Setiap umat Islam tentu menginginkan amalnya diterima dan diridai Allah. Namun,
bagaimanakah caranya? Melalui khutbah Jumat yang berjudul, “Meraih Amal yang Diridhai
Allah,” khatib memetik penjelasan hikmah Syekh Ibnu ‘Athaillah mengenai apa saja yang
harus kita persiapkan demi meraih tingkatan amal istimewa di sisi Allah.
Selain itu, Syekh Ibnu ‘Athaillah juga menekankan pentingnya bersandar pada Allah dan
jangan pernah bangga dengan amal yang kita tunaikan. Sebab bukan mustahil, orang yang
bangga dengan amal kataatannya akan terjebak pada sikap sombong dan takabur. Merasa
dirinya sudah bagus. Dampaknya, mudah menyalahkan orang lain dimana sikap tersebut
kembali menghapus keistimewaan amalnya.
Untuk mencetak, silahkan klik tombol download di atas atau bawah naskah khutbah ini.
Khutbah I:
Baca Juga:
Khutbah Jumat: Mari Beragama dengan Sepenuh Jiwa
ِإ ّن اْل َحْمَدِ للِه َنْحَمُدُه َوَنْس َتِعْيُنُه َوَنْس َتْغِفُرُه َوَنُعْوُذ ِباللِه ِمْن ُشُرْوِر َأ ْنُفِس َنا َوِمن َسّيَئاِت َأ ْعَماِلَنا َمْن َيْهِدِه اللُه َفلَا ُمِض ّل َلُه
لَاَّل ُهَّم َص ِّل َوَسِّلْم َعَلى َس ِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد، َأ ْشَهُد َأ ْن لَا ِإ لَه ِإ لّا اللُه َوَأ ْشَهُد َأ ّن ُمَحّمًدا َعْبُدُه َوَرُسْوُلُه، َوَمْن ُيْض ِلْل َفلَا َهاِدَي َلُه
َأ ُعْوُذ ِباللِه ِمَن الَّش ْيَطاِن، َقاَل اللُه َتَعاَلى ِفي اْلُقْرآِن اْل َكِرْيِم،َوَعلى آِلِه ِوَأ ْص َحاِبِه َوَمْن َتِبَعُهْم ِإِب ْح َساٍن ِإ َلى َيْوِم الّدْين
َمْن َعِمَل صاِل حًا ِمْن َذَكٍر َأ ْو ُأ ْنثى: َوَقاَل، َياَأ ّي َها اّلَذْيَن آَمُنْوا اَّت ُقوا اللَه َحَّق ُتَقاِتِه َولَا َتُمْوُتّن ِإ َّل ا َوَأ ْنُتْم ُمْس ِلُمْوَن،الَّر ِجْيِم
َأ َّم ا َبْعُد، َصَدَق اللُه اْلَعِظْيُم، ِزَي ُهْم َأ ْجَرُهْم ِبَأ ْح َسِن ما كاُنوا َيْعَمُلوَن
َوُهَو ُمْؤِمٌن َفَلُنْح ِي َّنَي ُه َحياًة َط ِّيَبًة َوَلَنْج َّن
Sidang Jum’at yang berbahagia
Pertama marilah kita panjatkan sama-sama puji dan syukur ke hadirat Allah swt. Dzat
yang maha mengatur dan memberi nikmat kepada kita semua, terutama nikmat iman,
islam, dan ihsan, sehingga pada kesempatan ini kita bisa sama-sama duduk di tempat yang
mulia ini dalam rangka menunaikan shalat Jum'at. Semoga setiap langkah kita menuju
tempat ini senantiasa mendapat rida Allah dan kelak menjadi saksi ketaatan kita kepada-
Nya.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Baginda Alam Nabi Besar
Muhammad saw. Penghulu para nabi dan rasul, Pembawa rahmat ke seluruh alam, dan
Pemberi syafaat kelak di padang mahsyar. Shalawat dan salam juga semoga tercurah
kepada keluarga dan para sahabatnya, tak terkecuali kepada para tabiin, para tabi’ tabiin,
hingga kepada kita yang tak henti-hentinya berharap semoga kelak diakui umatnya yang
mendapatkan syafa'atnya.
Baca Juga:
Khutbah Jumat: Larangan Berbuat Dzalim di Bulan Dzulqa’dah
Hadirin sekalian,
Sebagaimana ayat yang sudah dibacakan khatib dalam muqadimah di atas, Allah sudah
berfirman:
َمْن َعِمَل صاِل حًا ِمْن َذَكٍر َأ ْو ُأ ْنثى َوُهَو ُمْؤِمٌن َفَلُنْح ِي َّنَي ُه َحياًة َط ِّيَبًة َوَلَنْج َّن
ِزَي ُهْم َأ ْجَرُهْم ِبَأ ْح َسِن ما كاُنوا َيْعَمُلوَن
Artinya, “Siapa yang mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan, sedangkan
dia seorang mukmin, sungguh, Kami pasti akan berikan kepadanya kehidupan yang baik
dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang selalu
mereka kerjakan,” (QS. an-Nahl [16]: 97).
Sidang Jumat yang dirahmati Allah
Melalui ayat ini, Allah sudah menjanjikan kehidupan yang baik bagi hamba-Nya yang
beriman dan mengerjakan amal saleh. Bahkan, Allah sudah menjanjikan balasan yang lebih
baik dibanding dengan amal yang dikerjakan hamba-hamba-Nya.
Ini menjadi bukti bahwa Allah sangat menghargai hamba-hamba-Nya yang beriman dan
mengerjakan amal saleh. Oleh sebab itu, mari kita sama-sama meningkatkan keimanan dan
memperbanyak mengerjakan kebajikan. Sebab, iman dan amal saleh yang diridai Allah
yang akan menjadi bekal kita menghadapi alam akhirat kelak.
Karena itu, alangkah pentingnya kita mengetahui hakikat amal yang kita kerjakan.
Tujuannya agar kita tidak sia-sia dalam mengerjakan suatu amal, tetapi jauh dari rida
Allah. Hal ini tentu sangat merugikan.
Selanjutnya, Ibnu ‘Athaillah menjelaskan kadar makrifat, ketauhidan, dan ubudiyah seorang
salik atau orang yang sedang menempuh jalan akhirat ditentukan seberapa totalitas dirinya
bersandar kepada Allah.
Begitu pula ketika ada ketaatan yang keluar dari dirinya, maka ia tidak melihat dirinya
unggul dan memiliki kekuatan. Sebab, ketaatan itu semata-mata merupakan daya dan
kekuatan dari Allah. Sehingga dirinya tetap tenang terhadap takdir-takdir Allah. Hatinya
tetap dalam cahaya-cahaya Allah. Baginya, tidak ada perbedaan antara baik dan buruk,
mudah dan susah. Sebab, dirinya tenggelam dalam samudera ketauhidan, tetap khauf dan
raja’ (takut dan harap) kepada Allah. Khauf dan raja’-nya tetap sama dan berjalan
bersamaan. Ia tetap takut meskipun sudah melakukan ketaatan. Dan ia tetap berharap
rahmat Allah meskipun sudah melakukan kesalahan.
Demikian seperti yang telah dikemukakan dalam untaian hikmah Syekh Ibnu ‘Athaillah
berikut ini:
ِمْن َعَلاَماِت الِاْعِتَماِد َعَلى اْلَعَمِل ُنْقَصاِن الَّر َجاِء ِعْنَد ُوُجْوِد الَّز َلِل
Artinya, “Di antara tanda bergantung pada amal adalah kurangnya harapan ketika
tergelincir pada kesalahan.”
Pensyarah kitab Mahasin al-Majalis, Ibnul ‘Arif ash-Shanhaji menjelaskan bahwa orang-
orang yang sudah sampai pada tingkatan makrifat akan selamanya bersama-sama dengan
Allah, sebab dirinya yakin hanya Allah yang mengatur dan mengurus dirinya. Yakin hanya
Allah yang memberi kekuatan taat bagi dirinya.
Tak heran jika lahir satu ketaatan dari dirinya, ia tidak menuntut pahala. Sebab, ia tidak
melihat dirinya yang melakukan ketaatan tersebut. Lagi pula, amal ibadah dirinya belum
tentu diterima Allah. Mengapa harus menuntut balasan dari Allah?
Begitu pula ketika terjerumus pada satu keburukan, dirinya segera memperbaikinya sebab
hukuman Allah tetap bagi orang yang berbuat salah. Dosa harus segera ditaubati dan
ditebus. Dirinya tidak melihat siapa pun kecuali Allah, baik dalam keadaan sulit maupun
mudah, baik dalam keadaan taat maupun maksiat. Penglihatannya fokus pada Allah. Takut
hanya pada Allah dan harapannya hanya kepada rahmat Allah.
Sedangkan orang yang tidak makrifat akan menisbahkan amal dan perbuatannya kepada
dirinya sendiri. Oleh karena itu, ia akan menuntut bagian dari amal dan kebaikannya, yaitu
ganjaran dan pahala. Penyebabnya selain belum makrifat, dirinya masih bergantung pada
amal. Ia merasa tenang akan keadaan ruhaninya.
Karena itu, orang-orang yang salah dan berdosa, masih bisa berharap akan rahmat dan
pertolongan Allah. Ia masih bisa menatap firman Allah yang menyatakan:
َوُهَو اَّلِذي َيْقَبُل الَّت ْو َبَة َعْن ِعَباِدِه َو َيْعُفو َعِن الَّس ِّيَئاِت َو َيْعَلُم َما َتْفَع
ُقْل َيا ِعَباِدَي اَّلِذيَن َأ ْسَرُفوا َعَلى َأ ْنُفِسِهْم َلا َتْقَنُطوا ِمْن َرْح َمِة الَّل ِه ِإ َّن الَّل َه َيْغِفُر الُّذ ُنوَب َجِميًعا ِإ َّن ُه ُهَو اْلَغُفوُر الَّر ِحيُم
Lagi pula, jika ditelusuri, untaian hikmah Syekh Ibnu ‘Athaillah di atas juga merupakan
intisari dari sabda Nabi saw. yang menyatakan:
ِإ َّل ا َأ ْن َيَتَغَّم َدِني الَّل ُه ِبَفْض ٍل َوَرْح َمٍة، َولَا َأ َنا: َولَا َأ ْنَت َيا َرُسوَل الَّل ِه؟ َقاَل: َقاُلوا، الَجَة بعمله
َلْن ُيْدِخَل أحدكم َّن
Artinya, “Tidak akan masuk surga seorang di antara kalian karena sebab amalnya.” Ditanya
para sahabat, “Termasuk engkau, wahai Rasulallah?” Beliau menjawab, “Termasuk aku,
kecuali jika Allah melimpahkan karunia dan rahmat-Nya,” (HR. al-Bukhari-Muslim).
Kembali lagi kepada untaian hikmah Syekh Ibnu ‘Atha’illah, mengapa kita begitu penting
bersandar kepada Allah? Sebab bukan mustahil, orang yang awalnya bangga kepada amal
kataatannya akan terjebak pada sikap takabur dan sombong. Merasa dirinya sudah bagus.
Dampaknya, mudah menyalahkan orang lain dan menyalahkan amaliah orang lain. Dan
sebagainya.
Walhasil, jangan bangga dengan amal karena kita sudah mampu beramal. Sebab, yang
membawa kita kepada amal bukan daya dan kekuatan kita, tapi taufik, hidayah dan
pertolongan Allah. Yang mengantarkan seorang hamba ke surga bukan amalnya, melainkan
ridha, rahmat, dan karunia Allah, sebagaimana sabda Nabi saw.
Namun bukan berarti kita tidak perlu beramal. Kualitas dan kuantitas amal kita tetap
harus ditingkatkan. Yang harus diluruskan adalah bersandar kita pada amal, rasa senang
dan bangga kita pada amal. Justru bersyukurlah jika kita sudah mampu beramal. Yakinlah
itu semata pertolongan Allah. Tetap kita mesti takut walau sudah bisa melakukan kataatan.
Juga tetap kita harus berharap meski kita sudah berbuat kesalahan.
Khutbah II
ِإ َّي اُه َنْعُبُد، َأ ْشَهُد َأ ْن لَا ِإ َلَه ِإ لَّا اللُه َوْحَدُه لَاَشِرْيَك َلُه.َاْل َحْمُد َّلِلِه اَّلِذْي َأ َمَرَنا ِبْالِاِّت َحاِد َوْالِاْعِتَصاِم ِب َحْبِل اللِه اْلَمِتْيِن
لَاَّل ُهَّم َص ِّل َعَلى َس ِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َوَعَلى آِلِه َوَأ ْص َحاِبِه. َاْلَمْبُعْوُث َرْح َمًة ِلْلَعاَلِمْيَن، َوَأ ْشَهُد َأ َّن ُم َّمَح ًدا َعْبُدُه َوَرُسْوُلُه.ِإَو َّي ُاه َنْس َتِعْيُن
َياَأ ُّي هَا اَّلِذْيَن، ِإ َّن اللَه َوَملَاِئَكَتُه ُيَص ُّل ْوَن َعَلى الَّن ِبِّي. ِاَّت ُقوا اللَه َما اْس َتَطْعُتْم َوَساِرُعْوا ِإ َلى َمْغِفَرِة َرِّب اْلَعاَلِمْيَن.َأ ْج َمِعْيَن
َوَص َّلى الله َعَلى َسِّيَدَنا َوَمْوَلاَنا ُم َّمَح ٍد َوَعَلى آِلِه َوَص ْحِبِه َوَس َّل َم.. َءاَمُنْوا َص ُّل ْوا َعَلْيِه َوَس ِّلُمْوا َتْس ِلْيًما
لَاَّل ُهَّم اْغِفْر ِلْلُمْؤِمِنْيَن َواْلُمْؤِمَناِتَواْلُمْس ِلِمْيَن َو اْلُمْس ِلَماِت َالَاْح َياِء ِمْنُهْم َواْلَاْمَواْت ِإ َّن َك َسِمْيٌع َقِرْيٌب ُمِجْيُب الَّد َعَواِت َوَيا
َقاِضَي اْل َحاَجاِت ِبَرْح َمِتَك َيا َاْرَحَم الَّر ِحِمْيَن
الَّل ُهَّم ِإ َّن ا َنُعوُذ ِبَك ِمْن َعَذاِب َجَهَّن َم َوَنُعوُذ ِبَك ِمْن َعَذاِب اْلَقْبِر َوَنُعوُذ ِبَك ِمْن ِفْتَنِة اْلَمِسيِح الَّد َّج اِل َوَنُعوُذ ِبَك ِمْن
ِفْتَنِة اْلَمْح َيا َواْلَمَماِت ،الَّل ُهَّم ِإ َّن ا َنُعوُذ ِبَك ِمْن اْلَهِّم َواْل َحَزِن َوَنُعوُذ ِبَك ِمْن اْلَعْج ِز َواْلَكَسِل َو َنُعوُذ ِبَك ِمْن اْل ُجْبِن
َواْلُبْخِل َوَنُعوُذ ِبَك ِمْن َغَلَبِة الَّد ْيِن َوَقْهِر الِّرَجاِل َرَّب َنا آِتَنا ِفي الُّد ْنَيا َحَسَنًة َوِفي الآِخَرِة َحَسَنًة َوِقَنا َعَذاَب الَّن اِر
ِعَباَد اللِهِ ،إ َّن اللَه َيْأ ُمُرُكْم ِباْلَعْدِل َوْالِإ ْح َساِن ِإَو يَتآِئ ِذي اْلُقْرَبى َوَيْنَه ى َعِن اْلَفْح َشآِء َواْلُمنَكِر َواْلَبْغِي َيِعُظُكْم َلَعَّل ُكْم
َتَذَّك ُرْوَنَ .فاْذُكُروا اللَه اْلَعِظْيَم َيْذُكْرُكْم َواْدُعْوُه َيْسَتِجْب َلُكْم َوَلِذْكُر اللِه َأ ْك َبُر
Ustadz M Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.