Anda di halaman 1dari 6

Ikhlas Beramal

Ada sebuah kaidah yang berkaitan dengan keikhlasan dalam beramal yang sangat masyhur dikalan
para ulama, yang kaidah ini diambil dari perkataan ulama imam Ibnu Qoyyim yang dikutip dalam
kitab Madarij Assadiqin. Apa isi kaidahnya? Kaidahnya yaitu :

‫ال يقبل هللا من العمل اال ما كان خالصا لوجهه على متابعة امره‬
“Alloh tidak menerima amalan kecuali jika amalan itu ikhlas karenanya Dan jika amalan itu
diatas sunnah rosul SAW”
Dalam kaidah ini, ada 4 hal yang perlu kita garis bahawi, perlu kita perhatikan. Yang pertama yaitu
koblu yaitu penerimaan, kemudian makna amal, apa amal yang dimaksud dalam kaidah ini,
kemudian makna ikhlas dan terakhir makna mutabaah
Yang pertama adalah koblu, apa yang dimaksud dengan koblu dalam kalimat “laa yakbalullohu”.
Koblu artinya penerimaan, maknanya yaitu sebagaimana disebutkan oleh imam ibnu Qoyyim :

‫هو ما احبه هللا وراضية‬


“amal yang dicintai oleh Alloh SWT dan yang diridhoinya”
jadi amalan yang akan diterima oleh Alloh Taala adalah amalan yang dicintai oleh-Nya dan
diridhoi oleh Alloh taala. Jika kita beramal namun amalan tersebut tidak Alloh cintai dan Alloh
ridhoi tentunya amalan tersebut akan sia-sia, akan ditolak bahkan bisa saja menjadi dosa bagi yang
mengerjakannya. Maka dari itu jika kita beramal tentunya harus dilandasi oleh ilmunya, supaya
tidak terjerumus pada hal yang salah.
Kemudian maksud dari amalan itu sendiri apa? Amalan yang dimaksud dalam kaidah ini adalah
“seluruh gerakan anggota badan baik itu ucapan maupun perbuatan” jadi seluruh ucapan maupun
seluruh perbuatan yang kita lakukan itu disebut amal, ada amal yang baik ada pula amal yang
buruk tergantung bagaimana kita menggerakan aggota badan yang Alloh titipkan kepada kita.
Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan ikhlas? Yang dimaksud dengan ikhlas adalah seperti yang
dikatakan imam Ibnu Qoyyim dalam kitab I’lamu Muwaqiin beliau berkata dengan definisi yang
singkat tapi padat, beliau mengatakan bahwa ikhlas yang dimaksud adalah

‫تجريد القسد طاعة للمعبود‬


“Memurnikan maksud dalam rangka menaati Alloh taala”
Artinya apa? Artinya ketika seseorang memiliki maksud beribadah kepada Alloh SWT dan
mengerjakan amalan yang baik, dia murnikan maksud tersebut tanpa dicampuri dengan maksud
yang lain, tanpa dicampuri dengan hal keduniaan, dia peruntukan amalan tersebut hanya untuk
Alloh semata. Dia mengerjakan suatu amalan bukan karena paksaan maupun ingin dilihat oleh
orang lain bahwa dia adalah sedang beramal atau sedang beribadah tetapi semata-mata hanya
mencari cinta dan ridho Alloh taala. Inilah yang dinamakan dengan ikhlas.
Kemudian apa yang dimaksud dengan mutaabah?
Yang dimaksud dengan mutaabah disini yaitu “mengikuti petunjuk Nabi SAW dalam seluruh
perkataan dan seluruh perbuatan dan mengamalkannya sesuai dengan apa yang telah disyariatkan
dan sesuai dengan contoh nabi Muhammad SAW”. Itulah yang dimaksud dengan mutaabah.
Dari sini kita mengetahui secara global makna dari akidah tersebut.

‫ال يقبل هللا من العمل اال ما كان خالصا لوجهه على متابعة امره‬
Alloh tidak menerima sebuah amal kecuali dengan 2 syarat yaitu Ikhlas dan Mutabaah atau sesuai
dengan sunnah Rosul SAW. 2 pokok tersebut merupakan timbangan diterimanya amalan yang
dzohir maupun bathin. 2 pokok ini merupakan “Assababur roish” sebab yang utama bagi derajat
atau tingkatan derajat sebuah amal.
Menurut imam Ibnu Qoyyim “bahwa 2 perkara ini yaitu Ikhlas dan Mutabaah adalah sebuah
maksud yang dengannya makluk diciptakan oleh Alloh taala, lawan keduanya yaitu syirik dan
Bid’ah” syirik itu ketika seseorang menyembah atau menyekutukan Alloh dengan yang lainnya.
Adapun bid’ah, dia bertaqorrub kepada Alloh SWT dengan sesuatu yang tidak pernah
diperintahkan oleh Alloh taala, tidak pernah disyariatkan oleh Alloh Taala dan tidak dicintai oleh
Alloh SWT.
Jadi 2 pokok ini sangat penting dimana kedua pokok ini menjadi maksud diciptakannya makhluk,
maksud diciptakannya jin dan manusia. Karena maksud diciptakannya jin dan manusia adalah
untuk beridabah kepada Alloh SWT

‫وما خلقت الجن واالنس اال ليعبدون‬


“Tidaklah aku ciptakan jin adn manusia melainkan agar mereka beribadah kepadaku”
Ibadah tidaklah dikatakan ibadah yang benar dan mendapat padahal dari Alloh SWT kecuali
apabila terpenuhi 2 syarat tersebut, yakni Ikhlas dan sesuai dengan sunnah rosul SAW.

Lantas bagaimana agar ibadah maupun amalan kita dapat kita lakukan dengan ikhlas, tanpa pamrih
dunia dan supaya kita kita riya ketika sedang beribadah?
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan agar amalan kita dapat dilakukan dengan ikhlas,
1. Berdoa kepada Alloh’

Hati manusia dapat dengan mudah dibolak balikan oleh Alloh SWT, begitupun hidayah hanya
Alloh yang dapat memberi hidayah untuk hambanya, maka dari itu berdoalah kepada Alloh karena
Alloh menyukai orang-orang yang sering berdoa dan berdzikir mengingat Alloh. Mintalah kepada-
Nya agar diberikan perlindungan, diberikan petunjuk dan diberikan hati yang dengan mudah dapat
melaksanakan amalan secara ikhlas. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam,
di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa:
« ‫» اَل ّل ُه َّم ِإ ّنِي أَع ُْوذ ُ ِبكَ أ َ ْن أ ُ ْش ِركَ ِبكَ َوأَنَا أ َ ْع َل ُم َوأ َ ْست َ ْغ ِف ُركَ ِل َما الَ أَ ْعلَ ُم‬
“Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara
aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku
ketahui.” (Hadits Shahih riwayat Ahmad)
Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang
yang paling jauh dari kesyikan.

2. Menyembunyikan amal kebaikan

Amal yang tersembunyi -dengan syarat memang amal tersebut patut disembunyikan-, lebih layak diterima
di sisi-Nya dan hal tersebut merupakan indikasi kuat bahwa amal tersebut dikerjakan dengan ikhlas
Bisyr ibnul Harits mengatakan, “Janganlah engkau beramal untuk diingat. Sembunyikanlah
kebaikan sebagaimana engkau menyembunyikan keburukan.
3. Memandang rendah amal kebaikan

Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan
kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa
ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam
perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang
terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal
tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Sa’id bin Jubair berkata, “Ada
orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal
kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?”. Beliau menjawab,
“seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat
perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya
karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa
bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka
Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.”

4. Takut akan tidak diterimanya amal

Allah berfirman:

ِ ‫َو َّالذِينَ يُؤْ تُونَ َما آت َْوا َوقُلُوبُ ُه ْم َو ِجلَةٌ أَنَّ ُه ْم ِإلَى َر ِّب ِه ْم َر‬
َ‫اجعُون‬
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut,
(karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS.
Al Mu’minun: 60)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang
memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka
tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).

5. Tidak terpengaruh dengan perkataan manusia

Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya
disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang
yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, “Itu adalah
kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin.” (HR. Muslim)

Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak
disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain
sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas.
Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan
manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh,
maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri)
kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga
ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai
saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat
membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita
pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun
Allah memuji kita ?

6. Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka

Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai
tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka),
akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan
takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau
neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu
pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari
neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia
terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke
dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusah-payah dan
bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: “Barang siapa yang berpuasa, shalat,
berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk mendapatkan
dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan
tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa”. Yaitu amalan-
amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.

7. Ingin Dicintai, Namun Dibenci

Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia
tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan
mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda, “Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan
menampakkan amalan-amalannya “ (HR. Muslim)

Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para
makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah ta’ala:

َّ ‫سيَجْ َع ُل لَ ُه ُم‬
‫الرحْ َمنُ ُودًّا‬ َ ‫ت‬ َّ ‫ِإ َّن الَّذِينَ آ َمنُوا َو َع ِملُوا ال‬
ِ ‫صا ِل َحا‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah
akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)

Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hamba-Nya
yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalan-
amalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu
Katsir).

Dalam sebuah hadits dinyatakan “Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka
Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah
ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit:
sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya.
Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah
membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya
Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru
kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk
langit pun membencnya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi.” (HR. Bukhari
Muslim)
Hasan Al Bashri berkata: “Ada seorang laki-laki yang berkata : ‘Demi Allah aku akan beribadah
agar aku disebut-sebut karenanya’. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah
orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun
melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok
orang kecuali mereka berkata: ‘lihatlah orang yang riya ini’. Dia pun menyadari hal ini dan berkata:
tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, ‘sungguh aku akan melakukan amalan
hanya karena Allah’. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan.
Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: ‘semoga Allah merahmatinya
sekarang’. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: “Sesungguhnya orang-orang yang
beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati)
mereka rasa kasih sayang.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Demikianlah pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada
umumnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.

Anda mungkin juga menyukai