0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
99 tayangan6 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pandangan Muhammad Abduh tentang kewajiban mematuhi undang-undang perkawinan.
2. Menurut Muhammad Abduh, mematuhi undang-undang sama dengan mematuhi al-Quran dan Sunnah karena undang-undang merupakan hasil kesepakatan wakil rakyat dan pemerintah.
3. Dokumen tersebut juga membahas proses pembuatan undang-undang di Indonesia serta
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pandangan Muhammad Abduh tentang kewajiban mematuhi undang-undang perkawinan.
2. Menurut Muhammad Abduh, mematuhi undang-undang sama dengan mematuhi al-Quran dan Sunnah karena undang-undang merupakan hasil kesepakatan wakil rakyat dan pemerintah.
3. Dokumen tersebut juga membahas proses pembuatan undang-undang di Indonesia serta
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas pandangan Muhammad Abduh tentang kewajiban mematuhi undang-undang perkawinan.
2. Menurut Muhammad Abduh, mematuhi undang-undang sama dengan mematuhi al-Quran dan Sunnah karena undang-undang merupakan hasil kesepakatan wakil rakyat dan pemerintah.
3. Dokumen tersebut juga membahas proses pembuatan undang-undang di Indonesia serta
Judul Dasar Wajib Mematuhi Undang-Undang Perkawinan (UUP):
Studi Pemikiran Muhammad Abduh
Jurnal ADHKI: Journal of Islamic Family Law
Volme dan halaman Volume 1 Nomor 1, 1-16
Tahun 2019
Penulis Khoiruddin Nasution
Reviewer Muhammad Ikhlas
Pendahuluan Menurut Muhammad Abduh mematuhi Undang-Undang
Perkawinan (UUP) diqiyaskan dengan mamatuhi al-Qur’an dan Sunah. Dikarenakan Undang-Undang merupakan suatu kesepakatan atau keputusan melalui wakil rakyat (Dewan Perwakilan Rakyat) yang disebut sebagai legislatif dan pemerintah sebagai eksekutif, dengan demikian mematuhi Undang-Undang atas kesepakatan oleh wakil rakyat dan pemerintah adalah bentuk kepatuhan kepada pemerintah (ulil al- amr).
Pembahasan A. Proses Pembuatan Undang-Undang dalam Konstitusi
Indonesia 1. Pembuatan Peraturan Perundang-undangan mencakup lima tahapan, yakni: a. Perencanaan b. Penyusunan c. Pembahasan d. Pengesahan atau penetapan e. Pengundangan 2. Undang-undang adalah produk legislatif dan eksekutif melalui prosedur tertentu. 3. Perencanaan peraturan perundang-undangan dimulai dari prolegnas yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis, dalam rangka mewujudkan system hukum nasional, yang didasarkan atas aspirasi dan kebutuhan hukum masyarakat. 4. Masih perencanaan, bahwa kelahiran peraturan perundangundangan merupakan hasil telaah, yang disebut naskah akademi. 5. Dalam kaitan dengan proses penyusunan undang- undang. 6. Pembahasan undang-undang. 7. Pengesahan undang-undang. 8. Penyebarluasan undang-undang. 9. Partisipasi masyarakat.
B. Konsep Ijma Muhammad Abduh dan Relevansinya
dengan Undang-Undang Perkawinan (UUP) Indonesia Mematuhi undang-undang bagi ‘Abduh sama statusnya dengan mematuhi al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad. Kewajiban patuh kepada pemerintah dalam bentuk undang-undang adalah realisasi perintah untuk mematuhi Allah, mematuhi rasul dan mematuhi pemerintah (uli al-amr). Konsep ijma Muhammad Abduh persetujuan seluruh umat dari seluruh dunia, untuk saat ini, sudah tidak relevan dengan tiga alasan utama. Yaitu: 1. Jumlah umat Islam begitu besar. 2. Konteks kebutuhan dan tuntutan yang berbeda antara satu negara dengan negara lain. 3. Tujuan pembentukan dan penegakan UU yang merupakan ketentuan negara adalah untuk menegakkan dan mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Kesejahteraan dan kemakmuran rakyat juga sangat tergantung pada konteks negara. C. Mematuhi Undang-Undang Perkawinan Dari apa yang telah dikemukakan oleh Muhammad Abduh bahwa mematuhi Undang-Undang termasuk Kompilasi Hukum Islam (KHI adalah wajib bagi warga negara Indonesia. Sebab Kewajiban untuk mematuhi undang- undang dan berbagai peraturan ini sebagai realisasi kewajiban patuh kepada pemerintah Indonesia (uli al- amr), sebagaimana diperintahkan dalam al-Nisa’ (4): 59 dan 83.
Kesimpulan Dari pembahasan di atas terdapat dua kesimpulan antara
lain
1. Dalam proses pembuatan Undang-Undang tidak
sesederhana dan sesimpel yang terlihat terdapat banyak lapisan kelompok orang yang terlibat seperti kelompok ahli (‘ulama), pemimpin (‘umara’), dan tokoh masyarakat (ru’asa’) untuk menyatukan pemikiran atau pandangan yang berbeda menjadi satu keputusan yang disepakati Bersama. 2. Muhhmmad Abduh memiliki konsep yang berbeda dalam menuntut kesepakatan seluruh umat Islam menurutnya sudah tidak relevan lagi sebab perbedaan antar negara mengenai kebutuhan dan tuntutan berbeda-beda.
Keunggulan Penulis menjelaskan tentang bagaimana pandangan Muhammad
Abduh terkait wajib mematuhi Undang-Undang (UU) termasuk Kompilasi Hukum Islam (KHI), menurut reviewer penyampaian Muhammad Abduh mengenai wajibnya bagi warga negara Indonesia untuk mematuhi aturan-aturan yang telah disepakati bersama dengan menyamakan seagaimana mematuhi al-Qur’an dan Sunah sudah sangat baik.
Kelemahan Dalam tulisan ini kurangnya menyinggung mengenai adat istiadat
sedangkan seperti yang kita ketahui perkawinan di Indonesia masih kental dengan adat setempat.
Pertanyaan Jika pemerintah sebagai uli al-amr bagaimana kalua pemerintah
itu non-Islam dan membuat kebijakan tetapi bersebrangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, bagaimana menyikapi hal tersebut? Nama : Muhammad Ikhlas
Nim :21203012032
REVIEW JURNAL
review Jurnal 2
Judul Dasar Wajib Patuh Pada Undang-undang Perkawinan Ditinjau
Menurut Hukum Islam
Jurnal Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikirann Islam
Volme dan halaman Volume 45. Nomor 1, 95-113
Tahun 2021
Penulis Rozi Andrini, dkk
Reviewer Muhammad Ikhlas
Pendahuluan Indonesia adalah negara hukum yang berarti segala tatanan
kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara didasarkan atas hukum hal ini bis akita lihat pada Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 1 ayat 3.
Dalam syari’at Islam pemimpin atau penguasa mempunyai
kedudukan yang tinggi dan mulia. Dalam Al-Qur’an surah an- Nisa ayat 59 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kamu”. Dalam ayat ini Allah SWT menjadikan ketaatan kepada pemimpin pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah SWT dan Rasulnya.
Undang-Undang Perkawinan (UUP) merupakan produk hukum
hasil ijtihad pemerintah (pemimpin) dalam mengatur masalah perkawinan di Indonesia. Siapa saja yang ingin melakukan perkawinan wajib mematuhi aturan yang ada dalam UUP.
Pembahasan A. Pembentukan Undang-Undang dalam Konstitusi
Indonesia Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. B. Undang-Undang Perkawinan Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan Undang-Undang perkawinan pertama di Indonesia dengan asas monogami. C. Dasar Wajib Patuh Pada Undang-Undang Perkawinan Patuh secara bahasa berarti suka menurut (perintah dan sebagainya); taat (pada perintah, aturan, dan sebagainya); berdisiplin. Kewajiban mematuhi undang-undang perkawinan artinya keharusan patuh kepada apa yang sudah ditetapkan dalam undang-undang perkawainan. Kesepakatan ahli, pemimpin, dan tokoh masyarakat ini sama dengan keputusan uli al-amr dalam bahasa Al- Qur’an. Definisi ulil amri berasal dari bahasa Arab, yaitu yang berarti penguasa atau pemimpin.
Kesimpulan Ada tiga alasan yang dijadikan dasar wajib patuh pada Undang- Undang Perkawinan (UUP), yaitu:
1. Mematuhi Undang-Undang Perkawinan (UUP) yang
ditetapkan oleh DPR dan presiden adalah bentuk kepatuhan terhadap pemerintah (uli al-amr), yang merupakan realisasi dari perintah mematuhi Allah SWT. 2. Undang-Undang Perkawinan (UUP) merupakan produk hasil ijtihad pemerintah, sehingga dapat dikatakan sebagai wujud dari ijma‘, sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an dan sunnah yang wajib untuk dipatuhi oleh umat muslim. 3. Undang-Undang Perkawinan (UUP) memiliki kedudukan yang paling penting dibandingkan produk hukum Islam lain, karena UUP merupakan hasil pemikiran banyak ahli dari berbagai bidang keilmuan.
Keunggulan Penulis menjelaskan dengan baik bagaimana bagi warga negara
wajib mematuhi Undang-Undang yang ada salah satuya Undang- Undanng Perkawinan. Dengan peninjauan hukum Islam pemerintah diartikan dengan uli al-amr sehingga mematuhi keputusan pemerintah sama dengan patuh kepada al-Qur’an dan Sunnah. Kelemahan Penulis masih menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sedangkan Undang-Undang Perkawinan telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019.
Pertanyaan Apakah Undang-Undang Perkawinan sekarang sudah tepat atau