Anda di halaman 1dari 24

MAKNA IHSAN

Kata ihsan (berbuat baik) merupakan kebalikan dari kata al isaa-ah


(berbuat buruk), yakni perbuatan seseorang untuk melakukan perbuatan
yang maruf dan menahan diri dari dosa. Dia mendermakan kebaikan
kepada hamba Allah yang lainnya baik melalui hartanya, kehormatannya,
ilmunya, maupun raganya,
Adapun yang dimaksud ihsan bila dinisbatkan kepada peribadatan
kepada Allah adalah sebagaimana yang disabdakan oleh Rasululluah
shalallahu alaihi wa sallam dalam hadist Jibril :
Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? Beliau menjawab, Kamu
menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka jika kamu tidak
melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu. (H.R. Muslim 102).[3]
Dalam hadits Jibril, tingkatan Islam yang ketiga ini memiliki satu
rukun. Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjelaskan mengenai ihsan
yaitu Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,
dan jika engkau tidak mampu melihat-Nya, Allah akan melihatmu. Itulah
pengertian ihsan dan rukunnya.
Syaikh Abdurrahman as Sadi rahimahullah menjelaskan bahwa
ihsan mencakup dua macam, yakni ihsan dalam beribadah kepada Allah
dan ihsan dalam menunaikan hak sesama makhluk. Ihsan dalam
beribadah kepada Allah maknanya beribadah kepada Allah seolah-olah
melihat-Nya atau merasa diawasi oleh-Nya. Sedangkan ihsan dalam hak
makhluk adalah dengan menunaikan hak-hak mereka. Ihsan kepada
makhluk ini terbagi dua, yaitu yang wajib dan sunnah. Yang hukumnya
wajib misalnya berbakti kepada orang tua dan bersikap adil dalam
bermuamalah. Sedangkan yang sunnah misalnya memberikan bantuan
tenaga atau harta yang melebihi batas kadar kewajiban seseorang. Salah
satu bentuk ihsan yang paling utama adalah berbuat baik kepada orang
yang berbuat jelek kepada kita, baik dengan ucapan atau perbuatannya.

Tingkatan Ihsan
Syaikh Sholeh Alu Syaikh hafidzahullah menmberikan penjelasan
bahwa inti yang dimaksud dengan ihsan adalah membaguskan amal.
Batasan minimal seseorang dapat dikatakan telah melakukan ihsan di
dalam beribadah kepada Allah yaitu apabila di dalam memperbagus
amalannya niatnya ikhlas yaitu semata-mata mengharap pahala-Nya dan

sesuai dengan sunnah Nabi shalallahu alaihi wa sallam. Inilah kadar ihsan
yang wajib yang harus ditunaikan oleh setiap muslim yang akan membuat
keislamannya menjadi sah. Adapun kadar ihsan yang mustahab
(dianjurkan) di dalam beribadah kepada Allah memiliki dua tingkatan,
yaitu :

Pertama, tingkatan muroqobah.


Yakni seseorang yang beramal senantiasa merasa diawasi dan
diperhatikan oleh Allah dalam setiap aktivitasnya. Ini berdasarkan sabda
Nabi shalallahu alaihi wa sallam (jika kamu tidakmelihat-Nya maka
sesungguhnya Dia melihatmu).Tingkatan muroqobah yaitu apabila
seseorang tidak mampu memperhatikan sifat-sifat Allah, dia yakin bahwa
Allah melihatnya. Tingkatan inilah yang dimiliki oleh kebanyakan orang.
Apabila seseorang mengerjakan shalat, dia merasa Allah memperhatikan
apa yang dia lakukan, lalu dia memperbagus shalatnya tersebut. Hal ini
sebagaimana Allah firmankan dalam surat Yunus,
Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat
dari Al Quran dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan
Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya (QS. Yunus:
61)
Kedua, tingkatan musyahadah
Tingkatan ini lebih tinggi dari yang pertama, yaitu seseorang
senantiasa memeperhatikan sifat-sifat Allah dan mengaitkan seluruh
aktifitasnya dengan sifat-sifat tersebut. Inilah realisasi dari sabda Nabi
(Kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya).Pada tingkatan
ini seseorang beribadah kepada Allah, seakan-akan dia melihat-Nya. Perlu
ditekankan bahwa yang dimaksudkan di sini bukanlah melihat dzat Allah,
namun melihat sifat-sifat-Nya, tidak sebagaimana keyakinan orang-orang
sufi. Yang mereka sangka dengan tingkatan musyahadah adalah melihat
dzat Allah. Ini jelas merupakan kebatilan. Yang dimaksud adalah
memperhatikan sifat-sifat Allah, yakni dengan memperhatikan pengaruh
sifat-sifat Allah bagi makhluk. Apabila seorang hamba sudah memiliki ilmu
dan keyakinan yang kuat terhadap sifat-sifat Allah, dia akan
mengembalikan semua tanda kekuasaan Allah pada nama-nama dan sifatsifat-Nya. Dan inilah tingkatan tertinggi dalam derajat ihsan.
Keutamaan Ihsan
Allah Subhanahu wa Taala berfirman,

Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orangorang yang berbuat ihsan. (QS. An Nahl: 128).
Dalam ayat ini Allah menunjukkan keutamaan seorang muhsin yang
bertakwa kepada Allah, yang tidak meninggalkan kewajibannya dan
menjauhi segala yang haram. Kebersamaan Allah dalam ayat ini adalah
kebersamaan yang khusus. Kebersamaan khusus yakni dalam bentuk
pertolongan, dukungan, dan petunjuk jalan yang lurus sebagai tambahan
dari kebersamaan Allah yang umum (yakni pengilmuan Allah). Makna dari
firman Allah ( dan orang-orang yang berbuat ihsan) adalah yang mentaati
Rabbnya, yakni dengan mengikhlaskan niat dan tujuan dalam beribadah
serta melaksankanan syariat Allah dengan petunjuk yang telah
dijelasakan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam.

Tiga Aspek Pokok Dalam Ihsan


Ihsan meliputi tiga aspek yang fundamental. Ketiga hal tersebut
adalah ibadah, muamalah, dan akhlak. Ketiga hal inilah yang menjadi
pokok bahasan dalam ihsan.
1.

Ibadah

Kita berkewajiban ihsan dalam beribadah, yaitu dengan menunaikan


semua jenis ibadah, seperti shalat, puasa, haji, dan sebagainya dengan
cara yang benar, yaitu menyempurnakan syarat, rukun, sunnah, dan
adab-adabnya. Hal ini tidak akan mungkin dapat ditunaikan oleh seorang
hamba, kecuali jika saat pelaksanaan ibadah-ibadah tersebut ia dipenuhi
dengan cita rasa yang sangat kuat (menikmatinya), juga dengan
kesadaran penuh bahwa Allah senantiasa memantaunya hingga ia merasa
bahwa ia sedang dilihat dan diperhatikan oleh-Nya. Minimal seorang
hamba merasakan bahwa Allah senantiasa memantaunya, karena dengan
inilah ia dapat menunaikan ibadah-ibadah tersebut dengan baik dan
sempurna, sehingga hasil dari ibadah tersebut akan seperti yang
diharapkan. Inilah maksud dari perkataan Rasulullah saw yang berbunyi,

Hendaklah kamu menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya,


dan jika engkau tak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
melihatmu.
Kini jelaslah bagi kita bahwa sesungguhnya arti dari ibadah itu
sendiri sangatlah luas. Maka, selain jenis ibadah yang kita sebutkan tadi,

yang tidak kalah pentingnya adalah juga jenis ibadah lainnya seperti
jihad, hormat terhadap mukmin, mendidik anak, menyenangkan isteri,
meniatkan setiap yangmubah untuk mendapat ridha Allah, dan masih
banyak lagi. Oleh karena itulah, Rasulullah saw. menghendaki umatnya
senantiasa dalam keadaan seperti itu, yaitu senantiasa sadar jika ia ingin
mewujudkan ihsan dalam ibadahnya.
2. Muamalah
Dalam bab muamalah, ihsan dijelaskan Allah swt. pada surah AnNisaa ayat 36, yang
berbunyi sebagai berikut, Sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun
dan
berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak, karib kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat maupun yang jauh,
teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu.
Berikut ini adalah mereka yang berhak mendapatkan ihsan tersebut:
a. ihsan kepada kedua orang tua
b. ihsan kepada karib kerabat
c. ihsan kepada anak yatim dan fakir miskin
d. ihsan kepada tetangga dekat, tetangga jauh, serta teman sejawat
e. ihsan kepada ibnu sabil dan hamba sahaya
f. ihsan dengan perlakuan dan ucapan yang baik kepada manusia
g. ihsan dalam hal muamalah
h. ihsan dengan berlaku baik kepada binatang
3. Akhlak
Ihsan dalam akhlak sesungguhnya merupakan buah dari ibadah dan
muamalah. Seseorang akan mencapai tingkat ihsan dalam akhlaknya
apabila ia telah melakukan ibadah seperti yang menjadi harapan
Rasulullah dalam hadits yang telah dikemukakan di awal tulisan ini, yaitu
menyembah Allah seakan-akan melihat-Nya, dan jika kita tidak dapat
melihat-Nya, maka sesungguhnya Allah senantiasa melihat kita. Jika hal
ini telah dicapai oleh seorang hamba, maka sesungguhnya itulah puncak
ihsan dalam ibadah. Pada akhirnya, ia akan berbuah menjadi akhlak atau
perilaku, sehingga mereka yang sampai pada tahap ihsan dalam
ibadahnya akan terlihat jelas dalam perilaku dan karakternya.
Ciri-ciri Kelebihan Ihsan :

- Mentaati perintah dan larangan Allah SWT dengan ikhlas


- Senantiasa amanah ,jujur dan menepati janji
- Merasakan nikmat dan haus akan ibadah
- Mewujudkan keharmonisan masyarakat
- Mendapat ganjaran pahala dari Allah SWT.

Cara Penghayatan Ihsan Dalam kehidupan :


- Menyembah dan beribadah kepada Allah
- Memelihara kesucian aqidah tidak terbatal
- Mengerjakan ibadah fardhu ain dan sunat
- Hubungan baik dengan keluarga,tetangga dan masyarakat
- Melakukan perkara-perkara yang baik
- Mengamalkan sifat-sifat mahmudah
- Bersyukur atas nikmat Allah SWT.

PENGERTIAN ILAH DAN LAILAHAILLALLAH

ILAH
Ilah dalam pengertian sehari-hari adalah tuhan.
Di dalam terminologi Al-Qur'an ilah berarti:
1. Mahbubun (yang dicintai). Mari kita simak Qs 2:165 :
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan
tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai
mereka Allah ..."
Pada ayat ini disebutkan menyembah dikaitkan dengan mencintai.
Jadi kalau seseorang mencintai sesuatu (dalam ayat disebutkan andada

tandingan-tandingan) sejajar dengan cintanya kepada Allah berarti


mereka menyembah tandingan-tandingan tersebut. Jadi sangat tegas ayat
ini, jangankan mencintai sesuatu lebih dari cintanya kepada Allah,
mensejajarkan cinta itu saja berakibat fatal. Apakah tandingan-tandingan
itu? Mari kita simak penjelasannya di Qs 9:24
2. Matbu'un (sesuatu yang dikuuti)
Mengikuti sesuatu selain dari petunjuk Allah bisa dicap memiliki ilah
selain Allah. Mari kita simak contohnya dalam Qs 25:43
"Terangkanlah kepadaku tentang orang-orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi
pemelihara atasnya?"

3. Marhabun (sesuatu yang ditakuti) simak diujung Qs 16:51


"Allah berfirman: 'Janganlah kamu menyembah dua tuhan; sesungguhnya
Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu
takut."
Seorang muslim harus berani, tidak boleh takut kepada siapapun,
kecuali Allah. Takut disini adalah takut Syar'i (takut dan terpaksa
menjalankan sesuatu yang bertentangan dengan perintah Allah karena
sesuatu. Sesuatu bisa beratri manusia, jin atau mahluk lain). Takut tabi'i
dibolehkan. Misalnya takut dengan anjing galak, takut dengan ular berbisa
dll.

PENGERTIAN LAILAHAILALLAH
Mari kita mendalami pengertian Lailahailallah.

1. Allah sebagai Rab


Kajian allah sebagi Rab dimasukkan kedalam tauhid Rububiyyah.
a) Allah Sebagai Khalik (pencipta) Simak Qs 2:21

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang menciptakanmu dan orangorang sebelummu, agar kamu bertaqwa"
Lalu muncullah pengertian : LaaKhalika illallah, yang berarti tiada
pencipta selain Allah. Jadi Laailaha illallah juga berarti LaaKhalika illallah.

b) Allah sebagai pemberi Rizki (Ar-Raaziq)


Ar-Raaziq berati juga penjamin, pemelihara sekaligus pemberi rizki. Simak
Qs 2:22
"Dialah yang menjadikan bumi sebagi hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan dia menurunkan air(hujan) dari langit, lalu Dia
menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rizki
untukmu ..."
c) Allah sebagai pemilik (Al-Malik)
Allah-lah yang memiliki langit dan bumi dan segala diantara keduanya. AlMalik berarit juga rajadiraja. Kerajaan Allah meliputi langit dan bumi.
Simak Firman Allah Qs 3:26-27.
"Katakallah : Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang
yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki
dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Ditangan Engkaulah
segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu." (26)

"Engkau masukkan malam ke dalam siang dan engkau masukkan siang ke


dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan Engkau
keluarkan yang mati dari yang hdup. Dan Engkau beri rizki yang Engkau
kehendaki tanpa hisab." (27)
Lalu dengan ini mulcullah: Laamailka illallah. (tiada pemilik kecuali Allah.
Apa yang mau disombongkan Manusia, dia tak punya apa-apa, semuanya
milik Allah. Inilah makna lain Laailaha illallah.

2) Allah sebagai Mulk (Raja di raja)


Kajian Allah sebagai Mulk disebut Tauhidul Mulkiyyah.
a) Allah sebagai Mulk (Raja di raja)

Mulk Raja-diraja dalam pengertian berkuasa penuh. Firman Allah Qs 114:2


(surat Annas) "Malikinnas"- Raja Manusia.
b) Allah sebagai pelindung (Al-Waliy)
Allahlah pelindung dan penolong mahlukNya, mintalah perlindungan
kepada Allah, niscaya Allah akan melindungi. Simak Qs 2:257
Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka
dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang kafir, pelindungpelindung mereka adalah syaitan yang mengeluarkan mereka dari cahaya
kepada kegelapan. Mereka itulah penghuni neraka; mereka kekal
didalamnya. "Tidakkah ikhwan perhatikan bagaimana Allah melindungi
sang bayi yang tidak memilik kekuatan apa-apa dengan kasih sayang dari
orang tuanya? Kemudian muncul LaaWaliyya illallah - tiada pelindung
selain Allah. Inilah makna lain dari Laailaha illallah.
c) Allah sebagai Hakam (yang membuat hukum)
Pengakuan Allah sebagi pembuat hukum harus diakui secara i'tiqadi.
Allahlah yang berhak membuat hukum, hukum-hukum yang kita ikuti
harus diturunkan dari hukum Allah sekali tidak diperkenankan menentang
hukum Allah. Konsekuensi orang yang berhukum selain hukum Allah
sangat berat. Simak Qs 5:44-50

3) Allah yang disembah (Ma'bud)


Kajian Allah sebagai yang disembah masuk kategori tauhid uluhiyyah.
a) Allah sebagai Ma'bud
Allahlah satu-satunya yang patut disembah. Simak Qs. 51:56
"Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku." Ikrar
"Hanya kepadaMu-lah kami menyembah dan kepadaMu-lah kami mohon
pertolongan." Qs 1:5 minimal diucapkan 17 kali sehari.
Kembali lagi Laama'buda illallah, tiada yang patut disembah atau
diibadati kecuali Allah. Lailaha illallah juga berarti Laama'buda illallah. b.
Allah sebagi tujuan (Al-Ghayah) Simak firman Allah Qs. 94:8

LARANGAN BERHUBUNGAN DENGAN JIN

Jin adalah salah satu makhluk ghaib yang telah diciptakan Allah swt
untuk beribadah kepada-Nya.
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku. (Adz-dzariyat: 56).
Sebagaimana malaikat, kita tidak dapat mengetahui informasi
tentang jin serta alam ghaib lainnya kecuali melalui khabar shadiq
(riwayat & informasi yang shahih) dari Rasulullah saw baik melalui AlQuran maupun Hadits beliau yang shahih. Alasan nya adalah karena kita
tidak dapat berhubungan secara fisik dengan alam ghaib dengan
hubungan yang melahirkan informasi yang meyakinkan atau pasti.
Katakanlah: tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang
mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah, dan mereka tidak
mengetahui bila (kapan) mereka akan dibangkitkan. (An-Naml: 65)

Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak
memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali
kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia
mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan
risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang
ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu. (AlJin: 26-28).
Manusia diperintahkan oleh Allah swt untuk melakukan muamalah
(pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan sosial
adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling
percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat
berlangsung dan terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat
mendengarkan pembicaraan saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya,
berjabatan tangan dengannya, melihatnya gembira sehingga dapat
merasakan kegembiraan nya, dan melihatnya bersedih sehingga bisa
merasakan kesedihannya.
Allah swt mengetahui fitrah manusia yang cenderung dan merasa
tenteram bila bergaul dengan sesama manusia, oleh karena itu, Dia tidak
pernah menganjurkan manusia untuk menjalin hubungan dengan makhluk
ghaib yang asing bagi manusia. Bahkan Allah swt tidak memerintahkan
kita untuk berkomunikasi dengan malaikat sekalipun, padahal semua
malaikat adalah makhluk Allah yang taat kepada-Nya. Para nabi dan rasul
alahimussalam pun hanya berhubungan dengan malaikat karena perintah
Allah swt dalam rangka menerima wahyu, dan amat berat bagi mereka

jika malaikat menampakkan wujudnya yang asli di hadapan mereka. Oleh


karena itu tidak jarang para malaikat menemui Rasulullah saw dalam
wujud manusia sempurna agar lebih mudah bagi Rasulullah saw untuk
menerima wahyu.

Tentang ketenteraman hati


manusia Allah swt berfirman:

manusia

berhubungan

dengan

sesama

Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu


istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Ar-Rum: 21).
Makna dari jenismu sendiri adalah dari sesama manusia, bukan jin
atau malaikat, atau makhluk lain yang bukan manusia. Karena hubungan
dengan makhluk lain, apalagi dalam bentuk pernikahan, tidak akan
melahirkan ketenteraman, padahal ketenteraman adalah tujuan utama
menjalin hubungan.

Beberapa Informasi tentang Jin dari Al-Quran & Hadits

a. Jin diciptakan dari api dan diciptakan sebelum manusia


Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari
tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Dan
Kami telah menciptakan jin sebelumnya dari api yang sangat panas. (AlHijr: 26-27).
Malaikat telah diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api,
dan Adam diciptakan dari tanah (yang telah dijelaskan kepada kalian).
(Muslim)
Perbedaan asal penciptaan ini menyebabkan manusia tidak dapat
berhubungan dengan jin, sebagaimana manusia tidak bisa berhubungan
dengan malaikat kecuali jika jin atau malaikat menghendakinya. Apabila
manusia meminta jin agar bersedia berhubungan dengannya, maka pasti
jin tersebut akan mengajukan syarat-syarat tertentu yang berpotensi
menyesatkan manusia dari jalan Allah swt.
b. Jin adalah makhluk yang berkembang biak dan berketurunan

Dan (Ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat:


Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia
adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya.
Patutkah kamu mengambil dia dan turunan-turunannya sebagai pemimpin
selain daripada-Ku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis
itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zhalim. (Al-Kahfi:
50).

c. Jin dapat melihat manusia sedangkan manusia tidak dapat melihat jin
Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan
sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia
menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada
keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat
kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpinpemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman. (Al-Araf: 27).
d. Bahwa di antara bangsa jin ada yang beriman dan ada pula yang kafir,
karena mereka diberikan iradah (kehendak) dan hak memilih seperti
manusia.
Dan sesungguhnya di antara kami ada jin yang taat dan ada (pula)
jin yang menyimpang dari kebenaran. Barangsiapa yang taat, maka
mereka itu benar-benar telah memilih jalan yang lurus. Adapun jin yang
menyimpang dari kebenaran, maka mereka menjadi kayu api bagi neraka
Jahanam. (Al-Jin (72): 14-15).

Dalil lain tentang larangan berhubungan dengan jin adalah:


Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia
meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin
itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6).
Imam At-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan: Ada penduduk
kampung dari bangsa Arab yang menuruni lembah dan menambah dosa
mereka dengan meminta perlindungan kepada jin penghuni lembah
tersebut, lalu jin itu bertambah berani mengganggu mereka.

Tujuan seorang muslim melakukan hubungan sosial adalah dalam


rangka beribadah kepada Allah swt dan berusaha meningkatkannya atau
untuk menghindarkan dirinya dari segala hal yang dapat merusak
ibadahnya kepada Allah. Melakukan hubungan dengan jin berpotensi
merusak penghambaan kita kepada Allah yaitu terjatuh kepada perbuatan
syirik seperti yang dijelaskan oleh ayat tersebut. Ketidakmampuan kita
melihat mereka dan kemampuan mereka melihat kita berpotensi
menjadikan kita berada pada posisi yang lebih lemah, sehingga jin yang
kafir atau pendosa sangat mungkin memperdaya kita agar bermaksiat
kepada Allah swt.

MAKNA MARIFATULLAH

Marifatullah berasal dari kala marifah dan Allah. Marifah berarti


mengetahui, mengenal. Mengenal Allah bukan melalui zat Allah tetapi
mengenal-Nya lewat tanda-tanda kebesaranNya (ayat-ayatNya).

Pentingnya Mengenal Allah


Seseorang yang mengenal Allah pasti akan tahu tujuan hidupnya (QS
51:56) dan tidak tertipu oleh dunia .
Marifatullah merupakan ilmu yang tertinggi yang harus difahami
manusia (QS 6:122). Hakikat ilmu adalah memberikan keyakinan kepada
yang mendalaminya. Marifatullah adalah ilmu yang tertinggi sebab jika
difahami memberikan keyakinan mendalam. Memahami Marifatullah juga
akan mengeluarkan manusia dari kegelapan kebodohan kepada cahaya
hidayah yang terang [6:122] .
Berilmu dengan marifatullah sangat penting karena:
a) Berhubungan dengan obyeknya, yaitu Allah Sang Pencipta.

b) Berhubungan dengan manfaat yang diperoleh, yaitu


meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, yang dengannya akan
diperoleh keberuntungan dan kemenangan.
Jalan untuk mengenal Allah
1. Lewat akal:
Ayat Kauniyah / ayat Allah di alam ini:
- fenomena terjadinya alam (52:35)
- fenomena kehendak yang tinggi(67:3)
- fenomena kehidupan (24:45)
- fenomena petunjuk dan ilham (20:50)
- fenomena pengabulan doa (6:63)
Ayat Quraniyah/ayat Allah di dalam Al-Quran:
- keindahan Al-Qur an (2:23)
- pemberitahuan tentang umat yang lampau [9:70]
- pemberitahuan tentang kejadian yang akan datang (30:1-3, 8:7, 24:55)
2. Lewat memahami Asmaul Husna:
- Allah sebagai Al-Khaliq (40:62)
- Allah sebagai pemberi rizqi (35:3, 11:6)
- Allah sebagai pemilik (2:284)
- dll. (59:22-24)
Hal-hal yang menghalangi marifatullah
Kesombongan (QS 7:146; 25:21).
Dzalim (QS 4:153) .
Bersandar pada panca indera (QS 2:55) .
Dusta (QS 7:176) .
Membatalkan janji dengan Allah (QS 2:2&-27) .
Berbuat kerusakan/Fasad .

Lalai (QS 21:1-3) .


Banyak berbuat masiyat .
Ragu-ragu (QS 6:109-110)
Semua sifat diatas merupakan bibit-bibit kekafiran kepada Allah
yang harus dibersihkan dari hati. Sebab kekafiranlah yang menyebabkan
Allah mengunci mati, menutup mata dan telinga manusia serta menyiksa
mereka di neraka. (QS 2:6-7)
Dalam asmaul husna, Allah swt. disebut sebagai Al Alim (Yang Maha
Mengetahui). Bahwasanya ilmu Allah tidak terbatas. Dia mengetahui apa
saja yang ada di langit dan di bumi, yang dahulu, sekarang, ataupun
besok, baik yang ghaib maupun yang nyata.
Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui
apa saja yang ada di langit dan di bumi.(QS. Al-Hajj: 70)
Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang mengetahui yang ghaib
dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (QS.
Al-Hasyr: 22)

Tak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah swt. Sebutir biji di dalam
gelap gulita bumi yang berlapis tetap diketahui Allah swt. Di sisi-Nya
segala anak kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia
sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada
gugur sehelai daun kayu pun, melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada
sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan tiada pula benda yang basah dan
yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab yang terang. (QS. AlAnam: 59)
ILMU ALLAH
Ilmu Allah swt. maha luas, tak terjangkau, dan tak terbayangkan
oleh akal pikiran, tiada terbatas. Dia mengetahui apa yang sudah dan
akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluk
manapun tak akan bisa menyelami lautan ilmu Allah swt. Bahkan untuk
mengetahui ciptaan Allah saja manusia tidak akan mampu. Tentang
tubuhnya sendiri saja, tidak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang telah dicapai manusia. Semakin didalami
semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin banyak misteri yang
harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih merupakan
hal yang teramat rumit untuk dikaji.

Belum lagi tentang astronomi. Berapa banyak bintang, galaksi di


langit, berapa jauhnya, bagaimana cara mencapainya, proses terjadinya,
apakah ada penghuninya, dan seterusnya. Jika kita menatap ke luar
angkasa betapa kecil bumi ini bagaikan debu bahkan lebih kecil dari itu.
Andaikan saja ada manusia yang menguasai planet bumi sebagai miliknya
pribadi, maka di hadapan alam di ruang angkasa ini dia hanyalah memiliki
debu tak berarti. Jika saja ada manusia menguasai bumi, dia hanya
menguasai debu. Sementara kekuasaan, kerajaan Allah swt. tak akan
tertandingi sedikitpun jua.
Allah swt. menggambarkan betapa kecil dan tak berdayanya
manusia bila dibandingkan dengan ilmu Allah swt., dengan perumpamaan
air laut bahkan tujuh lautan dijadikan tinta untuk menulis kalimat Allah
swt., niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah tersebut dituliskan.
Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimatkalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis ditulis
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak
itu pula. (QS. Al Kahfi: 109)
Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut
(menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak
akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Luqman: 27).
Allah swt. telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isi dan
peristiwa yang terkandung di dalamnya merupakan fenomena yang
sangat mengesankan dan menakjubkan akal serta hati sanubari manusia.
Itulah alam semesta atau al-kaun (universum). Simaklah firman Allah swt.
berikut ini:
Dia lah Allah yang menciptakan, yang mengadakan, yang membentuk
rupa, yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Bertasbih kepadaNya apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Dia lah Yang Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana. (QS. Al-Hasyr: 24).

Hendaknya manusia senantiasa men-taddaburi ayat-ayat-Nya, baik


yang qauliyah maupun kauniyah. Karena di sana terdapat lautan ilmuNya, serta dorongan untuk mengkaji maupun mengimplementasikannya.
Hai jamaah jin dan manusia jika kamu sanggup menembus (melintasi)
penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya
melainkan dengan kekuatan. (QS. Ar-Rahman: 33). Dengan ayat ini
manusia akan mengerti jika ingin menembus langit diperlukan energi
yang besar.

Maka dengan segala bahan-bahan yang ada di alam ini manusia


harus mampu mengkonversi energi tersebut. Masih banyak ayat-ayat AlQuran yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan cabang-cabangnya.
Allah swt. telah menciptakan alam beserta isi dan sistemnya dan juga
telah mengajarkannya kepada manusia. Dengan mencermati Al-Quran,
akan melahirkan kajian-kajian yang lebih detail tentang keberadaan
ciptaan-Nya.
Timbulnya ilmu pengetahuan disebabkan kebutuhan-kebutuhan
manusia yang berkemauan hidup bahagia. Dalam mencapai dan
memenuhi kebutuhan hidupnya itu, manusia menggunakan akal
pikirannya. Mereka menengadah ke langit, memandang alam sekitarnya
dan melihat dirinya sendiri. Dalam hal ini memang telah menjadi qudrat
dan iradat Nya, bahwa manusia dapat memikirkan sesuatu kebutuhan
hidupnya. Telah tercantum dalam Al-Quran perintah Allah swt.:
Katakanlah, perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. Tidaklah
bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi
peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman. (QS. Yunus: 101).
Hasil dari pemikiran manusia itu melahirkan ilmu pengetahuan
dengan berbagai cabangnya. Maka ilmu pengetahuan bukanlah musuh
atau lawan dari iman, melainkan sebagai wasailul hayah (sarana
kehidupan) dan juga nantinya yang akan membimbing ke arah iman.
Sebagaimana kita ketahui, banyak ahli ilmu pengetahuan yang berpikir
dalam, telah dipimpin oleh pengetahuannya kepada suatu pandangan,
bahwa di balik alam yang nyata ini ada kekuatan yang lebih tinggi, yang
mengatur dan menyusunnya, memelihara segala sesuatu dengan ukuran
dan perhitungan.
Herbert
Spencer
dalam
tulisannya
tentang
pendidikan,
menerangkan sebagai berikut: Pengetahuan itu berlawanan dengan
khurafat, tetapi tidak berlawanan dengan agama. Dalam kebanyakan ilmu
alam kedapatan paham tidak bertuhan (atheisme), tetapi pengetahuan
yang sehat dan mendalami kenyataan, bebas dari paham yang demikian
itu. Ilmu alam tidak bertentangan dengan agama. Mempelajari ilmu itu
merupakan ibadat secara diam, dan pengakuan yang membisu tentang
keindahan sesuatuyang kita selidiki dan kita pelajari, dan selanjutnya
pengakuan tentang kekuasaany Penciptanya. Mempelajari ilmu alam itu
tasbih (memuji Tuhan) tapi bukan berupa ucapan, melainkan tasbih
berupa amal dan menolong bekerja. Pengetahuan ini bukan mengatakan
mustahil akan memperoleh sebab yang pertama, yaitu Allah.
Seorang ahli pengetahuan yang melihat setitik air, lalu dia
mengetahuinya bahwa air itu tersusun dari oksigen dan hidrogen, dengan

perbandingan tertentu, dan kalau sekiranya perbandingan itu berubah,


niscaya air itu akan berubah pula menjadi sesuatu yang bukan air. Maka
dengan itu ia akan meyakini kebesaran Pencipta, kekuasaan dan
kebijaksanaan-Nya. Sebaliknya orang yang bukan ahli dalam ilmu alam,
akan melihatnya tidak lebih dari setitik air.
Manusia sejak zaman dahulu telah mengerahkan daya akal untuk
menyelidiki rahasia serta mencari hubungannya dengan kebutuhan dan
tujuan hidupnya di atas bumi ini. Maka lahirlah para ahli ilmu alam seperti
astronom, meteorolog, geolog, fisikawan, dan sebagainya, beserta para
ahli filsafatnya di bidang tersebut.
Penemuan di bidang astronomi menyebabkan kosmologi terbagi
dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang beranggapan bahwa alam
semesta ini statis, dari permulaan diciptakannya samapai sekarang ini tak
berubah dan kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini
dinamis, bergerak atau berubah.
Kelompok yang beranggapan bahwa alam semesta ini dinamis
ditunjang oleh ilmu pengetahuan modern. Menurut teori evolusi,
pengembangan seperti dibuktikan oleh adanya red shift, ditafsirkan
bahwa alam semesta ini dimulai dengan satu ledakan dahsyat. Materi
yang terdapat dalam alam semesta itu mula-mula berdesakan satu sama
lain dalam suhu dan kepadatan yang sangat tinggi, sehingga hanya
berupa proton, neutron, dan elektron, tidak mampu membentuk susunan
yang lebih berat. Karena mengembang, maka suhu menurun sehingga
proton dan neutron berkumpul membentuk inti atom. Kecepatan
mengembang ini menentukan macam atom yang terbentuk.
Para ahli ilmu alam telah menghitung bahwa masa mendidih itu
tidak lebih dari 30 menit. Bila kurang artinya mengembung lebih cepat,
alam semesta ini akan didominasi oleh unsur hidrogen. Apabila lebih dari
30 menit, berarti mengembung lambat, unsur berat akan dominan.
Selama 250 juta tahun sesudah ledakan dahsyat, energi sinar
dominan terhadap materi, transformasi di antara keduanya bisa terjadi
sesuai dengan rumus Einstein, E = mc2. Dalam proses pengembungan ini
energi sinar banyak terpakai dan meteri semakin dominan. Setelah 250
juta tahun maka masa dari meteri dan sinar menjadi sama. Sebelum itu,
tidak dibayangkan bahwa materi larut dalam panas radiasi, seperti garam
larut di air.
Pada masa itu, setelah lewat 250 juta tahun, materi dan gravitasi
dominan, terdapat differensiasi yang tadinya homogen. Bola-bola gas
masa galaksi terbentuk dengan garis tengah kurang lebih 40.000 tahun

cahaya dan masanya 200 juta kali massa matahari kita. Awan gas gelap
itu kemudian berdifferensiasi atau berkondensasi menjadi bola-bola gas
bintang yang berkontraksi sangat cepat. Akibat kontraksi sangat cepat.
Akibat kontraksi atau pemadatan itu maka suhu naik sampai 20.000.000
derajat, yaitu threshold reaksi inti, dan bintang itupun mulai bercahaya.
Karena sebagian dari materi terhisap ke pusat bintang, maka planet
dibentuk dari sisa-sisanya. Yaitu butir-butir debu berbenturan satu sama
lain dan membentuk massa yang lebih besar, berseliweran di ruang
angkasa dan makin lama makin besar.

Proses kondensasi bintang pembentukan planet membutuhkan waktu


beberapa ratus juta tahun. Kita mengetahui bahwa bulan bergerak
menjauhi bumi, hal ini berarti bahwa beberapa milyar tahun yang lalu
bumi dan bulan itu satu, dan bulan merupakan pecahan dari bumi yang
memisahkan diri. Firman Allah swt.:
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit
dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman. (QS. Al Anbiya: 30)
Ayat-ayat qauliyah dan ayat-ayat kauniyah

Allah swt. menuangkan sebagian kecil dari ilmu-Nya kepada umat


manusia dengan dua jalan. Pertama, dengan ath-thariqah ar-rasmiyah
(jalan resmi) yaitu dalam jalur wahyu melalui perantaraan malaikat Jibril
kepada Rasul-Nya, yang disebut juga dengan ayat-ayat qauliyah. Kedua,
dengan ath-thariqah ghairu rasmiyah (jalan tidak resmi) yaitu melalui
ilham secara kepada makhluk-Nya di alam semesta ini (baik makhluq
hidup maupun yang mati), tanpa melalui perantaraan malaikat Jibril.
Karena tak melalui perantaraan malaikat Jibril, maka bisa disebut jalan
langsung (mubasyaratan). Kemudian jalan ini disebut juga dengan ayatayat kauniyah.
Wahyu dalam pengertian ishtilahi adalah: kalamullah yang diturunkan
kepada Nabi-nabi dan Rasul-rasul yang menjadi hudan (petunjuk) bagi
umat manusia, baik yang diturunkan langsung, dari belakang tabir (min
wara hijab) maupun yang diturunkan melalui malaikat Jibril, seperti
firman Allah swt: Tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah
berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di
belakang tabir atau dengan mengutus seseorang (malaikat) lalu

diwahyukan kepadaNya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha


Tinggi lagi maha Bijaksana (QS. Asy Syura: 51)
Pengertian wahyu secara ishtilahi perlu dipertegas karena makna
wahyu secara lughawi memiliki pengertian yang bermacam-macam,
antara lain:
1. Ilham Fithri, seperti wahyu yang diberikan kepada ibu Nabi Musa
untuk menyusukan Musa yang masih bayi.
Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; susuilah dia, dan apabila kamu
khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil) (QS. AlQashash: 7).
2. Instink Hayawan, seperti wahyu yang diberikan kepada lebah
untuk bersarang di bukit-bukit, pohon-pohon, dan dimana saja dia
bersarang.
Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: buatlah sarang-sarang di
bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin
manusia (QS. An-Nahl: 68).
3. Isyarat, seperti yang diwahyukan oleh Nabi Zakaria kepada
kaumnya untuk bertasbih pagi dan sore.
Maka ia keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia memberi isyarat
kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang
(QS. Maryam: 11).
4. Perintah Allah kepada malaikat, untuk mengerjakan sesuatu
seperti perintah Allah kepada malaikat untuk membantu kaum muslimin
dalam Perang Badar.
(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat;
Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orangorang yang telah beriman (QS. Al Anfal: 12).
5. Bisikan syaitan
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar
mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka,
sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musrik. (QS. AlAnam: 121).
Dalam ayat tersebut ada kata layuhuna (mewahyukan) yang berarti
membisikkan.

6. Hadits Qudsi, juga termasuk dalam wahyu (hadits yang


maknanya dari Allah swt., sedangkan redaksinya dari Rasulullah saw.)
7. Hadits Nabawiy, (makna dan redaksinya dari Rasulullah saw.)
karena pada hakekatnya apa saja yang berasal dari Rasulullah saw.
mempunyai nilai wahyu.
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah dia; dan bertakwa-lah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukumannya. (QS. Al-Hasyr: 7)

Ayat-ayat qauliyah mengisyaratkan kepada manusia untuk mencari


ilmu alam semesta (ayat-ayat kauniyah), oleh sebab itu manusia harus
berusaha membacanya, mempelajari, menyelidiki dan merenungkannya,
untuk kemudian mengambil kesimpulan. Allah swt. berfirman: Bacalah
(ya Muhammad) dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha
Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan alam. Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS.
Al-Alaq:1-5)
Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan padanya
semua buah-buahan berpasang-pasangan. Allah menutupkan malam
kepada siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Ar Radu: 3)
Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian tanah yang berdampingan, dan
kebun-kebun anggur, tanam-tanaman dan pohon kurma yang bercabang
dan yang tidak bercabang, disirami dengan air yang sama. Kami
melebihkan sebahagian tanam-tanaman itu atas sebahagian yang lain
tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tandatanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. (QS. Ar-Radu: 4)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.
Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau
dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka. (QS. Ali Imran: 190-191)

Dengan mempelajari, mengamati, menyelidiki, dan merenungkan


alam semesta (al-kaun) dengan segala isinya, manusia dapat melahirkan
berbagai disiplin ilmu seperti: Kosmologi, Astronomi, Botani, Meterologi,
Geografi, Zoologi, Antropologi, Psikologi, dan sebagainya. Sedangkan dari
mempelajari wahyu manusia melahirkan berbagai disiplin ilmu seperti:
Tafsir, Ilmu Tafsir, Hadits, Ilmu Hadits, Fiqih, Ushul Fiqih, dan sebagainya.
Dengan memahami bahwa semua ilmu itu adalah dari Allah swt.,
maka dalam mendalami dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan pun (alkaun) harus mengacu firman Allah swt. sebagai referensi, sehingga akan
semakin meneguhkan keimanan. Selain itu penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi akan terkendali serta mengenal adab.
Sebagai misal dalam dunia teknologi kedokteran, pengalihan
sperma ke sebuah rahim seorang wanita dalam proses bayi tabung
harus memperhatikan sperma itu diambil dari siapa diletakkan ke rahim
siapa. Proses kesepakatan, perizinan juga harus jelas. Jangan sampai bayi
lahir menjadi tidak jelas nasabnya.

Di bidang astronomi tidak boleh diselewengkan untuk meramal


nasib, padahal antara keduanya tak ada hubungan sama sekali. Dalam hal
menikmati keindahan alam, akan menjadi suatu kedurhakaan jika dalam
menikmatinya dengan membangun vila-vila untuk berbuat maksiat.
Namun seorang mukmin menjadikan alam semesta adalah untuk tafakur
agar dekat dengan-Nya.

Konsep Kebenaran Ilmu

Wahyu (Al-Quran dan As-Sunnah) memiliki nilai kebenaran yang mutlak


(al-haqiqah al-muthlaqah) karena langsung berasal dari Allah swt. dan
Rasul-Nya. Tetapi pemahaman terhadap wahyu yang memungkinkan
beberapa alternatif pemahaman tidaklah bersifat mutlak. Sedangkan ilmu
yang didapat dari alam semesta memiliki nilai kebenaran yang nisbi
(realtif) dan tajribi (eksprimentatif) atau dengan istilah al-haqiqah attajribiyah.

Kebenaran yang mutlak harus dijadikan burhan atau alat untuk mengukur
kebenaran yang nisbi. Jangan sampai terbalik, justru kebenaran yang
mutlak diragukan karena bertentangan dengan kebenaran yang nisbi
(relatif dan eksprimentatif). Sejarah ilmu pengetahuan sudah
membuktikan bahwa suatu penemuan atau teori yang dianggap benar
pada satu masa digugurkan kebenarannya pada masa yang akan datang.
Hal itu disebabkan keterbatasan manusia dalam mengamati, menyelidiki,
dan menyimpulkan segala fenomena yang ada dalam alam semesta. Oleh
sebab itu jika terjadi pertentangan antara kesimpulan yang didapat oleh
manusia dari al kaun dengan wahyu, maka yang harus dilakukan adalah
menguji kembali kesimpulan tersebut, atau menguji kembali pemahaman
manusia terhadap wahyu. Logikanya, wahyu dan alam semesta semuanya
berasal dari Allah set. yang Mahabenar, mustahil terjadi pertentangan
satu sama lain.

Hikmah mengimani ilmu Allah swt.


Pertama, membuat manusia sadar bahwa betapa tidak berarti dirinya
dihadapan Allah swt., sebab seluruh ilmu yang dimiliki manusia adalah
ibarat setitik air laut dibandingkan dengan air laut secara keseluruhan.
Oleh karena itu manusia tidak ada alasan untuk sombong dan menjadikan
ilmu menjadi penyebab kekufuran dan kedurhakaan kepada Yang Maha
Mengetahui segalanya. Seharusnya manusia menjadikan ilmu untuk alat
ber-taqarub kepada-Nya, sebagaimana perilaku para ulil albab.

Kedua, dengan menyadari bahwa ilmu Allah swt. sangat luas, tidak ada
satupun betapa pun kecil dan halusnya yang luput dari ilmu-Nya, maka
manusia akan dapat mengontrol tingkah laku, ucapan amalan batinnya
sehingga selalu sesuai dengan yang diridhai Allah swt.
Ketiga, keyakinan terhadap ilmu Allah swt. akan menjadi terapi yang
ampuh untuk segala penyelewengan, penipuan dan kemaksiatan lainnya.
Maka dalam pemahamannya adalah dengan mengaplikasikan sifat Allah
swt. tersebut dalam kehidupan nyata sehari-hari, berusaha melaksanakan
perintah dan larangan-Nya baik di tempat ramai maupun sunyi. Kita tidak
lagi terpengaruh dengan diketahui atau tidak diketahui oleh orang lain
untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu. Karena kita menyadari
betapa Allah swt. Maha Mengetahui yang pasti selalu melihat, mendengar,
memperhatikan apa yang kita lakukan di mana dan kapan saja.

Di zaman salafus saleh, kita masih ingat kisah seorang gadis shalihah
dengan ibunya menjual susu. Suatu saat ibunya menyuruh dagangannya
untuk dicampur dengan air, agar mendapatkan untung yang lebih. Namun
putrinya menolak. Bukankah Khalifah Umar tidak melihat? kata sang
ibu. Tapi Tuhannya Umar mengetahui, Bu! kata putrinya. Tak disangka
percakapan itu didengar Umar bin Khaththab. Maka gadis shalihah
tersebut dipinang untuk putra Umar sang Khalifah. Dan kita pun tahu
persis bahwa dari seorang wanita shalihah ini, akhirnya menurunkan
seorang cucu yang menjadi tokoh besar dalam sejarah: Umar Bin Abdul
Aziz yang legendaris.

Juga kisah seorang anak gembala dengan sekian banyak gembalaan milik
tuannya. Suatu saat Umar bin Khaththab menguji kekuatan
muraqabatullah-nya. Dikatakan kepada anak itu bahwa kambingnya akan
dibeli dengan harga yang lebih. Namun anak itu menolak. Kamu bisa
mengatakan kepada tuanmu kambingnya dimakan binatang buas, kata
Umar r.a. Lantas di mana Allah? tanya anak tersebut. Subhanallah..!.

Sebenarnya bagi seorang muslim yang sudah ber-iltizam akan selalu


merasa tenang, bahagia karena segala amal kebaikannya, tidak akan
dirugikan sedikitpun, baik diketahui ataupun tidak oleh orang lain, kerena
dia yakin bahwa Allah swt. telah mengawasinya. Sehingga seorang
mukmin sejati akan senantiasa beramal dengan ikhlas karena Allah swt.
semata, bukan karena guru ngajinya, apalagi karena calon istri ataupun
mertuanya.
Tidak bangga karena pujian, tidak merasa lemah karena celaan. Tetap
semangat walau tak diketahui orang, tak takabur ketika dilihat banyak
orang. Juga tak takut dengan kegagalannya, atau tak bangga diri dengan
keberhasilannya. Apapun yang terjadi tak akan mengoncangkan jiwanya,
atau
merusak
muamalah
dengan
saudaranya,
atau
bahkan
membahayakan akidahnya.

Dan katakanlah; bekerjalah kamu maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.
(QS. At-Taubah: 105)

Nama : Leza Marlena

Anda mungkin juga menyukai