Anda di halaman 1dari 13

Inginkah Anda Menjadi Orang yang Ikhlas?

Kategori: Akhlaq dan Nasehat, Tazkiyatun Nufus


71 Komentar // 24 Juli 2008
Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, Sesuatu yang paling sulit
bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.Niat yang
baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan.Hal ini dikarenakan
sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak. Padahal,
sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam
setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya
akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits
Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah
orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak
dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab
orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk
perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah
berfirman yang artinya, Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang
siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An
Nisa : 48)
Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum Wal Hikam menyatakan, Amalan riya yang murni
jarang timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun terkadang
riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata manusia atau pada
amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal berdakwah, membantu orang lain dan
lain sebagainya). Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang
tidak ikhlas akan sia-sia, dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman
dari Allah.
Bagaimana Agar Aku Ikhlas ?
Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang
hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia
bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal
perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah
yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah
semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah
Banyak Berdoa

Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa
kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang
sering beliau panjatkan adalah doa:


Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara
aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku
ketahui. (Hadits Shahih riwayat Ahmad)
Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang
yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, seorang
sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau
panjatkan adalah, Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh
amalanku hanya karena ikhlas mengharap wajahmu, dan jangan jadikan sedikitpun dari
amalanku tersebut karena orang lain.
Menyembunyikan Amal Kebaikan
Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan
amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih
utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan
yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak
ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, Tujuh golongan yang
akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu
pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya
senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah
karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki
kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang
bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui
apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu
sendiri hingga meneteslah air matanya.(HR Bukhari Muslim).
Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang
akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa
diketahui oleh orang lain. Dalam haditslain, Rasulullah bersabda Sesungguhnya sebaik-baik
shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat
wajib. (HR. Bukhari Muslim)
Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali
shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh
Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan,
di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya,
karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan
terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka

hal ini lebih dekat dengan keikhlasan. Basyr bin Al Harits berkata, Janganlah engkau beramal
agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan
keburukanmu.
Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan
kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku,
marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena
ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.
Memandang Rendah Amal Kebaikan
Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan
kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa
ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam
perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub
seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak
keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Said
bin Jubair berkata, Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang
masuk neraka karena amal kebaikannya. Ditanyakan kepadanya Bagaimana hal itu bisa
terjadi?. Beliau menjawab, seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut
terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah
pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal
kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam
keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.
Takut Akan Tidak Diterimanya Amal
Allah berfirman:

Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut,
(karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (QS.
Al Muminun: 60)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang
memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan
mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ).
Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang
diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas.
Ummul Mukminin Aisyah berkata, Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat,
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut,
(karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka adalah
orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka
Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan

ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh
Allah. (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih )
Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan
tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak
hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik
sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan.Apalah artinya apabila kita ikhlas
ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan
amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia?
Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah
kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak
diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri
kita.Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.
Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia
Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya
disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang
yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab, Itu
adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin. (HR. Muslim)
Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak
disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain
sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas.
Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan
manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal
sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah
diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya,
sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah
wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat
membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah.Manakah yang akan kita
pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun
Allah memuji kita ?
Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka
Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai
tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka),
akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan
takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga
atau neraka, makaia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak
satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia
dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai
manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu
masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusahpayah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka?

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: Barang siapa yang berpuasa,
shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalan-amalan tersebut untuk
mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali,
amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa.
Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebih-lebih bagi orang lain.
Ingin Dicintai, Namun Dibenci
Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia
tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan
mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalanamalannya (HR. Muslim)
Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para
makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah taala:


Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah
akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (QS. Maryam: 96)
Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hambaNya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalanamalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu
Katsir).
Dalam sebuah hadits dinyatakan Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka
Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka
cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit:
sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun
mencintainya.Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila
Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril,
sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian
Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia.
Maka penduduk langit pun membencnya.Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di
bumi. (HR. Bukhari Muslim)
Hasan Al Bashri berkata: Ada seorang laki-laki yang berkata : Demi Allah aku akan beribadah
agar aku disebut-sebut karenanya. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah
orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun
melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok
orang kecuali mereka berkata: lihatlah orang yang riya ini. Dia pun menyadari hal ini dan
berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, sungguh aku akan
melakukan amalan hanya karena Allah. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang
dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: semoga

Allah merahmatinya sekarang. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan
menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Tafsir Ibnu Katsir)
Demikianlah pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada
umumnya.Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.



(Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sehingga sempurnalah segala amal
Dari artikel Inginkah Anda Menjadi Orang yang Ikhlas? Muslim.Or.Id by null

Tanda-tanda Ikhlas Seorang Hamba


Buku karangan Abdullah Gymnasiar.Berikut ini cuplikan isi buku tersebut.
NIAT YANG IKHLAS
Setiap hamba Allah memiliki kemampuan dan kemauan dalma beribadah yang berbedabeda.Sedangkan nilai ibadah seorang hamba di hadapan Allah ditunjukkan dengan ikhlasnya
dalam beramal.Tanpa keikhlasan takkan berarti apa-apa amal seorang hamba. Tidak akan ada
nilainya di sisi Allah jika tidak ikhlas dalam beramal.
Niat adalah pengikat amal. Keikhlasan seseorang benar-benar menjadi teramat sangat penting
dan akan membuat hidup ini menjadi lebih mudah, indah dan jauh lebih bermakna.
Balasan yang dinikmati oleh hamba Allah yang ikhlas adalah akan memperoleh pahala amal,
walaupun amalan tersebut belum dilakukan. Disamping itu akan merasakan ketentraman jiwa,
ketenangan batin. Betapa tidak?Karena dia tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan
pujian, penghargaan atau imbalan. Dipuji atau tidak sama saja.
KONSENTRASIKAN AMALMU HANYA KEPADA ALLAH
Orang yang ikhlas adalah orang yang tidak menyertakan kepentingan pribadi ataupuan imbalan
duniawi dari apa yang dapaat dia lakukan. Konsentrasi orang ikhlas hanya satu, yakni bagaimana
agar apa yang dilakukannya diterima oleh Allah.
Berhati-hatilah bagi orang-orang yang ibadahnya temporal, karena bisa jadi perbuatan tsb
merupakan tanda-tanda keikhlasan belum sempurna.Yang ukuran nilai ibadahnya adalah

duniawi.Misalnya ketika wudluternyata disamping ada seoran gulaa yang cukup terkenal dan
disegani, makan wudlu kita pun secara sadar atau tidak tiba-tiba dibagus-baguskan.
Hamba Allah yang ikhlas mampu beribadah secara istiqamah dan terus menerus kontinu. Orangorang yang ikhlas adalah orang yang kualitas amalnya dalam kondisi ada atau tidak adanya orang
yang memperhatikan adalah sama. Berbeda dengan orang yang kurang ikhlas, ibadahnya justru
lebih bagus ketika ada orang lain memperhatikannya.
Seorang pembicara yang tulus tidak harus merekayasa aneka kata-kata agar penuh pesona, tetapi
dia usahakn agar setiap kata-kata yang diucapkan benar-benar menjadi kata-kata yang disukai
Allah.Bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya, dan maknanya.Selebihnya terserah Allah,
kalau ikhlas walaupun sederhana kata-kata kita, Allah-lah yang Maha Kuasa menghunjamkannya
ke dalam setiap kalbu.
Oleh karena itu tidak perlu terjebak oleh rekayasa-rekayasa. Allah samasekali tidak
membutuhkan rekayasa karena Dia Maha Tahu segala lintasan hati, Maha Tahu segalanya!
Semakin jernih, semakin bening, dan semakin bersih segala apa yang kita lakukan atau semakain
seluruh aktivitas ditujukan semata-mata karena Allah, maka kekuatan Allah lah yang akan
menolong segalanya.
IKHLAS, RAHASIA PARA KEKASIH ALLAH
Seorang sahabat dengan mimik serius mengajukan sebuah pertanyaan,Ya kekasih Allah,
bantulah aku mengetahui perihal kebodohanku ini. Kiranya engkau dapat menjelaskan kepadaku,
apa yang dimaksud ikhlas itu?
Nabi SAW, kekasih Allah yang paling mulia bersabda,Berkaitan dengan ikhlas, aku bertanya
kepada Jibril a.s.apakah ikhlas itu?Lalu Jibril berkata,Aku bertanya kepada Tuhan yang Maha
Suci tentang ikhlas, apakah ikhlas itu sebenarnya? Allah SWT yang Mahaluas Pengetahuannya
menjawab,Ikhlas adalah suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hambahamba-Ku yang Kucintai.(H.R Al-Qazwini)
Dari hadits diatas nampaklah bahwa rahasia ikhlas itu diketahui oleh hamba-hamba Allah yang
dicintai-Nya. Untuk mengetahui rahasia ikhlas kita tidak lain harus menggali hikmah dari kaum
arif, salafus shaalih dan para ulama kekasih Allah.
Antara lain Imam Qusyaery dalam kitabnya Risalatul Qusyairiyaah menyebutkan bahwa ikhlas
berarti bermaksud menjadikan Allah sebagi satu-satunya sesembahan. Keikhlasan berarti
menyucikan amal-amal perbuatan dari campur tangan sesama makhluk.Dikatakan juga
keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari urusan individu manusia.

TANDA-TANDA IKHLAS SEORANG HAMBA


1. Tidak mencari populartias dan tidak menonjolkan diri
2.Tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian.
Pujian hanyalah sangkaan orang kepada kita, padahal kita sendiri yang tahu keadaan kita yang
sebenarnya. Pujian adalah ujian Allah, hampir tidak pernah ada pujian yang sama persis dengan
kondisi dan keadaan diri kita yang sebenarnya.
3. Tidak silau dan cinta jabatan
4. Tidak diperbudak imbalan dan balas budi
5.Tidak mudah kecewa.
Seorang hamba Allah yang ikhlas yakin benar bahwa apa yang diniatkan dengan baik lalu terjadi
atau tidak yang dia niatkan semuanya pasti telah dilihat dan dinilai oleh Allah SWT. Misal ketika
kita menjenguk teman sakit di RS luar kota, ternyata ketika kita sampai yang bersangkutan telah
sembuh dan pulang. Tentu sjaa kita tidka harus kecewa karena niat dan perjalan termasuk ongkos
dan keletihannya sudah mutlak tercata dan tidak akan disia-siakan Allah.
Seorang hamba yang ikhlas sadar bahwa manusia hanya memiliki kewajiban menyempurnakan
niat dan menyempurnakan ikhtiar.Perkara yang terbaik terjadi itu adalah urusan Allah.
Masalah kekecewaan yang wajar adalah jika berhubungan dengan urusan dengan Allah, kecewa
ketika ternyata sholatnya tidak khusyu, ibadahnya tidak meningkat dsb.nya.
6. Tidak membedakan amal yang besar dan amal yang kecil
7. Tidak fanatis golongan
8.Ridha dan marahnya bukan karena perasaan pribadi
9.Ringan.Lahap dan nikmat dalam beramal
10.Tidak egis karena sellau mementingkan kepentingan bersama.
11. Tidak membeda-bedakan pergaulan.
IKHLASNYA SEORANG MUQARABBIN
Dalam kitab Al Hikan, karya Syeikh Ibnu Athoilah tentang kedudukan seorang hamba dalam
amal perbuatannya, terdapat dua tingkatan kemuliaan seorang hamba ahli ikhlas, yakni hamba
Allah yang abrar dan yang muqarrabin.
Keikhlasan seorang abrar adalah apabila amal perbuatannya telah bersih dari riya baik yang
jelas maupun tersamar. Sedangkan tujuan amal perbuatannya selalu hanya pahala yang dijanjikan
Allah SWT. Adapun keikhlasan seorang hamba yang muqarrabin adalah ia merasa bahwa semua
amal kebaikannya semata-mata karunia Allah kepadanya, sebab Allah yang memberi hidayah
dan taufik.

Dengan kata lain, amalan seorang hamba yang abrar dinamakan amalan lillah, yaitu beramal
karena Allah. Sedangkan amalan seorang hamba yang muqarrabin dinamakan amalan billah,
yaitu beramal dengan bantuan karunia Allah.Amal lillah menghasilkan sekedar memperhatikan
hukun dzahir, sedang amal billah menembus ke dalam perasaan kalbu.
Pantaslah seorang ulama ahli hikmah menasihatkan,Perbaikilah amal perbuatanmu dengan
ikhlas, dan perbaikilah keikhlasanmu itu dengan perasaan bahwa tidak ada kekuatan sendiri,
bahwa semua kejadian itu hanya semata-mata karena bantuan pertolongan Allah saja.
Tentulah yang memiliki kekuatan dashyat adalah keikhlasan seorang hamba yang muqarrabin
yang senantiasa mendekatkan dirinya kepada Allah Azza wa Jalla.

Mengukur Ikhlas Kita


gaulislam edisi 112/tahun ke-3 (27 Dzulhijjah 1430 H/14 Desember 2009)
Dari Amirul Mukminin, Umar bin Khathab ra, ia berkata, Aku mendengar Rasulullah saw.
bersabda, Sesungguhnya segala amal perbuatan bergantung kepada niatnya dan tiap orang
akan mendapatkan apa yang ia niatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan
RasulNya, maka ia akan mendapatkan pahala hijrah karena Allah dan Rasulullah. Barang siapa
yang hijrahnya karena faktor duniawi yang akan ia dapatkan atau karena wanita yang akan ia
nikahi, maka ia dalam hijrahnya itu ia hanya akan mendapatkan apa yang ia niatkan.(HR
Bukhari-Muslim)
Setiap amal bergantung kepada niatnya.Yup, benar banget.Niatnya pun kudu ikhlas karena ingin
mengharap keridhoan Allah Swt. semata. Hmm..kudu ikhlas ya? Waduh, kayaknya kata itu buat
kita jadi makin asing neh. Bukan kenapa-kenapa, susah juga nemuin orang yang mau ikhlas di
jaman sekarang. Segalanya diukur dengan duit, dengan harta benda, ketenaran, cari muka dan
sejenisnya. Iya, maksudnya kalo kita mau nolong orang kadang yang kepikiran: nih orang mau
ngehargai gue nggak sih; orang ini kalo gue bantu mau balas jasa nggak ke gue; kalo gue
menolong dia nama gue harum nggak sih; kalo gue nolong orang ini, kira-kira berapa gue
dibayar; dan seabreg pikirin lainnya yang ujungnya itung-itungan deh.
Bro en Sis, secara teori udah banyak orang yang jelasin.Seperti kata teori pula, kayaknya
gampang untuk bisa ikhlas.Tapi praktiknya, duh kita bisa rasakan sendiri gimana susahnya jaga
hati dan jaga pikiran biar ikhlas kita nggak ternoda.Soalnya, ada aja celah yang bisa bikin kita
melenceng dari niat awal dalam berbuat.Awalnya sih insya Allah bakalan ikhlas, eh nggak
tahunya di tengah jalan ada yang godain kita supaya nggak ikhlas. Halah, gawat bener kan?
Sobat muda muslim, sekadar ngingetin memori kita, dalam Islam ikhlas ternyata mendapat
perhatian khusus lho. Soalnya, ini erat kaitannya dengan amal perbuatan kita dan keimanan kita
kepada Allah Swt. Jangan sampe deh kita beramal diniatkannya bukan karena perintah Allah

Swt. atau bukan karena ingin mendapat ridho Allah Swt. Kalo sampe diniatkan dalam beramal
karena ingin dipuji manusia gimana tuh? Duh, nggak tega deh saya nyebutinnya. Soalnya, tuh
amal nggak bakalan ada bekasnya alias nggak mendapat ridho Allah Swt. Amal kita jadi sia-sia,
Bro. Ih, nggak mau kan kita beramal tapi nggak dapat pahala? Amit-amit deh!
Bro en Sis, ikhlas adalah melakukan amal, baik perkataan maupun perbuatan ditujukan untuk
Allah Taala semata. Allah Swt. dalam al-Quran menyuruh kita ikhlas, seperti dalam firmanNya
(yang artinya): dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus
dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik.(QS Yunus [10] :105)
Rasulullah saw, juga ngingetin kita melalui sabdanya (yang artinya), Allah tidak menerima
amal kecuali apabila dilaksanakan dengan ikhlas untuk mencari ridha Allah semata.(HR Abu
Daud dan Nasai)
Imam Ali bin Abu Thalib r.a juga berkata, orang yang ikhlas adalah orang yang memusatkan
pikirannya agar setiap amal diterima oleh Allah.
Bro, sekadar tahu aja bahwa ikhlas adalah buah dan intisari dari iman.Seseorang nggak dianggap
beragama dengan benar jika tidak ikhlas. Firman Allah Swt (yang artinya): Katakanlah:
Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam.(QS al-Anaam [6]: 162)
Allah Swt. juga berfirman dalam ayat lain (yang artinya), Padahal mereka tidak disuruh
kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya dalam
(menjalankan) agama dengan lurus.(QS al-Bayyinah [98]: 5)
Imam Syafii pernah memberi nasihat kepada seorang temannya, Wahai Abu Musa, jika engkau
berijtihad dengan sebenar-benar kesungguhan untuk membuat seluruh manusia ridha (suka),
maka itu tidak akan terjadi. Jika demikian, maka ikhlaskan amalmu dan niatmu karena Allah
Azza wa Jalla.
Karena itu nggak heran kalo Ibnu Qayyim al-Jauziyah ngasih perumpamaan seperti ini, Amal
tanpa keikhlasan seperti musafir yang mengisi kantong dengan kerikil pasir.Memberatkannya
tapi tidak bermanfaat. Dalam kesempatan lain beliau menulis, Jika ilmu bermanfaat tanpa
amal, maka tidak mungkin Allah mencela para pendeta ahli Kitab. Jika ilmu bermanfaat tanpa
keikhlasan, maka tidak mungkin Allah mencela orang-orang munafik.
Bro, lawannya ikhlas itu adalah ujub dan riya. Itulah sebabnya orang yang sekaliber Umar bin
Abdul Aziz r.a. pun sangat takut akan penyakit riya. Ketika ia berceramah kemudian muncul
rasa takut dan penyakit ujub, segera ia memotong ucapannya. Dan ketika menulis karya tulis dan
takut ujub, maka segera merobeknya. Subhanallah!
Al-Fudhail bin Iyadh mengomentari ayat kedua dari surat al-Mulk (liyabluwakum ayyukum
ahsanu amalaa), bahwa maksud dari amal yang ihsan (paling baik) adalah amal yang akhlash
(paling ikhlas) dan yang ashwab (paling benar). Ada dua syarat diterimanya amal ibadah
manusia, ikhlas dan benar. Amal perbuatan, termasuk ibadah yang dilakukan dengan ikhlas

karena Allah semata tetapi pelaksanaannya tidak sesuai dengan syariat Islam, maka amal tersebut
tidak akan diterima Allah. Begitu juga sebaliknya, jika perbuatan dan ibadah dilakukan sesuai
dengan syariat, tetapi yang melaksanakannya tidak semata-mata ikhlas karena Allah, maka
amalnya tidak diterima.
Ikhlaskah kita?
Ikhlaskah kita jika beramal tapi ngarepin imbalan materi? Ah, kamu pasti bisa menilai sendiri
deh. Iyalah. Misalnya nih, kalo ortu kamu minta tolong sama kamu untuk belanja kebutuhan
dapur ke warung dekat rumah, kemudian kamu minta imbalan ke ortu kamu, ati-ati lho. Itu bisa
termasuk nggak ikhlas kamu berbuat.Sebaiknya lurus-lurus aja.Nggak ngerasa ada ruginya alias
nothing to lose, gitu lho. Mau dapet materi apa nggak dari apa yang kita usahain, kita nggak
peduli. Nolong aja. Apalagi itu sama ortu. Jangan sampe deh ketika ortu minta tolong, eh kita
malah pake tarif segala: Jauh-dekat Rp 2000 (idih, emangnya naik angkot!).
Bro, kalo kebetulan kamu ditunjuk jadi ketua OSIS atau ketua Rohis, nggak usah ngarepin materi
dari jabatan yang kamu sandang.Kalo kamu beranggapan bahwa dengan menjadi ketua OSIS
kamu bakalan bisa dengan mudah narikin iuran dari siswa terus kamu bisa memperkaya diri, wah
itu namanya bukan cuma nggak ikhlas tapi udah melakukan penyalahgunaan jabatan.
Bro, meski kita nggak ngarepin imbalan secara materi, tapi yakin deh bahwa apa yang kita
lakukan pasti mendapat ganjaran kebaikan lain di sisi Allah Swt. Jadi, nothing to worry about
alias nggak perlu cemas dengan jaminan kebaikan dalam bentuk lain yang Allah berikan sebagai
imbalan atas keikhlasan kita. Intinya sih, jangan ngarepin imbalan dari manusia, cukup ridho
dari Allah Taala aja yang kita harepin. Setuju kan?
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku pernah berjalan
bersama Rasulullah saw. Beliau mengenakan selendang dari Najran yang kasar pinggirnya.Tibatiba seorang badui berpapasan dengan beliau, lalu menarik selendang beliau dengan kuat. Ketika
aku memandang ke sisi leher Rasulullah saw. ternyata pinggiran selendang telah membekas di
sana, karena kuatnya tarikan. Orang itu kemudian berkata: Hai Muhammad, berikan aku
sebagian dari harta Allah yang ada padamu. Rasulullah saw. berpaling kepadanya, lalu tertawa
dan memberikan suatu pemberian kepadanya. (HR Muslim)
Subhanallah, Rasulullah saw. malah memberikan harta (berinfak), padahal orang badui itu
memintanya dengan kasar. Tapi itulah Rasulullah saw. sudah mengajarkan kepada umatnya
bahwa beramal baik harus ikhlas dan tanpa pertimbangan untung-rugi lagi. Hebat kan, Bro?
Oya, keikhlasan kita juga akan diuji saat kita merasa ingin dilihat oleh orang lain, lho. Kalo
mikirin hawa nafsu sih, kadang kita kepikiran ya pengen dilihat oleh teman kita ketika kita
berbuat sesuatu.Ketika masukkin duit ke keropak di masjid, kita bahkan kepengin banget diliatin
ama temen di sebelah kita. Emang sih, duitnya kita tutupi dengan tangan satunya saat masukkin
ke keropak yang diedarkan di masjid kalo ada acara di sana. Apalagi kalo sampe terbersit di
pikiran dan hati kita akan adanya decak kagum dari teman yang ngeliat amal kita, subhanallah
ya, dia rajin shadaqahnya. Duh, itu bisa menodai amalan kita, Bro. Emang nggak mudah
berbuat ikhlas ya.Tapi bukan berarti nggak bisa dilakukan.

Saat tampil jadi imam shalat, dan kebetulan bacaan al-Quran kita maknyus alias enak didengerin
sama jamaah lain, jangan sampe deh kita punya pikiran ingin dianggap paling hebat. Apalagi
kalo sampe diam-diam kita malah mengagumi diri sendiri, orang lain nggak ada yang bisa
kayak saya. Mereka pantas memilih saya jadi imam shalat. Ah, ngeri deh. Ngeri kalo amalan
kita bakalan nguap begitu aja. Insya Allah cara shalatnya sih bener asal ngikutin aturan yang
udah ditetapkan dalam fiqih, tapi persoalan niat yang ada di pikiran dan hati bisa merusak
amalan baik kita. Bener lho.Gara-gara nggak ikhlas, amal kita jadi sia-sia. Karena kita lebih
ngarepin agar diliat oleh orang daripada ingin diliat sama Allah Swt.
Bro en Sis, emang sih kita bisa merasakan langsung kalo targetnya ingin diliat orang. Begitu
suara kita mengalun manis dan easy listening saat mendendangkan nasyid terbaru dan kemudian
para jamaah penonton konser nasyid tingkat RT yang kita ikutin itu bersorak gembira dan
mengelu-elukan kita, pasti deh ada aja sedikit rasa jumawa en bangga diri (gue gitu, lho!).
Awalnya sih boleh-boleh aja kita merasa ingin dihargai orang lain. Wajar kok.Tapi yang nggak
wajar adalah kita merasa harus memposisikan diri selalu ingin dihargai dan dihormati.Kalo
nggak dihargai ngambek dan kecewa.Nah, yang bisa merusak amal kita adalah karena niat yang
udah tercemar ingin selalu diliat orang.Padahal, menjadi dilihat orang adalah efek samping,
bukan tujuan kita dalam berbuat/beramal.Orang yang sering tampil dimuka umum wajar atuh
kalo akhirnya dikenal.Tul nggak sih?
Muhasabah diri
Allah Swt. berfirman (yang artinya): Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan. (QS al-Hasyr [59]: 18)
Ayat ini merupakan isyarat untuk melakukan muhasabah setelah amal berlalu. Karena itu Umar
bin Khaththab ra berkata, Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab (Ibnu Qudamah,
Minhajul Qashidin (terj.), hlm. 478)
Muhasabah di sini artinya senantiasa memeriksa diri kita sendiri.Sudah sejauh mana sih yang
kita raih dalam beramal baik.Sudah banyak nggak pahala yang kita perbuat, atau jangan-jangan
malah sebaliknya kedurhakaan yang mengisi penuh pundi-pundi amal yang bakalan kita
pertanggungjawabkan di hadapan Allah?
Yuk, kita bareng-bareng meningkatkan kualitas amalan kita dan memperbanyak amal
shaleh.Senantiasa ikhlas, bersabar, dan bersyukur kepada Allah Swt. Nggak jamannya lagi
mengingkari kelemahan kalo sejatinya kita emang lemah dan nggak mampu.Juga nggak perlu
malu mengakui kesalahan jika memang kita salah. Jangan menyerang orang lain yang kita tuding
sebagai biang kesalahan kita, tapi kita melakukan interospeksi diri. Sebab, kita hidup bersama
orang lain. Dan kita memang saling membutuhkan satu sama lain. Kita juga pasti butuh
kepedulian dari orang lain (termasuk kita sendiri harus peduli dengan orang lain). Itu sebabnya,
kita harus ikhlas menerima teguran dan nasihat dari teman kita.Jangan merasa terhina jika
dinasihati.Tapi sebaliknya, merasa diistimewakan karena selalu diingatkan.

Nikmati dunia ini dengan cara yang benar dan tuntunan yang sesuai ketetapan Allah Swt. dan
RasulNya. Tak perlu khawatir, karena semua yang diberikan oleh Allah Swt. kepada kita adalah
demi kebaikan kita.Tetaplah kita bersama Allah Swt. dan RasulNya. Jalani hidup dengan ikhlas,
insya Allah nikmat, bahagia, tanpa perlu merasa was-was. Ikhlas menjadikan kita lebih terhormat
di hadapan Allah Swt., juga menjadikan orang lain berusaha mencontoh pribadi kita yang baik.
Semoga, kita semua bisa menjadi hamba-hamba Allah Swt. yang senantiasa ikhlas menghadapi
berbagai kenyataan hidup sembari berdoa memohon ampun dan pertolongan kepada Allah Swt.
Kita muhasabah diri: seberapa ikhlaskah kita? Hanya kita yang mampu menjawabnya.
Interospeksi yuk! [solihin: osolihin@gaulislam.com | http://osolihin.com]

Anda mungkin juga menyukai