa nasabah
full account memiliki persepsi yang lebih baik terhadap bank
syariah daripada nasabah double account.
114
115
114
115
BAB V
PENUTUP
Buku ini membahas sejumlah argument kesarjanaan atau
temuan penelitian mengenai hubungan antara peran ulama dan
preferensi masyarakat terhadap bank syariah. Metawa dan Almos-
sawi, Kamal Naser, Ahmad Jamal, Khalid Al-Khatib, Mohammad
Saif Noman Khan, M. Kabir Hassan dan Abdullah Ibneyy shahid,
Mehboob ul Hassan, Delta Khoirunissa, Ari Kamayanti dan Par-
wita Setya W, Aiyub, serta Bank Indonesia dan UNDIP menemu-
kan bahwa faktor agama dan ekonomi mempengaruhi preferensi
nasabah terhadap bank syariah.
Di sisi lain, buku ini berbeda pandangan dengan penelitian
yang dilakukan Bank Indonesia dan peneliti lainnya seperti M.
Ghafur, Ari Kuncara Widagdo dan Siti Rochmah Ika, Sudin Haron
and Noraffah Ahmad, Gerard, P. dan J. Barton Cunningham, serta
Erol dan El-Bdour, yang menyatakan bahwa masyarakat memilih
bank syariah karena kualitas pelayanan dan kedekatan dengan loka-
si pusat kegiatan bank, sedangkan faktor pertimbangan keagamaan
(yaitu masalah dilarang/diperbolehkan) bukan merupakan faktor
yang signifkan dalam mempengaruhi kecenderungan masyarakat
menggunakan perbankan Syariah.
Dalam studi ini dipahami bahwa peran ulama dalam kehidu-
pan sosial masyarakat Aceh sangat penting demikian juga dalam
upaya memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam mengarahkan pandangan dan sikap masyarakat ter-
hadap bank syariah. Kenyataan menunjukan masih ada keterbatasan
peran ulama dalam masalah ekonomi baik pada materi kajian, so-
sialisasi maupun aktivitasnya. Keterbatasan pemahaman ulama ter-
hadap perkembangan ekonomi dan keuangan syariah merupakan
salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi tersebut.
Berkaitan dengan persepsi dan preferensi masyarakat Aceh
116
117
terhadap bank syariah, telah dikategorikan pada kelompok double
account dan full account. Kelompok emosional pemilihan terhadap
bank syariah dipengaruhi oleh faktor keyakinan terhadap pember-
lakuan syariat Islam, fatwa MUI terhadap Bunga. Sedangkan kel-
ompok rasional memilih bank syariah lebih pada aspek performa,
pelayanan, proft/margin, reputasi, bonus/undian, kenyamanan, dan
kemudahan. Yang menarik adalah pada dasarnya mereka memiliki
persepsi bahwa bank syariah berbeda dari bank konvesional, bank
syariah lebih baik dan statusnya kuat daripada bank konvensional,
bank konvensional bertentangan dengan ajaran agama, dan sistem
bunga bertentangan dengan agama. Kemudian jika dikorelasikan
antara preferensi dan persepsi nasabah bank syariah ditemukan
bahwa nasabah yang full account memiliki tingkat preferensi dan
persepsi yang baik terhadap bank syariah daripada nasabah double
account. Artinya dalam memilih bank syariah nasabah yang full ac-
count tidak hanya mengandalkan emosional keagamaan tetapi juga
rasionalitas ekonomi.
Jika dilihat dari analisis korelasi antara sikap masyarakat ter-
hadap peran ulama dan preferensi menunjukkan bahwa keduanya
memiliki hubungan positif yang signifkan. Kemudian kekuatan
hubungan antara kedua variabel tersebut adalah tinggi. Artinya
bank syariah memerlukan ulama dalam mensosialisasikan bank
syariah kepada masyarakat, selain fungsi utamanya selama ini yaitu
sebagai Dewan Pengawas Syariah.
Uji sampel bebas juga menunjukkan bahwa peran ulama leb-
ih dominan pengaruhnya pada nasabah yang full account daripada
nasabah double account. Kemudian preferensi terhadap bank sya-
riah lebih dominan pengaruhnya pada nasabah yang full account
daripada nasabah double account. Lalu nasabah full account memi-
liki persepsi yang lebih baik terhadap bank syariah daripada nasa-
bah double account.
Selain dari sejumlah argument dan temuan penelitian di
atas, buku ini berimplikasi pada beberapa hal diantaranya: pertama,
116
117
diperlukan upaya untuk peningkatan peran ulama dalam hal men-
sosialisasikan bank syariah. Kedua, perlu dilakukan perubahan dan
pembaruan terhadap materi kajian syariah dalam hal akad dan tran-
saksi syariah, serta prinsip-prinsip ekonomi syariah. Ketiga, ulama
selayaknya memiliki sikap independen dalam memerankan dirinya
sebagai panutan umat. Keempat, bank syariah selayaknya mampu
meningkatkan kinerjanya secara baik sehingga menjadi pilihan
bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan transaksi bisnisnya.
Kelima, dapat dilakukan kajian dan penelitian lanjutan tentang ket-
erlibatan dan peran ulama dalam ekonomi di wilayah-wilayah lain-
nya.
118
119
118
119
DAFTAR PUSTAKA
Alfarisi, Mohamad Fany.Meluruskan Persepsi Masyarakat Terh-
adap Bank Syariah, Telah di akses dari http://www.pesant-
renvirtual.com/index.php/ekonomi-syariah/1208-melurus-
kan-persepsi-masyarakat-terhadap-bank-syariah.
Alfan. Cendikiawan dan Ulama dalam Masyarakat Aceh: Sebuah
Pengamatan Permulaan. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1977.
Ali, T. Hasan, eds. Islam Alim Ulama dan Pembangunan. Jakarta:
Pusat Dawah Islam Indonesia, 1971.
Ali, Zainuddin. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: Sinar Grafka,
2008.
Amiruddin, M. Hasbi. The Response of the Ulama Dayah to the
Modernization of the Islamic Law in Aceh. tesis tidak diter-
bitkan, Montreal: Institute of Islamic Studies McGill Uni-
versity, 1994.
Antara News. BI: Pertumbuhan Bank Syariah di Aceh capai 100%,
http://www.pans.co.id/?page=berita, (Di akses tanggal 10
Januari 2011).
Antonio, Muhammad Syafi. Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
Arifn, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta:
Azkia Publisher, 2009.
Memahami Bank SyariahLingkup, Peluang, Tantangan dan Pros-
pek. Jakarta: Penerbit Alfabet, 1999.
Arikunto, Suharsimin. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta, edisi XI , 1998.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: PT Raja Grafndo
Persada, 2008.
Azis, M.Amin. Mengembangkan Bank Islam di Indonesia. Jakarta:
Bankit, 1992.
Azra, Azyumardi. Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam.
120
121
Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1998.
--------------------- Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara. Ja-
karta: Mizan, 2002.
---------------------Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana, 2002.
---------------------Menuju Masyarakat Madani; Gagasan, Fakta,
dan Tantangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999.
Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian IPB. Potensi, Preferensi
dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di Wilayah
Sumatera Selatan, 2004.
Bank Indonesia dan Pusat pengkajian bisnis dan ekonomi Islam
fakultas ekonomi Universitas Brawijaya. Potensi, Pref-
erensi dan Perilaku Masyarakat terhadap Bank Syariah di
Wilayah Jawa Timur, 2000.
Blumer, Hurbert. Symbolic Interaction: Perspective and Method.
New Jersey: Prentice-Hall, Inc., 1986.
Burhanuddin, Jajat dan Ahmad Baedowi. Transformasi Otoritas
Keagamaan; Pengalaman Islam Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003.
Chalid, Pheni. Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Center for Social Eko-
nomic Studies (CSES) Press, 2005.
Chapra, Umer. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Gema
Insani Tazkia Institute, 2000.
Creswell, John W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and
Mixed Methods Approach . 2
rd
edition, London: Sage Pub-
lications, 2003.
Crowl, T. K. Fundamentals of Educational Research. 2
nd
Edition,
New York: McGraw - Hill, 1996.
Erawadi. Tradisi, Wacana dan Dinamika Intelektual Islam Aceh
Abad XVIII-XIX, disertasi tidak dipublikasikan di Jakar-
ta: Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah, 2009
Farganis, James. Readings in Social Theory. McGraw Hill Compa-
nies, 2008.
Fathurahman, Oman & Munawar Holil (peny.). Katalog Naskah Ali
120
121
Hasjmy Aceh. Tokyo: C-DATS, Kerjasama dengan PPIM
UIn Jakarta, 2007.
Febrian, Erie. Akselerasi Pertumbuhan Perbankan Syariah
Nasional: Tantangan dan Kontribusi Lembaga Pendidikan
Tinggi. (Laporan Riset Lab Manajemen FE (LMFE)
UNPAD yang bekerja sama dengan Direktorat Perbankan
Syariah BI), 2007.
Ghafur, M. The Effect of Proft Sharing, Interest Rate, and Income
on Mudaraba Deposits: Case Study of Bank Muamalat In-
donesia. Journal of Islamic Economics Muamalah, 2003.
Ghazali, Abdel Hamid. Proft versus Bank Interest in Economic
Analysis and Islamic Law. Jeddah: Islamic Research and
Training Institute, IDB, 1994.
Gramsci, Antonio. Selections from Prison Notebooks. London:
Lawrence and Wishart, 1978.
Halaqah Pra Muktamar. Ulama NU Belum Satu Kata tentang Bank
Syariah . Jakarta: NU Online, 18 Agustus 2009. http://www.
nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_
id=19013, (Di akses tanggal 10 November 2010)
Hamidy, Rasul and others. Kharisma Ulama Aceh Dalam Persepsi
Masyarakat Aceh; Laporan penelitian. Banda Aceh: Lem-
baga Research & Survey, IAIN Jamiah Ar-Raniry Darus-
salam, 1981/1982.
Haron, Sudin. Noraffah Ahmad and Sandra L. Planisek, Bank Pa-
tronage Factors of Muslim and Non-Muslim Customers,
The International Journal of Bank Marketing, 1994.
Hasan, Ahmad dan Zainal Mustofa, eds. Ulama-ulama Oposan.
Bandung: Pustaka Hidayah, 2000.
Hasan, Muhammad Tholhah. Islam dalam Perspektif Sosio Kul-
tural. Jakarta: Lantabora Press, 2004.
Hasjmy, Ali. Ulama Aceh Mujahid Pejuang Kemerdekaan dan
Pembangunan Tamaddun Bangsa. Jakarta: PT. Bulan Bin-
tang, 1997.
Hassan, Mehboob. Peoples Perceptions towards the Islamic
122
123
Banking : A Fieldwork Study on Bank Account Holders
Behaviour in Pakistan. Oikonomika, Volume 43 Issue 3,4,
2007. http://www.econ.nagoya-cu.ac.jp/~oikono/oikono/
vol47_34/pdf/vol43_34/09_hassan.pdf.
Hidayat, Tony. Ulama dan Bank Syariah. http://www.suarakarya-
online.com/news.html?id=231490.
http://www.pkesinteraktif.com/bisnis/perbankan-syariah/177-
perbankan-syariah-tumbuh-lebih-baik.html
Inkeles, Alex and David H. Smith. Becoming Modern. Cambridge:
Harvard University Press, 1974.
Iqbal, Muhammad dan Azhari Akmal Tarigan, eds. Syariat Islam
di Indonesia; Aktualisasi Ajaran Dalam Dimensi Ekonomi,
Politik, dan Hukum. Jakarta: Miska Galiza, 2000.
Kamayanti, Ari dan Parwita Setya W. Persepsi Nasabah dalam
Memilih Bank Konvensional dan Bank Syariah di Sidoar-
jo. http://akuntansisyariah.multiply.com/journal/item/2/
Khan, Mohammad Saif Noman, M. Kabir Hassan and Abdullah Ib-
neyy shahid. Banking Behavior of Islamic Bank Customers
in Bangladesh, Journal of Islamic Economics, Banking and
Finance, 171, http://www.ibtra.com/pdf/journal/v3_n2_ar-
ticle5.pdf.
Kraus, S.J. Attitudes and prediction of behavior: a meta-analysis of
the empirical literature. Personality and Social Psychology
Bulletin, Januari 1995.
Kreemer, J. Atjeh . Laeiden: E.J. Brill, 1922.
Kuncara, Ari Widagdo dan Siti Rochmah Ika. The Interest
Prohibition and Financial Performance of Islamic Banks:
Indonesian Evidence, 98. Di akses dari http://journal.
ccsenet.org/journal.html, Tanggal 10 Agustus 2009.
Kotler, Philip. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: CV Intermedia,
1994.
---------------------Manajemen Pemasaran : Analisa, Perencanaan,
Implikasi dan Kontrol. Jilid I. Jakarta: PT Prenhallindo,
1997.
122
123
Lichtenstein, S., & Slovic, P. The construction of preference. New
York: Cambridge University Press, 2006.
Latif, Hamdiah. A. Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA): Its
Contributions to Educational Reforms in Aceh. tesis tidak
dipublikasi di Montreal: Institute of Islamic Studies McGill
University, 1992.
LOsservatore Romano. Vatican offers Islamic fnance system
to Western Banks. Daily Vatican newspaper. http://www.
worldbulletin.net/index.php?aType=haberArchive&Article
ID=37814 (Di akses tanggal 16 Juli 2011).
Marvin Lapidus, Ira. A history of Islamic societies. Second edition,
USA:Cambridge University Press, 2000.
Mc Millan, J. H, &S. Schumacher. Research in Education: Evi-
dence-Based Inquiry. New York: Pearson Education, Inc,
2006.
Mikkelsen, Bitha. Methods for Development Work and Research:
A Guide for Practitioners, translated by Matheos Nalle, 3
th

Edition. Jakarta: Kencana, 1995.
Millan, J. H. Mc, &S. Schumacher. Research in Education: Evi-
dence-Based Inquiry. New York: Pearson Education, Inc,
2006.
Miner, John B. Organizational behavior 2: Essential theories of
process and structure. New York: M. E. Sharpe, Inc, 2006.
Mudzhar, M. Atho. Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia: Sebuah
Study tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-
1988. Jakarta: INIS, 1993.
Muhammad A.R. Akulturasi Nilai-nilai Persaudaraan Islam Model
Dayah Aceh. Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat Kementrian Agama R, 2010.
Muhammad, Rusjdi Ali. Revitalisasi Syariat Islam di Aceh:
Problem, Solusi dan Implementasi. Jakarta: Logos, 2003.
Muijs, D. Doing Quantitative Research in Educational with SPSS.
London: Sage Publications, 2004.
Mulyana, Edy. Menemukan Kembali Saudagar Aceh. Banda Aceh:
124
125
Badan Arsip Dan Perpustakaan Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, 2008.
Naser, Kamal. al Islamic Banking: a Study of Customer Satisfaction
and Preference in Jordan. Wales UM. MBC University
Press, 1999.
P, Gerard, dan J. Barton Cunningham. Islamic Banking: A Study in
Singapore. The International Journal of Bank Marketing,
15 (6), 1997.
Perwataatmadja, Karnen A, dan Hendri Tanjung. Bank Syariah:
Teori, Praktik dan Peranannya. Jakarta: Colestial Publish-
ing, 2007).
Philipus, Ng. dan Nurul Aini. Sosiologi dan Politik. Jakarta:
Rajawali Pers, 2009.
Rahayuningsih, Sri Utami. Psikologi Umum 2 nurul_q.staff.
gunadarma.ac.id/Downloads/fles/.../bab1-sikap-1.pdf.
Raho, Bernard, SVD. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi
Pustakaraya, 2007.
Reid, Anthony. The Contest for North Sumatera: Atjeh The Neth-
erlands and Britain 1858-1898. Kuala Lumpur, Singapore:
Oxford University Press, 1969.
Ritzer, George and Douglas J.Goodman. Modern Sosiological The-
ory. translated by Alimandan. Jakarta: Kencana, 2004.
---------------------Classical Sociological Theory. McGraw Hill
Companies, 1996.
Rivai, Veithzal. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi. Jakarta:
RajaGrafndo Persada, 2006.
SA, Metawa. dan Mohammed Almossawi, Banking Behavior of Is-
lamic Bank Customers: Perspectives and Implications. The
International Journal of Bank Marketing, 16 (7), 1998.
Saeed, Abdullah. Menyoal Bank Syariah. Jakarta: Paramadina,
2004.
Said, Edward W. Peran Intelektual. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 1998.
Said, Mohammad. Aceh Sepanjang Abad. Medan: Diterbitkan Pen-
124
125
garang Sendiri, 1961.
Sarantakos, S. Social Research. Australia: MacMillan, 1998.
Sekaran, Uma. Research Method for Business: A Skill Building Ap-
proach. 2
nd
Edition, New York: 1992.
Shiddiqi, Muhammad Nejatullah. Banking Without Interest. La-
hore: Sh Asraf Publication, 1954.
Siegel, James. The Rope of God. Berkeley and Los Angeles: Uni-
versity of California Press,1969.
Simon, Herbert. A. Reason in Human Affairs. California: Stanford
University Press, 1983.
Smelser, Neil J. and Richard Swedberg. The Handbook of
Economic Sociology. http://press.princeton.edu/chapters/
s7994.pdf
Sudin Haron, Islamic Banking: Rules and Regulations (Petaling
Jaya: Pelanduk Publications, 1997), 3.
Suf, Rusdi. Pasifkasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Aceh , dalam
Depdikbud Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Seminar
Sejarah Nasional IV: Sub Tema Dinamika Pertumbuhan
Ekonomi Bangsa Indonesia. Jakarta: Departeman Pendidikan
dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Tradisional Proyek
Inventaris dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1991.
Sugiyono. Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta,
2009.
Suliyanto. Analisi Data Dalam Aplikasi Pemasaran. Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005.
Sumarto, Sukarni. Konsep Kebudayaan Modern, dalam Jangan
Tangisi Tradisi; Transformasi Budaya Menuju Masyarakat
Indonesia Modern. Yogyakarta: Kanisius, 1994.
Suwito. Ulama dan Umara: Studi tentang Hubungan MUI dengan
Pemerintah Republik Indonesia tahun 1975-1990. Fakul-
tas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatllah, Jakarta, 1993.
Swedberg, Richard. Principles of Economic Sociology. New Jersey:
Princeton University Press, Princeton, 2003.
Syahyuti. Bank Syariah dan Bagi Hasil di Pertanian. http://ib-blog-
126
127
gercompetition.kompasiana.com/2009/08/07/bank-syariah-
dan-bagi-hasil-di-pertanian-2/.
Thahiry, Muslim. Dkk. Wacana Pemikiran Santri Dayah Aceh.
Banda Aceh: BRR NAD-Nias, PKPM Aceh&Wacana Press,
2007.
Wajdi, Firdaus. Ulama and State; A Study of The Socio-Political
Role Of The Council of Indonesian Ulama (MUI) 2001-
2006. Tesis, UIN Jakarta, 2007.
Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Of-
set, 2001.
Yusuf, Muhammad Yasir. Menakar Kedudukan perbankan Syariah
di Aceh.
http://www.acehinstitute.org/opini_ban_islam.html.
. The Consultative Council of Aceh Ulama: History and
Role in the Aceh Society. http://www.acehinstitute.org/ar-
ticle
Zada, Khamami, eds. Intelektualisme Pesantren; Potret Tokoh dan
Cakrawala Pemikiran di Era Pertumbuhan Pesantren. Ja-
karta: Diva Pustaka, 2003.
Zaman, Muhammad Qasim, The Ulama in Contemporary Islam:
Custodians of Change. New Jersey: Princeton University
Press, 2002.
Zulfan. Kiprah Pedagang Pribumi pada masa Revolusi Kemerdekaan
di Aceh (1945-1945). Banda Aceh: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional,
1998.
126
127
Index
A
Abbasiyah 90
Abubakar 64, 66, 72
Aceh 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20, 2n6, 27, 28, 29, 43, 46, 49, 50,
51, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 69, 71, 72, 73, 75,
77, 78, 79, 82, 83, 85, 86, 87, 89, 90, 91, 92, 99, 103, 105,
107, 109, 113, 114, 115, 119
Ahmad 13, 16, 24, 41, 42, 48, 54, 116
Ahmadsyah 69, 70, 79, 80
Aiyub 26, 42, 46, 49
al-ikhwan al Muslimun 54
Almossawi 25, 41, 46, 48, 95, 96, 116
Al-Quran 89
Antonio 15, 50, 55, 58, 63
Asia Tenggara 55
Asuransi Syariah 57
ATM 71
azas Islam 52
Azis 55, 57
Azra 18, 19, 101
B
Bahrain 55, 95
Bait al Maal wat Tamwil (BMT) 56
Bait al Qiradh 56
Bali 51
Banda Aceh 17, 20, 28, 29, 60, 61, 62, 65, 71
Bangladesh 26, 46, 48, 94, 95, 103, 104
128
129
Bank Indonesia (BI) 61
Bank Indonesia Regional Padang 104
Bank Islam Malaysia Berhad (BIMB) 55
Bank konvensional 52, 110
Bank Muamalat Indonesia 17, 24, 25, 26, 27, 28, 49, 56, 57, 61
Bank Pembangunan Daerah (BPD) 28, 64, 66, 72, 99
Bank syariah 50, 55, 63, 105, 107
Bank Syariah Mandiri 27, 28
Bank Umum Syariah (BUS) 27, 58
Banna 54
Bdour 41, 44, 48
bebas bunga 53, 54, 56
Blumer 20, 21
Blummer 20
BPRS 16, 17, 27, 56, 61, 64, 103
Bryman 123
Buddha 22
C
Cina 22
Cramer 123
Cronbach Alpha 74
Cunningham 24, 41, 44, 48, 116
D
Daily Vatican newspaper 51
Dana Pihak Ketiga (DPK) 61
Dayah 65
De Algemene Volkscredietbank 52
De Excomptobank N.V. 52
de Groot Atjehsche Afdeeling Bank 60
De Javashe Bank N.V 52
128
129
De Postparrbank 52
Dewan Komisaris 15
Dewan Pengawas Syariah 15, 63, 64, 66, 71, 72, 86
Dewan Syariah Nasional 15, 63, 64, 86
Dinas Syariat Islam 64, 65, 66, 72, 83
DPK (Dana Pihak Ketiga) 114
Dubai Islamic Bank 55
E
Ekonomi Islam 16, 32, 33, 34, 43, 49, 65, 114, 116
Erol 41, 44, 48
F
Faisal Islamic Bank Mesir 55
Faisal Islamic Bank Sudan 55
Fatwa 22, 45, 115
fatwa MUI 22, 23, 45, 101
Febrian 108, 118
flsafat pancasila 17
fqh muamalah 15
formal leader 17
fundamentalis 54
G
Gerard 24, 41, 44, 48, 116
Gorontalo 51
Gunawan 104
H
Haron 16, 24, 41, 44, 48, 53, 54, 116
Hidayat 64
Himpunan Mahasiswa Islam 14
130
131
Hindu 22
I
IAIN Ar-Raniry 64, 65, 66, 67, 69, 70, 72, 82, 83, 86, 98, 115
Ibrahim 64, 71, 72, 83, 86, 87
ideologi Pancasila 114
Ika 24, 26, 42, 49, 116
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia 14
India 22
Indonesia 14, 15, 16, 17, 18, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 41, 42, 43,
44, 45, 48, 49, 50, 51, 52, 55, 56, 57, 58, 60, 61, 62, 63, 65,
66, 67, 68, 71, 72, 86, 89, 92, 93, 94, 96, 98, 101, 104, 105,
106, 108, 111, 112, 113, 114, 116
informal leader 17
intelektual muslim 28, 79
interaksionisme simbolik 20, 21
International Islamic Bank for Investment and Development 55
Iran 52, 55, 112
Islamic Development Bank 55
Islamisasi 42
J
Jakarta Islamic Index (JII) 57
Jamaat Islami 54
James 36
Jawa Barat 15, 16, 25, 43, 48, 98
Jordania 16, 44
K
Kamayanti 23, 26, 42, 44, 49
Kantor Mufti Mesir 67
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia 14
130
131
Khalidin 65, 70, 83, 86, 114
Konfusianisme 22
Konsul Akademi Fiqih Islam 67
Konsul Fiqih Islam 68
Konsul Pengkajian Islam 67
Korelasi 123
Kotler 36, 37, 39
Kreemer 59, 60
kuisioner 74, 92
Kuwait Finance House 55
L
Langsa 60
lembaga keuangan syariah 15, 63
Lembaga Penelitian IPB 23, 45, 49, 63, 68, 96, 98, 101, 104, 105,
111, 112
lembaga proft 69
Lhokseumawe 46, 60
Liga Dunia Muslim 68

LOsservatore Romano 51
M
Madinah 42
Majelis Ulama Indonesia 22, 24, 45, 86
Malaysia 16, 24, 44, 48, 53, 55, 68
Marthon 33, 34
masyarakat Aceh 13, 59, 60, 62, 64, 80, 83, 86, 90
Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) 66
masyarakat modern 31, 112
masyarakat tradisional 31, 52
132
133
Maududi 54
Mead 20
Mekkah 42
Melayu Nusantara 42
Mesir 53, 54, 56, 67
Metawa 25, 41, 46, 48, 95, 96, 116
meudua laba 51, 59
micro fnance 61
Millan 74
Mit Ghamr Bank 53, 54, 56
modal capital 51
MPU 62, 63, 64, 69, 71, 72, 83, 87
muamalah 13, 53, 108, 114
Muawiyah 90
mudharabah 53, 61
Mudzhar 21, 22, 45
Mughal 90
Muhammadiyah 14
MUI 14, 22, 23, 24, 44, 45, 57, 67, 86, 101, 112, 115, 116
murabahah 50, 61, 69, 107
musyarakah 53, 61
N
Nahdhatul Ulama 14
Najjar 54
Nanggroe Aceh Darussalam 28, 46, 60, 114
nasabah 26, 28, 29, 31, 40, 41, 44, 69, 70, 73, 76, 77, 84, 85, 86,
91, 92, 93, 94, 95, 97, 98, 99, 100, 102, 103, 105, 106, 107,
108, 109, 110, 111, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120,
121, 122, 123, 125, 126, 127
Naser 16, 25, 41, 44, 48
Nasser Social Bank (1971) 55
132
133
nationale Handelsbank 52
nelu 51
neo-Revivalis 54
NGO (Non Government Organization) 79
Nurdin 64, 82
O
Organisasi Konferensi Islam 55, 67
P
Pakistan 26, 46, 48, 52, 53, 54, 55, 92, 94, 95, 96, 98, 112, 118
Pallant 123
Pearson 74, 81, 123
Pegadaian Syariah 57
Pemerintah Daerah Aceh 29
perbankan konvensional 17, 18, 28, 50, 54, 57, 62, 69, 105, 111,
113
perbankan syariah 13, 14, 15, 17, 18, 20, 27, 28, 40, 43, 47, 50,
51, 55, 56, 57, 58, 59, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 70,
71, 72, 73, 85, 86, 91, 94, 98, 101, 103, 104, 108, 112, 113,
114
Performa 117
Persatuan Pelajar Indonesia 14
Perwataamadja 55
pramodern 31
preferensi 13, 17, 23, 26, 27, 31, 35, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 47,
62, 68, 72, 73, 74, 86, 112, 113, 123, 124, 125, 126
Presiden Jenderal Departemen IFTA 68
Proft 24, 25, 48, 49, 51, 53, 68, 118
Proft and Loss Sharing 51, 53
proft margin 69
PT. Bank Permata Syariah 28
134
135
R
Rahardjo 55
Raniry 17, 65, 70
rasionalitas 31, 33, 35, 112, 116, 117
religiopolitical Islam 21
Republika 104
Responden 91
riba 53, 57, 67
Richardson 74
Rivai 34, 90
role taking 43
S
Saby 19
Saeed 53, 54, 55
Saefuddin 55
Said 18, 19, 33, 34
Samuelson 22
Saudi Arabia 68
Schumacher 74
Sekaran 74
self-interest 116
service excellence 16, 44
Seulawah 86
Sidoarjo 23, 44, 49
Simon 34
sistem bunga 52, 111
sistem kapitalis 51, 52
sistem keuangan Islam 15, 51
skala Devies 81
Soekarno 86
sosio-budaya 22, 45
134
135
Sosiologi 20, 75
sosio-politik 22, 45
Sudan 52, 55, 112
Sudin 16, 24, 41, 44, 48, 53, 54
Suf 60
Sumatera Selatan 23, 44, 45, 49, 68, 96, 100, 101, 104, 105, 111,
112
Sumatra Barat 104
supply 69
Suwito 45
Suyanta 19
Syahrizal 66, 67
Syariat Islam 28, 68, 77, 82, 84, 112, 114
Syeikh 69, 71, 78, 79, 83, 84, 90
T
Taoisme 22
terminologi-terminologi syariah 108
Ternate 51
Thomas 20
Toraja 51
Transformasi 42
Turki 90
U
Ulama 13, 14, 17, 19, 20, 21, 22, 23, 42, 44, 45, 50, 56, 57, 62,
63, 64, 65, 66, 67, 68, 69, 71, 75, 76, 77, 78, 82, 83, 84, 85,
86, 87, 88, 102, 123, 124, 125
Umara 19, 45, 66
UMD (Upah Minimum Daerah) 98
UMR (Upah Minimum Regional) 98
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 57
136
137
Undang-Undang No.21 Tahun 2008 58
unit syariah 29, 99, 120
Unit Usaha Syariah (UUS) 27, 57, 58
Universitas Islam Negeri 14
utility 34, 35
UU No. 7 tahun 1992 56
V
Vatikan 51
W
W 18, 19, 23, 26, 42, 44, 49, 74
Wadjdi 45
Wahid 64, 65, 98
Walgito 36
Weber 22
WH (Wilayatul Hisbah) 88
Widagdo 24, 26, 42, 49, 116
Y
Yudaisme 22
Yusuf 14, 66, 67, 72, 79, 80, 113, 114
Z
Zaman 21
136
137
GLOSARI
Bagi hasil : Kerjasama ekonomi antara pemilik
modal dengan pengelola dan keuntungan
dari hasil usaha tersebut akan dibagi
sesuai perjanjian diantara mereka.
Bank Syariah : Merupakan lembaga keuangan bank
yang menghimpun dan menyalurkan dana
kepada masyarakat dengan menggunakan
sistem bagi hasil.
Elit agama : Orang-orang yang memahami ilmu
agama serta memiliki pengikut, seperti
ulama, kiyai, tengku, cendekia/intelektual
muslim.
Elit penguasa : Orang-orang yang memiliki jabatan di
pemerintahan dan memiliki wewenang
untuk memutuskan suatu kebijakan
public.
Interaksionisme : Suatu disiplin ilmu khususnya sosiologi,
Simbolik psikologi, antropologi dan
komunikasi.
Modernisasi : Suatu perubahan yang disebabkan oleh
berkembangnya informasi dan teknologi.
Nasabah double
account : Nasabah yang memiliki rekening syariah
dan konvensional.
Nasabah full account : Nasabah yang hanya memiliki rekening
syariah.

Peusijuk : Ritual adat Aceh yang biasanya dilakukan
ketika seseorang memulai sesuatu yang
baru. Ritual ini dilakukan bertujuan untuk
138
139
mengharapkan keselamatan.
Preferensi : Sebagai suatu sikap suka terhadap
sesuatu lebih dari yang lainnya dan akan
terlihat ketika seseorang menetapkan
pilihannya. Akan tetapi preferensi atau
pilihan seseorang tidaklah tetap, bisa
berubah seiring berjalannya waktu.
Rasionalitas Ekonomi
Islam : Manusia berperilaku secara rasional
(masuk akal) berdasarkan atas nilai-
nilai syariah dan berusaha untuk
mengakomodasi kebutuhan materi
dan spiritual demi tegaknya sebuah
kemaslahatan.
Self-indication :Kemampuan individu mengantisipasi
tindakan-tindakan orang lain dan
menyesuaikan tindakannya sebagaimana
dia memaknakan tindakan itu.
Self-interest : Suatu sikap lebih mementingkan
keinginan pribadi atau dirinya sendiri.
Transformasi : Suatu perubahan yang menyangkut
berbagai aspek kehidupan, seperti tata
nilai, pranata sosial, wawasan, cara
berpikir, atau kebiasaan yang telah lama
terjadi di masyarakat dan sebagainya.
Ulama cendekia : Mereka yang tidak hanya ahli ilmu agama
tetapi juga memiliki atau menguasai
beberapa ilmu pengetahuan penunjang,
yang pada umumnya mempunyai latar
belakang pendidikan akademis dan
biasanya mereka juga dikenal dengan
istilah intelektual baru, intelektual
138
139
organic, cendekiawan baru
Ulama tradisional : Mereka yang semata-mata hanya
memahami ilmu agama saja dan biasanya
lulusan pondok pesantren dan biasanya
juga dikenal dengan istilah intelektual
lama, intelektual tradisional, cendekiawan
lama, ulama dayah.
Utility : Kenikmatan, kepuasan subyektif,
manfaat, atau keuntunganyang diperoleh
seseorang dari berkonsumsi atas suatu
barang atau produk, (utilitas)
140
141
140
141
BIOGRAFI PENULIS
Inayatillah, S. HI, dilahirkan di Banda Aceh
pada tanggal 4 Agustus 1982. Mengikuti jenjang
pendidikan di MIN, MTsN dan MAN I Banda
Aceh. Ia adalah alumnus Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Ar-Raniry tahun 2005 di bidang
Syariah Muamalah dan setelah itu ia mengabdikan diri di institusi
tersebut sambil mengikuti program Studi Purna Ulama (SPU)
yang diselenggarakan oleh IAIN Ar-Raniry. Awal tahun 2007 ia
memperoleh beasiswa dari CIDA dan MORA yang bekerjasama
dengan IAIN Ar-Raniry untuk kursus bahasa inggris selama 6
bulan di IALF Bali. Dengan beasiswa yang sama, pada awal 2008
ia melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Buku yang berjudul
Peran Ulama dan Preferensi Masyarakat Aceh Terhadap Bank
Syariah merupakan buku pertama yang akan diterbitkan setelah
ujian promosi magister penulis yang berawal dari penelitian tesis.

142

Anda mungkin juga menyukai