Anda di halaman 1dari 13

- Ziyadah –

Ragam Ibadah

Allah ta’ala berfirman,


َ َ ‫ﱠ َ َ ُْ ُ َ ﱠ‬
‫ﺎك ْﺴ َﺘ ِﻌ ُن‬ ‫ِإﻳﺎك ﻌﺒﺪ و ِ ﻳ‬

“Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan


hanya kepada Engkaulah kami meminta
pertolongan.” [al-Fatihah: 4].

Penjelasan ringkas:

1. Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh


Abdurrahman bin Nashir as-Si’diy
rahimahullah mengatakan,
‫ ﻷن ﺗﻘﺪﻳﻢ‬,‫ ﻧﺨﺼﻚ وﺣﺪك ﺑﺎﻟﻌﺒﺎدة و ﺳﺘﻌﺎﻧﺔ‬:‫أي‬

‫ وﻧﻔﻴﮫ‬,‫ و ﻮ إﺛﺒﺎت ا ﻜﻢ ﻟﻠﻤﺬ ﻮر‬,‫اﳌﻌﻤﻮل ﻳﻔﻴﺪ ا ﺼﺮ‬

‫و ﺴﺘﻌ ن‬, ‫ وﻻ ﻌﺒﺪ ﻏ ك‬,‫ ﻌﺒﺪك‬:‫ ﻓ ﺄﻧﮫ ﻳﻘﻮل‬.‫ﻋﻤﺎ ﻋﺪاﻩ‬

‫ ﻣﻦ‬,‫ﺳﺘﻌﺎﻧﺔ‬ ‫ وﻗﺪم اﻟﻌﺒﺎدة ﻋ‬.‫ وﻻ ﺴﺘﻌ ن ﻐ ك‬,‫ﺑﻚ‬

‫ وا ﺘﻤﺎﻣﺎ ﺑﺘﻘﺪﻳﻢ ﺣﻘﮫ ﻌﺎ‬,‫ﺑﺎب ﺗﻘﺪﻳﻢ اﻟﻌﺎم ﻋ ا ﺎص‬

‫ﻋ ﺣﻖ ﻋﺒﺪﻩ‬

“Artinya, kami mengkhususkan ibadah dan


permintaan tolong hanya kepada-Mu, karena
dalam struktur bahasas Arab, mendahulukan
obyek berarti ada pembatasan, yaitu
menetapkan hukum yang akan disebutkan dan
menafikan yang selainnya. Seolah-olah
redaksi ayat di atas adalah, “Kami
menyembah-Mu dan tidak menyembah selain-
Mu. Dan kami meminta tolong kepada-Mu dan
tidak meminta tolong kepada selain-Mu.” Pada
redaksi ayat di atas, ibadah didahulukan
daripada isti’anah (permintaan tolong) karena
termasuk dalam tema mendahulukan yang
khusus atas yang umum, serta dikarenakan
mendahulukan hak Allah atas hak hamba-
Nya.”1

2. Dalam terminologi bahasa, ibadah (ُ ‫) ْاﻟ ِﻌ َﺑﺎ َدة‬


adalah ketundukan, kepatuhan, dan
2
perendahan diri. Sedangkan dalam
terminologi agama, ibadah memiliki definisi
seperti yang dikemukakan Syaikh al-Islam
Ibnu Taimiyah rahimahullah,
َ ‫اﺳ ٌﻢ َﺟﺎﻣ ٌﻊ ﻟ ُ ّﻞ َﻣﺎ ُﻳﺤ ﱡﺒ ُﮫ ﱠ ُ َ َﻌﺎ َ َو َ ْﺮ‬
‫ﺿ ُﺎﻩ ِﻣ َﻦ‬ ْ َ ‫ْاﻟﻌ َﺒ َﺎد ُة‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ﱠ‬
‫ﺎﻃ َﻨ ِﺔ َواﻟﻈﺎ ِ َﺮ ِة‬ َْ َ َْْ َ َ َْْ
ِ ‫ﻗﻮ ِال و ﻋﻤ ِﺎل اﻟﺒ‬

1
Taisir Karim ar-Rahman.

2
Al-Mu’jam Al-Wasith, 2/579.
“Ibadah adalah sebuah istilah yang mencakup
segala yang dicintai dan diridhai oleh Allah
ta’ala baik berupa perkataan maupun
perbuatan, yang lahir maupun batin.”3

Definisi ibadah di atas dinilai merupakan


definisi yang paling baik dan menunjukkan
bahwa ibadah itu bersifat komprehensif, yaitu
luas dan lengkap.

3. Ibadah mencakup ibadah mahdhah dan


ibadah non-mahdhah (ghairu mahdhah).

Ibadah mahdhah adalah perkataan dan


perbuatan yang memang merupakan ibadah
pada dasar pensyari’atannya, dimana dalil-
dalil agama menunjukan bahwa perkataan dan
perbuatan itu haram ditujukan dan
dipersembahkan kepada selain Allah ta’ala.

3
Al-Ubudiyah.
Ibadah ghairu mahdhah adalah perkataan
dan perbuatan yang pada dasarnya bukanlah
suatu ibadah, tapi dapat bernilai dan menjadi
ibadah jika dibarengi dengan niat yang baik,
yaitu mengharap pahala dari Allah.

4. Ibadah mahdhah4 mencakup:

a. Ibadah qalbiyah atau ibadah batin yang


terdiri dari:

- Perkataan qalbi atau perkataan batin


yang lazim disebut i’tiqad (keyakinan),
sebagai contoh adalah keyakinan
bahwa tidak ada Rabb dan tidak ada
yang berhak diibadahi melainkan Allah
semata; keimanan pada seluruh nama
dan sifat-Nya; keimanan pada malaikat;
keimanan pada kitab-kitab suci yang
diturunkan Allah; keimanan pada para

4
Madarij as-Salikin; Tajrid at-Tauhid; Tathir al-I’tiqad; Dalail
at-Tauhid; Al-Ubudiyah.
rasul-Nya; keimanan pada hari akhir;
keimanan pada takdir, yang baik
maupun yang buruk; dan lain
sebagainya.

- Perbuatan qalbi atau perbuatan batin


sebagai contoh adalah ikhlas kepada
Allah; mencintai Allah; raja (mengharap)
pahala-Nya; khauf (takut) akan siksa-
Nya; tawakal kepada-Nya; bersabar
dalam mengerjakan perintah dan
menjauhi larangan-Nya; dan perbuatan
qalbi yang lain.

b. Ibadah qauliyah seperti mengucapkan


kalimat tauhid, laa ilaha illlah; membaca al-
Quran; berdzikir dengan mengucapkan
tasbih, tahlil, tahmid dan takibir; berdo’a
kepada Allah ta’a;a; mengajaran ilmu
agama; dan lain sebagainya.
c. Ibadah badaniyah seperti shalat, puasa,
haji, thawaf, haji, menuntut ilmu agama;
dan lain sebagainya.

d. Ibadah maaliyah seperti zakat dan


sedekah.

5. Adapun ibadah ghairu mahdhah dapat


mencakup:

a. Mengerjakan suatu kewajiban dan anjuran


yang pada dasarnya bukan suatu ibadah
seperti menafkahi diri, istri dan anak;
melunasi utang; menikah; memberi hadiah;
berbati pada orang tua; memuliakan tamu;
dan lain sebagainya.

Berbagai perbuatan di atas apabila


dilakukan dan dibarengi dengan
mengharap Wajah Allah ta’ala seperti:

- Seorang yang bekerja dan menafkahi


diri sendiri agar bisa menguatkannya
dalam melaksanakan ketaatan kepada
Allah ta’ala’.

- Seorang yang menafkahi anak-anaknya


dengan niat mengharap Allah ta’ala dan
menyadari bahwa hal itu diperintahkan.

- Seorang yang membonceng orang tua


yang sepuh di atas kendaraan agar
bisa bertemu kembali dengan keluarga
dengan niat mengharap pahala.

Contoh di atas adalah ibadah yang dapat


mendatangkan pahala bagi orang yang
melakukannya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,
ُ ‫ﱠ ﱠ‬ َ ً َََ ُ َ
‫َو ِ ﱠﻧ َﻚ ﻟ ْﻦ ﺗ ْﻨ ِﻔ َﻖ ﻧﻔﻘﺔ ﺗ ْ َﺘ ِ ِ َ ﺎ َو ْﺟ َﮫ ِ ِإﻻ أ ِﺟ ْﺮ َت ِ َ ﺎ‬
َ َ
‫َﺣ ﱠ َﻣﺎ ﺗ ْﺠ َﻌ ُﻞ ِ ِ ا ْﻣ َﺮأ ِﺗ َﻚ‬
“Tidaklah engkau membelanjakan harta
yang hanya engkau niatkan mencari ridha
Allah kecuali pasti diberi balasan pahala
atasnya bahkan sekalipun nafkah yang
kamu berikan untuk mulut isterimu.”5

b. Meninggalkan keharaman dengan niat


mengharap pahala dari Allah ta’ala. di
antaranya tidak mempraktikkan riba; tidak
mencuri; tidak menipu; tidak berbuat
khianat dan perbuatan yang semisal.
Apabila setiap muslim dan muslimah
meninggalkan perbuatan itu arena mencari
pahala dari Allah ta’ala, takut akan siksa-
Nya, maka sikap meninggalkannya itu
bernilai ibadah.

Dalam sebuah hadits Qudsi, Allah ta’ala


berfirman,

5
HR. al-Bukhari dan Muslim.
َ َْ َ َ ًَ َ َ َ
‫ ﻓﻼ ﺗﻜ ُﺘ ُﺒﻮ َ ﺎ َﻋﻠ ْﻴ ِﮫ‬، ‫ِإذا أ َر َاد َﻋ ْﺒ ِﺪي أ ْن َ ْﻌ َﻤ َﻞ َﺳ ِّ ﺌﺔ‬
َ َ ْ ْ َ َ َ َ
‫ َو ِ ْن ﺗ َﺮﻛ َ ﺎ‬، ‫ ﻓ ِﺈ ْن َﻋ ِﻤﻠ َ ﺎ ﻓﺎﻛ ُﺘ ُﺒﻮ َ ﺎ ِﺑ ِﻤﺜ ِﻠ َ ﺎ‬، ‫َﺣ ﱠ َ ْﻌ َﻤﻠ َ ﺎ‬
َ َ َ ً َ ْ َ َ
‫ َو ِ ذا أ َر َاد أ ْن َ ْﻌ َﻤ َﻞ‬، ‫ِﻣ ْﻦ أ ْﺟ ِ ﻓﺎﻛ ُﺘ ُﺒﻮ َ ﺎ ﻟ ُﮫ َﺣ َﺴ َﻨﺔ‬
َ َ ً َ ْ َ ْ ََ ً
‫ ﻓ ِﺈ ْن َﻋ ِﻤﻠ َ ﺎ‬، ‫َﺣ َﺴ َﻨﺔ ﻓﻠ ْﻢ َ ْﻌ َﻤﻠ َ ﺎ ﻓﺎﻛ ُﺘ ُﺒﻮ َ ﺎ ﻟ ُﮫ َﺣ َﺴ َﻨﺔ‬
ْ َ َ َ َ َ ْ َ َُ َ ُْ َ
‫ﻒ‬ٍ ‫ﻓﺎﻛﺘ ُﺒﻮ ﺎ ﻟﮫ ِ ﻌﺸ ِﺮ أ ْﻣﺜ ِﺎﻟ َ ﺎ ِإ ﺳ ْﺒ ِﻊ ِﻣﺎﺋ ِﺔ ِﺿﻌ‬

“Jika hamba-Ku berniat melakukan


kesalahan, maka janganlah kalian menulis
kesalahan itu sampai ia (benar-benar)
mengerjakannya. Jika ia sudah
mengerjakannya, maka tulislah sesuai
dengan perbuatannya. Jika ia
meninggalkan kesalahan tersebut karena
Aku, maka tulislah untuknya satu kebaikan.
Jika ia ingin mengerjakan kebaikan namun
tidak mengerjakannya, tulislah sebagai
kebaikan untuknya. Jika ia mengerjakan
kebaikan tersebut, tulislah baginya sepuluh
kali kebaikannya itu hingga tujuh ratus
(kebaikan).”6

c. Mengerjakan perbuatan mubah dengan


niat mengharap pahala dari Allah ta’ala,
seperti tidur, makan, minum, berjual-beli
dan aktivitas lainnya yang pada dasarnya
adalah bersifat mubah dan tidak bernilai
pahala. Apabila setiap muslim
melakukannya dengan niat untuk
menguatkan diri dalam mengerjakan
ketaatan kepada Allah ta’ala, maka
aktivitas itu bisa bernilai ibadah dan akan
diganjar pahala.7

Sahabat Mu’adz radhiallahu ‘anhu berata


ketika menjawab pertanyaan Abu Musa al-

6
HR. al-Bukhari dan Muslim.

7
Majmu’ al-Fatawa 10/460; al-Muwafaqat 3/227-237; Fath
al-Bari 1/14-17.
Asy’ari radhiallahu ‘anhu perihal cara
beliau menghafal al-Quran,
‫ﻀ ْ ُﺖ ُﺟ ْﺰ ﻲ ﻣ ْﻦ ﱠ‬
‫اﻟﻨ ْﻮ ِم‬ ُ ‫اﻟﻠ ْﻴﻞ َﻓ َﺄ ُﻗ‬
َ ‫ﻮم َو َﻗ ْﺪ َﻗ‬ ‫ََ ُ َﱠ َ ﱠ‬
ِ ِ ِ ‫أﻧﺎم أول‬
َ َ َ َ َ ََ ‫ﱠ‬ َ ُ ْ ََ
‫ﻓﺄﻗ َﺮأ َﻣﺎ ﻛ َﺘ َﺐ ُ ِ ﻓﺄ ْﺣ ِﺴ ُﺐ ﻧ ْﻮ َﻣ ِ ﻛ َﻤﺎ أ ْﺣ ِﺴ ُﺐ‬
ََْ
ِ ‫ﻗﻮﻣ‬

“Saya tidur di awal malam kemudian


bangun, dan saya melaksanakan hak
tidurku. Kemudian saya membaca al-Quran
sebanyak yang Allah tetapkan bagiku dan
Aku berharap pahala dari tidurku
sebagaimana berharap pahala dari shalat
malamku.”8

6. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah meliputi


seluruh kehidupan manusia sekaligus
menampakkan arti penting ibadah. Oleh
karena itulah, Allah menjadikannya sebagai

8
HR. al-Bukhari.
tujuan penciptaan manusia dan jin dalam
firman-Nya di surat adz-Dzariyat ayat 56. Allah
menciptakan mereka untuk menguji apakah
mereka mau menyembah Allah semata,
menaati perintah dan meninggalkan larangan-
Nya.9

ً
‫ﺴﻠﻴﻤﺎ‬ ‫ﺒﮫ وﺳﻠﻢ‬ ‫وﺻﻞ اﻟﻠ ﻢ وﺳﻠﻢ و ﺎرك ﻋ ﷴ وآﻟﮫ و‬

9
Majmu’ al-Fatawa 8/40-57; Tafsir Ibn Katsir (tafsir ayat
kedua surat al-Mulk dan ayat kedua surta al-Insan)

Anda mungkin juga menyukai