Anda di halaman 1dari 4

TUGAS AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah : Bahasa Arab


Dosen Pengampu: Dr.

TERJEMAH KITAB KAIFA NATA’AMAL MA’A QUR’AN hal 77 - 87


Karya : Muhammad al-Ghazali
Oleh: M. Assyafi’ Syaikhu Zuhri

Keabadian al-Qur’an ......


Dari muslimat hingga muslimin, dari dulu hingga sekarang, umat islam telah sepakat
bahwa al-Qur’an adalah kitabullah yanng kekal, tidak terbatas pada dimensi ruang dan waktu
dan tidak ada sedikitpun keraguan. Al-Qur’an juga diakui sebagai teman berdialog yang
sempurna dan diturunkan sebagai gambaran cara yang benar bagi setiap orang dan
memberikan jalan keluar dari berbagai kesulitan dan masalah yang dihadapi manusia. Asbab
al-Nuzul (sebab-sebab turunnya al-Qur’an) menjadi contoh yang jelas dan kongret sebagai
penjelasan nash yang turun bersamaan adanya peristiwa atau kejadian. 1 Seperti yang
dikatakan Ulama’:
Permasalahan Hujan dan Gempa
Selama keabadian adalah suatu sifat al-Qur’an al-Karim, maka ini adalah tanda-tanda
akhir. Masalah yang muncul kemudian berangkat dari kekalnya al-Qur’an, dari sisi yang lain
juga berarti kekalnya kesulitan dan masalah-masalah yang dihadapi manusia. Al-Qur’an yang
abadi tersebut juga berfungsi sebagai pemecah masalah, meskipun berbeda bentuk dan
coraknya. Dari kekalnya al-Qur’an, manusia juga dituntut untuk menjadikannya sebagai jalan
keluar ataupun pemecah masalah yang kekal juga.2
Kekalnya al-Qur’an berarti ia mampu menjawab persoalan atau permasalahan yang
ada dari berbagai segi. Sama halnya dengana kekalnya ayat al-Quran yang mencangkup
segala permasalahan yanag ada, keduanya seakan mengkristal dalam satu wadah. Al-Qur’an
akan selalu dibutuhkan guna amemahami dinamikaa kemausiaan, seperti kekufuran, munafik,
jatuh, bangkit dan lain sebagainnya.3
Gambaran manusia sepanjang zaman tidak lepas dari keadaan yang telah digambarkan
oleh al-Qur’an. Apa yang yang digambarkan oleh al-Qur’an tentang generasi masa permulaan
islam juga berlaku pada saat ini dan sampai akhir zaman, baik keingkaran maupun ketaatan.

1Muhammad al-Ghazali, Kaifa Nta’ amal ma’a al-Qur’an, (Mansoura: Dar al-Wafa’ li al-Thiba’ah wa al-Nasr
wa al-Tawzi’, 19920, cet.III,h.77

2Ibid

3Ibid
Karakter manusia yang mencerminkan cinta dan kasih sayang pun tetap melambangkan
karakter manusia sepanjang zaman pula.
Al-Qur’an merupakan kitab mu’jizat yang banyak menceritakan perilaku manusia. Al-
Qur’an menceritakan hal itu untuk kemudian kita fungsikan sebagaimana fungsi al-Qur’an.
Yaitu sebagai kunci-kunci pembuka terhadap berbagai permasalahan yang berlaku hingga
hari kiamat. Dari sini kita dapat memastikan ketidakmungkinan adanya sesuatu yang lahir
pada zaman tertentu, lalu al-Qur’an tidak mampu menyelesaikan atau menanggapinya. Sebab
cara turunnya al-Quran merupakan pemecahan terhadap berbagai bentuk permasalahan yang
muncul dan langsung bersentuhan dengan kejadian, peristiwa, dan permasalahannya.4
Ada kemungkinan kita pernah menjumpai sebuah ayat yang akan kita gunakan
sebagai jalan keluar terhadap suatu masalah dan pada saat yang sama, kita berpendirian
bahwa ayat tersebut mansukh setelahdigunakan sebagai pemecah masalah pada kehidupan
sosial masa Nabi SAW. Hal ini berarti bahwa permasalahan yang tidak pernah terulang lagi
pada kehidupan sosial lainnya. Dengan demikian kita tidak membutuhkan ayat tersebut
sebagai pemecah masalah, ayat atau ayat tersebut tidak berlaku karena perannya telah selesai,
dan individu atau kondisi yang bertahan dengan ayat tersebut sudah lenyap. Hal ini tidak ada
dalam al-Qur’an.
Sebagian orang berpendapat bahwa sebagian ayat yang diturunkan karena suatu
kondisi tertentu, atau berkaitan dengan suatu masalah kemanusiaan, dan ayata tersebut
diungkapkan sebagai pemecah masalah, telah mansukh disebabkan berubahnya keadaan.
Orang semacam ini suatu saat akan menemui masalah sosial yang sama muncul dalam situasi
yang berbeda. Oleh karena itu, saya menyalahkan sikap yang deikian, karena hal ini mirip
dengan larangan menyimpan sebagian daging korban yang sebenarnya pengertiannya tidak
demikian. Hukum yang baku dalam masalah ini adalah, bila daging korban sedikit, maka kita
harus membagikan semuanya. Namun, bila daging korban banyak, kita boleh menyimpan
sebagian darinya. Merupakan kesalahan fatal bila kita mengakatan bahwa menyimpan daging
korban pada dasarnya dilarang, kemudian dibolehkan dibolehkan. Ini tidak benar, sekaligus
sebagai bahan perbhatian bagi orang yang menggangap bahwa masalah tersebut sebenarnya
dilarang. Kemudian, setelah adanya nash, diperbolehkan.
Hal inilah yang akan saya katakan, bahwa kejadian atau peristiawa selalu berputar dan
berulang. Dengan demikian ayat-ayat al-Quran kekal bersamaan dengan kekalnya suatu

4Ibid., h.79.
kejadian atau peristiwa. Pendapat bahwa meniadakan sebagian ayat, dengan dalih nash perlu
dikaji ulang.5
B. Memahami Naskh dalam al-Qur’an
Pada prinsipnya, pandangan para ulama kontemporer berbeda dengan pengerian yang
banyak dikemukakan sebagian mufassir dalam masalah naskh, yang dalam artian
mndisfungsikan ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an. Ada juga yang berpendapat, seperti
seorang ahli sjarawan dan ahli fikih, yaitu al-Ustadz al-Khudri. 6 Ia menolak naskh dan sama
sekai tidak ada naskh dalam al-Qur’an, yang ada adalah ‘am-khas, taqyid-mutlaq atau tafsil-
mujmal. Syeh Rasyid Ridza juga sependapat dengannya. Ia juga mengomentari sebuah ayat
yang berbunyi:

Ia menjelaskan bahwa ayat-ayat al-Qur’an terdiri dari taqwiniyah dan taklifiyah.


Adapun yang dimaksud naskh disini adalah ayat-ayat takwilniyah. Sedangkan ayat-ayat yang
bersifat taklifiyah tidak ada yang di nasakh. Mana takwiniyah disini jelas, yaitu peristiwa-
peristiwa luar biasa yangada pada masa para nabi dan berbeda-beda pula sesuai dengan
perubahan zaman. Adapaun aya-ayat taklifiyah seperti yang dijelaskan dalam firman Allah
SWT:
Al-Khazin berpendapat, ayat ini diturunkan sebagai penolakan tuduhan Nabi
Muhammad menetapkan suatu hukum kemudian me-mansukhkannya.7
C. Memadukan Alam Material dan Spiritual
Alam sebagai tempat kita hidup , diciptakan Allah sebagai tempat kita berpijak yang
dilengkapi dengan bermacam-macam potensi yang banyak. Serta berbagai unsur yang kita
butuhkan dalam kehidupan kita. Banyak kalangan ilmuan yang mencurahkan perhatiannya
pada summber-sumber alam dan potensinya dari berbagai ssudut pandang yang berbeda.
Seperti ahli geologi untuk menganalisa bum dan lapisan-lapisannya. Ahli astronomi untuk
melihat langit beserta isinya yang menakjubkan dan bintang-bintang yang bergerak atau
diam.
Namun, alam tidaklah terbagi-bagi sedemikian rupa menurut kebanyakan para
ilmuan, mereka memandang alam beserta keseluruhan dengan menarik benang merah tertentu

5Ibid., h.80.

6Muhammad al-Khudri Bik berasal dari mesir dan bekerja sebagai pengawas di Kementerian Pendidikan juga
sebagai pengajar Sejarah Islam di Universitas Mesir pada tahun 1938

7Muhammad al-Ghazali, Kaifa Nta’ amal ..., 81


yangmreka inginkan. Dimana semestinya ada partisipasi antara para ilmuan secara integral
dalam studi alam secara intensif yang dapat mencapai kebangkitan ilmiah.8

D. keterbatasan dalam Mengetahui Substansi al-Qur’an


al-Qur’an merupakan asas peradaban dalam sejarah Islam. Dan tidak diragukan lagi,
ayat-ayat ahkam merupakan cikal bakal terhadap ilmu fikih. Tetapi apakah al-Qur’an hanya
berisi ayat-ayat ahkam saja ataupun sekumpulan ayat yang tidak bersifat dialogis. Di dalam
al-Qur’an terdapat kisah dialogis, ada juga pembicaraan yang berkenaan dengan fitrah
manusia. Kisah-kisah dialogis tersebut dapat dikembangkan menjadi filsafat.
Islam yang mengungkapkan fitrah, seperti apa yang telah dilakukan oleh penulis Hay
bin Yaqzan, atau seperti yang pernah dilakukan oleh Syaikh Nadim al-Jisr dalam karyanya
Qissatul Imam: Baina al-Falsafah wa’ilm al-Qur’an. Pemikiran atau asas Qur’ani semacam
inilah yang membuat tumbuh dan berkembangnya filsafat Islam yang pernah ada dan berjaya
dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam.9

8Muhammad al-Ghazali, Kaifa Nta’ amal i..., 81

9Ibid., 85

Anda mungkin juga menyukai