Anda di halaman 1dari 29

- Ziyadah -

Syarat dan Pondasi Ibadah


Allah ta’ala berfirman,
ً َ ُ َ ُ ُ َ ‫م‬ َ‫َ َ م‬ َّ
‫ال ِذي خل َق اْل مو َت َوال َح َياة ِل َي مبل َوك مم أ ُّيك مم أ مح َس ُن َع َمل ۚ َو ُه َو‬
ُ ‫مال َعز ُيز مال َغ ُف‬
‫ور‬ ِ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan mati dan hidup,
supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu
yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa
lagi Maha Pengampun.” [al-Mulk: 2].

Penjelasan ringkas:

1. Dalam menafsirkan frasa “ahsanu ‘amalan”


pada ayat di atas Ibnu Katsir rahimahullah
mengatakan,
َ َ َ ‫ َك َما َق‬، ‫ َخ مي ٌر َع َم ًل‬: ‫َأ مي‬
‫ َول مم َي ُق مل‬، ‫ال ُم َح َّم ُد مب ُن َع مجل َن‬

‫أكثر عمل‬

“Maksudnya adalah amal yang paling baik


seperti yang dikatakan oleh Muhammad bin
Ajlan, Allah tidak berfirman ujian dalam
kehidupan dilakukan untuk menguji siapa yang
paling banyak amalnya.”1

2. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah


ta’ala mengatakan,
َ ُ َ ‫ص ُه َو َأ م‬ُ ‫ َأ مخ َل‬: ‫ض ميل مب ُن ع َياض‬ َ ‫ال مال ُف‬ َ ‫َق‬
‫ َيا أ َبا‬: ‫ قالوا‬، ‫ص َو ُب ُه‬ ٍ ِ
ً ‫ان َخال‬ َ ‫ َّإن مال َع َم َل َإذا َك‬: ‫ال‬َ َ ُ ُ َ ‫َ ٍّ َ َ م َ ُ ُ َ َ م‬
‫صا‬ ِ ‫ق‬ ‫ع ِل ٍي ما أخلصه وأصوبه ؟‬
ُ َ َ ‫ َوإ َذا َك‬، ‫ َل مم ُي مق َب مل‬، ‫ص َو ًابا‬
َ ‫ َو َل مم َي ُك من‬،
‫ص َو ًابا َول مم َيك من‬َ ‫ان‬
ِ
. ‫ص َو ًابا‬ َ ‫صا‬ ً ‫ َح َّتى َي ُكو َن َخال‬، ‫صا َل مم ُي مق َب مل‬ ً ‫َخال‬
ِ ِ

1
Tafsir Ibn Katsir 8/197.
َ َ ُ َ ُ َ َّ َ َّ َ ُ َ ‫َ م َ ُ َ م‬
‫ أ من َيكون َعلى‬: ‫اب‬ ‫ والصو‬، ‫َلِل‬ ِ ِ ‫ أن يكون‬: ‫ص‬ ‫والخ ِال‬
َ
‫ان َي مر ُجوا ِلق َاء‬َ ‫يق َق موله َت َع َالى ( َف َم من َك‬ ُ ‫ َو َذل َك َت محق‬،‫الس َّنة‬
ِ ِ ِ ُّ
َ ‫َ م‬ َ ‫َرٍّبه َف مل َي مع َم مل َع َم ًل‬
) ‫ص ِال ًحا َوَل ُيش ِر مك ِب ِع َب َاد ِة َرٍِّب ِه أ َح ًدا‬ ِِ

“Al-Fudhail bin Iyadh radhimahullah


mengatakan, “Amalan yang paling baik adalah
yang paling ikhlas dan paling benar”. Orang-
orang bertanya, “Wahai Abu ‘Ali (al-Fudhail)
apakah yang dimaksud dengan paling ikhlas
dan paling benar?”

Beliau menjelaskan, “Sesungguhnya amalan


jika telah ikhlas tetapi tidak benar maka tidak
akan diterima oleh Allah ta’ala. Demikian
sebaliknya, jika amalan tersebut telah benar
tetapi tidak ikhlas juga tidak akan diterima oleh
Allah ta’ala, hingga amalan itu ikhlas dan
benar. Amalan yang ikhlas adalah amalan
yang dilakukan karena Allah ta’ala dan amalan
yang benar adalah jika dilakukan sesuai
sunnah/tuntuntan Rasulullah shallallahu’alaihi
wa sallam. Itulah perwujudan firman Allah
ta’ala (yang artinya), “Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Rabb-nya, maka
hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Rabb-
nya” (al-Kahfi: 110).”2

3. Perkataan al-Fudhail rahimahullah dalam


mendefinisikan amal yang paling baik di atas
adalah apa yang lazim disebut oleh alim
ulama dengan dua syarat agar suatu ibadah
diterima, yaitu ikhlas dan sesuai dengan
tuntunan agama/sunnah.

2
Majmu’ al-Fatawa 1/333.
4. Syarat pertama adalah ikhlas, yaitu hamba
melaksanakan ibadah dengan niat mengharap
Wajah Allah ta’ala tanpa niat yang lain.3

Allah ta’ala berfirman,


َ َ ٍّ ُ َ َ ‫َ َ ُ ُ َّ َ م ُ ُ َّ َ ُ م‬
‫ين ُح َنف َاء‬ ‫الد‬
ِ ‫ه‬‫ل‬ ‫ين‬ ‫ص‬
ِ ِ ‫وما أ ِمروا ِإَل ِليعبدوا َّللا م‬
‫ل‬ ‫خ‬

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya


menyembah Allah dengan memurnikan
keikhlasan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agama yang lurus.” [al-Bayyinah: 5].

Berdasarkan hal ini, setiap orang yang


mengerjakan suatu ibadah tanpa berniat
mengharap Wajah Allah, seperti karena ingin
memperoleh pujian manusia, keuntungan
dunia, sekadar ikut-ikutan, takut akan
ancaman, atau ingin mendekatkan dirinya

3
Tafsir al-Baghawi 4/469; Qawaid al-Ahkam 1/124; Majmu’
al-Fatawa 1/333.
pada makhluk, maka ibadah yang dilakukan
tidak akan diterima dan diganjar pahala. Alim
ulama sepakat akan hal ini.4 Dan apabila
ibadah tersebut dilakukan dengan ikhlas
namun tercampuri riya, maka gugur pulalah
pahala amal tersebut dan tidak ada
perselisihan pendapat di antara ulama salaf
akan hal itu.5

5. Syarat kedua adalah sesuai dengan tuntunan


agama, yaitu ibadah itu dilakukan pada waktu
dan dengan tata cara yang telah ditetapkan
agama dalam al-Quran dan hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan
demikian, tidak boleh menambah atau pun
mengurangi suatu aktivitas ibadah dalam

4
Majmu’ al-Fatawa 26/22-32.
5
Hal ini seperti dinyatakan oleh al-Hafizh Ibnu Rajab dalam
Jami’ al-Ulum wa al-Hikam 1/81. Terdapat perincian yang
lebih detail akan hal ini dalam keterangan alim ulama.
agama ini dengan suatu perkataan atau
perbuatan yang tidak dintuntukan; tidak pula
dilakukan pada selain waktu yang ditetapan.
Inilah salah satu kandungan persaksian
bahwa Muhammad adalah utusan Allah, yaitu
dengan tidak menyembah Allah kecuali
dengan ibadah yang telah ditetapkan allah
melalui lisan Rasul-Nya shalllahu ‘alaihi wa
sallam.6

Allah ta’ala berfirman,


‫َ م‬ ُ ُ ُ َ َّ ‫َو َما َآت ُاك ُم‬
‫الر ُسو ُل فخذ ُوه َو َما َن َهاك مم َع من ُه فان َت ُهوا‬

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka


terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu,
maka tinggalkanlah.” [al-Hasyr: 7].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

6
Tahqiq Kalimah al-Ikhlas hlm. 23.
َ َ ‫َم من َأ مح َد َث في َأ ممرَنا َه َذا َما َل مي‬
‫س ِم من ُه ف ُه َو َرد‬ ِ ِ
“Siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam
agama kami ini , maka tertolak.”

dalam riwayat Muslim tercantum dengan


redaksi,
َ َ َ َ َ ‫َ م َ َ َ َ ً َم‬
‫س َعل مي ِه أ مم ُرنا ف ُه َو َرد‬‫من ع ِمل عمل لي‬:

“Setiap orang yang melakukan suatu ibadah


yang tidak diperintahkan kami, maka tertolak.”7

Ayat di atas dengan tegas menyatakan wajib


untuk mengikuti (iitiba’) kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula
dengan hadits di atas dengan dua
periwayatannya, dengan jelas menyatakan
keharaman melakukan kreasi dan inovasi

7
HR. al-Bukhari dan Muslim.
peribadahan yang tidak pernah diperintahkan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

6. Alim ulama menyampaikan bahwa


peribadahan kepada Allah ta’ala wajib
berdasarkan pada tiga pondasi, yaitu al-
mahabbah (cinta), al-khauf (takut), dan ar-raja
(pengharapan). Dengan begitu, setiap muslim
beribadah kepada Allah ta’ala dengan
mencintai-Nya; takut akan siksa-Nya; dan
mengharap pahala-Nya. oleh karena itu,
sebagian salaf mengatakan,

‫من عبد هللا بالحب وحده فهو زنديق ومن عبد هللا‬

‫بالخوف وحده فهو حرورى ومن عبده بالرجاء وحده فهو‬

‫مرجئ ومن عبده بالحب والخوف والرجاء فهو مؤمن‬

‫موحد‬
"Barangsiapa beribadah kepada Allah dengan
perasaan cinta semata, maka dia adalah
seorang zindiq. Barangsiapa beribadah
kepada Allah dengan perasaan takut semata,
maka dia adalah seorang Haruri (Khawarij).
Dan barangsiapa beribadah kepada Allah
dengan perasaan harap semata, maka dia
adalah seorang Murji’ah. Barangsiapa
beribadah kepada Allah dengan rasa cinta,
takut, dan harap, maka dia adalah seorang
mukmin yang bertauhid.”8

7. Pondasi ibadah yang pertama adalah al-


mahabbah, cinta kepada Allah ta’ala .

- Kecintaan kepada Allah ta’ala merupakan


pondasi ibadah terpenting.9 Seorang

8
Majmu a’-Fatawa 1/95.

9
Qa’idah fi al-Mahabbah hlm. 49, 68-69; Madarij as-Salikin
3/27.
hamba wajib mencintai Allah ta’ala;
mencintai ketaatan yang dicintai Allah dan
membenci kemaksiatan yang dibenci Allah;
mencintai seluruh orang mukmin dan
membenci orang kafir dan munafik.

- Konsekuensi kecintaan kepada Allah ta’ala


adalah mencintai Allah dan rasul-Nya,
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
melebihi kecintaan pada diri, istri, anak,
harta dan segala apa pun.10 Allah ta’ala
berfirman,
ُ ُ َ‫ُ م م َ َ َ ُ ُ م ََمَ ُ ُ م َ م َ ُ ُ م ََم‬
‫اجك مم‬ ‫قل ِإن كان آباؤكم وأبناؤكم و ِإخوانكم وأزو‬
ٌ ‫َو َع ِش َيرُت ُك مم َو َأ مم َو‬
َ ‫ال ماق َت َر مف ُت ُم‬
‫وها َو ِت َجا َر ٌة َت مخ َش مو َن‬

10
Qa’idah fi al-Mahabbah hlm 92; Majmu’ al-Fatawa 7/15;
Madarij as-Salikin 3/43; Tafsir as-Si’diy (tafsir ayat 24 surat
at-Taubah).
َّ َ ‫َ م ُ م‬ َ َ َ‫َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ م‬
ِ ‫كسادها ومس ِاكن ت مرضون َها أح َّب ِإليكم ِمن‬
‫َّللا‬
َ ُ َّ َ ‫َ َ َ َّ ُ َ َّ َ م‬
ۗ ‫َّللا ِبأ مم ِر ِه‬ ‫َو َر ُس ِول ِه َو ِج َه ٍاد ِفي َس ِب ِيل ِه فتربصوا حت ٰى يأ ِتي‬

‫اس ِق َين‬
َ‫مَم َ م‬ َ َ ُ َّ َ
ِ ‫وَّللا َل ي مه ِدي القوم الف‬

“Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-


anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu
khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal
yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusan-Nya". Dan Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang fasik.” [at-Taubah: 24].

- Jika kecintaan kepada Allah ta’ala menguat


dalam hati hamba, niscaya hal itu akan
menggerakkan anggota tubuhnya untuk
melakukan ketaatan dan menjauhi
kemaksiatan. Bahkan, dia bisa
menemukan kenikmatan dan ketenteraman
jiwa ketika melakukan ibadah seperti yang
difirmankan Allah ta’ala,
َّ ‫َّ َ َ ُ َ َ م َ ُّ ُ ُ ُ ُ م م َّ ۗ َ َ م‬
‫َّللا‬
ِ ‫َّللا ۚ أَل ِب ِذك ِر‬
ِ ‫ال ِذين آمنوا وتطم ِئن قلوبهم ِب ِذك ِر‬
ُ ‫َت مط َم ِئ ُّن مال ُق ُل‬
‫وب‬

“...(yaitu) orang-orang yang beriman dan


hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.” [ar-Ra’du: 28].

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


pernah berkata kepada Bilal radhiallahu
‘anhu,
َ َّ ََ َ ُ
‫الصل ِة‬ ‫ق مم َيا ِبل ُل فأ ِر مح َنا ِب‬
"Wahai Bilal, berdirilah! Istirahatkan kami
dengan shalat.”11

- Setiap orang yang menaati Allah, menjauhi


kemaksiatan, banyak berdzikir (mengingat)
Allah dan melaksanakan ibadah sunnah di
atas kecintaan kepada Allah ta’ala, takut
akan siksa-Nya dan mengharap pahala-
Nya, niscaya akan hidup dalam
kebahagiaan dengan hati yang lapang12
seperti firman Allah ta’ala,
ََ ‫م‬ َ ‫َ َ َ ُم‬
‫ص ِال ًحا ِم من ذك ٍر أ مو أنث ٰى َو ُه َو ُمؤ ِم ٌن فل ُن مح ِي َي َّن ُه‬
َ ‫َم من َعم َل‬
ِ
ُ َ َ َ َ ً َ ً
‫َح َياة ط ٍِّي َبة ۚ َول َن مج ِزَي َّن ُه مم أ مج َر ُه مم ِبأ مح َس ِن َما كانوا‬
ُ
‫َي مع َملو َن‬

11
Shahih. HR. Ahmad dan Abu Dawud.

12
Qa’idah fi al-Mahabbah hlm. 61, 153-155; Tahqiq
Kalimah al-Ikhlas hlm. 35-37.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan
sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”
[an-Nahl: 97].

- Jika hamba bermaksiat, niscaya


kecintaannya kepada Allah ta’ala akan
berkurang.13 Dan salah satu tanda
kecintaan kepada Allah telah melemah
dalam hati adalah hamba terus-menerus
bergelimang dalam kemaksiatan dan tidak
bertaubat. Dalam kondisi demikian,
dikhawatirkan dia berbuat melampaui

13
Qa’idah fi al-Mahabbah hlm. 72-73.
batas pada dirinya sendiri dengan terus-
menerus bermaksiat sehingga kecintaan
pada Allah dalam dirinya hilang secara
total dan terjerumus dalam kekufuran.
Setiap orang yang mengklaim cinta kepada
Allah ta’ala sementara dia sering
bermaksiat, maka klaim cintanya itu adalah
dusta belaka. Oleh karena itu ketika suatu
kaum menyatakan cintanya kepada Allah,
Allah menurunkan ayat yang dinamakan
ulama “ayat mihnah”, ayat ujian, yaitu
firman Allah,
‫ُ م م ُ م ُ م ُ ُّ َن َّ َ َ َّ ُ ُ م م ُ ُ َّ ُ م‬
‫َّللا َو َيغ ِف مر‬ ‫قل ِإن كنتم ت ِحبو َّللا فات ِبعو ِني يح ِببكم‬
ٌ ‫ور َر ِح‬
‫يم‬ ُ َّ ‫َل ُك مم ُذ ُن َوب ُك مم ۗۚ َو‬
ٌ ‫َّللا َغ ُف‬

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar)


mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-
dosamu". Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.” [Ali Imran: 31].

Sejumlah ulama berkata,

‫من ٍّادعى محبة هللا ولم يحفظ حدوده فهو كاذب‬

“Setiap orang yang menyatakan dirinya


cinta kepada Allah tapi melanggar batasan-
batasan Allah, sungguh dia adalah
pendusta.”14

- Apabila kecintaan pada Allah ta’ala


melemah dalam hati dengan sebab
banyaknya kemaksiatan, niscaya
kenikmatan dalam mengerjakan ibadah
akan hilang, bahkan boleh jadi setan dapat
menguasai dirinya ketika beribadah
dengan menumbuhkan waswas. Itulah

14
Fath al-Bari 1/46-48 karya Ibnu Rajab.
mengapa sering kita melihat orang yang
shalat, berdzikir dan berdo’a kepada Allah
ta’ala, namun hatinya lalai dan jadilah
aktivitas yang dikerjakannya itu lebih mirip
sebagai kebiasaan semata ketimbang
ibadah.

- Oleh karena itu, sepatutnya hamba


berusaha dengan gigih untuk melakukan
berbagai upasa yang dapat menumbuhkan
dan menguatkan rasa cinta kepada Allah
dalam hati sehingga kebahagiaan di dunia
dan akhirat dapat tercapai. Di antara upaya
tersebut adalah:

 Menunaikan perkara yang diwajibkan


dan menjauhi perkara yang
diharamkan.

 Memperbanyak ibadah sunnah dan


yang paling penting adalah membaca
dan mentadabburi al-Quran; berdzikir;
shalat sunnah, khususnya shalat malam
serta berdo’a dan bermunajat kepada
Allah.

 Mengenal nama dan sifat-Nya berikut


kandungan yang terdapat pada nama
dan sifat tersebut.

 Merenungkan berbagai kenikmatan


yang telah dianugerahkan Allah ta’ala.15

8. Pondasi ibadah yang kedua adalah al-


khauf, takut kepada Allah ta’ala.

- Al-Khauf diartikan sebagai kekhawatiran


hati pada sesuatu yang dapat
16
menyebabkan hal yang tidak disukai.

15
Majmu’ al-fatawa 1/95-96; Madarij as-Salikin 1/465.

16
Mukhtashar Minhaj al-Qashidin hlm. 383.
- Setiap muslim dan muslimah wajib
beribadah kepada Allah dengan dilandasi
rasa takut akan siksa-Nya seperti yang
difirmankan Allah ta’ala,
‫م‬ ُ ُ َ ُ ُ َ َ ََ
‫وه مم َوخافو ِن ِإ من ك من ُت مم ُمؤ ِم ِن َين‬ ‫فل تخاف‬

“...karena itu janganlah kamu takut kepada


mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika
kamu benar-benar orang yang beriman.”
[Ali Imran: 175].

Allah ta’ala juga berfirman,


َ َ َّ َ
‫اي فا مر َه ُبو ِن‬ ‫و ِإي‬

“...dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus


takut (tunduk).” [al-Baqarah: 40].

- Rasa takut kepada Allah ta’ala dapat timbul


dan tumbuh pada diri hamba dikarenakan
beberapa hal, di antaranya:
 Pengenalan hamba pada nama dan
sifat Allah ta’ala. Semakin mengetahui
kandungan nama dan sifat-Nya,
semakin takut pula kepada Allah ta’ala.

 Benar-benar meyakini bahwa Allah


ta’ala akan menyiksa orang yang
bermaksiat kepada-Nya, yaitu mereka
yang tidak menjalankan kewajiban dan
menerjang larangan.

 Pengenalan hamba bahwa siksa Allah


yang diperuntukkan bagi orang yang
bermaksiat itu teramat pedih. Bahwa
hamba tidak akan mampu menahan
siksa tersebut. Kesadaran ini hanya
tumbuh pada diri hamba yang meneliti
dan memahami ayat-ayat al-Quran dan
hadits yang bercerita perihal ancaman
dan siksa Allah; kejadian-kejadian di
akhirat kelak seperti kejadian di Padang
Mahsyar dan hisab; kejadian perihal
siksa kubur dan siksa api neraka.

 Mengingat berbagai kemaksiatan yang


pernah dilakukannya di waktu lampau.

 Rasa khawatir bahwa kemaksiatan itu


dapat menghalangi dirinya untuk
bertaubat atau menjadi sebab dirinya
menutup usia dengan akhir yang buru
(su-ul khatimah) karena terus-menerus
bermaksiat.

Semakin menguat keimanan dan keyakinan


hamba akan adanya siksa Allah yang
dibarengi dengan kesadaran bahwa siksa
Allah teramat pedih, niscaya akan menguat
pula rasa takut kepada-Nya. Oleh karena itu
sejumlah ulama mengatakan,

‫من كان باهلل أعرف كان منه أخوف‬


“Semakin mengenal Allah, maka akan
semakin takut kepada-Nya.”

Rasa takut yang terpuji adalah rasa takut yang


menghalangi hamba dari perbuatan maksiat.17

9. Pondasi ibadah yang ketiga adalah al-raja,


yaitu menginginkan pahala dan ampunan
Allah, serta mengharapkan rahmat-Nya.18.

- Setiap muslim dan muslimah berkewajiban


menyembah dan beribadah kepada Allah
dengan mengharapkan pahala-Nya dan
bertaubat kepada-Nya ketika terjerumus
dalam dosa dengan mengharapkan
ampunan-Nya.

17
Majmu’ al-fatawa 1/96; Mukhtashar Minhaj al-Qashidin
hlm. 384; Madarij as-Salikin 1/551-553.

18
Majmu’ al-Fatawa 15/21; Madarij as-Salikin 2/52-53;
Muhtashar Minhaj al-Qashidin hlm. 376.
Allah ta’ala berfirman,
َ ‫َ م‬ َ َّ َ َ َ
‫أ َّم من ُه َو ق ِان ٌت آن َاء الل مي ِل َس ِاج ًدا َوقا ِئ ًما َي محذ ُر ْلا ِخ َرة‬
َ
ۗ ‫َو َي مر ُجو َر مح َمة َرٍِّب ِه‬

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang


lebih beruntung) ataukah orang yang
beribadat di waktu-waktu malam dengan
sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada
(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat
Rabb-nya?” [az-Zumar: 9].

Allah ta’ala berfirman,


َ َ
‫ات َو َي مد ُعون َنا َرغ ًبا َو َر َه ًبا‬ ‫م َم‬ َ ُ َ ُ ُ َ َّ
ِ ‫ِإن ُه مم كانوا يسا ِرعون ِفي الخي َر‬
َ ََ ُ ََ
‫اش ِع َين‬
ِ ‫ۚ وكانوا لنا‬
‫خ‬

“Sesungguhnya mereka adalah orang-


orang yang selalu bersegera dalam
(mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang
baik dan mereka berdoa kepada Kami
dengan harap dan cemas. Dan mereka
adalah orang-orang yang khusyu' kepada
Kami.” [al-Anbiya: 90].

- Ar-Raja itu ada tiga bentuk, dua bentuk


terpuji sedangkan satu bentuk yang lain
tercela. Ketiga bentuk itu adalah:

 Harapan orang yang menaati Allah agar


ketaatannya diterima dan diganjar
pahala berupa masuk ke dalam surga
dan selamat dari siksa api neraka.

 Harapan orang yang berdosa kemudian


bertaubat agar Allah mengampuni dan
memaafkan dirinya.

 Harapan orang yang terus-menerus


melalaikan kewajiban dan melakuan
kemaksiatan bahwa rahmat dan
ampunan Allah akan tetap tercurah
kepadanya. Inilah orang yang terkecoh,
tertipu, terpedaya dan sekadar
berangan-angan. Harapan yang
demikian adalah harapan palsu, karena
sekadar mimpi tanpa dibarengi usaha
memperoleh apa yang diharapkan.

- Ibnu Abi al-Izz al-Hanafi rahimahullah


mengatakan, “Patut diketahui bahwa orang
yang mengharapkan sesuatu, harapannya
melazimkan sejumlah perkara, yaitu (1)
mencintai apa yang diharapkannya; (2)
takut/khawatir apa yang diharapkannya itu
akan terlepas; (3) berusaha masimal
memperoleh apa yang diharapkannya.”19

- Abu Utsman al-Jizani rahimahullah


mengatakan, “Salah satu tanda

19
Syarh al-Aqidah ath-Thahawiyah hlm. 449-450.
kebahagiaan adalah engkau berbuat
ketaatan dan takut ketaaatan itu tidak
diterima Allah. adapun tanda kecelaaan
adalah engkau bermaksiat dan berharap
akan selamat dari siksa.”20

- Kondisi seorang yang mengharapkan


ampunan dan rahmat Allah ta’ala,
sementara dia terus-menerus bermaksiat,
sama seperti kondisi orang yang ingin
memiliki anak tapi tak mau menikah. Oleh
karena itulah Allah ta’ala
menginformasikan mesti ada upaya agar
seseorang itu memperoleh rahmat dan
ampunan Allah. Allah ta’ala berfirman,
َّ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ َ َّ َّ
ِ ‫ِإن ال ِذين آمنوا وال ِذين هاج ُروا وجاهدوا ِفي س ِب ِيل‬
‫َّللا‬
ٌ ‫ور َر ِح‬
‫يم‬ ُ َّ ‫ُأ َٰولئ َك َي مر ُجو َن َر مح َم َت ََّّللا ۚ َو‬
ٌ ‫َّللا َغ ُف‬
ِ ِ
20
Fath al-Bari 11/301 arya Ibnu hajar al-Asqalani.
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah dan
berjihad di jalan Allah, mereka itulah yang
mengharapkan rahmat Allah, dan Allah
Mahapengampun lagi Mahapenyayang.”
[al-Baqarah: 218].

10. Kesimpulannya, setiap muslim dan


muslimah wajib beribadah kepada Allah ta’ala
dengan dilandasi cinta, khauf dan raja,
sebagaimana dia juga selayaknya tidak
melampaui batas dalam rasa takut sehingga
membuat dirinya berputus asa dari rahmat
Allah ta’ala dan berlebihan dalam raja
sehingga membuatnya sekadar
mengandalkan pada rahmat Allah semata,
meski dia terus-menerus bermaksiat.

Seorang yang beriman wajib menggabungkan


dan menyeimbangkan khauf dan raja, meski
sebagian ulama menyarankan agar
menonjolkan khauf ketika berada dalam
kondisi sehat sehingga mendorongnya untuk
menaati Allah dan menjauhi kemaksiatan.
Sedangkan dalam kondisi sakit atau tengah
menghadapi kematian, hendaknya dia
menonjolkan raja sehingga ketia wafat dirinya
berada dalam kondisi berprasangka baik
kepada Allah ta’ala, sehingga dia senang akan
perjumpaan dengan-Nya.21

ً
‫تسليما‬ ‫وصل اللهم وسلم وبارك على دمحم وآله وصحبه وسلم‬

21
Madarij as-Salikin 1/551-554.

Anda mungkin juga menyukai