1Muhammad al-Ghazali, Kaifa Nta’ amal ma’a al-Qur’an, (Mansoura: Dar al-Wafa’ li al-Thiba’ah wa al-Nasr
wa al-Tawzi’, 19920, cet.III,h.77
2Ibid
3Ibid
Karakter manusia yang mencerminkan cinta dan kasih sayang pun tetap melambangkan
karakter manusia sepanjang zaman pula.
Al-Qur’an merupakan kitab mu’jizat yang banyak menceritakan perilaku manusia. Al-
Qur’an menceritakan hal itu untuk kemudian kita fungsikan sebagaimana fungsi al-Qur’an.
Yaitu sebagai kunci-kunci pembuka terhadap berbagai permasalahan yang berlaku hingga
hari kiamat. Dari sini kita dapat memastikan ketidakmungkinan adanya sesuatu yang lahir
pada zaman tertentu, lalu al-Qur’an tidak mampu menyelesaikan atau menanggapinya. Sebab
cara turunnya al-Quran merupakan pemecahan terhadap berbagai bentuk permasalahan yang
muncul dan langsung bersentuhan dengan kejadian, peristiwa, dan permasalahannya.4
Ada kemungkinan kita pernah menjumpai sebuah ayat yang akan kita gunakan
sebagai jalan keluar terhadap suatu masalah dan pada saat yang sama, kita berpendirian
bahwa ayat tersebut mansukh setelahdigunakan sebagai pemecah masalah pada kehidupan
sosial masa Nabi SAW. Hal ini berarti bahwa permasalahan yang tidak pernah terulang lagi
pada kehidupan sosial lainnya. Dengan demikian kita tidak membutuhkan ayat tersebut
sebagai pemecah masalah, ayat atau ayat tersebut tidak berlaku karena perannya telah selesai,
dan individu atau kondisi yang bertahan dengan ayat tersebut sudah lenyap. Hal ini tidak ada
dalam al-Qur’an.
Sebagian orang berpendapat bahwa sebagian ayat yang diturunkan karena suatu
kondisi tertentu, atau berkaitan dengan suatu masalah kemanusiaan, dan ayata tersebut
diungkapkan sebagai pemecah masalah, telah mansukh disebabkan berubahnya keadaan.
Orang semacam ini suatu saat akan menemui masalah sosial yang sama muncul dalam situasi
yang berbeda. Oleh karena itu, saya menyalahkan sikap yang deikian, karena hal ini mirip
dengan larangan menyimpan sebagian daging korban yang sebenarnya pengertiannya tidak
demikian. Hukum yang baku dalam masalah ini adalah, bila daging korban sedikit, maka kita
harus membagikan semuanya. Namun, bila daging korban banyak, kita boleh menyimpan
sebagian darinya. Merupakan kesalahan fatal bila kita mengakatan bahwa menyimpan daging
korban pada dasarnya dilarang, kemudian dibolehkan dibolehkan. Ini tidak benar, sekaligus
sebagai bahan perbhatian bagi orang yang menggangap bahwa masalah tersebut sebenarnya
dilarang. Kemudian, setelah adanya nash, diperbolehkan.
Hal inilah yang akan saya katakan, bahwa kejadian atau peristiawa selalu berputar dan
berulang. Dengan demikian ayat-ayat al-Quran kekal bersamaan dengan kekalnya suatu
4Ibid., h.79.
kejadian atau peristiwa. Pendapat bahwa meniadakan sebagian ayat, dengan dalih nash perlu
dikaji ulang.5
B. Memahami Naskh dalam al-Qur’an
Pada prinsipnya, pandangan para ulama kontemporer berbeda dengan pengerian yang
banyak dikemukakan sebagian mufassir dalam masalah naskh, yang dalam artian
mndisfungsikan ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an. Ada juga yang berpendapat, seperti
seorang ahli sjarawan dan ahli fikih, yaitu al-Ustadz al-Khudri. 6 Ia menolak naskh dan sama
sekai tidak ada naskh dalam al-Qur’an, yang ada adalah ‘am-khas, taqyid-mutlaq atau tafsil-
mujmal. Syeh Rasyid Ridza juga sependapat dengannya. Ia juga mengomentari sebuah ayat
yang berbunyi:
5Ibid., h.80.
6Muhammad al-Khudri Bik berasal dari mesir dan bekerja sebagai pengawas di Kementerian Pendidikan juga
sebagai pengajar Sejarah Islam di Universitas Mesir pada tahun 1938
9Ibid., 85