Anda di halaman 1dari 6

Nama : Muhammad Ikhlas

Nim :21203012032

REVIEW JURNAL

review Jurnal 1

Judul Dasar Wajib Mematuhi Undang-Undang Perkawinan (UUP):


Studi Pemikiran Muhammad Abduh

Jurnal ADHKI: Journal of Islamic Family Law

Volme dan halaman Volume 1 Nomor 1, 1-16

Tahun 2019

Penulis Khoiruddin Nasution

Reviewer Muhammad Ikhlas

Pendahuluan Menurut Muhammad Abduh mematuhi Undang-Undang


Perkawinan (UUP) diqiyaskan dengan mamatuhi al-Qur’an dan
Sunah. Dikarenakan Undang-Undang merupakan suatu
kesepakatan atau keputusan melalui wakil rakyat (Dewan
Perwakilan Rakyat) yang disebut sebagai legislatif dan
pemerintah sebagai eksekutif, dengan demikian mematuhi
Undang-Undang atas kesepakatan oleh wakil rakyat dan
pemerintah adalah bentuk kepatuhan kepada pemerintah (ulil al-
amr).

Pembahasan A. Proses Pembuatan Undang-Undang dalam Konstitusi


Indonesia
1. Pembuatan Peraturan Perundang-undangan mencakup
lima tahapan, yakni:
a. Perencanaan
b. Penyusunan
c. Pembahasan
d. Pengesahan atau penetapan
e. Pengundangan
2. Undang-undang adalah produk legislatif dan eksekutif
melalui prosedur tertentu.
3. Perencanaan peraturan perundang-undangan dimulai
dari prolegnas yang disusun secara terencana, terpadu,
dan sistematis, dalam rangka mewujudkan system
hukum nasional, yang didasarkan atas aspirasi dan
kebutuhan hukum masyarakat.
4. Masih perencanaan, bahwa kelahiran peraturan
perundangundangan merupakan hasil telaah, yang
disebut naskah akademi.
5. Dalam kaitan dengan proses penyusunan undang-
undang.
6. Pembahasan undang-undang.
7. Pengesahan undang-undang.
8. Penyebarluasan undang-undang.
9. Partisipasi masyarakat.

B. Konsep Ijma Muhammad Abduh dan Relevansinya


dengan Undang-Undang Perkawinan (UUP) Indonesia
Mematuhi undang-undang bagi ‘Abduh sama statusnya
dengan mematuhi al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad. Kewajiban patuh kepada pemerintah dalam
bentuk undang-undang adalah realisasi perintah untuk
mematuhi Allah, mematuhi rasul dan mematuhi
pemerintah (uli al-amr).
Konsep ijma Muhammad Abduh persetujuan seluruh umat
dari seluruh dunia, untuk saat ini, sudah tidak relevan
dengan tiga alasan utama. Yaitu:
1. Jumlah umat Islam begitu besar.
2. Konteks kebutuhan dan tuntutan yang berbeda antara
satu negara dengan negara lain.
3. Tujuan pembentukan dan penegakan UU yang
merupakan ketentuan negara adalah untuk
menegakkan dan mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Kesejahteraan dan kemakmuran
rakyat juga sangat tergantung pada konteks negara.
C. Mematuhi Undang-Undang Perkawinan
Dari apa yang telah dikemukakan oleh Muhammad Abduh
bahwa mematuhi Undang-Undang termasuk Kompilasi
Hukum Islam (KHI adalah wajib bagi warga negara
Indonesia. Sebab Kewajiban untuk mematuhi undang-
undang dan berbagai peraturan ini sebagai realisasi
kewajiban patuh kepada pemerintah Indonesia (uli al-
amr), sebagaimana diperintahkan dalam al-Nisa’ (4): 59
dan 83.

Kesimpulan Dari pembahasan di atas terdapat dua kesimpulan antara

lain

1. Dalam proses pembuatan Undang-Undang tidak


sesederhana dan sesimpel yang terlihat terdapat banyak
lapisan kelompok orang yang terlibat seperti kelompok
ahli (‘ulama), pemimpin (‘umara’), dan tokoh masyarakat
(ru’asa’) untuk menyatukan pemikiran atau pandangan
yang berbeda menjadi satu keputusan yang disepakati
Bersama.
2. Muhhmmad Abduh memiliki konsep yang berbeda dalam
menuntut kesepakatan seluruh umat Islam menurutnya
sudah tidak relevan lagi sebab perbedaan antar negara
mengenai kebutuhan dan tuntutan berbeda-beda.

Keunggulan Penulis menjelaskan tentang bagaimana pandangan Muhammad


Abduh terkait wajib mematuhi Undang-Undang (UU) termasuk
Kompilasi Hukum Islam (KHI), menurut reviewer penyampaian
Muhammad Abduh mengenai wajibnya bagi warga negara
Indonesia untuk mematuhi aturan-aturan yang telah disepakati
bersama dengan menyamakan seagaimana mematuhi al-Qur’an
dan Sunah sudah sangat baik.

Kelemahan Dalam tulisan ini kurangnya menyinggung mengenai adat istiadat


sedangkan seperti yang kita ketahui perkawinan di Indonesia
masih kental dengan adat setempat.

Pertanyaan Jika pemerintah sebagai uli al-amr bagaimana kalua pemerintah


itu non-Islam dan membuat kebijakan tetapi bersebrangan dengan
al-Qur’an dan Sunnah, bagaimana menyikapi hal tersebut?
Nama : Muhammad Ikhlas

Nim :21203012032

REVIEW JURNAL

review Jurnal 2

Judul Dasar Wajib Patuh Pada Undang-undang Perkawinan Ditinjau


Menurut Hukum Islam

Jurnal Jurnal An-nida’ Jurnal Pemikirann Islam

Volme dan halaman Volume 45. Nomor 1, 95-113

Tahun 2021

Penulis Rozi Andrini, dkk

Reviewer Muhammad Ikhlas

Pendahuluan Indonesia adalah negara hukum yang berarti segala tatanan


kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara didasarkan
atas hukum hal ini bis akita lihat pada Undang-Undang Dasar
tahun 1945 pasal 1 ayat 3.

Dalam syari’at Islam pemimpin atau penguasa mempunyai


kedudukan yang tinggi dan mulia. Dalam Al-Qur’an surah an-
Nisa ayat 59 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amri diantara kamu”.
Dalam ayat ini Allah SWT menjadikan ketaatan kepada pemimpin
pada urutan ketiga setelah ketaatan pada Allah SWT dan
Rasulnya.

Undang-Undang Perkawinan (UUP) merupakan produk hukum


hasil ijtihad pemerintah (pemimpin) dalam mengatur masalah
perkawinan di Indonesia. Siapa saja yang ingin melakukan
perkawinan wajib mematuhi aturan yang ada dalam UUP.

Pembahasan A. Pembentukan Undang-Undang dalam Konstitusi


Indonesia
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah
pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang
mencakup tahapan perencanaan, penyusunan,
pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan
pengundangan.
B. Undang-Undang Perkawinan Indonesia
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan merupakan Undang-Undang perkawinan
pertama di Indonesia dengan asas monogami.
C. Dasar Wajib Patuh Pada Undang-Undang Perkawinan
Patuh secara bahasa berarti suka menurut (perintah dan
sebagainya); taat (pada perintah, aturan, dan sebagainya);
berdisiplin. Kewajiban mematuhi undang-undang
perkawinan artinya keharusan patuh kepada apa yang
sudah ditetapkan dalam undang-undang perkawainan.
Kesepakatan ahli, pemimpin, dan tokoh masyarakat ini
sama dengan keputusan uli al-amr dalam bahasa Al-
Qur’an. Definisi ulil amri berasal dari bahasa Arab, yaitu
yang berarti penguasa atau pemimpin.

Kesimpulan Ada tiga alasan yang dijadikan dasar wajib patuh pada Undang-
Undang Perkawinan (UUP), yaitu:

1. Mematuhi Undang-Undang Perkawinan (UUP) yang


ditetapkan oleh DPR dan presiden adalah bentuk
kepatuhan terhadap pemerintah (uli al-amr), yang
merupakan realisasi dari perintah mematuhi Allah SWT.
2. Undang-Undang Perkawinan (UUP) merupakan produk
hasil ijtihad pemerintah, sehingga dapat dikatakan sebagai
wujud dari ijma‘, sumber hukum Islam setelah Al-Qur’an
dan sunnah yang wajib untuk dipatuhi oleh umat muslim.
3. Undang-Undang Perkawinan (UUP) memiliki kedudukan
yang paling penting dibandingkan produk hukum Islam
lain, karena UUP merupakan hasil pemikiran banyak ahli
dari berbagai bidang keilmuan.

Keunggulan Penulis menjelaskan dengan baik bagaimana bagi warga negara


wajib mematuhi Undang-Undang yang ada salah satuya Undang-
Undanng Perkawinan. Dengan peninjauan hukum Islam
pemerintah diartikan dengan uli al-amr sehingga mematuhi
keputusan pemerintah sama dengan patuh kepada al-Qur’an dan
Sunnah.
Kelemahan Penulis masih menggunakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan, sedangkan Undang-Undang
Perkawinan telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2019.

Pertanyaan Apakah Undang-Undang Perkawinan sekarang sudah tepat atau


perlu direvisi?

Anda mungkin juga menyukai