Anda di halaman 1dari 10

BAB II

PEMBAHASAN
Pengertian Ibadah
Ibadah berasal dari kata Arab ‘ibadah (jamak: ‘ibadat ) yang berarti pengabdian,
penghambaan, ketundukkan, dan kepatuhan. Dari akar kata yang sama kita mengenal
istilah ‘abd (hamba, budak) yang menghimpun makna kekurangan, kehinaan, dan
kerendahan. Karena itu, inti ibadah ialah pengungkapan rasa kekurangan, kehinaan dan
kerendahan diri dalam bentuk pengagungan, penyucian dan syukur atas segala nikmat.
Kata ‘abd diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi abdi, seorang yang mengabdi
dengan tunduk dan patuh kepada orang lain. Dengan demikian, segala bentuk sikap
pengabdian dan kepatuhan merupakan ibadah walaupun tidak dilandasi suatu
keyakinan.
Kata “Ibadah” menurut bahasa berarti “taat, tunduk, merendahkan diri dan
menghambakan diri” (Basyir, 1984:12). Adapun kata “Ibadah” menurut istilah berarti
penghambaan diri yang sepenuh-penuhnya untuk mencapai keridhoan Allah dan
mengharap pahala-Nya di akhirat” (Ash-Shiddiqy, 1954:4).
Dari sisi keagamaan, ibadah adalah ketundukkan atau penghambaan diri kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Ibadah meliputi semua bentuk kegiatan manusia di dunia
ini, yang dilakukan dengan niat mengabdi dan menghamba hanya kepada Allah. Jadi,
semua tindakan mukmin yang dilandasi oleh niat tulus untuk mencapai ridha Allah
dipandang sebagai ibadah. Makna inilah yang terkandung dalam firman Allah :

ِ ‫ﺲ اَّﻟاِﻟَﻴْﻌُﺒُﺪْو‬
‫ن‬ َ ‫ﻦ َوْاَّﻟِﺎْﻧ‬
َّ ‫ﺠ‬
ِ ‫ﺖ اﻟ‬
ُ ‫ﺧَﻠْﻘ‬
َ ‫َو َﻣﺎ‬.
Tidaklah Kuciptakan jin dan manusia melainkan untu mengabdi kepada-Ku, (al-
Dzariyat [51]: 56).
Dengan demikian, segenap tindakan mukmin yang dilakukan sepanjang hari dan
malam tidak terlepas dari nilai ibadah, termasuk tindakan yang dianggap sepele, seperti
senyum kepada orang lain. Atau bahkan tindakan yang dianggap kotor atau tabu jika
dituturkan kepada orang lain, seperti buang hajat, melakukan hubungan seks, dan lain-
lain. Beberapa sahabat bertanya kepada Nabi saw. tentang pahala shalat, puasa, dan
sedekah. Rasulullah saw. juga bersabda, “Seseorang muslim yang menanam pohon
atau tumbuhan lain, kemudian buahnya dimakan burung, orang atau binatang ternak,
semua itu menjadi sedekah baginya.”

Tujuan, Hakekat, dan Fungsi Ibadah

Tujuan Ibadah
Ada lima tujuan yang dicapai melalui pelaksanaan ibadah:
Memuji Allah dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya yang mutlak, seperti ilmu,
kekuasaan, dan kehendak-Nya. Artinya, kesempurnaan sifat-sifat Allah tak terbatas,
tak terikat syarat, dan meniscayakan-Nya tanpa membutuhkan yang lain.

Menyucikan Allah dari segala cela dan kekurangan, seperti kemungkinan untuk
binasa, terbatas, bodoh, lemah, kikir, semena-mena, dan sifat-sifat tercela lainnya,

Bersyukur kepada Allah sebagai sumber segala kebaikan yang kita dapatkan berasal
dari-Nya, sedangkan segala sesuatu selain kebaikan hanyalah perantara yang Dia
ciptakan.

Menyerahkan diri secara tulus kepada Allah dan menaati-Nya secara mutlak.
Mengakui bahwa Dialah yang layak ditaati dan dijadikan tempat berserah diri. Dialah
yang yang berhak memerintah dan melarang kita, karena Dialah Tuhan kita. Kita
semua wajib taat dan menyerahkan diri kepada-Nya, sebab kita adalah hamba-Nya.

Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam masalah apapun yang kami sebutkan di atas,
dialah satu-satunya yang Mahasempura. Dialah satu-satunya yang Mahasuci dari
segala cela dan kekurangan. Dan dialah satu-satunya pemberi nikmat yang
sebenarnya, serta pencipta segala kenikmatan. Karena itu, segala bentuk syukur
layak dipanjatkan hanya kepada-Nya. Dialah satu-satunya yang layak ditaati dan
dijadikan tempat berserah diri secara tulus. Ketaatan kita kepada Nabi, imam,
pemimpin, agama, ayah, ibu, atau guru harus kita lakukan dalam bingkai ketaatan kita
kepada-Nya. Inilah sikap yang layak bagi seorang hamba di hadapan Penciptanya
Yang Mahaagung. Sikap semacam itu hanya boleh dilakukan kepada Dia yang betul-
betul nyat keagungan dan kebesaran-Nya.

Hakekat Ibadah
Tujuan di ciptakannya manusia di muka bumi ini yaitu untuk beribadah kepada-
Nya. Allah menetapkan perintah ibadah sebenarnya merupakan suatu kemampuan yang
besar kepada makhluknya, karena apabila direnungkan, hakikat perintah beribadah itu
berupa peringatan agar kita menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah
melimpahkan karunia-Nya.
Hakikat ibadah itu antara lain firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “Wahai para manusia, beribadahlah kamu kepada Tuhanmu, yang telah
menjadikan kamu dan telah menjadikan orang-orang sebelum kamu, agar kamu
bertaqwa.” (QS. Al-Baqarah (2) ;21).
Adapun hakikat ibadah yaitu :

Ibadah adalah tujuan hidup kita.

Melaksanakan apa yang Allah cintai dan ridhai dengan penuh ketundukkan dan
perendahan diri kepada Allah SWT.

Ibadah akan terwujud dengan cara melaksanakan perintah Allah dan meniggalkan
larangan-Nya.

Cinta, maksudnya cinta kepada Allah dan Rasul-Nya yang mengandung makna
mendahulukan kehendak Allah dan Rasul-Nya atas yang lainnya. Adapun tanda-
tandanya : mengikuti sunnah Rasulullah saw.

Jihad di jalan Allah (berusaha sekuat tenaga untuk meraih segala sesuatu yang
dicintai Allah).

Takut, maksudnya tidak merasakan sedikitpun ketakutan kepada segala bentuk dan
jenis makhluk melebihi ketakutannya kepada Allah SWT.

Dengan demikian orang-orang yang benar-benar mengerti kehidupan adalah yang


mengisi waktunya dengan berbagai macam bentuk ketaatan; baik dengan
melaksanakan perintah maupun menjauhi larangan. Sebab dengan cara itu tujuan
hidupnya akan terwujud.
2. Fungsi Ibadah
Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam:

Mewujudkan hubungan antara hamba dengan Tuhannya.


Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan
melalui “muqorobah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa
diawasi oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan
ketentuan Allah SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan
kewajibannya untuk beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya
pada pertolongan Allah SWT. Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam
Al- Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5 :
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan.”Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaanterhadap
manusia, harta benda dan hawa nafsu.
Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya
Dengan sikap ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota
masyarakat yang mempunyai hak dan Kewajiban untuk menerima dan memberi
nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah
menyebutkan juga dampaknya terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat.
Contohnya: Ketika Al Qur'an berbicara tentang sholat, ia menjelaskan fungsinya:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan
dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji
dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Dalam ayat ini Al-Qur'an menjelaskan bahwa fungsi sholat adalah mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar.Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan
merugikan diri sendiri dan orang lain. Maka dengan sholat diharapakan manusia
dapat mencegah dirinya dari perbuatan yang merugikan tersebut. Ketika Al-Qur'an
berbicara tentang zakat, Al-Qur'an juga menjelaskan fungsinya:
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan
dan mensucikan mereka dan Mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.”Dan masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya baik
bagi diri pelakunya tetapi juga membawa dapak sosial yang baik bagi masyarakatnya.
Karena itu Allah tidak akan menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut
membawa kebaikan bagi dirinya dan orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda :
“Barangsiapa yang sholatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan
munkar, maka dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani)

Melatih diri untuk berdisiplin


Adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah menuntut kita untuk
berdisiplin. Kenyataan itu dapat dilihat dengajn jelas dalam pelaksanaan sholat, mulai
dari wudhu, ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya,
mengajarkan kita untuk berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim,
menyakiti manusia baik dengan perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu
kesulitan sesama manusia, menumpuk harta dan tidak menyalurkannya kepada yang
berhak. Tidak mau melakukan “amar ma'ruf nahi munkar”, maka ibadahnya tidak
bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa Allah SWT.

Ruang Lingkup dan Macam-macam Ibadah


Membicarakan ruang lingkup ibadah, tentunya tidak dapat melepaskan diri dari
pemahaman terhadap pengertian ruang lingkup itu sendiri. Oleh sebab itu, menurut Ibnu
Taimiyah (661-726 H/ 1262-1371 M) yang dikemukakan oleh Ritonga, bahwa ruang
lingkup ibadah mencakup semua bentuk cinta dan kerelaan kepada Allah, baik dalam
perkataan maupun batin; termasuk dalam pengertian ini adalah salat, zakat, haji, benar
dalam pembicaraan, menjalankan amanah, berbuat baik kepada orang tua, menjalin
silahturrahmi, memenuhi janji, amar ma’ruf nahi munkar, jihad terhadap orang kafir,
berbuat baik pada tetangga, anak yatim, fakir miskin dan ibn sabil, berdo’a, zikir, baca Al-
qur’an, rela menerima ketentuan Allah dan lain sebagainya.
Macam-macam ibadah pada dasarnya digolongkan menjadi dua, yaitu:

Ibadah Umum, artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka
mencari keridhoan Allah. Unsur terpenting agar dalam melaksanakan segala aktivitas
kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah “niat” yang ikhlas untuk
memenuhi tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan menjauhi jalan
yang haram.

Ibadah Khusus, artinya ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan
dalam syara’ (ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). ibadah khusus ini
bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan
dan yuntutan yang ada, tidak boleh mengybah, menambah, dan mengurangi, seperti
tuntutan bersuci (wudhu), salat, puasa ramadhan, ketentuan nisab zakat.

Dilihat dari segi umum dan khusus, maka ibadah dibagi dua macam:

Ibadah Khoshoh adalah ibadah yang ketentuannya telah ditetapkan dalam nash
(dalil/dasar hukum) yang jelas, yaitu sholat, zakat, puasa dan haji.

Ibadah Ammah adalah semua perilaku baik yang dilakukan semata-mata karena
Allah SWT seperti bekerja, makan, minum dan tidur sebab semua itu untuk
menjaga kelangsungan hidup dan kesehatan jasmani supaya dapat mengabdi
kepada-Nya.

Ditinjau dari segi kepentingan perseorangan atau masyarakat, ibadah ada dua macam:

Ibadah wajib (fardhu) seperti sholat dan puasa.

Ibadah ijtima’i, seperti zakat dan haji.

Dilihat dari cara pelaksanaannya, ibadah dibagi menjadi tiga:


Ibadah jasmaniyah dan ruhiyah seperti sholat dan puasa

Ibadah ruhiyah dan amaliyah seperti zakat.

Ibadah jasmaniyah, ruhiyah dan amaliyah seperti pergi haji.

Ditinjau dari segi bentuk dan sifatnya, ibadah dibagi menjadi:

Ibadah yang berupa pekerjaan tertentu dengan perkataan dan perbuatan, seperti
sholat, zakat, puasa dan haji.

Ibadah yang berupa ucapan, seperti membaca Al-Qur’an, berdo’a dan berdzikir.

Ibadah yang berupa perbuatan yang tidak ditentukan bentuknya, seperti membela
diri, menolong orang lain, mengurus jenazah dan jihad.

Ibadah yang berupa menahan diri, seperti ihrom, berpuasa dan i’tikaf (duduk di
masjid); dan

Ibadah yang sifatnya menggugurkan hak, seperti membebaskan hutang atau


membebaskan hutang orang lain.

Hubungan Ibadah dan Iman


Ibadah, yang merupakan ekspresi kehinaan dan kerendahan diri di hadapan
Tuhan Yang Mahakuasa dan Mahaagung, harus dilandasi oleh keimanan dan keyakinan
yang kukuh kepada-Nya. Sejatinya, ketundukan dan kepatuhan manusia di hadapan
Tuhannya dengan melakukan berbagai bentuk ibadah merupakan manifestasi iman
yang bersifat abstrak ke dalam perbuatan yang konkret, ketundukan dan kepatuhan
yang tidak dilandasi keimanan, seperti ketundukan seseorang kepada pemimpinnya,
tidak termasuk ibadah. Begitu pula kekaguman dan pengabdian seseorang kepada
kekasihnya. Jadi, iman yang bersifat abstrak belum sempurna sebelum direalisasikan
dalam bentuk amal nyata, yakni ibadah. Karena itulah Al-Qur’an selalu menggandengkan
kata iman dengan amal shaleh, karena iman tidak sempurna tanpa amal shaleh.
Rasulullah saw. sendiri selalu menegaskan realisasi iman dengan amal shaleh.
Misalnya beliau bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya ialah yang paling
baik akhlaknya.” (HR Bukhari dan Muslim). Ia juga bersabda, “Tidak (sempurna) iman
salah seorang kalian hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya
sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim). Dengan demikian, ibadah merupakan institusi iman.
Karena tidak terlihat, keimanan seseorang tak dapat diukur dan diperkirakan. Namun,
kita dapat melihat realitas imannya dari ibadah yang dilakukannya. Kita sendiri dapat
merasakan, saat iman menurun, ibadah kita pun menurun, begitu pun sebaliknya.
Iman dan ibadah sering pula saling menguatkan dan saling menyempurnakan.
Ketika seseorang memiliki kesempatan yang luas untuk beribadah, tetapi keimanannya
belum kokoh, ia meningkatkan dan memperkukuh imannya dengan terus-menerus
menambah kualitas dan kuantitas ibadahnya. Sebaliknya, iman yang semakin mantap
pasti akan membuahkan ibadah yang banyak dan berkualitas. Itulah hubungan timbal-
balik antara iman dan ibadah.
Syarat Diterimanya Ibadah
Tidak semua tindakan manusia dianggap ibadah kecuali jika memenuhi dua
syarat berikut ini.
Niat yang ikhlas, suatu perbuatan dinilai ibadah kalau diniatkan sebagai ibadah.
Rasulullah saw. bersabda, “Suatu suatu amal hanya (akan dinilai sebagai ibadah)
sesuai dengan niatnya, dan masing-masing orang akan meraih sesuatu sesuai
dengan niatnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Hussein Ateshin, pakar Islam asal
Turki, mengatakan, “Suatu tindakan dianggap ibadah hanya jika dimulai dengan
niat, yakni secara mental kita harus menyadari bahwa apa yang akan kita lakukan
itu demi dan dalam kerangka kepatuhan serta ketaatan kepada kehendak Allah
Yang Mahakuasa.”

Tidak bertentangan dengan syariat. Bila bertentangan dengan syariat, suatu


tindakan tidak akan dianggap ibadah meskipun dilandasi dengan niat ibadah,
misalnya memperkosa, mencuri, merampok, korupsi dan sebagainya. Semua itu
tidak dianggap ibadah meskipun hasil dari tindakan itu dipergunakan untuk
kebaikan, misalnya bersedekah dengan harta hasil korupsi. Allah berfirman,
“Janganlah kamu campurkan yang hak dengan yang batil ..”. (al-Baqarah [2]: 42).

Hikmah dan Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial Manusia

Hikmah Ibadah

Tidak syirik. Seorang hamba yang sudah berketetapan hati untuk senantiasa
beribadah menyembah kepada Nya, maka ia harus meninggalkan segala bentuk
syirik. Ia telah mengetahui segala sifat-sifat yang dimiliki Nya adalah lebih bedar
dari segala yang ada, sehingga tidak ada wujud lain yang dapat mengungguli-Nya.

Memiliki ketakwaan. Ketakwaan yang di landasi cinta timbul karena ibadah yang
di lakukan manusia setelah merasakan kemurahan dan keindahan Nya munculah
dorongan untuk beribadah kepada Nya. Sedangkan ketakwaan yang dilandasi
rasa takut timbul karena manusia menjalankan ibadah dianggap sebagai suatu
kewajiban bukan sebagai kebutuhan. Ketika manusia menjalankan ibadah
sebagai suatu kewajiban ada kalanya muncul ketidak ikhlasan, terpaksa dan
ketakutan akan balasan dari pelanggaran karena tidak menajalankan kewajiban.

Terhindar dari kemaksiatan. Ibadah memiliki daya pensucian yang kuat sehingga
dapat menjadi tameng dari pengaruh kemaksiatan, tetapi keadaan ini hanya bisa
dikuasai jika ibadah yang di lakukan berkualitas. Ibadah ibarat sebuah baju yang
harus selalu dipakai dimanapun manusia berada.

Berjiwa sosial, artinya ibadah menjadikan seorang hamba menjadi lebih peka
dengan keadaan lingkungan sekitarnya, karena dia mendapat pengalaman
langsung dari ibadah yang dikerjakannya. Sebagaimana ketika melalukan ibadah
puasa, ia merasakan rasanya lapar yang biasa dirasakan oleh orang-orang yang
kekurangan. Sehingga mendorong hamba tersebut lebih memperhatikan orang
lain.

Tidak kikir, harta yang dimiliki manusia pada dasarnya bukan miliknya tetapi milik
Allah SWT yang seharusnya diperuntukan untuk kemslahatan umat. Tetapi
karena kecintaan manusia yang begitu besar terhadap keduniawian menjadikan
dia lupa dan kikir akan hartanya. Berbeda dengan hamba yang mencintai Allah
SWT, senantiasa dawam menafkahihartanya di jalan Allah SWT. Ia menyadari
bahwa miliknya adalah bukan haknya tetapi ia hanya memanfaatkan untuk
keperluannya semata-mata sebagai bekal di akhirat yang di wujudkan dalan
bentuk pengorbanan harta untuk keperluan umat.

Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial Manusia


Pengertian ibadah dalam kehidupan masyarakat ialah pengabdian kepada Allah dalam
bentuk shalat, puasa, zakat, haji dzikir dan membaca Al-Quran. Ini karena kehidupan tidak
hanya untuk berurusan dengan hal-hal tersebut melainkan untuk hal-hal yang menyeluruh,
mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan manusia seperti berdagang, bertani dan
bekerja, mencari ilmu dan sebagainya guna mempertahankan dan mengembangkan
kehidupan itu sendiri. Maknanya manusia harus menerapkan apa yang telah disebutkan
dalam Al-Quran dan Hadist ke dalam kehidupan sosial.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ibadah berasal dari kata Arab ‘ibadah (jamak: ‘ibadat ) yang berarti pengabdian,
penghambaan, ketundukkan, dan kepatuhan.ibadah ialah pengungkapan rasa
kekurangan, kehinaan dan kerendahan diri dalam bentuk pengagungan, penyucian
dan syukur atas segala nikmat.

Hakikat ibadah yaitu agar manusia di muka bumi ini untuk beribadah kepada-Nya.
Allah menetapkan perintah ibadah sebenarnya merupakan suatu kemampuan yang
besar kepada makhluknya, karena apabila direnungkan, hakikat perintah beribadah
itu berupa peringatan agar kita menunaikan kewajiban terhadap Allah yang telah
melimpahkan karunia-Nya.

Macam-macam ibadah pada dasarnya digolongkan menjadi dua, yaitu:

Ibadah Umum, artinya ibadah yang mencakup segala aspek kehidupan dalam rangka
mencari keridhoan Allah. Unsur terpenting agar dalam melaksanakan segala
aktivitas kehidupan di dunia ini agar benar-benar bernilai ibadah adalah “niat” yang
ikhlas untuk memenuhi tuntutan agama dengan menempuh jalan yang halal dan
menjauhi jalan yang haram.

Ibadah Khusus, artinya ibadah yang macam dan cara pelaksanaannya ditentukan
dalam syara’ (ditentukan oleh Allah dan Nabi Muhammad SAW). ibadah khusus ini
bersifat tetap dan mutlak, manusia tinggal melaksanakan sesuai dengan peraturan
dan yuntutan yang ada, tidak boleh mengybah, menambah, dan mengurangi, seperti
tuntutan bersuci (wudhu), salat, puasa ramadhan, ketentuan nisab zakat.

Makna Spiritual Ibadah

Pengertian ibadah dalam kehidupan masyarakat ialah pengabdian kepada Allah


dalam bentuk shalat, puasa, zakat, haji dzikir dan membaca Al-Quran. Ini karena
kehidupan tidak hanya untuk berurusan dengan hal-hal tersebut melainkan untuk hal-
hal yang menyeluruh, mencakup seluruh aspek yang dibutuhkan manusia seperti
berdagang, bertani dan bekerja, mencari ilmu dan sebagainya guna
mempertahankan dan mengembangkan kehidupan itu sendiri. Maknanya manusia
harus menerapkan apa yang telah disebutkan dalam Al-Quran dan Hadist ke dalam
kehidupan sosial

Anda mungkin juga menyukai