Tingkatan Ihsan
Syaikh Sholeh Alu Syaikh hafidzahullah menmberikan penjelasan
bahwa inti yang dimaksud dengan ihsan adalah membaguskan amal.
Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah melakukan ihsan di
dalam beribadah kepada Allah yaitu apabila di dalam memperbagus
amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan
sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Inilah kadar ihsan
yang wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang akan membuat
keislamannya menjadi sah. Adapun kadar ihsan yang mustahab
(dianjurkan) di dalam beribadah kepada Allah memiliki dua tingkatan,
yaitu :
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat ihsan. (QS. An Nahl: 128).
Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang
bertakwa kepada Allah, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan
menjauhi segala yang haram. Kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah
kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk
pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan
dari kebersamaan Allah yang umum (yakni pengilmuan Allah). Makna dari
firman Allah ( dan orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang mentaati
Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah
serta melaksankanan syariat Allah dengan petunjuk yang telah
dijelasakan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.
Ibadah
yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti
jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri,
meniatkan setiap yangmubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih
banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya
senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin
mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
2. Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah AnNisaa ayat 36, yang
berbunyi sebagai berikut, Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun
dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh,
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:
a. ihsan kepada kedua orang tua
b. ihsan kepada karib kerabat
c. ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
d. ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat
e. ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
f. ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia
g. ihsan dalam hal muamalah
h. ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
3. Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan
muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya
apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan
Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu
menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal
ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak
ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau
perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam
ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
Ciri-ciri Kelebihan Ihsan :
ILAH
Ilah dalam pengertian sehari-hari adalah tuhan.
Di dalam terminologi Al-Qur'an ilah berarti:
1. Mahbubun (yang dicintai). Mari kita simak Qs 2:165 :
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai
mereka Allah ..."
Pada ayat ini disebutkan menyembah dikaitkan dengan mencintai.
Jadi kalau seseorang mencintai sesuatu (dalam ayat disebutkan andada
PENGERTIAN LAILAHAILALLAH
Mari kita mendalami pengertian Lailahailallah.
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menciptakanmu dan orangorang sebelummu, agar kamu bertaqwa"
Lalu muncullah pengertian : LaaKhalika illallah, yang berarti tiada
pencipta selain Allah. Jadi Laailaha illallah juga berarti LaaKhalika illallah.
Jin adalah salah satu makhluk ghaib yang telah diciptakan Allah swt
untuk beribadah kepada-Nya.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (Adz-dzariyat: 56).
Sebagaimana malaikat, kita tidak dapat mengetahui informasi
tentang jin serta alam ghaib lainnya kecuali melalui khabar shadiq
(riwayat & informasi yang shahih) dari Rasulullah saw baik melalui AlQuran maupun Hadits beliau yang shahih. Alasan nya adalah karena kita
tidak dapat berhubungan secara fisik dengan alam ghaib dengan
hubungan yang melahirkan informasi yang meyakinkan atau pasti.
Katakanlah: tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah, dan mereka tidak
mengetahui bila (kapan) mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65)
Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali
kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia
mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan
risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang
ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (AlJin: 26-28).
Manusia diperintahkan oleh Allah swt untuk melakukan muamalah
(pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan sosial
adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling
percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat
berlangsung dan terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat
mendengarkan pembicaraan saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya,
berjabatan tangan dengannya, melihatnya gembira sehingga dapat
merasakan kegembiraan nya, dan melihatnya bersedih sehingga bisa
merasakan kesedihannya.
Allah swt mengetahui fitrah manusia yang cenderung dan merasa
tenteram bila bergaul dengan sesama manusia, oleh karena itu, Dia tidak
pernah menganjurkan manusia untuk menjalin hubungan dengan makhluk
ghaib yang asing bagi manusia. Bahkan Allah swt tidak memerintahkan
kita untuk berkomunikasi dengan malaikat sekalipun, padahal semua
malaikat adalah makhluk Allah yang taat kepada-Nya. Para nabi dan rasul
alahimussalam pun hanya berhubungan dengan malaikat karena perintah
Allah swt dalam rangka menerima wahyu, dan amat berat bagi mereka
manusia
berhubungan
dengan
sesama
c. Jin dapat melihat manusia sedangkan manusia tidak dapat melihat jin
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada
keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpinpemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-Araf: 27).
d. Bahwa di antara bangsa jin ada yang beriman dan ada pula yang kafir,
karena mereka diberikan iradah (kehendak) dan hak memilih seperti
manusia.
Dan sesungguhnya di antara kami ada jin yang taat dan ada (pula)
jin yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang taat, maka
mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun jin yang
menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka
Jahanam. (Al-Jin (72): 14-15).
MAKNA MARIFATULLAH
Tak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah swt. Sebutir biji di dalam
gelap gulita bumi yang berlapis tetap diketahui Allah swt. Di sisi-Nya
segala anak kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia
sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada
gugur sehelai daun kayu pun, melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada
sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan tiada pula benda yang basah dan
yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab yang terang. (QS. AlAnam: 59)
ILMU ALLAH
Ilmu Allah swt. maha luas, tak terjangkau, dan tak terbayangkan
oleh akal pikiran, tiada terbatas. Dia mengetahui apa yang sudah dan
akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluk
manapun tak akan bisa menyelami lautan ilmu Allah swt. Bahkan untuk
mengetahui ciptaan Allah saja manusia tidak akan mampu. Tentang
tubuhnya sendiri saja, tidak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai manusia. Semakin didalami
semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin banyak misteri yang
harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih merupakan
hal yang teramat rumit untuk dikaji.
cahaya dan masanya 200 juta kali massa matahari kita. Awan gas gelap
itu kemudian berdifferensiasi atau berkondensasi menjadi bola-bola gas
bintang yang berkontraksi sangat cepat. Akibat kontraksi sangat cepat.
Akibat kontraksi atau pemadatan itu maka suhu naik sampai 20.000.000
derajat, yaitu threshold reaksi inti, dan bintang itupun mulai bercahaya.
Karena sebagian dari materi terhisap ke pusat bintang, maka planet
dibentuk dari sisa-sisanya. Yaitu butir-butir debu berbenturan satu sama
lain dan membentuk massa yang lebih besar, berseliweran di ruang
angkasa dan makin lama makin besar.
Kebenaran yang mutlak harus dijadikan burhan atau alat untuk mengukur
kebenaran yang nisbi. Jangan sampai terbalik, justru kebenaran yang
mutlak diragukan karena bertentangan dengan kebenaran yang nisbi
(relatif dan eksprimentatif). Sejarah ilmu pengetahuan sudah
membuktikan bahwa suatu penemuan atau teori yang dianggap benar
pada satu masa digugurkan kebenarannya pada masa yang akan datang.
Hal itu disebabkan keterbatasan manusia dalam mengamati, menyelidiki,
dan menyimpulkan segala fenomena yang ada dalam alam semesta. Oleh
sebab itu jika terjadi pertentangan antara kesimpulan yang didapat oleh
manusia dari al kaun dengan wahyu, maka yang harus dilakukan adalah
menguji kembali kesimpulan tersebut, atau menguji kembali pemahaman
manusia terhadap wahyu. Logikanya, wahyu dan alam semesta semuanya
berasal dari Allah set. yang Mahabenar, mustahil terjadi pertentangan
satu sama lain.
Kedua, dengan menyadari bahwa ilmu Allah swt. sangat luas, tidak ada
satupun betapa pun kecil dan halusnya yang luput dari ilmu-Nya, maka
manusia akan dapat mengontrol tingkah laku, ucapan amalan batinnya
sehingga selalu sesuai dengan yang diridhai Allah swt.
Ketiga, keyakinan terhadap ilmu Allah swt. akan menjadi terapi yang
ampuh untuk segala penyelewengan, penipuan dan kemaksiatan lainnya.
Maka dalam pemahamannya adalah dengan mengaplikasikan sifat Allah
swt. tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari, berusaha melaksanakan
perintah dan larangan-Nya baik di tempat ramai maupun sunyi. Kita tidak
lagi terpengaruh dengan diketahui atau tidak diketahui oleh orang lain
untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Karena kita menyadari
betapa Allah swt. Maha Mengetahui yang pasti selalu melihat, mendengar,
memperhatikan apa yang kita lakukan di mana dan kapan saja.
Di zaman salafus saleh, kita masih ingat kisah seorang gadis shalihah
dengan ibunya menjual susu. Suatu saat ibunya menyuruh dagangannya
untuk dicampur dengan air, agar mendapatkan untung yang lebih. Namun
putrinya menolak. Bukankah Khalifah Umar tidak melihat? kata sang
ibu. Tapi Tuhannya Umar mengetahui, Bu! kata putrinya. Tak disangka
percakapan itu didengar Umar bin Khaththab. Maka gadis shalihah
tersebut dipinang untuk putra Umar sang Khalifah. Dan kita pun tahu
persis bahwa dari seorang wanita shalihah ini, akhirnya menurunkan
seorang cucu yang menjadi tokoh besar dalam sejarah: Umar Bin Abdul
Aziz yang legendaris.
Juga kisah seorang anak gembala dengan sekian banyak gembalaan milik
tuannya. Suatu saat Umar bin Khaththab menguji kekuatan
muraqabatullah-nya. Dikatakan kepada anak itu bahwa kambingnya akan
dibeli dengan harga yang lebih. Namun anak itu menolak. Kamu bisa
mengatakan kepada tuanmu kambingnya dimakan binatang buas, kata
Umar r.a. Lantas di mana Allah? tanya anak tersebut. Subhanallah..!.
Dan katakanlah; bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
(QS. At-Taubah: 105)