Anda di halaman 1dari 199

1|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH

UNTUKMU
WAHAI

TAMU
ALLAH
Oleh
Dr. Ariful Bahri

Dar Al-Furqon

2|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH


Judul :
Untukmu Wahai Tamu Allah

Penulis:
Dr. Ariful Bahri

Penyunting:
Abu Yusuf Akhmad Ja’far, Lc

Cetakan Pertama 2023

3|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH


DAFTAR ISI

Halaman Judul .......................................................................... 1


Daftar Isi ..................................................................................... 4
Kata Pengantar .......................................................................... 5
Pendahuluan ............................................................................... 7

BAB PERTAMA : Adab-adab Bagi Para Tamu Allah...........15


BAB KEDUA : Hukum dan Keutamaan Haji & Umroh ... 28
BAB KETIGA : Rangkaian Manasik Umroh ...................... 51
BAB KEEMPAT : Rangkaian Manasik Haji .................... 102
BAB KELIMA : Doa dan Dzikir yang Berkaitan dengan
Ibadah Haji & Umroh .............................................................................. 160

Penutup ................................................................................... 197

4|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah; segala puji hanya untuk Allah Rabb semesta


alam yang telah memberikan kesempatan dan kesehatan kepada
hamba-Nya untuk menunuaikan ibadah sesuai yang Allah
inginkan, kemudian sholawat serta salam seomga senantiasa
tercurahkan kepada junjungan alam, baginda Nabi yang mulia ‫ﷺ‬.
Hati sanubari manusia tidak akan terpisahkan dari sebuah
tempat yang menjadi qiblat kaum muslimin, Allah tanamkan
dalam jiwa hamba sehingga menjadi sebuah fitrah yang tidak
akan terpisah sampai dunia berakhir.
Ka’bah al-Musyarrofah; rumah Allah pertama yang ada di
dunia menjadi rujukan kaum muslimin untuk menyempurnakan
rukun Islam dan ibadah dalam rangka menggapai ridho Allah ‫ﷻ‬.
Setiap hamba yang diberikan kemudahan bisa melakukan
perjalanan menuju tanah haram, mendapatkan sebuah titel yang
indah lagi sarat akan makna, mereka menjadi tamu-tamu Allah ‫ﷻ‬,
titel yang melekat dalam jiwa raga menjadi spirit indah dalam
meningkatkan kualitas iman dan taqwa.
Untuk menggapai kesempurnaan nilai ibadah ketika
menjadi tamu Allah ‫ ﷻ‬adalah dengan mengetahui seluk beluk
serta mendalami ibadah yang akan dilakukan agar lebih bernilai
dan menghasilkan norma-norma indah dalam kehidupan, juga
untuk melahirkan arti dari sebuah ibadah yang bisa menjadikan
hamba semakin mulia di sisi Allah ‫ﷻ‬.
Dalam tulisan sederhana ini -in syaa Allah- kita akan
menjelasakan tentang kemuliaan akan nikmatnya menjadi tamu-
tamu Allah, serta apa yang semestinya dilakukan seorang hamba
ketika menyadang titel mulia ini dan ibadah apa saja yang harus
dilakukan selama berada di tanah haram dalam rangka
menunaikan manasik (rangkaian ibadah) yang harapannya supaya
ibadah yang dilakukan bisa diterima oleh Allh ‫ﷻ‬.
5|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH
Kepada Allah jualah kita berserah diri serta memohon
taufiq dan hidayah serta kemudahan dan limpahan rahmat dan
kasih sayangnya agar diberikan keberkahan dunia dan akhirat.

Ariful Bahri Alizar Harun

26 Jumadits Tsani 1444 H/ 19 Januari 2023M

6|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH


Pendahuluan

Salah satu nikmat yang tidak semua orang bisa


merasakannya merupakan bentuk kasih sayang dan kemuliaan
yang Allah berikan kepada hamba, nikmat tersebut adalah
dimudahkannya seseorang bisa menginjakkan kaki di tempat
yang didambakan oleh semua manusia.
Kerap kali kita menyaksikan air mata yang terurai
membasahi pipi bagi setiap yang datang ke tanah haram, hanyut
dalam doa, bersimpuh dalam meminta serta penuh penghayatan
dalam beribadah; semuanya merupakan bentuk emosional dan
rasa syukur teramat mendalam yang ditujukan untuk Ar-rahman
yang telah memberikan kesempatan.
Persiapan demi persiapan dilakukan, mulai dari persiapan
fisik, mental bahkan juga persiapan dalam masalah makanan dan
minuman, sehingga tidak jarang seseorang yang datang ke tanah
haram melainkan persiapan tersebut sudah dipersiapkan jauh-
jauh hari agar mudah menunaikan ibadah yang mulia ini.
Namun di antara persiapan yang paling penting dari itu
semua adalah persiapan dan kesiapan seorang hamba dalam
rangka menunaikan ibadah dengan sempurna untuk mendapatkan
predikat haji atau umroh yang mabrur lagi diterima oleh Allah ‫ﷻ‬.
Persiapan inilah yang harus diprioritaskan lebih dari segala-
galanya, karena seseorang tidak akan pernah tahu, apakah ini kali
pertama sekaligus kali terakhir mereka menginjakkan kaki di
tanah suci atau masih ada harapan dan kesempatan bagi mereka
untuk bisa kembali untuk yang kesekian kalinya, Wallahu Ta’ala
‘Alam.
Terlepas dari itu semua, tentunya seorang hamba akan
menghadiahkan ibadah yang paling indah dan termulia, sebagai
persiapan bagi dirinya sebelum bertemu dengan Allah ‫ﷻ‬, dan
itulah di antara tujuan melaksanakan ibadah haji dan umroh.
7|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH
Ketika Allah menjelaskan dalam Al-Qur’an hal-hal yang
berkaitan dengan ibadah mulia ini; maka Allah menyelipkan di
antara pesan moral yang diharapkan dari semua ibadah terkhusus
ibadah haji dan umroh agar seorang hamba bisa membawa bekal
yang terindah, dan tidak ada bekal yang paling indah melebihi
dari pada taqwa kepada Allah ‫ﷻ‬, sebagaimana yang Allah
jelaskan:
ۡ َّ َّ َ ۡ َ َّ َ ُ َّ َ َ َ
ْْ‫ٱلتق َوى‬ِْْ‫نْخي ْرْٱلزاد‬
ْ ِ ‫وتزودواْْفإ‬
“Dan berbekallah, karena sesungguhnya bekal yang paling
baik adalah taqwa.” (QS. Al-Baqoroh: 197).
Para ulama menjelaskan bahwa suatu ibadah tidak akan
diterima kecuali dengan taqwa, dan taqwa itu sendiri memiliki
makna yang sangat luas, sehingga banyak defenisi taqwa yang
disebutkan, di antara salah satu definisinya sebagaimana yang
dipaparkan oleh Thalq bin Habib Rahimahullah:
ََ َ َ ُ َ ََ ََ َ ُ َ َ ُ ََ َ َ ََ َ َ
ِْ‫لل‬
ْ ‫ص ْي ْةْا‬
ِ ‫كْم ْع‬
ْ ‫للِْوأنْْتتْر‬
ْ ‫للِْترجوْْرحْمةْا‬
ْ ‫ِنْا‬ْ ‫للِْعْلىْنو ٍرْم‬
ْ ‫اعةِْا‬
ْ ‫أنْتع ْملْبِط‬
َ ‫ْع َذ‬
َ ‫اف‬ ُ ََ ُ َ
ِْْ‫ابْالل‬ ْ ‫ع َْلىْنوْ ٍرْم َِنْا‬
‫للِْتخ‬

“Takwa adalah engkau mengamalkan ketaatan kepada


Allah berdasarkan cahaya ilmu dari Allah, dalam keadaan engkau
mengharap rahmat Allah. Dan engkau tinggalkan kemaksiatan
kepada Allah berdasarkan cahaya ilmu dari Allah, dalam keadaan
engkau takut azab Allah”. 1

Dengan taqwalah Allah menerima amalan seorang hamba,


dan tanpa taqwa amalan tersebut akan tertolak secara sendirinya;
sebagaimana kisah yang terjadi kepada dua orang anak Nabi
Adam ‘alaihis salamketika keduanya sama-sama beribadah
kepada Allah, namun salah satu darinya tidak diterima ibadahnya
oleh Allah ‫ ﷻ‬karena tidak terlengkapi syarat dan rukun serta

1
Lihat : Minhaajus Sunnah: 4/315.

8|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH


ketentuan yang digariskan dalam syari’at Islam, dalam artian
belum mendapatkan prediket taqwa serta belum
merealisasikannya.

Ketika seseorang beribadah kepada Allah; maka harus


menghadirkan rasa harap sekaligus rasa takut kepada-Nya,
inilah yang disebutkan oleh para ulama dengan istilah rukun
ibadah, dan dalilnya sangat banyak sekali dalam Al-Qur’an atau
dalam hadits-hadits Nabi, salah satunya adalah firman Allah:
ۡ ٗ َ َ َ َۡ َ ۡ ُُ ُ ُ َ َ ََ
ْ‫جعِ ْ يَ ۡد ُعونْ َر َّب ُه ۡمْ خ ۡوفاْ َو َط َم ٗعاْ َوم َِّماْ َر َزق َن ُه ۡم‬
ِ ‫ﵟتتجافىْ جنوبهمْ ع ِنْ ٱلمضا‬
َ ُ
‫ْﵞ‬١٦ْ‫يُنفِقون‬

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka


berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap,
dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami
berikan kepada mereka.” (QS. As-sajadah: 16).

Dalam ayat ini Allah menyebutkan sifat hamba ketika mereka


beribadah kepada Allah yaitu:
❖ Al-khauf, artinya takut kepada Allah
❖ At-tama’, artinya berharap kepada Allah
Dua unsur inilah yang harus selalu ada dalam ibadah yang
dilakukan seorang hamba kepada Allah ‫ ﷻ‬sesuai yang digariskan
dalam syariat Islam.

Demikian juga dalam beribadah kepada Allah harus


dihadirkan syarat-syarat agar ibadah tersebut bisa diterima, para
ulama menjelaskan agar ibadah diterima oleh Allah ‫ﷻ‬, salah
seorang ulama ternama bernama Fudhail bin I’yadh
Rahimahullah pernah menafsirkan firman Allah:

ُ ُ َ ۡ ُ َ ۡ َ ُ َ ٗ َ َ ُ َ ۡ َ ۡ ُ ُّ َ ۡ ُ َ ُ ۡ َ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َّ
٢ْ‫ٱلذِيْخلقْٱلموتْوٱلحيوةْل ِيبلوكمْأيكمْأحسنْعملاْۚوهوْٱلع ِزيزْٱلغفور‬

9|UNTUKMU WAHAI TAMU ALLAH


“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu,
siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha
Perkasa lagi Maha Pengampun.” ( Qs. Al Mulk : 2 )

Beliau menyebutkan:
ً َ ً َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ ُ ََ ُ َ َ ً َ َ َ َ
ْ،‫وابا‬
ْ ‫ص‬ْ ْ‫خاْل ِصا‬
ْ ْ‫كون‬
ْ ‫حتىْ ْي‬
ْ ْ‫قبل‬ ْ ‫ملْْْلاْ ْي‬ ْ ‫الع‬ َ
ْ ْْ،‫صو ْبه‬
ْ ‫صهْ ْوْأ‬ ْ ‫ع ْملاْ ْأخْ ْل‬ ُ
ْ ْْ‫ن‬
ْ‫س‬ْ ْ‫ْأح‬
َ َ َ َ َ َ
‫لىْالس َّْن ْة‬
ُّْ َ ‫انْ ْع‬
ْ ‫ذاْك‬ ْ ُ ‫الص‬
ْ ِْ‫وابْإ‬ ْ َّ ‫ْ َْو‬،‫انْلل‬ ْ ‫ذاْك‬
ْ ِ ‫الخْا ِلصْْإ‬
ْ ‫ْف‬

“Yang paling bagus amalnya maksudnya adalah yang


paling ikhlas dan paling benar. Suatu amal tidak akan diterima
oleh Allah, sampai mempunyai dua sifat ; murni dan benar. Murni
adalah jika amal itu dilakukan hanya karena Allah semata, sedang
benar adalah jika amal tersebut berdasarkan sunnah”. 2

Beranjak dari sini pula para ulama mengambil kesimpulan


bahwa suatu ibadah tidaklah diterima oleh Allah ‫ ﷻ‬melainkan ada
dua syarat:

❖ Ikhlas yaitu hanya memurnikan semua ibadah karena Allah


semata.
❖ Mutaba’ah, yang berarti harus sesuai dengan tuntunan serta
pedoman Rasulullah ‫ﷺ‬.

Dengan dua syarat ini seorang hamba akan benar-benar


mengaplikasikan kalimat tauhid yang selalu mereka baca, karena
kalimat “aku bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah
kecuali Allah” artinya adalah memurnikan semua ibadah hanya
semata-mata untuk Allah.

Sebagaimana itu merepukan bentuk kecintaan kepada baginda


Nabi ‫ﷺ‬, karena arti kalimat “aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah Nabi dan utusan Allah” adalah setiap amal ibadah harus
dijadikan Nabi sebagai pedomannya, atau dengan istilah yang

2
Lihat : Muhammad Syarbini di dalam Tafsir as-Siraj al-Munir : 4/ 244.

10 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
lebih masyhur “al-Mutaba’ah”, yaitu mengikuti Nabi dalam
setiap bentuk amal ibadah.

Itulah sebenarnya bentuk cinta kita kepada Allah dan juga


kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬dengan mengikhlaskan ibadah kepada Allah
dan berlandaskan bimbingan Rasulullah, sehingga setiap hamba
yang mengatakan dirinya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya
maka harus melewati tahapan ujian, dan ujiannya adalah
bagaimana kuatnya mereka memurnikan agama hanya untuk
Allah dan mengikuti sunnah Rasulullah.

Dalam Al-Qur’an ada sebuah ayat yang disebutkan oleh para


ulama dengan sebutan “ayat ujian”, yaitu ayat yang menguji
setiap hamba yang mengatakan cinta kepada Allah dan Rasul
Nya, ayat tersebut berbunyi:
ُ َّ ‫ْو‬ ُ َ ُ ُ ۡ ُ َ ۡ ۡ َ َ ُ َّ ُ ُ ۡ ۡ ُ
َ ‫ك ۡم‬ ُ ‫ْٱللْفَٱتَّب‬ َ ُّ ُ ۡ ُ ُ
َ َّ ‫ون‬ ُۡ
ْ‫ٱلل‬ ۚ ‫وب‬ ‫ن‬ ‫ْذ‬ ‫م‬ ‫ك‬‫ْل‬ ‫ر‬ ‫ف‬
ِ ‫غ‬ ‫ي‬‫ْو‬ ‫ْٱلل‬ ‫م‬ ‫ك‬‫ب‬ِ ‫ب‬ ‫ح‬‫ي‬ ْ ‫ى‬ ‫ون‬
ِ ِ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ح‬
ِ ‫ْت‬ ‫م‬ ‫نت‬ ‫نْك‬ ِ ‫ﵟق‬
‫إ‬ ْ ‫ل‬
‫ْﵞ‬٣١ْ‫ِيم‬ َّ ٞ‫َغ ُفور‬
ٞ ‫ْرح‬

Katakanlah (Muhammad), “Jika kamu mencintai Allah,


ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-
dosamu.” Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. (QS.
Ali 'Imran: 31).

Imam Hasan al-Basry Rahimahullah dan para ulama


terdahulu yang lainnya menyebutkan tentang ayat ini:
ُ َ َ َ َ َّ َ ُّ ُ ُ َّ َ ٌ َ َ َ َ
ُ َّ ‫اه ُم‬
َِْ‫ْاللْب َه ِذه ِْالآية‬
ِ ‫ْفابتل‬،‫ْالل‬
ْ ‫زعمْقومْأنهمْيحِبون‬

“Banyak orang mengira bahwa mereka mencintai Allah,


maka Allah pun menguji mereka dengan ayat ini”. 3

Karena di dalam mencintai tentunya yang didahulukankan


adalah peraturan dari Allah dan Rasul itu sendiri, bukan hanya
sekedar perasaan manusia yang sulit untuk mendapatkan standar
dan ukurannya, sehingga di dalam beribadah dan mencintai Allah
3
Lihat: Tafsir Ibnu Katsir: 2/27.

11 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
dan Rasul-Nya yang harus selalu dikenang adalah bagaimana
supaya kecintaan dari Allah dan Rasul-Nya bisa kita dapatkan,
bukan hanya sekedar bagaimana kita mencintai Allah dan Rasul-
Nya, sehingga sebagian ulama dan ahli hikmah menyebutkan:
َّ‫ب‬َ ُ َ ُ َّ َ َّ َّ ُ َ ُ َّ َ
ْ ‫لي َسْالشأنْأنْتحِبْإِنماْالشأنْأنْتح‬

“Bukanlah sebuah perkara bagaimana kamu mencintai,


akan tetapi bagaimana supaya kamu dicintai”. 4

Artinya adalah bukanlah sesuatu yang dipersoalkan


bagaimana ummat mencintai Nabinya, karena memang sebuah
kewajiban dan keharusan untuk mencintai Nabi ‫ ﷺ‬yang dengan
itu sudah pasti mencintai Allah ‫ﷻ‬, tetapi yang menjadi bahan
renungan adalah apakah kita dicintai oleh Allah dan dicintai oleh
Nabi-Nya?

Untuk mendapatkan kecintaan tersebut tentunya kita wajib


tunduk dan patuh kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬yang mana ketaatan
kepada Rasulullah itu adalah ketaatan kepada Allah ‫ﷻ‬, Allah
berfirman:
َّ َ َ َ ۡ َ َ َ ُ َّ َّ
ْ َْۖ‫ﵟمنْيُ ِطعِ ْٱلرسولْفقدْأطاعْٱلل‬
‫ﵞ‬ َ

“Barang siapa yang menta’ati rasul nya maka sungguh ia


telah menta’ati Allah.” (QS. An-Nisa: 80).

Seorang muslim ketika mereka beribadah kepada Allah


harus melewati dua syarat tersebut, yaitu bagaimana mereka
selalu menjaga hati agar tetap ikhlas dan memurnikan ibadah
hanyalah untuk Allah, dan juga ketika beribadah haruslah sesuai
dengan sunnah dan bimbingan serta pedoman dari Rasulullah ‫ﷺ‬.

Makna inilah yang disebutkan oleh Ibnu Katsir ketika


memberikan tanggapan terhadap firman Allah ‫ ﷻ‬yang ada di akhir
surat al-kahfi:

4
Lihat: Tafsir Ibnu Katsir: 2/27).

12 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َ ٞ َ ٞ َ ۡ ُ ُ َ ٓ َ َّ َ َّ َ ٰٓ َ ُ ۡ ُ ُ ۡ ٞ َ َ ۠ َ َ ٓ َ َّ ۡ ُ
َْ‫انْيَ ۡر ُجواْل َِقآء‬ ‫ﵟقلْإِنماْأناْبشرْمِثلكمْيوحىْإِلىْأنماْإِلهكمْإِلهْوحِدَْۖفمنْك‬
َ َ َ َ َ ۡ ُۡ ََ ٗ َ َٗ َ َۡ ََۡۡ
ْ ْ١١٠ْ‫َربِهِۦْفليعملْعملاْصل ِحاْولاْيش ِركْبِعِبادة ِْربِهِۦْأحدا‬
‫ﵞ‬ َۢ ٓ َ

Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanya seorang


manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: “Bahwa
sesungguhnya sembahan kalian adalah sembahan Yang
Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah
ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Tuhannya”. (QS. Al Kahfi: 110).
“Ini adalah dua rukun diterimanya amalan, yaitu harus
ikhlas karena Allah dan harus sesuai dengan tuntunan Rasulullah
‫ ”ﷺ‬5.
Harapan dan tujuan seorang hamba ketika diberi hadiah bisa
datang ke tanah suci adalah agar semua amal ibadah mereka
diterima oleh Allah ‫ﷻ‬, sehingga dengan semangat yang kuat dan
motivasi yang berkobar dalam jiwa raga membuat hamba tersebut
maju melangkah menggapai impian dan cita-cita agar
mendapatkan ampunan dari Sang Pencipta jagat raya yang pada
akhirnya adalah mendambakan surga Allah nan indah penuh
dengan kenikmatan tiada tara.
Kesempatan yang tidak boleh disia-siakan atau dilewatkan
tanpa ada kenangan yang mendalam antara seorang hamba dan
Allah ‫ﷻ‬, maka dari itulah merupakan sebuah kewajiban untuk
mematangkan rangkaian ibadah selama berada di tanah haram
Makkah dan Madinah.
Tulisan yang penuh dengan kekurangan ini akan berusaha
untuk menemani seorang muslim selama perjalan ke tanah haram
agar bisa mendapatkan kalimat yang disebutkan oleh Nabi ‫ﷺ‬
ketika berpesan kepada ummatnya selama mereka melakukan
rangkaian manasik, Nabi ‫ ﷺ‬bersabda ketika Nabi sedang
5
Lihat : Tafsir Ibnu Katsir: 5/183).

13 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
melakukan haji wada’ dikala Nabi berada diatas unta Qaswa’
pada hari penyembilan hewan qurban:
َ َّ َ َ َ ُّ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ََ ُ ُ َ
ِ ‫ْفإِنِىْلاْأدرِيْلعلِيْلاْأحجْبعدْحجتِىْه ِذ ْه‬،ْ‫لتأخذواْمناسِككم‬
“Ambillah haji kalian (dariku), sebab aku tidak tahu
barangkali aku tidak berhaji lagi sesudah haji ku ini”. (HR.
Muslim, no : 310).
Pesan perpisahan dari Nabi ‫ ﷺ‬untuk ummatnya yang harus
mereka kenang dan jaga untuk selama-lamanya; bukti cinta tulus
mulia untuk baginda Nabi ‫ﷺ‬, karena dalam cinta butuh bukti dan
fakta, dan cinta kita kepada Nabi adalah dengan mengenang dan
mengamalkan semua pesan dan wasiatnya yang sudah pasti
bersumber dari Allah ‫ﷻ‬.

14 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
BAB 1
Adab-Adab Bagi Para Tamu Allah

Menjadi tamu Allah ‫ ﷻ‬merupakan keutamaan yang tiada


tara, kalimat yang menggetarkan jiwa, titel penggerak raga untuk
melangkah menggapai ampunan Allah ‫ﷻ‬, sehingga dengannya
seorang hamba akan berusaha untuk mempertahankan amanah
serta anugerah untuk selalu berada dalam norma serta etika dan
panduan agama.
Allah ‫ ﷻ‬memberikan kepada hambaNya keutamaan yang
luar biasa indah dan berharga, salah satunya sebagaimana yang
dijelaskan oleh Nabi dalam haditsnya (walaupun dari sisi
sanadnya diperselisihkan), sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhumenyebutkan sabda Nabi ‫ﷺ‬:
ُ‫ْغ َف َرْلَه ْم‬
َ ُ َُ َ َ َ ُ َ َ َّ ُ ‫الحُ َّج‬
َ ُ َ ْ ‫ْوف ُد‬
‫ْوِإنْاستغفروه‬،ْ‫ْإِنْدعوهْأجابهم‬،ِ‫ْالل‬ ُ ‫ْوال ُع َّم‬
َ ‫ار‬ َ ‫اج‬

“Orang-orang yang berhaji dan umroh adalah tamu-tamu


Allah, apabila mereka berdoa Allah akan kAbulkan doanya, dan
apabila mereka beristigfar maka Allah akan ampunkan” (HR.
Bin Majah, no: 2892).
Alangkah mulianya para hamba yang diberi kesempatan
dan kesehatan untuk bisa bertamu ke rumah Allah (Ka’bah),
Allah kAbulkan doanya dan Allah ampunkan dosanya, itulah
memang tujuan utama dari pada jama’ah haji dan umroh.
Oleh karena itu; sudah semestinya para tamu Allah
mengetahui adab-adab yang harus dijaga selama menunaikan
ibadah ataupun setelah setelahnya, karena apabila menjadi tamu
manusia saja kita memiliki etika dan tata krama, tentunya menjadi
tamu Allah pasti ada aturan yang harus diterapkan melebihi dari
segalanya.

15 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Para ulama telah menuliskan beberapa adab yang harus
diperhatikan oleh tamu-tamu Allah agar mendapatkan kemuliaan
yang dijanjikan, di antaranya:

Pertama : Menata hati dan meluruskan niat.

Perkara hati bukan sesuatu yang dilewatkan begitu saja,


karena darinya akan menentukan kualitas ibadah, hati ibarat raja,
apabila sang raja baik dan mulia; maka yang lain akan
mengikutinya, demikian pula halnya dengan hati: apabila dia
tulus, ikhlas dan semata mengharapkan pahala dari Allah ‫ﷻ‬: maka
yang lain akan mengikutinya.
Tentunya keikhlasan dalam beramal tidak akan bertemu
dengan berharap pujian dan sanjungan dari manusia, karena
ibadah yang semata mengharapkan pahala dari Allah ‫ ﷻ‬akan jauh
dari riya dan sum’ah.
Nabi ‫ ﷺ‬sangat memperhatikan masalah ini, bahkan
menekankan kepada umatnya masalah niat dan hati terutama
dalam perkara haji dan umroh, karena ibadah ini rentan dengan
masalah yang bisa menyelewengkan hamba dari tujuan yang
sebenarnya.
Sahabat Anas bin malik Radhiyallahu ‘anhu pernah
menyebutkan tentang kisah Nabi melakukan ibadah haji, ketika
Nabi menunggangi unta sambil berdoa:
َ ُ َ َ َ َ َ َ ٌ َّ َ َّ ُ َّ
ْ‫اْسم َعة‬‫اللهمْحجةْلاْرِياءْفِيهاْول‬
“Ya Allah, (jadikanlah haji ini) haji yang suci, tanpa riya
dan mencari kemasyhuran”. (HR. Ibnu Majah, no: 2890).
Kalau demikian halnya Nabi ‫ ;ﷺ‬maka kita sangat butuh
untuk mengucapkan doa ini ketika sampai di miqot sebelum

16 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
memulai menunaikan ibadah haji dan umroh sebagaimana yang
dilakukan dan diucapkan Nabi ‫ﷺ‬.
Karena dalam setiap amalan apa saja; seorang hamba harus
senentiasa menata hati dan jiwanya agar selalu fokus beribadah
mengharapkan pahala dari Allah ‫ﷻ‬, karena kalau tidak demikian;
maka Allah akan meninggalkan hamba tersebut dan tidak akan
pernah menerima amalan yang ia lakukan.
Ibadah haji dan umroh yang mudah sekali bagi seorang
hamba untuk mempertontonkan dirinya, ketika itulah dia menepis
rayuan dan godaan setan yang selalu mencari cela dan cara agar
amalan yang dilakukan hamba tidak diterima oleh Allah ‫ﷻ‬.
Nabi ‫ ﷺ‬sangat mengkhawatirkan sebuah dosa yang
mungkin dianggap remeh oleh manusia, itulah yang bernama
riya’ dan sum’ah, bahkan Nabi menyebut amalan tersebut dengan
syirik kecil dan dosa yang terselubung, banyak hamba yang
terjebak di dalamnya, Nabi bersabda:

‫الشر ُك ْاْلَ ْص َغر َيا‬ ِ ‫ وما‬:‫الشر ُك ْاْلَص َغر " َقالُوا‬ ِ ‫اف ع َلي ُكم‬ ‫إِن أَخوف ما أَخ‬
ُ ْ ََ ُ ْ ْ ُ ْ َ ُ َ َ َ َ ْ َّ
‫اس‬ ‫الن‬ ‫ي‬ ِ‫ز‬‫ج‬ ‫ا‬‫ذ‬َ ِ
‫إ‬ : ِ ‫ول اهلل عز وج َّل َلهم يوم ا ْل ِقيام‬
‫ة‬ ُ ‫ق‬
ُ ‫ي‬ ، ‫اء‬ ‫ي‬‫الر‬
ِ " : ‫ال‬َ ‫ق‬
َ ‫؟‬ ِ ‫ول‬
‫اهلل‬ َ ‫َر ُس‬
ُ َّ َ ُ َ َ َ َْ ْ ُ َ َ َّ َ ُ َ َ ُ
‫ون ِع ْن َد ُهم‬َ ‫الد ْنيا َفا ْنظُروا َه ْل َت ِج ُد‬ ُّ ‫ون ِفي‬َ ‫ين ُك ْن ُتم ُتر ُاء‬ َ ‫ ا ْذ َهبوا ِإ َلى ا َّل ِذ‬:‫ِبأَ ْع َم ِالهِ م‬
ْ ُ َ َ ْ ُ ْ
‫َج َزاء‬
“Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian
adalah syirik kecil, yaitu riya’. Allah akan mengatakan kepada
mereka pada hari Kiamat tatkala memberikan balasan atas amal-
amal manusia: “Pergilah kepada orang-orang yang kalian
berbuat riya’ kepada mereka di dunia; Apakah kalian akan
mendapat balasan dari sisi mereka? (HR. Ahmad, no: 23630).
Ini merupakan adab yang pertama dan paling utama ketika
hamba ingin melakukan ibadah, terutama ketika mereka menjadi
tamu Allah ‫ ﷻ‬yang akan membuat mereka selelu tunduk dan

17 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
bersimpuh di hadapan Allah atas segala kemudahan dan kasih
sayang yang Allah berikan.

Kedua :Mengetahui ahkam (hukum-hukum) berkaitan


dengan ibadah haji dan umroh.

Hamba yang dipilih Allah ‫ ﷻ‬untuk menjadi tamuNya; harus


memberikan persiapan yang ekstra sebelum melakukan ibadah
haji dan umroh, karena ini merupakan ibadah yang kewajibannya
sekali seumur hidup, dalam satu sisi ini adalah ibadah yang jarang
dilakukan hamba sehingga membuat dirinya mudah lupa akan
hukum-hukumnya, namun disisi lain seorang hamba ingin
memberikan kenangan paling indah sebagai bekal bertemu
dengan Allah dengan ibadah mulia ini.
Kalau seorang hamba sebelum datang ke tanah haram sudah
mempersiapkan bekal dengan begitu matang, mulai dari pakaian,
makanan, obat-obatan, bahkan yang sesuai dengan selera; maka
wajar persiapan agama dan yang berkaitan dengan hukum-hukum
haji dan umroh lebih utama untuk dimatangkan serta
diprioritaskan, karena apabila salah atau kurang sempurna, bisa
menyebabkan penyesalan untuk selama-lamanya.
Alhamdulillah banyak buku yang bisa dibaca, ataupun
mendengarkan penjelasan para ulama agar ibadah yang mulia ini
mendapatkan hasil yang mendekati kata sempurna sesuai dengan
teladan ummat manusia; Muhammad bin Abdillah ‫ﷺ‬.

18 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ketiga :Mencari teman terbaik

Teman yang baik selama melakukan perjalanan ibadah haji


dan umroh merupakan sebuah keharusan yang mesti diperhatikan
para tamu Allah ‫ﷻ‬, tentunya untuk bisa membantu dirinya
semangat beribadah kepada Allah atau mengingatkan akan tujuan
utama datang ke tanah haram Makkah dan Madinah, serta tujuan
lainnya.
Nabi ‫ ﷺ‬pernah mengingatkan umatnya akan hal tersebut,
sebagaimana hadits yang dibawakan sahabat Abu Musa al-
’Asy’ary Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:
ُ َ َ ََ َ َ َّ َّ ‫َم َث ُلْالجَل ِيس‬
ْ: ‫ك‬
ِْ ‫حامِلْال ِمس‬ ‫ْف‬،‫ِير‬
ِْ ‫ْوناف ِخِ ْالك‬ ‫ك‬ ‫س‬
ِ ِ ِ ‫م‬ ‫ْال‬ ‫ِل‬
‫م‬ ‫ا‬‫ح‬ ‫ك‬ ْ،‫ْوالسو ْء‬ ِ‫ْالصال ِح‬ ِ
ُ َ َ ً َ َ ً ُ َ َ َ َّ َ ُ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َ َّ
ْ:‫ِير‬
ِْ ‫ وناف ِخْالك‬،‫ْوِإماْأنْت ِجدْمِنهْرِيحاْطيِب ْة‬،‫ وِإماْأنْتبتاعْمِن ْه‬،‫إِماْأنْيحذيك‬
ًَ َ ً َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َ َّ
.‫ْخ ْب ِيْ ْث ْة‬
ْ ‫ْوِإماْأنْتِْج ْدْ ْرِيْحا‬،‫ك‬ ْ ‫إِماْأنْيحرقْثِياب‬
“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat
seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual
minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau
engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak,
engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan
pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu,
dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang
tak sedap.” (HR. Bukhari, no: 5214 dan Muslim, no: 146).
Teman sangat memberikan pengaruh dalam kehidupan,
terutama dalam perjalanan yang mulia ini, seorang teman yang
baik akan menularkan nilai positif yang memberikan manfaat
dunia akhirat, namun teman yang kurang baik akan melahirkan
nilai-nilai negatif yang berpengaruh besar terhadap amalan
ibadah haji dan umroh.
Teman yang baik akan selalu membawa kita semangat
beribadah dan menghabiskan waktu di tanah suci dalam hal yang

19 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
diridhai Allah ‫ﷻ‬, baik itu rajin ke masjid, melaksakan shalat-
shalat sunnah, membaca Al-Qur’an, berdzikir serta ibadah
lainnya yang akan membuat kita bisa meraih pahala yang besar
dari Allah ‫ﷻ‬.
Namun sebaliknya, teman yang buruk hanya akan
membawa kita menghabiskan waktu dalam hal-hal yang bisa
melalaikan dari tujuan yang sebenarnya, seperti menceritakan aib
sesama, merokok di tanah suci, mendengarkan musik dan
nyanyian, menghabiskan waktu tanpa arah dan tujuan serta
keadaan lainnya yang bisa mengurangi kemurnian ibadah haji dan
umroh yang mulia ini.
Dari sinilah kita perlu mencari pendamping dan teman
seperjuangan dalam menggapai ampunan, rahmat serta kasih
sayang Allah ‫ﷻ‬, sehingga tujuan utama agar diampunkan dosa
bisa kita raih.
Dalam Al-Qur’an Allah pernah menyebutkan akan
pentingnya perkara mencari teman dalam kehidupan, karena
apabila salah dalam memilih jalan; bisa menimbulkan
penyesalan, salah satunya firman Allah:
ٗ َّ
ُ ‫ٱتخَ ۡذ‬ َ َ َ ُ ُ َ َّ ُّ
َّ ْ‫تْ َم َع‬
ْ٢٧ْْ‫ٱلر ُسو ِلْ َسبِيلا‬ ْ‫ﵟو َي ۡو َمْ َي َعضْ ٱلظال ُِمْ عَلىْ يَ َديۡهِْ َيقولْ يل ۡيتنِى‬
َ
َ َٓ ۡ َ َۡ ۡ َ َّ َ َ ۡ َ َّ ٗ َ ً َ ُ ۡ َّ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ
ْۗ‫ ْلقدْأضلنِىْع ِنْٱلذِك ِرْبعدْ إِذْجاءنِى‬٢٨ْ ‫يويلتىْليتنِىْلمْأتخِذْفلاناْخل ِيلا‬
ٗ ُ َ َ ۡ َّ َ َ
‫ْﵞ‬٢٩ْ‫َوكانْٱلش ۡي َط ُنْل ِل ِإنس ِنْخذولا‬

“Dan ingatlah hari ketika itu orang yang zalim menggigit


dua tangannya, seraya berkata: “Aduhai kiranya dulu aku
mengambil jalan bersama-sama Rasul. Kecelakaan besarlah
bagiku; kiranya aku dulu tidak menjadikan si fulan itu teman
akrabku. Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-
Qur'an ketika Al-Qur'an telah datang kepadaku. Dan setan itu
tidak mau menolong manusia” (QS. Al-Furqan: 27-29).

20 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ayat yang menjelaskan penyesalan orang-orang yang salah
dalam memilih teman, sehingga mereka menyesal diwaktu yang
tidak lagi berguna sebuah penyesalan.
Maka wajar sekiranya para ulama selalu memberikan
nasehat dalam pertemanan:
“Jangan berteman kecuali dengan orang yang akan
membantumu dalam berdzikir kepada Allah”.

Keempat : Berakhlak al-karimah

Akhlak adalah nilai seorang hamba yang menentukan


posisinya di mata Allah ‫ ﷻ‬dan juga di sisi manusia, apalagi ketika
berada di waktu yang mulia, tempat yang indah, dan tanah yang
barokah, tentunya akhlak mulia harus selalu dijaga dan
diprioritaskan.
Akhlak mulia tentunya mencakup semuanya, baik akhlak
kepada Allah, kepada Rasul dan juga kepada sesama manusia.
Akhlak kepada Allah adalah dengan memurnikan ibadah
semata-mata mengharapkan pahala dariNya.
Akhlak kepada Rasul adalah dengan mempelajari,
mengetahi dan mendalami agama yang dibawa oleh Nabi ‫ﷺ‬untuk
diterapkan.
Dan akhlak kepada sesama adalah dengan menyayangi yang
lebih muda dan menghormati yang lebih tua tanpa melihat
bahasa, kabilah, warna kulit, atau bangsa dan negara, karena kita
semua sama di sisi Allah, dan yang membedakan adalah iman dan
taqwa, akhlak seperti inilah yang diinginkan oleh sesama demi
mendapatkan kemuliaan yang dijanjikan.
Rasulullah ‫ﷺ‬telah memberikan sebuah kaedah dalam
bermuamalah, sebagaimana hadits dari sahabat Abdullah bin

21 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi ‫ﷺ‬
bersabda:
َّ ُ ُ َ ُ َ ُ ُ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ ُ َ َّ َ َ َ َ ُ َ َّ َ َ َ َ
ِْ‫ ْفلتأتِهِْمن ِيتهْوهوْيؤمِنْ بِالل‬،‫فمنْأحبْأنْيزحزحْع ِنْالنارِْويدخلْالجن ْة‬
َ َ ُ َ ُّ ُ َّ َ
ِ‫الذيْيحِبْأنْيؤتىْإِلي ْه‬ َّْ ْ‫تْْإ ِْلى‬
ْ ِ ‫الن‬
ْ ْ‫اس‬ ِْ ْ‫ْ َْولْ َْيأ‬،‫َوال َيو ِمْالآخر‬
“Barangsiapa yang ingin selamat dari neraka dan masuk
ke dalam surga, maka keitka ajal mendatanginya ia dalam
kondisi beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan ia bersikap
kepada manusia dengan sikap yang ia suka diperlakukan
kepadanya” (HR Muslim, no: 1844).

Kaedah dalam bermuamalah disebutkan oleh baginda Nabi


‫ﷺ‬dalam hadits yang mulia ini adalah dengan:

“Memperlakukan manusia dengan perlakuan yang kita


menyukainya kalau seandainya perlakuan tersebut untuk diri kita
sendiri”.

Kaedah mulia yang diajarkan Nabi tercinta kepada


ummatnya agar kita selalu menjaga hati dan perasaan saudara
sebagaimana hati dan perasaan kita juga ingin mereka jaga.

Sehingga untuk mendapatkan akhlak mulia ini, maka yang


harus ditingkatkan adalah kesabaran, terutama dikala melakukan
manasik, mungkin ada saudara yang menyerempet, menyenggol,
berdesak-desakan: itu adalah perkara yang kita harus berlapang
dada agar mendapatkan pahala dan ampunan dari Allah semata.

Nabi ‫ ﷺ‬pernah menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh


sahabat Abu Dzar al-Ghifary Radhiyallahu ‘anhu:

َ َ ُ ُ َ َّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ ُ َ ُ َ َّ َّ
‫ن‬
ٍْ ‫ْبخل ٍقْحس‬
ِ ‫ْوخال ِِقْالناس‬،‫ْوأتبِعِ ْالسيِئةْالحسنةْتمحها‬،‫ت‬
ْ ‫ات ِقْاللِْحيثماْكن‬

22 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Bertakwalah kepada Allah ‫ ﷻ‬di manapun engkau berada.
Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan niscaya kebaikan itu
akan menghapus (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan
pergaulan yang baik.” (HR. At-Tirmidzi, no: 1987).
Begitu banyak hadits Nabi yang menyarankan serta
mengajarkan ummatnya untuk selalu menjaga adab dan aklak
yang mulia, bahkan Nabi mengkaitkan dengan surga yang begitu
indah, seperti yang disebutkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dari hadits yang
diriwayatkan sahabat Abu Umamah al-Bahily Radhiyallahu
‘anhu:

َ َ َ َ ًّ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ٌ َ ََ
ْ‫تْفِىْوس ِط‬ ٍ ‫تْفِىْرب ِضْالجنةِْ ل ِمنْتركْال ِمراءْوِإنْكان ْمحِقاْوبِبي‬
ٍ ‫أناْزعِيمْ بِبي‬
ُ َ َّ َ َ َّ َ َ َ
ُ‫ْخلُ َق ْه‬ َ ‫ْماز ًح‬
َ ‫اْوب‬ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ
َ ‫ان‬
‫تْفِىْأعلىْالجنةِْل ِمنْحسن‬ ٍ ِ‫ي‬ ‫ب‬ ِ ‫الجنةِْل ِمنْتركْالكذِبْوِإنْك‬

“Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang


yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga
menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang
meninggalkan kedustaan meskipun hanya bergurau, Dan aku
juga menjamin rumah di surga yang paling tinggi bagi seseorang
yang berakhlak baik” ( HR. Abu Daud, no: 4800).

Nabi ‫ﷺ‬juga pernah ditanya perkara apa yang memudahkan


seseorang masuk ke dalam surga, maka Nabi ‫ﷺ‬menjawab:
ُُ
ْ‫ىْو ُحس ُنْالخل ِق‬ َّ
َ ‫التق َو‬

“Taqwa kepada Allah serta akhlak yang baik” (HR. Ibnu


Majah, no: 4286).

23 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Kelima : Menyibukkan diri untuk berdzikir

Di antara adab yang perlu dijaga oleh para tamu Allah ‫ﷻ‬
adalah menyibukkan diri untuk melakukan hal-hal yang bisa
mendatangkan keridhoan Allah ‫ﷻ‬, karena nikmat yang paling
banyak disia-siakan oleh manusia tanpa mereka sadari adalah
nikmat kesehatan dan waktu luang (kesempatan).

Sahabat Abu Hurairoh pernah meriwayatkan hadits Nabi ‫ﷺ‬


:

َ َ ُ َ َ َ ٌ َ ‫ن ِع َم َتان‬
ِْ ‫ْوالف َر‬
‫اغ‬ ‫الصحة‬ ْ ِ ‫ْالن‬
ِ ْ:‫اس‬ ٌ ِ ‫اْكث‬
َ ‫يرْم َِن‬ ‫ْمغ ُبونْفِي ِهم‬ ِ
“Dua nikmat, kebanyakan manusia tertipu dengan
keduanya, yaitu kesehatan dan waktu luang” (HR. Bukhari, no:
6049).
Para tamu Allah ketika berada di tanah haram; banyak
sekali memiliki waktu yang kalau seandainya tidak pandai
menggunakan waktu tersebut; bisa menghilangkan peluang dan
kesempatan menggapai pahala yang sangat banyak sekali, salah
satu yang bisa dilakukan adalah berzikir kepada Allah ‫ﷻ‬.

Dzikir yang paling mulia adalah Al-Qur’an dan hadits-


hadits Nabi ‫ﷺ‬, sehingga para tamu Allah selayaknya memiliki
target yang harus mereka selesaikan selama berada di tanah
haram ini, seperti mengkhatamkan Al-Qur’an, atau membaca
hadits-hadits singkat dan yang semisalnya.

Karena apabila ada yang digapai, seseorang akan berusaha


untuk mewujutkan cita-citanya, dan tidak ada tujuan yang paling
indah keculi mengkhatamkan Al-Qur’an sambil menyempatkan
diri membaca sabda-sabda Nabi ‫ﷺ‬.

Atau juga bisa menyibukkan diri dengan doa-doa yang


ma’tsur (bersumber) dari Nabi ‫ﷺ‬, apalagi dalam melakukan

24 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
pelaksanaan haji dan umroh yang memiliki doa yang banyak
sekali yang akan kita bawakan di akhir pembahasan.

Namun kalau seandainya para tamu Allah tidak bisa


melakukan yang demikian, paling tidak bisa menahan diri dan
lisan untuk tidak mengucapkan hal-hal yang bisa mendatangkan
murka Allah. Nabi ‫ﷺ‬pernah bersabda:

ِ ‫من كان يؤ ِمن ب‬


‫ِاهلل َوا ْلي ْو ِم ْاْل ِخرِ َف ْلي ُق ْل َخيرا أَ ْو ِلي ْص ُم ْت‬
َ ْ َ َ َّ ُ ْ ُ َ َ ْ َ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir,
hendaknya ia berkata baik atau diam” (HR. Bukhari, no: 5672,
dan Muslim, no: 74).

Para tamu Allah ketika berada di tanah haram; dianjurkan


selalu membasahi lisan untuk berdzikir kepada Allah, namun
kalau tidak maka lebih baik diam dan menahan lisan; sesuai
arahan dan bimbingan Nabi tercinta Muhammad bin Abdillah ‫ﷺ‬.

Keenam : Tidak menyakiti anatara sesama

Beribadah di tanah haram dijanjikan akan mendapatkan


pahala dan balasan yang tentunya tidak sama dengan balasan
yang dilakukan selama berada di tanah halal, namun sebaliknya,
kesalahan yang dilakukan di dalamnya juga memiliki ancaman
yang tidak ringan.

Seorang hamba tentunya harus menjaga diri selama berada


di dalam tanah haram agar tidak mengganggu atau menyakiti
saudara kaum muslimin lainnya, baik dengan ucapan ataupun
dengan perbuatan.

25 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Dengan ucapan seperti mencela, beradu mulut/ debat kusir,
mengejek, membuka aib, dan menceritakan perkara yang tidak
disukai oleh saudaranya.
Adapun menyakiti dengan perbuatan seperti melukai fisik,
menyakiti dan yang semisalnya.
Itu semua harus dijauhi oleh seorang muslim dimana saja
mereka berada, apalagi ketika berada di area tanah haram yang
harus dihormati dan dihargai, Nabi ‫ ﷺ‬pernah menyebutkan sifat
seorang muslim:

َ ُ ُ َ َ َ ُ ُ
ِ ْ‫ِْو َي ِده‬
َ ‫ونْمِنْل َِسانِه‬‫المسل ِمْمنْسل ِمْالمسل ِم‬

“Yang disebut dengan muslim sejati adalah orang lain


selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari, no: 10 dan
Muslim, no; 64).

Tanah haram artinya tanah yang harus dihormati dan


dijunjung tinggi aturan yang disebutkan oleh Allah dan Nabi-
Nya, salah satu ancaman yang sangat berat ketika melakukan
kedzaliman di tanah haram sebagaimana yang Allah jelaskan
dalam Al-Qur’an:

َ َ َ ۡ ُ ۡ ُّ ۡ ُ ۡ ۡ ُ ََ
‫ﵞ‬
ْ ْ٢٥ْ‫ِيم‬ َ
ٖ ‫ابْأل‬
ٍ ‫ذ‬‫ْع‬ ‫ِن‬
‫م‬ ْ ‫ه‬ ‫ِق‬
‫ذ‬ ‫ْن‬ ‫م‬
ٖ ‫ل‬ ‫ظ‬ِ ‫ب‬ِْۭ ‫د‬‫ا‬ ‫ح‬ ‫ل‬ِ ‫إ‬ِ ‫ِْب‬ ‫ه‬‫ِي‬ ‫ف‬ْ ‫د‬‫ﵟومنْي ِر‬

“Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan


kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya
sebagian siksa yang pedih” (QS. Al-Hajj: 25).

26 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Kedzaliman yang dimaksud dalam ayat ini mencakup
semuanya, baik itu berupa kesyirikan, kebid’ahan atau
kemaksiatan, bahkan semua bentuk yang melanggar agama juga
termasuk di dalamnya.
Seorang muslim harus bersyukur ketika Allah berikan
kesempatan bisa datang ke tanah haram, namun disamping itu
juga mereka harus berhati-hati agar tidak terjerat rayuan dan
godaan setan yang bisa menggelincirkan hingga menimbulkan
murka Allah ‫ﷻ‬.

27 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
BAB II
HUKUM DAN KEUTAMAAN HAJI &
UMROH

Haji dan umroh merupakan ibadah mulia yang diwajibkan


oleh Allah ‫ ﷻ‬semenjak zaman dahulu kala, ketika Nabi Ibrahim
‘alaihis salam telah selesai membangun dan meninggikan
pondasi ka’bah yang sebelumnya bangunan ka’bah rusak dan
hilang karena badai besar yang terjadi di zaman Nabi Nuh ‘alaihis
salam.
Allah ‫ ﷻ‬memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk
menyerukan kewajiban ibadah haji kepada semua manusia, Allah
berfirman kepada Nabi ibrahim ‘alaihis salam:
ۡ َّ ََ
َ ِ ‫ﵟوأذِنْفِىْٱلن‬
‫اسْبِٱلح ِجْﵞ‬
“Dan umumkanlah kepada manusia untuk menunaikan
ibadah haji.” (QS. Al-Hajj: 27).
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mulai melakukan perintah
Allah ‫ ﷻ‬menyampaikan kewajiban serta kemuliaan ibadah haji
kepada semua manusia, dia berdiri di atas bukit shafa atau di
dekat bangunan ka’bah sambil melantunkan:
“Wahai manusia, sesungguhnya Rabb kalian menjadikan
ka’bah sebagai rumahnya, maka berhajilah ke sana”.
Seruan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tersebut membuat
gunung-gunung tunduk dan merendah sehingga himbauan Nabi
Ibrahim sampai ke pelosok dunia, terdengar oleh semua makhluk
bahkan yang masih ada di dalam rahim dan tulang rusuk, dijawab
oleh semua yang mendengarkan; baik pepohonan, bebatuan dan
dedaunan serta setiap hamba yang ditakdirkan oleh Allah akan
datang ke tanah suci, semuanya mengucapkan:

28 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Kami menjawab seruan-Mu ya Allah” 6.
Kewajiban haji akan tetap menjadi kekal dan abadi hingga
hari kiamat sampai ka’bah sudah tidak ada lagi di muka bumi, itu
merupakan hasil dari ketundukan dan kepatuhan Nabi Ibrahim
dalam melaksanakan printah Allah ‫ﷻ‬.
Namun seiring berputarnya roda kehidupan, bergantinya
para Nabi dan utusan; maka terjadilah perubahan dalam proses
pelaksanaan haji. Ibadah haji yang awal mulanya hanya semata-
mata untuk Allah ‫ ﷻ‬sudah mulai diselewengkan untuk yang
lainnya, baik karena kejahilan atau karena mengikuti hawa nafsu.
Puncak dari penyelewengan dan penyimpangan itu terjadi
sebelum diutus Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬menjadi seorang Nabi dan
Rasul, ketika manusia sudah mulai melakukan penyimpangan
terbesar di rumah Allah, yang mana orang-orang jahiliyyah
menyekutukan Allah ‫ ﷻ‬dengan yang lainnya, dan itu terbukti dari
kalimat talbiyah yang mereka ucapkan, sebagimana hadits yang
dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu:
ُ َّ ‫ِْصل‬ ُ ُ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ َ َ ُ ُ َ َ
َ ‫ولْالل‬
ْ‫يْالل‬ ‫ْفيقولْرس‬:‫ال‬ْ ‫ق‬-ْ)ْ ‫ك‬
ْ ‫ْ(لبيكْلاْش ِريكْل‬:‫ون‬ ْ ‫كانْالمش ِركونْيقول‬
َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ ً َ َّ َ ُ ُ َ َ َ ُ َ َّ َ َ َ
ْ) ‫ك‬
ْ ‫ْتمل ِكهْوماْمل‬،‫ك‬ ْ ‫ْ َويلكمْقدْقدْف َيقول‬:‫ِْو َسل َْم‬
ْ ‫ْ(إِلاْش ِريكاْهوْل‬-ْ:‫ون‬ ‫عليه‬
َ ُ ُ َ َ َ ُ ُ
ِْ ‫ْ َوهم َْي ُطوفونْبِال َبي‬،‫َيقولونْهذا‬
‫ت‬
“Dulu orang-orang musyrik mengatakan: ‘Labbaika laa
syariika laka… (Aku memenuhi panggilan-Mu, wahai Dzat; yang
tiada sekutu bagi-Mu…). Maka, Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda:
‘Celakalah kalian, cukuplah ucapan itu dan jangan diteruskan!’
Tapi, mereka meneruskan ucapan mereka: ‘Illaa syariikan huwa
laka tamlikuhu wamaa malaka… (Kecuali, sekutu bagi-Mu yang
memang Engkau kuasai dan ia tidak menguasai).’ Mereka
mengatakan ini, sedang mereka berthawaf di Baitullah.” (HR.
Muslim no. 1185).

6
Llihat: Tafsir Ibnu Katsir: 5/363.

29 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Orang-orang musyrikin di zaman jahiliyyah beribadah
kepada Allah, namun disamping itu mereka juga beribadah dan
meminta kepada selain Allah ‫ﷻ‬, itu sangat jelas sekali dalam
kalimat talbiyah yang mereka serukan ketika sedang thawaf di
ka’bah, mereka mengira Allah memiliki sekutu yang Allah
sendiri yang menjadikan sekutu tersebut untuk diriNya, padahal
itu merupakan penyelewengan yang nyata dalam ibadah mereka
yang sudah mulai jauh dari norma tauhid dan aqidah serta ibadah
yang semestinya.
Nabi ‫ﷺ‬datang dan diutus untuk kembali memurnikan ajaran
Nabi Ibrahim yang sesungguhnya, salah satunya ibadah haji yang
hanya semata-mata untuk mencari pahala dan keridhoan Allah ‫ﷻ‬
tanpa harus membawa nama tuhan dan berhala serta sesembahan
selain Allah ‫ﷻ‬, dan itu terbukti dari kalimat yang paling disukai
oleh Allah ketika hamba melaksanakan ibadah haji dan umroh,
sebagaimana sabda Nabi ‫ ﷺ‬ketika ditanya oleh sahabat Abu
Bakar as-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu:
ُّ‫ج‬ َّ َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ ُّ َ
ْ ‫ْالعجْوالث‬:‫ال‬
ْ ‫ل؟ْق‬
ْ ‫أيْالح ِجْأفض‬
“Amalan ibadah haji manakah yang paling mulia?, Nabi
menjawab: mengucapkan talbiyah dan menyembelih untuk Allah
‫ﷻ‬.” (HR. At-Tirmidzi, no: 827).
Al-’Ajju artinya mengangkat suara dalam melantunkan
kalimat talbiyah, Ats-Tsajju artinya menumpahkan darah untuk
Allah ‫ ﷻ‬semata (menyembelih/berkurban), dua ibadah yang
mulia ini merupakan ibadah yang sudah dipalingkan untuk selain
Allah, sehingga Nabi ‫ ﷺ‬ingin mengembalikan dan memurnikan
ajaran Nabi Ibrahim yang sesungguhnya.
Talbiyah yang terdapat kalimat tauhid dan penghambaan
diri kepada Allah semata, sebagaimana pula berkurban dan
menyembelih juga hanya untuk Allah ‫ﷻ‬, kedua ibadah tersebut
merupakan bentuk penghambaan dan ubudiyyah hamba kepada

30 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Sang Pencipta yang tidak boleh dijadikan melainkan hanya
kepada Allah ‫ﷻ‬.
Dari sini bermula visi dan misi Nabi ‫ﷺ‬untuk memurnikan
ibadah kepada Allah, salah satu ibadah tersebut adalah haji dan
umroh yang sudah terlalu jauh dari arena dan ketetapan syariat
Allah, mulai dari penyimpangan dalam tauhid dan aqidah, juga
pelanggaran dalam hukum yang ada di dalamnya, seperti thawaf
di ka’bah sambil bertepuk tangan, thawaf tanpa sehelai pakaian
dan berkurban untuk selain Allah ‫ﷻ‬.
Pada tahun ke-9 hijriyyah; kewajiban haji kembali
diwajibkan kepada kaum muslimin sesuai dengan yang
semestinya, namun Nabi ‫ﷺ‬belum melaksanakan haji pada tahun
tersebut, tentunya dengan alasan dan hikmah dari Allah ‫ﷻ‬.
Di antara alasan Nabi mengundurkan pelaksanaan ibadah
haji karena berhala belum seutuhnya hilang dari tanah Makkah,
masih tersisa ajaran yang sebelumnya dianut oleh penduduknya,
sehingga Nabi mengutus sahabat Abu Bakar As-Siddiq
Radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi pemimpin kaum muslimin
dalam pelaksanaan haji pada tahun tersebut.
Dalam satu sisi; Nabi juga mengutus sahabat Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu ‘anhu untuk membawa dan membacakan
sebuah surat dalam Al-Qur’an yang berisi tentang berlepasnya
Allah dan RasulNya dari kaum musyrikin serta larangan bagi
mereka untuk tinggal di tanah haram Makkah setelah tahun itu,
Ali Radhiyallahu ‘anhu yang membawa misi lain ke kota Makkah
sambil mengenderai unta milik Nabi ‫ﷺ‬, ia bergegas dan
membacakan kepada semua jamaah haji pada tahun itu, sehingga
orang-orang yang ada di Makkah benar-benar tahu apa isi
kandungan dan tujuan ayat tersebut diturunkan.
Makkah pun kembali menjadi tanah yang murni dan bersih
dari noda kesyirikan dan gelapnya kekufuran, maka pada tahun
ke-10 hijriyyah barulah Nabi ‫ ﷺ‬menunaikan ibadah haji dan

31 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
umroh, sehingga terkenal dengan sebutan “Haji Wada”, yang itu
merupakan haji pertama sekaligus haji terakhir Rasulullah ‫ﷺ‬.
Allah muliakan Nabinya untuk berhaji dan mendapatkan
keutamaan yang banyak sekali, salah satunya bahwa rukun haji
yang paling mulia, yaitu wukuf di padang ‘arafah bertepatan
dengan hari Jum’at, hari mulia yang hanya dipilih Allah untuk
ummat Nabinya, perjumpaan ibadah yang mulia di hari mulia
serta di tanah yang penuh berkah menjadikan haji Nabi adalah
haji terindah sepanjang sejarah.
Dari haji Nabi inilah para ulama membahas dan berbeda
tentang tata cara haji Nabi ‫ﷺ‬, tentunya kita sebagai ummat Nabi
akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencontoh dan
meneladani haji Nabi, walau diri ini berhaji tidak semaksimal
yang dilakukan Nabi, paling tidak ada usaha yang ekstra untuk
meniru setiap gerak-gerik, langkah dan ucapan serta perbuatan
Nabi ‫ﷺ‬selama menunaikan manasik haji dan umroh.

32 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
HUKUM IBADAH HAJI DAN UMROH

Haji merupakan rukun Islam yang ke-5, kewajibannya


diketahui oleh seluruh kaum muslimin baik para ulama ataupun
orang awam lainnya, tidak ada yang mengingkarinya melainkan
mereka menyelisihi dan menyimpang dari rambu-rambu ajaran
Islam yang dibawa oleh baginda Nabi ‫ﷺ‬.
Banyak sekali ayat ataupun hadits serta perkataan para
ulama yang menjelaskan tentang kewajiban haji dan umroh, di
antara dalilnya adalah firman Allah ‫ﷻ‬:
َ َ َّ َّ َ َ َ َ َ ۚ ‫ِْسبيلٗا‬ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ ُّ
َ ‫اعْإل َ ۡيه‬ َّ َ ‫ﵟو ِ َّللِْعَل‬
ْ‫ْٱللْغنِ ٌّى‬ ‫ْو َمنْكفرْفإِن‬ ِ ِ ‫تْم ِنْٱستط‬
ِ ‫اسْحِجْٱلبي‬ِ ‫ىْٱلن‬ َ

‫ﵞ‬
ْ ْ٩٧ْ‫ين‬َ ‫َعنْٱلۡ َعلَم‬
ِ ِ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban bagi manusia
terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban
haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan
sesuatu) dari semesta alam” (QS. Ali Imran: 97).
Juga firman Allah ‫ﷻ‬:

َّ َ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ ۡ ُّ ََ
‫ْللِْۚﵞ‬ِ ‫ﵟوأت ِمواْٱلحجْوٱلعمرة‬
“Sempurnakan haji dan umroh untuk Allah semata” (QS.
Al-Baqarah: 196).
Begitu juga dengan hadits-hadits begitu banyak yang
menyebutkan tentang kewajiban ibadah haji, di antaranya hadits
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan
tentang pondasi Islam dan rukunnya, Rasulullah ‫ﷺ‬bersabda:

33 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َّ ُ ُ َ ً َّ َ ُ َّ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ
ْ ‫ ْشهادة ِْأنْلاْ إِله ْإِلاْاللْوأنْمحمداْرسول‬:ْ‫امْعَلىْخم ٍس‬
ِْ‫ ْ َوِإقام‬،ِ‫ْالل‬ ‫بُنِ َى ْال ِإسل‬
‫ْْ َو َصو ِمْرمضان‬،‫ج‬
َ َّ
ِْ َ‫ْْ َوالح‬،ِ ‫ِْالزكا ْة‬ َ ‫ْْ َو‬،ِ ‫الصلَا ْة‬
‫ِإيتاء‬ َّ

“Islam dibangun di atas lima perkara: Bersaksi tidak ada


sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mengaku
Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat, berhaji, dan berpuasa di bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari
no. 8 dan Muslim no. 16).
Dalam hadits lain yang dibawakan oleh sahabat Abu
Hurairoh Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‫ﷺ‬juga menyebutkan:

‫اهلل َع َلي ُكم ا ْل َح َّج َف ُح ُّجوا‬


ُ ْ ُ
‫ َق ْد َفر َض‬،‫اس‬
َ َّ ‫أَ ُّي َها‬
ُ ‫الن‬
“Wahai manusia, telah diwajibkan atas kalian berhaji,
maka berhajilah” (HR. Muslim no. 1337).
Sahabat Ali bin Abi Thalib juga menukilkan perkataan Nabi
‫ﷺ‬yang memberikan ketegasan bagi seseorang yang sanggup
untuk berhaji namun dia tidak mau berhaji, Nabi bersabda:
ِ ‫وت يه‬ ِ ِ َّ ‫اح َلة ُتب ِل ُغه ِإ َلى بي ِت‬
ِ ‫من م َل َك َزادا ور‬
،‫ود ًّيا‬ ُ َ َ ‫اهلل َو َل ْم َي ُح َّج َف ََل َع َل ْيه أَ ْن َي ُم‬ َْ ُ َ َ َ َ ْ َ
‫أَ ْو َن ْصر ِان ًّيا‬
َ
“Barangsiapa yang memiliki perbekalan dan kendaraan
yang bisa megantarkan mereka ke rumah Allah (ka’bah) untuk
berhaji, namun tidak berangkat haji, maka sama saja apakah ia
mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nashrani” (HR.
At-Tirmidzi, no: 812).
Kewajiban menunaikan ibadah haji merupakan ibadah yang
para ulama sepakat (ijma’) dengannya, banyak sekali para ulama
yang menukilkan kesepakatan tersebut, di antaranya Ibnul
Munzir dalam kitabnya Al-Ijma’, Ibnu Hazm dalam kitabnya
Marotib Al-Ijma’, dan juga Al-Kasany dalam kitabnya Bada’i

34 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ash-Shana’i fi Tartib Asy-Syara’i7 dan ulama-ulama yang lainnya
Rahimahumullahu Ta’ala.
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas jelaslah bagi
kita bahwa ibadah haji hukumnya adalah wajib bagi setiap
muslim, tentunya bagi mereka yang memenuhi syarat-syarat yang
telah ditentukan, seperti:
❖ Al-Islam, dan itu merupakan syarat untuk semua ibadah
❖ Al-‘Aqil, yang berakal
❖ Al-Baligh, yang sudah mukallaf (dibebani syariat)
❖ Al-Hur, yang merdeka
❖ Al-Istitho’ah, yang sanggup dan mampu untuk berhaji.
Kemudian para ulama juga menjelaskan kategori dari
kesanggupan dan kemampuan seorang hamba dalam melakukan
ibadah haji, mereka menyebutkan kaedah dari kesanggupan dan
kemampuan tersebut:
❖ Mampu secara materi, sehingga seorang yang berhaji
memiliki harta untuk melakukan perjalanan, dan selama
berada dalam perjalanan, sebagaimana juga dia memiliki
harta bagi keluarga yang ditiggalkan selama menunaikan
kewajiban haji.
❖ Mampu secara fisik, karena dalam melakukan ibadah haji
butuh fisik dan kesehatan yang menunjang, tidak dalam
keadaan sakit parah atau tau renta yang tidak sanggup lagi
naik kendaraan dan melakukan perjalanan.
❖ Keadaan yang aman, karena keamanan dalam ibadah adalah
sesuatu yang penting untuk mendapatkan kekhusukan,
sehingga itu menjadi kategori mampu untuk menuniakan
ibadah haji.
Ini merupakan kategori mampu dalam menunaikan ibadah
haji ke baitullah, apabila salah satu darinya belum terpenuhi;
maka tidak disebut mampu menunaikan ibadah haji, sebagian
7
Lihat: al-Ijma’, Ibnul Munzir: 51, Marotib al-Ijma’, Ibnu Hazm: 41, Bada’i ash-Shana’i fi Tartib asy-
Syara’i, al-Kasany: 4/343.

35 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
para ulama menambahkan kategori mampu itu juga berlaku bagi
seorang wanita yang ingin safar dalam menunaikan ibadah haji,
yang mana mereka harus memiliki mahram, tentunya bagi
mereka yang jauh di luar daerah Makkah, tapi bagi wanita yang
tinggal di Makkah; maka berbeda pula hukumnya.
Mahram merupakan di antara salah satu syarat mampu yang
disebutkan oleh para ulama, yang demikian diambil dari hadits-
hadits Nabi yang menyatakan bahwa tidak boleh wanita bersafar
dan berpergian kecuali didampingi oleh mahram mereka, di
antara hadits tersebut sebagaimana yang diriwayatkan oleh
sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‫ﷺ‬
bersabda:
ِ ‫ يا رسول‬:‫ فقام رجل فقال‬،‫ََل ي ْخ ُلو َّن رج ٌل بِامرأَ ٍة ِإ ََّل مع ِذي محر ٍم‬
‫ ْامرأَ ِتي‬،‫اهلل‬
َ َّ َ ُ َ َ َ َ َ ٌ ُ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َْ ُ َ َ َ
‫ َف ُح َّج َم َع ْامرأَ ِت َك‬،‫ ِا ْر ِج ْع‬:‫ َق َال‬،‫ت ِفي َغ ْز َو ِة كذا كذا‬
ُ ‫اك ُت ِت ْب‬
ْ ‫ َو‬،‫اجة‬
َّ ‫َخ َر َج ْت َح‬
َ
“Tidak boleh seorang lelaki berduaan dengan seorang
wanita kecuali bersama mahramnya. Dan seorang wanita tidak
boleh melakukan safar kecuali bersama mahramnya”. Maka
seorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya istri
saya hendak berhaji, dan saya sudah terdaftar untuk berangkat
(jihad) perang ini dan itu”. Nabi bersabda, “Pulanglah dan
temanilah istrimu berhaji” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim
no. 1341).
Hadits ini menjelaskan ketika ada salah seorang sahabat
Nabi yang ikut dan mendaftarkan diri untuk berjihad bersama
Nabi, namun dalam sisi lain istri sahabat tersebut juga ingin
berangkat menunaikan ibadah haji, maka dia minta pendapat
kepada Nabi apa semestinya yang dia lakukan ketika dihadapkan
dengan dua pilihan yang sama-sama urgent, Nabi memerintahkan
dirinya untuk menemani istri yang ingin berhaji.
Para ulama menjelaskan betapa pentingnya seorang wanita
yang hendak menunaikan ibadah haji agar ditemani oleh

36 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
mahramnya, sehingga kewajiban jihad gugur untuk sahabat ini
demi menemani istri untuk berhaji.
Walaupun terjadi perbedaan pendapat dikalangan para
ulama tentang masalah mahram, sebagaimana ulama syafi’iyyah
menyatakan bolehnya wanita berhaji dengan mahram atau suami
atau ditemani oleh wanita-wanita yang terpercaya, ulama
malikiyyah menyatakan wajib ditemani oleh mahram jika ada,
ulama zhahiriyyah menyebutkan tidak masalah ketika seorang
wanita berhaji tanpa mahram, dan yang lainnya menyatakan
wajib secara mutlak.
Terlepas dari perbedaan para ulama tersebut; tentunya
seorang muslim akan mencari jalan yang paling selamat bagi
dirinya dalam menunaikan ibadah mulia ini, apalagi seorang
wanita yang butuh kepada orang yang menemaninya selama
melakukan manasik haji demi kesempurnaan haji itu sendiri, dan
wanita yang berhaji ditemani oleh mahram itu merupakan
pendapat semua para ulama, dan perbedaan yang terjadi itu kalau
seandainya ada wanita yang berhaji namun tidak memiliki
mahram.
Jelas bagi kita bersama bahwa ibadah haji hukumnya wajib
bagi seorang hamba yang memenuhi syarat-syarat yang telah
dijelaskan di atas.

37 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
HUKUM IBADAH UMROH
Kemudian bagaimana pula keadaannya dengan ibadah
umroh, apakah hukumnya wajib sebagaimana wajbinya ibadah
haji atau hanya sekedar anjuran saja?
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ibadah umroh
setelah mereka bersepakat bahwa ibadah umroh memiliki
keutamaan dan sangat dianjurkan untuk melakukannya, ada yang
menyebutkan bahwa ibadah umroh tidaklah wajib, hanya sekedar
sunnah yang dianjurkan; sebagaimana pendapat para ulama
hanafiyyah dan malikiyyah, mereka berargumen dengan hadits
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu:
ُ َ َ ََ َ َ َ َ ٌَ ََ َ ُ َ َ ُ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َّ َّ َ
ْ ‫جبةْ ِه ْىْ؟ْق‬
ْ‫ْوأنْْتعت ِمروْا‬،‫ْلا‬:‫ال‬ ِ ‫أنْالن ِبىْصليْاللْعليهِْوسلمْسئِلْع ِنْالعمرة ِْأوا‬
ُ َ َ َُ
ْ ‫ه ْوْأفض‬
‫ل‬
“Bahwasanya Nabi ‫ ﷺ‬pernah ditanya tentang ibadah
umroh; apakah hukumnya wajib? Nabi menjawab: Tidak, namun
kalau kamu melakukan umroh itu lebih bagus” (HR. At-Tirmidzi,
no: 931).
Hanya saja para ulama menghukumi hadits ini dengan
hadits yang lemah, sebagaimana yang disebutkan oleh Imam As-
syafi’i, Ibnu Abdil Bar, An-Nawawi, Ibnu Hajar dan ulama-
ulama lainnya, bahkan Imam An-Nawawi dengan tegas
menyebutkan: “Sesungguhnya para huffaz bersepakat akan
kelemahan hadits ini” 8, sebagaimana sahabat Jabir yang
meriwayatkan hadits tersebut juga meriwayatkan hadits yang
menyatakan tentang wajbinya ibadah umroh: yang akan kita
jelaskan pada pendapat yang kedua.
Pendapat yang lain menyebutkan bahwa ibadah umroh itu
wajib hukumnya sebagaimana wajbinya melakukan ibadah haji,
sebagaimana pendapat Imam As-Syafi’i, Ahmad, Al-Bukhari dan
ulama-ulama lainnya, mereka menguatkan pendapat tersebut
8
Lihat: al-Majmu’: 7/6).

38 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
dengan dalil-dalil yang sangat banyak sekali, di antaranya adalah
firman Allah ‫ﷻ‬:
َّ َ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ ۡ ُّ ََ
‫ْللِۚﵞ‬ِ ‫ﵟوأت ِمواْٱلحجْوٱلعمرة‬
“Sempurnakan haji dan umroh untuk Allah semata” (QS.
Al-Baqarah: 196).
Allah ‫ ﷻ‬menggandengkan antara ibadah haji dan umroh
yang memiliki makna dan hukum yang sama, sehinga apabila
ibadah haji hukumnya wajib; maka demikian pula dengan hukum
ibadah umroh, sebagaimana yang dinyatakan oleh sahabat
Abdullah bin Abbas9 Radhiyallahu ‘anhu.
Juga banyak hadits Nabi ‫ ﷺ‬yang menyatakan tentang
kewajiban ibadah umroh, salah satunya diriwayatkan oleh ibunda
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
َ َ َ ٌ َ َّ َ َ َ َ َ َ ٌ َ َّ َ ُ َ َ ُ ُ
َ ِ ‫ ْعَلَىْالن‬،ِ‫ْالل‬ َ َ
ْ‫جهادْلاْ ق ِتال‬ْ
ِ ِ‫ن‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ْ ،‫م‬ْ ‫ع‬ ‫ن‬ ْ : ْ
‫ال‬‫ق‬ ْ ‫؟‬ْ
‫اد‬‫ه‬ ‫ج‬
ِ ِْ
‫ء‬ ‫ا‬‫س‬ ْ ‫ول‬‫س‬ ‫اْر‬ ‫ي‬ ْ : ْ
‫ت‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ْ : ‫ت‬
ْ ‫قال‬
ُ‫ْوال ُعم َرْة‬َ ‫ْالحَ ُّج‬،ِ‫فِي ْه‬

“Wahai Rasulullah, apakah ada jihad bagi wanita?”


Beliau menjawab, “Bagi mereka ada jihad yang tidak ada
peperangan di dalamnya, yaitu haji dan umroh” (HR. Ibnu
Majah no. 2901).
Demikian juga hadits dari sahabat Abu Razin al-‘Uqaily
Radhiyallahu ‘anhu ketika dia bertanya kepada Nabi ‫ﷺ‬:
َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َ َ َّ َ ُ َ َ َ ٌ َ ٌ َ َ َّ َّ َ ُ َ َ
ْ:‫ال‬
ْ ‫ ْق‬، ‫ن‬
ْ ‫ْلاْيست ِطيعْالحجْولاْالعمرةْولاْالظع‬،‫ير‬
ْ ِ ‫ْإِنْأبِىْشيخْكب‬،ِ‫ْالل‬
ْ ‫ياْرسول‬
َ َ َ َ َ َّ ُ
ْ‫حجْعنْأبِيكْواعت ِمر‬
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya bapakku sudah tua
renta, ia sudah tidak mampu melaksanakan haji, umroh maupun

9
Lihat: Shahih al-Bukhari: 2/629).

39 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
bepergian? Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, “Kerjakanlah haji untuk bapakmu
dan juga umroh” (HR. At-Tirmidzi, no: 930).
Juga hadits dari seorang tabi’in As-shubay bin ma’bad
Rahimahullah dikala dia bertanya kepada sahabat Umar bin
khattab Radhiyallahu ‘anhu:
ٌ َ َ َ َ ُ َ َ َ ًّ َ َ ًّ َ َ ً ُ َ ُ ُ َ ُ َ َ َ
ْ‫ ْوِإنِىْأسلمتْوأناْح ِريص‬،‫ ْإِنِىْكنتْرجلاْأعرابِياْنصرانِيا‬،‫ِين‬ ْ ‫ياْأمِيرْالمؤ ِمن‬
َ ً ُ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َّ َ ُ َ َ َ
ْ‫ ْفأتيتْرجلاْ مِنْقومِي‬،‫ ْ َوِإنِىْوجدتْالحجْوالعمرةْمكتوبي ِنْعل َّْى‬،ِْ‫عَلىْال ِج َهاد‬
َ ََ ًَ َ َ َ َ َ َ ‫ْاجمَع ُه َم‬:‫َف َق َالْلى‬
ْ‫ْفقالْلِى‬،‫ْوِإنِىْأهللتْب ِ ِهماْمعا‬،‫ي‬ ِْ ‫ْماْاس َتي َس َرْ ِْمنْال َهد‬
َ ‫اْواذبَح‬
ِ
َّ َ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ َّ ُ َ ُ ُ َ ُ َّ َ َ ُ َ ُ
‫ِْو َسل ْم‬ ‫ْهدِيتْل ِسنةِْنبِيِكْصليْاللْعليه‬:‫عمرْر ِضىْاللْعن ْه‬
“Wahai amirul mukminin, sesungguhnya dahulu aku
adalah orang yang beragama nasrani, dan aku telah masuk
Islam. Aku sangat berkeinginan untuk berjihad, sementara aku
mendapati haji dan umroh diwajibkan atas diriku. Kemudian aku
datang kepada seorang laki-laki dari kaumku, lalu ia berkata;
gAbungkan keduanya dan sembelihlah hewan kurban yang
mudah. Dan kau telah bertalbiyah untuk melakukan keduanya
secara bersamaan. Kemudian Umar radhiyallahu 'anhu berkata
kepadaku; engkau telah mendapatkan petunjuk untuk melakukan
sunnah Nabimu ‫”ﷺ‬. (HR. Abu Daud, no: 1799).
Dalam pemaparan hadits-hadits di atas Nabi ‫ ﷺ‬mewajibkan
kepada ummatnya ibadah haji dan umroh tanpa dibedakan antara
keduanya yang sama-sama bernilai ibadah mulia di sisi Allah ‫ﷻ‬.
Imam bukhari Rahimahullah menuliskan dalam kitabnya
yang masyhur Shahih al-Bukhari sebuah judul: Bab yang
berkaitan dengan wajbinya ibadah umroh serta keutamaannya10,
yang tentunya itu merupakan pendapat imam Al-Bukhari tentang
wajbinya ibadah umroh.

10
Lihat: Shahih al-Bukhari: 2/629).

40 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Jelas bagi kita bersama dari pemaparan di atas bahwa
ibadah umroh hukumnya wajib sebagaimana wajbinya
melaksanakan ibadah haji, Wallahu Ta’ala A‘lam.

41 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
KEUTAMAAN HAJI DAN UMROH

Ketika Allah ‫ ﷻ‬mewajibkan ibadah terhadap hambaNya,


maka sudah tentu Allah juga membersamainya dengan spirit dan
motivasi agar hamba semangat dan antusias melakukan ibadah
tersebut, sengaja Allah melakukannya dengan tujuan supaya tidak
ada alasan bagi hamba untuk bermalas-malasan dalam
menunaikan kewajiban.
Yang demikian merupakan di antara bentuk kasih sayang
Allah kepada hambaNya agar mereka selalu beribadah, padahal
Allah tidak butuh kepada ibadah yang hamba lakukan; melainkan
seorang hambalah yang butuh kepada ibadah tersebut yang
pahalanya nanti dia tuai di hari pembalasan.
Begitu pula kiranya dengan ibadah haji dan umroh,
disamping Allah wajibkan untuk melakukannya, ia juga memiliki
keutamaan dan fadhilah luar biasa yang membuat kita
bersemangat untuk menunaikan dan mengerjakannya, bahkan
motivasi melakukannya lebih besar dari ibadah lainnya, sebab
ibadah haji dan umroh adalah ibadah yang bersifat badaniyyah
(fisik) dan maliyyah (harta), yang tentunya berbeda dengan
ibadah lainya.
Banyak sekali ayat dan hadits serta perkataan para ulama
yang menyebutkan tentang keutamaan ibadah haji dan umroh, di
antara keutamaan tersebut:

42 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Haji dan Umroh Mengantarkan Hamba ke Surga
Surga adalah cita-cita tertinggi seorang hamba, karena
hakikat kemenangan yang sesungguhnya adalah dikala
seorang hamba diselamatkan dari api neraka dan
dimasukkan ke dalam surga, sebagaimana firman Allah ‫ﷻ‬:
َ َ ۡ َ َ َ َّ َ ۡ َ ۡ ُ َ َّ َ ‫نْز ۡحز َح‬ َ
ُ ‫ﵟف َم‬
‫ْع ِنْٱلنارِْوأدخِلْٱلجنةْفقدْفازَْۗﵞ‬ ِ
“Barangsiapa yang dijauhkan dari api neraka dan
dimasukkan ke dalam surga; maka dialah orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran: 185).
Seorang hamba harus berusaha sekuat tenaga melakukan
ibadah yang bisa mengantarkannya ke dalam surga, salah
satunya adalah melakukan ibadah haji dan umroh, sehingga
sebagian para ulama menyebutkan bahwa di antara jalan
mudah menuju surga adalah dengan melakukan ibadah
mulia ini.

Nabi ‫ ﷺ‬menyebutkan hadits yang diriwayatkan sahabat Abu


Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

َّ ٌ َ َ ُ َ َ َ ُ ُ َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ ٌ َ َّ َ َ ُ َ ُ َ ُ
ْ‫اءْ إِلا‬‫ْْوالحجْْالمبرورْ ليسْ لهْجز‬،‫العمرةْ إِلىْالعمرة ِْ كفارْةْْْل ِماْْبينهما‬
ُ
ْ‫الجَ َّن ْة‬
“Satu umroh hingga umroh berikutnya adalah penggugur
dosa-dosa di antara keduanya. Dan haji yang mabrur, tiada
ganjaran bagi pelakunya melainkan surga” (HR. Bukhari
no: 1683 dan Muslim no: 437).

43 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Ibadah Haji bisa Menggugurkan Dosa.

Tidak ada seorang hamba dipermukaan bumi melainkan dia


memiliki kesalaahn dan kesilapan, dan itu merupakan
ketentuan Allah terhadap hambaNya, namun Allah juga
menyediakan amalan-amalan yang bisa menggugurkan
dosa dan kesalahan hamba, salah satunya dengan
menunaikan ibadah haji dan umroh, bahkan ibadah haji dan
umroh bisa menggugurkan semua dosa dan kesalahan,
sehingga Nabi mengibaratkan seperti orang yang baru saja
dilahirkan dari rahim ibunya tanpa membawa dosa dan
kesalahan, seolah dia akan membuka lembaran baru dalam
kehidupannya, Nabi ‫ﷺ‬menyebutkan dari hadits sahabat
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
ُ‫ك َْيوْ ْمْ َْوْل َ َْدتْ ُْهْْأُ ُّْم ْه‬
َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ ْ َّ ِ ‫َْمنْْ َح َّج‬
ٍ ْ ْ‫ْرجع‬،ْ‫ْفلمْيرفثْولمْيفسق‬،ِ‫ْلل‬

“Siapa yang berhaji ke Ka’bah, lalu tidak berkata-kata


seronok dan tidak berbuat kefasikan, maka dia pulang ke
negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh
ibunya” (HR. Bukhari no: 1449).

Dalam sebagian riwayat bahwa ibadah haji ini bisa


menggugurkan dosa-dosa yang pernah dilakukan seorang
hamba, sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat ‘Amr
bin al-‘Ash ketika hendak meninggal, dia teringat akan
hadits Nabi yang membuat dia merasa senang sebelum
dipanggil oleh Allah ‫ﷻ‬, Nabi menyebutkan kepada dirinya:

َ َ َ َ ُ َ َّ َ َّ َ َ
ُ‫ْقبل َ ْه‬ ‫وأنْالحجْيهدِمْماْكان‬

“Sesungguhnya ibadah haji akan menggugurkan dosa-dosa


yang telah lalu” (HR. Muslim, no: 192).

44 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Ibadah Haji Sama Nilainya dengan Jihad di Jalan Allah.

Sebuah ibadah mulia yang tidak semua orang sanggup


untuk melakukannya, itulah jihad di jalan Allah ‫ﷻ‬, karena
Nabi mengibaratkan jihad itu seperti punuk unta yang
merupakan bagian teratas, karena memang jihad adalah
bagian teratas dalam Islam, namun ternyata ada amalan
yang pahalanya sama dengan jihad, yaitu ibadah haji.

Ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anhapernah bertanya kepada


baginda Nabi akan perihal jihadnya seorang wanita di jalan
Allah ‫ﷻ‬, maka Nabi ‫ ﷺ‬bersada:

َْ‫ك َّنْأَح َسن‬ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ َّ َ ُ َ َ ُ ُ


ِ ‫ ْ(ل‬:‫ال‬
ْ ‫ ْألا ْنغزو ْونجاهِدْمعكمْ؟ ْفق‬،ِ‫ْالل‬
ْ ‫ ْياْرسول‬:‫ت‬ ْ ‫قل‬
َ َ َّ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ٌ ُ َ ٌّ َ ُّ َ ُ َ َ َ َ َ
ْ‫ْفلاْأدعْالحجْبعدْإِذ‬:‫ْفقالتْعائِش ْة‬.)‫ْحجْمبرور‬،‫ج‬ ْ ‫ال ِجهادِْوأجملهْالح‬
َّ َ ‫ْه َذاْمِن‬
‫ْر ُسو ِلْاللِْﷺ‬
َ ُ َ
‫س ِمعت‬

'Aisyah Ummul Mukminin Radhiyallahu 'anha berkata:


"Wahai Rasulullah, apakah kami tidak boleh ikut berperang
dan berjihad bersama kalian?". Maka Beliau menjawab:
"Akan tetapi (buat kalian) jihad yang paling baik dan
paling sempurna adalah haji, yaitu haji mabrur". Maka
'Aisyah Radhiyallahu 'anha berkata; "Maka aku tidak
pernah meninggalkan haji sejak aku mendengar keterangan
ini dari Rasulullah ‫( ”ﷺ‬HR. Bukhari, no: 1762).

Kabar gembira yang memiliki makna luar biasa bagi hamba


yang dimudahkan Allah untuk menjadi tamunya, disamping
mendapatkan kemuliaan, juga bernilai sebagai seorang yang
berjihad di jalan Allah, dan hadits ini bukan khusus untuk

45 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
wanita saja, semua mereka yang berhaji berpeluang
mendapatkan kemuliaan ini.

❖ Haji dan Umroh akan Menghilangkan Kefakiran

Tentunya secara kasat mata seorang yang melakukan ibadah


haji dan umroh akan berkurang hartanya, namun bukan
demikian di sisi Allah ‫ﷻ‬, karena tidak ada seorang hamba
yang berdagang dengan Allah melainkan akan
mendapatkan keberuntungan yang nyata di dunia dan di
akhirat.

Demikian pula dengan ibadah haji dan umroh yang akan


membuat seseorang harus mengeluarkan uang yang tidak
sedikit, sehingga uang simpanannya akan berkurang,
namun ternyata Allah akan membalasnya di dunia sebelum
mendapatkan balasan di alam berikutnya, Nabi ‫ ﷺ‬pernah
menyebutkan dari hadits yang diriwayatkan Abdullah bin
Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu:

ُ ‫اْينفيْالك‬ َ ‫ْك َم‬ َ َ ُ ُّ َ َ َ َ ‫ ْفَإ َّن ُه َم‬،ِ ‫العم َرْة‬


َ ِ‫اْينف‬ ُ ‫ْو‬ َ ‫تَاب ُعوا ْ َبي َن ْالحَج‬
ْ‫ِير‬ ِ ‫وب‬ ‫ن‬ ‫الذ‬‫ْو‬ ‫ر‬ ‫ق‬ ‫ْالف‬ ‫ان‬
ِ ‫ي‬ ِ ِ ِ
ُ َّ ٌ ‫ورة ِْثَ َو‬ َ ‫ْ َولَي َسْل ِل‬،ِ‫ْ َوالفِ َّضة‬،‫ب‬ َ َّ َ َ
‫ابْإِلاْالجَ َّن ْة‬ َ ‫ح َّجة‬
َ ‫ِْالمب ُر‬ ِْ ‫ْ َوالذه‬،‫خ َبثْالحَدِي ِْد‬

“Iringi umroh dengan haji atau sebaliknya, karena


keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa
sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi,
emas, dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji mabrur
kecuali surga.” (HR. At-Tirmidzi, no: 810).

46 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Hamba yang Berhaji dan Berumroh Merupakan
Utusan Allah ‫ ﷻ‬dan Tamunya.

Kemuliaan yang paling indah ketika menjadi utusan Allah


‫( ﷻ‬wafdullah), seorang hamba akan berebut untuk
mendapatkan kemulian yang luar biasa ini, karena Allah
tidak menyandarkan kepada diri-Nya melainkan sesuatu
yang mulia, ibadah haji dan umroh serta hamba yang
melakukannya merupakan orang-orang yang mulia yang
disandarkan ibadah dan amalannya kepada Allah ‫ﷻ‬.

Sebagaimana yang dipaparkan oleh sahabat Abdullah bin


Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

ُْ‫ْ َو َس َألُوه‬،ُ‫وه‬ُ َ َ َ ُ َ َ َّ ُ َ َ ُ َ ُّ َّ
ْ ‫يلْاللِْ َوالحَاجْوالمعت ِم ُرْوفد‬
ْ ‫ْدعاهمْفأجاب‬،ِ‫ْالل‬ َ َ
ِ ِ ‫الغازِيْفِىْسب‬
ُ َ ََ
ْ‫فأعطاهم‬

“Pejuang dijalan Allah, orang yang berhaji dan orang yang


berumroh adalah tamu Allah. Allah memanggil mereka,
maka mereka menjawab panggilan tersebut. Mereka
memohon kepada-Nya, maka Allah pun mengAbulkannya”
(HR. Bin Majah, no: 2893).

47 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Haji adalah Amalan Terbaik.

Sungguh banyak sekali amalan-amalan mulia yang


disebutkan oleh baginda Nabi ‫ﷺ‬, salah satunya adalah
ibadah haji yang mabrur, ia merupakan amalan yang paling
mulia setelah iman dan jihad di jalan Allah ‫ﷻ‬.

Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits sahabat Abu


Hurairah Radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi ditanya tentang
amalan yang paling mulia:

ٌْ‫اذا؟ْقَ َالْ(ج َهاد‬


َ َ َّ ُ َ ُ َ َ َّ ٌ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُّ َ
ِ ‫ْثمْم‬:‫ِيل‬
ْ ‫ْق‬.)ِ‫ْ ْ(إِيمانْبِاللِْورسولِه‬:ْ‫ل؟ْقال‬
ْ ‫أيْالأعما ِلْأفض‬
َ ْ:‫ال‬َ َ َ َ َّ ُ َ َّ
)ْ ‫(ح ٌّجْمبرور‬ ْ ‫اذ؟ق‬
ْ ‫ْثمْم‬:‫ِيل‬ْ ‫ْق‬.)ِ‫يلْالل‬
ِ ِ ‫ب‬ َ ‫ف‬
‫ىْس‬ِ

“Amalan apakah yang paling mulia ya Rasulullah? Nabi


menjawab: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”, kemudian
Nabi kembali ditanya: setelahnya apalagi?, Nabi
menjawab: “Berjihad di jalan Allah”, kemudain Nabi
kembali ditanya: setelahnya apalagi?, Nabi menjawab:
“Haji mabrur” (HR. Bukhari, no: 1447, dan Muslim, no:
135).

Jelas sekali makna hadits ini bahwa haji yang mabrur


merupakan amalan yang paling dicintai oleh Allah, dan
apabila Allah mencintai amalan tersebut maka pahala yang
besar dan luar biasa bagi hamba yang bisa melakukannya
sesuai dengan janji Allah ‫ﷻ‬.

48 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Umroh juga Disebut dengan Haji Kecil.

Di zaman yang mana kita harus dihadapkan dengan


kenyataan, terutama untuk menunaikan ibadah haji tidak
semudah yang dibayangkan, untuk haji reguler harus
menunggu dengan antrian yang panjang, bahkan seolah
harapan mulai hilang, namun Allah ‫ ﷻ‬selalu memberikan
solusi kepada hamba agar selalu optimal menggantungkan
harapan kepada Ar-rahman.

Salah satu solusi yang Allah berikan adalah dengan


kemudahan melakukan ibadah umroh yang itu juga disebut
dengan haji kecil, walaupun tentunya tidak sama dengan
haji besar, namun paling tidak seseorang akan terobati
dengan kerinduan yang selama ini terpendam dalam jiwa
dan sanubari.

Imam Ibnu Hajar Rahimahullah menyebutkan setelah


menjelaskan sabda Nabi ‫ﷺ‬yang berkaitan dengan haji akbar
(besar):

‫ور َع َلى أَ َّن ُه ا ْل ُع ْمر َة‬ ِ ِ ِ ْ ‫و‬


َ ُ ‫اخ ُتل َف في ا ْل ُم َراد بِا ْل َح ِج ْاْلَ ْص َغرِ َفا ْل ُج ْم ُه‬ َ
Para ulama berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud
dengan al hajj al ashghar (haji kecil). Jumhur ulama
mengatakan bahwa maksudnya adalah umroh. 11

Tentunya kemuliaan bagi hamba untuk bisa melaksanakan


kedua-duanya, tapi kalau seandainya tidak memungkin
melakukan haji besar karena alasan dan uzur syr’i; maka
sudah ada solusi.

Itulah di antara kelebihan serta keutamaan haji dan umroh


yang membuat seorang hamba termotivasi agar selalu semangat
beribadah kepada Allah ‫ﷻ‬.

11
Llihat: Fathul Bari: 8/321.

49 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Selain memiliki keutamaan yang mulia; ibadah haji dan
umroh bisa memberikan manfaat kepada seorang hamba, baik
manfaat di dunia dan juga manfaat di akhirat, Allah ‫ﷻ‬
menyebutkan dalam firmannya:
َ َ ‫ﵟل ِيَ ۡش َه ُدوا‬
‫ْم َنفِ َعْل ُه ۡمْﵞ‬

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi


mereka.” (QS. Al-Hajj: 28).

Sahabat Abdullah bin Abbas memberikan tanggapan


terhadap ayat ini: “Seorang hamba mendapatkan manfaat dunia
dan akhirat, adapun manfaat akhirat adalah karena mereka
mendapatkan keridhoan dari Allah ‫ﷻ‬, adapun manfaat dunia
berupa kesehatan jasmani, hewan-hewan sembelihan dan
keuntungan perdagangan dan yang lainnya”. 12

12
Llihat: Tafsir at-Thabari: 18/608.

50 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
BAB III
RANGKAIAN MANASIK UMROH

Telah dijelaskan sebelumnya keutamaan ibadah umroh,


bahwa ia juga dinamakan dengan haji kecil yang wajib hukumnya
bagi kaum muslimin yang mampu untuk melaksanakannya, Nabi
‫ ﷺ‬lebih dahulu melaksanakan ibadah umroh, bahkan Nabi
melakukannya empat kali.

Umroh Nabi ‫ ﷺ‬dimulai pada tahun ke-6 hijriyyah setelah


terjadinya perang Khandak (Al-Ahzab) tahun ke-5 hijriyyah,
hanya saja langkah Nabi terhenti ketika dihalangi oleh orang-
orang quraisy Makkah. Pada akhirnya Nabi memerintahkan para
sahabat untuk bertahallul (dengan mencukur rambut) atau
menyelesaikan saja umrohnya di daerah Hudaibiyyah, walaupun
tidak jadi masuk ke kota Makkah untuk melaksanakan ibadah
umroh, namun Allah menghitung sebagai sebuah ibadah dan tetap
dinamakan dengan umroh.

Pada tahun berikutnya Nabi kembali lagi umroh bersama


para sahabatnya sebagai pengganti umroh sebelumnya, sehingga
umroh pada tahun ke-7 ini dinamakan dengan umroh qodho’, dan
itu merupakan umroh kedua Nabi ‫ﷺ‬.

Umroh ketiga Nabi disebut dengan umroh ji’ronah (batas


tanah haram Makkah), sepulangnya Nabi dari perang Hunain
pada tahun ke-8 hijriyyah, kemudian Nabi mengambil miqot di
sana dan langsung melakukan umroh bersama para sahabatnya.

Dan yang terakhir adalah umroh yang dilakukan Nabi ‫ﷺ‬


bersamaan dengan haji wada’ pada tahun ke-10 hijriyyah, di awal
Nabi sampai di Makkah pada tanggal 04 Dzulhijjah. Inilah umroh
yang dilakukan Nabi ‫ ﷺ‬selama hidupnya.

Tentunya dari keempat umroh tersebut maka sangat cukup


bagi kita untuk mengetahui dan meneladani bagaimana umroh

51 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
yang dilakukan Nabi, agar kita bisa mencontoh dan menerapkan
ketika kita berada di tanah suci.

Arti Umroh

Secara bahasa (etimologi) umroh artinya adalah berziarah.


Sedangkan menurut istilah (terminologi) artinya adalah berziarah
ke rumah Allah (ka’bah) untuk berthawaf di sekililingnya dan
melakukan sa’i di antara bukit shafa dan marwa.

RUKUN UMROH

Sama seperti ibadah yang lainnya, umroh pun memiliki rukun


yang apabila tertinggal bisa menyebabkan batal ibadah yang
dilakukan, para ulama menyebutkan rukun yang harus dilakukan
ketika melaksanakan ibadah umroh adalah:

❖ Ihram
❖ Thawaf
❖ Sa’i

Pertama : Ihram, maksudnya ketika seorang hamba ingin


melaksanakan ibadah umroh tentunya sudah terbetik dalam
hatinya untuk melakukan ibadah mulia tersebut, karena tidak ada
nilai sebuah ibadah tanpa niat yang ada di dalam hati,
sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi ‫ ﷺ‬dalam sabdanya:

َ َ َ ُ َ َّ َ َّ ُ َ َ َ َّ
‫ئْماْنوى‬
ٍ ‫ْوِإنماْل ِك ِلْام ِر‬،‫ات‬
ِْ ‫إِنماْالأعمالْبِالنِي‬

“Sesungguhnya setiap amalan itu tergantung pada niatnya,


dan bagi seseorang apa yang dia niatkan” (HR. Bukhari, no: 1,
Muslim, no: 155).

Niat merupakan sesuatu yang paling penting dalam setiap


ibadah, dia bisa menentukan sahnya suatu ibadah atau tidak, atau
juga membedakan antara satu ibadah dengan yang lainnya;
52 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
bahkan kalau seandainya ada yang salah dalam menentukan niat;
maka ibadahnya bisa berakibat fatal, seperti halnya ibadah haji
dan umroh.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Mundzir dalam


kitabnya al-Ijma’:

“Para ulama bersepakat bahwa barangsiapa yang ingin


melakukan ibadah haji namun ia berniat umroh, atau ingin umroh
namun berniat dan bertalbiyah dengan haji; maka yang ia
dapatkan adalah apa yang terikrar dalam hatinya, bukan yang
diucapkan oleh lisannya” 13.

Ini menunjukkan akan pentingnya niat yang ada dalam hati


seorang hamba, bahkan kalau seandainya terjadi perbedaan antara
hati dan lisan; maka yang dijadikan patokan dan standar adalah
apa yang terniat dalam hatinya.

13
Lihat: al-Ijma’ oleh Ibnu Mundzir, hal: 51).

53 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Kedua : Thawaf di ka’bah al-musyarrafah, thawaf bagi mereka
yang melaksanakan ibadah umroh juga disebut dengan thawaf
qudum, artinya thawaf kedatangan seorang di tanah Makkah al-
mukarramah, dan para ulama sepakat bahwa thawaf umroh atau
qudum merupakan rukun yang tidak boleh ditinggalkan.

Ibnu Qudamah menjelaskan ketika membahas akan


pentingnya thawaf dalam pelaksaan ibadah haji, dia pun
menyebutkan:

“Demikian pula halnya dengan thawaf, ia merupakan rukun dari


ibadah umroh” 14.

Thawaf merupakan ibadah khusus yang dilakukan di tempat


yang khusus, yaitu di sekeliling ka’bah saja, Allah ‫ﷻ‬
memerintahkan yang demikian, sebagaimana firman Allah ‫ﷻ‬:
ۡ ۡ َ ۡ ُ َّ َّ َ ۡ َ
‫ﵞ‬ ِْ ِ ‫تْٱل َعت‬
ْ ْ٢٩ْ‫يق‬ ِْ ‫ﵟوليطوفواْْبِٱلبي‬

“Dan berthawaflah di rumah yang tua (ka’bah)” (QS. Al-


Hajj: 29).

14
Lihat: al-Mughni oleh Ibnu Qudamah: 5/312.

54 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ketiga : Sa’i di antara bukit shafa dan marwah, sa’i ini juga
disebut dengan thawaf, namun penamaan thawaf lebih doMinan
kepada thawaf di sekeliling ka’bah, walaupun sebenarnya sa’i
juga disebut dengan thawaf.

Sa’i merupakan rukun umroh yang tidak boleh ditingalkan,


Nabi ‫ ﷺ‬bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:

‫الص َفا َوا ْل َمر َو ِة‬


َّ ‫اهلل َح َّج ْامرِ ٍئ َو ََل ُع ْم َر َت ُه َل ْم َيطُ ْف َب ْي َن‬
َ
ُ َّ ‫َما أ َت َّم‬
ْ
“Tidaklah Allah menyempurnakan pahala ibadah haji
seorang hamba dan juga umrohnya selama dia tidak melakukan
thawaf di antara shafa dan marwah” (HR. Bukhari, no: 1698,
Muslim, no: 259).

Dari hadits ini Imam Muslim memberikan sebuah judul


dalam kitab Shahihnya bahwa ber-sa’i di antara bukit shafa dan
marwah merupakan rukun yang apabila ditinggalkan akan
membatalkan ibadah haji dan umroh.

Ibnu Jarir Rahimahullah menukilkan ucapan Ibunda


‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:

َْ‫المرْ َْوْة‬َْ ‫الصْ َْف‬


َْ ‫اْو‬ َّ ْ‫ن‬َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ
ْ ِ ‫ْْإ‬:‫ال‬
ْ ‫اللْ ْق‬
ْ ْ‫ن‬ْ ‫ْْل ِ ْأ‬،ِ ْ‫المرْ ْوة‬
ْ ‫اْو‬
ْ ‫الص ْف‬
ْ ْ‫ن‬ْ ْ‫جْ ْمنْْْلمْْيسْ ْعْ ْبي‬
ْ ‫لعمريْ ْماْح‬
َ
ْ ‫ش َْعاْئ ِ ِْرْا‬
ِ‫لل‬ ْ ْْ‫ِْمن‬

“Sungguh, tidak ada pahala haji bagi orang yang tidak


ber-sa’i di antara bukit shafa dan marwah, karena Allah ‫ﷻ‬
berfirman: Sesungguhnya bukit shafa dan marwah adalah
sebagian dari syiar-syiar Allah” 15.

Tiga rukun umroh ini merupakan kesepakatan para ulama


yang tidak boleh ditinggalkan, karena bisa menyebabkan batalnya

15
Lihat: Tafsir at-Thabari: 3/241.

55 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ibadah umroh seorang hamba, bahkan Imam Syafi’i
Rahimahullah menyebutkan:

“Kalau seandainya meninggalkannya (yaitu rukun umroh),


kemudian dia pulang ke kampung halaman; maka ia mesti
kembali untuk melakukannya” 16.

Perkataan ini terkhusus bagi mereka yang meninggalkan


sa’i yang sedikit terjadi perbedaan pendapat dikalangan para
ulama akan kewajiban dan rukunnya, bagaimana kiranya rukun-
rukun yang para ulama sepakat didalamnya, tentu lebih kuat
keharusan dan kewajibannya, tidak boleh sedikitpun seorang
hamba melalaikannya yang akan berakibat fatal dalam ibadah
mulia ini.

16
Lihat: Tafsir at-Thabari: 3/241.

56 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
WAJIB UMROH

Wajib umroh merupakan sesuatu yang mesti dilakukan,


tetapi kalau seandainya tertinggal; maka bisa diganti dengan
denda (kafarat), yaitu menyembelih seekor kambing dan
sejenisnya, kemudian dibagikan kepada orang-orang fakir dan
miskin yang tinggal di tanah haram, serta tidak boleh mengambil
daging denda tersebut, yang demikian sebagaimana yang
dijelaskan oleh sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu:

َ َ َ ُ َ
‫كهِْشي ًئاْفل ُيه ِرقْد ًما‬
ِ ‫َمنْن ِس َىْمِنْن ُس‬

“Barangsiapa yang meninggalkan salah satu manasiknya;


maka hendaklah ia menyembelih dan membayar dam” (HR.
Malik, al-muwatta’, no: 188).

Wajib-wajib umroh yang harus diketahui seorang muslim


ketika melaksanakan ibadah mulia ini adalah:

❖ Ihram dari miqat


❖ Mencukur atau memendekkan rambut

Pertama : Berihram dari miqat, maksud miqat di sini adalah


miqat makani (tempat), dan itu sesuai dari tempat mana kita
datang dan menetap, karena Nabi ‫ﷺ‬telah menyebutkan miqat
setiap daerah atau mereka yang datang dan menetap sementara
waktu di daerah tersebut.

Miqat makani (tempat memulai ihram) telah dijelaskan oleh


baginda Nabi ‫ ﷺ‬dalam hadits yang dibawakan oleh sahabat
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu:
َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ ‫إ َّن‬
ْْ‫لْالشأ ِم‬ ُ
ِْ ‫ْولأه‬،ِْ‫لْالمدِينةِْذاْالحليفة‬ ِْ ‫تْلأه‬ْ ‫ْالن ِب َّىْ–ْصليْاللْعليهْوسلمْ–ْوق‬ ِ
َ َ َ َ َّ ُ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ
ْ‫ن ْول ِمنْ ْأتى‬ْ ‫ن ْله‬
ْ ‫ ْه‬،ْ ‫ن ْيلمل ْم‬
ِْ ‫ل ْاليم‬
ِْ ‫ ْولأه‬،ْ ‫ن ْالمنازِ ِْل‬ ِْ ‫ ْولأه‬،ْ ‫الجُحف ْة‬
ْ ‫ل ْنج ٍْد ْقر‬

57 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ
َّْ ‫َعلي ِه‬
َّْ ‫ن ْمِنْ ْغي ِره‬
ْ‫ ْومنْكانْدونْذل ِكْف ِمنْحيث‬،ْ ‫ ْ ِممنْأرادْالحجْوالعمرة‬،ْ ‫ِن‬
َ َّ َ َ َّ َ ُ َ َّ َ َ َ َ
‫ىْأهلْمكةْمِنْمك ْة‬ ْ ‫ْحت‬،ْ‫أنشأ‬
“Nabi ‫ ﷺ‬menetapkan miqat untuk penduduk Madinah di
Dzul Hulaifah, penduduk Syam di Juhfah, penduduk Nejd di
Qarnul Manazil dan penduduk Yaman di Yalamlam. Miqat-miqat
tersebut sudah ditentukan bagi penduduk masing-masing kota
tersebut dan juga bagi orang lain yang hendak melewati kota-
kota tadi padahal dia bukan penduduknya namun ia ingin
menunaikan ibadah haji atau umroh. Barangsiapa yang
kondisinya dalam daerah miqat tersebut, maka miqatnya dari
mana pun dia memulainya. Sehingga penduduk Makkah,
miqatnya juga dari Makkah” (HR. Bukhari no: 1524 dan Muslim
no: 1181).
Dalam riwayat lain yang dibawakan oleh sahabat Abdullah
bin Umar Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ‫ﷺ‬bersabda:

َ َ ُ ََ َ ُ َ َّ ُ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َ ُّ ُ
ْ،‫ن‬ ِ
ٍْ ‫ي ِهلْأهلْالمدِينةِْمِنْذِىْالحليفةِْوأهلْالشامْمِنْالجحفةِْوأهلْنج ٍدْمِنْقر‬
ُ َ ُّ ُ َ َ َ َّ َ ُ َ َّ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ
ْ‫ ْوي ِهلْأهل‬:‫ال‬ ْ ‫ ْق‬-‫صليْاللْعليهْوسلم‬-ْ ِ‫ ْوبلغنِىْأنْرسولْالل‬:ِ‫ْالل‬ْ ‫قالْعبد‬
َ.‫ال َي َمنْمِنْيَلَملَ ْم‬
ِ

“Penduduk Madinah hendaknya memulai ihram dari Dzul


Hulaifah, penduduk Syam dari Juhfah, dan penduduk Nejd dari
Qarn (Qarnul Manazil).”
Abdullah menuturkan bahwa ada kabar yang telah sampai
padanya bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Penduduk Yaman
memulai ihram dari Yalamlam.” (HR. Bukhari no: 130 dan
Muslim no: 13).
Juga dalam riwayat yang dibawakan oleh Ibunda ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata:
58 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ
ْ‫اقْذاتْعِر ٍق‬
ِ ‫ْوقتْلأه ِلْالعِر‬-‫صليْاللْعليهْوسلم‬-ِْ‫أنْرسولْالل‬
“Rasulullah ‫ ﷺ‬menetapkan untuk penduduk Irak Dzatu
‘Irqin.” (HR. Abu Daud no: 1739, An Nasai no: 2654).
Dalam riwayat yang dibawakan oleh sahabat Jabir
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‫ ﷺ‬menyebutkan:
َ َ َ ُّ َ ُ َ
ْ‫اتْعِر ٍق‬
ِ ‫ومهلْأه ِلْالمش ِر ِقْمِنْذ‬
“Penduduk masyriq (dari arah timur jazirah) beriharam
dari Dzatu ‘Irqin.” (HR. Ibnu Majah no: 2915).
Dalam beberapa hadits yang telah dibawakan; jelas bagi
kita ada beberapa miqat yang telah ditentukan oleh baginda Nabi
‫ ﷺ‬bagi yang ingin menunaikan ibadah haji dan umroh:

❖ Dzul Hulaifah (sekarang dikenal dengan: Bir ‘Ali), miqat


penduduk Madinah, miqat yang jaraknya paling jauh.
❖ Al Juhfah, miqat penduduk Syam dan penduduk Maghrib
(dari barat Jazirah).
❖ Qarnul Manazil (sekarang dikenal dengan: As Sailul
Kabiir), miqat penduduk Najed.
❖ Yalamlam (sekarang dikenal: As Sa’diyah), miqat
penduduk Yaman.
❖ Dzatu ‘Irqin (sekarang dikenal: Adh Dhoribah), miqat
pendudk Irak dan penduduk Masyriq (dari timur Jazirah).
Bagi seorang muslim yang berniat ihram haji dan umroh;
tidaklah mereka melewati tempat-tempat ini (darat, laut ataupun
udara) melainkan mereka harus berihram dalam rangka beribadah
kepada Allah ‫ﷻ‬, kalau seandainya mereka melawatinya tanpa
berihram; maka harus membayar denda kaffarat (dam) yang
diberikan kepada orang-orang fakir yang berada di Makkah.

59 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Namun kalau ada yang melewati miqat makani dengan
tujuan pergi ke tempat yang lain terlebih dahulu, seperti orang
Indonesia yang mendarat di Jeddah dengan tujuan setelahnya
adalah Madinah, maka tidak mengapa ketika mereka melewati
miqat Yalamlam tanpa berihram, karena setibanya di Madinah;
miqatnya pun adalah miqat penduduk Madinah, yaitu Dzul
Hulaifah.
Sebagian para ulama juga membolehkan seseorang ketika
ada yang ingin ber-haji dan umroh untuk berihram sebelum
sampai ke tempat miqat makani, walaupun itu menyelisihi
pendapat yang lebih utama dengan berihram di miqatnya.
Namun bagi yang melewati miqat tersebut dan tidak
berkeinginan untuk melakukan ibadah haji ataupun umroh, maka
dia melewatinya sebagaimana melewati tempat yang lainnya,
atau juga bagi mereka yang tidak berada di lima tempat yang telah
disebutkan; maka ia ber-miqat sejajar dengan tempat tersebut.

60 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Kedua : Mencukur atau memendekkan rambut, atau yang
lebih dikenal dengan istilah “tahallul”, walaupun sebenarnya
antara istilah tersebut memiliki perbedaan, hanya saja karena
mencukur atau memendekkan rambut adalah bagian akhir yang
dilakukan para jama’ah umroh, maka istilah tersebut lebih
dikenal dengan “tahallul” yang artinya seseorang sudah menjadi
halal setelah sebelumnya ia ber-ihram (haram).

Mencukur dan memendekkan rambut adalah kewajiban haji


dan umroh yang tidak boleh ditinggalkan, karena itu merupakan
perintah Allah ‫ ﷻ‬kepada Nabi ‫ ﷺ‬serta ummatnya, sebagaimana
yang tertera dalam firman Allah ‫ﷻ‬:

َ َ ُ َ ۡ ُ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ ُ َّ َ ٓ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َّ ُ ُ ۡ َ َ
ِ ‫جدْٱلحرامْإِنْشاءْٱللْءا ِمن ِينْمحلِقِينْرءوسكمْومق‬
‫ص ِْرينْﵞ‬ ِ ‫ﵟلتدخلنْٱلمس‬

“ Bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil


Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur
rambut kepala dan mengguntingnya” (QS. Al-Fath: 27).
Ayat ini menggambarkan mimpi Nabi ‫ﷺ‬untuk memasuki
kota Makkah setelah sekian lama ia meninggalkannya, Allah
menggambarkan bahwa Nabi dan para sahabatnya memasuki
tanah Makkah dalam keadaan aman beribadah dan juga mencukur
rambut kepala atau memendekkannya, tentu maksudnya bahwa
Allah akan memudahkan kaum muslimin melaksanakan ibadah
umroh di Makkah, dan yang harus dilakukan setelah selesai
umroh adalah mencukur rambut kepala atau memendekkannya.

Nabi ‫ ﷺ‬juga sangat menganjurkan ummatnya untuk


mencukur rambutnya, bahkan Nabi mendoakan mereka sebanyak
tiga kali agar Allah memberikan ampunan dan kasih sayang
kepadanya, sebagaimana juga Nabi mendoakan ampunan bagi
yang memendekkan rambutnya. Sebagaimana dalam hadits
yang dibawakan oleh sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

61 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َّ ُ َ َ َ ُ َّ
ْ‫ْْوللمقصرين؟ْْ"الل ُه َّمْ اغفِر‬،‫ْْياْ رسولْ الل‬:‫ْْقالوا‬،‫ين‬ ْ ِ‫الل ُه َّمْ اغفِرْْل ِلمحلِق‬
ُ َ َ َ ُ َّ ُ َّ َ َ َ َ ُ َ َّ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ُ
ْ:‫ْقالوا‬،‫ين‬
ْ ِ‫ين؟ْقالْ"اللهمْاغفِرْل ِلمحلِق‬
ْ ‫ص ِر‬
ِ ‫ْول ِلمق‬،ِ‫ْالل‬
ْ ‫ْقالواْياْرسول‬،‫ين‬ ْ ِ‫ل ِلمحلِق‬
َ‫ين‬ َُ َ َ َ َ َ ُ َ َّ َ ُ َ َ
ْ ‫ص ِر‬
ِ ‫ْول ِلمق‬:‫ال‬
ْ ‫ين؟ْ ْق‬
ْ ‫ص ِر‬
ِ ‫ْول ِلمق‬،ِ‫ْالل‬
ْ ‫ياْرسول‬

“Ya Allah; ampunilah orang-orang yang memotong


rambutnya sampai gundul (halqu), Para sahabat bertanya:
Untuk orang yang memotong pendek rambutnya juga ya
Rasulullah, “Ampunilah orang-orang yang memotong
rambutnya sampai gundul” Sahut Nabi, Para sahabat memohon
kembali: Untuk orang yang memotong pendek juga ya
Rasulallah?, Rasulullah menimpali “Ampunilah orang-orang
yang memotong rambutnya sampai gundul, Untuk yang
memotong pendek juga ya Rasulallah.” Pinta kembali para
sahabat, Barulah kemudian Rasulullah menjawab ” Dan
ampunilah bagi orang yang memotong pendek rambutnya. (HR.
Muslim, no: 320).

Dalam pemaparan hadits ini jelas bagi kita bahwa yang


paling dianjurkan bagi para jamaah adalah mencukur rambut
kepalanya sebagaimana yang dilakukan Nabi dan para
sahabatnya, padahal Nabi paling indah dan bagus rambutnya,
namun demi mendapatkan kemuliaan, keberkahan dan ampunan
serta bentuk ketundukan; maka semua rambut tersebut dicukur.

Mencukur rambut kepala adalah jalan yang paling utama


bagi jamaah untuk menggapai pahala sebesar-besarnya, apabila
seseorang melakukannya; maka ia di doakan ampunan dan kasih
sayang sebanyak tiga kali oleh baginda Nabi ‫ﷺ‬.

Tapi bagi yang memendekkan rambutnya juga tetap di


doakan oleh baginda Nabi, hanya saja yang perlu diketahui
bagaimana tata cara memendekkan rambut tersebut, namun jalan
yang paling selamat di antara perbedaan para ulama adalah
memendekkan rambut secara menyeluruh, tidak hanya sebagian
dan meninggalkan sebagian yang lain.

62 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Walaupun ada perbedaan para ulama dalam menyikapi cara
memendekkan rambut, seperti pendapat syafi’iyyah yang
membolehkan memotong beberapa helai rambut saja, hanafiyyah
menyebutkan harus memotong seperempat dari rambutnya,
sedang malikiyyah dan hanabilah menyatakan harus memotong
semuanya, namun tentunya jalan yang paling aman dan selamat
agar bisa keluar dari perbedaan para ulama tersebut adalah
dengan memotong semua bagian rambut.

Adapun kaum hawa dan para wanita, tidak ada kewajiban


bagi mereka melainkan memotong bagian ujung rambutnya
kurang lebih sepanjang ruas jari, Nabi ‫ ﷺ‬pernah bersabda dalam
riwayat yang dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu ‘anhu:

َّ َ
ْ‫صيْ ُر‬ َّْ ْ‫سا ِْء‬
ِْ ْ‫التق‬ ْ ْ‫اْع َل َْى‬
َْ ِ ‫الن‬ َْ ْ‫سا ِْء‬
ْ ‫ ْإ ِ ْن َْم‬،ْ‫حلْ ٌق‬ ْ ْ‫سْ ْع َل َْى‬
َْ ِ ‫الن‬ ْ َ ْ‫ْلي‬
“Tidak ada bagi wanita mencukur rambutnya,
sesungguhnya bagi para wanita memendekkan saja.” (HR. Abu
Daud, no: 1984).
Dalam riwayat lain yang dibawakan oleh sahabat Ali bin
Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mengatakan:
َْ ‫المرْْأَْةُْ َْرْأ‬
َ‫س ْها‬ َْ ِ ‫س َّْل َْمْْأَنْْ َتحْ ْل‬
َْ ْ‫ق‬ َ َ ُ َّ َ
َْ ‫ع ْليْ ْهِْ َْو‬
ْ ْ‫يْالل‬
ْ ‫صْل‬ ْ ِْ‫لل‬
ُ َُ ََ
ْ ‫سوْ ْلْا‬
ْ ‫ىْر‬
ْ ‫ْن ْه‬
“Rasulullah ‫ﷺ‬melarang wanita menggundul rambut
kepalanya.” (HR. Tirmizi, no: 914, An-Nasa’i, no: 5049).
Para ahli ilmu yang menyatakan bahwa wanita hanya
sekedar mengambil bagian ujung rambutnya sepanjang ruas jari
sebagai berikut; Ibnu Umar, Syafi’i, Ishaq, Abu Tsaur, Abu Daud
dan yang lainnya Radhiyallahu ‘anhum wa Rahimahumullahu
Ta’ala17.

17
Lihat: al-Mughni, Ibnu Qudamah: 5/245.

63 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Namun bagi para wanita ketika mengambil bagian ujung
rambut hendaklah di tempat yang tertutup dan jauh dari
kerumunan serta penglihatan laki-laki, karena itulah boleh
mengundur waktu hingga mereka tiba di tempat tertutup dari pada
harus melakukannya di tempat yang ramai dan berpotensi kaum
laki-laki bisa melihatnya.
Dari penjelasan ini tidaklah mengapa ketika seorang wanita
selesai bersa’i untuk kembali ke tempat penginapan, kemudian
memotong bagian ujung rambutnya.

64 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
SUNNAH-SUNNAH UMROH

Setelah mengetahui rukun serta wajib umroh yang apabila


telah dilakukan maka selesailah kewajiban seorang hamba dalam
prosesi umroh, namun tentunya seseorang tidak akan merasa
cukup dengan yang rukun dan wajib saja, seorang hamba ingin
lebih menyempurnakan ibadahnya dengan amalan-amalan
sunnah, dan itu bentuk pendekatan diri kepada Allah ‫ ﷻ‬serta
menggapai cinta-Nya, sebagaimana yang disebutkan dalam
sebuah hadits qudsi bahwa Allah berfirman:

َ ُ ََ ََ َ َ ُ َ َ َّ َّ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ
ْ‫ْْوماْ يزالْعبدِي‬،ِ‫شى ٍءْ أحبْ إِلىْ مِماْافترضتْ علي ْه‬ ْ ِ ‫وماْْتقرب ْإِلىْعبدِيْب‬
ُْ‫ْ َو َب َص َره‬،ِ‫ْسم َع ُهْالَّذِيْيَس َم ُعْب ْه‬
َ ‫ت‬ ُ ‫ْ ُكن‬:‫ْفَإ َذاْأَح َبب ُت ُْه‬،‫ْح َّتىْأُح َِّب ُْه‬ َّ ‫َي َت َق َّر ُبْإل َ َّىْب‬
َ ‫الن َواف ِل‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ََ َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ ُ َ َّ ُ َ َ َ ُ ُ َّ
ْ‫ْْوِإنْ سألنِى‬،‫ْْو ْرِجلهْ التِىْ يم ِشىْ بِها‬،‫ْْويدهْ التِىْ يب ِطشْ بِها‬،ِ‫صرْ ب ِ ْه‬ ِ ‫الذِيْ يب‬
َّ َ َ َّ
‫ْ َولئِنْاس َت َعاذنِىْلأعيذن ْه‬،‫لأعطينه‬
“Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan dirinya kepada-Ku
dengan suatu amalan yang lebih aku cintai dari amalan yang aku
wajibkan padanya. Dan senantiasa seorang hamba mendekatkan
dirinya kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga aku
mencintai-Nya. Jika Aku mencintainya : Maka Aku akan menjadi
pendengarannya yang dia gunakan mendengar, dan Aku menjadi
mata yang dia gunakan melihat, dan Aku menjadi tangan yang
dia gunakan memegang, dan Aku menjadi kakinya yang dia
pergunakan berjalan, jika dia meminta pada-Ku Aku akan
memberinya, dan jika Dia meminta perlindungan kepada-Ku
maka Aku akan melindunginya” (HR. Bukhari, no: 6137).
Dengan menyempurnakan ibadah umroh yang dilengkapi
dengan amalan-amalan sunnah; tentunya akan lebih memiliki
makna tersendiri dalam kehidupan dalam mencari keridhoaan dan
kecintaan Allah Sang pencipta.

65 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Namun kalau ada yang meninggalkan sunnah-sunnah
umroh bukan karena tidak suka terhadapnya, melainkan karena
suatu hal dan keadaan tertentu; maka dia tidak berdosa dan tidak
pula terkena denda (kaffarat) sebagaimana halnya meninggalkan
rukun dan wajib umroh.

Di antara amalan-amalan sunnah yang dianjurkan bagi para


jamaah untuk melakukannya selama mereka menunaikan ibadah
umroh;

❖ Mandi

Mandi bagi seorang yang ingin berihram adalah di antara


sunnah yang semua para ulama sepakat akan anjurannya, yang
demikian berlandaskan hadits yang dibawakan oleh sahabat Jabir
bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu:
َ َ ََ َ َ َ َ َّ َ ُ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َّ َ
ْ‫ْفأرسلت‬.‫ْفوْلدتْأسماءْبِنتْعمي ٍسْمحمدْبنْأبِىْبك ٍْر‬.ِ‫حتىْأتيناْذاْالحليفة‬
َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ َ ‫إل‬
ْ ‫ ْكيفْأصن ْع؟ ْق‬:‫ىْر ُسو ِلْاللِْصليْاللْعليهِْوسل ْم‬
ْ‫ ْواستثفِ ِري‬.‫ ْاغتسِلِي‬:‫ال‬ ِ
ََ َ
‫بِثو ٍبْوأح ِرمِ ْي‬

“Ketika sampai di Dzul Hulaifah, Asma’ binti Umais


Radhiyallahu ‘anha melahirkan putranya, yaitu Muhammad bin
Abu Bakar. Dia menyuruh untuk menanyakan kepada Rasulullah
‫ ﷺ‬apa yang harus dilakukannya (kerana melahirkan itu), maka
beliau pun bersabda, “Mandi dan bersihkanlah darah nifasmu
dengan kain dan berihramlah” (HR. Muslim, no: 147).

Dari hadits ini para ulama mengambil kesimpulan bahwa


seorang yang berihram; hendaklah mandi sebagaimana mandi
wajib, yang demikian karena Nabi memerintahkan Asma’ untuk
mandi, padahal dia dalam keadaan nifas yang tidak mesti baginya
untuk mandi, namun karena sedang berihram; maka Nabi

66 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
memerintahkan dia mandi, sehingga hukum ini lebih utama bagi
yang lainnya.

Dalam riwayat lain yang lebih jelas sebagaimana


dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu
‘anhuma bahwa ia berkata:

َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ ُّ َ
ِْ ‫ ْ ْو‬،ِ‫عنْ ْدْْإ ِحْ ْرا ِم ْه‬
‫عنْ ْدْمدخ ِلْمك ْة‬ ْ ‫ِْم‬
ِْ ْ‫نْالسنةِْْأنْْيغْ ْتسِل‬

“Di antara sunnah adalah mandi ketika berihram dan ketika


memasuki Makkah” (HR. Tabrani, Mu’jam Kabir, no: 14034).

❖ Memakai wewangian sebelum memakai pakaian ihram

Menggunakan wewangian di anggota tubuh (bukan di


pakaian) merupakan sunnah yang jumhur ulama menyatakan itu
bagian daripada anjuran Nabi sebelum berihram, walaupun
wewangian tersebut akan membekas dan tersisa setelah dia
menggunakan palaian ihram.

Dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Ibunda ‘Aisyah


Radhiyallahu ‘anha bahwa ia berkata:

َ َ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ ُ َ ُ ُ ُ
ْ‫ ْو ِلحِلِهِْقبل‬،‫كنت ْأطيِبْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْل ِ ِإحرا ِمهِْ حِينْيح ِر ْم‬
َ َ َُ َ
ْ‫ت‬
ِْ ‫أنْيطوفْبِالبي‬

“Aku memakaikan wewangian kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬untuk


Ihramnya sebelum beliau berihram dan juga untuk tahallul
sebelum beliau tawaf di Baitullah” (HR. Bukhari, no: 1465,
Muslim, no: 33).
Sedangkan memakai wewangian di pakaian itu merupakan
larangan ihram yang jumhur ulama menyatakan tidak boleh
memakainya, tidak boleh diqiyaskan dengan wewangian yang
ada di anggota tubuh, karena yang ada di tubuh akan mudah
67 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
hilang, sedangkan wewangian yang ada di pakaian sulit
hilangnya.

❖ Memakai pakaian ihram dua lapis yang berwarna putih

Menggunakan pakaian ihram yang berwarna putih bagi


kaum laki-laki merupakan sunnah Nabi ‫ﷺ‬, karena putih
merupakan warna yang paling di cintai oleh Rasulullah ‫ﷺ‬.

Dalam sebuah riwayat yang dibawakan oleh sahabat


Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

ُ َّ َ ُ
‫ ْفإنهاْمِنْخيرْثيابِكم‬،‫البياض‬
ْ ْ‫البَ ُسواْمِنْثيابك ُم‬

“Pakailah pakaian kalian yang berwarna putih, karena itu


merupakan sebaik-baiknya pakaian” (HR. Abu Daud, no: 3878).
Imam an-Nawawi menyebutkan:

َ ُ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َ َ ُ َ َ ُّ َ َ ُ َ
ْ ،‫ن‬
ِْ ‫ وِإلاْ فمغسولي‬،‫ن‬
ِْ ‫الرداءْْأبيضي ِنْْجدِيدي‬
ِ ‫ويستحبْ أنْ يكونْ ال ِإزارْ و‬
ُ ُ َ َُ َُ
ْ ‫ويكرهْالمصب‬
‫وغ‬

“Dan di sunnahkan izar dan rida tersebut (pakaian ihram)


berwarna putih dan baru ataupun yang lama naum sudah dicuci,
dan makruh menggunakan pakaian yang berwarna” 18.

Namun kalau seandainya tidak ada pakaian yang berwarna


putih; maka boleh memakai yang berwarna apa saja, dan untuk
kaum wanita hendaklah memakai pakaian yang menutup aurat
dan tidak mendatangkan fitnah bagi laki-laki, sebagaimana yang
disebutkan oleh ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa para
wanita diberikan kebebasan dalam memakai pakaian ihram, baik

18
Raudhatul at-Thalibin, Imam an-Nawawi: 3/72.

68 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
warna ataupun yang lainnya. (HR. Ibnu Abi Syaibah, no:
13325).19
Yang paling ditekankan untuk kaum wanita adalah pakaian
yang tidak mengundang perhatian dan menimbulkan fitnah bagi
kaum laki-laki, sehingga pakaian ihram mereka sama dengan
pakaian mereka dalam kehidupan sehari-hari yang jauh dari kata
glamor dan mengundang pandangan serta fitnah.

❖ Bertalbiyah dan berdzikir ketika ihram

Salah satu yang dilakukan Nabi ketika melaksanakan


ibadah haji dan umroh adalah senantiasa membasahi lisannya
dalam rangka berdzikir kepada Allah ‫ﷻ‬, Nabi memuji Allah serta
mengagungkan-Nya dengan dzikir-dzikir yang sangat indah.

Sahabat Anas bin Malik pernah menceritakan tentang apa


yang Nabi lakukan ketika sampai di miqat Dzul Hulaifah:

َْ‫ْ َوال َعصر‬،‫بالمدينةْالظه َرْأَر َب ًعا‬


ُّ ُ َ َ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َّ َ
ْ،‫ونحنْمع ْه‬،‫صليْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسل ْم‬
ََ َ َّ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ ُ َ ‫بذِيْالحُلَي َفة‬
َ
ْ‫ ْثمْرك ِبْحتىْاستوتْ بِهِْعلى‬،‫ح‬ َ َ َ َّ ْ ‫ ْثمْباتْ بِهاْحتىْأصب‬،‫ن‬ ِْ ‫ِْرك َع َتي‬ ِ
ُ ‫ْالن‬ َ
َّ ‫ْ َوأ َه َّل‬،‫ْو ُعم َر ٍْة‬َ ‫ْبحَج‬ َ
َّ َ َّ ُ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َ َ
‫اسْب ِ ِه َمْا‬ ٍ ِ ‫ل‬ ‫ْثمْأه‬،‫ْحمِدْاللْوسبحْوكب ْر‬،‫ال َبي َدا ِْء‬

“Rasulullah ‫ﷺ‬shalat zuhur empat (rakaat) sementara kami


bersama beliau di Madinah dan (shalat) Ashar dua rakaat di
Dzul Hulaifah kemudian menginap sampai pagi. Kemudian
beliau naik (kendaraan) dengan tepat sampai tanah lapang, lalu
beliau memuji Allah, bertasbih dan bertakbir, kemudian memulai

19
Namun yang harus diperhatikan bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh dipakai oleh seorang
wanita dalam berihram, seperti niqob ( cadar), sarung tangan, pakaian yang sempit, pakaian yang
mengandung perhiasan dan semua pakaian yang bisa mengalihkan pandangan kepadanya agar tidak
terkena fitnah.

69 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ihram untuk haji dan umroh. Dan orang-orang berihram dengan
keduanya (haji dan umroh)” (HR. Bukhari, no: 1476).
Dalam hadits ini sahabat Anas menyebutkan di antara dzikir
yang senantiasa dibaca oleh baginda Nabi selain talbiyah, yaitu
mengucapkan hamdalah, tasbih dan takbir.
Ketika Nabi sudah berada di atas kendaraannya, maka saat
itulah Nabi memulai berihram sambil mengucapkan talbiyah,
sebagaimana yang dijelaskan oleh sahabat Abdullah bin Umar
Radhiyallahu ‘anhuma:
َ َ ً َ َ َُُ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ َ
ِْ‫جد‬
ِ ‫ْإِذاْاستوتْبِهِْراحِلتهْقائِمةْعِندْمس‬،‫ان‬
ْ ‫أنْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْك‬
َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َّ ُ َّ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ
َْ‫ْإ َّنْالحَمد‬،ْ‫ك‬
ِ ‫ْلبيكْلاْش ِريكْلكْلبي‬،‫ك‬ ْ ‫ لبيكْاللهمْلبي‬:ْ‫ْأهلْفقال‬،ِ‫ذِيْالحليفة‬
َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ََ َ
ْ ‫والنِعمةْلكْوالملكْلاْش ِريكْل‬
‫ك‬
“Biasanya beliau mulai ihram ketika telah naik
kendaraannya di sisi masjid Dzul Hulaifah, seraya membaca:
“Kami penuhi panggilan-Mu Ya Allah, kami penuhi penggilan-
Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu kami penuhi panggilan-Mu.
Sesungguhnya semua pujian, kenikmatan dan kerajaan hanya
milik-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu” (HR. Bukhari, no. 5571 dan
Muslim, no. 1184).

❖ Mengeraskan suara dalam melafazkan talbiyah

Kalimat talbiyah yang terkandung di dalamnya


penghambaan kepada Allah ‫ ﷻ‬merupakan kalimat yang
dianjurkan bagi para jamaah haji dan umroh untuk
mengucapkannya, dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh
sahabat Abu Bakar as-Siddiq Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
perbah ditanya tentang amalan haji dan umroh yang paling mulia,
maka Nabi menjawab:

70 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َّ َ ُّ َ َ َ
ْ‫ْوالث ُّج‬‫ْالعج‬:‫ال‬
ْ ‫ق‬

“Mengangkat suara dengan talbiyah dan menyembelih


hewan” (HR. Tirmidzi, no: 827).

Nabi ‫ﷺ‬menjelaskan di antara amalan yang paling dicintai


Allah adalah mengangkat suara ketika melantunkan kalimat
talbiyah, bahkan hampir sepakat para ulama madzhab bahwa
dianjurkan bagi laki-laki untuk mengangkat suaranya saat
bertalbiyah.

Sahabat Saib bin Khallad al-Anshary Radhiyallahu ‘anhu


membawakan sebuah riwayat bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َّ ََ ُ ََ
ْ‫ىْومنْْ ْم ِْعيْْأنْْْيرْ ْف ْعواْْأصْ ْواته ْم‬
ْ ِ ‫ح ْاب‬
ْ ْ‫آم ْرْْأص‬
ْ ْْ‫ىْأن‬ ْ ِ ‫لا ْمْ ْف ْأ ْم ْرْن‬
ْ ‫الس‬
ْ ِْ‫ْع ْليْ ْه‬
ْ ‫جبْ ِْريْل‬ ِ ْ‫ْأْت ْان ِى‬
َ
ُ َ ُ ُ َّ َّ َ َ َ َ
‫ح ُْد ْه َْما‬
ْ ‫الْ"ْب ِالتْلْ ْب ِ ْيةِ"ْي ِْريْد ْْأ‬
ْ ‫لا ِْل"ْْأوْْ ْق‬ْ ‫ْب ِال ِإْ ْه‬

“Jibril ‘alihis salam mendatangiku, dan memerintahkan


aku untuk menyampaikan kepada para sahabat dan orang-orang
yang bersamaku agar mengangkat suaranya ketika melihat hilal,
atau dalam sabdalain: ketika bertalbiyah, Nabi menginginkan
salah satu darinya” (HR. Abu Daud, no: 1814).

Sedangkan bagi kaum wanita tentunya tidak mengangkat


suara dalam bertalbiyah, mereka hanya sekedar mengucapkan
kalimat talbiyah dan didengar oleh dirinya sendiri, dan itu
merupakan kesepakatan para ulama madzhab, bahkan itu adalah
ijma’ para ulama sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Ibnu
‘Abdil Bar Rahimahullah dalam kitab At-Tamhid20, dan di antara
alasannya agar tidak terjatuh kedalam fitnah ketika mereka
memperdengarkan suaranya kepada laki-laki yang bukan mahram
baginya.

20
Lihat: at-Tamhid: 17/242.

71 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Kalimat talbiyah ini akan berakhir diucapkan ketika
seseorang akan melakukan thawaf, dan ini bagi para jamaah yang
ingin berumroh, sedangkan bagi mereka yang melaksanakan
ibadah haji; maka talbiyah selesai diucapkan ketika melontar
jumroh para hari Nahr (10 Dzulhijjah), dalam sebuah riwayat
yang bersumber dari sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu
‘anhu:

َ َّ َ َ َ َّ َ ُ َ ُ َُ
ْ‫الط ْواف‬
ْ ْ‫ح‬ْ ِ ‫ح ْتىْ ْيفْ ْت ْت‬ْ ْ‫ىْالمعْ ْت ِْم ْر‬
ْ ‫ْي ْل ِْب‬

“Kalimat talbiyah yang diucapkan oleh orang yang berumroh


selesai ketika hendak melakukan thawaf” 21.

❖ Berihram setelah sholat dua raka’at

Sunnah yang juga dianjurkan kaum muslimin


melakukannya ketika sedang berihram adalah melaksanakan
shalat
ُْ‫ْاد َه َنْب ُدهنْلَي َسْلَه‬ َّ َ َّ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ ُ َ ُ َّ ‫َ َ ُ ُ َ َ َ َى‬
ٍ ِ ‫كانْابنْعمرْر ِض ْاللْعنهماْإِذاْأرادْالخروجْإِلىْمكة‬
َ َ ُ َ َ َ َ ‫ْ ُث َّمْيَأت‬،‫ْطي َب ٌْة‬
َ ‫ح ٌة‬
ِْ‫ْ َوِإذاْاس َت َوتْبِه‬،‫ب‬
ْ ُ ‫ْث َّمْيَرك‬،‫ج َدْذِيْالحُليفةِْف ُي َصلِي‬ ِ ‫س‬ ‫ىْم‬
ْ ِ ِ
َ ‫َرائ‬
ِ
ُ َّ َّ ‫ْصل‬
َ ‫ْالنب َّى‬
َّ ‫ت‬ َ َ ‫ك َذ‬
ُ ‫اْرأي‬ َ
َ َ َ َ َّ ُ َ َ ً َ َ ُ ُ َ َ
‫ل‬
ْ ‫يْاللْعليهْوسلمْيفع‬ ِ ‫ْه‬:‫ال‬
ْ ‫ْثمْق‬،‫راحِلتهْقائِمةْأحر ْم‬

“Adalah Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuma apabila hendak


keluar menuju Makkah (untuk berhaji) dia memakai pakaian
yang tidak menggunakan wewangian kemudian memasuki masjid
Dzul Halaifah lalu shalat kemudian menaiki tunggangannya.
Dan apabila tunggangannya sudah berdiri tegak dia memulai
ihram kemudian berkata: Beginilah aku melihat Nabi ‫ﷺ‬
melaksanakannya (memulai ihram untuk haji)” (HR. Bukhari,
no: 1479).

21
Lihat : al-Umm, As-Syafi’i: 2/225.

72 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Dalam riwayat ini disebutkan bahwa Nabi ‫ﷺ‬berihram
setelah melakukan shalat di lembah yang sekarang dikenal
dengan Dzul Hulaifah, namun bukan berarti ada shalat khusus
untuk ihram yang dilakukan Nabi, hanya saja Nabi shalat fardhu
Ashar dua rakkat, karena memang telah datang waktu shalat, Dan
hadits ini menjelasakan bahwa Nabi ihram setelah shalat, dan
itulah pendapat sebagian ulama dari kalangan syafi’iyyah dan
hanabilah.

Kalau kita perhatikan riwayat-riwayat yang lain; maka kita


bisa menarik kesimpulan bahwa waktu berihram Nabi ‫ ﷺ‬itu
adalah ketika beliau menaiki dan sudah berada di atas kendaraan,
salah satunya riwayat yang dibawakan oleh Abdullah bin Umar
Radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia berkata:
ُّ ُ َّ ُ َ َ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ ُ َ َ
ْ‫ْثمْي ِهلْحين‬،ِ‫رأيتْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْيركبْراحِلتهْبِذِيْالحليفة‬
‫تستويْبهْقائمة‬

“Saya melihat Nabi ‫ ﷺ‬menaiki kendaraan nya di Dzul


Hulaifah, kemudian berihram ketika hewan tunggangannya
sedang berdiri tegak” (HR. Bukhari, no: 1443).

❖ Membuka lengan kanan bagi laki-laki

Salah satu sunnah yang dianjurkan bagi kaum muslimin


melakukannya ketika hendak memulai thawaf adalah al-
Idhthiba', yang artinya membuka lengan bagian kanan, namun
yang harus diperhatikan bahwa sunnah ini:

- Hanya dilakukan ketika sedang thawaf saja, sehingga


ketika seseorang telah memakai pakaian ihram sampai
selesai tidak dianjurkan melakukannya, kecuali ketika
thawaf di ka’bah, terutama ketika seseorang hendak
melaksanakan shalat, maka wajib menutup pundaknya,

73 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
sebagaimana dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh
sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
َ ُ
ٌ‫ْشى ْء‬ َ ََ َ َ َ َّ ُ ُ َ َ َّ َ َ ُ َ
‫ْليسْعلىْعاتِقِهِْمِنه‬،‫ح ِْد‬
ِ ‫بْالوا‬
ِ ‫لاْيصل ِينْأحدكمْفِىْالثو‬

“Janganlah kalian shalat dengan satu kain saja


sehingga pundak kalian tidak tertutup” (HR. An-Nasa’i,
no: 769).

- Sunnah ini berlaku bagi mereka yang thawaf umroh, atau


thawaf qhudum bagi yang melakukan haji qiran dan
ifrad, dan tidak dilakukan bagi yang melakukan thawaf
ifadhah, karena thawaf ifadah baik ketika ihram atau
tidak, tidak dianjurkan membuka lengan yang bagian
kanan.

Dua hal inilah yang harus diperhatikan oleh kaum muslimin


yang melaksankan umroh ketika melakukan sunnah dan anjuran
Nabi ‫ﷺ‬.

❖ Berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama

Berlari-lari kecil dan memendekkan langkah serta


menggerakkan kedua bahu atau yang dikenal dengan istilah ar-
raml merupakan sunnah yang sangat erat kaitannya dengan
sunnah al-Idhthiba', sehingga Imam an-Nawawi Rahimahullah
menyatakan bahwa kedua sunnah ini saling berkaitan antara satu
dengan yang lain, dan yang membedakan mereka bahwa sunnah
ini hanya dilakukan pada tiga putaran pertama, sedangkan sunnah
al-Idhthiba' dilakukan dalam setiap putaran thawaf 22.

Sehingga dari sini dapat kita ambil kesimpulan bahwa apa


yang berlaku terhadap sunnah al-Idhthiba' juga berlaku pada

22
Lihat: al-Majmu’: 8/43).

74 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
sunnah ar-raml, dan kedua sunnah ini hanya berlaku bagi kaum
laki-laki saja dan tidak untuk kaum wanita.

Dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh sahabat


Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa ia berkata:
َُ ََ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ
ُ
ْ‫أنْ رسولْ اللِْ صليْ اللْ عليهِْ وسلمْ وأصحابهْ اعتمرواْ مِنْ ال ِجعرانةِْ فرملوا‬
َ ُ َ َ ََ َ َُ َ َ َ َ َ ََُ َ َُ َ َ
‫تْوجعلواْأردِيتهمْتحتْآبا ِط ِهمْقدْقذفوهاْعلىْعواتِقِ ِهمْاليسرى‬ ِ ‫بِال َبي‬
“Bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬dan para sahabatnya melakukan
umroh dari Ji’ranah, dan mereka berlari-lari kecil di Ka'bah dan
meletakkan selendang mereka di bawah ketiak mereka, dan
melemparkan di atas pundak kiri” (HR. Abu Daud, no: 1884).

❖ Memegang rukun yamani

Rukun yamani adalah salah satu sisi dari bangunan ka’bah


yang dianjurkan bagi kita untuk menyentuhnya, yang demikian
berdasarkan hadits yang dibawakan oleh sahabat Abdullah bin
Umar Radhiyallahu ‘anhuma:

َّ َّ َ َّ َّ ُ َ َ ُ ُ
ُْ‫يْالل‬ َ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ َ َ ُ ‫َماْتَ َرك‬
‫ ْمنذْرأيتْالن ِبىْصل‬،‫ ْفِىْشِد ٍةْولاْرخا ٍْء‬،‫ن‬
ِْ ‫تْاستِلامْهذي ِنْالركني‬
َ‫ِْو َس َّل َمْيَس َتل ُِم ُهمْا‬
َ ‫َعلَيه‬

“Tidak pernah aku meninggalkan dari menyentuh


(mengusap) dua rukun ini (yamani dan hajar aswad) baik dalam
keadaan sulit maupun mudah semenjak aku melihat Nabi ‫ﷺ‬
mengusap keduanya” (HR. Bukhari, no: 1529, Muslim, no: 245).

Rukun yamani dinamakan dengan demikian karena


posisinya di bagian kanan hajar aswad, sekaligus menuju arah
daerah Yaman, dan menyentuhnya memiliki keutamaan yang luar

75 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
biasa, sebagaimana dalam sebuah riwayat yang menjelaskan
bahwa Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma berdesakan
untuk menyentuk kedua rukun (yamani dan hajar aswad), maka
ada yang bertanya kepadanya perihal dia melakukan hal tersebut,
Ibnu Umar pun mengatakan:

َ ٌ َ َّ َ َ ُ َ َ َّ
َ‫خ َطايا‬‫إِنْمسحهماْكفارةْل ِل‬
“Sesungguhnya menyentuh keduanya bisa menggugurkan
dosa” (HR. Tirmizdi, no: 959, An-Nasai’i, no: 2919).

Namun perlu diketahui bahwa sunnah yang dianjurkan


untuk melakukannya ketika sejajar atau berada di rukun yamani
adalah menyentuh dan memegangnya, namun apabila itu tidak
bisa dilakukan karena situasi dan kondisi yang tidak
memungkinkan; maka boleh melewatinya ketika thawaf tanpa
harus bertakbir atau memberikan isyarat, karena (memberi isyarat
dan takbir) itu hanya dilakukan ketika sejajar dengan hajar aswad
saja.

❖ Mencium hajar aswad atau memberi isyarat

Hajar aswad merupakan benda langit yang Allah turunkan


ke bumi, batu yang berasal dari surga ini dulu berwarna putih bak
salju, namun karena dosa dan kesalahan manusia, maka ia pun
berubah menjadi warna hitam, sehingga dikenal dengan istilah
“hajar aswad” atau batu hitam, dalam sebuah riwayat yang
dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi ‫ﷺ‬bersabda:

َ َ َ َ َ ُ ََ َ َ ََ َ ً ََ ُ َ َ َ ُ َ ََ َ َُ َ ُ َ َ َََ
َ‫ىْآد ْم‬
ِ‫نزلْالحجرْالأسودْمِنْالجنةِْوهوْأشدْبياضاْمِنْاللب ِنْفسودتهْخطاياْبن‬

76 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Hajar aswad turun dari surga padahal batu tersebut
begitu putih, lebih putih daripada susu. Dosa manusialah yang
membuat batu tersebut menjadi hitam”. ( HR. Tirmidzi no: 877).
Dalam riwayat yang lain bahwa di antara penyebab
berubahnya warna batu surga ini karena dosa kemusyrikan yang
dilakukan di bumi Allah ‫( ﷻ‬HR. Ahmad, no: 2795).
Kaum muslimin yang Allah mudahkan untuk datang ke
Makkah tentunya tidak akan melewatkan moment yang spesial
ini, keinginan terbesar tentunya ingin mencium batu yang berasal
dari surga itu, karena tidak ada sesuatu yang dihubungkan dengan
surga melainkan harapannya bisa menyampaikan seseorang ke
dalam surga, dan itu sesuai dengan apa yang disebutkan oleh Nabi
‫ ﷺ‬dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh sahabat Abdullah
bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma:
ٌ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ ُ َّ َ َ َ َ
ْ‫ ْيَش َه ُد‬،ِ‫ْين ِط ُقْ ب ِ ْه‬
َ ‫ان‬ ‫ ْول ِس‬،‫صرْ ب ِ ِهما‬
ِ ‫ان ْيب‬
ِ ‫واللِْليبعثنهْاللْيومْالقِيامةِْله ْعين‬
َ
َ َََُ َ ََ
ٍْ ‫ْبح‬
‫ق‬ ِ ‫علىْم ِنْاستلمه‬
“Demi Allah, Allah akan mengutus batu tersebut pada hari
kiamat dan ia memiliki dua mata yang bisa melihat, memiliki
lisan yang bisa berbicara dan akan menjadi saksi bagi siapa yang
benar-benar menyentuhnya” (HR. Tirmidzi no: 961, Ibnu Majah
no: 2944).
Wajar kalau sekiranya kita menyaksikan bahwa hajar aswad
itu tidak pernah lepas dari rebutan jutaan kaum muslimin untuk
menciumnya, begitu pula kita yang ingin sekali menciumnya,
bahkan itu adalah bagian dari pada sunnah yang dianjurkan untuk
melakukannya, tetapi ketika mencium hajar aswad; bukan berarti
dia bisa memberikan manfaat atau mudhorat secara sendirinya,
namun itu mutlak karena anjuran Rasulullah ‫ﷺ‬, sebagaimana
hadits yang dibawakan oleh sahabat Umar bin Khattab
Radhiyallahu ‘anhu:

77 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ ُ َ ُ ََ َ َ ََ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َََ ٌ َ َ َ ََ ُ َ َ َ َ ُ َُ
ْ‫إِن ِىْلأقب ِلكْوِإن ِىْأعلمْأنكْحجرْوأنكْلاْتضرْولاْتنفعْولولاْأن ِىْرأيتْرسول‬
َ َ َ َ َََ َ
ْ ‫ْماْق َبل ُت‬
‫ك‬ ‫ْقبلك‬-‫صليْاللْعليهْوسلم‬-ِْ‫الل‬
“Sesungguhnya aku menciummu dan aku tahu bahwa
engkau adalah batu yang tidak bisa memberikan mudhorot
(bahaya), tidak bisa pula mendatangkan manfaat. Seandainya
kalau aku tidak melihat Rasulullah ‫ ﷺ‬menciummu, maka aku
tidak akan menciummu.” (HR. Muslim no. 1270).
Kalimat indah nan mulia yang keluar dari lisan Umar bin
Khattab yang menggambarkan akan kepatuhan terhadap perintah
Nabi dalam beribadah kepada Allah ‫ﷻ‬.
Namun tentunya tidak semua orang dimudahkan mencium
hajar aswad, sehingga bagi mereka yang tidak bisa menciumnya
karena suatu hal, maka anjuran lain baginya adalah
memegangnya serta mencium sesuatu yang bersetuhan dengan
hajar aswad tersebut, namun kalau juga tidak bisa; maka dengan
memberikan isyarat saja, dan itu dilakukan setiap putaran thawaf,
sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang dibawakan
oleh sahabat Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma:

َ َ‫ْاليمانىْوالح‬
َْ‫جر‬ َّ َ‫يستلمْالركن‬
ُّ ُ ََ َّ ُ
ْ‫ْلاْيدعْأن‬-ْ‫ْصليْاللْعليهْوسلم‬-ْ‫كانْرسولْالل‬
ُ
‫فىْكلْطوف ْه‬

“Sesungguhnya Nabi ‫ ﷺ‬tidak pernah meninggalkan untuk


menyentuh rukun yamani dan hajar aswad dalam setiap thawaf
nya” (HR. Abu Daud, no: 1876).

Seandainya tidak bisa menyentuh secara langsung dan


menciumnya, maka dengan mencium sesuatu yang bersentuhan
dengan hajar aswad tersebut, dan ini sebagaimana yang dilakukan
oleh sahabat Ibnu Umar Radhiyalahu ‘anhuma dalam riwayat
yang dibawakan oleh Nafi’:

78 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُْ‫ْر َأيت‬
َ ‫ْمن ُذ‬ َ َ َ ُ َ َ َ َّ َ َّ ُ
ُ ‫ ْ َماْتَ َرك ُت ُه‬:‫ال‬ َ َ َ َ ُ َ َ َ
ْ ‫ ْوق‬،‫ ْثمْقبلْيد ْه‬،ِ ‫رأيتْابنْعمرْيستل ِمْالحجرْبِي ِد ْه‬َ ُ َ ُ ََ
ُ َّ َ َ َ ُ َّ َ َ
‫ِْو َسل َم َْيف َعل ُْه‬ ‫َر ُسولْاللِْصليْاللْعليه‬
“Aku melihat Ibnu ‘Umar mengusap hajar aswad dengan
tangannya, kemudian mencium tangannya. Ibnu ‘Umar berkata,
“Aku tidak pernah meninggalkannya sejak aku melihat
Rasulullah ‫ ﷺ‬melakukannya” (HR. Muslim no. 1268).
Hadits lainnya menyatakan bahwa Nabi juga memberikan
isyarat kepada hajar aswad, sebagaimana yang dibawakan oleh
sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma:

َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َّ ُ َ َّ َ َ َ ُ َّ َ ُّ َّ َ َ
ٍْ ِ‫تْعَلىْبَع‬
ِْ‫ ْكلماْأتىْالركنْأشارْ إِليه‬،‫ير‬ ِ ‫ِْو َسل َمْ بِال َبي‬ ‫ْصليْاللْعليه‬ ‫طافْالن ِبى‬
ََ َُ َ َ َ
‫ْوكبَّ َْر‬ ‫بِشى ٍءْكانْعِنده‬
“Nabi ‫ ﷺ‬melaksanakan thawaf di baitullah (ka’bah) di atas
untanya. Setiap kali beliau melewati rukun (hajar aswad), beliau
berisyarat kepadanya dengan sesuatu yang ada pada beliau, lalu
bertakbir” (HR. Bukhari no. 1613).

❖ Shalat dua rakaat dibelakang maqam Ibrahim

Maqam Ibrahim adalah tempat dahulu kala dimana Nabi


Ibrahim berdiri untuk meninggikan ka’bah, sehingga tempat
berdiri tersebut diabadikan oleh Allah ‫ﷻ‬. Maqam ini dulunya
berdempetan dengan dinding ka’bah, namun sahabat Umar
mengusulkan agar dijauhkan dari ka’bar agar memudahkan kaum
muslimin bisa shalat dibelakangnya.

Umar bin Khatthab Radhiyallahu ‘anhu berkata:


ًّ ُ َ َ َّ َ َّ َ ُ َ َ ُ ُ َ
َ ‫ْاتخَذنَاْ مِن‬ َ َ ُ ‫َو َافق‬
ْ ،‫ْم َصلي‬ ِ ‫ْم َق‬
‫امْ إِبراهِيم‬ ‫ ل ِو‬،ِ‫ْالل‬
ْ ‫ ْفقلتْياْرسول‬:‫ث‬ َ ‫ت‬
ْ ٍ ‫ْربِىْفِىْثلا‬
ًّ َ ُ َ َ ََ ُ َّ َ َ ََ
….‫ْواتخِذواْمِنْمقامْإِبراهِيمْمصلي‬:ْ‫فن َزلت‬
ِ

79 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Aku menyepakati Rabbku pada tiga perkara. Aku berkata,
“Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita menjadikan sebagian
maqam Ibrahim tempat sholat?. Maka turunlah firman Allah
“Dan jadikanlah sebagian maqom Ibrahim tempat sholat” (QS
Al-Baqoroh : 125)….”(HR. Bukhari no: 402).
Di antara sunnah yang dianjurkan untuk melakukannya
adalah melaksanakan shalat dua raka’at dibelakang maqam
tersebut, sebagaimana yang dikabarkan oleh sahabat Abdullah
bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma:

َ َّ َ َ ً َ
َ ‫يْخل َف‬ َ َ َّ َ َ َ ُ َّ َ ُّ َّ َ
ِ ‫ْالم َق‬
ْ‫ام‬ ِ ‫ ْف َطافْ بِال َبي‬،‫ِْو َسل َْم‬
‫ ْوصل‬،‫تْسبعا‬ ‫ْصليْاللْعليه‬ ‫قد ِْم ْالن ِبى‬
َ ‫ْالص َف‬ َ ََ
َّ ‫اف َْبي َن‬
ِ ‫المر َوْة‬
َ ‫اْو‬ ‫ ْوط‬،‫ن‬ِْ ‫َرك َع َتي‬
“Nabi ‫ ﷺ‬datang lalu beliau thowaf tujuh kali, dan sholat
dua rakaat di belakang maqam Ibrahim, lalu thowaf/bersai’
antara shafa dan Marwah” (HR. Bukhari, no: 395).
Namun kalau seandainya seseorang tidak bisa
melaksanakan shalat dibelakangnya karena kemacetan dan yang
semisalnya; maka boleh bagi mereka shalat di mana saja selama
masih di dalam Masjidil Haram, sebagaimana juga dianjurkan
membaca surat al-kafirun pada rakaat pertama dan al-ikhlas pada
rakaat kedua.
❖ Meminum air zamzam

Setelah melakukan sholat dua rakaat thawaf; maka


disunnahkan untuk mimum air zamzam sebanyak mungkin serta
berdoa tatkala meminumnya dengan doa yang sesuai dengan
keinginannya. Demikian juga disunnahkan untuk menumpahkan
serta menyiramkan zamzam di atas kepala.

Sahabat Jabir bin ‘Abdillah menyebutkan tentang sifat haji


dan umroh Nabi ‫ﷺ‬:

80 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ِ ِْ ِ
،‫الر ْك َن‬ ْ ‫ ثُ َّم َر َج َع َف‬،‫ َو َص َّب َع َلى َرأسه‬،‫ثُ َّم َذ َه َب ِإ َلى َز ْم َز َم َف َشرِ َب م ْن َها‬
ُّ ‫اس َت َل َم‬
َّ ‫ثُ َّم َر َج َع ِإ َلى‬
‫الص َفا‬

“(Setelah thowaf) lalu Nabi ‫ ﷺ‬pergi ke zamzam lalu minum


darinya, dan menumpahkan zamzam di atas kepalanya, lalu
beliau kembali dan mengusap hajar aswad lalu beliau pergi
menuju bukit shofa” (HR. Ahmad, no: 15243).

Ketika seseorang meminumnya maka dianjurkan membaca


basmalah, duduk dan sambil berdoa kepada Allah ‫ﷻ‬, karena
zamzam itu memiliki keutamaan yang sangat luar biasa, di antara
keutamaannya:

- Zamzam adalah nikmat bagi semua manusia, terkhusus


bagi kaum muslimin yang datang melaksanakan ibadah
ke tanah haram.

- Zamzam air terbaik yang ada di dunia, sebagaimana yang


dinukilkan dari sahabat Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Nabi ‫ﷺ‬
bersabda:

َّ ُ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ‫ْما ٍءْعَل‬
َ ‫َخي ُر‬
‫ ْوشِفاءْالسق ِْم‬،‫ ْفِيهِْطعامْالطع ِْم‬،‫ىْوجهِْالأر ِضْماءْزمز ْم‬
“Sebaik-baik air yang terdapat di muka bumi adalah
Zamzam. Di dalamnya terdapat makanan yang
mengenyangkan dan penawar penyakit. (HR Imam at-
Tabrani no: 3912).

- Nabi mendoakan keberkahan untuk zamzam, yang


demikian ketika Nabi menyemburkan sedikit air dari
mulutnya ke dalam sumur zamzam, sahabat Abu Dzar al-
Ghifari Radhiyallahu ‘anhu menyebutkan bahwa Nabi
‫ﷺ‬bersabda:

81 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُ ‫ إ َّن َهاْ َط َع‬،‫ار َك ٌْة‬
ْ‫امْ ُطع ٍم‬ ُ ‫إ َّن َه‬
َ ‫اْم َب‬
ِ ِ

“(Zamzam) adalah air yang barokah dan menjadi


makanan bagi yang meminumnya” (HR. Muslim no:
2473).
- Air zamzam mengandung gizi yang bisa menjadi
makanan bagi manusia sebagaimana dalam hadits Abu
dzar Radhiyallahu ‘anhu yang telah disebutkan di atas.

Sering kita dengar bagaimana para sahabat ketika mereka


tidak memiliki makanan; dan zamzamlah yang menjadi
minuman sekaligus makanan bagi mereka, seperti
sahabat Abu Dzar yang tidak makanan selama satu
bulan; dan dia bisa bertahan dengan air zamzam, begitu
juga Abdullah bin Zubair berada di Makkah selama
tujuh belas hari tanpa makanan, namun dia bisa bertahan
dengan air zamzam, bahkan cerita tersebut masih sering
kita dengar dan saksikan bagaiaman zamzam
memberikan rasa kenyang, karena memang yang
demikian di antara kekhususan yang ada pada zamzam.

Sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu


menyebutkan bahwa dia pernah mendengar Nabi ‫ﷺ‬
bersabda:
ِ ‫اعة يع ِني َزم َزم و ُك َّنا َن ِج ُد َها ِنعم ا ْلعو ُن َع َلى ا ْل ِعي‬
‫ال‬ ِ
َ َْ َ ْ َ َ ْ ْ ْ َ َ ‫ُك َّنا ُن َسم ْي َها َش َّب‬

“Kami menyebut air Zamzam dengan syuba’ah (yang


mengenyangkan). Dan kami juga mendapatkan air
Zamzam adalah sebaik-baik pertolongan (kebutuhan
atas kemiskinanan)” (HR. Imam al-Mundziri no: 1163).

- Zamzam adalah obat penyakit, dan itu sudah banyak


dibuktikan oleh kaum muslimin ketika mereka

82 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
menjadikan zamzam sebagai obat, baik itu secara rohani
atau jasmani, karena Nabi menyebutkan secara umum
sehingga semua penyakit bisa disembuhkan oleh
zamzam, tentunya atas izin Allah ‫ﷻ‬, di antara haditsnya
sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat Abdullah
bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‫ﷺ‬bersabda:

َ َ َ َ َ َ َ ُ َ
ْ‫اءْ َزم َز َمْ ل ِماْ ش ِر َبْ ل ُهْ إِنْ ش ِرب َت ُهْ تستش ِفيْ شفا َكْ اللْ َُوِإنْ ش ِرب َت ُه‬ ُ ‫َم‬
َُ َ َ َ ُ َُ ََ َ َ َ َُ َ َ ُ َ ََ َ َ َ
ْ‫ْالل ْوِإن ْش ِربتهْ ل ِقطعِ ْظمئِكْقطعهْاللْو ِهىْهزمة‬ ْ ‫ل ِشبعِكْأشبعك‬
َ َّ ََ َ َ َ ‫ِْالسلاَ ُم‬
َّ ‫ْعلَيه‬َ ‫يل‬ َ َ
ْ‫ِْالسلا ُْم‬ ‫ْعليه‬ ‫ْو ُسق َياْاللِْإسماعِيل‬ ِ ‫جبرائ‬ِ

“Air Zamzam sesuai dengan niat ketika meminumnya.


Bila engkau meminumnya untuk obat, semoga Allah
menyembuhkanmu. Bila engkau meminumnya untuk
menghilangkan dahaga, semoga Allah
menghilangkannya. Air Zamzam adalah galian Jibril,
dan curahan minum dari Allah kepada Ismail”. 23

Juga disebutkan dalam riwayat yang lain bahwa Nabi


pernah membawa air zamzam untuk mengobati
(meminumkan ) orang-orang yang sedang sakit:
‫ان َي ُص ُّب َعلى‬
َ ‫ان َي ْح ِم ُل َم َاء َز ْم َز َم ِفي اْلَ َد ِاو ْي َوا ْل ِقر ِب َو َك‬ َ ‫َك‬
َ َ ْ
‫ا ْل َمر َضى َو َي ْس ِقيهِ م‬
ْ ْ

“Rasululllah membawa air Zamzam di dalam kantong-


kantong air (yang terbuat dari kulit). Beliau
menuangkan dan membasuhkannya kepada orang yang
sedang sakit”. 24

23
Lihat : at-Targhib wat Tarhib no: 750.
24
Lihat: al-Silsilah as-Shahihah: 2/543.

83 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
- Air zamzam tergantung tujuan seorang hamba
meminumnya, sehingga dianjurkan ketika meminum
zamzam untuk meminta permintaan yang banyak kepada
Allah ‫ﷻ‬.

Sebagaimana banyak riwayat yang menyebutkan tentang


keutamaan zamzam bahwa ia tergantung siapa dan untuk
apa seseorang meminumnya, sehingga seorang hamba
setiap kali meminumnya berdoa dan memohon kepada
Allah sebanyak-banyaknya, dan Allah semakin suka
kepada seorang hamba dikala meminta dan selalu
merendah serta merintih dihadapan-Nya, di antara
haditsnya sebagaimana yang dibawakan oleh sahabat
Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia
mendengar Nabi ‫ﷺ‬bersabda:

‫َز ْم َز َم ِل َما ُشرِ َب َل ُه‬

“Air Zamzam, tergantung niat orang yang meminumnya”


(HR. Ibnu Majah no: 3062).

Sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu setiap


kali meminum zamzam maka dia berdoa:

‫ َو ِش َفاء ِم ْن ُك ِل َد ٍاء‬،‫ َورِ ْزقا َو ِاسعا‬،‫ال َّل ُهم أَ ْسأَلُ َك ِع ْلما َن ِافعا‬
َّ

“Ya Allah, aku meminta kepada Mu ilmu yang


bermanfaat, rezki yang luas dan kesembuhan dari setiap
penyakit” (HR. Al-Hakim no: 1739).

Itu adalah di antara keutamaan zamzam yang disebutkan


dalam Al-Qur’an ataupun dalam hadits Nabi ‫ﷺ‬yang memiliki
cerita yang sangat indah bukti kepatuhan seorang hamba kepada
Rabb-Nya.
84 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Menaiki bukit shafa dan marwah dan berdoa.

Setelah selesai mimun air zamzam, anjuran yang dilakukan


berikutnya adalah menuju bukit shafa, Ketika Nabi ‫ ﷺ‬dekat
dengan bukit Shafa, beliau membaca:

َّ َ َ َ َ ُ َ َ َّ َ َ ‫ْالص َف‬
َّ ‫إ َّن‬
ُ ْ ‫اْوال َمر َوةَْمِنْش َعآئ ِ ِر‬
ِ‫ْأبدأْبِماْبدأْاللْب ِ ْه‬.ِ‫ْالل‬ ِ

“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk sy’iar


agama Allah. Aku memulai sa’i dengan apa yang didahulukan
oleh Allah”.

Kemudian beliau mulai naik ke bukit Shafa, hingga beliau


melihat Ka’bah dan menghadap kiblat, Nabi ‫ﷺ‬membaca kalimat
tauhid, bertakbir 3x, lalu mengucapkan:

َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
‫ى‬
ْ‫ ْوهوْعْلىْك ِلْش ٍء‬،‫ ْلهْالملكْولهْالحم ْد‬،‫لاْ إِلـهْ إِلاْاللْوحدهْلاْش ِريكْل ْه‬
ُْ‫ْوح َده‬ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
َ ‫لأح َز‬
َ ‫اب‬ َ
‫ ْلاْإِلـهْإِلاْاللْوحدهْأنجزْوعدهْونصرْعبدهْوهزمْا‬،‫قدِي ٌْر‬

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali


Allah Yang Maha Esa, Tiada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan
dan pujian. Dialah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak
ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Yang
Maha Esa, yang melaksanakan janjiNya, membela hambaNya
(Muhammad) dan mengalahkan golongan musuh sendirian”.

Kemudian Nabi ‫ ﷺ‬berdoa, Beliau membacanya (dzikir di


atas dan doa) sebanyak 3x. Di dalam hadits tersebut dikatakan,
Nabi ‫ ﷺ‬juga membaca di Marwah sebagaimana beliau membaca
di Shafa. ( HR Muslim, no: 147).
Dari hadits yang panjang ini bahwa Nabi menaiki bukit
shafa dan marwah, kemudian memanfaatkan moment tersebut
untuk berdoa dan bermunajat kepada Allah dalam kurun waktu

85 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
yang lama, sambil menghadap ka’bah, sehingga itu menjadi
bagian sunnah yang paling indah.

❖ Berlari di antara dua tanda shafa dan marwah

Sunnah lain yang dianjurkan bagi jamaah haji dan umroh


untuk melakukannya ketika berada di bukit shafa dan marwah
adalah “al-harwalah”, yaitu berlari kencang antara dua tanda
yang terdapat di antara bukit shafa dan marwah, yang akan
mengingatkan akan sejarah nan indah yang terjadi kepada Ibunda
Hajar dan bayinya Ismail ‘alaihimas salam.

Tempat tersebut dulunya adalah lembah yang ada di antara


kedua bukit shafa dan marwah. Bagi yang melewatinya tidak bisa
kecuali dengan berlari, dan itulah yang dilakukan Ibunda Hajar
sehingga menjadi sunnah sampai sekarang bagi yang sa’i di sana.

Sahabat Abdullah bin Umar menyebutkan tentang apa yang


Nabi lakukan ketika berada di sana:

َ ‫اهلل َع َل ْي ِه َو َس َّل َم ِإ َذا َط‬


‫اف ال َّط َو َاف ْاْلَ َّو َل َخ َّب َث ََلثا َو َم َشى‬ ُ َّ ‫ول اهلل صلى‬ ُ ‫ان َر ُس‬
َ ‫َك‬
‫الص َفا والمروة‬ َ ‫يل ِإ َذا َط‬
َّ ‫اف َب ْي َن‬ ِ ‫ان َي ْس َعى َب ْط َن ا ْل َم ِس‬
َ ‫ َو َك‬،‫أَ ْر َبعا‬

“Rasulullah ‫ ﷺ‬bila melakukan thawaf yang pertamanya


(qudum) di Ka'bah Baitullah, Beliau berjalan cepat pada tiga
putaran, dan berjalan biasa pada empat putaran lainnya dan
berjalan (laju) di dasar aliran air bila melakukan sa'i antara
bukit Shafa dan Marwa” (HR. Bukhari, no: 1562).
Demikian pula riwayat yang dibawakan oleh sahabat Jabir
bin Abdillah ketika meriwayatkan sifat haji dan umroh Nabi ‫ﷺ‬
bahwa Nabi berlari di antara dua tanda dan itu adalah lembah,
(HR Muslim, no: 147).
Namun bagi kaum wanita tidak dianjurkan untuk berlari di
sana, bahkan Ibnu Munzdir Rahimahullah menyatakan itu adalah

86 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
bagian dari ijma’ dan kesepakatan para ulama, karena hanya
dianjurkan bagi kaum laki-laki saja25.

Ini merupakan sunnah-sunnah yang ada pada ibadah umroh


dan juga ada pada ibadah haji. Seorang muslim akan menyadari
ketika dia beribadah, tentu dalam ibadah tersebut penuh dengan
kekurangan dan kekhilafan, namun untuk menutupi kekurangan
tersebut adalah dengan melakukan amalan-amalan sunnah yang \
tujuannya sebagai pelengkap serta pelebur dari kesalahan dan
kekurangan yang dilakukan.

25
Lihat: al-Ijma’: 51.

87 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Larangan-larangan Ihram

Asal dari kata ihram itu sendiri di ambil dari kata ”ha-ro-
ma”, yang berarti dihormati dan diketahui aturan serta batasan-
batasan yang telah ditentukan syariat, sehingga seorang yang
melaksanakan ibadah haji dan umroh tidak lagi bebas melakukan
sesuatu selama berada dalam keadaan ihram, walaupun
sebelumnya boleh ia melakukannya, sehingga disebut dengan
“ihram”.

Larangan ihram itu sendiri juga bertingkat-tingkat, ada


sesuatu yang bisa membatalkan ibadah, ada pula yang bisa
mengurangi pahala ibadah dan juga ada yang tidak bedosa kita
melakukannya, dan itu tergantung kepada larangannya serta
keadaan ketika melakukan larangan tersebut.

Di antara larangan-larangan yang harus diketahui oleh para


tamu Allah ketika melaksanakan ibadah mulia ini, sebagai
berikut:

❖ Mencukur rambut kepala atau juga rambut lain yang ada


di anggota tubuh.

Mengambil rambut yang ada di anggota tubuh, baik yang


ada di kepala atau ditempat yang lainnya merupakan larangan
ketika berihram, yang demikian berlandaskan firman Allah ‫ﷻ‬:
َ ً َّ ُ َ َ َ َ ُ َّ َ ُ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ َّ َ ۡ ُ َ ُ ُ ُ ۡ َ َ َ
ْٓ‫يضاْأ ۡوْبِهِۦ‬‫ﵟولاْتحل ِقواْرءوسكمْحتىْيبلغْٱلهديْمحِله ۚۥْفمنْكانْمِنكمْم ِر‬
ُ ُ َۡ َ َ َ َۡ َ َٞۡ َ ۡ َّ َٗ
‫كﵞ‬ٖۚ ٖ ‫ِنْصيا ٍمْأوْصدق ٍةْأوْنس‬
ِ ‫أذىْمِنْرأ ِسهِۦْففِديةْم‬

“Dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum hadyu


sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antara kamu
yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu dia bercukur),
maka dia wajib berfidyah, yaitu berpuasa, bersedekah atau
berkurban” (QS. Al-Baqarah: 196).

88 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ayat ini menjelaskan hanya rambut yang ada dibagian
kepala saja, dan itu juga mencakup rambut lain yang ada di bagian
tubuh lainnya yang tidak boleh untuk diambil selama berada
dalam keadaan ihram, namun itu berbeda dengan jenggot yang
memang tidak boleh diambil, baik dalam keadaan ihram ataupun
tidak, karena itu adalah perintah Allah dan Nabi Nya ‫ﷺ‬.

❖ Memotong kuku

Larangan memotong kuku saat berihram juga merupakan


larangan ihram yang lainnya, Ibnu Mundzir menyebutkan itu
adalah ijma’ dan kesepakatan para ulama26, yang demikian
berdasarkan firman Allah ‫ﷻ‬:

ۡ ُ َ َ َ ُ ۡ َ ۡ َّ ُ
‫ﵞ‬
ْ ْ‫ﵟثمْليقضواْتفثهم‬

“Kemudian, hendaklah mereka menghilangkan kotoran


(yang ada di badan) mereka” (QS. Al-Hajj: 29).

Dijelaskan oleh Ibnu Katsir bahwa salah satunya adalah


memotong kuku27.

Juga sebuah riwayat yang dibawakan oleh Ummu Salamah


Radhiyallahu ‘anha bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

ُ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ ََ َ
ْ‫ ْفليمسكْعنْشعره‬،‫ وأرادْأحدكمْأنْيضحى‬،ِ‫إِذا ْرأيتم ْهِلالْ ذِيْالحِجة‬
‫وأظفاره‬

“Jika kalian telah melihat hilal sepuluh Dzulhijjah, dan


salah seorang dari kalian hendak berkurban, hendaknya ia tidak

26
(lihat: al-ijma’: 52).
27
(lihat: tafsir ibn katsir: 5/367).

89 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
mencukur rambut dan tidak memotong kuku terlebih dahulu”
(HR. Muslim, no: 41).
Kalau seandainya seorang yang ingin berkurban dilarang
baginya untuk tidak mengambil kukunya, maka seorang yang
sedang berihram tentu lebih dilarang lagi untuk tidak mengambil
kukunya.

❖ Memakai wewangian

Memakai wewangian juga termasuk hal yang dilarang


untuk melakukannya selama berihram, baik itu di badan ataupun
di pakaian, sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar Radhiyallahu
‘anhuma bahwa Nabi ‫ﷺ‬bersabda:

ْ ‫اْم َّس ُهْالزعفرانْأوْور‬


‫س‬
َ
َ ‫ْشي ًئ‬ ‫اب‬ َ ‫َولَاْتَلبَ ُسواْم َِنْالث‬
‫ِي‬
ِ

“Hendaknya dia tidak memakai pakaian yang diberi


za’faran dan wars (sejenis wewangian).” (HR. Bukhari no:
1542).
Juga di dalam riwayat yang dibawakan oleh Ya’la bin
Umayyah bahwa ia menyebutkan:

ٌ َ ُ َ َ َّ ُ َ ٌ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َّ َّ َ ُّ َّ َ َ َ
ْ‫ْعليه َِْو َسل َمْبِال ِجعرانةِْوعليهِْثوبْقدْأظِلْبِهِْمعهْفِيهِْناس‬ ‫فبيناْالن ِبىْصليْالل‬
َ َ َّ َ ُ َ َ َ َ َ ٌ َ َ ُ ٌ َّ ُ َ َ ٌّ َ َ ُ َ َ َ َ
ْ‫يبْفقالْياْرسولْاللِْكيف‬ ٍ ‫مِنْأصحابِهِْإِذْجاءهْأعرابِىْعليهِْجبةْمتض ِمخْب ِ ِط‬
َ َ َ ُ َ ُ َ َََ َ َّ َ َ َ َ َ َّ ُ ُ َ َ ُ َ َ
ْ‫شارْعمرْ إِلىْيعلي‬ ْ ‫يبْفأ‬ ِ ِ ‫ت َرىْفِىْرج ٍلْأحرمْ بِعمر ٍةْفِىْجب ٍةْبعدماْتضمخْ ب‬
ِ ‫الط‬
َ َ
ُّْ‫ْمح َمر‬ ُ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ ُّ َّ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
‫بِي ِده ِْأنْتعالْفجاءْيعليْفأدخلْرأسهْفإِذاْالن ِبىْصليْاللْعليهِْوسلم‬
ً َ ُ َ َُ َ َّ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ ُ ً َ َ َ َ َ ُّ َ َ
ْ‫الوجهِْيغِطْكذل ِكْساعةْثمْس ِريْعنهْفقالْأينْالذِيْيسألنِىْعنْالعمرة ِْآْن ِفا‬
ََ َ ََ ُ َ َ َّ ُ َ َ ََ َُ ُ ُ
َّ
ْ‫اتْوأما‬ َّ َ
ٍ ‫اْالطيبْالذِيْ بِكْفاغسِلهْثلاثْمر‬
َّ
ِ ‫ْالرجلْفأتِىْ بِهِْفقالْأم‬ َ َّ ‫فَال ُت ِم َس‬
َ َ َ َ َ ُ
ُ ‫ْك َماْتَص َن‬ ُ َ
َ ‫اْث َّمْاص‬ َ ُ َّ ُ
‫ك‬
ْ ‫ج‬ ِ ‫ىْح‬ ِ ‫ْف‬‫ع‬ ‫ِك‬ ‫ت‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ىْع‬ِ ‫ْف‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫ز‬
ِ ‫الجبةْف‬
‫ان‬

90 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Maka ketika Nabi ‫ ﷺ‬berada di Ji'ranah yang ketika itu
beliau dinaungi dengan sebuah kain bersama beberapa orang
sahabatnya, tiba-tiba seorang arab pedusunan (badui,) yang
memakai jubah beraroma minyak wangi menemuinya dan
bertanya; "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang
seseorang yang berihram untuk umroh dengan jubah setelah
diberi wewangian? Umar lantas memberi isyarat kepada Ya'la
dengan tangannya yang pesannya; "Kemari". Ya'la kemudian
datang dan memasukkan kepalanya. Serta merta wajah
Rasulullah memerah dan naik darah beberapa saat, kemudian
reda. Kata beliau: "Mana si arab badui yang bertanya tentang
Umroh? Ia pun kemudian dicari dan didatangkan. Lalu Nabi
bersabda: "Wewangian yang ada padamu, tolong cucilah tiga
kali, adapun jubah, maka tanggalkanlah, kemudian lakukan
dalam umrohmu sebagaimana kamu lakukan dalam hajimu”
(HR. Bukhari, no: 4329, Muslim, no: 2798).
Hadits di atas menerangkan bahwa orang yang sedang
berihram tidak boleh memakai wewangian, namun kalau
seandainya sebelum ihram; maka boleh baginya untuk memakai
wewangian di badan -bukan di pakaian-, kendati ketika dia ihram
masih ada sisa dari wewangian yang dia pakai tersebut,
sebagaimana riwayat yang dibawakan oleh ‘Aisyah Radhiyallahu
‘anha bahwa ia berkata:
َ َ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ ُ َ ُ ُ ُ
ْ‫ ْو ِلحِلِهِْقبل‬،‫كنت ْأطيِبْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْل ِ ِإحرا ِمهِْ حِينْيح ِر ْم‬
َ َ َُ َ
ْ‫ت‬
ِْ ‫أنْيطوفْبِالبي‬

“Aku memakaikan wewangian kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬untuk


Ihramnya sebelum beliau berihram dan juga untuk tahallul
sebelum beliau tawaf di Baitullah” (HR. Bukhari, no: 1465,
Muslim, no: 33).

91 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Menutup kepala dengan penutup yang melekat di
atasnya

Larangan ihram yang lainnya adalah tidak boleh menutup


kepala dengan sesuatu yang langsung menempel di atasnya
khusus bagi laki-laki, sebagaimana cerita yang dibawakan oleh
Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma tentang seorang sahabat yang
sedang berada di Arafah, kemudian ia terjatuh dari untanya lalu
meninggal, Nabi ‫ﷺ‬berpesan kepada para sahabat yang akan
memandikannya dengan mengatakan:

ُ َّ َ َُ َ َُ َ َ َ ُ
ْ‫ْفإِن ُه ُْيب َعث‬،‫ْ َولاْتخ ِم ُرواْ َرأ َس ُْه‬،ُ‫وه‬ ِْ ‫ْ َوك ِف ُنوهُْفِىْثو َبي‬،‫اغسِلوهُْب ِ َما ٍء َْوسِد ٍْر‬
ْ ‫ْ َولاْتحن ُِط‬،‫ن‬
‫يومْالقيامةْملبيا‬

“Mandikan dia dengan air yang dicampur daun bidara dan


kafanilah dengan dua helai kain, dan jangan beri wewangian dan
jangan pula diberi tutup kepala, karena dia nanti akan
dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR.
Bukhari, no: 1206, Muslim, no: 93).

Sangatlah jelas dalam hadits ini bahwa orang yang sedang


dalam keadaan ihram tidak boleh memakai penutup kepala,
bahkan kalau seandainya ada yang meninggal dalam keadaan
ihram, maka tidak boleh ditutup kepalanya saat dimandikan dan
dikafani, sebagaimana dia juga tidak menutup kepalanya saat
berihram.

Tetapi larangan tersebut adalah penutup kepala yang


langsung melekat di kepala, namun apabila tidak melekat di
kepala, seperti payung, tenda, atap mobil dan yang semisalnya;
maka itu diperbolehkan, sebagaimana yang disebutkan oleh
sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu ketika
menyebutkan sifat haji Nabi ‫ﷺ‬:

‫ َف َن َز َل ب َِها‬.‫َف َو َج َد ا ْل ُقب َة َق ْد ُضرِ َب ْت َل ُه ب َِن ِمر َة‬


َ َّ

92 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Sampai di Namirah, beliau menemukan tenda telah
didirikan, maka beliau pun beristirahat disitu” (HR Muslim, no:
147).

❖ Memakai pakaian berjahit

Dilarang bagi laki-laki seluruh badan atau sebagiannya,


memakai baju/pakaian yang menutupi setiap pergelangan dari
tubuh, seperti: gamis, celana, kaos kaki, kaos tangan dan lain-lain.

Dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Abdullah bin


Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa dia berkata:
َّ َّ َ ُّ َّ َ َ َ
ُْ‫يْالل‬ َ ُ ُ ُ َ َ َ َّ َ ُ َ َ َ َ ً ُ َ َّ َ
‫ابْفقالْالن ِبىْصل‬
ِ ‫أنْرجلاْقالْيا ْرسولْاللِْماْيلبسْالمح ِرمْ مِنْالثِي‬
َّ َّ ُ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ
ْ‫عليهِْوسلمْلاْيلبسْالمح ِرمْالق ِميصْولاْالسراوِيلْولاْالبرنسْولاْالخفي ِنْإِلا‬
َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ
ِْ ‫أنْلاْي ِجدْالنعلي ِنْفليلبسْماْهوْأسفلْمِنْالكعبي‬
‫ن‬

“Bahwa seorang laki-laki bertanya; "Wahai Rasulullah,


pakaian yang bagaimanakah yang tidak boleh dikenakan oleh
orang yang berihram?" Nabi ‫ﷺ‬menjawab: "Ia tidak boleh
memakai jubah, celana panjang, baju panjang yang ada penutup
kepalanya, dan tidak memakai sepatu kecuali bagi orang yang
tidak mendapatkan dua sandal, hendaknya ia memotongnya
hingga di bawah kedua mata kaki” (HR. Bukhari, no: 1745).
Salah satu di antara makna pakaian yang berjahit itu adalah
pakaian yang membentuk tubuh, sehingga tidak termasuk ke
dalamnya hal-hal yang tidak membentuk tubuh, seperti jam
tangan, ikat pinggang, kacamata, cincin dan yang semisalnya.
Sedangkan perempuan diberikan kebebasan dalam pakaian
ihram selama itu termasuk ke dalam kategori pakaian syar’i,
kecuali dua macam, yaitu sarung tangan dan cadar, sebagaimana
dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Bukhari:

93 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َُ َ َ َ َ ُ َ ُ َُ َ َ َ
َ ‫لاْتَن‬
ِْ ‫بْالمرأةْالمح ِرمةْولاْتلب ِسْالقفازي‬
‫ن‬ ِ ‫ق‬
ِ ‫ت‬ ‫و‬

“Hendaknya wanita yang sedang berihram tidak


mengenakan cadar dan sarung tangan.” (HR. Bukhari no. 1741).
Dua macam pakaian ini yang dilarang kaum wanita untuk
memakainya, adapun cadar; maka ada cara lain yang bisa mereka
lakukan, seperti menutup mukanya dengan pakaian atau khimar
(kerudung) mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh ibunda
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:

ُ َّ
ٌْ ‫ْم ِحر‬-ْ‫ْصليْاللْعليهْوسلم‬-ْ‫كبانْيمرونْبناْونحنْمعْرسولْالل‬
ْ،‫مات‬ ُّ ُّ ْ‫كان‬
‫الر‬
َ
ُ ‫اْبناْس َدلتْإحداناْجلبابهاْمِنْرأس‬
‫ِهاْعلىْوجههاْفإذاْجاوزوناْكشفنا ْه‬ َ ‫فإذاْحاذو‬
“Ada dua pengendara melewati kami dan kami bersama
Rasulullah ‫ﷺ‬dalam keadaan ihram, jika mereka melewati kami
maka seorang dari kami mengulurkan jilbabnya dari kepala
sampai ke wajahnya, jika telah lewat maka kami buka (jilbab
kami)”. (HR. Abu Daud no: 1833).
Yang demikian tentunya penekanan bagi para wanita untuk
menutup mukanya dari laki-laki yang bukan mahram baginya,
sehingga Ibnu Hajar menyebutkan:

َ َ َ َّ َ َ ُ ُ َ ُ َ ً َ َ ً َ َ َُ َ ََ ََ
ِْ ‫ولمْتزلْعادةْالنِساءِْقدِيماْوحدِيثاْيسترنْوجوههنْع ِنْالأجان‬
‫ِب‬

“Dan tradisi wanita zaman dahulu sampai sekarang selalu


menutupi wajah-wajah mereka dari laki-laki lain (bukan
mahram)” 28.

Lima larangan yang telah disebutkan di atas; apabila ada


seseorang yang melakukannya karena ketidaktahuan atau karena
28
Lihat: Fathul Barii: 9/324.

94 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
lupa; maka dia tidak berdosa sebagaimana pula tidak terkena
denda (kaffarat), bagi yang tidak tahu dan yang lupa.

Namun bagi mereka yang melakukan dengan sengaja; maka


berdosa dan membayar fidyah (denda), tapi yang melakukannya
karena suatu keperluan dan tanpa disengaja, maka dia tidak
berdosa namun tetap membayar denda.

Fidyah bagi yang melakukannya, baik karena sengaja atau


karena terpaksa adalah:

1. Menyembelih kambing atau sejenisnya.


2. Memberi makan orang miskin, satu orang miskin adalah
setengah sha’, atau kurang lebih satu setengah kilogram
makanan pokok.
3. Berpuasa selama tiga hari.

Dia boleh memilih sesuai dengan kesanggupannya,


sebagaimana firman Allah ‫ﷻ‬:

ْۡ‫ْص َدقَ ٍةْأَو‬


َ ‫ِنْص َيامْأَ ۡو‬ َٞۡ َ ۡ َّ ٗ َ ٓ ۡ َ ً َّ ُ َ َ ََ
ٍ ِ ‫ﵟفمنْكانْمِنكمْم ِريضاْأوْبِهِۦْأذىْمِنْرأ ِسهِۦْففِديةْم‬
‫كﵞ‬ ُُ
ٖۚ ٖ ‫نس‬

“Jika ada di antara kamu yang sakit atau ada gangguan di


kepalanya (lalu dia bercukur), maka dia wajib berfidyah, yaitu
berpuasa, bersedekah atau berkurban” (QS. Al-Baqarah: 196).

Ada sebuah kejadian yang terjadi kepada sahabat Ka’ab bin


‘Ujroh Radhiyallahu ‘anhu:

َ َ ُ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ ُّ َّ َ َ َ َ
ْ،ْ‫ ْوالقملْيتناثرْعلىْوجهى‬،ِ‫أتىْعل َّىْالن ِبىْصليْاللْعليهِْوسلمْزمنْالحديبِية‬
َ َّ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ََ ُ ُ
ْ‫ ْأو‬،‫ ْوصمْثلاثةْأيا ٍْم‬،ْ‫ ْ(فاحل ِق‬:‫ال‬
ْ ‫ ْق‬،‫ ْنع ْم‬:‫ت‬ ْ ‫ ْقل‬.)‫ ْ(أيؤذيك ْهوامْرأسك‬:‫فقال‬
ًَ َ ُ َ َ َ َ َ َّ َ
)‫ْأوِْانسكْنسِيكة‬،‫ِين‬ ْ ‫أطعِمْسِتةْمساك‬

95 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Nabi ‫ ﷺ‬menemuiku pada peristiwa Hudaibiyah,
sementara aku sedang menyalakan api di bawah tungku, karena
banyaknya kutu yang ada di rambutku, maka beliau bertanya:
"Apakah hal itu sangat mengganggumu?" jawabku; "Ya" beliau
bersabda: "Cukurlah lalu berpuasalah tiga hari atau berilah
makan kepada enam orang miskin atau berkurbanlah” (HR.
Bukhari, no: 3954, Muslim, no: 1201).
Karena kejadian ini maka Allah menurunkan ayat yang
berkaitan dengan fidyah bagi yang melakukan larangan ihram
karena ada satu hal yang menyebabkan ia terpaksa
melakukannya.

❖ Berburu dan membunuh hewan buruan darat

Larangan ihram yang lainnya adalah berburu hewan darat,


dan tentunya tidak termasuk di dalamnya hewan laut,
sebagaimana firman Allah ‫ﷻ‬:
ٞ ُ ُ ۡ ُ َ َ َ ۡ َّ ُ ُ ۡ َ َ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ ٰٓ َ
‫ﵟيأيهاْٱلذِينْءامنواْلاْتقتلواْٱلصيدْوأنتمْحرمْۚﵞ‬

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu membunuh


hewan buruan, ketika kamu sedang ihram (haji atau umroh).”
(QS. Al-Maidah: 95).

Dan juga firman Allah yang lainnya:


ُ َ َۡ ُ ۡ َ ۡ ُ َۡ َ َ ُ َ
ُ ‫اْد ۡم ُت ۡم‬
ْ‫ْح ُر ٗماَْۗﵞ‬ ‫ﵟوح ِرمْعليكمْصيدْٱلب ِرْم‬

“Dan diharamkan atasmu (menangkap) hewan darat,


selama kamu sedang ihram” (QS. Al-Maidah: 96).

Sangat jelas dalam ayat ini bahwa seseorang yang sedang


dalam berihram haji dan umroh (mulai pertama berihram sampai
terakhir) tidak boleh baginya untuk menangkap hewan buruan
darat, atau membantu menangkapnya bahkan juga tidak boleh
memberikan isyarat dan petunjuk untuk menangkapnya.
96 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Dalam sebuah riwayat yang dibawakan oleh sahabat Abu
Qatadah Radhiyallahu ‘anhu:

“Bahwa Abu Qatadah mengabarkan kepadanya bahwa


Rasulullah ‫ ﷺ‬bersama mereka (para sahabat) berangkat untuk
menunaikan haji. Lalu sebagian rombongan ada yang berpisah,
di antaranya adalah Abu Qatadah Radhiyallahu 'anhu. Beliau
berkata, kepada rombongan ini: "Ambillah jalan menyusuri tepi
pantai hingga kita bertemu". Maka mereka mengambil jalan di
tepian pantai. Ketika mereka hendak berangkat, semua anggota
rambongan itu berihram kecuali Abu Qatadah. Ketika mereka
sedang berjalan, mereka melihat ada seeokor keledai liar. Maka
Abu Qatadah menghampiri keledai itu lalu menyembelihnya yang
sebagian dagingnya dibawa ke hadapan kami. Maka mereka
berhenti lalu memakan daging keledai tersebut. Sebagian dari
mereka ada yang berkata: "Apakah kita boleh memakan daging
hewan buruan padahal kita sedang berihram?". Maka kami bawa
sisa daging tersebut. Ketika mereka berjumpa dengan Rasulullah
‫ﷺ‬, mereka berkata: "Wahai Rasulullah, kami sedang berihram
sedangkan Abu Qatadah tidak. Lalu kami melihat ada keledai-
keledai liar kemudian Abu Qatadah menangkapnya lalu
menyembelihnya kemudian sebagian dagingnya dibawa kepada
kami, lalu kami berhenti dan memakan dari daging tersebut
kemudian di antara kami ada yang berkata: "Apakah kita boleh
memakan daging hewan buruan padahal kita sedang berihram?".
Lalu kami bawa sisa dagingnya itu kemari". Beliau bertanya:
"Apakah ada seseorang di antara kalian yang sedang berihram
menyuruh Abu Qatadah untuk memburunya atau memberi isyarat
kepadanya?". Mereka menjawab: "Tidak ada". Maka Beliau
bersabda: "Makanlah sisa daging yang ada itu” (HR. Bukhari,
no: 1728, Muslim, no: 1196).

Kalau ada sebagian kaum mslimin yang sedang ihram


melakukan larangan tersebut, tentunya ia harus menebus
kafaratnya, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam firman-Nya:

97 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ
َ ‫ِۦْذ َو‬ ُ ۡ َ َّ َ َ َ َ َ ُ ۡ ٞ ٓ َ َ َ ٗ َ َ ُّ ُ َ َ َ
ْ‫اْع ْۡد ٖل‬ ‫ْٱلن َع ِمْيحك ُمْبِه‬‫ﵟو َمنْق َتل ُهۥْمِنكمْمتع ِمداْفجزاءْمِثلْماْقتلْمِن‬
َ ُ َ ٗ َ َ َ ُ ۡ َ َۡ َ َ َ ُ َ َ ٞ َ َّ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َۢ َ ۡ َ ۡ ُ
ْ‫ْصياماْل ِيذوق‬ ِ ‫مِنكمْهدياْبل ِغْٱلكعبةِْأوْكفرةْطعامْمسكِينْأوْعدلْذل ِك‬
ۡ َ َ ََ
‫وبالْأم ِرهَِۗۦﵞ‬

“Barangsiapa di antara kamu membunuhnya dengan


sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan hewan ternak
yang sepadan dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan
dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa
ke Ka‘bah, atau kafarat (membayar tebusan dengan) memberi
makan kepada orang-orang miskin, atau berpuasa, seimbang
dengan makanan yang dikeluarkan itu, agar dia merasakan
akibat buruk dari perbuatannya” (QS. Al-Maidah: 95).

Dalam ayat ini diberikan tiga pilihan bagi yang


melakukannya secara sengaja:

1. Mengganti hewan buruan tersebut dengan bahimatul


an’am, yaitu kambing, sapi, unta atau yang semisalnya,
seharga dengan hewan buruan tersebut, kemudian
dibagikan di tanah haram Makkah kepada fakir miskin, dan
tidak boleh baginya untuk memakan daging tersebut.
2. Mengganti dengan makanan seharga buruannya, kemudian
diberikan kepada setiap orang fakir dan miskin setengah
sha’ ( kurang lebih setengah kilogram).
3. Berpuasa sejumlah fakir miskin yang kalau seandainya
dibagikan kepada mereka makanan tersebut.

Adapun hewan buruan yang ada di tanah haram Makkah,


maka tetap menjadi haram bagi yang berihram ataupun tidak,
begitu pula keadaannya dengan tanah haram Madinah, karena
Nabi ‫ ﷺ‬melarang berburu di dua tanah haram tersebut baik dalam
keadaan ihram ataupun tidak.

98 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
❖ Akad nikah

Melangsungkan akad nikah saat berihram, baik seorang


calon suami atau wali, ataupun lamaran; maka itu termasuk ke
dalam hal yang dilarang untuk melakukannya ketika berihram,
namun kalau seandainya sudah terjadi dan terlanjur melakukan
nya; maka dihitung sebagai akad yang tidak sah atau akad syubhat
yang terjadi keraguan di dalamnya.

Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Nabi ‫ﷺ‬dalam


hadits yang dibawakan oleh sahabat Utsman bin Affan
Radhiyallahu ‘anhu:
َ َ َ ُ ََ ُ ُ ُ َ َ
ُ ‫اْيخ ُط‬
ْ‫ب‬ ‫لاْينكِحْالمح ِرمْولاْينكحْول‬

“Orang yang sedang berihram tidak diperbolehkan


menikah, menikahkan, dan melamar” (HR. Muslim, no: 1409).

❖ Jima’ dan sesuatu yang bisa menyebabkan jima’

Yang demikian berdasarkan firman Allah ‫ﷻ‬:


َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ ۡ َّ َ َ َ َ َ ٞ َ ُ ۡ َّ ٞ ُ ۡ َ ُّ َ ۡ
ْ‫جدال‬ِ ْ‫تْفمنْفرضْ فِي ِهنْٱلحجْفلاْرفثْولا ْفسوقْولا‬ ۚ ‫ﵟٱلحجْأشهرْمعلوم‬
ۡ
‫فِىْٱلحَ ِجَْۗﵞ‬

“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah


dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam
(bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats),
berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah)
haji.” (QS. Al-Baqarah: 197).

Kalimat “rafats” yang Allah sebutkan di atas termasuk ke


dalamnya melakukan hubungan badan, baik secara langsung
ataupun tidak, namun bagi yang berhubugan badan dengan istri
saat berihram, maka tidak sah ibadahnya dan wajib kembali
mengulang ibadah tersebut.

99 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Apabila seseorang melakukan jima’ ketika umroh sebelum
mencukur atau memendekkan rambutnya (tahallul) maka
umrohnya batal dan harus kembali diulang serta membayar
denda.

Sedangkan bagi yang berhaji; Kemudian melakukan jima’


(hubungan badan) sebelum tahallul awwal, maka hajinya tidak
sah dan tetap menyempurnakan haji tersebut bersama manusia
lainnya, dan baginya untuk melaksanakan haji pada tahun
berikutnya, kemudian membayar denda, tapi kalau seandainya
jima’ terjadi setelah tahallul awwal, maka hajinya sah namun
tetap membayar fidyah (denda).

Denda (fidyah) bagi yang melakukan jima’ sebelum tahallul


awwal adalah menyembelih satu ekor unta dan dibagikan kepada
fakir miskin yang ada di haram Makkah, namun kalau seandainya
jima’ terjadi setelah tahallul awal dan sebelum sempurna tahallul
tsani ( yang kedua), maka dendanya menyembelih seekor
kambing, lembu atau yang sejenisnya.

❖ Bertengkar dan debat kusir

Ini juga termasuk ke dalam larangan ihram, sebagaimana


firman Allah ‫ﷻ‬:
َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ ۡ َّ َ َ َ َ َ ٞ َ ُ ۡ َّ ٞ ُ ۡ َ ُّ َ ۡ
ْ‫جدال‬ِ ْ‫تْفمنْفرضْ فِي ِهنْٱلحجْفلاْرفثْولاْفسوقْولا‬ ۚ ‫ﵟٱلحجْأشهرْمعلوم‬
ۡ
‫فِىْٱلحَ ِجَْۗﵞ‬

“(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah


dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam
(bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats),
berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah)
haji.” (QS. Al-Baqarah: 197).

100 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Dalam ayat ini ada tiga larangan bagi yang sedang berhaji
dan umroh:

1. Rafats, artinya bersenang-senang dengan wanita, baik


secara langsung ataupun tidak, dan juga termasuk ke
dalamnya perbuatan keji, baik dengan perbuatan ataupun
dengan perkataan dan lisan.
2. Fusuk, artinya semua bentuk kemaksiatan.
3. Jidal, artinya semua bentuk perdebatan yang akan
mengeraskan hati dan menimbulkan permusuhan di antara
kaum muslimin.

Semua hal di atas merupakan larangan yang harus dijaga


oleh jamaah haji dan umroh, salah satunya debat kusir yang tidak
berujung yang hanya menghabiskan waktu dalam perdebatan
yang berakhir dengan pertengkaran.

Inilah beberapa hal yang dilarang bagi para jamaah untu


melakukannya, karena momen ibadah ini adalah bentuk
penghambaan diri kepada Allah ‫ﷻ‬, guna dan tujuannya
mengharapkan pahala yang mulia bagi mereka yang berhasil
melakukannya sesuai dengan arahan baginda Nabi ‫ﷺ‬.

101 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
BAB IV
RANGKAIAN MANASIK IBADAH HAJI

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang memiliki


keutamaan luar biasa, banyak ayat-ayat dan juga hadits-hadits
Nabi ‫ ﷺ‬yang menjelaskan akan keutamaan ibadah yang mulia ini,
sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya.

Kewajiban haji tentunya sudah ada semenjak zaman dahulu


kala, bahkan ketika Nabi Ibrahim meningggikan bangunan
ka’bah; setelahnya Allah perintahkan dirinya untuk berseru
menyampaikan kewajiban ibadah haji kepada semua manusia,
Allah berfirman kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam:
ۡ َّ ََ
َ ِ ‫ﵟوأذِنْفِىْٱلن‬
‫اسْبِٱلح ِجْﵞ‬
“Dan umumkanlah kepada manusia untuk menunaikan
ibadah haji.” (QS. Al-Hajj: 27).
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam mulai berseru mengindahkan
perintah Allah ‫ﷻ‬, menyampaikan kewajiban serta kemuliaan
ibadah haji kepada semua manusia, dia berdiri di atas bukit shafa
atau di dekat bangunan ka’bah sambil melantunkan:
“Wahai manusia, sesungguhnya Rabb kalian menjadikan
ka’bah sebagai rumahnya, maka berhajilah ke sana”.
Seruan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam tersebut membuat
gunung-gunung tunduk dan merendah yang menyebabkan lisan
dan himbauan Nabi Ibrahim sampai ke pelosok dunia, terdengar
oleh semua makhluk bahkan yang masih ada di dalam rahim dan
tulang rusuk, dijawab oleh semua yang mendengarkan; baik
pepohonan, bebatuan dan dedaunan serta setiap hamba yang

102 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ditakdirkan oleh Allah akan datang ke tanah suci, semuanya
mengucapkan: “Kami menjawab seruan Mu ya Allah” 29.
Namun seiring berjalannya waktu, kewajiban ibadah haji
yang semula hanya untuk Allah ‫ ﷻ‬mulai diselewengkan dan
dipalingkan dari tujuan sebenarnya, agama Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam sudah mulai dirubah oleh generasi setelahnya.
Datanglah Nabi ‫ ﷺ‬yang diutus oleh Allah ‫ ﷻ‬untuk
mengembalikan ajaran Nabi Ibrahim yang sebenarnya, Allah
menurunkan ayat yang menyelamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam dari tuduhan yang disematkan umat-umat sebelumnya,
Allah berfirman:
َ َ َ ٗ ۡ ُّ ٗ َ َ َ ََ ٗ َ ۡ َ ََ ٗ ُ َ ُ َۡ َ َ َ
ْ‫اْو َماْكانْ م َِن‬ ‫كنْكانْحن ِيفاْمسل ِم‬ ِ ‫ﵟْماْكانْ إِبرهِيمْيهودِياْولاْنصرانِياْو‬
‫ل‬
ُ َ َ َ َّ َ ُّ َّ َ َ َ ُ ُ َ َّ َ َّ َ َ َ ۡ َّ َ ۡ َ َّ َ ‫ٱل ۡ ُم ۡشرك‬
ْ‫اسْبِإِبرهِيمْللذِينْٱتبعوهْوهذاْٱلن ِبىْوٱلذِين ْءامن َۗوا‬
ِ ‫ ْإِنْأولىْٱلن‬٦٧ْ ‫ِين‬ ِ
‫ْﵞ‬٦٨ْ‫ِين‬َ ‫ْول ُّىْٱل ۡ ُم ۡؤ ِمن‬
َ ُ َّ َ
ِ ‫وٱلل‬
“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang
Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi berserah
diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk
golongan orang-orang musyrik. Orang yang paling dekat kepada
Ibrahim ialah orang yang mengikutinya, dan Nabi ini
(Muhammad), dan orang yang beriman. Allah adalah pelindung
orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imran: 67-68).
Ayat yang mulia ini menjelaskan siapa Nabi Ibrahim yang
sebenarnya, dia adalah seorang Nabi dan Rasul yang selalu
mengikuti aturan Allah ‫ﷻ‬, dia bukanlah seorang Yahudi, atau
Nasrani dan bukan pula yang menyekutukan Allah ‫ﷻ‬.
Kemudian Allah kembali menjelaskan bahwa Nabi ‫ﷺ‬
beserta ummatnya yang beriman yang paling berhak menisbatkan
dirinya kepada Nabi Ibrahim dan ajaran yang dibawa oleh Nabi
Ibrahim itu sendiri, karena Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad
29
(lihat: tafsir ibn kastir: 5/363).

103 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
merupakan dua orang Nabi yang sama-sama mendapat julukan
“Khalilullah” yang artinya adalah kekasih Allah.

Diutusnya Nabi ‫ ﷺ‬adalah untuk kembali memurnikan


ajaran-ajaran yang telah diselewengkan, salah satunya adalah
ibadah haji, sehingga ibadah haji ini merupakan rukun Islam yang
terakhir sekali diturunkan oleh Allah kepada Nabi ‫ﷺ‬.

Allah mewajibkan ibadah haji kepada kaum muslimin pada


tahun ke-9 hijriyyah, dan itu merupakan pendapat yang paling
kuat dari kalangan para ulama, hanya saja Nabi ‫ﷺ‬belum bisa
melaksanakan haji pada tahun itu karena ada beberapa sebab:

❖ Tahun ke-9 ini disebut dengan tahun “al-wufud”, tahun


dimana kaum muslimin datang berkunjung ke kota Madinah
untuk belajar agama langsung dari baginda Nabi ‫ﷺ‬,
sehingga Nabi disibukkan untuk mengajar kaum muslimin
tentang agama Allah yang sudah mulai bersinar dan mekar
ke pelosok dunia.
❖ Pada tahun ini masih diperkirakan bahwa orang-orang
musyrikun akan melaksanakan ibadah haji, sehingga Nabi
tidak ingin bercampur dengan mereka yang berhaji dan
masih melakukan kesyirikan, Allah menurunkan ayat yang
tidak lagi memberikan izin kepada kaum musyrikin untuk
memasuki tanah haram setelah tahun ke-9 hijriyyah
tersebut.

Allah berfirman:
َْ‫اْي ۡق َر ُبواْٱل ۡ َم ۡسج َدْٱلۡحَ َرام‬
َ َ ‫سْفَل‬ َ َ ُ ۡ ُ ۡ َ َّ ٓ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ َ
ٞ َ‫ْنج‬
ِ ‫ﵟيأيهاْٱلذِينْءامنواْإِنماْٱل ْمش ِركون‬ ٰٓ
ۡ َ ُ َّ ‫ِيك ُم‬ ُ ۡ َ َ َٗ َ ۡ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َۡ
ْ‫ْٱللْمِنْفضلِه ِٓۦْإِن‬ ‫ْوِإنْخِف ُت ۡمْع ۡيلةْف َس ۡوف ُْيغن‬ ۚ‫بعدْعا ِم ِهمْهذا‬
‫ﵞ‬
ْ ْ٢٨ْ‫ِيم‬ٞ ‫ْحك‬َ ‫ِيم‬
ٌ ‫ْعل‬ َ َّ ‫َشا ٓ َءْإ َّن‬
َ ‫ْٱلل‬
ِۚ

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya


orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu
janganlah mereka mendekati Masjidil haram setelah tahun

104 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang
kafir tidak datang), maka Allah nanti akan memberikan
kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia
menghendaki; Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi
Maha bijaksana.” (QS. At-Taubah: 28).

Ayat ini Allah turunkan pada tahun ke-9 hijriyyah,


sehingga Nabi mengutus sahabat Abu bakar dan Ali bin Abi
Thalib Radhiyallahu ‘anhuma untuk menyampaikan
kepada orang-orang yang sedang berhaji pada tahun itu agar
tidak ada lagi orang musyrik yang berhaji pada tahun
berikutnya, dalam sebuah riwayat yang dibawakan oleh
sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
َ َ َ ُ َ َّ َ َّ َّ َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َّ َ َ َ َ َ َ َّ َ
ْ‫ْالصدِيقْر ِضىْاللْعنهْبعثهْفِىْالحجةِْالتِىْأمرهْعليها‬ ِ ‫أنْأباْبك ٍر‬
َ ‫ْالنحرْف‬ َّ ‫اعْيَو َم‬
ِ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ
ْ‫ىْره ٍط‬ ِ ِ ‫د‬ ‫رسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْقبلْحجةِْالو‬
ٌ َ ُ ُ ُ َ َ َ ٌ ُ َ َ َ ُّ ُ َ َ َ َ ُ َ
ْ ‫تْعري‬
‫ان‬ َ
ِ ‫امْمش ِركْولاْيطوفْبِالبي‬ ِ ‫اسْألاْلاْيحجْبعدْالع‬ َّْ ِ ‫يُؤذِن ْْف‬
ِ ‫ىْالن‬

“Bahwa Abu Bakar Ash-Shidiq Radhiyallahu 'anhu


diutus oleh Nabi ‫ﷺ‬dalam urusan yang dia diperintahkan
oleh Rasulullah sebelum hajji wada' pada hari Nahr dalam
satu rambongan kecil untuk mengumumkan kepada
manusia bahwa; “Setelah tahun ini tidak boleh seorang
musyrik pun yang melaksanakan haji dan tidak boleh
thawaf di ka'bah dengan telanjang” (HR. Bukhari, no:
1517).
Dan juga Nabi ‫ﷺ‬mengutus Ali bin Abi Thalib untuk
membawakan surat “Al-baro’ah” atau surat At-Taubah dan
salah satu isinya sama dengan yang disampaikan oleh
sabahab Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhuma sebagai
penekanan akan perintah yang agung ini.

105 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Dengan alasan-alasan inilah Nabi ‫ ﷺ‬belum bisa
melaksanakan ibadah haji pada tahun tersebut, dan baru bisa
melaksanakan ibadah haji pada tahun berikutnya yang dinamakan
dengan haji wada’, yaitu haji pertama dan sekaligus haji terakhir
Nabi ‫ﷺ‬.
Sehingga dari haji Nabi ini para ulama berbeda pendapat,
haji apakah yang dilakukan oleh Nabi ‫ﷺ‬, tentunya perbedaan
tersebut bukan tidak beralasan, karena mereka memiliki
pandangan yang berbeda akan ibadah haji Nabi ‫ﷺ‬.
Sebelum kita menjelaskan tentang haji yang dilakukan Nabi
‫ﷺ‬, maka sebelumnya kita ingin mengetahui macam dan jenis
ibadah haji:

106 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
JENIS-JENIS IBADAH HAJI

Di dalam Islam ada tiga jenis ibadah haji, tiga jenis ibadah
tersebut merupakan kemurahan dari Allah ‫ ﷻ‬ketika mewajibkan
haji kepada manusia, perbedaan di antara ketiganya demi
memudahkan kaum muslimin, sesuai dengan situasi dan kondisi
yang mereka hadapi.
Sehingga bukan berarti ketika ada tiga jenis ibadah haji,
yang satu dengan yang lainnya tidak sama atau bertentangan,
namun tujuannya untuk memberikan keringanan dan kemudahan
kepada para jamaah haji.

Pertama: Haji Tamattu’


Kata tamattu’ artinya bersenang-senang, maksudnya adalah
bahwa jamaah melaksanakan ibadah umroh terlebih dahulu pada
bulan-bulan haji (Syawwal, Dzulqi’dah, 10 hari pertama
Dzulhijjah), kemudian bertahallul dengan memendekkan
rambutnya, sehingga boleh baginya untuk melakukan yang biasa
dia lakukan (tidak ada lagi larangan iharam) tanpa ada keterikatan
dengan ihram.
Kemudian kembali berihram untuk ibadah haji dari Makkah
atau sekitarnya di tempat dia menginap dan tinggal pada 8
Dzulhijjah (hari Tarwiyah) atau tanggal 9 Dzulhijjah tanpa harus
kembali lagi ke miqat semula, dan barulah mereka melaksanakan
hajinya dengan sempurna.
Bagi yang melaksanakan haji tamattu’; maka ada kewajiban
untuk membayar dam (menyembelih hewan qurban berupa
seekor kambing atau sepertujuh dari sapi atau sepertujuh dari unta
pada tanggal 10 Dzulhijjah atau di hari-hari tasyriq, yaitu tanggal
11,12,13 Dzulhijjah.

107 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Di antara alasan bagi jamaah yang melaksanakan haji
tamattu’ harus menyembelih hewan (dam) adalah rasa syukur
kepada Allah ‫ ﷻ‬ketika dimudahkan baginya melaksanakan ibadah
umroh sekaligus ibadah haji dalam satu perjalanan, sehingga
sembelihan tersebut dikatakan “dam syukron” yang berarti hewan
sembelihan dalam rangka bersyukur kepada Allah ‫ﷻ‬, dan tidak
dinamakan “dam jabran” yang artinya menyembelih karena
kesalahan.
Antara dam syukron dan dam jabran adalah dua hal yang
berbeda, bagi yang membayar dam syukron boleh untuk
memakan daging sembelihannya, namun bagi yang membayar
dam jabran karena melakukan pelanggaran tidak boleh baginya
untuk memakan daging sembelihan tersebut.
Bagi jamaah yang membayar denda, dam bukanlah satu-
satu nya yang harus dia lakukan, namun ada beberapa pilihan
yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:
َ َ َ ُ َ َ ۡ َ ۡ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ َ َ َ
ِْ‫امْثلثة‬ ‫صي‬ِ ‫يْفمنْلمْي ِجدْف‬
ٖۚ ِ ‫ﵟفمنْتمتعْبِٱلعمرة ِْإِلىْٱلح ِجْفماْٱستيسرْمِنْٱلهد‬
ُ ُ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ َّ َ َ َ ٞ َ َ ٞ َ َ َ َ ۡ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َّ َ
ْ‫أيا ٖمْفِىْٱلح ِجْوسبع ٍةْ إِذاْرجعتمَْۗ ت ِلكْعشرةْ كامِلةَْۗذل ِكْ ل ِمنْلمْيكنْأهلهۥ‬
ۡ ۡ ‫َحاضريْٱل ۡ َم‬
‫جدِْٱلحَ َر ِامْٖۚﵞ‬
ِ ‫س‬ ِ ِ
“Maka barangsiapa mengerjakan umroh sebelum haji, dia
(wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat. Tetapi jika dia
tidak mendapatkannya, maka dia (wajib) berpuasa tiga hari
dalam (musim) haji dan tujuh (hari) setelah kamu kembali. Itu
seluruhnya sepuluh (hari). Demikian itu, bagi orang yang
keluarganya tidak ada (tinggal) di sekitar Masjidil haram.” (QS.
Al-Baqarah: 196).
Dalam ayat ini ada dua pilihan,
Pertama, dengan menyelih hewan seperti seekor kambing
atau lembu, atau sepertujuh dari kerbau atau unta, dan yang

108 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Kedua, kalau seandainya dia tidak bisa menyembelih maka
dengan berpuasa selama sepuluh hari, tiga hari dilakukan di hari-
hari ketika haji, dan sisanya dilakukan sepulangnya dari ibadah
haji.

Kedua: Haji Qiran


Qiran artinya bersamaan dan berbarengan, artinya orang
yang melaksanakan ibadah umroh dan haji bersamaan dengan
sekali niat untuk dua ibadah (umroh dan haji) pada bulan-bulan
haji.
Setelah berniat seorang jamaah datang ke Makkah, dan
melaksanakan thawaf qudum (kedatangan), serta sunnah lainnya
yang berkaitan dengan thawaf, seperti shalat dua rakaat
dibelakang maqam Ibrahim, minum zamzam dan sebagainya.
Sedangkan sa’i di antara shafa dan marwa maka boleh bagi
jamaah untuk memilih kapan dia melakukannya, kalau
seandainya dilakukan setelah thawaf qudum, maka tidak lagi dia
melakukan setelah thawaf ifadhah (thawaf ziarah), namun kalau
tidak dilakukan ketika thawaf qudum; maka dia melakukan
setelah thawaf ifadhah.
Setelah melakukan thawaf qudum dan sa’i, atau tanpa sa’i;
maka jamaah tetap dalam keadaan ihram dan tidak mencukur atau
memendekkan rambutnya, kemudian pada tanggal 8 Dzulhijjah
dia langsung menunaikan ibadah haji sebagaimana jamaah haji
yang lainnya, bertahallulnya juga sama dengan tahallul jamaah
yang lain yaitu pada tanggal 10 Dzulhijjah, baik itu tahallul
awwal atau tahallul tsani.
Orang yang melaksanakan haji qiran juga memiliki
kewajiban membayar “dam syukron” sama hal nya dengan orang
melaksanakan haji tamattu’.

109 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ketiga: Haji Ifrad
Ifrad artinya menyendiri, artinya seseorang melaksanakan
ibadah haji saja tanpa melaksanakan umroh terlebih dahulu,
setibanya jamaah di Makkah, yang harus dia lakukan adalah
thawaf qudum (kedatangan) sama seperti haji qiran, begitu juga
dengan sa’inya juga sama dengan haji qiran.
Ketika musim haji telah tiba yang di mulai pada tanggal 8
Dzulhijjah, maka dalam keadaan ihramnya yang telah dia niatkan
ketika melalui miqat, harus dia sempurnakan sampai selesai
pelaksaan ibadah haji.
Bagi yang melaksanakan haji ifrad tidak ada kewajiban
membayar dam untuknya, karena dia hanya melaksanakan ibadah
haji tanpa melaksanakan umroh.

Jenis ibadah haji manakah yang paling utama?


Tentunya semua jenis ibadah haji itu mulia sesuai dengan
kondisi seorang hamba, hanya saja tentu ada yang lebih mulia
dan utama dibandingkan dengan yang lainnya.
Terlepas dari perbedaan para ulama dalam menyebutkan
jenis ibadah mana yang paling mulia, namun kalau seandainya
kita memperhatikan keadaan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum
yang menunaikan ibadah haji bersama Nabi pada tahun ke-10
hijriyyah, maka akan kita jumpai ada di antara mereka yang
berihram umroh, ada lagi berihram haji sebagaimana juga ada
yang berihram haji dan umroh.
Sesampainya para sahabat ke Makkah; Nabi
memerintahkan bagi yang qiran atau ifrad dan tidak membawa
hewan sembelihan untuk merubah ihramnya menjadi umroh,
sehingga dengan demikian secara otomatis mereka menjadi haji
tamattu’, dan tidaklah Nabi mengarahkan para sahabat kecuali
yang terbaik bagi mereka.

110 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Dari sini para ulama menyebutkan bahwa jenis haji yang
yang lebih utama dibanding yang lainnya adalah haji tamattu’
sesuai dengan arahan Nabi kepada para sahabat yang ikut haji
bersama Nabi ‫ﷺ‬.
Namun mengapa Nabi ‫ﷺ‬tidak mengambil jenis haji
tersebut?
Jawabannya : Tidak lain karena Nabi ‫ﷺ‬membawa hewan
sembelihannya, sehingga Nabi harus selalu berada dalam keadaan
ihram sampai hewan itu disembelih pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam sebuah hadits yang
dibawakan oleh sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu
bahwa Nabi ‫ﷺ‬bersabda:
ُ‫ت‬ َ ََ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ‫لَوْاس َتق َبل‬
ْ ‫ْولولاْأنْم ِعيْالهديْلأحلل‬،‫ت‬ْ ‫تْمِنْأم ِريْماْاستدبرتْماْأهدي‬ ِ
“Kalaulah aku bisa mengulang kembali apa yang telah
lewat, niscaya aku tidak menyembelih kurban, kalaulah aku tidak
membawa binatang kurban niscaya aku akan bertahallul.” (HR.
Bukhari, no: 1568).

Haji tamattu’ juga sesuai dan mudah bagi jamaah terutama


di zaman sekarang, yang mana para jamaah terikat dengan jadwal
dari negara masing-masing, bukan jadwal sendiri, sehingga
ketika melaksanakan haji tamattu’ lebih memberikan kemudahan,
dan itu selaras dengan tujuan agama yang memberikan
kemudahan kepada ummatnya, sebagaimana yang disebutkan
oleh Nabi ‫ ﷺ‬dari sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
َ َ ُ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َّ ٌ َ َ َ َّ َ َ
ْ،‫ْْوأب ِشروا‬،‫ْْفسدِدواْ وقارِبوا‬،‫ْْ َولنْ يُشادْ الدِينْ أحدْ إِلاْ غلب ْه‬،‫ِينْْيُس ٌْر‬
ُ َ ‫إ َّنْْالد‬
ِ
ُّ ‫ِْو َشى ٍءْم َِن‬
ِ‫ْالدلجَ ْة‬ َّ ‫ينواْبال َغد َوة َِْو‬
َ ‫الرو َحة‬ ُ ‫َواس َتع‬
ِ ِ

“Sesungguhnya agama (Islam) mudah, tidak ada seorang


pun yang hendak menyusahkan agama (Islam) kecuali ia akan
kalah. Maka bersikap luruslah, mendekatlah, berbahagialah dan

111 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
manfaatkanlah waktu pagi, sore dan ketika sebagian malam
tiba.” (HR. Bukhari, no: 39).

Namun bukan berarti terpaku dengan satu jenis ibadah haji


saja, tetapi itu dikembalikan kepada seseorang sesuai dengan
kemudahan yang Allah berikan kepadanya, ada yang mudah
baginya qiran dan ada lagi yang mudah baginya ifrad.

Sehingga para sahabat Nabi ‫ﷺ‬seperti Abu bakar, Umar dan


Utsman mereka melaksanakan haji ifrad, bukan berarti mereka
tidak mengindahkan arahan Nabi ‫ﷺ‬, tetapi karena ada
kemaslahatan dalam haji ifrad, sehingga bisa ditarik kesimpulan
bahwa semua jenis ibadah haji itu mulia dan indah, dan boleh
dilakukan sesuai dengan kemudahan yang Allah berikan kepada
seorang hamba.

112 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Arti Haji

Secara bahasa (etimologi) artinya adalah al-qasdu yaitu


menyengaja dan bermaksud.

Sedangkan menurut istilah (terminologi) arti haji adalah


rukun Islam kelima (kewajiban ibadah) yang harus dilakukan
oleh orang Islam yang mampu dengan mengunjungi Ka’bah pada
bulan haji dan mengerjakan amalan haji, seperti ihram, tawaf, sai,
dan wukuf30.

Rukun Haji

Sama seperti ibadah yang lainnya, ibadah haji juga memiliki


rukun yang apabila tertinggal bisa menyebabkan batal ibadah
yang dilakukan, para ulama menyebutkan rukun yang harus
dilakukan ketika melaksanakan ibadah haji:

1. Ihram
2. Thawaf
3. Sa’i
4. wukuf

Pertama, adalah niat ihram yang tentunya dibarengi


dengan memakai pakaian ihram, seorang jamaah akan berniat
sesuai dengan haji akan dia inginkan, apakah tamattu’, qiran atau
haji ifrad.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh jamaah haji


ketika akan melakukan niat ihram:

• Seorang jamaah dianjurkan untuk melafazkan apa yang ia


niatkan untuk mengagungkan syiar Allah yang mulia ini

30
(lihat: kbbi).

113 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
(tidak pada ibadah yang lain), melafazkan sesuai haji yang
akan dilakukan.

Bagi yang melaksanakan haji tamattu’ akan mengucapkan


‫اللهم ُع ْمرة‬ ‫ َلبي َك‬, kemudian ketika ingin haji dia mengucapkan
َ َّ ُ ْ َّ
‫اللهم َح َّج ٍة‬ ‫َلبي َك‬
َّ ُ ْ َّ
Bagi yang melaksanakan haji qiran mereka mengucapkan
‫وح َّجة‬ ٍ
َ ‫الله َّم َُع ْم َرة‬
ُ ‫َل َّب ْي َك‬
Bagi yang melaksanakan haji ifrad mereka mengucapkan
‫اللهم َح َّج ٍة‬ ‫َلبي َك‬
َّ ُ ْ َّ
• Boleh bagi yang ingin berihram untuk mengucapkan doa
syarat, sebagimana hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha
َ َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ
ْ‫تْالزبي ِرْفقالْلها‬ ِ ‫دخلْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْعلىْضباعةْبِن‬
ُ َ َ َ َ َ ً َ َ َّ ُ َ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َ
ْ‫جعةْ فقالْ لهاْ ح ِجى‬ َ
ِ ‫جدنِىْ إِلاْ و‬ِ ‫تْ الحجْ قالتْ واللِْ لاْ أ‬ ِ ‫كْ أرد‬ ِ ‫ل عل‬
َ َ َ َ ََ َ َ َ ُ َ َ َّ ُ َّ ُ َ
ْ‫َواشت ِر ِطيْ َوقولِىْ اللهمْ محِلِيْ حيثْ حبستنِىْ وكانتْ تحتْ ال ِمقدادِْ ب ِن‬
َ
َِْ‫الأسود‬

“Rasulullah ‫ ﷺ‬menemui Duba’ah binti Az-Zubair,


maka beliau bersabda: "Sepertinya kamu ingin menunaikan
ibadah haji." Ia pun berkata, "Demi Allah, tidak ada yang
menghalangiku kecuali sakit." Beliau pun bersabda:
"Tunaikanlah haji, dan berilah syarat. Bacalah:
'Allahumma Mahillii Haitsu Habastanii (Ya Allah, tempat
tahallulku adalah di tempat Engkau menahanku).'" Saat itu,
ia adalah istri daripada Miqdad bin Al Aswad” (HR.
Bukhari, no: 4801).

Tujuan dari mengucapkan yang demikian kalau


seandainya ada halangan seperti sakit atau keadaan yang

114 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
lainnya; maka boleh membatalkan haji atau umroh dan
tidak terkena denda (kafarat).

• Barangsiapa yang tempat tinggalnya berada di antara miqat


dan Makkah, maka miqatnya dari tempat tinggalnya,
sebagaimana hadits yang dibawakan oleh sahabat Abdullah
bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi ‫ﷺ‬bersabda:

ُ ‫ون َذ ِل َك َف ِم ْن َح ْي‬
‫ َح َّتى أَ ْه ُل َم َّك َة من مكة‬،َ‫ث أَ ْن َشأ‬ َ ‫ان ُد‬
َ ‫َو َم ْن َك‬
“Barangsiapa yang kondisinya dalam daerah miqat
tersebut, maka miqatnya dari mana pun dia memulainya.
Sehingga penduduk Makkah, miqatnya juga dari Makkah.”
(HR. Bukhari, no: 1452 dan Muslim, no: 1181).
• Barangsiapa yang tinggal di Makkah (penduduk ataupun
penziarah), ketika ingin melaksanakan ibadah haji; maka
niat ihram di mulai dari tempat tinggalnya, namun kalau
ingin melaksanakan ibadah umroh; maka harus keluar
mengambil miqat ke tanah halal, seperti Tan’im ( masjid
‘Aisyah), Ji’ranah dan tanah halal yang lainnya.

• Seorang wanita apabila ingin melaksanakan ibadah haji atau


umroh; kemudian ternyata mereka dalam keadaan haid atau
nifas, wajib baginya untuk berniat ihram dan melakukan apa
yang dilakukan jamaah lainnya kecuali tidak boleh thawaf
sampai mereka suci dan mandi, berdasarkan hadits yang
dibawakan oleh sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu
‘anhu:
َ َ َ َ َّ َ ُ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َّ َ
ْ.‫ ْفولدتْأسماءْ بِنتْعمي ٍسْمحمدْبنْأبِىْبك ٍْر‬.ِ‫حتى ْأتينا ْذا ْالحليفة‬
َ َ ُ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ َ َ َ َ ََ
ْ:‫ال‬ ْ ‫ْْكيفْ أصن ْع؟ْْق‬:‫فأرسلتْ إِلىْ رسو ِلْ اللِْ صليْْاللْ عليهِْ وسل ْم‬
ََ َ َ َ
‫ْ َواستثفِ ِريْبِثو ٍبْوأح ِرمِ ْي‬.‫اغتسِلِي‬

115 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Ketika sampai di Dzulḥulaifah, Asma’ binti Umais
Radhiyallahu ‘anha melahirkan putranya, yaitu
Muhammad bin Abu Bakar. Dia menyuruh untuk
menanyakan kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬apa yang harus
dilakukannya (kerana melahirkan itu), maka beliau pun
bersabda, “'Mandi dan bersihkanlah darah nifasmu dengan
kain dan berihramlah” (HR. Muslim, no: 147).

Begitu juga kejadian yang dialami oleh ‘Aisyah


Radhiyallahu ‘anha ketika beriharam bersama Nabi ketika
haji wada’, sedangkan dia dalam keadaan haid,
sebagaimana Ibunda ‘Aisya bertutur tentang dirinya:
ُ َ َّ َ َّ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ
َّْ‫اْكنا‬ َّ ‫اْم َع‬ َ ‫َخ َرج َن‬
‫ْالن ِب ِىْصليْاللْعليهِْوسلمْولاْنرىْإِلاْالحجْحتىْإِذ‬
َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ ُّ َّ َّ َ َ َ َ َ َ ُ َ ً َ َ َ َ
ْ‫بِس ِرفْأوْق ِريباْمِنهاْحِضتْفدخلْعلىْالن ِبىْصليْاللْعليهِْوسلمْوأنا‬
ٌْ‫اْشىء‬ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ََ َ ََ َ
‫تْيعنِىْالحيضةْقالتْقلتْنعمْقالْإِنْهذ‬ ِ ‫كيْفقالْأنفِس‬ ِ ‫أب‬
ُ َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ ُ َّ ُ َ َ َ
ْ‫ضىْ الحاجْ غيرْ أنْ لاْ تطوفِى‬ ِ ‫ضىْ ماْ يق‬ِ ‫اتْ آدمْ فاق‬
ِ ‫كتبهْ اللْ علىْ ْبن‬
َ َّ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ
ْ‫ْعليه َِْو َسل َمْعن‬ ‫ْح َّتىْتغتسِلِيْقالتْوضحىْرسولْاللِْصليْالل‬ ‫ت‬ِ ‫بِال َبي‬
َ
‫ن َِسائِهِْبِال َبق ِْر‬
“Kami pergi bersama-sama Nabi ‫ﷺ‬, tiada lain niat
kami selain haji. Setelah kami sampai dekat Sarif, tiba-tiba
aku haid. Ketika Nabi ‫ ﷺ‬masuk ke dalam kemahku,
didapatinya aku sedang menangis. Lalu beliau bertanya:
"Apakah kamu haid?" jawabku, "Benar ya Rasulullah."
Beliau bersabda: "Haid adalah hal yang lumrah bagi putri
anak Adam. Karena itu, kerjakanlah apa yang seharusnya
dikerjakan oleh orang haji, kecuali thawaf di Baitullah
sehingga kamu mandi suci terlebih dahulu." Aisyah
berkata; Kemudian beliau menyembelih sapi untuk kurban
para istri-istrinya.” (HR. Muslim, no: 1211).

116 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ketika Ibunda ‘Aisyah berhaji bersama Nabi, dia tidak
bisa melaksanakan umroh di awal kedatangan karena
sedang haid, sehingga setelah melaksanakan haji wada’;
Ibunda ‘Aisyah merasa dirinya pulang hanya dengan
membawa pahala haji saja, sedangkan semua para sahabat
dan sahabiyyat pulang membawa pahala haji dan umroh.

Sehingga dari itu Ibunda ‘Aisyah meminta izin kepada


Nabi untuk melakukan umroh setelah haji tersebut agar dia
juga pulang dengan pahala umroh dan haji, Hadits ini
diceritakan oleh Ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:
َّ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َ ََ ُ َ
ِْ‫تْفلماْكانتْليلةْالحصبةِْقالتْياْرسولْالل‬ َ
ِ ‫حضتْفلمْأطفْبِالبي‬ ِ ‫ف‬
َْ‫اْطفتْل َ َيال َىْقَدِمنا‬
ُ َ‫ْوم‬
َ َ َ َّ َ َ َ ُ َ َ َّ َ َ َ ُ ُ َّ ُ َ
ِ ِ ‫اْبحج ٍةْقال‬
ِ ‫جعْأن‬
ِ ‫جعْالناسْ بِعمر ٍةْوحج ٍةْوأر‬
ِ ‫ير‬
ُ َ َّ ُ َ ُ ََ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َّ َ
ْ ِ‫ِيكْإِلىْالتنعِي ِمْفأ ْهِلِيْبِعمر ٍةْثمْموعِدك‬
ِ ‫مكةْقلتْلاْقالْفاذه ِبىْمعْأخ‬
َ ََ َ َ
‫كذاْوكذا‬

“Kemudian aku mengalami haidh sedangkan aku


belum melaksanakan thawaf di Baitullah. Ketika malam
saat para jamaah haji keluar dari (Makkah setelah hari-
hari Tasyriq), 'Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata: Wahai
Rasulullah, orang-orang kembali dengan membawa pahala
umroh dan haji, sedangkan aku hanya kembali dengan
ibadah haji. Beliau berkata: Apakah kamu melaksanakan
thawaf pada malam-malam bulan haji ketika kita sampai di
Makkah?. Aku jawab: Tidak. Beliau berkata: Pergilah
kamu bersama saudaramu ke Tan'im dan mulailah dari
sana berihram untuk umroh, kemudian tempat kamu begini
begini” (HR. Bukhari, no: 1486, Muslim, no: 1211).
Sehingga apabila yang keadaannya sama dengan
Ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, maka boleh bagi
dirinya untuk melakukan apa yang dikerjakan oleh Ibunda
‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, yaitu kembali berumroh dari

117 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Tan’im atau yang sekarang disebut dengan masjid ‘Aisyah
berdasarkan kejadian ini.
• Barangsiapa yang berumroh di bulan-bulan haji (Syawwal,
Dzulqi’dah dan 10 awwal Dzulhijjah), kemudian dia pulang
ke daerahnya, maka kalau seandainya ingin kembali berhaji
tamattu’, wajib kembali mengambil umroh yang lain,
karena tidak di hitung lagi sebagai haji tamattu’, kecuali
bagi yang pulang ke Madinah, Thaif dan daerah terkdekat,
maka boleh melanjutkan haji tamattu’nya.

Kedua, adalah Thawaf di sekiling ka’bah al-musyarrafah,


thawaf haji ini disebut dengan thawaf ifadhah, atau thawaf ziarah
yang tidak boleh tertinggal, apabila tidak dikerjakan; maka
hajinya batal dan tidak sah.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh jamaah haji


ketika akan melakukan thawaf ifadhah:

• Thawaf yang dilakukan adalah tujuh putaran yang di mulai


sejajar dengan hajar aswad dan juga berakhir di sana, yang
terletak di dekat pintu ka’bah, dan hendaklah thawaf di luar
hijr (hijr quraisy), karena apabila ada yang thawaf di
dalamnya; maka tidak sah, karena itu termasuk bagian dari
pada ka’bah.
• Apabila seseorang sejajar dengan hajar aswad maka di
sunnahkan untuk menciumnya kalau memungkinkan, kalau
tidak bisa, maka menyentuh hajar aswad dengan tangan dan
yang semisalnya dan mencium apa yang menyentuh hajar
aswad tersebut, kalau juga tidak bisa maka cukup dengan
memberikan isyarat saja, ketika menyentuh dan
memberikan isyarat maka di sunnahkan untuk
mengucapkan takbir, sebagaimana riwayat yang dibawakan
oleh sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma:

118 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َْ‫ىْالرك َنْأَ َشار‬ َ
ُّ َ ‫ْ ُكلَّ َماْأت‬،‫ير‬ َ
ٍْ ِ‫تْعَلىْبَع‬
َّ َ َ ُ َّ َ ُّ َّ َ َ
ِ ‫يْاللْعليه َِْو َسل َمْبِال َبي‬ ‫طافْالن ِبىْصل‬
ََ َُ َ َ َ َ
‫ْوكبَّ َْر‬ ‫إِليهِْبِشى ٍءْكانْعِنده‬

“Nabi ‫ ﷺ‬melaksanakan thawaf di baitullah (ka’bah)


di atas untanya. Setiap kali beliau melewati rukun (hajar
aswad), beliau berisyarat kepadanya dengan sesuatu yang
ada pada beliau, lalu bertakbir” (HR. Bukhari no. 1613).
Dalam riwayat lain yang dibawakan oleh sahabat
Abdullah bin Umar bahwa ketika dia memegang dan
menyentuhnya; maka dia mengucapan basmalah dan takbir:

‫اهلل أَ ْكبر‬‫و‬ ، ِ ‫ بِس ِم‬:‫ول‬


‫اهلل‬ ِ ِْ
َُ ُ َ ْ ُ ‫ َو َي ُق‬،‫َف َيأتي ا ْل َب ْي َت َف َي ْس َتل ُم ا ْل َح َج َر‬
“Maka dia (Ibnu Umar) mendatangi ka’bah dan
memegang hajar aswad sambil mengucapkan : bismillah,
Allahu akbar” (HR. Ahmad, no: 4628).

• Ketika sejajar dengan rukun yamani maka disunnahkan


untuk menyentuh dan memegang dengan tangan, tapi tidak
mencium atau mencium tangan, tetapi kalau tidak bisa
melakukannya maka tidak mengapa, dan juga tanpa
memberikan isyarat sebagaimana yang dilakukan ketika
sejajar dengan hajar aswad.

• Tidak di sunnah untuk menyentuh atau memegang semua


sisi dan rukun ka’bah selain sisi hajar aswad dan rukun
yamani saja, yang demikian berdasarkan riwayat Ya’la bin
Umayyah Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
َ َّ ُّ ‫تْعِن َد‬ ُ َّ َ َ َ ُ َ ُ ُ
َّ َ َ
ْ‫ْالرك ِنْالذِيْيلِيْالبابْمِما‬ ُ ‫اْكن‬ ِْ ‫ْم َعْع َم َرْب ِنْالخ َّط‬
‫ْفلم‬،‫اب‬ ‫طفت‬
َّ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ
ُ َ َ َ
ْ‫ْأماْطفتْمعْرسو ِلْاللِْصلي‬:‫ال‬ ُ ْ ‫ْفق‬،‫ْأخذتْبِي ِده ِْل ِيستل ِْم‬،‫يَلِيْالحج ْر‬
َ

119 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ ُ ُ ُ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َّ َ َ َ َ ُ
ْ:‫ال‬
ْ ‫ ْق‬،‫ ْلا‬:‫ت‬
ْ ‫ ْفهلْرأيتهْيستل ِم ْه؟ ْقل‬:‫ال‬
ْ ‫ ْق‬،‫ ْبلي‬:‫ت‬ ْ ‫اللْعليهِْوسل ْم؟ ْقل‬
ًَ َ َ ًَ ُ َ َ َّ َ َ َ ُ َ
‫فانفذْعنكْْفإِنْلكْفِىْ َر ُسو ِلْاللِْأسوةْحسن ْة‬

“Aku pernah melakukan thawaf bersama Umar bin


Khattab, ketika aku berada di sisi ka’bah yang ada di
samping pintu setelah hajar aswad; aku menyentuh sisi
tersebut dengan tanganku, maka Umar berkata: pernahkah
engkau thawaf bersama Nabi ‫?ﷺ‬, aku menjawab: Ya, Umar
kembali berkata: apakah engkau melihat Nabi
menyentuhnya?, aku menjawab: Tidak, Umar kembali
berkata: maka tinggalkanlah, karena sesungguhnya
Rasulullah ‫ ﷺ‬adalah teladan yang terbaik” (HR. Ahmad,
no: 253).

• Ketika seorang hamba berthawaf, maka diberikan


kebebasan untuk berdoa dan meminta kepada Allah ‫ﷻ‬
sesuai yang dia hafal dan mudah baginya, ataupun boleh
baginya membaca Al-Qur’an serta dzikir-dzikir yang
lainnya, kecuali ketika di saat berada di antara rukun yamani
dan hajar aswad, maka disunnahkan membaca doa yang ada
dalam surat Al-Baqarah ayat 201, sebagimana hadits yang
dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Saib Radhiyallahu
anhu dia berkata:

‫ َر َّب َنا‬:‫نين‬
ِ ‫الر ْك‬
ُّ ‫ يقول ما بين‬- ‫ ص َّلى اهلل عليه وسلم‬- ‫رسول اهلل‬ َ ‫سمعت‬
ُ
(201 :‫النارِ )البقرة‬ ِ ِ ِ ِ ُّ ‫ِآت َنا ِفي‬
َّ ‫اب‬
َ ‫الد ْن َيا َح َس َنة َوفي ْاْلخ َرة َح َس َنة َوق َنا َع َذ‬
“Saya mendengar Nabi ‫ ﷺ‬mengatakan di antara dua
rukun: “Ya Allah, berikan kebaikan kepada kami di dunia,
dan kebaikan di akhirat, jagalah kami dari api neraka”
(HR. Abu Daud, no: 1892).

• Memegang dan menyentuh rukun yamani hanya dilakukan


selama melakukan thawaf saja, sedangkan diluar thawaf
tidak disunnahkan melakukannya, adapun mencium hajar
aswad boleh ketika thawaf dan di luar thawaf.
120 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
• Apabila ada seorang jamaah yang ragu akan bilangan
thawafnya, maka hendaklah ia mengambil kemungkinan
yang terkecil, seperti dia ragu apakah berada diputaran
ketiga atau keempat, maka dia memilih putaran yang ketiga,
dan menyempurnakan sisanya, yang demikian untuk kehati-
hatian dalam beribadah.

Ketiga, adalah Sa’i di antara bukit shafa dan marwa, yang


dilakukan setelah shalat dua rakaat di belakang maqam Ibrahim
dan meminum air zamzam serta menyiramkannya di atas kepala,
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sa’i:

• Bagi jamaah yang melaksanakan haji tamattu’ akan


melakukan dua sa’i, sa’i pertama setelah melakukan umroh,
dan sa’i kedua setelah melakukan thawaf ifadhah, adapun
bagi yang melakukan haji qiran dan ifrad; maka baginya
hanya satu kali sa’i saja, kalau seandainya di awal
kedatangan setelah melakukan thawaf qudum dia bersa’i,
maka ketika thawaf ifadhah tidak lagi ber-sa’i, namun kalau
seandainya di thawaf qudum tidak melakukan sa’i, maka
harus dilakukan setelah thawaf ifadhah.

• Sa’i dimulai dari bukit shafa dan berakhir di bukit marwah,


dan setiap kali berada di atas dua bukit tersebut dianjurkan
untuk mengucapkan kalimat:
َ ُ َ ُ َ ُ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ
ُ َّ ‫لا‬
ْ‫ْ َوه َوْعَلىْك ِلْشى ٍء‬،‫ْل ُهْال ُملك َْول ُهْالحَم ُْد‬،‫ْالل َْوح َدهُْلاْش ِريكْل ُْه‬ ِ ‫لاْإِلـهْإ‬
ُْ‫ْوح َده‬ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
َ ‫لأح َز‬
َ ‫اب‬ َ
‫ْلاْإِلـْهْإِلاْاللْوحدهْأنجزْوعدهْونصرْعبدهْوهزمْا‬،‫قدِي ٌْر‬

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah


kecuali Allah Yang Maha Esa, Tiada sekutu bagiNya.

121 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
BagiNya kerajaan dan pujian. Dialah Yang Mahakuasa
atas segala sesuatu. Tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah, Yang Maha Esa, yang
melaksanakan janjiNya, membela hambaNya (Muhammad)
dan mengalahkan golongan musuh sendirian”.

Kemudian membacanya (dzikir di atas dan doa)


sebanyak 3x dan menyelinginya dengan doa, Di dalam
hadits juga dikatakan, Nabi ‫ ﷺ‬juga membacanya di Marwah
sebagaimana beliau membaca di Shafa. (HR Muslim, no:
147).

• Ketika sedang bersa’i tidak ada doa khusus kecuali ketika


berada dua tanda hijau, sehingga seseorang boleh membaca
Al-Qur’an, berdzikir atau membaca doa yang mudah
baginya, baik dalam menggunakan bahasa arab ataupun
bahasa yang bisa dia ucapkan, walaupun doa yang terbaik
adalah doa yang bersumber dari Al-Qur’an atau hadits Nabi
‫ﷺ‬.

• Ketika bersa’i tidak di syaratkan untuk bersuci, bahkan itu


merupakan ijma’ para ulama, sebagaimana yang dinukilkan
oleh bin al-mundzir dalam kitabnya:

‫وأجمعوا على أنه إن سعي بين الصفا والمروة على غير طهر أن ذلك‬
‫يجزئه‬

“Para ulama bersepakat bahwa sa’i di antara bukit


shafa dan marwa tetap sah walaupun tanpa dalam keadaan
bersuci” 31.

• Sejarah sa’i adalah cerita tentang Ibunda Ismail ‘alaihimas


salam ketika mencari air untuk anaknya, sehingga
diabadikan oleh Allah sampai sekarang, memberikan

31
Lihat: al-Ijma’, Ibnu Mundzir: 56.

122 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
pelajaran akan makna ketaatan yang berbuah keindahan dan
keberkahan dalam kehidupan, Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu ‘anhu menyebutkan setelah memaparkan
panjang lebar tentang kisah Ibunda Hajar ‘alaihas salam:

ِ ‫َف ِل َذ ِل َك سعي الن‬


‫اس َبي َن ُه َما‬
ْ َّ ُ ْ َ

“Yang demikian adalah sa’i yang dilakukan umat


manusia di antara keduanya (shafa dan marwa)” (HR.
Bukhari, no: 3184).

• Ibadah sa’i berbeda keadaannya dengan thawaf, kalau


thawaf ada yang dilakukan ketika melaksanakan ibadah haji
dan umroh, dan ada juga thawaf sunnah walaupun tidak
sedang berhaji dan umroh, namun tidak ada sa’i kecuali sa’i
untuk haji atau umroh, dan tidak ada yang namanya sa’i
sunnah.

Keempat, adalah Wukuf di Padang Arafah, ia termasuk


rukun yang paling utama, karena kemulian yang luar biasa yang
dimiliki hari tersebut, dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh
sahabat Abdurrahman bin Ya’mar Radhiyallahu ‘anhu:
ُْ‫ْو ُه َوْ ب َع َر َف َةْفَ َس َألُوه‬
َ ‫ِْو َس َّل َم‬
َ ‫ْعلَيه‬ َّ َ ُ َ َ َ َ
ُ َّ َّ ‫ْاللِ ْ َصل‬
َ ‫يْالل‬ َ ً َ َّ َ
‫أنْناساْ مِنْأه ِلْنج ٍدْأتواْرسول‬
ِ
َْ‫ْف َقدْأَد َرك‬ َ َ ِ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُّ َ
‫فأمرْمنادِياْفنادىْالحجْعرفةْمنْجاءْليلةْجم ٍعْقبلْطلوعْالفج ِر‬
َ ََ ً َُ َ َََ
َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ٌ َ َ َ ً ُ َّ َ َّ َ
ِ‫الحجْأيامْمِنىْثلاثةْفمنْتعجلْفِىْيومي ِنْفلاْإِث ْمْعليهِْومنْتأخرْفلاْإِثمْعلي ْه‬

“Bahwa beberapa orang dari Najd menemui Rasulullah ‫ﷺ‬


saat beliau sedang berada di Arafah. Mereka bertanya tentang
haji, lalu beliau memerintahkan orang dan dia berseru; “Haji
adalah Arafah”, barangsiapa yang datang pada malam Arafah
sebelum terbit fajar, maka dia telah mendapatkan haji. Hari
Mina adalah sebanyak tiga hari. Barangsiapa yang tergesa-gesa
123 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
kembali pada hari kedua, maka dia tidak berdosa. Barangsiapa
yang mengakhirkan, kembali pada hari ketiga juga tidak
berdosa” (HR. At-Tirmidzi, no: 814).

Jelas sekali dalam hadits ini Nabi menyebutkan bahwa haji


itu adalah Arafah, dan barangsiapa yang tidak wuquf disana maka
hajinya tidak sah, dan menjadikan hajinya sebagai umroh, dan
batas terakhir wuquf di arafah adalah sebelum terbit fajar tanggal
10 Dzulhijjah.

Hari Arafah adalah hari yang paling mulia di antara hari-


hari yang ada, banyak sekali keutamaan yang ada di dalamnya, di
antaranya apa yang disebutkan oleh baginda Nabi ‫ﷺ‬:

• Hari Arafah adalah hari yang paling banyak seorang hamba


terbebaskan dari neraka, sebagaimana hadits yang
dibawakan oleh Ibunda ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha bahwa
Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

‫ َوإ َِّن ُه‬،‫ ِم ْن َي ْو ِم َعر َف َة‬، ِ‫النار‬ ِ ِ ِ


َّ ‫اهلل فيه َع ْبدا م َن‬ ِ َ ِ َ ٍ ِ
َ ُ ‫َما م ْن َي ْوم أ ْك َث َر م ْن أ ْن ُي ْعت َق‬
‫ َما أَ َر َاد َه ُؤ ََل ِء؟‬:‫ول‬
ُ ‫ َف َي ُق‬،‫اهي بِهِ ِم ا ْل َم ََل ِئ َك َة‬
ِ ‫ ثُم يب‬،‫َلي ْد ُنو‬
َ ُ َّ َ
“Tidak ada hari yang paling banyak Allah
membebaskan hambaNya dari neraka dari hari Árofah.
Dan sesungguhnya Allah mendekat, lalu Allah
membanggakan para jamaah haji kepada para malaikat.
Maka Allah berkata kepada para malaikat, “Apa yang
diinginkan oleh mereka (jamaah haji yang sedang
wuquf)? ” (HR. Muslim, no: 1348).

• Hari dimana Allah membanggakan jama’ah haji di hadapan


para malaikat, sebagaimana hadits Nabi ‫ﷺ‬:

124 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُ ُ َ ُّ
ْ ‫ِْالدن َياْف َيق‬
ْ:‫ول‬ َّ َ ‫ْو َج َّل َْينز ُلْإل‬
‫ىْالس َماء‬ َ ‫ْالل‬
َ ‫ْع َّز‬ َ ‫فَإ َذ‬
َ َّ ‫اْو َق َفْب َع َر َف َةْفَإ َّن‬
ِ ِ ِ ِ ِ
َ
ُ ُ ُ ََ َ
َ ُ‫ْذن‬ َ ً ُ ً ُ َ ُ
ْ‫وب ُهم‬ ‫انظ ُرواْ إِلىْ ع َِبادِيْشعثاْغبراْاش َه ُدواْأنِىْقدْغفرتْلهم‬
َّ ‫ْقطر‬ َ َ َ َ َ َ َ
ْ ٍ ‫ِْو َرم ِل‬
‫ْعالج‬ َ ‫ْالس َماء‬
ِ ‫وِإنْكانْعدد‬
“Jika ia wuquf di Arafah maka Allah turun ke langit
dunia lalu Allah berkata : Lihatlah hamba-hambaKu
datang memenuhi panggilanKu dalam kondisi rambut
semerawut dan penuh dengan debu, maka saksikanlah
(wahai para malaikat) sesungguhnya aku telah
mengampuni dosa-dosa mereka meskipun sebanyak
butiran-butiran air hujan, meskipun sebanyak butiran-
butiran pasir yang menjulang” (Shahih Ibnu Khuzaimah,
no: 1984).

• Hari Arafah adalah hari dimana Allah memberikan


kemuliaan kepada para jamaah haji yang wuquf untuk
menerima syafa’at mereka terhadap orang-orang yang
mereka doakan sehingga Allah juga mengampuni mereka,
sebagaimana hadits yang dibawakan oleh Ibnu Umar
Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َّ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ ُ َّ َ َ
ْ،‫ْفإِنْاللْتباركْوتعالىْيهبِطْإِلىْسماءِْالدنيا‬،‫وأماْوقوفكْعشِ يةْعرف ْة‬
َ ‫ْكلْفَج‬ ُ ً ُ ُ َ ‫ْع َِباد‬:‫ول‬ُ َُ ََ ُ
َ ‫ك ُمْال‬ َ ‫َف ُي‬
ْ‫يق‬
ٍ ‫م‬
ِ ‫ْع‬ ٍ ِ ‫ِن‬‫م‬ ْ‫ا‬‫ث‬ ‫ع‬ ‫ىْش‬ ِ ‫ون‬ ‫اء‬‫ِيْج‬ ْ ‫ق‬ ‫ي‬ ْ ، ْ
‫ة‬ ‫ك‬ِ ‫ئ‬ ‫لا‬ ‫م‬ ِ ‫ب‬ ْ‫ِى‬
‫ه‬ ‫ا‬‫ب‬
َ ََ ََ َ َ ُ ُ ُُ َ َ ََ َ ُ َ
ْ‫ ْأو‬،‫ ْأوْْكقط ِرْالمط ِْر‬،‫ل‬ َّ ‫ْك َع َدد‬
ِْ ‫ِْالرم‬ ‫ ْفلوْكانتْذنوبكم‬،‫ْج َّنتِى‬ َ ‫ون‬ ‫يرج‬
ُ َ ً ُ َ ُ َ َُ َََ َ َََََ َ
ْ‫ ْأفِيضواْ عِبادِيْمغفوراْلكمْول ِمن‬،‫ ْأوْلغفرتها‬،‫ك َز َبدِْال َبح ِرْلغفرها‬
َ َ َ
َ َ َ
‫شفع ُتمْل ُْه‬

“Adapun wuqufmu di petang hari Arafah, maka


sesungguhnya Allah ‫ ﷻ‬turun ke langit dunia, lalu Allah
membanggakan kalian (para jamaah haji) di hadapan para
malaikat. Allah berkata, “Hamba-hambaKu, mereka
mendatangiku dalam kondisi rambut semerawut dari

125 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
segenap penjuru karena mengharapkan surgaKu. Jika
dosa kalian sebanyak butiran pasir, sebanyak tetesan hujan
atau sebanyak buih di lautan maka Aku akan
mengampuninya, maka pergilah kalian (meninggalkan
padang Arafah) dalam kondisi telah diampuni dosa-dosa
kalian dan orang-orang yang kalian doakan mereka” (HR.
Al-Bazzar, dalam al-Musnad no: 6177).

• Pada hari Arafah turun ayat tentang kesempurnaan Islam,


sebagaimana hadits Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘anhu:

‫ َآي ٌة‬،‫ين‬ ِِ َِ ِ ‫ أَ َّن َر ُجَل ِمن‬،‫اب‬


َ ‫الم ْؤمن‬ ُ ‫ َيا أم َير‬:‫الي ُهود َق َال َل ُه‬ َ َ
ِ ‫الخ َّط‬
َ ‫َع ْن ُع َم َر ْب ِن‬
‫ َلَ َّت َخ ْذ َنا َذ ِل َك الي ْو َم‬،‫ود َن َز َل ْت‬
ِ ‫ َلو ع َلي َنا مع َشر اليه‬،‫ِكم َت ْقرءو َنها‬
ُ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ ُ َ ْ ُ ‫في ك َتاب‬
ِ ِ
َ
‫ت َع َلي ُكم ِن ْع َم ِتي‬ ‫ اليوم أَكملت لكم ِدينكم وأَتمم‬:‫ أَي آي ٍة؟ قال‬:‫ قال‬.‫ِعيدا‬
ْ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ْ ُ َ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ ُّ َ َ
‫ان‬َ ‫الم َك‬ َ ‫ َو‬،‫الي ْو َم‬ ‫ « َق ْد َعر ْف َنا َذ ِل َك‬:‫ َق َال ُع َمر‬،‫يت َل ُكم ا ِإل ْسَلَ َم ِدينا‬
ُ ‫َو َر ِض‬
َ َ ُ ُ
‫ َو ُه َو َق ِائم ب َِعر َف َة َي ْو َم‬،‫اهلل َع َلي ِه َو َس َّلم‬ ِ ِ
َّ ‫الَّ ِذي َن َز َل ْت فيه َع َلى‬
‫النب ِِي َص َّلى‬
َ ٌ َ ْ ُ
»‫ُج ُم َع ٍة‬

Dari Umar bin Khattab bahwasanya ada seorang


Yahudi berkata kepadanya, “Wahai Amirul mukminin,
sebuah ayat di kitab suci kalian yang kalian membacanya,
jika ayat tersebut turun kepada kami kaum Yahudi tentu
kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari
raya”. Umar berkata, “Ayat yang mana?”. Si Yahudi
berkata, “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan bagi kalian
agama kalian, dan telah Ku-cukupkan kepada kalian
nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhoi Islam itu menjadi agama
kalian” (QS Al-Maidah : 3). Umar berkata, “Kami telah
mengetahui hari tersebut, demikian juga tempat
diturunkannya ayat tersebut kepada Nabi ‫ﷺ‬, yaitu tatkala
Nabi wuquf di Arafah pada hari Jum’at” (HR. Bukhari, no:
45 dan Muslim, no: 3017).

126 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Dalam hadits dijelaskan bagaimana keagungan hari
Arafah ketika Allah menyempurnakan agama di waktunya,
sehingga orang Yahudi bercita-cita menjadikan sebagai hari
raya karena kemuliaan ayat dan harinya.

• Hari Arafah merupakan hari yang disebut dengan ‫ َم ْش ُه ْود‬yang


berarti hari yang dipersaksikan. Allah bersumpah dengan
hari Arafah dalam firmanNya: ‫اه ٍد َو َم ْش ُهود‬
ِ ‫“ و َش‬Demi yang
َ
menyaksikan dan demi yang dipersakiskan” (QS Al-
Buruuj: 3), Nabi ‫ ﷺ‬bersabda dalam hadits yang dibawakan
oleh sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

‫الج ُم َع ِة‬ ِ َّ ‫ و‬،‫واليوم ا ْلم ْشهود يوم عر َف َة‬


ُ ‫الشاه ُد َي ْو ُم‬ َ َ َ ُ َْ ُ ُ َ ُ َْ َ
“Hari yang dipersaksikan adalah hari Arafah, dan
yang menyaksikan adalah hari Jum’at” (HR. At-Tirmidzi
no: 3339).

• Hari Arafah adalah kesempatan bagi jamaah untuk berdoa


kepada Allah ‫ﷻ‬, sebagaimana hadits Nabi ‫ﷺ‬:

‫اء َي ْو ِم َعر َف َة‬ ِ ‫الدع‬


‫اء ُد َع‬
َ ُ َ ُّ ‫َخ ْي ُر‬

“Sebaik-baik doa adalah doa di hari Arafah” (HR.


At-Tirmidzi, no: 3585).

Dan masih banyak lagi kemuliaan yang disebutkan Allah ‫ﷻ‬


serta Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬akan kemuliaan dan keutamaannya,
bahkan seorang yang juga tidak melaksanakan ibadah haji akan
menuai kemuliaan hari Arafah dengan berpuasa di harinya,
sebagaimana hadits yang dibawakan oleh sahabat Abu Qatadah
Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

127 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َّ َ َ َّ َ َ ُ َ
َّ ‫ َو‬،‫ىْقبل َ ُْه‬
َ ‫الس َن َةْالَّت‬
ُ‫ىْبع َد ْه‬ ََ ُ َ َ ََََ َ ُ َ
ِ ِ‫أحتسِبْعلىْاللِْأنْيكفِرْالسنةْالت‬،‫صيامْيو ِمْعرف ْة‬
ِ

“Puasa hari Arafah aku beraharap kepada Allah agar


mengampuni dosa setahun sebelumnya dan dosa setahun
sesudahnya” (HR. Muslim, no: 1162).

Jika orang yang tidak berhaji saja kemudian mereka


berpuasa dan mendapatkan ampunan dosa, lantas bagaimana
dengan jamaah haji yang langsung memohon ampunan kepada
Allah di padang Arafah dalam keadaan memakai pakaian ihram?

Ini merupakan beberapa kemuliaan yang dimiliki oleh hari


Arafah, menunjukkan akan kemuliaannya serta kemuliaan hamba
yang bisa berwukuf di dalamnya ketika menunaikan ibadah yang
mulia, bertemulah di sana hari yang mulia, tempat yang mulia
serta orang-orang yang mulia.

Dalam permasalahan yang berkaitan dengan wukuf di


Arafah; Ada beberapa hal yang perlu diperhatiakan oleh jamaah
haji, di antaranya:

• Dianjurkan bagi jamaah untuk meninggalkan Mina menuju


Arafah setelah matahri terbit, sambil bertakbir dan
melantunkan kalimat talbiyah, sebagaimana hadits yang
dibawakan oleh Ibnu Umar dari ayahnya Umar
Radhiyallahu ‘anhuma dia berkata:

َ َ َّ َ ُ َّ َّ َ َّ َ َ‫َغ َدون‬
ْ ٍ ‫يْاللْ َعليهِْ َو َسل َمْ مِنْْم ًِنىْ إِلىْ َع َرف‬
ْ‫ ْم َِّنا‬.‫ات‬ ‫اْم َعْ َر ُسو ِلْاللِْ صل‬
َ
ْ‫ْومناْالمكبر‬،‫ال ُمل ِبى‬

“Kami berangkat pagi-pagi bersama Rasulullah ‫ﷺ‬


dari Mina ke Arafah. Dalam rombongan kami, ada yang
membaca talbiyah, dan ada pula yang membaca takbir”
(HR. Muslim, no: 1284).

128 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Demikian pula halnya apa yang dijelaskan dalam hadits
Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ketika ditanya apa yang
dilakukan ketika meninggalkan Mina menuju Arafah:
َّ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ‫ َم َع‬،‫ىْه َذاْال َيو ِْم‬
َ َ َُ َ ُ ُ َ َ
ْ‫ِْو َسل َْم؟‬ ‫ْر ُسو ِلْاللِْصليْالل ْعليه‬ ِ ‫كيفْكنتمْتصنع‬
‫ْف‬ ‫ون‬
ََ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ُّ ُ َّ ُّ ُ َ َ َ َ َ
ْ‫ْفلاْينكر‬،‫ْ َو ُيكب ِ ُرْم َِّناْال ُمكب ِ ُْر‬،ِ‫ْعلي ْه‬ ‫ْكانْي ِهلْمِناْالم ِهلْفلاْينكِر‬:‫ال‬
ْ ‫فق‬
‫علي ْه‬

“Apa yang kalian kerjakan pada hari ini bersama


Rasulullah ‫ "?ﷺ‬Dia menjawab: "Diantara kami ada orang
yang membaca talbiyah, Beliau tidak mengingkarinya dan
juga ada orang yang bertakbir namun Beliau juga tidak
mengingkarinya” (HR. Bukhari, no: 1576).

• Hendaklah seseorang memastikan bahwa dia sedang berada


di Arafah sesuai dengan tanda yang telah dibuat oleh
pemerintah, karena apabila tidak; maka bisa berakibat fatal,
dan haji itu intinya adalah Arafah, sebagaimana hadits yang
disebutkan oleh Nabi ‫ﷺ‬.
• Wukuf di padang Arafah di mulai setelah matahari
tergelincir dan berakhir sebelum fajar tanggal 10
Dzulhijjah, ada juga sebagian para ulama yang
menyebutkan bahwa wukuf itu dimulai setelah terbenam
matahari, namun tentunya untuk berhati-hati maka wukuf di
awali setelah zawal.

• Para jamaah haji akan melakukan shalat dzuhur dan ashar


dengan jama’ taqdim (dilakukan di waktu dzuhur), satu
adzan dan dua kali iqamah, dan dianjurkan bagi imam dan
pembimbing haji sebelum melaksanakan shalat jama’ ini
untuk memberikan pelajaran yang berkaitan dengan
manasik haji yang akan dilakukan.

129 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
• Dianjurkan bagi para jamaah agar mereka berada dalam
keadaan berbuka pada hari Arafah agar kuat beribadah dan
berdoa kepada Allah serta memanfaatkan waktu untuk
bermunajat, berdasarkan hadits Ummu al-Fadl binti al-
Harist Radhiyallahu ‘anha:
َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ َ ِ َ ََََ َ َ َ َ َ َ َ ً َ َّ َ
ِْ‫صيامْ رسو ِلْ اللِْ صليْ اللْ عليه‬ ِ ْ‫ْْفِى‬،‫يومْ عرف ْة‬،ْ‫أنْْناساْْتمارواْ عِندها‬
َ ُ َ ََ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ٌ َ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ َّ َ َ
ِْ‫ْفأرسلتْإِليه‬.‫م‬ ٍْ ِ ‫ْليسْبِصائ‬:‫ْوقالْبعضه ْم‬.‫ْهوْصائ ِ ْم‬:ْ‫ْفقالْبعضهم‬.‫وسل ْم‬
ََََ َ ََ ٌ َ َُ َ ََ َ َ
‫ْفشربه‬،‫يره ِْبِعرف ْة‬
ِ ِ‫ْوهوْواق ِفْعلىْبع‬،‫ن‬ٍْ ‫بِقد ِحْلب‬

“Bahwa orang-orang berbantahan di dekatnya pada


hari Arafah tentang puasa Nabi ‫ﷺ‬, sebagian mereka
mengatakan: Beliau berpuasa. Sebagian lainnya
mengatakan: Beliau tidak berpuasa. Lalu Ummu al-Faḍl
mengirimkan semangkok susu kepada beliau, ketika beliau
sedang berhenti di atas unta beliau, maka beliau
meminumnya” (HR. Bukhari, no: 1887, dan Muslim, no:
1123).

Namun bagi yang tidak berhaji maka yang paling


utama baginya adalah berpuasa yang akan mendapatkan
ampunan satu tahun sebelum dan sesudahnya.

• Wukuf di Arafah boleh dimana saja selama masih berada


dalam batasan Arafah, mengahadap qiblat sambil
memperbanyak talbiyyah, dzikir dan doa-doa yang
diajarkan Nabi ‫ ﷺ‬yang akan kita jelaskan pada bab
berikutnya.

• Ada sebuah bukit yang terletak di Arafah yang masyhur


dengan sebutan Jabal Rahmah, nama sebenarnya adalah
Jabal ‘Ilal, namun kebanyakan manusia hanya mengenal
dengan sebutan Jabal Rahmah, banyak penjelasan para
ulama yang menyebabkan asal muasal cerita tentang bukit
ini, namun point yang ingin kita jelaskan adalah kekeliruan

130 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
‫‪sebagian kaum muslimin yang menganggap ada fadhilah‬‬
‫‪dan keutamaan khusus yang dimiliki bukit.‬‬

‫‪Para ulama telah menjelaskan hal terebut, salah‬‬


‫‪satunya adalah Imam an-Nawawi Rahimahullah bahwa dia‬‬
‫‪berkata:‬‬

‫َ َ َ َ َّ َ‬ ‫ُُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ََ‬


‫وفْعلىْجب ِل ْالرحمةِْ‬ ‫(وأما)ْماْاشتهرْ عِندْالعوامْ مِنْ ال ِاعتِناءِْ بِالوق ِ‬ ‫َ‬ ‫َ‬
‫َ‬ ‫َ َ َ‬ ‫َ َ َ ََ ََ ُُ ََ‬ ‫َََ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬
‫ح ِهمْل ُهْعَلىْغي ِره ِْمِنْأر ِضْ‬ ‫جي ِ‬ ‫ِ‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫ْو‬ ‫ه‬‫ان‬ ‫ي‬ ‫ْب‬ ‫ق‬ ‫ب‬ ‫اْس‬ ‫م‬ ‫ْك‬ ‫ات‬ ‫ٍ‬ ‫ف‬ ‫ر‬ ‫ْع‬ ‫ط‬‫ِ‬ ‫س‬‫ِيْه َوْب َو َ‬
‫ِ‬ ‫ذ‬ ‫ال‬
‫َ َ َ ٌ‬ ‫َ َّ ُ َ َ ُّ ُ ُ ُ َّ‬ ‫َ َ‬ ‫َ َّ ُ َّ ُ‬ ‫َ َ‬
‫صحْالوقوفْ إلاْ فِيهِْفخطأْ‬ ‫ىْرب َماْت ُوه َِمْ مِنْج َهلت ِ ِهمْأنهْلاْي ِ‬ ‫اتْحت‬ ‫ع َرف ٍ‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ٌ‬ ‫َ‬ ‫ُّ َّ َ َ َ ُ َ‬ ‫َ ٌ َ َُ ٌ‬
‫ْومخال ِفْ ل ِلسنةِْوْلمْيذكرْأحدْ مِمنْيعتمدْفِىْصعودْهذاْالجبلْ‬ ‫ظاهِر‬
‫َ ُ ُ َّ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َََ‬ ‫َ َ‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ َ ً َ َ ُّ َ َ َ‬
‫ُ‬
‫اتْغي ِرْموق ِِفْرسولْاللِْ‬ ‫ضيلةْيختصْبِهاْبلْلهْحكمْسائ ِ ِرْأر ِضْعرف ٍ‬ ‫ف ِ‬
‫َّ َ ُّ َ َّ ُ َ َ‬ ‫َ‬ ‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫َ‬
‫َ َّ َّ ُ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َ َ ُ َ‬ ‫َ‬
‫يرْ الطب ِريْ فإ ِْنهْ قالْ‬ ‫ُ‬
‫صليْ اللْ عليهِْ وسلمْ ألاْ أبوْ جعف ٍرْ محمدْ بنْ ج ِر ٍ‬
‫بْقصدْهذاْ‬ ‫ح ُّ‬ ‫اورد ُِّيْفىْالحَاويْيُس َت َ‬ ‫ِْو َك َذاْقَ َالْال َم َ‬ ‫ْعلَيه َ‬ ‫وف َ‬ ‫ُ َ َ ُّ ُ ُ ُ‬
‫يستحبْالوق‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫َ َ َ َ َ ُ َّ‬ ‫ُ َ ُ َ ُ َ َ ُ ُّ َ َ َ َ ُ َ َ ُ‬ ‫َّ‬
‫ْموق ِفْالأنبِياءِْصلواتْاللِْ‬ ‫الجبلْالذِيْيقالْلهْجبلْالدعاءِْقالْوهو‬
‫َ‬ ‫ْو َذ َك َرْال َبن َ‬ ‫ْعلَيهم َ‬ ‫ام ُه َ‬ ‫َو َسل َ ُ‬
‫ْنح َوْهُْ‬
‫ِيج ُّى ْ‬ ‫ِ‬ ‫ن‬ ‫د‬ ‫ِ‬
‫ٌ ََ َ ٌ‬ ‫َ ٌ َ‬ ‫َ َُ َ َ‬ ‫َ‬ ‫َ ُ َ‬ ‫َ َ َّ‬
‫ْولاْضعِيفْ‬ ‫حيح‬ ‫ْولمْيَ ِردْفِيهِْحدِيثْص ِ‬ ‫َوهذاْالذِيْقالوهُْلاْأصلْله‬
‫َّ ُ َّ‬ ‫َّ َ َّ َّ ُ َ‬ ‫فَ َّ‬
‫اللْ َعليهِْ َو َسل َمْ َوه َوْ الذِيْ‬ ‫اءْ ب ِ َموق ِِفْ َر ُسو ِلْ اللِْ صليْ‬ ‫ابْ ال ِاعت ِ َن ُ‬ ‫الص َو ُ‬
‫َ‬ ‫َ ُ‬ ‫َ َّ ُ‬ ‫َ ُّ َ َ‬ ‫َخ َّص ُهْ ال ُعلَ َم ُ‬
‫حيحِ ْ ُمسل ٍِمْ‬ ‫اءْ بِالذِك ِرْ َوحثواْ عليهِْ َْوفضلوهُْ َوحدِيث ُهْ فِىْ ص ِ‬
‫َّ ُّ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ ُ‬ ‫َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ‬ ‫َ‬
‫ْعليهِْالشاف ِ ِعيْوجمِيعْأصحابِناْوغيرهمْ مِنْ‬ ‫َوغي ِره ِْكماْسبقْهكذاْنص‬
‫َ‬
‫ال ُعل َما ِْء‬

‫‪“Adapun yang terkenal pada orang-orang awam‬‬


‫‪berupa perhatian mereka untuk wuquf di atas Jabal Rahmah‬‬
‫‪yang berada di tengah padang Arafah…dan mereka‬‬
‫‪mengutamakan Jabal Rahmah daripada lokasi yang lain di‬‬
‫‪padang ArAfah, bahkan sampai sebagian mereka karena‬‬

‫‪131 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H‬‬
kebodohannya menyangka bahwa tidak sah waquf kecuali
di Jabal Rahmah, maka ini merupakan kesalahan yang jelas
dan menyelisihi sunnah. Tidak seorang ulama pun yang
dijadikan patokan menyebutkan ada keutamaan khusus naik
di atas Jabal Rahmah. Hukum wukuf Jabal Rahmah sama
dengan lokasi-lokasi yang lain di padang Arafah kecuali
lokasi wuqufnya Nabi ‫ﷺ‬.

Yang menyatakan ada keutamaan khusus hanyalah


Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thobari, ia menyatakan
disukai untuk wuquf di Jabal Rahmah. Demikian juga Al-
Maawardi dalam kitab “Al-Haawi” menyatakan disukai
untuk mencari jabal/gunung tersebut yang dikenal dengan
gunung doa. Al-Mawardi juga berkata bahwa Jabal Rahmah
adalah tempat wuqufnya para Nabi ‘alaihimus salaam. Al-
Bandanijiyu juga menyebutkan yang semisal ini

Hal-hal yang disebutkan oleh ketiga ulama ini tidak


ada asalnya, tidak ada hadits tentang hal ini baik yang
shahih maupun yang dhoif. Yang benar adalah perhatian
terhadap tempat wuqufnya Nabi ‫ﷺ‬, dan inilah yang
disebutkan secara khusus oleh para ulama dan dimotivasi
dan dinyatakan utama oleh mereka. Dan haditsnya ada di
shahih Muslim dan yang lainnya –sebagaimana telah lalu-.
Dan inilah yang telah dinyatakan oleh Asy-Syafi’i dan
seluruh para ulama syafi’iyah dan ulama yang lainnya” 32.

Ibnu Hajar Al-Haitami juga pernah berkata :

‫ َفإ َِّن ُه ب ِْد َع ٌة‬،‫ود َجب ِل الر ْح َم ِة ب َِو َس ِط َعر َف َة‬


ِ ‫و ْليح َذر ِمن صع‬
ُ ُ ْ ْ ْ َ َ
َ َّ َ

32
Lihat: Al-Majmuu’ Syarh Al-Muhadzdzab: 8/112-113, demikian juga An-Nawawi menyatakan
pernyataan yang sama dalam kitabnya Al-Iidhooh fi Manaasik Al-Hajji wa Al-‘Umroh: 282.

132 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Dan berhati-hatilah dari memanjat Jabal Rahmah
yang ada di tengah padang Arafah (untuk wukuf), karena
hal ini adalah bid’ah” 33.

Dan masih banyak lagi perkataan para ulama yang


menjelaskan akan hal tersebut, sehingga seorang jamaah
bisa bebas berdoa dan beribadah dimana saja selama dalam
bagian Arafah, tanpa harus memaksakan diri untuk menaiki
Jabal Rahmah, apalagi kalau ada anggapan yang
menyimpang seperti bisa mendatangkan jodoh,
melanggengkan rumah tangga dan semisalnya, karena itu
semua hanya diminta kepada Allah semata.

33
(lihat:Tuhfatul Muhtaaj fi Syarh Al-Minhaaj: 4/108).

133 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Wajib Haji

Wajib haji merupakan sesuatu yang mesti dilakukan, tetapi


kalau seandainya tertinggal; maka bisa diganti dengan denda,
yaitu menyembelih seekor kambing dan sejenisnya, kemudian
dibagikan kepada orang-orang fakir dan miskin yang tinggal di
tanah haram, serta tidak boleh mengambil daging denda tersebut,
yang demikian sebagaimana yang dijelaskan oleh sahabat
Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu:

َ َ َ ُ َ
‫كهِْشي ًئاْفل ُيه ِرقْد ًما‬
ِ ‫َمنْن ِس َىْمِنْن ُس‬

“Barangsiapa yang meninggalkan salah satu manasiknya;


maka hendaklah ia menyembelih ( membayar dam)” (HR. Malik,
al-Muwatta’, no: 188).

Di antara wajib-wajib haji yang mesti diketahui oleh para


jamaah haji adalah sebagai berikut:

1. Ihram dari miqat


2. Mencukur atau memendekkan rambut
3. Wukuf sampai matahari terbenam
4. Bermalam di Muzdalifah
5. Melontar jumroh aqobah pada tanggal 10 Dzulhijjah
sebelum matahari tergelincir (zawal) dan sesudahnya, dan
melontar jumroh pada hari tasyriq setelah zawal.
6. Bermalam di Mina pada hari tasyriq
7. Thawaf wada’

Pertama, Ihram dari miqat yang telah dijelaskan


sebelumnya yang tidak boleh bagi seorang yang berhaji kecuali
dalam keadaan memakai pakaian ihram, kalau tidak maka akan
membayar fidyah.

Tentunya itu bagi mereka yang melakukan haji qiran dan


haji ifrad, tetapi bagi yang melakukan haji tamattu; yang
134 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
sebelumnya mereka sudah kembali memakai pakaian biasa
(karena sudah halal) dan menetap di Makkah, maka ihram mereka
dari tempat mereka menetap dan menginap, sehingga pada
tanggal 8 Dzulhijjah mereka kembali berniat ihram dari tempat
tinggal dan tidak lagi melakukan larangan-larangan ihram.

Kedua, Mencukur atau memendekkan rambut, bagi


jamaah yang melakukan haji tamattu’ dianjurkan untuk
memendekkan rambut di awal kedatangan (ketika umroh) agar
nanti mereka bisa mencukurnya ketika selesai tahallul awal dalam
haji.

Hal-hal yang berkaitan dengan memendekkan dan


mencukur rambut telah dijelaskan sebelumnya ketika membahas
tentang wajib-wajib umroh.

Ketiga, Wukuf di padang arafah hingga matahari


terbenam

Sudah kita bahas bahwa wukuf adalah rukun yang tidak


boleh ditinggalkan, apabila ada jamaah yang tidak ikut wukuf
sampai fajar tanggal 10 Dzulhijjah, maka dia tidak lagi
mendapatkan haji dan wajib baginya untuk mengulang ibadah
haji tersebut.

Sedangkan wukuf di padang arafah sampai matahari


terbenam itu merupakan kewajiban yang semestinya dilakukan
oleh para jamaah haji, karena wukuf di mulai setelah matahari
tergelincir (zawal) dan berakhir ketika matahari terbenam,
sebagaimana hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan
awal dimulainya wukuf:

135 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ ُ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ
ْ‫ْفوجدْالقبةْقدْض ِربت‬.‫فأجازْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْحتىْأتىْعرف ْة‬
َ َ ‫ْفَ َأت‬.ْ‫ْفَ ُرحِلَتْل َ ُه‬.‫ْالشم ُسْأَ َم َرْبال َقص َوا ِْء‬
َْ‫ىْبطن‬ َّ
‫ت‬
َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ
ِ ‫ْحتىْإِذاْزاغ‬.‫ْفنزلْبِها‬.‫لهْبِن ِمرْة‬
ِ
‫ال َوادِي‬

“Tetapi ternyata beliau melewatinya saja dan terus menuju


Arafah. Sampai di Namirah, beliau menemukan tenda telah
didirikan, maka beliau pun beristirahat di situ. Ketika matahari
telah condong ke barat, beliau meminta untuk didatangkan al-
Qaṣwa. Lalu beliau menaikinya dan dituntun menuju lembah”
(HR. Muslim, no: 1218).

Dan akhir waktu wukuf Nabi ‫ ﷺ‬itu ketika matahri terbenam,


ini juga berdasarkan hadits yang dibawakan Jabir Radhiyallahu
‘anhu:
َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ ُ َ ُّ َّ َ َ َ َ َ َّ ُ َ َّ َ َّ ُ
َّْ‫ْ ُثم‬.‫اْشي ًئا‬‫ْولمْيص ِلْبينهم‬.‫ْثمْأقامْفصليْالعص ْر‬.‫ْثمْأقامْفصليْالظه ْر‬.‫ن‬
ْ ‫ثمْأذ‬
َ َ ََ
ْ‫ْحتىْأتىْالموق ِف‬.‫َرك َِبْرسولْاللْصليْاللْعليهْوسلم‬

“Kemudian berkumandang adzan dan terus iqamat, dan


Rasulullah ‫ ﷺ‬shalat dzuhur, kemudian iqamat lagi dan
beliau shalat Ashar tanpa shalat sunnah di antara keduanya.
Setelah itu, beliau meneruskan perjalanan menuju tempat
wukuf.” (HR. Muslim, no: 1218).

Berdiamnya Nabi ‫ ﷺ‬sampai matahari terbenam


menunjukkan bahwa itu adalah kewajiban, padahal bisa saja
Nabi memerintahkan sahabatnya untuk bertolak di siang hari
menuju Muzdalifah, dan itu lebih mudah, namun Nabi tidak
melakukannya, ini menunjukkan akan kewajiban meninggalkan
Arafah ketika matahari terbenam.

136 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Keempat, Bermalam di Muzdalifah adalah di antara
kewajiban haji yang lain, Muzdalifah adalah tempat antara
Arafah dan Mina. Dan Muzdalifah diambil dari kata ‫َز َل َف‬
“Zalafa” yang maknanya kembali, yang juga berarti dekat,
Muzdalifah dinamakan dengan Muzdalifah karena para jamaah
haji jika tiba di Muzdalifah sudah mendekati Mina, atau karena
Muzdalifah adalah tempat berkumpulnya para jamaah haji.

Allah ‫ ﷻ‬menamakan Muzdalifah juga dengan al-Masy’ar al-


Harom, sebagaimana firman Allah:

َ َ ُ ُ ُ ۡ َ َ َۡ َ ۡ َ ۡ َ َ َّ ُ ُ ۡ َ َََ ۡ ُ ۡ ََ َٓ َ
ْ‫تْ فٱذكرواْ ٱللْ عِندْ ٱلمشع ِرْ ٱلحر ِامْ وٱذكروهْ كما‬ ٖ ‫ﵟفإِذاْ أفضتمْ مِنْ عرف‬
َّ َ َ ۡ َ
َ ‫ْٱلضآل‬ ُ َ ۡ ُ َ َ
ُ ‫ِإنْك‬
‫ْﵞ‬١٩٨ْ‫ِين‬ ‫نتمْمِنْقبلِهِۦْل ِمن‬ ‫هدىكمْو‬

“Maka apabila kamu telah bertolak dari Arafah,


berdzikirlah kepada Allah di Masy’aril haram. Dan berdzikirlah
(dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya
kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasuk orang-orang yang sesat” (QS. Al-Baqoroh: 198).

Kebanyakan para ulama menyebutkan bahwa al-masy’ar al-


haram itu adalah Muzdalifah34.

Nabi ‫ ﷺ‬juga menamakan Muzdalifah dengan kata “jam’un”


‫ج ْم ٌع‬,
َ yang artinya mengumpulkan, yang demikian karena para
jamaah akan menjamak sholat Maghrib dan Isya’ di sana, Nabi ‫ﷺ‬
menyebutkan dalam hadits yang dibawakan oleh sahabat Jabir
Radhiyallahu ‘anhu:

ٌ َ َ ُّ ُ ٌ َ َ َ ُ َ ُ َ َ َ
ْ ‫ْوجمعْكلهاْموق‬،‫ووقفتْهاهنا‬
‫ِف‬

34
Lihat: Tafsir at-Thabari: 3/515.

137 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Aku wuquf (berdiam diri) di sini (salah satu tempat di
Muzdalifah) dan Jam’un (yaitu Muzdalifah) seluruhnya adalah
tempat wuquf” (HR. Muslim, no: 1218).

Sehingga bagi jamaah haji di sunnahkan menjama’ ta’khir


shalat Magrib dan Isya’ dengan satu adzan dan dua iqamah,
namun kalau terlambat sampai ke sana karena macet dan situasi
yang lain yang bisa menyebabkan waktu shalat habis, maka boleh
shalat di mana saja, namun sebaliknya, apabila cepat sampainya
di Muzdalifah; maka boleh jama’ taqdim.

Kemudian para jamaah bermalam serta beristirahat di


Muzdalifah tanpa beribadah, karena sunnahnya pada malam itu
adalah istirahat untuk persiapan ibadah hari Nahr (10 Dzulhijjah)
yang sarat dengan rangkaian ibadah, sahabat Jabir menyebutkan
tentang Nabi ‫ﷺ‬:
َ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ
ْ‫ىْطل َع‬ ‫ْر ُسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْحت‬ ‫ْث َّمْاضطجع‬،ْ‫َولمْي ُ َسبِحْبَي َن ُه َماْشي ًئا‬
َ
‫الفج ُْر‬

“Nabi ‫ ﷺ‬sama sekali tidak shalat sunnah apapun antara


sholat Maghrib dan Isya’, kemudian Nabi ‫ ﷺ‬berbaring hingga
terbit fajar”. (HR. Muslim, no: 1218).

Kewajiban bermalam di Muzdalifah juga diambil dari


keringanan yang diberikan Nabi ‫ ﷺ‬kepada kaum wanita, anak-
anak dan mereka yang tua atau lemah dan tidak sanggup
bermalam di sana, dan tidaklah Nabi mengizinkan yang demikian
melainkan hukum asal bermalam di Muzdalifah adalah wajib.

Sebagaimana yang dibawakan oleh Abdullah Maula


Asmaa’ binti Abi Bakar Radhiyallahu ‘anhu bahwa ia berkata:
َّ َ َ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ ‫َ َ ُ َ َى‬ َ َ
ْ‫ْْفصلت‬،‫ْْلا‬:‫ت‬ ْ ‫ْْو ِه ْ عِندْ دارِْ المزدل ِفةِْ هلْ غابْ القم ْر؟ْْقل‬:‫اء‬
ْ ‫قالتْ لِىْ أسم‬
ََ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ َ َ ُ ًَ َ
ْ‫ْفارتحل َنا‬،‫ْار َحلْبِى‬:ْ‫ْقالت‬،ْ‫ْن َعم‬:‫ت‬
ْ ‫ْياْبنىْهلْغابْالقم ْر؟ْقل‬:ْ‫ْث َّمْقالت‬،‫اع ْة‬ ‫س‬
138 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ َّ ُ َ َ َ َ ‫َح َّت‬
ْ:ْ‫ْقالت‬،‫ْأيْهنتاهْلقدْغلسنا‬:‫ْفقلتْلها‬،‫ْصلتْفِىْمن ِزل ِها‬ ‫ْثم‬،‫تْالجمرْة‬ ِ ‫ىْر َم‬
ُ ُّ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َ َّ َّ َّ َّ َ ُ َ َّ َ
»‫ن‬ِْ ‫ِلظع‬
ْ ‫ِنْل‬
ْ ‫اللْعلي ْهِْوسل ْمْأذ‬
ْ ْ‫نْالن ِْب ْىْصلي‬
ْ ِ ‫ْ«إ‬،‫ْأيْبن ْى‬،‫كلا‬

“Asma’ berkata kepadaku -tatkala ia sedang berada di


Muzdalifah- “Apakah rembulan telah tenggelam?”. Aku berkata,
“Belum”. Maka Asmaa’ pun sholat beberapa waktu, lalu
bertanya lagi, “Wahai anakku, apakah rembulan telah
tenggelam?”. Aku berkata, “Iya”. Maka ia berkata, “Mari kita
berangkat (menuju Mina)”. Maka kamipun berangkat hingga
kami melempar jumroh. Lalu ia shalat di rumahnya. Maka aku
berkata kepadanya, “Kita terlalu cepat (masih remang-
remang)”. Ia berkata, “Tidak (kecepatan) wahai anakku, karena
sesungguhnya Nabi ‫ﷺ‬mengizinkan bagi wanita (untuk keluar
dari Muzdalifah sebelum subuh)” (HR. Bukhari, no: 1679 dan
Muslim, no: 1291).

Sehingga anak-anak, orang tua, orang sakit atau mereka


yang lemah di qiyaskan kepada para wanita yang telah diizinkan
oleh Nabi ‫ﷺ‬.

Kelima, Melontar jumrot aqobah pada tanggal 10


Dzulhijjah sebelum matahari tergelincir (zawal) dan sesudahnya
merupakan kewajiban haji, demikian juga halnya melontar
jumroh pada hari-hari tasyriq dilakukan setelah matahari
tergelincir, sebagaimana dalam sebuah riwayat yang dibawakan
oleh sahabat Jabir bin Abdillah Radhiyallahu ‘anhu:
َ َ ُ َ َّ َ َ ً ُ َّ ْ ‫ِْو َس َّل َمْالجَم َرةَ ْيَو َم‬
َ ‫ْعلَيه‬ ُ َّ َّ ‫ِْصل‬
َ ‫يْالل‬ َ ‫ْالل‬َّ ُ ُ َ َ َ
ْ‫ ْفإِذا‬،‫ وأماْبع ْد‬،‫النح ِر ْضحى‬ ‫رميْرسول‬
َّ َ
ِ ‫َزال‬
ْْ‫تْالشم ُس‬

“Rasulullah ‫ ﷺ‬melontar jumroh pada hari Nahr (10


Dzulhijjah) di waktu Dhuha; dan sesudah itu (yaitu tanggal 11,
12 dan 13) sesudah matahari tergelincir” (HR. Bukhari, no: 133,
Muslim, no: 1299).

139 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Demikian juga dalam riwayat yang dibawakan oleh sahabat
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma:
َّ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َّ ُ
‫ْر َمي َنا‬
َ ‫ْالشم ُس‬ ‫ت‬
ِ ‫كناْنتحينْفإِذاْزال‬

“Kami dahulu menunggu-nunggu waktu dzuhur


(tergelincirnya matahari dari tengah langit), jika telah tiba waktu
dzuhur maka kamipun melempar” (HR Bukhari, no: 1659)

Beliau (Ibnu Umar) Radhiyallahu ‘anhuma juga berkata :

ُ َّ َ ُ َ َّ َ َ َ َّ ِ َّ َ َ
ُ ‫لاْتُر َميْالج َم‬
ْ ‫ْحتىْتزولْالشم‬،ِ‫ارْفِىْالأيامْالثلاثة‬
‫س‬ ِ

“Tidaklah dilempar jumrot di tiga hari tasyriq hingga


matahari sudah tergelincir” (HR. Malik, no: 1536).

Dan juga yang menunjukkan akan kewajiban melontar pada


waktu-waktu yang telah ditentukan bahwa Nabi tidak
memberikan keringanan kepada seorang pun dari para sahabat
yang berhaji bersamanya melainkan melontar pada waktu
tersebut, padahal disana ada orang tua, orang sakit, dan anak-anak
untuk melontar di waktu pagi sebelum dzuhur.

Itu berbeda dengan Nabi memberi keringanan kepada


orang-orang lemah untuk melempar jumroh ‘aqobah pada hari
Nahr setelah lewat tengah malam. Tentu Nabi ‫ ﷺ‬menginginkan
kemudahan bagi umatnya, dan tidak diragukan bahwa waktu pagi
tentu lebih dingin dan mudah. Namun Nabi tetap menunda waktu
melempar hingga panas terik tatkala tiba waktu Dzuhur.

Permasalahan yang biasa dihadapi oleh jamaah haji adalah


masalah melontar pada hari tasyriq, sedangkan pada hari Nahr
banyak kelonggaran dalam waktu, namun hari tasyriq Nabi ‫ﷺ‬
tidaklah melontar kecuali menunggu matahari tergelincir.

140 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Sehingga jumhur para ulama berpendapat bahwa yang
melontar sebelum zawal termasuk melontar yang tidak sah,
berdasarkan dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas.

Kemudian di antara solusi yang diberikan kepada para


jamaah dalam perkara melontar adalah dengan menjama’nya,
baik jama’ taqdim dan jama’ ta’khir, dan itu juga merupakan
solusi yang disebutkan oleh para ulama, salah satunya riwayat
yang dibawakan oleh Imam Malik Rahimahullah dalam al-
Muwattho’ riwayat Abu Mushab az-Zuhri datang dalam lafal
berikut :

َّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ
ْ،‫ونْيو ْمْالنح ِْر‬
ْ ‫أنْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْأرخصْ ل ِِرعاءِْ ال ِإب ِ ِل ْ… ْيرم‬
َ ُ َ َّ ُ
َّ ‫ونْيَو َم‬ َ َ َ ُ َ َّ ُ
‫ْالنف ِْر‬ ‫ْثمْيرم‬،‫ن‬ ِْ ‫ َْومِن َْبعدِْالغدِْل َِيو َمي‬،‫ونْالغ َْد‬
ْ ‫ث ْمْيرم‬

“Bahwasanya Rasulullah ‫ ﷺ‬memberi keringangan kepada


para penggembala onta….untuk melempar pada hari Nahr lalu
melempar untuk hari besoknya (tanggal 11) dan hari berikutnya
lagi (untuk hari 12 Dzulhijjah) untuk dua hari, lalu melempar
pada hari nafar (tanggal 13 Dzulhijjah)” (HR. Malik di al-
Mattho’ riwayat Abu Mushab Az-Zuhri no: 1425).

Al-Imam Malik tatkala meriwayatkan hadits ini beliau


berkata:

َْ‫ضىْال َيو ُْمْالَّذِيْيَليْيَو ْم‬ َ َ َ َّ َ َ َ ُ َ ُ َّ َ َ‫ِيرْذلكْالح‬ ُ ‫َو َتفس‬


ِ ‫م‬ ْ ‫ا‬‫ذ‬ ‫وإ‬
ِ ِْ ، ْ
‫ر‬ ‫ح‬ ‫الن‬ْ‫م‬ْ ‫و‬ ‫ي‬ْ ْ
‫ون‬ ‫م‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ْ ‫م‬
ْ ‫ه‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ْ … ْ ‫ِيث‬
ِ ‫د‬
َّْ‫ْْ ُث ْم‬،‫ضى‬ َ َ َّ َ ُ َ َّ َ َّ ْْ‫ِكْْيَو ُْم‬ َ َ َ َ
ِ َ
‫ونْْل ِليو ْمْْالذِيْْم‬ ْ ‫ْْيرم‬،‫النف ِْرْْالأو ِْل‬ ْ ‫ْْ َوذل‬،‫ِنْْالغ ِْد‬ ْ ‫ْْ َر َمواْْم‬،‫النح ِْر‬
َّ
َْ‫اْو َجب‬ َ ‫ْفَإ َذ‬،ِ‫ْعلَي ْه‬ َ ‫ب‬ َ َّ َ ً َ ٌ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َ
ِ
َ ‫ىْيج‬
ِ ‫ضىْأحدْشيئاْحت‬ ِ ‫لاْيق‬ َ ْ ْ‫ْوذلكْلأن ْه‬،‫ِك‬ ْ ‫ونْل َِيو ِم ِه ْمْذل‬ْ ‫يَر ُم‬
َ ُ ََ ََ ُ َّ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ ََ
ْ‫ْوِإن‬،ْ‫ْوإِنْنفرواْيومْالنفرْالأولْفقدْفرغوا‬،‫ِك‬ ْ ‫عليهِْومضىْكانْالقضاءْبعدْذل‬
ُ ََ َّ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ ُ ََ
‫ْثمْنفروْا‬،‫اسْيومْالنف ِرْالآخ ِِْر‬ ِ ‫ْرمواْمعْالن‬،‫أقامواْإِلىْالغ ِْد‬

141 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Dan tafsir hadits ini…bahwasanya mereka (para
penggembala onta) melempar pada hari Nahr (tanggal 10), dan
jika telah berlalu hari setelahnya (berlalu hari 11 Dzulhijjah)
maka mereka melempar pada hari berikutnya yaitu hari nafar
awal (tanggal 12 Dzulhijjah), mereka melempar untuk hari
sebelumnya (hari 11) lalu mereka melempar untuk hari mereka
itu (hari 12). Hal ini (yaitu harus jamak ta’khir) karena tidak
boleh seseorang mengqodho’ sesuatu hingga wajib terlebih
dahulu atasnya. Jika telah tetap kewajiban atsanya dan telah
lewat maka qodho’ dilakukan setelah itu. Jika mereka mengambil
nafar awal maka mereka telah selesai. Dan jika mereka menetap
hingga esok maka mereka melempar lagi bersama jamaah haji
yang lain untuk nafar tsani lalu mereka pergi meninggalkan
Mina” (Al-Muwattho’: 1/548).

Dan ini juga selaras dengan riwayat yang dibawakan oleh


‘Adiy Radhiyallahu ‘anhu:

َ‫واْرم َيْيَو َمينْ…ْ َفيَر ُمونَ ُْهْفىْأَ َح ِدهِما‬ َ َّ ُ


َ ‫ْيج َم ُع‬ ‫ثم‬
ِ ِ

“…Lalu menggabungkan lontaran 2 hari … maka mereka


melempar di salah satu dari dua hari tersebut” (HR. Tirmidzi,
no: 955, Ibnu Majah, no: 3037 dan Ahmad, no: 23775 dan 23776).

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan bagi jamaah yang


melontar jumroh, baik pada hari Nahr ataupun pada hari-hari
tasyriq:

• Jumroh itu ada tiga:

1- Jumroh sughro, yaitu jumroh kecil yang paling dekat


dengan Mina, apabila seseorang dari Mina menuju
Makkah, maka jumroh inilah yang akan dia jumpai
pertama kalinya.

142 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
2- Jumroh wustho, yaitu jumroh yang berada di tengah
jumroh sughro dan kubro.

3- Jumroh kubro, atau yang lebih dikenal dengan jumroh


aqabah, yang lokasinya paling dekat dengan Makkah,
jumroh inilah yang dilontar pada hari Nahr.

• Telah disebutkan sebelumnya bahwa melontar jumroh pada


hari Nahr (10 Dzulhijjah) dan hari-hari tasyriq (11, 12 dan
13 Dzulhijjah) adalah wajib haji.

• Batu yang dijadikan untuk melempar jumroh boleh diambil


di mana saja, baik di Mina, Muzdalifah ataupun Arafah dan
Makkah, jumlah yang harus dicari adalah empat puluh
sembilan (49) buah batu bagi yang mengambil nafar awwal,
dan tujuh puluh (70) bagi yang mengambil nafar tsani.

Dalam mengambil kerikil untuk melontar diberikan


kebebasan, baik dia yang mencari sendiri atau dicarikan
untuknya atau dia membelinya, boleh juga mencari jumlah
kerikil sesuai jumlah lontaran setiap harinya atau
dikumpulkan sekaligus untuk semuanya, maka itu
dikembalikan kepada jamaah haji sesuai dengan
kemudahan yang dia miliki.

• Hendaklah memastikan bahwa yang diambil itu adalah batu


kerikil, bukan yang lainnya, dan memastikan bahwa batu
yang dilempar telah masuk ke sumur lemparan tersebut,
walaupun tidak mengenai tiangnya.

• Kerikil yang digunakan untuk melempar ukurannya sedang,


tidak terlalu kecil dan tidak juga terlalu besar, sebagimana
riwayat yang dibawakan oleh sahabat Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu ‘anhu:

143 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ ٌ ُ َ َ َّ َ ُ َّ ُ َ َ
ْ‫ْْ َوه َوْ َواق ِفْ عَلى‬،ِ‫اللْ َعليهِْ َو َسل َمْ غ َداةَْ ال َعق َبة‬ ْ‫قالْ لِىْ َر ُسولْ اللِْ َصلي‬
َ َ َّ ُ َ َ َ ُ َ ُ َََ ُ َ َ
ْ،‫ف‬ َ
ْ ِ ‫نْْحصىْْالخذ‬ ْ ‫اتْْه‬ ْ ٍ ‫تْْل ْهْْحصي‬ ْ ‫طْْلِىْْ”ْْفلقط‬ْ ‫اتْْالق‬ِْ ‫ْْ”ْْه‬:ِ‫َراحِلت ِ ْه‬
َََ َ ََ َ َّ َ ََُ َ َ َ ََ َ َ
َْ‫ار‬ َ
ْ ‫ال ْبِي ِد ْه ِْ– ْفأش‬ ْ ‫ ْو ق‬، ‫ن‬ ِ ْ ‫ ْفق‬،ِ ‫ن ْفِى ْيَ ِد ْه‬
ِْ ‫ ْ” ْبِأمثا ِْل ْهؤلا ْء ْ” ْمرتي‬:‫ال‬ َّْ ‫ف َوض َع ُه‬
ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ ُ ُ َ ُ َّ َ ََ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ
ْ‫ان ْقبلك ْم‬ ْ ‫ن ْك‬ ْ ‫ك ْم‬ ْ ‫ ْفإِنما ْهل‬،‫ ْ” ْإِياكمْ ْوالغل ْو‬:‫ال‬ ْ ‫يحيى ْأن ْه ْرفعها ْ– ْوق‬
ُُ
ِْ ‫الد‬
‫ين‬ ِْ ْ‫بِالغل ْوِْفِى‬

“Rasulullah ‫ ﷺ‬berkata kepadaku di pagi hari


melempar jumroh aqabah, sementara beliau menunggangi
onta beliau, “Carikan buatku (kerikil)”. Maka akupun
mengambil untuk beliau kerikil-kerikil yaitu kerikil ukurang
untuk mengutik, lalu beliau meletakkan kerikil-kerikil
tersebut di tangan beliau lalu beliau berkata sebanyak dua
kali, “Seperti (ukuran) kerikil-kerikil inilah (kalian
melempar)”. Dan beliau berkata -dengan mengangkat
tangannya-, “Waspadalah kalian dari sikap berlebih-
lebihan dalam agama. Karena sesungguhnya umat sebelum
kalian dibinasakan oleh sikap berlebihan dalam agama”
(HR Ibnu Majah, no: 3029 dan Ahmad, no: 1851 dan 3248).

• Waktu melempar pada tanggal 10 Dzulhijjah dimuali di


waktu dhuha, kecuali bagi yang sakit, wanita dan anak-
anak; maka boleh sebelumnya, dan berakhir sebelum subuh
pada hari berikutnya, sebingga melontar pada hari Nahr ini
waktunya lebih luas dibanding hari-hari tasyriq, dan bagi
jamaah silahkan mencari waktu yang mudah baginya untuk
melontar.

Sedangkan melontar pada hari-hari tasyriq waktunya


dimulai setelah matahari tergelincir (zawal), sampai
sebelum subuh pada hari berikutnya, kecuali lontaran hari
terakhir (baik yang nafar awal atau nafar tsani), maka waktu
terakhir melontar adalah sebelum matahari terbenam,
namun bagi yang terlambat dan melontar setelah matahari
terbenam di hari terakhirnya maka:
144 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
1. Bagi yang ingin nafar awal harus menjadikan nafar tsani
dan kembali menginap di Mina.

2. Bagi yang nafar tsani, namun terlambat melontar sampai


setelah matahri terbenam maka dia terkena denda atau
fidyah.

• Hendaklah melempar dengan menggunakan tangan kanan,


dan setiap melempar dianjurkan untuk mengucapkan
kalimat takbir.

• Ketika melontar jumroh maka harus tertib, dimulai dari


jumroh sughro, kemudian wustho dan berakhir di jumroh
aqabah atau kubro.

• Setelah melontar jumroh dianjurkan untuk berdoa kepada


Allah ‫ﷻ‬, kecuali setelah melontar jumroh aqobah, maka
tidak lagi berdoa, berarti jamaah berdoa setelah melontar
jumroh sughro dan setelah melontar jumroh wustho,
sebagaimana hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu
‘anhuma:

‫الج ْمر َة الَّ ِتي َت ِلي َم ْس ِج َد‬ َ ‫اهلل َع َل ْي ِه َو َس َّل َم َك‬


‫ان ِإ َذا َر َمى‬ ِ َّ ‫ول‬ َ ‫أَ َّن َر ُس‬
َ َ ُ ‫اهلل َص َّلى‬
،‫ ثُم َت َق َّد َم أَ َم َام َها‬،‫ ُي َك ِبر ُك َّل َما َر َمى ب َِح َص ٍاة‬،‫ات‬ ٍ ‫ِمنى ير ِميها بِسب ِع حصي‬
َّ ُ َ َ َ ْ َ َ َْ
‫ ثُم َي ْأ ِتي‬،‫وف‬ َ ‫الو ُق‬ُ ‫يل‬
ُ ‫ان ُي ِط‬
َ ‫ َو َك‬،‫ َر ِافعا َي َد ْي ِه َي ْد ُعو‬،‫القب َل ِة‬ِ ‫َفو َق َف مست ْقب َِل‬
َ ُْ َ
َّ ْ
‫ ثُم َي ْن َح ِد ُر‬،‫ ُي َك ِبر ُك َّل َما َر َمى ب َِح َص ٍاة‬،‫ات‬ ٍ ‫ َفير ِميها بِسب ِع حصي‬،‫الجمر َة الثَّ ِاني َة‬
َّ ُ َ َ َ ْ َ َ َْ َ َ ْ َ
‫ ثُم‬،‫القب َل ِة َر ِافعا َي َد ْي ِه َي ْد ُعو‬ ِ ‫ في ِقف مستقبِل‬،‫ ِمما ي ِلي الو ِادي‬، ِ‫ات اليسار‬
َ َ َ ‫َذ‬
َّ ْ َ َْ ْ ُ ُ ََ َ َ َ َّ
‫ ُي َك ِبر ِع ْن َد ُك ِل‬،‫ات‬ ٍ ‫ َفير ِميها بِسب ِع حصي‬،‫ي ْأ ِتي الجمر َة الَّ ِتي ِع ْن َد الع َقب ِة‬
ُ َ َ َ ْ َ َ َْ َ َ َ ْ َ َ
‫ ثُم َي ْن َصرِ ُف َوَلَ َي ِق ُف ِع ْن َد َها‬،‫َح َص ٍاة‬
َّ
“Rasulullah ‫ ﷺ‬biasanya ketika melempar jumroh
yang berdekatan dengan masjid Mina, beliau melemparnya
dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir pada setiap
145 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
lemparan lalu berdiri di depannya menghadap kiblat,
berdoa sambil mengangkat kedua tanganya. Berdiri di situ
lama sekali. Kemudian mendatangi jumroh yang kedua,
lalu melamparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir
setiap lemparan, lalu menepi ke sisi kiri Al Wadi. Beliau
berdiri mengahadap kiblat, berdoa sambil mengangkat
kedua tangannya. Kemudian beliau mendatangi Jumroh
Aqabah, beliau melemparnya dengan tujuh batu kecil.
Beliau bertakbir setiap lemparan, lalu pergi dan tidak
berhenti di situ” (HR. Bukhari, no: 1666).

• Jika seseorang tidak mampu untuk melempar jumroh karena


sakit atau udzur yang sulit diharapkan hilangnya hingga
akhir waktu melempar, maka boleh baginya untuk
mewakilkan lemparannya, namun wakil tersebut sudah
terlebih dahulu melempar untuk dirinya.

Sebagaimana hadits Jabir Radhiyallahu ‘anhu:

ِ ‫النساء و‬
،‫الصبيا ُن‬ ِ ‫ ومعنا‬،‫اهلل ص َّلى اهلل علي ِه وسلم‬ ِ ‫ول‬ ِ ‫حجج َنا مع رس‬
َ ْ َ ُ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َ ُ َ َ َ ْ َ َ
ِ ‫َف َلبي َنا ع ِن‬
ِ ‫الصبي‬
‫ َو َر َمي َنا َع ْن ُهم‬،‫ان‬
ْ ْ َْ َ ْ َّ

“Kami berhaji bersama Rasulullah ‫ﷺ‬, bersama kami


ada para wanita dan anak-anak. Maka kamipun bertalbiah
atas nama anak-anak, dan kami melemparkan (jumroh)
untuk anak-anak” (HR. Ahmad, no: 14370).

• Bagi yang memiliki uzur, maka boleh baginya untuk


menjama’ (menggabungkan) melempar jumroh, seperti
digabungkan antara tanggal 11 dan 12 Dzulhijjah, baik
dilakukan pada tanggal 11 atau tanggal 12 nya,
sebagaimana penjelasan sebelumnya.

146 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
• Asal sejarah dan cerita melontar jumroh adalah kisah yang
terjadi kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, sebagaimana
riwayat yang dibawakan oleh Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma:

‫الشي َطا ُن ِع ْن َد َج ْمر ِة ا ْل َع َقب ِة‬ ‫اسك عرض له‬ ِ ‫اهيم خ ِليل‬
ِ ‫اهلل المن‬ ِ ‫«لما أَتى إِبر‬
َ َ ْ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ ْ َّ ُ َ ُ َ ْ َ َّ َ
‫ ثُم َعر َض َل ُه ِع ْن َد ا ْل َج ْمر ِة‬،‫اخ ِفي ْاْلَ ْر ِض‬ َ ٍ ‫َفرماه بِسب ِع حصي‬
‫ات َح َّتى َس‬
َ َ َّ َ َ َ ْ َ ُ ََ
‫ ثُم َعر َض َل ُه ِع ْن ِد‬،‫اخ ِفي ْاْلَ ْر ِض‬ َ ‫ات َح َّتى َس‬ٍ ‫الث ِاني ِة َفرماه بِسب ِع حصي‬
َ َّ َ َ َ ْ َ ُ َ َ َ َّ
»‫اخ ِفي ْاْلَ ْر ِض‬ َ ‫ات َح َّتى َس‬ ٍ ‫الث ِال َث ِة َفرماه بِسب ِع حصي‬
َّ ‫ا ْل َج ْم َر ِة‬
َ َ َ ْ َ ُ ََ
“Ketika Ibrahim kekasih Allah mendatangi manasik
maka setan muncul menghadangnya/ menggodanya di
jumroh aqabah, maka Ibrahim pun melemparnya dengan
tujuh kerikil hingga setan pun tenggelam ke bumi. Lalu
setan pun menggodanya di jumroh yang kedua maka
Ibrahim pun melemparnya dengan tujuh kerikil hingga
hilang di telan bumi, lalu setan muncul dan menggoda
beliau di jumroh yang ketiga, maka Ibrahim pun
melemparnya dengan tujuh kerikil hingga menghilang di
telan bumi”.

Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu berkata :

َ ُ َّ َ ُ َ َ َّ َ ُ ُ َ َ َ َّ
ْ ‫الشيطانْترجمونْومِلةْأبِيكمْتتبِع‬
‫ون‬

“Kalian melempar setan dan kalian mengikuti agama ayah


kalian (Ibrahim ‘alaihis salam)”

Imam Al-Ghozali berkata:

“Adapun melempar jumroh maka jadikanlah tujuannya


adalah untuk tunduk kepada perintah Allah dengan
menampakan penghambaan diri kepadaNya, yaitu dengan
semangat bangkit menjalankan perintahnya meskipun tidak
147 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
memahami dan tidak ada keuntungan bagi jiwa. Lalu
niatkan untuk meniru Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dimana
beliau digoda oleh Iblis -yang dilaknat oleh Allah- di lokasi
tersebut untuk memasukan syubhat kepada beliau atau
untuk menjerumuskan beliau dalam kemaksiatan. Maka
Allah memerintah beliau untuk melemparnya dengan batu
untuk mengusirnya dan memutuskan harapannya.

Jika terbetik dalam benakmu bahwasanya setan memang


menggoda Ibrahim dan disaksikan oleh Ibrahim maka
Ibrahim pun melemparnya, adapun aku maka setan tidak
muncul menggodaku, maka ketahuilah bahwa pikiran ini
dari setan, dialah yang telah melemparkan pemikiran itu
kepada hatimu agar engkau jadi malas melempar, dan ia
mengkhayalkan kepadamu bahwa melempar jumroh adalah
perbuatan yang tidak ada faidahnya dan hanya mirip dengan
permainan belaka, maka cueklah darinya dan buanglah
pemikiran tersebut dari dirimu dengan serius dan
semangatlah dalam melempar sehingga menjengkelkan
setan.

Ketahulilah sesungguhnya engkau meskipun secara dzhohir


sedang melempar kerikil ke jumroh namun pada hakikatnya
engkau sedang melempar wajah setan, dan engkau
mematahkan pundaknya. Karena tidaklah menjadikan setan
jengkel kecuali jika engkau menjalankan perintah Allah
sebagai bentuk pengagungan kepada Allah dengan
menjalankan perintahNya meskipun tidak ada manfaat bagi
jiwa dan tidak bisa dipahami” 35.

Syaikh Asy-Syinqithi juga berkata:

“Seakan-akan melempar jumroh merupakan lambang dan


isyarat permusuhan kepada setan yang Allah telah

35
(lihat: Ihyaa’ uluum ad-Diin: 1/270).

148 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
memerintahkan kita untuk memusuhinya dalam firman-Nya
:
َّ َ ٌّ ُ َ ُ َ َ َ َّ َّ
َ ُ‫اتخ ُذوه‬
ًّ‫ْع ُدوا‬ ِ ‫إِنْالشيطانْلكمْعدوْف‬

“Sesungguhnya setan adalah musuh kalian, maka


jadikanlah ia sebagai musuh” (QS Fathir: 6), dan juga
dalam firman-Nya -yang mengingkari orang-orang yang
berwala kepada setan-

ِ ‫أَ َفتت ِخ ُذو َنه و ُذ ِريته أَو ِلياء ِمن د‬


‫وني َو ُهم َل ُكم َع ُدو‬
ْ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ َ َّ َ ُ َّ َ

“Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya


sebagai pemimpin selain daripada-Ku, sedang mereka
adalah musuhmu?” (QS al-Kahfi: 50). Dan sebagaimana
diketahui bahwasanya melempar dengan batu termasuk
bentuk yang paling besar yang menunjukan akan
permusuhan” 36.

36
Lihat: Adwaaul Bayaan: 4/479-480.

149 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
AMALAN DI HARI NAHR (10 DZULHIJJAH)

Disebut dengan hari Nahr yang berarti menyembelih,


karena itu merupakan di antara bentuk amalan haji yang paling
mulia, sehingga dinisbatkan kepada amalan tersebut. Ada
beberapa hal yang dilakukan jamaah ketika bertepatan dengan
hari Nahr:

• Ada empat amalan yang akan dilakukan para jamaah pada


hari ini:

1- Melontar jumroh aqobah.

2- Menyembelih hadyu/dam bagi yang melaksanakan haji


tamattu’ dan qiran saja.

3- Mencukur rambut atau memendekkannya.

4- Thawaf ifadah dan dilanjutkan dengan sa’i bagi yang


melaksanakan haji tamattu’, namun yang melaksanakan
haji qiran atau ifrad kalau seandainya di awal kedatangan
mereka telah melakukan sa’i, maka di saat thawaf ifadah
tidak ada lagi kewajiban sa’i.

Inilah yang dilakukan Nabi ‫ ﷺ‬ketika hari Nahr, Nabi


melontar jumroh, menyembelih hadyu, mencukur
kemudian melakukan thawaf ifadah (thawaf ziarah).

• Kalau ada jamaah yang melakukan amalan-amalan hari


Nahr namun tidak sesuai dengan urutan yang dilakukan
Nabi ‫ ;ﷺ‬maka yang demikian tidak mengapa, karena Nabi
tidak ditanya pada hari itu tentang urutan amalan kecuali
menjawab: lakukanlah dan tidak mengapa, sebagaimana
hadits yang dibawakan sahabat Abdullah bin Amr

150 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َّ ً ِ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ
ِ ‫أنْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْوقفْفِىْحجةِْالوداعْ ب ِ ِمنىْ ل ِلن‬
ْ‫اس‬
َ َ ََ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ ََ ٌ ُ َ َُ َ َ َُ َُ َ
ْ‫ْ(اذبح‬:‫ال‬ ْ ‫ح؟ْفق‬ ْ ‫ْلمْأشعرْفحلقتْقبلْأنْأذب‬:‫ال‬ ْ ‫ْفجاءهْرجلْفق‬،‫يسألون ْه‬
َ َ َ ََ
.)‫ولاْحرج‬

َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ََ ُ َ َ َ ََ ُ َ َ َ َ
ْ.)‫ْ(ار ِمْولاْحرج‬:‫ال‬ْ ‫ْلمْأشعرْفنحرتْقبلْأنْأرمِ ْي؟ْق‬:‫ال‬
ْ ‫فجاءْآخرْفق‬
َ َ َّ َ ُ َ َ َ ُ َ َ
ْ ‫ف َماْسئلْالنبىْصليْاللْعليهْوسلمْعنْشى ٍءْق ِْدمْولاْأخِرْ إِلاْق‬
ْ:‫ال‬
)‫(اف َعلْولاْحرج‬

“Bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬ketika sedang wuquf pada saat


haji Wada' orang-orang pada bertanya kepada Beliau.
Berkata, seorang laki-laki: "Aku belum mengerti sehingga
aku mencukur rambut sebelum aku menyembelih hewan
qurban?". Beliau menjawab: "Sembelihlah dan tidak dosa".
Lalu datang orang lain, seraya berkata: "Aku belum
mengerti sehingga aku menyembelih qurban sebelum aku
melempar jumroh". Beliau menjawab: "Melemparlah dan
tidak dosa". Dan tidaklah Beliau ditanya pada hari itu
tentang sesuatu apakah didahulukan atau diakhirkan
melainkan Beliau selalu berkata: "Lakukanlah dan tidak
dosa” (HR. Bukhari, no: 83).

Dalam riwayat yang dibawakan oleh Imam Muslim


juga dari sahabat Ibnu Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma:

ٌ َ ََُ َّ َ َ ٌ ُ َ ُ َََ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ ُ َ
ْ‫ْوهوْواق ِف‬،‫ْوأتاهْرجلْيومْالنح ِْر‬،‫ْعليهِْوسلم‬ ‫س ِمعتْرسولْاللِْصليْالل‬
ََ َ َ َّ َ ُ َ َ َ َ ِ َ َ َ َ
ُ ‫ْاللِ! ْإنى ْ َحلَق‬
ْ‫ ْفقال ْ"ار ِمْولا‬.ْ‫تْقبلْالرمي‬ ِِ ْ ‫ ْياْرسول‬:‫ال‬ ْ ‫ ْفق‬.‫عند ْالجمرْة‬
ُْ‫ج"ْ َو َأتَاه‬ َ َ ‫ْقَ َالْ"ار ِم َْول‬.‫ت َْقب َلْأَنْأَرم َْي‬
َْ ‫اْح َر‬ ُ ‫ىْذ َبح‬َ َ َ ُ َ ُ َََ َ َ َ
ِ ِ ‫ْإِن‬:‫ال‬ ْ ‫ج"ْوأتاهْآخرْفق‬ ْ ‫حر‬
َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ َ
ْ:‫ال‬
ْ ‫ْق‬."‫ج‬ ْ ‫ْقالْ"ار ِمْولاْحر‬.ْ‫تْقبلْأنْأرمِ َي‬ ‫ي‬ ‫ب‬َ ‫ىْال‬ ‫ل‬ ‫إ‬ْ ‫ت‬ ‫ض‬ ‫ف‬ ‫ىْأ‬
ِ ِ ِ ِ ‫آخرْفق‬
‫ن‬ ‫إ‬ْ : ْ
‫ال‬
َ ُ‫ْإلَّاْقَ َالْ"اف َعل‬،‫ْشى ٍْء‬
َْ‫واْولَاْ َح َرج‬ َ َ َ َ َ ُ ُ ُ ََ َ َ
ِ ‫فماْرأيتهْسئِلْيومئ ِ ٍذْعن‬

151 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Saya mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬ketika beliau didatangi
oleh seseorang pada hari Nahr (kurban) dan saat itu beliau
sedang berada di tempat melontar jumroh. Orang tersebut
bertanya, "Wahai Rasulullah, sungguh saya telah mencukur
rambut sebelum melontar jumroh?" beliau bersabda:
"Tidak apa-apa, sekarang melontarlah." Kemudian
datanglah yang lain lagi dan bertanya, "Sungguh, saya
telah beranjak ke Baitullah sebelum melontar?" beliau
bersabda: "Tidak apa-apa, sekarang melontarlah."
Abdullah bin Amr berkata; Pada hari itu, aku tidak melihat
beliau ditanya tentang sesuatu melainkan beliau menjawab:
"Tidak apa-apa, sekarang lakukanlah” (HR. Muslim, no:
1306).
• Dari empat amalan yang dilakukan pada hari Nahr ini; ada
tiga amalan yang menjadikan seorang sudah bertahallul/
halal dan boleh mengganti pakaiannya serta tidak lagi ada
larangan ihram baginya, yaitu:

1. Melontar

2. Mencukur

3. Thawaf Ifadhah

Karena tiga amalan ini semua jamaah haji (tamattu’, qiran


dan ifrad) melakukannya, sedangkan menyembelih hanya
bagi tamattu’ dan qiran saja.

Kaedah menyebutkan apabila ada dua dari tiga amalan ini


telah selesai dilakukan, maka dia sudah terhitung
melakukan tahallul awal, yang boleh baginya untuk kembali
melakukan larangan-larang ihram kecuali berhubungan
suami istri, tapi kalu sudah dilakukan ketiga amalan
tersebut; maka dia sudah bertahallul tsani dan boleh baginya
semua larangan ihram tanpa terkecuali.

152 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
• Kalimat Nahr merupakan kalimat yang hanya dilakukan
untuk menyembelih unta, sedang yang lainnya seperti
kerbau, lembu, kambing,dan sejenisnya disebut dengan
Adz-Dzabhu / menyembelih, jenis-jenis hewan inilah yang
dijadikan untuk membayar dam, kafarat, hadyu ataupun
udhiyyah.

Dam atau hadyu disembelih di Mina, karena Mina adalah


tempat menyembelih, sebagaimana hadits Jabir
Radhiyallahu ‘anhu:

‫ َفا ْن َحروا ِفي رِ َح ِال ُكم‬.‫ َو ِمنى ُك ُّل َها َم ْن َحر‬.‫نحرت ههنا‬
ْ ُ ٌ
“Saya menyembelih di sini, dan Mina semuanya
tempat menyembelih. Maka sembelihkan di tempat kamu
semua” (HR. Muslim, no: 1218).

Menyembelih tentunya dilakukan pada hari Nahr dan hari-


hari tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah), namun bagi mereka
yang tidak bisa menyembelih serta tidak mendapatkannya
maka boleh dengan berpuasa tiga hari pada musim haji dan
tujuh hari ketika pulang ke keluarganya, sebagaimana
firman Allah:

ُْ‫ام‬ َ َ ۡ َ ۡ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ َ َ َ
ْ ‫صي‬ ِ ‫يْفمنْل ْمْي ِج ْدْف‬
ِْٖۚ ‫ِنْٱلهد‬
ْ ‫جْفماْٱس ْتيس ْرْم‬ِْ ‫ﵟفمنْتمت ْعْبِٱلعمرْة ِْإِلىْٱلح‬
ْۡ‫كن‬ ُ َ ۡ َّ َ َ َ َۗ ٞ َ َ ٞ َ َ َ َ ۡ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َّ َ َََ
‫جْوسبع ٍْةْإِذاْرجعتمَْۗت ِلكْعشرةْكامِلةْذل ِكْل ِمنْلمْي‬ ِْ ‫ثلثةِْأيا ْٖمْفِىْٱلح‬
َ َ ۡ ۡ َ ۡ َ ُ َُۡ
ِ
‫جدِْٱلحرامْٖۚﵞ‬ِ ‫اض ِريْٱلمس‬ ِ ‫أهلهۥْح‬
“Maka barangsiapa mengerjakan umroh sebelum
haji, dia (wajib menyembelih) hadyu yang mudah didapat.
Tetapi jika dia tidak mendapatkannya, maka dia (wajib)
berpuasa tiga hari dalam (musim) haji dan tujuh (hari)
setelah kamu kembali. Itu seluruhnya sepuluh (hari).
Demikian itu, bagi orang yang keluarganya tidak ada

153 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
(tinggal) di sekitar Masjidil haram”. (QS. Al-baqarah:
196).
Puasa yang dilakukan ini boleh secara terpisah ataupun
berurut, dan dianjurkan melakukan puasa hampir menjelang
haji, namun kalau waktunya sempit boleh dilakukan di hari-
hari tasyriq, sebagaimana hadits Ibunda ‘Aisyah
Radhiyallahu ‘anha:
َ َّ ِ َّ َ َّ َ ُ َ
‫ ْإلاْلمنْلمْيجدْالهدي‬،‫يقْأنْيصمن‬
ِ ‫لمْيرخصْفِىْأيامْالتش ِر‬

“Tidak diberikan keringanan untuk berpuasa pada


hari-hari tasyriq melainkan bagi yang tidak mendapatkan
hadyu” (HR. Bukhari, no: 1894).

Bagi jamaah yang membayar hadyu dan dam syukran


dianjurkan untuk memakan hewan sembelihannya, tapi bagi
jamaah yang membayar dam kafarat maka tidak boleh
memakan hewan sembelihannya.

• Thawaf ifadhah juga termasuk salah satu yang dilakukan


pada hari Nahr, namun kalau seandainya tidak bisa
melakukan pada hari tersebut boleh diundur pada hari-hari
tasyriq, kalau juga tidak maka boleh dilakukan setelahnya,
sesuai dengan kemudahan yang Allah berikan kepada para
jamaah, namun yang terpenting tidak boleh pulang ke tanah
air kecuali setelah melakukan thawaf ifadah karena itu
adalah rukun haji.

154 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Keenam, Mabit atau bermalam di Mina merupakan
kewajiban bagi para jamaah haji, baik bagi mereka yang
mengambil nafar awwal atau nafar tsani, bagi yang mengambil
nafar awwal maka dia bermalam sampai tanggal 12 Dzulhijjah,
bagi yang mengambil nafar tsani akan bermalam sampai tanggal
13 Dzulhijjah, dan itu merupakan pilihan yang Allah berikan
kepada jamaah haji, sebagaimana firman Allah ‫ﷻ‬:
َ َ َ َ َ ُ ۡ َّ َّ َ ٓ َ َّ
َ ‫نْت َع َّج َلْفىْيَ ۡو َميۡنْفَلَآْإ ۡث َم‬
َ ‫ْعلَ ۡيه‬ ُ ۡ َ
َْ‫ِْو َمنْتَأ َّخر‬ ِ ‫م‬ ‫ْف‬ ‫ت‬
ٖۚ ٖ ‫ود‬ ‫د‬‫ع‬ ‫ْم‬‫م‬ٖ ‫ا‬ ‫ي‬ ‫ْأ‬ ‫ى‬ ‫ْف‬ ‫ْٱلل‬ ‫وا‬‫ر‬ُ ‫ك‬ ‫ﵟوٱذ‬
ِ ِ ِ
َ َّ ََ َۡ ََٓ
‫ْعل ۡيهِْل َِم ِنْٱتقيْۗﵞ‬ ‫فلاْإِثم‬

“Dan berdzikirlah kepada Allah pada hari yang telah


ditentukan jumlahnya. Barangsiapa mempercepat
(meninggalkan Mina) setelah dua hari, maka tidak ada dosa
baginya. Dan barangsiapa mengakhirkannya tidak ada dosa
(pula) baginya, (yakni) bagi orang yang bertakwa” (QS. Al-
Baqarah: 203).

Nabi ‫ ﷺ‬tinggal di Mina sampai tanggal 13 Dzulhijjah, dan


meninggalkan Mina setelah melontar jumroh setelah tergelincir
matahari (zawal)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin


Umar Radhiyallahu ‘anhuma:
َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ ُ َ ُ َّ َ َ َ ُ ُ َّ َ َ َ َ
َّ ‫ْعبدِْال ُم‬
ِْ‫ْعليه‬ ‫ِبْ ر ِضىْاللْعنهْ رسولْاللِْ صليْالل‬ ِ ‫ل‬ ‫ط‬ ‫استأذنْالعباسْ بن‬
َ ً َ َ َ َ َ َّ َ َ
َ َ
‫ ْفأذنْله‬،‫ ْمِنْأج ِلْسقايته‬،‫ ْليالِىْمِنى‬،‫ْأنْيبِيتْبمكة‬:‫وسل ْم‬

“Abbas bin Abdul Muthalib meminta izin kepada


Rasulullah ‫ ﷺ‬untuk bermalam di Makkah pada malam-malam
Mina karena untuk menyediakan minum yaitu menyediakan
minum bagi jamaah haji; maka Nabi ‫ ﷺ‬mengizinkan” (HR.
Bukhari, no: 1553, Muslim, no: 1315).

Dalam hadits ini Nabi ‫ﷺ‬memberikan izin kepada Abbas


untuk tidak bermalam di Mina dengan alasan memberikan

155 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
minuman kepada para jamaah haji, sehingga menunjukkan
hukum asalnya wajib kecuali yang memiliki keperluan demi
kemaslahatan jamaah haji.

Seperti diqiyaskan kepada team kesehatan, aparat


keamanan dan yang semisalnya, kalau seandainya mereka
melaksanakan ibadah haji; boleh baginya tidak bermalam di Mina
karena menjaga kemaslahatan jamaah haji.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jamaah haji


ketika mabit di Mina:

• Mabit di Mina yang berarti tinggal di dalamnya lebih dari


separoh malam, dan malam itu terhitung dimulai dari
terbenam matahari sampai terbit fajar ketika adzan subuh,
seorang jamaah boleh memilih apakah tinggal di awal
malam atau di akhir malam, namun harus dia melebihkan
dari separuh malam.
• Tinggal di Mina boleh sampai tanggal 12 Dzulhijjah yang
disebut dengan nafar awwal, dan boleh pula sampai tanggal
13 Dzulhijjah yang disebut dengan nafar tsani, namun
tentunya lebih baik diakhirkan, karena akan bertambah
amalan dan ibadah, dan itulah yang dilakukan Nabi ‫ﷺ‬.
• Seseorang yang ingin meninggalkan Mina pada tanggal 12
Dzulhijjah, maka harus keluar dari Mina sebelum matahri
terbenam, namun apabila dia masih berada di Mina setelah
matahri terbenam maka wajib bermalam di Mina dan
mengambil nafar tsani, kecuali kalau seandainya dia sudah
meninggalkan Mina sebelum matahri terbenam, namun
karena kemacetan dan hal lainnya maka tetap boleh baginya
untuk keluar dan meninggalkan Mina walaupun setelah
matahari terbenam.

156 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ketujuh, Thawaf wada’, Nabi ‫ ﷺ‬sebelum meninggalkan
Makkah maka beliau berthawaf dulu di sekililing ka’bah,
sehingga itu termasuk di antara kewajiban dalam melaksanakan
ibadah haji, disebutkan oleh sahabat Abdullah bin Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma:

‫ إ ََِّل أَ َّن ُه ُخ ِف َف َع ِن ا ْل َح ِائ ِض‬،‫آخر َع ْه ِد ِهم بالبيت‬


ِ ‫أُ ِمر الناس أَن يكون‬
ْ ُ َ ُ َ ْ ُ َّ َ
“Orang-orang diperintahkan agar menjadikan akhir dari
perjalanan haji mereka adalah thawaf di Ka’bah Baitullah.
Namun perintah ini diringankan bagi para wanita yang sedang
mengalami haidh” ( HR. Bukhari, no: 1668, Muslim, no: 1328).

Ini merupakan perintah dari Nabi ‫ ﷺ‬yang menandakan akan


kewajibannya, sedangkan bagi wanita yang haid atau nifas
diberikan keringanan untuk tidak melakukannya, sehingga
hukum asalnya adalah wajib kecuali bagi yang haid dan nifas.

Sebagaimana juga riwayat dari Abdullah bin Abbas yang


lainnya, bahwa Nabi ‫ ﷺ‬bersabda:

‫ده بِا ْلبي ِت‬ ِ ‫َلين ِفرن أَحد ِمنكم حتى يكون‬
‫آخر عه‬
ْ َ ُ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َّ َ ُ ٌ َ َّ َ ْ َ َ
“Janganlah seseorang di antara kamu pulang melainkan
mengakhiri ibadah hajinya dengan thawaf di Baitullah” )HR
Muslim, no: 1327).

Dalam masalah thawaf wada’ tentunya ada beberapa hal


yang harus diperhatikan:

• Thawaf wada’ merupakan thawaf yang wajib dilakukan


oleh para jamaah haji ketika hendak meninggalkan Makkah,
dan tidak diberikan keringanan kecuali kepada wanita yang
sedang haid atau nifas.
• Thawaf wada’ ini juga dianjurkan bagi para jamaah umroh
untuk melakukannya sebelum mereka meninggalkan
Makkah, namun itu tidak wajib baginya, karena hadits-
hadits yang mewajibkan thawaf wada’ itu adalah dalam
157 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
perkara haji, sehingga kalau ada para jamaah umroh tidak
melakukan thawaf wada’ maka tidak ada denda baginya,
dan itu berbeda dengan jamaah haji yang apabila
meninggalkannya akan membayar denda atau kafarat.

• Apabila ada di antara jamaah haji yang mengakhirkan


thawaf ifadhahnya karena suatu hal dan keadaan, dia tidak
melakukannya kecuali di akhir sebelum meninggalkan
Makkah, maka bisa langsung dia menggabungkan dengan
thawaf wada’.

Artinya menggabungkan dua ibadah ifadhah dengan wada’


dalam satu amalan, karena hikmah yang diinginkan oleh
agama adalah tidak meninggalkan Makkah kecuali dengan
berthawaf, baik itu namanya ifadhah atau wada’, walaupun
setelah melakukan thawaf ifadah ada sa’inya, karena sa’i itu
terhitung sebuah ibadah yang merupakan bagian dari thawaf
dan tidak terpisah darinya.

• Setelah melakukan thawaf wada’ maka para jamaah boleh


meninggalkan ka’bah tanpa mesti harus berjalan mundur
sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian kaum muslimin,
karena Nabi dan para sahabat serta generasi terdahulu tidak
melakukan yang demikian, karena penghormatan terhadap
ka’bah itu sendiri adalah dengan berthawaf di sekelilingnya,
dan itu telah dilakukan.

• Setelah thawaf wada’ maka dianjurkan bagi para jamaah


untuk meninggalkan Makkah, namun kalau ada kendala
seperti terlambatnya kendaraan dan yang semisalnya; maka
tidak mengapa selama dia telah berusaha untuk menjadikan
thawaf akhir dari kegiatannya di Makkah.
• Rangkaian thawaf yang dilakukan pada wada’ ini sama
dengan thawaf yang lainnya, hanya saja tidak mesti para
jamaah untuk memakai pakaian ihram ketika berthawaf,
namun sunnah-sunnah thawaf tetap harus dia lakukan,
seperti berlari-lari kecil sambil memendekkan langkah pada

158 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
putran pertama sampai ketiga, memberi isyarat pada hajar
aswad, menyentuh rukun yamani, berdoa di antara
keduanya dan sholat di belakang maqam Ibrahim serta
sunnah-sunnah yang lainnya yang telah dijelaskan pada
thawaf.

159 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
BAB V
DOA DAN DZIKIR YANG BERKAITAN DENGAN
IBADAH HAJI & UMROH

Di antara hal terpenting yang tidak lepas dari kerisauan para


jamaah haji dan umroh adalah dzikir dan doa yang harus dibaca
ketika melaksanakan ibadah yang mulai ini.
Tentunya dzikir dan doa secara umum diberikan kebebasan
kepada para jamaah haji dan umroh untuk mengucapkannya
sesuai dengan kemudahan yang Allah berikan, tapi ada dzikir dan
doa yang sifatnya muqayyad (terikat) dengan waktu dan tempat,
sehingga tidak boleh keluar dari apa yang telah ditetapkan.
Secara umum dzikir dan doa yang termulia itu adalah yang
bersumber dari Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi ‫ﷺ‬, Imam An-
Nawawy Rahimahullah pernah menyebutkan:
“Ketahuilah; bahwa membaca Al-Qur’an merupakan dzikir
yang paling mulia apabila dihayati” 37
Demikian pula dzikir dan doa yang bersumber dari hadits-
hadits Nabi ‫ﷺ‬, karena di antara kemuliaan yang Allah berikan
kepada Nabi adalah “jawami’ al-kalim” sebagaimana riwayat
yang disebutkan oleh sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:
َ َ َ ُ ُ َ َ ََ ُ ُ
َ
‫ِتْأع ِطيتْجوامِعْالكل ِ ِْم‬‫س‬ ‫ِْب‬
ٍ ِ ِ ‫ء‬ ‫ا‬‫ي‬ ‫ب‬‫ن‬ ‫ىْالأ‬ ‫ل‬ ‫ْع‬ ‫ت‬‫ل‬ ‫ض‬
ِ ‫ف‬

“Aku diberikan keutamaan dibandingkan Nabi-Nabi


sebelumku dengan enam hal: (di antaranya) aku diberi Jawami’
al-Kalim” (HR. Muslim, no: 1195).

Jawami’ al-kalim artinya adalah kata-kata yang indah,


singkah, padat, fasih dan susunan yang sangat bagus, semua

37
(lihat: Al-azdkar, hal: 101).

160 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
kesempurnaan yang ada dalam kalimat dan kosa kata yang keluar
dari lisan Nabi ‫ﷺ‬.

Sudah sepatutnya seorang muslim memilih dzikir dan doa


yang bersumber dari Al-Qur’an dan al-hadits demi kesempurnaan
doa yang mereka ucapkan dan panjatkan kepada Allah ‫ﷻ‬, namun
kalau seandainya tidak bisa mengucapkannya karena suatu hal
dan keadaan, maka tentunya seseorang beribadah kepada Allah
sesuai kemampuannya.

Pada pembahasan kali ini kita akan menyebutkan beberapa doa


yang dianjurkan bagi jamaah haji dan umroh untuk
mengucapkannya, di antara nya:

1. Dzikir dan Doa yang Muqayyad (Terikat Dengan


Waktu Dan Tempat) Selama Melaksanakan Ibadah Haji
dan Umroh

• Niat Umroh

ُ َ َّ َ َّ ُ َّ َ
ً‫ْعم َرْة‬ ‫اللهمْلبيك‬

Allahumma Labbaika Umroh

“Ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu untuk umroh”

• Niat Haji

َ َّ َ َّ ُ َّ َ
‫ْح ًّجْا‬
َ ‫ك‬ ‫اللهمْلبي‬

Allahumma Labbaika Hajjan


161 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Ya Allah aku memenuhi panggilan-Mu untuk berhaji”

• Bacaan Talbiyah
َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َّ ُ َّ َ َّ َ
ْ‫ك لا‬
ْ ‫ك والمل‬
ْ ‫ن الحم ْد والنِعم ْة ل‬
ْ ِ ‫ إ‬،‫ك‬
ْ ‫ك لبي‬
ْ ‫كل‬
ْ ‫لا ش ِري‬
ْ ‫ك‬ْ ‫ لبي‬،‫ك‬
ْ ‫ك الله ْم لبي‬
ْ ‫لبي‬
َ َ َ َ
ْ ‫كل‬
‫ك‬ ْ ‫ش ِري‬

Labbaikallaahumma labbaik, labbaika laa syariika laka labbaik,


innal hamda wan-ni’mata laka wal mulk, laa syariika lak.

“Aku memenuhi panggilanMu ya Allah, aku memenuhi


panggilanMu. Aku memenuhi panggilanMu, tiada sekutu
bagiMu, aku memenuhi panggilanMu. Sesungguhnya pujaan dan
nikmat adalah milikMu, begitu juga kerajaan, tiada sekutu
bagiMu”. (HR. Bukhari, no: 1474).

• Doa Masuk Kota Makkah

َّ‫ب‬ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َّ َّ َ َّ ُ َّ َ
ْ ‫ ور‬،‫ن‬ ْ ‫ن السبعِْ وما أقلل‬ ْ ‫ضي‬
ِ ‫ر‬‫لأ‬‫ا‬ ْ
‫ب‬ ‫ر‬ ‫و‬ ، ْ
‫ن‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ظ‬ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫م‬‫و‬ ِْ‫ع‬ ‫ب‬ ‫الس‬ ْ
‫ات‬
ِ ‫او‬‫م‬ ‫الس‬ ْ
‫ب‬ ‫ر‬ ْ
‫م‬ ‫ه‬ ‫لل‬ ‫ا‬
َ.‫ن‬ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َّ
َ ‫الش‬
ْ ‫اح وما ذري‬ ِْ ‫الري‬ ِ ْ
‫ب‬ ‫ر‬ ‫و‬ ، ْ
‫ن‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ض‬ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫م‬‫و‬ ْ
‫ن‬ِ ‫ِي‬ ‫ط‬‫ا‬ ‫ي‬
َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َُ َ
‫ك مِنْ ش ِرها وش ِْر‬ْ ِ ‫ وأعو ْذ ب‬،‫ وخي ْر ما فِيها‬،‫ك خي ْر هـ ِذ ْه ِ القريةِ وخي ْر أهل ِها‬ ْ ‫أسأل‬
َ‫أَهل َِها َو َش ْر َما فِيهْا‬
ِ

Allaahumma robbas-samaawaatis-sab’i wa maa azhlalna, wa


robbal arodhiinas-sab’i wa maa aqlalna, wa robbasy-
syayaathiini wa maa adhlalna, wa robbar-riyaahi wa maa
dzaroina.

As-aluka khoiro haadzihil qoryati wa khoiro ahlihaa, wa khoiro


maa fiihaa, wa a’uudzu bika min syarrihaa wa syarri ahlihaa wa
syarri maa fiihaa.

162 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Ya Allah, Tuhan tujuh langit dan apa yang dinaunginya, Tuhan
penguasa tujuh bumi dan apa yang di atasnya, Tuhan yang
menguasai setan-setan dan apa yang mereka sesatkan, Tuhan
yang menguasai angin dan apa yang diterbangkannya. Aku
mohon kepadaMu kebaikan desa ini, kebaikan penduduknya dan
apa yang ada di dalamnya. Aku berlindung kepadaMu dari
kejelekan desa ini, kejelekan penduduknya dan apa yang ada di
dalamnya” (HR. Al-Hakim, dalam al-Mustadrak, no: 1634, Ibnu
Khuzaimah dalam shahihnya, no: 2565).

• Doa Masuk Masjidil Haram

َّ َ َّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َّ ُ ُ َ
ْ،‫جي ِْم‬
ِ ‫ان الر‬
ِْ ‫ِن الشيط‬
ْ ‫ م‬،‫ وسلطان ِ ْهِ القدِي ِْم‬،‫ وبِوج ِه ْهِ الك ِري ِْم‬،‫اللِ الع ِظي ِْم‬
ْ ِ ‫أعو ْذ ب‬
َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ َ َّ َ َ َّ َ َّ
ْ ِ ‫اب رحمت‬
‫ك‬ ْ ‫ْالل ُه َّْم اف َت‬،ِ‫الل‬
ْ ‫ح لِىْ أبو‬ ْ ‫السلا ُْم عَلى َر ُسو ِْل‬ ‫ والصلاةْو‬،ِ‫الل‬ ْ ‫بِس ِْم‬

A’uudzu billaahil ‘azhiim, wa biwajhihil kariim, wa sulthoonihil


qodiim, Minasy-syaithoonir-rojiim, bismillaah, wash-sholaaatu
was-salaamu ‘alaa rosuulillaah, allaahummaftah lii abwaaba
rohmatik.

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan


wajahNya Yang Mulia dan kekuasaanNya yang abadi, dari setan
yang terkutuk Dengan nama Allah dan semoga shalawat dan
salam tercurahkan kepada Rasulullah Ya Allah, bukalah pintu-
pintu rahmatMu untukku” (HR. Abu Daud, no: 466, lihat: HR.
Muslim, no: 713).

• Doa ketika Melihat Ka’bah

Salah seorang tabi’in yang bernama Saíd bin al-Musayyib


Rahimahullah jika masuk ke Masjidil Haram dan melihat ka’bah
maka beliau berkata:
َ َّ َ َّ َ َ َ َ ُ َ َّ َ َ ُ َ َّ َ َ َّ ُ
ِْ‫السلام‬ ِ ‫ْفحيِناْربناْب‬،‫ام‬
ْ ‫اللهمْأنتْالسلامْومِنكْالسل‬

163 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Allahumma antas salaam wa minkas salaam fahayyinaa
rabbanaa bis salaam

“Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah As-Salaam (Yang


suci/selamat dari segala aib dan kekurangan), dan dariMu-lah
keselamatan, maka sambutlah kami wahai Rabb kami dengan
keselamatan” (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf, no:
16487).

• Bertakbir Setiap Datang ke Hajar Aswad

Nabi ‫ ﷺ‬melakukan tawaf di Baitullah, di atas unta, setiap


datang ke Hajar Aswad (tiang Ka’bah yang terdapat Hajar
Aswad), beliau memberi isyarat dengan sesuatu yang
dipegangnya dan bertakbir.

Sahabat Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma


menyebutkan tentang thawaf Nabi ‫ﷺ‬:
َ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َّ ُ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َ ُّ َّ َ َ
ٍْ ‫تْعَلىْبَ ِع‬
ِْ‫ ْكلماْأتىْالركنْأشارْ إِليه‬،‫ير‬ ِ ‫ي‬ َ
‫ب‬ ‫ال‬ِ ‫ب‬ ْ َ
‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ِْو‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ْع‬ ‫يْالل‬ ‫طافْالن ِبىْصل‬
ََ َُ َ َ َ
‫ْوكبَّ َْر‬ ‫بِشى ٍءْكانْعِنده‬
“Nabi ‫ ﷺ‬melaksanakan thawaf di baitullah (ka’bah) di atas
untanya. Setiap kali beliau melewati ar-rukun (hajar aswad),
beliau berisyarat kepadanya dengan sesuatu yang ada pada
beliau, lalu bertakbir” (HR. Bukhari no. 1613).
Dalam riwayat lain yang dibawakan oleh sahabat Abdullah
bin Umar bahwa ketika dia memegang dan menyentuhnya; maka
dia mengucapan basmalah dan takbir:
ُ‫اللْأَكبَ ْر‬
ُ ‫ ْ َو‬، ِ‫لل‬ ُ ُ َ َ‫تْفَيَس َتل ُِمْالح‬
ْ ‫ ْ َو َيق‬،َ ‫ج َْر‬
ْ ‫ْبِس ِمْا‬:‫ول‬ َ ‫َف َيأتىْال َبي‬
ِ
“Maka dia (Ibnu Umar) mendatangi ka’bah dan memegang hajar
aswad sambil mengucapkan : Bismillah, Allahu akbar” (HR.
Ahmad, no: 4628).

164 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
• Doa Antara Bacaan Rukun Yamani dan Hajar Aswad

َ ً ً
ْ َ ‫الدن َيا َح َس َن ْة َوفِى الآخ َِرْة ِ َح َس َن ْة َوق َِنا َعذ‬
َّ ‫اب‬
ِْ‫النار‬ ُّ ‫َر َّب َنا آت َِنا فى‬
ِ

Robbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah, wa fil aakhiroti hasanah,


wa qinaa ‘adzaaban-naar.

“Wahai Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia, kebaikan di


akhirat dan lindungilah kami dari adzab neraka”. (HR. Abu
Daud, no: 1892).

• Doa Menuju Maqom Ibrahim

ًّ ُ َ َ َّ َ
َ ‫ات ِخ ُذواْمِن‬
‫ْم َصلي‬ ِ ‫ْم َق‬
‫امْإِبراهِيم‬ ‫و‬

Wattakhidzuu mim maqoomi ibraahiima musholla

“Dan jadikanlah sebagian maqom Ibrahim sebagai tempat


shalat” (QS. Al-Baqoroh : 125)

• Doa Minum Air Zamzam

Tidak ada doa khusus yang bersumber dari Nabi ‫ﷺ‬,


sehingga seorang muslim dipersilahkan berdoa dengan doa apa
saja; karena Nabi ‫ ﷺ‬bersabda, “Air zamzam sesuai tujuan untuk
meminumnya”

Akan tetapi ada riwayat dari sahabat Abdullah bin Abbas


Radhiyallahu ‘anhuma ketika minum air zamzam ia berdoa:

َ ُ َ َ ً َ ً َ ً َ ً َ َُ َ َّ
‫الل ُه َّمْإِنِىْأسألكْعِلماْناف ِعاْورِزقاْواسِعاْوشِفاءْمِنْك ِلْدا ٍْء‬
ً

Allahumma inni as aluka ílman naafian wa rizqon waasian wa


syifaan min kulli daain

165 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepadaMu ilmu yang
bermanfaat, rizki yang lapang, dan kesembuhan dari segala
penyakit” (HR. Al-Hakim, no: 1739).

• Doa di atas Bukit Shafa dan Marwah

Ketika Nabi ‫ ﷺ‬dekat dengan bukit Shafa, beliau membaca:

َّ َ َ َ َ ُ َ َ َّ َ َ َّ َّ
ُ
ِ‫الل ب ِ ْه‬ ْ ‫الصفا َوال َمر َوْةَ مِنْ ش َعآئ ِ ِْر‬
ْ ‫ أبدْأ بِما بدْأ‬،ِ‫الل‬ ْ ِ‫إ‬
‫ن‬

Innash-shofaa wal marwata min sya’aa-irillah. Abda-u bimaa


bada-allaahu bih.

“Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah termasuk sy’iar


agama Allah, Aku memulai sa’i dengan apa yang didahulukan
oleh Allah.”

Kemudian Nabi ‫ ﷺ‬mulai dengan naik ke bukit Shafa, hingga


melihat Ka’bah. Lalu menghadap kiblat, membaca kalimat
tauhid, bertakbir 3x, lalu membaca:

َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
ْ‫ل شى ٍء‬ ِْ ‫ وه ْو على ك‬،‫ك ول ْه الحم ْد‬ْ ‫ ل ْه المل‬،‫ك ل ْه‬
ْ ‫لا ش ِري‬
ْ ‫الل وحد ْه‬
ْ ‫لا‬ ْ ِ ‫لا إِلـ ْه إ‬
ْ
ُْ‫اب َوح َده‬ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
َْ ‫لأح َز‬ َ
‫الل وحد ْه أنج ْز وعد ْه ونص ْر عبد ْه وهز ْم ا‬ْ ‫لا‬ ْ ،‫ْقدي ٌْر‬
ْ ِ ‫لا إِلـ ْه إ‬

Laa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa


lahul hamdu, wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir, laa ilaaha
illallaahu wahdah, anjaza wa’dah, wa nashoro ‘abdah, wa
hazamal ahzaaba wahdah.

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah,


Yang Maha Esa, Tiada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan dan
pujian. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada
sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah, Yang Maha

166 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Esa, yang melaksanakan janjiNya, membela hambaNya
(Muhammad) dan mengalahkan golongan musuh sendirian.”
Kemudian Nabi ‫ﷺ‬berdoa, membacanya (dzikir di atas dan doa)
sebanyak 3x. Di dalam hadits tersebut dikatakan, Nabi ‫ ﷺ‬juga
membaca di Marwah sebagaimana beliau membaca di Shafa. (HR
Muslim, no: 147).

• Doa di antara Dua Tanda Hijau Bukit Shafa dan Marwa


ketika Sa’i

Tidak ada dzikir dan doa khusus yang disebutkan oleh Nabi
‫ﷺ‬, namun ada riwayat dari sahabat Abdullah bin Mas’ud
Radhiyallahu ‘anhu bahwa setiap kali melewati dua tanda hijau (
dahulu di sana merupakan lembah) maka beliau mengatakan:

ُ‫تْال َأ َع ُّزْال َأك َر ْم‬


َ ‫ْ َو َأن‬،ْ‫ْوار َحم‬ َّ
َ ‫الل ُه َّمْاغفِر‬

Allahummaghfir warham, wa anta al-a’azz al-akram

“Ya Allah, ampunilah aku, sayangilah aku, sesungguhnya


Engkau lah yang Maha Perkasa dan yang Maha Mulia” (HR.
Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya, no: 16281, At-Tabrani
dalam Mu’jam al-Awshat, no: 2757).

• Doa Pada Hari Arafah

Nabi ‫ ﷺ‬bersabda: “Doa yang terbaik (yang mustajab)


adalah di hari Arafah, dan sebaik-baiknya apa yang aku dan para
Nabi baca, adalah:

َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
‫ى‬
‫ل ش ٍْء‬ِْ ‫ وه ْو على ك‬،‫ك ول ْه الحم ْد‬
ْ ‫ ل ْه المل‬،‫ك ل ْه‬
ْ ‫لا ش ِري‬
ْ ‫ وحد ْه‬،‫الل‬
ْ ‫لا‬ْ ِ ‫لا إِلـ ْه إ‬ْ
َ
‫قدِي ٌْر‬

167 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Laa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa
lahul hamd, wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir.
“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah,
Yang Maha Esa, tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan
bagi-Nya pujian. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

• Bacaan di Masy’aril Haram (Muzdalifah)

Setelah sholat subuh Nabi ‫ ﷺ‬menghadap kiblat, berdoa,


membaca takbir dan tahlil serta kalimat tauhid. Beliau terus
berdoa hingga fajar menyingsing. Kemudian beliau berangkat (ke
Mina) sebelum matahari terbit.

Dalam riwayat yang dibawakan oleh sahabat Jabir


Radhiyallahu ‘anhu yang menggambarkan tentang haji Nabi ‫ﷺ‬:

ُْ‫ْو َه َّللَه‬
َ ُ‫ْو َكبَّ َره‬
َ ُ‫ْفَ َدعَاه‬،‫ْفَاس َتق َب َلْالقِبلَ َْة‬،‫ام‬ َ َّ َ َ
َْ ‫ىْأتَىْال َمش َع َرْالحَ َر‬ َ َ ‫ُث َّم‬
ْ ‫ْرك َِبْالقص َو‬
‫ْحت‬،‫اء‬
ُ َّ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ًّ َ َ َ َّ َ ً َ َ َ َ َ ُ َ َّ َ َ
ْ ‫ْفدفعْقبلْأنْتطلعْالشم‬،‫جدا‬
‫س‬ ِ ْ‫ْفلمْيزلْواق ِفاْحتىْأسفر‬،‫ووحد ْه‬

“Kemudian Rasulullah ‫ ﷺ‬menaiki untanya yang bernama


al-Qoshwa hingga tiba di al-Masy’ar al-Haram, lalu beliau
menghadap kiblat, berdoa, membaca takbir, dan tahlil dan juga
mengucapkan kalimat tauhid, beliau terus berdoa sampai faajr
menyingsing, lantas beliau berangkat ke Mina sebelum matahari
terbit” (HR. Muslim, no: 1218).

• Bertakbir Setiap Melempar Jumroh

Rasulullah ‫ ﷺ‬bertakbir pada setiap melempar tiga Jumroh


dengan batu kecil, kemudian beliau maju dan berdiri untuk
berdoa dengan menghadap kiblat dan mengangkat kedua

168 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
tangannya setelah melempar Jumroh yang pertama dan kedua.
Adapun untuk Jumroh Aqabah, beliau melempar dan bertakbir,
namun setelahnya beliau tidak lagi berdoa di sana sebagaimana
yang dilakukan di Jumroh Sughro dan Wustho tidak berdoa.

Dalam riwayat yang dibawakan oleh Imam al-Bukhari


Rahimahullah bahwa Nabi melakukan yang demikian:
ً َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ
ْ،‫جدْ مِنى‬ ِ ‫أنْرسولْاللِْصليْاللْعليهِْوسلمْكان ْإِذا ْرمي ْالجمرةْالتِىْتلِيْمس‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َّ ُ َ َ َّ ُ ُ َ ُ
ْ‫ْْفوقف‬،‫ْْثمْ تقدمْ أمامها‬،‫ْْيكبِرْ كلماْ رميْ ِبحصا ٍْة‬،‫ات‬ َ َ َ ْ ٍ ‫ِيهاْ ب ِ َسبعِ ْ َح َص َي‬َ ‫يَرم‬
َ َ َّ َ َ َ ُ َ ُُ ُ ُ َ ََ ُ َ ََ ً َ َ َ
َ
ْ‫ ْثمْيأتِىْالجمرةْالثانِية‬،‫وف‬ َّ ْ ‫ ْوكانْي ِطيلْالوق‬،‫ ْراف ِعاْيديهِْيدعو‬،ِ‫ُمس َتقبِلْالقِبلة‬
َ َ َ ‫ْ ُث َّم َْين‬،‫اْر َميْبحَ َصا ْة‬ َّ ُ ُ َ ُ َ َ ََ
ْ‫ْم َِّما‬،ِ‫ار‬ْ ‫س‬َْ َ‫حد ُِرْذاتْالي‬ ٍ ِ َ َ
‫م‬ ‫ْيكبِرْكل‬،ْ‫ات‬ َ َ َ
ٍ ‫فيرمِيهاْبِسبعِ ْحصي‬
ُ
ْ‫ ْث َّمْيَأتِىْالجمرةْالتىْتلي‬،‫ِْراف ًِعاْيَ َديهِْيَد ُعو‬ َ ‫ْمس َتقب َلْال ِقبلَة‬ ُ ‫ ْ َف َي ِق ُف‬،‫ِي‬
َْ ‫يَلِيْال َواد‬
ِ
َ َ ُ َ َ َّ ُ ُ َ ُ َ ُ َ ََ َََ َ
ْ‫ْولا‬ ‫ ْثمْينص ِرف‬،‫ْح َصا ٍْة‬ َ ‫ْكل‬
ِ ‫ ْيكبِرْ عِند‬،‫ات‬ ْ ٍ ‫ْح َص َي‬ َ ِ‫ِيهاْب َسبع‬
ِ ‫ ْفيرم‬،ِ‫عِندْالعقبة‬
َ ُ
‫يَقِفْعِن َدها‬

“Rasulullah ‫ ﷺ‬biasanya ketika melempar jumroh yang


berdekatan dengan masjid Mina, beliau melemparnya dengan
tujuh batu kecil. Beliau bertakbir pada setiap lemparan lalu
berdiri di depannya menghadap kiblat, berdoa sambil
mengangkat kedua tanganya. Berdiri di situ lama sekali.
Kemudian mendatangi jumroh yang kedua, lalu melamparnya
dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir setiap lemparan, lalu
menepi ke sisi kiri Al Wadi. Beliau berdiri mengahadap kiblat,
berdoa sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau
mendatangi Jumroh Aqabah, beliau melemparnya dengan tujuh
batu kecil. Beliau bertakbir setiap lemparan, lalu pergi dan tidak
berhenti di situ” (HR. Bukhari, no: 1666).

169 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
2. Dzikir dan Doa yang Mutlak (Tidak Terikat dengan
Waktu dan Tempat) Selama Melaksanakan Ibadah Haji
dan Umroh
Dalam melakukan ibadah haji dan umroh, yang harus
diperbanyak untuk mengucapkannya adalah dzikir dan doa,
terutama dzikir dan doa yang bersumber dari Al-Qur’an ataupun
hadits-hadits Nabi ‫ﷺ‬, karena doa merupakan intisari dari ibadah
yang dilakukan hamba, di dalam doa terdapat bentuk
penghambaan, permohonan, merendahkan diri, lemah, tunduk
dan patuh terhadap Sang Pencipta.
Seorang muslim tidak akan menyia-nyiakan kesempatan
yang ada untuk menghabiskan waktunya dalam hal-hal yang tidak
bermanfaat atau bahkan hal yang bisa mendatang murka Allah ‫ﷻ‬
selama mereka berada di tanah haram nan mulia ini, setiap
kesempatan yang ada dijadikan untuk beribadah, salah satunya
adalah berdoa.
Ada beberapa dzikir dan doa yang bersumber dari Al-
Qur’an dan hadits-hadits Nabi ‫ ﷺ‬yang shahih, yang boleh dibaca
selama beribadah, baik ketika berada di Mina, Arafah, Mas’aril
Haram dan tempat lainnya di tanah haram yang mulia ini, di
antara nya sebagai berikut:

ۡ ۡ َ َ ُ َ ُ ۡ َّ َ َ ۡ َ َ َ ُ َّ َ َ ٓ َ ُ َّ َ ۡ َ
‫ْﵞ‬١٢٩ْ‫ْر ُّبْٱل َع ۡر ِشْٱل َع ِظي ِم‬ ‫ﵟحس ِبىْٱللْلاْإِلهْإِلاْهوَْۖعليهِْتوكلتَْۖوهو‬
ْ
“Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia.
Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang
memiliki 'Arsy yang agung”. (QS. At-Taubah: 129).

َ ۡ ۡ ُّ َ َ ُ َّ َ َ ٓ َ ُّ َ ۡ ُ َ ۡ ُ َّ َ َ َ َ
ْ ِ ‫بْٱل َع ۡر‬
‫ْﵞ‬١١٦ْ‫شْٱلك ِري ِْم‬ ْ ‫ق َْۖل ْاْإِل ْهْإِلاْه ْوْر‬
ْ ‫ِكْٱلح‬
ْ ‫ٱللْٱلمل‬
ْ ْ‫ﵟفتعلي‬

170 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak
ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) 'Arsy yang
mulia”. (QS. Al-Mu’minun: 116).

َ ُ ۡ ُ َّ َ ٌ ۡ َ ُ َّ ٓ َ ٰٓ َ َ ۡ َ َّ َ َ َ َّ ُ ۡ َ ۡ ُ
ْ ْ٥٩ْ‫ِْو َسل ٌمْعَلىْع َِبادِه ِْٱلذِينْٱصطفيَْۗءاللْخيرْأماْيش ِركون‬
‫ﵞ‬ ‫ْلل‬
ِ ‫ﵟق ِلْٱلحمد‬

“Segala puji bagi Allah dan kesejahteraan atas hamba-


hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah yang lebih baik,
ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?” (QS. An-
Naml: 59).

َ ِٖۚ ‫ْول َ ُهْٱلۡحَ ۡم ُدْفىْٱٓأۡلخ َِرة‬ َۡ َ َّ َّ ُ ۡ َ ۡ


َْ‫ْو ُهو‬ َ ‫ۡرض‬ َ َ
ِ ‫تْوماْفِىْٱلأ‬ َ َ َّ َ ُ
ِ ‫ْللِْٱلذِيْلهۥْماْفِى ْٱلسمو‬ِ ‫ﵟٱلحمد‬
ِ
ُ َۡ ُ َۡ
‫ْﵞ‬١ْ‫ٱلحكِيمْٱلخبِير‬

“Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang di langit


dan apa yang di bumi dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat.
Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”. (QS.
Saba’: 1).
َ ُ َ َ ُ ۡ ُ َّ َ َ َ ۡ َ َ ُ َّ َ ۡ َ
‫ﵞ‬
ْ ْ٣٨ْ‫ﵟحس ِبىْٱللَْۖعليهِْيتوكلْٱلمتوك ِلون‬

“Cukuplah Allah bagiku. Kepada-Nya-lah bertawakkal


orang-orang yang berserah diri”.(QS. Az-Zumar : 38).

ُّ ‫ىْض َلل‬
َ ُ ۡ َ َ ُ َ ۡ َ َ َ َۖ َ ۡ َّ َ َ ۡ َ َ َ ُ
‫ﵞ‬
ْ ْ٢٩ْ‫ين‬ ‫ب‬
ٖ ِ ٖ‫ْم‬ ِ ‫ْف‬ َ ‫ْه‬
‫و‬ ‫ام َّناْبِهِۦْوعليهِْتوكلناْفستعلمونْمن‬ َ ‫ْٱلر ۡح َم ُن‬
َ ‫ْء‬ َّ ‫ﵟه َو‬

“Dialah Allah Yang Maha Penyayang kami beriman


kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. Kelak kamu
akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang
nyata”.(QS. Al-Mulk: 29).
171 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ ُ ُ ُ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َ َ
ْ‫ ْوهوْعلىْك ِلْشى ٍء‬،‫ ْلهْالملكْولهْالحم ْد‬،‫لاْ إِلـهْ إِلاْاللْوحدهْلاْش ِريكْل ْه‬
َ
ْ‫قدِي ٌر‬

“Tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali


Allah Yang Maha Esa, Tiada sekutu bagiNya. BagiNya kerajaan
dan pujian. Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu”. (HR.
At-Tirmidzi, no: 3585, hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu
‘anhuma).
َّ ُ َ َ َ َ َ
ْ ‫ْولاْق َّوةَْإِلاْبِا‬
ِ‫لل‬ ‫لاْحول‬

“Tiada daya dan upaya kecuali atas izin Allah” (HR.


Bukhari, no: 4202, Muslim, no: 6868, hadits Abu Musa al-
Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu).

ُ ُ َّ ْ‫َحسبُ َنا‬
َ ‫الل‬
ْ ‫ْون ِع َمْال َوك‬
ْ‫ِيل‬

“Cukuplah Allah sebagai penolong kami,


dan Dialah sebaik-baik Pelindung” (HR, Bukhari, no: 4563,
hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma).
َ َّ َ َ َ ُ َ ‫انْا َ َّلل‬
َ َ ُ
ْ‫للِْال َع ِظي ِْم‬
ْ ‫انْا‬ َ ‫ِْوب‬
ْ ‫حم ِد ْه ِ ْسبح‬ ِ ‫سبح‬
“Mahasuci Allah dan aku memuji-Nya dan Mahasuci Allah
yang Mahaagung” (HR, Bukhari, no: 6682, Muslim, no: 6846,
hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu).

ُ‫للْأَكبَ ْر‬
ُ َّ َ ‫ْوا‬ ُ َّ َ ‫ِْولَاْإل َ َهْإلَّاْا‬
َ ‫لل‬ َّ ُ َ َ َّ َ َ َ ُ
َ ‫ْلل‬ ِ ‫سبحانْاللِْوالحمد‬
ِ ِ

172 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Maha suci Allah segala puji milik Allah tidak ada Tuhan
selain Allah dan Allah Maha besar” (HR, Muslim, no: 5601,
hadits Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu).

َ َ َ ‫ِْوزنَ َة‬ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫انْا َ َّلل‬


َ َ ُ
‫ْعر ِشهِْ َوم َِدادْكل َِمات ِ ْه‬ ِ
َ ‫سه‬
ِ ‫ف‬ ‫اْن‬‫ض‬ِ ‫ر‬‫ِْو‬ ‫ه‬ ‫ق‬
ِ ‫ل‬ ‫ْخ‬ ‫د‬‫د‬ ‫ِْع‬ ‫ه‬‫د‬ِ ‫م‬ َ ‫ِْوب‬
‫ح‬ ِ ‫سبح‬
“ Maha suci Allah dan aku memuji-Nya sebanyak ciptaan-
Nya sejauh ridlo-Nya seberat timbangan arsy-Nya dan sebanyak
tinta untuk menulis kalimat-Nya” (HR. Muslim, no: 6913, hadits
Juwairiyyah Radhiyallahu ‘anha).

َ َ ُ ً َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ َّ ْ ‫لَاْإل َ َهْإلَّا‬
ْ‫ان‬
ْ ‫ح‬ ْ ْ‫اْسب‬
ْ ‫كثِْيْ ْر‬ ْ ِْ‫لل‬ ُ َ
ْ ْ‫الحمْ ْد‬ َ
ْ ‫اْو‬ ً
ْ ‫ك ْب ِيْ ْر‬ ْ ْ‫اللْْأكْبْر‬ ْ ْ ،‫ْوح َدهُْلاْش ِريك ْْل ُْه‬ َ ‫الل‬
ِ ِ
َّ ُ َّ َ َّ َ َّ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ
ْ‫الل ْه ْم ْاغْفِْرْ ْْل ِى‬
ْ ْ ،‫كيْ ِْم‬ َ
ِْ ْ‫الع ِْزيْ ِْز ْالح‬
ْ ْ ِ‫لل‬
ْ ‫اْق ْوْة ْْإ ِْلاْ ْب ِا‬
ْ ‫حوْ ْل ْ ْوْل‬
ْ ْ ْ‫ ْلا‬،‫ن‬ ْ ْ ْ‫للِ ْ َْرب‬
ْ ْ‫الع ْال ِْمي‬ ْ ‫ا‬
َ
ْ‫ىْوارْ ُْز ْق ْنِى‬
َْ ِ ‫ىْواهْ ِْدْن‬َْ ِ‫حمْ ْن‬
ْ ْ‫َْوار‬
“Tiada tuhan selain Allah, Yang Maha Esa, tidak ada
sekutu bagi-Nya. Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya. Maha
Suci Allah, Tuhan alam semesta. Tiada daya dan kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Perkasa dan Maha
Bijaksana, Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku,
tunjukkanlah aku, dan anugerahkanlah aku rizki” (HR. Muslim,
no: 6848, hadits Sa’ad bin Abi al-Waqqas Radhiyallahu ‘anhu).

ً ُ َ َّ َ ُ َ ً َ َّ ُ
ْ‫سوْلا‬
ْ ‫ْر‬ ْ ‫ ْ ْوبِم‬،‫لا ِمْدِْيْنا‬
ْ ‫حم ٍد‬ ْ ‫ ْ َْو ْب ِال ِْإ‬،‫ِْر ًّبا‬
ْ ‫س‬ َْ ‫تْْب ِالل‬ ِْ ‫َر‬
ْ‫ضي‬

“Aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai agama, dan


Muhammad ‫ﷺ‬adalah seorang Rasul” (HR, Abu Daud, no: 1529,
hadits Abu Sa’id al-Khudry Radhiyallahu ‘anhu).

َ َ ََ َ ُ َ َ َََ َ ُ َ َ ََ َ َ َ َ َُ َ َ َ ُ
ْ‫ْولاْإِل َهْغي ُر َك‬ ‫سبحانكْاللهمْوبِحمدِكْتباركْاسمكْوتعالىْجدك‬
173 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu
dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi
Engkau. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau” (HR.
An-Nasa’i dalam ‘Amal al-Yaum wa Lailah, no: 849).

ُ ‫لا‬ َ َ َ َ ‫ْالعر ِش‬


َ ‫ْر ُب‬ ُ ‫لا‬
َ ‫ْالل‬ َ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ ََ َ
ْ‫ْالل‬ ‫ْلاْإلهْ ِإ‬،ْ‫ْالع ِظي ِم‬ ِ ‫ْلاْإِلهْإ‬،ْ‫لاْإِلهْإِلاْاللْالع ِظيمْالحليم‬
َ َ ُ َ َ َ ُ ََ َ ‫َر ُب‬
َ ‫ْالس َم‬
‫ْوربْالعر ِشْالك ِري ِْم‬،‫ض‬ ْ ِ ‫ْوربْالأر‬،‫ات‬
ِْ ‫او‬

“Tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain


Allah yang Maha Agung dan Maha Santun. Tiada ilah
(sesembahan) yang berhak disembah selain Allah, Rabb yang
menguasai ‘arsy, yang Maha Agung. Tiada ilah (sesembahan)
yang berhak disembah selain Allah – (Dia) Rabb yang menguasai
langit, (Dia) Rabb yang menguasai bumi, dan (Dia) Rabb yang
menguasai ‘arsy, lagi Maha mulia” (HR. Bukhari, no: 6346,
Muslim, no: 6921, hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu
‘anhuma).
ُ َ ۡ ُ َّ َ َ َ َّ ٓ َّ ۡ َّ َ َ َ َّ َ
ْ ١٢٧ْ‫ﵟربناْتقبلْمِناَْۖإِنكْأنتْٱلس ِميعْٱلعل ِيم‬
‫ﵞ‬

“Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami),


sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 127).

َّ ‫اب‬
‫ْﵞ‬٢٠١ِْ‫ْٱلنار‬ َ ‫اْع َذ‬ َ ‫ِْح َس َن ٗة‬
َ ‫ْوق َِن‬ َ ‫اْح َس َن ٗة‬
َ ‫ْوفىْٱٓأۡلخ َِرة‬ َ ‫ىْٱلد ۡن َي‬ َ ٓ ‫ﵟر َّب َنا‬
ُّ ‫ْءات َِناْف‬ َ
ِ ِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan
kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”
(QS. Al-Baqarah: 201).

174 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُ َ ۡ َ َ َ َ ٗ ۡ ٓ َ ۡ َ َ ۡ ۡ َ َ َ َ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ ٓ َ َّ ٓ َ ۡ َ ُ َ َ َّ َ
ْ‫ﵟربناْلاْتؤاخِذناْ إِنْنسِيناْأوْأخطأنا ْۚربناْولاْتح ِملْعليناْ إِصراْكماْحملتهۥ‬
َْ‫ٱغفِ ۡرْلَنا‬
ۡ َ َّ َ ُ ۡ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ُ َ َ َ َّ َ َ ۡ َ َ َّ َ َ
‫علىْٱلذِينْ مِن ْقبل ِنا ْۚربناْولاْتح ِملناْماْلاْطاقةْلناْ بِهَِۖۦْوٱعفْعناْو‬
َ َ ۡ ۡ َۡ ََ َ ۡ ُ َ َ َۡ َ َ َ ََٓۡ ۡ َ
‫ﵞ‬٢٨٦ْ‫وٱرحمنا ْۚأنتْمولىناْفٱنصرناْعلىْٱلقو ِمْٱلكفِ ِرين‬

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami


lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup
kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah
kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 286).

َ َ‫كْأ‬
ُْ‫نتْٱل ۡ َو َّهاب‬ َ َّ ۚ ً َ ۡ َ َ ُ َّ َ ۡ َ َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ُ ُ ۡ ُ َ َ َّ َ
‫بْل َناْمِنْلدنكْرحمةْإِن‬ ‫ﵟربناْلاْت ِزغْقلوبناْبعدْإِذْهديتناْوه‬
‫ﵞ‬
ْ ْ٨

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami


condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada
kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau;
karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)”.
(QS. Ali Imran: 8).

َّ ‫اب‬َ ‫اْع َذ‬


َ ‫اْوق َِن‬
َ ‫وب َن‬ ُ َ َ ۡ ۡ َ َّ َ َ ٓ َ َّ ٓ َ َّ َ
َ ُ‫اْذن‬
‫ﵞ‬
ْ ١٦ِْ‫ْٱلنار‬ ‫ﵟر ْبناْإِنناْءامناْفٱغفِرْلن‬

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka


ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa
neraka” (QS. Ali Imran: 16).

175 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ٓ َ ُّ ُ َ َ َّ ً َ َ ٗ َّ ُ َ ُ َّ َ َ
ۡ ‫ْه‬
ْ ٣٨ِْ‫بْلِىْمِنْلدنكْذرِيةْطيِبةَْۖإِنكْس ِميعْٱلدعاء‬
‫ﵞ‬ ‫ب‬
ِ ‫ﵟر‬

“Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak


yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa”. (QS.
Ali Imran: 38).

َ َّ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ ُ َّ َ ۡ َ َّ َ َ ۡ َ َ ٓ َ َّ َ َ ٓ َ َّ َ
‫ﵞ‬
ْ ْ٥٣ْ‫ﵟربناْءامناْبِماْأنزلتْوٱتبعناْٱلرسولْفٱكتبناْمعْٱلش ِهدِين‬

“Ya Tuhan kami, kami telah beriman kepada apa yang telah
Engkau turunkan dan telah kami ikuti rasul, karena itu
masukanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang menjadi
saksi (tentang keesaan Allah)”. (QS. Ali Imran: 53).

ۡ َ َ َّ َ َّ َ َ َ ۡ ُ َ ُ َ ۡ َ َ ۡ
َْ‫ٱغفِ ۡرْلَنا‬ ُ ‫اْسم ۡع َن‬ َ َّ ٓ َ َّ َّ
‫اْي َنادِيْل ِل ِإيم ِنْأنْءامِنواْبِربِكمْفـامنا ْۚربناْف‬
ُ ‫اْم َناد ِٗي‬ ِ َ ‫ﵟربناْإِنن‬
َ ُ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ ۡ َ َ َ َ ُ ُ
ْ‫ْربناْوءاْت ِناْماْوعدتناْعلىْرسل ِك‬١٩٣ِْ‫ذنوبناْوكفِرْعناْسيِـات ِناْوت َوفناْمعْٱلأبرار‬
َ
َ َ ۡ ُ ۡ ُ َ َ َّ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ َ
‫ﵞ‬
ْ ْ١٩٤ْ‫ولاْتخ ِزناْيومْٱلقِيمةِْإِنكْلاْتخل ِفْٱل ِميعاد‬

“Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan)


yang menyeru kepada iman, (yaitu): "Berimanlah kamu kepada
Tuhanmu", maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah
bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-
kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang
banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah
Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul
Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat.
Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji”. (QS. Ali Imran:
193-194).

176 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ ۡ َ َّ َ ُ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ ۡ ۡ َ ۡ َّ َ َ َ ُ َ ٓ َ ۡ َ َ َ َّ َ
‫ﵞ‬
ْ ْ٢٣ْ‫ﵟربناْظلمناْأنفسناْوِإنْلمْتغفِرْلناْوترحمناْلنكوننْمِنْٱلخ ِس ِرين‬

“Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri,


dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat
kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang
merugi” (QS. Al-A’raf: 23).

َ َّ ِ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َّ َ
‫ْﵞ‬٤٧ْ‫ﵟربناْلاْتجعلناْمعْٱلقومْٱلظل ِ ِمين‬

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami


bersama-sama orang-orang yang zalim itu” (QS. Al-A’raf: 47).

َ َ َ ۡ ُۡ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ َ ُّ َ َ َ
ِْ ‫۞ْوٱكتبْلناْفِىْه ِذه‬١٥٥ْ ‫ﵟأنتْول ِيناْفٱغ ِفرْلناْوٱرحمناَْۖوأنتْخيرْٱلغ ِف ِرين‬
َ َ ٓ َ ُ َّ َ ‫اْح َس َن ٗة‬
َ ‫ٱلد ۡن َي‬
ْ ْۚ‫ْوفِىْٱٓأۡلخ َِرة ِْإِناْه ۡدناْإِل ۡيك‬
‫ﵞ‬ ُّ

“Engkaulah Yang memimpin kami, maka ampunilah kami


dan berilah kami rahmat dan Engkaulah Pemberi ampun yang
sebaik-baiknya. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia
ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat)
kepada Engkau” (QS. Al-A’raf: 155-156).

ۡ َ ۡ َ َ َۡ َ َ َ َ َ َّ ۡ َ ۡ ٗ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َّ َ َ ۡ َّ َ َ َّ َ َ
ْ‫ْون ِجناْبِرحمتِكْمِنْٱلقو ِم‬٨٥ْ‫ﵟعلىْٱللِْتوكلناْربناْلاْتجع ْلناْف ِتنةْل ِلقو ِمْٱلظل ِ ِمين‬
َ ۡ
َ ‫كفِر‬
‫ﵞ‬
ْ ْ٨٦ْ‫ين‬ ِ ‫ٱل‬

“Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran


fitnah bagi kaum yang'zalim, dan selamatkanlah kami dengan
rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir” (QS.
Yunus: 85-86).

177 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ۡ َ َّ َ ٓ َ ُ ۡ َّ َ َ َ َ َّ َ َّ ُ َ َّ َ ُ ۡ َ ۡ
ْ‫ْْربناْ ٱغفِرْ لِى‬٤٠ِْْ‫ٱلصلوة ِْ َومِنْ ذرِيتِ ٖۚىْ ربناْ وتقبلْ دعاء‬
ۡ ْ‫بْ ٱجعلنِىْ مقِيم‬
ِ ‫ﵟر‬
َ
ُ َ ۡ ُ ُ َ َ ۡ َ َ ۡ ُ ۡ َ َّ َ َ َ
ْ‫ْﵞ‬٤١ْ‫ول ِول ِديْول ِلمؤ ِمن ِينْيومْيقومْٱلحِساب‬

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-


orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami,
perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan
kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari
terjadinya hisab (hari kiamat)” (QS. Ibrahim: 40-41).

َ ‫اْر َّب َيان‬


ٗ ِ‫ىْصغ‬ َ َ َُۡ ۡ
َ ‫اْك َم‬ َّ
‫ْﵞ‬٢٤ْ‫يرا‬ ِ ‫بْٱرحمهم‬
ِ ‫ﵟر‬

“Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,


sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.
(QS. Al-Isra’: 24).

ٗ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ ٗ َ ۡ َ َ ُ َّ َ ٓ ‫ﵟر َّب َنا‬


‫ْﵞ‬١٠ْ‫ْءات َِناْمِنْلدنكْرحمةْوهيِئْلناْمِنْأم ِرناْرشدا‬ َ

“Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari


sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus
dalam urusan kami (ini)”. (QS. Al-Kahfi: 10).

َ ۡ ََ ۡ
َ ‫ْٱش َر ۡحْل‬
‫ﵞ‬٢٦ْ‫ْوي ِسرْل ِ ٓىْأم ِري‬٢٥ْ‫ىْص ۡدرِي‬
ۡ
ِ ‫ب‬ َ
ِ ‫ﵟر‬

“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan


mudahkanlah untukku urusanku” (QS. Taha: 25-26).

178 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ۡ ۡ
ْ ١١٤ْ‫بْزِدنِىْعِل ٗما‬
‫ﵞ‬ َّ
ِ ‫ﵟر‬
“Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan”
(QS. Taha: 114).

َ َّ َ ُ ُ َ َ َ ۡ ُ َ َ ٓ َّ َ َ ٓ َّ
‫ﵞ‬٨٧ْ‫ﵟلاْإِلهْإِلاْأنتْسبحنكْإِنِىْكنتْمِنْٱلظل ِ ِمين‬

“Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci


Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang
zalim”. (QS. Al-Anbiya: 87).

ُ ُ َۡ َ َ َ ُ ُ ََ َ َّ َ َ َ ۡ َ ُ ُ َ َّ
‫ﵞ‬
ْ ْ٩٨ْ‫ون‬
ِ ‫بْأنْيحضر‬ ِ ‫ْوأعوذْبِكْر‬٩٧ْ‫ين‬
ِ ‫تْٱلشي ِط‬
ِ ‫بْأعوذْبِكْمِنْهمز‬
ِ ‫ﵟر‬

“Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-


bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau ya
Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku”. (QS. Al-
Mu’minum: 97-98).

َ َّ ُ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ َّ َ َ ٓ َ َّ َ
‫ْﵞ‬١٠٩ْ‫ﵟربناْءامناْفٱغفِرْلناْوٱرحمناْوأنتْخيرْٱلر ِحمِين‬

“Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah


kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi
rahmat Yang Paling Baik” (QS. Al-Mu’minun: 109).

َ َّ ُ ۡ َ َ ََ ۡ َ ۡ َ ۡ ۡ َّ
ْ‫ْﵞ‬١١٨ْ‫بْٱغفِرْوٱرحمْوأنتْخيرْٱلر ِحمِين‬ ِ ‫ﵟر‬

“Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan


Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik”. (QS. Al-
Mu’minun: 118).
179 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ٗ َ ُ ۡ َ ٓ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ ۡ ۡ َ َّ َ
ْ‫ْم ۡس َتقرا‬ ً ‫ْغ َر‬
‫ ْإِنهاْساءت‬٦٥ْ ‫اما‬ ‫ﵟربناْٱص ِرفْعناْعذابْجهنمَْۖ إِنْعذابهاْكان‬
ٗ ‫َو ُم َق‬
‫ْﵞ‬٦٦ْ‫اما‬

“Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami,


sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang
kekal. Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat
menetap dan tempat kediaman”. (QS. Al-Furqan: 65-66).

ً َ َ َّ ُ ۡ َ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ َ َّ ُ َ َّ ُ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َّ َ
‫ﵞ‬
ْ ْ٧٤ْ‫جناْوذرِيتِناْقرةْأعي ٖنْوٱجعلناْل ِلمتقِينْإِماما‬ ِ ‫ﵟربناْهبْلناْمِنْأزو‬

“Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri


kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan
jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa”. (QS.
Al-Furqan: 74).

ٗ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ٓ َّ َ َ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َ ٓ ۡ ۡ َ َ
ْ‫بْأوزِعنِىْأنْأشكرْن ِعمتكْٱلتِىْأنعمتْعلىْوعلىْول ِديْوأنْأعملْصل ِحا‬ ِ ‫ﵟر‬
َ َّ َ َ َ َۡ َ ۡ ََۡ ُ َ َۡ
‫ﵞ‬
ْ ْ١٩ْ‫حين‬ ِ ِ ‫ترضىهْوأدخِلنِىْبِرحمتِكْفِىْعِبادِكْٱلصل‬
“Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri
nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan
kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal
saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-
Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (QS. An-
Naml: 19).

ۡ َ َۡ ُ َۡ َ َ
ْ ‫تْنف ِسىْفٱغ ِف ۡرْلِى‬
‫ﵞ‬ ‫بْإِنِىْظلم‬
ِ ‫ﵟر‬

“Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku


sendiri karena itu ampunilah aku”. (QS. Al-Qasas: 16).
180 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َّ َ
َ ‫ْٱلصلِح‬ َ َ
ۡ ‫ْه‬
‫ْﵞ‬١٠٠ْ‫ين‬ ِ ‫بْلِىْمِن‬ ‫ب‬
ِ ‫ﵟر‬

“Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak)


yang termasuk orang-orang yang saleh”.( QS. As-Saffat: 100).

ٗ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ٓ َّ َ َ َ ۡ َ ُ ۡ َ ۡ َ ٓ ۡ ۡ َ َ
ْ‫بْأوزِعنِىْأنْأشكرْن ِعمتكْٱلتِىْأنعمتْعلىْوعلىْول ِديْوأنْأعملْصل ِحا‬ ِ ‫ﵟر‬
ۡ َ َ َۡ ُ ُۡ ُ َ َ ‫تَ ۡر َضى ُه‬
‫ﵞ‬١٥ْ‫ْوأ ۡصل ِۡحْلِىْفِىْذرِ َّيتِ ٓىْإِنِىْتبتْإِليكْوِإنِىْمِنْٱلمسل ِ ِمين‬
َ ۡ ُ َ

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat


Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang
Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi
kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang berserah diri”. (QS. Al-Ahqaf: 15).

َْ‫اْتجۡ َع ۡلْفىْقُلُوب َناْغِلٗاْل ِلَّذِين‬


َ َ َ َ ۡ َ ُ َ َ َ َّ َ َ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ َّ َ
‫ﵟربناْٱغفِرْلناْول ِ ِإخون ِناْٱلذِينْسبقوناْبِٱل ِإيم ِنْول‬
ِ ِ
ٌ ‫ْرح‬َّ ‫وف‬ ٞ ُ َ َ َّ ٓ َ َّ َ ُ َ َ
‫ﵞ‬
ْ ١٠ْ‫ِيم‬ ‫ءامنواْربناْإِنكْرء‬

“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara


kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap
orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-
Hasyr: 10).

181 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َّ َ
َْ‫اْتجۡ َعلۡ َناْ ف ِۡت َن ٗةْل ِلَّذِين‬ ُ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ ۡ َّ َ َ َ ۡ َ َ َ َّ َّ
‫ ْربناْل‬٤ْ ‫صير‬ ِ ‫ﵟربناْعليكْتوكلناْوِإليكْأنبناْوِإليكْٱلم‬
ُ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ َ َّ ٓ َ َّ َ َ َ ۡ ۡ َ ُ َ َ
ْ ْ٥ْ‫كفرواْوٱغفِرْلناْربناَْۖإِنكْأنتْٱلع ِزيزْٱلحكِيم‬
‫ﵞ‬

“Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami


bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan
hanya kepada Engkaulah kami kembali". "Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-
orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-
Mumtahanah: 4-5).

َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ ُ َّ
ْ‫ْوأناْعلىْعهدِكْووعدِكْما‬،ْ‫اللهمْأنتْربِىْلاْإلهْإلاْأنتْخلقتنِىْوأناْعبدك‬
َ ُ ُ َ َ َ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ َ ُ ُ
ْ،ْ‫وءْبِذن ِبى‬ ‫ْوأب‬،ْ‫وءْلكْبِن ِع َمتِكْعَل َّى‬ ‫ْأب‬،ْ‫أعوذْبِكْمِنْش ِرْماْصنعت‬ ْ ،ْ ‫ت‬ ُ ‫اس َت َطع‬
َ ‫ْ َف َم‬،‫ْموق ِناًْب َها‬ َّ ‫ْ َمنْقَال َ َهاْم َِن‬.ْ‫ت‬
ُ ‫ْالن َهار‬ َّ َ ُ ُّ ُ َ َ ُ َّ َ
َ ‫ْإلاْأن‬ َ
ْ‫ات‬ ِ ِ ‫وب‬ ‫ن‬ ‫ْالذ‬ ‫ر‬ ‫ف‬
ْ
ِ ‫غ‬ ‫ْي‬ ‫لا‬ْ ‫ه‬ ‫إن‬‫ف‬ ْ ، ْ‫ى‬ ِ ‫ْل‬ ‫ر‬ ‫ف‬
ِ ‫اغ‬ ‫ف‬
ُ ‫ْ َو ُه َو‬،‫ل‬ َّ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ
ٌْ‫ْموق ِن‬ ِْ ‫ْومنْقالهاْمِنْاللي‬،ِْ‫ْفهوْمِنْأه ِلْالجنة‬،ْ‫مِنْيَو ِمهِْقبلْأنْيم ِسى‬
َ ُ ُ
َ َ َ َ ََ َ
ِ‫ْف ُه َوْمِنْأه ِلْالجَ َّْنة‬،ْ‫اتْقبلْأنْيُصب ِ َح‬ ‫ْفم‬،ْ‫بِها‬

“Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah Rabb-ku, Tiada


Ilah kecuali Engkau, Engkau telah menciptakanku, sedang aku
adalah hamba-Mu, aku akan berusaha memenuhi janji-janjiku
kepada-Mu sekuat tenagaku, aku berlindung kepada-Mu dari apa
perbuatan jelekku, aku mengakui akan nikmat-Mu yang Engkau
berikan kepadaku dan aku mengakui juga atas dosa yang pernah
aku perbuat, maka ampunilah diriku, sesungguhnya tiada yang
mampu mengampuni dosa kecuali Engkau ya Allah” (HR.
Bukhari, no: 6306, hadits Saddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu).

182 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َّ َ ُ ُّ ُ َ َ َ ً َ ً ُ َ َ َ َّ
ْ‫ ْفاغفِرْلِى‬،ْ ‫ ْولاْيغفِرْالذنوبْإلاْأنت‬،ْ ‫الل ُه َّمْإنِىْظلمتْنف ِسىْظلماْكثِيرا‬
ُ َ َ َ َّ َ َ
ُ‫ِيم‬ َّ ُ
ْ ‫ْإنكْأنتْالغفورْالرح‬،ْ‫ِكْوارحمنِى‬ ‫َمغفِ َرةًْمِنْعِند‬
“Ya Allah, Sesungguhnya aku telah menzalimi diriku
sendiri dengan kezaliman yang banyak. Tidak ada yang bisa
mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku
dengan ampunan dari sisi-Mu dan rahmati aku. Sesungguhnya
Engkau Dzat Maha pengampun lagi Penyayang” (HR. Bukhari,
no: 834, dan Muslim, no: 6869, hadits Abu Bakar as-Siddiq
Radhiyallahu ‘anhu).

َ ُ ُ ََ َ َ َ َ َ ُ ُ ََ ََ َ َ َ ُ ُ َ َّ
ْ‫الل ُه َّمْ إِنِىْأعوذْ بِكْ مِنْاله ِمْوالحز ِنْوأعوذْ بِكْ مِنْالعج ِزْوالكس ِلْوأعوذْ بِك‬
َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ ُ ََ ُ َ ُ
‫ْالرجا ِْل‬
ِ ‫مِنْالجب ِنْوالبخ ِلْوأعوذْبِكْمِنْغلبةِْالدي ِنْوقه ِر‬
“Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegundahan dan
kesedihan dan aku berlindung kepadaMu dari kelemahan dan
kemalasan dan aku berlindung kepadaMu dari sifat penakut dan
bakhil dan aku berlindung kepadaMu dari terlilit hutang dan
pemaksaan dari orang lain” (HR. Abu Daud, no: 1555, hadits Abu
Sa’id al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu).

َ َ َ َّ َ ُ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ ُ ُ ََ َ ُ ُ َ َّ
ْ‫الل ُه َّمْإِنِىْأعوذْبِكْمِنْالبخ ِلْوأعوذْبِكْمِنْالجب ِنْوأعوذْبِكْأنْأردْإِلىْأرذ ِل‬
ُ
َ َ َ َ ُ ُ َ َ َّ َّ َ َ َ َ ُّ َ َ ُ ُ ََ ُ ُ
ْ‫ابْالقب ِر‬
ِ ‫العم ِرْوأعوذْبِكْمِنْف ِتنةِْالدنياْيعنِىْف ِتنةْالدجا ِلْوأعوذْبِكْمِنْعذ‬

“Ya Allah, aku berlindung kepada Mu dari sifat kikir, aku


berlindung kepada Mu dari sifat pengecut, aku berlindung
kepada-Mu kepikunan, aku berlindung dari fitnah dunia
maksudnya adalah fitnah dajjal dan aku berlindung kepada Mu
dari siksa kubur” (HR. Bukhari, no: 6365, hadits Sa’ad bin Abi
al-Waqqas Radhiyallahu ‘anhu).

183 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ
ْ‫اب‬ ِ ‫ذ‬ ‫ع‬ ‫ْو‬ ‫ر‬
ِ ‫ب‬ ‫ق‬ ‫ِْال‬ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫ِت‬ ‫ف‬ ْ‫ِن‬ ‫م‬‫ْو‬ ِ
‫م‬ ‫ر‬ ‫غ‬ ‫م‬ ‫ال‬‫ْو‬ ‫م‬
ِ ‫ث‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫ْو‬ ‫م‬ ِ ‫ر‬ ‫ه‬ ‫ال‬ ‫و‬ ْ ‫ل‬
ِ ‫س‬ ‫ك‬‫ْال‬‫ِن‬ ‫م‬ ْ ‫ك‬ ِ ‫ب‬ ْ‫وذ‬ ‫ع‬ ‫ىْأ‬ ِ ِ ‫الل‬
‫ن‬ ‫إ‬ ْ ‫م‬ ‫ه‬
َ َ َ ُ ُ ََ َ َ َ ‫ْو َع َذاب‬ َ ‫ال َقبر‬
ْ‫ْومِنْش ِرْف ِت َنةِْالغِنىْوأعوذْبِكْمِنْف ِتنةِْالفق ِر‬ َ ‫ْالنار‬
ِ ِ
َ ‫ِْالنار‬
ِ
َ ‫ْومِنْف ِت َنة‬
ِ
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ُ ََ
ِْ‫ْاللهمْاغسِلْعنِىْخطايايْبِماءِْالثل ِجْوالبرد‬ ْ ‫وأعوذْبِكْمِنْف ِتنةِْالمسِيحِ ْالدجا ِل‬
َْ‫ىْو َبين‬ َ ‫ْو َباعِدْبَين‬ َ ‫ْالدن َ ِس‬َ ‫ْالثو َبْال َأب َي َضْ مِن‬ َ َ ََ َ َ َ ََ
‫ت‬ ‫ي‬ ‫ق‬ ‫اْن‬ ‫م‬ ‫اْك‬ ‫اي‬ ‫ط‬ ‫خ‬ ‫ْال‬ ‫ِن‬‫م‬ ْ‫ى‬ ‫ب‬
َ ََ
ِ ِ ‫ون ِقْق‬
‫ل‬
َ ‫ْوال‬ َ ‫ت َْبي َنْال َمشرق‬ َ ‫اعد‬ َ َ‫ْك َماْب‬َ َ َ َ َ
ْ‫ب‬
ِ ِ ‫ر‬ ‫غ‬ ‫م‬ ِ ِ ‫خطاياي‬

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa malas,


kepikunan, kesalahan dan terlilit hutang, dan dari fitnah kubur
serta siksa kubur, dan dari fitnah neraka dan siksa neraka dan
dari buruknya fitnah kekayaan dan aku berlindung kepada-Mu
dari buruknya fitnah kefakiran serta aku berlindung kepada-Mu
dari fitnah Al Masih Ad Dajjal. Ya Allah, bersihkanlah
kesalahan-kesalahanku dengan air salju dan air embun,
sucikanlah hatiku dari kotoran-kotoran sebagaimana Engkau
menyucikan baju yang putih dari kotoran. Dan jauhkanlah
antara diriku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau
jauhkan antara timur dan barat” (HR. Bukhari, no: 6368, dan
Muslim, no: 6871, hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha).

َّ َ َ َ َ ََ َ َ َ َّ
َّْ‫الل ُهم‬ ْ،‫ْ َوِإس َرافِىْفِىْأم ِريْوماْأنتْأعلمْبِهِْمِنِى‬،‫ىْو َجهلِي‬
ُ َ ‫يئت‬
ِ ‫ط‬ِ ‫ىْخ‬ ِ ‫ْل‬ ‫ر‬ ‫ف‬
ِ ‫ْاغ‬ ‫م‬َّ ‫الل ُه‬
َ ‫الل ُه َّمْاغفِرْل‬ َّ َ َ ُّ ُ َ َ َ َ ‫ ْ َو َخ‬،‫ِيْو َهزلى‬
َ ‫اغفِرْلىْ جد‬
ْ‫ىْما‬ ِ ْ ، ‫ِي‬
‫د‬ ‫ِن‬
‫ع‬ ْ ‫ِك‬ ‫ل‬‫ْذ‬ ‫ل‬ ‫ك‬ ‫و‬ ْ ، ‫ِي‬‫د‬‫م‬ ‫ع‬ ‫يْو‬ ِ ‫ئ‬ ‫ط‬ ِ ِ ِ
َْ‫ْْ َأنت‬،‫تْ أَع ْلَ ُمْ بهِْ مِنى‬ َ ‫ْْ َو َماْ َأن‬،‫ت‬
ُْ ‫ْْ َو َماْ أَعلَن‬،‫ت‬ُْ ‫ْْ َو َماْ أَس َرر‬،‫ت‬ ُْ ْ‫تْْ َو َماْ أَ َّخر‬
ْ ُ ‫ق َّدم‬
َ
ِ ِ
ٌ‫ِير‬ َ َ ُ ََ َ ََ ُ َ ُ َ ََ ُ َ ُ
ْ ‫ْوأنتْعلىْك ِلْشى ٍءْقد‬،‫ْوأنتْالمؤخ ِْر‬،‫المقد ِْم‬

“Ya Allah, ampunilah kesalahanku, kejahilanku,


perbuatanku yang melewati batas dan apa-apa yang Engkau
lebih mengetahuinya daripadaku. Ya Allah, ampunilah urusanku
yang sungguh-sungguh maupun yang bercanda, kesalahan yang

184 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
tidak disengaja maupun yang disengaja. Semua itu ada pada
diriku. Ya Allah, ampunilah aku atas apa yang aku lakukan
dahulu maupun yang akan datang, yang aku sembunyikan
maupun yang aku nyatakan dan apa-apa yang Engkau lebih
mengetahuinya daripadaku. Engkau adalah yang mendahulukan
dan yang mengakhirkan dan Engkau Mahakuasa atas segala
sesuatu” (HR. Bukhari, no: 6398, dan Muslim, no: 6901, hadits
Abu Musa al-Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu).

َْ‫ْكلْ َشى ٍءْفَال ِق‬ُ َّ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َّ َ َّ ُ َّ


ِ ‫اتْوربْالأر ِضْوربْالعر ِشْالع ِظي ِمْربناْورب‬ ِ ‫اللهمْربْالسماو‬
َْ‫ْشى ٍء َْأنت‬ َ ُ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ
‫انْأعوذْبِكْمِنْش ِرْك ِل‬ ‫ق‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ال‬‫ْو‬ ‫يل‬ ‫ج‬ ‫ن‬‫إ‬ ‫ل‬‫ا‬‫ِْو‬ َّ ‫ىْو ُمنز َل‬
َ ‫ْالتو َراة‬ َ ‫الن َو‬
َّ ‫ْو‬
َ ‫الحَب‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َْ‫ْبع َدك‬ َ ‫تْالآخ ُِرْفَلَي َس‬ َ ‫ْو َأن‬ َ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َّ ُ َّ
َ ‫ْشى ٌء‬ ‫اص َيتِهِْاللهمْأنتْالأولْفليسْقبلك‬ َ ٌ
ِ ‫آخِذْ بِن‬
ٌ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ٌ َ َ َ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ ٌ َ
ْ‫شىءْوأنْتْالظاهِرْفليسْفوقكْشىءْوأنتْالباطِنْفليسْدونكْشىءْاق ِض‬
َ َ َ َ َ َّ َّ َ
‫عناْالدينْوأغن ِناْمِنْالفق ِْر‬

“Ya Allah, rabb langit dan bumi, rabb yang menguasai


arasy yang agung, rabb kami dan rabb segala sesuatu, rabb yang
membelah dan menumbuhkan biji-bijian, rabb yang menurunkan
kitab Taurat, Injil, dan Al Qur'an. Sesungguhnya aku berlindung
kepada-Mu dari kejahatan segala sesuatu, karena segala sesuatu
itu berada dalam genggaman-Mu. Ya Allah, Engkaulah rabb
Yang Awal, maka tidak ada sesuatu pun yang mendahului-Mu. Ya
Allah, Engkaulah rabb Yang Akhir, maka tidak ada sesuatu
setelah-Mu. Ya Allah, Engkaulah Yang Zhahir, maka tidak ada
yang menutupi-Mu. Ya Allah, Engkaulah rabb Yang Bathin, maka
tidak ada yang samar dari-Mu. Ya Allah, lunaskanlah hutang-
hutang kami dan bebaskanlah kami dari kefakiran.” (HR.
Muslim, no: 6889, hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu).

185 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َّ ُ َّ
ِ ‫ْْو ِمْنْْش‬
ْْ‫ْرْْمْاْلْمْْأْعْلْم‬ ْ ‫ْاْعلِْمْت‬ ِ ‫اللْهْمْْإِْنِْىْأْعْوْذْْبِْكْْ ِمْنْْش‬
ْ ‫ْرْْم‬
“Yaa Allah, aku berlindung dari keburukan yang aku
ketahui dan keburukan yang tidak aku ketahui” (HR. Muslim, no:
6895, hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha).

‫اشى‬ ِ ‫ال َّلهم أَص ِلح ِلى ِد ِينى ا َّل ِذى هو ِعصم ُة أَمرِ ى وأَص ِلح ِلى د ْنياى ا َّل ِتى ِفيها مع‬
َ َ َ َ َ ُ ْ ْ َ ْ َ ْ َُ َ ْ ْ َّ ُ
‫اج َع ِل‬ ِ ِ ‫آخر ِتى الَّ ِتى ِفيها مع ِادى واجع ِل ا ْلحيا َة زِ ي‬ ِ ‫وأَص ِلح ِلى‬
ْ ‫ادة لى فى ُك ِل َخ ْيرٍ َو‬ َ َ ََ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ْ َ
‫احة ِلى ِم ْن ُك ِل َش ٍر‬
َ ‫ت َر‬َ ‫ا ْل َم ْو‬
“Ya Allah perbaikilah agamaku sebagai benteng (ishmah)
urusanku; perbaikilah duniaku yang menjadi tempat
kehidupanku; perbaikilah akhiratku yang menjadi tempat
kembaliku! Jadikanlah ya Allah kehidupan ini mempunyai nilai
tambah bagiku dalam segala kebaikan dan jadikanlah
kematianku sebagai kebebasanku dari segala kejahatan” ( HR.
Muslim, no: 6903, hadits Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu).

َ‫ْوالغنى‬ َ َ َ َ َ ُّ َ َ ُ َ ُ َ َ َّ
ِ ‫الل ُه َّمْإِنِىْأسألكْالهدىْوالتقيْوالعفاف‬
َ

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu petunjuk, ketaqwaan,


keterjagaan, dan kekayaan” (HR. Muslim, no: 6904, hadits
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu).

186 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َ ََ َ
ِ ُ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َّ ‫الل ُه‬َّ
ْ‫ابْالقب ِر‬ ِ ‫ذ‬ ‫ع‬ ‫ْو‬‫م‬ ‫ر‬ ‫ه‬ ‫ال‬‫ْو‬ ‫ل‬ِ ‫خ‬ ‫ب‬ ‫ال‬ ‫ْو‬ ‫ن‬
ِ ‫ب‬ ‫ج‬ ‫ال‬‫ْو‬ ‫ل‬
ِ ‫س‬ ‫ك‬ ‫ال‬ ‫ْو‬ ‫ز‬
ِ ‫ج‬ ‫ع‬ ‫ْال‬ ‫ِن‬‫م‬ ْ ‫ك‬ِ ‫ب‬ ْ ‫وذ‬ ‫ع‬ ‫ىْأ‬ ِ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ْ ‫م‬
َّ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ َّ
ْ‫ْول ُِّي َهاْ َو َمولاهاْالل ُه َّمْإِنِى‬
َ ‫ت‬ َ ‫اهاْأن‬ ‫اْو َزك َِهاْأنتْخيرْمنْزك‬ َ ‫اه‬ ‫ْآتْنف ِسىْتقو‬ ِ ‫م‬َّ ‫ه‬ُ ‫الل‬
َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ
ْ‫بْلاْيخشعْومِنْنف ٍسْلاْتشبعْومِنْدعو ٍة‬ ٍ ‫أعوذْبِكْمِنْعِل ٍمْلاْينفعْومِنْقل‬
َ ُ َ َ ُ َ
ْْ‫ابْل َها‬ ‫لاْيستج‬
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan,
kemalasan, ketakutan, kedekut, nyanyuk (sangat tua), dan siksa
kubur. Ya Allah, berikanlah ketakwaan kepada jiwaku,
sucikanlah ia, sesungguhnya Engkaulah sebaik-baik Dzat yang
dapat mensucikannya, Engkaulah yang menguasai dan yang
menjaganya. Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu
dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyuk, diri
yang tidak pernah puas, dan doa yang tidak dikabulkan” (HR.
Muslim, no: 6906, hadits Zaid bin Arqam Radhiyallahu ‘anhu).

َ َ ُ َ َ َ َ ُ ََ َ َ َ ُ َََ َ َ َ َ ُ ََ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ َ
ْ‫ت َْواِليك‬ ‫اللهمْلكْاسلمتْوبِكْامنتْوعليكْتوكلتْواِليكْانبتْوبِكْخاصم‬
َ َ َ َ ََ ُ َ َ ََ ُ َ َ ََ ُ َ َ ََ ُ ََ َ َ ُ َ َ
ْ‫تْاعل ُم‬ ‫تْفاغفِرلِىْماقدمتْوماْاخرتْوماْاسررتْوماْاعلنتْوماْان‬ ‫حاكم‬
َ ََُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ ُ َ ُ َ ََ ُ َ ُ َ َ
ِ‫لل‬
ْ ‫لاْقوةْاِلاْبِا‬
ْ ‫ْولاْحولْو‬.‫ت‬
ْ ‫خرْلاا ِلهْاِلاْان‬
ِ ‫ْانتْالمق ِدمْوانتْالمؤ‬.ْ‫بِهِْمِنِى‬

“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah. Hanya


kepada-Mu juga aku beriman. Kepada-Mu aku pasrah. Hanya
kepada-Mu aku kembali. Karena-Mu aku rela bertikai. Hanya
pada-Mu dasar putusanku. Karenanya ampuni dosaku yang telah
lalu dan yang terkemudian, dosa yang kusembunyikan dan yang
kunyatakan, dan dosa lain yang lebih Kau ketahui ketimbang aku.
Engkau Yang Maha Terdahulu dan Engkau Yang Maha
Terkemudian. Tiada Tuhan selain Engkau. Tiada daya upaya dan
kekuatan selain pertolongan Allah” (HR. Bukhari, no: 7383, dan
Muslim, no: 6899, hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu
‘anhu).
187 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َّ
ْ ِ‫ ْوجمِيع‬،‫ك‬
ْ ِ ‫ ْوفجاءة ِْ ن ِقمت‬،‫ك‬ ْ ِ ‫الل ُه َّمْ إِنِىْأعوذْ بِكْ مِنْزوا ِلْ ن ِعمت‬
ْ ِ ‫ ْوتحو ِلْعافِيت‬،‫ك‬ َ
َ َ
ْ ‫َسخ ِط‬
ْ‫ك‬
“Ya Allah, sesungguhnya aku ini berlindung kepada-Mu
dari hilangnya nikmat yang telah Engaku berikan, dari ubahnya
kesehatan yang Engkau anugerahkan, dari siksa-Mu yang datang
secara tiba-tiba, serta dari segala murka-Mu” (HR. Muslim, no:
6943, hadits Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma).

َ َ َ َ َ ََ ُُ ُ ُ َ َ ُ َّ ُ َّ
ْ‫ك‬
ْ ِ ‫اع ْت‬
ْ ‫ط‬
ْ ْ‫اْعل ْى‬
ْ ‫فْ ْق ْلوْ ْب ْن‬ َْ ْ‫الق ْلو‬
ْ ‫بْص ِْر‬ ْ ْ‫ف‬ْ ‫ص ِْر‬
ْ ‫الل ْه ْمْ ْم‬
ْ
“Ya Allah yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah
hatiku pada agamaMu.” (HR. Muslim, no: 6750, hadits Abdullah
bin Amr Radhiyallahu ‘anhuma).

ُ ُ َ َ ُ َ ُ َ َ ُ ََ َ َ َ َُ َ َُ َََ َُ َ ُ َ ُ َُ َ َ ُ َ
ْ‫ْاللهمْإِن ِىْأعوذ‬،‫ْوعلان ِيتهْو ِسرْه‬،‫ْوأولهْوآخِرْه‬،‫جل ْه‬
ِ ‫اللهمْاغفِرْلِىْذن ِبىْكلهْدِقهْو‬
َ ُ َ َ َ ُ ُ ََ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ‫بر َض‬
ًْ‫ىْث َناء‬ ‫ ْلاْأح ِص‬،‫ك‬ ْ ‫ وأعوذْ بِكْ مِن‬،‫ك‬ْ ِ ‫ ْ َوب ِ َعفوِ َكْ مِنْعقوبت‬،‫ك‬
ْ ‫ْسخ ِط‬ ‫اكْ مِن‬ ِِ
َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ
‫ِك‬
ْ ‫عليكْأنتْكماْأثنيتْعلىْنفس‬
“Ya Allah, ampunilah diriku dari dosaku semuanya, yang
kecil atau yang besar, yang awal dan yang akhir, yang terlihat
ataupun yang tidak terlihat. Ya Allah, aku berlindung dengan
keredhaan-Mu dari murka-Mu, dengan maaf-Mu dari hukuman-
Mu dan Aku berlindung dengan-Mu dari-Mu. Tidak terhitung
pujian bagi-Mu, Engkau sebagaimana pujian-Mu atas diri-Mu”
(HR. Muslim, no: 1084, hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
‘anhu).

188 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ َ َ َ َّ ‫ فَاط َِر‬،‫ل‬
َ ‫ْالس َم‬ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫ا َ َّلل ُه َّم‬
َّ ‫ْر‬
ْ‫ب‬
ِ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫ْال‬‫ِم‬ ‫ل‬‫ا‬ ‫ع‬ْ ، ْ
‫ض‬ ِ ‫أر‬ ‫ل‬‫ا‬‫ْو‬ ‫ات‬
ِ ‫او‬ ْ ‫ِي‬ ‫ف‬‫ا‬‫ر‬ ‫ِإس‬ ‫ْو‬ ‫ل‬ ‫ي‬ِ ‫ئ‬ ‫ا‬ ‫ك‬‫ِي‬
‫م‬ ‫ْو‬ ‫ل‬ ‫ي‬ِ ‫ئ‬ ‫ا‬‫ر‬ ‫ب‬‫ج‬ِ ْ ‫ب‬
َ ُ َ َ ُ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َّ َ
ْ‫ْا ِهدِنِىْل ِماْاختل ِف‬،‫ن‬ ْ ‫ْأنتْتحكمْبينْعِبادِكْفِيماْكانواْفِيهِْيختل ِفو‬،ِ ‫والشهاد ْة‬
َ ُ َ َ ُ ََ َ َ َ َّ َ
‫م‬
ٍْ ‫اطْمستقِي‬ ٍ ‫ىْصر‬ ِ ‫كْتهدِيْمنْتشاءْإِل‬ ْ ‫ْإِن‬،‫ِك‬ ْ ‫فِيهِْم َِنْالحَ ِقْبِإِذن‬

“Ya Allah Rabb Jibril, Mikail, dan Isrofil, Pencipta langit


dan bumi yang maha mengetahui yang gaib dan yang nyata,
Engkaulah yang memutuskan apa yang diperselisihkan oleh
hamba-hambamu. Tunjukilah aku kepada kebenaran dalam apa
yang diperselisihkan itu atas izinmu Sesungguhnya engkau
menunjuki Siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus”
(HR. Muslim, no: 1811, hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha).

َ َ ُ ُ ََ َ َ ُ ُ َ َ َُ َ َ َ َ ُ ُ َ َّ
ْ‫ْوأعوذْبِكْمِنك‬،‫ك‬ ْ ‫الل ُه َّمْإِنِىْأعوذْب ِ ِرضاكْمِنْسخ ِط‬
ْ ِ ‫ْوبِمعافات ِكْمِنْعقوبت‬،‫ك‬ ُ
َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ً ََ ُ
ْ ‫لاْأح ِصىْثناءْعليكْأنتْكماْأثنيتْعلىْنفس‬
‫ِك‬
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan
keridhaanMu dari kemurkaanMu, dan dengan kemaafanMu dari
siksaanMu. Dan aku berlindung denganMu daripada tidak
mampu untuk memujiMu sebagaimana Engkau memuji diriMu.”
(HR. Muslim, no: 1090, hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha).

َ َ َ َ ََ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ ُ ُ َ َ ُ ّٰ َ
ْ‫ْوشماتةِْالأعدا ِء‬،‫ْوسوءِْالقضا ِْء‬،‫ْودركِ ْالشقا ِْء‬،‫اللهمْإِن ِىْأعوذبِكْمِنْجهدِْالبلا ِْء‬
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari
susahnya bala (bencana), hinanya kesengsaraan, keburukan
qadha' (takdir), dan kegembiraan para musuh.” (HR. Bukhari
no: 6347, 6616 dan Muslim, no: 6877).

189 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُ ُ َ ‫ْ َوفى‬،‫ْ َوفىْل َِسانىْنُو ًرا‬،‫ا َ َّلل ُه َّمْاج َعلْفىْقَلبىْنُو ًرا‬
ْ‫ْ َومِن‬،‫ْ َوفِىْبَ َص ِريْنو ًرا‬،‫ْسم ِعيْنو ًرا‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َ َ َ ً ُ َ َ َ َ ً ُ َ َ َ ً ُ َ ُ َ
ْ،‫ْومِنْأمامِيْنورا‬،‫ْوعنْشمالِىْنورا‬،‫ْوعنْي ِمينِىْنورا‬،‫ْ َومِنْتحتِىْنورا‬،‫فوْق ِىْنو ًرا‬
ً
ًْ‫ْ َوأَع ِظمْلىْنُورا‬،‫ْ َواج َعلْفى َْنف ِسىْنُو ًرا‬،‫ْخلفيْنُو ًرا‬
َ َ
ِ ِ ِ ‫ومِن‬
“Ya Allah, ciptakanlah cahaya di hatiku, cahaya di
lidahku, cahaya di pendengaranku, cahaya di penglihatanku,
cahaya dari atasku, cahaya dari bawahku, cahaya di sebelah
kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya dari depanku, dan
cahaya dari belakangku. Ciptakanlah cahaya dalam diriku,
perbesarlah cahaya untukku” (HR. Bukhari, no: 6316, dan
Muslim, no: 1797, hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu
‘anhuma).

َ ‫ْوعَلَىْآلْ إب َراه‬
ْ‫ِيم‬ َ ‫تْعَلَىْ إب َراه‬
َ ‫ِيم‬ َ ‫اْص َّلي‬
َ ‫ْك َم‬َ َّ َ ُ َ َ َّ َ ُ َ َ َ َّ ُ َّ
‫ْوعَلىْآ ِلْمحم ٍد‬ ‫اللهمْص ِلْعلىْمحم ٍد‬
ِ ِ ِ
َ ‫تْعَلَىْ إب َراه‬ َ َّ َ ُ
َ َ‫ْك َماْب‬
َ ‫ارك‬ َ َ َ َّ َ ُ َ َ َّ ٌ َ ٌ َ َ َّ
َ‫الل ُه َّمْب‬
ْ‫ِيم‬ ِ ‫د‬
ٍ ‫م‬ ‫ح‬‫ْم‬ ‫ل‬
ِ ‫ىْآ‬ ‫ل‬ ‫ع‬‫ْو‬ ‫د‬
ٍ ‫م‬ ‫ح‬‫ىْم‬ ‫ل‬ ‫ْع‬ ‫ك‬ ِ ‫ار‬ ْ ‫إِنكْحمِيدْم ِجيد‬
ٌ ‫ْمج‬َ ٌ َ َ َّ َ َ ََ َ
ْْ‫يد‬ ِ ‫ِيد‬ ‫م‬‫ْح‬ ‫ك‬ ‫ن‬ِ ‫إ‬ ْ ‫ِيم‬ ‫ه‬ ‫ا‬‫ر‬ ‫ب‬ِ ‫إ‬ْ ‫ل‬
ِ ‫ىْآ‬ ‫وعل‬

“Ya, Allah. Berilah (yakni, tambahkanlah) sholawat


(sanjungan) kepada Muhammad dan kepada keluarga
Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi sholawat
kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya
Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia. Ya, Allah. Berilah
berkah (tambahan kebaikan) kepada Muhammad dan kepada
keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi
berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim,
sesungguhnya Engkau Maha Terpuji (lagi) Maha Mulia.” (HR.
Bukhari, no: 3370, dan Muslim, no: 908, hadits Ka’ab bin ‘Ujrah
Radhiyallahu ‘anhu).

190 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُ ُ ََ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ َُ َ َّ ُ َّ َ
ْ‫جلِهِْماْعل ِمتْمِنهْوماْلمْأعلمْوأعوذ‬ ِ ‫جلِهِْوآ‬
ِ ‫اللهمْإِنِىْأسألكْمِنْالخي ِرْكلِهِْعا‬
َ َُ َ َّ ُ َّ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ َّ َ َ
ْ‫جلِهِْماْعل ِمتْمِنهْوماْلمْأعلمْاللهمْإِنِىْأسألكْمِن‬ ِ ‫جلِهِْوآ‬
ِ ‫بِكْمِنْالش ِرْكلِهِْعا‬
َّْ‫كْا َ َّلل ُهم‬َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ
‫خي ِرْماْسألكْعبدكْونبِيكْوأعوذْبِكْمِنْش ِرْماْعاذْبِهِْعبدكْونبِي‬
َْ‫ْو َماْقَ َّرب‬ َ ‫ْالنار‬
َّ ‫كْم َِن‬ َ ُ ُ ََ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ َ َ َ ُ َ َ
ِ ْ ِ ‫إِنِىْأسألكْالجنةْوماْقربْإِليهاْمِنْقو ٍلْأوْعم ٍلْوأعوذْب‬
َ ُ‫ضي َتهْل‬َ َ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ َ
ً‫ىْخيرا‬
ِ ‫مِن َهاْمِنْقو ٍلْأوْعم ٍلْوأسألكْأنْتجعلْكلْقضا ٍءْق‬

“Ya Allah aku memohon kepada-Mu dari segala kebaikan


baik yang cepat maupun lambat apa yang aku ketahui dan apa
yang belum aku ketahui. Aku berlindung kepada-Mu dari segala
kejahatan baik yang cepat maupun yang lambat apa yang aku
ketahui dan apa yang belum aku ketahui. Ya Allah aku memohon
kepada-Mu dari kebaikan seperti yang dimohon hamba-Mu dan
Nabi-Mu. Ya Allah aku memohon kepada-Mu surga dan apa yang
dapat mendekatkan kepadanya baik ucapan maupun amalan. Aku
berlindung kepada-Mu dari neraka dan apa yang dapat
mendekatkan kepadanya baik ucapan maupun amalan. Dan aku
memohon kepada-Mu agar Engkau menjadikan setiap keputusan
yang Engkau putuskan kepadaku itu baik untukku” (HR. Ibnu
Majah, no: 3846, hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha).

َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َّ
ً
ْ،‫ ْأحيِنِىْماْعل ِمتْالحياةْخيراْلِى‬،‫ق‬ ِْ ‫ ْ َوقد َرت ِكْعَلىْالخل‬،‫ب‬ ْ َ ‫الل ُه َّمْ بِعِل ِمكْالغي‬
َِ َ َّ َ َ َ ََ َ َ َُ َ َّ
َّ ‫الل ُه‬ َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ َ
ً ‫ْخي‬
ْ،‫بْوالشهاد ْة‬ ِ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫ىْال‬ِ ‫ْف‬‫ك‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫ش‬ ‫ْخ‬ ‫ك‬ ‫ل‬‫أ‬ ‫س‬‫ىْأ‬ ِ ‫ن‬ ِ ‫إ‬ْ ‫م‬ ْ ، ‫ى‬ِ ‫اْل‬‫ر‬ ‫وتوفنِىْإِذاْعل ِمتْالوفاة‬
َ َُ ََ َ َ َ َ َ َ َُ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َُ ََ
ْ‫ْوأسألك‬،‫ْوأسألكْالقصدْفِىْالْغِنىْوالفق ِْر‬،‫ب‬ ِْ ‫ىْالرضاْوالغض‬ ِ ِ ‫وأسألكْكل ِمةْالح ِقْف‬
َ َُ ََ ِ َ َ َ َ َ َ َ َُ ََ َ َ َ َ َ َّ ُ َ ُ َ َ ُ َ َ َ ً َ َ
ْ‫ْوأسألك‬،‫ْالرضاْبعدْالقضا ْء‬ ِ ‫ْوأسألك‬،ْ‫ْوأسألكْقرةْعي ٍنْلاْتنق ِطع‬،‫نعِيماْلاْينف ْد‬
َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َ َّ َ َّ َ َ ُ َ َ َ ‫بَر َدْال َعي ِش‬
ْ‫ ْفِى‬،‫ك‬ ْ ِ ‫ ْوالشوقْ إِلىْ ل ِْقائ‬،‫ك‬ ْ ‫ ْوأسألكْلذةْالنظ ِرْإلىْوج ِه‬،ْ‫ت‬ ِ ‫ْبع َدْال َمو‬
ًْ‫ْْ َواج َعل َناْ ُه َداة‬،‫ان‬ َ َ َّ َ َّ ُ َّ َّ ُ َ َ َ َّ ُ َ َّ َ َ
ِْ ‫ْْاللهمْ زيِناْ ب ِ ِزينةِْ ال ِإيم‬،‫ضل ٍْة‬ ِ ‫ْْولاْ ف ِتن ٍةْ م‬،‫ضر ٍْة‬ ِ ‫غي ِرْ ضراءْ م‬
َْ ‫ُمه َتد‬
‫ِين‬

191 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
“Ya Allah dengan ilmuMu dan kekuasaanMu atas segala
makhluk, hidupkanlah aku selagi hidup itu lebih baik untukku,
wafatkanlah aku jika wafat itu lebih baik untukku, Ya Allah, aku
memohon kepadaMu rasa khusu' ketika sendirian dan di
khalayak ramai, aku memohon perkataan yang benar ketika
ridha dan marah, pertengahan ketika senang dan susah, aku
memohon kepadamu keridhaan setelah menerima ketetapan,
kenyamanan hidup selepas kematian. aku memohon kepadaMu
kelazatan melihat WajahMu, rindu bertemu denganMu tanpa
mendatangkan kemudharatan atau keburukan yang
menyesatkan. Ya Allah hiasilah kami dengan hiasan iman dan
jadikan kami dari kalangan orang yang membawa petunjuk
kepada diri sendiri dan orang lain” (HR. An-Nasa’i, no: 1305,
hadits Ammar bin Yasir Radhiyallahu ‘anhu).

ََ َ َ َ َ َ َُ َ َّ ُّ ََ َ َ َُ َ َّ
ْ‫ ْاللهمْ إِنِىْأسألك ْالعفو ْوالعافِيةْفِى‬،ِ ‫الل ُه َّمْ إِنِىْأسألكْالعافِيةْفِىْالدنياْوالآخِرْة‬
َّ ُ َ َ َ
َ َّ ُ َّ َ َ َ َ َ ُ َّ ُ َّ َ َ ََ َ َ ُ َ
ْ‫ْاللهمْاحفظنِىْمِن‬،‫ْاللهمْاسترْعوراتِىْوآمِنْروعاتِى‬،‫دِينِىْودنيايْوأهلِيْومالِى‬
َ َ َ َ َ ُ ُ ََ َ َ ‫ىْو َعنْ ش َِمال‬ َ ‫ ْ َو َعنْيَ ِمين‬،‫ْخلفي‬
َ َ ‫َبينْيَ َد َّي‬
ْ‫ ْوأعوذْ بِعظمتِكْأن‬،‫ىْومِنْفوقِى‬ ِ ِ ِ ‫ْومِن‬ ِ
َ َ َ ُ
ْ‫أغتالْمِنْتحتِى‬

“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu ampunan


dan keselamatan di dunia dan akhirat. Ya Allah, sesungguhnya
aku mohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan dalam
agamaku, duniaku, keluargaku, hartaku. Ya Allah, tutuplah
auratku dan berilah ketenteraman di hatiku. Ya Allah,
peliharalah aku dan arah depan, belakang, kanan, kiri, dan
atasku. Aku berlindung dengan kebesaran-Mu agar aku tidak
terjebak dari bawahku” (HR. Abu Daud, no: 5074, hadits
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhu).

192 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
ُ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ َّ ‫ادة ِْفَاط َِر‬
َ ‫ْالس َم‬ َ َ َّ َ َ َ َ َّ ُ َّ َ
ْ،‫ ْربْك ِلْشى ٍءْومل ِيك ْه‬،‫ض‬ ْ ِ ‫اتْوالأر‬ ِ ‫او‬ ‫بْوالشه‬ ِ ‫اللهمْعال ِمْال‬
‫ي‬ ‫غ‬
َ َ َّ َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َ َ
ْ،ِ‫انْو ِشرك ِ ْه‬
ِ ‫ْومِنْش ِرْالشيط‬،ْ‫ْأعوذْبِكْمِنْش ِرْنف ِسى‬،‫ت‬ ْ ‫أشهدْأنْلاْإِلـهْإِلاْأن‬
ُ َ ُ ُّ ُ َ َ ً ُ َ ََ َ َ َ ََ
‫وأنْأقت ِرفْعلىْنف ِسىْسوءاْأوْأجرهْإِلىْمسل ٍِْم‬

“Ya Allah, Yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang


nyata. Wahai Tuhan Pencipta langit dan bumi, Tuhan segala
sesuatu yang merajainya. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan Yang
berhak disembah, kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu
dari kejahatan diriku, setan, dan bala tentaranya, atau aku
menjalankan kejelekan terhadap diriku atau mendorong orang
Islam padanya” (HR, Tirmidzi, no: 3392, hadits Abu Hurairah
Radhiyallahu ‘anhu).

َ َ َ ُ َ َُ ََ ََ ََ َ َ َ َ َ َّ َ ُ َ َ ُ
ْ،‫ك‬ْ ِ ‫ْوأسألكْشكرْن ِعمت‬،‫ْوالع ِزيمةْعلىْالرش ِْد‬،‫الله َّمْإِنِىْأسألكْالثباتْفِىْالأم ِْر‬
ُّ
َ َُ ََ ً َ ً َ َ َُ ََ ً َ ً َ َ َُ ََ َ َ َ َ ُ َ َُ ََ
ْ‫ ْوأسألك‬،‫ ْوأسألكْ ل ِساناْصادِقا‬،‫ ْوأسألكْقلباْسل ِيما‬،‫ِك‬ ْ ‫وأسألكْحسنْ عِبادت‬
َْ‫ك َْأنت‬َ َّ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ُ ُ ََ ُ َ َ َ َ
‫ ْإِن‬،‫ ْوأستغفِركْ ل ِماْتعل ْم‬،‫ ْوأعوذْ بِكْ مِنْش ِرْماْتعل ْم‬،‫مِنْخي ِرْماْتعل ْم‬
ُ ُ ُ َّ َ
ِْ ‫علامْالغي‬
‫وب‬

“Ya Allah, aku minta kepada-Mu keteguhan dalam perkara


dan tekad kuat di atas kebenaran, aku minta kepada-Mu (agar
aku) mensyukuri nikmat-Mu dan baik dalam beribadah kepada-
Mu, aku minta kepada-Mu hati yang selamat dan lisan yang jujur,
aku minta kepada-Mu semua kebaikan yang Engkau ketahui dan
aku berlindung kepada-Mu dari semua kejelekan yang engkau
ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap dosa
yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha mengetahui
yang ghaib.” (HR. At-Tabrani, Mu’jam al-Kabir, no: 7135,
hadits Saddad bin Aus Radhiyallahu ‘anhu).

193 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
َ َ
َْ‫ْع َمنْس َِواك‬ َ ََ َ َ َ ََ
َ ‫ْعن‬ َ ّٰ َ
ْ ‫ْح َرام‬
‫ْوأغن ِنِىْبِفضل ِك‬،‫ِك‬ ِ ‫الل ُه َمْاكفِنِى‬
‫ْبحلال ِك‬

“Ya Allah, berilah aku kecukupan dengan rezeki yang


halal, sehingga aku tidak memerlukan yang haram, dan berilah
aku kekayaan dengan karuniamu, sehingga aku tidak
memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu.” (HR. Tirmidzi,
no: 3563, hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu).

ُ ُ َ َّ ُ َّ َ َ َ َ َّ ُ َّ َ َ َ َّ ُ َّ َ َ َ َ َّ ُ َّ َ
ْ‫اللهمْعاف ِنِىْفِىْبدنِىْاللهمْعاف ِنِىْفِىْسم ِعيْاللهمْعاف ِنِىْفِىْبص ِريْاللهمْإِنِىْأعوذ‬
َ َّ َ َ َ َ َ َ ُ ُ ََ َ َ ُ
ْْ‫ابْالقب ِرلاْإِلهْإِلاْأنت‬ َ َ
ِ ‫بِكْمِنْالكف ِرْوالفق ِروأعوذْبِكْمِنْعذ‬

“Ya Allah berikanlah kesehatan bagi badanku, bagi


pendengaranku, bagi penglihatanku, Ya Allah sungguh aku
berlindung kepadaMu dari kekufuran dan kefaqiran, Ya Allah
sungguh aku berlindung kepadaMu dari azab kubur, tidak ada
Ilah kecuali Engkau” (HR. Abu Daud, no: 5090, hadits Abi
Bakrah Radhiyallahu ‘anhu).

ََ ُ َ ََ ُ َ َّ َ َ ُ َ َ َ ُ َ ََ ُ ََ َ َ
َّ َّ
ْ،‫ْْوامكرْ لِىْ ولاْ تمكرْ عل ْى‬،‫ْْوانصرنِىْ ولاْ تنصرْ عل ْى‬،‫بْ أعِنِىْْولاْْتعِنْ عل ْى‬ ِ ‫ر‬
َ َ ً َّ َ َ َ َ ْ،‫ىْمن َْب َغيْعَل َ َّْى‬ َ َ ‫ْ َوان ُصرنىْعَل‬،‫ْاله َدىْلى‬
ْ‫ْلك‬،‫ارا‬ ‫بْاج َعلنِىْلكْشك‬ ِ ‫ر‬ ِ ِ
ُ ‫ىْو َي ِسر‬
ِ
َ ‫َواهدِن‬
ِ
َ َ َ َ ً ُ ً َّ َ َ َ ً ُ َ َ ً َ َ َ ً َّ َ َ َ ً َّ َ
ْ،‫بْتق َّبلْتو َبتِ ْى‬
ِ ‫ ْر‬،‫ ْإِليكْأواهاْمن ِيبْا‬،‫ ْلكْمخبِتا‬،‫ ْلكْ مِطواعا‬،‫ ْلكْرهابا‬،‫ذكارا‬
ُ َ َ َ َ َ َ َّ ُ ََ َ َ ََ َ َ َ
ْ‫ْواسلل‬،‫ْواهدِْقل ِبى‬،‫ْ ْوسدِدْل ِسانِى‬،‫ْوثبِتْحجتِ ْى‬،‫جبْدعوتِى‬ ِ ‫ْوأ‬،‫واغسِلْحوبتِى‬
َ ‫يم َة‬
ْ‫ْصدرِي‬ َ ‫خ‬ِ ‫َس‬
“Ya Allah, tolonglah diriku, dan janganlah Engkau sia-siakan
aku. Belalah aku, dan janganlah Engkau biarkan aku.
Selamatkanlah aku dari tipu daya, dan janganlah Engkau
perdayai aku. Berilah kepadaku hidayah dan mudahkanlah
bagiku hidayah itu, menangkanlah aku atas orang berbuat
aniyaya terhadap diriku. Ya Allah, jadikanlah diriku sebagai

194 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
orang yang besyukur kepada-Mu, orang yang selalu mengingat-
Mu, orang yang takut kepada-Mu, orang yang taat kepada-Mu.
Kepada-Mu aku bersimpuh, kepada-Mu aku merintih dan
bertobat. Ya Allah, terimalah tobatku, hapuskanlah kesalahanku,
terimalah doaku, berilah hatiku petunjuk,kuatkanlah lisanku,
tetapkanlah pendirianku, hilangkanlah kedengkian hatiku” (HR.
Tirmidzi, no: 3551, hadits Abdullah bin Abbas Radhiyallahu
‘anhu).

َ َ َ َ َ َ َ ُ ََ َ ََ َ َ َ َ َ َُ ُُُ ُ َ َ َ َ َُ
ْ‫ ْ َولا‬،‫ت‬ ْ ‫ ْولاْمق ِربْ ل ِماْباعد‬،‫ت‬ ْ ‫ ْاللهمْلاْقابِضْ ل ِماْبسط‬،‫اللهمْلكْالحمدْكل ْه‬
َ َ َ َ َ َ َ ََ َ ََ َ ُ َ ‫ْْ َول‬،‫ت‬ َ
ُ
ْ‫ْْاللهمْابسط‬.‫ت‬ َ ُ ْ ‫ْْولاْمان ِعْ ل ِماْ أعطي‬،‫ت‬ ْ ‫اْمع ِط َيْ ل ِماْمنع‬ ْ َ ‫ُم َباع َِدْ ل َِماْ ق َرب‬
َ َُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
َْ‫يمْال ُمقِيم‬ َ ِ‫ْالنع‬ َ ‫ك‬ ‫ْْالل ُه َمْ إِن ِىْأسأل‬،‫ِك‬
ْ ‫ِك َورِزق‬ ْ ‫َعلي َناْ مِنْبَ َركات ِكْ َو َرحمتِكْ َوفضل‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َُ َ ُ َ ُ َُ ََ ُ َُ َ َ
ْ،‫ب‬ َ َ
ِْ ‫ْوالأمنْيومْالحر‬،ِ‫ْاللهمْإِن ِىْأسألكْالنعِيمْيومْالعيلة‬.‫ول‬ َ ْ ‫الذِيْلاْيحولْولاْيز‬
َْ‫ْْاللَ ُه َمْ َحببْ إلَينا‬.‫تْ م َِْنا‬ َ ‫ْْ َو َشرْ َماْ َم َنع‬،‫كْ مِنْ ُسوءِْ َماْ أَع َطيتَ َنا‬ َ ً َ َ َُ
ِ ِ ِ ِ ‫اللهمْ عائِذاْ ب‬
َْ‫ ْ َواج َعل َناْ مِن‬،‫ان‬ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ َ ََ َ ُُ َ َ
ْ ‫ ْوك ِرهْ إِليناْالكفرْوالفسوقْوالعِصي‬،‫ْو َزي ِن ُهْفِىْقلوبِنا‬
َ َ ‫ان‬ ‫ال ِإيم‬
َْ‫ْْ َغير‬،‫ِين‬ َْ ‫الصا ِلح‬ َ
َ ‫ْْ َوألحِق َناْ ب‬،‫ين‬ َ
َْ ‫ْْ َوأحي َناْ ُمسلِم‬،‫ين‬ َْ ‫ْْاللَ ُه َمْ تَ َو َف َنا ُمسلِم‬.‫ِين‬
ِ ِ ِ ِ َْ ‫الرا ِشد‬ َ
َ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ََ َ َ َ َ َ ُ َ ََ َ َ َ
ْ‫ْ َو ُيك ِذبُون‬،‫ِك‬ ْ ‫ْسبِيل‬ َ ‫ْعن‬ ‫ْالل ُه َمْقات ِِلْالكفرةْالذِينْيصدون‬.‫ِين‬ ْ ‫خزاياْولاْمفتون‬
َ ُ ُ َ َ ََ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ َ َ َ ُُ
ْ،‫اب‬ ْ ‫ْالل ُه َمْقات ِِلْالكفرةْالذِينْأوتواْالكِت‬.‫ك‬
َ ْ ‫ْعلي ِهمْرِجزكْوعذاب‬ ‫ْواجعل‬،‫ك‬ ْ ‫رسل‬
َ
ْ‫إِل َهْالحَ ِق‬

“Ya Allah, segala puji bagimu. Ya Allah, tidak ada yang


bisa memungut apa yang engkau hamparkan. tidak ada yang bisa
mendekatkan apa yang engkau jauhkan. Dan tidak ada yang bisa
menjauhkan apa yang engkau dekatkan. Tidak ada yang bisa
memberi apa yang engkau tahan. Dan tidak ada yang bisa
menahan apa yang engkau berikan.

195 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Ya Allah, hamparkanlah kepada kami barakahmu,
rahmatmu, karuniamu, dan rezekimu. Ya Allah, aku memohon
padamu kenikmatan yang kekal, yang tidak berubah dan habis.
Ya Allah, aku memohon pertolongan pada saat lemah dan
keamanan saat ketakutan.

Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kejahatan yang


engkau berikan kepada kami dan kejahatan yang engkau tahan
atas kami. Ya Allah, buatlah kami mencintai iman dan buatlah
iman itu bagus dihati kami. Buatlah kami membenci kekufuran,
kefasikan, dan kedurhakaan. Dan jadikanlah kami termasuk
orang yang mendapat petunjuk.

Ya Allah, matikanlah kami dalam keadaan berserah diri,


dan hidupkanlah kami dengan keadaan berserah diri. Dan
himpunlah kami bersama orang-orang saleh tanpa ada kehinaan
dan bukan dalam keadaan mendapat cobaan.

Ya Allah, musuhilah orang-orang kafir yang menghalangi


manusia dari jalanmu dan mendustakan rasul mu. Berikanlah
siksa dan azab atas mereka. Ya Allah, musuhilah orang-orang
kafir yang telah diberi kitab, engkau tuhan yang maha benar”
(HR. Ahmad, no: 15492, Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad, no:
699, hadits Rifa’ah az-Zarqy Radhiyallahu ‘anhu).

Ini merupakan dzikir dan doa-doa yang bersumber dari Al-


Qur’an dan hadits-hadits Nabi ‫ﷺ‬, seorang muslim tentunya tidak
melewatkan waktunya begitu saja tanpa ada nilai pahala dalam
ibadah yang mereka lakukan.
Di antara kesibukan yang paling utama adalah
menyibukkan diri dengan berdzikir kepada Allah ‫ ﷻ‬agar
mendapatkan ampunan dan keberkahan dalam kehidupan.

196 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
PENUTUP

Haji dan umroh merupakan ibadah yang terkumpul di


dalamnya ibadah maliyah (harta) dan jismiyyah (tenaga/fisik),
merupakan hadiah indah dari Allah kepada seorang hamba yang
dianugrahkan bisa melaksanakan ibadah yang mulia ini.

Para tamu Allah hendaklah memastikan bahwa ibadah


tersebut adalah ibadah yang tidak sia-sia tanpa pahala, sehingga
perjuangan harta dan tenaga berbekas pada diri hamba, baik
setelah dia pulang ke kampung halaman bersama keluarga,
tetangga dan masyarakatnya, ataupun dia pulang ke kampung
halaman nan abadi di akhirat sana.

Tiada satupun para jamaah haji dan umroh melainkan di


dalam doa yang diminta kepada Allah ‫ ﷻ‬adalah agar dijadikan
ibadah hajinya menjadi haji mabrur, dan umrohnya menjadi
umroh mabrurah.

Haji mabrur dan umroh mabrurah itu akan sangat tanpak


dan jelas dari amalan dalam kehidupun sehari-hari, sesuai dengan
arti “mabrur” yang maknanya adalah mendatangkan kebaikan,
maksudnya para tamu Allah setelah ia berjuang di tanah suci
melaksanakan perintah Ilahi dengan mengorbankan segalanya,
maka ada perjuangan berikutnya yang tiada henti, yakni tetap dan
selalu mencari ridho Ilahi.

Selalu mendatangkan kebaikan dalam kehidupan, baik


kebaikan kepada diri sendiri dengan melakukan ibadah, kebaikan
kepada sesama dengan bermuamalah yang indah, dan tentunya
kebaikan yang di ridhai Allah dari hambanya.

Itulah haji dan umroh sebenarnya, perjuangan yang tiada


berkesudahan sampai ajal datang memisahkan jasad dengan ruh
seorang hamba, dengan itu ia akan bangga dan bahagia berjumpa
dengan Allah ‫ﷻ‬, karena ibadahnya selalu akan mendampingi
dirinya di manapun ia berada.

197 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Sehingga Nabi ‫ ﷺ‬menyebutkan dalam hadits yang
dibawakan sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

ُ َّ َ َّ ٌ َ َ ُ َ َ َ ُ ُ َ ُّ َ َ َ ُ َ َ َ ُ َ َّ َ َ ُ َ ُ َ ُ
ْ‫ْوالحجْالمبرورْليسْلهْجزاءْإِلاْالجن ْة‬،‫العمرةْإِلىْالعمرة ِْكفارةْلماْبينهما‬
“Satu umroh ke umroh berikutnya adalah penggugur dosa-
dosa di antara keduanya. Dan haji yang mabrur, tiada ganjaran
bagi pelakunya melainkan surga” (HR. Bukhari no: 1683 dan
Muslim no: 437).
Surga adalah cita-cita tertinggi seorang hamba dikala
mereka beribadah kepada Allah ‫ﷻ‬, bayangan surga yang Allah
sebutkan dalam firman-Nya dan juga dijelaskan oleh Nabi ‫ﷺ‬
dalam hadits-haditsnya selalu terbayang sebagai motivator dalam
gerak langkahnya mencari ridho Allah ‫ﷻ‬.

Dengannya seorang tidak akan pernah bosan melakukan


kebaikan dalam kehidupan, karena bersama dirinya ada suport
surga dan motivasi agama untuk mendapatkan kehidupan yang
bahagia untuk selama-lamanya dalam keridhoaan Allah ‫ﷻ‬.

Itulah motivasi haji dan umroh sebagai motor penggerak


yang menjanjikan kebaikan dunia dan akhirat kepada hamba yang
dimudahkan untuk menjadi tamu-Nya, maka kita selalu
bersyukur ketika terpilih menjadi tamu Allah, dan semoga
saudara-saudara kita yang lainnya diberikan kesempatan yang
sama.

Tidak ada kata yang paling indah dan kemuliaan yang luar
biasa melainkan menjadi tamu Allah, tentunya suguhan Allah
pasti yang terbaik untuk para tamu-Nya, baik suguhan kepada
tamu-Nya di dunia, apalagi suguhan kepada para tamu-Nya di
akhirat sana.

198 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H
Kepada Allah jualah kita berserah diri dan berinabah, seraya
memohon ampunan dan kasih sayang yang akan mendatangkan
keridhoaan, serta kemuliaan dalam kehidupan dunia dan juga
kehidupan akhirat.

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan buat Nabi


tercinta Muhammad bin Abdillah, kekasih Allah dan hamba yang
paling di cintai-Nya.

‫وصليْاللْعلىْنبيناْمحمدْوعلىْآلهْوصحبهْوسلمْتسليماْكثيرا‬

199 | U N T U K M U W A H A I T A M U A L L A H

Anda mungkin juga menyukai