Anda di halaman 1dari 160

j

------ ~ ii ~ ------





------ ~ iii ~ ------






INOVASI
PENDIDIKAN
HUKUM DI
NANGGROE ACEH
DARUSSALAM




------ ~ iv ~ ------

KDT (Katalog Dalam Terbitan) Nasional

ISBN: 978-602-8487-09-2

Muhammad Maulana, M.Ag
Jailani, M.Ag

Editor
Anton Widyanto

Layout/Setting:
Tim CV. Citra Kreasi Utama
Jln. Tgk. Imuem Lueng Bata. No. 3 Banda Aceh

Diterbitkan oleh Ar-Raniry Press,
bekerjasama dengan Penerbit dan Percetakan
Polydoor Yogyakarta.


Cetakan Pertama Juli 2009


Desain Cover:
Dadang CBN




------ ~ v ~ ------

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt, karena
hanya atas ridha-Nya akhirnya buku yang ada di tangan
pembaca ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat dan
salam semoga senantiasa terlimpahkan ke hadirat Nabi
Muhammad Saw beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya
yang telah banyak memberi inspirasi bagi kita generasi
pemegang amanah untuk menerapkan syariat dalam setiap
dimensi hidup kita secara kaffah.
Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Rektor IAIN Ar-Raniry, Bapak PR VI, Bapak Dekan
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry dan Bapak Dekan Fakultas
Hukum Univeritas Syiah Kuala dan juga seluruh dosen
Fakultas Syariah yang selalu menjadi teman diskusi, partner
kerja dan patner dalam berkarya, sehingga buku ini dapat
diselesaikan.
Semoga buku ini bisa memberikan sumbang-sih
berharga bagi para pemerhati pendidikan hukum di Aceh,
khususnya dan masyarakat masyarakat Indonesia pada
umumnya. Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini
masih jauh dari kesempurnaan, dan tidak dapat memuaskan
para pembaca untuk memperoleh informasi maksimal
tentang format inovasi kurikulum di Fakultas Syariah dan
Fakultas Hukum oleh karena itu kritik dan saran dari semua
pihak sangat kami harapkan.

Banda Aceh, Nopember 2007
Penulis


------ ~ vi ~ ------



























------ ~ vii ~ ------

SEBUAH PENGANTAR
Oleh: Dr. Nazaruddin AW, MA
1




Studi dan kajian serius sangat dibutuhkan untuk
pengembangan disiplin ini di fakultas Syar`iah karena dalam
sejarah tradisi penerapan hukum Islam di Aceh dalam
bingkai hukum nasional, agaknya belum ada usaha serius di
kalangan intelektual atau praktisi hukum Indonesia dan
Aceh khususnya, menciptakan undang-undang pidana dan
perdata Islam melalui proses legislasi bila dibandingkan
dengan proses hukum lainnya yang menerapkan sistem
Roman Law.
2

Paparan di atas menimbulkan sebuah persoalan
mendasar, khususnya berkenaan dengan apakah kurikulum
yang dipakai di Fakultas Hukum dan Fakultas Syariah
responsif dengan penerapan syariat Islam di Aceh.

1
Dekan Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, Darussalam Banda
Aceh.
2
Dalam sejarah pembentukan hukum Islam, penyusu-nan Al-
Majjallah al-Ahkam al-Adliyah, pada tahun 1293 H/1876 M pada akhir
pemerintahan Turki Uthmani yang digali dari fikih, dianggap sebagai
upaya qanunisasi pertama menertibkan hukum-hukum fikih yang
dirumuskan oleh lembaga Negara menjadi hukum tertulis seperti halnya
system hukum Roman Law. Usaha ini membuka periode modern dalam
sejarah pembentukan hukum Islam. Muhammad Faruq, al-Nabhan, Al-
Madkhal Li al-Tasyri, cet.II, Beirut: Dar al-Qalam, 1981, hal. 351.

------ ~ viii ~ ------

Syukur alhamdulillah dengan ditulis dan
diterbitkannya buku ini, semoga akan mengisi sebagian
pemikiran tentang format ideal kurikulum di Fakultas
Syariah dan Fakultas Hukum di Nanggroe Aceh
Darussalam. Sehingga dengan urun rembug dan sumbangsih
pikiran dari para intelektual di kampus dan luar kampus
akan semakin memberi nuansa aktual terhadap khazanah
pemikiran untuk pengembangan kurikulum di Fakultas
Syariah dan Fakultas Hukum yang mampu mendukung
pelaksanaan syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam.
Alumni yang telah dihasilkan di Fakultas Syariah dan
Fakultas Hukum harus mampu berkiprah dan memberi
karya dan karsa terbaiknya dalam penegakan syariat Islam
di Bumi Iskandarmuda ini. Optimalisasi tersebut hanya
mampu dicapai dengan adanya bekal ilmu yang mereka
peroleh selama di bangku kuliah, meskipun tidak semuanya
didapati dalam proses pendidikan formal, namun tetap
signifikan memberi pengaruh terhadap pola pikir mereka.
Untuk itu proses inovasi kurikulum yang selama ini
telah didayaupayakan oleh semua pihak terutama civitas
akademika di Fakultas Syariah
3
dan Fakultas Hukum di
Aceh terus dilanjutkan terutama untuk menghasilkan
substansi, urgensi dari implementasi syariat Islam serta
melakukan evaluasi terhadap kurikulum yang selama ini

3
Fakultas Syariah pada bulan Februari 2009 telah melakukan
workshop kurikulum yang menghadirkan pemateri nasional dan local
yang dibiayai oleh CIDA yang bekerja sama dengan PIC-IISEP IAIN Ar-
Raniry.

------ ~ ix ~ ------

telah diberlakukan dikedua institusi tersebut. Langkah-
langkah untuk mencapai yang terbaik tetap selalu
diperlukan di antaranya dengan tetap mengupayakan
adanya sinergi antara kedua lembaga pendidikan formal ini
untuk tetap konsisten memberi kontribusi dalam penerapan
syariat Islam di Aceh yang sejak awal pemberlakuannya
banyak mengalami kendala dan problema. Dengan adanya
partisipasi berbagai pihak maka penerapan syariat Islam
akan terus berjalan dengan baik yang akan bermuara pada
kehidupan masyarakat yang Islami.
Kehadiran buku ini akan lebih bernilai guna jika para
pembaca memberikan feedback dan juga kritikan konstuktif
untuk menghasilkan koreksi yang lebih baik, sehingga
inovasi kurikulum bukan hanya sekedar wacana, tetap perlu
upaya maksimal semua pihak untuk memberi warna dalam
penerapan syariat Islam di Aceh yang menghasilkan bentuk
yang berbeda dari penerapan hukum di Indonesia.


Dekan Fakultas Syariah
IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Dr. Nazaruddin AW, MA

------ ~ x ~ ------



















------ ~ xi ~ ------

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR ------------ v
SEBUAH PENGANTAR
Oleh: DR. Nazaruddin AW. MA. ------------ vii
DAFTAR ISI ------------ xi

BAB I
INOVASI KURIKULUM
A. Konseptual Kurikulum Dalam Pendidikan ------------ 1
B. Pengertian dan Fungsi Inovasi Kurikulum ------------ 6
C. Asas-Asas Inovasi Kurikulum ------------ 13
D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum ------------ 32
E. Model-Model Inovasi Kurikulum ------------ 34

BAB II
KURIKULUM FAKULTAS HUKUM ------------ 47
A. Tujuan Kurikulum Fakultas Hukum dan Dasar
Hukumnya ------------ 47
B. Visi dan Misi Fakultas Hukum ------------ 49
C. Mata Kuliah yang Diajarkan di Fakultas Hukum ----- 51

BAB III
KURIKULUM FAKULTAS SYARIAH ------------ 59
A. Pengertian dan Tujuan Kurikulum Fakultas
Syariah ------------ 59
B. Visi dan Misi Fakultas Hukum ------------ 64
C. Standar Kompetensi ------------ 74

------ ~ xii ~ ------

D. Mata Kuliah yang Diajarkan di Fakultas Syariah ----76

BAB IV
INOVASI KURIKULUM DALAM RANGKA
PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH ------------ 85

A. Ketentuan Yuridis Formal tentang Penerapan Syariat
Islam di Nanggroe Aceh Darussalam ------------ 90
B. Tujuan dan Fungsi Kurikulum di Fakultas Hukum
dan Fakultas Syariah ------------ 98
C. Pengembangan Kurikulum di Fakultas Hukum dan
Fakultas Syariah ------------ 100
D. Pemilihan Mata Kuliah ------------ 102
E. Kompetensi Lulusan dan Peluang Kerja ------------ 102

DAFTAR PUSTAKA ------------ 107


------ ~ 1 ~ ------

BAB SATU
INOVASI KURIKULUM


A. Konseptual Kurikulum Dalam Pendidikan

urikulum merupakan suatu domain kompleks dalam
dunia pendidikan. Kompleksitasnya akan meningkat
bila ingin dihasilkan suatu kurikulum yang berkualitas,
karena secara teoritis melibatkan banyak faktor. Salah
satunya adalah harus ada upaya sistematis untuk
melakukan improvisasi dan inovasi.
Terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan di
Indonesia, maka pemerintah telah mempunyai tekad untuk
mempercepat pencanangan Millennium Develop-ment Goals
dari tahun 2020 pada awalnya, menjadi tahun 2015
1
. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan perkembangan era
globalisasi
2
yang pada prinsipnya menuntut berbagai
macam bangsa di dunia untuk berkompetisi dalam
berbagai bidang, termasuk pendidikan.
Kurikulum yang berlaku tersebut tidak akan
memberi makna yang berarti jika tidak dikembangkan

1
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007, hal. 2.
2
Globalisasi secara sedeerhana dapat dipahami sebagai: ""... THE
COMPRESSION OF THE WORLD AND THE INTENSIFICATION OF
CONSCIOUSNESS OF THE WORLD AS A WHOLE". Lihat Adam Kuper,
Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, hal. 415.
K
------ ~ 2 ~ ------

dengan baik. Pengembangan kurikulum di perguruan
tinggi dapat diartikan sebagai mendinamisasikan
pelaksanaan kurikulum yang berlaku di perguruan tinggi.
Dalam hal ini Zais
3
menjelaskan pengembangan kurikulum
sebagai: a term that most educationists use to refer broadly
to all the processes of contructing and implementing curricula.
Lebih jauh Mulyani Sumantri
4
mengarti-kan bahwa
pengembangan kurikulum sebagai suatu proses
perencanaan menetapkan berbagai kebutuhan,
mengadakan identifikasi tujuan-tujuan dan sasaran-
sasaran, menyusun persiapan instruksional, memenuhi
segala persyaratan kebudayaan sosial dan pribadi yang
dilayani kurikulum.
Istilah kurikulum mempunyai beberapa pengertian.
Perbedaan pengertian ini akan mewarnai konsepsi, materi,
proses dan tujuan pendidikan yang akan dicapai.
Pengertian kurikulum menurut ahli pendidikan tradisional
adalah suatu himpunan mata pelajaran yang disusun oleh
dosen untuk disajikan kepada mahasiswa di kelas. Tyler
memberikan pengertian kurikulum yang lebih luas sebagai
seluruh mata pelajaran yang dipelajari oleh siswa yang
dirancang dan dilaksanakan oleh perguruan tinggi untuk
mencapai tujuan pendidikannya.
5


3
Mulyani Sumantri, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: P2LPTK Ditjen
Dikti. Depdikbud, 1988, hal. 55.

5
Ralph W. Tyler, The Curriculum-The and Now, in Proceedings of the 1956
Invitational Conference on Testing Problems, Princeton: N.J. Educational testing
Service, 1957, quoted in Daniel Tanner and L.N. Tanner, Curriculum Development:
Theory into Practice, New York: Macmillan Publishing Co, 1980, hal.16.
------ ~ 3 ~ ------

Tyler menegaskan paling kurang terdapat empat
pertanyaan dasar yang mesti dijawab dalam membina
kurikulum, yaitu:
1. Apa tujuan-tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh
perguruan tinggi?
2. Apa materi-materi pendidikan yang harus disediakan
yang diperkirakan dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut?
3. Bagaimana materi-materi pendidikan itu disusun sehingga
dengan mudah dapat diterima oleh siswa ?
4. Bagaimana dapat diketahui bahwa semua tujuan-tujuan
itu sudah tercapai ?
6

Golongan konservatif seperti Smith, Stanley dan
Shores mendifinisikan kurikulum sebagai suatu himpunan
materi yang disediakan oleh perguruan tinggi untuk
mendisiplinkan siswa dengan cara berpikir dan bekerja sama
di perguruan tinggi.
7

Dengan demikian bagi sebuah lembaga pendidikan,
kurikulum harus diarahkan kepada:
1. Tujuan atau misi lembaga atau program.
2. Materi yang disusun oleh pihak-pihak yang berwenang
yang sesuai dengan kehendak siswa.
3. Core curriculum (kurikulum yang harus diselesaikan oleh
semua siswa),
4. Elective curriculum (kurikulum yang diberikan hak
kepada siswa untuk mengambilnya sesuai dengan
arahan penasehat akademiknya).

6
Ralph W. Tyler, Basic Principles of Curriculum and Instruction, Chicago:
University of Chicago Press, 1975, hal. 1.
7
Othenel B. Smith, W.O. Stanley and J. H. Shores, Fundamental of
Curriculum Development, Rev. ed., New York: Harcourt, 1957.
------ ~ 4 ~ ------

5. Kurikulum untuk jurusan atau disiplin tertentu.
6. Alokasi waktu atau satuan kredit semester (SKS) bagi
sebuah lembaga atau program pendidikan.
8


Lebih lanjut Stark telah memberikan definisi
kurikulum yang lebih komprehensif dan operasional
meliputi:
1. Spesifikasi tentang ilmu, skill dan sikap yang akan di
bentuk.
2. Penentuan mata pelajaran yang dapat memberikan
suatu pengalaman.
3. Struktur atau planning yang dapat melahirkan lulusan
dalam bidang-bidang tertentu.
4. Strategi pembelajaran.
5. Alat atau media yang akan digunakan dalam proses
pembelajaran.
6. Strategi penilaian yang tepat.
7. Lingkaran stimulus dan respon yang dapat
memudahkan siswa dalam meningkatkan
pembelajaran.
9


Muhammad Sharif Khan memberikan beberapa
kriteria kurikulum pendidikan bagi umat Islam yaitu:
1. Dapat membangun sebuah kepribadian muslim yang
utuh (integrated personality).

8
Stark, J. S. and Lowther, M.A., Designing the Learning Plan: A. Review of
Research and Theory Related to College Curricula, Ann Arbor, MI.: NCRIPTAL, 1986,
hal. 4.
9
Ibid., hal 5-6.
------ ~ 5 ~ ------

2. Dapat mempersiapkan seorang individu untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
3. Dapat dilanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi (long life
education).
4. Dapat memenuhi kebutuhan spiritual dan material
secara serentak.
5. Dapat menanam keimanan ke dalam jiwa seorang
individu.
6. Dapat membina akhlak yang didasarkan atas keimanan.
7. Dapat memberikan pengetahuan yang diperlu-kan
dalam kehidupannya sehari-hari.
8. Dapat membangun hubungan antara dosen dengan
mahasiswa atas dasar keridhaan Allah, sehingga pada
akhirnya diharapkan dapat mencapai deklarasi al-
Quran bahwa umat Islam adalah umat yang paling
baik yang dibangkitkan untuk seluruh umat manusia.
10


Abd Rahman al-Baghdadi memberi batasan
kurikulum sebagai "suatu kelompok pelajaran dan
pengalaman yang diperoleh si pelajar di bawah bimbingan
lembaga pendidikan.
11
Definisi ini lebih tertuju pada
lembaga agar memprogramkan pengajaran secara tertib,
teratur dan berencana untuk diberikan bagi peserta didik.
S. Nasution dengan mengutip B. Othanel dkk. menyatakan
bahwa kuri-kulum adalah: "sejumlah pengalaman yang
secara potensial dapat diberikan kepada mahasiswa, yang

10
Muhammad Sharif Khan, Islamic Education, New Delhi: Punjabi Bagh
Ashish Publishing House, 1986, hal. 42-43.
11
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1989, hal. 41.
------ ~ 6 ~ ------

diperlukan agar mereka dapat berpikir dan berkelakuan
sesuai dengan masyarakatnya".
12

Ada tiga tekanan penting dalam definisi ini, yaitu
pemberian pengalaman potensi, berpikir dan berkelakuan
sesuai dengan masyarakat. Batasan ini lebih mencakup
karena mahasiswa-didik dilatih menjadi generasi yang
bekompetensi serta mau berpikir dan mengerjakan segala
sesuatu yang diperlukan komunitas tempat dia hidup.
Maka Nasution mengemukakan lazimnya kurikulum
dipandang sebagai suatu rencana yang disusun untuk
melancar-kan proses belajar mengajar.
13

Pernyataan Nasution ini memberi makna bahwa
dalam kurikulum harus terkandung materi ajar yang jelas,
tujuan yang akan dicapai, metode yang digunakan dan
sejumlah media yang mendukung kelancaran proses
pembelajaran pada suatu lembaga.
B. Pengertian dan Fungsi Inovasi Kurikulum
Istilah inovasi berasal dari bahasa Inggris Innovation
artinya; the process of making change, a new method, custom,
device.
14

Istilah kurikulum memiliki berbagai tafsiran yang
berbeda sesuai dengan pandangan pakar tertentu. Istilah
kurikulum berasal dari bahasa latin yakni Curriculae, jarak
yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada

12
Ibid, hal. 49
13
Fazlurrahman, Islam, (terj. Ahsin Mohammad dkk.), Jakarta: Pustaka,
1984, hal. 112.
14
Michel Agnes, ed, Websters New World Dictionary an Thesaurus, USA:
Macmillan, 1990, hal. 320.
------ ~ 7 ~ ------

waktu itu kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang
harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh
ijazah.
Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran yang
harus ditempuh dan dipelajari oleh peserta didik untuk
memperoleh pengetahuan.
15

Pada dasarnya, kurikulum merupakan istilah berasal
dan bahasa Latin yang berarti jalan atau arena perlombaan
yang dilalui oleh kereta.
16
Kemudian, istilah ini diadopsi
dalam bidang pendidikan, sehingga mengandung pengertian
kumpulan mata pelajaran yang harus diajarkan guru atau
dipelajari subyek didik,
17
atau kumpulan mata pelajaran yang
ditetapkan sekolah atau sistem untuk dipelajari oleh subyek
didik atau mahasiswa agar lulus dan memperoleh ijazah
18
.
Pengertian ini merupakan pandangan lama yang lebih
menekankan pada isi pelajaran. Dalam kondisi tertentu,
pengertian ini masih sering di-gunakan hingga sekarang.
Pandangan yang muncul selanjutnya telah beralih dari
yang menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan
pada pengalaman belajar. Ross L. Neagley dan N. Dean
Evans memandang kurikulum sebagai all of the planned
experiences provided by the school to assist in attaining the

15
Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi Angkasa,
2003, hal. 16.
16
Noah Vebster, Websters New Twentieth Century Dictonrary of The
English Language, New York: Simon & Schuster 1979, hal. 447
17
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan
Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999, hal. 4
18
Yahya Hamid Hamdan dan Jabir Abdul Hamid Jabir, al-manahij:
Ususuha, takhtitutha, taqwinuha, Kairo: Dar al-Nahdah al-Arabiyyah, 1978, hal 9.
Lihat juga, Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum: Dasar-dasar dan
Perkembangannya, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal. 4.
------ ~ 8 ~ ------

designated learning outcontes to the best their abilities.
19
Definisi
ini tidak hanya menunjukkan adanya perubahan
penekanan dan isi pelajaran kepada pengalaman, tetapi
juga me-nunjuk-kan adanya upaya sekolah dalam
membimbing subyek didik untuk mendapatkan hasil
belajar yang sesuai dengan kemampuan maksimal subyek
didik. Pandangan ini juga memahami adanya perbedaan
individu (individual differences) antar subyek didik, sehingga
pen-capaian hasil belajar diukur sesuai dengan kemam-
puan maksimal masing-masing subyek didik.
Di samping menekankan pada pengalaman, ada
juga para ahli yang memandang kurikulum sebagai
rencana pendidikan atau pengajaran. Hilda Taba
mengatakan curriculum is a plan for learning.
20
Maksudnya,
kurikulum adalah suatu rencana yang memberi pedoman
atau pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Karena itu, kurikulum juga dipahami sebagai alat untuk
mencapai tujuan pendidikan.
James A. Beane mendefinisikan kurikulum ke dalam
empat kategori, yaitu kurikulum sebagai produk
(curriculum as product), kurikulum sebagai program
(curriculum as program), kurikulum sebagai bekal belajar

19
Ross L. Neagley dan N. Dean Evans, Handbook For Effective Curriculum
Development, New Jersey: Prentice Hall, 1997, hal. 2.

20
Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and Practice, USA:
Harcourt, Brace, & Worl, 1962, hal. 11.
------ ~ 9 ~ ------

(curriculum as intended learning) dan kurikulum sebagai
pengalaman subyek didik (curriculum as experiences of the
learner).
21
Kurikulum sebagai produk merupakan semacam
dokumen yang berisi sejumlah mata pelajaran, silabus
untuk sejumlah mata pelajaran, sederetan ketrampilan dan
tujuan yang ingin dicapai dan juga berisi sejumlah judul
buku teks. Dokumen ini merupakan hasil perencanaan,
pengembangan atau rekayasa kurikulum yang ber-bentuk
ide. Pendefinisian semacam ini memberikan penjelasan
secara konkrit terhadap istilah kuri-kulum, karena ia
berwujud suatu dokumen.
Kurikulum sebagai program merujuk kepada
serangkaian mata pelajaran yang disediakan sekolah atau
lembaga pendidikan termasuk di dalamnya mata pelajaran
wajib dan mata pelajaran pilihan. Ini merupakan
pendefinisian yang sempit. Secara lebih luas kurikulum
sebagai program dapat dipahami sebagai keseluruhan
aspek yang ber-kaitan dengan belajar di sekolah. Artinya,
kurikulum tidak semata berupa sejumlah mata pelajaran
dan aktivitas di dalam kelas, namun juga seluruh aktivitas
di luar kelas yang disediakan sekolah dan memiliki
keterkaitan dengan belajar.
Selanjutnya, kurikulum sebagai bekal belajar
mengandung arti sesuatu yang diajarkan. Sesuatu yang
diajarkan dapat berupa pengetahuan, keahlian atau
ketrampilan, sikap dan juga prilaku. Sesuatu yang
diajarkan atau bekal belajar ini biasanya dituangkan ke

21
James A. Beane, et. Al., Curriculum Planning and, hal. 29.
------ ~ 10 ~ ------

dalam dokumen. Isi dokumen dapat berupa fakta, prinsip,
konsep dan pengertian dan berbagai lapangan ilmu.
22

Sementara itu, kurikulum diartikan sebagai
pengalaman subyek didik merujuk kepada serang-kaian
peristiwa yang dialami subyek didik sebagai hasil dari
berbagai situasi yang direncana-kan dan yang tidak
direncanakan. Batasan kurikulum ini lebih berorientasi
kepada subyek didik sebagai pelaku peristiwa dan situasi
yang direncanakan dan yang tidak direncanakan. Di
samping itu, batasan ini sifatnya lebih luas dan kompleks,
karena mencakup yang direncanakan dan yang tidak
direncanakan. Pengalaman yang direncana-kan disebut
juga dengan formal curriculum, sementara pengalaman yang
tidak direncanakan sering di istilahkan dengan hidden
curriculum (kurikulum ter-sembunyi).
Pengalaman yang tidak direncanakan atau hidden
curriculum adalah suatu bentuk reaksi tersendiri dan
subyek didik yang berbeda dengan yang terdapat dalam
kurikulum formal. Ia sebagaimana dikatakan oleh Abdullah
Idi, merupakan upaya murni anak didik atas potensi dan
kreativitasnya.
23
Hal ini tentu saja dapat berkonotasi positif
maupun sistem. Dalam arti positif hidden curriculum dapat
memberi manfaat bagi subyek didik, guru, sekolah dan
masyarakat.
Kurikulum juga sering dibedakan antara kurikulum
sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang

22
Ibid, hal. 32
23
Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1999, hal. 11.
------ ~ 11 ~ ------

studi.
24
Kurikulum sebagai substansi dimaksudkan suatu
rencana kegiatan belajar bagi subyek didik di sekolah, atau
sebagai perangkat tujuan yang ingin dicapai. Kurikulum
sebagai substansi juga dapat menunjuk kepada suatu
dokumen yang berisi rumusan tujuan, bahan ajar, kegiatan
belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Bahkan, ia juga
dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil
persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan
pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyara-kat.
Kurikulum sebagai suatu sistem atau sistem
kurikulum merupakan bagian dari sistem per-sekolahan,
sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur
kerja cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan,
meng-evaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu
sistem kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum,
dan fungsi dan sistem kurikulum adalah memelihara
kurikulum agar senantiasa dinamis.
Sementara itu, kurikulum sebagai suatu bidang
studi atau bidang studi kurikulum merupa-kan bidang
kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan
pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai bidang studi adalah
mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem
kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai
kegiatan penelitian dan percobaan, akhirnya ditemukan hal
baru yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang
studi kurikulum.
25


24
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, , hal. 27.
25
Ibid.
------ ~ 12 ~ ------

Dapat dipahami bahwa, kurikulum sebagai suatu
tema memiliki makna luas, secara garis besar dapat
menampilkan diri dalam tiga versi, yaitu: kurikulum
sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
Namun kebanyakan batasan atau definisi yang ditawarkan
para ahli di atas terlihat kecenderungannya. Pada
kurikulum sebagai substansi, bukan sebagai sistem, apalagi
sebagai suatu bidang studi. Hal ini karena kurikulum
sebagai substansi sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya dapat berupa suatu rencana kegiatan belajar
subyek didik di sekolah atau serangkaian tujuan yang ingin
dicapai oleh subyek didik di sekolah. Tema ini juga berarti
suatu dokumen yang memuat sejumlah rumusan tujuan
belajar, bahan ajar, kegiatan belajar mengajar, jadwal, dan
evaluasi, atau dapat juga bermakna dokumen tertulis
sebagai hasil dari penyusunan, pengembangan, atau
perekayasaan kurikulum.
Dengan demikian, batasan kurikulum sebagai
substansi memiliki cakupan yang luas serupa dengan
batasan kurikulum yang ditawarkan oleh James A. Beane
dan kawan-kawan. James A. Beane dan temannya
memaknai kurikulum secara luas, dengan memandang
kurikulum dari berbagai bentuknya, sehingga batasan
kurikulum yang mereka kemukakan terlihat komprehensif.
Inovasi kurikulum adalah suatu pem-baharuan atau
gagasan yang diharapkan menbawa dampak terhadap
kurikulum itu sendiri. Dampak ini bukan hanya pada
pengembangan, melainkan juga pada proses pendidikan
sebagai implementasi suatu kurikulum menyeluruh,
termasuk terhadap penerapan kurikulum fakultas Hukum
------ ~ 13 ~ ------

dan fakultas Syariah di Aceh dalam upaya penerapan
Syariat Islam.
Fungsi inovasi yang dikemukakan para pakar
menyatakan bahwa inovasi berfungsi sebagai media yang
menjamin agar kurikulum tidak menjadi sesuatu yang baku
dan statis. Di samping itu, perubahan zaman menjadi
pemicu percepatan suatu inovasi.
C. Asas-Asas Inovasi Kurikulum
Oemar Hamalik mensyaratkan kepada para
pengembang kurikulum untuk memperhatikan dan
mempertimbangkan dasar falsafah dan tujuan kurikulum,
kemasyarakatan, kebudayaan atau sosial kultural, psikologi
belajar, pertumbuhan dan per-kembangan siswa, dan dasar
organisasi kurikulum dalarn upaya pengembangan
kurikulum.
26
Dalam redaksi yang berbeda, Iskandar
Wiryokusumo dan Usman Mulyadi juga mensyaratkan
untuk memper-timbangkan dasar yang sama sebagai yang
dikemuka-kan Oemar Hamalik dalam rangka menyusun
atau mengembangkan suatu kurikulum.
27

Menurut James A. Beane, ada tiga landasan yang
harus diperhatikan dalam perencanaan kurikulum, yaitu
filsafat, sosiologi dan psikologi.
28
Ketiga landasan ini
berkenaan dengan perhatian umum terhadap kebutuhan
individu dan masyarakat. Perencanaan kurikulum

26
Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum, , hal. 31.
27
Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum, Bandung: Mandar Maju, 1990, hal. 25-26.
28
James A. Beane, et. Al., Curriculum Planning,, hal. 68.

------ ~ 14 ~ ------

berkenaan dengan fokus tertentu dan ketiga landasan
tersebut.
Kalau diamati sepintas pandangan para ahli
kurikulum tentang landasan atau faktor yang patut
dipertimbangkan dalam penyusunan dan pengem-bangan
kurikulum, maka akan terlihat bahwa para ahli telah
berbeda pendapat sehubungan dengan penentuan sejumlah
landasan penyusunan kurikulum. Akan tetapi, kalau
dicermati lebih jauh akan didapati bahwa sebagian faktor
atau landasan yang dikemukakan merupakan
pengembangan atau bagian dan faktor atau landasan
lainnya, yang diungkapkan dalam istilah yang berbeda.
Perubahan dan pengembangan kurikulum baik pada
jenjang sekolah dan perguruan tinggi didasarkan pada asas
psikologi, sosiologis, filosofi, dan teknologi sebagai
landasan agar kurikulum terapan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dalam berbagai aspek, tujuan
dan arah pembangunan. Uraian berikut sebagai uraian
terhadap asas-asas tersebut.

1. Asas Filosofis
Setiap proses pendidikan tentunya ber-pedoman
pada falsafah yang dianut oleh suatu negara yang
mengandung nilai-nilai dan cita-cita suatu bangsa.
Kurikulum disusun berdasarkan filsafat negara dalam
upaya pembentukan manusia. Filsafat adalah aktivitas
pikir murni (reflective thinking), atau kegiatan akal manusia
------ ~ 15 ~ ------

dalam usaha untuk mengerti secara mendalam tentang
segala sesuatu.
29
Filsafat juga berarti upaya untuk
menggambarkan dan menyatakan suatu pandangan yang
sistematis dan komprehensif tentang alam semesta dan
kedudukan manusia di dalamnya.
30
Untuk dapat
menggambarkan serta menyatakan suatu pandangan yang
sistematis dan komprehensif dibutuh-kan suatu cara
berfikir yang sistematis, logis dan mendalam. Cara berfikir
demikian disebut pula sebagai cara berfikir radikal atau
berfikir sampai akarnya. Oleh sebab itu, berfilsafat sering
juga diartikan berfikir secara radikal.
Sebagaimana filsafat pada umumnya yang mengkaji
hakikat sesuatu secara menyeluruh, filsafat pendidikan juga
berusaha mengkaji hakikat dan permasalahan pendidikan
secara menyeluruh. Dalam mengkaji berbagai
permasalahan alam semesta serta kedudukan manusia di
dalamnya, filsafat memiliki tiga cabang dasar ilmu, yaitu:
ontology yang membahas tentang segala yang ada dalam
alam ini, epistemologi yang membahas tabiat pengetahuan,
batasannya, jenisnya serta bagaimana mewujudkan
kebenaran, aksiologi, yang membahas tentang nilai, macam
nilai dan sumber nilai.
31
Pengkajian masalah pendidikan juga
beranjak dari ketiga cabang ilmu tersebut.

29
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat
Pendidikan Pancasila Surabaya: Usaha Nasional, 1986, hal. 20.
30
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, , hal. 39.
31
Muhammad Munir Mursyi, Falsafat al-Tarbiyah: Ittijahatuha wa
Madarisuha, Kairo Alam al-Kutub, 1995, hal. 19.
------ ~ 16 ~ ------

Dalam filsafat pendidikan terdapat berbagai aliran.
Aliran filsafat pendidikan ini diklasifikasi berdasarkan pada
perbedaan teori dan praktek pendidikan yang menjadi ide
pokok setiap aliran tersebut. Berikut ini adalah sejumlah
aliran yang telah sering menjadi objek kajian dalam berbagai
pengkajian ilmiah. Keempat aliran tersebut adalah
perenialisme, esensialisme, progressivisme, dan
rekonstruksionisme.

a. Perenialisme
Perenialisme dipandang sebagai aliran yang regressive
road to culture, yakni suatu aliran yang menginginkan jalan
kembali, atau mundur kepada kebudayaan masa lampau.
Perenialisme meng-hadapi kenyataan dalam kebudayaan
manusia modern sebagai suatu krisis kebudayaan.
32
Oleh
karena itu, untuk menghadapi situasi krisis tersebut,
perenialisme memberikan pemecahan dengan jalan kembali
kepada kebudayaan masa lampau, yaitu kebudayaan yang
dianggap paling ideal.
Pendidikan menurut perenialisme, harus lebih
banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada
kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Selain itu,
aspek Ontologi perenialisme memandang bahwa realita itu
bersifat universal, yakni realita ini ada di mana saja dan
sama di setiap waktu.
33
Berdasarkan hal itu, maka kaum

32
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan, , hal. 295-296.
33
Ibid., hal. 306.
------ ~ 17 ~ ------

perenialis mempercayai adanya suatu isi yang universal
dan pengetahuan. Sehingga, isi kurikulum perenialisme
adalah intisari (essence) dan pengetahuan universal itu.
Kaum perenialis juga menganjurkan agar subyek
didik mempelajari isi dasar dan intelek dan semangat. Hal
ini secara khusus ditekankan pada matematika, bahasa,
logika dan belajar dari buku-buku besar (great books).
34
Ini
bertujuan agar subyek didik dapat mengembangkan tingkat
rasionalitas, spiritualitas, dan kemampuan intelek yang
tinggi, karena hanya melalui tingkat penalaran yang tinggi
dan intisari kreatif, intisari realitas, kebenaran dan kebaikan
dapat dicapai.
Perenialisme adalah juga suatu aliran yang
memandang education as preparation, yakni pendidi-kan
adalah persiapan untuk kehidupan di dalam masyarakat.
Dasar pandangan ini berpangkal pada ontologi, bahwa anak
ada dalam pihak potensialitas menuju aktualitas.
35
Oleh
karena itu, kurikulum baik pada pendidikan dasar maupun
menengah haruslah berfungsi mempersiapkan subyek didik
untuk hidup di dalam kehidupan masyarakat secara baik.
Perenialisme menghendaki bentuk kuri-kulum yang
terdiri atas mata ajar yang terpisah sebagai disiplin ilmu, dan
menolak penggabungan seperti IPA (Ilmu Pengetahuan
Alam) atau IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial).
36
Aliran ini hanya

34
Soedirman, dkk, Pengembangan Kurikulum dan Bahan Belajar I, Jakarta:
Universitas Terbuka, 1998, hal. 5.
35
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan, , hal. 329.
36
S. Nasution, Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Angkasa, 2006, hal.
23.

------ ~ 18 ~ ------

mementingkan mata pelajaran yang dianggap dapat
mengembangkan intelektual, seperti matematika, fisika,
biologi, dan kimia, sedangkan yang berkenaan dengan emosi
dan jasmani seperti seni rupa, olah raga sering di-
kesampingkan.
Para tokoh perenialisme menghendaki mata ajar yang
terdapat dalam kurikulum dan doktrin diajarkan melalui
latihan disiplin yang tinggi dan melalui pengontrolan
perilaku. Sekolah bagi perenialisme merupakan wahana
untuk membuka wawasan melalui pengajaran kebenaran
abadi, guru berfungsi memberi penafsiran terhadap sesuatu
dan mengemukakannya kepada subyek didik. Sementara
subyek didik menerima secara pasif yang disampaikan guru.

b. Esensialisme
Essensialisme memandang education as cultural
conservation, yakni pendidikan adalah pemelihara
kebudayaan. Karena dalil ini, maka aliran esensialisme
dianggap para ahli sebagai conservative road to culture, yakni
ingin kembali kepada kebudayaan lama, warisan sejarah yang
telah membuktikan kebaikan bagi kehidupan manusia.
37

Esensialisme merupakan paduan ide filsafat idealisme dan
realisme. Essensialisme menerjemahkan ide kedua filsafat
tersebut ke dalam dunia pendidikan, karena menyakini
kebaikan masing-masing konsepsi.
Idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang
memandang realita sebagai sebuah dunia yang ada dalam
alam ide. Sementara kebenaran itu merupakan ide yang

37
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan, , hal. 260.
------ ~ 19 ~ ------

konsisten. Kebaikan menurut para idealis adalah suatu
kondisi yang ideal. Didasari pemahaman seperti ini, maka
sekolah, menurut mereka, berfungsi mengasah intelektual
subyek didik, dan menyajikan model perilaku yang pantas
untuk diteladani. Peranan subyek didik pasif, hanya
menerima dan mengingat apa yang disampaikan guru.
Sementara guru mesti memberi contoh perilaku yang baik.
Realisme adalah aliran yang memandang realita
berbeda dengan hakikat. Realitas merupakan materi yang
memiliki tempat di alam ini. Sementara hakikat merupakan
gambaran materi, atau gambaran realitas. Hakikat boleh jadi
produk dari pemikiran manusia, namun ia bukan produk
realita.
38
Sesuatu dianggap baik menurut realisme adalah
apabila sesuai menurut hukum alam dan keteraturan dunia
fisik. Menurut aliran ini kebenaran di dunia ini dapat
diperoleh dengan melakukan pengamatan.
Para realis setuju bahwa kurikulum mesti didominasi
oleh sejumlah subjek yang berkaitan dengan dunia sekarang,
seperti matematika dan sains. Dalam menyusun kurikulum,
para realis kurang memperhati-kan minat subyek didik yang
beragam, namun mereka berusaha mengalihkan minat
subyek didik kepada pelajaran akademis.
Esensialisme-sebagaimana telah disebutkan sebelum-
nya merupakan sintesa idealisme dan realisme. Oleh karena
itu, pandangan realisme dan idealisme yang telah diuraikan
tadi juga merupakan pandangan esensialisme.

38
Husayn Sulaiman Qurah, al-Usul al-Tarbiyah Fi Bina al-Manahij, Kairo:
Dar-al-Maarif, 1979, hal. 179-180.

------ ~ 20 ~ ------

Essensialisme memiliki prinsip dasar tentang kurikulum
yang mesti menekankan penguasaan yang tepat pada isi
dan materi kurikulum.
39
Artinya, kurikulum yang disusun
mesti didasarkan pada urgensi yang ada di dalam
kebudayaan tempat hidup subyek didik. Oleh karena itu,
tugas pendidik mengarahkan subyek didik menguasai
materi yang tepat yang sesuai dengan kebudayaannya.

c. Progressivisme
Progressivisme lahir sebagai pembaharu dalam
dunia pendidikan terutama sebagai lawan terhadap
kebijaksanaan konvensional yang diwarisi dari abad
kesembilan belas. Progressivisme menganggap pendidikan
sebagai cultural transition. Ini berarti bahwa pendidikan
dianggap mampu merubah dalam arti membina
kebudayaan baru yang dapat menyelamatkan manusia bagi
hari depan yang makin kompleks dan menantang.
40

Kurikulum yang baik, menurut progress-sivisme
adalah yang dapat berfungsi sebagai suatu laboratorium,
yakni sebagai rentetan kontinyu suatu eksperimen, yang
pelakunya adalah pendidik dan subyek didik. Oleh karena
itu, kurikulum yang kaku dan standar yang mekanis harus
dihindari.
Progressivisme menghendaki bentuk dan isi
kurikulum yang bervariasi. Bentuk dan isi kurikulum
tentunya disesuaikan dengan minat dan kebutuhan
individu dan masyarakat. Maka dalam hal ini, menurut

39
Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan, , hal. 287.
40
Ibid., hal. 226-227.
------ ~ 21 ~ ------

progressivisme, tidak ada suatu isi, sistem dan metode
pengajaran yang universal yang dapat diterapkan untuk
semua jenis sekolah. Di samping itu, progressivisme
menghendaki isi kurikulum itu harus dapat mendorong
perkem-bangan pribadi yang meliputi perkembangan
minat, berpikir dan kemampuan praktis.
Di antara ciri kurikulum progressivisme adalah
experience-centered curriculum, yakni kurikulum yang
mengutamakan pengalaman dengan menekankan pada
unit tertentu. Unit-unit kurikulum itu dibuat dengan
didasarkan pada realita kehidupan yang wajar beserta
beberapa aspek personalnya. Dengan demikian kurikulum
ini tidak untuk mempersiapkan subyek didik bagi tujuan
yang akan datang, melainkan membimbing pengalaman
subyek didik, perasaan, pikiran dan tindakan-tindakan
dalam konteks yang realistis.
d. Rekontruksionisme
Aliran rekonstruksionisme dalam satu prinsip
sependapat dengan perenialisme, bahwa ada satu
kebutuhan amat mendesak untuk kejelasan dan kepastian
bagi kebudayaan zaman modern. Tetapi, aliran
rekonstruksionisme tidak sependapat dengan cara
pemecahan yang ditempuh perenialisme. Berbeda dengan
perenialisme yang memiliki jalan kembali ke alam
kebudayaan abad pertengahan, maka rekonstruk-sionisme
berusaha membina suatu konsensus yang paling luas dan
paling mungkin tentang tujuan utama dalam kehidupan
manusia. Rekonstruksionisme ingin merombak tatanan
lama dan membangun tatanan hidup kebudayaan yang
sama sekali baru melalui lembaga dan proses pendidikan.
------ ~ 22 ~ ------

Para rekonstruksionis yakin bahwa sekolah dapat
dijadikan alat untuk membentuk sikap dan nilai bagi tiap
generasi.
41
Ini karena, ketika anak atau remaja-selaku
subyek didik-sudah dewasa, mereka akan menerapkan nilai
dan sikap tersebut dalam masyarakat, sehingga dengan
sendirinya terjadi perubahan dalam masyarakat. Dengan
demikian, sekolah dapat saja dijadikan sebagai alat
perubahan social.
Rekonstruksionisme secara tegas berusaha
mengembangkan nilai demokratis dalam masya-rakat. Hal
ini terlihat pada penekanannya untuk berpartisipasi pada
pemecahan masalah sosial. Sekolah sering diibaratkan
sebagai dunia kecil (microcosm) masyarakat demokratis.
Pokok permasalahan (subject matter); sesuatu yang harus
dikuasai subyek didik, sering dijadikan sebagai wahana
dalam mengkaji berbagai permasalahan sosial. Pengkajian
masalah sosial merupakan fokus utama dalam kurikulum
rekonstruksionisme.
Setelah dipaparkan pandangan beberapa aliran
filsafat pendidikan terhadap kurikulum, maka di sini akan
disebut ulang sebagai penegasan terhadap beberapa poin
penting. Mengenai tujuan atau hasil belajar yang ingin
dicapai, perenialisme mengharapkan subyek didik mampu
mengenali beberapa prinsip mutlak sebagaimana terdapat
dalam buku besar (great books), serta dapat bertindak sesuai
dengan prinsip rasionalitas yang tinggi. Sementara
Essensialisme mengharapkan subyek didik mampu

41
James. Al. Beane, et.al.. Curriculum Planning, , hal. 86.
------ ~ 23 ~ ------

menyajikan kembali kebudayaan masa silam secara tepat
dalam keseluruhan perilakunya untuk masa sekarang.
Progressivisme, yang menekankan pada pentingnya
pengalaman, mengharapkan subyek didik mampu
memecahkan problema secara tepat dan mampu bekerja
dan bermain secara bersamaan. Sementara
rekonstruksionisme mengharapkan subyek didik memiliki
keinginan mengadakan perubahan yang berarti dan dapat
melaksanakan dengan baik suatu rencana yang telah
disusun.
Sehubungan dengan isi kurikulum, perenia-lisme
memiliki pandangan yang sama dengan esensialisme, yaitu
menyajikan fakta, informasi dan ide yang diperoleh dari
pemikiran pendahulu yang telah diabadikan dalam great
books. Perbedaannya hanya pada bidang studi yang ingin
diajarkan. Perenialisme hanya menginginkan bidang studi
yang mengasah intelek dan rasio, seperti matematika,
logika, filsafat, dan sains. Sementara esensialisme di
samping bidang studi yang disebutkan itu, juga disarankan
untuk mempelajari kesusasteraan, sejarah intelektual, dan
religi. Progresivisme tidak menentukan isi kurikulum
secara pasti. Kaum progresif, terutama yang ber-hubungan
dengan proses dan perubahan, berpendapat bahwa pada
dasarnya isi kurikulum itu terdapat pada perubahan itu
sendiri. Oleh karena itu, bahan belajar berkisar di sekitar
pengalaman sosial dan problema sosial.
Rekonstruksionisme sebagaimana progress-sivisme
juga tidak menetapkan Secara pasti isi kurikulum.
Rekonstruksionisme menekankan proses perubahan dalam
Suatu kelompok. Karena itu, ia juga menekankan hakikat
sosial dalam belajar. Proses belajar harus berhubungan
------ ~ 24 ~ ------

dengan tanggung jawab kelompok dan konsensus
kelompok. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa isi
kurikulum rekonstruk-sionisme berkisar pada perwujudan
konsensus untuk memecahkan masalah sosial.
Pendidikan adalah suatu proses yang di dalamnya
terjadi interaksi antar individu. Dalam interaksi antar
individu ini baik antara guru dengan subyek didik, antar
subyek didik dengan temannya, maupun antara subyek
didik dengan personal lainnya terjadi proses dan peristiwa
psikologis. Proses dan peristiwa psikologis yang tercipta
ditentukan oleh kondisi psikologis individu yang
berinteraksi. Sebab itu, memahami kondisi psikologis
individu yang berinteraksi dalam proses pendidikan adalah
tugas penting dalam pengem-bangan kurikulum.
Kondisi psikologis merupakan karakteristik psiko-
fisik seseorang sebagai individu, yang dinyatakan dalam
berbagai bentuk prilaku dalam interaksi dengan
lingkungannya.
42
Kondisi psikologis setiap individu
berbeda karena perbedaan tahap perkembangan, latar
belakang sosial-budaya, dan perbedaan faktor bawaannya.
Di samping itu, kondisi inipun berbeda tergantung pada
konteks, peranan dan status individu di antara individu
yang lainnya.
Memperhatikan karakteristik psiko-fisik subyek
didik dan peristiwa belajar adalah hal yang sangat penting
dalam penentuan keputusan perencanaan kurikulum.
43


42
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum, , hal. 45.
43
Yahya Hamid Hamdan dan Jabir Abdul Hamid Jabir, al-Manahij:
Ususuha, , hal. 27.
------ ~ 25 ~ ------

Karena perencanaan kurikulum dapat pula bermakna
perekayasaan interaksi pendidikan yang di dalamnya
terjadi peristiwa belajar yang melibatkan subyek didik
sebagai salah satu komponennya. Interaksi pendidikan
yang diharapkan dalam suatu kuri-kulum mesti sesuai
dengan karakteristik subyek didik dan kondisi belajar yang
diinginkan oleh subyek didik.
Karakteristik psiko-fisik subyek didik dapat
dimanifestasikan dalam berbagai bentuk perilaku yang
dapat diamati dan yang tidak dapat diamati. Berbagai
perilaku ini biasanya dikategorikan dalam tiga bentuk
yaitu: perilaku kognitif, perilaku afektif dan perilaku
psikomotorik. Perilaku kognitif dan afektif adalah bentuk
perilaku yang sangat sukar ditanggapi oleh alat indera,
sementara perilaku psikomotorik adalah sebaliknya. Ketiga
bentuk perilaku subyek didik ini senantiasa mengalami
perkembangan.
Muhibbin Syah membagi perkembangan subyek
didik ke dalam tiga aspek, yaitu per-kembangan motor
(motor development), perkembangan kognitif (cognitive
development) dan perkembangan sosial dan moral (social and
moral development).
44
Perkembangan motor merupakan
proses perkembangan yang berhubungan dengan
perolehan aneka ragam ketrampilan fisik yang dimiliki
seorang anak seiring dengan laju proses perkembangan
fisiknya.

44
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, cet I, Jakarta: Logos, 1999, hal. 12.
------ ~ 26 ~ ------

Proses perkembangan fisik anak berlangsung lebih
kurang dua dekade sejak ia lahir. Pada masa ini perubahan
fisik pada remaja terlihat begitu menonjol dan berlangsung
cepat. Kenyataan ini terkadang menjadi masalah bagi
sebagian remaja, dan menyebabkan bergejolaknya gejala
emosi tertentu. misalnya rasa malu, kaku. kurang percaya diri
dan sebagainya.
Perkembangan perilaku subyek didik yang lainnya
adalah perkembangan kognitif. Dalam per-kembangan
selanjutnya, istilah kognitif menjadi populer sebagai salah
satu domain atau wilayah psikologis manusia yang meliputi
setiap prilaku mental yang berhubungan dengan
pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi,
pemecahan masalah, kesengajaan dan keyakinan.
45

Perkembangan ketiga adalah perkembangan sosial
dan moral. Pendidikan ditinjau dari sudut psikososial
(kejiwaan masyarakat) adalah upaya menumbuh
kembangkan sumber daya manusia melalui proses hubungan
interpersonal yang berlangsung dalam masyarakat yang
terorganisasi, dalam hal ini masyarakat, pendidikan dan
keluarga. Oleh karena itu, pendidikan baik yang berlangsung
secara formal di sekolah maupun yang berlangsung secara
informal di lingkungan keluarga memiliki peranan penting
dalam mengembangkan sosial subyek didik. Perkembangan
sosial subyek didik adalah proses perkembangan kepribadian
siswa selaku anggota masyarakat dalam berhubungan
dengan orang lain.

45
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, , hal. 66.
------ ~ 27 ~ ------

Terkait dengan kurikulum, maka penyusunan dan
pengembangan kurikulum mesti mem-perhatikan ketiga aspek
perkembangan motorik, kognitif dan sosial moral subyek didik.
Kurikulum yang disusun mesti pula memuat sejumlah materi
yang dapat mengasah perkembangan ketiga aspek ini secara
pro-porsional.
Selain karakteristik psiko-fisik subyek didik, psikologi
belajar adalah hal yang amat penting diperhatikan dalam
kegiatan pengembangan kurikulum. Apabila perkembangan
psiko-fisik subyek didik ber-manfaat bagi penyusunan isi
kurikulum agar sesuai dengan taraf perkembangan mereka,
maka psikologi belajar memberikan kepada subyek didik dan
bagaimana pula subyek didik mempelajarinya. Asas Psikologis
yang mencakup psikologis anak dan psikologis belajar. Dalam
proses pendidikan terjadi interaksi antar sesama manusia yaitu
antara peserta didik dan pendidik serta pihak lain yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan yang tentunya berbeda
kondisi psikologisnya.
46

2. Asas Sosiologis
Setiap masyarakat mempunyai norma dan kebiasaan
yang dinyatakan dalam bentuk kelakuan dan perilaku sehari-
hari. Pembentukan norma ini melalui proses pendidikan yang
dijabarkan dalam kurikulum. Salah satu fungsi pendidikan
adalah mempersiapkan subyek didik untuk terjun ke dalam
masyarakat. Melalui pendidikan diupayakan pembekalan
pengetahuan, ketrampilan dan nilai bagi subyek didik agar
mereka dapat hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih
lanjut di masyarakat. Pengetahuan, ketrampilan dan nilai yang

46
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,..., hal. 45.
------ ~ 28 ~ ------

diberikan kepada subyek didik tentunya bersumber dari
masyarakat. Karena itu, pendidikan mesti memiliki keterkaitan
yang erat dengan masyarakat. Pendidikan merupakan refleksi
dan cita-cita, tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
Pengembangan kurikulum sebagai suatu kerja penting
dalam proses pendidikan, tentu juga tidak dapat lepas
hubungannya dengan masyarakat. Segala sesuatu yang
dihasilkan dan upaya pengembangan kurikulum harus
didasarkan pada kepercayaan, nilai, kebutuhan dan tuntutan
masyarakat.
Setiap masyarakat mempunyai kepercayaan atau
keyakinan tentang bentuk manusia yang sebagaimana yang
dicitakan. Cita ini biasanya terkandung dalam kepercayaan
agama dan falsafah hidup masyarakat. Dalam konteks Indonesia,
manusia yang dicitakan masyarakat Indonesia adalah manusia
pembangunan yang berdasarkan Pancasila. Pendidikan
merupakan wahana dalam mewujudkan idaman masyarakat.
Karena itu seluruh rangkaian pelaksanaan pendidikan, ter-
masuk Pengembangan kurikulum, harus di-dasarkan pada
Pancasila.
Di samping didasarkan pada kepercayaan atau
keyakinan masyarakat, pengembangan kurikulum juga harus
didasarkan pada nilai yang dijunjung tinggi dalam masyarakat.
Nilai adalah ukuran umum yang dipandang baik oleh
masyarakat dan menjadi pedoman bagi tingkah laku manusia
tentang bagaimana cara hidup yang sebaiknya.
47
Nilai
bersumber dari falsafah hidup masyarakat. Bagi bangsa

47
Oemar Hamalik, Sistem dan Prosedur Pengembangan Kurikulum Lembaga
Pendidikan dan Pelatihan, Bandung: Trigenda Karya, 1993, hal. 25.

------ ~ 29 ~ ------

Indonesia nilai yang dijunjung tinggi adalah nilai yang
bersumber dari falsafah Pancasila. Pendasaran pengembangan
kurikulum pada nilai pancasilais tidak hanya terwujud dalam
kegiatan pengem-bangan, namun lebih jauh terwujud dalam
muatan kurikulum itu sendiri.
Upaya pengembangan kurikulum mesti juga
memperhatikan kebutuhan masyarakat. ini karena pendidikan
pada dasarnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Dalam memenuhi kebutuhan, masyarakat sering
berhadapan dengan berbagai permasalahan hidup, baik yang
bersifat personal maupun sosial. Permasalahan sosial dewasa ini
telah menjadi kendala utama masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan. Untuk itu, saat ini sangat dibutuhkan tenaga terdidik
yang mampu mengatasinya. Penyelesaian masalah sosial amat
tergantung pada orang yang memiliki keahlian, pengetahuan
dan keinginan untuk tugas itu. Pemuda atau subyek didik
adalah sumber penting dalam penyelesaian masalah sosial
melalui kontribusi yang mereka berikan baik saat sekarang
maupun ketika mereka sudah dewasa.
48

Jadi, pendidikan melalui lembaga sekolah dapat
dikatakan faktor utama dalam perubahan sosial, yaitu melalui
sumbangan subyek didik dengan mengembangkan kapasitas
intelektual dalam merespon masalah sosial. Maka dalam hal
ini, kurikulum tidak hanya melayani kebutuhan diri subyek
didik tetapi juga melayani kebutuhan masyarakat.
Di samping berfungsi sebagai faktor utama perubahan
sosial, pendidikan melalui lembaga sekolah juga dapat
melayani berbagai tujuan di dalam masyarakat. Terhadap

48
James A. Beane, et.al, Curriculum Planning, , hal. 90.
------ ~ 30 ~ ------

tanggung jawab ini penyusunan dan pengembangan
kurikulum mesti dapat menentukan jenis keahlian,
pengetahuan, dan sikap yang dibutuhkan masyarakat.
Kebutuhan masyarakat mendorong muncul-nya
tuntutan yang perlu mendapatkan pemenuhan. Tuntutan
masyarakat sangat kompleks seiring dengan kompleksnya
kebutuhan masyarakat. Maka dalam hal ini, penyusunan dan
pengembangan kurikulum diharapkan dapat menyeleksi
program, materi dan pengalaman belajar yang relevan
dengan tuntutan masyarakat. Relevansi antara yang
dihasilkan dan usaha penyusunan kurikulum dengan yang
menjadi tuntutan masyarakat terwujud melalui
pengakomodasian tuntutan itu secara proporsional dalam
suatu program kurikulum.
Wujud kebudayaan yang menjadi isi kurikulum
pendidikan dikenal sebagai ilmu pengetahuan (knowledge).
49

Karena luasnya ruang lingkup kebudayaan dibandingkan
dengan keter-batasan waktu, fasilitas dan tenaga pendidikan,
maka untuk suksesnya fungsi pendidikan perlu diadakan
batasan terhadap unsur budaya yang urgen untuk dididik.
Oleh karena itu, para penyusun dan pengembangan
kurikulum dituntut untuk dapat melihat dengan jeli unsur
kebudayaan yang urgen untuk dirumuskan dalam
kurikulum, sehingga dapat dipelajari oleh subyek didik
lembaga-lembaga pendidikan .
Dalam konteks Indonesia, dimana terdapat berbagai
suku bangsa, agama dan etnis, maka kebudayaan yang patut

49
Muhammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan, , hal. 69.
------ ~ 31 ~ ------

dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum bukan
hanya kebudaya-an nasional sebagai wujud kesatuan nasional
tetapi harus pula mempertimbangkan kebudayaan lokal
sebagai wujud dari keragaman budaya Indonesia.
Dengan demikian, landasan sosial budaya yang
meliputi padanya unsur nilai, kepercayaan, kebutuhan
masyarakat dan unsur budaya lainnya mesti selalu mendapat
perhatian serius dari para pengembang kurikulum. Nilai dan
kepercayaan yang diterapkan dalam kurikulum mesti nilai
dan kepercayaan yang dilandaskan pada falsafah Pancasila,
yang tercermin ke dalam butirnya. Sementara kebutuhan
masyarakat dalam bentuk dan jenis beragam tentu juga harus
sesuai dengan harapan masyarakat. Unsur kebudayaan
seperti, keluarga, sistem ekonomi, kekuasaan politik dan alat-
alat teknologi yang berciri keindonesiaan mesti pula
dimasukkan sebagai bagian yang penting dalam materi
kurikulum.

3. Asas Organisatoris
Asas ini berkenaan dengan masalah, dalam bentuk
yang bagaimana bahan pelajaran akan disajikan? Apakah
dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, ataukah
diusahakan adanya hubungan antara pelajaran yang
diberikan, misalnya dalam bentuk broad-field atau bidang
studi. Ataukah diusahakan hubungan secara lebih mendalam
dengan menghapuskan segala batas-batas mata pelajaran, jadi
dalam bentuk kurikulum yang terpadu. Ilmu jiwa asosiasi
yang berpendirian bahwa keseluruhan sama dengan jumlah
bagian-bagiannya cenderung memilih kurikulum subject-
centered atau yang bepusat pada mata pelajaran, yang
dengan sendirinya akan terpisah-pisah. Sebaliknya ilmu jiwa
------ ~ 32 ~ ------

Gestalt lebih mengutamakan keseluruhan itu bermakna dan
lebih relevan dengan kebutuhan subyek didik.
50

Asas-asas di atas secara jelas memberikan petunjuk
terhadap beberapa pertimbangan yang harus
dipertimbangkan dalam pengembangan kurikulum. Sebagai
asas berarti tidak dapat dipisah dari proses pengembangan
kurikulum tertentu.
D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum baik pada jenjang sekolah dan
perguruan Tinggi berdasarkan pada prinsip-prinsip berikut:
1. Prinsip berorientasi pada tujuan.
Tujuan kurikulum merupakan penjabaran dan upaya
untuk mencapai satuan dan jenjang pendidikan tertentu.
Tujuan kurikulum me-ngandung aspek-aspek
pengetahuan, keterampil-an, sikap dan nilai yang
selanjutnya menumbuhkan perubahan tingkah laku.
Ketiga aspek tersebut bertalian dengan tujuan pendidikan.
2. Prinsip relevansi (kesesuain)
Pengembangan kurikulum yang meliputi tujuan, isi dan
sistem penyampainnya harus relevam (sesuai) dengan
kebutuhan dan keadaan masyarakat, tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa dan serasi dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Prinsip efesiensi dan efektifitas
Inovasi kurikulum harus mempertimbangkan efesiensi
dalam pendayagunaan dana, waktu, tenaga dan

50
S. Nasution, Asas-Asas,..., hal.13-14.
------ ~ 33 ~ ------

sumber-sumber yang tersedia agar mencapai hasil yang
maksimal.
4. Prinsip Fleksibilitas (keluwesan)
Kurikulum hendaknya mudah disesuaikan, diubah,
dilengkapi atau dikurangi berdasrkan tuntutan dan
keadaan waktu dan tempat.
5. Prinsip berkesinambungan (kontinuitas)
Kurikulum disusun secara berkesinambungan, artinya
bagian-bagian, aspek-aspek, materi dan bahan kajian
disusun secara berurutan, tidak saling terpisah,
melainkan satu sama lain memiliki hubungan
fungsional yang bermakna, sesuai dengan jenjang
pendidikan, struktur dalam satuan pendidikan dan
tingkat perkembangan siswa. Dengan prinsip ini tanpak
jelas alur dan keterkaitan di dalam kurikulum tersebut
sehingga memper-mudah pendidik an subyek didik
dalam melaksanakan proses pembelajaran.
6. Prinsip Keseimbangan
Penyusunan kurikulum supaya memperhatikan
keseimbangan secara proporsional dan fungsional
antara berbagai program dan sub program, antara
semua mata ajaran dan antara aspek-aspek perilaku
yang ingin dikembangkan. Keseimbangan juga perlu
diadakan antara teori dan praktek, antara unsur-unsur
keilmuan sain, sosial, humaniora, dan keilmuan prilaku.
7. Prinsip Keterpaduan
Kurikulum dirancang dan dilaksanakan berdasarkan
prinsip keterpaduan dalam bentuk perencanaan
terpadu yang bertitik tolah dari masalah atau topik dan
konsistensi antara unsur-unsurnya. Pelaksanaan
terpadu dengan melibatkan semua pihak, baik
------ ~ 34 ~ ------

dilingkungan sekolah maupun pada tingkat lintas
sektoral.
8. Prinsip Mutu
Pengembangan kurikulum berorientasi pada
pendidikan mutu dan mutu pendidikan. Pendidikan
mutu berarti pelaksanaan pembelajaran yang bermutu
yang ditentukan oleh derajat mutu guru, kegiatan
belajar mengajar, dan media yang bermutu, sedang
mutu pendidikan berorientasi pada hasil pendidikan
yang berkualitas yang diukur berdasar-kan kriteria
tujuan pendidikan nasional.
51
.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa setiap
upaya inovasi seharusnya memperhatikan prinsip-prinsip
tersebut sehingga inovator kurikulum dapat menjamin
bahwa apa yang dilakukannya telah memper-timbangkan
dampak bagi kurikulum yang dikembang-kannya.
E. Model-Model Inovasi Kurikulum
Banyak model yang dapat digunakan dalam
pengembangan kurikulum. Model pengembangan
kurikulum bukan saja didasarkan atas kelebihan dan
kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil
yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem
pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang
dianut serta model konsep pendidikan mana yang
digunakan.

51
Oemar Hamalik, Kurikulum..., hal. 30-32.
------ ~ 35 ~ ------

Model pengembangan kurikulum dalam sistem
pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi
berbeda dengan yang desentralisasi. Model pengem-
bangan dalam kurikulum yang sifatnya subjek akademis
berbeda dengan kurikulum humanistik, teknologis dan
rekonstruksi sosial.

1. The administrative model
Model pengembangan kurikulum ini merupakan
model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama
model administratif atau line staff karena inisiatif dan
gagasan pegembangan datang dan para administrator
pendidikan menggunakan prosedur administrasi. Dengan
wewenang administrasinya, administrator pendidikan
membentuk suatu komisi atau tim pengarah
pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau
tim yaitu para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin
ilmu, dan para tokoh dan dunia kerja dan perusahaan.
Tugas tim atau komisi adalah merumuskan konsep-konsep
dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan, dan strategi
utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal
yang mendasar terumuskan dan mendapatkan pengkajian
yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim
atau komisi kerja pengembangan kunikulum.
Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para
ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dani
perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior. Tim
kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun
kunikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional,
------ ~ 36 ~ ------

dijabarkan dan konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar
yang telah diganiskan oleh tim pengarah.
52

Tugas tim merumuskan tujuan-tujuan yang lebih
operasional dan tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih
dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi
pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman
pelaksanaan kurikulum tersebut bagi guru-guru.
Setelah semua tugas dan tim kerja pengembang
kurikulum tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim
pengarah serta para ahli lain yang berwenang atau pejabat
yang kompeten. Setelah mendapatkan beberapa
penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik,
administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya
kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolahsekolah
untuk melaksanakan kurikulum tersebut.
Model pengembangan kurikulum demikian disebut
juga model top down atau line staff. Pengembangan
kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab
menuntut kesiapan dan pelaksana-annya, terutama guru-
guru. Mereka perlu mendapatkan petunjuk-petunjuk dan
penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan
dan keterampilan. Ke-butuhan akan adanya penataran
sering tidak dapat dihindarkan.

2. The grass roots model
Model pengembangan ini merupakan lawan model
pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum

52
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka
Cipta, 2004, hal. 96.
------ ~ 37 ~ ------

dari guru-guru atau sekolah. Model grass roots akan
berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat
desentralisasi. Dalam model pengembangan yang bersifat
grass roots seorang guru, sekelompok guru atau
keseluruhan guru di suatu sekolah mengada-kan upaya
pengembangan kurikulum. Pengembangan atau
penyempurnaan dapat berkenaan dengan suatu komponen
kurikulum, satu atau beberapa bidang studi ataupun
seluruh bidang studi dan seluruh komponen kurikulum.
Apabila kondisinya telah memungkinkan, baik
dilihat dan kemampuan guru-guru, fasilitas, biaya maupun
bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kurikulum
model grass roots, akan lebih baik. Hal itu sesuai dengan
prinsip-prinsip pengembangan kuri-kulum;
1. The curriculum will improve only as the professional
competence of teachers improves.
2. The competence of teachers will be improved only as the
teachers become involved personally in the problems of
curriculum revision.
3. If teachers share in shaping the goals to be attained, in
selecting, defining, and solving the problems to be
encountered, and in judging and evaluating the results,
their involvement will be most nearly assured.
4. As people meet face-to-face groups, they will be able to
understand one another better and to reach a consensus
on basic principles, goals, and plans.
Pengembangan kunkulum yang bersifat grass roots,
mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau
sekolah tertentu, tetapi mungkin pula dapat digunakan
untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain,
------ ~ 38 ~ ------

atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah
lain.

3. Beauchamps system
Model pengembangan kurikulum ini, dikem-
bangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum.
Beauchamp mengemukakan lima hal di dalam
pengembangan suatu kurikulum.
Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah
yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu
perguruan Tinggi, sekolah, kecamatan, kabupaten, propinsi
ataupun seluruh negara.
Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa
yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam
pengembangan kunikulum, yaitu: (1) para ahli
pendidikan/kurikulum (2) para ahli pendidikan dan
perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih, (3)
para profesional dalam sistem pendidikan, (4) profesional
lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan
kurikulum. Langkah ini berkenaan dengan prosedur yang
harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan
tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman
belajar, serta kegiatan evaluasi, dan dalam menentukan
keseluruhan desain kurikulum. Beauchamp membagi
keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu; (1)
Membentuk tim pengembang kurikulum, (2) mengadakan
penilaian atau penelitian terhadap kurikulum yang ada
yang sedang digunakan, (3) Studi penjajagan tentang
kemungkinan penyusunan kurikulum banu, (4)
------ ~ 39 ~ ------

merumuskan kriteria-knitenia bagi penentuan kunmkulum
baru, (5) penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini
merupakan langkah mengimplementasikan atau
melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang
sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang
menyeluruh, balk kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas,
bahan maupun biaya.
Langkah yang kelima dan merupakan terakhir
adalah evaluasi kurikulum. Langkah ini minimal mencakup
empat hal, yaitu: (1) evaluasi tentang pelaksanaan
kurikulum oleh guru-guru, (2) evaluasi desain kurikulum,
(3) evaluasi hasil belajan siswa, (4) evaluasm dati
keseluruhan sistem kurikulum. Data yang diperoleh dan
hasil kegiatan evaluasi ini digunakan bagm
penyempunnaan sistem dan desain kurikulum.
4. Demonstration model
Model ini umumnya berskala kecil, hanya
mencakup suatu atau beberapa institusi, suatu komponen
kurikulum atau mencakup keseluruhan komponen
kurikulum. Karena sifatnya ingin mengubah atau
mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum
sering mendapat tantangan dan pihak-pihak tertentu.
Kegiatan penelitian dan pengembangan kurikulum
ini biasanya diprakarsai dan diorganisasi oleh instansi
pendidikan yang berwewenang seperti, direktorat
pendidikan, pusat pengembangan kurikulum, kantor
wilayah pendidikan dan kebudayaan, dan sebagainya.
Dengan kegiatan ini mereka mengharapkan ditemukan
kurikulum atau aspek tertentu dan kurikulum yang lebih
------ ~ 40 ~ ------

baik, untuk kemudian digunakan di daerah yang lebih luas.
Karena kurikulum disusun dan dilaksanakan dalam
situasi tertentu yang nyata, maka akan dihasilkan suatu
kurikulum atau aspek tertentu dan kurikulum yang lebih
praktis. Kedua, perubahan atau penyempurnaan kurikulum
dalam skala kecil atau aspek tertentu yang khusus, sedikit
sekali untuk ditolak oleh administrator, dibandingkan
dengan perubahan dan penyempurnaan yang menyeluruh.
.Ketiga, pengem-bangan kurikulum dalam skala kecil
dengan model demonstrasi dapat menembus hambatan
yang sering dialami yaitu dokumentasinya bagus tetapi
pelaksanaannya tidak ada. Keempat, model ini sifatnya
yang grass roots menempatkan guru sebagai pengambil
inisiatif dan nara sumber yang dapat menjadi pen-dorong
bagi para administrator untuk mengembangkan program
baru.

5. Tabas inverted model
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model
Taba ini. Pertama, mengadakan unit-unit ekspermen
bersama guru-guru. Di dalam unit eksperimen mi diadakan
studi yang saksama tentang hubungan antara teori dengan
praktik. Perencanaan didasarkan atas teori yang kuat, dan
pelaksanaan eksperimen menghasilkan data-data yang
untuk menguji landasan teori yang digunakan. Ada
delapan langkah dalam kegiatan unit ekspenimen mi;
1) Mendiagnosis kebutuhan,
2) Merumuskan tujuan-tujuan khusus,
3) Memilih isi,


------ ~ 41 ~ ------


4) Mengorganisasi isi,
5) Memilih pengalaman belajan,
6) Mengorganisasi pengalaman belajar,
7) Mengevaluasi,
8) Melihat sekuens dan keseimbangan.
53

Langkah kedua, menguji unit eksperimen. Meskipun
unit eksperimen ini telah diuji dalam pelaksanaan di kelas
eksperimen, tetapi masih harus diuji di kelas-kelas atau
tempat lain untuk megetahul validitas dan kepraktisannya,
senta menghimpun data bagi penyempurnaan.
Langkah ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Dan
langkah pengujian diperoleh beberapa data, data tersebut
digunakan untuk mengadakan perbaikan dan
penyempurnaan. Selamn perbaikan dan penyempurna-an
diadakan juga kegiatan konsolidasi, yaitu penarikan
kesimpulan tentang hal-hal yang Iebth bersifat umum yang
berlaku dalam Iingkungan yang lebth luas. Hal itu dilakukan,
sebab meskipun suatu unit ekspenimen telah cukup valid dan
praktis pada sesuatu sekolah belum tentu demikian juga pada
sekolah yang lainnya. Untuk menguji kebenlakuannya pada
daerah yang lebih luas perlu adanya kegmatan konsolidasi.
Langkah keempat, pengembangan keseluruhan
kerangka kurikulum. Apabila dalam kegiatan pe-
nyempurnaan dan konsolidasi telah diperoleh sifatnya yang
lebih menyeluruh atau berlaku lebih luas. Kegiatan itu
dilakukan untuk mengetahui apakah konsep-konsep

53
Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori...,hal. 166
------ ~ 42 ~ ------

dasar atau landasan-landasan teori yang dipakai sudah
masuk dan sesuai.
Langkah kelima, implementasi dan diseminasi, yaitu
menerapkan kurikulum baru ini. Dalam langkah ini
masalah dan kesulitan-kesulitan pelaksanaan tetapi
dihadapi, baik berkenaan dengan kesiapan guru-guru,
fasilitas, alat dan bahan juga biaya.

6. Rogers interpersonal relations model
Menurut Rogers manusia berada dalam proses
perubahan (becoming, developing, changing),
sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk
berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan
tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu
memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut.
Pendidikan juga tidak lain merupakan upaya untuk
membantu memperlancar dan mempercepat perubahan
tersebut. Pendidik bukan pemberi informasi apalagi
penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong
perkembangan anak.
Ada empat langkah pengembangan kurikulum
model Rogers. Pertama, pemilihan target dan sistem
pendidikan. Dalam penentuan target ini satu-satunya
kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan
pejabat pendidikan untuk turut serta dalam kegiatan
kelompok orang secara intensif.
Langkah kedua dalam pengembangan kurikulum
model Rogers adalah partisipasi guru dalam pengalaman
kelompok yang intensif, seperti yang dilakukan para
pejabat pendidikan, guru juga turut serta dalam kegiatan
kelompok. Keikutsertaan guru dalam kelompok tersebut
------ ~ 43 ~ ------

sebaiknya bersifat suka rela, lama kegiatan kalau bisa satu
minggu lebih. Efek yang akan diterima guru-guru dengan
para administrator, dengan beberapa tambahan.
Langkah ketiga, pengembangan pengalaman
kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit
pelajaran. Kegiatan kelompok, dengan fasilitator para guru
atau administrator atau fasilitator dan luar.
Langkah keempat, partisipasi orang tua dalam
kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh
BP3 masing-masing lembaga pendidikan. Lama kegiatan
kelompok dapat tiga jam tiap sore hari selama seminggu
atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan
memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan
sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru.

7. The systematic action-research model
Model kunikulum ini didasarkan pada asumsi
bahwa perkembangan kunkulum merupakan perubahan
sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan
kepribadian orang tua, subyek didik, pendidik, struktur
dan sistem lembaga pendidikan, pola hubungan pribadi
dan kelompok dan sekolah dan masyarakat. Sesuai dengan
asumsi tersebut model ini menekankan pada tiga hal itu,
hubungan insani, sekolah dan organisasi masyarakat, serta
wibawa dan pengetahuan profesional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan
warga masyarakat, para orang tua, tokoh masyarakat,
pengusaha, peserta didik, pendidik, dan lain-lain,
mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan,
bagaimana peserta didik belajar, dan bagaimana peranan
------ ~ 44 ~ ------

kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan
kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-
harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai
hal itu adalah dengan prosedur action research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara
saksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa
pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan
mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang
mempengaruhi masalah tersebut. Dan hasil kajian tersebut
dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara
mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama.
Kedua, implementasi dan keputusan yang diambil
dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh
kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Kegiatan
pengumpulan data ini mempunyai beberapa fungsi:
(1) menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, (2) sebagai
bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, (3)
sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan
modifikasi, (4) sebagai bahan untuk menentukan tindakan
lebih lanjut.

8. Emerging technical models
Perkembangan bidang teknologi dan ilmu
pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam
bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model
kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecen-derungan baru
yang didasarkan atas hal itu, di antaranya: (1) The Behavioral
Analysis Model, (2) The system analysis model, (3) The computer
based model.

------ ~ 45 ~ ------

The Behavioral Analysis Model, menekankan
penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu
perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi
penlaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara
hierarkis. Subyek didik mempelajari perilaku-perilaku
tersebut secara berangsur-angsur mulai dan yang
sederhana menuju yang lebih kompleks.
The System Analysis Model berasal dan gerakan
efisiensi bisnis. Langkah pertama dan model mi adalah
menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus
dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun
instrumen untuk menilai ketercapalan hasil-hasil belajar
tersebut. Langkah ketiga, mengidentifikasi tahap-tahap
ketercpaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan.
Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan
dan beberapa program pendidikan.
The Computer-Based Model, suatu model
pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan
komputer. Pengembangannya dimulai dengan meng-
identifikasi seluruh unit-unit kurikulum, setiap unit
kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang
diharapkan. Kepada para subyek didik dan pendidik
diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit
kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan
disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar
yang dicapai subyek didik disimpan dalam komputer.
Beberapa model pengembangan kurikulum di atas,
secara teoritis dapat dijadikan model dalam upaya inovasi
kurikulum baik di fakultas Syariah dan fakultas Hukum.
Perpaduan model di atas dapat pula dilakukan agar
kurikulum tetap up to date di zamannya.
------ ~ 46 ~ ------

------ ~ 47 ~ ------

BAB DUA
KURIKULUM FAKULTAS HUKUM


A. Tujuan Kurikulum Fakultas Hukum dan Dasar
Hukumnya

ejak didirikan sampai dengan saat sekarang Fakultas
Hukum melaksanakan pendidikan hukum dengan
sistem semester yang berpedoman kepada kurikulum
berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.
232/U/2000 tanggal 20 Desember 2000 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian
Hasil Belajar.
Tujuan pendidikan tinggi program sarjana bidang
ilmu hukum adalah menyiapkan peserta didik atau
mahasiswa menjadi sarjana hukum yang :
1. menguasai hukum Indonesia;
2. menguasai dasar-dasar ilmiah dan dasar-dasar
kemahiran kerja untuk mengembangkan ilmu hukum
dan hukum;
3. mengenal dan peka akan masalah-masalah keadilan dan
masalah-masalah kemasyarakatan;
4. mampu menganalisis masalah-masalah hukum dalam
masyarakat;
5. mampu menggunakan hukum sebagai sarana untuk
memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan dengan
bijaksana dan tetap berdasar pada prinsip-prinsip
hukum.

S
------ ~ 48 ~ ------

Adapun penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai
tujuan sebagai dimaksud pada tujuan pendidikan tinggi di
atas berpedoman pada :
1. tujuan pendidikan nasional;
2. tujuan pendidikan tinggi;
3. kaidah, moral dan etika ilmu pengetahuan;
4. kepentingan masyarakat, serta memperhatikan minat,
kemampuan dan prakarsa pribadi.
Dalam program pendidikan tinggi pada tingkat
program sarjana pada Fakultas Hukum hanya terdapat satu
program studi, yaitu program studi ilmu hukum. Pada
Fakultas Hukum terdapat 8 (delapan) bagian yang
merupakan unsur pelaksana akademik fakultas untuk
pengelolaan sumber daya manusia bagi pengembangan
ilmu hukum, yaitu bagian-bagian:
1. Dasar-dasar Ilmu Hukum;
2. Hukum Keperdataan;
3. Hukum Pidana;
4. Hukum Tata Negara;
5. Hukum Administrasi Negara;
6. Hukum Internasional;
7. Hukum dan Masyarakat; serta
8. Hukum Acara.
Kurikulum di Fakultas Hukum yang mengikuti
kurikulum yang berlaku secara nasional yang disebut
sebagai kurikulum inti, namun ada juga kurikulum yang
ditetapkan oleh Fakultas Hukum yang didasarkan pada
kebutuhan dan kebijakan lokal di Aceh yang disebut
sebagai kurikulum institusional. Adapun kurikulum inti
yang ada di Fakultas Hukum berjumlah sebanyak 72 SKS,
yang terdiri atas :
------ ~ 49 ~ ------

1. Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK).
2. Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan (MKK).
3. Mata Kuliah Keahlian Berkarya (MKB).
4. Mata Kuliah Perilaku Berkarya (MPB).
5. Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB).
Gabungan antara kurikulum nasional dan kurikulum
lokal disebut sebagai kurikulum utuh. Kurikulum lokal
berjumlah 74 SKS dan maksimalnya 80 SKS yang dapat
dibagi atas satu atau lebih program kekhususan.

B. Visi dan Misi Fakultas Hukum
1. Visi
Menjadi Perguruan Tinggi yang berkompeten dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan meng-hasilkan
lulusan yang berkualitas unggul, dapat menjawab
tantangan arus globalisasi, yang kesemuanya diabadikan
untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, serta
membangun manusia seutuhnya yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Misi
a) Meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan
kehidupan akademik yang sehat secara ber-
kesinambungan.
b) Mengaktifkan kegiatan penelitian dalam rangka
pengembangan pengetahuan dan teknologi yang
berwawasan hukum.
c) Menciptakan kehidupan kampus yang didasari azas
persatuan dan kesatuan bangsa.

------ ~ 50 ~ ------

d) Meningkatkan kerjasama dengan berbagai Perguruan
Tinggi, Instansi pemerintah, Lembaga Pemerintah serta
masyarakat.
e) Menghasilkan Sarjana Hukum yang berkualitas, karena
terbuka, kreatif, berbudi luhur dan bertanggungjawab
dalam menghadapi arus globalisasi.
Tujuan pelaksanaan perkuliahan di Fakultas Hukum
sebagai berikut:
a) Membentuk insan Sarjana Hukum yang berkualitas dan
berjiwa Pancasila, penuh pengabdian serta mempunyai
rasa tanggungjawab yang besar bagi tegaknya hukum
dan keadilan dalam masyarakat, bangsa dan negara
Republik Indonesia, sesuai dengan rasa keadilan dan
kesadaran hukum masyarakat dalam rangka menuju
terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan
makmur material dan spiritual.
b) Menyiapkan tenaga:
1. Yang menguasai dasar-dasar ilmiah, cakap dan
ketrampilan dalam bidang ilmu hukum sehingga
mampu menemukan, memahami, menjelaskan serta
merumuskan cara penyelesaian masalah yang ada di
dalam kawasan ilmu hukum.
2. Yang mampu menerapkan ilmu pengetahuan dan
ketrampilan yang dimiliki sesuai dengan bidang
keahliannya dalam kegiatan produktif dan
pelayanan kepada masyarakat dengan sikap dan
perilaku yang sesuai dengan tata kehidupan
bersama.
3. Yang mampu bersikap dan berperilaku dalam
membawakan diri berkarya di bidang ilmu hukum
------ ~ 51 ~ ------

maupun dalam berkehidupan bersama di
masyarakat.
4. Yang mampu mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu hukum dan
teknologi.
5. Melakukan penelitian untuk kemajuan pengetahuan
dan meningkatkan pengabdian terhadap
masyarakat.
Secara nasional tujuan pelaksanaan perkuliahan di
Fakultas Hukum mengacu pada tujuan di atas walaupun di
luar itu terdapat pula tujuan khusus pada masing-masing
Fakultas Hukum di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.
C. Matakuliah yang Diajarkan di Fakultas Hukum

Mata kuliah yang disajikan di Fakultas Hukum
adalah mata kuliah yang sudah disesuaikan dengan
kurikulum yang berlaku secara nasional untuk semua
Pendidikan Tinggi Program Sarjana Bidang Ilmu Hukum
pada Fakultas Hukum yang didasarkan pada Keputusan
Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.
232/U/2000 tanggal 20 Desember 2000.
Setiap mata kuliah diberikan dalam satu semester.
Untuk setiap minggu kuliah diberikan dengan beban kredit
yang telah ditetapkan dalam suatu mata kuliah, dikali satu
jam kuliah yang lamanya 50 menit. Seminar, diskusi,
penulisan paper, laporan, penelitian, masing-masing
dihargai satu kredit untuk setiap tiga jam kegiatan per
minggu dalam satu semester.


------ ~ 52 ~ ------

Tiap mata kuliah diberikan kode dan ditentukan
nilai kreditnya. Besarnya kredit untuk satu mata kuliah
ditetapkan menurut kegiatan kurikulum yang diletakkan
pada mata kuliah tersebut untuk setiap kuliah dalam
seminggu dalam satu semester.
Suatu mata kuliah berdasarkan sifatnya ditetapkan
sebagai prasyarat bagi suatu mata kuliah orang lain. Mata
kuliah yang berprasyarat mata kuliah yang lain, baru dapat
ditempuh setelah mahasiswa yang bersangkutan lulus
dalam mata kuliah prasyarat tersebut.
Mata kuliah dikelompokkan dalam tiga kelompok
yaitu Mata Kuliah Kurikulum Inti, Mata Kuliah Kurikulum
Institusional Wajib dan Mata Kuliah Kurikulum
Institusional Pilihan Bebas, (terlampir). Setiap semester
sekurang-kurangnya terdiri dari 16 minggu kegiatan
kurikuler, tidak termasuk ujian.















------ ~ 53 ~ ------

A. MATA KULIAH WAJIB

KODE
MK
MATA KULIAH
SKS
PRA-
SYARAT
GSL GNP

MKU 001
USK 001
FHK 001
FHK 002
USK 004
FHK 004

Pendidikan Pancasila
Bahasa Indonesia
Pengantar Ilmu Hukum*)
Pengantar Hukum Indonesia*)
Pengantar & Appl. Komputer
Sosiologi

2
2
4
4
2
2

-
-
-
-
-
-

MKU 002
USK 002
MKU 005
FHK 003
FHK 167
FHK 006

Pendidikan Agama
Bahasa Inggris
Ilmu Budaya Dasar
Antropologi Budaya
Ilmu Negara
Pengantar Ilmu Ekonomi

2
2
2
2
2
2

-
-
-
-
-
-

*) Mata-mata kuliah ini merupakan dasar bagi semua
mata kuliah keahlian hukum, maka sebagai prasyarat
kedua mata kuliah ini harus lulus lebih dahulu dan
salah satu minimal bernilai C.

KODE
MK
MATA KULIAH
SKS
PRASYARAT
GSL GNP
FHK 007
FHK 009
FHK 017
FHK013
FHK 015
FHK 097
MKU 003

Hukum Pidana
Hukum Tata Negara
Hukum dan Masyarakat
Hukum Islam
Hukum Adat
Hukum dan HAM
Pendidikan Kewarganegaraan/PPKN

4
4
2
2
2
2
2

FHK 001 & 002
FHK 005
FHK 001 & 002
Idem
Idem
Idem
MKU 001
FHK 008
FHK 179
FHK 178
FHK 180
FHK 016
FHK 117
Hukum Perdata
Hukum Dagang
Hukum Adm. Negara
Hukum Lingkungan**)
Hukum Agraria
Kaidah-kaidah Hukum Islam
4
3
3
2
3
2
FHK 001 & 002
Idem
Idem
Idem
Idem
FHK 013
------ ~ 54 ~ ------

FHK 168
FHK 169
FHK 170
FHK 024
FHK 026
FHK 164
FHK 119
FHK 120
Hukum Pidana Khusus
Hukum Perikatan
Hukum Internasional
Hukum Konstitusi
Hukum Acara TUN
Hukum Surat Berharga
Hukum Jaminan
H. Adm. Negara Khusus
2
2
3
2
2
2
2
2
FHK 007
FHK 008
FHK 001 & 002
FHK 009
FHK 178
FHK 179
FHK 008
FHK 178
FHK 019
FHK 171
FHK 172
Kriminologi
Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata
2
3
3
FHK 007
FHK 007
FHK 008
**) Materinya termasuk materi dari mata kuliah
Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(USK 203).

KODE
MK
MATA KULIAH
SKS
PRASYARAT
GSL GNP
FHK 023
FHK 173
FHK 027
FHK 029
FHK 030
FHK 122
FHK 121

Hukum Laut Internasional
HATAH
Hukum Perburuhan & Naker
Hukum Pemerintahan Daerah
Hukum Perbankan
H.Penguasaan & Peralihan Hak
Atas Tanah Hukum Perusahaan



2
2
2
2
2
2
2

FHK 170
FHK 017
FHK 008 & 012
FHK 009
FHK 179
FHK 016
FHK 028
FHK 118

FHK 116
FHK 065
FHK 082
FHK 036
FHK 037
FHK 174
FHK 175
H.Pidana Terhadap Keamanan
Umum
Perbandingan Hukum
Hukum Kelembagaan Negara
Hukum Organisasi Internasional
Hukum Asuransi
Hukum Pajak
Hukum Waris
Metode Penelitian Hukum
2

2
2
2
2
2
2
2
FHK 007

FHK 007, 008, 009
FHK 009
FHK 023
FHK 179
FHK 178
FHK 008, 013, 015
96 SKS
FHK 176
FHK 034
FHK 177
FHK 041
Filsafat Hukum
Pend. & Lat.Kemahiran Hukum
Etika Profesi Hukum
Penelitian Hukum & Penulisan
Skripsi
2
6
2
4
110 SKS
FHK 021, 022, 026
110 SKS
FHK 039, 110 SKS


------ ~ 55 ~ ------

B. MATA KULIAH PILIHAN
(Pilihan dalam masing-masing semester 8 SKS, disesuai-kan
dengan judul penelitian hukum dan setelah memperoleh
120 SKS)
KODE MK MATA KULIAH
SKS
PRASYARAT
GSL GNP
FHK 044
FHK 046
FHK 165
FHK 050
FHK 052
FHK 054
FHK 056
FHK 058
FHK 059
FHK 061
FHK 063
FHK 067
FHK 069
FHK 071
FHK 073
FHK 075

FHK 076

FHK 098
FHK 079
FHK 081
FHK 055
FHK 060
Hukum Penanaman Modal
Hukum Kepailitan
Hukum Hak Kekayaan Intelektual
Hukum Jual Beli Perusahaan
Studi Kasus Hukum Perdata
Hukum Pengangkutan
Hukum Kedokteran Kehakiman
Studi Kasus Hukum Pidana
Kapita Selekta Hukum Adat
Ilmu Politik
Studi Kasus HTN
Hukum Tata Ruang
Hukum Antar Wewenang
Hukum Adm. Pembangunan
Hukum Pidana Internasional
Kapita Selekta
Hukum Internasional
Hub.Inter.&
Perjanjian Internasional
Studi Kasus Hukum Internasional
Sosiologi Hukum
Antropologi Hukum
Kapita Selekta Hukum Pidana
Kriminalistik
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2


2
2
2
2
2
2
FHK 010
FHK 010
FHK 010
FHK 010
FHK 008
FHK 010
FHK 115
FHK 115
FHK 015
FHK 009
FHK 009
FHK 119
FHK 117
FHK 117
FHK 007, 011
FHK 082


FHK 082
FHK 082
FHK 017
FHK 003
FHK 115
FHK 019

KODE
MK
MATA KULIAH
SKS
PRASYARAT
G
S
L
GNP

FHK 085
FHK 092
FHK 094
FHK 096
FHK 103
FHK 128
FHK 129
FHK 137

Peradilan Anak
Hukum dan Pembangunan
Hukum Pers
Hukum Hak Tanggungan
Hukum Perikatan Islam
Hukum Pembiayaan
Hukum Perlindungan Konsumen
Bentuk dan Sistem Pemerintahan

2
2
2
2
2
2
2
2

FHK 171
FHK 017
FHK 017
FHK 119
FHK 020
FHK 010
FHK 010
FHK 009
------ ~ 56 ~ ------

FHK 138
FHK 139
FHK 140
FHK 125
FHK 031
FHK 033
FHK 035
FHK 126
FHK 100
FHK 130
FHK 107
FHK 106
FHK 111
FHK 093
FHK 045
FHK 047
Hukum Perjanjian Adat
Hukum Pertanahan Adat
Hukum Peradilan Adat
Hukum acara Peradilan Anak
Perbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum Perdata
Perbandingan Hukum Tata Negara
Sistem Peradilan Pidana
Ilmu Perundang-undangan
H. Pengelolaan Sumber Daya Alam
Hukum dan Gerakan Sosial
Hukum Perjanjian Internasional
H. Udara & Angkasa Internasional
Hukum Acara Peradilan Agama
Bahasa Belanda
Perbuatan Melawan Hukum
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
FHK 010
FHK 020
FHK 010
FHK 171
FHK 121
FHK 121
FHK 121
FHK 171
FHK 009
FHK 014
FHK 017
FHK 082
FHK 023
FHK 114
FHK 172
FHK 020

KODE MK MATA KULIAH
SKS
PRASYARAT
GSL GNP
FHK 099
FHK 105
FHK 109
FHK 110
FHK 113

FHK 135
FHK 133
FHK 145
FHK 146
FHK 147
FHK 148
FHK 155

FHK 156
FHK 157
Hukum Kehutanan
Hukum Acara Peradilan Islam
Hukum Ekonomi dan GATT/WTO
Hukum HAM Internasional
H. Penyelesaian Sengketa
Internasional
Hukum Ekonomi Internasional
Hukum Pembuktian TUN
H. Perwakafan Zakat dan Baital Mal
H. Perbankan dan Asuransi Islam
Filsafat Hukum Islam
Hukum Perkawinan Islam
Teori Desentralisasi dan Otonomi
Daerah
H. Lembaga Pemerintah Daerah
H. Perundang-undangan Daerah
2
2
2
2
2

2
2
2
2
2
2
2

2
2
FHK 012
FHK 007 & 008
FHK 082
FHK 082
FHK 082

FHK 082
FHK 026
FHK 013
FHK 114
FHK 114
FHK 114
FHK 029

FHK 029
FHK 029
FHK 087
FHK 089
FHK 049
FHK 051
FHK 053
FHK 057
FHK 062
FHK 064
FHK 068
FHK 070
Hukum Pembuktian Pidana
Arbitrase
Hukum Bangunan
Hukum Asuransi Sosial
Hukum Kontrak
Hukum dan Victimologi
Hukum Perlindungan Anak
Hukum Penetentier
Lembaga Keprisedinan
Lembaga Perwakilan Rakyat
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
FHK 171
FHK 020
FHK 010
FHK 020
FHK 008
FHK 019
FHK 007
FHK 007
FHK 065
FHK 065

------ ~ 57 ~ ------

KODE MK MATA KULIAH
SKS
PRASYARAT
GSL GNP
FHK 072
FHK 074
FHK 077
FHK 078
FHK 080
FHK 086
FHK 084
FHK 066
FHK 127
FHK 134
FHK 132

FHK 136
FHK 141
FHK 142
FHK 143
FHK 144
FHK 149
FHK 150
FHK 151
FHK 095
FHK 153
FHK 154
Planologi
Hukum Kepegawaian
Hukum Kewarganegaraan
Hukum Keuangan Negara
Hukum Pendaftaran Tanah
Hukum Humaniter
Hukum Diplomatik
H.Lalu Lintas & Angk. Jalan Raya
Hukum Asuransi Islam
Hukum Persaingan Usaha
Hukum Arbitrase & Alternatif
Penyelesaian Sengketa
Tindak Pidana Pencucian Uang
Hukum Harta Bersama
Hukum Pengangkatan Anak
Hukum Waris Adat
Hukum Persekutuan Adat
Ayat dan Hadist Hukum
Hukum Pidana Islam
Perkembangan Hukum Islam
Hukum Pembuktian Perdata
Perbandingan Mazhab
Teori Politik Dalam Islam



2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
FHK 009
FHK 012
FHK 012
FHK 012
FHK 119
FHK 082
FHK 082
FHK 010
FHK 010
FHK 010
FHK 172

FHK 072
FHK 015
FHK 015
FHK 015
FHK 015
FHK 114
FHK 114
FHK 114
FHK 172
FHK 114
FHK 114

KODE MK MATA KULIAH
SKS
PRASYARAT
GSL GNP
FHK 158
FHK 159
FHK 160
FHK 161

FHK 162
FHK 163
FHK 182
FHK 088

FHK 091
FHK 090
FHK 165
FHK 181
Hukum Kepegawaian Daerah
Politik Hukum Otonomi Daerah
Hukum Keuangan Daerah
Hukum Otonomi Khusus dalam
Sistem Pemerintahan
Hukum Pajak Daerah
H. Hubungan Pusat dan Daerah
Hub. Antar Manusia dalam Islam
Hukum Kesehatan

Hukum Perubahan Sosial
Studi Kasus Kawasan Lingkungan
Hukum dan Perubahan Sosial
Hukum Pengungsi



2
2
2
2

2
2
2
2

2
2
2
2
FHK 012
FHK 029
FHK 029
FHK 029

FHK 037
FHK 009
FHK 017
FHK 017

FHK 004
FHK 014
FHK 004
FHK 082


------ ~ 58 ~ ------














------ ~ 59 ~ ------

BAB TIGA
KURIKULUM FAKULTAS SYARIAH


A. Pengertian dan Tujuan Kurikulum Fakultas Syariah

rogram pendidikan syariah atau hukum Islam adalah
aktivitas belajar dalam bidang ilmu pengetahuan
hukum Islam dan pranata sosial, menguasai ketrampilan
dalam bidang hukum seperti menangani perkara, advokasi
dan lain-lain yang dilaksanakan oleh masing-masing
jurusan pada fakultas syariah. Pada saat ini di Fakultas
Syariah memiliki beberapa jurusan seperti Ahwal al-
Syakhsiyah, Muamalah wa al-Iqtishadiyah (Ekonomi Islam),
Per-bandingan Mazhab dan hukum, dan jurusan Jinayah wa
al-siyasah.
Program Pendidikan di Fakultas Syariah bertujuan
untuk menyiapkan lulusan yang memiliki kemantapan
aqidah dan kedalaman spiritual, keagungan akhlak atau
moral, keluasan ilmu pengetahuan terutama di badang
hukum Islam, dan kematangan profesional. Para
mahasiswa diharap-kan mampu mengintegrasikan
kepribadian ulama dengan intelektualitas dan
profesionalitasnya, dan mengintegrasikan profesionalitas
dan intelektualitas dengan kepribadian ulama, yang
diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara di tengah-tengah kehidupan dunia yang
semakin global. Out put fakultas Syariah harus mampu
mengistimbath-kan hukum, menafsirkan dan menjelaskan
ajaran dan nilai-nilai fundamental Islam dalam konteks
P
------ ~ 60 ~ ------

kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
perkembangan zaman; mampu menjadi tenaga yang
mengembangkan profesionalitas dan kreativitasnya secara
berkelanjutan, serta mampu berkompetisi di tengah-tengah
kehidupan yang semakin global; dan mampu melakukan
riset di bidang ilmu Syariah atau hukum Islam selaras
dengan konsentrasi studinya untuk kepentingan
pembangunan dunia Islam.
Untuk menjawab segala tantangan yang ada maka
kurikulum merupakan dasar utama yang harus
dikukuhkan dan dikembangkan senantiasa. Karena
kurikulum pada hakikatnya merupakan pedoman atau
juklak pembelajaran yang dirancang untuk memenuhi
target sebagai upaya pencapaian tujuan sebuah lembaga
pendidikan tidak terkecuali di institusi pendidikan tinggi.
Kurikulum ini sangat mengikat proses pendidikan dan
pengajaran, sehingga pengajar dan peserta didik digiring
untuk mengikuti dan melakukannya dengan baik.
Kurikulum penting dijabarkan di Fakultas Syariah
karena berkedudukan sebagai alat untuk mencapai tujuan
pendidikan termasuk pendidikan hukum Islam. Oleh
karena itu kurikulum harus bersifat anticipatory, yang
mampu meramalkan kejadian di masa yang akan datang
dan adaptatif terhadap perubahan dan kemajuan. Untuk itu
kurikulum Fakultas Syariah harus senantiasa
diprogramkan dengan baik selalu relevan dengan konteks,
------ ~ 61 ~ ------

nilai-nilai dan kekuatan sosial karena kurikulum sangat
erat kaitannya dengan out put yang diharapkan.
54

Agar kurikulum bersifat antisipatif dan adaptatif,
maka kurikulum yang ada di Fakultas Syariah harus
memiliki relevansi yang erat dengan tuntutan dunia kerja
di berbagai bidang hukum, seperti untuk menjadi aparat
penegak hukum, konsultan, advokat, perbankan dan lain-
lain. Untuk itu analisis terhadap hal tersebut mutlak
diperlukan agar mampu diprediksikan kompetensi out put
yang akan dihasilkan dan kapasitas mereka.
Khusus mengenai relevansi pendidikan dengan
kebutuhan di lapangan terhadap produk bermutu dalam
rangka pelaksanaan syariat Islam maka mata kuliah secara
teoritis dan praktis harus berjalan sebaik mungkin dan bila
kurang diperhatikan akan mengakibatkan kebutuhan
tenaga yang ahli dan memiliki skill yang memadai dalam
pemenuhan kebutuhan pelaksanaan syariat Islam tidak
akan tercapai.
Kurikulum di Fakultas Syariah harus dirancang
sehingga dapat menjadi semacam pegangan bagi dosen
untuk menyiapkan bahan dan data yang dibutuhkan di
setiap waktu perkuliahan, dan diprogramkan kepada
mahasiswa di bawah bimbingan dosennya dan bimbingan
tersebut dapat dilakukan di kampus maupun di luar
kampus. Kurikulum Fakultas Syariah meliputi ; tujuan
perkuliahan, kegiatan perkuliahan, pilihan bahan kuliah,
cara mengevaluasi dan sebagainya. Kurikulum sangat

54
Warul Walidin, Landasan Filosofis Pengembangan Kurikulum,
Jurnal Ar-Raniry, No. 74, hal. 3
------ ~ 62 ~ ------

menentukan hasil perkuliahan di Fakultas Syariah untuk
setiap mata kuliah. Oleh karena itu kurikulum di Fakultas
Syariah harus menunjukkan pada apa yang semestinya
dipelajari oleh peserta didik.
55

Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan,
kurikulum di Fakultas Syariah harus senantiasa
dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat yang
sedang membangun yang membutuhkan mahasiswa yang
memiliki kapabilitas keilmuwan dan skill dalam bidangnya
menurut jurusan yang dipilih.
Kurikulum di Fakultas Syariah pada masa lalu
dengan masa sekarang tentu berbeda karena merupakan
pengaruh dari respon Fakultas Syariah terhadap
perkembangan yang terjadi baik dari aspek sosial, politik dan
budaya dan berbagai aspek lainnya. Di Fakultas Syariah,
setiap pengembangan kurikulum yang dilakukan harus
mengacu pada falsafah yang dianut oleh masyarakat Aceh
yang religius dan juga prinsip-prinsip tertentu untuk
pengembangan fiqh seperti prinsip relevansi. Pendidikan di
Fakultas Syariah juga sebagai invested of man power resources.
Oleh karena itu lulusan yang dihasilkan dari Fakultas Syariah
harus memiliki nilai relevansi dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat dan kebijakan hukum yang diterapkan.
Untuk menghasilkan out put yang dapat diandalkan tersebut
maka kualifikasi lulusan fakultas syariah harus sesuai dengan

55
Tim Penyusun Lustrum Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, Buku 40
Tahun Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry, Panitia Lustrum Fakultas Syariah IAIN
Ar-Raniry, 2000, hal. 14.
------ ~ 63 ~ ------

kebutuhan penerapan syariat Islam di Aceh. Apabila ini
dapat dicapai maka out put tersebut akan sangat dirasakan
manfaat kehadirannya dalam masyarakat.
Apabila kualifikasi lulusan Fakultas Syariah sesuai
dengan penerapan syariat Islam dan juga kebutuhan riil
masyarakat Aceh maka lulusan Fakultas Syariah akan
memiliki nilai relevansi yang lebih memadai. Dengan kata
lain relevansi adalah kesesuaian, dan keserasian pendidikan
Fakultas Syariah dengan tuntutan masyarakat terutama di
saat penerapan syariat Islam sedang gencar-gencarnya
dilakukan di Aceh.
Tentang relevansi pendidikan di suatu lembaga
pendidikan dapat dibagi dalam 4 katagori, yaitu :
1. Relevansi pendidikan dengan lingkungan kehidupan
peserta didik.
2. Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan
dengan kehidupan di masa yang akan datang.
3. Relevansi pendidikan dengan tuntutan dunia kerja.
4. Relevansi pendidikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
56

Dengan demikian pengembangan kurikulum di
Fakultas Syariah paling tidak semestinya dikembangkan
dalam bingkai relevansi dengan kondisi kekinian di Aceh
yang sangat membutuhkan sarjana hukum Islam yang
mengerti dan memahami hakikat hukum Islam dan juga
metodologi istimbathnya. Oleh karena itu pembuat kebijakan
di Fakultas Syariah semestinyalah mampu menempatkan

56
Subandijah, Pembangunan dan Inovasi Kurikulum, Jakarta: Rajawali
Pers, 1993, hal. 34.
------ ~ 64 ~ ------

institusinya dalam pilihan orientasi tersebut secara tepat,
sehingga persoalan dan problem yang muncul dalam
penerapan syariat Islam di daerah ini dapat ditanggapi
dengan baik dan disolusi secara bijak.

B. Visi dan Misi Fakultas Syariah
Visi adalah rumusan bentuk dari suatu keinginan
masa depan bagi suatu institusi yang perlu diwujudkan
secara kolektif oleh para pelaku yang terlibat di dalamnya.
Selain itu masalah visi sangat erat kaitan dengan aturan-
aturan yang mengikat dalam sistem karakteristik dari para
pemimpin sebagai penentu kebijaksanaan dalam suatu
lembaga tertentu. Kehadiran suatu institusi pendidikan
tentunya diawali oleh suatu gambaran pandangan masa
depan yang jelas, meskipun dirancang dalam proyeksi
jangka pendek, menengah dan jangka panjang yang
rentang waktunya sangat jauh. Sehingga dalam
pencapaiannya perlu dilakukan tahapan-tahapan tertentu
yang sesuai dengan tata aturan dan urutan yang telah
dirumuskan menurut kemampuan pelaksananya. Aturan-
aturan dimaksud disusun sebagai pedoman para pelaksana.
Dengan aturan tersebut dapat menjadi acuan dan juga
standar yang harus dicapai dalam menjalankan aktifitas
akademis dan administratif di Fakultas Syariah sehingga
dapat menjadi tradisi akademis yang memiliki tujuan
capaiannya. Sedangkan kesanggupan dan kemampuan
para pelaksana, kemudian digariskan dalam bentuk
rancangan kerja secara tahapan dan berkesinambungan.
Fakultas Syariah IAIN Ar-Raniry sebagai institusi
pendidikan tinggi tertua dalam bidang keagamaan dan
sekaligus merupakan cikal bakal berdirinya IAIN Ar-
------ ~ 65 ~ ------

Raniry. Dalam salah satu konsideran SKEP pendiriannya
telah dicantumkan Visi Fakultas Syari'ah yaitu :Sebagai
Wujud dan Upaya Mengisi Keistimewaan dalam Bidang Agama
dan Pelaksanaan Unsur-unsur Syariat Islam di Daerah Istimewa
Aceh. Perwujudan dari visi tersebut yaitu berupaya
totalitas dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya,
maka sebagai sebuah institusi Fakultas Syariah mempunyai
misi yaitu : menyiapkan peserta didik hingga menjadi tenaga-
tenaga profesional dalam berbagai ilmu agama, khususnya dalam
bidang hukum Islam dan pranata sosial.
Mewujudkan visi dan misi sebagai mana gambaran
di atas secara lebih rinci Fakultas Syariah memiliki harapan
dan cita-cita dengan tujuan mem-persiapkan dan mencetak
tenaga-tenaga professional dalam bidang hukum Islam,
menyiapkan kader-kader ulama, hakim-hakim pada
Mahkamah Syariyah, pengacara atau advokad dan
konsultan hukum Islam serta tenaga yang mempunyai
keahlian dalam mengelola lembaga-lembaga keagamaan,
sosial ekonomi dan keuangan Islam. Dalam bentuk yang
lebih signifikan dirumuskanlah disiplin ilmu dan bidang-
bidang studi kajian yang sesuai berdasarkan kesanggupan
pelaksana dan tingkatan kebutuhan masyarakat zaman
sekarang ataupun masa yang akan datang.
Bidang studi kajian diakumulasikan dalam bentuk
struktur kelembagaan yang di dalamnya memuat kegiatan
dan aktivitas yang terstruktur. Sehingga melahirkan tradisi-
tradisi khusus sebagai kristalisasi dari berbagai upaya dan
sumber daya yang ada baik sumber daya manusia, finansial
dan lain-lain yang memiliki dinamika untuk mewujudkan
berbagai aktivitas yang dapat mendukung tercapainya
tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan.
------ ~ 66 ~ ------

Berikut ini visi dan misi dari masing-masing jurusan
yang ada di Fakultas Syariah yaitu :
1. Jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah, Visinya adalah:
Unggul dan terkemuka dalam pengembangan hukum
keluarga Islam.

Misi:
1) Mengembangkan pendidikan dan pengajaran hukum
keluarga Islam yang berwawasan kemanusiaan dan
keindonesiaan mengembang-kan budaya ijtihad
dalam upaya penelitian hukum keluarga Islam secara
multi-disipliner yang bermanfaat bagi kepentingan
akademik dan masyarakat.
2) Meningkatkan peran serta dalam pemberdayaan
masyarakat melalui penerapan hukum keluarga Islam
bagi terwujudnya masyarakat madani.
3) Mengembangkan kerjasama dengan berbagai pihak
untuk meningkatkan pelaksanaan Tridharma
Perguruan Tinggi terutama dalam bidang Hukum
Keluarga Islam.
Tujuan:
1) Menghasilkan sarjana di bidang hukum keluarga
Islam yang memiliki kemampuan akademik yang
integratif-interkonektif, profesional yang berlandaskan
iman, taqwa dan akhlak mulia
2) Menjadi pusat studi yang unggul di bidang hukum
keluarga Islam.
3) Mengembangkan, menyebarluaskan, dan menerapkan
hukum keluarga Islam untuk meningkatkan harkat
kehidupan masyarakat dan memperkaya
------ ~ 67 ~ ------

kebudayaan umat manusia pada umumnya dan
bangsa Indonesia pada khususnya
Kompetensi Utama:
1) Ahli dalam menggali, dan menerapkan Hukum
Islam dan hukum umum.
2) Mahir dalam memberikan bantuan hukum
Kompetensi Tambahan:
1) Ahli dalam menerapkan Hukum
2) Menguasai administrasi Perkawinan
3) Mahir dalam mengelola administrasi lembaga
peradilan
Indikator Kompetensi Utama:
1) Mampu menjelaskan nalar pengambilan dan
penerapan hukum
2) Mampu memeriksa dan memutus perkara dalam
peradilan
3) Mampu membuat draft putusan
4) Mampu beracara dalam membantu klien berperkara
di pengadilan
Indikator Kompetensi Tambahan:
1) Mampu menerapkan ketentuan Hukum Per-
kawinan Islam dan hukum positif
2) Mampu menerapkan administrasi pernikahan
3) Mampu menjelaskan kelengkapan administrasi
lembaga peradilan
4) Mampu mengelola administrasi lembaga peradilan
Profesi Lulusan:
1) Hakim Peradilan Agama dan Advokat
2) Penghulu
3) Administrator Lembaga Peradilan

------ ~ 68 ~ ------

2. Perbandingan Madzhab dan Hukum, visinya:
Unggul dan terkemuka dalam pengembangan ilmu
perbandingan mazhab dan hukum untuk kemajuan peradaban
Misi:
1) Mengembangkan pendidikan dan pengajaran dalam
bidang ilmu perbandingan mazhab dan hukum
yang didasarkan pada semangat inklusifitas dan
nilai-nilai multikultural.
2) Mengembangkan budaya ijtihad dalam penelitian
ilmu perbandingan mazhab dan hukum secara
multidisipliner yang bermanfaat bagi kepentingan
akademik dan masyarakat.
3) Meningkatkan peran serta dalam pemberdayaan
masyarakat melalui penerapan ilmu perbandingan
mazhab dan hukum bagi terwujudnya masyarakat
yang berkeadilan.
4) Mengembangkan jaringan kerjasama dengan
berbagai pihak untuk meningkatkan pelaksanaan tri
dharma perguruan tinggi, terutama dalam bidang
ilmu perbandingan mazhab dan hukum.
Tujuan:
1) Menghasilkan sarjana ilmu syari'ah yang
mempunyai kemampuan akademik dan profesional
yang integratif-interkonektif dalam bidang ilmu
perbandingan mazhab dan hukum.
2) Menghasilkan sarjana ilmu syari'ah dalam bidang
ilmu perbandingan mazhab dan hukum yang
beriman, berakhlak mulia, serta memiliki kecakapan
sosial dan manajerial.
------ ~ 69 ~ ------

3) Menghasilkan sarjana ilmu syari'ah dalam bidang
ilmu perbandingan mazhab dan hukum yang
menghargai nilai-nilai keilmuan dan kemanusiaan.
4) Menjadikan Program Studi PMH sebagai pusat studi
yang unggul dalam bidang kajian dan penelitian
ilmu perbandingan mazhab dan hukum yang
integratif-interkonektif.
5) Terbangunnya jaringan yang kokoh dan fungsional
dengan para alumni.

Kompetensi Lulusan Perbandingan Madzhab dan Hukum
Kompetensi Utama
Menguasai perbandingan mazhab dan perbandingan
sistem hukum.
Kompetensi Tambahan
1) Mampu menyelesaikan berbagai perkara dan kasus
hukum
2) Mampu beracara di berbagai lembaga peradilan.
3) Mampu membuat rekam proses persidangan di
pengadilan.
4) Mampu membuat administrasi perkawinan.
Indikator Kompetensi Utama
1) Mampu menjelaskan berbagai mazhab dalam
hukum Islam.
2) Mampu menjelaskan berbagai aliran dan sistem
hukum.
3) Mampu menyelesaikan berbagai kasus hukum.
4) Mampu menjelaskan prosedur beracara dalam
membantu klien berperkara di pengadilan


------ ~ 70 ~ ------

Indikator Kompetensi Tambahan
1) Dapat memutuskan berbagai perkara dan kasus
hukum.
2) Mampu melakukan advokasi baik di dalam maupun
di luar pengadilan.
3) Mampu melaksanakan administrasi dan tata cara
peradilan.
4) Mampu melaksanakan administrasi dan tata cara
perkawinan

Profesi Lulusan
1) Konsultan hukum (ahli perbandingan mazhab dan
hukum)
2) Hakim dan Advokat
3) Panitera dan Penghulu
3. Jinayah Siyasah, Visinya adalah:
Unggul dan terkemuka dalam pengembangan ilmu
hukum pidana dan ketatanegaraan Islam untuk kemajuan
peradaban.
Misi:
1) Mengembangkan pendidikan dan pengajaran ilmu
hukum pidana Islam dan ketatanegaraan Islam yang
berwawasan ke Indonesiaan dan kemanusiaan.
2) Mengembangkan budaya ijtihad dalam penelitian hukum
pidana Islam dan ketatanegaraan Islam bagi kepentingan
akademik dan masyarakat
3) Meningkatkan peran serta institusi dalam pemberdayaan
masyarakat melalui integrasi hukum pidana Islam dan
Ketatanegaraan Islam dengan hukum positif untuk
terwujudnya masyarakat madani.
------ ~ 71 ~ ------

4) Mengembangkan jaringan kerja sama dengan berbagai
pihak untuk meningkatkan pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi terutama dalam bidang hukum pidana
Islam dan ketatanegaraan Islam
Tujuan:
1) Menyiapkan sarjana jurusan Jinayah Siyasah yang
mempunyai kemampuan akademik dan/atau profesional
yang integratif- interkonektif
2) Menghasilkan sarjana jurusan Jinayah Siyasah yang
beriman, berakhlak mulia, memiliki kecakapan sosial dan
managerial dan berjiwa kewirausahaan (enterpreneurshif)
serta tanggung jawab sosial kemasyarakatan
3) Menghasilkan sarjana jurusan Jinayah Siyasah yang
mengaharagai dan menjiwai nilai-nilai keilmuan dan
kemanusiaan.
4) Menjadikan program studi Jinayah Siyasah fakultas
syariah UIN Sunan Kailjaga sebagai pusat studi yang
unggul dalam bidanag kajian dan penelitian yang
integratif dan interkonektif
5) Terbangunnya jaringan yang kokoh dan fungsional
dengan para alumni jurusan Jinayah Siyasah fakultas
syari'ah

Kompetensi Lulusan Jinayah wa Siyasah
Kompetensi Utama
Memahami hukum pidana Islam dan hukum
ketatanegaraan Islam, baik hukum formil maupun materiil.

Kompetensi Tambahan
1) Memahami tentang sistem pelayanan dan konsultasi
hukum.
------ ~ 72 ~ ------

2) Memahami tentang manajemen kearsipan dan perkara
di lembaga peradilan
3) Memahami tentang mekanisme pencatatan per-nikahan.
4) Memahami tentang mekanisme pelayanan masyarakat
yang berkaitan dengan hukum
Memahami tentang penelitian di bidang hukum pidana
Islam maupun hukum ketatanegaraan Islam dan isu-isu
HAM dan politik yang sedang berkembang.
Indikator Kompetensi Utama
Mampu menjelaskan persoalan seputar hukum
pidana Islam dan hukum ketatanegaraan Islam
Indikator Kompetensi Tambahan
1) Mampu menjelaskan tentang sistem pelayanan dan
konsultasi hukum
2) Mampu menjelaskan tentang manajemen kearsipan dan
perkara di lemabaga peradilan.
3) Mampu menjelaskan tentang mekanisme pencatatan
pernikahan.
4) Mampu menjelaskan tentang mekanisme pelayanan
masyarakat yang berkaitan dengan hukum.
5) Mampu meneliti dalam bidang hukum pidana Islam
dan hukum ketatanegaraan Islam dan mampu
memecahkan persoalan-persoalan HAM dan Politik
yang sedang berkembang.

Profesi Lulusan
1) Hakim, Politisi
2) Konsultan Hukum Panitera
3) Pegawai Pencatat Nikah
4) Administrator Publik
5) Peneliti Hukum dan LSM
------ ~ 73 ~ ------

4. Muamalat wa al-Iqtishadiyah, Visi adalah:
Unggul dan terkemuka dalam pengembangan hukum
muamalah secara integratif dan interkonektif untuk kemajuan
peradaban
Misi:
1) Mengembangkan pendidikan dan pengajaran dalam
bidang hukum muamalah yang berwawasan
kemanusiaan dan keindonesiaan
2) Mengembangkan budaya ijtihad dalam penelitian hukum
muamalah secara multidisipliner bagi kepentingan
akademik dan masyarakat.
3) Meningkatkan peran serta dalam pemberdayaan
masyarakat melalui penerapan hukum muamalah bagi
terwujudnya masyarakat madani
4) Mengembangkan jaringan kerjasama dengan berbagai
pihak untuk meningkatkan pelaksanaan Tri Dharma
Perguruan Tinggi
Tujuan:
1) Menghasilkan sarjana yang mempunyai kemampuan
akademis dan profesional yang integratif ? interkonektif.
2) Menghasilkan sarjana yang beriman, berakhlak mulia,
memiliki kecakapan sosial dan ma najerial, dan berjiwa
kewirausahaan atau ENTER-PRENEURSHIP serta rasa
tanggung jawab sosial kemasyarakatan.
3) Menghasilkan sarjana yang meng h argai dan menjiwai
nilai-nilai keilmuan dan kemanusiaan.
4) Menjadikan Jurusan Muamalah Fakultas Syari'ah sebagai
pusat studi yang unggul dalam bidang kajian dan
penelitian yang integratif - interkonektif.
5) Terbangunnya jaringan yang kokoh dan fungsional
dengan para alumni.
------ ~ 74 ~ ------

Kompetensi Lulusan Muamalat wa al-Iqtishadiyah
Kompetensi Utama
Ahli hukum bisnis Islam.
Kompetensi Tambahan
1) Memahami metodologi penelitian hukum bisnis Islam
2) Memahami proses penyuluhan hukum bisnis Islam
Indikator Kompetensi Utama
Mampu memutuskan, mengad-ministrasikan, dan membela
perkara hukum bisnis Islam

Indikator Kompetensi Tambahan
1) Mampu mendesain, melakukan dan menulis penelitian
hukum bisnis Islam
2) Mampu menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi
penyuluhan hukum bisnis Islam
Profesi Lulusan
1) Praktisi hukum bisnis Islam
2) Peneliti di bidang hukum bisnis Islam
3) Penyuluh hukum bisnis Islam

C. Standar Kompetensi

1. Orientasi keilmuan yang dikembangkan di Fakultas
Syariah perlu dipertimbangkan secara matang. Standar
keilmuan yang dikembangkan harus sesuai dengan
tuntutan perubahan yang sedang terjadi di Aceh yang
sedang dalam proses penerapan syariat Islam, dan juga
harus mampu mengaktualisasikan diri dalam
perkembangan zaman yang memiliki banyak problem
yang memerlukan solusi dalam bingkai dan perspektif
yang sesuai dengan syariat Islam. Persoalan yang
------ ~ 75 ~ ------

dihadapi umat Islam di Aceh membutuhkan solusi yang
relevan dengan kondisi yang ada dalam masyarakat dan
tidak mengukung-nya dalam kejumudan sebagai
pewarisan tradisi lama yang tetap terpelihara dalam
taqlid. Masyarakat Aceh membutuhkan solusi hukum
yang responsif dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
implementasinya.
2. Pengembangan budaya akademis dan intelektual yang
mengandal lingkungan akademis yang bermutu dan
berkualitas keilmuwan. Misi sebuah akademis dapat
dikatakan berhasil dan siap menciptakan sumber daya
manusia yang komprehensif. Untuk itu kebutuhan
fakultas perlu dipenuhi baik dari sisi kurikulumnya
maupun kebutuhan lain yang mendukung
implementasi kurikulum tersebut. Keberhasilan
implementasi kurikulum tersebut dicapai melalui kerja
sama yang baik dari semua elemen yang ada di Fakultas
Syariah, terutama kesungguhan mahasiswa dan
kapasitas keilmuwan dosen yang mentransfer dan
mendidik mahasiswa sehingga memeliki kapabilitas
penegtahuan syariah.
3. Loyalitas, intelektualitas dan moralitas yang didasari
pada keimanan dan kepatuhan terhadap syariat yang
telah dipelajari.


------ ~ 76 ~ ------

D. Matakuliah yang Diajarkan di Fakultas Syariah
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM

A. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyah (SAS)
1. Program Studi: Hukum Keluarga Islam

SEMESTER I
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
MKU 1001
MKU 1002
MKU 1003
MKU 1004
MKK 1005
MKK 1006
MKK 1007
MKK 1008
Civic Education
Bahasa Arab I
Bahasa Inggris I
Metode Studi Islam
Ulumul Quran
Ulumul Hadits
Ushul Fiqh I
Sejarah dan Peradaban Islam
2
2
2
3
2
3
3
3

JUMLAH 20
SEMESTER II
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
MKU 2001
MKU 2002
MKU 2003
MKK 2004
MKK 2005
MKK 2006
MKK 2007
SYA 2008
BAHASA ARAB II
BAHASA INGGRIS II
BAHASA INDONESIA
ILMU KALAM
ILMU TASAWUF
FIQH
FILSAFAT UMUM
ILMU TAFSIR
4
4
2
2
2
3
3
3

JUMLAH 23
SEMESTER III
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
MKU 3001
MKU 3002
MKU 3003
MKK 3004
MKK 3005
MKK 3006
SYA 3007
Pendidikan Kewarganegaraan
ISD
Matematika Dasar
Tafsir
Hadits
Metodologi Penelitian
Ushul Fiqh II
2
2
2
3
3
3
3
2
2
2
3
3
3
3
------ ~ 77 ~ ------

8 SYA 3008 Ilmu Kalam I 3 3
JUMLAH 21

SEMESTER IV
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
SYA 4001
SYA 4002
SYA 4703
SAS 4004
SAS 4705
SAS 4706
SAS 4707
SAS 4708
TAFSIR AHKAM
HADITS AHKAM
USHUL FIQH - III
HK. PDT. ISLAM DI INDONESIA
FIQH MAWARITS (I)
FIQH MUNAKAHAT
HUKUM ADAT
TARIKH TASYRI
3
3
2
3
2
2
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
JUMLAH 19

SEMESTER V
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
SYA 5001
SYA 5702
SYA 5703
SAS 5704
SAS 5705
SAS 5706
SAS 5707
SAS 5708
SAS 5709
SAS 5709
Peradilan di Indonesia
Ilmu Falaq
Fiqh wanita
Hibah, Waqaf, dan Wasiat
Kompilasi Hukum Islam
Hukum Perlindungan Anak
Hukum Keluarga Di Dunia Islam
Fiqh Mawaris-II
Psikologi Hukum
Hukum Acara Perdata
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
JUMLAH 22
SEMESTER VI
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
SYA 6001
SYA 6702
SYA 6703
SAS 6704
SAS 6705
SAS 6706
SAS 6707
SAS 6708
SAS 6709
SAS 6710
SAS 6711
SAS 6712
Hukum Acara
HAPA
Hak-hak Dalam Keluarga
Perceraian Dalam Islam
Hukum Perkawinan di Indonesia
Tuntunan Kerumahtanggaan
Penyuluhan Hukum Keluarga
Peradilan Agama di Indonesia
Tafsir Ahkam Munakahat
Hadits Ahkam Munakahat
Psikologi Keluarga
Hukum Acara Perdata
3
3
2
2
2
-
-
2
2
-
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
JUMLAH 20
------ ~ 78 ~ ------

SEMESTER VII
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
SYA 7701
SYA 7002
SYA 7703
SAS 7704
SAS 7705
SAS 7706
SAS 7707
SAS 7708
Filsafat Hukum Islam
Metd. Penelitian Hukum
Studi Kasus Peradilan
Studi Yurisprudensi
Masail Fiqhiyah
Praktek Peradilan
Muq. Maz. Fil Munakahat
Hukum dan HAM
2
3
2
2
2
2
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
JUMLAH 19
SEMESTER VIII
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 8001 Skripsi 4
2 SYA 8702 Kuliah Pengabdian Masyarakat 4
JUMLAH 8

2. Program Studi : Peradilan Agama dan Kepaniteraan
SEMESTER I
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
MKU 1001
MKU 1002
MKU 1003
MKU 1004
MKK 1005
MKK 1006
MKK 1007
MKK 1008
Civic Education
Bahasa Arab I
Bahasa Inggris I
Metode Studi Islam
Ulumul Quran
Ulumul Hadits
Ushul Fiqh I
Sejarah dan Peradaban Islam
2
2
2
3
2
3
3
3

JUMLAH 20

SEMESTER II
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6



MKU 2001
MKU 2002
MKU 2003
MKK 2004
MKK 2005
MKK 2006



BAHASA ARAB II
BAHASA INGGRIS II
BAHASA INDONESIA
ILMU KALAM
ILMU TASAWUF
FIQH



4
4
2
2
2
3




------ ~ 79 ~ ------

7
8
MKK 2007
SYA 2008
FILSAFAT UMUM
ILMU TAFSIR
3
3
JUMLAH 23
SEMESTER III
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
MKU 3001
MKU 3002
MKU 3003
MKK 3004
MKK 3005
MKK 3006
SYA 3007
SYA 3008
Pendidikan Kewarganegaraan
ISD
Matematika Dasar
Tafsir
Hadits
Metodologi Penelitian
Ushul Fiqh II
Ilmu Kalam I
2
2
2
3
3
3
3
3
2
2
2
3
3
3
3
3
JUMLAH 21
SEMESTER IV
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
SYA 4001
SYA 4002
SYA 4703
SAS 4004
SAS 4705
SAS 4706
SAS 4707
SAS 4708
TAFSIR AHKAM
HADITS AHKAM
USHUL FIQH - III
HK. PDT. ISLAM DI
INDONESIA
FIQH MAWARITS (I)
FIQH MUNAKAHAT
HUKUM ADAT
TARIKH TASYRI
3
3
2
3
2
2
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
JUMLAH 19
SEMESTER V
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
SYA 5001
SYA 5802
SYA 5803
SAS 5804
SAS 5805
SAS 5806
SAS 5807
SAS 5808
SAS 5809
Peradilan di Indonesia
Ilmu Falaq
Stenografi
Hibah, Waqaf, dan Wasiat
Kepengacaraan
Kenotariatan
PA di Negara Muslim
Waqaf di Indonesia
Kepaniteraan PA
3
3
2
2
2
2
2
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
JUMLAH 20
SEMESTER VI
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
SYA 6001
SYA 6702
SYA 6703
SAS 6704
Hukum Acara
HAPA
Hak-hak Dalam Keluarga
Perceraian Dalam Islam
3
3
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
------ ~ 80 ~ ------

5
6

SAS 6708
SAS 6711

P.A. di Indonesia
Psikologi Keluarga
2
-

SAS
SAS
JUMLAH 20

SEMESTER VII
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1
2
3
4
5
6
7
8
SYA 7701
SYA 7002
SYA 7803
SAS 7804
SAS 7805
SAS 7806
SAS 7807
SAS 7808
Filsafat Hukum Islam
Metd. Penelitian Hukum
Studi Kitab
Praktek Ilmu Falaq
Masail Fiqhiyah
Praktek Peradilan
Perb. Sistem Peradilan
Studi Yurisprudensi
2
3
2
2
2
2
2
2
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
SAS
JUMLAH 19

SEMESTER VIII

NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 8001 Skripsi 4
2 SYA 8702 Kuliah Pengabdian Masyarakat 4
JUMLAH 8
A. Jurusan Jinayah wa Siyasah (SJS)
1. Program Studi : Hukum Pidana Islam
SEMESTER I
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 MKU 1001 Civic Education 2
2 MKU 1002 Bahasa Arab - I 2
3 MKU 1003 Bahasa Inggris - I 2
4 MKU 1004 Metode Studi Islam 3
5 MKK 1005 Ulumul Qur'an 2
6 MKK 1006 Ulumul Hadits 3
7 MKK 1007 Ushul Fiqh - I 3
8 MKK 1008 Sejarah dan Peradaban Islam 3
JUMLAH 20
SEMESTER II
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 MKU 2001 BAHASA ARAB - II 4
2 MKU 2002 BAHASA INGGRIS - II 4
3 MKU 2003 BAHASA INDONESIA 2
4 MKK 2004 ILMU KALAM 2
------ ~ 81 ~ ------

5 MKK 2005 ILMU TASAWUF 2
6 MKK 2006 FIQH 3
7 MKK 2007 FILSAFAT UMUM 3
8 SYA 2008 ILMU TAFSIR 3
JUMLAH 23
SEMESTER III
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 MKU 3001 Pendidikan Kewarganegaraan 2 2
2 MKU 3002 ISD 2 2
3 MKU 3703 Matematika Dasar 2 2
4 MKK 3004 Tafsir 3 3
5 MKK 3005 Hadits 3 3
6 MKK 3006 Metodologi Penelitian 3 3
7 SYA 3007 Ushul Fiqh - II 3 3
8 SYA 3008 Ilmu Hukum-I 3 3
JUMLAH 21
SEMESTER IV
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 4001 TAFSIR AHKAM 3 SJS
2 SYA 4002 HADITS AHKAM 3 SJS
3 SYA 4703 USHUL FIQH - III 2 SJS
4 SJS 4004 Fiqh Mawaris 2 SJS
5 SJS 4705 Fiqh Munakahat 2 SJS
6 SJS 4706 Hukum Islam dan Masyarakat 2 SJS
7 SJS 4708 Ilmu Hukum-II 2 SJS
JUMLAH 16
SEMESTER V
No KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SJS 5001 Fiqh Jinayat 3
2 SJS 5702 Tafsir Ahkam-II 2
3 SJS 5703 Hadits Ahkam-II 2
4 SJS 5704 Hukum Pidana-II 2
5 SJS 5705 Hukum Islam dan HAM 2
6 SJS 5706 Kriminologi 2
7 SJS 5707 Hukum Pidana Internasional 2
8 SJS 5708 Penologi 2
9 SJS 5709 Hukum dan Victimologi 2
JUMLAH 20
SEMESTER VI
No KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SJS 6001 Al-Fatwa 3
2 SJS 6702 Jarimah Hudud 2
------ ~ 82 ~ ------

3 SJS 6703 Hukum Pidana Khusus 2
4 SJS 6704 Hukum Pidana Adat 2
5 SJS 6705 Kejahatan dalam Keluarga -
6 SJS 6706 Hukum Acara Pidana Islam 3

7 SJS 6707 Hukum Pembuktian Pidana 2
8 SJS 6708 Hukum Humaniter 2
9 SJS 6709 Hukum Acara Pidana 2
10 SJS 6710 Hukum Pidana Internasional 2
JUMLAH 20
SEMESTER VII
No KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 7701 Filsafat Hukum Islam 2
2 SJS 7002 Metd. Penelitian Siyasah 3
3 SJS 7003 Jarimah Qishas dan Diyat 2
4 SJS 7004 Jarimah Tazir 2
5 SJS 7005 Kejahatan Elektronik 2
6 SJS 7006 Studi Kasus Hk. Pidana 2
7 SJS 7007 Perb. Hk. Pidana 2
8 SJS 7008 Membahas Kitab Fiqh 2
JUMLAH 17
SEMESTER VIII
No KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 8001 Skripsi 4
2 SYA 8702 Kuliah Pengabdian Masyarakat 4
JUMLAH 8
2. Program Studi : Hukum Tata Negara Islam
SEMESTER I
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 MKU 1001 Civic Education 2
2 MKU 1002 Bahasa Arab - I 2
3 MKU 1003 Bahasa Inggris - I 2
4 MKU 1004 Metode Studi Islam 3
5 MKK 1005 Ulumul Qur'an 2
6 MKK 1006 Ulumul Hadits 3
7 MKK 1007 Ushul Fiqh - I 3
8 MKK 1008 Sejarah dan Peradaban Islam 3
JUMLAH 20
------ ~ 83 ~ ------


SEMESTER II
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 MKU 2001 BAHASA ARAB II 4
2 MKU 2002 BAHASA INGGRIS II 4
3 MKU 2003 BAHASA INDONESIA 2
4 MKK 2004 ILMU KALAM 2
5 MKK 2005 ILMU TASAWUF 2
6 MKK 2006 FIQH 3
7 MKK 2007 FILSAFAT UMUM 3
8 SYA 2008 ILMU TAFSIR 3
JUMLAH 23
SEMESTER III
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 MKU 3001 Pendidikan Kewarganegaraan 2
2 MKU 3002 ISD 2
3 MKU 3703 Matematika Dasar 2
4 MKK 3004 Tafsir 3
5 MKK 3005 Hadits 3
6 MKK 3006 Metodologi Penelitian 3
7 SYA 3007 Ushul Fiqh - II 3
8 SYA 3008 Ilmu Hukum-I 3
JUMLAH 21
SEMESTER IV
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 4001 Tafsir Ahkam-I 3 SJS
2 SYA 4002 Hadits Ahkam I 3 SJS
3 SYA 4703 USHUL FIQH - III 2 SJS
4 SJS 4004 Fiqh Mawaris 2 SJS
5 SJS 4705 Fiqh Munakahat 2 SJS
6 SJS 4706 Hukum Islam dan Masyarakat 2 SJS
7 SJS 4708 Ilmu Hukum-II 2 SJS
JUMLAH 16
SEMESTER V
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SJS 5001 Fiqh Jinayat 3
2 SJS 5802 Tafsir Ahkam-II 2
3 SJS 5803 Hadits Ahkam-II 2
4 SJS 5804 Hukum Tata Negara II 2
5 SJS 5805 Hukum Islam dan HAM 2
------ ~ 84 ~ ------

6 SJS 5806 Fiqh Dustury dan Maaly 2
7 SJS 5807 Ilmu Pemerintahan 2
8 SJS 5808 Ilmu Politik -
9 SJS 5809 Politik Hukum -
10 SJS 5810 Sistem Politik Islam 2
11 SJS 5811 Ad-Diwan Al-Islamy 2
JUMLAH 20
SEMESTER VI
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SJS 6001 Al-Fatawa 3
2 SJS 6702 Fiqh Daulah Madaniyah 2
3 SJS 6703 Hatun 2
4 SJS 6704 Hukum Diplomatik 2
5 SJS 6705 Hukum Kelembagaan Negara 2
6 SJS 6706 Lembaga
Imamah/Kepresidenan
3
7 SJS 6707 Hukum Humaniter 2
8 SJS 6708 Hukum Agraria 2
9 SJS 6709 Lembaga A.Halili
W.Aqdi/Perwkl/
2
10 SJS 6710 Pemikiran Pol. Islam Klasik 2
JUMLAH 20
SEMESTER VII
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 7701 Filsafat Hukum Islam 2
2 SJS 7002 Metd. Penelitian Siyasah 3
3 SJS 7003 Fiqh Daulah Syar.Dusturiyah 2
4 SJS 7004 Studi Kasus HTN 2
5 SJS 7005 Perb. Teori Neg. Dlm Islam 2
6 SJS 7006 Perb. HTN 2
7 SJS 7007 Pmkrn.Pol.Islam Kontemporer 2
8 SJS 7008 Syura dan Demokrasi 2
JUMLAH 17
SEMESTER VIII
NO KODE MATA KULIAH SKS KET.
1 SYA 8001 Skripsi 4
2 SYA 8702 Kuliah Pengabdian Masyarakat 4
JUMLAH 8

------ ~ 85 ~ ------

BAB LIMA
INOVASI KURIKULUM DALAM RANGKA
PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI ACEH


emberlakuan syari`at Islam di Propinsi Aceh membawa
dampak yang luar biasa bagi perkembangan disiplin
hukum Islam baik dari sudut teori akademik dan teori
aplikatifnya. Ketika bagian hukum Islam menyentuh
dimensi kehidupan masyarakat Aceh yang beragam latar
pendidikan dan pengalaman hukum, ia dihadapkan
dengan berbagai anomali berbentuk pertentangan
ideologis, hambatan yuridis dan konseptual. Substansi
hukum Islam mengalami kegamangan dan ketidakjelasan
maknanya manakala berubah menjadi hukum positif.
Hal ini mungkin saja disebabkan oleh sistem hukum
Indonesia yang mengutamakan proses legislasi agar hukum
Islam diakui dan menjadi hukum yang sah diberlakukan
dalam masyarakat
57
. Pengalihan hukum Islam, yang
terdapat dalam al-Quran, hadits dan pendapat para fuqaha

57
Berbagai macam istilah dalam ilmu legislasi, seperti apa yang
dimaksud dengan; Pembentukan Perundang-undangan, Peraturan Perundang-
undangan, Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Desa,
Program Legislasi Nasional, Program Legislasi Daerah, Pengundangan dan Materi
Muatan, Peraturan Perundang-undangan. Istilah-istilah tersebut telah didefenisikan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mayoritas sarjana hukum Islam
tentunya belum dapat membedakannya, di samping itu, istilah qanun belum
begitu jelas posisinya dalam wacana hukum di Indonesia.
P
------ ~ 86 ~ ------

menjadi hukum positif ternyata memunculkan masalah
tersendiri, seperti adanya gugatan dari praktisi hukum
tentang tidak sempurna-nya beberapa unsur yang harus
dipenuhi dalam hukum materil dan hukum formilnya.
Dualisme studi hukum yang dilakukan akademisi di
Fakultas Syariah dan Fakultas Hukum di Aceh ternyata
menjadi salah satu faktor penghambat kemajuan aplikasi
syari`at Islam. Praktisi hukum alumni Fakultas Syariah pada
umumnya memiliki kelemahan mengenai karakteristik
hukum positif nasional, sementara alumni Fakultas Hukum
pada umumnya tidak akrab dengan substansi hukum Islam.
Akibatnya, mereka sulit memadukan antara sistem hukum
nasional dan sistem hukum Islam yang pada prinsipnya
menjadi sebuah tuntutan dalam konteks penerapan syariat
Islam di Aceh.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengisi
masing-masing kelemahan tersebut baik dari kalangan
praktisi hukum Islam maupun praktisi hukum nasional
dengan memberikan berbagai pendidikan dan pelatihan
tambahan bagi hakim, jaksa, polisi dan pihak terkait lainnya
guna memahami hukum Islam agar dapat
dipertanggungjawabkan secara yuridis dan akademis. Meski
demikian, sudah barang tentu hal ini belum memadai.
Kelemahan praktisi hukum di Aceh terbukti dengan
adanya revisi Qanun Nomor 12, Tahun 2003 tentang
Minuman Khamar dan Sejenisnya, Qanun No. 13 Tahun 2003
tentang Maisir (Perjudian), dan Qanun No. 14 Tahun 2003
tentang Khalwat/Mesum. Perubahan dalam rentang waktu
singkat ini, tidak perlu terjadi sekiranya pakar hukum alumni
Fakultas Syariah dan Fakultas Hukum di Nanggroe Aceh
Darussalam memiliki pengalaman akademik yang
------ ~ 87 ~ ------

memadai tentang ilmu perundang-undangan di Indonesia
dan hukum Islam. Dalam tradisi hukum Islam di Aceh
yang menuntut keterlibatan dua corak pakar hukum Islam,
tentunya harus dilakukan terobosan mendasar dalam
bentuk inovasi kurikulum fakultas Syariah dan Fakultas
Hukum dalam upaya melahirkan sarjana hukum yang
menguasai kedua corak hukum baik dalam bidang hukum
perdata dan pidana, hukum formil dan hukum materil agar
penerapan syariat Islam dalam berbagai aspeknya tanpa
menemukan rintangan yang berarti karena cara pandang
yang berbeda antara masing-masing alumni tersebut.
Fakultas Syari`ah dan Fakultas Hukum sebagai lembaga
yang melahirkan pakar hukum dan lembaga
pengembangan hukum selayaknya mulai menbangun
paradigma kurikulum hukum yang lebih inovatif dan
kreatif saat ini.
Keputusan pemerintah mengesahkan pember-
lakuan hukum Islam di Aceh,
58
kenyataannya melahir-kan
beberapa persoalan yuridis, karena hukum Indonesia
menganut aliran positivisme yuridis.
59
Aliran ini
menyatakan bahwa yang dapat diterima sebagai hukum
yang sebenarnya hanyalah yang telah ditentukan dan

58
Pemberlakuan hukum Islam secara yuridis mulai berlaku tanggal 4
Oktober 1999 dengan disahkannya Undang-Undang N0. 44 Tahun 1999.
59
Marzuki Wahid, Rumadi, Fiqh Mazhab Negara, Kritik Terhadap Politik
Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: LKIS, 2001, hal.2. Namun, menurut
A.Qodri Azizy, sistem hukum di Indonesia menganut paham legal-realism-
plus,atau Rechtsivinding-plus,artinya hukum turut serta menemukan hukum dan
dalam putusannya bertanggung jawab kepada Tuhan yang Maha Esa. A.Qodri
Azizy, Ekletisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum
Umum,Yogyakarta: Gema Media, 2002, hal.210-214.
------ ~ 88 ~ ------

ditetapkan secara positif oleh negara. Hukum hanya
berlaku karena hukum mendapat bentuk positifnya dari
instansi yang berwenang (negara). Dalam konteks ini,
hukum Islam diharapkan dapat menggantikan posisi
hukum nasional yang diterapkan di Aceh.
Dualisme penerapan hukum seperti ini, tentu
memunculkan kendala dalam aplikasi hukum Islam
terutama karena adanya dinamika pemikiran keagamaan,
seperti lahirnya ketegangan-ketegangan vertikal dan
horizontal, bahkan konflik yang mengiringi perkembangan
pemikiran dan praktek hukum yang berimplikasi pada
penolakan-penolakan dari kalangan tertentu.
Tradisi kehidupan hukum masyarakat yang terbiasa
dengan aliran hukum nasional yang kurang mengenal
hukum Islam, terutama hukum pidana Islam, menganggap
bahwa hukum Islam tidak dapat berlaku secara konsisten
di salah satu wilayah negara kesatuan Republik Indonesia,
karena akan melahirkan dualisme dalam penerapan hukum
di kalangan masyarakat walaupun pemberlakuan hukum
Islam telah diundang-kan.
60


60
Sistem hukum Indonesia mengikuti tradisi Belanda, dan Belanda
karena pernah dijajah oleh Perancis mewarisi tradisi civil law, terutama Kode
Napoleon. Ciri utama civil law adalah peraturan perundang-undangan yang
terkodifikasi. Sementara hukum Islam walaupun mempunyai sumber-sumber
tertulis pada al-Quran, Sunnah dan pendapat para fuqaha, pada umumnya tidak
terkodifikasi dalam bentuk buku perundang-undangan yang mudah dirujuki,
karena itu hukum Islam di Indonesia seperti halnya hukum adat, dipandang
sebagai hukum tidak tertulis dalam bentuk perundang-undangan. Rifyal Ka`bah,
Kodifikasi Hukum Islam Melalui Perundang-Undangan, Makalah dalam
Seminar Annual Conferences PPS Se-Indonesia, 2004, hal.1.
------ ~ 89 ~ ------

Reaksi penolakan terhadap penerapan hukum Islam
mendorong para pakar memberikan berbagai argumentasi
untuk menetralisir dan mencari celah agar tantangan
terhadap penerapan hukum Islam dapat dieliminir dalam
ruang, tempat, waktu dan kondisi tertentu.
Namun hambatan yuridis lainnya muncul ketika
hukum Islam belum menjadi undang-undang atau
peraturan hukum tertulis dalam bentuk bab-bab dan pasal-
pasal seperti halnya kitab undang-undang hukum pidana
dan perdata nasional. Kendala ini, menurut hemat penulis
merupakan problem utama penerapan hukum Islam.
Praktisi hukum di Aceh, baik pengacara, jaksa dan hakim
mayoritas alumni Fakultas Hukum Konvensional tidak
mempelajari hukum Islam secara memadai pada saat
mereka menempuh studinya baik Strata Satu dan Strata
Dua. Studi yang mereka lakukan hanyalah kajian
perbandingan hukum yang sifatnya komplementer.
Akibatnya mereka belum begitu akrab dengan substansi
hukum Islam
61
.
Ditinjau dari sisi kurikulum yang dipakai di
Fakultas Hukum dan Fakultas Syariah, selama ini juga
masih terlihat adanya kekurangan. Pendidikan hukum
yang dijalankan selama ini cenderung bersifat dogmatis,
kurang peka terhadap proses transisi dan cenderung

61
Setiap jenis ilmu mempunyai ciri-ciri spesifik mengenai apa
(ontologi), bagaimana (epistemologi), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan
tersebut disusun dan memenuhi persyaratan ilmiah untuk dikembangkan.
Ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu dan epistemologi ilmu terkait
dengan aksiologi ilmu dan seterusnya. Paul Edwards (ed), The Encyclopedia of
Philosopy, (EP), vol.3, London: Macmillan Press, 1972, hal. 8-9.
------ ~ 90 ~ ------

monolistik. Akhirnya pendidikan hukum yang dijalankan
kurang bersifat progresif, kreatif, responsif, dan kurang
berorientasi pada kebutuhan masyarakat
62
. Eksesnya,
output yang dihasilkan juga kebanyakan lebih
berpandangan legalistik.
Perlu upaya rekonstruksi kurikulum Fakultas
Hukum dan Fakultas Syariah dalam bentuk inovasi
kurikulum yang nantinya diharapkan dapat menjadi salah
satu model kurikulum yang menjadi acuan pembelajaran
hukum di dua fakultas tersebut dengan pola identifikasi
sarana dan prasarana pembelajaran, kompetensi lulusan,
dan penyiapan sumber daya manusia untuk melaksanakan
kurikulum yang telah disusun dalam studi ini, guna
mempersiapkan solusi problematika penerapan syari`at
Islam dalam lingkup materi yang lebih luas baik untuk
kebutuhan kekinian maupun masa depan.

A. Ketentuan Yuridis Formal tentang Penerapan Syariat
Islam di Nanggroe Aceh Darussalam
Syariat Islam bukanlah hal baru dalam kehidupan
masyarakat Aceh, sebagai penganut agama mayoritas, nilai-
nilai keislaman telah hidup dan berkembang serta
dipraktekkan dalam setiap sisi kehidupan masyarakat
secara turun temurun, sejak pertama kali Islam masuk ke
Aceh sekitar abad kedua Hijriah. Kerajaan-kerajaan Islam
yang ada di Aceh pada masa kejayaannya juga menjadikan
hukum Islam (al-Quran dan sunnah), sebagai dasar
penetapan hukum dalam segala bidang kehidupan,

62
www.pemantauperadilan.com diakses pada tanggal 5 Juni 2007.
------ ~ 91 ~ ------

termasuk dalam bidang kehidupan adat istiadat. Sehingga
terkenal sebuah hadih maja Hukoum ngon adat lagee zat
ngon sifeut yang berarti hukum/syara dan adat tidak
dapat dipisahkan bagaikan zat dan sifat.
Namun demikian, secara formal keberadaan Syariat
Islam baru diakui secara hukum dan dapat diterapkan
secara kaffah di Nanggroe Aceh Darussalam, sejak lahirnya
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa
Aceh. Sejak saat itu, dimulailah era baru pelaksanaan
hukum syariat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
dimana sejak saat itu hukum Islam sudah dapat dijadikan
hukum positif dan meberi peluang sangat luas untuk
melahirkan Qanun-qanun Syariat yang dapat mengatur
setiap sisi kehidupan masyarakat Aceh, baik dalam bidang
ibadah, muamalah/ekonomi, ahwal al-
syakhshiyah/hukum keluarga, jinayah/pidana, zakat dan
bidang lainnya.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999
tersebut telah menjadi tonggak sejarah bagi pember-lakuan
hukum Islam secara kaffah di Indonesia khususnya di
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Di mana undang-
undang ini telah memberi peluang kepada masyarakat
Aceh, untuk menjadikan hukum Islam sebagai hukum
positif yang berlaku dalam setiap aspek kehidupan (Pasal 4
ayat 1).
Menyikapi dan menindaklanjuti peluang sangat
besar dan berharga yang diberikan pemerintah pusat
tersebut, Pemerintah Daerah menunjukkan keseriusan
dalam penegakan Syariat Islam secara kaffah di Nanggroe
Aceh Darussalam, dengan mengeluarkan Peraturan Daerah
------ ~ 92 ~ ------

(Perda) Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syariat
Islam. Dalam Perda ini di tetapkan bahwa; setiap pemeluk
Agama Islam wajib menaati, mengamalkan/menjalankan
Syariat Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari
dengan tertib dan sempurna (Pasal 1 ayat 1).
Sementara pada pasal berikutnya yaitu Pasal 2 ayat
(2) ditegaskan lagi pelaksanaan Syariat Islam secara kaffah
itu meliputi bidang; aqidah, ibadah, muamalah/ekonomi
Islam, akhlak, pendidikan dan dakwah Islamiyah/amar
maruf nahi munkar, baitul mal, kemasyarakatan, syiar
Islam, pembelaan Islam, qadha/peradilan, jinayat/hukum
pidana Islam, munakahat/hukum perkawinan,
mawaris/hukum kewarisan.
Selanjutnya UU No. 44 Tahun 1999 dan Perda No. 5
Tahun 2000 tersebut, diperkuat lagi oleh UU Nomor 18
Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah
Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam, di mana dalam undang-undang ini ditetapkan
lembaga Peradilan Syariat yang dikenal dengan nama
Mahkamah Syariyah tingkat pertama dan tingkat banding.
Mahkamah Syariyah dikonversi dari lembaga Pengadilan
Agama yang telah ada sebelumnya. Sedangkan kasasi tetap
diajukan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia di
Jakarta.
Kendati Undang-undang No. 18 Tahun 2001 telah
mengesahkan adanya Peradilan Syariat di Aceh, namun
undang-undang ini tidak memberikan kewenangan lebih
luas kepada Mahkamah Syariyah selain apa yang
sebelumnya menjadi kewenangan Pengadilan Agama.
Bahkan pada tahun 2003 dikeluarkan lagi Keputusan
Presiden No. 11 Tahun 2003 tentang Mahkamah Syariyah
------ ~ 93 ~ ------

dan Mahkamah Syariyah Propinsi di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam, juga hampir senada dengan UU No. 18
Tahun 2001 yang tidak menambah kewenangan absolute
(kewenangan mengadili) Mahkamah Syariyah, sementara
yang diinginkan masyarakat Aceh adalah penegakan
syariat Islam secara kaffah, meliputi semua aspek
kehidupan termasuk di dalamnya masalah muamalah dan
jinayah.
Keinginan masyarakat Aceh pada waktu itu
nampaknya hanya disikapi secara serius oleh Pemerintah
Daerah saja, sedangkan Pemerintah Pusat masih terkesan
setengah hati terhadap pelaksanaan syariat Islam secara
kaffah di Aceh. Wujud dari keseriusan pemerintah daerah
ini ditunjukkan lagi dengan melahirkan Peraturan Daerah
No. 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat Islam. Perda
ini memperluas kewenangan Mahkamah Syariyah tidak
hanya seperti sebelumnya, yang hanya meliputi
kewenangan sebagaimana di atur UU No. 7 tahun 1989
tentang Peradilan Agama. Perda ini memberi kewenangan
kepada Mahkamah Syariyah untuk mengadili bidang
Muamalah dan Jinayah sebagaimana diatur dalam Bab III
Pasal 49.
Kendati pemerintah daerah telah mengeluarkan
Perda No. 10 yang memberi kewenangan mengadili
perkara muamalah dan jinayah, tetapi perda tersebut tidak
dapat berbuat banyak dalam memaksimalkan peran
Mahkamah Syariyah, karena yang berhak menambah
kewenangan Mahkamah Syariyah dan mengurangi
kewenangan Pengadilan Umum adalah Pemerintah Pusat
melalui Mahkamah Agung.
------ ~ 94 ~ ------

Pada tahap selanjutnya pemerintah daerah mulai
memikirkan untuk membuat dan melahirkan hukum
materil (Qanun) yang mengatur masalah-masalah
kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, seperti Qanun No.
10 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam dalam
Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam. Pada tahun
berikutnya dikeluarkan pula tiga buah qanun secara
berturut-turut yang mengatur tentang perbuatan
pidana/jinayah, yaitu Qanun No. 12 Tahun 2003 tentang
Minuman Khamar dan Sejenisnya, Qanun No. 13 Tahun
2003 tentang Maisir (Perjudian), dan Qanun No. 14 Tahun
2003 tentang Khalwat/Mesum.
Barulah pada tahun 2004, keberadaan Mahkamah
Syariyah dengan kewenangan yang diperluas diwujudkan
sebagaimana keinginan masyarakat Aceh, ketika
dikeluarkannya Keputusan Ketua Mahkamah Agung
Republik Indonesia No. KMA/070/SK/X/2004 tentang
Pelimpahan Sebagian Kewenangan Dari Peradilan Umum
Kepada Mahkamah Syariyah di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Keputusan Ketua Mahkamah Agung ini
memperluas kewenangan Mahkamah Syariyah termasuk
kewenang-an mengadili dalam bidang muamalah atau
ekonomi Islam dan bidang hukum pidana/jinayah (Pasal 1
s/d 4).
Sejak saat itulah, kedudukan, kewenangan dan
keberadaan Mahkamah Syariyah serta Mahkamah
Syariyah Provinsi benar-benar telah memiliki kekuatan
hukum, yang dapat memuaskan keinginan masyarakat
Aceh, dalam rangka mendukung pelaksanaan syariat Islam
secara kaffah di bumi Iskandar Muda.
------ ~ 95 ~ ------

Untuk melengkapi dan mendukung serta
menyempurnakan pelaksanaan syariat Islam di Nanggroe
Aceh Darussalam, terutama dalam penegakan hukum
terhadap pelanggran qanun-qanun syariat yang telah
dikeluarkan sebelumnya, pada tahun 2004 dikeluarkanlah
Keputusan Gubernur No. 01 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Wilayatul Hisbah
(Pengawas/Polisi Syariat; Pen). Selanjutnya pada tahun 2005
dikeluarkan lagi Peraturan Gubernur No. 10 tahun 2005
tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Uqubat Cambuk.
Selanjutnya, untuk memberikan pemahaman yang
lebih luas terhadap Qanun-qanun Syariat, yang telah
dikeluarkan Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh
Darussalam, di sini akan dipaparkan satu persatu
ketentuan qanun-qanun dimaksud agar dapat menjadi
pedoman bagi kita semua, dalam melaksanakan ketentuan
hukum Islam yang dimulai dari diri kita masing-masing,
keluarga dan masyarakat di setiap aspek kehidupan dan
pergaulan hidup sehari-hari.
Adapun Qanun-qanun, Keputusan Gubernur,
Peraturan Gubernur dan Istruksi Gubernur yang
bersintuhan dengan pelaksanaan Syariat Islam di
Nanggroe Aceh Darussalam, yang akan dimungkinkan
untuk dibahas lebih lanjut dalam uraian ini adalah sebagai
berikut :
1. Peraturan Daerah (Perda/Qanun) No. 5 Tahun 2000
tentang Pelaksanaan Syariat Islam,
2. Qanun No. 11 Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat
Islam Bidang Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.

------ ~ 96 ~ ------

3. Qanun No. 10 Tahun 2002 tentang Peradilan Syariat
Islam,
4. Qanun N0.12 Tahun 2003 tentang Minuman Khamar
dan Sejenisnya.
5. Qanun No.13 Tahun 2003 tentang Maisir (Perjudian),
6. Qanun No.14 Tahun 2003 tentang Khalwat (Mesum),
7. Qanun No. 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Zakat,
8. Keputusan Gubernur Nomor 01 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Wliyatul
Hisbah,
9. Keputusan Gubernur No. 18 Tahun 2003 tentang
Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Baitul
Mal Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,
10. Keputusan Bersama Gubernur, Kepala Kepolisian
Daerah, Kepala Kejaksaan Tinggi, Ketua Mahkamah
Syariyah Provinsi, Ketua Pengadilan Tinggi dan Kepala
Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan HAM
Privinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang
Operasionalisasi Kewenangan Mahkamah Syariyah,
11. Instruksi Gubernur No. 02/INSTR/1990 tentang
Kewajiban Harus Dapat Membaca al-Quran dan
Pemahaman Adat Istiadat Daerah Bagi Murid Sekolah
Dasar,
12. Instruksi Gubernur No. 05/INSTR/2000 tentang
Pembudayaan Kemakmuran Masjid dan Meunasah
dalam Provinsi Daerah Istimewa Aceh
13. Instruksi Gubernur 04/INSTR/2002 tentang
Pelaksanaan Zakat Jasa/Gaji Bagi Setiap
Pegawai/Karyawan di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam,

------ ~ 97 ~ ------

14. Instruksi Gubernur No. 06/INSTR/2002 Pelaksana-an
Shalat Berjamaah di Lingkungan
Kantor/Instansi/Badan/Lembaga/Dinas dalam Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam,
15. Peraturan Daerah (Perda/Qanun) No. 5 Tahun 2000
tentang Pelaksanaan Syariat Islam, dan Qanun No. 11
Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Syariat Islam Bidang
Aqidah, Ibadah dan Syiar Islam.

Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2000 telah
meletakkan pondasi awal tentang Pelaksanaan Syariat
Islam di Nanggroe Aceh Darussalam, karena dalam qanun
ini telah dicantumkan secara tegas dan rinci tentang
bidang-bidang yang terkait dengan penyeleng-
garaan/pelaksanaan Syariat Islam di Aceh. Kesemua
bidang itu tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) sebagai berikut:

1. Bidang Aqidah;
1. Bidang Ibadah;
2. Bidang Muamalah (Perekonomian: Pen.);
3. Bidang Akhlak;
4. Bidang Pendidikan dan Dakwah Islamiyah/Amar
Maruf Nahi Munkar;
5. Bidang Baitul Mal (Lembaga Pengelola Harta Agama: Pen.);
6. Bidang Kemasyarakatan;
7. Bidang Syiar Islam;
8. Bidang Pembelaan Islam;
9. Bidang Qadha (Peradilan/Mahkamah Syariyah: Pen.);
10. Bidang Jinayat (Hukum Pidana: Pen.);
11. Bidang Munakahat (Hukum Perkawinan. Pen.);
12. Bidang Mawaris.
------ ~ 98 ~ ------

Jika melihat kepada 13 bidang yang telah di uraikan
di atas, nampaknya pelaksanaan syariat Islam telah
mencakup semua aspek kehidupan masyarakat, dan telah
dapat dikatakan syariat Islam yang Kaffah. Selanjutnya
tinggal lagi bagaimana kita semua mengisi ketiga belas
bidang dimaksud. Umpamanya Pemerintah Daerah segera
melahirkan qanun-qanun menyangkut masalah tersebut,
yang sesuai dengan Syariat Islam, untuk menjadi pedoman
bagi masyarakat.
Di samping itu masyarakat juga diharapkan
berupaya berbuat dan bertindak sesuai dengan Syariat
Islam, dalam semua bidang tersebut, kendati banyak
masalah belum diatur oleh qanun dan tidak ada sanksi
duniawi bila melanggar hal-hal yang belum diatur tersebut.
B. Tujuan dan Fungsi Kurikulum di Fakultas Hukum
dan Fakultas Syariah
Inovasi kurikulum di institusi pendidikan tinggi
merupakan suatu kemestian yang harus selalu dilakukan
oleh manajemen institusi pendidikan tersebut. Inovasi
merupakan kebutuhan yang mutlak dipenuhi sebagai
upaya untuk menjawab tantangan dan responsibilitas
terhadap keadaan dan perkembangan yang ada di Aceh
kontemporer. Hal inilah yang semestinya dilakukan oleh
kedua lembaga pendidikan tinggi hukum di Aceh yaitu
Fakultas Hukum Unsyiah dan Fakultas Syariah IAIN Ar-
Raniry.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan ternyata
proses inovasi kurikulum di Fakultas Hukum sampai saat
ini belum terdapat perumusan yang baik dan optimal
------ ~ 99 ~ ------

tentang tujuan pembelajaran yang bernuansa syariat
sebagaimana diharapkan ada di lembaga pendidikan tinggi
hukum di Aceh. Hal ini dapat diamati dari tujuan
pendidikan program sarjana bidang ilmu hukum Unsyiah
adalah menyiapkan peserta didik atau mahasiswa menjadi
sarjana hukum yang menguasai hukum Indonesia,
menguasai dasar-dasar ilmiah dan dasar-dasar kemahiran
kerja untuk mengembangkan ilmu hukum dan hukum,
mengenal dan peka akan masalah-masalah keadilan dan
masalah-masalah kemasyarakatan, mampu menganalisis
masalah-masalah hukum dalam masyarakat, mampu
menggunakan hukum sebagai sarana untuk memecah-kan
masalah-masalah kemasyarakatan dengan bijaksana dan
tetap berdasar pada prinsip-prinsip hukum.
Dalam rumusan tersebut di atas belum dijelaskan
secara eksplisit tentang peran dan keberadaan Fakultas
Hukum untuk menghasilkan lulusan atau output yang
memahami hukum Islam dengan baik dan mampu
memahami keberadaan hukum Islam terhadap masyarakat
Aceh kontemporer. Tujuan yang telah dirumuskan dan
diimplementasikan di Fakultas Hukum hanya untuk
mendidik mahasiswa dalam koridor hukum Indonesia
yang jelas-jelas bukan hukum Islam tetapi merupakan hasil
pewarisan hukum Eropa Kontinental yang telah diterapkan
Belanda pada masa penjajahan dan terus dipertahankan
keberadaannya.
Sedangkan di Fakultas Syariah telah diupayakan
pembelajaran pendidikan hukum yang didasarkan pada
syariat Islam. Hal ini terlihat jelas pada tujuan perumusan
kurikulumnya yaitu desain kurikulum di Fakultas Syariah
sekarang berupaya merespon perkembangan yang terjadi
------ ~ 100 ~ ------

dalam masyarakat baik dari aspek sosial, politik, budaya
dan berbagai aspek lainnya.
Di Fakultas Syariah, setiap pengembangan
kurikulum yang dilakukan harus mengacu pada falsafah
yang dianut oleh masyarakat Aceh yang religius dan juga
prinsip-prinsip tertentu untuk pengembangan fiqh seperti
prinsip relevansi. Sebagai institusi pendidikan yang
memandang peserta didiknya sebagai invested of man power
resources, Fakultas Syariah berupaya untuk menghasilkan
outputnya yang memiliki nilai relevansi dengan kebutuhan
dan tuntutan masyarakat dan kebijakan hukum yang
diterapkan. Untuk menghasilkan output yang dapat
diandalkan tersebut maka kualifikasi lulusan fakultas
syariah harus sesuai dengan kebutuhan penerapan syariat
Islam di Aceh. Apabila ini dapat dicapai maka output
tersebut akan sangat dirasakan manfaat kehadirannya
dalam masyarakat.
C. Pengembangan Kurikulum di Fakultas Hukum dan
Fakultas Syariah
Dalam konteks pelaksanaan Syariat Islam di Aceh,
Fakultas Hukum pada awalnya telah berupaya
mengembangkan kurikulum dengan upaya membuka
konsentrasi hukum Islam. Langkah yang telah ditempuh
adalah dilaksanakannya beberapa workshop dan seminar
kurikulum konsentrasi hukum Islam dengan mengundang
beberapa nara sumber dari Universitas Islam Negeri Jakarta
dan IAIN Ar-Raniry. Namun upaya ini terhenti setelah
terjadinya musibah tsunami karena beberapa inovator
------ ~ 101 ~ ------

pengembangan kurikulum ini tidak dapat melaksanakan
tugasnya.
Usaha berikutnya adalah peningkatan kualitas
dosen Fakultas Hukum agar mereka memiliki kompetensi
akademik dalam hukum Islam. Seorang dosen Fakultas
Hukum saat ini sedang mengikuti program doktor dalam
bidang fiqh modern di IAIN Ar-Raniry.
Kurikulum di Fakultas Syariah ternyata cukup
responsif dalam melakukan inovasi kurikulum guna
menyahuti pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Secara
nasional, Fakultas Syariah yang bernaung di bawah
Departemen Agama menyusun kurikulum dengan bobot 60
persen mata kuliah nasional dan 40 persen mata kuliah
lokal. Namun pada era aplikasi Syariat Islam di Aceh
terjadi perimbangan antara mata kuliah nasional dengan
mata kuliah lokal.
Selama ini telah dilakukan perpaduan antara
kurikulum nasional dengan kurikulum lokal. Kewenang-an
ini diberikan karena Aceh telah memiliki hak istimewa
untuk menjalankan Syariat Islam sehingga daerah ini
diberi hak pula untuk menyusun kurikulum yang
bernuansa Syariat dalam rangka mendukung
pelaksanaannya di kalangan masyarakat dan aparatur
penegak hukum.
Pengembangan kurikulum akan terus dilakukan
sehingga perbandingan penyajian mata kuliah nasional
dengan mata kuliah lokal menjadi 40 persen mata kuliah
nasional dan 60 persen mata kuliah lokal. Dua dimensi
dasar Fakultas Syariah di bawah Depag, maka desain
kurikulum Fakultas Syariah harus berpedoman pada
kurikulum nasional.
------ ~ 102 ~ ------

D. Pemilihan Mata Kuliah
Dari aspek pemilihan mata kuliah Fakultas Hukum
hanya menetapkan dua mata kuliah wajib yang terkait
dengan upaya pemahaman hukum Islam yaitu mata kuliah
hukum Islam dengan bobot 2 SKS dan kaidah-kaidah hukum
Islam dengan bobot dua sks.
Dalam perubahan kurikulum baru mata kuliah wajib
yang berkaitan dengan syariat Islam tetap dua mata kuliah di
atas saja. Hal ini menunjukkan bahwa dari aspek penyajian
mata kuliah Fakultas Hukum belum melakukan inovasi
kurikulum yang terkait dengan Syariat Islam.
Terdapat 12 mata kuliah pilihan yang berhubungan
dengan syariat Islam yaitu: Hukum Perikatan Islam, Hukum
Acara Peradilan Agama Islam, Hukum Perwakafan, Zakat
dan Baital Mal, Hukum Perbankan dan

Asuransi Islam,
Filsafat Hukum Islam, Hukum Perkawinan Islam, Hukum
Asuransi Islam, Ayat dan Hadits Ahkam, Hukum Pidana
Islam, Per-kembangan Hukum Islam, Perbandingan Mazhab
dan Teori Politik dalam Islam. Keseluruhan mata kuliah
tersebut berbobot 2 SKS.
Namun dalam pelaksanaan proses perkuliahan
mahasiswa tidak memilih mata kuliah pilihan terkait syariat
Islam karena biasanya mahasiswa memilih mata kuliah
pilihan terkait dengan objek penelitian skripsi yang mereka
kaji.
E. Kompetensi Lulusan dan Peluang Kerja
Secara garis besar, penelitian ini sangat krusial
sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas
------ ~ 103 ~ ------

pendidikan hukum di Fakultas Syariah dan Fakultas
Hukum di Aceh. Kedua fakultas ini dalam konteks
pelaksanaan Syariat Islam di Aceh pada prinsipnya
mengemban amanah, tugas dan tanggung jawab yang amat
penting. Kedua-duanya tanpa bermaksud menafi-kan
fakultas-fakultas lain di setiap perguruan tinggi-
merupakan salah satu ujung tombak dalam upaya
mensukseskan pelaksanaan Syariat Islam di propinsi ini.
Peningkatan kualitas yang dimaksud di sini tidak
hanya diorientasikan pada pengembangan proses
pembelajaran, akan tetapi juga diorientasikan pada
peningkatan kualitas output yang dihasilkan agar nanti-nya
dapat berkiprah lebih banyak dalam memberikan
kontribusi positif bagi proses implementasi Syariat Islam
di Aceh.
Harus diakui bahwa dewasa ini banyak gugatan
di kalangan pemikir dan pemerhati Syariat Islam lokal-
internal yang bermunculan (khususnya dalam rentang
tahun 2005-2007) yang berupaya mengkritisi pelaksanaan
Syariat Islam di Aceh. Gugatan-gugatan ini bahkan
menjadi polemik yang menarik di media-media massa
setempat, baik media cetak maupun dunia maya
63
.

63
Beberapa ulasan/tulisan yang sempat terekam di antaranya adalah:
Nancy Amelia Collins, Linking Terrorism and Sharia in Aceh, dalam
http://www.voanews.com/english/archive/2006-06/Sharia2006-06-28-
voa62.cfm; Ameer Hamzah, Syariat Islam di Kilometer Nol, Serambi Indonesia,
18/5/2007; M. Saleh Suhaidy, Syariah Islam, Serambi Indonesia, 29/5/2007;
Anton Widyanto, Syariat Islam di Aceh harus menjadi the Smiling Islam, dalam
www.acehinstitute.org; Jarjani Usman, Tarik-Menarik Syariat di Aceh,
www.acehinstitute.org; Otto Syamsuddin Ishak, Agar Syariat Islam di Aceh
tidak Menjadi Siasat Budaya Snouck Hurgronje, dalam www.acehinstitute.org;
------ ~ 104 ~ ------

Pada dasarnya pergulatan pemikiran tentang
implementasi Syariat Islam di Aceh dengan segala pernik-
perniknya adalah bukan sesuatu yang tabu atau haram.
Pergulatan pemikiran tersebut adalah sebuah keniscayaan
dalam alam demokrasi dewasa ini. Sisi positif dari
pertarungan argumen ini adalah akan terbangunnya
wacana-wacana segar mengenai bagaimana seharusnya
Syariat Islam di Aceh dapat diterapkan dengan tepat.
Di sinilah sebenarnya posisi Fakultas Hukum dan
Fakultas Syariah memegang peranan penting. Kedua
fakultas ini diharapkan banyak berkiprah tidak hanya
dalam persoalan konseptualisasi Syariat Islam di Aceh,
akan tetapi juga berperan dalam dataran implementatif.
Dalam dataran konseptual, fakultas ini memegang amanah
penting untuk memberikan pemikiran-pemikiran positif
berkenaan dengan prinsip-prinsip serta proses qanunisasi
dan hal-hal yang diatur dalamnya. Sementara dalam
dataran implementatif, kedua fakultas ini diharapkan akan
menghasilkan lulusan (output) yang mampu berkiprah
dalam sosialisasi Syariat Islam di Aceh.
Fakta berbicara bahwa meski kedua fakultas ini
sudah memberikan kontribusi positif bagi pelaksanaan
Syariat Islam di Aceh (misalnya dalam proses pembahasan
akademik rancangan qanun), namun kontribusi dalam
aspek-aspek lain masih terlihat belum maksimal. Bahkan

Mashudi SR, Membela Syariat Islam, dalam www.acehinstitute.org; Husni
Mubarrak A. Latif, Quo Vadis Syariat Islam di Aceh?, dalam
www.acehinstitute.org.

------ ~ 105 ~ ------

dalam aspek pembangunan jaringan dan kerjasama antar
fakultas di perguruan-perguruan tinggi Aceh juga masih
terlihat lemah. Padahal bila jaringan (linkage) ini mampu
dibangun (terlepas dari perguruan tinggi negeri ataupun
swasta), pasti akan banyak hal positif yang dapat
dikontribusikan untuk implementasi Syariat Islam di Aceh.
Terkait peluang dan tantangan Fakultas Syariah
guna mendukung proses transformasi Syariat melalui jalur
akademik, maka peluang yang ada sesungguhnya
memberikan kesempatan kerja yang luas dan prospektif
kepada alumni fakultas ini.
Namun, tenaga pengajar, sarana dan prasarana serta
input mahasiswa menjadi tantangan dalam memaksimalkan
peluang yang ada tersebut. Sejauh ini alumni Fakultas
Syariah masih kurang berperan maksimal sebagai aparat
penegak hukum baik di Kejaksaan maupun Pengadilan
Negeri.
Berikutnya terkait dengan tantangan yang dihadapi
oleh Fakultas Hukum dalam konteks pelaksanaan Syariat
Islam di Aceh saat ini adalah berkisar pada persoalan
penguasaan mereka terhadap materi-materi hukum
syariat. Tantangan ini tentu perlu diatasi, mengingat
bahwa peluang mereka sebenarnya tidak kalah besar
dibanding dengan alumni Fakultas Syariah.
Penguasaan pengetahuan dan kecakapan dalam
hukum Islam pada dasarnya adalah sebuah kebutuhan
yang mendesak untuk diakomodir dan dipenuhi oleh
mahasiswa Fakultas Hukum. Oleh sebab itu, inovasi
kurikulum di Fakultas Hukum tentu menjadi sebuah
keniscayaan agar tidak menimbulkan kesenjangan antara
kebutuhan realitas dengan kualitas output yang dihasilkan.
------ ~ 106 ~ ------






------ ~ 107 ~ ------

DAFTAR PUSTAKA


Agnes, Michel, (ed), Websters New World Dictionary an
Thesaurus, USA: Macmillan, 1990.
Arifin, M., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
1989.
Azizy, A.Qodri, Ekletisisme Hukum Nasional, Kompetisi antara
Hukum Islam dan Hukum Umum,Yogyakarta: Gema
Media, 2002.
Collins, Nancy Amelia, Linking Terrorism and Sharia in
Aceh, dalam
http://www.voanews.com/english/archive/2006-
06/Sharia2006-06-28-voa62.cfm
Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Edwards, Paul (ed), The Encyclopedia of Philosopy, (EP), vol.3,
London: Macmillan Press, 1972.
Fazlurrahman, Islam, (terj. Ahsin Mohammad dkk.), Jakarta:
Pustaka, 1984.
Hamalik, Oemar, Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta: Bumi
Angkasa, 2003.
Hamzah, Ameer, Syariat Islam di Kilometer Nol, Serambi
Indonesia, 18/5/2007
Ishak, Otto Syamsuddin, Agar Syariat Islam di Aceh tidak
Menjadi Siasat Budaya Snouck Hurgronje, dalam
www.acehinstitute.org
Ka`bah, Rifyal, Kodifikasi Hukum Islam Melalui
Perundang-Undangan, Makalah dalam Seminar
Annual Conferences PPS Se-Indonesia, 2004.
------ ~ 108 ~ ------

Khan, Muhammad Sharif, Islamic Education, New Delhi:
Punjabi Bagh Ashish Publishing House, 1986.
Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat,
Jakarta: Gramedia, 1986.
Kuper, Adam, Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2000.
Miles and Huberman, An Expanded Source Book; Qualitative
Data Analysis (terj), Sage Publication, 1994.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1995.
Mubarrak, Husni, Quo Vadis Syariat Islam di Aceh?,
dalam www.acehinstitute.org
Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2007.
al-Nabhan, Muhammad Faruq, Al-Madkhal Li al-Tasyri,
cet.II, Beirut: Dar al-Qalam, 1981.
Nasution, S., Asas-Asas Kurikulum, Jakarta: Bumi Angkasa,
2006.
Singarimbun, Masri, Metode Penelitian, Jakarta: LP3ES, 1982
SR, Mashudi, Membela Syariat Islam, dalam
www.acehinstitute.org
Suhaidy, M. Saleh, Syariah Islam, Serambi Indonesia,
29/5/2007.
Smith,

Othenel B., W.O. Stanley and J. H. Shores,
Fundamental of Curriculum Development, Rev. ed.,
New York: Harcourt, 1957.
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori
dan Praktek, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005.


------ ~ 109 ~ ------

Sumantri, Mulyani, Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta:
P2LPTK Ditjen Dikti. Depdikbud, 1988.
Stark, J. S. and Lowther, M.A., Designing the Learning Plan:
A. Review of Research and Theory Related to College
Curricula, Ann Arbor, MI.: NCRIPTAL, 1986.
Tanner, Daniel, and L.N. Tanner, Curriculum Development:
Theory into Practice, New York: Macmillan
Publishing Co, 1980.
Tyler, Ralph W., Basic Principles of Curriculum and
Instruction, Chicago: University of Chicago Press,
1975.
-------------, The Curriculum-The and Now, in Proceedings of the
1956 Invitational Conference on Testing Problems,
Princeton: N.J. Educational testing Service, 1957.
Usman, Jarjani, Tarik-Menarik Syariat di Aceh,
www.acehinstitute.org
Wahid, Marzuki dan Rumadi, Fiqh Mazhab Negara, Kritik
Terhadap Politik Hukum Islam di Indonesia,
Yogyakarta: LKIS, 2001.
Widyanto, Anton, Syariat Islam di Aceh harus menjadi the
Smiling Islam, dalam www.acehinstitute.org
www.pemantauperadilan.com

------ ~ 110 ~ ------



------ ~ 111 ~ ------
QANUN ACEH
NOMOR 5 TAHUN 2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAH MAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR ACEH,
Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan upaya mencerdaskan dan meningkatkan
kualitas manusia, yang berlandaskan iman, taqwa, dan akhlak mulia dalam mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab;
b. bahwa penyelenggaraan pendidikan di Aceh sesuai dengan kekhususan karakteristik dan
budaya masyarakat Aceh yang Islami;
c. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang
Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Undang-Undang 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2006 tentang Pemerintahan Aceh, perlu pengaturan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan
Pendidikan di Aceh;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c perlu dibentuk Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Pendidikan;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi
Atjeh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara (Lembaga Negara
Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1103);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi
Daerah Istimewa Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 172,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3893);
3. UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4586)
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4633);
6. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4774);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3411), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
55 Tahun 1998 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Dasar (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 90,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3763);

------ ~ 112 ~ ------
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 tentang Pendidikan Dasar (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3412), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
56 Tahun 1998 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 91,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3764);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan Menengah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3413), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor
57 Tahun 1998 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3765);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 39 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3414);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3460);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3461);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3484);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peran Serta Masyarakat dalam
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 69,
Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara Nomor 3485);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Negara Nomor);
16. Qanun Aceh Nomor 3 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan Qanun (Lembaran
Daerah Nanggroe Aceh Darussalam Tahun 2007 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah
Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 03);
17. Qanun Aceh Nomor 2 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi
Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Penggunaan Dana Otonomi Khusus (Lembaran Daerah
Nangg roe Aceh Darussalam Tahun 2008 Nomor 02, Tambahan Lembaran Daerah
Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 12).

------ ~ 113 ~ ------
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYATACEH
dan
GUBERNUR ACEH
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : QANUN TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam qanun ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah pusat selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa
dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur.
3. Kabupaten/kota adalah bagian dari daerah provinsi sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang bupati/walikota.
4. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
5. Pemerintah Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Pemerintah Aceh adalah unsur penyelenggara
Pemerintahan Aceh yang terdiri atas Gubernur dan perangkat daerah Aceh.
6. Pemerintahan kabupaten/kota adalah penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota sesuai dengan
fungsi dan kewenangan masing-masing.
7. Pemerintah daerah kabupaten/kota yang selanjutnya disebut pemerintah kabupaten/kota adalah
unsur penyelenggara pemerintahan kabupaten/kota yang terdiri atas bupati/walikota dan perangkat
daerah kabupaten/kota.
8. Gubernur adalah kepala Pemerintah Aceh yang dipilih melalui suatu proses demokratis yang
dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
9. Bupati/walikota adalah kepala pemerintah daerah kabupaten/kota yang dipilih melalui suatu proses
demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
10. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
(DPRA) adalah unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Aceh yang anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.

------ ~ 114 ~ ------
11. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut Dewan Perwakilan
Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) adalah unsur penyelenggara pemerintahan daerah
kabupaten/kota yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
12. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Aceh yang selanjutnya disebut Anggaran Pendapatan
dan Belanja Aceh (APBA) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Aceh yang ditetapkan
dengan Qanun Aceh.
13. Tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi adalah dana yang bersumber dari penerimaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang menjadi bagian penerimaan Pemerintah Aceh.
14. Dana otonomi khusus adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang menjadi bagian penerimaan Pemerintah Aceh.
15. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembang kan potensi di ri nya u ntuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
16. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.
17. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
18. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui
proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.
19. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk
menunjang penyelenggaraan pendidikan.
20. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, teungku dayah, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
21. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan ti nggi.
22. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.
23. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
24. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan.
25. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu
satuan pendidikan.
26. Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada
jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
27. Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang ditujukan bagi peserta didik yang berkebutuhan khusus
untuk mendapatkan kesempatan belajar pada sekolah reguler dengan pelayanan khusus sesuai
kebutuhannya.
28. Sekolah dan madrasah adalah satuan pendidikan yang merupakan kelompok layanan pendidikan
yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
29. Dayah yang disebut juga pesantren adalah lembaga pendidikan yang thullab atau santri atau
pelajarnya bertempat tinggal di dayah atau pesantren tersebut (balee/pondok), memfokuskan

------ ~ 115 ~ ------
pada pendidikan Islam dan dipimpin oleh teungku dayah.
30. Dayah salafiah adalah lembaga pendidikan yang menfokuskan diri pada penyelenggaraan
pendidikan agama Islam dalam bahasa arab klasik dan berbagai ilmu yang mendukungnya.
31. Dayah terpadu/modern adalah lembaga pendidikan dayah yang dipadukan dengan sekolah
atau madrasah.
32. Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar.
33. Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
34. Standar pendidikan Aceh adalah kriteria minimal berdasarkan standar nasional pendidikan
ditambah kekhususan dan keistimewaan Aceh.
35. Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh penduduk Aceh.
36. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
37. Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar
pada suatu lingkungan belajar.
38. Evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu
pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.
39. Akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.
40. Sumber daya pendidikan adalah segala sesuatu yang dipergunakan dalam penyelenggaraan
pendidikan yang meliputi tenaga kependidikan, masyarakat, dana, sarana, dan prasarana.
41. Majelis Pendidikan adalah badan normatif dan mandiri yang berada di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota, beranggotakan berbagai unsur masyarakat yang peduli pendidikan.
42. Komite sekolah/madrasah adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orang tua/wali
peserta didik, komunitas sekolah, serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
43. Orang Aceh adalah setiap individu yang lahir di Aceh atau memiliki garis keturunan Aceh,
baik yang ada di Aceh maupun diluar Aceh dan mengakui dirinya sebagai orang Aceh.
44. Penduduk Aceh adalah setiap orang yang bertempat tinggal secara menetap di Aceh tanpa
membedakan suku, ras, agama, dan keturunan.
45. Pendidikan Islami ialah pendidikan yang berdasarkan pada dan dijiwai oleh nilai-nilai ajaran
Islam.
116
------ ~ 116 ~ ------
BAB II
ASAS, FUNGSI, DAN TUJUAN
Pasal 2
Asas penyelenggaraan pendidikan di Aceh meliputi:
a. keislaman;
b. kebenaran;
c. kemanfaatan;
d. pengayoman;
e. kemanusiaan;
f. kebangsaan;
g. kekeluargaan;
h. karakteristik Aceh;
i. keanekaragaman;
j. keadilan;
k. nondiskriminasi;
l. kesamaan kedudukan di depan hukum;
m. ketertiban dan kepastian hukum;
n. kesei mbangan, keserasian, kesetaraan, dan keselarasan;
o. profesionalitas;
p. efektifitas;
q. transparansi;
r. efisiensi;
s. keteladanan.
Pasal 3
Fungsi penyelenggaraan pendidikan di Aceh adalah sebagai upaya untuk mengembangkan seluruh
aspek kepribadian peserta didik dalam rangka mewujudkan masyarakat Aceh yang berperadaban
dan bermartabat.
Pasal 4
Tujuan penyelenggaraan pendidikan di Aceh adalah untuk mengembangkan seluruh potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang :
a. beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT;
b. berakhlak mulia;
c. berpengetahuan;
d. cerdas;
e. cakap;
f. kreatif;
g. mandiri;
h. demokratis; dan

------ ~ 117 ~ ------
i. bertanggungjawab.


BAB III
PRINSIP PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
Pasal 5
(1) Prinsip penyelenggaraan pendidikan di Aceh adalah :
a. pendidikan untuk semua orang tanpa membedakan suku, agama, ras, dan keturunan;
b. sebagai proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat;
c. pengembangan keseluruhan aspek kepribadian peserta didik dilakukan secara sistematik,
terpadu, dan terarah;
d. memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta
didik;
e. mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu
layanan pendidikan; dan
f. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi dengan menjunjung tinggi
hak asasi manusia, nilai budaya, dan kemajemukan suku bangsa, serta menghormati asas
demokrasi dan keadi lan;
(2) Sistem pendidikan nasional yang diselenggarakan di Aceh didasarkan pada nilai-nilai Islami.
(3) Penyelenggaran pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai Islami sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 6
(1) Penyelenggaraan pendidikan di Aceh didasarkan pada Rencana Strategis Pendidikan.
(2) Rencana Strategis Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tingkat Aceh
ditetapkan dengan peraturan gubernur, dan untuk tingkat kabupaten/kota ditetapkan dengan
peraturan bupati/walikota.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN PENDUDUK ACEH, PESERTA DIDIK,
ORANG TUA, MASYARAKAT, PEMERINTAH ACEH DAN
PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA
Bagian Kesatu
Hakdan Kewajiban PendudukAceh
Pasal 7
(1) Setiap penduduk Aceh berhak mendapat pendidikan yang bermutu dan Islami.
(2) Penduduk Aceh usia sekolah yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual
dan/atau sosial serta yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak
memperoleh pendidikan khusus.
(3) Pendidikan layanan khusus ditujukan bagi peserta didik pada masyarakat adat, suku
terasing, penduduk daerah terpencil dan perbatasan, korban bencana, dan anak yang
menghadapi masalah sosial.

------ ~ 118 ~ ------
Pasal 8
(1) Setiap penduduk Aceh yang berusia 7 (tujuh) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar dan menengah.
(2) Setiap penduduk Aceh berhak memperoleh pendidikan dasar dan menengah tanpa dipungut
biaya
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai wajib belajar dan tanpa dipungut biaya sebagaimana
dimaksud ayat (1) dan (2) diatur dalam peraturan gubernur.


Bagian Kedua
Hak dan Kewajiban Peserta Didik
Pasal 9
(1) Peserta didik pada setiap satuan pendidikan di Aceh berhak:
a. mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan
oleh pendidik yang seagama;
b. mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan minat, bakat dan kemampuannya;
c. mendapatkan beasiswa dan/atau bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik yang
orang tua/walinya tidak mampu.
d. pindah ke program pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
e. mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang bertentangan dengan norma agama,
hukum, dan adat istiadat.
f. mendapatkan beasiswa dan penghargaan lain bagi peserta didik yang berprestasi;
g. ketentuan lebih lanjut tentang pemberian beasiswa, bantuan pendidikan dan
penghargaan sebagaimana dimaksud pada huruf (c) dan (f) diatur dalam peraturan
gubernur.
(2) Peserta didik pada setiap satuan pendidikan di Aceh berkewajiban :
a. menjaga dan mentaati norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan
proses dan keberhasi lan pendidikan;
b. untuk tidak mengkonsumsi, memperjualbelikan, dan menyimpan rokok, minuman yang
memabukkan, narkoba dan obat psikotropika lainnya;
c. menghindari dan mencegah pornografi, pornoaksi, perjudian, dan khlawat.
Bagian Ketiga
Hak dan Kewajiban Orang Tua
Pasal 10
(1) Orang tua berhak berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh
informasi mengenai perkembangan pendidikan anaknya.
(2) Orang tua wajib mendidik anaknya dalam keluarga dan bertanggung jawab atas pendidikan
dasar-dasar agamanya.
(3) Setiap orang tua muslim wajib mendidik anaknya dalam keluarga dan bertanggungjawab atas
kemampuan anaknya dalam usia pendidikan dasar untuk mampu membaca Al Quran dan
mengamalkan nilai-nilai Syariat Islam.
(4) Orang tua berkewajiban mendukung dan menghormati peraturan yang berlaku disetiap
satuan pendidikan.

------ ~ 119 ~ ------
(5) Orang tua berkewajiban untuk menghindari pengaruh lingkungan yang menurunkan prestasi
pendidikan anaknya.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Masyarakat
Pasal 11
(1) Masyarakat berhak berperan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan evaluasi
program pendidikan.
(2) Masyarakat berkewajiban memberikan dukungan dan tanggung jawab terhadap keamanan
dan kenyamanan penyelenggaraan pendidikan.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban Pemerintah Aceh
dan Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 12
Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota mengarahkan, membimbing, membantu dan
mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Pasal 13
Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota berkewajiban:
a. memberikan layanan dan kemudahan pendidikan;
b. menjamin penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, merata, adil dan islami;
c. menyediakan tenaga pendidik sesuai kebutuhan satuan pendidikan;
d. menjamin tersedianya dana untuk penyelenggaraan pendidikan sesuai peraturan
perundangan-undangan yang berlaku; dan
e. menjaga dan memelihara lingkungan yang kondusif, sehingga memberikan dampak positif
bagi peningkatan prestasi anak didik.
Pasal 14
Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota wajib mengarahkan, membimbing, membantu
dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
BABV
PEMBAGIAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Pasal 15
(1) Penyelenggaraan pendidikan di Aceh menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah Aceh
dan pemerintah kabupaten/kota secara bersama-sama.
(2) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota secara bersama-sama melaksanakan
Keistimewaan Aceh dalam bidang pendidikan yang berkualitas serta menambah materi
muatan lokal sesuai dengan syariat Islam.
(3) Penyelenggaraaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kebijakan,
pembiayaan, kurikulum, sarana dan prasarana, pendidik dan tenaga kependidikan, dan
pengendalian mutu pendidikan.
(4) Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh dan Pemerintah
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan atas prinsip-prinsip
demokrasi, keadilan, hak asasi manusia, nilai Islam, budaya, dan kemajemukan bangsa.
(5) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memiliki kewenangan mengatur dan
menjalin kerjasama dengan lembaga pemerintah dan/atau nonpemerintah yang berasal dari
dalam atau luar negeri dalam rangka pengembangan pendidikan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

------ ~ 120 ~ ------
Pasal 16
(1) Kewenangan Pemerintah Aceh dalam bidang kebijakan pendidikan meliputi:
a. Penetapan rencana strategis dan kebijakan operasional pendidikan Aceh sesuai
dengan Rencana Strategis Pendidikan Nasional;
b. Koordinasi dan sinkronisasi kebijakan operasional dan program pendidikan antar
kabupaten/kota;
c. Penetapan standar pendidikan Aceh yang islami dan berkualitas;
d. Sosialisasi dan pelaksanaan standar pendidikan nasional dan Aceh;
e. Koordinasi atas pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, pengembangan
tenaga kependidikan dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas
kabupaten/kota;
f. Pemberian dan pencabutan izin pendirian satuan pendidikan menengah dan
pendidikan nonformal atas usulan pemerintah kabupaten/kota;
g. Pengelolaan, penyelenggaraan, pemantauan dan evaluasi satuan pendidikan dan
program studi yang bertaraf internasional;
h. Pemberian dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan perguruan tinggi;
i. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan berbasis keunggulan lokal
pada pendidikan menengah;
j. Penyelenggaraan sistem informasi manajemen pendidikan nasional untuk Aceh dan
sistem informasi manajemen pendidikan Aceh;
k. Bantuan untuk memfasilitasi pendirian politeknik dan/atau membuka fakultas, jurusan
dan program studi yang khusus dan dibutuhkan untuk mempercepat proses pem
bangunan Aceh;
l. Pengawasan perguruan tinggi swasta dan asing yang beroperasi di Aceh bersama
dengan Majelis Pendidikan Aceh dan mengarahkannya sesuai peraturan perundang-
undangan.
(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang kebijakan pendidikan meliputi :
a. Penetapan rencana strategis dan kebijakan operasional pendidikan di kabupaten/kota
sesuai dengan Rencana Strategis dan Kebijakan Operasional Pendidikan Nasional
dan Aceh;
b. Sosialisasi dan pelaksanaan standar pendidikan nasional dan Aceh;
c. Pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan nonformal;
d. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan pendidikan sekolah dasar bertaraf
internasional;
e. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan satuan pendidikan menengah bertaraf
internasional jika mampu menyediakan dana dalam APBK dan memenuhi persyaratan;
f. Pemberian dan pencabutan izin pendirian satuan pendidikan dasar;
g. Penyelenggaraan dan/atau pengelolaan pendidikan berbasis keunggulan lokal
pada pendidikan dasar;
h. Pemberian dukungan sumber daya terhadap penyelenggaraan perguruan tinggi;
i. Pemantauan dan evaluasi satuan pendidikan dasar, menengah, dan pendidikan
nonformal;
j. Penyelenggaraan sistem informasi manajemen pendidikan nasional dan Aceh untuk

------ ~ 121 ~ ------
tingkat kabupaten/kota.
Pasal 17
(1) Kewenangan Pemerintah Aceh dalam bidang pembiayaan pendidikan meliputi:
a. Pengelolaan tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi yang merupakan
pendapatan dalam APBA untuk pendidikan;
b. Pengelolaan Dana Otonomi Khusus yang merupakan pendapatan dalam APBA untuk
pendidikan;
c. Pengaturan alokasi dana pendidikan antara Pemerintah Aceh dan pemerintah
kabupaten/kota;
d. Penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan yang berwawasan
keunggulan sesuai kewenangannya;
e. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
f. Bantuan dana pendidikan kepada satuan dan/atau lembaga pendidikan tinggi yang
dilakukan secara langsung dalam bentuk hibah (blokc grant).
g. Bantuan untuk perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada huruf (f) diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Gubernur.
(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang pembiayaan pendidikan meliputi :
a. penyediaan bantuan biaya penyelenggaraan pendidikan formal, nonformal, dan
pendidikan dayah sesuai kewenangannya;
b. Pembiayaan penjaminan mutu satuan pendidikan sesuai kewenangannya.
Pasal 18
(1) Kewenangan Pemerintah Aceh dalam bidang kurikulum pendidikan meliputi :
a. Koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan menengah;
b. Penyusunan dan sosialisasi kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan formal
dan nonformal sesuai kewenangannya;
c. Sosialisasi dan implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan pendidikan
menengah;
d. Fasilitasi implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada pendidikan formal
dan nonformal;
e. Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai kewenangannya.
(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang kurikulum pendidikan meliputi :
a. Koordinasi dan supervisi pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan dasar;
b. Sosialisasi kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan formal dan nonformal
sesuai kewenangannya;
c. Sosialisasi dan implementasi standar isi dan standar kompetensi lulusan pendidikan
dasar;
d. Sosialisasi dan fasilitasi implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan formal dan nonformal sesuai kewenangannya;
e. Pengawasan dan evaluasi pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada
pendidikan formal dan nonformal;

------ ~ 122 ~ ------
Pasal 19
(1) Kewenangan Pemerintah Aceh dalam bidang sarana dan prasarana pendidikan meliputi:
a. Penetapan standar minimal sarana dan prasarana proses belajar mengajar pada
pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
dayah;
b. Pengawasan pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidikan;
c. Penyusunan, pengawasan, dan penyeleksian penggunaan buku pelajaran pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan dayah.
(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang sarana dan prasarana pendidikan
meliputi:
a. Pengawasan terhadap pemenuhan standar minimal sarana dan prasarana pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan dayah;
b. Pengawasan pendayagunaan bantuan sarana dan prasarana pendidi kan.
c. Pengawasan penggunaan buku pelajaran pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah dan pendidikan dayah.
Pasal 20
(1) Kewenangan Pemerintah Aceh dalam penyediaan dan peningkatan mutu pendidik dan
tenaga kependidikan meliputi :
a. Perencanaan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan pada semua satuan
pendidikan;
b. Pengangkatan, penempatan dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan
PNS untuk semua satuan pendidikan sesuai kewenangannya;
c. Pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan
untuk satuan pendidikan pada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD), pendidikan dayah
dan pendidikan swasta lainnya;
d. Pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian kepala sekolah berstatus Pegawai
Negeri Sipil untuk satuan pendidikan menengah berdasarkan usulan Kepala Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota dan rekomendasi komite sekolah dan pengawas sekolah;
e. Permintaan terhadap kebutuhan kepala sekolah yang berkualitas dari kabupaten/kota
lain di Aceh dengan persetujuan Pemerintah Aceh.
f. Koordinasi dalam penjaringan/seleksi guru dan tenaga kependidikan;
g. Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS antar kabupaten/kota atas
usulan kabupaten/kota;
h. Peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik dan tenaga
kependidikan pada satuan pendidikan;
i. Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan;
j. Pengalokasian dan pendistribusian tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sesuai
dengan kebutuhan.
(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penyediaan dan peningkatan mutu pendidik
dan tenaga kependidikan meliputi:
a. Perencanaan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan pada semua satuan
pendidikan;
b. Pengangkatan, penempatan, dan pemberhentian pendidik dan tenaga kependidikan

------ ~ 123 ~ ------
untuk semua satuan pendidikan di wilayahnya;
c. Pengangkatan dan penempatan kepala sekolah PNS untuk pendidikan anak usia dini
dan pendidikan dasar, berdasarkan usulan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
dan rekomendasi komite sekolah serta pengawas sekolah;
d. Pemindahan pendidik dan tenaga kependidikan PNS dalam kabupaten/kota;
e. Peningkatan kesejahteraan, penghargaan, dan perlindungan pendidik dan tenaga
kependidikan untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan dayah;
f. Pembinaan dan pengembangan pendidik dan tenaga kependidikan untuk pendidikan
anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan dayah;
Pasal 21
(1) Kewenangan Pemerintah Aceh dalam bidang pengendalian mutu pendidikan meliputi :
a. Membantu pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar dan pendidikan menengah;
b. Koordinasi, fasilitasi, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan ujian akhir
sekolah/madrasah dan dayah;
c. Penyediaan biaya penyelenggaraan ujian akhir sekolah/madrasah dan dayah;
d. Pelaksanaan evaluasi pengelolaan satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan;
e. Pelaksanaan evaluasi pencapaian standar pendidikan nasional dan standar
pendidikan Aceh pada setiap satuan pendidikan di Aceh;
f. Membantu pemerintah dalam pelaksanaan akreditasi pendidikan dasar dan
menengah;
g. Pelaksanaan akreditasi pendidikan dayah;
h. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan menengah dalam penjaminan mutu untuk
memenuhi standar pendidikan nasional dan standar pendidikan Aceh;
i. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan bertaraf internasional dalam penjaminan
mutu untuk memenuhi standar internasional;
j. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu setiap satuan pendidikan;
k. Penetapan standar ujian kenaikan kelas pada satuan pendidikan dasar dan
menengah;
l. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud huruf d, g, dan h selanjutnya akan
diatur dalam peraturan gubernur.

(2) Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam bidang pengendalian mutu pendidikan
meliputi :
a. Membantu pelaksanaan ujian nasional pendidikan dasar dan pendidikan menengah;
b. Koordinasi, fasilitasi, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan ujian akhir
sekolah/madrasah dan dayah dalam kabupaten/kota;
c. Membantu biaya penyelenggaraan ujian akhir sekolah/madrasah dan dayah dalam
kabupaten/kota;
d. Pelaksanaan evaluasi pengelolaan, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan pada
pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar dalam kabupaten/kota;
e. Pelaksanaan evaluasi pencapaian standar pendidikan nasional dan standar
pendidikan Aceh pada pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar dalam

------ ~ 124 ~ ------
kabupaten/kota;
f. Membantu pemerintah dalam akreditasi pendidikan nonformal;
g. Supervisi dan fasilitasi satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar dalam
penjaminan mutu untuk memenuhi standar pendidikan nasional dan standar
pendidikan Aceh;
h. Supervisi dan Fasilitasi satuan pendidikan berbasis keunggulan lokal dalam
penjaminan mutu.
i. Evaluasi pelaksanaan dan dampak penjaminan mutu satuan pendidikan dalam
kabupaten/kota.
BAB VI
JALUR, JENIS DAN JENJANG PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 22
(1) Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan informal, formal dan nonformal yang saling
memperkuat dan melengkapi;
(2) Pendidikan formal dan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan oleh Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota, yayasan, badan-
badan sosial, kelompok dan perseorangan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(3) Penyelenggaraan pendidikan formal dan nonformal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan melalui tatap muka dan/atau jarak jauh dengan bantuan teknologi informasi
dan komunikasi.

Pasal 23
Jenis pendidikan terdiri atas :
a. pendidikan umum;
b. pendidikan kejuruan;
c. pendidikan dayah;
d. pendidikan khusus;
e. pendidikan akademik;
f. pendidikan profesi, dan
g. pendidikan vokasi.
Pasal 24
(1) Jenjang Pendidikan merupakan tahapan dalam pendidikan yang berkelanjutan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan pendidikan, serta
keluasan dan kedalaman kemampuan yang dikembangkan.
(2) Jenjang Pendidikan terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan
tinggi.
Bagian Kedua
Pendidikan Anak Usia Dini
Pasal 25
(1) Pendidikan anak usia dini bertujuan membina pertumbuhan dan perkembangan jasmani
dan rohani anak, terutama menanamkan nilai-nilai dasar ajaran Islam, sebagai persiapan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.

------ ~ 125 ~ ------
(2) Pendidikan anak usia dini ditujukan untuk anak-anak berusia 0 sampai dengan 6 tahun
sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar.
(3) Pendidikan anak usia dini untuk anak usia 4-6 tahun dapat berlangsung pada Taman
Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Athfal/Bustanul Athfal (RA/BA), Taman Pendidikan Al-
Quran dan Balee Seumeubeut yang sederajat.
(4) Pendidikan anak usia dini untuk anak usia 2-4 tahun dapat berlangsung pada kelompok
bermain dan tempat penitipan anak.
(5) Pendidikan anak usia dini untuk anak usia 0-2 tahun dititikberatkan pada pengasuhan anak
dan dapat berlangsung dalam keluarga dan/atau masyarakat.
(6) Ketentuan lebih lanjut tentang penyelenggaraan pendidikan anak usia dini diatur dalam
Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Pendidikan Dasar
Pasal 26
(1) Pendidikan dasar merupakan pendidikan yang lamanya belajar sembilan tahun yang
melandasi jenjang pendidikan menengah.
(2) Pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk memperoleh dan
mengembangkan nilai-nilai dasar Islami, pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar
peserta didik yang diperlukan untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan menengah
dan/atau memperoleh bekal hidup.
(3) Lulusan pendidikan dasar bagi peserta didik muslim disyaratkan mampu membaca Al-
Quran.
(4) Penyelenggaraan pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur
dalam peraturan gubernur.
Bagian Keempat
Pendidikan Menengah
Pasal 27
(1) Pendidikan menengah merupakan pendidikan yang masa belajarnya tiga tahun setelah
pendidikan dasar yang meliputi pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah
kejuruan.
(2) Pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk
mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik sesuai dengan nilai-
nilai islam yang diperlukan untuk memasuki pasar kerja, mempersiapkan diri melanjutkan
ke pendidikan tinggi/dayah manyang, dan pengabdian masyarakat.
(3) Pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan pada
Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Madrasah Aliyah
(MA), Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), Dayah Aliyah, atau yang sederajat.
(4) Pendidikan menengah sebagaimana dimaksud ayat (2) diarahkan agar peserta didik
muslim mampu membaca Al-Quran, membaca dan menulis Arab Melayu.
(5) Penyelenggaraan pendidikan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
dalam peraturan gubernur.
Bagian Kelima
Pendidikan Tinggi
Pasal 28
(1) Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang mencakup program
pendidikan diploma, sarjana, profesi, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan
oleh perguruan tinggi.

------ ~ 126 ~ ------
(2) Pendidikan tinggi bertujuan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat
yang memiliki kemampuan akademik, propfesional dan/atau keterampilan vokasional serta
dapat mengembangkan dan menerapkan ajaran agama, ilmu pengetahuan dan teknologi
dan/atau seni.
(3) Program pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh
Perguruan tinggi berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi, akademi, politeknik, dan
dayah manyang.
(4) Perguruan tinggi yang diselenggarakan di Aceh harus memperhatikan falsafah dan nilai-
nilai budaya masyarakat Aceh yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
(5) Perguruan tinggi berfungsi menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
Pasal 29
(1) Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.
(2) Dalam menyelenggarakan pendidikan, pengajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan,
perguruan tinggi memiliki kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik dan
otonomi keilmuan.
(3) Program studi pada perguruan tinggi yang beroperasi di Aceh harus berstatus
terakreditasi paling lama 5 (lima) tahun sejak dimulai.
Bagian Keenam
Pendidikan Nonformal
Pasal 30
(1) Pendidikan nonformal berfungsi sebagai penambah, pelengkap atau sebagai pengganti
pendidikan formal.
(2) Pendidikan nonformal dapat dilaksanakan berjenjang atau tidak berjenjang.
(3) Pendidikan nonformal bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap,
sesuai dengan kebutuhan.
(4) Pendidikan nonformal mencakup pendidikan keaksaraan, kesetaraan, dan vokasional;
(5) Lulusan dan hasil pendidikan nonformal yang lembaganya terakreditasi dapat disetarakan
dengan lulusan/hasil pendidikan formal.
(6) Akreditasi terhadap lembaga pendidikan nonformal sebagaimana dimaksud ayat (5) dilakukan
oleh badan akreditasi.
(7) Ketentuan lebih lanjut tentang badan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan
dalam peraturan gubernur.
Bagian Ketujuh
Pendidikan Informal
Pasal 31
(1) Pendidikan informal merupakan pendidikan yang dilakukan dalam lingkungan keluarga dan
masyarakat yang berlangsung dalam bentuk kegiatan belajar secara mandiri dan islami;
(2) Pendidikan informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk membina dan
menanamkan nilai-nilai kepribadian islami yang berlangsung dalam keluarga dan masyarakat.
Bagian Kedelapan
Pendidikan Dayah
Pasal 32
(1) Pendidikan dayah terdiri atas dayah salafiah dan dayah terpadu/moderen.
(2) Dayah salafiah dan dayah terpadu dapat menyelenggarakan pendidikan formal maupun

------ ~ 127 ~ ------
pendidikan nonformal.
(3) Dayah dapat melaksanakan pendidikan tinggi yang disebut sebagai Dayah Manyang.
(4) Pendidikan dayah dibina oleh Badan Pembinaan Pendidikan Dayah
(5) Dayah dapat memberikan ijazah kepada lulusannya.
(6) Dalam pembinaan pendidikan dayah, Badan Pembinaan Pendidikan Dayah dapat berkoordinasi
dengan Dinas Pendidikan Aceh, Kantor Wilayah Departemen Agama Aceh dan instansi terkait
lainnya
(7) Lembaga pendidikan dayah harus terakreditasi yang dilakukan oleh badan akreditasi yang
dibentuk pemerintah Aceh.
(8) Ketentuan lebih lanjut tentang pendidikan dayah sebagaimana dimaksud dalam pasal ini diatur
dalam Peraturan Gubernur.
Bagian Kesembilan
Pendidikan Luar Biasa dan Pendidikan Inklusi
Pasal 33
(1) Pendidikan luar biasa terdiri dari pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus.
(2) Pendidikan luar biasa bertujuan untuk membantu peserta didik agar mereka mampu
mengembangkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dibutuhkan pada jenis dan
jenjang pendidikan tertentu atau untuk digunakan dalam dunia kerja.
(3) Pendidikan luar biasa dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan
masyarakat.
(4) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota meniadakan hambatanhambatan yang dapat
menghalangi setiap peserta didik untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan dengan
menyediakan pelayanan yang memadai untuk pendidikan luar biasa dan pendidikan inklusi.
(5) Ketentuan lebih lanjut tentang pendidikan luar biasa dan pendidikan inklusi diatur dalam
Peraturan Gubernur.
BAB VII
BAHASA PENGANTAR
Pasal 34
(1) Bahasa pengantar pada semua jenis, satuan, dan jenjang pendidikan adalah bahasa Indonesia.
(2) Bahasa daerah dan bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar pada satuan,
jenis, dan jenjang pendidikan tertentu.
BAB VIII
KURIKULUM
Pasal 35
(1) Kurikulum yang digunakan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan
standar isi nasional dan muatan lokal yang dilaksanakan secara Islam i.
(2) Kurikulum yang dilaksanakan secara islami sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
seluruh proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah.
(3) Kurikulum sekolah/madrasah pada semua jenis dan jenjang pendidikan yang dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) wajib memuat mata pelajaran :
a. Aqidah;
b. Fiqh;

------ ~ 128 ~ ------
c. Al-Quran dan Al-Hadits;
d. Akhlaq dan budi pekerti;
e. Pendidikan Kewarganegaraan;
f. Matematika/berhitung;
g. Ilmu Pengetahuan Alam;
h. Ilmu Pengetahuan Sosial;
i. Pendidikan Ketrampilan, Teknologi informasi dan komunikasi;
j. Bahasa dan Sastra Indonesia;
k. Seni dan Budaya;
l. Bahasa Inggris;
m. Bahasa Arab;
n. Pendidikan Jasmani dan Olahraga.
(4) Kurikulum sekolah/madrasah pada semua jenis dan jenjang pendidikan yang dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) dapat menambah muatan lokal sesuai kebutuhan daerah;
(5) Kerangka dasar, struktur kurikulum, beban belajar, kalender pendidikan dan
kompetensinya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur lebih lanjut oleh masing-
masing Institusi Pembina.
(6) Kurikulum dayah salafiah ditetapkan oleh pimpinan dayah yang bersangkutan
berdasarkan hasil musyawarah pimpinan dayah.
(7) Dayah terpadu/modern yang menyelenggarakan program sekolah/madrasah mengikuti
kurikulum sekolah/mad rasah.
BAB IX
PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN
Pasal 36
(1) Pendidik terdiri dari guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur,
fasilitator, teungku dayah atau sebutan lainnya yang bertugas pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan.
(2) Tenaga kependidikan meliputi tenaga yang berhubungan langsung dengan kegiatan
pengelolaan pendidikan, yang terdiri dari kepala sekolah/madrasah, pimpinan dayah,
pengawas, petugas bimbingan konseling, pengembang kurikulum, pengelola
sekolah/madrasah/dayah, peneliti (di bidang pendidikan), pustakawan, laboran (di bidang
pendidikan), serta petugas media dan teknisi pendidikan.
Pasal 37
(1) Pendidik dan Tenaga Kependidikan harus memiliki kompetensi pedagogis, kepribadian,
sosial, dan profesional serta taat pada kode etik.
(2) Pendidikan bagi guru untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah diselenggarakan
oleh lembaga pendidikan guru yang bermutu dan terakreditasi.
(3) Untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik melalui Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK), pemerintah Aceh memfasilitasi dan bekerjasama dengan lembaga
pendidikan profesi tenaga kependidikan baik di dalam maupun di luar negeri.
(4) Pembinaan profesionalisme pendidik dan tenaga kependidikan dilakukan secara terus
menerus dan terprogram oleh Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/kota dan
lembaga penjaminan mutu pendidikan, di dalam dan/atau di luar negeri.


------ ~ 129 ~ ------
Pasal 38
(1) Setiap pendidik dan tenaga kependidikan berhak atas:
a. penghasilan, jaminan kesejahteraan sosial dan jaminan hari tua sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
b. pengembangan karier untuk peningkatan prestasi kerja;
c. perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas;
d. penghargaan sesuai dengan prestasi kerja;
e. penggunaan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang
kelancaran pelaksanaan tugas;
f. keanggotaan organisasi profesi.
(2) Setiap guru yang bertugas di daerah terpencil atau di sekolah luar biasa (SLB)
memperoleh tunjangan khusus yang besarannya ditetapkan dalam keputusan Gubernur.
a. Setiap pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk:
b. membantu peserta didik agar berkembang sesuai dengan tujuan pendidikan;
c. melaksanakan tugas dan pengabdiannya dengan penuh tanggung jawab;
d. meningkatkan kualitas pribadi, kemampuan dan keterampilan profesional sesuai
dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; dan
e. menjunjung tinggi profesi pendidik dan tenaga kependidikan.
f. mengetahui, memahami, dan menjalankan sistem pendidikan yang islami;
Pasal 39
(1) Syarat-syarat untuk menjadi guru adalah :
a. memiliki kualifikasi akademik sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan sesuai
ketentuan peraturan perundangan;
b. memiliki kompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan sosial yang
dibuktikan melalui hasil uji kompetensi;
c. memiliki akhlak mulia dan mampu membaca Al-quran bagi yang beragama islam;
d. sehat jasmani dan rohani.
e. bebas dari narkoba.
(2) Syarat-syarat untuk menjadi kepala sekolah adalah :
a. memiliki masa kerja paling kurang 10 tahun sebagai guru;
b. berusia paling tinggi 55 tahun pada saat pengangkatan sebagai kepala sekolah;
c. memiliki golongan kepangkatan serendah-rendahnya III/D, kecuali untuk daerah
terpencil serendah-rendah nya golongan III/C;
d. memiliki sertifikat pendidik sebagai guru;
e. memiliki kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, suvervisi, dan sosial
yang dibuktikan melalui hasil uji kompetensi;
f. kualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S1, kecuali untuk daerahdaerah
tertentu di mana tidak tersedia tenaga;
g. mengikuti pendidikan dan pelatihan khusus kepala sekolah yang dilaksanakan di
tingkat provinsi;

------ ~ 130 ~ ------
h. mendapat pertimbangan dari Pengawas Sekolah/Madrasah;
i. sehat jasmani dan rohani;
(3) Kepala sekolah/madrasah diangkat setelah lulus pelatihan khusus kepala sekolah yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh.
(4) Masa jabatan kepala sekolah/madrasah paling lama 4 tahun dan dapat diangkat kembali
untuk paling lama 4 tahun berikutnya.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), setiap saat dapat dievaluasi kinerjanya
oleh pejabat yang berwenang.
(6) Syaratsyarat untuk menjadi pengawas sekolah/madrasah adalah:
a. telah berpengalaman sebagai guru sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun atau
berpengalaman sebagai kepala sekolah/madrasah sekurangkurangnya 4 (empat)
tahun;
b. kualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya S1;
c. memiliki golongan minimal IV/a;
d. batas usia maksimal 51 tahun pada saat diangkat menjadi pengawas.
(7) Telah memiliki sertifikat kelulusan pelatihan khusus pengawas yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Aceh.
Pasal 40
(1) Pengembangan profesionalisme guru pada tingkat TK/RA dan SD/MI dilakukan melalui
kelompok kerja guru (KKG) yang tergabung di dalam organisasi gugus sekolah.
(2) Pengembangan profesionalisme guru pada tingkat SMP/MTs dan SMA/MA/SMK
dilakukan melalui musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).
(3) Pengembangan profesionalisme kepala sekolah/madrasah dilakukan melalui kelompok
kerja kepala sekolah/madrasah (K3S/K3M).
(4) Pengembangan profesionalisme pengawas sekolah/madrasah dilakukan melalui
kelompok kerja pengawas sekolah (KKPS/KKPM).
(5) Pengembangan professionalisme guru pembimbing dilakukan melalui musyawarah guru
pembimbing (MGP).
(6) Pengembangan profesionalisme guru dapat dilakukan melalui pendidikan strata 1 (S1)
kedua pada bidang studi yang berbeda atau melalui pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi di dalam atau luar negeri.
(7) Untuk memenuhi kebutuhan guru sekolah kejuruan, guru yang berminat dapat
mengambil program S1-plus kejuruan.
(8) Pengembangan professionalisme guru dan tenaga kependidikan selain melalui yang
disebutkan pada ayat-ayat di atas dapat pula dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan
pengembangan guru dan tenaga kependidikan.

BABX
SARANA DAN PRASARANA PEN DIDIKAN
Pasal 41
(1) Pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan menjadi tanggung
jawab Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan penyelenggara satuan
pendidikan sesuai dengan status dan kewenangannya.
(2) Masyarakat ikut berpartisipasi membantu penyediaan dan pemeliharaan sarana dan

------ ~ 131 ~ ------
prasarana pendidikan.
Pasal 42
(1) Setiap satuan pendidikan memenuhi kriteria minimum sarana dan prasarana pendidikan
sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
(2) Setiap satuan pendidikan bertanggungjawab atas pengelolaan pemeliharaan sarana
dan prasarana pendidikan yang berada di bawah kewenangannya.

BAB XI
PENDANAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Tanggung Jawab Pendanaan
Pasal 43
(1) Pendanaan pendidikan di Aceh merupakan tanggung jawab bersama antara
Pemerintah, Pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota, dan masyarakat.
(2) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% (dua puluh persen) dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Aceh (APBA) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja kabupaten/kota
(APBK) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan di Aceh.
(3) Alokasi APBA/APBK untuk pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya
diperuntukkan bagi penyelenggaraan pendidikan pada tingkat
sekolah/madrasah/dayah.
(4) Pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
dilakukan secara proporsional yang ditetapkan dengan Qanun APBA dan APBK setiap
tahun anggaran.
Bagian Kedua
Sumber Pendanaan Pendidikan
Pasal 44
(1) Sumber pendanaan pendidikan Aceh dan kabupaten/kota berasal dari Pendapatan Asli
Daerah, Dana Perimbangan, tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi, Dana
Otonomi Khusus, dan lain-lain pendapatan yang sah.
(2) Sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari pendapatan Pemerintah Aceh yang
berasal dari tambahan Dana Bagi Hasil minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dialokasikan untuk membiayai pendidikan di Aceh.
(3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dapat menerima hibah dan pinjaman
dari dalam dan/atau luar negeri untuk pembangunan pendidikan sesuai peraturan
perundang-undangan.
Pasal 45
Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dapat membentuk Dana Abadi Pendidikan
untuk menjamin kelangsungan pembiayaan pendidikan Aceh/kabupaten/kota yang diatu r
dengan Qanun tersendi ri.
Bagian Ketiga
Pengelolaan Dana Pendidikan
Pasal 46
(1) Pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip keadilan, efisiensi,
transparansi, dan akuntabilitas publik sesuai peraturan perundangundangan.

------ ~ 132 ~ ------
(2) Pengelolaan dana pendidikan pada satuan pendidikan sekolah/madrasah yang berasal
dari semua sumber penerimaan ditetapkan dalam rencana anggaran pendapatan dan
belanja sekolah/madrasah (RAPBS/M) atas hasil musyawarah dewan guru dengan
komite sekolah/madrasah dan mendapat persetujuan dari dinas pendidikan
kabupaten/kota.
(3) Pengelolaan dana pendidikan pada satuan pendidikan dayah yang berasal dari semua
sumber penerimaan ditetapkan dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja
dayah (RAPB Dayah) atas hasil musyawarah pimpinan dan tengku dayah dengan
disetujui oleh instansi pembina di kabupaten/kota.
(4) Pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari tambahan dana bagi hasil minyak dan
gas bumi dilakukan sepenuhnya oleh Pemerintah Aceh.
(5) Pengelolaan dana pendidikan yang berasal dari dana otonomi khusus diadministrasikan
pada Pemerintah Aceh.
(6) Dalam pengelolaan dana dekonsentrasi dan dana tugas pembantuan bidang pendidikan
yang bersumber dari APBN, Pemerintah Aceh berwenang melakukan koordinasi
terhadap perencanaan dan pelaksanaannya sesuai peraturan perundang-undangan.
(7) Pengelolaan dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3),
dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Aceh dalam APBA.
(8) Pelaksanaan teknis terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh masing-masing instansi pembina.
Bagian Keempat
Pemanfaatan Tambahan Dana Bagi Hasil Minyak
dan Gas Bumi untuk Pendidikan
Pasal 47
(1) Pengalokasian dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2)
dilakukan sebagai berikut:
a. Paling banyak 40% (empat puluh persen) dialokasikan untuk program dan
kegiatan pendidikan pemerintah Aceh;
b. Paling sedikit 60% (enam puluh persen) dialokasikan untuk program dan kegiatan
pendidikan pemerintah kabupaten/kota.
(2) Alokasi dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan
berdasarkan alokasi dasar (foundation grant) dan alokasi formula (formula based
grants).
(3) Tata cara pengusulan dan pengalokasian plafon dana pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 48
(1) Alokasi dana sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 ayat (2) didasarkan pada
kebutuhan biaya riil per siswa per kabupaten/kota untuk penyelenggaraan wajib
belajar 12 tahun.
(2) Alokasi berdasarkan formula sebagaimana dimaksud pada Pasal 47 ayat (2)
didasarkan pada unsur-unsur keseim bangan antarkabupaten/kota, luas wilayah serta
persentase alokasi APBK masing-masing kabupaten/kota.
(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (2) dan Pasal 48
diatur dengan Peraturan Gubernur.

------ ~ 133 ~ ------
Pasal 49
(1) Dana pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (4) dapat digunakan
untuk peningkatan kapasitas aparatur, tenaga pendidik, pemberian beasiswa baik ke
dalam maupun ke luar negeri dan kegiatan pendidikan lainnya sesuai dengan skala
prioritas.
(2) Pemanfaatan dana pendidikan oleh Pemerintah Aceh sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada prinsip kecukupan (adequacy), hemat (efficiency), dan
pemerataan (equity).
(3) Dana pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk membiayai
program pengembangan satuan pendidikan bertaraf internasional, bantuan
operasional sekolah, bantuan untuk lembaga pendidikan anak usia dini, bantuan
untuk pendidikan nonformal, bantuan untuk pendidikan formal dayah, pemberian
beasiswa, bantuan untuk peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan, serta
bantuan lain dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di Aceh.
(4) Program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun berdasarkan skala
prioritas sesuai dengan rencana strategis pembangunan pendidikan Aceh.
(5) Program pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan
oleh Pemerintah Aceh dan/atau dapat dilaksanakan melalui pemerintah
kabupaten/kota dan/atau langsu ng melalui satuan pendidikan.
(6) Program pendidikan yang disepakati bersama antara Pemerintah Aceh dengan
pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 39 ayat (1) huruf b
merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Provinsi.
Pasal 50
(1) Pengelolaan tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi untuk pendidikan
dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Aceh dalam pertanggungjawaban APBA.
(2) Pemerintah kabupaten/kota mempertanggu ngjawabkan penggu naan dana
pendidikan yang berasal dari tambahan dana bagi hasil minyak dan gas bumi kepada
Pemerintah Aceh.
Bagian Kelima
Pemanfaatan Dana Otonomi Khusus untuk Pendidikan
Pasal 51
(1) Sebagian Dana Otonomi Khusus digunakan untuk membiayai program
pembangunan pendidikan dalam rangka pelaksanaan Rencana Strategis Pendidikan
Aceh.
(2) Program pembangunan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditempatkan pada program pembangunan provinsi dan kabupaten/kota untuk
mencapai keseimbangan kemajuan pembangunan pendidikan antarkabu paten/kota.
(3) Program pembangunan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibiayai
dengan anggaran otsus Provinsi sekurang-kurangnya 20% dan kabupaten/kota
masing-masing 20%.
(4) Pengelolaan dana otonomi khusus untuk pendidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dan ayat (3) dipertanggungjawabkan oleh Pemerintah Aceh dalam
pertanggungjawaban APBA.
Pasal 52
(1) Program pembangunan pendidikan kabupaten/kota yang menggunakan dana

------ ~ 134 ~ ------
otonomi khusus diusulkan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk mendapatkan
persetujuan dari Pemeri ntah Aceh.
(2) Tata cara pengusulan dan pelaksanaan program pendidikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 53
(1) Kegiatan pengelolaan keuangan dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan di
kabupaten/kota yang menggunakan dana otonomi khusus diselenggarakan secara
terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan APBK lainnya dan
kegiatan dalam rangka desentralisasi dan tugas pembantuan.
BAB XII
PENGELOLAAN PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota menjalankan kebijakan nasional
dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan di Aceh.
(2) Pemerintah Aceh menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan
pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah untuk dikembangkan
menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
(3) Pemerintah kabupaten/kota menyelenggarakan sekurang -kurang nya satu sekolah
dasar bertaraf internasional dan dapat mengembangkan satuan pendidikan pada
jenjang pendidikan menengah menjadi satuan pendidikan yang bertaraf
internasional.
Pasal 55
(1) Pengelolaan pendidikan kedinasan di bawah kementerian/lembaga vertikal menjadi
tanggung jawab instansi yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku.
(2) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota dapat memberi bantuan
pembiayaan dan bantuan sarana prasarana kepada instansi pengelola pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 56
(1) Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/madrasah sesuai peraturan perundang-undangan.
(2) Pengelolaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pengembangan, pengawasan dan evaluasi.
Bagian Kedua
Pengelolaan Pendidikan pada tingkat Sekolah
Pasal 57
(1) Pengelolaan satuan pendidikan formal pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sesuai dengan
kekhasan agama, sosial, dan budaya.
(2) Pelaksanaan pengelolaan satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan penerapan Rencana Pengembangan Sekolah (RPS), Rencana
Kerja Tahunan (RKT) dan Rencana Anggaran dan Belanja Sekolah (RAPBS).

------ ~ 135 ~ ------
(3) Pengelolaan satuan pendidikan nonformal menerapkan manajemen berbasis
masyarakat sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan budaya;
(4) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota berkewajiban mengawasi dan
mengevaluasi pengelolaan pendidikan pada tingkat Sekolah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).

Bagian Ketiga
Pembinaan Kesiswaan
Pasal 58
(1) Pembinaan kesiswaan diselenggarakan sebagai bagian dari pelaksanaan pendidikan
dan pengembangan generasi muda.
(2) Pembinaan kesiswaan diselenggarakan oleh sekolah/madrasah/dayah bersama
pemerintah Aceh, pemerintah kabupaten/kota dan masyarakat.
(3) Pembinaan kesiswaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dilaksanakan melalui organisasi kesiswaan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
(4) Pembinaan kesiswaan dalam bentuk konseling dilakukan oleh guru pembimbing.
Bagian Keempat
Penyelenggaraan Pendidikan Asing
Pasal 59
(1) Lembaga penyelenggara pendidikan asing yang beroperasi di Aceh wajib
memperoleh izin dari Departemen Pendidikan Nasional berdasarkan rekomendasi
dari Pemerintah Aceh.
(2) Lembaga penyelenggara pendidikan asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
melaksanakan kegiatannya sesuai dengan peraturan perundangundangan.
(3) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota memantau dan mengevaluasi
satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga asing.
Pasal 60
(1) Satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga nonmuslim mengikuti
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pendirian satuan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah
mendapat izin dari Pemerintah Aceh.
Bagian Kelima
Data dan Informasi Pendidikan
Pasal 61
(1) Perencanaan pembangunan pendidikan harus didasarkan pada data dan informasi
yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
(2) Pemerintah Aceh mengembangkan dan melaksanakan Sistem Informasi Manajemen
Pendidikan Aceh.
(3) Sistem Informasi Manajemen Pendidikan Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikembangkan kompatibel dengan Sistem Informasi Manajemen Pendidikan
Nasional.



------ ~ 136 ~ ------
BAB XIII
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENDIDIKAN
Pasal 62
(1) Masyarakat mempunyai hak dan kewajiban untuk berperanserta dalam
penyelenggaraan dan peningkatan mutu pendidikan di Aceh.
(2) Peranserta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
melalui Majelis Pendidikan Daerah, Komite Sekolah/Madrasah dan/atau lembaga
kemasyarakatan lai nnya.
Pasal 63
(1) Dalam rangka peningkatan peranserta masyarakat dalam pendidikan, pada setiap
satuan pendidikan dibentuk komite sekolah/madrasah.
(2) Pembentukan dan peranserta komite sekolah/mad rasah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangundangan.
BAB XIV
HARI BELAJAR DAN HARI LIBUR SEKOLAH
Pasal 64
(1) Hari belajar, hari libur, dan jumlah jam belajar efektif ditetapkan dengan Keputusan
Gubernur dengan memperhatikan kalender Pendidikan Nasional.
BAB XV
PENGAWASAN, PEMANTAUAN, EVALUASI dan
AKREDITASI PENDIDIKAN
Bagian Kesatu
Pengawasan Penyelenggaraan Pendidikan
Pasal 65
(1) Pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan untuk menjamin
prinsip transparansi, akuntabilitas, dan berkesinambungan dalam penyelenggaraan
pendidikan.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah,
Pemerintah Aceh, Pemerintah kabupaten/Kota, dan masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 66
(1) Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota bertanggungjawab atas
terselenggaranya pengawasan yang efektif terhadap penyelenggaraan pendidikan
pada semua jenjang dan jenis pendidikan sesuai kewenangannya.
(2) Pengawasan terhadap satuan pendidikan dilakukan secara berjenjang dari tingkat
provinsi hi ngga kabu paten/kota.
Pasal 67
(1) Pengawasan proses belajar mengajar pada masing-masing satuan pendidikan
dilaksanakan oleh pengawas sesuai dengan bidang studi dan jenjang pendidikan di
bawah koordinasi pengawas tingkat provinsi atau kabupaten/kota sesuai
kewenangannya.
Bagian Kedua
Pemantauan dan Evaluasi
Pasal 68
(1) Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/kota melaksanakan pemantauan dan

------ ~ 137 ~ ------
evaluasi atas penyelenggaraan pendidikan sesuai kewenangannya.
(2) Pemantauan dan evaluasi pendidikan dilakukan terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan, pencapaian sasaran dan tujuan yang direncanakan, dan
pertanggungjawaban penggunaan dana.
(3) Pemantauan dan evaluasi pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)
dilakukan secara sistematik berdasarkan indikator kinerja yang terukur.
(4) Pemantauan dan evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, pendidik, tenaga
kependidikan, satuan kerja/lembaga penyelenggara pendidikan, dan program
pendidikan untuk semua jenjang, satuan, dan jenis sekolah.
(5) Pelaksanaan pemantauan dan evaluasi pendidikan di Aceh dilakukan oleh
badan/lembaga/satuan kerja pemerintahan sesuai peraturan peru ndangundangan.
(6) Tata cara pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2), (3),
(4), dan (5) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Pasal 69
(1) Penilaian hasil belajar peserta didik dilakukan melalui ujian sekolah/madrasah dan
ujian nasional.
(2) Penilaian melalui ujian sekolah/madrasah dilakukan secara kumulatif yang mencakup
aspek pengetahuan, sikap, akhlak dan ketrampilan.
(3) Kelulusan peserta didik merupakan gabungan hasil ujian sekolah/madrasah dan
ujian nasional.
(4) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)
ditetapkan dengan Peraturan Gubernur.
Bagian Ketiga
Akreditasi
Pasal 70
(1) Akreditasi terhadap badan dan satuan pendidikan sekolah dan dayah dilakukan oleh
pemerintah Aceh dan/atau Badan Akreditasi Propinsi (BAP).
(2) Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
BAB XVI
LARANGAN DAN SANKSI
Pasal 71
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat (3)
berakibat pada jumlah alokasi bantuan pada program studi yang bersangkutan.
(2) Pelanggaran terhadap pasal 59 ayat (1) dan (2) dikenakan penghentian operasional,
pencabutan rekomendasi dan/atau usu lan pembatalan izi n.
(3) Penghentian operasional sebagaimana dimaksud ayat (2) dilaksanakan paling lama
1 (satu) bulan setelah diberikan teguran tertulis.
(4) Pencabutan rekomendasi dan/atau usulan pembatalan izin sebagaimana dimaksud
ayat (2) dilaksanakan paling lama 1 (satu) bulan setelah penghentian operasional.
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 72
Penyelenggara dan/atau satuan pendidikan yang telah ada pada saat qanun ini
diundangkan tetap berlaku dengan melakukan penyesuaian berdasarkan qanun ini paling
lama 2 (dua) tahun.


------ ~ 138 ~ ------
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 73
Pada saat Qanun ini mulai berlaku, Qanun Aceh Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan (Lem baran Daerah Provi nsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam Nomor 17) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Qanun ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan qanun ini dalam
lembaran daerah.

Ditetapkan di Banda Aceh
pada tanggal, 18 Juli 2008
15 Rajab 1429

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM


IRWANDI YUSUF

Diundangkan di Banda Aceh
pada tanggal, 21 Juli 2008
18 Rajab 1429

SEKRETARIS DAERAH
NANGGROE ACEH DARUSSALAM

HUSNI BAHRI TOB

LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM TAHUN 2008 NOMOR 05

------ ~ 139 ~ ------
PENJELASAN
ATAS
QANUN ACEH
NOMOR 5 TAHUN 2008
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN
I. UMUM
Kehidupan masyarakat Aceh yang berlandaskan syariat Islam dan keistimewaan dalam dalam kehidupan
beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan telah memberi inspirasi utama
dalam penyelenggaraan pendidikan, tidak saja dalam rangka sistem pendidikan nasional, tapi juga dalam
pelaksanaan kekhususan tersebut.
Reformasi pendidikan di Aceh merupakan faktor penting untuk memungkinkan peningkatan pendapatan
dan penciptaan lapangan kerja. Demikian juga, konflik yang panjang dan ketidakstabilan politik yang baru
saja berakhir telah menyebabkan kerusakan yang besar terhadap pendidikan dan infrastruktur sosial
lainnya. Sumber daya tambahan yang tersedia berkaitan dengan upaya pemulihan dan rehabilitasi Aceh
pasca tsunami dan resolusi konflik memberikan sebuah landasan untuk menggunakan pendidikan sebagai
katalis utama dalam pengembangan sosial dan ekonomi.
Kedalaman dan keragaman dasar sumber daya manusia di Aceh merupakan kunci utama dalam
meningkatkan daya saing ekonomi yang terus meningkat baik pada tataran nasional maupun regional dan
global. Meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelatihan merupakan hal yang sentral
dalam kebijakan pendidikan di Aceh baik melalui pendekatan formal maupun non formal. Tujuan umumnya
adalah mengembangkan kemampuan baca (literacy), tingkat pendidikan dan keterampilan, baik angkatan
kerja yang sudah ada maupun yang akan ada.
Tujuan utama pendidikan di Aceh adalah mempercepat pencapaian tujuan dan target kebijakan nasional
mengenai pendidikan untuk semua (education for all), dalam rangka pelaksanaan pesan Undang-undang
pemerintahan Aceh Nomor 11 Tahun 2006 yaitu setiap penduduk Aceh berhak mendapat pendidikan yang
bermutu dan Islami sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diselenggarakan
atas dasar prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai
islami, budaya, dan kemajemukan bangsa (Pasal 216 ayat (1) dan (2)).
Isi utama yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No.11 Tahun 2006
adalah menjamin terlaksananya sistem pendidikan yang berbasis nilai Islami dan menjamin semua lulusan
sekolah menengah dan perguruan tinggi dapat bersaing di pasar kerja global, regional, dan nasional serta
menjadi dorongan untuk membangun kehidupan sosial ekonomi, politik, dan kehidupan masyarakat Aceh
lebih baik.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas Pasal 2
Cukup Jelas Pasal 3
Cukup Jelas Pasal 4
Cukup Jelas Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6

------ ~ 140 ~ ------
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
Cukup Jelas
Pasal 9
Ayat (1)
huruf a
Dalam hal tidak ada guru agama, maka pemerintah wajib menyediakan guru agama.
Huruf b
Cukup Jelas huruf c
Cukup Jelas hurufd
Cukup Jelas huruf e
Cukup Jelas
huruff
Cukup Jelas hurufg
Cukup Jelas
Ayat (2)
huruf a
Cukup Jelas hurufb
Cukup Jelas huruf c
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Huruf a
Cukup Jelas
Huruf b
Adil, merata adalah semua peserta didik dijamin mendapatkan layanan dan kesempatan pendidikan tanpa
diskriminasi.
Huruf c
Cukup Jelas Hurufd
Cukup Jelas Huruf e

------ ~ 141 ~ ------
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
Hurufb
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
hurufd
Pendidikan Berwawasan Keunggulan adalah pendidikan yang mempunyai nilai plus, baik kurikulum, PBM,
sarana dan prasarana, lulusan dan islami.
Huruf e
Cukup Jelas
Huruff
Cukup Jelas
Hurufg
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas
Hurufb
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas

------ ~ 142 ~ ------
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Huruf a
Pendidikan umum merupakan pendidikan untuk memperluas pengetahuan, mengembangkan keterampilan
hidup yang bersifat universal, dan membentuk kepribadian peserta didik.
Huruf b
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Huruf c
Pendidikan dayah merupakan pendidikan yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan ahli dalam ilmu Agama Islam yang diselenggarakan di dayah/pasantren
dengan sistem pemondokan.
Hurufd
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang
kelainan fisik, emosional, mental, intelektual serta sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
Huruf e
Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang dimaksudkan terutama untuk menguasai, menerapkan,
mengembangkan, atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Huruff
Pendidikan profesi merupakan pendidikan yang diarahkan pada penguasaan dan penerapan keahlian pada
profesi tertentu.
Hurufg
Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang diarahkan pada penguasaan keterampilan/keahlian
tertentu.
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pendidikan dasar adalah pendidikan yang lamanya belajar 9 tahun, terdiri dari 6
tahun pada sekolah dasar (SD)/madrasah ibtidaiyah (MI)/dayah ibtidaiyah (DI), atau bentuk lain yang
sederajat serta 3 tahun pada sekolah menengah pertama (SMP)/madrasah tsanawiyah (MTs)/dayah
tsnanawiyah (DTs) atau bentuk lainnya yang sederajat.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)

------ ~ 143 ~ ------
Cukup Jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Pendidikan Menengah yang masa belajarnya 3 (tiga) tahun dapat diselesaikan dalam waktu kurang dari 2
(dua) tahun melalui program akselerasi yang akan diatur melalui keputusan Kepala Dinas.
Ayat (2)
Cukup Jelas Ayat (3)
Cukup Jelas Ayat (4)
Cukup Jelas Ayat (5)
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup Jelas
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Muatan Lokal yaitu:
Sejarah kebudayaan Islam;
Sejarah dan Budaya Aceh;
Bahasa Daerah;
Tulisan Arab Melayu dan mata pelajaran lain yang dibutuhkan;

------ ~ 144 ~ ------
Khusus untuk Sekolah Menengah Kejuruan ditambah dengan mata pelajaran produktif sesuai dengan
program keahlian dan kejuruannya.
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Yang dimaksud Musyawarah Pimpinan Dayah adalah Musyawarah Organisasi Pimpinan Dayah se Aceh.
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas.
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Ayat (1)
huruf c
Yang dimaksud perlindungan hukum dalam pelaksanaan tugas yaitu apabila seorang guru menerapkan
kedisiplinan dalam batas-batas tidak melanggar HAM maka pemerintah wajib melindunginya.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Pasal 39
Ayat (1)
Huruf a
Cukup Jelas
hurufb
Uji kompetensi dilakukan oleh lembaga tertentu yang akan ditetapkan dengan keputusan Kepala Dinas.
Huruf c
Cukup Jelas Hurufd
Cukup Jelas Huruf e
Cukup Jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup Jelas Huruf b
Cukup Jelas Huruf c
Cukup Jelas Hurufd
Cukup Jelas Huruf e

------ ~ 145 ~ ------
Cukup Jelas Huruff
Cukup Jelas Hurufg
Cukup Jelas Huruf h
Cukup Jelas Hurufi
Cukup Jelas
Ayat (3)
Cukup Jelas
Ayat (4)
Cukup Jelas
Ayat (5)
Cukup Jelas
Ayat (6)
Huruf a
Cukup Jelas Huruf b
Cukup Jelas
Huruf c
Cukup Jelas
Hurufd
Cukup Jelas
Ayat (7)
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas Pasal 41
Cukup Jelas Pasal 42
Cukup Jelas Pasal 43
Cukup Jelas Pasal 44
Cukup Jelas Pasal 45
Cukup Jelas Pasal 46
Cukup Jelas Pasal 47
Cukup Jelas Pasal 48
Cukup Jelas Pasal 49
Cukup Jelas Pasal 49
Cukup Jelas Pasal 50
Cukup Jelas Pasal 51
Cukup Jelas Pasal 52
Ayat (1)

------ ~ 146 ~ ------
Cukup Jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku adalah Qanun Nomor 2 Tahun 2008
tentang Tatacara Pengalokasian Tambahan Dana Bagi Hasil Migas dan Penggunaan Dana Otsus, dan
Peraturan Perundang-undangan lainnya.
Pasal 53
Cukup Jelas Pasal 54
Cukup Jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Satuan Pendidikan dibawah kementrian/lembaga vertikal adalah sekolah-sekolah
kedinasan, akademi, dan perguruan tinggi yang pendanaannya yang berasal dari APBN.
Ayat (2)
Cukup Jelas
Pasal 56
Cukup Jelas Pasal 57
Cukup Jelas Pasal 58
Cukup Jelas Pasal 59
Cukup Jelas Pasal 60
Cukup Jelas Pasal 61
Cukup Jelas Pasal 62
Cukup Jelas Pasal 63
Cukup Jelas Pasal 64
Cukup Jelas Pasal 65
Cukup Jelas Pasal 66
Cukup Jelas Pasal 67
Cukup Jelas Pasal 68
Cukup Jelas Pasal 69
Cukup Jelas Pasal 70
Cukup Jelas Pasal 71
Cukup Jelas Pasal 72
Cukup Jelas Pasal 73
Cukup Jelas

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 15

------ ~ 147 ~ ------

------ ~ 148 ~ ------

Anda mungkin juga menyukai