Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

IKHLAS BERAMAL

Ikhlas bisa diartikan “murni” yang berarti tidak tercampur dengan sesuatu apapun.
Secara bahasa Ikhlas bermakna bersih dan kotoran. Maka orang yang ikhlas adalah orang
yang menjadikan Agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan menyembah-Nya dan
tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal.

Menurut Imam Al-Ghozali menegaskan bahwa ikhlas adalah Shidqum niyyah fil
a’amal yaitu niat yang benar ketika melaksanakan suatu pekerjaan. Dengan kata lain, setiap
amal sholeh dan kebajikan yang ingin dilakukan semestinya berorientasi kepada Allah. Tanpa
keikhlasan semua amal kebaikan yang dilakukan sangat mudah terkena penyakit hati yang
sangat berbahaya yaitu riya dan bangga hati.

Orang yang ikhlas adalah seseorang yang tidak peduli meskipun semua penghargaan
atas dirinya hilang demi meraih kebaikan hubungan kalbunya dengan Allah dan orang
tersebut tidak ingin apa yang ia lakukan dipamerkan walaupun sebesar biji zahrapun.

Menurut Raqib Al-Asfany amal adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara sadar dan
sengaja yang disertai dengan niat. Ikhlas dalam beramal berarti perbuatan yang dilakukan
dengan hati yang tulus tanpa ingin mendapatkan penghargaan dari orang lain dan perbuatan
itu dilakukan karena ingin mendapatkan Ridho dari Allah SWT.1

A. NIAT DAN MOTIVASI BERAMAL

1. Amal Tergantung kepada Niat

Diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari dari Amirul Mukminin Abu Hafs Umar bin Al-
Khatab, ia berkata bahwa aku mendengar Rasulullah bersabda:

1
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi,.Dalam Pangkuan Sunnah,Jakarta:Pustaka Al-kautsar,2013,hal.7
1
‫صلَّى‬َ ِ‫س ْو َل هللا‬ َ : ‫ض َي هللاُ تَ َعالَى َع ْنهُ قَا َل‬
ُ ‫س ِم ْعتُ َر‬ ِ ‫ب َر‬ ِ ‫ص ُع َم َر ْب ِن ا ْل َخطَّا‬ ٍ ‫عَنْ َأ ِم ْي ِر ا ْل ُمْؤ ِمنِيْنَ َأبِي َح ْف‬
ِ ‫ ِإنَّ َما ْاَأل ْع َما ُل بِالِّنيَّا‬: ‫سلَّ َم يَقُ ْو ُل‬
ُ‫ت وَِإنَّ َما لِ ُك ِّل ا ْمرٍِئ َما نَ َوى فَ َمنْ َكانَتْ ِه ْج َرتُه‬ َ ‫هللاُ تَ َعالَى َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َو‬
‫ص ْيبُ َها َأ ِو ا ْم َرَأ ٍة يَ ْن ِك ُح َها فَ ِه ْج َرتُهُ ِإلَى‬ ُ ‫س ْولِ ِه فَ ِه ْج َرتُهُ ِإلَى هللاِ َو َر‬
ِ ُ‫س ْولِ ِه َو َمنْ َكانَتْ ِه ْج َرتُهُ لِ ُد ْنيَا ي‬ ُ ‫ِإلَى هللاِ َو َر‬
‫َاج َر ِإلَ ْي ِه‬
َ ‫َما ه‬

Artinya “Amirul Mukminin Abu Hafsh Umar bin Khaththab ra. Berkata, aku mendengar
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung kepada niatnya dan
setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang diniatkan. Barangsiapa berhijrah karena
Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya untuk Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa berhijrah
karena dunia yang ia cari atau wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya untuk apa yang
ia tuju.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)2

2. Standar Penerimaan Amal menurut Allah

Imam Al-Bukhari dalam kitabnya Jami’u Shahih dan juga Imam An-Nawawi dalam
kitabnya Hadist Arba’in An-Nawawiyah menempatkan hadist ini dalam bab pertama. Metode
ini juga diikuti oleh ulama-ulama hadist yang lain, seakan mereka ingin mengatakan bahwa
standar penerimaan amal disisi Allah Ta’ala adalah lurusnya niat dan benarnya tujuan.
“Sesungguhnya Allah tidak memandangkan kepada bentuk kalian akan tetapi Dia
memandang kepada hati-hati kalian.” (HR. Muslim)3

Niat adalah pokok dan landasan dari sebuah amal. Ia merupakan barometer penerimaan
amal menurut Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan menerima sebuah amal kecuali
pelakunya mengikhlaskan niatnya semata-mata karena Allah, ia hanya menghendaki karunia
Allah.

3. Kedudukan Hadist

Sebagian ulama menjadikan hadist , “Innamal a’malu biniyat.” Ini seperempat atau
sepertiga dari ajaran agama. Imam Asy-Syafi’i berkata, “Hadist ini mencakup tujuh puluh
pembahasan.”4

2
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi,.Dalam Pangkuan Sunnah,Jakarta:Pustaka Al-kautsar,2013,hal.8
3
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi,.Dalam Pangkuan Sunnah,Jakarta:Pustaka Al-kautsar,2013,hal.9
4
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi,.Dalam Pangkuan Sunnah,Jakarta:Pustaka Al-kautsar,2013,hal.10

2
Imam Ahmad berkata bahwa pokok islam terdapat dalam tiga hadist yaitu, pertama hadist
riwayat Ummar, “sesungguhnya amal tergantung kepada niat”. Kedua hadist riwayat Nu’man
Bin Basyir, “Sesungguhnya perkara halal telah jelas dan perkara haram telah jelas, dan
pada keduanya ada perkara yang samar-samar”. Ketiga, hadist riwayat Aisyah,
“Barangsiapa yang mengada-ngada dalam urusan kami apa yang tidak ada landasan darinya
maka ia tertolak.”

Seakan-akan imam Ahmad menguatkan pandangan Ummar Bin Al-Khathab yang


mengatakan, “Amal yang paling utama ada tiga; melaksanakan apa yang Allah wajibkan,
menjaga diri dari apa yang Allah haramkan, dan membenarkan apa yang ada disisi Allah.”
Amal tidak akan mempunyai nilai sama sekali jika dimaksudkan bukan karena Allah.

4. Jika Niat Benar, Amal yang Mubah Menjadi Ibadah

Niat memiliki pengaruh luar biasa dalam mengubah amal-amal duniawi, yang mengubah
menjadi sebuah amal yang bernilai ibadah dan ketaatan. Seperti aktivitas makan yang
hukumnya mubah bisa bernilai ibadah, itu bisa terjadi kalau niatnya semata-mata karena
Allah.

Disebutkan dalam sebuah hadist bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang


menacari dunia karena kehalalan dan menjaga diri dari meminta-minta, memenuhi
kebutuhan keluarganya, berlemah lembut kepada tetangganya maka ia akan menjuumpai
Allah sementara wajahnya seperti bulan purnama. Dan barangsiapa yang mencari dunia
karena kehalalan dan untuk membanggakan diri di hadapan manusia dan memperbanyak
harta maka ia akan berjumpa dengan Allah dan Dia dalam keadaan murka.”

5. Amalan yang berpahala tanpa niat

Niat merupakan sebuah perbuatan istimewa nan penting dalam segala aspek, khususnya
dalam beribadah. Tanpa adanya niat, amalan-amalan kita baik yang sunah apalagi wajib tak
ada artinya, yakni segala amal perbuatan tak akan sempurna  bahkan tidak akan sah tanpa
adanya niat, sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw5.:

‫انما االعمال بالنيات‬


5
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi,.Dalam Pangkuan Sunnah,Jakarta:Pustaka Al-kautsar,2013,hal.14
3
“Sesungguhnya (kesempurnaan) amal (tergantung) pada niatnya” (H.R. Bukhari).

Selain itu, niat juga berfungsi sebagai pembeda antara ibadah dan adat atau rutinitas
sehari-hari, sebagai contoh mandi, jika ada niat yang baik maka akan bernilai ibadah,
sebaliknya jika tanpa niat maka hanya sekedar rutinitas tanpa mendapatkan pahala.

Tapi, para ulama menyebutkan bahwa ada sebagian amaliah yang tidak harus
membutuhkan niat, yakni amalan tersebut dianggap sah dan berpotensi mendapatkan pahala
meskipun tanpa dilandasi dengan niat.

Amalan-amalan tersebut ialah:

Pertama, iman kepada Allah Swt. merupakan kepercayaan hati akan zat-Nya yang
diucapkan dengan lisan serta dibuktikan dengan segenap anggota badan. Karena perbuatan
tersebut tidak ada persamaan, maka sah meskipun tanpa didasari dengan niat untuk beriman.

Kedua, membaca Alquran. Meskipun tidak tergolong perbuatan hati, membaca


Alquran tanpa harus diawali dengan niat pun berpotensi mendapatkan pahala, demikian
sebagaimana difatwakan oleh Imam Izzuddin dalam kitab al–Mantsur fil Qawaid:

‫ال مدخل في النية في قراءة القرأن‬  

“Tidak diharuskan niat pada membaca Al quran.”

Ketiga,  makrifat pada zat Allah Swt. merupakan perbuatan hati juga yang berperan
mengenal lebih dalam tentang Tuhannya, biasanya orang yang telah makrifat adalah mereka
yang telah masuk pada tatanan ilmu hakikat.

Sebagaimana terangkum dalam kitab al-Asybah wan Nazhair karya Syekh Jalaluddin Al-


Suyuthi

4
‫اء‬X‫وف والرج‬X‫ة والخ‬X‫ان باهلل والمعرف‬X‫ا كاإليم‬X‫ اذ ال تلبس بغيره‬،‫عدم اشتراط النية في عبادة ال تكون عادة‬
.‫والنية وقراءة القرأن واالذكار‬

“Tidak disyaratkan niat pada ibadah yang tidak ada persamaan dalam adat, karena (amal
tersebut) tidak ada persamaan (dalam rutinitas biasa), seperti iman kepada Allah SWT.
Makrifat, takut, mengharapkan, niat, membaca Al-Quran, dan Dzikir.” Wallahu a’lam

6. Semua kembali kepada niat

Rasullullah pernah berkata kepada sa’ad bin abi waqash, “Wahai sa’ad,tidaklah kamu
menafkahkan sebagian dari hartamu untuk mencari karunia Allah kecuali ia menjadi
shadaqah bagimu, walaupun satu suapan yang kamu berikan kepada istrimu.”(HR. Al-
Bukhari)6

7. Sertakan Niat Dalam Setiap Aktivitas

Bahkan semua aktivitasmu dalam hidupmu,jika semuanya terdorong karena Allah,seperti


yang digambarkan Allah

“Katakanlah, sesungguhnya shalatku dan ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah
pemilik alam semesta.” (Al-An’am:162)

8. Pengaruh Niat yang Lurus

Pertama: niat menjadikan perkara yang mubah dan kebiasaan bernilai ibadah dan sarana
untuk mendekatkan kepada Allah.

Kedua: Niat menyempurnakan amal yang kurang, jika anda melakukan sebuah amal
namun tidak sempurna maka Allah yang akan menyempurnakan dan mencatatnya sebagai
ibadah, Allah berfirman,

“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat
hijrah yang luas dan rezeki yang banyak, barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud
berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpahnya (sebelum sampai

6
Al-Naissaburi dan Abu Hasan Muslim, Sahih Muslim,Riyadh: Dar Thayyibah,2006,hal.21
5
ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya disisi Allah, dan adalah Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisaa:100)

Ketiga: Seorang yang akan dicatat pahalanya baginya walaupn ia belum memulai
amalan tesebut, selama ia telah berniat melakukan sebuah amal karena Allah.

Keempat: Jika seorang salah dalam beramal maka niat yang shahih akan meluruskan
dan membetulkan amalnya dan ia dicatat sebagai seorang yang melakukan amal yang benar.

Kelima: Niat yang baik menjadikan amal sederhana berpahala besar. Niat yang baik dan
lurus akan membesarkan amal yang kecil serta meluruskan amal yang keliru, dan akan dicatat
pahala bagi pelakunya terhadap amal yang belum dikerjakannya atau amal-amal yang sudah
dikerjakan namun belum sempurna.

B. MENJAUHI RIYA’/SYIRIK KECIL

1.Riya sifat orang Munafik

Riya merupakan salah satu sifat orang munafik. Allah berfirman tentang kondisi mereka ,

َ ‫اس َواَل يَ ْذ ُكرُونَ هَّللا‬ َّ ‫ِإ َّن ْال ُمنَافِقِينَ يُخَا ِد ُعونَ هَّللا َ َوهُ َو خَا ِد ُعهُ ْم َوِإ َذا قَا ُموا ِإلَى ال‬
َ َّ‫ ُك َسالَ ٰى ي َُراءُونَ الن‬X‫صاَل ِة قَا ُموا‬
‫ِإاَّل قَلِياًل‬

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan
mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah
kecuali sedikit sekali”.( Q.S An Nisa Ayat 142 )7
Allah juga berfirman,

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari
shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan menolong dengan barang-barang
berguna.” (Al- Maa’un:4-7)

7
Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi,.Dalam Pangkuan Sunnah,Jakarta:Pustaka Al-kautsar,2013,hal.17
6
Orang-orang riya’ adalah kaum munafiqun, seorang mukmin tidak sepantasnya berperilaku
seperti mereka selamanya. 8

2. Pengertian Syirik

Syirik dalam bahasa arab adalah masdhar (kata kerja yang dibendakan) yang berasal
dari kata kerja: syarakha-yashrukhu. Syarakha artinya menjadikan sekutu baginya. Syirik
adalah perbuatan menyekutukan Allah dalam segala bentuk, baik perbuatan, perbuatan atau
iktiqad.

Syirik dalam rububiyah artinya keyakinan dan ikrar bahwasannya sesuatu selain Allah
mampu menciptakan, mengatur dan memelihara alam semesta dan seisinya, memberikan
rezeki, memberikan manfaat dan bencana, memberikan hidayah, mematikan dan
menghidupkan, dan lainnya yang termasuk Rububiyahnya Allah (Rububiyah Allah adalah
mengesakan Allah dalam tiga perkara yaitu: penciptann-Nya, kekuasaan-Nya, dan
pengaturan-Nya).

Syirik uluhiyah artinya keyakinan dan ikrar bahwa ada selain Allah yang dapat
diibadahi (disembah) seperti meminta pertolongan pada jin untuk mendapatkan uang dengan
cepat.

Syirik Asma’ wa as-Shifat yaitu menyamakan antara Allah dan makhlu-Nya dalam
masalah Asma’ wa as-Shifat seperti menyamakan sifat-sifat dzatiyat Allah (wajah, tangan,
mendengar, melihat dan sebagainya) sama dengan sifat makhluknya, atau memberikan sifat-
sifat yang khusus bagi Allah untuk makhluk-Nya seperti meyakini bahwa ada makhluk Allah
yang mengetahui perkara-perkara ghaib.

Perbuatan syirik termassuk dosa besar. Allah mengampuni semua dosa yang
dilakukan hamba-Nya kecuali dosa besar seperti syirik.

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang artinya “Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi

8
Dr.Abdurrahman bin Muhammad Al-Khumais, kemusyrikan menurut Mahzab Imam Syafi’i, Terjemah:H.Ali Mustafa
Yaqub,MA,Jakarta:Darul Haq,2003,hal: 19
7
siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia
telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisa:48)9

3. Macam-macam syirik

1. Syirik Besar
Syirik besar merupakan suatu dosa yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama
Islam dan menjadikannya kekal didalam neraka. Jikan ia meninggal dunia dan belum
bertaubat dari padanya. Syirik beasar adalah memalingkan suatu bentuk ibadah kepada
selain Allah Subhanahu Wa Ta’ala,seperti berdoa kepada selain Allah, menyembelih
kurban dan bernadzar unttuk selain Allah, seperti untuk kuburan, jin dan setan.
Termasuk juga takut kepada orang-orang yang telah meninggal dunia, jin maupun
setan. Berdoa memohon pemenuhan kebutuhan dan menghilangkan kesussahan, hal
yang saat ini dilakukan disekekeling bangunan-bangunan yang didirikan di atas para
wali orang-orang shalih.10

2. Syirik kecil
Syirik kecil termasuk perbuatan dosa besar, akan tetapi massih ada peluang diampuni
Allah jika pelakunya segera bertaubat. Seorang pelaku syirik kecil dikhawatirkan akan
meninggal dunia dalam keadaan kufur jika ia tidak segera bertaubat.
Contoh-contoh perbuatan syirik kecil antara lain:

a. Bersumpah dengan nama selain Allah


Sabda Rasulullah SAW:
َ ‫َم ْن َحلَفَ بِ َغي ِْر هَّللا ِ فَقَ ْد َكفَ َر َأوْ َأ ْش َر‬
‫ك‬

“Dan barangsiapa yang bersumpah dengan nama Selain Allah, maka ia telah kufur
atau syirik” (HR.Tirmidzi).

b. Memakai Azimat

9
Dr.Abdurrahman bin Muhammad Al-Khumais, kemusyrikan menurut Mahzab Imam Syafi’i, Terjemah:H.Ali Mustafa
Yaqub,MA,Jakarta:Darul Haq,2003,hal: 21
10
Dr.Abdurrahman bin Muhammad Al-Khumais, kemusyrikan menurut Mahzab Imam Syafi’i, Terjemah:H.Ali Mustafa
Yaqub,MA,Jakarta:Darul Haq,2003,hal: 23-27
8
Memakai azimat termasuk perbuatan syirik karena mengandung unsur
meminta atau mengharapkan sesuatu kepada kekuatan lain selain Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
َ ‫ق تَ ِمي َمةً فَقَ ْد َأ ْش َر‬
‫ك‬ َ َّ‫َم ْن َعل‬
“Barangsiapa menggantungkan azimat, maka dia telah berbuat syirik”.(HR.
Ahmad)
c. Peramalan
Yang dimaksud dengan peramalan adalah menentukan atau memberitahukan
tentang hal-hal yang ghaib pada masa-masa yang akan datang baik itu
dilakukannya dengan ilmu perbintangan, dengan membaca garis-garis tangan,
dengan bantuan jin dan lain sebagainya
Rasulullah SAW bersabda:

َ َ‫س ِع ْل ًما ِمنَ النُّجُوْ ِم ا ْقتَب‬


‫س ُش ْعبَةً ِمنَ السِّحْ ِر زَا َد َما زَا َد‬ َ َ‫َم ِن ا ْقتَب‬
“Barangsiapa yang mempelajari salah satu ilmu perbintangan, maka ia telah
mempelajari sihir”. (HR. Abu Daud)

C. ISTIQAMAH

1. Hadist Abi Usamah tentang Istiqamah dalam kebaikan

ُ ‫ قُ ْل‬:‫ قَا َل‬, َ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬


‫ قُلْ لِ ْي‬, ِ‫ت يَا َرسُوْ َل هللا‬ ِ ‫ع َْن َع ْم ٍرو َوقِي َْل َأبِ ْي َع ْم َرةَ ُس ْفيَانَ ب ِْن َع ْب ِدهللاِ الثَّقَفِي َر‬
َ َ‫ ق‬. َ‫ الَ َأ ْسَأ ُل َع ْنهُ َأ َحدًا َغ ْي َرك‬, ً‫فِ ْي ْاِإل ْسالَ ِم قَوْ ال‬
‫ رواه مسلم‬. ‫ ثُ َّم ا ْستَقِ ْم‬, ِ‫ قُلْ آ َم ْنتُبِاهلل‬:‫ال‬
“Dari Abu Amr, ada juga yang mengatakan Abu Amrah, Sufyan bin Abdillah Ats Tsaqofi r.a
dia berkata, saya berkata: wahai Rasulullah SAW, katakan kepada saya tentang Islam
sebuah perkataan yang tidak saya tanyakan kepada seorang pun selainmu. Beliau bersabda:
Saya beriman kepada Allah, kemudian berpegang tegulah”. (HR. Muslim)11

Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab Shahinya dari Sufyan bin Abdullah Ats –
Tsaqafi bahwa ia bertanya kepada Rasulullah, ia berkata “ Ya Rasulullah, katakanlah
11
Dr.Abdurrahman bin Muhammad Al-Khumais, kemusyrikan menurut Mahzab Imam Syafi’i, Terjemah:H.Ali Mustafa
Yaqub,MA,Jakarta:Darul Haq,2003,hal: 27-29
9
kepadaku ucapan dalam Islam, yang aku tidak akan menanyakannya kepada seorang pun
kecuali kepadamu”. 12

Istiqamahnya seseorang adalah konsistennya dengan manhaj yang lurus, seperti


disebutkan dalam firman-Nya

‫ بِ ْال َجنَّ ِة الَّتِي ُك ْنتُ ْم‬X‫ َواَل تَحْ زَ نُوا َوَأ ْب ِشرُوا‬X‫ َربُّنَا هَّللا ُ ثُ َّم ا ْستَقَا ُموا تَتَنَ َّز ُل َعلَ ْي ِه ُم ْال َماَل ِئ َكةُ َأاَّل تَخَافُوا‬X‫ِإ َّن الَّ ِذينَ قَالُوا‬
َ‫تُو َع ُدون‬
Artinya “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian
mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqomah), maka malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
bergembiralah dengan jannah (surga) yang telah dijanjikan Allah kepadamu.” (QS Fushilat
[41]: 30)

2. Apa yang dimaksud istiqamah?

Istiqamah memiliki dua pengertian:

Pertama: teguh dalam tauhid, mengikhlaskan hati semata-mata karena Allah, teguh
berjalan di atas rel ini, rel tauhid yang lurus, tidak ada kebengkoka, tidak ada penyimpangan
dan tidak ada kesesatan.

Istiqamah menjalankan perintah Allah, istiqamah menepati agama Allah, istiqamah dan
meyakini tauhid Allah. Istiqamah seorang mukmin diperlihatkan secara jelas dan nyata
sampai ia menemui kematiannya, Allah berfirman,

“Dan sembahlah Tuhanmu sehingga yakin (maut) mendatangimu.” (Al-Hijr:99)

Kedua: Makna istiqamah kedua adalah teguh dalam batasan dan aturan-aturan Allah,
menjalankan perintah-perintah-Nya, menjauhi yang dilarang-Nya, berjalan di atas jalan lurus,
tidak bengkok ke kiri dan ke kanan, seperti lurus dan tajamnya sabetan pedang13

3. Unsur-unsur Istiqamah

12
Dr.Ahmad bin Abdurrahman Al-Qadhi,Kiat-Kiat untuk tetap Istiqamah,Terjemah,Amir Hamzah,Jakarta:Darul
Haq,2017,Hal:32
13
Abu Hasan Al-Naissaburi dan Abu Hasan Muslim, Sahih Muslim,Riyadh: Dar Thayyibah,2003 Hal:87
10
a. Berpegang pada Aqidah yang benar
b. Melaksanakan tuntutan Syari’at Islam yang berpadukan Al-Qur’an dan Hadist
Rasulullah SAW
c. Mempunyai prinsip dan keyakinan yang tidak akan berubah atau goyah
d. Tidak berpengaruh dengan godaan hawa nafsu dan syaitan
e. Tidak tunduk pada tekanan demi melaksanakan tanggung jawab dan
mempertahankan kebenaran 14

4. Tahap – tahap Istiqamah


Ada tiga tahap Istiqamah, yaitu:
a. Istiqamah Hati
Senantiasa teguh dalam mempertahankan kesucian iman dengan cara menjaga
kesucian hati daripada sifat syirik, menjauhi sifat – sifat celah seperti: riya’ dan
menyuburkan hati dengan sifat terpuji terutama ikhlas.
b. Istiqamah Lisan
Istiqamah lisan terdapat pada orang yang beriman, berani menyatakan dan
mempertahankan kebenaran dan hanya takut kepada Allah SWT.
c. Istiqamah Perbuatan
Istiqamah perbuatan merupakan sikap dedikasi dalam melakukan sesuatu
pekerjaan, atau perjuangan menegakkan kebenaran, tanpa ras kecewa dan putus
asa.15

5. Jalan menuju Istiqamah


Dalam bukunya Al-Istiqamah, Syaikh Abdullah bin Jarullah menyebutkan beberapa
jalan mencapai Istiqamah:

Pertama : Taubat yakni, membersihkan diri dari dosa dan maksiat, disertai perasaan
menyesal serta tekad untuk tidak mengulang kembali. Sungguh taubat yang dikerjakan
dengan ikhlas akan melahirkan sifat Istiqamah. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang
beriman bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang nasuha (Sungguh-sungguh dan

14
Khaeruman Badri, Otentitas Hadist, Bandung: PT. Remaja Rasdakarya, 2004,hal:78
15
Maruzi Muslich,Koleksi Hadist Sikap dan Pribadi Muslim, Jakarta:Pustaka Amani,1986, hal:73-76
11
tulus), semoga Rabb-mu akan menghapus kejahatan-kejahatanmu dan akan memasukkan
kamu ke Surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai”. (QS. At- Tahrim 66:8)

Rasulullah SAW bersabda:

ِ‫ فَِإنِّ ْي َأتُوْ بُ ِإلَى هللا‬،ُ‫ تُوْ بُوْ ا ِإلَى هللاِ َوا ْستَ ْغفِرُوْ ه‬، ُ‫يَا َأيُّهَا النَّاس‬   :‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ِ‫ل هللا‬Xُ ْ‫قَا َل َرسُو‬
‫َوَأ ْستَ ْغفِ ُرهُ فِي ُك ِّل يَوْ ٍم ِماَئةَ َم َّر ٍة‬

Artinya “Rasûlullâh Shalllallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘“Wahai sekalian manusia,


bertaubatlah kalian kepada Allâh dan mintalah ampun kepada-Nya, karena sesungguhnya
aku bertaubat kepada Allâh dan minta ampun kepada-Nya setiap hari sebanyak seratus
kali.”(HR.Muslim)

Kedua: Muraqobah (perasaan diawasi). Dalam artian, elalu merasakan adanya


pengawasan Allah SWT Yang Maha Melihat lagi Maha Mengetahui. Sifat Muraqobah, jika
bersemayam dalam hati, akan melahirkan sifat ihsan yang merupakan puncak
penghambatan diri seorang hamba kepada Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
“(Ihsan adalah) engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika
engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya ia melihatmu”. (Muttafaqun Alaihi)

Ketiga: Mujahadah (bersungguh-sungguh). Artinya seorangMuslim sadar, bahwa


musuh utamayang harus ia hadapi adalah hawa nafsunya sendiri. Lantaran hawa nafsu itu
senantiasa condong kepada tindak kejahatan dan kekejian. Allah SWT berfirman: “Dan aku
tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), sesungguhnya hawa nafsu itu selalu menyuruh
kepada kejahatan”. (QS.Yusuf 12:53)16

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan

16
Maruzi Muslich,Koleksi Hadist Sikap dan Pribadi Muslim, Jakarta:Pustaka Amani,1986,hal:87-89
12
Kesimpulan yang dapat penyusun simpulkan dari hasil pembahasan diatas adalah:
1. Niat itu termasuk bagian dari iman karena niat termasuk amalan hati.
2. Disyaratkannya niat dalam amalan-amalan ketaatan dan harus dita`yin (ditentukan) yakni
bila seseorang ingin shalat maka ia harus menentukan dalam niatnya shalat apa yang akan
ia kerjakan apakah shalat sunnah atau shalat wajib, dzhuhur, atau ashar, dst. Bila ingin
puasa maka ia harus menentukan apakah puasanya itu puasa sunnah, puasa qadha atau
yang lainnya.
3. Amal tergantung dari niat, tentang sah tidaknya, sempurna atau kurangnya, taat atau
maksiat.
4. Istiqomah merupakan sikap teguh pendirian dan konsekuen.
5. Orang muslim harus selalu istiqomah dalam sepanjang jalan kehidupan.
6. Amal shaleh dapat menjaga agar tetap istiqomah
7. Riya merupakan salah satu sifat orang munafik

B. Saran
Semoga dengan selesainya tugas Hadist ini, maka penyusun sangat mengharapkan respon
dari para teman-teman Mahasiswa ataupun dari Dosen dan saran konstruktif dari siapapun
datangnya, demi perbaikan Tugas ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat, khususnya bagi
penyusun sendiri, umumnya bagi para pembaca lainnya. Amiin Ya Robbal A’alamin.

DAFTR PUSTAKA

Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi, Dalam Pangkuan Sunah, Jakarta:Pustaka Al-Kautsar,2013,


Cet.Ke-1

13
Dr.Abdurrahman bin Muhammad Al-Khumais, kemusyrikan menurut Mahzab Imam Syafi’i,
Terjemah:H.Ali Mustafa Yaqub,MA,Jakarta:Darul Haq,2003
Dr.Ahmad bin Abdurrahman Al-Qadhi,Kiat-Kiat untuk tetap Istiqamah,Terjemah:Amir
Hamzah,Jakarta:Darul Haq,2017
Abu Hasan Al-Naissaburi dan Abu Hasan Muslim, Sahih Muslim, Riyadh: Dar Thayyibah,
2003,Cet Ke-1
Khaeruman Badri , Otentitas Hadist.Bandung: PT. Remaja Rasdakarya,2004
Maruzi Muslich,Koleksi Hadist Sikap Dan Pribadi Muslim,Jakarta: Pustaka Amani,1986

14

Anda mungkin juga menyukai