Materi khutbah Jumat kali ini memaparkan tentang hakikat zakat sebagai wujud totalitas
kecintaan kita kepada Allah swt. Zakat juga memiliki esensi makna sebagai ikhtiar untuk
membersihkan diri dari berbagai sifat negatif khususnya sifat kikir atau pelit. Selain itu,
zakat juga adalah wujud syukur atas nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita.
Baca juga: Kumpulan Khutbah Bulan Ramadhan
Teks khutbah Jumat berikut ini berjudul " Khutbah Jumat: Tiga Hakikat dalam Ibadah
Zakat". Untuk mencetak naskah khutbah Jumat ini, silakan klik ikon print berwarna merah
di atas atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat! (Redaksi)
Khutbah I
َنِبِّيَنا، َوالَّص لَاُة َوالَّس لَاُم َعَلى َأ ْشَرِف ْالَأ ْنِبَياِء َواْلُمْرَس ِلْيَن، َوِبِه َنْس َتِعْيُن َعَلى ُأ ُمْوِر الُّد ْنَيا َوالِّدْيِن،اْل َحْمُد لله َرِّب اْلَعاَلِمْيَن
َاْشَهُدَاْن لَاِالَه ِالَّا الله َوْحَده،ُم َّمَح ٍد صلى الله عليه وسلم َوَعَلى آِلِه َوَأ ْص َحاِبِه َوالَّت اِبِعْيَن َوَمْن َتِبَعُهْم ِإِب ْح َساٍن ِإ لَى َيْوِم الِّدْيِن
. َاَّم ا َبْعُد َفَياَأ ُّي َها اْل َحاِضُرْوَن. َوَاْشَهُدَاَن َسِّيَدَنا ُم َّمَح ًدا َعْبُدُه َوَرُسْوُلُه الَّص اِدُق اْلَوْعِد ْالَأ ِمْين.لَاَشِرْيَك َلُه الَمِلُك ْالَحُّق ْالُمِبْين
. َفَقاَل اللُه َتَعاَلى َوَأ ِقيُمو۟ا ٱلَّص َلٰوَة َوَءاُتو۟ا ٱلَّزَك ٰو َة َوٱْرَكُعو۟ا َمَع ٱلَّٰرِكِعيَن.ْوُت َّلِا ا َوَأ ْنُتْم ُمْس ِلُمْوَن
ِاَّت ُقوا اللَه َحَّق ُتَقاِتِه َوَلا َتُم َّن
Pada Jumat kali ini mari kita juga terus mengencangkan dan menguatkan iman dan takwa
kita kepada Allah swt dengan meyakini bahwa Allah lah yang paling berkuasa atas hidup
dan kehidupan kita di dunia. Mari berjuang sekuat tenaga untuk menjalankan apa yang
diperintahkan Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Mudah-mudahan kita termasuk
golongan orang yang bersyukur, beriman dan bertakwa sehingga kita akan menjadi orang
yang mulia di sisi Allah swt.
َوَأ ِقيُموْا ٱلَّص َلٰوَة َوَءاُتوْا ٱلَّزَك ٰو َة َوَأ ِطيُعوْا ٱلَّر ُسوَل َلَعَّل ُكۡم ُتۡرَحُموَن
Artinya, “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu
diberi rahmat.”
Dalam ayat ini, jelas disebutkan bahwa ibadah zakat merupakan sebuah perintah. Sebagai
makhluk dan hambanya, perintah yang diberikan Allah kepada kita menunjukkan sebuah
kewajiban yang wajib dipatuhi dan dikerjakan. Jika menjalankan shalat adalah kewajiban
yang memiliki dimensi vertikal yakni sebuah kepatuhan untuk memenuhi hak Allah swt
dengan menyembah-Nya, maka kewajiban zakat memiliki dua dimensi ibadah. Selain
dimensi vertikal sebagai kewajiban kepada Allah, zakat juga memiliki dimensi horizontal
dalam bentuk memberikan harta yang dimiliki karena di dalamnya terdapat hak-hak orang
lain.
Dalam menunaikannya, zakat juga bukan hanya sekadar memberikan bagian harta dan
setelah itu selesai kewajiban kita. Namun di situ terdapat aturan dalam pengeluarannya
dan sudah ditentukan besaran harta yang harus dikeluarkan. Ini lah kemudian yang
menjadikan zakat disebut masuk dalam kategori ibadah maliyyah (ibadah kehartaan).
لَاّٰلُه الَّص َمُد َلْم َيِلْد َوَلْم ُيْوَلْۙد َوَلْم َيُكْن َّلٗه ُكُفًوا َاَحٌد ُقْل ُهَو الّٰلُه َاَحٌۚد
Artinya: "Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta
segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu
yang setara dengan Dia." (QS Al-Ikhlas: 1-4)
Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa semakin tinggi derajat manusia di sisi Allah maka
akan semakin besar rasa cinta kepada Allah. Ketika cinta sudah kuat, maka ia akan rela
untuk memberikan apa yang dicintainya untuk jalan menuju Allah swt. Termasuk harta
yang merupakan materi paling digandrungi dan dicintai oleh manusia ketika hidup di
dunia. Sehingga esensi dari zakat adalah melepaskan hal yang dicintai untuk mengukuhkan
ketauhidan kepada Allah swt.
Kita juga sebenarnya tak perlu khawatir jika ketika memberikan harta kepada orang lain
kemudian harta kita akan berkurang. Pada hakikatnya, orang yang memberikan hartanya
untuk hal-hal yang diperintahkan oleh Allah akan dilipat gandakan lebih dari yang ia
berikan. Allah berfirman:
َمَثُل اَّلِذْيَن ُيْنِفُقْوَن َاْمَواَلُهْم ِفْي َس ِبْيِل الّٰلِه َكَمَثِل َحَّب ٍة َاْۢنَبَتْت َسْبَع َس َناِبَل ِفْي ُكِّل ُسْۢنُبَلٍة ِّماَئُة َحَّب ٍةۗ َوالّٰلُه ُيٰض ِعُف ِلَمْن
َّيَشۤا ُءۗ َوالّٰلُه َواِسٌع َعِلْيٌم
Artinya: “Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir
biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui.”
Ketiga, zakat yang kita keluarkan pada hakikatnya adalah sebagai wujud syukur atas
nikmat dari Allah swt. Perlu kita sadari bahwa Allah telah memberikan kita nikmat
anggota badan yang harus kita syukuri dengan wujud ibadah badaniyyah, seperti shalat
dan ibadah sejenisnya. Selain itu juga Allah telah memberikan nikmat memiliki harta
benda yang cara mensyukuri adalah dengan ibadah maliyyah yakni dengan mengeluarkan
zakat, infak, atau sedekah.
Lebih dari itu, Imam al-Ghazali pun menyebut bahwa zakat juga bukan sebatas bentuk
syukur. Tetapi juga wujud kepedulian dan kasih sayang terhadap orang lain khususnya
yang membutuhkan uluran tangan kita. Dengan kepedulian ini, kita kemudian akan bisa
menjadi jiwa-jiwa yang bisa memberi manfaat pada orang lain. Rasulullah bersabda:
Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (HR Imam
Thabrani)
Tiga hakikat zakat menurut Imam al-Ghazali ini, cukup kiranya mampu mendewasakan
cara kita dalam berzakat. Mari niati berzakat bukan sebatas menggugurkan kewajiban
namun lebih dari itu, zakat yang kita tunaikan harus mampu mewujdukan nilai-nilai luhur
yang perlu ditanamkan dalam dalam diri kita.
َاْل َحْمُد للِه اَّلِذْي َأ ْنَعَمَنا ِبِنْعَمِة اْلِاْيَماِن َواْلِاْس َلاِم َ .والَّص َلاُة َوالَّس َلاُم َعٰلى َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َخْيِر اْلَأ َناِم َ .وَعٰلى ٰاِلِه َوَأ ْص َحاِبِه
اْلِكَراِم َ .أ ْشَهُد َاْن َلا ِاٰلَه َّلِا ا اللُه اْلَمِلُك اْلُقُّد ْوُس الَّس َلاُم َوَأ ْشَهُد َاَّن َسِّيَدَنا َوَحِبْيَبَنا ُم َّمَح ًدا َعْبُدُه َوَرُسْوُلُه َصاِحُب
الَّش َرِف َواْلِإ ْحِتَراِم َأ َّم ا َبْعُدَ .فَياَأ ُّي َها الَّن اُس ُأ ْوِصْيُكْم َوَنْفِسْي ِبَتْقَوى اللِه َفَقْد َفاَز اْلُمَّت ُقْوَنَ .فَقاَل اللُه َتَعاَلى ِاَّن اللَه َو
َ.مَلاِئَكَتُه ُيَص ُّل ْوَن َعَلى الَّن ِبِّي ٰيَأ ُّي َها اَّلِذْيَن ٰأَمُنْوا َص ُّل ْوا َعَلْيِه َو َس ِّلُمْوا َتْس ِلْيًما
لَاّٰلُهَّم َص ِّل َوَسِّلْم َعٰلى َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َو َعٰلى ٰأِل َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َك َما َص َّل ْيَت َعٰلى َسِّيِدَنا ِاْبَراِهْيَم َوَباِرْك َعٰلى َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َوَعٰلى ٰاِل
َسِّيِدَنا ُم َّمَح ٍد َك َما َباَرْك َت َعٰلى َسِّيِدَنا ِاْبَراِهْيَم َوَعٰلى ٰاِل َسِّيِدَنا ِاْبَراِهْيَم ْفي اْلَعاَلِمْيَن َّنِا َك َحِمْيٌد َمِجْيٌد لَاّٰلُهَّم َواْرَض َعِن اْل ُخَلَفاِء
.الَّر اِشِدْيَنَ .وَعْن َاْص َحاِب َنِبِّيَك َاْج َمِعْيَنَ .والَّت اِبِعْبَن َوَتاِبِع الَّت اِبِعْيَن َو َتاِبِعِهْم ِاٰلى َيْوِم الِّدْيِن
لَاّٰلُهَّم اْغِفْر ِلْلُمْس ِلِمْيَن َواْلُمْس ِلَماِت َواْلُمْؤِمِنْيَن َواْلُمْؤِمَناِت .لَاّٰلُهَّم اْدَفْع َعَّن ا اْلَغَلاَء َواْلَوَباَء َوالَّط اُعْوَن َواْلَاْمَراَض َواْلِفَتَن َما
َلا َيْدَفُعُه َغْيُرَك َعْن َبَلِدَنا ٰهَذا ِاْنُدْوِنْيِس َّي ا َخاَّص ًة َوَعْن َساِئِر ِبَلاِد اْلُمْس ِلِمْيَن َعاَّم ًة َيا َرَّب اْلَعاَلِمْيَنَ .رَّب َنا ٰاِتَنا ِفي الُّد ْنَيا
َحَسَنًة َو ِفي اْلٰاِخَرِة َحَسَنًة َو ِقَنا َعَذاَب الَّن اِر
ِعَباَد اللِه ِاَّن اللَه َيْأ ُمُر ِباْلَعْدِل َواْلِاْح َساِن َوَيْنَه ى َعِن اْلَفْح َشاِء َواْلُمْنَكِرَ .يِعُظُكْم َلَعَّل ُكْم َتَذَّك ُرْوَنَ .فاْذُكُروا اللَه اْلَعِظْيَم
َيْذُكْرُكْمَ .و اْش ُكُرْوُه َعٰلى ِنَعِمِه َيِزْدُكْمَ .وَلِذْكُر اللِه َاْك َبُر